PENGEMBANGN MODAL SOSIAL BAGI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA Abstrak Siti Irene Astuti Dwiningrum Rukiyati Fakultas Ilmu Pendidikan Univeristas Negeri Yogyakarta [email protected] Krisis karakter banga berdampak pada melemahnya identitas budaya bangsa. Modal sosial diperlukan untuk membangun kekuatan bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan global. Modal sosial sebagai energi kolektif harus dipertimbangkan kembali oleh masyarakat sebagai kekuatansosial-budayayang mampu untuk menguatkan karakter bangsa. Unsur-unsur modal sosial berperan dalam proses pendidikan karakter dalam keluarga, sekolah dan masyarakatyang secara sintergis dapat membangun kembali karakter bangsadengan bridging social capital, sehingga tujuan dan fungsi pendidikan karakter dapat tercapai lebih optimal. Penelitian unggulan menjawab dua masalah pokok yakni 1) Bagaimana pengembangan modal sosial bagi pendidikan karakter bangsa?; 2) Bagaimana desain buku panduan untuk mengembangkan modal sosial pendidikan karakter bangsa? Penelitian ini dilakukan pada warga masyarakat kecamatan Mantrijeron Yogyakarta. Sampel penelitian adalah warga masyarakat yang berasal dari latarbelakangsosial-ekonomi yang beragam. Disain penelitian Research and Development untuk menghasilkan buku panduan untuk mengembangkan modal sosial dalam pendidikan karakter. Analisis data digunakan adalah analisis “mixed method”, analisis kuantitatif menggunakan statistik deskriptif, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk data-data kualitatif. Pada makalah ini akan dipaparkan hasil analisis data pada tahun pertama, khususnya tahap pertama R&D bahwa pertama, pengembangan modal sosial dapat digunakan untuk pendidikan karakter bangsa pada masyarakat, dibuktikan dari hasil pemetaan modal sosial bahwa masyarakat memiliki modal sosial dan memiliki nilai-nilai karakter yang melekat dalam pribadi warga masyarakat yang diperlukan untuk membangun karakter bangsa. Kedua. Buku panduan tentang pengembangan modal sosial dalam pendidikan karakter bangsa yang terdiri dari enam tema antara lain : Profil Orang Berkarakter, Belajar dari Tokoh Masyarakat Yang Berkarakter, Rumah Berkarakter, Mengenal Eksitensi Diri sebagai Orang Berkarakter Dengan “Sungai Kehidupan”, Problem Penguatan Modal Sosial Dalam Membentuk Karakter Bangsa, Membangun Kehidupan Masyarakat Yang Berkarakter dengan Nilai Kejujuran dapat digunakan sebagai pegangan warga masyarakat dalam membangun karakter bangsa, tetapi masih perlu ada penyempurnaan. Key word : modal sosial, karakter 1 I. Pendahuluan Krisis karakter membutuhkan respon proaktif masyarakat. Masyarakat dalam menghadapi tantangan global masyarakat cenderung mengalami krisis yang mengarah pada kehancuran. Sebagaimana dijelaskan oleh Thomas Lickona bahwa kehidupan yang mengarah pada kehancuran ditandai oleh (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri (penggunaan narkoba, alkohol, dan sex bebas), (5) semakin kaburnya pedoman moral dan buruk, (6) menurunya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga masyarakat. (9) membudayanya ketidak jujuran, dan (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama (dikutip Masnur Muslich, 2011:35). Kehancuran masyarakat tersebut mulai menjadi fenomena di Indonesia, dan juga beberapa negara di dunia. Sebagai dampak dari kehancuran sosial tersebut memicu terjadinya krisis karakter yang bersifat multidimensional. Krisis karakter merupakan fenomena sosial yang terjadi pada masyarakat. Banyak faktor yang menyebabkan krisis karakter terjadi seiring dengan perubahan masyarakat. Bagi Indonesa krisis karakter sebagaimana dijelaskan oleh Gede Raka (2007:4-6 sebagaimana dikutip Siti Irene Astuti D. 2010:51) , antara lain: a) Terlena oleh Sumber Masalah pertama, merasa bahwa persediaan sumberdaya alam identik dengan kekayaan. Padahal untuk mengubahnya menjadi kekayaan sumber daya alam ini harus diolah melalui proses yang memerlukan kecerdasan manusia. Artinya: tanpa diintervensi kecerdasan manusia sumber daya tetap tidak mempunyai nilai atau nilainya sangat rendah, bahkan bisa menjadi sumber malapetaka; b) Pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik. Ukuran keberhasilan pembangunan yang kita banggakan pun sebagian besar lebih bersifat fisik yang mengabaikan pengembangan modal yang bukan bersifat fisik, atau modal yang terwujud atau modal maya, seperti tingkat kecerdasan bangsa, pembangunan karakter bangsa, yang justru menjadi tumpuan utama kemajuan ekonomi bangsa-bangsa lain di dunia; c) Surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme “overdoses. Kecenderungan yang terlalu mengedepankan keberhasilan ekonomi (jangka pendek) telah membuat sebagian dari masyarakat terperangkap dalam pragmatisme yang overdoses, dan kemudian terjebak dalam sikap atau perilaku ‘tujuan menghalalkan segala cara’. Idealisme saat itu tidak penting, bahkan sering menjadi bahan cemoohan. Ini adalah era di mana banyak orang percaya bahwa orang jujur tidak bisa maju secara ekonomik; d) Kurang berhasil belajar dari pengalaman 2 bangsa sendiri. Upaya untuk mengatasi krisis karakter menjadi tanggung jawab warga masyarakat dalam era globalisasi. Problem sosial budaya pada masyarakat global terjadi dipicu oleh perkembangan teknologi infomasi, sehingga efek perubahan berjalan lebih cepat dan menyebar dalam kehidupan bermasyarakat. Disorganisasi sosial, bahkan konflik sosial menjadi fenomena sosial yang terjadi di dalam negara dan antar negara di era global. Energi sosial yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan bangsa. Peran pendidikan diharapkan mempunyai kekuatan untuk membangun kembali nilai-nilai sosial-budaya yang mampu mengatur kembali berbagai kepentingan sosial. Dalam hal ini, pendidikan diharapkan menjadi kekuatan sosial dalam mengatasi krisis karakter yang disebabkan oleh disorganisasi sosial. Pendidikan karakter diharapkan mengatasi krisis karakter yang terjadi pada masyarakat global. Pendidikan karakter diharapkan berperan dalam mengembangkan potensi manusia secara optimal. Pendidikan karakter diharapkan mengembangkan pola pikir dan perilaku siswa yang bertanggung jawab dalam menjalankan peran sosial di keluarga, masyarakat dan warga negara. Pendidikan karakter haruslah dilakukan dengan pendekatan holistik dan kontekstual agar hasilnya maksimal. Sebagaimana dijelaskan oleh Siti Irene Astuti Dwiningrum (2011:52 ) bahwa masalah krisis karakter sudah bersifat struktural, maka pendidikan karakter harus dilakukan secara holistik dan kontekstual. Secara struktural artinya membangun karakter bangsa Indonesia dimulai dari keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Adapun model yang dikembangkan adalah usaha untuk melakukan pendidikan karakter secara holistik yang melibatkan aspek “knowledge, felling, loving, dan acting” (Ratna,2005:2). Sedangkan aspek kontekstual terkait dengan nilai-nilai pokok yang diperlukan untuk membentuk kekuatan karakter bangsa mulai diinternalisasikan pada semua tataran nasyarakat. Dengan pendekatan yang holistik dan kontesktual dapat membentuk orang-orang yang berkarakter dalam semua tataran kehidupan. Pendidikan karakter harus memperhatikan pendekatan sosial-budaya, karena proses krisis yang sudah terjadi dalam level kehidupan masyarakat. Pendidikan karakter memerlukan dukungan sosial yang kuat agar hasilnya lebih optimal. Salah satu aspek penting dalam pendekatan sosial-budaya adalah mengkaji kekuatan modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Modal sosial merupakan unsur penting yang diharapkan mampu membantu untuk mengatasi masalah krisis karakter dalam perspektif sosial-budaya. Modal sosial ada dalam kehidupan sosial, tetapi kekuatan modal sosial tidak sama dalam setiap level kehidupan masyarakat./Modal sosial dapat dipetakan kembali sebagai energi kolektif yang mampu 3 menggerakkan partisispasi masyarakat dalam membangun kesadaran akan kehidupan berbangsa dan bernegara di era global. Modal sosial dapat dikuatkan kembali dalam pendidikan di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat dengan menguatkan unsur-unsur pokok modal sosial dengan membangun sinergisitas sosialnya. Dalam makalah ini akan dipaparkan dua hal pokok yakni bagaimana modal sosial dapat berperan dalam pendidikan karakter bangsa ? II. Pembahasan Kajian Pustaka Dalam kehidupan masyarakat ada kecenderungan yang sangat kuat yakni peran modal sosial mulai melemah. Padahal modal sosial merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Modal sosial mulai menjadi kajian yang menarik, karena modal sosial adalah sumberdaya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumberdaya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumberdaya (resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan, dan diinvestasikan. Sumberdaya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Dimensi modal sosial cukup luas dan kompleks. Modal sosial berbeda dengan istilah populer lainnya, yaitu modal manusia (human capital). Pada modal manusia segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Pada modal sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan antarindividu dalam suatu kelompok dan antarkelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan antarsesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok. Modal sosial mempunyai peran penting dalam membangun karakter bangsa, karena karakter bangsa ditentukan oleh eksistensi negara dalam menjaga identitas budaya. Keyakinan masyarakat bahwa identitas budaya mempunyai peran penting sangat ditentukan oleh kemampuan masyarakatnya dalam menjaga modal sosialnya. Hal ini senada dengan analisis yang dikembangkan oleh James Coleman yang didiskusikan lebih lanjut Pierre Bourdieu dan dipopulerkan Robert Putnam. Menurut James Coleman (1990), atas hasil studinya tentang pemuda dan pendidikan (youth and schooling) mendefinisikan konsep modal sosial sebagai varian entitas, terdiri dari beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan dari para pelakunya, apakah dalam bentuk personal atau korporasi dalam suatu struktur sosial. Modal sosial menurutnya inheren dalam struktur relasi antarindividu. Struktur relasi dan jaringan inilah yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan 4 iklim saling percaya, membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma dan sangsi sosial bagi para anggotanya (Hauberer, 2011:249). Analisis Coleman, membuktikan bahwa peran modal sosial sangat penting dalam membangun relasi sosial yang sangat kuat dalam struktur sosial. Modal sosial dibutuhkan dalam membentuk identitas budaya bangsa. Dalam realitasnya, identitas budaya bangsa mulai tergeser dengan budaya global yang menggambarkan nilai-nilai yang bersifat universal. Karena globalisasi ditandai dengan proses meningkatnya saling ketergantungan ekonomi, kultural, lingkungan, sosial dan lingkungan lintas negara yang bebas, serta munculnya kecenderungan bentuk dan proses homogenisasi, hibridisasi dan diferensiasi kultur (nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan perilaku masyarakat) global (Zamroni, 2011). Sebagai dampak globalisasi maka identitas budaya yang mencerminkan refleksi diri atau self-image yang tiap diturunkan dari keluarga kita, gender, budaya, etnik, dan proses sosialisasi individual” (Ting-Toomey) semakin tidak kuat, bahkan ada kecenderungan melebur dalam budaya global. Hal ini akan cenderung berdampak pada melemahnya karakter bangsa. Artinya, krisis karakter bangsa cenderung disebabkan oleh melemah dan hilangnya identitas budaya bangsa. Identitas budaya bangsa yang melemah menjadi fenomena sosial, yang disebabkan oleh pergeseran peran lembaga sosial dan pendidikan dalam menjalankan fungsi sosialnya. Identitas budaya biasanya terbentuk melalui tiga level yakni personal yang menggambarkan bahwa dalam diri individu ada sesuatu yang unik; level relasional yang menggambarkan hubungan kita dengan orang lain; level budaya-sosial yang menggambarkan komunitas berskala besar seperti bangsa, etnik, gender, agama atau afiliasi politik (Hall, 2011). Proses pembentukan identitas budaya banyak menghadapi kendala, karena konflik nilai terus terjadi dalam masyarakat global. Analisis tentang identitas budaya bangsa lebih difokuskan pada level ketiga yakni level komunitas, karena terkait dengan pembetukan karakter bangsa, tetapi dalam prosesnya relasi antara pembentukan identitas personal dan relasional tak dapat dipisahkan justru dikuatkan dengan adanya modal sosial. Pendidikan karakter hasilnya ditentukan oleh proses sosialisasi yang sangat dinamis dalam tatanan individu, keluarga dan masyarakat. Dalam konteks kehidupan masyarakat yang terjadi lebih kompleks karena banyak varian yang akan berpengaruh dalam proses interaksi sosial dalam pendidikan karakter. Dalam prakteknya banyak strategi dan progam yang dipilih untuk proses pendidikan karakter pada semua level pendidikan, seperti halnya dengan 5 learning experiences, structured learning experiences, persistence life situation dst. Namun demikian, variasi dalam proses pendidikan tetap ditentukan oleh peran modal sosial. Modal sosial diperlukan dalam proses pendidikan karakter karena interaksi sosial membutuhkan energi sosial sehingga tujuan pendidikan karakter dapat berhasil optimal dalam skala makro maupun mikro. Modal sosial yang dibutuhkan dalam pendidikan karakter dengan mengembangkan unsur-unsur pokok dalam modal sosial haruslah dipahami oleh seluruh warga masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh Nan Lin tentang konsep modal sosial dalam kaitannya dengan berbagai aspek penting dalam kehidupan manusia. Menurut Nan Lin , modal sosial berakar dalam jaringan sosial dan hubungan sosial dan dipahami sebagai sumber daya tertanam dalam struktur sosial yang diakses dan / atau dimobilisasi dalam tindakan yang bertujuan. Dengan demikian, modal sosial mengandung tiga komponen: struktur, kesempatan (aksesibilitas melalui jaringan sosial), dan tindakan (Lin, 2004: 40 dikutip Siti Irene Astuti D, 2011). Dalam konteks pendidikan karakter, maka modal sosial diperlukan dalam mengembangkan struktur masyarakat yang mengembangkan jaringan sosial dalam membentuk perilaku berkarakter. Nan Lin menjelaskan bahwa aktor akses ke modal sosial, melalui interaksi, untuk mempromosikan tindakan purposif. Dengan demikian, sifat sumber daya tertanam diakses dalam interaksi menjadi penting dalam analisis tindakan purposif dan pola interaksi sosial. Hal ini dapat menghadirkan hipotesis dalam tipologi tindakan dan interaksi. Dua jenis interaksi relatif yakni homophilous, di mana mitra berbagi sumber daya yang sama, dan interaksi heterophilous, di mana mitra berbagi sumber daya yang berbeda. (Lin, 2004:48 dikutip Siti Irene Astuti Dwiningrum ,2011). Modal sosial dalam proses pendidikan karakter dapat tejadi dalam interaksi yang bersifat homophilious dan heterophilous. Perbedaan tersebut akan membawa efektivitas untuk mencapai tujuan pendidikan karakter. Di samping itu, sifat interaksi sosial akan berpengaruh terhadap kekuatan unsur-unsur modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Selain unsur pembentuk utama tersebut juga ada unsur pembentuk lain dari modal sosial yang juga tidak kalah penting peranannya. Unsur-unsur ini dapat dikatakan sebagai syarat kecukupan (sufficiency condition) dari terbentuk atau terbangunnya kekuatan modal sosial di suatu masyarakat. Adapun unsur-unsur yang dimaksudkan adalah (Hasbullah, 2006: 9-16 dikutip Siti Irene Astuti Dwingrum, 2012): (a) partisipasi dalam jaringan sosial (participation and social net work), (b) saling tukar kebaikan (resiprocity), (c) saling percaya (trust), (d) norma sosial (social norm), (e) nilai-nilai sosial, dan (d) tindakan yang proaktif. Pemetaan modal sosial yng terkait dengan unsur modal sosial. Analisis terhadap peran modal sosial 6 dibangun berdasarkan analisis obyektif dan kiritis. Berdasarkan analisis karakter dan unsurunsur modal sosial, maka peran modal sosial dalam dalam pendidikan karakter dapat dideskripsikan sebagai berikut: Tabel 1. Peran Modal Sosial Dalam Pendidikan Karakter Unsur modal sosial Nilai-nilai sosial (social values) Norma sosial (social norm), Partisipasi dalam jaringan sosial (participation and social net work), Saling tukar kebaikan (resiprocity), Kepercayaan (trust) Tindakan yang proaktif Pendidikan Karakter (Sekolah, Keluarga, Masyarakat) Pendidikan karakter sangat membutuhkan nilai-nilai karakter yang dianggap benar dan penting oleh semua warga masyarakat. Nilai-nilai yang dipilih dalam pendidikan karakter mempunyai peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi aturan-aturan (the rules of conducts), dan aturan-aturan bertingkah laku (the rules of behaviour), yang ditujukan untuk membentuk pola-pola kultural (cultural pattern) sebagai bentuk dari identitas budaya bangsa. Pendidikan karakter membutuhkan norma sosial yang sangat berperan dalam mengontrol perilaku berkarakter yang tumbuh di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Norma sosial dibutuhkan untuk merangsang berlangsungnya kohesitas sosial yang dibutuhkan dalam pendidikan karakter lebih kuat. Pendidikan karakter memerlukan kapasitas sosial yang mampu membangun asosiasi dan jaringan sosial yang mampu membentuk pola hubungan yang sinergis antara keluarga, sekolah dan masyarakat dengan mengembangkan prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban (civility) untuk mencapai tujuan pendidikan karakter. Pendidikan karakter memerlukan pola resiprokal yang dibangun oleh tingkat kepedulian sosial yang tinggi, saling membantu dan saling memperhatikan pada relasi sosial yang terjadi dalam keluarga, sekolah dan masyarakat agar fungsi pendidikan karakter dapat membangun karakter bangsa. Pendidikan karaker sangat membutuhkan rasa percaya (mempercayai) dalam proses interaksi sosialnya dalam tingkatan individual, tingkatan relasi sosial dan tingkatan sistem sosial. Hubungan sosial yang dibangun berdasarkan pada pola tindakan yang saling mendukung untuk tujuan membangun karakter bangsa. Pendidikan karakter sangat ditentukan oleh keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk berpartisipasi dan terlibat dalam semua proses pendidikan. Perilaku proaktif menentukan keberhasilan dalam proses pendidikan karakter karena didalam perilaku proaktif terkandung semangat keaktifan dan kepedulian yang kuat untuk selalu menggali informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan ide, pengetahuan, dan beragam inisiatif dari tingkatan individu, tingkatan kelompok untuk tujuan membentuk karakter bangsa yang kuat dan kokoh dan mengatasi masalah dalam proses pendidikan karakter. Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa dalam proses pendidikan karakter ada kecenderungan membutuhkan modal sosial. Demikian halnya, antar unsur modal satu dengan yang lainnya saling terkait. Dengan memahami unsur pokok modal sosial yang diperlukan dalam pendidikan karakter, maka proses pendidikan karakter tidak hanya terfokus penentuan pada nilai-nilai karakter saja, tetapi yang lebih penting adalah menguatkan modal sosial pada semua level masyarakat, sehingga interaksi sosial yang terjadi dalam proses pendidikan 7 karakter dapat berjalan lebih optimal dalam merealisasikan tujuan pendidikan karakter (Sahid Hamid Hasan dkk,2010:7): mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik; mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilainilai universal dan tradisi budaya; menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan; mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan. Tujuan pendidikan karakter sampai hari ini masih belum berhasil diwujudkan dengan maksimal. Oleh karena itu, proses pendidikan karakter harus terus berlangsung secara dinamis, berkelanjutan dan berkesinambungan dalam diri individu, bergerak dalam kehidupan sosial. Sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai karakter terus dilakukan oleh keluarga, sekolah dan masyarakat sesuai dengan kekuatan modal sosialnya. Dalam hal ini dimensi bonding social capital dan bridging social capital tak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan karakter. Bonding social capital cenderung memiliki kekuatan dan kebaikan dalam menjalin kerjasama antar anggota dalam suatu kelompok tertentu, melakukan interaksi sosial timbal balik antar individu (guru, siswa, orangtua) dan dalam rangka memobilisasi para anggota dalam konteks solidaritas sosial untuk membangun kesadaran kritis tentang krisis karakter. Di sisi lain, bridging social capital dapat menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan karakter yang dapat diterima secara universal (Hasbullah, 2006:31). Dalam konteks pendidikan karakter akan berhasil dengan baik jika bridging social capital yang dalam gerakannya lebih memberi tekanan pada dimensi “fight for” yaitu mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok atau problem yang terkait dengan upaya mengatasi krisis karakter lebih diupayakan oleh semua level masyarakat, sehingga efek positip dari penguatan modal sosial benar-benar lebih dirasakan oleh semua anggota masyarakat yang sama-sama sedang berjuang dalam membangun karakter bangsa. Sedangkan dalam bonding socail capital jiwa gerakan terkadang tidak jelas, karena diwarnai oleh semangat “fight againts” yang besifat memberi perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya simbol dan kepercayaankepercayaan tradisional oleh kelompok. Pada kelompok ini, perilaku yang dominan adalah sekedar sense of solidarity (solidarity making). Untuk itulah, dalam pendidikan karakter perlu dibangun bridging social capital, karena dinilai modal sosial yang menjembatani mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat (Hasbullah, 8 2006: 32). Hal ini sangat penting, karena proses pendidikan karakter dengan bridging dapat dibentuk keterbukaan, memiliki jaringan yang fleksibel, toleran, memungkinkan untuk memiliki alternatif jawaban dan penyelesaian masalah krisis karakter, akomodatif , cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanistik, dan universal dalam mengembangkan strategi pendidikan karakter. Kerangka Berpikir Krisis karakter bangsa masih terus terjadi dalam kehidupan masyarakat global.. Krisis karakter bersifat struktural dan kultural. Secara struktural krisis sudah terjadi pada seluruh level kehidupan masyarakat, dan secara kultural ditandai dengan melemahnya nilai-nilai yang sangat dibutuhkan dalam membangun karakter bangsa. Krisis karakter membutuhkan pendidikan karakter yang dilakukan oleh seluruh level kehidupan masyarakat Nilai-nilai yang diperlukan dalam pendidikan karakter ditentukan secara kontektual sesuai dengan kondisi peserta didik maupun warga masyarakat Penguatan tentang nilai-nilai karakter dalam kehidupan masyarakat sangat penting bagi proses pembangunan karakter bangsa. Kesadaran tentang adanya nilai-nilai karakter yang masih melekat dalam kehidupan masyakarat sebagai modal penting untuk mengatasi krisis karakter bangsa. Nilai-nilai karakter yang kuat menjadi landasan normatif yang dibutuhkan untuk membangun fondasi pembangunan bangsa yang berkarkter. Nilai-nilai karakter diperlukan untuk mendidik warga masyarakat untuk mengembangkan pribadi yang berkarakter. . Pembangunan karakter bangsa ditentukan oleh proses pendidikan karakter pada semua unsur masyarakat Pendidikan karakter akan berhasil dengan optimal jika didukung oleh kekuatan modal sosial. Modal sosial sebagai energi sosial dapat menggerakan seluruh warga masyarakat untuk tujuan membangun karakter bangsa. Jika modal sosial melemah, maka semakin sulit untuk mengajak warga masyarakat dalam mengatasi persoalan bangsa. Modal sosial akan kuat jika unsur-unsur modal sosial tidak dikembangkan secara optimal. Dalam hal inilah, modal sosial yang sudah dimiliki oleh masyarakat perlu dipetakan dan dilakukan penguatan unsur-unsur modal sosial untuk disesuaikan dengan tujuan dan fungsi pendidikan karakter bangsa. Pemetaan modal sosial yang dimiliki dalam keluarga, sekolah dan masyarakat menjadi data awal yang diperlukan untuk merancang proses pendidikan karakter bangsa berbasis masyarakat, karena salah satu sumber krisis karakter bangsa adalah melemahnya kekuatan modal sosial. Pemetaan modal sosial diperlukan untuk menilai kekuatan sosial dalam sudah 9 dimiliki oleh masyarakat. Hal ini didasarkan pada asumsi teoritis bahwa eksistensi masyarakat ditentukan oleh adanya energi kolektif yang mampu membangun relasi sosial yang kohesif dalam masyarakat sebagai kekuatan sosial. Persoalannya adalah kekuatan modal sosial masyarakat satu dan lainnya ditentukan oleh kekuatan antar unsur-unsur modal sosial yang ada dan masih dimililiki oleh warga masyaakat. Dalam hal ini keberhasilan dalam proses pendidikan karakter ditentukan oleh unsur-unsur modal sosial. Keberhasilan pendidikan karakter ditentukan oleh kekuatan unsur-unsur modal sosial yang dimiliki oleh keluarga, sekolah dan masyarakat dengan mengembangkan brigding social capital. Pada proses pendidikan karakte yang dikembangkan dengan bridging dapat dibentuk keterbukaan, memiliki jaringan yang fleksibel, toleran, memungkinkan untuk memiliki alternatif jawaban dan penyelesaian masalah krisis karakter, akomodatif , cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanistik, dan universal dalam mengembangkan strategi pendidikan karakter yang mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan karakter bangsa. Metode Penelitian Metode penelitian yang dirancang dengan pendekatan penelitian dan pengembangan, sebagaimana dijelaskan oleh Borg dan Gall (1989)¸ dalam penelitian tahun pertama hanya sampai dengan tahap lima, Adapun langkah pelaksanaan strategi penelitian pengembangan sebagai berikut : A. Penelitian dan pengumpulan data (reseacch and information) B. Perencanaan (planning) C. Pengembangan draft produk (develop preliminary form of product) D. Uji coba lapangan awal (preliminary field testing) E. Merivisi hasil uji coba (main product revision) Populasi penelitian adalah masyarakat yang tinggal di kotamadya Yogyakarta, khususnya di kecamatan Mantrijeron. Subyek penelitian adalah warga masyarakat yang memiliki latar belakang sosial-ekonomi yang berbeda. Subyek penelitian yang dipilih memiliki kriteria khusus yakni warga masyarakat yang aktif dalam organisasi sosial dalam masyarakat. Adapun warga masyarakat yang terlibat dalam penelitian ini meliputi: Pengisian angket tentang pemetaan modal sosial dan FGD berjumlah 10 responden digolongkan kelompok pemuda, 14 respoden digolongkan kelompok bapak dan 9 responden digolongkan kelompok ibu. 10 Warga masyarakar yang terlibat dalam uji produk terbatas antara lain 10 peserta digolongkan kelompok pemuda, 10 peserta digolongkan kelompok bapak dan 10 peserta digolongkan kelompok ibu. Sumber data dengan kuestioner, partisipasi aktif, observasi, FGD, dokumentasi, menggali data penelitian. Untuk pemetaan modal sosial digunakan kuestioner yang dimodifikasi dari intrumnet yang dikembangkan oleh World Bank Untuk mengamati proses pembelajaran dengan menggunakan buku panduan digunakan lembar observasi. Untuk menggali pendapat umum terkait dengan masalah modal sosial dan pendidikan karakter dilakukan FGD. Untuk menyimpan data gambar dari semua proses penelitian digunakan domumentasi foto dan film. Validasi instrument dilakukan pada instrument angket, observasi dengan menggunakan validasi konstruk dengan dikonsultasikan dengan ahlinya atau expert judgement. Validasi intrumnet dilakukan oleh ahli materi dan ahli teknologi pembelajaran Validasi produk dilakukan secara bertahap sampai dengan produk dinyatakan berhasil untuk dipatenkan. Validasi awal dilakukan oleh tim peneliti dengan melakukan uji coba terbatas untuk menilai kelayakan materi dan prosesnya. Kemudian dilanjutkan validasi ahli materi untuk memberikan penilaian kelayakan materi yang dikembangkan dalam buku panduan, sedangkan ahli tekonologi pembelajaran akan memberikan penilaian kelayakan dalam proses pembel;ajaran. Ahli psikologi perkembangan menilai kesesuain materi dengan karakteristik warga masyarakat. Dalam penelitian ini ketiga proses sudah dilakukan dan dinilai dengan format penilaian buku panduan. Analisis data penelitian dengan menggunakan reduksi , kategori data sesuai dengan tema-tema yang akan digali dalam penelitian ini. Analisis data dengan . Analisis data digunakan adalah analisis “mixed method”, analisis kuantitatif menggunakan statistik deskriptif, sedangkan analisis kualitatif dimanfaatkan untuk data-data kualitatif. Analisis statistik digunakan untuk menggambarkan hasil data pemetaan modal sosial, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk memetakan hasil data kualitatif untuk menemukan pola dan makna data sesuai dengan tujuan penelitian. 11 II. Hasil dan Pembahasan Pada makalah ini dijelaskan secara lebih rinci tentang tahap-tahap yang sudah dilakukan dalam penelitian Research & Development khusus untuk tahap pertama yakni Penelitian dan pengumpulan data (reseacrh and information). Hasil analisis data terkait dengan modal sosial dan masalah karakter yang digali dari tiga kelompok yakni kelompok pemuda, kelompok bapak dan kelompok ibu, khususnya di Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta. Ada dua data pokok yang akan dipaparkan yakni modal sosial dan karakter warga masyarakat. Pemetaan Modal Sosial Berdasarkan data awal dapat disimpulkan bahwa didalam kehidupan kehidupan masyarakat terdapat beberapa unsur modal sosial dapa dijabarkan sebagai berikut: Tabel 2 Unsur Modal Sosial Pada Masyarakat Aspek Modal Sosial Interaksi Sosial dan Layanan Masyarakat Pengambilan Keputusan Efektivitas Interaksi dengan Kelompok Aktivitas dan Dana Sumber Informasi dan Media Massa Rasa Kebersamaan dan Keakraban Warga Masyarakat Perbedaan Tidak Menimbulkan Masalah Deskripsi Kemampuan kelompok masyarakat untuk memberikan layanan kepada kelompok masyarakat. Layanan kelompok masyarakat merupakan salah satu bentuk representasi kelompok masyarakat terhadap lingkungannnya, Keputusan yang dibuat secara bersama merupakan salah satu bentuk modal sosial yang dimiliki oleh kelompok masyarakat. Keputusan bersama dapat terjadi ditncasi dengan adanya kerjasama dan komunikasi antar anggota di kelompok. Warga masyarakat memiliki hubungan sosial dengan kelompok lain yang terkait dengan tujuan tertentu dan dalam proses penggalian dana. Artinya , warga sudah terbiasa membangun relasi sosial dalam kelompok masyarakat yang lebih luas, dan tidak terbatas dengan warga masyarakat setempat. Sumber dana sebagai kekuatan modal sosial ditentukan iuaran anggota kelompok dan keinginan kelompok untuk menerima sumber keahlian atau saran penting kepada kelompok. Media massa sebagai sumber informasi penting sudah menjadi bagian dari proses interaksi sosial penting, dan juga dinilai sebagai bagian dari modal sosial yang dibutuhkan oleh kelompok masyarakat untuk dapat merespon berbagai perubahan dan tantangan kehidupan. Rasa kebersamaan dan keakraan dibangun oleh adanya kedekatan antar warga masyarakat sebagai media bagi kelompok masyarakat untuk lebih optimal dalam mencapai tujuan kelompok masyarakat. Perbedaan tidak selalu menimbulkan kekerasan jika dalam perbedaan tersebut masih diikat oleh modal sosial yakni rasa kedekatan dan kebersamaan. Sumber : diolah dari data primer, 2013 Dari paparan di atas dapat dimaknai bahwa modal sosial pada umumnya sudah ada dan dimiliki dalam kehidupan masyarakat. Permasalahannya adalah tidak semuia warga 12 masyarakat menyadari bahwa modal sosial adalah aspek yang sangat penting dalam proses pendidikan karakter bangsa Pengertian Modal Sosial Untuk memahami dinamika tentang modal sosial dalam masyarakat, penelitian juga menggali dari wawancara berstruktur dan FGD terkait dengan pengertian modal sosial, nodal sosial yang dimiliki warga masyarakat, modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat dan peran warga masyarakat dalam pengembangan modal sosial. Pada proses FGD tidak semua kelompok warga memahami makna modal sosial, akan tetapi dari jawaban terhadap wawancara terstruktur ada beberapa jawaban responden yang menjelaskan tentang pengertian modal sosial , sebagai berikut : Tabel 3. Pengertian Modal Sosial Kelompok Pemuda Kesiapan seseorang dalam perubahan-perubahan bahkan masalah-masalah sosial yang diakibatkan oleh pengaruh perkembangan zaman. Kebutuhan masyarakat untuk menggerakkan kekuatan dalam krisis karakter Ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat/kampung Saling peduli satu sama lain Nilai-nilai dan norma agama, sosial dan hukum yang dimiliki masyarakat. Kelompok Ibu Toleransi Mau berkorban Ikhlas bekerja Bisa mengerti orang lain Membuat jaringan pertemanan berbagai pihak Dipercaya oleh lingkungan masyarakat kampung dan lingkungan kerja Penggerak masyarakat kampung Dapat sinergi dalam masyarakat Kelompok Bapak Aktif dalam kepanitiaan Gotong royong Dikenal di lingkungan masyarakat Motivator keluargadan masyarakat Bisa bekerja sama dengan orang lain Pengamalan keyakinan yang kuat di lingkugan Peduli dengan orang Tenggang rasa Sumber : diolah dari data primer, 2013 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian modal sosial tidak sepenuhnya dipahami oleh responden pemuda. Beberapa yang sesuai adalah partisipasi dalam kegiatan sosial, saling peduli satu sama lain, adanya nilai dan norma agama, sosial dan norma hukum. Sedangkan para responden ibu-ibu hampir sama pendapatnya dengan responden muda dan bapak-bapak, modal sosial yang menonjol adalah rela berkorban dan ikhlas bekerja, jaringan pertemanan, dipercaya lingkungannya (trust) dan adanya sinergi dalam masyarakat. Lebih lanjut, sama dengan responden yang lain, bapak-bapak sudah memahami makna modal sosial. Bentuknya adalah gotong royong, peduli, mau berbagi dan adanya rasa aman dan damai. Jika dikaitkan dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal sosial adalah partisipasi 13 sosial yang didasarkan pada nilai-nilai kepedulian sosial, nilai keikhlasan, nilai kepercayaan, nilai gotong royong yang secara sinergi terjadi dalam masyarakat untuk tujuan tertentu. Modal sosial yang sudah dimiliki oleh warga masyarakat sangat bervariasi. Secara garis besar modal sosial yang sudah dimiliki oleh warga masyarakat dapat dipaparkan sebagai berikut: Tabel 4. Modal Sosial Yang Dimiliki Warga Masyarakat Kelompok Pemuda Cinta budaya bangsa Ikut berpartisipasi dalam hal postitif dalam organisasi Melayani masyarakat yang membutuhkan Tenggang rasa Menyampaikan informasi kepada masyarakat (jika ada) Tanggung jawab terhadap keluarga Mampu memimpin Peduli pada lingkungan Tenggang rasa Kelompok Ibu Kelompok Bapak Aktif menjadi ketua/ pengurus organisasi sosial (ketua Lansia, sekretaris Aisyiyah,ketua pemuda Mangkuyudan, ketua RT, dll). Ikhlas dalam berorganisasi, tidak minta imbalan Rela berkorban Gotong royong Dituakan di kampung Dipercaya lingkungan Jaringan pertemanan berbagai pihak Aktif Ikut kepanitiaan keagamaan Gotong royong Dikenal di lingkungan Jageran Motivator keluarga Bisa bekerja sama dengan orang lain Pengamalan keyakinan yang kuat Peduli Tenggang rasa Sumber : diolah dari data primer, 2013 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa ada banyak variasi modal sosial yang menurut responden sudah dimiliki oleh kelompok pemuda seperti halnya cinta budaya bangsa, tenggang rasa, partisipasi, mampu memimpin. Sedangkan para responden ibu-ibu telah memahami dan memiliki modal sosial yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan sosial dan organisasi sosial di kampungnya. Gotong royong, jaringan pertemanan, keikhlasan, dan dipercaya lingkungan adalah modal sosial yang teraktualisasi dalam pengalaman organisasi yang dipimpinnya. Sementara, sama dengan responden yang lain, bapak-bapak sudah memahami makna modal sosial. Bentuknya adalah gotong royong, peduli, mau berbagi dan adanya rasa aman dan damai. Modal sosial yang dinilai oleh warga masyarakat ada kecenderungan yang sama, bahwa masing-masing kelompok warga masyarakat yakin bahwa modal sosial sudah ada dan dimiliki oleh masyarakat sebagaimana dipaparkan sebagai berikut: 14 Tabel 5 Modal Sosial Yang Dimiliki Masyarakat Kelompok Pemuda Kelompok Ibu Adanya organisasi-organisasi Gotong royong positif di masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat Adanya organisasi Kepedulian sosial Muhammadiyah di kampung dalam mengahadapi Kebersamaan dalam masalah membersihkan lingkungan masyarakat Keakraban antar warga masyarakat Tolong menolong dalam Kesederhanaan masyarakat jika ada musibah dalam kehidupan Memberikan rasa aman masyarakat terhadap masyarakat dengan Semangat dalam cara siskamling (ronda) bekerja Organisasi di sekitar wilayah berjalan aktif Toleransi dalam perbedaan Adanya interaksi sosial yang harmonis antar-masyarakat. Rasa kekeluargaan Dijunjungnya nilai-nilai agamis Saling menghargai antar sesama. Gotong royong Saling tenggang rasa Peduli terhadap lingkungan Kelompok Bapak Gotong royong dalam kehidupan Kepedulian sosial Kebersamaan dalam kehidupan Solidaritas tidak pandang SARA Menerima kebaikan dan mengamalkannya Melakukan silaturahim dengan warga. Melakukan tegur sapa dengan cara yang baik Toleransi Sumber: diolah dari data primer, 2013 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahw ada banyak variasi modal sosial yang menurut responden sudah dimiliki, beberapa di antaranya adalah cinta budaya bangsa, tenggang rasa, partisipasi, mampu memimpin. Sedangkan responden ibu-ibu telah memahami dan memiliki modal sosial yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan sosial dan organisasi sosial di kampungnya. Gotong royong, jaringan pertemanan, keikhlasan, dan dipercaya lingkungan adalah modal sosial yang teraktualisasi dalam pengalaman organisasi yang dipimpinnya. Bagi Para responden bapak-bapak telah memahami dan memiliki modal sosial yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan di kampungnya. Gotong royong, bisa bekerja sama, keyakinan akan perlindungan Allah, peduli dan tenggang rasa adalah modal sosial yang sudah teraktualisasi dalam pengalaman organisasi di kampungnya Karakter Dalam Masyarakat Untuk mengungkap gambaran awal tentang pemahaman masyarakat tentang masalah karakter, maka dalam penelitian ini mengungkap dengan wawancara terstruktur dan FGD tentang bagaimana warga masyarakat mendiskripsikan tentang ciri-ciri orang berkarakter, penyebab krisis karakter, nilai-nilai karakter yang sudah dimiliki oleh warga serta pemikiran mereka dalam mengatasi krisis karakter bangsa. Berdasarkan data penelitian yang diungkap 15 dengan wawancara terstruktur dan FGD akan dipaparkan tentang ciri-ciri orang yang berkarakter. Hal ini dimaksudkan agar dapat memperoleh gambaran awal tentang konsep manusia berkarakter warga masyarakat. Hasil analisis data awal dikelompokkan ke tiga kelompok yakni kelompok pemuda, kelompok ibu dan kelompok bapak. Tabel 6. Ciri Orang Yang Berkarakter Kelompok Pemuda Cerdas Sopan santun Pandai bergaul , Tidak lupa jati diri dan budaya bangsanya Berpikir rasional Aktif dalam kegiatan Jujur Disiplin Amanah Sabar Bergotong royong Mempunyai prinsip Mengenal dirinya sendiri Tidak mudah terpengaruh Punya perencanaan yang matang Percaya diri Tidak mudah putus asa Berpikiran positif Mempunyai jiwa sosial Tanggung jawab Berilmu Kelompok Ibu Berwibawa Berpengaruh Disiplin Bisa mengatasi masalah Bisa menjadi teladan Bisa mengayomi Jujur Amanah Adil Bersemangat Peduli lingkungan\ Berperilaku Sopan-santun Mudah bergaul Bisa momong masyarakat Berpendidikan Trampil Tanggung jawab Arif bijaksana Tidak berprasangka buruk pada orang lain Kelompok Bapak Ikhlas Disiplin Bertanggung jawab Keteladanan Jujur Berkepribadian Watak baik Berakhlak Berani berkorban utk kebenaran Beriman/taqwa Tepa slira Taat hukum Berpembawaan baik Sumber: diolah dari data primer, 2013 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa ada banyak ciri-ciri orang berkarakter menurut para pemuda/responden muda, tetapi yang menonjol adalah disiplin, punya prinsip , jujur, tertib, menjunjung nilai moral, dan mempunyai perencanaan yang matang. Menurut ibu-ibu, orang yang berkarakter dicirikan dengan sifat-sifat mulia yang melekat padanya , dengan penonjolan pada nilai jujur, disiplin, wibawa, berpengaruh, teladan dan sopan santun. jawaban ibu-ibu dibandingkan dengan responden muda ada persamaannya, yaitu dalam nilai kejujuran, disiplin, pandai bergaul, dan amanah. Namun demikian, sesuai dengan usia responden, kelompok ibu-ibu mencirikan orang berkarakter menonjolkan juga peran sosial seperti bisa mengayomi, bisa menjadi teladan, berwibawa, dsb. Sedangkan responden bapak16 bapak juga menekankan karakter jujur sebagai yang banyak dipilih. Ada persamaan ciri orang berkarakter antara responden bapak-bapak dan ibu-ibu serta pemuda.Bahwa orang berkarakter adalah orang yang jujur, disiplin, dapat diteladani dan bertanggung jawab. Jika dikaitkan dengan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri orang berkarakter adalah orang yang memiliki sifat-sifat mulia yang melekat dalam diri pribadinya seperti halnya nilai kejujuran, nilai disiplin, nilai keikhlasan dan perilaku yang menjadi tauladan dalam menjalankan peran sosialnya. Masyarakat pada umumnya menyadari terjadinya krisi karakter bangsa di Indonesia. Hal ini terungkap dari hasil analisis data yang terkait dengan pendapat warga masyarakat tentang bentuk krisis karakter bangsa dapat dipaparkan sebagai berikut: Tabel 7. Bentuk Krisis Karakter Bangsa Kelompok Pemuda Lunturnya budaya bangsa sendiri Rendahnya rasa hormat kepada yang lebih tua Meningkatnya kenakalan remaja (tawuran, seks bebas/pergaulan bebas, narkoba, dll) Pasif dalam kerjasama Minder untuk menunjukkan kemampuan Konflik sosial di era global Tidak jujur dan amanah Tidak disiplin KKN merajalela Pemimpin kurang adil dan mementingkan diri sendiri Kurang menghargai budaya sendiri Banyak terjadi kasus pelecehan seksual dan pembunuhan Kelompok Ibu Pemimpin tidak peduli Lupa sejarah, dasar negara Menggunakan kekuasaan untuk diri sendiri Moral menurun Kurang iman Korupsi Kurang peduli lingkungan Meminum alkohol/miras Tidak disiplin Tidak amanah Kelompok Bapak Tidak mencintai produk bangsa sendiri Mementingkan diri sendiri/golongannya Senang pada budaya bangsa lain Banyak korupsi Tidak ada rasa malu Sumber: diolah dari data primer, 2013 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa menurut para pemuda, bentuk krisis karakter bangsa yang paling banyak adalah KKN merajalela, kenakalan remaja, kriminalitas, perilaku tidak jujur. Sedangkan para responden ibu-ibu berpendapat beragam mengenai bentuk krisis karakter bangsa, tetapi yang menonjol adalah pemimpin tidak peduli, lupa sejarah dan penggunaan kekuasaan utk diri sendiri serta korupsi karena tidak amanah. Dibandingkan dengan responden pemuda, ibu-ibu mempunyai pendapat yang sama bahwa bentuk-bentuk krisis karakter yang menonjol adalah korupsi/KKN, tidak jujur, penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan sendiri, pemimpin tidak peduli. Sedangkan bentuk krisis yang utama 17 menurut bapak-bapak adalah mementingkan diri sendiri dan golongannya. Ada persamaan antara pendapat bapak-bapak, ibu-ibu dan pemuda,yaitu korupsi sebagai bentuk nyata krisis karakter bangsa. Jika dikaitkan dengan pendapat masyarakat dapat disimpulkan bahwa krisis karakater bangsa adalah suatu kondisi masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya masalah sosial dan budaya seperti halnya korupsi, pemimpin yang tidak adil, perilaku menyimpang meningkat di kalangan remaja, dan tindak kriminilatas. Dari analisis penyebab terjadinya krisis karakter bangsa berdasarkan hasil analisis data dapat dideskripsikan sebagai berikut : Tabel 8 . Penyebab Krisis Karakter Bangsa Kelompok Pemuda Westernisasi Globalisasi Minimnya pengetahuan tentang karakter Moralitas yang rendah Kurang amanah terhadap aspirasi masyarakat Mudah terpengaruh budaya luar Kurangnya pendidikan Kurang iman Tidak ada kejujuran dari individu Kelompok Ibu Tingkat pendidikan rendah Pergaulan bebas Tidak ada rasa adil Hilangnya rasa kebangsaan Hilangnya tenggang rasa Tidak jujur Tidak ada budi pekerti Tidak ada keteladanan Pamrih Kurang iman Egois Masuknya budaya asing Kesejahteraan rendah Konsumerisme Kelompok Bapak Tingkat pendidikan Pergaulan bebas Tidak ada rasa adil Hilangnya tenggang rasa Tidak ada budi pekerti Tidak ada keteladanan Kurang iman Kesejahteraan rendah Konsumerisme Tidak mengenal perjuangan para pendiri bangsa Pemimpin tidak adil Tidak percaya diri Tidak ada rasa handarbeni Sumber: diolah dari data primer, 2013 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa menurut para responden muda, yang menjadi penyebab krisis karakter ada banyak, tetapi yang menonjol adalah mudah terpengaruh budaya luar, mudah terbawa arus lingkungan dan kurangnya pendidikan. Menurut pendapat responden responden ibu-ibu maupun bapak-bapak , penyebab paling menonjol dari krisis karakter bangsa adalah kurangnya iman, tidak ada keteladanan, dan kurangnya rasa kebangsaan. Berdasarkan pendapat tiga kelompok masyarakat, dapat disimpulkan bahwa penyebab krisis karakter secara umum disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eskternal terkait dengan pengaruh budaya global yang menurunkan nilai kebangsaan, sedangkan faktor internal terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan dan melemahnya nilai-nilai kemanusiaan dalam pribadi warga masyarakat. 18 Namun demikian, di tengah krisis karakter bangsa sebagian responden menilai sudah memiliki beberapa nilai karakter dalam pribadinya. Secara umum nilai-nilai karakter yang sudah dimiliki oleh warga masyarakat dapat dipaparkan sebagai berikut: Tabel 9. Nilai Karakter Yang Dimiliki Warga Masyarakat Kelompok Pemuda Nilai moral Sopan santun Saling menghargai Beribadah Rajin belajar Jujur/amanah Mempunyai prinsip Perencanaan yang matang Mampu berdapatasi sosial Menghormati orang yang lebih tua Percaya diri Tanggung jawab Tegas Kelompok Ibu Ngemong Ngalah Menghargai orang lain Memahami agama Mengamalkan agama/beribadah Tenggang rasa Jujur Adil Peduli Teladan Disiplin Tanggung jawab Bergaul yang positif Tidak menyakiti hati orang Kelompok Bapak Membantu orang lain Memahami agama Mengamalkan agama/beribadah Tenggang rasa Teladan Disiplin Tanggung jawab Sumber: diolah dari data primer, 2013 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa ada banyak nilai positif yang sudah dimiliki responden, yang agak menonjol adalah jujur dan mempunyai prinsip. Menurut responden ibu-ibu, ada banyak ciri yang ditampilkan, tetapi yang menarik adalah sikap ngalah juga termasuk dalam karakter positif. Agak berbeda dengan responden pemuda, responden ibu-ibu lebih mengarah pada nilai-nilai sosial dan keagamaan dalam menampilkan dirinya sebagai i orang yang berkarakter. Sedangkan menurut responden bapak-bapak, ada banyak ciri yang ditampilkan, tetapi yang menarik adalah tidak dimunculkannya secara tegas nilai kejujuran sebagai nilai yang sudah dimiliki. Mungkin sudah dipandang implisit di dalam nilai pengamalan agama/beribadah. Sama halnya dengan ibu-ibu, para bapak lebih mengarah pada nilai-nilai sosial dan keagamaan dalam menampilkan dirinya sebagai orang yang berkarakter. Proses untuk menjadi orang yang berkarakter ternyata tidak mudah. Ada kecenderungan yang cukup kuat bahwa warga masyarakat menilai masih banyak kendala untuk membangun bangsa yang berkarakter. Berdasarkan data yang terkait dengan problem untuk menjadi manusia berkarakter dapat digambarkan sebagai berikut: 19 Tabel 10. Problem Menjadi Orang Berkarakter Kelompok Pemuda Pengaruh budaya asing yang semakin pintar untuk melumpuhkan jati diri karakter bangsa Membagi waktu untuk kegiatan. Terkadang tidak bisa menerima perbedaan karakter Terkadang dihadapkan pada pilihan yang tidak disenangi . Beda tindakan, sikap dan sifat dengan orang lain Adakalanya bersitegang dengan orang lain Seringkali terdapat ego tidak mau dinasehati atau diberi masukan oleh orang lai Kelompok Ibu Ada orang yang ingin menang sendiri sehingga tidak bisa mengerti ketika diajak berbicara Kadang waktu (terbatas) yang tidak bisa dimengerti oleh orang lain Dalam sistem yang kurang sehat, berkarakter sering dianggap sok suci, sok pahlawan, bodoh. Terpengaruh tayangan TV Kelompok Bapak Banyak yang tidak suka, karena merasa terbelenggu terutama dari orang yang kurang iman Siap menerima pendapat yang berbeda Menjadi gunjingan orang lain bila tidak sesuai dengan pendapatnya. Bila tidak teguh pendirian, dalam masyarakat majemuk terkadang larut dengan suasana. Harus dapat menjaga perilaku/keteladanan bagi keluarga dan masyarakat Harus dapat memelihara amanah secara ikhlas. Sumber; diolah dari data primer, 2013 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa problem menjadi orang yang berkarakter bervariasi. Pertanyaan ini tidak mudah dipahami oleh responden, tetapi ada beberapa responden dari tiga kelompok mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jawaban dari responden pemuda relatif cuku variatif . Sedangkan responden ibu-ibu menyadari bahwa ada masalah untuk menjadi orang yang berkarakter, terutama dalam masyarakat yang tidak tertib dan kurang beriman, berkarakter justru tidak disukai orang karena dianggap sok suci dan sok pahlawan. Sedangkan responden bapak-bapak merasa bahwa menjadi orang berkarakter harus teguh pada pendiriannya agar tidak larut dalam perbuatan yang tercela. Ternyata menjaga amanah, ikhlas dan menjadi teladan adalah perbuatan yang sulit dilakukan sehingga menjadi problem bagi mereka. Upaya untuk mengatasi krisis karakter bangsa harus menyertakan peran serta masyarakat. Demikian halnya, pendapat warga masyarakat menyetujui bahwa krisis karakter bangsa tidak dapat diatasi secara maksimal jika tidak ada sinergitas antar semua unsur masyarakat. Dalam hal iini warga masyarakat menyatakan bahwa bentuk peran serta warga masyarakat dalam mengatasi krisis karakter bangsa dapat dipaparkan sebagai berikut: 20 Tabel 11. Peran Warga M asyarakat Dalam Mengatasi Krisis Bangsa Kelompok Pemuda Mengikuti organisasiorganisasi di masyarakat Ikut berpartisipasi dalam memajukan budaya bangsa. Ikut berbaur dalam membangun masyarakat yang berkarakter Memberikan masukan/aspirasi kepada bangsa Aktif dalam berorganisasi dan memberi inspirasi kepada adik-adik di sekitar dengan kegiatan yang bermanfaat. Ikut serta dalam memilih pemimpin Kelompok Ibu Menjadi mitra/pendamping keluarga bermasalah Aktif dalam pengajian untuk meningkatkan iman, islam dan ihsan Peran dimulai dari rumah tangga dan lingkungannya Membangkitkan rasa kebangsaan Memberikan wawasan/pengertian untuk menjadi bangsa yang mandiri Berusaha menanamkan budi pekerti pada anakanak sejak dini Berbagi pengetahuan Motivator di lingkungan Kelompok Bapak Aktif dalam pengajian untuk meningkatkan iman, islam dan ihsan Mencintai produk lokal/bangsa sendiri Berusaha menanamkan budi pekerti pada anakanak sejak dini Meningkatkan pendidikan agama dalam keluarga Memilih pemimpin yang dapat diteladani. Menjaga pelestarian alam dan kekayaan negara Mengamalkan falsafah bangsa: Pancasila Sumber; diolah dari data primer 2013 Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa responden pemuda mengakui bahwa mereka telah aktif dalam kegiatan sosial/organisasi sosial di masyarakat sekitarnya. Sedangakan responden ibu-ibu telah aktif dalam berbagai kegiatan yang mendukung untuk mengatasi krisis karakter bangsa, terutama dengan cara mendidik agama dan budi pekerti di dalam keluarga dan lingkungannya. Responden bapak-bapak ternyata juga telah berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dengan modal sosial yang dimilikinya seperti aktif pengajian, mencitntai produk dalam negeri, menjaga lingkungan alam, menjaga harta negara, memilih pemimpin tang dapat diteladani dan mendidik anak dengan budi pekerti yang baik sejak dini. Pendapat bapak-bapak hampir sama dengan pendapat ibu-ibu dan pemuda. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa semua responden memiliki andil dalam mengaktifkan lingkungannya. Semua responden mempunyai kepedulian sosial yang besar untuk mewujudkan karakter bangsa. Pengembangan Modal Sosial Bagi Pendidikan Karakter Berdasarkan data awal yang diperoleh peneliti tentang pemahaman warga masyarakat tentang nilai karakter dan dinamikanya dalam kehidupan masyarakat, dalam tahap berikutnya peneliti merancang buku panduan tentang pengembangan modal sosial dalam pendidikan karakter yang dapat digunakan oleh warga masyarakat dalam membangun dan menguatkan 21 karakter bangsa. Dalam merancang modul ini peneliti menekankan pada beberapa prinsip pokok yakni sederhana dan mudah digunakan oleh peserta. Di samping itu, dalam merancang buku panduan disesuaikan dengan tujuan penelitian yakni dapat mengembangkan modal sosial dalam pendidikan karakter, maka buku panduan yang dirancang diharapkan dapat menggerakkan warga masyarakat dalam membangun habit of the mind, habit of the heart and habit of the hands untuk tujuan penguatan nilai-nilai karakter pada pribadi warga masyarakat. Buku panduan dirancang agar dapat digunakan oleh warga masyarakat agar lebih menyadari pentingnya membangun karakter diri dan mengembangkan modal sosial dalam masyarakat. Dalam penulisan rancangan buku panduan mempertimbangkan beberapa aspek yakni ide dasar tentang isi buku panduan, model pembelajaran, strategi pembelajaran dan bahan pendukung dalam proses pembelajaran. Berdasarkan deskripsi di atas, peneliti menjabarkan dalam buku draft panduan lebih detail dan lebih fokus dengan menggunakan format bahasa yang mudah digunakan oleh guru. Adapun susunan buku panduan dengan judul “ Pengambangan Modal Sosial Untuk Pendidikan Karakter Bangsa” secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut (Lihat lampiran). Pengembangan buku panduan didasarkan pada beberapa tahapan sebagai berikut: merancang proses pembelajaran; menentukan alat/bahan pendukungnya; menentukan skenario pelaksanaan; menuliskan draft buku panduan; mendiskusikan bersama tim; mendiskusikan dengan pakar; menentukan pelaksanaan uji coba modul. Pelaksanaan uji coba dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2013 di Hotel Grand Palace Yogyakarta yang dihadiri oleh tiga kelompok masyarakat yakni kelompok ibu, kelompok bapak dan kelompok pemuda, yang dipilih oleh pihak kantor kecamatan Mantrijeron Yogkarta. Berdasarkan hasil uji terbatas dapat diamati bahwa setiap tema yang dikembangkan dari buku panduan dapat dideskripsikan sebagai berikut: NO TEMA TUJUAN I Profil Orang Yang Berkarakter Peserta diminta untuk mengutarakan pendapat mereka tentang definisi orang yang berkarakter dengan menggunakan “Mind Map”. II Belajar dari Tokoh Masyarakat Yang Berkarakter Peserta diminta untuk menuliskan orangorang yang berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, baik yang berasal dari Indonesia dan orang luar Indonesia yang dinilai benar-benar sebagai orang yang berkarakter KOMPONEN MODAL SOSIAL Saling percaya, komunikasi empatik, nilainilai soosial Saling percaya, kerjasama, saling tukar kebaikan, kejujuran KOMPONEN DALAM PEDIDIKAN KARAKTER Moral Knowing Moral Knowing dan Moral Feeling 22 NO TEMA III Rumah Berkarakter IV Mengenal Eksitensi Diri sebagai Orang Berkarakter Dengan “Sungai Kehidupan V Problem Penguatan Modal Sosial Dalam Membentuk Karakter Bangsa VI Membangun Kehidupan Masyarakat Yang Berkarakter dengan Nilai Kejujuran TUJUAN Peserta diminta untuk mengutarakan definisi rumah yang diidamkan, kemudian menjelaskan fungsi dari rumah. Peserta dapat menggambarkan kegiatan di rumah yang dapat menimbulkan kebahagiaan dan kebermaknaan dalam hidupnya. Peserta diminta untuk menceritakan pengalaman pribadinya dalam berproses untuk menjadi pribadi yang berkarakter , melalui “Sungai Kehidupan”. Membangun resiliensi melalui Sungai Kehidupan, yaitu dengan menyadarkan tentang eksistensi diri sebagai makhluk Tuhan yang senantiasa bersyukur. Dengan “experiential learning” diharapkan dapat membangun resiliensi peserta karena merasa didengarkan, diperhatikan dan diberikan tanggapan oleh orang lain serta menganalisis peran modal sosial dalam proses pembentukan manusia yang berkarakter. Peserta dalam kelompok diminta untuk mengidentifikasikan nilai-nilai karakter yang paling penting dan urgen yang harus dimiliki oleh generasi muda yang beperan dalam pembangunan karakter bangsa serta. Peserta memilih cara efektif untuk dapat menguatkan modal sosial yang sangat diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkarakter dalam kehidupan berbangsa. Peserta dalam kelompok diminta untuk memaknai makna bangsa yang berkarakter dengan menunjukkan contoh-contoh para pahlawan yang berperan dalam kehidupan bermasyarakat sebagai media efektif dalam mengubah pola pikir warga masyarakat. KOMPONEN MODAL SOSIAL KOMPONEN DALAM PEDIDIKAN KARAKTER Saling percaya, kepedulian sosial, saling membantu, Moral Knowing dan Moral Feeling Saling percaya, membangun percaya dirim resiliensi, saling tukar kebaikan, berbagi, kepedulian sosial Moral Knowing dan Moral Feeling Kepedulian, kreativitas, percaya dirim saling percaya, kerjasama Moral Knowing dan Moral Feeling, Moral Action Kepedulian sosial, kerjasama, patisipasi sosial, saling percaya, komunikasi, kerjasama, kreativitas Moral Knowing dan Moral Feeling, Moral Action Sumber: diolah dari data primer 2013 Berdasarkan deskripsi data di atas, buku paduan yang sudah dirancang dapat digunakan sebagai media pendidikan karakter dengan menguatkan modal sosial yang sudah dimiliki oleh masyarakat dapat dipaparkan sebagai berikut: 23 Modal Sosial Yang Dimiliki Masyarakat Interaksi Sosial dan Layanan Masyarakat Pengambilan Keputusan Efektivitas Interaksi dengan Kelompok Aktivitas dan Dana Sumber Informasi dan Media Massa Rasa Kebersamaan dan Keakraban Warga Masyarakat Perbedaan Tidak Menimbulkan Masalah Tema Dalam Buku Panduan Tema I, Tema IV Tema V, Tema IV Tema II. Tema IV Tema V, Tema VI Tema I, Tema II, Tema III, Tema IV Tema II, Tema III, Tema IV Tema I, Tema IV, Tema VI Paparan data di atas menjadi modal awal bahwa modal sosial yang sudah dimiliki oleh masyarakat akan lebih berkembang secara optimal, jika dalam kehidupan masyarakat terus diintegrasikan dalam semua aktivitas sosial. Cara-cara untuk menguatkan modal sosial untuk tujuan pendidikan karakter bangsa dapat dipilih dan dikembangkan oleh warga masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Dengan buku panduan yang masih dalam draft untuk disempurnakan dapat menjadi salah satu alternative dalam memilih strategi pendidikan karakter pada masyarakat. IV. Kesimpulan Hasil penelitian secara umum menyimmpulkan bahwa pengembangan modal sosial untuk pendidikan karakter bangsa dapat dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Interaksi sosial dan layanan masyarakat , pengambilan keputusan, efektivitas interaksi dengan kelompok, aktivitas dan dana, sumber informasi dan media massa, rasa kebersamaan dan keakraban warga masyarakat, perbedaan tidak menimbulkan masalah merupakan aspek-aspek yang dapat dikembangkan dalam penguatan modal sosial. Demikian halnyam dengan ada pemahaman yang cukup dari kelompok pemuda, kelompok bapak dan kelompok ibu tentang pengertian modal sosial dan kepemilikan modal sosial dalam kehidupan personal dan masyarakat, maka modal sosial dapat digunakan untuk modal pendidikan karakter bangsa. Upaya untuk mengembangkan modal sosial dalam pendidikan karakter dapat dilakukan dengan menggunakan buku panduan. Buku panduan untuk pengembangan modal sosial dalam pendidikan karakteryang telah didesain dalam penelitian layak untuk dipakai oleh warga masyarakat dalam membangun karakter bangsa. Adapun buku panduan yang didesain untuk pendidikan karakter terdiri dari enam tema yakni: Profil Orang Yang Berkarakter ; Belajar dari Tokoh Masyarakat Yang Berkarakter; Rumah Berkarakter; Mengenal Eksitensi Diri sebagai Orang Berkarakter Dengan “Sungai Kehidupan; Problem Penguatan Modal Sosial Dalam Membentuk Karakter Bangsa; Membangun Kehidupan 24 Masyarakat Yang Berkarakter dengan Nilai Kejujuran. Berdasarkan uji coba terbatas dapat disimpulkan bahwa dalam setiap tema yang dikembangkan dalam proses pendidikan karakter bangsa pada umummnya memiliki beberapa unsur modal sosial, dan dalam analisis pendidikan karakter juga disimpulkan bahwa setiap tema yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bangsa memiliki muatan tentan moral knowing, moral feeling dan moral action. Ucapan terima kasih Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada warga masyarakat kecamatan Mantrijeron Yogyakarta yang telah menjadi subyek penelitian dan aktif berperan dalam pelatihan pendidikan karakter masyarakat. Terima kasih pada Dikti melalui BOPTN UN yang memberi dana untuk penelitian unggulan, semoga hasilnya memberikan kontribusi bagi pembangunan pendidikan karakter bangsa. DAFTAR PUSTAKA Baron, Setephen dkk ( 2000), Social Capital ; Critical Perspective , New York: Oxford University. Dwiningrum, Siti Irene Astuti (2010), “Pendekatan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi Krisis Karakter di Indonesia”, dalam Cakrawala Pendidikan, Yogyakarya, UNY, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis. Dwiningrum, Siti Irene Astuti (2011), “ Implementasi Pendidikan Karakter pada Matakuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) Dengan Pendekatan Masalah”, dimuat dalam Proseding Seminar Nasional Budaya an Inovasi Pembelajaran Dalam Pemantapan Pendidikan Karakter, ISBN:978-979-562-02305. Dwiningrum, Siti Irene Astuti (2011), “Penguatan Modal Sosail di Sekolah”, dimuat dalam Laporan Kegiatran Seminar nasional , Tema: “ Ilmu Pendidikan: Suatu Kesempatan dan Tantangan”, Progam Studi Ilmu Pendidikan Pascasarjan UNY 2011. Dwingrum, Siti Irene Astuti (2011), “Kearifan Lokal Sebagai Modal Sosial Dalam Pendidikan Karakter di Sekolah “ , dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Ilmu Pendidikan dan pengembangan dan Pengelolaan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal, ISBN: 978-602-9075-63-2 . UKM Makasar. Hasbullah. Jousairi (2006). Social Capital. Jakarta: M-R United Press Hauberer, Julia ( 2011). Social Capital Theory. VS Reseach. Lin, Nan (2004). Social Capital. Australia: Cambrigde University. 25 Lickona, Thomas (1991). Educating for Character: How Our School Can Do Teach Respect and Responsibility. New York: Brantam Book _____ (1999). Eleven Principles of Effective Character, Scholastic Early Childhood To day, November/December 1998, 13.1, PreQuest Education Journals. _____ (1991). Educating for Character: How Our School Can Do Teach Respect and Responsibility. New York: Brantam Book. _____ (1999). Eleven Principles of Effective Character , Scholastic Early Childhood To day, November/December 1998, 13.1, PreQuest Education Journals. Muslich, Masnur (2011). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Raka, Gede (2006). Guru Tranformasional dalam Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa. Makalah, Orasi Dosen Berpretasi Tingkat Poltekes dan Tingkat Nasional, Jakarta: 10 Nopember. _____ (2006). Pendidikan Untuk Kehidupan Bermakna. Makalah, Orasi Ilmiah pada Hari Wisuda Universitas Kristen Maranatha Bandung, 25 Maret. _____ (2007). Pendidikan Membangun Karakter. Makalah, Orasi Perguruan Taman Siswa, Bandung 10 Februari 2007. Ratna, Megawati (2005), Pendidikan Karakter: Sebuah Agenda Perbaikan Moral Bangsa. EDUKASI: Jakarta, September. Zubaedi (2011). Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kharisma Putra Utama. Zuchdi, Darmiyati (2008). Humanisasi Pendidikan , Yogyakarta ; Bumi Aksara Zamroni (2011), Pendidikan Multikultural, Pascasarjana UNY 26