RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 merupakan survey yang berskala Nasional, sehingga untuk menganalisa tingkat propinsi perlu dilakukan suatu kajian khusus. Survei SDKI 2007 di Sulawesi Barat mengambil sampel blok sensus 40 desa dan kota, 1000 sampel rumah tangga di desa dan kota, dan pada 800 wanita pernah kawin usia 15-49 tahun. Meskipun dalam survey kali ini juga terdapat sampel pria kawin, namun tidak dibahas karena jumlah respon yang diberikan sangat kecil (n kecil) sehingga tidak bisa terhidung secara statiistik. Tujuan utama SDKI 2007 adalah untuk menyediakan data rinci mengenai fertilitas, keluarga berencana, kematian anak dan dewasa, kesehatan ibu dan anak, pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS dan penyakit penular seksual untuk pembuat kebijakan dan pengelola program. STATUS DAN PERKEMBANGAN SAAT INI 1. FERTILITAS Hasil SDKI 2007 menunjukkan bahwa angka fertilitas total (TFR) di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 3,5; ini berarti bahwa seorang wanita di Sulawesi Barat secara rata-rata mempunyai anak 3,5 orang. Pada level ini TFR Sulawesi Barat lebih tinggi dari TFR Nasional 2,6. ASFR Sulawesi Barat tertinggi terdapat pada rentang usia 20 – 24 tahun sebesar 189, yang berarti terdapat 189 kelahiran dari 1000 wanita usia 20 – 24 tahun menurut SDKI 2007. ASFR terendah terjadi pada kelompok usia 40 – 44 tahun yaitu 18 kelahiran setiap 1000 wanita usia 40 – 44 tahun. Umur perkawinan. Median kawin pertama naik dari 18,4 tahun untuk wanita kelompok umur tertua (45-49 tahun), menjadi 20,1 tahun untuk usia wanita 25-29 tahun. SDKI 2007 Sulawesi Barat menunjukkan bahwa wanita yang saat ini berusia lebih tua (45-49 tahun) menikah lebih cepat atau di umur 19 tahun kebawah, sedangkan wanita yang saat ini masih muda (25-29 tahun) menikah lebih lambat atau 20 tahun keatas. Fertilitas bervariasi menurut karakteristik wanita. Secara rata-rata, wanita melahirkan satu orang anak atau kurang sebelum usia 20 tahun. Selain itu dua anak pada usia 25 – 29 tahun, dan tertinggi sekitar empat anak pada wanita berumur 40 – 49 tahun. Rata-rata anak lahir hidup lebih tinggi untuk wanita kawin dibanding untuk seluruh wanita (3,04 berbanding 2,11 anak). Perbedaan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan antara wanita keseluruhan dengan wanita kawin disebabkan oleh besarnya proporsi wanita muda yang belum kawin yang menunjukkan fertilitas lebih rendah. Selang kelahiran. Sekitar sembilan persen kelahiran terjadi dengan jarak 18 bulan dan 10 persen mempunyai selang kelahiran kurang dari dua tahun. Dua puluh tujuh persen kelahiran terjadi dengan selang kelahiran 2435 bulan setelah kelahiran sebelumnya, dan 53 persen terjadi dengan selang paling sedikit tiga tahun. Secara umum, median selang kelahiran adalah 37,7 bulan. Median selang kelahiran tampak lebih pendek pada usia muda dibandingkan dengan di kalangan wanita tua. Umur saat melahirkan anak pertama. Wanita cenderung mulai mempunyai anak pada umur yang lebih tua. Median umur melahirkan anak pertama naik dari 20,4 tahun untuk wanita umur 45-49 tahun menjadi 21,7 tahun untuk wanita umur 25-29 tahun. Umur wanita melahirkan pertama turut dipengaruhi oleh karakteristik tempat tinggal, pendidikan dan indeks kekayaan. Wanita di daerah perkotaan mulai melahirkan anak pertama pada umur 21,6 tahun, enam bulan lebih tua dibandingkan dengan wanita di daerah perdesaan (21,1 tahun). Umur melahirkan anak pertama naik dari 19,8 tahun untuk wanita tidak sekolah menjadi 20,8 tahun untuk wanita dengan pendidikan tidak tamat SMTA. Selanjutnya, median melahirkan anak pertama untuk wanita umur 25-49 tahun di kuantil kekayaan teratas adalah 22,1 tahun dan untuk wanita di kuantil kekayaan terbawah adalah 20,4 tahun. 2. PEMAKAIAN KONTRASEPSI Pengetahuan cara/alat KB. Pengetahuan tentang alat/cara KB sudah menyebar luas di kalangan wanita dan pria. Hampir semua wanita pernah kawin dan berstatus kawin mengetahui paling sedikit satu alat/cara KB. Alat/cara KB yang paling populer adalah suntikan dan pil, diikuti dengan Susuk KB. Alat/cara KB yang kurang dikenal wanita adalah metode amenore laktasi (MAL) dan diafragma. Pemakaian kontrasepsi menurut metode. Suntikan merupakan alat kontrasepsi yang paling banyak dipakai oleh wanita pernah kawin maupun wanita berstatus kawin, diikuti oleh pil KB. Perbedaan dalam pemakaian kontrasepsi. Pemakaian kontrasepsi berdasarkan umur memiliki pola yang bervariasi. Wanita muda dan wanita yang lebih tua pada kelompok wanita yang pernah kawin dan berstatus kawin memiliki kecenderungan untuk menggunakan cara KB suntikan, pil, dan susuk KB dalam pengaturan kelahiran. Metode jangka panjang seperti IUD dan sterilisasi wanita belum banyak digunakan oleh wanita pernah kawin dan berstatus kawin pada seluruh usia. Pemakaian suatu cara maupun alat kontrasepsi di daerah perdesaan lebih tinggi daripada di daerah perkotaan. Pada jenis kontrasepsi yang digunakan, pemakaian suntik dan pil lebih banyak di desa dan kondom relatif lebih tinggi di perkotaan. Pemakaian kontrasepsi meningkat seiring dengan tingkat pendidikan responden, wanita berstatus kawin yang tidak sekolah menggunakan cara kontrasepsi modern dan meningkat hingga jenjang pendidikan berpendidikan tamat SMTA keatas. Sumber perolehan informasi dan alat/cara KB. Sektor swasta sedikit lebih tinggi daripada sektor pemerintah dalam memberitahukan sumber pelayanan. Wanita yang tinggal di daerah perkotaan mendapatkan informasi lebih baik dari pada wanita pedesaan. Pemakai kontrasepsi modern yang berpendidikan lebih tinggi lebih banyak memperoleh informasi mengenai efek samping atau masalah dari metode yang digunakan, tindakan perlu diambil jika mengalami efek samping, dan metode lain yang dapat digunakan dibandiingkan dengan wanita yang berpendidikan lebih rendah. Pola serupa juga terlihat pada indeks kekayaan wanita. Sumber pelayanan. Pemakai kontrasepsi jauh lebih banyak yang memanfaatkan jasa pelayanan sektor swasta daripada pemerintah. Di antara sumber pelayanan swasta, perawat/bidan atau bidan desa merupakan sumber yang paling umum dilaporkan. Sementara itu, diantara seluruh sumber pelayanan KB pemerintah yang ada, puskesmas merupakan sumber pemberi pelayanan alat/cara KB tebanyak. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi. Total kebutuhan KB yang tidak terpenuhi di Provinsi Sulawesi Barat adalah 17 persen, terdiri dari 12 persen untuk penjarangan kelahiran dan dan 5 persen untuk pembatasan kelahiran. Secara keseluruhan, jumlah wanita yang ingin berKB sebesar 63 persen. Adapun 72 persen merasa puas dengan pelayanan KB yang diterimanya. Penggunaan metode kontrasepsi memiliki alasan yang beragam. Wanita muda cenderung untuk menjarangkan kelahiran, sedangkan wanita tua cenderung membatasi kelahiran. Pola kebutuhan untuk berKB menurut umur dapat digambarkan seperti kurva yang berbentuk U terbalik; yaitu rendah pada kelompok umur 15-19 tahun (55 persen) dan pada wanita dengan kelompok umur 45-49 tahun (26 persen), dan tertinggi pada usia 3539 tahun (77 persen). Persentase kebutuhan KB yang terpenuhi dan merasa puas mempunyai hubungan yang cukup erat (searah) dengan pendidikan, kisarannya mulai 68 persen pada wanita tidak sekolah dan 73 persen pada wanita tidak tamat SD, sampai 79 persen pada wanita dengan pendidikan tamat SMTA ke atas. Kemandirian KB. Satu indikator dari keinginan untuk memakai KB adalah tingkat kemandirian, diukur berdasarkan proporsi pemakai alat/cara KB yang membayar untuk pelayanan yang mereka peroleh. Sebesar 33 persen dari seluruh peserta KB memperoleh cara atau alat KB dari tempat-tempat pelayanan yang disediakan oleh pemerintah dan sebagian besar dari mereka (28 persen) membayar. Lima puluh enam persen peserta KB memperoleh pelayanan dari tempattempat pelayanan swasta, dan sebagian dari mereka (52 persen) membayar. Sekitar satu dari sepuluh orang memperoleh pelayanan KB dari tempat lain di luar dari tempat pelayanan pemerintah maupun swasta seperti Pusat Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan toko obat. Hampir semua pemakai kontrasepsi ini juga membayar baik untuk alat maupun pelayanannya. Secara keseluruhan, 90 persen peserta KB membayar untuk memperoleh metode kontrasepsi mereka. 3. KESEHATAN REPRODUKSI Pemeriksaan kehamilan. Hasil SDKI Provinsi Sulawei Barat menunjukkan 92 persen wanita mendapatkan pemeriksaan dari tenaga professional selama kehamilannya. Sedangkan yang mendapat pemeriksaan dari tenaga non medis sebesar dua persen, dan wanita yang tidak memeriksakan kehamilannya sebesar 12 persen. Hanya 38 persen ibu memenuhi jadual yang dianjurkan pemerintah, yaitu paling sedikit sekali di trimester pertama, sekali di trimester kedua, dan dua kali di trimester ketiga. Lebih dari enam diantara 10 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan empat kali atau lebih selama kehamilannya. Bila dilihat menurut daerah, persentase ibu hamil di daerah perkotaan (87 persen) memeriksakan kehamian lebih tinggi dibandingkan ibu di daerah perdesaan (56 persen). Dua dari empat ibu hamil mendapat pemeriksaan kehamilan pertama pada kehamilan trimester pertama. Median ibu hamil tersebut memeriksakan kehamilannya pada umur kehamilan 3,7 bulan dan dilakukan pada ibu hamil yang bertempat tinggal di desa maupun di kota. Penolong persalinan. Persalinan yang ditolong oleh tanga medis bervariasi menurut umur ibu. Cakupan persalianan yang ditolong tenaga medis meningkat sesuai dengan tingkat pendidikan ibu. Persalinan yang ditolong oleh tenaga medis berkaitan dengan umur ibu saat melahirkan, meningkat pada usia 20-34 tahun (46 persen) dan sedikit menurun saat usia melahirkan ibu 35-49 tahun (45 persen). Hal yang sama juga terjadi pada tingkat status ekonomi ibu, dimana tingkat kekayaan terendah hingga menengah atas terus meningkat ( 26 persen menjadi 94 persen) lalu turun menjadi 82 persen pada ibu dengan tingkat kekayaan teratas. Selain itu, persentase persalinan yang ditolong oleh tanaga medis menurun dengan naiknya urutan kelahiran. Ibu yang tinggal di daerah pekotaan memiliki kecenderungan untuk memperoleh pertolongan persalinan oleh tenaga medis dibandingkan dengan ibu yang tinggal di daerah perdesaan (65 persen berbanding 39 persen). Perawatan masa nifas. Ibu yang kurang mendapatkan perawatan nifas umumnya terjadi pada ibu yang lebih tua, kelahiran anak yang ke-enam atau lebih, ibu yang tinggal di perdesaan, serta ibu dengan pendidikan dan status ekonomi yang lebih rendah. Cakupan perawatan masa nifas meningkat seiring dengan tingkat pendidikan dan status kekayaan. 4. PEMBERIAN AIR SUSU IBU Persentase pemberian ASI pada anak di Sulawesi Barat cukup tinggi. Sebesar 94 persen anak yang dilahirkan lima tahun sebelum survei mendapatkan ASI setiap saat. Empat puluh persen disusui dalam satu jam setelah kelahiran, dan 54 persen disusui dalam satu hari setelah kelahiran. Empat puluh sembilan persen anak yang dilahirkan mendapatkan pralaktasi selain ASI pada tiga hari pertama kehidupan. Hasil SDKI menunjukkan bahwa pemberian ASI kepada anak lebih sering dilakukan oleh ibu yang tinggal di daerah perdesaan, pendidikan lebih rendah, pertolongan persalinan secara tradisional dan pada ibu dengan indeks kekayaan yang rendah. 5. KEMATIAN BAYI DAN ANAK Angka kematian balita telah turun sebesar 21 persen, dari 115 kematian per 1000 kelahiran pada 10-14 tahun sebelum survei menjadi 91 kematian per 1000 kelahiran pada 0-4 tahun sebelum survei. Kematian bayi merupakan bagian terbesar dari kematian, namun seiring waktu jumlah kematian bayi turun secara signifikan, dimana angka kematian bayi sebanyak 88 kematian setiap 1000 kelahiran pada 10 – 14 tahun sebelum survei turun menjadi 67 kematian setiap 1000 kelahiran pada 0 – 4 tahun sebelum survei. Kematian post-neonatum juga menunjukkan penurunan yang cepat (47 persen). Akbiatnya, sebagian besar kematian bayi sekarang ini terjadi pada bulan pertama kehidupan (neonatum). Terjadi penurunan angka kematian neonatum, kematian post-neonatum, kematian bayi, kematian anak dan kematian balita dari nol sampai dengan 15 tahun sebelum survei. Penurunan angka kematian anak, bayi dan balita terjadi dari 10-14 tahun hingga 0-4 tahun sebelum survey, meskipun terdapat sedikit kenaikan angka kematian neonatum (41 kematian setiap 1000 kelahiran) dari 1014 tahun sebelum survei hingga angka kematian neonatum 0-4 tahun sebelum survei (42 kematian setiap 1000 kelahiran). Angka kematian bayi dan anak berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan dan status ekonomi ibu. Semakin tinggi pendidikan dan status ekonomi ibu maka kematian anak dan bayi semakin rendah. 6. KEPEDULIAN TERHADAP HIV/AIDS DAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL LAINNYA Pengetahuan tentang HIV/AIDS. Menurut hasil survey, 42 persen wanita pernah kawin pernah mendengar tentang AIDS. Wanita di perkotaan (65 persen) lebih mendengar tentang AIDS daripada mereka yang tinggal di perdesaan (38 persen). Demikian juga pada tingkat pendidikan wanita, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan wanita diikuti dengan semakin tingginya pengetahuan mereka tentang AIDS. Hal yang serupa juga berlaku pada status kekayaan wanita, semakin tinggi status kekayaan maka semakin tinggi pula persentase wanita yang pernah mendengar tentang AIDS. Sumber infirmasi HIV/AIDS. Sumber informasi tentang HIV/AIDS yang paling biasa dikemukakan oleh wanita yang pernah mendengar tentang HIV/AIDS, adalah: televisi 80 persen, radio 31 persen, koran atau majalah 27 persen dan teman atau keluarga 23 persen. Persentase wanita yang pernah mendengar tentang AIDS dari televisi lebih tinggi bagi wanita yang tingggal di daerah perkotaan (83 persen) dibandingkan wanita yang tinggal di daerah perdesaan (79 persen), dan pola yang sama juga terdapat pada sumber informasi tentang AIDS dari teman atau keluarga (perkotaan 34 persen dan perdesaan 19 persen). Radio yang menjadi sumber informasi AIDS lebih besar ditemukan pada wanita yang bertempat tinggal di perdesaan (36 persen) dibandingkan wanita yang tinggal di daerah perkotaan (17 persen). Pengetahuan tentang menghindari HIV/AIDS. Hasil survei menunjukkan sebesar 19 persen wanita pernah kawin mengetahui penggunaan kondom sebagai cara mengurangi risiko terkena AIDS. Pengetahuan tentang penggunaan kondom secara umum lebih tinggi di perkotaan, pada pendidikan dan indeks kekayaan lebih tinggi. Cara lain yang dilakukan untuk menghindari penularan HIV/AIDS adalah hanya melakukan hubungan dengan satu pasangan yang tidak terinfeksi HIV/AIDS. Pengetahuan tentang membatasi hubungan seksual hanya pada satu pasangan lebih tinggi di perkotaan serta pada pendidikan dan indeks kekayaan lebih tinggi. Cara lain yang diungkapkan adalah dengan berpantang hubungan seksual. Pada wanita kelompok umur 20-39 tahun mengetahui cara pencegahan HIV lebih baik dibandingkan pada rentang umur lain. Secara umum, pengetahuan tentang cara pencegahan HIV semakin baik pada wanita dengan tingkat pendidikan dan indeks kekayaan lebih tinggi. Pengetahuan tentang penularan HIV dari ibu ke anak. Dua puluh dua persen wanita perah kawin mengetahui bahwa HIV dapat ditularkan saat hamil, 17 persen mengetahui bahwa HIV dapat ditularkan dari ibu ke anak saat melahirkan, 19 persen mengetahui bahwa HIV dapat ditularkan saat meyusui. Pengetahuan tentang Infeksi Menular Seksual lainnya (IMS). Infeksi menular seksual diidefinisi sebagai faktor yang berhubungan dengan penularan HIV. Sebesar 12 persen wanita pernah kawin mengatakan pernah mendengar tentang IMS. Persentase yang pernah mendengar tentang IMS lebih tinggi di perkotaan dan meningkat seiring dengan meningkatnya pendidikan dan status kekayaan. Di Sulawesi Barat, hampir semua wanita yang pernah kawin, baik yang mengecap pendidikan maupun yang tidak, memiliki persentase pengetahuan yang rendah tentang IMS.