- Lumbung Pustaka UNY

advertisement
PENGEMBANGN MODAL SOSIAL BAGI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
Abstrak
Siti Irene Astuti Dwiningrum
Rukiyati
Fakultas Ilmu Pendidikan
Univeristas Negeri Yogyakarta
[email protected]
Krisis karakter banga berdampak pada melemahnya identitas budaya bangsa. Modal
sosial diperlukan untuk membangun kekuatan bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan
global. Modal sosial sebagai energi kolektif harus dipertimbangkan kembali oleh masyarakat
sebagai kekuatansosial-budayayang mampu untuk menguatkan karakter bangsa. Unsur-unsur
modal sosial berperan dalam proses pendidikan karakter dalam keluarga, sekolah dan
masyarakatyang secara sintergis dapat membangun kembali karakter bangsadengan bridging
social capital, sehingga tujuan dan fungsi pendidikan karakter dapat tercapai lebih optimal.
Penelitian unggulan menjawab dua masalah pokok yakni 1) Bagaimana
pengembangan modal sosial bagi pendidikan karakter bangsa?; 2) Bagaimana desain buku
panduan untuk mengembangkan modal sosial pendidikan karakter bangsa? Penelitian ini
dilakukan pada warga masyarakat kecamatan Mantrijeron Yogyakarta. Sampel penelitian
adalah warga masyarakat yang berasal dari latarbelakangsosial-ekonomi yang beragam.
Disain penelitian Research and Development untuk menghasilkan buku panduan untuk
mengembangkan modal sosial dalam pendidikan karakter. Analisis data digunakan adalah
analisis “mixed method”, analisis kuantitatif menggunakan statistik deskriptif, sedangkan
analisis kualitatif digunakan untuk data-data kualitatif.
Pada makalah ini akan dipaparkan hasil analisis data pada tahun pertama, khususnya
tahap pertama R&D bahwa pertama, pengembangan modal sosial dapat digunakan untuk
pendidikan karakter bangsa pada masyarakat, dibuktikan dari hasil pemetaan modal sosial
bahwa masyarakat memiliki modal sosial dan memiliki nilai-nilai karakter yang melekat
dalam pribadi warga masyarakat yang diperlukan untuk membangun karakter bangsa. Kedua.
Buku panduan tentang pengembangan modal sosial dalam pendidikan karakter bangsa yang
terdiri dari enam tema antara lain : Profil Orang Berkarakter, Belajar dari Tokoh Masyarakat
Yang Berkarakter, Rumah Berkarakter, Mengenal Eksitensi Diri sebagai Orang Berkarakter
Dengan “Sungai Kehidupan”, Problem Penguatan Modal Sosial
Dalam Membentuk
Karakter Bangsa, Membangun Kehidupan Masyarakat Yang Berkarakter dengan Nilai
Kejujuran dapat digunakan sebagai pegangan warga masyarakat dalam membangun karakter
bangsa, tetapi masih perlu ada penyempurnaan.
Key word : modal sosial, karakter
1
I. Pendahuluan
Krisis karakter membutuhkan respon proaktif masyarakat. Masyarakat dalam
menghadapi tantangan global masyarakat cenderung mengalami krisis yang mengarah pada
kehancuran. Sebagaimana dijelaskan oleh Thomas Lickona bahwa kehidupan yang mengarah
pada kehancuran ditandai oleh (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2)
penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat yang
kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri (penggunaan narkoba,
alkohol, dan sex bebas), (5) semakin kaburnya pedoman moral dan buruk, (6) menurunya etos
kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru, (8) rendahnya rasa
tanggung jawab individu dan warga masyarakat. (9) membudayanya ketidak jujuran, dan (10)
adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama (dikutip Masnur Muslich, 2011:35).
Kehancuran masyarakat tersebut mulai menjadi fenomena di Indonesia, dan juga beberapa
negara di dunia. Sebagai dampak dari kehancuran sosial tersebut memicu terjadinya krisis
karakter yang bersifat multidimensional.
Krisis karakter merupakan fenomena sosial yang terjadi pada masyarakat. Banyak
faktor yang menyebabkan krisis karakter terjadi seiring dengan perubahan masyarakat. Bagi
Indonesa krisis karakter sebagaimana dijelaskan oleh Gede Raka (2007:4-6 sebagaimana
dikutip Siti Irene Astuti D. 2010:51) , antara lain: a) Terlena oleh Sumber Masalah pertama,
merasa bahwa persediaan sumberdaya alam identik dengan kekayaan. Padahal untuk
mengubahnya menjadi kekayaan sumber daya alam ini harus diolah melalui proses yang
memerlukan kecerdasan manusia. Artinya: tanpa diintervensi kecerdasan manusia sumber
daya tetap tidak mempunyai nilai atau nilainya sangat rendah, bahkan bisa menjadi sumber
malapetaka; b) Pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik. Ukuran
keberhasilan pembangunan yang kita banggakan pun sebagian besar lebih bersifat fisik yang
mengabaikan pengembangan modal yang bukan bersifat fisik, atau modal yang terwujud atau
modal maya, seperti tingkat kecerdasan bangsa, pembangunan karakter bangsa, yang justru
menjadi tumpuan utama kemajuan ekonomi bangsa-bangsa lain di dunia; c) Surutnya
idealisme,
berkembangnya
pragmatisme
“overdoses.
Kecenderungan
yang
terlalu
mengedepankan keberhasilan ekonomi (jangka pendek) telah membuat sebagian dari
masyarakat terperangkap dalam pragmatisme yang overdoses, dan kemudian terjebak dalam
sikap atau perilaku ‘tujuan menghalalkan segala cara’. Idealisme saat itu tidak penting,
bahkan sering menjadi bahan cemoohan. Ini adalah era di mana banyak orang percaya bahwa
orang jujur tidak bisa maju secara ekonomik; d) Kurang berhasil belajar dari pengalaman
2
bangsa sendiri. Upaya untuk mengatasi krisis karakter
menjadi tanggung jawab warga
masyarakat dalam era globalisasi. Problem sosial budaya pada masyarakat global terjadi
dipicu oleh perkembangan teknologi infomasi, sehingga efek perubahan berjalan lebih cepat
dan menyebar dalam kehidupan bermasyarakat. Disorganisasi sosial, bahkan konflik sosial
menjadi fenomena sosial yang terjadi di dalam negara dan antar negara di era global.
Energi sosial yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan bangsa. Peran pendidikan
diharapkan mempunyai kekuatan untuk membangun kembali nilai-nilai sosial-budaya yang
mampu mengatur kembali berbagai kepentingan sosial. Dalam hal ini, pendidikan diharapkan
menjadi kekuatan sosial dalam mengatasi krisis karakter yang disebabkan oleh disorganisasi
sosial. Pendidikan karakter diharapkan mengatasi krisis karakter yang terjadi pada masyarakat
global. Pendidikan karakter diharapkan berperan dalam mengembangkan potensi manusia
secara optimal. Pendidikan karakter diharapkan mengembangkan pola pikir dan perilaku
siswa yang bertanggung jawab dalam menjalankan peran sosial di keluarga, masyarakat dan
warga negara.
Pendidikan karakter haruslah dilakukan dengan pendekatan holistik dan kontekstual
agar hasilnya maksimal. Sebagaimana dijelaskan oleh Siti Irene Astuti Dwiningrum
(2011:52 ) bahwa masalah krisis karakter sudah bersifat struktural, maka pendidikan karakter
harus dilakukan secara holistik dan kontekstual. Secara struktural artinya membangun
karakter bangsa Indonesia dimulai dari keluarga, sekolah, masyarakat dan negara. Adapun
model yang dikembangkan adalah usaha untuk melakukan pendidikan karakter secara holistik
yang melibatkan aspek “knowledge, felling, loving, dan acting” (Ratna,2005:2). Sedangkan
aspek kontekstual terkait dengan nilai-nilai pokok yang diperlukan untuk membentuk
kekuatan karakter bangsa mulai diinternalisasikan pada semua tataran nasyarakat. Dengan
pendekatan yang holistik dan kontesktual dapat membentuk orang-orang yang berkarakter
dalam semua tataran kehidupan.
Pendidikan karakter harus memperhatikan pendekatan sosial-budaya, karena proses
krisis yang sudah terjadi dalam level kehidupan masyarakat. Pendidikan karakter
memerlukan dukungan sosial yang kuat agar hasilnya lebih optimal. Salah satu aspek penting
dalam pendekatan sosial-budaya adalah mengkaji kekuatan modal sosial yang dimiliki oleh
masyarakat.
Modal sosial merupakan unsur penting yang diharapkan mampu membantu untuk
mengatasi masalah krisis karakter dalam perspektif sosial-budaya. Modal sosial ada dalam
kehidupan sosial, tetapi kekuatan modal sosial tidak sama dalam setiap level kehidupan
masyarakat./Modal sosial dapat dipetakan kembali sebagai energi kolektif yang mampu
3
menggerakkan partisispasi masyarakat dalam membangun kesadaran akan kehidupan
berbangsa dan bernegara di era global. Modal sosial dapat dikuatkan kembali dalam
pendidikan di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat dengan menguatkan unsur-unsur
pokok modal sosial dengan membangun sinergisitas sosialnya. Dalam makalah ini akan
dipaparkan dua hal pokok yakni bagaimana modal sosial dapat berperan dalam pendidikan
karakter bangsa ?
II. Pembahasan
Kajian Pustaka
Dalam kehidupan masyarakat ada kecenderungan yang sangat kuat yakni peran modal
sosial mulai melemah. Padahal modal sosial merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Modal sosial mulai menjadi kajian
yang menarik, karena modal sosial adalah sumberdaya yang dapat dipandang sebagai
investasi untuk mendapatkan sumberdaya baru. Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut
sumberdaya (resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi,
disimpan, dan diinvestasikan. Sumberdaya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai
modal. Dimensi modal sosial cukup luas dan kompleks. Modal sosial berbeda dengan istilah
populer lainnya, yaitu modal manusia (human capital). Pada modal manusia segala
sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh
seorang individu. Pada modal sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola
hubungan antarindividu dalam suatu kelompok dan antarkelompok dengan ruang perhatian
pada jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan antarsesama yang lahir dari anggota
kelompok dan menjadi norma kelompok.
Modal sosial mempunyai peran penting dalam membangun karakter bangsa, karena
karakter bangsa ditentukan oleh eksistensi negara dalam menjaga identitas budaya.
Keyakinan masyarakat bahwa identitas budaya mempunyai peran penting sangat ditentukan
oleh kemampuan masyarakatnya dalam menjaga modal sosialnya. Hal ini senada dengan
analisis yang dikembangkan oleh James Coleman yang didiskusikan lebih lanjut Pierre
Bourdieu dan dipopulerkan Robert Putnam. Menurut James Coleman (1990), atas hasil
studinya tentang pemuda dan pendidikan (youth and schooling) mendefinisikan konsep
modal sosial sebagai varian entitas, terdiri dari beberapa struktur sosial yang memfasilitasi
tindakan dari para pelakunya, apakah dalam bentuk personal atau korporasi dalam suatu
struktur sosial. Modal sosial menurutnya inheren dalam struktur relasi antarindividu. Struktur
relasi dan jaringan inilah yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan
4
iklim saling percaya, membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma dan sangsi
sosial bagi para anggotanya (Hauberer, 2011:249). Analisis Coleman, membuktikan bahwa
peran modal sosial sangat penting dalam membangun relasi sosial yang sangat kuat dalam
struktur sosial.
Modal sosial dibutuhkan dalam membentuk identitas budaya bangsa. Dalam
realitasnya, identitas budaya bangsa mulai tergeser dengan budaya global yang
menggambarkan nilai-nilai yang bersifat universal. Karena globalisasi ditandai dengan proses
meningkatnya saling ketergantungan ekonomi, kultural, lingkungan, sosial dan lingkungan
lintas negara yang bebas, serta munculnya kecenderungan bentuk dan proses homogenisasi,
hibridisasi dan diferensiasi kultur (nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan perilaku masyarakat)
global (Zamroni, 2011). Sebagai dampak globalisasi maka identitas budaya yang
mencerminkan refleksi diri atau self-image yang tiap diturunkan dari keluarga kita, gender,
budaya, etnik, dan proses sosialisasi individual” (Ting-Toomey) semakin tidak kuat, bahkan
ada kecenderungan melebur dalam budaya global. Hal ini akan cenderung berdampak pada
melemahnya karakter bangsa. Artinya, krisis karakter bangsa cenderung disebabkan oleh
melemah dan hilangnya identitas budaya bangsa.
Identitas budaya bangsa yang melemah menjadi fenomena sosial, yang disebabkan oleh
pergeseran peran lembaga sosial dan pendidikan dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Identitas budaya biasanya terbentuk melalui tiga level yakni personal yang menggambarkan
bahwa dalam diri individu ada sesuatu yang unik; level relasional yang menggambarkan
hubungan kita dengan orang lain; level budaya-sosial yang menggambarkan komunitas
berskala besar seperti bangsa, etnik, gender, agama atau afiliasi politik (Hall, 2011). Proses
pembentukan identitas budaya banyak menghadapi kendala, karena konflik nilai terus terjadi
dalam masyarakat global. Analisis tentang identitas budaya bangsa lebih difokuskan pada
level ketiga yakni level komunitas, karena terkait dengan pembetukan karakter bangsa, tetapi
dalam prosesnya relasi antara pembentukan identitas personal dan relasional tak dapat
dipisahkan justru dikuatkan dengan adanya modal sosial.
Pendidikan karakter hasilnya ditentukan oleh proses sosialisasi yang sangat dinamis
dalam tatanan individu, keluarga dan masyarakat. Dalam konteks kehidupan masyarakat yang
terjadi lebih kompleks karena banyak varian yang akan berpengaruh dalam proses interaksi
sosial dalam pendidikan karakter. Dalam prakteknya banyak strategi dan progam yang dipilih
untuk proses pendidikan karakter pada semua level pendidikan, seperti halnya dengan
5
learning experiences, structured learning experiences, persistence life situation dst. Namun
demikian, variasi dalam proses pendidikan tetap ditentukan oleh peran modal sosial.
Modal sosial diperlukan dalam proses pendidikan karakter karena interaksi sosial
membutuhkan energi sosial sehingga tujuan pendidikan karakter dapat berhasil optimal dalam
skala makro maupun mikro. Modal sosial yang dibutuhkan dalam pendidikan karakter dengan
mengembangkan unsur-unsur pokok dalam modal sosial haruslah dipahami oleh seluruh
warga masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh Nan Lin tentang konsep modal sosial dalam
kaitannya dengan berbagai aspek penting dalam kehidupan manusia. Menurut Nan Lin ,
modal sosial berakar dalam jaringan sosial dan hubungan sosial dan dipahami sebagai sumber
daya tertanam dalam struktur sosial yang diakses dan / atau dimobilisasi dalam tindakan yang
bertujuan. Dengan demikian, modal sosial mengandung tiga komponen: struktur, kesempatan
(aksesibilitas melalui jaringan sosial), dan tindakan (Lin, 2004: 40 dikutip Siti Irene Astuti D,
2011). Dalam konteks pendidikan karakter, maka modal sosial diperlukan dalam
mengembangkan struktur masyarakat yang mengembangkan jaringan sosial dalam
membentuk perilaku berkarakter.
Nan Lin menjelaskan bahwa aktor akses ke modal sosial, melalui interaksi, untuk
mempromosikan tindakan purposif. Dengan demikian, sifat sumber daya tertanam diakses
dalam interaksi menjadi penting dalam analisis tindakan purposif dan pola interaksi sosial.
Hal ini dapat menghadirkan hipotesis dalam tipologi tindakan dan interaksi. Dua jenis
interaksi relatif yakni homophilous, di mana mitra berbagi sumber daya yang sama, dan
interaksi heterophilous, di mana mitra berbagi sumber daya yang berbeda. (Lin, 2004:48
dikutip Siti Irene Astuti Dwiningrum ,2011).
Modal sosial dalam proses pendidikan karakter dapat tejadi dalam interaksi yang
bersifat homophilious dan heterophilous. Perbedaan tersebut akan membawa efektivitas
untuk mencapai tujuan pendidikan karakter. Di samping itu, sifat interaksi sosial akan
berpengaruh terhadap kekuatan unsur-unsur modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat.
Selain unsur pembentuk utama tersebut juga ada unsur pembentuk lain dari modal sosial yang
juga tidak kalah penting peranannya. Unsur-unsur ini dapat dikatakan sebagai syarat
kecukupan (sufficiency condition) dari terbentuk atau terbangunnya kekuatan modal sosial di
suatu masyarakat. Adapun unsur-unsur yang dimaksudkan adalah (Hasbullah, 2006: 9-16
dikutip Siti Irene Astuti Dwingrum, 2012): (a) partisipasi dalam jaringan sosial (participation
and social net work), (b) saling tukar kebaikan (resiprocity), (c) saling percaya (trust), (d)
norma sosial (social norm), (e) nilai-nilai sosial, dan (d) tindakan yang proaktif. Pemetaan
modal sosial yng terkait dengan unsur modal sosial. Analisis terhadap peran modal sosial
6
dibangun berdasarkan analisis obyektif dan kiritis. Berdasarkan analisis karakter dan unsurunsur modal sosial, maka peran modal sosial dalam dalam pendidikan karakter dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
Tabel 1. Peran Modal Sosial Dalam Pendidikan Karakter
Unsur modal
sosial
Nilai-nilai
sosial
(social values)
Norma sosial
(social norm),
Partisipasi
dalam jaringan
sosial
(participation
and social net
work),
Saling tukar
kebaikan
(resiprocity),
Kepercayaan
(trust)
Tindakan yang
proaktif
Pendidikan Karakter (Sekolah, Keluarga, Masyarakat)
Pendidikan karakter sangat membutuhkan nilai-nilai karakter yang dianggap
benar dan penting oleh semua warga masyarakat. Nilai-nilai yang dipilih
dalam pendidikan karakter mempunyai peran penting dalam membentuk dan
mempengaruhi aturan-aturan (the rules of conducts), dan aturan-aturan
bertingkah laku (the rules of behaviour), yang ditujukan untuk membentuk
pola-pola kultural (cultural pattern) sebagai bentuk dari identitas budaya
bangsa.
Pendidikan karakter membutuhkan norma sosial yang sangat berperan dalam
mengontrol perilaku berkarakter yang tumbuh di lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat. Norma sosial dibutuhkan untuk merangsang berlangsungnya
kohesitas sosial yang dibutuhkan dalam pendidikan karakter lebih kuat.
Pendidikan karakter memerlukan kapasitas sosial yang mampu membangun
asosiasi dan jaringan sosial yang mampu membentuk pola hubungan yang
sinergis antara keluarga, sekolah dan masyarakat dengan mengembangkan
prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom),
dan keadaban (civility) untuk mencapai tujuan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter memerlukan pola resiprokal yang dibangun oleh tingkat
kepedulian sosial yang tinggi, saling membantu dan saling memperhatikan
pada relasi sosial yang terjadi dalam keluarga, sekolah dan masyarakat agar
fungsi pendidikan karakter dapat membangun karakter bangsa.
Pendidikan karaker sangat membutuhkan rasa percaya (mempercayai) dalam
proses interaksi sosialnya dalam tingkatan individual, tingkatan relasi sosial
dan tingkatan sistem sosial. Hubungan sosial yang dibangun berdasarkan pada
pola tindakan yang saling mendukung untuk tujuan membangun karakter
bangsa.
Pendidikan karakter sangat ditentukan oleh keinginan yang kuat dari anggota
kelompok untuk berpartisipasi dan terlibat dalam semua proses pendidikan.
Perilaku proaktif menentukan keberhasilan dalam proses pendidikan karakter
karena didalam perilaku proaktif terkandung semangat keaktifan dan
kepedulian yang kuat untuk selalu menggali informasi yang dibutuhkan untuk
mengembangkan ide, pengetahuan, dan beragam inisiatif dari tingkatan
individu, tingkatan kelompok untuk tujuan membentuk karakter bangsa yang
kuat dan kokoh dan mengatasi masalah dalam proses pendidikan karakter.
Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa dalam proses pendidikan karakter ada
kecenderungan membutuhkan modal sosial. Demikian halnya, antar unsur modal satu dengan
yang lainnya saling terkait. Dengan memahami unsur pokok modal sosial yang diperlukan
dalam pendidikan karakter, maka proses pendidikan karakter tidak hanya terfokus penentuan
pada nilai-nilai karakter saja, tetapi yang lebih penting adalah menguatkan modal sosial pada
semua level masyarakat, sehingga interaksi sosial yang terjadi dalam proses pendidikan
7
karakter dapat berjalan lebih optimal dalam merealisasikan tujuan pendidikan karakter (Sahid
Hamid Hasan dkk,2010:7): mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik;
mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilainilai universal dan tradisi budaya; menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; mengembangkan kemampuan peserta didik
menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan; mengembangkan
lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
Tujuan pendidikan karakter sampai hari ini masih belum berhasil diwujudkan dengan
maksimal. Oleh karena itu, proses pendidikan karakter harus terus berlangsung secara
dinamis, berkelanjutan dan berkesinambungan dalam diri individu, bergerak dalam
kehidupan sosial. Sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai karakter terus dilakukan oleh
keluarga, sekolah dan masyarakat sesuai dengan kekuatan modal sosialnya. Dalam hal ini
dimensi bonding social capital dan bridging social capital tak dapat dipisahkan dalam proses
pendidikan karakter. Bonding social capital cenderung memiliki kekuatan dan kebaikan
dalam menjalin kerjasama antar anggota dalam suatu kelompok tertentu, melakukan interaksi
sosial timbal balik antar individu (guru, siswa, orangtua) dan dalam rangka memobilisasi para
anggota dalam konteks solidaritas sosial untuk membangun kesadaran kritis tentang krisis
karakter. Di sisi lain, bridging social capital dapat menggerakkan identitas yang lebih luas
dan reciprocity yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip
pendidikan karakter yang dapat diterima secara universal (Hasbullah, 2006:31). Dalam
konteks pendidikan karakter akan berhasil dengan baik jika bridging social capital yang
dalam gerakannya lebih memberi tekanan pada dimensi “fight for” yaitu mengarah kepada
pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok atau
problem yang terkait dengan upaya mengatasi krisis karakter lebih diupayakan oleh semua
level masyarakat, sehingga efek positip dari penguatan modal sosial benar-benar lebih
dirasakan oleh semua anggota masyarakat yang sama-sama sedang berjuang dalam
membangun karakter bangsa. Sedangkan dalam bonding socail capital jiwa gerakan
terkadang tidak jelas, karena diwarnai oleh semangat “fight againts” yang besifat memberi
perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya simbol dan kepercayaankepercayaan tradisional oleh kelompok. Pada kelompok ini, perilaku yang dominan adalah
sekedar sense of solidarity (solidarity making). Untuk itulah, dalam pendidikan karakter perlu
dibangun bridging social capital, karena dinilai modal sosial yang menjembatani mampu
memberikan kontribusi bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat (Hasbullah,
8
2006: 32). Hal ini sangat penting, karena proses pendidikan karakter dengan bridging dapat
dibentuk keterbukaan, memiliki jaringan yang fleksibel, toleran, memungkinkan untuk
memiliki alternatif jawaban dan penyelesaian masalah krisis karakter, akomodatif , cenderung
memiliki sikap yang altruistik, humanistik, dan universal dalam mengembangkan strategi
pendidikan karakter.
Kerangka Berpikir
Krisis karakter bangsa masih terus terjadi dalam kehidupan masyarakat global.. Krisis
karakter bersifat struktural dan kultural. Secara struktural krisis sudah terjadi pada seluruh
level kehidupan masyarakat, dan secara kultural ditandai dengan melemahnya nilai-nilai yang
sangat dibutuhkan dalam membangun karakter bangsa. Krisis karakter membutuhkan
pendidikan karakter yang dilakukan oleh seluruh level kehidupan masyarakat Nilai-nilai yang
diperlukan dalam pendidikan karakter ditentukan secara kontektual sesuai dengan kondisi
peserta didik maupun warga masyarakat
Penguatan tentang nilai-nilai karakter dalam kehidupan masyarakat sangat penting bagi
proses pembangunan karakter bangsa. Kesadaran tentang adanya nilai-nilai karakter yang
masih melekat dalam kehidupan masyakarat sebagai modal penting untuk mengatasi krisis
karakter bangsa. Nilai-nilai karakter yang kuat menjadi landasan normatif yang dibutuhkan
untuk membangun fondasi pembangunan bangsa yang berkarkter. Nilai-nilai karakter
diperlukan untuk mendidik warga masyarakat untuk mengembangkan
pribadi yang
berkarakter. .
Pembangunan karakter bangsa ditentukan oleh proses pendidikan karakter pada semua
unsur masyarakat Pendidikan karakter akan berhasil dengan optimal jika didukung oleh
kekuatan modal sosial. Modal sosial sebagai energi sosial dapat menggerakan seluruh warga
masyarakat untuk tujuan membangun karakter bangsa. Jika modal sosial melemah, maka
semakin sulit untuk mengajak warga masyarakat dalam mengatasi persoalan bangsa. Modal
sosial akan kuat jika unsur-unsur modal sosial tidak dikembangkan secara optimal. Dalam hal
inilah, modal sosial yang sudah dimiliki oleh masyarakat perlu dipetakan dan dilakukan
penguatan unsur-unsur modal sosial untuk disesuaikan dengan tujuan dan fungsi pendidikan
karakter bangsa.
Pemetaan modal sosial yang dimiliki dalam keluarga, sekolah dan masyarakat menjadi
data awal yang diperlukan untuk merancang proses pendidikan karakter bangsa berbasis
masyarakat, karena salah satu sumber krisis karakter bangsa adalah melemahnya kekuatan
modal sosial. Pemetaan modal sosial diperlukan untuk menilai kekuatan sosial dalam sudah
9
dimiliki oleh masyarakat. Hal ini didasarkan pada asumsi teoritis bahwa eksistensi
masyarakat ditentukan oleh adanya energi kolektif yang mampu membangun relasi sosial
yang kohesif dalam masyarakat sebagai kekuatan sosial. Persoalannya adalah kekuatan modal
sosial masyarakat satu dan lainnya ditentukan oleh kekuatan antar unsur-unsur modal sosial
yang ada dan masih dimililiki oleh warga masyaakat. Dalam hal ini keberhasilan dalam
proses pendidikan karakter ditentukan oleh unsur-unsur modal sosial.
Keberhasilan pendidikan karakter ditentukan oleh kekuatan unsur-unsur modal sosial
yang dimiliki oleh keluarga, sekolah dan masyarakat dengan mengembangkan brigding
social capital. Pada proses pendidikan karakte yang dikembangkan dengan bridging dapat
dibentuk keterbukaan, memiliki jaringan yang fleksibel, toleran, memungkinkan untuk
memiliki alternatif jawaban dan penyelesaian masalah krisis karakter, akomodatif , cenderung
memiliki sikap yang altruistik, humanistik, dan universal dalam mengembangkan strategi
pendidikan karakter yang mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan kemajuan dan
kekuatan karakter bangsa.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dirancang dengan pendekatan penelitian dan pengembangan,
sebagaimana dijelaskan oleh Borg dan Gall (1989)¸ dalam penelitian tahun pertama hanya
sampai dengan tahap lima, Adapun langkah pelaksanaan strategi penelitian pengembangan
sebagai berikut :
A. Penelitian dan pengumpulan data (reseacch and information)
B. Perencanaan (planning)
C. Pengembangan draft produk (develop preliminary form of product)
D. Uji coba lapangan awal (preliminary field testing)
E. Merivisi hasil uji coba (main product revision)
Populasi penelitian adalah masyarakat yang tinggal di kotamadya Yogyakarta,
khususnya di kecamatan Mantrijeron. Subyek penelitian adalah warga masyarakat yang
memiliki latar belakang sosial-ekonomi yang berbeda. Subyek penelitian yang dipilih
memiliki kriteria khusus yakni warga masyarakat yang aktif dalam organisasi sosial dalam
masyarakat. Adapun warga masyarakat yang terlibat dalam penelitian ini meliputi:
 Pengisian angket tentang pemetaan modal sosial dan FGD berjumlah 10 responden
digolongkan kelompok pemuda, 14 respoden digolongkan kelompok bapak dan 9
responden digolongkan kelompok ibu.
10
 Warga masyarakar yang terlibat dalam uji produk terbatas antara lain 10 peserta
digolongkan kelompok pemuda, 10 peserta digolongkan kelompok bapak dan 10
peserta digolongkan kelompok ibu.
Sumber data dengan kuestioner, partisipasi aktif, observasi, FGD, dokumentasi,
menggali data penelitian.
 Untuk pemetaan modal sosial digunakan kuestioner yang dimodifikasi dari
intrumnet yang dikembangkan oleh World Bank
 Untuk mengamati proses pembelajaran dengan menggunakan buku panduan
digunakan lembar observasi.
 Untuk menggali pendapat umum terkait dengan masalah modal sosial dan
pendidikan karakter dilakukan FGD.
 Untuk menyimpan data gambar dari semua proses penelitian digunakan
domumentasi foto dan film.
Validasi
instrument
dilakukan
pada
instrument
angket,
observasi
dengan
menggunakan validasi konstruk dengan dikonsultasikan dengan ahlinya atau expert
judgement. Validasi intrumnet dilakukan oleh ahli materi dan ahli teknologi pembelajaran
Validasi produk dilakukan secara bertahap sampai dengan produk dinyatakan berhasil
untuk dipatenkan. Validasi awal dilakukan oleh tim peneliti dengan melakukan uji coba
terbatas untuk menilai kelayakan materi dan prosesnya. Kemudian dilanjutkan validasi
ahli materi untuk memberikan penilaian kelayakan materi yang dikembangkan dalam
buku panduan, sedangkan ahli tekonologi pembelajaran akan memberikan penilaian
kelayakan dalam proses pembel;ajaran. Ahli psikologi perkembangan menilai kesesuain
materi dengan karakteristik warga masyarakat. Dalam penelitian ini ketiga proses sudah
dilakukan dan dinilai dengan format penilaian buku panduan.
Analisis data penelitian dengan menggunakan reduksi , kategori data sesuai dengan
tema-tema yang akan digali dalam penelitian ini. Analisis data dengan . Analisis data
digunakan adalah analisis “mixed method”, analisis kuantitatif menggunakan statistik
deskriptif, sedangkan analisis kualitatif dimanfaatkan untuk data-data kualitatif. Analisis
statistik digunakan untuk menggambarkan hasil data pemetaan modal sosial, sedangkan
analisis kualitatif digunakan untuk memetakan hasil data kualitatif untuk menemukan
pola dan makna data sesuai dengan tujuan penelitian.
11
II. Hasil dan Pembahasan
Pada makalah ini dijelaskan secara lebih rinci tentang tahap-tahap yang sudah
dilakukan dalam penelitian Research & Development khusus untuk tahap pertama yakni
Penelitian dan pengumpulan data (reseacrh and information). Hasil analisis data terkait
dengan modal sosial dan masalah karakter yang digali dari tiga kelompok yakni kelompok
pemuda, kelompok bapak dan kelompok ibu, khususnya di Kecamatan Mantrijeron
Yogyakarta. Ada dua data pokok yang akan dipaparkan yakni modal sosial dan karakter
warga masyarakat.
Pemetaan Modal Sosial
Berdasarkan data awal dapat disimpulkan bahwa didalam kehidupan kehidupan masyarakat
terdapat beberapa unsur modal sosial dapa dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 2 Unsur Modal Sosial Pada Masyarakat
Aspek Modal Sosial
Interaksi Sosial dan Layanan
Masyarakat
Pengambilan Keputusan
Efektivitas Interaksi dengan
Kelompok
Aktivitas dan Dana
Sumber Informasi dan Media
Massa
Rasa Kebersamaan dan
Keakraban Warga Masyarakat
Perbedaan Tidak
Menimbulkan Masalah
Deskripsi
Kemampuan kelompok masyarakat untuk memberikan layanan
kepada kelompok masyarakat. Layanan kelompok masyarakat
merupakan salah satu bentuk representasi kelompok masyarakat
terhadap lingkungannnya,
Keputusan yang dibuat secara bersama merupakan salah satu
bentuk modal sosial yang dimiliki oleh kelompok masyarakat.
Keputusan bersama dapat terjadi ditncasi dengan adanya
kerjasama dan komunikasi antar anggota di kelompok.
Warga masyarakat memiliki hubungan sosial dengan kelompok
lain yang terkait dengan tujuan tertentu dan dalam proses
penggalian dana. Artinya , warga sudah terbiasa membangun relasi
sosial dalam kelompok masyarakat yang lebih luas, dan tidak
terbatas dengan warga masyarakat setempat.
Sumber dana sebagai kekuatan modal sosial ditentukan iuaran
anggota kelompok dan keinginan kelompok untuk menerima
sumber keahlian atau saran penting kepada kelompok.
Media massa sebagai sumber informasi penting sudah menjadi
bagian dari proses interaksi sosial penting, dan juga dinilai sebagai
bagian dari modal sosial yang dibutuhkan oleh kelompok
masyarakat untuk dapat merespon berbagai perubahan dan
tantangan kehidupan.
Rasa kebersamaan dan keakraan dibangun oleh adanya kedekatan
antar warga masyarakat sebagai media bagi kelompok masyarakat
untuk lebih optimal dalam mencapai tujuan kelompok masyarakat.
Perbedaan tidak selalu menimbulkan kekerasan jika dalam
perbedaan tersebut masih diikat oleh modal sosial yakni rasa
kedekatan dan kebersamaan.
Sumber : diolah dari data primer, 2013
Dari paparan di atas dapat dimaknai bahwa modal sosial pada umumnya sudah ada dan
dimiliki dalam kehidupan masyarakat. Permasalahannya adalah tidak semuia warga
12
masyarakat menyadari bahwa modal sosial adalah aspek yang sangat penting dalam proses
pendidikan karakter bangsa
Pengertian Modal Sosial
Untuk memahami dinamika tentang modal sosial dalam masyarakat, penelitian juga
menggali dari wawancara berstruktur dan FGD terkait dengan pengertian modal sosial, nodal
sosial yang dimiliki warga masyarakat, modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat dan peran
warga masyarakat dalam pengembangan modal sosial. Pada proses FGD tidak semua
kelompok warga memahami makna modal sosial, akan tetapi dari jawaban terhadap
wawancara terstruktur ada beberapa jawaban responden yang menjelaskan
tentang
pengertian modal sosial , sebagai berikut :
Tabel 3. Pengertian Modal Sosial
Kelompok Pemuda





Kesiapan seseorang dalam
perubahan-perubahan
bahkan masalah-masalah
sosial yang diakibatkan oleh
pengaruh perkembangan
zaman.
Kebutuhan masyarakat
untuk menggerakkan
kekuatan dalam krisis
karakter
Ikut berpartisipasi dalam
kegiatan
masyarakat/kampung
Saling peduli satu sama lain
Nilai-nilai dan norma
agama, sosial dan hukum
yang dimiliki masyarakat.
Kelompok Ibu








Toleransi
Mau berkorban
Ikhlas bekerja
Bisa mengerti orang lain
Membuat jaringan
pertemanan berbagai
pihak
Dipercaya oleh
lingkungan masyarakat
kampung dan lingkungan
kerja
Penggerak masyarakat
kampung
Dapat sinergi dalam
masyarakat
Kelompok Bapak








Aktif dalam
kepanitiaan
Gotong royong
Dikenal di lingkungan
masyarakat
Motivator keluargadan
masyarakat
Bisa bekerja sama
dengan orang lain
Pengamalan keyakinan
yang kuat di lingkugan
Peduli dengan orang
Tenggang rasa
Sumber : diolah dari data primer, 2013
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian modal sosial tidak sepenuhnya
dipahami oleh responden pemuda. Beberapa yang sesuai adalah partisipasi dalam kegiatan
sosial, saling peduli satu sama lain, adanya nilai dan norma agama, sosial dan norma hukum.
Sedangkan para responden ibu-ibu hampir sama pendapatnya dengan responden muda dan
bapak-bapak, modal sosial yang menonjol adalah rela berkorban dan ikhlas bekerja, jaringan
pertemanan, dipercaya lingkungannya (trust) dan adanya sinergi dalam masyarakat. Lebih
lanjut, sama dengan responden yang lain, bapak-bapak sudah memahami makna modal sosial.
Bentuknya adalah gotong royong, peduli, mau berbagi dan adanya rasa aman dan damai. Jika
dikaitkan dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal sosial adalah partisipasi
13
sosial yang didasarkan pada nilai-nilai kepedulian sosial, nilai keikhlasan, nilai kepercayaan,
nilai gotong royong yang secara sinergi terjadi dalam masyarakat untuk tujuan tertentu.
Modal sosial yang sudah dimiliki oleh warga masyarakat sangat bervariasi. Secara
garis besar modal sosial yang sudah dimiliki oleh warga masyarakat dapat dipaparkan sebagai
berikut:
Tabel 4. Modal Sosial Yang Dimiliki Warga Masyarakat
Kelompok Pemuda
 Cinta budaya bangsa
 Ikut berpartisipasi dalam
hal postitif dalam
organisasi
 Melayani masyarakat
yang membutuhkan
 Tenggang rasa
 Menyampaikan informasi
kepada masyarakat (jika
ada)
 Tanggung jawab terhadap
keluarga
 Mampu memimpin
 Peduli pada lingkungan
 Tenggang rasa
Kelompok Ibu
Kelompok Bapak
 Aktif menjadi ketua/
pengurus organisasi sosial
(ketua Lansia, sekretaris
Aisyiyah,ketua pemuda
Mangkuyudan, ketua RT,
dll).
 Ikhlas dalam berorganisasi,
tidak minta imbalan
 Rela berkorban
 Gotong royong
 Dituakan di kampung
 Dipercaya lingkungan
 Jaringan pertemanan
berbagai pihak
 Aktif Ikut kepanitiaan
keagamaan
 Gotong royong
 Dikenal di lingkungan
Jageran
 Motivator keluarga
 Bisa bekerja sama
dengan orang lain
 Pengamalan keyakinan
yang kuat
 Peduli
 Tenggang rasa
Sumber : diolah dari data primer, 2013
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa ada banyak variasi modal sosial yang
menurut responden sudah dimiliki oleh kelompok pemuda seperti halnya cinta budaya
bangsa, tenggang rasa, partisipasi, mampu memimpin. Sedangkan para responden ibu-ibu
telah memahami dan memiliki modal sosial yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan sosial
dan organisasi sosial di kampungnya. Gotong royong, jaringan pertemanan, keikhlasan, dan
dipercaya lingkungan adalah modal sosial yang teraktualisasi dalam pengalaman organisasi
yang dipimpinnya. Sementara, sama dengan responden yang lain, bapak-bapak sudah
memahami makna modal sosial. Bentuknya adalah gotong royong, peduli, mau berbagi dan
adanya rasa aman dan damai.
Modal sosial yang dinilai oleh warga masyarakat ada kecenderungan yang sama,
bahwa masing-masing kelompok warga masyarakat yakin bahwa modal sosial sudah ada dan
dimiliki oleh masyarakat sebagaimana dipaparkan sebagai berikut:
14
Tabel 5 Modal Sosial Yang Dimiliki Masyarakat
Kelompok Pemuda
Kelompok Ibu
 Adanya organisasi-organisasi
 Gotong royong
positif di masyarakat
dalam kehidupan
bermasyarakat
 Adanya organisasi
 Kepedulian sosial
Muhammadiyah di kampung
dalam mengahadapi
 Kebersamaan dalam
masalah
membersihkan lingkungan
masyarakat
 Keakraban antar
warga masyarakat
 Tolong menolong dalam
 Kesederhanaan
masyarakat jika ada musibah
dalam kehidupan
 Memberikan rasa aman
masyarakat
terhadap masyarakat dengan
 Semangat dalam
cara siskamling (ronda)
bekerja
 Organisasi di sekitar wilayah
berjalan aktif
 Toleransi dalam
perbedaan
 Adanya interaksi sosial yang
harmonis antar-masyarakat.
 Rasa kekeluargaan
 Dijunjungnya nilai-nilai agamis  Saling menghargai
antar sesama.
 Gotong royong
 Saling tenggang rasa
 Peduli terhadap lingkungan
Kelompok Bapak








Gotong royong
dalam kehidupan
Kepedulian sosial
Kebersamaan dalam
kehidupan
Solidaritas tidak
pandang SARA
Menerima kebaikan
dan
mengamalkannya
Melakukan
silaturahim dengan
warga.
Melakukan tegur
sapa dengan cara
yang baik
Toleransi
Sumber: diolah dari data primer, 2013
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahw ada banyak variasi modal sosial
yang menurut responden sudah dimiliki, beberapa di antaranya adalah cinta budaya bangsa,
tenggang rasa, partisipasi, mampu memimpin. Sedangkan responden ibu-ibu telah memahami
dan memiliki modal sosial yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan sosial dan organisasi
sosial di kampungnya. Gotong royong, jaringan pertemanan, keikhlasan, dan dipercaya
lingkungan adalah modal sosial yang teraktualisasi dalam pengalaman organisasi yang
dipimpinnya. Bagi Para responden bapak-bapak telah memahami dan memiliki modal sosial
yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan di kampungnya. Gotong
royong, bisa bekerja sama, keyakinan akan perlindungan Allah, peduli dan tenggang rasa
adalah modal sosial yang sudah teraktualisasi dalam pengalaman organisasi di kampungnya
Karakter Dalam Masyarakat
Untuk mengungkap gambaran awal tentang pemahaman masyarakat tentang masalah
karakter, maka dalam penelitian ini mengungkap dengan wawancara terstruktur dan FGD
tentang bagaimana warga masyarakat mendiskripsikan tentang ciri-ciri orang berkarakter,
penyebab krisis karakter, nilai-nilai karakter yang sudah dimiliki oleh warga serta pemikiran
mereka dalam mengatasi krisis karakter bangsa. Berdasarkan data penelitian yang diungkap
15
dengan wawancara terstruktur dan FGD
akan dipaparkan tentang ciri-ciri orang yang
berkarakter. Hal ini dimaksudkan agar dapat memperoleh gambaran awal tentang konsep
manusia berkarakter warga masyarakat. Hasil analisis data awal dikelompokkan ke tiga
kelompok yakni kelompok pemuda, kelompok ibu dan kelompok bapak.
Tabel 6. Ciri Orang Yang Berkarakter
Kelompok Pemuda





















Cerdas
Sopan santun
Pandai bergaul ,
Tidak lupa jati diri
dan budaya
bangsanya
Berpikir rasional
Aktif dalam kegiatan
Jujur
Disiplin
Amanah
Sabar
Bergotong royong
Mempunyai prinsip
Mengenal dirinya
sendiri
Tidak mudah
terpengaruh
Punya perencanaan
yang matang
Percaya diri
Tidak mudah putus
asa
Berpikiran positif
Mempunyai jiwa
sosial
Tanggung jawab
Berilmu
Kelompok Ibu



















Berwibawa
Berpengaruh
Disiplin
Bisa mengatasi masalah
Bisa menjadi teladan
Bisa mengayomi
Jujur
Amanah
Adil
Bersemangat
Peduli lingkungan\
Berperilaku Sopan-santun
Mudah bergaul
Bisa momong masyarakat
Berpendidikan
Trampil
Tanggung jawab
Arif bijaksana
Tidak berprasangka buruk
pada orang lain
Kelompok Bapak













Ikhlas
Disiplin
Bertanggung jawab
Keteladanan
Jujur
Berkepribadian
Watak baik
Berakhlak
Berani berkorban utk
kebenaran
Beriman/taqwa
Tepa slira
Taat hukum
Berpembawaan baik
Sumber: diolah dari data primer, 2013
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa ada banyak ciri-ciri orang berkarakter
menurut para pemuda/responden muda, tetapi yang menonjol adalah disiplin, punya prinsip ,
jujur, tertib, menjunjung nilai moral, dan mempunyai perencanaan yang matang. Menurut
ibu-ibu, orang yang berkarakter dicirikan dengan sifat-sifat mulia yang melekat padanya ,
dengan penonjolan pada nilai jujur, disiplin, wibawa, berpengaruh, teladan dan sopan santun.
jawaban ibu-ibu dibandingkan dengan responden muda ada persamaannya, yaitu dalam nilai
kejujuran, disiplin, pandai bergaul, dan amanah. Namun demikian, sesuai dengan usia
responden, kelompok ibu-ibu mencirikan orang berkarakter menonjolkan juga peran sosial
seperti bisa mengayomi, bisa menjadi teladan, berwibawa, dsb. Sedangkan responden bapak16
bapak juga menekankan karakter jujur sebagai yang banyak dipilih. Ada persamaan ciri orang
berkarakter antara responden bapak-bapak dan ibu-ibu serta pemuda.Bahwa orang
berkarakter adalah orang yang jujur, disiplin, dapat diteladani dan bertanggung jawab. Jika
dikaitkan dengan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri orang berkarakter adalah
orang yang memiliki sifat-sifat mulia yang melekat dalam diri pribadinya seperti halnya nilai
kejujuran, nilai disiplin, nilai keikhlasan dan perilaku yang menjadi tauladan dalam
menjalankan peran sosialnya.
Masyarakat pada umumnya menyadari terjadinya krisi karakter bangsa di Indonesia.
Hal ini terungkap dari hasil analisis data yang terkait dengan pendapat warga masyarakat
tentang bentuk krisis karakter bangsa dapat dipaparkan sebagai berikut:
Tabel 7. Bentuk Krisis Karakter Bangsa
Kelompok Pemuda
 Lunturnya budaya bangsa sendiri
 Rendahnya rasa hormat kepada yang
lebih tua
 Meningkatnya kenakalan remaja
(tawuran, seks bebas/pergaulan
bebas, narkoba, dll)
 Pasif dalam kerjasama
 Minder untuk menunjukkan
kemampuan
 Konflik sosial di era global
 Tidak jujur dan amanah
 Tidak disiplin
 KKN merajalela
 Pemimpin kurang adil dan
mementingkan diri sendiri
 Kurang menghargai budaya sendiri
 Banyak terjadi kasus pelecehan
seksual dan pembunuhan
Kelompok Ibu
 Pemimpin tidak peduli
 Lupa sejarah, dasar
negara
 Menggunakan
kekuasaan untuk diri
sendiri
 Moral menurun
 Kurang iman
 Korupsi
 Kurang peduli
lingkungan
 Meminum alkohol/miras
 Tidak disiplin
 Tidak amanah
Kelompok
Bapak
 Tidak mencintai
produk bangsa
sendiri
 Mementingkan diri
sendiri/golongannya
 Senang pada budaya
bangsa lain
 Banyak korupsi
 Tidak ada rasa malu
Sumber: diolah dari data primer, 2013
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa menurut para pemuda, bentuk
krisis
karakter bangsa yang paling banyak adalah KKN merajalela, kenakalan remaja, kriminalitas,
perilaku tidak jujur. Sedangkan para responden ibu-ibu
berpendapat beragam mengenai
bentuk krisis karakter bangsa, tetapi yang menonjol adalah pemimpin tidak peduli, lupa sejarah
dan penggunaan kekuasaan utk diri sendiri serta korupsi karena tidak amanah. Dibandingkan
dengan responden pemuda, ibu-ibu mempunyai pendapat yang sama bahwa bentuk-bentuk
krisis karakter yang menonjol adalah korupsi/KKN, tidak jujur, penyalahgunaan kekuasaan
untuk kepentingan sendiri, pemimpin tidak peduli. Sedangkan bentuk krisis yang utama
17
menurut bapak-bapak adalah mementingkan diri sendiri dan golongannya. Ada persamaan
antara pendapat bapak-bapak, ibu-ibu dan pemuda,yaitu korupsi sebagai bentuk nyata krisis
karakter bangsa. Jika dikaitkan dengan pendapat masyarakat dapat disimpulkan bahwa krisis
karakater bangsa adalah suatu kondisi masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya
masalah sosial dan budaya seperti halnya korupsi, pemimpin yang tidak adil, perilaku
menyimpang meningkat di kalangan remaja, dan tindak kriminilatas.
Dari analisis penyebab terjadinya krisis karakter bangsa berdasarkan hasil analisis
data dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Tabel 8 . Penyebab Krisis Karakter Bangsa
Kelompok Pemuda
 Westernisasi
 Globalisasi
 Minimnya pengetahuan
tentang karakter
 Moralitas yang rendah
 Kurang amanah
terhadap aspirasi
masyarakat
 Mudah terpengaruh
budaya luar
 Kurangnya pendidikan
 Kurang iman
 Tidak ada kejujuran dari
individu
Kelompok Ibu
 Tingkat pendidikan
rendah
 Pergaulan bebas
 Tidak ada rasa adil
 Hilangnya rasa
kebangsaan
 Hilangnya tenggang rasa
 Tidak jujur
 Tidak ada budi pekerti
 Tidak ada keteladanan
 Pamrih
 Kurang iman
 Egois
 Masuknya budaya asing
 Kesejahteraan rendah
 Konsumerisme
Kelompok Bapak













Tingkat pendidikan
Pergaulan bebas
Tidak ada rasa adil
Hilangnya tenggang rasa
Tidak ada budi pekerti
Tidak ada keteladanan
Kurang iman
Kesejahteraan rendah
Konsumerisme
Tidak mengenal
perjuangan para pendiri
bangsa
Pemimpin tidak adil
Tidak percaya diri
Tidak ada rasa
handarbeni
Sumber: diolah dari data primer, 2013
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa menurut para responden muda, yang
menjadi penyebab krisis karakter ada banyak, tetapi
yang menonjol adalah mudah
terpengaruh budaya luar, mudah terbawa arus lingkungan dan kurangnya pendidikan.
Menurut pendapat responden responden ibu-ibu maupun bapak-bapak , penyebab paling
menonjol dari krisis karakter bangsa adalah kurangnya iman, tidak ada keteladanan, dan
kurangnya rasa kebangsaan. Berdasarkan pendapat tiga kelompok masyarakat, dapat
disimpulkan bahwa penyebab krisis karakter secara umum disebabkan oleh faktor
eksternal dan internal. Faktor eskternal terkait dengan pengaruh budaya global yang
menurunkan nilai kebangsaan, sedangkan faktor internal terkait dengan rendahnya tingkat
pendidikan dan melemahnya nilai-nilai kemanusiaan dalam pribadi warga masyarakat.
18
Namun demikian, di tengah krisis karakter bangsa sebagian responden menilai sudah
memiliki beberapa nilai karakter dalam pribadinya. Secara umum nilai-nilai karakter yang
sudah dimiliki oleh warga masyarakat dapat dipaparkan sebagai berikut:
Tabel 9. Nilai Karakter Yang Dimiliki Warga Masyarakat
Kelompok Pemuda













Nilai moral
Sopan santun
Saling menghargai
Beribadah
Rajin belajar
Jujur/amanah
Mempunyai prinsip
Perencanaan yang
matang
Mampu berdapatasi
sosial
Menghormati orang
yang lebih tua
Percaya diri
Tanggung jawab
Tegas
Kelompok Ibu














Ngemong
Ngalah
Menghargai orang lain
Memahami agama
Mengamalkan
agama/beribadah
Tenggang rasa
Jujur
Adil
Peduli
Teladan
Disiplin
Tanggung jawab
Bergaul yang positif
Tidak menyakiti hati
orang
Kelompok Bapak







Membantu orang
lain
Memahami agama
Mengamalkan
agama/beribadah
Tenggang rasa
Teladan
Disiplin
Tanggung jawab
Sumber: diolah dari data primer, 2013
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa ada banyak nilai positif yang sudah
dimiliki responden, yang agak menonjol adalah jujur dan mempunyai prinsip. Menurut
responden ibu-ibu, ada banyak ciri yang ditampilkan, tetapi yang menarik adalah sikap
ngalah juga termasuk dalam karakter positif. Agak berbeda dengan responden pemuda,
responden ibu-ibu lebih mengarah pada nilai-nilai sosial dan keagamaan dalam menampilkan
dirinya sebagai i orang yang berkarakter. Sedangkan menurut responden bapak-bapak, ada
banyak ciri yang ditampilkan, tetapi yang menarik adalah tidak dimunculkannya secara tegas
nilai kejujuran sebagai nilai yang sudah dimiliki. Mungkin sudah dipandang implisit di dalam
nilai pengamalan agama/beribadah. Sama halnya dengan ibu-ibu, para bapak lebih mengarah
pada nilai-nilai sosial dan keagamaan dalam menampilkan dirinya sebagai
orang yang
berkarakter.
Proses untuk menjadi orang yang berkarakter ternyata tidak mudah. Ada
kecenderungan yang cukup kuat bahwa warga masyarakat menilai masih banyak kendala
untuk membangun bangsa yang berkarakter. Berdasarkan data yang terkait dengan problem
untuk menjadi manusia berkarakter dapat digambarkan sebagai berikut:
19
Tabel 10. Problem Menjadi Orang Berkarakter
Kelompok Pemuda
 Pengaruh budaya asing
yang semakin pintar untuk
melumpuhkan jati diri
karakter bangsa
 Membagi waktu untuk
kegiatan.
 Terkadang tidak bisa
menerima perbedaan
karakter
 Terkadang dihadapkan pada
pilihan yang tidak disenangi
.
 Beda tindakan, sikap dan
sifat dengan orang lain
 Adakalanya bersitegang
dengan orang lain
 Seringkali terdapat ego tidak
mau dinasehati atau diberi
masukan oleh orang lai
Kelompok Ibu
 Ada orang yang ingin
menang sendiri sehingga
tidak bisa mengerti ketika
diajak berbicara
 Kadang waktu (terbatas)
yang tidak bisa
dimengerti oleh orang
lain
 Dalam sistem yang
kurang sehat, berkarakter
sering dianggap sok suci,
sok pahlawan, bodoh.
 Terpengaruh tayangan
TV
Kelompok Bapak






Banyak yang tidak suka,
karena merasa
terbelenggu terutama dari
orang yang kurang iman
Siap menerima pendapat
yang berbeda
Menjadi gunjingan orang
lain bila tidak sesuai
dengan pendapatnya.
Bila tidak teguh pendirian,
dalam masyarakat
majemuk terkadang larut
dengan suasana.
Harus dapat menjaga
perilaku/keteladanan bagi
keluarga dan masyarakat
Harus dapat memelihara
amanah secara ikhlas.
Sumber; diolah dari data primer, 2013
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa problem menjadi orang yang
berkarakter bervariasi. Pertanyaan ini tidak mudah dipahami oleh responden, tetapi ada
beberapa responden dari tiga kelompok mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Jawaban dari responden pemuda relatif cuku variatif . Sedangkan
responden ibu-ibu
menyadari bahwa ada masalah untuk menjadi orang yang berkarakter, terutama dalam
masyarakat yang tidak tertib dan kurang beriman, berkarakter justru tidak disukai orang
karena dianggap sok suci dan sok pahlawan. Sedangkan responden bapak-bapak merasa
bahwa menjadi orang berkarakter harus teguh pada pendiriannya agar tidak larut dalam
perbuatan yang tercela. Ternyata menjaga amanah, ikhlas dan menjadi teladan adalah
perbuatan yang sulit dilakukan sehingga menjadi problem bagi mereka.
Upaya untuk mengatasi krisis karakter bangsa harus menyertakan peran serta
masyarakat. Demikian halnya, pendapat warga masyarakat menyetujui bahwa krisis karakter
bangsa tidak dapat diatasi secara maksimal jika tidak ada sinergitas antar semua unsur
masyarakat. Dalam hal iini warga masyarakat menyatakan bahwa bentuk peran serta warga
masyarakat dalam mengatasi krisis karakter bangsa dapat dipaparkan sebagai berikut:
20
Tabel 11. Peran Warga M asyarakat Dalam Mengatasi Krisis Bangsa
Kelompok Pemuda
 Mengikuti organisasiorganisasi di masyarakat
 Ikut berpartisipasi dalam
memajukan budaya
bangsa.
 Ikut berbaur dalam
membangun masyarakat
yang berkarakter
 Memberikan
masukan/aspirasi kepada
bangsa
 Aktif dalam
berorganisasi dan
memberi inspirasi kepada
adik-adik di sekitar
dengan kegiatan yang
bermanfaat.
 Ikut serta dalam memilih
pemimpin
Kelompok Ibu
 Menjadi mitra/pendamping
keluarga bermasalah
 Aktif dalam pengajian
untuk meningkatkan iman,
islam dan ihsan
 Peran dimulai dari rumah
tangga dan lingkungannya
 Membangkitkan rasa
kebangsaan
 Memberikan
wawasan/pengertian untuk
menjadi bangsa yang
mandiri
 Berusaha menanamkan
budi pekerti pada anakanak sejak dini
 Berbagi pengetahuan
 Motivator di lingkungan
Kelompok Bapak
 Aktif dalam pengajian
untuk meningkatkan iman,
islam dan ihsan
 Mencintai produk
lokal/bangsa sendiri
 Berusaha menanamkan
budi pekerti pada anakanak sejak dini
 Meningkatkan pendidikan
agama dalam keluarga
 Memilih pemimpin yang
dapat diteladani.
 Menjaga pelestarian alam
dan kekayaan negara
 Mengamalkan falsafah
bangsa: Pancasila
Sumber; diolah dari data primer 2013
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa responden pemuda mengakui bahwa
mereka telah aktif dalam kegiatan sosial/organisasi sosial di masyarakat sekitarnya.
Sedangakan responden ibu-ibu telah aktif dalam berbagai kegiatan yang mendukung untuk
mengatasi krisis karakter bangsa, terutama dengan cara mendidik agama dan budi pekerti di
dalam keluarga dan lingkungannya. Responden bapak-bapak ternyata juga telah berpartisipasi
dalam berbagai kegiatan dengan modal sosial yang dimilikinya seperti aktif pengajian,
mencitntai produk dalam negeri, menjaga lingkungan alam, menjaga harta negara, memilih
pemimpin tang dapat diteladani dan mendidik anak dengan budi pekerti yang baik sejak dini.
Pendapat bapak-bapak hampir sama dengan pendapat ibu-ibu dan pemuda. Dalam hal ini
dapat disimpulkan bahwa semua responden memiliki andil dalam mengaktifkan
lingkungannya. Semua responden mempunyai kepedulian sosial yang besar untuk
mewujudkan karakter bangsa.
Pengembangan Modal Sosial Bagi Pendidikan Karakter
Berdasarkan data awal yang diperoleh peneliti tentang pemahaman warga masyarakat
tentang nilai karakter dan dinamikanya dalam kehidupan masyarakat, dalam tahap berikutnya
peneliti merancang buku panduan tentang pengembangan modal sosial dalam pendidikan
karakter yang dapat digunakan oleh warga masyarakat dalam membangun dan menguatkan
21
karakter bangsa. Dalam merancang modul ini peneliti menekankan pada beberapa prinsip
pokok yakni sederhana dan mudah digunakan oleh peserta. Di samping itu, dalam merancang
buku panduan disesuaikan dengan tujuan penelitian yakni dapat mengembangkan modal
sosial dalam pendidikan karakter, maka buku panduan yang dirancang diharapkan dapat
menggerakkan warga masyarakat dalam membangun habit of the mind, habit of the heart and
habit of the hands untuk tujuan penguatan nilai-nilai karakter pada pribadi warga masyarakat.
Buku panduan dirancang agar dapat digunakan oleh warga masyarakat agar lebih
menyadari pentingnya membangun karakter diri dan mengembangkan modal sosial dalam
masyarakat. Dalam penulisan rancangan buku panduan mempertimbangkan beberapa aspek
yakni ide dasar tentang isi buku panduan, model pembelajaran, strategi pembelajaran dan
bahan pendukung dalam proses pembelajaran. Berdasarkan deskripsi di atas, peneliti
menjabarkan dalam buku draft panduan lebih detail dan lebih fokus dengan menggunakan
format bahasa yang mudah digunakan oleh guru. Adapun susunan buku panduan dengan
judul “ Pengambangan Modal Sosial Untuk Pendidikan Karakter Bangsa” secara garis besar
dapat dijabarkan sebagai berikut (Lihat lampiran). Pengembangan buku panduan didasarkan
pada beberapa tahapan sebagai berikut: merancang proses pembelajaran; menentukan
alat/bahan pendukungnya; menentukan skenario pelaksanaan; menuliskan draft buku
panduan;
mendiskusikan bersama tim;
mendiskusikan dengan pakar; menentukan
pelaksanaan uji coba modul.
Pelaksanaan uji coba dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2013 di Hotel Grand Palace
Yogyakarta yang dihadiri oleh tiga kelompok masyarakat yakni kelompok ibu, kelompok
bapak dan kelompok pemuda, yang dipilih oleh pihak kantor kecamatan Mantrijeron
Yogkarta. Berdasarkan hasil uji terbatas dapat diamati bahwa setiap tema yang dikembangkan
dari buku panduan dapat dideskripsikan sebagai berikut:
NO
TEMA
TUJUAN
I
Profil Orang
Yang
Berkarakter
Peserta diminta untuk mengutarakan pendapat
mereka tentang definisi orang yang
berkarakter dengan menggunakan “Mind
Map”.
II
Belajar dari
Tokoh
Masyarakat
Yang
Berkarakter
Peserta diminta untuk menuliskan orangorang yang berasal dari lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat, baik yang berasal dari
Indonesia dan orang luar Indonesia yang
dinilai benar-benar sebagai orang yang berkarakter
KOMPONEN
MODAL
SOSIAL
Saling
percaya,
komunikasi
empatik, nilainilai soosial
Saling
percaya,
kerjasama,
saling tukar
kebaikan,
kejujuran
KOMPONEN
DALAM
PEDIDIKAN
KARAKTER
Moral
Knowing
Moral
Knowing dan
Moral Feeling
22
NO
TEMA
III
Rumah
Berkarakter
IV
Mengenal
Eksitensi Diri
sebagai Orang
Berkarakter
Dengan
“Sungai
Kehidupan
V
Problem
Penguatan
Modal Sosial
Dalam
Membentuk
Karakter
Bangsa
VI
Membangun
Kehidupan
Masyarakat
Yang
Berkarakter
dengan Nilai
Kejujuran
TUJUAN
Peserta diminta untuk mengutarakan definisi
rumah yang diidamkan, kemudian menjelaskan fungsi dari rumah. Peserta dapat menggambarkan kegiatan di rumah yang dapat
menimbulkan kebahagiaan dan kebermaknaan
dalam hidupnya.
Peserta diminta untuk menceritakan pengalaman pribadinya dalam berproses untuk
menjadi pribadi yang berkarakter , melalui
“Sungai Kehidupan”. Membangun resiliensi
melalui Sungai Kehidupan, yaitu dengan
menyadarkan tentang eksistensi diri sebagai
makhluk Tuhan yang senantiasa bersyukur.
Dengan “experiential learning” diharapkan
dapat membangun resiliensi peserta karena
merasa didengarkan, diperhatikan dan diberikan tanggapan oleh orang lain serta menganalisis peran modal sosial dalam proses
pembentukan manusia yang berkarakter.
Peserta dalam kelompok diminta untuk
mengidentifikasikan nilai-nilai karakter yang
paling penting dan urgen yang harus dimiliki
oleh generasi muda yang beperan dalam
pembangunan karakter bangsa serta. Peserta
memilih cara efektif untuk dapat menguatkan
modal sosial yang sangat diperlukan untuk
membangun masyarakat yang berkarakter
dalam kehidupan berbangsa.
Peserta dalam kelompok diminta untuk
memaknai makna bangsa yang berkarakter
dengan menunjukkan contoh-contoh para
pahlawan yang berperan dalam kehidupan
bermasyarakat sebagai media efektif dalam
mengubah pola pikir warga masyarakat.
KOMPONEN
MODAL
SOSIAL
KOMPONEN
DALAM
PEDIDIKAN
KARAKTER
Saling
percaya,
kepedulian
sosial, saling
membantu,
Moral
Knowing dan
Moral Feeling
Saling
percaya,
membangun
percaya dirim
resiliensi,
saling tukar
kebaikan,
berbagi,
kepedulian
sosial
Moral
Knowing dan
Moral Feeling
Kepedulian,
kreativitas,
percaya dirim
saling
percaya,
kerjasama
Moral
Knowing dan
Moral
Feeling,
Moral Action
Kepedulian
sosial,
kerjasama,
patisipasi
sosial, saling
percaya,
komunikasi,
kerjasama,
kreativitas
Moral
Knowing dan
Moral
Feeling,
Moral Action
Sumber: diolah dari data primer 2013
Berdasarkan deskripsi data di atas, buku paduan yang sudah dirancang dapat
digunakan sebagai media pendidikan karakter dengan menguatkan modal sosial yang sudah
dimiliki oleh masyarakat dapat dipaparkan sebagai berikut:
23
Modal Sosial Yang Dimiliki Masyarakat
Interaksi Sosial dan Layanan Masyarakat
Pengambilan Keputusan
Efektivitas Interaksi dengan Kelompok
Aktivitas dan Dana
Sumber Informasi dan Media Massa
Rasa Kebersamaan dan Keakraban Warga
Masyarakat
Perbedaan Tidak Menimbulkan Masalah
Tema Dalam Buku Panduan
Tema I, Tema IV
Tema V, Tema IV
Tema II. Tema IV
Tema V, Tema VI
Tema I, Tema II, Tema III, Tema IV
Tema II, Tema III, Tema IV
Tema I, Tema IV, Tema VI
Paparan data di atas menjadi modal awal bahwa modal sosial yang sudah dimiliki oleh
masyarakat akan lebih berkembang secara optimal, jika dalam kehidupan masyarakat terus
diintegrasikan dalam semua aktivitas sosial. Cara-cara untuk menguatkan modal sosial untuk
tujuan pendidikan karakter bangsa dapat dipilih dan dikembangkan oleh warga masyarakat
sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Dengan buku panduan yang masih dalam draft
untuk disempurnakan dapat menjadi salah satu alternative dalam memilih strategi pendidikan
karakter pada masyarakat.
IV. Kesimpulan
Hasil penelitian secara umum menyimmpulkan bahwa pengembangan modal sosial
untuk pendidikan karakter bangsa dapat dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Interaksi
sosial dan layanan masyarakat , pengambilan keputusan, efektivitas interaksi dengan
kelompok, aktivitas dan dana, sumber informasi dan media massa, rasa kebersamaan dan
keakraban warga masyarakat, perbedaan tidak menimbulkan masalah merupakan aspek-aspek
yang dapat dikembangkan dalam penguatan modal sosial. Demikian halnyam dengan ada
pemahaman yang cukup dari kelompok pemuda, kelompok bapak dan kelompok ibu tentang
pengertian modal sosial dan kepemilikan modal sosial dalam kehidupan personal dan
masyarakat, maka modal sosial dapat digunakan untuk modal pendidikan karakter bangsa.
Upaya untuk mengembangkan modal sosial dalam pendidikan karakter dapat
dilakukan dengan menggunakan buku panduan. Buku panduan untuk pengembangan modal
sosial dalam pendidikan karakteryang telah didesain dalam penelitian layak untuk dipakai
oleh warga masyarakat dalam membangun karakter bangsa. Adapun buku panduan yang
didesain untuk pendidikan karakter terdiri dari enam tema yakni: Profil Orang Yang
Berkarakter ;
Belajar dari Tokoh Masyarakat Yang Berkarakter;
Rumah Berkarakter;
Mengenal Eksitensi Diri sebagai Orang Berkarakter Dengan “Sungai Kehidupan; Problem
Penguatan Modal Sosial Dalam Membentuk Karakter Bangsa;
Membangun Kehidupan
24
Masyarakat Yang Berkarakter dengan Nilai Kejujuran. Berdasarkan uji coba terbatas dapat
disimpulkan bahwa dalam setiap tema yang dikembangkan dalam proses pendidikan karakter
bangsa pada umummnya memiliki beberapa unsur modal sosial, dan dalam analisis
pendidikan karakter juga disimpulkan bahwa setiap tema yang dikembangkan dalam
pendidikan karakter bangsa memiliki muatan tentan moral knowing, moral feeling dan moral
action.
Ucapan terima kasih
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada warga masyarakat kecamatan
Mantrijeron Yogyakarta yang telah menjadi subyek penelitian dan aktif berperan dalam
pelatihan pendidikan karakter masyarakat. Terima kasih pada Dikti melalui BOPTN UN yang
memberi dana untuk penelitian unggulan, semoga hasilnya memberikan kontribusi bagi
pembangunan pendidikan karakter bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, Setephen dkk ( 2000), Social Capital ; Critical Perspective , New York: Oxford
University.
Dwiningrum, Siti Irene Astuti (2010), “Pendekatan Holistik dan Kontekstual dalam
Mengatasi Krisis Karakter di Indonesia”, dalam Cakrawala Pendidikan, Yogyakarya,
UNY, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies Natalis.
Dwiningrum, Siti Irene Astuti (2011), “ Implementasi Pendidikan Karakter pada Matakuliah
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) Dengan Pendekatan Masalah”, dimuat dalam
Proseding Seminar Nasional Budaya an Inovasi Pembelajaran Dalam Pemantapan
Pendidikan Karakter, ISBN:978-979-562-02305.
Dwiningrum, Siti Irene Astuti (2011), “Penguatan Modal Sosail di Sekolah”, dimuat dalam
Laporan Kegiatran Seminar nasional , Tema: “ Ilmu Pendidikan: Suatu Kesempatan dan
Tantangan”, Progam Studi Ilmu Pendidikan Pascasarjan UNY 2011.
Dwingrum, Siti Irene Astuti (2011), “Kearifan Lokal Sebagai Modal Sosial Dalam
Pendidikan Karakter di Sekolah “ , dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Ilmu
Pendidikan dan pengembangan dan Pengelolaan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal,
ISBN: 978-602-9075-63-2 . UKM Makasar.
Hasbullah. Jousairi (2006). Social Capital. Jakarta: M-R United Press
Hauberer, Julia ( 2011). Social Capital Theory. VS Reseach.
Lin, Nan (2004). Social Capital. Australia: Cambrigde University.
25
Lickona, Thomas (1991). Educating for Character: How Our School Can Do Teach Respect
and Responsibility. New York: Brantam Book
_____ (1999). Eleven Principles of Effective Character, Scholastic Early Childhood To day,
November/December 1998, 13.1, PreQuest Education Journals.
_____ (1991). Educating for Character: How Our School Can Do Teach Respect and
Responsibility. New York: Brantam Book.
_____ (1999). Eleven Principles of Effective Character , Scholastic Early Childhood To day,
November/December 1998, 13.1, PreQuest Education Journals.
Muslich, Masnur (2011). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Raka, Gede (2006). Guru Tranformasional dalam Pembangunan Karakter dan Pembangunan
Bangsa. Makalah, Orasi Dosen Berpretasi Tingkat Poltekes dan Tingkat Nasional,
Jakarta: 10 Nopember.
_____ (2006). Pendidikan Untuk Kehidupan Bermakna. Makalah, Orasi Ilmiah pada Hari
Wisuda Universitas Kristen Maranatha Bandung, 25 Maret.
_____ (2007). Pendidikan Membangun Karakter. Makalah, Orasi Perguruan Taman Siswa,
Bandung 10 Februari 2007.
Ratna, Megawati (2005), Pendidikan Karakter: Sebuah Agenda Perbaikan Moral Bangsa.
EDUKASI: Jakarta, September.
Zubaedi (2011). Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kharisma Putra Utama.
Zuchdi, Darmiyati (2008). Humanisasi Pendidikan , Yogyakarta ; Bumi Aksara
Zamroni (2011), Pendidikan Multikultural, Pascasarjana UNY
26
Download