Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 ANALISIS PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Oleh: Johanis Darwin Borolla Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura Ambon Abstract This study aims to determine the effect of ownership structure that diproxykan by managerial ownership and institutional ownership on corporate value. Using a final sample 42 companies listed on Indonesian Stock Exchange in the period 2005-2009; take control of variable size and leverage , this study proves that the coefficient on institutional ownership variable is positive and statistically significant at 1% level, while managerial ownership is not getting the results significant. These results prove that the existence of institutions in corporate ownership structure will be an effective tool of management control so that the management can work well and ultimately firm value can be improved. Increasing managerial ownership has no impact on firm value. Keywords: managerial ownership, institutional, corporate value Pendahuluan Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang didirikan oleh pemilik untuk mencapai tujuan utamanya yaitu untuk meningkatkan kemakmuran pemilik atau pemegang saham perusahaan melalui peningkatan nilai perusahaan (Brigham, 1996). Peningkatan nilai perusahaan dapat tercapai apabila ada kerja sama antara manajemen perusahaan dengan pihak lain yang meliputi sharehoder maupun stakeholder dalam membuat keputusan-keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan modal kerja yang dimiliki. Apabila tindakan antara manajer dengan pihak lain tersebut berjalan sesuai, maka masalah diantara kedua pihak tersebut tidak akan terjadi. Dalam kenyataannya penyatuan kepentingan kedua pihak tersebut sering kali menimbulkan masalah. Adanya masalah diantara manajer dan pemegang saham disebut masalah agensi (agency problem). Dalam konsep theory of the firm (Jensen & Meckling, 1976), adanya agency problem tersebut akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan keuangan perusahaan, yaitu meningkatkan nilai perusahaan dengan cara memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Untuk itu diperlukan sebuah kontrol dari pihak luar dimana peran monitoring dan pengawasan yang baik akan mengarahkan tujuan sebagaimana mestinya. Teori kegenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang 11 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer wajib memberikan sinyal mengenai kondisi perusahan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Dalam kondisi demikian ini dekenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymetric) (Haris, 2004). Adanya asimetri antara manajemen dengan pemilik akan memberi kesempatan kepada manajer untuk menguntungkan dirinya sendiri, dengan mengorbankan kepentingan pemilik. Masalah corporate governance dapat ditelusuri dari pengembangan agency theory yang mencoba menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik perusahaan dan kreditor) akan berperilaku, karena mereka pada dasarnya mempunyai kepentingan berbeda. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini seringkali menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan (agency conflict). Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomisyah dan Rika, 2004). Menurut Jensen dan Meckling (1976) kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan (agency conflict). Crutchley dan Hansen (1989), Bathala et al. (1994) dalam Faisal (2005) menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Hal tersebut didasarkan pada logika bahwa peningkatan proporsi saham yang dimiliki manajer akan menurunkan kecenderungan manajer untuk melakukan tindakan mengkonsumsi perquisites yang berlebihan, dengan demikian akan menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik kepentingan tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan tersebut. Pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (insider ownership) (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. Kedua, kepemilikan saham oleh investor institusional. Moh’d et al. (1998) dalam Pratana dan Mas’ud (2003) menyatakan bahwa investor institusional merupakan 12 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba menjadi berkurang. Ketiga, melalui peran monitoring oleh dewan komisaris (board of directors). Dechow et al. (1996) dan Beasly (1996) menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Selain itu juga ditemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan mereka dalam memonitor proses pelaporan keuangan. Sedangkan hubungannya dengan nilai perusahaan yaitu, nilai perusahaan merupakan bentuk memaksimumkan tujuan perusahaan melalui peningkatan kemakmuran para pemegang saham (maximization wealth of stockholders), kemakmuran pemegang saham meningkat apabila harga saham yang dimilikinya meningka. Berdasarkan latar belekang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Sruktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia)” Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah struktur kepemilikan dalam hal ini kepemilikan manajerial (insider ownership) dan kepemilikan institusional (institutional ownership) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk mengetahui apakah struktur kepemilikan dalam hal ini kepemilikan manajerial (insider ownership) dan kepemilikan institusional (institutional ownership) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Landasan Teori Dan Hipotesis Teori Keagenan dan Konsep Corporate Governance Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Jensen dan Meckling (1976) berargumentasi bahwa konflik keagenan terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Menurutnya, hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer dengan investor. Teori keagenan mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. 13 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu : 1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun pemilik memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri 2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (Agency Cost). Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002). Eisenhardt (1989) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu : (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri, (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang, (3) manusia selalu menghindari resiko. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris, 2004), begitu juga dengan pihak pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer. Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain yang dikemukakan oleh Shleifer and Vishny (1997) yang 14 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 menyatakan corporate governance berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Iskandar dkk (1999) menyatakan bahwa corporate governance merujuk pada kerangka aturan dan peraturan yang memungkinkan stakeholders untuk membuat perusahaan memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh return. Selain itu corporate governance merupakan alat untuk menjamin direksi dan manajer (insider) agar bertindak yang terbaik bagi kepentingan investor (kreditur atau shareholder) (Prowson, 1998). Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh agen dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara principal dengan agen. Laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, dengan itu principal dapat menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agen. Jansen dan Meckling (1976) menunjukkan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial di dalam perusahaan. Ross et al (1999) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manjemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepenting an pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan saham terbagi atas : a. Kepemilikan Manajerial (insider ownership). Kepemilikan saham manajerial merupakan kepemilikan saham terbesar oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki manajemen. Pengukuran ini mengacu dari Sudarma (2003). b). Kepemilikan institusional (institutional ownership). Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi dalam hal ini institusi pendiri perusahaan, bukan institusi pemegang saham publik yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi intern. Pengukuran ini mengacu dari penelitian Sudarma (2003), Friend dan Hasbrouk (1988). Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Salah satu karakteristik struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan yang terbagi dalam dua bentuk struktur kepemilikan yaitu : kepemilikan terkonsentrasi, dan kepemilikan menyebar. (1) Kepemilikan terkonsentrasi (closely held). Kepemilikan saham dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan lainnya. Dalam tipe kepemilikan seperti ini timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling interest dan minority interest (shareholders). (2) Kepemilikan menyebar (dispersed ownership). Kepemilikan saham 15 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata ke publik, tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan lainnya (Dallas, 2004). Ditemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen daripada perusahaan yang kepemilikannya lebih terkonsentrasi (Gilberg dan Idson, 1995). Pengembangan Hipotesis Dalam penelitian ini, struktur kepemilikan yang digunakan adalah insider ownership dan institusional ownership. Masalah yang sering ditimbulkan dari struktur kepemilikan ini adalah agency conflict, dimana terdapat kepentingan antara manajemen perusahaan sebagai decision maker dan para pemegang saham sebagai owner dari perusahaan. Tentunya perbedaan kepentingan ini akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.Jumlah pemegang saham besar (large shareholders) mempunyai arti penting dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan (Shleifer dan Vishny; 1986). Dengan adanya konsentrasi kepemilikan, maka para pemegang saham besar seperti institusional investors akan dapat memonitor tim manajemen secrara lebih efektif dan dapat meningkatkan nilai perusahaan jika terjadi takeover. Selain itu, konsentrasi kepemilikan pada pihak luar perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan Lins (2002). Hasil-hasil di atas menunjukan bahwa struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan penelitian Morck et al. (1988) dan McConnel dan Serveas (1990), Holderness dan Sheeman (1985), Barclay dan Holderness (1991), Shome dan Singh (1995), Allen dan Phillips (2000), Cai et al. (2001). Menurut Berle dan Means (1932), pada perusahaan yang struktur kepemilikan semakin tersebar, para pemegang saham akan semakin kehilangan power untuk melakukan kontrol terhadap manajer. Menurut Demsetz (1983) dalam memaksimalkan nilai aset-aset perusahaan justru diperlukan yang tersebar karena adanya kontrol dari pihak luar akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas maka, penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahan H2 : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahan. Metodologi Penelitian Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Periode pengamatan penelitian dilakukan dari tahun 2005-2009. 16 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Teknik pengambilan sampel dalam penelitain ini yaitu purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu: a). Perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum tahun 2005 sehingga tersedia data yang lengkap; b). Perusahaan yang memiliki data persentase kepemilikan manajerial; c). Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang berakhir 31 Desember selama periode 2005-2009; c). Perusahaan yang tidak mengalami kerugian selama tahun penelitian (20052009). Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari laporan tahunan perusahaan dari tahun 2005-2009. Sumber Data Sumber data sekunder diperoleh dari Pusat Data Pasar Modal FEB UGM. Identifikasi dan Pengukuran Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel dependen dan variabel independen. a. Variabel Dependen Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan (Q). Salah satu alternatif yang digunakan dalam mengukur nilai perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q, yang dihitung dengan rumus: Q = Di mana : Q MVE BVE D b. = = = = MVE + D BVE + D Nilai perusahaan Nilai pasar ekuitas (Equity Market Value) Nilai buku dari ekuitas (Equity Book Value) Nilai buku dari total hutang Variabel independen Variabel Independen yaitu variabel yang mempengaruhi variabel dependen. Yang menjadi variabel independen adalah struktur kepemilikan dalam hal ini insider ownership (IOwn) dan institutional ownership (InsOwn). a) Kepemilikan Manajerial (insider ownership). Kepemilikan saham manajerial merupakan kepemilikan saham terbesar oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan pesentase jumlah saham yang dimiliki manajemen. Pengukuran ini mengacu pada Sudarma (2003). Kepemilikan manajerial dihitung dengan rumus : 17 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Jumlah kepemilikan saham manajerial x 100 % Jumlah saham yang beredar Kepemilikan institusional (institutional ownership). Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi dalam hal ini institusi pendiri perusahaan, bukan institusi pemegang saham publik yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi intern. Pengukuran ini mengacu pada penelitian Sudarma (2003), Friend dan Hasbrouk (1988). Kepemilikan institusional dihitung dengan rumus : MgtOwn = b) Jumlah kepemilikan saham institusional Jumlah saham yang beredar InsOwn = c. x 100 % Variabel Kontrol Yang menjadi variabel kontrol dalam penelitian ini yaitu : 1. Leverage Rasio ini menggambarkan sampai sejauh mana modal dapat menutupi atau membayar hutangnya kepada pihak luar (Munawir, 2007). Rasio Leverage diberi simbol Lev, dimana diperoleh sebagai berikut : Lev = Total Hutang Total Ekuitas x 100% 2. Ukuran Perusahaan (Firm Size) Ukuran perusahaan menjadi salah satu variabel yang dianggap dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan total asset sebagai proxy atas size perusahaan, dengan pengukurannya sebagai berikut: Size : LnTA = Ln (Total asset) Teknik Analisis Data Penelitian ini menganalisis pengaruh corporate governance dan struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan. Kurun waktu yang akan diambil dalam penelitian ini adalah 2005-2009 (lima tahun). Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda untuk data panel (Gujarati, 2003). Panel data atau polled data adalah metode ekonometrik yang menganalisis data time series dan cross-section secara bersamaan (Gujarati, 2003). Analisis ini memberikan banyak keuntungan antara lain panel data dapat mengatasi masalah heterogenitas perusahaan-perusahaan yang diteliti; dengan adanya kombinasi data time series dan cross-section, panel data memberikan data yang lebih informatif, mengurangi kolinearitas antar variabel, dan lebih efisien; panel data lebih mampu menganalisis perubahan dinamis pada perusahaan-perusahaan yang diteliti. Pengolahan data dalam penelilitian ini menggunakan Eviews v. 4 18 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Model panel data dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Qit = αit + β1InsOwn + β2MgtOwnit + β4 Sizeit + β4 Levit + ℮it Keterangan : Q α β1 - β5 Mgtwn InsOwn Lev Size ℮ = = = = = = = Tobins_Q proxy dari nilai perusahaan intercept atau konstanta koefisien regresi insider ownership institutional ownership Leverage Size yang dihitung dari log natural total asset yang merupakan proxy dari firm size = Error Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t, dimana : 1. H1 diterima jika koefisien β1 bernilai positif dan secara statistic signifikan pada level 5%, ini berarti struktur kepemilikan dalam hal ini kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. 2. H2 diterima jika koefisien β2 bernilai positif dan secara statistic signifikan pada level 5%, ini berarti struktur kepemilikan dalam hal ini kepemilikan institusional positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Pembahasan Statistik Deskriptif Setelah melakukan seleksi berdasarkan kriteria dalam penarikan sampel, maka sampel akhir yang dipergunakan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan sebanyak 42 perusahaan, untuk periode pengamatan tahun 2005-2009. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum dan minimum. Oleh karena itu gambaran umum sampel data penelitian dapat dilihat pada statistik deskriptif penelitian pada tabel berikut berikut : Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Untuk Nilai Perusahaan, Kepemilikan Institusi, Kepemilikan Manajerial, Size Dan Leverage Mean Sum Median Maximum Minimum Q INSOWN 2.324892 0.716798 488.2273 150.5275 1.165348 0.762215 35.44677 0.997360 0.002364 0.031400 MOWN 0.012026 2.525369 0.000000 0.256200 0.000000 19 SIZE 27.55020 5785.542 27.28491 31.32943 24.46439 LEV 0.907520 190.5792 0.580737 8.441342 0.000734 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 Q INSOWN Std. Dev. 4.067877 0.204422 Sumber : Hasil olah data ISSN 1411 - 1497 MOWN 0.045623 SIZE 1.376789 LEV 0.944099 Berdasarkan tabel 4.1 apabila dilihat pada besarnya standar deviasi yang mencerminkan sebaran data maka data Q memiliki standar deviasi tertinggi yaitu sebesar 4.07 dan kepemilikan manajerial memiliki standar deviasi terrendah yaitu 0.046. Tingginya nilai standar deviasi menunjukkan bahwa data Q lebih tersebar daripada data lainnya. Pengujian Metode Common effect, Fixed effect dan Random Effect. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian dengan menggunakan tiga teknik yang bisa digunakan untuk mengestimasi model regresi dengan data panel antara lain: model dengan metode OLS (common effect), metode fixed effect dan metode random effect. Kemudian dilakukan pengujian untuk menentukan teknik yang paling tepat dari ketiganya yang akan digunakan untuk melihat pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan. Metode common effect mengasumsikan bahwa perilaku data antar perusahaan sama dalam berbagai kurun waktu atau intersep maupun slope adalah sama baik antar waktu maupun antar perusahaan. Metode Fixed effect mengasumsikan adanya perbedaan intersep antara perusahaan namun intersepnya sama antar waktu dan koefisien regresi (slope) tetap antar perusahaan dan antar waktu. Metode random effect dipergunakan dalam mengestimasi data panel dimana variabel gangguan (error terms) saling berhubungan antar waktu dan antar individu, dalam metode ini diasumsikan bahwa setiap perusahaan mempunyai perbedaan intersep, dimana intersepnya adalah variabel random. Penentuan model yang tepat akan didasarkan pada seberapa besar veriabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen (R-squared). Pengujian Hipotesis Pengujian H1 dan H2 dilakukan dengan menggunakan model persamaan pada 3.5. Tabel 4.2 Hasil Analisis Regresi Constanta Variabel Dependen: Q Pooling Fixed effect 13.582*** (2.587) Random effect 14.802* (1.882) INSOWN 1.599 (1.242) 3.569*** (2.633) 2.397* (1.967) MOWN 2.546 (0.667) 4.924 (0.856) 3.308 (0.632) 20 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Variabel Dependen: Q Pooling Fixed effect Random effect SIZE 0.469** (2.529) 0.890** (2.064) 0.571** (1.986) LEV 1.982*** (7.512) 3.559*** (19.122) 3.388*** (18.441) 0.905 0.903 R-squared 0.274 Sumber : Hasil olah data Keterangan : Angka pada baris pertama merupakan koefisien Angka dalam kurung pada baris kedua merupakan t-statistik *** signifikan pada level 1% ** signifikan pada level 5% * signifikan pada level 10% Berdasarkan nilai R-squared, diketahui bahwa model Fixed effect memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan model yang lain. Oleh karena itu peneliti akan mengggunakan hasil regresi Fixed effect model untuk menjawab hipotesis dari penelitian ini. Hipotesis pertama menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh institusi berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil pada tabel 4.2 maka diketahui bahwa koefisien pada variabel INSOWN bernilai positif dan secara statistik signifikan pada level 1%. Dengan demikian hipotesis pertama diterima. Hipotesis kedua menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa koefisien pada variabel MOWN bernilai positif tapi secara statistik tidak signifikan. Dengan demikian maka hipotesis 2 tidak diterima. Variabel kontrol yakni size dan leverage memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan Diskusi Hasil Penelitian Konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme internal pendisiplinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang besar menjadikan pemegang saham memiliki akses informasi yang cukup signifikan untuk mengimbangi keuntungan informasional yang dimiliki manajemen. Jika ini dapat diwujudkan maka tindakan moral hazard manajemen berupa manajemen laba dapat dikurangi (Hubert dan Langhe, 2002). 21 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Di negara-negara dengan derajat perlindungan terhadap investor rendah (seperti halnya Indonesia), pemegang saham merasa khawatir akan kemungkinan berbedanya pendapatan yang diperoleh dengan yang diekspektasikan. Akibatnya, mereka memperbesar persentase kepemilikan atas perusahaan sebagai salah satu cara untuk melindungi diri. Mereka dapat mengendalikan perusahaan melalui voting power, atau representasi mereka di manajemen sehingga hak-hak mereka terlindungi (La Porta dan Silanez 1999). Hasil penelitian ini sejalan dengan yang ditemukan oleh Musnadi (2006) dan Faisal (2005); Hasilnya menunjukan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hasil ini bermakna bahwa kepemilikan oleh institusi dapat berperan sebagai mekanisme corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan, sebab konsentrasi kepemilikan dapat menjadikan pemegang saham pada posisi yang kuat untuk dapat mengendalikan manajemen secara efektif, sehingga mendorong manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Crutchley dan Hansen (1989), Bathala et al. (1994) menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan. Hal tersebut didasarkan pada logika bahwa peningkatan proporsi saham yang dimiliki manajer akan menurunkan kecenderungan manajer untuk melakukan tindakan mengkonsumsi perquisites yang berlebihan, dengan demikian akan menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Adanya agency problem dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional). Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki. Simpulan a. Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil ini bermakna bahwa kepemilikan oleh institusi dapat berperan sebagai mekanisme corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan, sebab konsentrasi kepemilikan dapat menjadikan pemegang saham pada posisi yang kuat untuk dapat mengendalikan manajemen secara efektif, sehingga mendorong manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. b. Penelitian ini membuktikan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Padahal berdasarkan agency theory, kepemilikan manajerial bisa menjadi salah sau mekanisme untuk mengurangi perilaku opurtunis dari manajer. Saran Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya: Penggunaan purposive sampling dalan menarik sampel penelitian menyebabkan hanya 42 perusahaan 22 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 pada periode 2005-2009 yang lolos kriteria penarikan sampel, jumlah ini sangat jauh dari total keseluruhan perusahaan manufaktur yang listed di BEI. Karena itu disarankan untuk penelitian lanjutan agar memperhatikan kriteria yang digunakan agar lebih banyak perusahaan yang nantinya dijadikan sampel dalam penelitian. Referensi Agus Sartono. 2001, Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, Edisi keempat, BPFE Jakarta, Yogyakarta. Ali Irfan (2002). Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi. Lintasan Ekonomi Vol. XIX. No.2. Juli 2002. Bryshaw, R. E dan Ahmed Eldin.(1989). The Smoothing Hipothesisand The Role of Exchange Differences. Journal of Business, Finance and Accounting , hal. 621-633. Deni Darmawati, Khomsiyah dan Rika Gelar Rahayu. (2004). Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII , IAI, 2004. Dhaliwal, D. S., Salomon G. L., dan Smith, E. D. (198 2). The Effect of Owner Versus Management Control on the Choice of Accounting Methods. Journal of Accounting and Economics, Vol.4. hal.41 -53. Fama. E.F. dan M.C. Jensen. (1983). Separation of Ownership and Control. Journal Of Law and Economics, Vol.26. hal.301 -325. Gabrielsen, Gorm., Jeffrey D. Gramlich dan Thomas Plenborg. (1997). Managerial Ownership, Information Content of Earnings, and Discretionary Accruals in a Non76 US Setting. Journal of Business Finance and Accounting, Vol.29. No.7 & 8. September/ Oktober, hal. 967 -988. Jennings, M. M. 2004a. "Privilege, Financial Fraud, and Noisy Lawyers." Corporate Finance Review, 8:4 (Januari/Februari, hal.43-47. Jennings, M. M. 2004b. "Parmalat: Ethical Collapse Goes Global." Corporate Finance Review, 8:5 (Maret/April), hal.43-46. Jennings, M. M. 2005a. "The Ethical Lessons of Marsh and McLennan." Corporate Finance Review, 9:4 (Januari/Februari), hal.43-48. Jennings, M. M. 2005b. "Conspicuous Governan ce Failures: Why Sarbanes – Oxley Is not an Ethics Warranty." Corporate Finance Review, 9:5 (Maret/April), hal.41-47. Jensen, M.C. (1993). The Modern Industrial revolution, Exit, and the Failure of Internal Control System. Journal of Finance, Vol. 48. July , hal.831-880. Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. (1976). Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3. hal. 305-360. 23 Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011 ISSN 1411 - 1497 Shleifer, A. dan R.W. Vishny. (1997). A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance, Vol.52. No.2. Juni, hal.737-783. Sylvia Veronica N.P. Siregar dan Siddharta Utama, Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management) Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005 Theresia Dwi Hastuti. (2005). Hubungan antara Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus pada Perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia) Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005. Warfield, Terry D., J.J. Wild, dan K.L. Wild. (1995). Managerial Ownership, Accounting Choices, and Informativeness of Earnings. Journal of Accounting and Economics 20, hal. 61-91. 24