Tugas Comm5337 Wida Sulistyaningrum Permintaan Kedua Dalam hidup akan selalu ada pilihan, hitam – putih, baik – buruk, ya – tidak, semuanya adalah pilihan yang harus kita ambil. Jalan manapun yang akan kita ambil tentu saja akan ada konsekuensinya dan menjadi wajar jika kekhawatiran muncul dalam mengambil keputusan. Kekhawatiran juga terjadi pada saya, setiap ada keputusan penting dalam hidup yang harus diambil. Nama saya Wida Sulistyaningrum, perempuan, 26 tahun dari suku Jawa dan sudah menikah. Berdasarkan apa yang saya dengar dari orang-orang disekitar, saya adalah orang yang ramah, suka memotivasi tapi sangat perasa. Saya dibesarkan dalam keluarga Jawa yang sederhana di kaki Gunung Lawu, Jawa Timur. Suasana pedesaan yang hijau dan sejuk menjadi tempat kami bertiga tumbuh. Dalam membesarkan ketiga anaknya, orangtua saya tidak pernah membedakan anak sulung, tengah, atau bungsu. Semuanya mendapat perhatian dan kasih sayang yang sama. Adat Jawa juga diterapkan dalam keluarga, dimana “si kecil” harus menghormati yang lebih tua, namun ruang untuk berkomunikasi selalu terbuka satu sama lain. Bapak dan ibu sangat perhatian kepada setiap anaknya, tidak ada 1 kejadian penting dalam hidup kami yang kami lewati sendiri. Kelulusan sekolah, mendapat pacar, putus cinta, wisuda, mendapat pekerjaan, kenaikan pangkat dan akhirnya menikah, mereka selalu ada menemani kami disetiap momennya. Perhatian yang besar tidak selalu berdampak positif. Dalam kasus kami, bapak dan ibu membuat kami tidak bisa mengambil keputusan tanpa pertimbangan dari mereka. Perhatian itu membuat kami menjadi manja. Tapi apapun itu, kami, tiga bersaudara merasa sangat bersyukur memiliki orangtua yang membekali kami dengan ilmu bukan harta. Saat ini saya bekerja disebuah LSM Lingkungan di Kaimana, Papua. Sebuah pilihan yang saya ambil setelah menerima permintaan Pak Ketut dan Pak Mark untuk pindah dari Bali yang ramai ke Kaimana yang sepi. Segala macam argumen saya keluarkan untuk meyakinkan keluarga (bapak, ibu, mas dan adek) agar mengijinkan saya pindah ke Kaimana tapi semuanya belum bisa diterima. Percakapan terakhir yang membuat saya direlakan untuk berangkat ke Papua adalah “disana kan nggak ada temannya dek”, bapak saya berkata demikian. Kemudian saya menjawab santai “ kan temannya Tuhan pak”. Tanpa saya duga kalimat itulah yang bisa membuat mereka yakin, beberapa tahun belakangan bapak dan ibu memang aktif di gereja. Ternyata Kaimana menjadi tempat dimana mimpi-mimpi saya bisa terwujud. Menikah dan kuliah lagi dengan beasiswa. Tahun 2009 menjadi tahun yang penuh berkat untuk saya. Mendapat permintaan mengikuti program RARE di sekitar Mei – Juni, permintaan untuk Tugas Comm5337 Wida Sulistyaningrum menikah bulan Juli dan akhirnya menikah bulan Oktober. Untuk kejadian terakhir, saya bingung mengkategorikannya berkat atau masalah, saya hamil dan akan ikut program RARE. Akhirnya saya sadar bahwa kehamilan ini adalah berkat dari Tuhan, meskipun untuk menyadarinya saya harus mengalami naik turun emosi selama beberapa bulan. Orang-orang terdekat saya sangat gembira mendengar berita kehamilan ini, tapi reaksi berikutnya yang muncul adalah “Bagaimana dengan RAREnya?”. Kesempatan untuk belajar bersama RARE tidak akan datang 2 kali dalam hidup, dan saya ingat kata-kata mbak Nita, Sari dan Kak Shinta (Program Manager CI Kaimana) bahwa tidak akan mudah untuk mengikuti program ini disaat hamil. Khawatir akan keikutsertaan dalam RARE, saya menyimpan kabar kehamilan saya selama 2 minggu sampai akhirnya kak Shinta mengetahui dengan sendirinya dari perubahan-perubahan yang menurut kak Shinta terjadi pada saya. Semua orang mulai “panik”. Kak Shinta dalam setiap kesempatan selalu menekankan beratnya kehamilan anak pertama, apalagi di daerah yang minim fasilitas seperti Kaimana. Apalagi kondisi fisik saya yang menurut beliau tidak terlalu kuat. Laure sebagai orang yang bertanggungjawab untuk mengurus segala sesuatunya dengan RARE mulai mencari celah supaya saya tetap bisa mengikuti program RARE. Staf RARE pun dibuat pusing dengan kehamilan ini. Saya mulai berfikir bahwa mungkin Laure dan kak Shinta merasa menyesal telah meminta saya untuk mengikuti program ini. Melihat kak Shinta, Laure dan staf RARE berdiskusi untuk mencari solusi terbaik membuat saya merasa tidak enak hati. Beberapa kali saya ingin mundur dari program RARE. Hamil anak pertama tanpa didampingi suami dan keluarga besar membuat emosi saya labil. Dalam kondisi normal (tidak hamil) saja saya akan mudah menangis karena stress, apalagi dalam kondisi hamil. Suasana kerja di Kaimana juga sedang tidak kondusif. Masyarakat dibeberapa lokasi menolak kehadiran kami, Pemda yang dulu mendukung kami juga mulai beralih haluan mendukung investor yang makin ramai datang ke Kaimana. Hal lain yang menambah berat stress saya adalah rencana kak Shinta untuk mengundurkan diri dari CI. Suasana dalam tim Kaimana sendiri juga kacau dengan rencana kak Shinta, semua orang kehilangan semangat untuk bekerja. Saat itu adalah saat terberat yang harus saya lalui. Rasa tidak enak hati kepada semua orang yang harus bekerja ekstra untuk mengatasi masalah ini, takut tidak bisa memenuhi kualifikasi RARE, khawatir dengan kondisi kehamilan, sedih ditinggal kak Shinta, khawatir jika ada teman yang merasa cemburu dengan keikutsertaan saya di RARE dan jauh dari keluarga menjadi faktor utama stress yang saya alami. Setiap kali setelah staf RARE menghubungi untuk berdiskusi mengenai masalah ini, saya selalu ingin mundur. Saya takut mengecewakan semua orang. Hamil 1,5 bulan berat badan saya justru turun. Saya sering tidak bisa tidur di malam hari, pekerjaan di kantor juga mulai berantakan. Saya juga mudah emosi untuk kesalahan-kesalahan kecil yang dibuat teman-teman. Beberapa kali saya beradu mulut dengan salah satu teman di kantor, padahal biasanya saya cenderung untuk mengalah dan mendiamkan tingkah lakunya. Tugas Comm5337 Wida Sulistyaningrum Puncaknya saya menjadi tidak fokus dan malas bekerja. Inilah kondisi yang paling tidak produktif dalam pekerjaan saya. Sampai pada tahap ini saya belum membuat keputusan untuk mengikuti program RARE atau berhenti. Sampai datang email dari pak Mark Erdman yang meminta saya untuk terus mengikuti program RARE dan beliau berjanji akan melakukan yang terbaik untuk memastikan saya bisa mengikuti program RARE. Email inilah yang akhirnya meyakinkan saya untuk membuat keputusan. Saya akan ikut program RARE. Satu persatu alternatif scenario mulai diputuskan. Persiapan materi untuk fase universitas mulai saya lakukan. Diskusi dan komunikasi intens saya lakukan dengan setiap anggota tim Kaimana untuk mengetahui isu-isu yang berkembang di masyarakat, sekaligus membangun semangat tim yang sempat hilang saat kak Shinta mengundurkan diri. Saya juga mulai membuat jadwal dan deadline untuk setiap pekerjaan. Tidak hanya dengan tim Kaimana, saya juga menyusun rencana dengan keluarga. Suami yang selalu mendukung saya untuk maju, membuat diskusi penyusunan rencana semakin mudah. Bapak dan ibu juga tidak keberatan dengan keputusan kami (saya dan suami) untuk lebih memprioritaskan karier saya. Setelah semuanya berhasil dilalui, akhirnya sekarang saya sudah berada di Bogor untuk fase pertama universitas. Jika dipikirkan kembali, beberapa hal yang bisa saya pelajari untuk mengatasi stress adalah dengan menjadi jujur pada diri sendiri dan orang lain, berdiskusi dengan orang-orang terdekat juga sangat membantu. Asumsi yang tidak dikonfirmasi juga bisa membuat stress semakin besar (saya berasumsi orang-orang menjadi susah dengan kehamilan saya). Menetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai bisa membuat saya tetap fokus pada pekerjaan. Hal terpenting yang saya pelajari dalam mengatasi stress adalah menemukan motivasi diri. Permintaan yang tulus dari seorang pimpinan dan keinginan untuk berkembang menjadi motivasi besar untuk saya terus mengikuti program RARE. Satu kalimat bijak yang saya dapatkan dari Kaimana adalah “Bekerjalah (di tanah Papua) dengan jujur, tulus dan giat maka kau akan bergerak dari satu tanda heran ke tanda heran berikutnya”, maksudnya jika kita bekerja dengan jujur, tulus dan giat di tanah Papua maka akan banyak berkat yang tidak diduga datang dalam hidup kita.