Gunawan Muhtar KONTRIBUSI ORGANISASI SOSIAL dalam PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Editor Abu Hanifah KEMENTERIAN SOSIAL RI BADAN PENDIDIKAN DAN PENELITIAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Gunawan, Muhtar Kontribusi Organisosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial,- P3KS Press -----Jakarta 2010 vii + 93 halaman, 14.8 x 21cm ISBN 978 - 979 - 3579 - 57 - 3 Editor : Abu Hanifah Penulis : 1. Gunawan 2. Muhtar Tata letak : Ch. Umam Perwajahan : Gunawan Cetakan I : Tahun 2010 Penerbit : P3KS Press (Anggota IKAPI) Jl. Dewi Sartika No. 200 Cawang III , Jakarta - Timur Sanksi Pelanggaran Pasal 44 : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). KATA PENGANTAR Secara prinsip, terdapat tiga pilar dalam proses pembangunan, yakni: state, private sector, dan civil society. Indonesia, saat ini, dimana demokrasi telah menjadi pilihan bersama dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan/ kenegaraan sebagai koreksi atas sistem pada era sebelumnya, maka civil society (lembaga pelayanan kemanusiaan/Organisasi Sosial) mempunyai porsi yang sama besar dengan dua pilar lainnya. Kenyataan menunjukkan, permasalahan sosial menonjol di Indonesia sebagai negara berkembang adalah kemiskinan penduduk. Kondisi empirik itu berimplikasi pada tingginya masalah keterlantaran (anak, lanjut usia), kecacatan, dan ketunaan, sebagai masalah konvensional, disamping masalah kontemporer seperti perdagangan manusia, tindak kekerasan, penyalahgunaan narkoba, HIV/AIDS, bencana (alam, sosial) dan lainnya. Disadari, bahwa kemampuan pemerintah relatif terbatas dalam menangani permasalahan (kesejahteraan) sosial yang semakin kompoleks, sejalan dengan dinamika masyarakat Indonesia saat ini. Dalam kondisi demikian, civil society (lembaga pelayanan kemanusiaan/Organisasi Sosial) mempunyai peran yang sama besar dengan peran pemerintah. Namun demikian, untuk berperan yang sama besar dengan pemerintah tersebut, Organisasi Sosial, (masih) dalam kondisi keterbatasan, setidaknya terkait sarana-prasarana yang dimiliki, sumberdaya pengelola, profesionalisasi dan managemen pelayanannya. Dalam kaitan permasalahan sosial tersebut, Kementerian Sosial sebagai intitusi pemerintah, mempunyai fungsi pembinaan terhadap lembaga-lembaga pelayanan kemanusiaan/Organisasi Sosial tersebut. Terkait pembinaan/ pemberdayaan itu, kondisi riil Organisasi Sosial termasuk kontribusinya sejauh i ini, penting untuk dipahami, sebagai titik tolak untuk memberdayakannya. Dalam konteks itu, penelitian ini dilakukan, hasilnya diharapkan menjadi input baik dalam penentuan kebijakan dan implementasi program direktorat terkait di lingkungan Kementerian Sosial tersebut. "Tiada gading yang tak retak", hasil penelitian ini masih banyak kekurangan baik dalam proses penelitian maupun penyajian hasilnya. Oleh karenanya, saran perbaikan dari berbagai pihak menjadi penting untuk penyempurnaaanya. Akhirnya, kepada Tim peneliti dan semua pihak terkait dalam penelitian hingga tersusunnya hasil penelitian dalam bingkai buku ini kami sampaikan ucapan terima kasih. Jakarta, November 2010 Kepala Puslitbang Kessos Dr. Yusnar Yusuf, MS. NIP. 19550325 19703 1 001 ii ABSTRAK Dalam kurun waktu satu dekade tahun 2001-2010, krisis moneter, krisis ekonomi global, dan berbagai bencana alam yang terjadi selama ini telah memicu bertambah luasnya permasalahan kesejahteraan sosial yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Prinsip dasar dalam mengatasi masalah ini adalah kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat. Kontribusi organisasi dalam pembangunan kesejahteraan sosial di 6 kota besar merupakan salah satu upaya untuk mengidentifikasi kondisi organisasi sosial; kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial; program yang dapat memberikan akselerasi kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Dari analisis deskriptif terhadap data yang dihimpun dengan wawancara, observasi dan diskusi kelompok terungkap bahwa eksistensi organisasi sosial di tengah masyarakat cukup besar. Sasaran pelayanan mulai dari anak usia balita sampai dengan orang tua (usia lanjut). Permaslahan sosial yang dijadikan konsentrasi antara lain: pelayanan anak terlantar dan berbagai permasalahannya, keluarga miskin, penyandang cacat, Korban NAPZA. Rumah tak layak huni meskipun masih terbaik. Realisasi kegiatan organisasi sosial telah mampu menjawab tuntutan kebijakan pemerintah, bahkan tuntutan agenda dunia. Keberadaan organisasi sosial di tengah masyarakat merupakan potensi besar dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial. Potensi ini tidak akan optimal jika kurang mendapatkan perhatian instansi sektoral yang berkaitan langsung dan ruang yang lebih luas dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial di Indonesia. Sebagai pilar partisipan, organisasi sosial dapat menjalin kemitraan dengan seluruh unit yang berada di Kementerian Sosial dan/atau instansi lain (baik pemerintah maupun swasta), dan dunia usaha yang mempunyai jangkauan program sampai ke tingkat kelurahan. iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................... i ABSTRAK..................................................................................................... iii DAFTAR ISI.................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii DAFTAR TABEL............................................................................................ viii BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................... A. Latar Belakang........................................................................ 1 1 B. Permasalahan......................................................................... C. Tujuan.................................................................................... 4 5 D. Metode Penelitian................................................................... E. Pelaksana Penelitian............................................................... 5 8 BAB II : KAJIAN PUSTAKA....................................................................... 9 1. Pembangunan Kesejahteraan Sosial....................................... 2. Organisasi Sosial.................................................................... 9 12 3. Kontribusi Organisasi Sosial................................................... 21 BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN................................. 25 A. Kota Palembang..................................................................... B. Kota Semarang....................................................................... 25 29 C. Kota Surabaya........................................................................ D. Kota Samarinda...................................................................... 32 33 E. Kota Manado.......................................................................... F. Kota Kupang........................................................................... 34 36 v BAB IV : KONTRIBUSI ORGANISASI SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL ............................ 41 A. Kondisi Organisasi Sosial........................................................ B. Kontribusi Organisasi Sosial.................................................... 42 49 C. Akselerasi Pelayanan Organisasi Sosial.................................. 75 BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI........................................... 81 A. Kesimpulan............................................................................. B. Rekomendasi.......................................................................... 81 83 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 85 BIODATA PENULIS...................................................................................... 87 INDEKS........................................................................................................ 89 vi DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Peta Organisasi/Lembaga Lokal.............................................. 17 Gambar 2 :................................................................................................ 52 Gambar 3 : Anak Balita dalam Panti.......................................................... 61 Gambar 4 : Lanjut Usia dalam Panti.......................................................... 62 Gambar 5 : Dokumentasi Peneliti ............................................................. Gambar 6 : Keceriaan Anak-anak.............................................................. 62 68 vii DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 : Jumlah Pilar Partisipan........................................................... : Data dan Informasi yang dibutuhkan........................................ 3 7 Tabel 3 Tabel 4 : Jenis Pelayanan Sosial dan Organisasi................................... : Jangkauan dan Kontinuitas Organisasi Sosial.......................... 61 67 viii Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era industrialisasi dan globalisasi informatika telah mempercepat proses perubahan sosial. Dalam proses perubahan sosial yang begitu cepat, tuntutan kemampuan manusia (sumber daya manusia) untuk memperoleh kesejahteraan sosial semakin tinggi. Sementara untuk menghadapi tuntutan tersebut, masih banyak masyarakat yang dihadapkan pada permasalahan: krisis ekonomi yang berkepanjangan dan telah berdampak pada krisis sosial sehingga permasalahan sosial menjadi semakin kompleks baik jenis maupun latar belakangnya. Konsekuensi logik dari kondisi ini adalah tergusurnya masyarakat yang kurang dan/atau tidak mampu dalam menghadapi perubahan tersebut. Tergusurnya masyarakat dalam proses perubahan tersebut tercermin dari (1) jumlah angka kemiskinan yang semakin besar sehingga tidak dapat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan dan sumber kesejahteraan sosial secara memadai (2) meningkatnya kriminalitas (baik kuantitas maupun kualitas), (3) solidaritas (kebersamaan) masyarakat semakin melemah. Sebagai ilustrasi, besarnya permasalahan ini tercermin dari 2.250.152 anak telantar, 109.454 anak jalanan, 198.578 anak nakal, 1.644.002 lanjut usia terlantar, dan 1.544.184 penyandang cacat. Sedangkan pada tahun 2008, terdapat 80.260 orang penyalahgunaan napza dengan jumlah penderita ODHA sebanyak 11.483 orang. Penyandang masalah ketunaan sosial diketahui ada 123.887 (terdiri atas 63.661 tuna susila, 35.057 pengemis, dan 25.169 gelandangan (Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial 2008). Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 1 Upaya penanganan permasalahan sosial, pada dasarnya tidak hanya sebatas tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat. Peran pemerintah lebih bersifat memfasilitasi tumbuh 1 berkembangnya tanggung jawab (partisipasi) masyarakat . Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini tercermin dalam salah satu klausul Undang-Undang R.I. Nomor 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial pada Bab VII pasal 38 dikemukakan: " Masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial". Peran tersebut dapat dilakukan oleh perseorangan, keluarga, lembaga keagamaan, Organisasi sosial kemasyarakatan, Lembaga Swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha,lembaga kesejahteraan sosial, dan lembaga kesejahteraan sosial asing". Dalam kerangka optimalisasi peran serta masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial, pemerintah cq. Kementerian Sosial telah memfasilitasi dengan berbagai kebijakan dan program untuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat dalam bentuk pelatihan; pembentukan wadah-wadah partisipasi bagi masyarakat, serta sarana penunjang kegiatannya. Realisasi dari kebijakan ini telah terbentuk partisipan (baik secara individu maupun kelompok/kelembagaan) yang mempunyai konsentrasi kegiatan dalam usaha kesejahteraan sosial di lingkungan masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai pilar-pilar partisipan. Manifestasi dari pilar pilar partisipan dimaksud adalah: 1. Pekerja Sosial Masyarakat ((Keputusan Menteri Sosial R.I. Nomor 14/ HUK/KEP/II/1981) 1 2 Pelaksanaan kegiatan baik dalam bentuk pelayanan sosial maupun rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh masyarakat lebih dikenal dengan istilah berbasis masyarakat. Keberadaan mereka merupakan potensi sosial untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 2. Karang Taruna (Keputusan Menteri Sosial RI No 13/HUK/KEP/I/1981), 3. Organisasi Sosial/Lembaga Swadaya Masyarakat (Keputusan Menteri Sosial R.I. Nomor 40/HUK/KEP/X/1980). 4. Taruna Siaga Bencana (TAGANA). 5. Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM) Menurut Catatan Pusat Data dan Informasi Departemen Sosial, jumlah pilar partisipan yang terbentuk di seluruh Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 Jumlah Pilar Partisipan No 1 2 3 4 5 Pilar Partisipan PSM/relawan Karang Taruna Organisasi Sosial Tagana WKSBM Jumlah 185.984 61.062 25.591 19.180 67.301 Pusdatin, 2007 Idealnya, wadah yang telah terbentuk tersebut dapat berperan sebagai kontributor dalam penanganan permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang di masyarakat (baik dalam bentuk pemantauan perkembangan permasalahan sosial, pengumpulan sumber dan potensi, penyaluran bantuan dan penanganannya secara cepat dan efektif). Di sisi lain, pilar partisipan tersebut juga dapat berperan sebagai mitra kerja dalam penjangkauan pelayanan pemerintah Cq. Kementerian Sosial dalam pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Namun perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi (UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) berimplikasi pada perubahan aspek kelembagaan, program kerja, sumber daya manusia, ketersediaan dan kelengkapan sarana prasarana serta pembiayaan pembagunan kesejahteraan sosial dan perubahan dalam managemen (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 3 pengendalian) yang berkaitan dengan pengembangan pilar partisipan tersebut. Kondisi ini tentunya akan berimplikasi pada eksistensi pilar-pilar partisipan masyarakat di pemerintah kota/kabupaten. Persoalannya adalah, apakah pilar-pilar partisipan masyarakat ini memperoleh legitimasi dari pemerintah daerah sehingga secara otomatis pembinaannya menjadi tanggung jawabnya. Bagaimana mekanisme pembinaannya? Apakah mereka masih menjalankan perannya sebagai partisipan dalam pembangunan bidang kesejahteraan sosial? Mengingat jenis pilar partisipan tersebut cukup banyak, maka penelitian ini lebih fokus pada salah satu pilar tersebut, yakni Organisasi sosial, khususnya Kontribusi Organisasi Sosial 2 dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial . B. Permasalahan Selama kurun waktu lebih dari satu dekade lebih telah teralokasi dana yang berasal dari APBN cukup besar untuk pengembangan Organisasi Sosial. Menurut catatan Direktorat Kelembagaan Ditjen Pemberdayaan Sosial: dari 34.587 organisasi sosial, telah diberdayakan 10.202 organisasi, sedangkan yang belum diberdayakan sampai saat ini sekitar 24.385 organisasi sosial. Dalam kerangka pengembangan organisasi sosial tersebut, jumlah SDM (tenaga pelaksana/pengurus organisasi dan tenaga pelayanan sosial) yang telah dilatih cukup banyak. Organisasi sosial juga telah didukung dengan berbagai fasilitas (sarana dan prasarana) untuk menunjang kegiatan pelayanan kepada masyarakat, bahkan organisasi juga difasilitasi dengan dana untuk pelayanan yang diberikan. 2 Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Sitepu dkk, pada tahun 2005. judul penelitian adalah Peran organisasi sosial/LSM dalam pembangunan kesejahteraan sosial (studi kasus pada organisasi sosial lokal di Propinsi Papua, Maluku, NTT, Banten, NAD). Fokus penelitian: Organisasi sosial yang dijadikan sasaran penelitian lebih menekankan pada organisasi sosial lokal di tingkat Desa/kelurahan. Dalam konteks poenelitian WKSBM. Jika dicermati, antara organisasi sosial yang dijadikan sasaran program Departemen dengan WKSBM masih masuk dalam kerangka pengertian organisasi sosial yang telah tertuang dalam Surat Keputusan Menteri. 4 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dari segi jumlah (kuantitas), keberadaan Organisasi sosial di seluruh Indonesia merupakan potensi besar terutama untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial yang ada di wilayahnya. Pertanyaannya adalah (1) bagaimana kondisi organisasi sosial yang selama ini telah difasilitasi oleh Kementerian Sosial; (2) bagaimana kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial; (3) program apa yang dapat meningkatkan akselerasi kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial. C. Tujuan Berdasar dari pertanyaan penelitian di atas maka tujuan yang hendak dicari jawabnya melalui penelitian ini adalah teridentifikasinya: • kondisi organisasi sosial yang selama ini telah difasilitasi oleh Kementerian Sosial; • kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial; • program yang dapat memberikan akselerasi kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial. D. Metode Penelitian Kontribusi organisasi sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial merupakan penelitian kasus di 6 kota yaitu Palembang, Semarang, Surabaya, Samarinda, Manado, dan Kupang. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas jumlah lembaga Organisasi Sosial yang ada di lima pulau besar Indonesia, yaitu: Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Nusa Tenggara, dan Pulau Sulawesi serta Papua. Sementara itu, dipilihnya wilayah perkotaan sebagai sasaran penelitian dengan pertimbangan permasalahan (sosial) di perkotaan lebih kompleks. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dilandasi oleh tujuan peneliti yaitu untuk memahami keberadaan ORSOS dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangKontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 5 orang dan perilaku yang dapat diamati. Bogdan dan Taylor dalam Lexy J Moleong (1002:3). Metode yang digunakan adalah metode studi kasus, dengan tujuan dapat mengetahui gambaran secara akurat dan mendalam. Menurut Lofland dan Lofland dalam Lexy J Moleong (2002:112), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata atau informasi dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data primer/utama. Sedangkan sebagai pendukung atau data sekunder adalah dokumen-dokumen, tinjauan teoritis, serta lain sebagainya. Pemilihan sumber data dan informasi dilakukan dengan teknik purposive sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan). Peneliti mengambil siapa saja yang dipandang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengurus Orsos, sasaran Pelayanan ORSOS, Tokoh masyarakat dan Instansi sektoral yang mempunyai komitmen terhadap keberadaan ORSOS. Pengumpulan data yang akan dilakukan adalah dengan teknik wawancara; observasi; diskusi kelompok terfokus; dan pencatatan data sekunder. 1. Dalam penggalian informasi ini teknik yang dipergunakan adalah wawancara semiterstruktur (in-depth interview) atau dikenal pula dengan Teknik wawancara dengan panduan (instrumen penelitian). Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik Esterberg dalam Sugiyono (2008:231) . 2. Observasi Terfokus yaitu suatu observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu. Observasi atau pengamatan secara umum berarti melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan Sugiyono (2008:231). 3. Studi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental 6 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial dari seseorang. Dokumen tulisan misalnya, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan dan kebijakan. Sugiyono (2008:240). 4. FGD dilaksanakan untuk menggali informasi dari tokoh masyarakat tentang kontribusi ORSOS dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Dalam pelaksanaan FGD, peneliti berperan sebagai fasilitator dengan menggunakan panduan. Tabel 2 Data dan Informasi yang dibutuhkan Issue Gambaran umum Kondisi Organisasi Kontribusi Orsos Data/Informasi Lokasi Penelitian Persebaran Orsos Permasalahan Sosial Potensi Sosial Legitimasi Orsos SDM Sarana dan Prasarana Profesionaliasi pelayanan Pendanaan Aksesibilitas Kemitran Pelayanan yang diberikan Metode Sumber dana Permasalahan sosial dan potensi sosial Pengembang Kebijakan an Orsos Pengembangan Orsos Program Pengembangan Sumber informasi Statistik Dinas sosial Pengurus Orsos Kementerian Sektoral Instansi Sektoral Pengurus Orsos Instansi Sektoral Tokoh Masyarakat Masyarakat Metode Dokumentasi Wawancara dan Observasi Wawancara dan Dokumentasi Wawancara dan Dokumentasi Wawancara dan observasi Wawancara Wawancara Wawancara Pengurus Orsos Wawancara Kementerian Sektoral Instansi Sektoral Wawancara Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 7 Analisis data secara kualitatif menggunakan metode deskriptif. Menurut Hadari Nawawi (1983) analisis deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lainlain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. E. Pelaksana Penelitian Konsultan : DR. Oetami Dewi Bagus Aryo Ph.D Ketua Tim : Drs. Gunawan Sekretaris : Drs. Muhtar M.Si. Anggota : 1. Drs. Abu Hanifah 2. Dra. Nina Karinina 3. Moh Sabeni Aks. M.Si 4. Ayu Diah Amalia S.Sos 5. Rudi 6. Marulak Sitanggang 7. Wawan Iriawan Litkayasa 8 8. Toto Sugiarto Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Bab II Kajian Pustaka 1. Pembangunan Kesejahteran Sosial Secara harfiah, pembangunan dapat dipahami sebagai proses perubahan dari suatu kondisi tertentu menuju kondisi yang lebih baik. Dari pengertian ini, ada beberapa yang dapat dikemukakan, yakni (1) Kondisi, yakni kondisi yang dipahami sebagai kondisi ideal atau kondisi yang dicitacitakan dan (2) Upaya (aktivitas) perubahan dari kondisi tertentu ke kondisi yang lebih baik. Untuk mengetahui perubahan tersebut tentunya dibutuhkan tolok ukur, walaupun sampai saat ini tolok ukur yang paling banyak dipergunakan untuk melihat kondisi dimaksud adalah tolok ukur dari sudut ekonomi. Sebagai ilustrasi penggunaan Gross National Product (GNP), Human Development Index (HDI) dan Human Poverty Index (HPI), Social Accounting Matrix (SAM), Physical Quality of Life Index (PQLI). Penggunaan tolok ukur ekonomi tersebut pada awalnya didasari dari pandangan para ekonom yang melihat realitas perbedaan tingkat pendapatan masyarakat yang mencolok di negara-negara maju (developed) dengan negara-negara miskin/tertinggal (lessdeveloped). Pertumbuhan ekonomi telah dijadikan prioritas utama, sehingga pembangunan seringkali dikonotasikan dengan ekonomi. Kalau orang menggunakan kata pembangunan tanpa diikuti dengan kata lain di belakangnya, maka selalu diinterpretasikan sebagai pembangunan ekonomi (Soetomo, 2009:400). Interpretasi pengertian pembangunan tersebut dipandang Migley (2005) sebagai konsep pembangunan telah terdistorsi. Artinya, keberhasilan pembangunan dapat dipahami sebagai kemajuan ekonomi. Berbagai kata yang mengikuti istilah pembanguan, tentunya akan berkaitan dengan tolok Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 9 ukur yang dijadikan patokan untuk melihat kondisi. Dalam konteks ini dapat dilihat dari berbagai istilah yang dipergunakan misalnya Pembanguan sosial, pembangunan masyarakat, pembanguan kesejahteraan sosial Secara konseptual pembangunan kesejahtetaran sosial merupakan bagian dari pembangunan sosial yang memberi perhatian pada keseimbangan kehidupan manusia dalam memperbaiki atau menyempurnakan kondisi-kondisi sosialnya. Dalam kerangka memahami pengertian pembangunan kesejahteraan sosial dalam penelitian ini, tentunya dapat disimak dari beberapa pandangan sebagai berikut: a. Roger (1964:8) mengemukakan Development is a type of social change in which ideas are introduced into a social system in order to produce higer percapita incomes and level of living throughtout more modern production methode and improved social organization. (Pembangunan merupakan suatu perubahan sosial di mana ide baru diperkenalkan kepada suatu sistem sosial untuk menghasilkan pendapatan perkapita yang lebih baik dan tingkat hidup yang lebih tinggi dengan menggunakan metode produksi yang lebih modern dan perbaikan organisasi sosial. b. Clark (1995) mengemukakan, bahwa pembangunan merupakan suatu proses yang menjadikan masyarakat turut bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri dan menyadari bahwa mereka memiliki potensi. Yang perlu dilakukan membangun rasa kepercayaan dalam diri masyarakat, keterampilan-keterampilan, aset-aset kebebasan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. c. Rumusan pre-converence Working Party dari Internbational Conference of Social Work (WPICSW): dalam Soetomo (2006:312), Pembangunan Sosial diartikan sebagai aspek keseluruhan pembangunan yang berhubungan dengan relasi-relasi sosial, sistem-sistem sosial, dan nilainilai yang berhubungan dengan hal itu. Pembanguan memberi perhatian kepada keseimbangan kehidupan manusia dalam memperbaiki atau menyempurnakan kondisi. 10 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial d. Suharto, (2006: 4) mengemukakan, bahwa pembangunan kesejahteraan sosial adalah sebagai usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial. Pandangan Roger, Clark dan Suharto maupun WPICSW di atas (pengertian pembanguan, pembangunan sosial, dan pembangunan kesejahteraan sosial) pada prinsipnya adalah sama, yakni menekankan adanya perubahan kondisi. Kondisi dimaksud tidak hanya sebatas pada kondisi perekonomian. Dari aspek sosial Roger menekankan adanya perbaikan organisasi sosial. Clark memandang pentingnya kepercayaan dalam diri masyarakat, keterampilan-keterampilan, aset-aset kebebasan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. WPICSW pada aspek relasi-relasi sosial, sistem-sistem sosial, dan nilai-nilai. Suharto pada aspek intervensi dan pelayanan dan pemperkuat intitusi lokal yang ada. Proses yang terjadi dalam pembangunan kesejahteraan sosial juga dapat dipahami dari suatu kondisi yang paling buruk sampai dengan kondisi ideal. Menurut Soetomo (2009:3) perubahan dari realita yang disebut masalah sosial yang merupakan kondisi yang tidak diharapkan (illfare), menuju kondisi masyaraat yang disebut ideal yang biasa disebut wellfare. Dalam praktek kehidupan masyarakat, kondisi wellfare tidak pernah menjadi realitas sehingga lebih tepat disebut sebagai idealisme. Tolok ukur terhadap hasil yang dicapai dalam pembanguan juga dikemukakan oleh Migley (2005:3). Bagi sebagian orang, pembangunan berkonotasi sebagai sebuah proses perubahan ekonomi yang dibawa oleh proses industrialisasi. Istilah ini juga mengandung arti sebuah proses perubahan sosial yang dihasilkan dari urbanisasi, adopsi gaya hidup modern, dan perilaku masa kini. Istilah ini juga memiliki konotasi kesejahteraan yang menawarkan bahwa pembangunan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan level pendidikan mereka, memperbaiki kondisi permukiman dan kesehatan mereka. Secara instrumental Suharto (2006) Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 11 mengemukakan, bahwa secara prinsip tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang mencakup: a. peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompokkelompok masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial; b. peningkatan keberdayaan melalui penetapan sistem dan kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan; c. penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksesibitas dan pilihanpilihan kesempatan sesuai aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan. Berdasar dari uraian di atas, secara yang dimaksud pembangunan kesejahteraan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya yang terencana untuk mewujudkan kondisi kesejahteraan sosial. Adapun upaya yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia sesuai dengan yang termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Bab I, Pasal 1 ayat 2 bahwa Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. 2. Organisasi Sosial Organisasi sosial merupakan hasil interaksi sosial manusia sebagai makhluk sosial. Interaksi sosial dimaksud dapat berupa interaksi antar individu, antara individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Menurut Soekanto (1977) ada tiga bentuk (hasil dari proses) interaksi sosial yakni kerjasama (cooperation), persaingan (competetion) dan pertikaian (conflict). Dalam kerangka ini Cooperation didefinisikan sebagai jaringan interaksi untuk mencapai tujuan bersama, sehingga interaksi sosial yang 12 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial terjadi lebih bersifat konstruktif, untuk saling mempengaruhi, merubah atau memperbaiki, saling menunjang, meningkatkan dan/atau membantu dalam rangka pencapaian tujuan. Istilah organisasi sosial yang ditemukan dalam kepustakaan ilmu sosial seperti sosiologi, filsafat sosial, dan antropologi meliputi berbagai definisi, baik oleh berbagai ahli pada abad lampau maupun saat ini. Antara lain dapat dikemukakan Auguste Comte ahli Filsafat terdahulu mendefinisikan organisasi sosial sebagai :"general agreement", and argued, with polemical intent, that government is powerless without its support. Dikatakannya "....the principle which lies at the heart of every scheme of social organization is the necessary participation of the collective political regime in the universal consencus of the body" (see The Positive Philosophy of Auguste Compte, trans.1893,rd edit., p.65). Selanjutnya, Herbert Spencer ahli sosiologi di dalam Principles of Sociology,vol. I, 1882, menggunakan istilah ini to refer to the interrelations (integration and differentiation) of economic, political and other division of society. Definisi dari Leonard Broom dan Philip Selznick (dalam buku Sociology: A text with Adapted Readings, 3rd edition, 1963) sebagai ahli sosiologi abad 20-an, mendefinisikan organisasi sosial sebagai " the patterned relations of individuals and groups" and identity it as one of the two basic sources of order in social life, the other being norms and values (Mitchel,G, Duncan,1975: 173). Demikian juga Ralph L. Beals dan Harry Hoijer ahli antropologi dari universitas California mendefinisikan organisasi sosial : " the ways of behaving and resultant organization of society relative to the maintenance of orderly relations between individuals and group within society and between a society or its segments and other society (Beal,R.L, et.al.,1954:227). Sementara itu, Kementerian Sosial Republik Indonesia dalam kepentingan teknis operasional pemberdayaan organisasi sosial yang hidup di masyarakat mendefinisikannya sebagai:"suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 13 kesejahteraan sosial". Definisi tersebut tertuang di dalam Keputusan Menteri Sosial R.I. Nomor 40/ HUK/KEP/IX/1990. Selanjutnya, secara konseptual definisi inilah yang dijadikan acuan di dalam pembahasan hasil penelitian ini. Berdasarkan definisi tersebut, secara legalitas pemerintah membedakan Orsos menjadi dua macam, yaitu yang berbadan hukum dan yang tidak berbadan hukum. Selanjutnya, dalam bahasan tentang kontribusi Orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial digunakan definisi ini. Uraian di atas mengindikasikan, bahwa konstruk interaksi sosial (cooperation) dalam perkembangan kehidupan dan penghidupan masyarakat telah membangun suatu ikatan diantara manusia. Menurut Sztompka (2007) ada empat jenis ikatan yang muncul dalam masyarakat yang saling berkaitan, tergantung pada jenis kesatuan yang dipersatukan oleh jaringan hubungan itu, yakni: ikatan (1) gagasan, (2) normatif, (3) tindakan, dan (4) perhatian. Jaringan hubungan gagasan (keyakinan, pendirian, dan pengertian) merupakan dimensi ideal dari kehidupan bersama, yakni "kesadaran sosialnya". Jaringan hubungan aturan (norma, nilai, ketentuan, dana citacita) merupakan dimensi normatif dari kehidupan bersama, yakni institusi sosialnya. Dimensi ideal dan dimensi normatif mempengaruhi apa yang secara tradisional dikenal sebagai kebudayaan. Jaringan hubungan tindakan merupakan dimensi interaksi dalam kehidupan bersama, yakni "organisasi sosial". Jaringan hubungan perhatian (peluang hidup, kesempatan, akses terhadap sumber daya) merupakan dimensi kesempatan kehidupan bersama, yakni "hirarki sosialnya". Dimensi interaksi dan kesempatan memperkuat ikatan sosial dalam arti sebenarnya. Keempat ikatan yang mencerminkan multidimensional kehidupan bersama disebut dengan istilah "socio cultural". Kehidupan sosial terjadi dalam hubungan socio-cultural akan dapat difahami jika kita menyadari dua hal. Pertama, proses di keempat tingkat itu tidak berlangsung secara terpisah satu sama lain. Yang terjadi malah sebaliknya. Proses di keempat tingkat itu saling berkaitan melalui berbagai ikatan. Kedua, kita harus menyadari bahwa hubungan sosio-kultural berperan pada tingkat: makro, mezzo, dan minkro. Konsep hubungan sosio- 14 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial kultural ini dapat diterapkan untuk semua skala fenomena sosial (sztompka, 2007: 9-11). Berdasar dari uraian diatas dapat dikemukakan, bahwa dimensi ideal dan normatif secara tradisional disebut kebuadayaan. Sedangkan dimensi interaksi dan kesempatan memperkuat ikatan sosial. Dengan demikian kehidupan socio-cultural terdiri dari sistem sosial dan sitem budaya. Sistem sosial mencerminkan antara anggota-anggota kelompok, dan sistem budaya merupakan aturan dan norma yang mengatur prilaku ataupun tata cara anggota kelompok melaksanakan hubungan dalam kehidupan bersama. Konsep social organization adalah derivatif dari konsep Social Structure yang diformulasikan oleh antropolog Inggris Radcliffr - Brown. Social Structure adalah aspek statis dari susunan hubungan sosial dalam sebuah masyarakat, maka social organization adalah aspek dinamisnya. Jika social structure terdiri atas status, maka social organization adalah terdiri atas rule. Jika dalam sosial struktur orang berbicara tentang pola perilaku yang ideal dan normatif, maka dalam social organization, orang berbicara tentang pola perilaku empiris dan situasional. Dalam dunia nyata yang dihadapi oleh para praktisi pembangunan adalah perilaku empiris dan situasional. Inilah yang disebut dengan perilaku aktor-aktor sosial. Karena itu dalam analisis pembangunan dengan menggunakan konsep social organization, pusat perhatian harus pada perilaku aktor-aktor sosial tersebut, Marzali (2005:27) Para penulis yang terutama mengkaji tindakan sosial cenderung memusatkan perhatian pada organisasi sosial yang mendefinisikan perananperanan yang dimainkan oleh individu - individu dalam hubungan mereka satu sama lain. Para ahli yang lebih memperhatikan hubungan - hubungan formal antar orang orang cenderung memperhatikan pada struktur sosial yang mendefinisikan status status pelaku yang menjalankan peranan peranan tersebut. Pandangan Talcot Parson tentang hubungan antara organisasi sosial dan struktur sosial secara esensial sama dengan konsep Radcliffe Brown, tetapi sebagai tambahan Parson memasukkan sistem sosial Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 15 yang terdiri dari struktur sosial dan organisasi sosial. Parson membedakan empat tindakan dari sistem sosial, yaitu: nilai-nilai sosial, pola-pola institusional, kolektivitas (kelompok) yang terspesialisasi, dan perananperanan yang dijalankan oleh individu-individu dalam kolektivitas atau kelompok itu (Saifudin, 2005: 170-172). Berdasar uraian di atas dapat dikemukakan, bahwa esensi organisasi sosial adalah adanya suatu perkumpulan yang diikat oleh (1) gagasan, (2) normatif, (3) tindakan, dan (4) perhatian. Telaahan tentang organisasi dapat dipilah atau dilihat dari beberapa aspek. Sebagai ilustrasi aspek-aspek dimaksud antara lain: a. Herbert G. Hicks mengemukakan dua alasan memotivasi orang berorganisasi yakni, (a) alasan sosial (social reason), sebagai "zoon politicon" artinya makhluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya. Hal ini ditemui pada organisasi-organisasi yang memiliki sasaran intelektual, atau ekonomi; (b) alasan materi (material reason), melalui bantuan organisasi, manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri, yaitu: (1) dapat memperbesar kemampuannya, (2) dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi, dan (3) dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelumnya yang telah dihimpun. (http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_sosial) b. Menurut perkembangan organisasi, Korten (1990: 190-206) membagi Organisasi ke dalam empat generasi: Generasi pertama, penyampaian pelayanan secara langsung untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan mendesak yang sedang dialami penduduk penerima bantuan, seperti kebutuhan pangan, pelayanan kesehatan...; Generasi kedua, membina kemampuan rakyat agar bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan lebih baik melalui tindakan lokal yang mandiri...; Generasi ketiga, ...mencari perubahan dalam pranata dan kebijakan khusus pada tingkat lokal, nasional, dan global...; Generasi keempat,...membantu 16 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial memungkinkan seluruh masyarakat LSM internasional untuk dengan efektif mendorong...pembangunan alternatif. c. Pramono (2004) Organisasi dapat dipilah dalam tiga kategori, yaitu: (1) lembaga lokal yang bukan lembaga lokal, lebih menunjuk pada kumpulan nilai-nilai dan norma-norma yang ditemukan di tengah-tengah komunitas/ masyarakat; (2) lembaga lokal yang juga merupakan organisasi lokal, atau sebaliknya, yaitu berbagai organisasi yang sudah berkembang dan melembaga di tengah-tengah komunitas/masyarakat; dan (3) organisasi lokal yang bukan lembaga lokal, lebih menujuk pada berbagai organisasi formal yang ada di tengah-tengah komunitas/masyarakat, namun secara intrinsik masih belum diterima dan menjadi bagian dari prilaku komunitas/ masyarakat. d. Uphoff (1986) dalam Pramono (2004) memetakan organisasi/lembaga lokal berdasarkan sektornya sebagaimana terlihat pada gambar berikut: Gambar 1 Peta organisasi/lembaga lokal berdasar sektor. PUBLIC SECTOR VOLUNTARY SECTOR Cooperatives PRIVAT SECTOR Local Aadministration Local Governme nt Member Organizations Service Organization s Private Bissinesses Bureaucratic Institutions Political Institutions Local Organizations (based on the principle of membership direction and control; these can become institutions) Profite Oriented Institutions e. Dari segi pemanfaatan organisasi, Esman & Uphoff (1984) dalam Pramono (2004) mengemukakan, pemanfatan lembaga lokal dalam pembangunan akan diperoleh sejumlah efisiensi, karena lembaga lokal: (1) dapat membantu menyediakan informasi yang akurat dan representatif (accurat and representatif information) tentang kebutuhan, prioritas, dan kemampuan masyarakat serta umpan balik terhadap inisiatif dan pelayanan pemerintah; (2) dapat memfasilitasi kemampuan adaptasi Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 17 program pembangunan (adaptation of program) terhadap variasi lingkungan fisik dan sosial yang beragam; (3) dapat membantu meningkatkan efisiensi program melalui kemampuan mengembangkan komunikasi kelompok (development of group communication); (4) dapat membantu meningkatkan efisiensi program melalui sumberdaya (resource mobilization) melalui kegiatan gotong royong; (5) melalui lembaga lokal, pengetahuan lokal (technical knowlidge) yang di dapat dari pengalaman kolektif yang panjang dapat diperoleh dan dimanfaatkan bagi efisiensi dan keberhasilan pembangunan; (6) pemanfaatan dan pemeliharaan fasilitas dan pelayanan (utilization and maintenance) pada umumnya juga dapat dilakukan dengan baik melalui keterlibatan lembaga lokal; dan (7) melalui lembaga lokal dapat dikembangkan partisipasi dan kerjasama masyarakat dalam pelaksanaan program yang melibatkan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi. f. Tipe organisasi dari tujuan dan pendanaannya, Mahsum (2006) membagi dalam 4 kategori yakni: 1) Pure - Profit Organisation Tujuan organisasi adalah menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud utama untuk memperoleh laba sebanyakbanyaknya sehingga bisa dinikmati oleh para pemilik. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor dan kreditor. 2) Quasi - Profit Organisation Tujuan organisasi adalah menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud utama untuk memperoleh laba dan mencapai sasaran atau tujuan lainnya sebagaimana yang dikehendaki para pemilik. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari investor swasta, investor pemerintah, kreditor dan para anggota. 3) Quasi - Non Profit Organisation Tujuan organisasi adalah menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud untuk melayani masyarakat dan 18 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial memperoleh keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi organisasi ini berasal dari investor pemerintah, investor swasta, kreditor 4) Pure - Non Profit Organisation Tujuan organisasi adalah menyediakan atau menjual barang dan atau jasa dengan maksud melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi organisasi ini berasal dari pajak, retribusi, utang, obligasi, laga BUMN/BUMD, penjualan aset negara dan sebagainya. g. Tipe organisasi ditinjau dari legalitasnya, Departemen sosial membagi dalam 2 kategori yakni: berbadan hukum dan Tidak berbadan hukum. Dalam KEPMENSOS RI No:40/HUK/KEP/IX/1980, organisasi sosial didefinisikan sebagai suatu perkumpulan sosial yang di bentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial. h. Secara teknis operasional, Kementerian Sosial membagi Orsos pada dua klasifikasi, yaitu berdasarkan wilayah kerja/jangkauan pelayanan dan berdasarkan tipologi. Berdasarkan wilayah kerja/jangkauan pelayanan, ada lima tingkat wilayah yaitu:"1) Orsos tingkat desa/kelurahan, yaitu Orsos dengan jangkauan pelayanannya mencakup satu desa/kelurahan; 2) Orsos tingkat kecamatan, dengan jangkauan pelayanan lebih dari satu kecamatan; 3) Orsos tingkat kabupaten, yaitu dengan jangkauan pelayanan mencakup lebih dari satu kecamatan dalam satu kabupaten/ kota;4) Orsos tingkat provinsi, dengan jangkauan pelayanan mencakup lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi; 5) Orsos tingkat regional, dengan pelayanan mencakup lebih dari satu provinsi namun belum mencapai setengah dari jumlah provinsi di Indonesia; 6) Orsos tingkat nasional, dengan jangkauan pelayanan mencakup lebih dari satu provinsi dan sudah mencapai setengah atau lebih dari jumlah provinsi di Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 19 Indonesia". Sementara itu, berdasarkan tipologi meliputi empat tipe yaitu: "1) Orsos tipe A yang dikategorikan "Mandiri", yaitu yang telah memenuhi standar kelembagaan dan pelayanan, tidak bergantung pada bantuan pemerintah, dapat dijadikan contoh. Demikian juga dari segi legalisasi; 2) Orsos tipe B yang dikatedorikan "Berkembang", adalah yang telah memenuhi sebagian besar standar kelembagaan dan pelayanan, memiliki potensi untuk dikembangkan; 3) Orsos tipe C yang dikategorikan "Tumbuh", yaitu yang telah memenuhi sebagian standar kelembagaan dan pelayanan, masih perlu pendampingan untuk pengembangannya; dan 4) Orsos tipe D yang dikategorikan "Embrio", yaitu yang belum memenuhi standar kelembagaan dan pelayanan, dan masih perlu bantuan untuk memenuhi standar minimal" (Anonim,2008: 6). Sementara itu, juga ditinjau dari segi legalitas, anggaran dasar dan menejemen, ditetapkan bahwa pada organisasi/yayasan sosial tipe "Mandiri":" anggaran dasar merupakan bagian dari akte pendirian disahkan oleh notaris dari Departemen Kehakiman; Mempunyai anggaran rumah tangga yang sudah disahkan oleh pengurus; Mempunyai legalisasi/tanda daftar Dari Sosial provinsi, Sospol, Dinas Sosial Kabupaten, Departemen Sosial, yang masih berlaku; Sudah mengikuti latihan menejemen tenaga pelaksana dan mempunyai program kerja yang jelas; Biaya operasional organisasi sudah tidak disubsidi pemerintah tetapi keseluruhan biaya operasional dalam 1 tahun sepenuhnya dari organisasi sosial yang bersangkutan." Tipe "Berkembang". " Anggaran dasar merupakan bagian dari akte pendiri yang disahkan oleh bada pengurus; Mempunyai legalisasi/Tanda daftar dari Dinas Sosial Provinsi, Sospol, Dinas Sosial Kabupaten, Departemen Sosial, tetapi sudah kadaluarsa; Sudah mengikuti latihan tenaga menejemen pelaksana dan mempunyai program kerja yang berkala; Biaya operasional organisasi dalam 1 tahun sepenuhnya dari orsos itu, tetapi masih disubsidi dari pemerintah." Tipe "Tumbuh"; "Anggaran dasar tidak merupakan bagian dari akte pendiri, tetapi sudah disahkan musyawarah pendiri; Mempunyai anggaran rumah 20 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial tangga tetapi struktur organisasi pengurus/ personalia belum lengkap; Mempunyai legalisasi/ Tanda daftar diri dari Dinas Sosial provinsi, Sospol, Dinas Sosial Kabupaten, Departemen Sosial, tetapi sedang dalam pengurusan; Sudah mengikuti latihan menejemen tenaga pelaksana, dan program kerjanya masih insidentil; Biaya operasional orsos dalam 1 tahun disubsidi pemerintah dan dari orsos itu sendiri, namun tidak mencukupi kebutuhan orsos" Orsos Tipe "Embrio": "Mempunyai anggaran dasar, tetapi belum disahkan oleh Musyawarah Pendiri; Tidak mempunyai anggaran rumah tangga; Tidak terdaftar di Dinas Sosial, Sospol, Depsos; Belum pernah mengikuti latihan menejemen tenaga pelaksana dan tidak mempunyai program kerja yang jelas."(Anonim,) 3. Kontribusi Organisasi Sosial Istilah kontribusi berasal dari bahasa inggris "contribution". Secara harfiah, kontribusi dapat diterjemahkan sebagai bentuk sumbangan, dukungan. Kontribusi Orsos dapat dipahami sebagai sumbangan/dukungan yang diberikan oleh Orsos dalam menanggulangi berbagai permasalahan kesejahteraan sosial. Dalam kaitan dengan penelitian ini kontribusi dapat dipahami (dimanipulasi) sebagai wujud partisipasi dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Ada berbagai dukungan yang telah diberikan oleh masing-masing Orsos untuk berpartisipasi dalam upaya penanggulangan masalah kesejahteraan sosial seperti: pemikiran, kemampuan, tenaga, keahlian, material dan lain-lain. Berbagai dukungan tersebut merupakan modal utama bagi Orsos untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Menurut Undang-Undang Kesejahteraan Sosial nomor 11 tahun 2009, Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah:"upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial". Sementara itu Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan upaya yang terencana Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 21 dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial serta memperkuat institusi sosial. Dengan demikian, proses pembangunan kesejahteran sosial pada hakekatnya adalah merubah suatu kondisi yang tidak baik menjadi suatu kondisi yang relatif baik; seperti peningkatan pendapatan masyarakat, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, perilaku, dan sebagainya. Berbagai cara untuk merubah kondisi seseorang warga masyarakat baik secara perorangan maupun secara kelompok di suatu tempat tertentu dilaksanakan dengan pelayanan sosial yang bentuknya berbagai macam sesuai dengan program yang ditentukan oleh masingmasing Orsos. Dalam kerangka realisasi kegiatan pembangunan (untuk perubahan kondisi), pada dasarnya adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat. Peran pemerintah lebih bersifat memfasilitasi. Sedangkan pada tingkat masyarakat yang dibutuhkan adalah partisipasi. Artinya keberhasilan dari berbagai program yang ditujukan kepada masyarakat sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat. Menurut Komisi Brundland dalam John Clark (1996), bahwa salah satu prasyarat utama terjadinya pembangunan berkelanjutan adalah menjamin efektifitas partisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini mnunjukkan, bahwa partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan yang telah diprogramkan, tetapi lebih bersifat menyeluruh mulai dari penentuan/perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pemanfaatan hasil suatu kegiatan. Pengertian partisipasi dalam Davis Keith (1967) dikemukakan: participation is defined as mental and emotional involvement of a person in a group situation which encourages him to contribute to group goals and share responcibility in them. Dalam pengertian ini terdapat tiga unsur yang dapat dijadikan untuk melihat partisipasi yakni: 22 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial a. Keterlibatan mental dan emosi seseorang yang lebih dari pada sekedar keterlibatan fisik b. Memotivasi orang-orang untuk mendukung situasi kelompoknya, dalam arti mereka menyumbangkan inisiatifnya untuk mencapai sasaran kelompok c. Mendorong orang untuk merasa ikut serta bertanggung jawab atas aktivitas kelompok. Partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan pada prinsipnya dapat dilihat dari aktivitas individu dan kelompok. Menurut Koencoroningrat (1984:79) partisipasi dapat digolongkan menjadi 2 tipe yang pada prinsipnya berbeda, yaitu (1) partisipasi dalam aktivitas-aktivitas bersama dalam proyek pembangunan yang khusus, dan (2) partisipasi sebagai individu diluar aktivitas bersama dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan (tipe pertama dari pendapat Koencoroningrat tersebut) dapat berkembang menjadi suatu kegiatan yang sifatnya berkelanjutan. Secara instrumental Talizidu Ndraha (1990) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk partisipasi dapat dikelompokkan dalam 5 bentuk dukungan, yakni: 1) partisipasi buah pikiran, 2) partisipasi keterampilan. 3) partisipasi tenaga, 4) partisipasi harta benda, 5) partisipasi uang. Jika dipahami bahwa organisasi sosial merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial, maka kontribusi organisasi sosial dalam pembangunan masyarakat dapat di lihat dari 5 bentuk dukungan dimaksud. Terkait dengan pembangunan kesejahteraan sosial, maka yang kontribusi organisasi sosial dalam pengertian ini merupakan pengejawantahan dari bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial". Artinya organisasi sosial dapat mengambil salah satu bentuk pelayanan. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 23 24 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Bab III Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian tentang kontribusi organisasi sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial merupakan studi kasus yang dilaksanakan di enam (6) kota provinsi, yaitu: Palembang; Semarang; Surabaya; Banjarmasin; Manado; dan Kupang. Kontribusi organisasi sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah partisipasi masyarakat melalui organisasi sosial dalam bentuk dukungan atau sumbangan pikiran, tenaga, keterampilan, harta benda, dan uang dalam upaya menanggulangi permasalahan sosial yang ada di daerahnya masingmasing. Dalam kaitannya dengan diskripsi daerah penelitian akan dikemukakan secara garis besar mengenai kondisi daerah, permasalahan kesejahteraan sosial, potensi dan sumber kesejahteraan sosial, dan peran organisasi sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial pada masing-masing lokasi penelitian. A. PALEMBANG - SUMATERA SELATAN Kota Palembang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Selatan adalah kota terbesar ke dua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat kerajaan Sriwijaya.Di bagian barat kota Palembang terdapat bukit Siguntang yang hingga sekarang masih dikeramatkan oleh banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu. Di bukit Siguntang ini ditemukan prasasti yang menyatakan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 682 Masehi, sehingga tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahirnya kota Palembang. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 25 Luas wilayah kota Palembang adalah 102.47 Km2 dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak kota Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara daerah di pulau Sumatera. Disamping itu kota Palembang juga terdapat sungai Musi yang dilintasi jembatan Ampera yang berfungsi sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah. Jumlah penduduk kota Palembang pada pertengahan tahun 2008 sebesar 1.417.047 jiwa, dengan rincian laki-laki sebanyak 697.681 jiwa dan perempuan 719.366 jiwa. Dengan demikian rasio penduduk menurut jenis kelamin sebesar 96.99 persen yang berarti jumlah penduduik laki-laki lebih kecil di bandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 19 Tahun 2007 tentang Pemekaran Kelurahan dan Peraturan Kota Palembang Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pemekaran Kecamatan Wilayah Administrasi Kota Palembang, maka terjadilah perubahan jumlah kecamatan dan kelurahan di kota Palembang. Saat ini di kota Palembang terdapat 16 kecamatan dan 107 kelurahan yang sebelumnya hanya 14 kecamatan dan 103 kelurahan. Dua kecamatan baru tersebut adalah Kecamatan Alang-Alang Lebar yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Sukarami, dan Kecamatan Sematang Borang yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Sako. Sementara empat (4) kelurahan yang baru adalah Kelurahan Jambe yang merupakan pemekaran dari Keluarahan Talang Betutu, Kelurahan Sukodadi yang merupakan pemekaran dari Kelurahan Alang-Alang Lebar, dan Keluarahan Sako Baru merupakan pemekaran dari Kelurahan Sako. Terakhir adalah Kelurahan Karya Mulya merupakan pemekaran dari Kelurahan Sukamulya. Visi pembangunan kota Palembang 2008 - 2013 adalah " Palembang Kota Internasional, Sejahtera, dan Berbudaya". Visi tersebut memiliki makna bahwa pembangunan di kota Palembang memiliki cita-cita untuk mencapai terwujudnya kota Palembang sebagai salah satu kota Internasional yang senantiasa dinamis dalam merespon semua peluang dan tuntutan global, 26 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial disertai dengan kepedulian yang tinggi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berbudaya. Dalam visi pembangunan kota Palembang terdapat tiga (3) kunci pokok, yakni: kota internasional; sejahtera; dan berbudaya. Kota internasional mengandung arti bahwa pembangunan kota Palembang bertujuan untuk senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, sehingga kota Palembang memiliki kualitas pelayanan yang berdaya saing internasional, baik dari segi sarana, prasarana, maupun sistem birokrasi serta aparaturnya. Sejahtera dimaksudkan bahwa pembangunan di kota Palembang bertujuan untuk mewujudkan kota yang aman, sentosa dan makmur dengan terpenuhinya kebutuhan hidup dasar disemua lapisan masyarakat. Berbudaya mengandung arti bahwa pembangunan di kota Palembang akan tetap memperhatikan keberadaan dan keragaman budaya lokal, dalam bingkai dan tatanan masyarakat yang senantiasa di jiwai oleh nilai-nilai religius guna mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Permasalahan kesejahteraan sosial di kota Palembang yang perlu mendapat perhatian baik pemerintah maupun masyarakat, antara lain : keluarga miskin; anak terlantar; anak nakal; anak jalanan; lanjut usia terlantar; tuna sosial ( gelandangan dan pengemis, pekerja sek komersial atau PSK/WTS) ; korban penyalahgunaan narkotika; HIV/AIDS ; Penderita Cacat; penderita penyakit kronis; wanita rawan sosial ekonomi; bekas narapidana; dan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana alam. Untuk menanggulangi permasalahan sosial tersebut pemerintah dan masyarakat telah bekerjasama memanfaatkan potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang telah tersedia di kota Palembang. Adapun potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang tersedia di kota Palembang antara lain potensi alam/pertanian, peternakan dan perikanan, serta tersedianya sumber kesejahteraan sosial antara lain para donatur, fasilitas dalam bentuk panti pemerintah dan swasta serta berbagai jenis organisasi sosial. Jumlah organisasi sosial di kota Palembang sebanyak Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 27 113 buah, yang sebagian besar masih termasuk tipe tumbuh dan berkembang, hanya sebesar 20 persen termasuk dalam kategori organisasi sosial maju, sedangkan organisasi sosial yang termasuk dalam kategori percontohan atau mandiri belum ada di kota Palembang. Dilihat dari sisi legalitas bahwa organisasi sosial di kota Palembang semuanya telah berbadan hukum. Hal ini terbukti bahwa organisasi sosial tersebut telah memiliki akte notaris, terdaftar pada Kesbanglinmas, Dinas Sosial kota dan provinsi, dan legalitas dari Kementerian Hukum dan Perundang-Undangan.Ditinjau dari sisi manajerial bahwa semua organisasi sosial yang diteliti mempunyai struktur organisasi dan uraian tugas dari masing- masing pengurus. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kondisi organisasi sosial yang diteliti dapat dikemukakan bahwa kondisi fisik dari 30 organisasi sosial yang menjadi sasaran penelitian ini, pada umumnya relatif sedang dalam arti mempunyai bangunan untuk sekretariat, tempat pelayanan atau bimbingan. Ditinjau dari sisi pendanaan, secara umum organisasi sosial yang ada di kota Palembang masih memerlukan bantuan baik dari pemerintah maupun dunia usaha sebagai donatur, dalam arti bahwa organisasi sosial tersebut belum mempunyai bidang usaha/jasa yang menghasilkan dana untuk mendukung kegiatan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu keberlangsungan pelayanan organisasi sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial di kota Palembang untuk sementara ini masih sangat tergantung dari perhatian pemerintah, dunia usaha, dan para donatur. Peran organisasi sosial di kota Palembang secara kualitatif dapat dikemukakan bahwa pelayanan dan pemberdayaan yang dilakukan berhasil membantu peserta layanan, sehingga mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Sebagai contoh misalnya anak yatim dan anak dari keluarga miskin yang diberi pelayanan dalam bentuk pendidikan, pelatihan keterampilan sehingga kemampuan mereka dapat meningkat. Bagi keluarga 28 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial miskin yang mendapat pelayanan dari organisasi sosial dapat mendirikan usaha kecil-kecilan yang dapat membantu ekonomi keluarga mereka, dan bagi lanjut usia terlantar yang mendapat pelayanan dari organisasi sosial dapat mencegah keterlantaran mereka dan kesehatan mereka terjaga dengan baik. Begitu pula halnya bagi para penyalahgunaan NAFZA dapat disadarkan secara perlahan untuk meninggalkan kebiasaan mereka menyalahgunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Hal-hal yang dikemukakan di atas merupakan gambaran umum atau diskripsi kota Palembang dalam kaitannya dengan peranserta/partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial. B. SEMARANG - JAWA TENGAH Semarang merupakan salah satu kota dan sekaligus berfungsi sebagai ibukota Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis Semarang terletak antara 6 derajat 50' - 7 derajat 10' lintang selatan dan garis 109 derajat 35' - 110 derajat 50' Bujur Timur, dengan batas-batas sebelah utara dengan laut Jawa, sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah barat dengan Kabupaten Kendal dan sebelah selatan dengan Kabupaten Semarang. Suhu udara berkisar antara 20 - 30 derajat Celsius dan suhu rata-rata 27 derajat Celsius. Kota Semarang memiliki luas 373,70 km atau 37.366.836 Ha. Secara administratif terdiri dari 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Penduduk sangat heterogen terdiri dari campuran beberapa etnis, Jawa, Cina, Arab dan keturunanya. Juga etnis lain dari beberapa daerah di Indonesia yang datang di Semarang untuk berusaha, menuntut ilmu maupun menetap selamanya di Semarang. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam, kemudian berikutnya adalah Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Mata pencaharian pendududuk beraneka ragam, terdiri dari pedagang, pegawai pemerintah, pekerja pabrik dan petani. Kendati warganya sangat heterogen, namun kehidupan sosial masyarakat Kota Semarang sangat damai. Toleransi kehidupan umat Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 29 beragama sangat dijunjung tinggi. Inilah faktor yang sangat mendukung kondisi keamanan sehingga Semarang menjadi kota Indonesia yang sangat baik untuk pengembangan investasi dan bisnis.Sebagai kota Metropolitan dan ibu kota Propinsi Jawa Tengah, Semarang juga memiliki fasilitas yang sangat memadai. Disini terdapat fasilitas pelabuhan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan , fasilitas perbelanjaan ,kawasan bisnis dll. Kota Semarang nampaknya akan terus berkembang, selain sebagai kota perdagangan juga menjadi kota jasa pariwisata. Oleh karena itu, di Semarang terus bertumbuhan hotel-hotel dari kelas melati hingga bintang. Perkembangan menjadi kota jasa itu akan ditunjang sarana transportasi udara dengan bandara Ahmad Yani yang ditingkatkan statusnya menjadi Bandara Internasional, maupun transportasi darat berupa Kereta Api (KA) dan bus dengan berbagai jurusan. Dengan pelabuhannya yang terkenal sejak jaman Belanda, Semarang merupakan kota yang ideal sebagai gerbang masuk menuju kota-kota lain di Jawa Tengah. Berbagai kegiatan bongkar muat terjadi di pelabuhan Tanjung Emas Semarang untuk kemudian diangkut menuju kota-kota lain. Tak heran bila kemudian Semarang lebih dikenal sebagai Kota Transit daripada Kota Wisata. Padahal Semarang menyimpan begitu banyak keunikan yang bisa dinikmati dan obyek-obyek yang bisa dikunjungi. Sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, Semarang merupakan pusat industri, perdagangan dan pemerintahan yang mengatur 34 kota dan kabupaten lainnya. Maka wajar bila kota ini memiliki berbagai fasilitas yang lebih baik dan lebih lengkap dibanding kota lainnya. Dengan keunikan bentuk geologisnya yang jarang ditemui di kota-kota lain, Semarang seperti terbagi menjadi daerah dengan dua iklim, panas dan sejuk. Iklim yang panas terjadi karena kota berada dipesisir pantai Semarang yang merupakan dataran rendah. Iklim yang sejuk didapat karena sebagian Kota Semarang berada di lereng gunung Ungaran. Semarang selama ini dikenal sebagai kota industri dan bisnis. Tapi bukan berarti 30 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Semarang tidak memiliki tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi. Ada bangunan bersejarah seperti Tugu Muda. Tugu ini dibangun sebagai monumen untuk mengenang heroisme pejuang Semarang melawan penjajah Jepang. Kemudian ada Gereja Blenduk yang merupakan peninggalan Belanda. Museum-museum seperti Museum Ronggowarsito, Museum Mandala Bakti, Museum Nyonya Meneer, Museum Jamu Jago dan Muri. Selain bangunan kuno, Semarang juga memiliki tempat wisata bermain untuk anak-anak, Wonderia dan Istana Majapahit. Bagi yang gemar melihat keindahan alam, ada Goa Kreo, Agro Wisata Sodong, kampung Wisata Taman Lele. Saat ini di Semarang juga sedang dibangun Kebun Binatang yang lebih lengkap dan besar. Dan yang baru selesai direnovasi yaitu Klenteng Sam Poo Kong, bangunan ini sangat indah, karena merupakan perpaduan antara ornamen Cina yang sangat kental dipadu dengan bentuk atap yang mirip joglo. Untuk menunjang kebutuhan para wisatawan, Semarang juga sudah mempersiapkan hotel dari yang paling murah sampai hotel berbintang.Transportasi yang mudah dan nyaman, biro perjalanan yang siap memandu perjalanan para wisatawan. Kalau berkunjung ke Semarang, jangan lupa dengan makanan khasnya, bandeng presto dan wingko babat Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Sosial provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2009 di wilayah Kota Semarang terdapat 103 organisasi/ yayasan sosial yang melaksanakan pelayanan sosial kepada warga bermasalah sosial. Dari jumlah tersebut, berdasarkan klasifikasi yang dirumuskan oleh Kementerian Sosial ada tiga tipe,yaitu tipe A 4 buah, tipe B 15 buah, tipe C 45 buah dan tipe D 37 buah, dan tipe E 2 buah. Berbagai jenis pelayanan masalah sosial yang dilaksanakan meliputi pelayanan kepada : Lansia, anak terlantar, fakir miskin, korban narkotika, psikotik, penyandang cacat ( seperti cacat tubuh, tuna netra, tuna rungu, tuna wicara)(Anonim, 2009:1-9). Namun demikian, kiranya data tersebut dalam tahun 2010 ini ada perubahan yaitu ada beberapa organisasi sosial/yayasan sosial yang ternyata sudah tidak operasional lagi. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 31 C. SURABAYA - JAWA TIMUR Surabaya adalah kota yang mempunyai beberapa atribut seperti ibu kota provinsi Jawa Timur, Kota Pahlawan, kota metropolitan dan kota Industri. Sebagai kota metropolitan dan kota industri, Surabaya menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan. Banyak perusahaan besar yang berkantor pusat di Surabaya, seperti PT Sampoerna Tbk, Maspion, Wing's Group, Unilever, dan PT PAL. Kawasan industri di Surabaya diantaranya Suraba Insustrial Estate Rungkut (SIER) dan Margomulyo. Mayoritas penduduk di Surabaya adalah suku bangsa Jawa. Dibanding dengan masyarakat Jawa pada umumnya, Suku Jawa di Surabaya memiliki temperamen yang sedikit lebih keras dan egaliter. Salah satu penyebabnya adalah jauhnya Surabaya dari kraton yang dipandang sebagai pusat budaya Jawa. Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura, Tionghwa, dan Arab. Sebagai pusat pendidikan, Surabaya juga menjadi tempat tinggal mahasiswa dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia, bahkan di antara mereka juga membentuk wadah komunitas tersendiri. Sebagai pusat komersial regional, banyak warga asing (ekspatriat) yang tinggal di daerah Surabaya, terutama di daerah Surabaya Barat. Agama Islam adalah agama mayoritas penduduk Surabaya. Surabaya merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam yang paling awal di tanah Jawa. Masjid Ampel didirikan pada abad ke-15 oleh Sunan Ampel, salah satu pioner Wali songo. Agama lain yang dianut adalah Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Di Surabaya juga dijumpai penganut Islam Syiah dalam jumlah yang cukup signifikan. Walaupun Islam merupakan mayoritas di Surabaya kerukunan umat beragama saling menghormati, menghargai dan saling menolong untuk sesamanya cukuplah besar, niat masyarakat Surabaya dalam menjalankan Amal Ibadahnya. Tidak hanya itu saja banyaknya 32 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial yayasan-yayasan sosial yang berazaskan Agama juga banyak, mereka bekerja sama dalam kegiatan bhakti sosial. Bahkan ada satu wadah kerukunan umat beragama di Surabaya yang sering exist dalam menyikapi suatu problem sosial manusia agar tidak mudah terprovokasi oleh pihakpihak yang tidak bertanggung jawab yang akan merusak persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia pada umumnya serta masyarakat Jawa Timur khususnya. Surabaya adalah rumah dari beberapa gereja besar Indonesia. Dan banyak sekte atau aliran gereja yang muncul di kota Surabaya D. SAMARINDA - KALIMANTAN TIMUR Provinsi Kalimantan Timur termasuk iklim Tropika Humida dengan curah hujan berkisar antara 1500-4500 mm per tahun. Temperatur udara minimum rata-rata 21°C dan maksimum 34°C dengan perbedaan temperatur siang dan malam antara 5°-7°C.Temperatur minimum umumnya terjadi pada bulan Oktober sampai Januari, sedangkan temperatur maksimum terjadi antara bulan Juli sampai dengan Agustus. Kelembaban udara rata-rata mencapai 86 % dengan kecepatan angin rata-rata 5 knot perjam. Data curah hujan selama 5 tahun dari tahun 19941998 mencatat bahwa rata-rata curah hujan mencapai 2060,2 mm per tahun. Dengan luas wilayah 718 km², Samarinda terletak di wilayah Khatulistiwa dengan koordinat diantara 0°21'81"-1°09'16" LS dan 116°15'16"-117°24'16" BT. Utara Selatan : Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara : Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara Barat : Kecamatan Tenggarong seberang, Muara Badak Kabupaten Kutai Timur : Kecamatan Muara Badak, Anggana dan Sanga-sanga Kabupaten Kutai Kota Samarinda mempunyai permasalahan sosial cukup banyak. Berdasarkan data tahun 2007, jumlah penyandang masalah kesejahteraan Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 33 sosial (PMKS) di kota ini mencapai 84.732 orang, yang tersebar di enam wilayah kecamatan. PMKS yang paling banyak jumlahnya adalah kategori Keluarga Fakir Miskin, jumlahnya mencapai 47.568 unit keluarga. Dalam kesempatan diskusi terfokus yang diikuti oleh berbagai pejabat dari instansi terkait, masalah-masalah sosial yang menonjol saat ini dilaporkan antara lain: konflik etnis, kemiskinan, narkoba, kenakalan remaja, gangguan jiwa, penyandang cacat fisik, prostitusi, anak jalanan, kekerasan dalam rumah tangga, masalah traficking. Sementara itu, jumlah organisasi/yayasan sosial sebagai salah satu potensi sosial dan mitra kerja pemerintah dalam menangani permasalahan sosial berdasarkan data tahun 2009 yang menyelenggarakan penanganan masalah kesejahteraan sosial di Kota Samarinda sebanyak 114 Orsos/ yayasan (Anonim,2009). Apabila dibandingkan antara jumlah Orsos/yayasan sebagai mitra kerja pemerintah dalam penanggulangan masalah PMKS di kota ini, 1 : 743 orang. Dengan demikian, keadaan seperti ini dapat disimpulkan partisipasi masyarakat dalam upaya penanganan PMKS di Kota Samarinda perlu ditingkatkan. Dari segi partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial; yang dalam hal ini warga masyarakat yang tergabung di dalam suatu organisasi sosial (Orsos) sebagai mitra kerja pemerintah, perlu diketahui bagaimana keberadaannya serta apa saja yang telah dilakukan oleh masing-masing Orsos, baik yang telah mendapatkan fasilitas dari kementerian sosial maupun yang belum mendapatkannya. E. MANADO - SULAWESI UTARA Manado adalah salah satu kota yang sekaligus berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Provinsi Sulawesi Utara. Secara geografis Manado terletak di ujung utara pulau Sulawesi pada posisi 124°40'-124°50' Bujur Timur dan 1°30'-1°40' Lintang Utara. Secara administratif, Kota Manado berbatasan dengan: Sebelah Utara 34 : Kabupaten Minahasa dan Selat Mantehage Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Sebelah selatan : Kabupaten Minahasa Sebelah Barat Sebelah Timur : Teluk Manado : Kabupaten Minahasa Manado merupakan kota pantai (berada di tepi pantai memiliki garis pantai sepanjang 18,7 kilometer), namun sebagian besar wilayah daratan adalah kawasan berbukit dengan interval ketinggian dataran antara 0-40 % dengan puncak tertinggi di gunung Tumpa. Wilayah perairan Kota Manado meliputi pulau Bunaken, pulau Siladen dan pulau Manado Tua. Pulau Bunaken dan Siladen memiliki topografi yang bergelombang dengan puncak setinggi 200 meter. Sedangkan pulau Manado Tua adalah pulau gunung dengan ketinggian ± 750 meter. Luas wilayah daratan kota Manado adalah 15.726 hektar terbagi dalam 9 kecamatan (Bunaken Malalayang, Mapanget, Sario, Singkil, Tikala, Tuminting, Wanea, Wenang) dan 87 Kelurahan. Masyarakat Kota Manado cukup heterogen. Mayoritas penduduk berasal dari suku Minahasa. Mongondo, Sangir, Gorontalo. Disamping itu ada beberapa beberapa suku yang berasal dari luar daerah tersebut, seperti: Arab, Tionghoa, Makasar, Jawa, Batak, Maluku. Agama yang dianut adalah Protestan, Islam, Hindu, Budha dan Konghucu. Mayoritas penduduk kota adalah pemeluk agama Kristen atau Katolik. Hal itu jelas dapat dilihat dari banyaknya gereja di seantero kota. Ditengah masyarakat yang heterogen, terdapat nilai dalam berinteraksi antar anggota masyarakat yang sangat dijunjung tinggi yaitu Torang samua basudara yang secara harafiah dapat diterjemahkan "Kita semua bersaudara". Nilai inilah yang mendasari sikap hidup toleran, terbuka dan dinamis untuk menjaga kerukunan umat antara agama dan antar suku. Manado. Motto Sulawesi Utara adalah Si Tou Timou Tomou Tou, sebuah filsafat hidup masyarakat Minahasa yang dipopulerkan oleh Sam Ratulangi, yang berarti: "Manusia hidup untuk memanusiakan orang lain" atau "Orang hidup untuk menghidupkan orang lain". Dalam ungkapan bahasa Manado seringkali dikatakan: "Baku beking pande", yang secara harafiah berarti Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 35 "Saling menambah pintar [orang lain]". Di Masyarakat Jawa, Motto seperti ini dikenal dengan istilah "nguwongake uwong" Masyarakat Manado juga disebut dengan istilah "warga Kawanua". Walaupun secara khusus Kawanua diartikan kepada suku Minahasa, tetapi secara umum penduduk Manado dapat disebut juga sebagai warga Kawanua. Dalam bahasa daerah Minahasa, "Kawanua" sering diartikan sebagai penduduk negeri atau "wanua-wanua" yang bersatu atau "MinaEsa" (Orang Minahasa). Kata "Kawanua" diyakini berasal dari kata "Wanua". Kata "Wanua" dalam bahasa Melayu Tua (Proto Melayu), diartikan sebagai wilayah pemukiman. Sementara dalam bahasa Minahasa, kata "Wanua" diartikan sebagai negeri atau desa. Perekonomian kota Manado khususnya terdiri dari sektor perdagangan, perhotelan dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa. Pada tahun 1996 peran ketiga sektor utama ini dalam pembentukan PDRB adalah sejumlah 68,74%. Dalam kurun waktu 5 tahun, peran ketiga sektor ini cenderung semakin dominan, yang dilihat dari kontribusinya pada tahun 2000 yang meningkat menjadi 74,68%. Laju Inflasi kota Manado selama kurun waktu dua tahun terakhir (2000-2001) sangat berfluktuatif. F. KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR Kupang adalah ibukota propinsi Nusa Tenggara Timur. Secara Geografis Terletak pada 10o 36'14"-10o39'58" LS dan 123o 32'23"-123o37'01"BT; Luas wilayah 180,27 Km2, dengan peruntukan Kawasan Industri 735,57 Ha, pemukiman 10.127,40 Ha, Jalur Hijau 5.090,05 Ha, perdagangan 219,70 Ha, pergudangan 112,50 Ha, pertambangan 480 Ha, pelabuhan laut/udara 670,1 Ha, pendidikan 275,67 Ha, pemerintahan/perkantoran 209,47 Ha, lainlain 106,54 Ha; Batas Wilayah Utara berbatasan dengan Teluk Kupang, Timur berbatasan dengan Kab. Kupang, Barat berbatasan dengan Selat Semau dan Kab. Kupang, sedangkan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kupang; Jumlah penduduk 286.299 orang; Wilayah Administrasi terdiri dari 4 kecamatan, dan 49 kelurahan. 36 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Secara geografis, Kota Kupang memiliki posisi strategis sebagai pusat pemerintahan propinsi NTT dan sekaligus sebagai salah satu mata rantai yang menghubungkan kebupaten Kupang dan Rote Ndao dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan, serta sejumlah Kabupaten lainnya yang berbatasan langsung dengan Kota Kupang. Dari posisinya yang demikian, Kota Kupang sangat tinggi aksebilitasnya terhadap pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang berperan penting dalam era globalisasi, yakni Makassar di Utara, Surabaya di Barat dan Darwin ke Selatan. Tantangan pembangunan Kota Kupang pada masa yang akan datang semakin kompleks, sehingga rumusan kebijakan dan strategi pembangunan tidak saja harus mempertimbangkan secara cermat situasi lokal dan arahan kebijakan tingkat propinsi maupun nasional yang secara umum mencermati pula peluang dan dampak percaturan geo-politik secara global. Khusus untuk kawasan Pasifik Selatan, pada era perdagangan bebas, akan merupakan lalu lintas perdagangan internasional yang paling ramai dimana Darwin (Australia) akan menjadi salah satu pintu gerbang perdagangan yang memainkan peran penghubung antara kawasan Barat Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan termasuk Amerika Serikat. Selain itu, jalur ekonomi tradisional (Surabaya dan Makassar) akan tetap penting sehingga perlu menjadi acuan dalam pengembangan ekonomi daerah. Krisis mendalam hampir dalam setiap sendi kehidupan bangsa dan negara. Implikasinya adalah ketidak-pastian atau stagnasi /terhentinya pertumbuhan ekonomi yang dapat menimbulkan Tantangan sekaligus peluang yang juga tidak kalah penting adalah kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat-daerah (UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004). Konsekuensinya, daerah harus mampu menggali sendiri sumber-sumber pembiayaan pembangunan yang berarti bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus semakin ditingkatkan. Selain mempertimbangkan lingkungan strategis regional, nasional dan global seperti diuraikan diatas, berbagai program harus tetap Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 37 berpijak pada situasi lokal agar realistis dan sesuai dengan keadaan sosial budaya, kualitas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia. Saat ini dan masa depan Kota Kupang menghadapi ancaman berupa ketidakcukupan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Air tanah yang disedot oleh PDAM Kabupaten Kupang untuk melayani 22.157 pelanggan pertahun adalah 80.967.324 m2, penggunaan tangki 786.575 m3 pertahun, rumah tangga pengguna sumur 19.910. Air yang disedot tersebut sebagian besar adalah air dibawah tanah, sedangkan air permukaan yang dimanfaatkan PDAM Kabupaten Kupang relatif lebih kecil. Gambaran tentang kondisi lokal Kota Kupang antara lain penduduk produktif hanya 82.669 orang atau 31,19 persen dari total penduduk 265.050 orang, dengan rata-rata pendapatan penduduk produktif adalah sebesar Rp. 565.656,50 perbulan. Hal ini dibuktikan dengan besarnya jumlah rumah tangga miskin yakni 23.720 rumah tangga dari total 58.787 rumah tangga yang terbesar di Kota Kupang. Jumlah keluarga miskin tersebut berimplikasi pada akses pelayanan kesehatan dan pendidikan di Kota Kupang menjadi sangat kompleks karena tingginya biaya untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan yang memadai. Tercatat 30 persen ibu melahirkan memilih dukun dan famili sebagai penolong persalinan, sedangkan akses masyarakat ke lembaga pendidikan formal setingkat SD s/d SMU mutu kelulusannya sangat memprihatinkan. Tahun Ajaran 2005 - 2006, nilai tertingginya 9 - 10, sekalipun menggunakan paket soal dengan tingkat kesulitan tipe c. Selama ini Kota Kupang menempati posisi I diantara 16 Kabupaten/Kota se-NTT, kini bergeser menjadi milik Sumba Timur dan Manggarai. Selain situasi lokal Kota Kupang yang dideskripsikan diatas, tercatat juga beberapa masalah telah berkembang dan harus dapat perhatian, antara lain: a. Kualitas Sumber Daya Manusia yang belum terkonsolidasi secara baik. b. Potensi ekonomi daerah belum dikelola secara optimal. 38 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial c. Pertumbuhan ekonomi belum berkembang optimal dan tidak selaras dengan potensi ekonomi masyarakat. d. Tidak konsistennya pemanfaatan ruang Kota Kupang dengan arah kebijakan penataan ruang Kota. e. Sering terjadinya gesekan-gesekan dalam relasi sosial yang potensial terhadap konflik sosial. f. Rendahnya tingkat penegakan hukum dan maraknya pelanggaran HAM. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 39 40 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Bab IV Kontribusi Organisasi Sosial Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dalam kerangka pembangunan kesejahteraan sosial (pembangunan sebagai sebuah upaya), upaya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial telah dirumuskan oleh Negara Kesatuan Repunlik Indonesia, yakni termaktub dalam UU No. 11 2009 BAB I pasal 1 ayat (2) yakni Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Jika dipahami, bahwa yang tertulis dalam Peraturan perundangan tersebut adalah pembangunan kesejahteraan sosial yang diselenggarakan oleh negara maka kontribusi organisasi sosial dalam pembangunan kesejahteran sosial dapat dilihat dari implementasi kebijakan tersebut dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat melalui organisasi sosial. Besar - kecilnya kontribusi tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi (kemampuan) organisasi tersebut. Artinya organisasi sosial dapat mengambil salah satu bentuk pelayanan kesejahteraan sosial dan atau beberapa kegiatan pelayanan lainnya. Sebagai proses, sejak pembentukan organisasi sosial sampai dengan operasionalisasi kegiatan organisasi, pada prinsipnya menunjukkan organisasi telah memberikan kontribusi. Artinya, dukungan pikiran, tenaga, dana, harta benda, keterampilan pengurus telah mulai tercurah sejak pembentukan organisasi. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicari dari penelitian ini maka beberapa aspek yang dijadikan pokok bahasan adalah (1) Kondisi Organisasi Sosial; (2) kontribusi orsos dalam pembangunan Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 41 kesejahteraan sosial; (3) program yang dapat memberikan akselerasi kontribusi orsos dalam pembangunan kesejahteraan sosial. A. Kondisi Organisasi Sosial Analisis terhadap kondisi organisasi sosial akan ditinjau dari beberapa aspek yang berkaitan dengan kondisi internal organisasi. Kondisi internal organisasi tersebut tentunya mempunyai keterkaitan dengan ruang gerak organisasi dalam aktivitas pelayanan dan keberlanjutan pelayanan yang diberikan. Aspek yang berkaitan dengan kondisi internal dimaksud antara lain (1) legitimasi organisasi; (2) Sumber daya manusia (3) Sarana dan Prasarana 1. Legitimasi organisasi Dalam kerangka penyelenggaraan kegiatan bagi setiap organisasi pada dasarnya tidak terlepas dari legitimasi (keberadaan) di suatu tempat. Pengertian tentang legitimasi, pada dasarnya tidak hanya sebatas pada perijinan dari pemerinah setempat tetapi termasuk di dalamnya adalah legitimasi di tengah masyarakat. Legalitas organisasi seringkali dijadikan sebagai salah satu syarat untuk mengakses program dari beberapa lembaga baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Dalam kerangka legitimasi, organisasi sosial harus mengeluarkan dana untuk (perijinan) mulai dari akta notaris sampai dengan pengesahannya di Kementerian Kumham. Padahal jelas bahwa organisasi tersebut secara nyata ingin berpartisipasi dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Di beberapa kalangan menyebut bahwa pengesahan organisasi dari lembaga yang berkomitmen merupakan sebuah konsekuensi logik (tuntutan) dari donatur baik yang berasal dari pemerintah maupun donatur asing. Berdasar data dan informasi yang terhimpun dari beberapa organisasi sosial yang dijumpai dari penelitian ini, umumnya telah memiliki landasan kepastian hukum (perijinan) dalam penyelenggaraan kegiatan sosial, perijinan dari instansi Sosial (khususnya Dinas Sosial), namun tidak 42 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial semua organisasi sosial tersebut dapat dikategorikan sebagai organisasi 3 sosial yang berbadan hukum . Perijinan yang diberikan untuk operasional kegiatan 0rganisasi tentunya tidak berlaku selamanya. Umumnya durasi ijin yang diberikan umumnya sepanjang satu tahun dan setelah durasi tersebut habis masa berlakunya, maka Organisasi sosial harus memperpanjang perijinan operasionalnya. Dari durasi ijin yang diberikan, ada beberapa organisasi sosial yang masa berlakunya sudah kedaluarsa. Menurut pengurus Organisasi sosial, terlambatnya perpanjangan perijinan ini ada keterkaitannya dengan mekanisme hubungan dengan organisasi sosial pusat. Tahun pendirian organisasi sosial dan Akte yang memberikan pengesahan hukum tidak selalu sama, artinya banyak diantara lembaga yang sudah beroperasi tetapi baru memperoleh akte pendirian dari notaris. Misalnya RAPI berdiri tahun 1950 tetapi memperoleh akte notaris bari pada tahun 1997. Kondisi ini tidak berarti bahwa operasionalisasi organisasi sosial baru berjalan setelah diperoleh akte notaris. Dalam konteks ini, organisasi yang belum berbadan hukum juga diberi peluang untuk melakukan aktifitas yang berkaitan dengan usaha kesejahteraan sosial sesuai dengan yang termaktub dalam Surat Keputusan Menteri Sosial R.I. Nomor 40/ HUK/KEP/IX/1990. 3. Lembaga yang yang berkompeten untuk memberikan legalitas organisasi sosial antara lain: Kementerian Hukum dan Ham. Secara eksplisit, ketentuan legalitas hukum tersebut tertuang dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September 2004 pasal 11 ayat (1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian (Notaris) memperoleh pengesahan dari Menteri.(2) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Soisal Pasal 46 ayat (1) Setiap lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial wajib mendaftar kepada kementerian atau instansi di bidang sosial sesuai dengan wilayah kewenangannya. (2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cepat, mudah, dan tanpa biaya. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 43 Syarat yang harus dipenuhi oleh organisasi sosial untuk memperoleh legitimasi (berbadan hukum) antara lain: Akte notaris, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Susunan Pengurus, ijin domisili dari kelurahan, kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial yang akan diselenggarakan. Bagi organisasi sosial yang telah memiliki legitimasi dari Pemerintah berkewajiban untuk melaporkan kegiatannya secara berkala. Dari segi administratif, legalitas lembaga relatif mudah didapat sepanjang memenuhi persyaratan. Legalitas administratif (berbadan hukum) tidak hanya sebatas tuntutan administratif (tuntutan peraturan perundangan), tetapi telah menjadi tuntutan lembaga-lembaga 4 penyandang dana di luar pemerintah Republik Indonesia. Dari segi legalitas lebaga juga dapat dipahami keseriusan pengurus organisasi dalam penyelenggaraan kegiatan organisasi. Mengingat organisasi sosial hidup di tengah masyarakat, persoalannya apakah bagaimana legalitas organisasi di tengah masyarakat? Untuk mendapat legitimasi di tengah masyarakat, organisasi sosial masih membutuhkan proses dan waktu yang cukup panjang. Kondisi ini tentunya sangat tergantung dari upaya pengurus organisasi dalam pelaksanaan kegiatannya di tengah masyarakat dan bagaimana menjalin relasi organisasi dengan potensi sosial yang ada di lingkungannya. Eksistensi legitimasi organisasi sosial dari masyarakat pada dasarnya merupakan pengejawantahan keberadaan organisasi sosial diterima oleh masyarakat. Apakah masyarakat telah mengenal dan lebih memahami organisasi sosial yang ada dilingkungannya. Jika masyarakat sudah dapat memahami dan memandang penting keberadaan organisasi dalam memecahkan permasalahan di wilayahnya, 4 Penyandang dana di luar pemerintah adalah penyandang dana asing. Penyandang dana yang sudah cukup dikenal dan telah berperan sebagai penyandang dana bagi organisasi sosial di Indonesia antara lain negara, NGO/LSM asing, dan badan badan dunia seperti Unichef, dan lain-lain. 44 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial tentunya dukungan dari masyarakat relatif mudah diperoleh. Memahami dalam pengertian ini adalah masyarakat telah mengetahui organisasi sosial, kegiatan yang dilaksanakan, sasaran dari kegiatan organisasi, pendanaan, dan keseriusan pelaksananya dalam penanganan masalah sosial. Dukungan dari masyarakat tersebut dapat dipahami sebagai salah satu bentuk aksesibilitas organisasi dalam pelaksanaan kegiatannya. Keuntungan dari legalitas dari hukum ini adalah organiasai sosial ada kemudahan untuk mengakses dana maupun program dari berbagai pihak yang mempunyai komitmen dalam penanganan masalah sosial. Legalitas Organisasi tersebut dapat dipergunakan untuk mengakses program 5 pemerintah dan program lembaga dunia yang mempunyai konsentrasi pada permasalahan yang bersifat kemanusiaan (humanity). Kondisi ini tentunya telah menstimuli pengurus organisasi untuk memperoleh kepastian hukum bagi lembaganya. Dari 160 organisasi yang dapat dijumpai, ada beberapa organisasi yang telah mengakses dan atau menjadi mitra kerja dengan pemerintah (pendidikan, sosial, kesehatan, pemberdayaan) dan lembaga dunia (WVI, Bulan Sabit Merah). 2. Sarana dan Prasarana Dalam kerangka pelaksanaan kegiatan pelayanan, besar atau kecilnya pelayanan yang diberikan organisasi tidak akan terlepas dari sarana dan prasarana yang dimiliki. Sarana dan prasarana merupakan salah satu indikator keberadaan organisasi sosial. Apakah organisasi tersebut mempunyai tempat (perkantoran), peralatan untuk menunjang kegiatan yang bersifat administratif, sampai dengan peralatan untuk 5. Jenis program dari pemerintah ditujukan kepada masyarakat dan secara langsung diterima oleh masyarakat (huose hold) misalnya Bantuan Langsung Tunai. Program pemerintah yang harus diselenggarakan melalui lembaga lokal (organisasi sosial). Beberapa jenis program yang penyalurannya harus melalui organisasi sosial antara lain program pemberdayaan, Askesos, pendidikan Anak Usia Dini. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 45 pelayanannya (fungsi orsos). Data yang terhimpun dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi perkatoran orgasnisasi sosial sangat variatif, artinya perkantoran yang sangat sederhana sampai dengan perkantoran yang sudah dikategorikan maju. Organisasi sosial yang masih dikategorikan sangat sederhana umumnya menggunakan rumah tinggal pimpinan organisasi untuk kegiatan perkantoran, pertemuan (rapat pengurus), bahkan beberapa organisasi sosial juga menggunakan rumah tinggal untuk sekaligus kegiatan pelayanan kepada klien. Dari segi kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki tersebut dapat dikategorikan sebagai Orsos tipe D yakni "Orsos Embrio", yaitu yang belum memenuhi standar kelembagaan dan pelayanan, dan masih perlu bantuan untuk memenuhi standar minimal". Dalam kerangka peningkatan pelayanan masih perlu pendampingan untuk pengembangannya. Jika dicermati, kondisi di atas sangat terkait dengan pemahaman masyarakat tentang kegiatan kesejahteraan sosial yang mengurusi orang banyak. Seolah - olah pekerjaan organisasi sosial seperti kegiatan Rukun Tetangga dan atau Rukun Warga (RT/RW) di satu wilayah. Kondisi ini dapat dipahami, bahwa pemahaman masyarakat sosial (kesejahteraan sosial) lebih bersifat pada aktivitas yang diselenggarakan oleh 6 masyarakat baik individu maupun kelompok secara sukarela yang tidak berdasar pada pekerjaan sosial secara profesional. Kondisi masyarakat 6 Sosial dapat dimaknai dalam beberapa hal yakni: Pertama sosial dihubungkan dengan hiburan atau sesuatu yang menyenangkan, kedua, kata sosial ditempatkan sebagai lawan kata individual, dalam pengertian ini kata sosial cenderng ke arah pengertian sebagai kelompok sehingga dapat ditafsirkan sebagai society atau community, Ketiga, Kata sosial diartikan sebagai lawan dari pengertian benda. Kalau ditafsirkan dalam pembangunan, maka yang dimaksudkan bukan pembanguan yang menghasilkan objek fisik yang bersifat kebendaan, tetapi lebih berat pada aspek manusianya. Keempat kata sosial diartikan sebagai lawan ekonomi. Kelima, konsep sosial diartikan dalam kaitannya dengan hak azasi seseorang sebagai anggota masyarakat. Soetomo, 2006, Strategi strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar Yogyakarta, cet 1. 46 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial ini mengindikasikan kurangnya sosialisasi tentang pekerjaan yang berkaitan dan atau untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat. Organisasi sosial yang telah dikategorikan sebagai orsos yang telah maju dan telah berkiprah cukup lama umumnya telah mempunyai sarana dan prasarana dan terpisah dengan rumah pribadi. Sarana yang dimiliki tidak hanya sebatas untuk pelaksanaan kegiatan administratif (perkantoran). Sarana dan prasarana untuk operasionalisasi pelayanan organisasi sosial tersebut telah dilengkapi dengan gedung dan peralatan yang memadai. Organsiasi sosial tersebut dapat dikategorikan umumnya adalah organisasi yang sudah mapan, dan memperoleh dukungan besar dari masyarakat luas, sehingga mampu membiayai organisasi dan tenaga pelaksana pelayanannya. Organisasi sosial tersebut dapat dikategorikan sebagai Orsos tipe A yang dikategorikan "Mandiri", yaitu yang telah memenuhi standar kelembagaan dan pelayanan, tidak bergantung pada bantuan pemerintah, dapat dijadikan contoh. 3. Sumber daya manusia Dalam kerangka pelayanan, sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana kegiatan organisasi merupakan faktor yang berpengaruh cukup kuat terhadap optimalisasi hasil layanan. Dari aspek pendidikan, umumnya pelaksana organisasi sosial berpendidikan menengah ke atas yakni SLTA atau sederajat-lulusan Perguruan Tinggi (S1, S2, S3). Meskipun SDM yang dijumpai adalah berpendidikan menengah ke atas, namun beberapa SDM organisasi sosial masih banyak yang membutuhkan peningkatan kemampuan keterampilan dari segi pelayanan sosial. Walaupun ada beberapa organisasi sosial yang telah mapan dan sudah memiliki SDM yang berkualitas sesuai dengan yang kebutuhan pelayanannya. Pemahaman tentang pelayanan sosial di lingkungan masyarakat (organisasi sosial) tentunya akan berpengaruh dengan siapa yang akan menjalankan kegiatan, perekrutan tenaga dan gaji yang harus dibayar. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 47 Dalam kerangka memenuhi kebutuhan tenaga pelayanan, strategi yang dipergunakan untuk rekruitmen tenaga dapat dijumpai perekrutan yang masih sangat sederhana (lebih menekankan pada hubungan interpersonal) sampai pada perekrutan tenaga berdasar seleksi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Ditinjau dari motivasi pengurus organisasi, mereka adalah sumber daya manusia yang sangat besar. Artinya mereka telah memberikan pengorbanan yang cukup besar dibanding dengan hasil yang diperoleh. Sebagai ilustrasi, banyak pengurus dan pelaksana pelayanan organisai yang memperoleh honor yang sangat minim (hanya sekedar untuk biaya trasport) atau bahkan tidak digaji. Pengorbanan mereka tidak hanya sekedar pikiran, tenaga, dan keterampilan tetapi termasuk di dalamnya adalah sumbangan dalam bentuk dana dan harta benda. Jika lingkungan masyarakat memandang pekerjaan sosial sebagai kegiatan yang tidak berorientasi pada ekonomi (lawan kata ekonomi) apa lagi terkait dengan nilai profesi, maka strategi perekruitan tenaga pelaksana lebih menekankan pada hubungan interpersonal (social net working). Syarat yang dijadikan tuntutan tidak terlalu berat. Artinya sepanjang ada minat dan kerelaan melaksanakan tugas sosial. Orang bekerja di organisasi/yayasan sosial seolah hanya melaksanakan pekerjaan sebagai relawan sosial yang menjalankan tugas kemanusiaan. Sebagai ilustrasi ayah sebagai pimpinan, ibu sebagai sekretaris, anak sebagai bendahara. Kondisi ini terjadi karena masyarakat memandang bahwa pekerjaan sosial dapat dilakukan oleh siapa saja. Dampak ikutannya adalah gaji orang yang bekerja di organisasi sosial kurang mendapat perhatian. Kondisi perekrutan tenaga organisasi ini berbeda dengan organisasi sosial yang sudah mapan (percontohan), ketentuan (syarat) yang harus dipenuhi cukup ketat. Kualitas SDM baik dari segi pendidikan maupun pengalaman tentunya akan berpengaruh dalam pelaksanaan kegiatan oprganisasi, baik dalam tata kelola administrasi dan tata kelola kegiatannya, maupun dalam menjalin relasi (mitra kerja), penyusunan Term Of Refference (TOR) sampai dengan kemampuan untuk mengakses program dari lembaga 48 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (pemerintah maupun non pemerintah) dan penggalangan dana. Menurut catatan dari beberapa lembaga yang mempunyai komitmen dalam peningkatan kinerja organisasi sosial (instansi sosial) di 6 kota mengungkapkan bahwa secara umum, SDM organisasi sosial masih memerlukan beberapa jenis pelatihan seperti 1. Pelatihan manajemen pengelolaan organisasi 2. Pelatihan pekerja sosial 3. Peningkatan kemampuan untuk menjalin kerjasama dengan Mitra Kerja Ditinjau dari sumber dana operasional dan pelayanan, penyandang dana organisasi sosial sangat bervariatif. Artinya sumber dana dapat berasal dari pemerintah, lembaga dunia, yayasan besar yang menaungi, dan masyarakat umum. Dana tersebut dapat berupa dana insidental dan kontinyu (berkelanjutan). Dana yang bersifat insidental, antara lain dalam bentuk hibah, sumbangan masyarakat umumnya dalam bentuk uang dan barang. Dari pemerintah umumnya dalam bentuk stimulan. Pendanaan yang bersifat kontinyu umumnya dalam bentuk paket program dari pemerintah maupun lembaga internasional. Kondisi ini tentunya berkaitan dengan sifat program organisasi, apakah program organisasi tersebut dikategorikan sebagai charity, philantropi, atau pengembangan, pemberdayaan. Dari segi waktu apakah program tersebut hanya bersifat sesaat, sementara (program antara) atau program yang berkelanjutan yang membutuhkan waktu cukup lama. B. Kontribusi Organisasi Sosial Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dalam kerangka memahami kontribusi organisasi dalam pembangunan kesejahteraan sosial, ada beberapa pertanyaan yang mendasar yang perlu dijawab, yakni sejak kapan organisasi sosial itu berdiri (mulai berkiprah)? Apa yang dijadikan alasan yang mendasari (motivasi) organisasi sosial tersebut melakukan tindakan (upaya)? Jenis pelayanan apa saja yang Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 49 diberikan kepada masyarakat? Bagaimana mereka memberikan layanan tersebut? Berdasar dari data dan informasi yang terhimpun dari penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Motivasi Pembentukan Organisasi Ditinjau dari motivasi terbentuknya organisasi, minimal dapat dikaji dari dasar (alasan) pembentukannya. Beberapa alasan yang mendasari pembentukan organisasi sosial antara lain pengejawantahan dari: (1) manusia sebagai makkhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial yang hidup bersama untuk memenuhi kebutuhan bersama; (2) makhluk religius (sebagai umat beragama). Terkait alasan yang pertama, sebagai individu manusia adalah unik, artinya berbeda satu dengan yang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan orang lain. Disinilah nilai yang secara moral mengatur hubungan antara manusia itu mulai ada. Jadi terbentuknya organisasi didasari oleh kebutuhan masyarakat. Artinya masyarakat melihat suatu realitas bahwa makhluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya. Dalam kerangka kehidupan bersama tersebut ada seperangkat nilai yang mengikat perilaku masyarakatnya (nilai yang harus diimplementasikan dalam kehidupannya). Sebagai ilustrasi, nilai yang dijunjung oleh masyarakat lokal antara lain Gotong Royong dan Tolong Menolong. Gotong royong adalah nilai yang mengajarkan kepada manusia untuk selalu dapat hidup bersama, sehingga beban hidup akan lebih ringan jika dikerjakan secara bersama. Sedangkan tolong menolong merupakan perwujudan dari manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak selamanya mampu memenuhi kebutuhan dirinya. Nilai tersebut telah tertanam sejak lama dan terinternalisasi dalam masyarakat. Pada alasan yang kedua (pengejawantahan makhuk yang religius), nilai agama telah dijadikan spirit bagi anggota masyarakat untuk 50 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial melakukan setiap aktivitas sosial. Secara prinsip tiap agama selalu mengajarkan untuk berbuat baik kepada sesama dan saling tolong menolong. Cara berpikirnya sangat sederhana, yakni melaksanakan perintah dan janji Tuhan dalam agama. Nilai agama ini telah menstimuli tumbuhnya kepedulian masyarakat. Dalam kerangka pengejawantahan amanah agama, setiap orang (baik secara individual, keluarga, maupun kelompok) yang telah terstimuli akan berusaha untuk merealisasikan kepeduliannya dalam bentuk yang lebih nyata. Seangkan upaya nyata ini tentunya akan terbatas jika dilakukan secara individual. Jika dicermati, kedua alasan (sebagai makhluk sosial dan maklhuk religius) satu sama lain saling berkaitan. Meskipun terbentuknya organisasi lebih banyak diinisiasi secara individual, tetapi dalam pengejawantahannya senantiasa akan melibatkan orang banyak. Dalam kehidupan bersama, nilai tersebut telah menumbuhkan empati masyarakat untuk dapat merasakan permasalahan hidup dan kebutuhan yang dihadapi oleh setiap manusia. Kondisi di lapangan (Organisasi sosial yang ditemui dalam penelitian) ini memang menunjukkan bahwa salah satu alasan pembentukan organisasi adalah adanya keprihatinan dan 7 kepedulian untuk mengatasi permasalahan sosial (kemiskinan dan berbagai dampak yang ditimbulkan) yang ada di lingkungannya, terlebih lagi di akhir dasawarsa tahun 2010 yang menunjukkan perkembangan permasalahan sosial yang semakin kompleks. Pada prinsipnya, kedua nilai (makhluk sosial dan religius) mengamanahkan kepada manusia untuk turut ambil bagian dalam 7 Kepedulian sebagai sebuah konsep, secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai: indah-akan, memperhatikan; memperdulikan; menaruh minat (Wojowasito, 1999). Dalam istilah psikologi, menurut Husaini dan Noortis (1981) mengungkapkan bahwa peduli merupakan sekumpulan perilaku seseorang/sekelompok orang yang diarahkan terhadap objek tertentu. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 51 Beberapa Nilai (Amanah) Agama: Q.S. Annisa 9: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah hendaklah mereka mengucapkan kata yang benar. Q.S. Alma’un 1-3: Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia menyayangi orang lain sebagaimana menyayangi diri sendiri (Al-Hadits). Alkitab Yakobus 1:27 :” Ibadah yang murni dan tidak bercacat dihadapan Allah Bapa Kita ialah mengunjungi yatim–piatu dan janda miskin dalam kesusahan mereka” Aku mencintai orang-orang shalih meski aku bukanlah dari golongan mereka, karena aku berharap kiranya beroleh syafaat dari mereka… Dan aku membenci para ahli maksiat, walaupun aku dari kalangan mereka... (Syair Imam Syafi’i). penanganan masalah kemiskinan. Besarnya arus informasi (baik yang berkaitan dengan konsep nilai maupun kondisi faktual) mempunyai pengaruh yang cukup kuat untuk menumbuhkan kesadaran (empaty) 52 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan membangun komitmen (kepedulian) seseorang terhadap permasalahan sosial dan penanganannya. Berdasar informasi di atas dapat dikemukakan, bahwa terbentuknya setiap organisasi sosial yang dijumpai dalam penelitian ini organisasi sosial selalu pada empat jenis ikatan seperti yang dikemukakan oleh Sztomka, yakni ikatan (1) gagasan, (2) normatif, (3) tindakan, dan (4) perhatian. Dalam konteks ini adalah (1) gagasan untuk mengatasi masalah kesejahteraan sosial (minimal di lingkungan sosialnya), (2) nilai yang telah mengikat perilaku setiap anggotanya, (3) upaya/kegiatan nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut, dan (4) konsentrasi (sasaran) yang dijadikan target pelayanan. Meskipun masih relatif terbatas, ide, pikiran yang telah tercurah, perhatian dan dana yang dialokasikan untuk penanganan permasalahan sosial yang masih dalam bingkai kesejahteraan sosial diberikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa organisasi sosial telah memberikan kontribusi dalam pembangunan kesejahteraan sosial. 2. Durasi Kiprah Organisasi Ditinjau dari usia organisasi (tahun berdiri), di setiap kota yang diteliti terdapat organisasi sosial yang sudah cukup lama berdiri. Berdasar data yang dijumpai dalam penelitian ini, umumnya organisasi berdiri berkisar antara tahun 1980 ke atas, tetapi ada beberapa organisasi/yayasan sosial yang didirikan sebelum lahir Republik Indonesia Merdeka. Beberapa organisasi sosial dimaksud antara lain: Yayasan Tanah Putih berdiri tahun 1930, Yayasan Muhammadyah berdiri tahun 1938 (Semarang). Rapi tahun 1952 (Manado), Yayasan St Yulia tahun 1862 (Surabaya). Meskipun organisasi sosial tersebut baru memperoleh legitimasi dari pemerintah, namun pondasi yang dibangun organisasi telah puluhan tahun. Data ini mengindikasikan, bahwa organisasi sosial telah memberikan kontribusi sejak lama. Umumnya, waktu pendirian organisasi dengan kiprahnya dalam usaha kesejahteraan sosial tersebut tidak berselang lama. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 53 Dari usia organisasi tersebut dapat dipahami bahwa keberadaan organisasi sosial di tengah masyarakat sudah cukup baik dan bahkan ada beberapa organisasi yang telah mengakar di masyartakat. Meskipun usia organisasi tidak dapat dijadikan sebagai sebuah patokan (tolok ukur). Dari penelitian ini juga dijumpai beberapa organisasi sosial yang baru berdiri (usia organisasi kurang dari 5 tahun) telah berkiprah cukup besar. Ditinjau dari fase perkembangannya aktivitas yeng diselenggarakan, organisasi sosial yang dijadikan sasaran penelitian ini umumnya baru dapat digolongkan pada organisasi fase generasi pertama dan fase generasi kedua (dari empat fase generasi yang dikemukakan Korten:1990). Perkembangan organisasi sosial tidak selalu mengikuti setiap fase perkembangan. Meskipun secara personal ada pengurus dan/atau orang yang berkecimpung dalam organisasi tersebut telah turut serta pada fase generasi ketiga dan ke empat (Generasi ketiga, ...mencari perubahan dalam pranata dan kebijakan khusus pada tingkat lokal, nasional, dan global...; Generasi keempat, ...membantu memungkinkan seluruh masyarakat LSM internasional untuk dengan efektif mendorong...pembangunan alternatif). Pada perkembangan tahap awal, Korten menyebut sebagai Generasi pertama, penyampaian pelayanan secara langsung untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan dan mendesak yang sedang dialami penduduk penerima bantuan, seperti kebutuhan pangan, pelayanan kesehatan. Pelayanan orsos pada generasi pertama umumnya bentuk penyantunan dan penyaluran dana untuk keluarga yang tidak mampu. Adapun dana yang dikelola untuk penyantunan dapat berasal dari masyarakat, pengusaha dan pemerintah yang mempunyai komitmen dalam penanganan kemiskinan. Pada tahap ini banyak dijumpai pada organisasi yang operasional kegiatannya berada di tingkat lokal (bisa setara dengan Rw/kelurahan). Di setiap masyarakat lokal biasanya terdapat perkumpulan atau dapat disebut sebagai kelompok masyarakat yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang dirasakan oleh 54 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial sebagian besar warganya. Bentuk kegiatan perkumpulan pada awalnya berkisar pada silaturahmi untuk kegiatan arisan, keagamaan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengikat anggotanya supaya dapat berkumpul secara berkala. Kegiatan berikutnya adalah kegiatan sosial berupa bantuan secara insidental yang ditujukan kepada masyarakat yang kurang mampu. Bentuk perkumpulan ini dikategorikan sebagai organisasi 8 sosial tumbuh . Organisasi sosial yang berada pada generasi pertama yang banyak ditemui di beberapa kelurahan dan sering disebut sebagai organisasi lokal, meskipun kebutuhan yang mendesak tersebut tidak harus berupa masalah kebutuhan pangan yang secara eksplisit dikemukakan oleh Korten. Perkumpulan seperti ini banyak dijumpai di Manado dan Kupang yang umumnya berasal perkumpulan yang mengurusi kedukaan di lingkungannya. Dalam pertemuan FGD Bapak Joni ketua Oikumene mengungkapkan, bahwa di Manado ada slogan Torang samua basudara yang artinya "Kita semua bersaudara", satu untuk semua dan semua untuk satu. Slogan ini telah mendasari terbentuknya perkumpulan. Pelayanan yang diberikan sebatas masyarakat lingkungannya yang sebagian besar ekonomi lemah. Pertama perkumpulan ini menangani masalah kedukaan dan orang sakit. Lalu diarahkan oleh Dinas Sosial Kota maupun Provinsi untuk dikembangkan menjadi Organisasi Sosial dengan syarat yang ada. Dalam kerangka optimalisasi bantuan yang diberikan pada masyarakat yang kurang mampu, perkumpulan dikembangkan menjadi 8 Definisi tentang kriteria organisasi sosial di daerah yang dijumpai dalam penelitian ini tidak sama, artinya devinisi sangat kontekstual sesuai dengan penilaian di daerah masing masing. Ada yang membagi dalam 5 klasifikasi (embrio, tumbuh, berkembang, maju, dan percontohan). Semantera panduan dari Direktorat Bina Orsos tahun 2008 ada 4 klasifikasi. Sedangkan yang dijumpai di Samarinda terdapat 3 klasifikasi, yakni berkembang, mandiri, maju. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 55 9 organisasi sosial . Sebagai organisasi sosial, lembaga ini dapat mengakses fasilitas dari instansi baik dalam bentuk pengembangan SDM, sarana dan prasarana maupun program pelayanan sosial dari instansi pemerintah. Penyaluran program pemerintah kepada masyarakat telah memotivasi pengurus untuk pengembangan perkumpulan menjadi organisasi. Dari aspek pendanaan, organisasi sosial yang dijumpai dari penelitian, umumnya dapat dikategorikan sebagai lembaga non profit. Menurut Mahsum istilah non profit dapat dikelompokkan dalam 2 jenis yakni (1) Pure - Non profit Organisation dan (2) Quasi - Non Profit Organisation. 3. Bentuk Kegiatan Organisasi sosial yang dapat dijumpai dalam penelitian ini terungkap bahwa sasaran program organisasi bermuara pada masalah kemiskinan. Adapun bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan oleh organisasi antara lain dapat dikelompokkan dalam beberapa kegiatan yakni: penyantunan, pengembangan, pemberdayaan, dan perlindungan. Sasaran pelayanan antara lain: (1) Anak terlantar, (2) Lanjut Usia, (3) Keluarga miskin (4) Orang dengan HIV AIDs (5) Korban NAPZA. Konsentrasi organisasi sosial dalam penanganan permasalahan sosial di masing masing kota dapat dilihat dari matrik berikut: 9 Perkumpulan sosial di tingkat lokal yang sering disebut kelompok arisan, paguyuban, dan nama lain sesuai dengan inisiatif masyarakat pada masa orde baru banyak diinisiasi oleh Instansi sosial (Kantor Wilayan Departemen Sosial dan sekarang Dinas yang berkompeten dalam penanganan masalah sosial) menjadi organmisasi sosial 56 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Tabel 3 Jenis Pelayanan Sosial dan Organisasi Sasaran pelayanan Anak Keluarga miskin Lanjut Usia Terlantar Penyandang Cacat HIV/AIDS WanitaTuna Susila Pengemis Gelandangan Korban Penyalah Gunaan Narkoba Keluarga Berumah Tak Layak Huni Palem- Semar- Sura- SamaManado Kupang bang ang baya rinda √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Matrik di atas menunjukkan, bahwa sasaran yang dijadikan target pelayanan organisasi sosial adalah permasalahan sosial yang bersifat humanity, dan telah dijadikan agenda, gerakan, dan kepedulian global. Artinya permasalahan sosial dimaksud telah menjadi kepentingan dari bangsa dan negara di dunia. Kondisi ini tercermin dari beberapa agenda pertemuan dunia yang terkonsentrasi pada anak, Kemiskinan, HIV dan AIDs, NAPZA. Sasaran yang dijadikan target pelayanan tidak hanya terkonsentrasi pada satu jenis klien (misalnya anak terlantar dan orang tua usia lanjut). Sasaran yang paling banyak dilakukan oleh organisai sosial adalah anak dan keluarga. Informasi ini mengindikasikan, bahwa permasalahan sosial yang dihadapi oleh pemerintah di setiap kota (6 kota penelitian) tidak berbeda. Dari sekitar 160 organisasi sosial umumnya melaksanakan kegiatan pengembangan anak (pelayanan anak terlantar dan rawan terlantar). Kategori anak yang dilayani adalah anak yatim, yatim piatu, dan anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (fakir miskin). Kiprah organisasi pada generasi pertama tersebut lebih banyak sebagai pelaksana penjangkauan pelayanan (pelayanan langsung) dari pemerintah Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 57 (program pemerintah) dan atau lembaga lain. Selama pekalsanaan kegiatan pelayanan berlangsung yang seringkali masing masing lembaga (baik organisasi maupun pendonor) mempunyai kesulitan. Pelayanan organisasi sosial semacam ini seringkali terhambat karena minimnya alokasi waktu pengurus/pelaksana. Pengurus/pelansana adalah orang yang mempunyai pekerjaan lain (sebagai pekerjaan pokok untuk menghidupi keluarganya), begitu pula terhadap pendanaan kegiatannya, bahkan tidak jarang sebagai pelaksana memanfaatkan tenaga pensiunan PNS. Dana yang dialokasikan untuk kegiatan pelayanan organisasipun sangat terbatas. Kondisi ini terungkap ketika FGD antar pimpinan/pengurus organisasi, ungkapan yang sangat akrab diantara Stefanus pengurus organisasi adalah "kita ini orang sakit yang mengurusi orang sakit". Sementara itu, pihak pendonor harus mempertenggungjawabkan sesuai dengan batas waktu (tahun anggaran). William sebagai Kepala Yayasan IA Hari menyebutkan bahwa selama ini Dinas Sosial Propinsi belum melakukan pemberdayaan terhadap yayasannya, dikarenakan hanya memberikan paket sembako yang terdiri dari ikan kaleng, mie instan, minyak goreng. Sesungguhnya dia menanyakan pola bantuan yang hanya meminta nama by name by address melalui orsos atau yayasan/panti dan mereka hanya bertugas mencarikan data yang akan dibagikan sekaligus mengatur pembagian bantuan kepada 50 Rumah Tangga Miskin (RTM). Kegiatan ini tidak berdasarkan proposal yang diajukan yayasannya kepada Dinas Kota dan Propinsi, proposal yang sudah dibuat susah-susah berdasarkan need assessment sama sekali tidak dijadikan acuan atau dasar. Pihak yayasan juga bingung dengan model bantuan paket yang disalurkan. Apakah kegiatan bertujuan untuk hanya sekedar pemenuhan administrasi ataukah memang sudah ada kelayakan study dalam memberikan bantuan. William dia tidak yakin bahwa program yang ada di Kementerian Sosial hanya berdasarkan atau hanya dianggap sebagai proyek bukan program. Ada atau tidak adanya kegiatan hanya bergantung dari besaran bantuan. 58 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Hal yang sama juga terjadi pada organisasi sosial yang bergerak dalam pelayanan anak (khususnya pendidikan anak usia dini). Kegiatan organisasi sosial ini merupakan realisasi Program dari Kementerian Pendidikan. pada dekade tahun 2000 -2010, perkembangan organisasi sosial yang mempunyai konsentrasi pada pendidikan anak usia dini cukup pesat. Dalam kerangka pelayanan kepada masyarakat, pemerintah telah menjalin kerjasama dengan organisasi sosial. Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat pada prinsipnya telah dijadikan sebagai tuntutan setiap undang-undang, bahwa setiap Undang-Undang Republik Indonesia dapat kita jumpai klausul yang mengisyaratkan Pemerintah dan Masyarakat. Dewasa ini kebijakan pembangunan bidang kesejahteraan sosial di arahkan pada upaya menuju tercapainya keadilan sosial. Dengan berlakunya UU No.22/1999 Tentang Pemerintah Daerah, maka peran dan fungsi Orsos/LSM-UKS memerlukan paradigma baru, dari semula sebagai "pembantu pemerintah" sekarang menjadi "mitra" sejajar dengan pemerintah. Persoalannya sekarang, apakah peran organisasi dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial tersebut 10 sudah berbentuk kemitraan dengan pemerintah . Jika lembaga ini diposisikan sebagai mitra, tentunya ada beberapa persyaratan yang harus diikuti seperti perjanjian (MOU) sebelum kegiatan dilaksanakan. Oleh karena itu, tugas dan tanggung jawab organisasi sosial yang semakin besar dan diperlukan reorientasi organisasi yang bergerak di 10 Dalam istilah ekonomi, kemitraan didefinisikan sebagai kerjasama usaha saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil dan masing-masing pihak yang bermitra berada pada posisi tawar menawar yang seimbang (Kompas, 11 Maret 1997). Uraian ini mengisyaratkan, bahwa prinsip dasar yang perlu ditekankan dalam membangun kemitraan adalah masing-masing pihak yang bermitra berada dalam proses take and give yang sepadan, dan menutup kesempatan berkembangnya pola patron-klien. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 59 bidang kesejahteraan sosial yang bersifat independen, mandiri, menjunjung tinggi azas akuntabilitas serta tanggung jawab sosial. Dalam kerangka penyaluran, tentunya pemerintah harus lebih arif dalam menempatkan organisasi sosial. Dalam kerangka penyaluran bantuan misalnya, apakah peran organisasi hanya sebatas penghimpun data (sasaran program) dan penyalurannya. Sementara itu, organnisasi sosial lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat yang membutuhkan dan lebih memahami kebutuhan masyarakat. Tentunya, organiasasi harus diposisikan sebagai penentu bentuk pelayanan dan jenis bantuan yang akan disalurkan kepada masyarakat. Organisasi sosial generasi kedua lebih umumnya kondisinya lebih baik dari generasi pertama. Menurut Korten, aktivitas organisasi sosial Generasi kedua adalah membina kemampuan rakyat agar bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan lebih baik melalui tindakan lokal yang mandiri. Program organisasi pada generasi ini telah mempunyai komitmen jangka panjang yakni lebih menekankan kegiatan pada program pemberdayaan masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan organisasi generasi kedua ini sudah mengarah pada pengembangan dan atau pemberdayaan, meskipun sasrannya tidak secara langsung pada dalam bentuk peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat (keluarga) miskin. Jika ditinjau dari bentuk program yang dilaksanakan memang sudah mengarah pada upaya untuk kemandirian masyarakat. Namun jika ditinjau dari asal progam lebih banyak difasilitasi dari pemerintah. Jadi persoalannya apakah organisasi ini merupakan upaya untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan mendesak yang sedang dialami penduduk penerima bantuan (sesuai tuntutan masyarakat setempat) atau sebagai alat untuk mengatasi keterbatasan pemerintah yang mendesak. Keberadaan organisasi generasi pertama ini mungkin lebih bersifat sebagai penunjang pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan. Artinya, organisasi baru difungsikan sebagai penyaluran program pemerintah sebagaimana 60 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial dikemukakan Esman & Uphoff (1984) dalam Pramono (2004), bahwa pemanfatan lembaga lokal (organisasi sosial) dalam pembangunan akan diperoleh sejumlah efisiensi. Dari perspektif pelayanan yang diberikan, organisasi sosial telah memberikan kontribusi besar. Pelayanan yang diberikan pada dasarnya tidak hanya sekedar pengejawantahan dari pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia tetapi secara politis telah memberikan kontribusi dari agenda dunia. Meskipun, jenis pelayanan yang diberikan oleh organisasi sosial lebih banyak ditentukan oleh kondisi permasalahan sosial yang berada di lingkungannya. Sasaran program organisasi sosial umumnya adalah orang yang berasal dari keluarga yang tidak mampu (miskin). Ditinjau dari segi usia, sasaran pelayanan (klien) organisasi mulai usia balita (anak terlantar) sampai dengan lansia (pelayanan sosial bagi lanjut usia). Usia terendah adalah bayi berusia 7 bulan sampai lansia yang Gambar 3 berusia di atas 100 tahun. Hal ini Anak Balita dalam Panti diketahui pada klien yang mendapat santunan di panti maupun luar panti. Kondisi ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh organisasi sosial relatif variatif. Bentuk pelayanan yang diberikan adalah (1) Pencegahan (2) Pelayanan pengembangan (3) penyantunan, (4) pemberdayaan, dan Jaminan Sosial. Pencegahan adalah salah satu upaya agar tidak timbul permasalahan sosial, kalaupun ada agar permasalahan tidak berkembang semakin besar. Pelayanan pengembangan umumnya diberikan kepada pengembangan diri pada anak. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 61 Gambar 4 Lanjut usia di dalam panti Secara ideal orang tua dari anak yang dijadikan sasaran pelayanan juga dijadikan sasaran pada program program anti kemiskinan (pemberdayaan keluarga). Anak dan keluarga menjadi satu kesatuan yang utuh dalam satu pelayanan. Cara berpikirnya adalah anak yang dilayani telah memenuhi syarat, yakni dari keluarga tidak mampu (miskin dan fakir miskin). Di satu sisi, Gambar 5 kebutuhan hak dan kesejahteraan Lanjut usia di luar panti anak terpenuhi, di sisi lain keluarga mendapat keringanan untuk mempermudah keluar dari jerat ekonomi. Mengingat setiap pelayanan membutuhkan tenaga, waktu, dana dan keterampilan, maka persoalanya adalah bagaimana kemampuan organaisasi dalam memberikan layanan tersebut. Jika dicermati, kedua sasaran pelayanan Dokumentasi Peneliti 2010 tersebut belum dijadikan sebagai 11 satu kesatuan yang utuh dalam pelayanan (organisasi mengambil salah satu sasaran sesuai dengan kemampuannya). 11 Dalam satu satuan keluarga (keluarga miskin) ada beberapa unsur yang dapat dijadikan dalam beberapa sasaran program yakni, anak, ibu, dan keluarga. Program yang dapat diakses antara lain: program yang bermuara pada kesejahteraan anak, Pemberdayaan wanita, dan pemberdayaan keluarga. Namun beberapa program yang masuk dalam keluarga (baik yang berasal dari pemerintah, badan dunia, dan organisasi) masih bersifat parsial. 62 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Ditinjau dari segi jenis pelayanan yang diberikan organisasi, umumnya adalah permasalahan sosial yang berkaitan dengan kemiskinan. Sedangkan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang rehabilitasi sosial masih relatif sedikit.Sasaran pelayanan organisasi sosial umumnya adalah pelayanan anak (sebagai manifestasi dari Hak Anak). Jika dicermati dari hasil pengamatan dan informasi yang terhimpun, maka konsentrasi pelayanan yang diberikan oleh organisasi sosial adalah pada anak dan keluarga miskin. Dua alasan yang mengapa anak sebagai salah satu sasaran pelayanan organisasi. Pertama, pelayanan terhadap anak adalah tuntutan agama, terutama untuk anak yatim. Kedua, segi usia yang masih muda, anak ibarat kertas putih, sehingga pola perilaku anak masih relatif mudah untuk dibentuk. Penanaman ideologi agama tentunya lebih mudah ditanamkan pada anak. Konsentrasi organisasi sosial terhadap anak, memang cukup bervariasi, sesuai dengan realitas permasalahan yang ada di daerahnya. Permasalahan anak dimaksud antara lain: (1) Pendidikan anak usia dini (PAUD); (2) Anak terlantar yakni anak dengan kriteria yatim, yatim-piatu dan yang berasal dari keluarga tidak mampu termasuk bayi terlantar; (3) Anak jalanan (3) Trafiking (penjualan anak). Anak sebagai sebagai salah satu bagian dari masyarakat mempunyai seperangkat predikat yang melekat, yakni sebagai generasi penerus perjuangan, cita-cita bangsa, dan pemilik era pada masa mendatang. Pada masa tumbuh kembang, anak berada dalam kondisi rawan, dari berbagai sudut pandang telah diakui, bahwa faktor penting yang berpengaruh besar terhadap kualitas anak adalah terjaminnya kesejahteraan anak. Di sisi lain anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental, maupun sosial. Kesejahteran anak telah dijadikan perhatian, isu, dan gerakan global yang bersifat kemanusiaan (humanity). Beberapa agenda dunia telah menghasilkan (1) Convention on The Right of The Child (Konvensi Hak Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 63 Anak) Geneva tanggal 20 November 1989; (2) Konvensi International Laboour Organization (ILO) No.138 tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan bekerja; (3) Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Secara eksplisit komitmen Indonesia terhadap anak tercermin dari terbitnya beberapa landasan yuridis hukum sebagai berikut: 1. Undang Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 2. UU No. 3/1997 tentang Pengadilan Anak; UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3. UU No. 20/1999 ratifikasi Konvensi ILO No. 138 4. UU No. 1/2000 ratifikasi Konvensi ILO No. 182. 5. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 6. Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak 7. Kepres No. 59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak 8. Keppres No. 87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak 9. Keprres No. 88 Tahun 2002 Rencana Aksi Nasional Perdagangan Perempuan dan Anak. 10. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1994 tentang wajib belajar 9 tahun Ditinjau dari sistem pelayanan yang diberikan kepada anak, antara lain (1) pelayanan sistem panti (2) pelayanan sistem non panti dan (3) pelayanan sistem Rumah Singgah. Pelayanan yang diberikan dengan sistem panti dan sistem non panti dapat dijumpai di 6 kota yang penelitian, sedangkan khusus untuk sistem pelayanan rumah singgah hanya dijumpai di Surabaya, Palembang, Semarang. 64 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Sistem pelayanan non panti, umumnya dilaksanakan oleh orsos yang berada pada fase pertama. Konsentrasi pelayanannya lebih pada santunan anak dan pengembangan anak khususnya Pendidikan anak usia dini. Pelayanan yang diberikan antara lain pendidikan dan penambahan gizi anak. Kegiatan mereka umumnya difasilitasi oleh instansi pendidikan dan instansi kesehatan. Pelayanan anak khususnya PAUD dapat dijumpai di seluruh kota yang dijadikan sasaran penelitian. Organisasi yang memberikan pelayanan dengan sistem panti, umumnya organisasi yang mempunyai kedekatan hubungan dengan organisasi keagamaan. Hal ini tentunya ada keterkaitannya dengan kemudahan untuk sumber dana (terutama dari jamaah/jemaat). Pelayanan yang diberikan organisasi adalah pelayanan pengembangan anak meliputi pendidikan, keterampilan, dan basik agama. Organisasi pada generasi pertama (yang berasal dari perkumpulan sosial masyarakat lokal) berbeda dengan organisasi sosial yang terbentuk sebagai manifestasi pelaksanan amanah agama. Lembaga ini diinisiasi oleh individual, keluarga, atau sekelompok orang yang mempunyai kesamaan visi. Umumnya, mereka adalah orang yang dekat hubungannya dengan gerakan spiritual (umat Kristiani, umat muslim). Jika dicermati, kemandirian (baik ditinjau dari aspek kontinuitas pendanaan maupun kegiatannya) organisasi sosial yang diiniasi dari kelompok spiritual tersebut umumnya pelayanan yang diberikan sudah lebih baik. Jenis kegiatan organisasi generasi kedua lebih banyak berkonsentrasi pada bidang pendidikan. Jenis pendidikan yang dilaksanakan meliputi (1) pendidikan anak usia dini dan TK, (2) Sekolah Dasar/sederajat, (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/sederajat) sampai Perguruan Tinggi. Dalam kerangka pengembangan diri anak, organisasi sosial telah membangun hubungan dengan beberapa lembaga baik pemerintah maupun lembaga swasta, dunia usaha, organisasi sosial internasional. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 65 Sebagai ilustrasi: organisasi sosial telah menjalin hubungan kerja untuk penyaluran baik penyaluran bakat anak maupun penyaluran penerima pelayanan yang telah lulus. Dalam kerangka penyaluran bakat, organisasi memberikan ijin dan memberikan pendampingan kepada anak untuk menampilkan keterampilannya di berbagai even, seperti acara hari ulang tahun sekolah, hari jadi pemerintah dan propinsi, dan lain-lain. Anak panti menjadi lebih dikenal di masyarakat. Mengenai lamanya penyantunan sosial, pada panti anak asuhan adalah sampai mereka dapat berkemampuan hidup di masyarakat dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama dibesarkan/ dibina di panti asuhan. Demikian juga halnya bagi anak terlantar baik karena yatim piatu atau fakir miskin yang mendapatkan pelayanan di luar panti. Dengan demikian ada yang tamat SLTA sudah mampu bekerja, antara lain dengan berwira usaha karena selama di panti asuhan, selain mendapatkan santunan pendidikan juga dilatih keterampilan usaha antara lain menjahit, atau keterampilan bengkel. Sementara bagi para lansia yang mendapatkan pelayanan di panti wreda. Kemungkinannya sampai tutup usia. Jumlah klien yang di layani oleh organisasi sosial (khususnya klien dalam panti) berkisar antara 30 sampai dengan 100 orang. Kondisi ini tergantung dari kemampuan organisasi (baik dari tenaga, kapasitas tampung, dana maupun sarana yang dimiliki). Sedangkan jangkauannya umumnya tidak dibatasi hanya untuk komunitas lokal. 4. Keberlanjutan Kegiatan Dari pengamatan di lapangan dan diskusi kelompok terungkap bahwa Orsos atau yayasan yang berangkat dari background agama lebih maju dari orsos yang berawal dari perkumpulan (perkumpulan masyarakat di tingkat lokal kelurahan) di satu lingkungan terlihat lebih mandiri dan mempunyai kemampuan yang justru tidak dimiliki yang cukup matang dalam pelayanan. Hal ini terlihat dari dana yang dihimpun, jumlah yang 66 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial dilayani, jangkauan pelayanannya, dan kontinuitas pelayanannya. Tabel 4 Jangkauan dan Kontinuitas Organisasi Sosial Variabel Sumber Dana Rutin Sumber Dana Insidental Jumlah layanan Jangkauan Organisasi sosial Baground agama Perkumpulan masyarakat lokal Anggota (dalam jumlah kecil) Sumber dana rutin Pemerintah Jemaat UEP Pemerintah Klien yang telah berhasil NGO yang menaungi Masyarakat di lingkungannya NGO Dermawan Dunia usaha Masyarakat luas Lebih besar Terbatas di lingkungan Tidak dibatasi pada Lokal (RW/Kelurahan/Desa) komunitas lokal Dalam kerangka keberlanjutan operasionalisasi organisasi, umumnya organisasi yang lebih mandiri adalah organisasi yang mempunyai: (1) kegiatan ekonomi produksi yang hasilnya untuk membiayai kegiatan organisasi (surplus oriented). Ekonomi produktif yang dimiliki orsos antara lain usaha koperasi, air isi ulang, pertanian, perkebunan, kesenian anak-anak. (2) kemampuan SDM dalam menjalin relasi dan proposal untuk relaisasi program dan (3) mempunyai hubungan dengan organisasi non pemerintah baik dalam dan luar negeri (4) dipercaya oleh masyarakat. Dalam hal ketuntasan permasalahan kesejahteraan sosial yang dialami oleh penerima pelayanan, ada berbagai hambatan yang dialami. Keadaan ini dapat menghambat lajunya pelayanan kesejahteraan sosial yang diberikan kepada masyarakat/klien. Dalam kaitan ini, hambatan antara lain berupa masalah dana operasional yang tidak mencukupi, masalah petugas pelayanan panti yang kurang memahami profesi Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 67 Gambar 6 Keceriaan anak yang dilayanai dalam panti Al-Khaerat, Manado Pelatihan musik Yayasan Alang-alang Surabaya Tari Piring Panti Assalam Manado Sumber: Dok. Peneliti 2010 68 pekerjaan sosial, masalah kerjasama antar lembaga. Keadaan tersebut dapat disimak dalam ungkapan klien maupun organisasi/yayasan sosial telah mengemukakan harapan berupa pandangan atau saran bagaimana cara mengatasinya. Ada berbagai pandangan atau saran yang dikemukakan klien dan pelaksana misalnya cara pendekatan; harus mendapat banyak bantuan dari pemerintah dan harus partisipatif agar bantuan yang diberikan oleh donatur penuh; Orsos harus punya dana abadi; setiap orsos harus punya badan usaha keterampilan untuk anak-anak yang dapat dikembangkan di masyarakat sehingga setelah keluar benar-benar bisa mandiri; memperhatikan perkembangan belajar; memperhatikan lingkungan panti agar kesehatan terjamin; perlu ada peningkatan dana, sarana dan prasarana panti yang dikemukakan oleh klien. Sementara itu, ada juga yang berpandangan/ menyarankan: pendekatan kecakapan hidup setelah selesai kuliah, perlu kerjasama dengan lembaga lain untuk penyaluran tenaga kerja; membantu anak jalanan/pengemis masing-masing; dan Orsos harus mampu; masing- Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial masing dikemukakan oleh klien. Sebagian kecil lainnya, mengatakan bahwa pelayanan dari Orsos sudah maksimal (antara lain mencapai pendidikan tinggi dan mewujudkan cita-citanya), sementara sebanyak mengatakan bahwa pelayanan sudah menuntaskan masalah dirinya sendiri. Ada beberapa Orsos yang berpendapat bahwa kucuran dana bantuan dari pemerintah untuk penyantunan klien tidak merata sehingga ada Orsos tertentu yang berkali-kali mendapatkannya. Sementara itu ada juga Orsos yang sama sekali belum pernah mendapat bantuan dana dari pemerintah. Dengan demikian, Orsos yang belum pernah mendapatkan fasilitas bantuan tersebut berharap agar kesempatan untuk mendapatkannya merata. 5. Manfaat Pelayanan Manfaat kegiatan pelayanan organisasi sosial pada dasarnya tidak hanya sebatas pada level penerima pelayanan tetapi pemanfaat pelayanan telah sampai pada level kebijakan, dan dunia usaha (privat sector). Pada level penerima pelayanan, manfaat yang kegiatan organisasi telah dirasakan oleh penerima pelayanan dan lingkungannya. Pada level kebijakan, pada hakekatnya organisasi sosial telah mengimplementasikan kebijakan pemerintah, sehingga beban negara lebih ringan. a. Manfaat penyelenggaraan pelayanan bagi Penerima Pelayanan Pada level penerima pelayanan, muara pelayanan yang diberikan organisasi sosial adalah peningkatan kesejahteraan sosial penerima pelayanan. Artinya, penerima pelayanan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi untuk mengetahui bagaimana kontribusi organisasi. Meskipun disadari bahwa tidak semua kebutuhan dasar minimal penerima pelayanan tidak dapat dipenuhi secara utuh oleh organisasi sosial. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 69 Dari hasil observasi terungkap, bahwa pelayanan (khususnya pelayanan anak dalam panti) yang diberikan mempunyai manfaat besar. Kondisi ini tercermin dari interaksi sosial di antara anak dengan anak, anak dengan pengasuh, bahkan secara cepat mereka berkonunikasi dengan orang luar panti secara baik (termasuk dengan para peneliti). Cara berkomunikasi anak dengan orang lain tersebut merupakan salah satu indikasi adanya kesejahteraan diantara anak anak yang ada di panti. Dalam rangka meraih kehidupan anak yang lebih baik (masa depan anak), sebenarnya anak panti/pondok pesantren mungkin telah lebih siap. Artinya anak panti mempunyai keterampilan tambahan yang secara khusus disiapkan untuk menghadapi persaingan dengan anak-anak yang lain. Bagi anak, manfaat yang lebih dirasakan adalah akses untuk hidup bagi anak, yakni pemberian keterampilan (seni budaya dan usaha ekonomi produktif) yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan, bahkan ada beberapa organisasi yang telah sampai pada penyaluran penerima pelayanan ke lapangan kerja. Berbagai jenis pelayanan yang berkaitan dengan sosial budaya antara lain: musik, tari, drama,bina vokal. Sedangkan keterampilan untuk UEP, antara lain: anak belajar mengurus Koperasi, memasak, perbengkelan, elektronik, menjahit. Dari penelitian ini terungkap bahwa penerima pelayanan umumnya menyatakan bahwa pelayanan yang diterima banyak memberikan manfaat. Manfaat pelayanan telah dirasakan baik secara individual (dirinya sendiri) maupun manfaat yang lebih luas yakni keluarganya. Kondisi ini tercermin dari pelayanan anak sistem panti. Di satu sisi, kebutuhan dasar penerima layanan seperti permakanan, tempat, pakaian, kesehatan, dan pendidikan telah dapat terpenuhi 70 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial . di Panti. Di sisi lain, beban untuk pemenuhan kebutuhan keluarga penerima pelayanan semakin ringan. Keberhasilan dari salah satu organisasi dalam pembinaan musik dan vokal ini terlihat dari program Lembaga Alang-Alang di Surabaya, konsentrasi sasaran kegiatannya adalah anak negeri 12. Beberapa anak yang dididik dan dilatih di organiasi ini telah berhasil masuk 10 besar di acara Idola Cilik. Dalam kaitan dengan pemberdayaan, sebagai gambaran, Lembaga Nurul Hayat di Surabaya, memberikan bantuan finansial untuk usaha ekonomis bagi keluarga tidak mampu (abang becak) sesuai kemampuan dan kemauan mereka (aspek ekonomi), dan biaya kesehatan-periksa dokter dan obat-obatan yang hanya dengan membayar Rp. 5000,- setiap berobat (aspek kesehatan). Ilustrasi lain, keluarga miskin yang dibantu organisasi sosial perlahan-lahan dapat melakukan usaha kecil-kecilan yang oleh karenanya mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga mereka. Bagi lanjut usia terlantar, dapat terhindar dari keterlantaran. Begitu-pun halnya bagi para korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Napza) dapat meninggalkan kebiasaan mereka mengkonsumsi barang terlarang tersebut. Pelayanan yang diselenggarakan Organisasi sosial pada prinsipnya telah banyak membantu meningkatkan keberfungsian sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial Pada akhirnya penerima pelayanan mengungkapkan, bahwa mereka merasa senang dan bersyukur karena telah dibantu dan telah dirawat, bahkan ada yang terbantu secara sosial ekonomi. Sementara itu, juga semua klien mengatakan bahwa pelayanan dari Orsos telah 12 Anak negeri merupakan istilah lain dari anak jalanan. Yayasan ini menyebut anak negeri tujuannya adalah untuk menghindari stigma negatif masyarakat terhadap anak jalanan yang selama ini dipandang sebagai anak yang liar dan atau bermasalah. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 71 meringankan beban keluarga mereka, walaupun ada sebagian kecil yang mengatakan belum sepenuhnya meringankan beban keluarga. b. Manfaat Pelayanan bagi Dunia Usaha Dalam kerangka pelayanan yang komprehensif, organisasi telah menjalin hubungan kerja sama dengan dunia usaha. Salah satu bentuk kegiatannya adalah penyaluran penerima pelayanan dari organisasi menjadi karyawan di dunia usaha yang bermitra. Di satu sisi, pelayanan diberikan secara tuntas artinya sampai pada kemandirian anak. Di sisi lain, dunia usaha dapat memperoleh manfaat yakni tenaga yang sudah terampil dan terdidik sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Dari sisi organisasi, minimal ada aspek ekonomi yang dapat dihemat. Dunia usaha dapat memperoleh tenaga kerja siap pakai sehingga pengeluaran biaya untuk pelatihan karyawan dapat di tekan. c. Manfaat penyelenggaraan Pelayanan Organisasi Dari hasil penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial, ternyata organisasi sosial juga memperoleh manfaat (impact pelayanan). Dalam konteks ini, alumni penerima pelayanan yang telah berhasil (dari aspek ekonomi) sekarang menjadi donatur tetap organisasi sosial. Sebagai ilustrasi, alumni Panti Asuhan RAPI memberikan dana secara bulanan; memperbesar lahan panti dari 20 x 40m menjadi 2 10.000m , dan memperbesar beberapa fasilitas pelayanan panti. d. Manfaat penyelenggaraan Pelayanan Bagi Pemerintah Keberhasilan organisasi sosial dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial juga dapat dilihat dari manfaat pelayanan bagi organisasi. Artinya Salah satu pemanfaatan hasil pelayanan organisasi sosial adalah organisasi sosial itu sendiri. Informasi ini menunjukkan, bahwa pembinaan (fisik, mental, sosial dan spiritual) yang diberikan kepada penerima pelayanan telah memberikan hasil baik. Pembinaan mental, sosial dan spiritual dari lembaga telah 72 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial mampu meningkatkan daya emphaty dan menumbuhkan motivasi untuk berbagi. e. Manfaat penyelenggaraan Pelayanan Bagi Pemerintah Pada level kebijakan, ada beberpa implementasi kebijakan yang telah terdukung. Organisasi sosial yang masih berada pada fase perkembangan generasi pertama memang lebih banyak sebagai penyaluran. Artinya organisasi sosial lebih banyak berperan sebagai perpanjangan jangkauan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dan organisasi sosial pada fase inilah yang menjamin terselenggaranya pembangunan kesejahteran sosial dari pemerintah. Kondisi ini berbeda dengan prganisasi sosial pada fase perkembangan generasi ke dua yang sudah mempunyai kemampuan untuk menentukan pilihan aktivitasnya, sehingga peran organisasi sial tidak hanya sebagai perpanjangan penjangkauan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dukungan ini tercermin dari Implemen kebijakan pemenuhan hak anak untuk memperoleh 13 pendidikan dasar bagi seperti Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun . Dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan anak, banyak Organisasi sosial yang telah menyelenggarakan pendidikan anak yang telah melampaui tuntutan pemerintah Wajar 9 tahun. Penyelenggaraan pendidikan ini umumnya dilakukan oleh organisasi 14 sosial yang memberikan pelayanan dengan sistem panti dan 13 Wajib belajar bagi masyarakat Indonesia diawali dari program wajib belajar 6 tahun (untuk sekolah Dasar) pada tahun 1984. Sepuluh tahun kemudian ada peningkatan program wjib belajar tersebut ditingkatkan menjadi 9 tahun (lulus SMP) dengan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1994. Kebijakan ini mempunyai makna bahwa artinya kewajiban pemerintah yakni untuk anak usia 7 tahun sampai dengan 15 tahun. 14. Pelayanan pendidikan yang diberikan kepada anak dengan sistem panti, di kalangan umat muslim lebih dikenal dengan Pondok Pesantren. Secara harfiah panti dapat dipahami pondok atau tempat tinggal Santri murid yang sedang belajar di pondok pesantren. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 73 sasarannya adalah anak yang berasal dari kalangan keluarga miskin. Anak-anak tidak hanya memperoleh pelayanan pendidikan saja, tetapi anak juga memperoleh pelayanan kebutuhan dasarnya. Pelayanan seperti ini memang lebih banyak diberikan oleh organisasi sosial yang berlatar belakang keagamaan. Berdasar dari uraian uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kiprah organisasi sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial sudah cukup baik. Artinya organisasi sosial tidak hanya sebatas menunjang aksi pembangunan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, tetapi secara politis telah menjawab tuntutan global masyarakat dunia. Jika diprediksi, bahwa di setiap wilayah setingkat desa/kelurahan terdapat organisasi yang mampu menyelesaikan permasalahan sosial sekitar 30%, maka eksistensi mereka merupakan potensi besar dalam peningkatan kesejahteraan sosial. Sebagai potensi, jika tidak diberikan sentuhan atau ada pihak yang memprakarsai, dan mengakomodasikan, maka potensi besar tersebut tidak akan menghasilkan yang optimal. Dalam kerangka pencegahan, penyuluhan sosial merupakan faktor penting khususnya untuk membangun kesamaan persepsi, pandangan, dan langkah (strategi) yang untuk mengatasi permasalahan. Permasalahannya adalah apakah masyarakat bersedia untuk menerima materi informasi yang disampaikan. Apakah pernyuluhan sosial itu masih ada. Jika dicermati, aktivitas penyuluhan sosial (baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun organisasi sosial) kepada masyarakat sangat minim. Di era industri dan informatika, umumnya penyuluhan sosial hanya dilakukan melalui media cetak (seperti koran, brosur, leflet) dan elektronik radio, televisi. Sedangkan informasinyapun relatif terbatas. Padahal, keberhasilan dari sebuah program yang langsung ke masyarakat adalah program yang didukung oleh masyarakat luas. Organisasi sosial yang bergerak dalam pencegahan lebih banyak dilakukan oleh 74 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial organisasi sosial yang bergerak dalam kaitannya dengan penyakit menular seperti HIV dan AIDs. Namun jika dicermati, sigmen (sasaran penyuluhan) masih terbatas pada penyandang dan masyarakat Pekerja Seks Komersial (PSK). C. Program Akselerasi Pelayanan Organisasi Sosial Dalam kerangka akselerasi pelayanan yang diberikan oleh organisasi sosial, ada beberapa aspek yang dapat dijadikan diskusi. Aspek aspek dimaksud tentunya sangat berkaitan dengan kondisi organisasi sosial, baik mulai legitimasi organisasi sampai dengan bagaimana mempertemukan organisasi sosial dengan mitra (lembaga) yang mempunyai komitmen dengan aktivitas pelayanan organisasi. Di era desentralisasi (otonomi), terdapat tiga peran besar pemerintah, yakni (1) regulasi, (2) fasilitasi dan (3) advokasi. Realisasi dari komitmen pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pengembangan kiprah organisasi. Perhatian pemerintah tersebut tercermin dari berbagai fasilitas pemerintah yang diberikan dalam bentuk pengembangan sumber daya manusia (pelaksana organisasi) seperti pendidikan dan pelatihan tentang manajemen organisasi dan profesionalisasi pekerjaan sosial, pelatihan pemantapan organisasi sosial dalam bidang agribisnis, pengembangan usaha ekonomi. Disamping pelatihan tersebut, organisasi sosial juga didukung dengan bantuan stimulan untuk usaha baik dalam bentuk peralatan maupun modal usaha. Bantuan sarana dan prasarana organisasi meliputi rehabilitasi bangunan (gedung), perlengkapan administrasi dan perlengkapan pelayanan, dana operasional pelayanan seperti subsidi BBM untuk permakanan sebesar Rp. 3000/anak/hari. Sumber dana yang untuk pengembangan organisasi sosial dari Pemerintah adalah (1) dana APBN dan (2) APBD. Dalam kerangka pelayanan masyarakat (khususnya pelayanan dalam panti) organisasi sosial didukung dengan biaya permakanan dari kompensasi kenaikan harga BBM. Jika dicermati, belum semua organisasi (sasaran penelitian) ini mendapat Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 75 fasilitas dari pemerintah tersebut (baik pemerintah pusat maupun pemerintah 15 daerah) . Masalah yang paling utama adalah masalah biaya pendidikan dan Jaminan Kesehatan karena Jamkesmas belum untuk semua dikarenakan tidak memiliki KK (Kartu Keluarga). Hal tersebut dimaklumi karena bagi penerima Jamkesmas adalah kepala keluarga dengan anggota keluarga dan karena anak-anak ini tidak memiliki orang tua atau keluarga sehingga tidak mendapat Jamkesmas. Untuk masalah pendidikan anak masih dibiayai organisasi sosial. Untuk sekolah negeri memang gratis tapi lokasinya jauh, sehingga biayanya akan menjadi lebih mahal. Sementara untuk sekolah swasta dekat hanya biayanya masih terhitung mahal. Uraian ini mengisyaratkan, bahwa implementasi kebijakan wajib belajar 9 tahun masih mengalami banyak hambatan. Dari hasil diskusi kelompok dengan para praktisi dan pengamat, diperoleh informasi bahwa kondisi lembaga pelayanan kemanusiaan saat ini tidak terlepas dari dinamika politik yang sedang terjadi, dimana implikasinya pada implementasi program kesejahteraan sosial (pusat) cukup dirasakan. Pada umumnya program kesejahteraan sosial belum cukup mendapat perhatian Pemerintah Daerah. Dalam konteks lembaga pelayanan kemanusiaan, terlihat belum adanya seperangkat kebijakan daerah, termasuk kualifikasi sumber daya manusia (pejabat yang menangani), berikut pengalokasian dana dan lainnya yang masih terbatas, bahkan dapat dikatakan mengandalkan dana pusat. Hal itu dimungkinkan oleh mindset elit (daerah) bahwa (pembangunan) sosial dapat dilakukan oleh siapa saja secara sukarela yang oleh karenanya tidak perlu dukungan sarana prasarana secara memadai. Kondisi itu diperburuk oleh suatu realitas bahwa kepala dinas terkait (sosial) adalah 15 Menurut catatan Direktorat Kelembagaan Sosial Masyarakat Ditjen Pemberdayaan Sosial: dari 34.587 organisasi sosial, telah diberdayakan 10.202 organisasi, sedangkan yang belum diberdayakan sampai saat ini sekitar 24.385 organisasi sosial. 76 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial bawahan Kepala Daerah (Gubernur, Wali Kota) setempat. Konsekuensinya, kepala dinas (sosial) tersebut lebih "mendahulukan" kepentingan daerah sesuai "kemauan" kepala daerah masing-masing dan bisa saja mengabaikan program kesejahteraan sosial (pusat). Sebagai gambaran, di era otonomi saat ini, Karang Taruna (KT) kurang mendapat porsi pada birokrasi pemerintahan daerah, dan bahkan pos (bagian) yang menangani Karang Taruna (di beberapa daerah) menjadi tidak ada/hilang. Namun demikian, pada saat-saat tertentu (Pemilukada, misalnya) organisasi kepemudaan termasuk Karang Taruna menjadi rebutan... (Penuturan Tokoh Pemuda Surabaya, Jatim). Metode kegiatan pembinaan organisasi sosial yang dilakukan oleh Dinas Sosial belum optimal, hal ini dilatar belakangi dengan kondisi organisasi sosial yang sampai saat ini eksistensi organisasi sosial masih belum berfungsi secara optimal. Oleh karenanya diperlukan adanya pembinaan organisasi sosial secara terus menerus dan berkelanjutan dengan metode diskusi kelompok dan dialog, tidak hanya sebatas memberikan paket dan organisasi sosial ditugaskan untuk membagikan dan data berasal dari organisasi tersebut tanpa ada sosialisasi atau pemahaman terlebih dahulu. Kondisi empirik memperlihatkan bahwa lembaga-lembaga pelayanan kemanusiaan saat ini, dari sisi managemen pelayanan, profesionalisasi pelayanan, sumberdaya pengelola, dan sarana-prasarana pendukungnya, relatif tidak "tertata". Kemudian, lembaga BK3S di level provinsi "hampir" tidak berfungsi/tidak ada peran, dan bahkan lembaga serupa di tingkat kabupaten/kota (sudah) tidak ada (kasus Surabaya, dan Samarinda). Dalam kondisi demikian, komunikasi antara lembaga pemerintah pusat (kementerian, direktorat) terkait dengan pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota) perlu diperbaiki dan ditingkatkan, dalam bentuk Mou misalnya, maupun lainnya. Riilnya adalah perlu peningkatan volume sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan, kebijakan tentang lembaga pelayanan kemanusiaan dalam berbagai bentuk, langsung maupun Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 77 melalui media (massa, elektronik). Disamping itu, fasilitasi dalam bentuk peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota) terkait managemen dan profesionalisasi pelayanan, untuk kemudian menjadi trainer sumberdaya pengelola pada tingkat lembaga pelayanan penting untuk dilakukan. Tidak kalah penting, peran Pemerintah Daerah? sesuai cita-cita Otonomi? yaitu lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat perlu mendapat perhatian. Dari sisi yang menangani lembaga pelayanan saja, pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, misalnya, ada dua pos/bagian yang menangani (Seksi Organisasi Sosial, dan Subag Pengembangan), belum lagi di kantor gubernur, setidaknya ada Biro Sosial, dan bagian legalitas, yaitu unit Pusat Pelayanan Perijinan Terpadu (P2T). Demikian halnya di Kota Samarinda, ada Biro Sosial pada Kantor Gubernur yang pada umumnya memberikan bantuan (finansial) kepada lembaga-lembaga pelayanan kemanusiaan dan Seksi Organisasi Sosial pada Dinas Sosial Provinsi kalimantan Timur, yang berfungsi melakukan pembinaan terhadap lembagalembaga pelayanan di wilayah Kalimantan Timur. Permasalahan yang selama ini dialami khususnya dalam peningkatan kapasitas dan kapabilitas pemangku di dinas sosial adalah mobilitas pegawai dalam struktur organisasi (mutasi jabatan) di lingkungan organisasi cukup tinggi. Sehingga seringkali terjadi, pemangku jabatan yang sudah terlatih bahkan selesai mengikuti pelatihan mereka telah dipindahkan ke tempat lain yang kurang sesuai dengan basic pelatihannya. Padahal mereka sudah belum matang di bidang pekerjaan sebelumnya. Implikasi dari birokrasi yang birokratis tersebut, pelayanan terhadap masyarakat malah tidak menjadi lebih dekat. Kondisi demikian perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah, dalam pengertian penting dilakukan reorientasi lembaga birokrasi pada lembaga Pemerintah Daerah. 78 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Singkat kata, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu ditata khususnya pada tatanan daerah, berikut, komunikasi yang baik antara (lembaga) pusatdaerah (terkait) diikuti alokasi dana yang memadai, dan tidak kalah penting adalah adanya monitoring dan evaluasi secara baik dan berkelanjutan, merupakan hal penting dalam kerangka akselerasi lembaga pelayanan sebagai mitra pemerintah dalam penanganan permasalahan (kesejahteraan) sosial. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 79 80 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Bab V Kesimpulan Dan Rekomendasi A. KESIMPULAN Dalam kerangka realisasi penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial, kiprah organisasi sosial telah mulai nampak sejak Republik Indonesia Merdeka, meskipun manifestasi kegiatan organisasi pada saat itu tidak dijastifikasi sebagai usaha kesejahteraan sosial dan pembangunan itu dijadikan sebagai sebuah konsep untuk pengembangan masyarakat. Manfaat dari aktivitas organisasi sosial tidak hanya sampai pada batas penerima pelayanan namun telah berdampak luas pada masyarakat. Secara prinsip, organisasi sosial telah memberikan manfaat yang lebih besar bagi negara (pemerintah) dalam implementasi kebijakan. Keberadaan Organisasi sosial merupakan potensi besar dalam kerangka realisasi pembangunan kesejahteraan sosial. Dari segi pendanaan dan kontinuitas kegiatannya, organisasi sosial dengan latar belakang keagamaan lebih kompetetif dibanding organisasi sosial yang terbentuk dari ikatan sosial masyarakat di satu wilayah (lingkungan). Tuntutan dan Janji Tuhan merupakan faktor yang paling kuat memberikan spirit penyelenggaraan organisasi sosial. Artinya aktivitas sosial lebih dikaitkan dengan amanah agama dan aktivitas ini dipahami sebagai tabungan akherat. Meskipun kondisi organisasi sosial masih terdapat beberapa keterbatasan (managerial, sumber daya pengelola, dana operasional, sarana dan prasarana), namun organisasi sosial mempunyai tekad besar untuk merealisasikan apa yang sudah dijadikan visi dan misinya. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 81 Pelayanan yang diberikan organisasi pada dasarnya telah terkonsentrasi pada permasalahan sosial yang banyak terjadi di lingkungannya. Target sasaran pelayanan organisasi sosial lebih menitik beratkan pada permasalahan sosial yang banyak dialami oleh orang miskin. Secara riil, Orsos telah melakukan santunan dan pemberdayaan kepada peserta layanan, mulai dari: Balita Terlantar, Anak Terlantar, Remaja dari keluarga tidak mampu, Warga tidak mampu, Penyandang cacat, Pengguna Narkoba, WPS, WRSE, gelandangan psikotik, & Lansia, keluarga rumah tak layak huni. Meskipun secara kuantitatif tidak diungkapkan dalam penelitian ini, namun sasaran pelayanan yang telah merasakan manfaat pelayanan tidak sedikit jumlahnya. Dari perspektif penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial, organisasi sosial telah memberikan kontribusi besar. Pelayanan yang diberikan pada dasarnya tidak hanya sekedar pengejawantahan dari pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia tetapi secara politis telah memberikan kontribusi kepada kebijakan pemerintah dan beberapa agenda dunia. Meskipun, jenis pelayanan yang diberikan oleh organisasi sosial lebih banyak ditentukan oleh kondisi permasalahan sosial yang berada di lingkungannya. Dalam kerangka percepatan realisasi penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial, dukungan (material, immaterial: pelatihan, bantuan/ pemberdayaan) baik dari pemerintah maupun masyarakat memang sudah cukup banyak. Namun, fasilitasi dari pemerintah masih belum komprehensif. Program bantuan dan pemberdayaan seringkali tidak tepat sasaran, tidak ada pendampingan, monitoring dan evaluasi masih kurang, belum berkesinambungan. Koordinasi antara organisasi sosial dengan lembaga yang mempunyai komitmen dalam pengembangan organisasi sosial (BK3S dan K3S) dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial belum optimal, bahkan tidak berjalan dengan baik. 82 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial B. REKOMENDASI Berkembangnya Organisasi sosial berserta kontinuitas kegiatannya merupakan salah satu bentuk kepedulian masyarakat. Perkembangan ini menunjukkan adanya peluang besar dalam penanggulangan permasalahan sosial. Namun kepedulian yang kurang didukung dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam pengelolaan organisasi, maka pemanfaatan potensi tersebut tidak membuahkan hasil yang optimal. Dalam kerangka realisasi pelayanan yang lebih baik, jumlah yang dilayani semakin banyak, dan tata kelola administratif yang lebih tertib, maka ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian, yakni: 1. Keberadaan organisasi sosial di tengah masyarakat merupakan potensi besar dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial. Potensi ini tidak akan optimal jika kurang mendapatkan perhatian instansi sektoral yang berkaitan langsung dan ruang yang lebih luas dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial di Indonesia. Sebagai pilar partisipan, organisasi sosial dapat menjalin kemitraan dengan seluruh unit yang berada di Kementerian Sosial dan/atau instansi lain (baik pemerintah maupun swasta), dan dunia usaha yang mempunyai jangkauan program sampai ke tingkat kelurahan. 2. Bagi Kementerian Sosial, perlu peningkatan (1) program sosialisasi khususnya berkaitan dengan kesejahteraan sosial (informasi tentang potensi kesejahteraan sosial, permasalahan kesejahteraan sosial, dan berbagai bentuk pelayanannya); (2) Pemberikan penguatan SDM lokal khususnya yayasan atau organisasi sosial melalui program pelatihan manajemen berusaha agar terlihat usaha membantu dan membangun kemandirian serta mampu mengembangkan usaha sendiri. 3. Dalam kerangka percepatan realisasi penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial, Koordinasi antara organisasi sosial dengan lembaga yang mempunyai komitmen dalam pengembangan organisasi sosial (BK3S dan K3S) dalam penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial perlu mendapat perhatian. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 83 4. Untuk kegiatan orsos yang bersifat kebijakan dan lintas sektor sebaiknya Instansi Sosial perlu mengambil inisiatif dalam memprakarsai munculnya sinergisitas dan keterpaduan usaha dan kemandirian antar sector terkait dan berusaha menjalin kerjasama dengan Lembaga Donor Asing agar dapat digali sumber dana potensial lainnya. Khusus untuk proposal pengajuan kegiatan sebaiknya Dinas Sosial lebih berdasarkan need assessment (kebutuhan) dari Orsos sehingga tidak semata- mata base on budget. 5. Pentingnya pemanfaatan potensi/tenaga lokal sebagai pendamping dalam implementasi program pemberdayaan dengan sentuhan moralspiritual, disamping moneva secara berkelanjutan dari aparat pemerintah sendiri; 6. Untuk Orsos yang sudah besar maka Dinas Sosial Propinsi harus bisa memilah-milah dengan jenis bantuan yang akan diberikan, karena terlihat Dinas Sosial Propinsi tidak menseleksi secara baik terhadap bentuk dan jenis kegiatan dari Orsos yang menawarkan kerjasama dan terkesan seadanya dalam memilih dan memutuskan Orsos yang akan diberi bantuan atau yang diajak bekerjasama. 7. Dinas Sosial perlu menganggarkan dana daerah untuk pelatihan kepada para Orsos dalam melatih pembuatan proposal pengusulan kepada Orsos sehingga penulisan lebih berstandar dan dapat diakses dengan mudah oleh lembaga-lembaga donor besar lainnya termasuk dalam dan luar negeri. 8. Kelembagaan dari Orsos harus jelas secara struktur, pengawasan dan pengendalian agar kontribusi orsos kepada masyarakat lebih terlihat dan terbaca dengan jelas. 9. Orsos sebaiknya terdaftar di Dinas Sosial agar segala bentuk dan kegiatannya bisa lebih terpantau dan terorganisir dengan baik, sesuai dengan amanat UUD 45 serta UU No. 11 Tahun 2009 demi kesejahteraan masyarakat yang luas dan merata. 84 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Daftar Pustaka Anonim, (2010), Katalog Organisasi Sosial: Hasil pemutakhiran Tahun Anggaran 2009, Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Anonim, (2008), Pedoman Klasifikasi Organisasi Sosial, Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, Dierktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Jakarta. Clark, Jhon, 1995., NGO dan Pembangunan DemokrasiTiara Wacana, Yogyakarta, cetakan 1. Davis, Keith, 1967. Human Realation at Work, The Dynamics of Organizational Behavior. Mc. Grow Hill Book Company. Departemen Sosial, R.I. 2008. Pedoman Klasifikasi Organisasi Sosial. Dit. Pemberdayayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, Ditjen Pemberdayaan Sosial. Hadari, Nawawi., (2000) Metode Penelitian Bidang Sosial, Jogyakarta, Gadjah Mada Univercity Press. Koencoroningrat, 1984; Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Bunga Rampai, Gramedia, Jakarta. Mahsum, Mohamad, 2006., Pengukuran Kinerja Sektor Publik, BPFE, Yogyakarta, Cetakan 1. Marzali, Amri 2005, Antropologi dan Pembangunan Indonesia, Prenada Media. Jakarta Midgley, James. 2005., Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan Dalam Kesejahteran Sosial., Jakarta, Ditperta Depag RI. Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 85 Pramono, Agung. (2004). Institusi dan organisasi. Bahan bacaan perkuliahan perspektif pembangunan lokal. Jakarta: FISIP-UI. Roger, Everet, 1964; Modernization Among Peasent; The Impact of Communication, Holt Rincart And Winston Inc. Saifudin, Achmad Ferdyani, 2005 Anthropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, Kencana Media Grup, Jakarta. Sitepu dkk, 2005. Peran Organisasi Sosial/LSM dalam pembangunan kesejahteraan sosial (studi kasus pada organisasi sosial lokal di Propinsi Papua, Maluku, NTT, Banten, NAD), Puslitbang Kesos, Jakarta Soetomo, 2006, Strategi strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar Yogyakarta, Cetakan 1. Soetomo, 2009., Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Soekanto, Soerjono, 1977, Sosiologi Suatu Pengantar, cetakan ke enam, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Sztompka, Piotr (2007). Sosiologi perubahan sosial, Prenada Media Grup, Jakarta. Talizidu nDraha (1990) Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Rineka Cipta, Jakarta. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Undang-Undang No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Soisal 86 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial BIODATA PENULIS Gunawan, lahir di Yogyakarta 12 April 1956. Menamatkan Program S1 di Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gajah Mada Yogyakarata pada tahun 1986. Jabatan peneliti: Peneliti Muda Bidang Kesejahteraan Sosial di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain: Accesibility Problems to Panti’s and Vocational Rehabilitation Service Desentralization in Indonesia, Studi Pengembangan Panti Rehabilitasi Sosial Korban Napza, Studi Penataan Panti di DKI Jakarta, Anak Jalanan, Studi Tentang Kesiapan Daerah Dalam Pelaksanaan Strategi dan Pelayanan Sosial Bagi Anak Jalanan di Era Desentralisasi Pembinaan Kesejahteraan Anak, Penanganan Anak Terlantar Berbasis Kekerabatan, Pengembangan Model Pemberdayaan Remaja Melalui Karang Taruna, Dampak Sosial Pengembangan Kawasan Industri, Kemiskinan di Kawasan Industri, Tanggung Jawab Sosial Industri, Permasalahan Kesenjangan Sosial, Penanganan Masalah Perumahan dan Pemukiman Kumuh, Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam. Hingga saat ini aktif sebagai editor majalah Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial. Muhtar, lahir di Magetan-Jawa Timur (1962). Pendidikan terakhir, Pasca Sarjana (S2) Program Studi Sosiologi Kekhususan Ilmu Kesejahteraan Sosial (FISIP-UI, 2004). Mengawali karir sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen Sosial R.I. (kini, Kementerian Sosial) di Kantor Wilayah Propinsi Sumatera Selatan (1991). Tahun 1996 pindah ke Pusat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Sejak itu, terlibat dalam penelitian bidang kesejahteraan sosial, dan sejak 1999 menekuni Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 87 sebagai peneliti. Kini, Peneliti Muda bidang kesejahteraan sosial. Topiktopik penelitian yang pernah dilakukan antara lain: Pemberdayaan Masyarakat, Permasalahan Sosial HIV/AIDS, Permasalahan Pekerja Migran (di negara tujuan Singapura & Malaysia), Permasalahan Daerah Perbatasan Antar Negara (Miangas), Permasalahan Daerah Tertinggal/ Terpencil (Sukabumi), dan sebagainya. Hingga saat ini aktif sebagai editor majalah Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial. 88 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Index A Advokasi 75 Agama 29, 32, 33, 35, 50, 52, 63, 64, 75, 77, 78, 84 Akselerasi 5, 42, 75, 79 Alang-Alang 26, 69, 71 Amanah 51, 52, 65, 81 Anak jalanan 1, 27, 34, 63, 68, 71 Anak nakal 1, 27 Anak terlantar 31, 56, 63, 82 Anak terlantar 27, 57, 61, 66 Auguste Comte 13 B Berkembang 3, 17, 20, 23, 28, 30, 39, 55, 61 Biro Sosial 78 BK3S 77, 82, 83 D Dinas Sosial 20, 21, 28, 31, 42, 55, 58, 77, 78, 84, 85 Dunia usaha 28, 65, 69, 72, 83 Durasi 43, 53 E Embrio 20, 21, 46, 55, 52 F Fakir miskin 31, 34, 62, 66 fasilitasi 75, 78, 82 FGD 7, 55, 58 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 89 G gelandangan 1, 27, 82 globalisasi 1, 37 Gotong Royong 18, 50 Gross National Product (GNP) 9 H HDI 9 Human Development Index 9 Human Poverty Index 9 Humanity 45, 57, 63 I Institusi sosial 11, 22 J Jaminan sosial 12, 21, 23, 41, 61 Jawa 5, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36, 78, 85 K K3S 82, 83 Kalimantan 5, 33, 78, 78 Karang Taruna 3, 77 Kawanua 36 keluarga miskin 27, 28, 38, 56, 62, 63, 71, 74 Kementerian Sosial 2, 3, 5, 13, 19, 31, 34, 58, 83 kemitraan 59, 83 kepedulian 27, 51, 53, 57, 83 kiprah 53, 57, 74, 75, 81 kontribusi 4, 5, 7, 14, 21, 23, 25, 41, 42, 49, 53, 61, 69, 82, 84 Kupang 5, 25, 36, 37, 38, 39, 55 L lanjut usia terlantar 1, 27, 29, 71 legitimasi 4, 42, 44, 53, 75 Lembaga Donor Asing 84 90 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial lembaga lokal 17, 18, 45, 61 Lembaga Swadaya Masyarakat 2, 3 luar negeri 67, 84 M Manado 5, 25, 34, 35, 36, 53, 55, 69 mandiri 16, 20,, 28, 47, 55, 60, 66, 67, 68 Metode 5, 6, 8, 10, 77, 85 Midgley 85 motivasi 48, 49, 50, 73 N nilai 10, 11, 14, 16, 17, 27, 35, 38, 39, 48, 50, 51, 52, 53 norma 14, 15, 17 O Observasi 6, 70 ODHA 1 Oikumene 55 Organisasi sosial 4, 5, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 19, 23, 25, 27, 28, 29, 31, 34, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 53, 54, 55, 56, 58, 59, 61, 63, 65, 66, 69, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 81, 82, 83 Ootonomi 37, 75, 77, 78 P PALEMBANG 25 Palembang 5, 25, 26, 27, 28, 29, 64 Partisipasi masyarakat 13, 19, 23, 25, 29, 34 PAUD 63, 65 Pekerja sek komersial 27 Pekerja Sosial Masyarakat 2 pelayanan sosial 2, 4, 11, 12, 21, 22, 23, 31, 41, 47, 56, 65, 71 pembangunan kesejahteraan sosial 2, 4, 5, 7, 10, 11, 12, 14, 21, 23, 25, 28, 29, 34, 41, 42, 49, 53, 61, 74, 81, 82, 86 Pembangunan Sosial 10, 85 pembangunan sosial 10, 11 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 91 pemberdayaan masyarakat 60 Pendidikan anak usia dini 63 pengemis 1, 27, 68 penyalahgunaan napza 1 penyandang cacat 1, 31, 34, 82 perlindungan sosial 12, 21, 23, 41 permasalahan kesejahteraan sosial 3, 5, 21, 25, 27, 67, 83 permasalahan sosial 1, 2, 3, 25, 27, 33, 34, 51, 53, 56, 57, 61, 63, 74, 82, 83 Physical Quality of Life 9 pilar-pilar partisipan 2, 4 psikotik 31, 82 PSK 27, 75 pulau 5, 26, 34, 35 R Regulasi 75 Rehabilitasi sosial 2, 12, 21, 23, 41, 63 S Sam 9, 31 Samarinda 5, 33, 34, 55, 77, 78 sarana prasarana 3, 76 Semarang 5, 25, 29, 30, 31, 53, 64, 85 Sulawesi 5, 34, 35 Sumatera 5, 25, 26 Ssumber daya manusia 1, 3, 39, 42, 47, 48, 75, 76 Surabaya 5, 25, 32, 33, 37, 53, 64, 69, 71, 77 T Taruna Siaga Bencana 3 Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat 3 Torang 35, 55 Tumbuh 2, 20, 28, 55, 63 92 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial U UEP 70 Undang-Undang Kesejahteraan Sosial 21 usaha kesejahteraan sosial 2, 13, 19, 43, 53, 59, 72, 81, 82, 83 W wanita rawan sosial ekonomi 27 WKSBM 4 WRSE 82 WTS 27 Y Yayasan 20, 31, 33, 34, 43, 48, 49, 53, 58, 66, 68, 69, 83, 71, 86 Kontribusi Organisasi Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 93