BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang
harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh yang
bersifat alamiah/ fisiologis.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa – Bangsa 2011, pada tahun
2000 - 2005 umur harapan hidup adalah 66,4 tahun (dengan persentase
populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada
tahun 2045 - 2050 yang diperkirakan umur harapan hidup menjadi 77,6
tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu
pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan umur
harapan hidup . Pada tahun 2000 umur harapan hidup
di Indonesia adalah
64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini
meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi
lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,58%).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan usia lanjut menjadi
4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74
tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas
90 tahun.
Dengan bertambahnya usia terjadi perubahan fisiologis pada sistem
musculoskeletal, neuromuscular, kardiovaskular dan respirasi, sistem panca
indera dan sistem integumen. Pada sistem musculoskeletal terjadi penurunan
kekuatan dan daya tahan otot, fleksibilitas, hilangnya keseimbangan disertai
dengan penurunan kemampuan fungsional. Pada jaringan ikat seperti tendon,
ligament dan fascia mengalami penurunan elastisitas. Penuaan menyebabkan
penurunan persepsi sensorik dan respons motorik pada susunan saraf pusat
serta penurunan reseptor proprioseptif (Pudjiastuti,2003).
1
2
Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu
penurunan kekuatan otot – otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia,
menurunnya elastisitas paru, kapasitas maksimal pernafasan menurun, tulang
– tulang pembentuk dinding dada mengalami pengeroposan atau osteoporosis
sehingga menyebabkan jumlah udara pernafasan yang masuk ke paru – paru
mengalami penurunan , penurunan sistem pernafasan yang lain adalah
penurunan tekanan oksigen (O2) arteri yang akan mengganggu proses
oksigenasi dari hemoglobin dan O2 tidak terangkut selama ke jaringan
sehingga pengambilan oksigen maksimal (VO2 max) berkurang ( Karavidas,
2010 ).
Konsumsi oksigen maksimal (VO2 max) adalah jumlah maksimal
oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai
akhirnya terjadi kelelahan. Faktor – faktor yang mempengaruhi nilai VO2
max antara lain genetik, usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT) dan
aktivitas fisik.
Menurut laporan nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, kurangnya aktivitas fisik paling tinggi terjadi pada kelompok usia
diatas 75 tahun sebesar 76,0%, sedangkan untuk usia 65 – 74 tahun sebesar
58,5 %. Angka kejadian penyakit sendi untuk usia di atas 75 tahun sebesar
35,1%.
Menurut laporan nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013, kelompok usia di atas 65 tahun melakukan aktivitas sedentary
(aktivitas duduk dan berbaring) lebih dari 6 jam sehari sebesar 37,4 %.
Aktivitas sedentary merupakan perilaku beresiko terhadap terjadinya
penyakit
penyumbatan
pembuluh
darah,
penyakit
jantung
bahkan
mempengaruhi umur harapan hidup. Kelompok usia di atas 75 tahun angka
kejadian penyakit sendi sebesar 33,1%.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 dan 2013, dapat
disimpulkan bahwa terjadinya peningkatan angka kurangnya aktivitas fisik
pada kelompok usia di atas 65 tahun. Kurangnya aktivitas fisik ini disertai
pula dengan peningkatan angka kejadian penyakit kronis seperti penyakit
sendi, hipertensi dan stroke. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran
3
dan pengetahuan para lansia tentang pentingnya aktivitas fisik di masa tua
mereka. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga melaporkan bahwa
aktivitas fisik bertanggung jawab 6 % terhadap insiden penyakit jantung
koroner, 7% diabetes tipe II, dan 10 % penyakit kanker. Kurangnya aktivitas
fisik pada lansia akan menyebabkan penurunan nilai VO2 max yang akan
berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia di masa tuanya.
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa terjadi penurunan VO2 max
seiring dengan bertambahnya umur dan aktivitas yang dilakukan dimana
kecepatan penurunan VO2 max pada lansia yang tidak aktif sekitar 10% per
dekade, dan sekitar 5% per decade pada lansia yang aktif (Oliveira et all,
2008). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Roei (2010)
mendapatkan aktivitas fisik yang terprogram, serta pola hidup sehat dapat
memperlambat penurunan VO2 max.
Aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting untuk kesehatan.
Menurut Gill et All (2012) lansia yang tetap melakukan aktivitas fisik dapat
mencegah terjadinya kecacatan mobilitas atau gangguan fungsional,
sedangkan bagi lansia yang tidak aktif beraktivitas dapat meningkatkan
resiko terjadinya gangguan kesehatan antara lain penyakit jantung,
osteoporosis, parkinson, obesitas hingga gangguan keseimbangan yang akan
meningkatkan resiko jatuh.
Menurut Patrick et All (2012), Lansia dikatakan melakukan aktivitas
fisik apabila terjadi gerakan tubuh yang melibatkan otot rangka dan secara
substansial meningkatkan pengeluaran energi, dapat berupa kegiatan santai
dengan intensitas rendah atau sekitar 3 – 6 Mets selama setidaknya 150 menit
per minggu. Lansia dikatakan melakukan aktivitas fisik apabila dalam
kesehariannya melakukan aktivitity daily living (ADL) secara mandiri,
melakukan pekerjaan rumah tangga, bekerja di luar rumah (jika orang
tersebut masih bekerja) serta melakukan kegiatan rekreasi seperti berjalan
atau bersepeda (WHO, 2010).
Menurut Larry et All (2012) Aktivitas fisik dan olahraga merupakan
intervensi yang tepat untuk pencegahan penyakit kronis, tetapi seseorang
4
dengan penyakit kronis cenderung mengurangi aktivitas fisiknya untuk
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
Masalah kesehatan yang berhubungan dengan lansia dan degeneratif
salah satunya adalah osteoarthritis lutut. Osteoarthritis lutut merupakan suatu
penyakit yang multifaktor yang ditandai dengan adanya peradangan dan
degenerasi. Akibat kondisi tersebut, lutut akan terasa nyeri, karena
teriritasinya jaringan disekitar sendi termasuk otot – otot sekitar sendi lutut
yang kemudian terjadi kelemahan otot, krepitasi bahkan deformitas (Fukuda,
Thiago, 2011). Lansia dengan osteoarthritis lutut cenderung mengurangi
aktivitas fisiknya akibat adanya nyeri pada lutut yang akan berdampak pada
penurunan kebugaran. Pada lansia terjadi penurunan VO2 max akibat
kurangnya aktivitas fisik dan adanya kondisi patologi berupa osteoarthritis
lutut yang dialami sehingga menyebabkan penurunan kebugaran, mudah
lelah, penurunan produktifitas dalam bekerja, hingga timbul ketergantungan
dengan orang lain dalam melakukan aktivitas.
Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan ikut berperan penting
untuk dapat menjaga kualitas hidup lansia baik untuk pencegahan maupun
pengobatan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membuat suatu
program latihan yang bertujuan untuk mengurangi impairment serta
meningkatkan daya tahan kardiorespirasi pada lansia. Latihan ini dapat
berupa senam untuk lansia, jalan kaki, jogging atau bersepeda. Dalam
melakukan latihan harus diperhatikan dosis latihan dan penyakit penyerta
yang bersifat degeneratif yang sedang dialami lansia karena jika latihan
tersebut berlebihan, justru akan dapat memperburuk kondisi lansia.
Masih terbatasnya penelitian yang melihat perbedaan nilai VO2 max
antara aktivitas fisik rendah dan aktivitas fisik tinggi pada lansia penderita
osteoarthritis lutut menarik peneliti untuk menelitinya. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat mengetahui perbedaan nilai VO2 max antara aktivitas fisik
rendah dan aktivitas fisik tinggi pada lansia penderita osteoarthritis lutut.
Diharapkan pula penelitian ini dapat memberikan masukan kepada
fisioterapis untuk membuat suatu desain latihan yang tepat untuk
meningkatkan VO2 max atau memperlambat terjadinya penurunan VO2 max
5
pada lansia dengan osteoarthritis lutut serta memberikan edukasi kepada
pasien tentang aktivitas fisik yang tepat untuk lansia dengan osteoarthritis
lutut.
B. Identifikasi Masalah
Proses penuaan merupakan peristiwa fisiologis yang harus dialami oleh
semua makhluk hidup. Proses penuaan ini menyebabkan seseorang cenderung
menjadi kurang produktif, hal ini dikarenakan terjadinya perubahan fisiologis
pada tubuh, adanya perubahan zaman dan perkembangan teknologi yang
mempermudah pekerjaan dan aktivitas fisik menjadi lebih rendah.
Kurang gerak dan bertambahnya usia sebagai faktor resiko timbulnya
penurunan tingkat kesehatan dan mudah sakit akibat degeneratif seperti
hipertensi, jantung koroner, diabetes mellitus, kanker serta penyakit kronis
lainnya. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan lansia dan degeneratif
juga dapat menyebabkan gangguan keseimbangan, koordinasi, kognisi, dan
memori.
Pada
lansia
secara
fisiologis
akan
terjadi
perubahan
sistem
kardiovaskuler dan respirasi dimana pada fungsi sistolik ventrikel, sebagai
pemompa utama aliran darah sistemik manusia, perubahan sistolik ventrikel
akan sangat mempengaruhi keadaan umum lansia. Parameternya terlihat dari
detak jantung yang meningkat serta performa otot jantung yang menurun.
Akibat terlalu sensitive terhadap respon tersebut, isi sekuncup menjadi
bertambah. Efeknya, volume akhir diastolic menjadi bertambah dan
menyebabkan kerja jantung yang terlalu berat dan jantung lemah, yang akan
meningkatkan resiko terjadinya serangan jantung.
Pada sistem respirasi, otot pernafasan terutama diapraghma menjadi
lemah dan kaku sehingga ventilasi paru menurun mengakibatkan penyediaan
oksigen jaringan terbatas, silia bronkus lemah sehingga sputum sering
menumpuk menyebabkan batuk dan jalan nafas menjadi sempit menambah
sesak nafas dan berkurangnya penyediaan oksigen jaringan. Alveoli kurang
fleksibel daya regang dan mengempis sehingga residu udara paru meningkat,
menarik nafas menjadi berat sehingga kapasitas paru berkurang atau tidak
maksimal didukung dengan jumlah alveoli yang aktif menurun. O2 arteri
6
menurun sampai 75 mmHg tetapi jumlah CO2 arteri meningkat sehingga
menambah sesak nafas saat beraktifitas.
Masalah kesehatan lansia selalu dikaitkan dengan kondisi patologi yang
disebabkan karena proses degeneratif salah satunya adalah osteoarthritis lutut.
Osteoarthritis adalah patologi degenerasi sendi yang dimulai dari perlunakan
dan perusakan rawan sendi dan diikuti pemadatan tulang subkondral,
tumbuhnya osteofit serta kekakuan sendi. Akibat pembebanan dan beban
kerja yang berlebihan pada sendi lutut akan menyebabkan perubahan pada
rawan sendi. Rawan sendi mengalami perusakan, sehingga struktur sendi
menjadi tidak beraturan dan timbul osteofit yang selanjutnya akan mengiritasi
membrana synovial dimana terdapat banyak reseptor – reseptor nyeri dan
akan menimbulkan hydrops. Adanya penjepitan ujung – ujung saraf
polimodal yang terdapat disekitar sendi yang disebabkan oleh osteofit,
pembengkakan dan penebalan jaringan lunak disekitar sendi maka akan
menimbulkan nyeri (Arden et all, 2008).
Lansia dengan osteoarthritis lutut cenderung mengurangi aktivitas
fisiknya akibat adanya nyeri pada lutut yang akan berdampak pada penurunan
kebugaran. Pada lansia terjadi penurunan VO2 max akibat kurangnya aktivitas
fisik dan adanya kondisi patologi berupa osteoarthritis lutut yang dialami
sehingga menyebabkan penurunan kebugaran, mudah lelah, penurunan
produktifitas dalam bekerja, hingga timbul ketergantungan dengan orang lain
dalam melakukan aktivitas sehari – hari.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka permasalahan dirumuskan
sebagai berikut : Apakah ada perbedaan nilai VO2 max antara aktivitas fisik
rendah dan aktivitas fisik tinggi pada lansia penderita osteoarthritis lutut ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendapatkan data tentang tingkat aktivitas fisik dan nilai VO2 max pada
lansia penderita osteoarthritis lutut.
7
2. Tujuan Khusus
Mengetahui perbedaan nilai VO2 max antara aktivitas fisik rendah dan
aktivitas fisik tinggi pada lansia penderita osteoarthritis lutut.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi institusi pendidikan fisioterapi
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan kajian keilmuan yang
dapat diteliti lebih lanjut.
2. Manfaat bagi peneliti
Untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya untuk mengetahui
perbedaan nilai VO2 max antara aktivitas fisik rendah dan aktivitas fisik
tinggi pada lansia penderita osteoarthritis lutut.
3. Manfaat bagi praktisi fisioterapi
Memberikan masukan untuk membuat suatu desain latihan untuk
meningkatkan dan memperlambat penurunan VO2 max pada lansia
dengan memperhatikan aktivitas fisik dan osteoarthritis lutut yang dialami
oleh lansia.
Download