Document

advertisement
V. Prabowo
Shakti, mantan
“bankir” di
sebuah Bank
Milik Negara yang
terkenal dengan
KPR-nya. Sebelum pensiun ia
pernah menjadi Kepala atau Wakil
Kepala Pelayan a.l. : Wakil Kepala
Pelayanan di Medan dan Bogor,
Kepala Pelayan di Purwokerto,
Yogyakarta, Purwakarta, Wakil
Kepala Pelayan di Kanwil
Jadebotabek dan Jawa Barat, Wakil
Kepala Pelayan di Divisi Corporate
Finance, Kantor Pusat.
Lulusan Fakultas Ekonomi
Universitas Katolik Parahyangan,
Bandung, ini memperolah gelar
MBA dari HULT Business School,
Boston, USA.
Bersama +/- tiga juta orang di
seluruh dunia, Ia mendalami Kitab
Suci, Misa Katolik dan Katekismus
Gereja Katolik di Catholic Home
Study Service, Vincentian &
Missouri Knights of Columbus,
USA dibawah bimbingan Romo
Oscar Lukefahr, C.M..
Bersama dengan para aktivis
lainnya, Ia berusaha mencari
“Kerajaan Allah” di Paroki Hati
Tak Bernoda Santa Perawan Maria,
Buah Batu, Bandung a.l. menjadi :
• Pendaras Nyanyian Mazmur
• Anggota Padus Gita Palma
• Pewarta di PDKK-HTBSPM &
Lingkungan Andreas I
• Sedang “diusulkan” menjadi
Prodiakon.
Oscar Lukefahr,
C.M., lebih dari
empat puluh
tahun menjadi
pendidik dan
pembina “religius”
dan iman Katolik
serta mengelola
Lembaga Pendidikan Catholic Home
Study Service (CHSS), Vincentian
& Missouri Knights of Columbus,
Amerika Serikat.
Ia merupakan salah satu “penafsir”
iman Katolik yang paling populer di
Amerika Serikat.
Sepanjang kariernya sebagai pendidik
dan pembina, ia telah menulis 7 buah
buku yang kesemuanya bertemakan
“bagaimana meningkatkan iman
Katolik” melalui metoda-metoda yang
menarik dan menyenangkan.
Buku-bukunya menjadi bahan ajar di
CHSS :
• The Search for Happiness : Four
Levels of Emotional and Spiritual
Growth.
• “We Believe...” A Survey of the
Catholic Church.
• Christ’s Mother and Ours : A
Catholic Guide to Mary.
• The Cathechism Handbook.
• The Privilege of Being Catholic.
• A Catholic Guide to the Bible
(diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia oleh V. Prabowo Shakti,
diterbitkan oleh Penerbit OBOR,
Cetakan ke-3, 2011).
• We Worship : A Guide To The
Catholic Mass (yang sedang Anda
baca sekarang)
mengungkap
misteri
&
rahasia
misa katolik
WE WORSHIP :
A GUIDE TO THE CATHOLIC MASS
Father Oscar Lukefahr, C.M.
V. Prabowo Shakti
MENGUNGKAP
Misteri
&
rahasia
misa katolik
Judul Asli
We Worship:
A Guide To The Catholic Mass
Oleh : Father Oscar Lukefahr, C.M.
Penerjemah : V. Prabowo Shakti
© Penerbit Lumen Deo
Penerbit Lumen Deo
Buana Cigi Regency C-11
Jl. Cijawura Girang V, Bandung 40286
Telp : 022 88881147
Fax : 022 88881147
e-Mail : [email protected]
Nihil Obstat : Dr. Ignatius Eddy Putranto OSC
Bandung, 01 Januari 2014
Imprimatur :
Dr. Paulus Wirasmohadi Soerjo Pr
Vikjen Keuskupan Bandung
Bandung, 26 Januari 2014
Cet. 1–Februari 2014
Hak cipta dilindungi Undang-Undang.
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit LUMEN DEO
ISBN-13 : 978-602-14604-0-5
MENGUNGKAP
Misteri
&
rahasia
misa katolik
Sanksi Pelanggaran Pasal 72:
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal
49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masingmasing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud
pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Dipersembahkan Kepada :
Anin, Adit, Abim, B. Rien kalian semua adalah
mutiara-mutiaraku yang tak jemunya memberikan
dorongan semangat dan doa sehingga buku
“Mengungkap Misteri & Rahasia Misa Katolik” versi
Bahasa Indonesia ini pada akhirnya dapat selesai.
Terimakasih Kepada :
PD Kharismatik Kristus Raja, Purwokerto,
PD Kharismatik Kumetiran, Yogyakarta,
PD Kharismatik Katedral, Bogor,
PD Kharismatik Salib Suci, Purwakarta,
dan PD Kharismatik HTBSPM Buah Batu, Bandung,
yang senantiasa mengasah kecintaan akan
Kitab Suci dan Ekaristi.
Daftar Isi
Ucapan Terimakasih ix
Kata Pengantar xiii
Sekapur Sirih :
Keluarga Beriman xvii
Sebuah Refleksi
Kembalinya Si Anak Hilang 1
Bab Satu :
Mengapa Menghadiri Misa 23
Bab Dua :
Misa : Dulu, Sekarang, dan Mendatang 51
Bab Tiga :
Menghadiri Misa 103
Bab Empat :
Berdoa Di Dalam Misa 139
Bab Lima :
Komuni Suci 169
Bab Enam :
Yang Kerap Dipertanyakan 197
Bab Tujuh :
Spiritualitas Ekaristi 225
Daftar Pustaka 261
“Let the cross, as our seal, be boldly made with our
fingers upon our brow and on all occasions; over
the bread we eat, over the cups we drink; in our
comings and in our going; before sleep; on lying
down and rising up; when we are on our way, and
when we are still. It is a powerful safeguard... for
it is a grace from God, a badge of faithful, and a
terror to devils.... For when they see the Cross, they
are reminded of the Crucified; they fear him who
has “smashed the heads of the dragons.”
St. Cyril of Jerusalem
Ucapan Terimakasih
T
anpa uluran tangan banyak pihak, barangkali buku
ini tidak akan pernah selesai. Oleh karena itu melalui
halaman ini saya ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada individu-individu yang telah
memberikan bantuan baik langsung maupun tidak atas
penyelesaian buku ini.
Pertama kepada Vikjen Keuskupan Bandung, Romo
Paulus Wirasmohadi Soerjo, Pr., yang berkenan membaca
draft terjemahan buku ini dan memberikan Imprimatur,
Romo Ignatius Eddy Putranto, OSC., Sekretaris Keuskupan
Bandung yang telah meluangkan waktu membaca seluruh naskah terjemahan dan rujukan buku sumber terjemahan serta memberikan Nihil Obstat atas buku ini
sekaligus saran perbaikan terutama pada istilah-istilah
yang bertalian dengan Ekaristi yang sudah dibakukan
dan lazim dipergunakan di Indonesia. Juga kepada Romo
Yohanes Samiran, SCJ., Moderator Api Katolik, di sela-sela
kesibukannya berkenan menyumbang Rumus Menentukan
Jatuhnya Hari Raya Paskah untuk pembaca buku ini dan
meng-email beberapa Teks Doa yang didaraskan Imam
vii
pada waktu Misa, Romo Paulus Tri Prasetijo, Pr., dan
Romo Hermanus Sudarman, Pr., gembala-gembala di
Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria (HTBSPM)
Bandung, yang telah meminjamkan buku TPE Buku
Imam dan dorongan semangat sehingga buku ini pada
akhirnya rampung, Bapak Yulius Age Daryoko, Sekretaris
Dewan Paroki HTBSPM, Bandung, yang dengan tekun
memeriksa ejaan dan memberi saran perbaikan. Ibu Vera
Hardja, Koordinator Persekutuan Doa Kharismatik Katolik
HTBSPM, Bandung, yang dengan rendah hati berkenan
membawa draft buku ini ke Keuskupan Bandung, Bapak
Edita Chaerusin, Percetakan SMK Grafika Desa Putera,
Lenteng Agung, Jakarta, untuk saran layout buku ini.
Selain kepada nama-nama di atas, saya juga patut
mengucapkan “Thanks A Lot” kepada teman-teman di
PDKK Paroki HTBSPM Bandung atas insight dan inspirenya, teman-teman Pendaras Mazmur serta sobat-sobat di
Padus Gita Palma Paroki HTBSPM Bandung yang telah
menularkan semangat ketekunannya kepada saya, last but
not least sahabat-sahabat di Lingkungan Andreas I dan
Wilayah IV Paroki HTBSPM Bandung atas bantuan doa
dan kebersamaannya selama ini.
Pada akhirnya, ucapan penuh syukur dan terimaksih
sudah selayaknya dialamatkan kepada Allah Tritunggal
Maha Kudus atas selesainya buku ini mengingat mengalihbahasakan buku dari bahasa asing kedalam bahasa Indoviii
nesia bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi buku yang
berkenaan dengan content Misa atau Ekaristi.
Saya percaya dengan sepenuh hati bahwa atas campur
tangan Allah Tritunggallah maka buku ini dapat selesai
diterjemahkan dan bisa sampai ke tangan Anda, pembaca.
V. Prabowo Shakti
[email protected]
ix
“The more deeply the Eucharist unites us to Jesus, the
more we will radiate his life and his love in the world
around us. The closing line of the liturgy, therefore,
is not an aimless dismissal. It is a dismissal with a
mission. It is a sending forth of God’s people to bring
the mysteries of Christ into the world.”
Edward Sri,
A Biblical Walk Through The Mass
x
Kata Pengantar
I
a muda, cantik, sosialita terkenal dari keluarga terpandang, pahlawan revolusi, ibu lima anak, penganut Episkopal yang setia, memesona, berpendidikan dan kemudian
menjadi seorang janda. Suami tercinta, William, meninggal
karena terserang TBC dalam perjalanan bisnis dengannya
ke Livorno, Italia, pada tahun 1803. Sementara harus
tinggal di sana beberapa bulan sambil menguburkan suami
tercinta, ia mengalami kepedihan yang amat sangat, dan
menunggu kapal untuk kembali ke New York. Namun ia
mendapatkan perlakuan terhormat dari keluarga Fillichi,
mitra bisnis mendiang suaminya. Dalam kedukaannya ia
menemukan kembali kerinduan religius yang hakiki yakni
relasi yang lebih dalam dengan Allah. Selain itu, ia juga
tersentuh oleh iman dan devosi yang dimiliki keluarga
Fillichi khususnya cinta mereka kepada Yesus di dalam
Ekaristi. Ia sering menemani mereka menghadiri Misa; ia
terheran-heran akan persiapan mereka dalam menyambut
komuni dan takjub atas penghormatan yang dilakukan
mereka. Pada sore hari ia bersama keluarga Fillichi memberikan penghormatan kepada Sakraman Maha Kudus,
xi
berlutut, dan percaya sebagaimana “anak-anak” di hadapan
tabernakel.
Dan kemudian semuanya terjadi. Pada perayaan
Tubuh dan Darah Kristus, ia bersama keluarga Fillichi
menghadiri upacara tersebut dan ia berdiri di sudut sementara prosesi Ekaristi berlangsung. Ketika semua orang Italia
berlutut dalam keheningan dan penyembahan, ia, merasa
malu ketika di kerumunan paling belakang mendengar
orang Amerika lainnya berkata dengan sinis, “Para petani
ini mengira bahwa roti itu benar-benar Putra Allah!” Dari
dalam jiwanya, terdengar jawaban, “Begitu pula aku!”
Ketika kembali ke New York, ia mulai mempelajari iman
Katolik, namun biaya pengorbanannya sungguh sangat
besar : dicemooh serta kehilangan keluarga, teman-teman,
dan kekayaan. Kendati demikian, ia menjadi anggota Gereja
Katolik pada tahun 1805.
Pada 14 September 1975, ia dikanonisasi sebagai
seorang santa pertama asli kelahiran Amerika oleh Paus
Paulus VI. Namanya? Elizabeth Anna Bayley Seton.
Itulah keagungan dan kekuatan dari Ekaristi, sahabatku. Ia penuh dengan daya tarik dan magnet dari
Sakramen Maha Kudus.
Ekaristi adalah “misteri iman” yang bagi kita mustahil
untuk bisa kita mengerti dan pahami sepenuhnya. Namun
demikian bukan berarti kita tidak perlu belajar, membaca,
dan melakukan meditasi dan berdoa atas “misteri” tersebut.
xii
Saya di sini memperkenalkan kepada Anda sebuah
“perangkat hebat” untuk membantu kita menghargai
“misteri suci” ini secara lebih mendalam lagi. Saya telah
menjadi seorang pengagum Pastor Oscar Lukefahr, C.M.,
selama bertahun-tahun dan begitu menghargai buku-buku
dan pelajarannya yang begitu efektif, mudah dimengerti,
singkat tapi padat akan iman Katolik kita. Buku ini adalah
salah satu dari buku-buku terbaiknya. Dan menjadi lebih
istimewa, karena buku ini hadir berbarengan dengan
dimulainya “Tahun Ekaristi” yang dicanangkan oleh Paus
Yohanes Paulus II.
Pada hari-hari belakangan ini, kita merasakan adanya
“kehausan” di dalam umat kita, tentu saja tidak seperti
yang dialami Santa Elizabeth Anna Bayley Seton. Para
pengamat mengatakan kepada kita tentang meningkatnya
ketertarikan akan “spiritualitas.” Ingat apa yang telah diajarkan Paus Santo Pius X : “Tidak ada cara yang lebih
baik untuk bersatu dengan Yesus daripada dengan hormat
menerima-Nya di dalam Komuni Kudus.”
O Sakramen Maha Kudus,
O Sakramen Ilahi,
Segala puji dan syukur,
Hanya kepada-Mu saja!
Marilah kita mewartakan misteri iman ini!
TIMOTHY M. DOLAN
USKUP AGUNG MILWAUKEE
Juli 2004
xiii
“Christ, indeed, always associates the Chruch with
Himself in this great work [the liturgy] in which God
is perfectly glorified and men are sanctified. The
Church is His beloved Bride who calls to her Lord
and through Him offers worship to eternal Father...
[worship] which participates in the liturgy of heaven”
(no. 1089).
Catechism of the Catholic Church
xiv
Sekapur Sirih :
Keluarga Beriman
B
eberapa tahun lalu, pada suatu hari Minggu pagi empat keluarga di sebuah kota Missouri bagian selatan
melakukan hal terbaik agar pada Hari Tuhan tidak bercela.
Keluarga Frank dan Gail dengan tergesa-gesa mempersiapkan anak-anak mereka ke gereja untuk mengikuti
Misa Kudus. Namun, Megan yang berumur tiga tahun,
menolak ajakan orang tuanya jika tidak bisa menemukan
sepatu kulitnya yang paling ‘ciamik’. “Saya ingin bawa
boneka,” teriaknya, “ juga selimut dan bantal!” Keluarga
tersebut tiba di gereja tepat waktu, namun ketika Misa sudah dimulai, Ryan dan Natalie sibuk saling dorong dari
bangku tempat duduk mereka. Dan tentu saja konsentrasi
orang tuanya terganggu.
Mike dan Mary Etta menghadapi persoalan ketika
bersiap untuk menghadiri Misa. Dari atas tangga rumahnya
terdengar bunyi kaca pecah, akibat dipukul oleh anaknya
yang masih berusia dua tahun dan pecahan kaca itu tersebar
di lantai rumah mereka.
xv
Sekapur Sirih : Keluarga Beriman
Paul dan Carol, mengendarai mobil bersama tiga
anak mereka ke gereja untuk mengikuti Misa Kudus. Paul
bertanya kepada anak-anak apakah ada di antara mereka
yang telah memberi pil penyembuh hati kepada anjing mereka? Christian menggelengkan kepalanya. Tyler berkata,
“saya memberi,” “saya juga,” kata Josh. Di tengah Misa, Paul
dan Carol berusaha dengan keras agar mereka tetap bisa
berdevosi kepada Misa, namun pada akhirnya gagal akibat
perasaan takut akan Pepe, anjing kesayangan mereka yang
overdosis pil penyembuh hati. Anjingnya mungkin sedang
menggigil dan berada di antara hidup dan mati.
Den dan Kathy beserta dua anak lelaki mereka bisa
tiba di gereja tanpa insiden dan bisa berpartisipasi mengikuti
Misa dengan khidmat. Tetapi ketika sampai kepada doa Bapa
Kami konsentrasi mereka hilang. Karena kedua anaknya,
Tim dan Matt, sepertinya lebih tertarik melakukan saling
dorong dan membuat ulah ketimbang mengikuti Misa.
***
Menghormati Hari Tuhan
Mengapa para orang tua itu menafikan kehilangan
sepatu, kaca pecah, anjing yang overdosis, dan kenakalan
anak untuk tetap menghadiri Misa? Mengapa untuk hal
tersebut orang-orang Kristen perdana dengan gagah berani
menghadapi pedang orang-orang Romawi dan singa-singa
xvi
Sekapur Sirih : Keluarga Beriman
lapar untuk tetap menghadiri Ekaristi? Mengapa orangorang beriman pada abad dua puluh tidak memedulikan
ancaman-ancaman penyiksaan dan kematian untuk tetap
merayakan Misa secara sembunyi-sembunyi di sebuah
gulag komunis?
Sebab lebih dari dua ribu tahun yang lalu seorang bayi
yang baru lahir menangis memecahkan keheningan malam
di Betlehem. Sebab tiga puluh tiga tahun kemudian Ia mati
di kayu salib dan para saksi mata mendengar Ia berteriak
“Bapa, ke dalam tangan-Mu kuserahkan Roh-Ku.” Sebab
pada hari ketiga setelah penyaliban-Nya, orang yang sama
itu, bangkit dan dengan penuh kemuliaan menampakkan
diri, di hadapan para pengikut-Nya. Sebab orang itu,
sungguh menakjubkan, adalah Allah yang menciptakan
alam semesta, Allah yang memelihara kita, dan Allah
yang kepada-Nya setiap orang mati akan berhadapan.
Sebab bahwa Allah-Manusia itu adalah satu-satunya yang
bisa membawa kita melalui kematian untuk sepenuhnya
masuk ke dalam kehidupan kekal. Sebab Misa menyatukan
orang-orang beriman dari segala abad kepada kelahiran,
kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Allah-Manusia,
Tuhan dan Penyelamat, kita Yesus Kristus.
Dapatkah sesungguhnya satu jam Misa menyatukan
kita kepada Yesus Kristus dan kepada kuasa kehidupan,
kematian dan Kebangkitan-Nya? Sejatinya, Anda sudah
mendapatkan janji itu melalui Sabda-Nya! Dan buku ini
xvii
Sekapur Sirih : Keluarga Beriman
dimaksudkan untuk mempelajari janji-Nya, dan mengeksplorasi arti dan kekuatan Misa.
Di Bab Satu kita akan menjawab pertanyaan : Mengapa kita menghadiri Misa?” Pada Bab Dua kita akan
meneliti sejarah Misa yang begitu memesona. Kita akan
mengenal akar Misa dari Perjanjian Lama dan kemudian
institusinya di Perjanjian Baru. Kita akan mengetahui
bagaimana Misa berubah dari jaman ke jaman menjadi
perayaan yang kita kenal sekarang ini. Di Bab Tiga kita
akan mendalami Misa, setahap demi setahap, menjelaskan
ruang lingkupnya, Sabda-Sabda-Nya, dan tindakan-tindakan, termasuk di dalamnya revisi yang dimandatkan
di dalam Pedoman Umum Misale Romawi (di Indonesia
diterbitkan oleh Penerbit Ende, Flores). Pada Bab Lima
kita akan memusatkan perhatian kepada Komuni Kudus
dan maknanya. Menginjak Bab Enam kita akan bergumul
dengan FAQ — pertanyaan-pertanyaan yang kerap diajukan
— berkenaan dengan Misa. Bab Tujuh akan menutup buku
ini dengan ajakan untuk membangun spiritualitas Katolik
yang berlandaskan pada Ekaristi.
Visi Spiritual
Sebelum kita melangkah kepada petualangan eksplorasi dan penemuan, ada baiknya kita berdoa memohon
kebijaksanaan dan pencerahan yang hanya dapat diberikan
oleh Tuhan. Seperti halnya penglihatan fisik yang terganggu
xviii
Sekapur Sirih : Keluarga Beriman
oleh katarak sehingga orang-orang tidak menyadari betapa
terhalangnya penglihatan mereka. Begitu pula penglihatan
spiritual kita dapat terhalang oleh rutinitas, gangguan,
kecemasan, dan ketidakjelasan ketika cahaya iman kita
melemah. Beberapa tahun lalu saya menjalani operasi katarak dan mengalami ketakjuban ketika penglihatan saya
menjadi pulih. “Dokter Kies,” saya memanggil dokter yang
telah melaksanakan operasi, “Tahukah anda bahwa ada
plang hijau besar di perempatan jalan bebas hambatan yang
menunjuk ke kota-kota yang akan anda tuju?” Ia hanya
tertawa.
Misa menghadirkan pelbagai petunjuk jalan kehidupan yang jauh lebih penting ketimbang plang tandatanda jalan. Namun kita memerlukan mata iman yang
terlatih untuk melihat realitas-realitas spiritual. Sambil
mengikuti Misa, Den membopong anak putrinya, dua
tahun, dan sedikit lelah. Ketika pastor mengangkat hosti
sebelum Komuni Kudus, Den mengarahkan anaknya ke
altar. “Lihat, Mary Beth,” katanya, “Itu Yesus yang dipegang
pastor.” Mary Beth melihat dengan seksama kepada pastor,
kemudian menjawab, “Itu bukan Yesus, ayah. Itu roti.”
Kemudian ia kembali kepada ayahnya dan mencubit
pipinya, sambil berkata, “Ayah, sepertinya ayah harus pakai
kacamata, deh?”
Sepuluh tahun telah berlalu dan si ayah tidak
memerlukan kacamata. Tetapi Mary Beth yang justru
xix
Sekapur Sirih : Keluarga Beriman
membutuhkan kacamata iman untuk melihat Yesus yang
berupa tanda roti. Pada saat berumur dua tahun, ia tidak
diharapkan memiliki penglihatan iman seperti ayahnya.
Namun setelah ia menerima komuni pertama, ia sungguh
melihat Yesus pada Misa dan ia tahu bahwa ayahnya benar.
Pastor pada waktu itu memegang Yesus.
Saya berdoa agar buku ini membantu kita semua
untuk melihat Yesus lebih jelas pada setiap Misa. Marilah
kita berdoa sehingga Yesus, yang telah membuka mata
orang buta secara fisik, akan membuka mata jiwa kita
untuk melihat kemuliaan yang melingkupi setiap perayaan
Ekaristi. Bacalah buku ini dan hadirilah Ekaristi, semoga
Tuhan senantiasa beserta Anda semua.
Pastor Oscar Lukefahr, C.M.
Terminologi — Istilah
Di sini akan dijelaskan kata Misa dan kata-kata
lainnya yang merujuk kepada tata gerak (aksi) dan tandatanda suci yang berkaitan dengan Misa. Yesus merayakan
misa pertama pada perayaan Paskah Yahudi, “Perjamuan
Terakhir”-Nya sebelum Ia wafat dan bangkit. Oleh karena
itu, di Perjanjian Baru Misa disebut sebagai Perjamuan
Tuhan (1 Kor 11:20) dan pemecahan roti, sebab pada
xx
Sekapur Sirih : Keluarga Beriman
Perjamuan Terakhir Yesus mengambil roti dan memecahkan
roti itu sebelum mengubahnya menjadi tubuh-Nya sendiri
(Luk 22:19; Kis 2:42; 20:7). Sebab dalam pengertian awalnya
terjadi dalam sebuah perjamuan Paskah, Misa disebut
sebagai Perjamuan Paskah, dari kata Pesah, kata Yahudi
yang berarti Paskah. Misa juga disebut sebagai Ekaristi, dari
bahasa Yunani yang berarti ucapan syukur, bagian penting
dalam ritus Paskah Yahudi dan doa Yesus pada Perjamuan
Terakhir (1 Kor 11:24). Istilah Misa mulai digunakan pada
abad empat. Asalnya dari kata-kata yang digunakan untuk
membubarkan umat pada akhir perayaan Misa dengan
kata-kata : Ite, missa est (Pergilah, Misa sudah selesai); missio
atau pengutusan ini, mengandung arti bahwa Misa harus
dibawa ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Misa juga
disebut dengan Liturgi Ilahi (Divine Liturgi); liturgi berasal
dari sebuah kata Yunani yang berarti sebuah pekerjaan
atas nama orang banyak. Liturgi digunakan di Gereja tidak
saja berkaitan dengan keseluruhan Misa, tetapi berkaitan
juga dengan bagian-bagian Misa (Liturgi Sabda dan Liturgi
Ekaristi) dan juga berkaitan dengan sakramen-sakramen
dan aktivitas peribadatan atau penyembahan.
Istilah-istilah ini dan yang lain-lainnya dijelaskan
secara lengkap dalam Katekismus Gereja Katolik, paragraf
1328-1322 dan 1347. (Referensi-referensi yang merujuk
kepada Katekismus akan ditandai dengan KGK diikuti
dengan nomor paragraf). Penting pula dicatat, di dalam
buku ini Tuhan memilih orang-orang dari Perjanjian Lama
xxi
Sekapur Sirih : Keluarga Beriman
akan merujuk kepada Ibrani, Israel, Yahudi, atau orangorang Yahudi.
Behold, I stand at the door and knock; if anyone
hears My voice and opens the door, I will come in to
him and eat with him, and he with Me... After this I
looked, and lo, in heaven an open door...”
Revelation 3:20, 4:1
xxii
Sebuah Refleksi
Kembalinya Si Anak Hilang
K
Oleh : V. Prabowo Shakti
etika masih tinggal di Jakarta, tahun 1990’an, saya
pernah mengalami rasa bosan mengikuti Misa. Bagi
saya, Perayaan Ekaristi atau Misa ya paling begitu-begitu
saja. Kering!
Diawali dengan lagu pembukaan yang dinyanyikan
koor dan umat, fals. Setelah Doa Pembukaan oleh pastor,
diteruskan dengan Bacaan I dan II, yang bertugas membaca
suaranya tidak seperti penyiar TV alias cempreng, saya
ngedumel. Yang menyanyikan Mazmur setali tiga uang :
jauh dari pro! Setelah pembacaan Injil, pastor memberikan
homili, datar-datar saja, dengan suara monoton, sama
sekali tidak menggugah selera, sehingga biasanya saya
tertidur pulas sampai ngorok.
Ini sungguh terjadi, bukan
mengada-ada. Sampai-sampai adik saya malu punya kakak
seperti saya, yang kalau ke gereja kerjanya tidur melulu.
Begitu dari minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke
tahun, perasaan bosan terhadap Misa itu belum juga hilang
dan malah semakin mengental. Sampai akhirnya… saya
hengkang dari Misa.
1
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
Pucuk dicinta ulam tiba. Dan berkat seorang gadis
cantik yang diperkenalkan oleh teman baik, saya tertarik
padanya dan sebaliknya saya terseret untuk mengikuti dia di
dalam persekutuan doa dan kebaktian yang diselenggarakan
oleh sebuah perkumpulan yang menamakan diri Gereja
Ekumene. Dinamakan demikian karena anggota perkumpulan tersebut berasal dari gereja-gereja denominasi
Protestan.
Dari pemahaman saya pada waktu itu, Kebaktian
yang diselenggarakan Gereja Ekumene itu tidak terlalu berpatokan kepada liturgi (sangat bebas dan fleksibel). Pendeta
yang memberi pelayanan pun berganti-ganti berasal dari
pelbagai gereja denominasi. Dalam berkotbah ada yang
smart, pintar dalam memaknai bacaan yang diambil dari
Kitab Suci dan ada juga yang kurang mengena. Kendati
demikian, secara pukul rata, harus diakui untuk ihwal
berkotbah, pastor-pastor Katolik selayaknya “angkat topi”
pada para pendeta gereja denominasi. Bayangkan, di sebuah ruang yang tidak terlampau besar — tempat kebaktian
gereja itu berpindah-pindah dari satu rumah jemaat ke
rumah jemaat lainnya di seputar Cempaka Putih, Jakarta
Pusat — seorang pendeta bisa berkotbah laksana di sebuah
lapangan sepak-bola dengan umat ribuan jumlahnya.
Suaranya lantang dan berapi-api, penuh semangat.
Bacaan Firman Tuhan pada hari itu, sudah dipersiapkan oleh pendeta yang akan memberi pelayanan di sa2
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
na, dan menurut hemat saya tidak terlampau membedakan antara bacaan Perjanjian Lama dan Baru, tidak dipilah
menjadi Bacaan I, II dan Injil, serta tidak berpatokan pada
Kalender Liturgi sebagaimana Gereja Katolik. Makna dan
pesan dari Bacaan Firman tadi diartikan dan diterjemahkan kepada jemaat menurut pemahaman pendeta, tidak
berdasarkan masa liturgi, entahlah ini kelebihan atau
kekurangan mereka, yang jelas kontekstual dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada waktu itu (1990-an),
walaupun ada juga yang makna dan artinya dipas-paskan.
Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam kebaktian itu
cenderung berirama cepat dan penuh semangat, disertai
iringan musik yang menghentak-hentak, dengan keyboard
tunggal dan kadang-kadang band lengkap. Kerap pula
gereja itu mengundang artis-artis terkenal untuk menyanyi
dan memberikan kesaksian. Ketika bernyanyi jemaat bebas
mengekspresikan diri, misalnya dengan berputar badan,
bertepuk tangan dan saling bergandengan tangan. Saya
merasa pada saat lagu dinyanyikan saya larut di dalamnya, kendati tidak hafal syairnya saya terhipnosis untuk
turut bernyanyi, sesak di dada hilang, selanjutnya muncul
perasaan bahagia. Sungguh, acara ini yang paling saya nanti-nantikan, karena saya benar-benar bisa mengekspresikan
diri saya dengan sangat sempurna (kata beberapa orang
jemaat suara saya cukup merdu). Apalagi jika syair lagu
yang sedang dinyanyikan itu saya kenal, saya pasti turut
bernyanyi dengan suara sekeras-kerasnya — sampai-sampai
3
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
keesokan harinya suara saya menjadi serak atau bahkan
hilang sama sekali, lantaran suara saya telah saya habiskan di kebaktian — sambil melompat ke sana-sini, meraih
tangan gadis cantik yang sedang saya taksir kemudian saya
ajak dia berputar ke sana kemari. Rasa ewuh pakewuh tidak
ada di sana, semua sama, semua rata : Anak-anak Tuhan!
Yang bagi saya cukup unik adalah saat Doa Syafaat
(Doa Umat kalau di Katolik). Di bagian ini — menurut
saya, moga-moga saya salah — bagai “ajang” berlomba
doa. Seperti adu pintar dalam berdoa (Umat Katolik jelas
tidak ada apa-apanya dalam berdoa spontan seperti ini jika dibandingkan dengan Umat Protestan). Ada yang berdoa dengan susunan kata-kata begitu indah, puitis, dan bila
mengajukan permohonan baik ampunan maupun sesuatu
kepada Tuhan, kadang-kadang dengan suara mendayudayu dan kadang pula keluar kata-kata bernada keras
(karena mengutuk setan yang masih saja mengganggu,
misalnya). Sering pula disertai tangisan yang sebenarbenarnya, lantaran suaminya berselingkuh umpamanya.
Terus terang saja, ketika itu saya agak minder karena tidak
bisa berdoa spontan dengan baik dan panjang serta indah
kata-katanya seperti cara mereka. Namun mereka tetap
memberi saya semangat untuk berani berdoa. Hasilnya
memang nyata, beberapa saat kemudian saya bisa juga
berdoa mirip mereka, walaupun masih sedikit kaku tetapi
sudah penuh dengan permainan kata-kata. Contoh : Bapa
yang ada di surga terimakasih atas limpahan rahmat dan
4
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
berkat-Mu kepada kami semua, tanpa terkecuali, yang ada
di ruang ini. Kami siap Bapa dengan hati yang terbuka
dan tangan yang menengadah ke langit untuk menerima
Roh Kudus-Mu, sebagai pembimbing kami hari lepas hari,
minggu lepas minggu, bulan lepas bulan dan tahun lepas
tahun. Bapa yang baik, kami hanyalah sebutir debu yang
tidak bermakna di hadapan-Mu… kami akan tetap lemah,
tanpa daya, tanpa campur tangan-Mu yang maha perkasa
itu Bapa. Dst., dst..
Hebatnya lagi, di saat saya sedang mendaraskan
doa, ada orang lain yang menimpali doa saya dengan
suara yang tidak jelas. Seperti mengucapkan kata-kata,
tetapi tidak jelas kata-kata apa yang diucapkannya. Yang
paling sering tertangkap oleh telinga saya adalah kata-kata
seperti : Halleluya, oh Yesus, Puji Tuhan, dan bunyi suara
mendesis yang cukup panjang (di kemudian hari, setelah
saya bergabung dengan Persekutuan Doa Kharismatik
Katolik saya tahu bahwa suara-suara itu adalah Bahasa
Roh). Di gereja itu, saya perhatikan bahwa hanya orangorang tertentu yang kerap berdoa dalam Bahasa Roh, kirakira ada tujuh atau delapan orang, dan anehnya semuanya
perempuan. Mungkin para perempuan di gereja itu lebih
suci dan spiritual dibandingkan dengan kaum lelaki. Saya
tidak tahu persis. Ketika saya tanya apa yang mereka
ucapkan? “Tidak tahu, Roh Kuduslah yang mengucapkan
kata-kata itu. Ia meminjam mulut saya,” jawab seorang ibu
yang diamini oleh ibu-ibu lainnya. Apakah ibu-ibu tahu
5
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
artinya? Mereka serempak menjawab : tahu! Walaupun sulit
untuk diterjemahkan dalam kata-kata. Mereka hanya bisa
merasakannya
secara spiritual.
Dan yang juga tak kalah menarik adalah pada saat
seseorang anggota jemaat memberi kesaksian. Banyak
ragamnya. Ada yang menceritakan pengalaman pribadinya,
akibat campur tangan Allah, ia dan keluarganya terhindar
dari tabrakan dan masuk jurang, rumahnya tidak jadi
dibobol maling, hingga kesaksian “spektakuler” bisa selamat
dari musibah Kapal Tampomas yang sedang tenggelam,
karena bisa meloloskan diri melalui lubang jendela yang
ukuran dimensinya jauh lebih kecil dari tubuhnya. Pada
kesempatan kebaktian lain, saya mendengar kesaksaksian
seorang Jusuf Roni, dengan berapi-api ia menceritakan
bagaimana Tuhan Yesus menarik dia dari yang tadinya
bukan anak Allah menjadi anak Allah melalui lika-liku yang
panjang dan penuh tantangan. Dan beberapa penyanyi yang
kerap saya lihat di layar televisi yang tadinya hidupnya penuh bergelimang dosa sampai akhirnya ia menjadi penyanyi
hanya untuk melayani Allah saja, dan masih banyak lagi.
Setelah kebaktian selesai, kami bersalam-salaman,
tidak seperti di Gereja Katolik setelah Misa usai umat
membubarkan diri masing-masing, lantaran tidak saling
mengenal. Biasanya ucapan-ucapan yang terlontar ketika
saling bersalaman seperti ini :
“Puji Tuhan Vincent, kamu
bisa hadir ikut kebaktian. Sampai jumpa minggu depan di
6
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
rumah bapak X di jalan anu-anu, jangan lupa ya, Tuhan
memberkati!” misalnya. Tidak selesai sampai di sini, karena
masih dilanjutkan lagi saling berbicara dengan topik yang
kontekstual pada masa itu. Yang membuat saya semakin
terheran-heran adalah acara salam-salaman ini bisa
memakan waktu hampir satu jam, kami seakan-akan enggan untuk saling berpisah. Entah karena apa! Momen seperti
ini belum saya jumpai di Gereja Katolik. Menurut hemat saya di saat Kebaktian dan setelah selesai pun terdapat saatsaat, kalau boleh saya katakan : menarik! Semua wajah
berseri-seri. Ada sesuatu yang bisa dibawa pulang ke rumah,
setelah mengikuti Kebaktian. Sungguh! Tidak membosankan seperti misa di Gereja Katolik…
Hampir tiga tahun
lamanya saya mengikuti kebaktian mereka, dari rumah ke
rumah, dari satu acara ke acara berikutnya, dengan penuh
semangat. Dengan penuh variasi.
… pada suatu saat, dan ini yang kemudian menjadi
titik balik bagi saya, saya merasakan sesuatu yang
tidak
ada di gereja itu…entah apa!
Pada mulanya saya tidak
bisa mengidentifikasi apa yang tidak ada pada mereka.
Seolah-olah bagi saya semuanya lengkap. Perfect. Dan
pada akhirnya… saya menemukan… mereka tidak
pernah mengucapkan kata-kata, seperti : Anak Domba
Allah yang menghapus dosa dunia… yang di setiap Misa
Katolik diucapkan oleh umat di luar kepala sampai-sampai
umat sendiri tidak tahu lagi apa makna sejatinya di balik
kata-kata itu, Kudus-kudus, Tuhan Kasihanilah Kami dan
7
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
lain-lain yang semuanya ada di dalam Misa. Bukan hanya
berupa kata-kata saja, di gereja itu tidak ada Tabernakel,
tidak ada patung-patung Yesus, Bunda Maria, atau St. Yosef
serta santo-santa lainnya, pintu masuk gereja itu polos tidak ada wadah air suci untuk membuat Tanda Salib. Jemaat gereja itu tidak pernah berlutut atau membuat tanda
salib, suasana hening ciri khas Gereja Katolik — walau
belakangan mulai luntur — tidak saya ketemukan di sana,
tidak ada pengakuan dosa (walaupun sudah puluhan tahun
saya tidak pernah lagi mengaku dosa).
Betul bahwa doa-doa mereka sempurna, tidak membosankan, lagu-lagu mereka bervariasi, dari yang pop,
jazz, sampai pada yang sangat megah, kotbah pendetanya
nomor satu. Pokoknya tidak ada yang salah. Semuanya sempurna… Tapi ternyata mereka bukanlah bagian dari tradisi
lama saya, walaupun sudah tiga tahun lebih saya bergaul
dan mengikuti mereka dengan cara mereka yang sangat
atraktif, variatif dan tidak membosankan. Namun bagi
saya di gereja itu ada sesuatu yang bagi saya seperti terasa
kurang : mereka tidak punya Misa! Ya, Misa! Perayaan Misa yang dulu begitu membosankan bagi saya, tiba-tiba saja
saya rindukan. Sebuah kerinduan yang begitu dalam, yang
seakan-akan tidak bisa terobati. Dan tiba-tiba saja, saya
menangis, menangis sejadi-jadinya. Saya lalu mengambil
Rosario yang bergantung di tembok kamar saya. Rosario itu
— salib dan manik-maniknya — berbalut debu tebal, karena
telah bertahun-tahun tidak pernah saya sentuh. Untuk kali
8
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
pertama, setelah mungkin lima atau enam tahun, saya
berdoa Rosario lagi. Di setiap selingan Sepuluh Salam Maria,
saya berkata kepada Bunda Maria : “Ibu, saya ingin kembali
lagi ke pangkuanmu, ke pangkuan Gerejamu dan Putramu.”
Betul bahwa setiap tiga bulan sekali, gereja itu
menyewa sebuah aula hotel atau gereja dari salah satu
denominasi untuk mengadakan Perjamuan Kudus, yang
diselenggarakan selalu pada malam hari, dengan penuh
antusias dan kursi selalu penuh. Tetapi bagi saya Perjamuan
Kudus itu bukan Misa! Pembaca yang budiman jangan
membayangkan bahwa Perjamuan Kudus adalah sebuah
Misa Katolik bergaya Protestan, sama sekali bukan!
Perjamuan Kudus adalah Ibadat Kebaktian biasa yang di
tengah-tengahnya diselingi pemecahan “roti” oleh pendeta
dan kemudian dibagikan kepada jemaat yang hadir bersama dengan “anggur.” Roti dan anggur di sini saya beri
tanda kutip karena roti yang dibagikan itu bukanlah roti yang
telah berubah menjadi Tubuh Kristus. Begitu pula anggur
yang dibagikan itu bukanlah anggur yang telah bertransubstansiasi menjadi Darah Kristus. Bahan yang dipergunakan
sebagai roti pun bukan bahan sebagaimana hosti di Gereja
Katolik tetapi bahan seperti dan rasanya mirip opak, yang
terbuat dari singkong, ketika dikunyah mengeluarkan bunyi
kriuk-kriuk. Anggurnya pun bukan anggur asli seperti di
Gereja Katolik, tetapi anggur grape berwarna ungu yang
dengan gampang bisa kita jumpai di toko-toko minuman.
Tidak ada Liturgi Ekaristi yang terdiri atas Persembahan,
9
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
Doa Syukur Agung, dan Komuni. Pendeta yang memberi
pelayanan di Perjamuan Kudus itu, tidak mengucapkan doadoa konsekrasi. Kata-kata seperti yang diucapkan pastor
Katolik — sambil mengangkat Tubuh Kristus : “Behold the
Lamb of God, behold him who takes away the sins of the
world. Blessed are those called to the supper of the Lamb”
— tidak keluar dari mulut pendeta. Dan ”Lord, I am not
worthy that you should enter under my roof, but only say
the word and my soul shall be healed,” tidak disuarakan
oleh pendeta dan jemaat gereja itu, sebagaimana pastor
dan umat di Gerja Katolik. Dan ketika roti dibagikan pun
tidak ada kata-kata : “Body of Christ,” ke luar dari mulut
pendeta dan penerima roti tidak menjawab : “Amen.” Saya
kutip ajakan dan doa di atas dalam bahasa Inggris bukan
untuk “sok-sokan” atau “gaya-gayaan,” tetapi agar para
pembaca membaca ajakan dan doa itu dengan perlahan
dan kemudian mencari “makna” atau “arti” dari tulisan
Inggris tersebut. Kalau saya tulis sebagaimana aslinya
dalam bahasa Indonesia, bisa-bisa akan dilompati karena
bagi para pembaca kalimat itu sudah diucapkan ribuan
kali, sudah jamak, meminjam istilah anak muda, sudah terbiasa, telah di-“mengerti,” dan mungkin saja telah berubah
menjadi mekanis.
Pembaca PendokRenungan.com yang budiman, ternyata saya sangat merindukan hal-hal yang dulu saya
lakukan tanpa tahu maknanya di dalam Misa : membuat
tanda salib dengan cepat, ketika Misa tengah berlangsung
10
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
pikiran melayang-layang entah ke mana, mendaraskan doa
atau nyanyian Bapa Kami tanpa mencoba menggali makna
di balik kalimat dan kata-katanya, ketika tiba di bagian
Liturgi Ekaristi, tidak pernah sekali pun — karena alasan
belum tahu — membayangkan bahwa yang menciptakan
liturgi Ekaristi itu adalah Yesus sendiri, yang mau berkurban sebagai silih atas dosa-dosa saya dan dosa-dosa banyak
orang. Tetapi justru hal-hal inilah yang membuat saya
kembali lagi ke gereja Katolik sampai sekarang hingga punya
satu istri dan tiga anak.
Ternyata kebosanan atas rutinitas
itu justru di kemudian hari membuat saya kangen atas
rutinitas yang sama yang telah saya lakukan. Itulah misteri
Misa atau Ekaristi, saudaraku!
Setelah saya renungkan berlama-lama, mengapa saya
sempat hengkang selama kurang lebih tiga tahun dari Misa… jawabnya adalah : saya tidak pernah
mencoba mencari
dan kemudian memberi makna atas misteri dan keagungan
Misa atau Ekaristi yang diciptakan oleh Yesus sendiri! Selain itu, saya tidak atau belum menangkap misteri kehadiran nyata Yesus di dalam Misa yang sejatinya memberikan tubuh dan darah-Nya kepada saya.
(Note:
Dikutip dengan seizin www.PondokRenungan.com, disertai perbaikan
redaksional, judul asli : Bosan Ikutan Ekaristi oleh Vincent PS, Bancar
Kembar Estat B-9, Purwokerto, 02 Juli 2001).
***
11
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
Apa yang diutarakan oleh penulis kesaksian di
atas mungkin saja benar. Ia meninggalkan Misa karena
menganggap Misa itu sebagai rutinitas. Dan banyak dari
umat Katolik merasakan hal yang sama. Mereka menghadiri Misa alasan utamanya karena semata-mata kewajiban,
bukan sebagai kebutuhan dan kerinduan rohani. Bukan
ingin berjumpa dengan Yesus yang telah menciptakan
Misa atau Ekaristi itu sendiri. Dalam permenungannya,
penulis kesaksian di atas menemukan jawaban mengapa
ia meninggalkan Misa karena ia tidak pernah mencari dan
kemudian memberi makna atas misteri dan keagungan
Misa.
Sungguh Misa atau Ekaristi itu adalah “misteri iman”
sebagaimana ditulis di Kata Pengantar dalam buku ini oleh
Timothy M. Dolan, Uskup Agung Milwaukee, Amerika
Serikat, yang bagi kita mustahil untuk bisa kita mengerti
dan pahami sepenuhnya. Namun demikian bukan berarti
kita tidak perlu belajar dan melakukan permenungan dan
berdoa atas “misteri” tersebut.
Memahami Misa Melalui Kitab Suci
Salah satu kunci untuk memahami Misa dengan
ritual-ritual dan doa-doanya adalah Kitab Suci. Dalam
buku ini jika dibaca dengan penuh pemahaman akan
terkristalisasi bahwa seluruh Misa diwarnai oleh rujukan
Kitab Suci. Jiwa yang termaktub dalam Sabda Allah di
12
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
dalam Kitab Suci memang tidak serta-merta bisa membantu pemahaman kita atas Misa atau Ekaristi, namun
demikian Kitab Suci telah mengundang kita melaui doa,
tanda-tanda, dan ritual dalam Misa. Nyala lilin dan dupa,
berdiri dan berlutut, ungkapan-ungkapan seperti “Tuhan
bersamamu,” dan “Madah Kemuliaan” — semuanya ini
berasal dari Kitab Suci, apakah ia merupakan sebuah
kutipan langsung atau merupakan gema dari pasal-pasal
Kitab Suci atau mengambil dari cerita-cerita dan peristiwaperistiwa Kitab Suci. Memahami latar belakang doa-doa
dan ritual-ritual dari Misa secara biblis dapat memberi
penerangan bagi kita atas apa yang sebenarnya terjadi di
dalam Liturgi. Dan pada gilirannya kemudian, ia akan
semakin memberdayakan keikutsertaan kita di dalam
Liturgi dan dengan demikian akan memungkinkan kita
masuk lebih dalam lagi kepada misteri Misa (Edward Sri,
A Biblical Walk Through The Mass : Understanding What
We Say And Do In The Liturgy, Ascencion Press, 2011, p-3).
Salah satu contoh misalnya, doa “Madah Kemuliaan,”
yang merupakan gema lagu para malaikat di Betlehem pada hari Natal pertama, ketika para malaikat itu bernyanyi
menyambut kedatangan bayi Yesus kira-kira 2000 tahun
lalu. Sama halnya dengan kita bersiap menyambut Tuhan
Yesus di altar dalam Ekaristi ketika kita bernyanyi atau
mendaraskan doa Madah Kemuliaan pada Misa di hari
Minggu. Begitu pula ketika imam membasuh tangannya
sebelum Doa Persembahan, hal ini mengingatkan kita akan
13
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
ritual yang sama yang dilakukan para imam Perjanjian
Lama sebelum memasuki hadirat Allah di altar kenisah.
Ketika kita menyaksikan seremonial pembasuhan tangan
di Misa, kita hendaknya takjub, mengingat dari perspektif
Kitab Suci, hal itu merupakan tanda bahwa imam
mendekati hadirat suci Allah dan akan mempersembahkan pengurbanan yang paling sakral sebagaimana Kristus
mengurbankan diri-Nya di kayu salib yang dihadirkan
kembali di dalam Ekaristi melalui imam.
Itulah misteri dan keagungan Misa. Dari jaman
para rasul, Misa telah menjadi pusat ibadat Kristiani.
Karena Misa tidak kurang dari perayaan Ekaristi yang
Yesus selenggarakan pada Perjamuan Terakhir, ketika Ia
memerintahkan para murid-Nya, “Lakukanlah ini sebagai
kenangan akan Daku” (lihat Luk. 22:19).
Seluruh peristiwa yang terjadi di dalam Misa tidak
mungkin untuk diringkas dalam satu atau dua kalimat
singkat, karena keseluruhan misteri penebusan terjalin
dengan liturgi Ekaristi. Ada tiga aspek yang harus kita
mengerti agar kita bisa memahami — kendati tidak
mungkin menyeluruh — misteri dan keagungan Misa : 1)
Ekaristi sebagai peringatan akan pengurbanan Yesus di
kayu salib, 2) Ekaristi sebagai kehadiran nyata Yesus, 3)
Ekaristi sebagai kebersatuan kudus dengan Tuhan.
14
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
Misa Sebagai Kurban
Ketika saya masih kecil, ayah dan ibu saya jika
mengajak anak-anaknya ke gereja kerap menggunakan
kalimat seperti ini : “Ayo anak-anak segera tidur, kita
besok bangun lebih pagi untuk ikut Kurban Misa pukul
tujuh.” Istilah Kurban Misa dewasa ini sudah jarang kita
dengar. Umat Katolik sekarang lebih sering menggunakan
ungkapan Misa atau Perayaan Misa dan Ekaristi atau
Perayaan Ekaristi. Betul bahwa perayaan Ekaristi kerap
disebut dengan Kurban Suci Misa. Namun sejatinya dalam
pengertian apa Misa dikatakan sebagai kurban? Untuk
menjawab pertanyaan ini tidaklah mudah. Umat Katolik
tidak datang ke Misa seperti orang Yahudi kuno yang
pergi ke kenisah atau sinagoga dengan membawa binatang
ke altar untuk disembelih, dipotong-potong, dibakar, dan
dipersembahkan kepada Allah oleh seorang imam. Kurban yang terjadi di dalam Misa bukanlah kurban sapi,
domba, atau kambing. Namun demikian di dalam Misa
terjadi kurban yang sesungguhnya — kurban Yesus Kristus,
Putra Allah, yang melalui kematian-Nya di kayu salib
mengurbankan diri-Nya sebagai persembahan utuh kepada
Bapa guna menghapus dosa-dosa dunia. Dosa kita semua,
anak-anak turunan Adam yang sudah diusir dari Taman
Firdaus akibat mangkir dari perintah Allah. Menurut
ajaran Katolik, Misa tidak hanya sekadar mengenang atau
simbol wafat Yesus di kayu salib. Misa secara sakramen15
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
tal menghadirkan kurban penebusan Kristus di Kalvari,
sehingga kuasa penebusan itu menjadi kekuatan kita dalam mengarungi kehidupan kita sebagai pengikut Kristus.
Sebagaimana Katekismus Gereja Katolik ajarkan : “Dalam
kurban ilahi ini, yang dilaksanakan di dalam Misa, Kristus
yang sama itu hadir dan dikurbankan secara tidak berdarah … yang mengurbankan diri sendiri di kayu salib
secara berdarah satu kali untuk selama-lamanya” (KGK
1367).
Satu hal penting yang harus kita catat adalah
bagaimana bahasa yang dipergunakan Yesus ketika berbicara tentang tubuh dan darah-Nya dengan memberi
penekanan pada kata kurban atau pengurbanan. Ia
mengatakan tubuh-Nya akan dikurbankan dan darahNya akan ditumpahkan. Hal ini mengingatkan kita akan
ritual pengurbanan Yahudi di mana tubuh binatang
disembelih dan darahnya ditumpahkan sebagai kurban.
Dengan demikian, Yesus, pada Perjamuan Terakhir sudah
mengantisipasi pengurbanan diri-Nya di kayu salib ketika
Ia merujuk pada tubuh dan darah-Nya yang sedang
dikurbankan seperti seekor domba Paskah yang tengah
disembelih.
Hal penting lainnya adalah kata memorial, kenangan, atau peringatan. Dalam Kitab Suci memorial, kenangan atau peringatan itu bukan sekadar mengenang peristiwa lampau. Kata-kata itu mengandung pengertian bahwa
16
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
peristiwa-peristiwa di masa lampau yang dikenang atau
diperingati itu dihadirkan kembali. Oleh karena itu, ketika Yesus berkata, “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan
Daku,” Ia sedang memerintahkan para murid-Nya untuk
menghadirkan — sebuah kenangan biblis persembahan
kurban tubuh dan darah-Nya pada Perjamuan Terakhir.
Betul bahwa ketika Yesus berbicara mengenai tubuh dan
darah-Nya pada Perjamuan Terakhir adalah tubuh dan
darah-Nya yang dikurbankan di Kalvari dan hal ini yang
dihadirkan kembali di dalam Misa.
Kehadiran Nyata Kristus
Aspek kedua Ekaristi adalah bahwa Ekaristi itu
menyajikan kehadiran nyata Yesus. Ajaran-ajaran Gereja
Katolik mengatakan bahwa kendati Kristus hadir di tengah umatnya melalui banyak cara — orang miskin,
Sabda-Nya, sakramen-sakramen, serta dalam doa dua atau
tiga orang yang berkumpul atas nama-Nya — namun Ia
secara istimewa hadir di dalam Ekaristi. Sebab di dalam
Ekaristi itu tubuh, darah, jiwa, dan ke-Allah-an Yesus
secara substansi hadir. Melalui Ekaristi, “Kristus, Allah dan
manusia, membuat diri-Nya secara utuh dan penuh hadir
(Konsili Trente DS 1651).
Ekaristi bukan sekadar simbol Yesus. Bukan pula
Kristus hadir secara rohani melalui cara yang tersamar di
dalam roti dan anggur. Pada Perjamuan Terakhir, Yesus
17
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
mengambil roti dan anggur dan berkata, “Ini Tubuh-Ku…
Ini piala Darah-Ku…” Tidak seperti umat Kristiani lainnya
yang memandang Ekaristi hanya sebagai simbol suci atau
“kenangan” akan Kristus. Gereja Katolik mengimani ketika imam di dalam Misa mengucapkan kata-kata Yesus pada
waktu konsekrasi, roti dan anggur di altar berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Santo Yohanes Krisostomus
menjelaskan : “Bukan manusia yang menyebabkan bahwa
bahan persembahan menjadi tubuh dan darah Kristus,
melainkan Kristus sendiri yang telah disalibkan untuk kita.
Imam yang mewakili Kristus, mengucapkan kata-kata ini,
tetapi daya kerjanya dan rahmat datang dari Allah. Inilah
tubuh-Ku, demikian ia berkata. Kata-kata ini mengubah
bahan persembahan itu.”
Datanglah Imanuel
Salah satu gelar biblis Yesus adalah “Imanuel,” yang
mengandung makna “Allah beserta kita” (Mat 1:23). Yesus
adalah Putra Allah yang menjadi manusia dan tinggal
di antara kita. Dan karena begitu rindunya Ia untuk
tetap tinggal bersama dengan kita maka Ia memberikan
hadiah istimewa berupa kehadiran diri-Nya secara
sakramen di dalam Ekaristi. Yesus dengan demikian
tetap menjadi Imanuel — Allah beserta kita — di setiap
Misa yang dirayakan di seluruh dunia. Kita hendaknya
tidak menafikan hadiah istimewa Yesus ini dengan sia-sia.
18
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
Peristiwa yang paling menakjubkan di alam semesta terjadi pada setiap Misa : Putra Allah sendiri datang di altar
kita dan tinggal di tengah-tengah kita!
Ambillah dan Makanlah : Komuni Kudus
Tuhan menyampaikan kepada kita suatu undangan
yang sangat mendesak, supaya menyambut Dia dalam
Sakramen Ekaristi. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan
minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam
dirimu” (Yoh 6:53).
Guna menjawab undangan ini, kita harus mempersiapkan diri untuk momen yang begitu agung dan
kudus. Santo Paulus mengajak supaya kita mengadakan
pemeriksaan batin: “barangsiapa dengan cara tidak layak
makan roti dan minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap
tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap
orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia
makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa
makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia
mendatangkan hukuman atas dirinya” (1 Kor 11:27-29).
Perjanjian Baru mengungkap Yesus menjadi domba
Paskah yang dikurbankan di Kalvari karena dosa-dosa
kita (lihat 1 Kor 5:7-8; 1 Pet 1:19; Why 5:6). Tetapi, di
dalam perayaan Paskah, sebagaimana ritual pengurbanan
Yahudi tidak cukup hanya menyembelih binatang domba
19
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
saja. Memakan domba kurban bersama adalah bagian
penting dari perayaan Paskah tersebut (lihat Kel 12:8-12).
Setelah pengurbanan akan diikuti dengan acara makan
bersama (perjamuan bersama) yang melambangkan
perjanjian persatuan (persekutuan) yang dimeteraikan
antara bangsa Israel dan Allah. Hal ini mengandung
implikasi penting guna memahami komuni di dalam
Ekaristi. Jika Yesus adalah anak domba Paskah baru
yang telah dikurbankan untuk dosa-dosa kita, maka hal
ini akan menjadi selaras jika kemudian diselenggarakan
suatu perjamuan bersama yang menyertai pengorbanan
Yesus di kayu salib — perjamuan yang di dalamnya kita
ikut ambil bagian adalah pengurbanan Anak Domba
Allah yang sesungguhnya, yakni Yesus Kristus sendiri.
Hal ini dipertegas lagi oleh Santo Paulus dalam suratnya
kepada jemaat di Korintus yang merefleksikan pentingnya
pengurbanan dan persekutuan bagi orang Yahudi. Santo
Paulus berkata :”Sebab anak domba Paskah kita juga telah
disembelih, yaitu Kristus. Karena itu marilah kita rayakan”
(1 Kor 5:7-8). Perhatikan bagaimana pengurbanan Kristus
dimengerti yang pada gilirannya kemudian bermuara
kepada perayaan perjamuan. Dalam diskursus berikutnya
Santo Paulus memahami bahwa perayaan perjamuan itu
sebagai Ekaristi. Misalnya dalam suratnya kepada jemaat
Korintus ia menggambarkan kebersatuan yang sempurna
yang terbangun melalui ambil bagian dalam Tubuh dan
Darah Kristus : “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang
20
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan
darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan
adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti
adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu
tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang
satu itu” (1 Kor 10:16-17).
***
Para pembaca yang budiman, melalui buku yang
ditulis oleh Romo Oscar Lukefahr, C.M. yang judul aslinya
adalah “We Worship : A Guide To The Catholic Mass” ini,
kita akan diajak mengarungi samudera Perjanjian Lama
dan Baru serta lantas menapaki masa-masa Gereja Perdana,
Sejarah Perkembangan Gereja, dan beberapa Konsili Gereja
guna mememahami apa itu Misa atau Perayaan Ekaristi,
yang pada intinya kita akan dituntun untuk “Mengungkap
Misteri & Rahasia Misa Katolik.”
21
Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang
“Let all mortal flesh keep silence, and stand with fear
and trembling, and meditate nothing earthly within
itself. For the King of kings and Lord of lords, Christ
our God, comes forward to be sacrificed, and to be
given for food to the faithful. And the bands of angels
go before Him with every power and dominion, the
many-eyed cherubim, and the six-winged seraphim,
covering their faces, and crying aloud the hymn: Alleluia, Alleluia, Alleluia.”
A Prayer from the ancient liturgies
22
Bab Satu
Mengapa Menghadiri Misa
H
ugh, seorang penghuni rumah veteran di Missouri bagian selatan, berujar bahwa selama Perang Dunia II ia kerap menghadiri Misa yang dirayakan
pada sebuah altar darurat, seperti di sebuah tutup mesin
mobil jeep misalnya. Pada suatu kesempatan di daerah zona
perang di Philipina, Misa diadakan di sebuah kayu balok
besar, ketika Misa tengah berlangsung terdengar raungan
Pesawat Tempur Jepang di atas kepala sambil melepaskan
tembakan. Pastor dan para prajurit segera berlindung di
tanah dekat altar hingga pesawat itu menghilang. Kemudian
Misa dimulai lagi.
***
Ketika saya bertanya kepada tuan Hugh mengapa ia
menghadiri Misa dalam kondisi semacam itu? “Saya ingin
dan begitu pula para prajurit lainnya,” jawabnya. “Kita
menyadari bahwa kita memerlukan Tuhan.”
Kita memerlukan Tuhan juga. Namun dalam kondisi
yang lebih nyaman dan aman di dunia modern kita se23
Mengapa Menghadiri Misa
karang, sehingga kita bisa melupakan hal-hal seperti
yang dialami tuan Hugh ini. Oleh karena itu, kita harus
mempelajari alasan-alasan mengapa kita harus menghadiri
Misa.
Hubungan Antara Misa Dan Kehidupan Kita
Yang paling utama dari alasan-alasan tersebut adalah
tata cara di dalam mana Misa berhubungan dengan kondisi
kemanusiaan kita. Sebagaimana kita sadari kita sebagai
manusia menginginkan makan, pakaian, dan tempat berlindung. Kita rindu berhubungan satu dengan lainnya,
mencintai dan dicintai. Kita mendambakan kebahagiaan.
Begitu kita mencoba memenuhi kebutuhan dan
keinginan tersebut, kita dihadapkan kepada pelbagai tantangan dan hambatan. Memuaskan keinginan jasmani
memerlukan kerja keras. Membangun kerjasama dengan
orang lain tidaklah mudah; persahabatan lantas menjadi
luntur dan antara keluarga kerap saling bertengkar.
Kelemahan dan kegagalan itu sering menyurutkan langkah
kita. Kejahatan, terorisme, dan perang menjadi bayangbayang gelap kemanusiaan kita. Keinginan kita untuk
hidup dihadapkan kepada kenyataan bahwa kita pasti akan
mati.
Lantas apa yang salah? Mengapa hidup manusia berjalan ke arah yang keliru? Dapatkah hal itu diperbaiki?
Umat manusia telah bergelut dengan pertanyaan-per24
Mengapa Menghadiri Misa
tanyaan semacam ini selama berabad-abad. Tradisi Yudeo-Kristiani melacak problema-problema tersebut ke belakang dan menemukan fakta bahwa manusia telah salah
menggunakan kebebasan yang diberikan Tuhan pada
waktu penciptaan. Manusia pertama baik lelaki maupun
perempuan, diberi kebebasan, dengan demikian mereka
dapat mencintai Tuhan dan sesamanya dan pada akhirnya
mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya. Tetapi manusia
pertama justru memilih menolak rencana Allah. Mereka
memutuskan hubungan dengan Allah dan sesamanya.
Dosa-dosa mereka berpengaruh atas keturunan mereka,
yang pada gilirannya kemudian tenggelam lebih dalam lagi
kepada pelbagai kesalahan dan tragedi.
Kemanusiaan tidak bisa diandalkan untuk menjadi
sebuah “jembatan” yang menghubungkan kekosongan
antara dirinya sendiri dengan Sang Pencipta. Sehingga
Allahlah yang terlebih dahulu menggapai kita, membangun titik jalinan melalui orang-orang Yahudi. Allah, yang
merupakan komunitas cinta Tiga Pribadi — Bapa, Putra,
dan Roh Kudus — memasuki dunia kita ketika Sang Putra
mengambil bentuk manusia sebagai Yesus Kristus. Yesus
membawa cinta Allah yang tak terbatas ke dalam bentuk
kemanusiaan. Musuh-musuh Yesus, yang menentang pesan-pesan-Nya bahwa Allah mencintai semua manusia,
mencoba untuk membungkam Yesus. Namun Ia tidak mau
menyerah bahkan ketika Ia menyadari konsekuensinya
yakni: kematian! “Tidak ada kasih yang lebih besar dari25
Mengapa Menghadiri Misa
pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Kematian Yesus di kayu
salib adalah bentuk cinta yang terbesar dalam sejarah,
sebuah pengorbanan yang memperbaiki kerusakan hubungan antara Allah dengan kita, manusia.
Karena Yesus adalah Allah dan juga manusia, kematian tidak bisa mengungkung-Nya dan ditaklukkan melalui
Kebangkitan-Nya. Yesus hidup sepanjang masa sebagai
Tuhan dan Penyelamat, yang menyatukan kita dengan diriNya melalui Gereja-Nya yang meneruskan kehadiran nyataNya di dunia. Yesus mengundang kita semua untuk bersatu
dengan diri-Nya, untuk menerima kekuatan cinta ilahi
yang dapat membawa kita melalui pelbagai cobaan bahkan
kematian, untuk menuju kepada kebahagiaan kekal.
Di sinilah Misa berperan. Kematian dan Kebangkitan Yesus bukan sekadar peristiwa sejarah. Ia menyentuh
kita hari ini melalui Ekaristi. Malam sebelum wafat-Nya,
Yesus mengumpulkan para murid di sebuah meja di mana
Ia mengambil roti dan anggur, “Inilah tubuhKu” (Mat
26:26). Lalu Ia mengambil cawan anggur dan berkata,
“Inilah darah-Ku. Lakukan ini sebagai kenangan akan
Daku.” Orang-orang Kristen Perdana memahami bahwa
kata-kata yang diucapkan Yesus ini menyatukan mereka
kepada kematian dan Kebangkitan Kristus. “Sebab setiap
kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu
26
Mengapa Menghadiri Misa
memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Kor
11:26).
Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Allah
mewariskan kekuatan kematian dan Kebangkitan Kristus
bagi kita setiap kita mengikuti Misa. Pada setiap Misa, kita
secara sakramental dibawa ke dalam ruang tempat Yesus
memberi kita Ekaristi, ke bukit tempat Ia wafat, dan ke
kuburan kosong tempat kita bertemu dengan Kristus yang
bangkit.
Jika kita sungguh-sungguh menyadari mukjizat yang
terjadi pada setiap Misa, kita akan melepas kasut kita,
sebagaimana Musa di hadapan Allah pada semak belukar
yang menyala, dan kita akan sujud menyembah-Nya. Atau
paling tidak, kita dengan gembira dan penuh rasa syukur
memasuki tempat di mana Misa dirayakan. Di sini kasih
dan rahmat Allah membersihkan hidup kita dengan
memberi makna dan harapan. Dan pada setiap Misa kita
ungkapkan dengan doa dan penyembahan apa yang kita
percayai akan kebesaran Allah dan akan …
Rumah Kita Ciptaan Allah
Rumah kita adalah planet Bumi. Ia berputar mengelilingi Matahari, satu dari seratus milyar bintang di
galaksi Milky Way. Milky Way adalah satu dari bermilyarmilyar galaksi, bagian dari alam semesta yang begitu besar
jika kita melakukan perjalanan dengan kecepatan cahaya
27
Mengapa Menghadiri Misa
(299,790 km per detik), kita memerlukan tiga puluh milyar
tahun untuk mengelilingi diameter tersebut. Jika alam
semesta dikurangi dengan satu trilyun, dengan Matahari
seukuran butir pasir, galaksi kita akan sepanjang pantai
dengan ukuran 600.000 mil, dan alam semesta masih akan
membentang hingga batas diluar bayangan kita.
Hidup kita di planet Bumi barangkali akan berakhir
ketika usia kita seratus tahun. Sepertinya waktu yang cukup lama, tetapi dibandingkan dengan usia alam semesta,
ia menjadi tidak signifikan. Untuk menunjukkan bagaimana hidup kita masuk ke dalam pola waktu, astronomer
Carl Sagan menyarankan agar kita memendekkan lima
belas milyar tahun usia alam semesta ke dalam satu tahun
kalender. Alam semesta mulai pada 1 Januari, Bumi dibentuk pada 14 September. Dinosaurus muncul pada
Malam Natal. Dan manusia mulai ada pada 31 Desember
pukul 10:30 P.M. Yesus hidup empat detik yang lalu. Umur
terpanjang manusia seperlima detik.
Apakah kita adalah noktah di planet
yang besar yang mengitari matahari yang
membakar dirinya sendiri ke luar dari
galaksi yang lelah dan hilang di alam
semesta yang maha luas;
Atau kita adalah anak-anak Allah. Allah
yang maha perkasa untuk menciptakan
28
Mengapa Menghadiri Misa
alam semesta dengan sebuah kata; Allah
yang sangat bijak untuk merancang alam
semesta lima belas milyar tahun bergerak
tanpa henti; dan Allah yang maha baik
untuk mewariskan kepada kita hadiah
tak ternilai dari kehidupan, pengetahuan,
dan cinta.
Apakah kita adalah gumpalan bahan
kimia yang dipersatukan dengan perekat
yang berkesempatan untuk hidup singkat,
namun kita ada tanpa dilandasi oleh
sebab atau makna;
Atau kita adalah orang-orang yang diciptakan untuk melakukan sebuah perjalanan
indah, menuju kematian untuk memulai
hidup baru yang akan menempatkan kita
di hadapan Allah selama-lamanya dan diberkati dengan kegembiraan, kedamaian,
dan kemamanan yang kita rindukan.
Apakah tidak ada yang lebih besar dari
kita sendiri; tidak ada alasan untuk berada; tidak ada penyelamat dari kebencian,
kekerasan, dan kematian, sebab kita datang dari ketiadaan dan akan kembali
musnah menjadi tiada;
29
Mengapa Menghadiri Misa
Atau ada Allah yang keberadaan-Nya
adalah pengetahuan, cinta, dan persona
— Bapa, Putra, dan Roh Kudus — yang
dari gambar-Nya kita diciptakan. Dan
Sang Putra memasuki ruang dan waktu
kita; mengambil rupa manusia sebagai
Yesus Kristus; wafat di kayu salib untuk
menaklukkan kejahatan dan kematian;
bangkit dari kubur untuk meraja sepanjang masa; dan mewariskan kita sebuah
mukjizat yang mengizinkan kita menjadi
satu dengan-Nya dalam kehidupan, kematian, dan Kebangkitan-Nya dan melalui
Dia kita dipersatukan dengan Bapa dan
Roh Kudus.
Kita sebagai orang Katolik tetap berdiri kokoh bersama dengan orang-orang beriman selama dua puluh
abad menentang pengerdilan dan ketiadaan makna. Di
dalam Misa kita berdiri bersama dengan Kristus untuk
mewartakan keyakinan kita di hadapan Allah di mana
cinta selalu mengalahkan kebencian dan kehidupan mengalahkan kematian. Kita mewarisi mukjizat yang diberikan Yesus, yakni mukjizat Ekaristi.
Menyentuh Allah
Kita mungkin beranggapan bawa menghadiri Mi30
Mengapa Menghadiri Misa
sa adalah kewajiban yang diterapkan oleh Gereja atau
sebuah tradisi yang indah atau sekadar kegiatan sosial
yang harus kita lakukan. Namun sejatinya Misa terletak
di pusat eksistensi kita, manusia. Ia mendefinisikan apa
yang kita percayai tentang Allah, tentang hidup, dan
tentang kematian, tentang betul dan salah. Kita tidak
dapat menghadiri Misa tanpa membawa sesuatu yang
signifikan di dalam kemanusiaan kita. Kita juga tidak dapat
meninggalkan Misa begitu saja tanpa memengaruhi siapa
kita sebenarnya, apa yang kita percayai, dan dimana kita
berada di tengah pertanyaan yang paling esensial mengenai
kehidupan.
Sungguh, ukuran alam semesta dan ruang waktu
begitu besar sehingga kita tidak dapat memahaminya. Oleh
karena itu, yang menjadi pertanyaan seberapa besar Yang
Maha Ada yang menciptakan baik waktu dan ruang? Jika
alam semesta yang diciptakan Allah begitu besarnya untuk bisa kita mengerti, bagaimana kita dapat berhubungan
dengan Allah dengan cara yang nyata? Jelas kita tidak dapat
mengandalkan diri kita sendiri. Namun Allah menggapai
kita pada titik di mana alam semesta masih berdiri kukuh,
yakni Misa. Sebagaimana kita “meringkas” waktu dan
ruang untuk mendapatkan gambaran seberapa besarnya
ruang dan waktu tersebut, begitu pula Allah “meringkas”
ke-Allahan-Nya di dalam Yesus untuk mengungkapkan
kedalaman cinta ilahi yang ada di hati Allah. Kemudian Yesus “meringkas” kuasa kehidupan, kematian, dan
31
Mengapa Menghadiri Misa
kebangkitan di dalam Misa; Ia juga “meringkas” kemanusiaan dan ke-Allahan-Nya di dalam Ekaristi. Melalui
Misa dan di dalam Komuni Kudus, kita berjumpa dengan
Allah.
Jika kita memahami alasan-alasan mengapa kita pergi ke Misa, kita seyogianya menyadari apa yang terjadi di
dalam Ekaristi, siapa yang kita terima pada saat Komuni,
dan bagaimana selama satu jam Misa dapat memengaruhi
kehidupan kita? Di dalam Misa kita menyentuh yang
ilahi, kita menembus sekat yang memisahkan waktu
dari kekekalan dan menggenggam tangan Yesus. Kita
ditarik dari rutinitas kehidupan kita sehari-hari ke dalam
“kepenuhan” Allah (Ef 3:19).
Kebahagiaan Nyata
Kita semua menginginkan kebahagiaan, Allah juga
menghendaki kita untuk bahagia. Namun kebahagiaan
adalah sesuatu yang sulit untuk digapai. Ada beberapa
tingkatan kebahagiaan : memuaskan keinginan tubuh,
mencapai cita-cita yang begitu berharga, menolong
orang lain. Namun ini semua bersifat sementara. Hanya
kebahagiaan yang berasal dari kehendak Allah yang akan
langgeng. Tanpa berlandaskan kesejatian cinta Allah dalam
hidup kita, kita tidak akan pernah menggapai kebahagiaan
abadi.
32
Mengapa Menghadiri Misa
Misa adalah mutlak diperlukan guna menggapai
kebahagiaan. Paus Yohanes Paulus II menulis dalam surat
apostoliknya “Dies Domini” bahwa “kita harus menemukan
kembali aspek hidup beriman….Minggu adalah hari
bahagia yang begitu istimewa, sungguh hari yang paling
pas untuk belajar bagaimana berbahagia dan menemukan
kembali hakikat yang sesungguhnya dan sumber asali dari
kebahagiaan” (57; dokumen ini dapat dibaca di www.cin.
org/jp2/diesdomi.html).
Sejatinya saya ingin tahu berapa dari kita yang
menghadiri Ekaristi pada hari Minggu mengharapkan terpenuhinya kebahagiaan. Ketika sedang mempersiapkan
Misa, saya seringkali prihatin mengenai permasalahan yang
harus saya tangani, sahabat-sahabaat yang menghadapi
kesulitan, dan permasalahan global seperti terorisme. Terbebani oleh bermacam kekhawatiran tersebut, saya menjadi
tidak memiliki harapan yang positif, damai, dan bahagia
pada saat menuju ke altar.
Tetapi masalah yang saya hadapi tidak sebanding
dengan penderitaan yang dialami oleh Kristus malam
sebelum Ia wafat. Ia menantikan hari yang mengerikan,
ditinggalkan oleh para murid-Nya, dan memanggul beban yang tak terbayangkan, dosa-dosa manusia. Kendati demikian, Ia tetap memancarkan kedamaian dan
kebahagiaan. “Semuanya ini Kuberitahukan kepadamu,
supaya kegembiraan-Ku ada dalam hatimu, dan kegem33
Mengapa Menghadiri Misa
biraanmu menjadi sempurna,” Ia berkata kepada para
murid-Nya (Yoh 15:11). Ia berdoa agar kesedihan mereka
akan menjadi kebahagiaan (lihat Yoh 17:13), dan doa-Nya
dijawab pada Minggu Paskah. “Para murid bergembira
ketika mereka melihat Tuhan” (Yoh 20:20).
“Minggu,” Paus Yahones Paulus II mengamati,
“merupakan sebuah gema mingguan dari perjumpaan
pertama kali dengan Tuhan Yang Bangkit, adalah tonggak
kokoh yang berdiri di atas kebahagiaan ketika para murid
menyapa Guru mereka” (“Dies Domini,” 56). Oleh karena
itu, ketika kita menghadiri perayaan Ekaristi, kebahagiaan
dan kegembiraan seyogianya memengaruhi kita. Pada saat
sedih, sakit, dan takut, kita harus mencari Yesus untuk
mendapatkan penghiburan dan semangat. Pada waktu kesesakan kita harus memiliki pengharapan. Pada saat damai
dan tenang, dan kebahagiaan yang lebih besar kita yakin
datangnya dari Hati Terkudus Yesus.
Perintah
Siapa pun yang berkendara ke arah Barat mafhum
akan menemukan banyak hamparan kosong di antara kotakota, dan tidak mengherankan jika melihat marka jalan
bertuliskan semisal “Pom Bensin berikutnya 120 Km.”
Mereka yang tidak peduli dengan marka tersebut dan tidak
melihat ukuran bahan bakar harus menanggung sendiri
akibatnya jika mobil yang dikendarai mogok. Sebagaimana
34
Mengapa Menghadiri Misa
kita menjalani hidup, jika kita menafikan petunjuk dari
Allah, jangan menyalahkan orang lain jika hidup kita tidak
keruan. Di antara arah dan petunjuk yang paling penting
adalah Sepuluh Perintah Allah (SPA) (lihat Kel 20:1-20; Ul
5:1-21). Perintah ketiga memiliki hubungan khusus dengan
kita sewaktu kita mengarungi hidup kita: “Kuduskanlah
hari Tuhan.”
SPA dirancang oleh Allah yang penuh cinta yang
mengetahui apa yang terbaik bagi kita manusia. Allah
memberikan kita kebebasan sehingga kita bisa mencintai.
Sama halnya dengan orang tua yang memberikan bimbingan kepada anak-anaknya agar terhindar dari mara
bahaya. Allah menawarkan petunjuk guna membantu kita agar terhindar dari perbudakan dosa. Beberapa orang
memiliki anggapan yang salah yang mengatakan bahwa
SPA membatasi kebebasan kita. Justru yang sesungguhnya
adalah SPA membantu kita untuk tetap memiliki kebebasan. Perintah ketiga mengandung arti bahwa kita dijaga agar
kita terlepas dari perbudakan kerja dan dari pendapat yang
mengatakan bahwa kita bisa menggapai kebahagiaan tanpa
peran Allah. Dalam Kitab Kejadian, Allah membangun
pola dengan menciptakan dunia dalam waktu enam hari,
kemudian “istirahat” pada hari ketujuh. Apa yang baik bagi
Allah juga baik bagi kita manusia.
Bagi orang Yahudi, hari ketujuh adalah hari Sabat
(istirahat). Orang Yahudi yang taat tidak akan melakukan
35
Mengapa Menghadiri Misa
apa pun pada hari Sabat dan mereka menyembah Allah
dengan membaca Kitab Suci dan berdoa. Yesus menghormati hari Sabat dengan pergi ke sinagoga untuk memuji
Allah dan mengajar (lihat Mrk 1:21; Luk 4:16). Setelah
Kebangkitan-Nya, orang-orang percaya teringat bahwa
Yesus pernah memproklamirkan diri sebagai “Tuhan hari
Sabat” (Mat 12:8). Mereka mengetahui Ia telah bangkit
dari mati pada hari pertama dari 7 hari dalam seminggu,
yaitu pada hari Minggu pagi ketika Ia menampakkan
diri kepada para murid (lihat Yoh 20:19, 26). Dengan
demikian ia menciptakan sebuah hari baru untuk istirahat,
“Hari Tuhan.” Orang-orang Kristen Perdana berkumpul
“memecahkan roti” (merayakan Perjamuan Tuhan) pada
“hari pertama dalam minggu tersebut,” Minggu, seperti
tertulis dalam Alkitab (lihat Kis 20:7; 1 Kor 16:1-2) dan
kesaksian para pewarta Kristen awal. Santo Ignatius dari
Antiokia, kira-kira tahun 100, menulis kepada jemaat di
Magnesia :”Siapa yang hidup dibawah hukum lama tetap
memiliki harapan baru. Mereka tidak perlu lagi melakukan
penyembahan pada hari Sabtu, tetapi Minggu, hari Tuhan,
karena pada hari itu kehidupan bertumbuh bagi kita
melalui Kristus” (Surat tersebut dapat dilihat di www.ccel.
org/father2/ANF-01-17.htm#P1394_249090).
Kita seharusnya menghargai kata-kata Perintah Ketiga dari SPA sebagai sebuah hadiah istimewa dari Allah.
Kesimpulannya, perintah ketiga tersebut adalah marka
36
Mengapa Menghadiri Misa
yang dibuat Allah sendiri untuk keselamatan kita dan
menjaga kita di perjalanan hidup kita.
Hanya Satu Permintaan Yesus Kepada Kita : Ekaristi
Alasan lain mengapa orang-orang Katolik merayakan
Misa adalah karena itu adalah satu-satunya yang Yesus
minta kepada kita. Yesus minta kepada kita banyak hal yang
mesti kita lakukan untuk orang lain dan diri kita sendiri,
tetapi hanya satu permintaan kepada kita untuk Yesus
sendiri — Ekaristi. “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi
kamu, lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku.” (Luk
22:19). Bagaimana kita bisa disebut pengikut setia Yesus jika kita gagal memenuhi permintaan satu-satu-Nya tersebut?
“Saya bisa menjadi seorang Katolik yang baik tanpa
menghadiri Misa.” Pernyataan ini jelas-jelas tidak benar.
Kita tidak dapat menjadi Katolik yang baik kecuali kita melakukan apa yang diminta oleh Yesus.
“Saya dapat berdoa di rumah, atau di hutan. Saya tidak perlu pergi ke Misa.” Kata-kata semacam ini seringkali
kita dengar. Betul bahwa kita bisa berdoa di rumah dan di
hutan. Tetapi tidak benar bahwa kita tidak memerlukan
pergi ke Misa. Kita bukan orang yang menentukan penyembahan macam apa yang Allah kehendaki. Allah mengatakan kepada kita bahwa berdoa pribadi tidaklah cukup.
Kita memang memerlukan berdoa secara pribadi (lihat Mat
18:20). Doa pribadi adalah penting untuk pertumbuhan
37
Mengapa Menghadiri Misa
spiritual kita, namun penting juga berdoa bersama dengan
yang lain utamanya doa yang dimandatkan Yesus pada
Perjamuan Terakhir.
Uskup George Niederauer dari diosesan Salt Lake
City berbicara dengan orang-orang yang berpandangan,
“saya seorang yang spiritual, namun bukan religius. Saya
tidak memerlukan Misa. Saya menemukan Tuhan ketika
mendaki gunung.” Kepada orang-orang semacam itu
uskup mengingatkan, “Pada Perjamuan Terakhir Yesus
tidak berkata, ‘Pergilah dan mendakilah sebagai kenangan
akan Daku.” Sedihnya, mereka yang tidak menghadiri Misa
berkata kepada Tuhan, “Saya pergi mendaki. Saya tidak
punya waktu untuk memenuhi permintaan-Mu.” Jika kita
ingin menjadi pengikut Yesus yang setia kita pertama-tama
akan menghadiri Misa untuk mengenang-Nya, kemudian
pergi mendaki!
Gereja Dan Misa
Katekismus Gereja Katolik mendaftar beberapa
Perintah Gereja, hukum-hukum yang merujuk kepada
kewajiban yang harus kita penuhi sehingga kita bisa bertumbuh dalam cinta Allah dan sesama. Perintah Gereja
yang pertama adalah “Engkau harus mengikuti Misa kudus
dengan khidmat pada hari Minggu dan hari raya dan
tidak melakukan pekerjaan dan kegiatan-kegiatan yang
merintangi ibadat” (KGK 2041). Dalam perintah ini gereja
38
Mengapa Menghadiri Misa
hanya menunjuk kepada apa yang telah Allah perintahkan,
apa yang dikehendaki Yesus dari para murid-Nya, dan
apa yang telah dilakukan oleh orang-orang Kristen selama duapuluh abad. Menolak perintah ini dan dengan
sengaja tidak mengikuti Misa kecuali disebabkan karena
alasan yang serius (sakit atau mengurus anak yang sakit)
merupakan tindakan yang tidak patuh kepada Allah. Hal
ini, menurut KGK, merupakan dosa berat (KGK 2184-2188).
Gereja tentu saja mempunyai hak dan tanggung
jawab untuk mengklarifikasi kewajiban-kewajiban tersebut
kepada seluruh umat. Dalam bicara dengan pemimpinpemimpin Gereja Perdana, Yesus berkata: “Siapa yang
mendengar engkau mendengar Aku” (Luk 10:16) “dan apa
yang kau ikat di bumi akan terikat di surga” (Mat 16:19).
Kita harus mendengar suara Yesus sendiri dalam Perintah
Pertama Gereja, karena Dialah yang berbicara melalui
gereja-Nya.
Namun hari Tuhan lebih dari sekadar kewajiban!
Minggu selayaknya adalah “waktu,” sebagaimana Paus
Yohanes Paulus II mengingatkan kita, untuk mengikuti
kegembiraan dan kerelaan Allah ketika melakukan
penciptaan khususnya manusia. Ketika Allah berkontemplasi atas kemanusiaan kita dengan penuh cinta dan
kegembiraan pada “hari istirahat,” maka begitu pulalah
kita dalam melakukan kontemplasi kepada Allah dan
keindahan alam semesta. Orang-orang Yahudi juga
39
Mengapa Menghadiri Misa
bergembira ketika Allah melakukan penyelamatan sehingga membebaskan mereka dari perbudakan dan membawa
mereka kembali ke Tanah Terjanji. Kita harus menemukan
kebahagiaan dengan mengingat Wafat dan Kebangkitan
Yesus yang membebaskan kita dari kuasa kematian dan
membawa kepada kita harapan akan kebahagiaan kekal
(lihat “Dies Domini,” 8-30).
Allah Meminta Hanya Sedikit
Sejatinya Allah mengajukan permintaan kepada kita
hanya sedikit saja. Jika rata-rata kita hidup selama 80 tahun,
kita akan menghabiskan waktu tiga setengah tahun untuk
membaca, lima tahun berbicara, enam tahun pendidikan,
enam tahun berkendara dalam mobil, tujuh tahun makan,
sebelas tahun menonton televisi dan rekreasi, empat belas
tahun bekerja, dan duapuluh tujuh tahun tidur. Jika kita
hidup selama delapan puluh tahun dan menghabiskan
waktu satu jam guna menghadiri Misa setiap Minggu
dan lima menit berdoa setiap hari jika itu ditambahkan…
menjadi enam bulan. Bagaimana mungkin kita menolak
permintaan Allah yang hanya sedikit dibandingkan dengan cinta Allah yang telah diberikan kepada kita begitu
banyak?
Misa Baik Bagi Kita
Alasan lain menghadiri Misa adalah bahwa itu baik
40
Mengapa Menghadiri Misa
bagi kita. Penelitian yang diadakan di Duke University
tahun 1999 menunjukkan bahwa menghadiri Misa secara
teratur akan memperkuat fisik, emosi, dan kesehatan
mental. Pengaruh dari penyembahan secara teratur
dalam kehidupan setara dengan menggunakan sabuk
keselamatan dibandingkan dengan tidak menggunakan
sabuk keselamatan dalam kecelakaan mobil, dan tidak
merokok dibandingkan dengan yang merokok (Pusat
Studi Duke University Untuk Masalah Keagamaan, www.
dukespiritualityandhealth.org). Allah tahu apa yang terbaik
bagi kita.
Pengatur Kecepatan
Dalam banyak hal Misa seperti sebuah pengatur
kecepatan. Pengatur kecepatan dapat menjaga sebuah
mobil dengan laju tetap 100 Km/jam baik di jalan mendatar,
menurun, ataupun mendaki. Damai Kristus membuat
kehidupan kita tetap tegar baik ketika dalam kondisi nyaman atau buruk. Misa dapat diibaratkan sebagai sebuah
waktu yang sangat istimewa guna menempatkan kendali
dalam perjalanan hidup kita. Jika kita sedang marah atau
kecewa, Misa merupakan tempat untuk menenangkan
diri karena di sanalah Yesus hadir dengan kelembutanNya. Jika kita sedang lelah dan depresi, Misa merupakan
tempat untuk memulihkan kondisi kita karena rahmat dan
hidup Yesus. Tidak peduli keadaan kita seperti apa, damai
41
Mengapa Menghadiri Misa
Kristus yang dicurahkan dalam setiap Misa, dapat menjadi pembawa ketenangan dan daya juang yang sangat kita
perlukan.
Apakah Dunia Saya Cukup Besar
Ketika kita menyadari alasan-alasan kita menghadiri
Misa, masing-masing dari kita sebaiknya melontarkan
pelbagai pertanyaan mengenai hal-ihwal penting. Misalnya,
apakah duniaku cukup besar? Atau apakah saya harus
membatasi apa yang dapat saya lihat dan sentuh? Apakah
aktivitas saya hanya sebatas pada dunia fisik semata?
Apakah saya menyadari bahwa saya merupakan anggota
sebuah keluarga besar, Tubuh Kristus, yang memiliki rumah
(gereja paroki) di seluruh dunia, saudara dan saudari yang
memiliki kepedulian dan kebutuhan seperti saya? Kitab
Suci berkata: “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing
dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang
kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun
di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus
Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh
bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di
dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan
menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh (Ef 2:1922). Misa dapat dikatakan merupakan ungkapan yang juga
sekaligus memperkuat realitas keluarga besar tersebut.
42
Mengapa Menghadiri Misa
Apakah saya harus berpikir kembali bahwa para
malaikat dan santo-santa di surga mencintai saya dan
berdoa bersama saya? Apakah Yesus merupakan bagian dari
hidup saya, Yesus… Juru Selamat yang memberdayakan
saya, Sahabat dengan siapa saya sering bercakap-cakap,
Tuhan yang saya layani dalam setiap pikiran, perkataan,
dan perbuatan? Misa menempatkan kebenaran yang begitu
indah ini di hadapan kita, karena di dalam Misa kita masuk
ke “kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi dan kepada
beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan
kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar
di surga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang,
dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi
sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru”
(Ibr 12:22-24). Pada saat kita menyembah Kristus di bumi,
kita menjadi satu dengan para malaikat dan santo-santa
yang menyembah Dia di surga.
Misa adalah kesempatan untuk memperluas cakrawala kita, untuk menempatkan segala sesuatu pada
perspektif yang ditakar dengan sistem nilai Allah. Misa
adalah kesempatan untuk memperkokoh tali persaudaraan
dengan anggota gereja baik di bumi maupun di surga. Misa
adalah peristiwa sakral yang mengalirkan cinta dan rahmat
Yesus ke dalam kemanusiaan kita, mengingatkan kita
bahwa kita bergantung pada-Nya sebagai cabang-cabang
pohon anggur (lihat Yoh 15:5), dan dengan demikian kita
dapat mencapai tujuan hidup kita hanya melalui Dia.
43
Mengapa Menghadiri Misa
Menyembah Allah Sejati
Memang suatu perbuatan akan lebih nyata hasilnya
ketimbang kata-kata saja. Ungkapan seperti ini bisa kita
jumpai di mana pun, sehingga orang lebih memilih melakukan sesuatu yang lebih nyata daripada beribadah,
merayakan Misa misalnya. Kita cenderung “mengukur
Allah” dengan tindakan-tindakan kita. Apabila Allah tidak
memiliki makna dalam satu jam pada akhir minggu dan kita
menolak memberikan kepada Allah satu hadiah Yesus yang
meminta (“Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku”),
maka kita tidak menghargai Allah dan kita menganggap
Allah terlalu kecil. Kehilangan Misa seperti melihat melalui
kaca pembesar namun dengan arah yang salah. Allah, dan
hal-hal penting lainnya, akan diminimalisir dan direduksi
menjadi sesuatu yang tidak berharga.
Kita mungkin berkata bahwa kita percaya kepada
Allah. Kita mungkin juga mengira telah menyembah Allah.
Namun jika Allah yang kita klaim sebagai Allah yang
telah kita kenal dan sembah tidak memiliki arti dalam
satu jam, sesungguhnya kita belum berhubungan dengan
Allah yang sejati. Mengapa? Karena Allah sejati sungguh
memiliki makna pada satu jam tersebut dan lebih dari
itu. Jika “allah” begitu kecil sehingga satu jam Misa terasa
tidak nyaman dan penting, “allah” ini bukan Allah sejati
melainkan hanya sebuah “allah mainan” yang kita letakkan
di rak untuk kita atur dan pakai jika kita mau.
44
Mengapa Menghadiri Misa
Allah sejati telah menciptakan alam semesta, mencintai kita dengan cinta yang tak terbatas, dan telah
menghadiahi kita kehidupan bertahun-tahun di muka
bumi sehingga kita dapat memperluas cakrawala dan
menjadi mampu memandang wajah Allah di surga. Misa
mengizinkan kita melihat Allah secara lebih jelas, sangat
dekat, dan bersifat pribadi.
Menguji Sistem Nilai Kita
Apakah kita boleh untuk tidak mengikuti Misa?
Sebagaimana KGK katakan, kita tidak diwajibkan untuk
mengikuti Misa karena “situasi khusus,” misalnya ketika
kita sedang sakit atau sedang merawat anak kita yang sakit.
Sungguh, kita boleh suatu kali tidak menghadiri Misa.
Mereka yang tengah terserang flu sebaiknya tinggal di
rumah, bukan lantaran karena sakit semata, tetapi bisa jadi
penyakit flunya akan menular kepada orang lain. Orang tua
yang anaknya sakit sebaiknya merawat anaknya terlebih
dahulu, dan tanggung jawab ini, mendahului kewajiban
mengikuti Misa.
Namun demikian alasan-alasan yang sesungguhnya
harus dibedakan dengan yang hanya sekadar “mencari-cari
alasan.” Kita bisa saja tergoda untuk tidak menghadiri Misa
padahal seharusnya wajib mengikuti. Mungkin karena
lelah, atau akan datang ke lapangan golf lebih pagi atau
kita dihadapkan pada situasi yang sulit untuk menentukan
45
Mengapa Menghadiri Misa
apakah kita harus menghadiri Misa atau tidak. Barangkali
kita sedang berlibur dan Gereja Katolik terdekat jaraknya
25 Km. Apakah kita harus pergi Misa?
Salah satu cara untuk menentukan apakah kita harus
pergi ke gereja untuk merayakan Misa atau tidak dengan
mengajukan pertanyaan sebagai berikut : “Jika saya ditawari
seminggu gaji untuk menghadiri Misa pada minggu pagi
ini, apakah saya akan pergi?” Jika jawaban saya adalah “Ya”,
maka saya harus pergi mengikuti Misa. Jika sebaliknya,
saya menunjukkan bahwa patuh kepada perintah-perintah
Allah kurang penting jika dibandingkan dengan uang. Dua
pertimbangan datang dari keputusan tersebut. Pertama,
saya telah menjadikan uang sebagai sebuah berhala, tuhan
palsu. Kedua, jika gagasan saya mengenai Tuhan kurang
bernilai jika dibandingkan dengan seminggu gaji, dalam hal
ini saya jelas belum “menyentuh” Allah yang sesungguhnya,
yang nilainya jauh di atas seberapa pun besarnya uang.
Yang Paling Penting Dalam Hidup Kita
Kita mulai bab ini dengan gambaran sebuah peperangan dan cepat beralih kepada arti hidup dan besarnya
alam semesta ciptaan Allah. Allah hadir di tengah-tengah
serdadu muda di dekat altar buatan dan Allah hadir di
seluruh alam semesta. Allah yang kuasa dan cintanya
menjangkau di luar batas imajinasi kita, datang ke dunia
dalam rupa manusia Yesus Kristus. Yesus menghadiahi
46
Mengapa Menghadiri Misa
kita Misa sehingga kita bisa menyentuh Allah dan disentuh
pula oleh Allah. Misa bukan sekadar sebuah kewajiban.
Ia adalah sebuah mukjizat yang membuka kemungkinankemungkinan yang tidak dapat kita mengerti sepenuhnya.
Gerald Schroeder, seorang ilmuwan bergelar doktor
fisika dari Massachusetts Institute of Technology (MIT),
sekarang mengajar Kitab Suci di Yerusalem, dalam
bukunya, The Science of God, ia beranjak dari penjelasan
mengenai penciptaan kepada kemungkinan kebahagiaan
Allah ketika menciptakan kita, manusia…
Coba perhatikan alam semesta, penciptaan kosmiknya, dan lihat apakah kita
dapat menangkap tanda-tanda yang tidak
terlihat dari Sang Pencipta yang secara
historis aktif menciptakan? Jika kita bisa
merasakan hal itu, kita dapat bergerak
dan meneliti bagaimana kita mungkin
menangkap kebahagiaan yang kita rasakan dari hal yang transenden tersebut.
Ketimbang kita secara pasif menunggu
semua itu terjadi, bayangkan jika kita
dapat merasakan kebahagiaan sepanjang
hidup kita. Inilah yang kita sebut sebagai
hal “yang paling penting dalam hidup
kita.” (hal. 19).
47
Mengapa Menghadiri Misa
Kita bisa berjumpa dengan Allah di semua tempat di
dunia, namun hanya dalam Misa Allah hadir secara nyata.
Dalam Misa kita mengingat kembali peristiwa-peristiwa
di mana Allah secara historis aktif di dunia. Dalam Misa,
Yesus Kristus, mempersembahkan kepada Bapa hadiah
yang paling istimewa, yakni diri-Nya sendiri. Menjadi
satu dengan Yesus melalui Allah Roh Kudus, kita memiliki
hak istimewa menyatukan hidup kita bersama dengan
persembahan Yesus Kristus. Bersama Yesus kita dibawa ke
pangkuan Allah Bapa dan dinaungi cinta Roh Kudus. Dalam
Misa, ketimbang kita menunggu secara pasif “kerinduan
atas kebahagiaan yang kita rasakan secara transenden,”
kita menerima hadiah kebersatuan dengan Allah menjadi
mungkin melalui Yesus Kristus, dan kita menerima dalam
iman kebahagiaan-Nya “sebagai sahabat yang langgeng
dalam hidup kita.” Misa tidak kurang dari “mendapatkan
sesuatu hal yang paling penting dalam hidup kita.”
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi Dan Renungan
Alasan apa yang paling penting yang mendorong
Anda untuk mengikuti Misa? Adakah alasan yang paling
kurang penting? Jika diminta, alasan-alasan apa yang
menyebabkan Anda mengikuti Misa dan akan Anda
tambahkan guna melengkapi Bab Satu ini? Sadarkah
Anda atas kenyataan bahwa Misa adalah merupakan
satu-satunya permintaan Yesus kepada kita bagi diri-Nya
48
Mengapa Menghadiri Misa
sendiri? Apa yang ada dalam pikiran Anda ketika Gerald
Schroeder menyatakan :”kerinduan atas kebahagiaan yang
kita rasakan melalui hal-hal yang transenden?” Apakah
Anda memiliki pengalaman semacam kerinduan akan
kebahagiaan? Apakah Misa merupakan kesempatan yang
memadai guna mengantisipasi pengalaman tersebut?
Aktivitas
Permintaan Yesus dalam Perjamuan Terakhir, “Lakukan ini sebagai kenangan akan Daku” (Luk 22:19) erat
kaitannya dengan pertanyaan yang kita temukan pada bab
enam dalam Injil Yohanes, ketika Yesus berbicara kepada
orang banyak mengenai diri-Nya sebagai Roti Hidup
dan hadiah Roti Hidup ini sebagai alat pemersatu antara
Yesus dengan orang-orang yang percaya :”Barangsiapa
makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di
dalam Aku dan Aku di dalam dia (Yoh 6:56). Banyak dari
para pendengar-Nya yang menolak pernyataan ini dan
meninggalkan Yesus. Yesus bertanya kepada murid-muridNya, “Apakah kalian juga akan meninggalkan Aku?”
Renungkan beberapa menit pernyataan Yesus dalam
Yohanes 6:56 dan pertanyaan Yesus kepada para muridNya dan berbicaralah kepada Yesus apa yang Ia rasakan
ketika banyak orang pergi meninggalkan Dia. Berdoalah
bagi orang-orang Katolik yang telah meninggalkan dan
tidak pernah lagi hadir dalam Misa. Mintalah kepada Yesus
49
Mengapa Menghadiri Misa
agar memberi pengampunan kepada kita ketika kita tanpa
alasan jelas tidak mengikuti Misa atau mengikuti Misa
tetapi dengan hati dan pikiran yang tidak berada dalam
Misa.
50
Bab Dua
Misa : Dulu, Sekarang, Dan
Mendatang
K
etika Tante Lena merayakan hari jadinya yang ke-100
di sebuah panti perawatan di Saint Louis, Missouri,
saya mendapat kehormatan untuk memimpin Misa di
kamarnya. Hadir juga dalam peringatan tersebut beberapa
anak dan cucunya. Ketika saya mengangkat hosti setelah
konsekrasi, Tante Lena berdoa perlahan (setengah berbisik),
seperti yang ia lakukan setiap kali mengikuti Misa, “Ya
Tuhanku dan Allahku.”
Kecintaan Tante Lena akan Misa memiliki sejarah
yang panjang, bisa ditarik ke belakang dari masa kanakkanaknya. Betul ada momen-momen istimewa baginya
seperti ketika ia menerima komuni pertama, misalnya.
Namun dalam perjalanan waktu Misa telah menjadi bagian
dari hidupnya. Ia masih mengimani Misa, mewariskan
kecintaan akan Yesus, dan tekun melaksanakan apa yang
diminta Yesus : lakukan ini sebagai kenangan akan Daku,
dengan hadir dalam Misa.
51
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Kata-kata yang dibisikkan pada setiap konsekrasi
juga memiliki sejarah yang panjang. Kata-kata itu pertama
kali diucapkan oleh rasul Thomas seminggu setelah Yesus
bangkit dari mati. Thomas ketika itu tidak bersama dengan
para murid yang lain ketika Yesus menampakkan diri di hadapan mereka pada Paskah Minggu pagi, dan Thomas tidak
percaya akan apa yang telah diceritakan para murid yang
telah melihat Yesus, “Saya tidak akan pernah percaya,” protes
Thomas, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas
paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambungNya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (lihat Yoh 20:25).
Ketidakpercayaan Thomas sirna ketika ia telah melihat
Yesus dan mengundangnya untuk menyentuh tubuh Yesus
yang telah bangkit itu. Thomas berlutut sambil menangis,
“Tuhanku dan Allahku” (lihat Yoh 20:28).
***
Misa memiliki sejarah yang sangat panjang pula,
bermula dari kisah sengsara, kematian, dan Kebangkitan
Yesus, penampakan-penampakan Yesus pada Hari Paskah dan peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh sebelum
Yesus lahir. Sejarah yang hidup ini dapat membantu kita
untuk memahami dan mengerti mengenai Misa dan
menghargainya karena ia membawa kuasa kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Kristus hingga hari ini.
52
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Dari Perbudakan Hingga Pembebasan : Perjamuan
Paskah
Sejarah Misa dimulai dengan suara lecutan cambuk
dan gemerincing rantai. Orang-orang Yahudi telah menjadi
budak di Mesir begitu lama sehingga “keterbudakan”
itu telah menjadi kondisi alami mereka. Kemudian Allah
menginspirasi seorang Yahudi yang dibesarkan di istana
Firaun untuk membawa para budak Yahudi tersebut ke
tanah harapan, suatu tempat yang telah dijanjikan Allah
beberapa ratus tahun sebelumnya kepada Abraham, “bapa
iman” orang-orang Yahudi. Ketika Musa menghadap Firaun dan meminta pembebasan bangsanya, Firaun justru
malah mempermainkan Musa dan semakin menyiksa para
budak. Bahkan rangkaian bencana yang diturunkan Allah
tidak juga bisa memaksa Firaun mengubah pikirannya.
Kemudian, Kitab Suci mengisahkan, Allah berkata
kepada Musa akan menurunkan tulah terakhir yang akan
memaksa Firaun menyerah dan mengizinkan orang-orang
Yahudi ke luar dari negeri Mesir : kematian anak sulung
semua orang Mesir. Mengantisipasi hal tersebut, orangorang Yahudi diperintahkan untuk melakukan persiapan
ke luar dari Mesir. Guna melindungi mereka dari malaikat
maut yang akan menyatroni Mesir, orang-orang Yahudi
menyembelih domba dan mengoleskan darahnya pada
tiang-tiang pintu rumah mereka. Melihat darah di tiangtiang pintu malaikat yang menyatroni semua anak sulung
53
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
di Mesir, “melewati” (pass over) rumah orang-orang Yahudi.
Mereka diharuskan makan daging domba dengan roti tak
beragi dan sayur pahit. Hingga hari ini, mereka masih
mengulangi makan hal yang sama setiap tahun untuk
memperingati pembebasan mereka sebagai budak (lihat
Kel. 12:1-28; Ul 16:1-8).
Orang-orang Yahudi keluar dari Mesir dan menghabiskan waktu selama empat puluh tahun mengembara
di gurun pasir sebelum akhirnya tiba di tanah yang dijanjikan Allah. Setelah keluar dari Mesir, mereka meneruskan apa yang telah diperintahkan Musa mengenai
Perjamuan Paskah. Setiap tahun mereka membaca Kitab Suci yang berkaitan dengan pembebasan mereka.
Mereka menyembelih seekor domba sebagai kenangan
akan darah domba yang menyelamatkan nenek moyang
mereka dari kematian. Selain itu, mereka menyantap makanan trandisional dan berdoa dengan kata-kata yang
telah menjadi tradisi, sebagai nutrisi tubuh dan jiwa dan
mempererat hubungan mereka dengan Allah dan dengan
sesama. Setelah mengalami perjuangan dan penindasan
selama berabad-abad, Perjamuan Paskah (Passover) menjadi
titik tolak pengharapan akan pengampunan sempurna
54
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Allah yang pada suatu ketika akan menghadirkan seorang
penyelamat yang diurapi, yakni Mesias.
Yesus Dan Perjamuan Paskah
Lebih dari seribu tahun setelah Musa membebaskan
orang-orang Yahudi dari perbudakan, Mesias yang telah
lama dinanti-nantikan itu datang. Yesus mewartakan
kabar suka cita, pengampunan, dan keinginan Allah untuk menjadikan seluruh bangsa sebagai orang pilihan.
Pesan-pesan yang diwartakan Yesus ini menyebabkan
kemarahan para pemimpin Yahudi yang tidak bisa menerima bahwa Allah juga mengasihi musuh-musuh mereka. Mereka khawatir atas kedudukan dan kekuasaan
mereka yang terancam oleh ajaran perjanjian baru Yesus
yang akan menggantikan ibadah di kenisah sebagaimana
yang mereka lakukan selama ini. Dalam perjalanan waktu,
kebencian mereka kepada Yesus semakin memuncak dan
mereka menghendaki kematian-Nya. Yesus mengetahui
hal itu namun Ia tetap meneruskan ajaran-Nya. Ia menolak
menggunakan kuasa Ilahi-Nya untuk mengalahkan mereka
dan mengundang mereka untuk bertobat hanya dengan
mengandalkan cinta kasih-Nya. Mereka sama sekali tidak
menanggapi ajakan Yesus, maka Yesus mengingatkan para
murid-Nya bahwa Ia akan dihukum mati.
Karenanya, Yesus memutuskan untuk pergi ke Yerusalem guna menghadapi lawan-lawan-Nya. Ia pergi ke kota
55
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
“Suci” itu pada hari pertama masa Paskah dan disambut
oleh banyak orang yang mengakui Yesus sebagai Mesias.
Menyaksikan hal itu musuh-musuh Yesus justru semakin
mempercepat upayanya untuk membunuh Yesus. Para
musuh Yesus tidak berani mengambil risiko menangkap
Yesus di depan khalayak karena popularitas-Nya, tetapi
Yudas Iskariot, salah satu murid Yesus, setuju menerima
tiga puluh keping perak untuk mengkhianati Yesus dan
menanti saat yang tepat untuk menangkap Yesus.
Menginjak hari Kamis. Yesus — yang mengetahui
musuh-musuh-Nya semakin dekat — tidak melarikan
diri. Malahan Ia memerintahkan Petrus dan Yohanes untuk mempersiapkan Perjamuan Paskah di rumah salah
seorang sahabat. Pada malam itu Ia berkumpul dengan
dua belas murid-Nya melaksanakan Perjamuan Paskah. Ia
membasuh kaki para murid-Nya sebagai bukti cinta kasihNya kepada mereka. Ia memimpin doa dan pembacaan
Kitab Suci. Bukan hanya itu saja yang diperbuat Yesus. Ia
mengejutkan para murid-Nya dengan mengungkapkan
bahwa salah satu dari mereka akan menjadi pengkhianat.
Ia melakukan hal itu barangkali sebagai upaya untuk
mencegah Yudas melakukan niatnya, namun Yudas tetap
pergi untuk melaksanakannya.
Dengan demikian, Perjamuan Paskah tidak hanya
sekadar bertalian dengan peringatan perayaan bangsa Yahudi keluar dari Mesir, dari perbudakan menuju kepada
56
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
kebebasan; namun ia juga berkaitan pula dengan “perjalanan baru” Yesus, dari dunia ke tahapan selanjutnya,
yakni dari kematian menuju kehidupan. Lebih jauh lagi, ia
berkorelasi dengan pengorbanan Yesus di kayu salib untuk
membawa semua orang dari perbudakan dosa menuju
kepada kebebasan cinta Allah. Ditilik dari kerangka
Perjalanan (Exodus), baik lama maupun baru, Yesus
melembagakan Ekaristi guna menunjukkan hubungan
antara “Perjamuan Terakhir” (Last Supper) dengan apa
yang akan terjadi pada hari berikutnya.
“Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikan kepada mereka,
kata-Nya: ‘Inilah tubuh-Ku yang diserahkah bagi kamu;
perbuatlah ini menjadi peringatan akan Daku.’ ’’ (Luk 22:19).
“Sesudah itu, Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu
memberikannya kepada mereka dan berkata : ’Minumlah,
kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah
perjanjian, yang ditumpahkan untuk banyak orang untuk
pengampunan dosa.’ ” (Mat 26:27-28).
Anak Domba Allah
Ketika Yesus mengambil roti dan mengubahnya
menjadi tubuh-Nya, Ia mengidentifikasi roti itu dengan
tubuh-Nya sendiri yang akan dikurbankan esok hari:
”Inilah tubuh-Ku, yang akan kuberikan kepadamu.” Ketika
Ia mengambil cawan anggur dan berkata, “Ini darah-Ku,
57
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
darah perjanjian, yang akan ditumpahkan kepada banyak
orang untuk pengampunan dosa,” Ia mengidentifikasikan
cawan anggur itu dengan darah-Nya yang akan ditumpahkan di kayu salib.
Hubungan antara Perjamuan Terakhir dan Kalvari
dapat kita saksikan pula melalui fakta bahwa Yesus menjadi
seekor anak domba paskah yang baru, yang dikorbankan
untuk menyelamatkan kita dari kematian. Nabi Yesaya
meramalkan akan datangnya seorang pelayan yang patuh
yang akan memberikan hidupnya sebagai persembahan
untuk menebus dosa, Pelayan itu akan menyerupai “seekor
domba yang akan dibawa ke tempat pembantaian (Yes
53:7). Yohanes Pembaptis yakin akan apa yang ada dalam
pikirannya ketika menunjuk Yesus sebagai “Anak Domba
Allah yang akan menghapus dosa dunia!” (Yoh 1:29). Diakon Filipus menggunakan ramalan Yesaya — domba yang
akan dibawa ke tempat pembantaian — untuk menjelaskan
kabar gembira mengenai kematian dan Kebangkitan Yesus
(lihat Kis 8:29-39). Surat Pertama Petrus menyatakan
bahwa kita telah ditebus “dengan darah yang mahal, yaitu
darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang
tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Ptr 1:19). Kitab Wahyu
merujuk kepada Yesus sebagai domba lebih dari tiga puluh
kali, “seekor Anak Domba yang telah disembelih (Wah 5:6)
dan seekor Domba di kayu salib tetapi sekarang bertahta di
surga sebagai Allah dan Tuhan (lihat Wah 22:1).
58
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Pemecahan Roti
Berikut akan dijelaskan mengapa orang-orang Kristen
Perdana tidak melakukan semua perayaan perjamuan
paskah Yahudi ketika melaksanakan perintah Yesus “lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku.” Alasannya
sangat jelas : tidak diperlukan lagi penumpahan darah
dari domba yang dikorbankan. Mereka memahami bahwa
Domba Paskah yang sesungguhnya telah dikorbankan dan
kematian-Nya lebih dari cukup sebagai penyelamat dunia.
“Sebab anak domba Paskah kita telah disembelih, yaitu
Yesus Kristus” (1 Kor 5:7).
Apa yang orang-orang Kristen Perdana lakukan
dengan mengambil roti dan anggur serta mengulangi katakata Yesus adalah : mereka menghadirkan kuasa kematian
dan Kebangkitan Yesus. Hal ini diperkuat oleh Paulus
dalam sebuah suratnya : ”Sebab setiap kali kamu makan roti
ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian
Tuhan sampai Ia datang” (1 Kor 11:26).
Oleh karena itu, nama yang mereka berikan sebagai
kenangan akan Perjamuan Terakhir sebagai mana telah
kita baca di bagian Pengantar adalah pemecahan roti.
Mereka mewarisi pola ritus demikian bukan hanya dari
kata-kata Yesus dan tindakan Yesus mencuci kaki para
murid pada Kamis Putih, tetapi juga berasal dari apa yang
kemudian dikenal dengan Perayaan Ekaristi Pertama
setelah Kebangkitan (KGK 1347).
59
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Minggu Paskah Sore. Dua dari murid Yesus bertolak
ke sebuah desa bernama Emaus, kira-kira 16 km dari
Yerusalem. Di tengah perjalanan ketika mereka sedang
berbincang mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi seminggu lalu Yesus menampakkan diri kepada mereka.
Namun dua orang murid itu tidak mengenal bahwa itu
Yesus. Yesus malah bertanya kepada mereka apa yang sedang mereka perbicangkan. Kleopas memastikan bahwa
orang asing ini pasti satu-satunya orang di wilayah itu yang
tidak tahu apa yang telah terjadi. Ia kemudian menjelaskan
kepada Yesus tentang penyaliban dan juga desas-desus yang
telah mereka dengar mengenai makam yang telah kosong
yang tidak begitu meyakinkan mereka.
Yesus masuk dengan menerangkan mengenai nubuat yang termuat dalam Kitab Suci mengenai sengsara,
kematian, dan Kebangkitan-Nya. Rupanya penjelasan
Yesus mengena sehingga mereka meminta Yesus untuk
bermalam di rumah mereka. Yesus menerima ajakan tersebut dan memberikan balasan atas keramahan mereka.
“Ketika mereka mengelilingi meja untuk makan, Ia
mengambil roti, memberkati dan memecahkannya dan
memberikannya kepada mereka. Lantas mata mereka menjadi terbuka dan mengenal siapa sesungguhnya “tamu”
tersebut, yakni Yesus guru mereka yang telah bangkit;
tetapi Yesus telah menghilang dari pandangan mereka
(Luk 24:30-31). Di tengah kekagetan dan keheranan mereka
berkata satu dengan lainnya :”Bukankah hati kita berko60
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
bar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan
dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” Lalu
mereka bergegas kembali ke Yerusalem dengan membawa
berita bahwa mereka telah melihat Yesus. Di sana “mereka
menceritakan apa yang telah terjadi di tengah perjalanan
dan bagaimana Yesus membuat mereka mengenal-Nya
dengan memecahkan roti” (Luk 24:35).
Misteri Paskah
Aksi-aksi Yesus yang diperlihatkan kepada dua
orang murid di Emaus adalah Misteri Paskah. KematianNya di kayu salib bukan merupakan hukuman yang dijatuhkan kepada-Nya oleh para musuh-Nya. Tetapi, itu
adalah persembahan yang Ia berikan kepada Bapa. Ia
memilih kematian ketimbang berhenti mewartakan belas
kasih Allah. Pilihan ini menggambarkan bentuk aksi nyata
cinta kasih terbesar sepanjang sejarah umat manusia. Ia
meruntuhkan tabir penghalang yang telah memisahkan
hubungan manusia dengan Allah yang disebabkan oleh
dosa-dosa manusia. Dan karena Yesus adalah Tuhan,
kematian tidak bisa mengungkung-Nya. Ia bangkit dari
kubur dan pada gilirannya kemudian dimuliakan di sisi
kanan Allah untuk selama-lamanya. Misteri Paskah, adalah
sengsara dan kematian, Kebangkitan dan Kenaikan Yesus.
Ia tetap menjadi misteri sebab cinta yang ditunjukkan
61
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Yesus sungguh di luar kemampuan manusia untuk memahaminya.
Dalam “penjelasan” tentang Kitab Suci kepada dua
murid-Nya di perjalanan ke Emaus, doa syukur-Nya pada
waktu makan, dan pemecahan roti, oleh Gereja Perdana
kemudian dijadikan pola untuk melaksanakan perayaan
Misteri Paskah, yaitu Ekaristi. Di dalam perayaan tersebut
termasuk di dalamnya Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi.
Orang-orang Kristen Perdana berjumpa dengan Kristus,
seperti halnya kita sekarang, di dalam Kitab Suci dan di
dalam roti yang adalah Yesus sendiri. Pada setiap Ekaristi,
mereka mengenang dan merayakan sebagaimana kita sekarang, Misteri Paskah.
Misa Setelah Kristus Naik Ke Surga
Setelah Kristus naik ke surga, sahabat-sahabat dekatNya berkumpul di Yerusalem dan bertekun dalam doa,
menanti datangnya Roh Kudus yang dijanjikan Tuhan.
Ketika Roh Kudus turun atas mereka pada Pentakosta,
mereka mulai mewartakan Kabar Gembira dengan penuh
semangat. Misa merupakan bagian dari kehidupan mereka
sebagaimana dijelaskan oleh Lukas: “Mereka bertekun dalam ajaran para rasul dan bersekutu untuk pemecahan roti
dan berdoa” (Kisah 2:42). Pada mulanya mereka bergabung
dalam peribadatan di kenisah. “Mereka berkumpul tiap-tiap
hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah
62
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
masing-masing secara bergilir” (Kis 2:46). Dalam hal ini,
sebagaimana dua murid di Emaus, terdapat Liturgi Sabda
(pembacaan Kitab Suci dan doa di kenisah atau sinagoga)
dan Liturgi Ekaristi (pemecahan roti).
Namun ketika para pemimpin Yahudi mulai melakukan penganiayaan atas orang-orang Kristen, lambat
laun para pengikut Kristus memisahkan diri dari peribadatan di Kenisah dan sinagoga Yahudi. Paulus, seorang
penganiaya yang bertobat setelah mendapat penampakan
Yesus, mengajarkan Kabar Gembira di antara orang-orang
bukan Yahudi dan merayakan Ekaristi bersama mereka.
Kita bisa mengetahui hal ini dari Troas, sebuah kota di Asia
Kecil. Di sana orang-orang Kristen berkumpul di ruang
atas untuk “pemecahan roti.” Paulus berkotbah sangat
lama sehingga seorang anak muda bernama Eutikhus
tertidur lelap dan jatuh tiga lantai ke bawah. Puji Tuhan,
Paulus, yang karena kotbah panjangnya telah menyebabkan
kematian anak muda itu bisa menghidupkan kembali anak
muda itu melalui kuasa Allah (lihat Kis 20: 6-12).
Dalam tulisan-tulisannya, Paulus memberi informasi
kepada kita mengenai sikap dan tindak-tanduk orangorang Kristen Perdana terhadap Ekaristi dan menjelaskan bagaimana komunitas tersebut merayakan Misa.
Ia menunjukkan kepada kita bagaimana iman mereka
akan kehadiran Kristus dalam Ekaristi dan kuasa untuk
membawa orang-orang percaya kepada Yesus dan dalam
63
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
persatuan : ”Bukankah cawan pengucapan syukur, yang
atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan
darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan
adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti
adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu
tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti
yang satu itu” (1 Kor 10:16-17). Paulus juga menunjukkan
bahwa Ekaristi merupakan sarana pemecahan roti bersama
guna memberikan kesempatan kepada orang Kristen yang
berpunya untuk berbagi kepada yang tidak berpunya.
Namun demikian, perjamuan pemecahan roti kerap
membawa perseteruan. Paulus harus memarahi orangorang Korintus sebab mereka makan makanan mereka
sendiri ketimbang berbagi. Sebagian dari mereka minum
terlalu banyak hingga mabuk. Makanan yang mereka bawa
justru membawa perpecahan daripada persatuan. “Apakah
kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan
minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah
dan mempermalukan orang-orang yang tidak mempunyai
apa-apa?” (1 Kor 11:17-22). Secara tidak langsung Paulus
mengajar bahwa mereka harus memiliki pemahaman yang
lebih baik karena Ekaristi adalah sebuah hadiah dari Yesus
sendiri.
Sebagai bukti, penjelasan Paulus yang pertama
tentang Perjamuan Terakhir, dapat kita temukan di 1 Ko-
64
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
rintus 11: 23-26, sebuah perikop yang ditulis kira-kira dua
puluh lima tahun setelah Kebangkitan Kristus.
Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan,
yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam
waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan
sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya;
Ia memecah-mecahkannya dan berkata:
“Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi
kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan
akan Daku!” Demikian juga Ia mengambil
cawan, sesudah makan, lalu berkata:
“Cawan ini adalah perjanjian baru yang
dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah
ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (1 Kor 11:2325).
Paulus menunjukkan bahwa orang-orang Kristen
Perdana menyadari hubungan antara Misa dan kematian
dan Kebangkitan Kristus. “Sebab setiap kali kamu makan
roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Kor 11:26). Ia juga mengajarkan bahwa “hadiah” seperti Ekaristi harus mendapat
perlakuan terhormat, “karena barangsiapa dengan cara
yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia
berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan” (1 Kor 11:27).
65
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Yang menjadi pertanyaan adalah berapa lama orangorang Kristen Perdana merayakan Ekaristi dalam konteks
perjamuan makan? Tidak dapat dipastikan. Namun ada
petunjuk penting dalam Perjanjian Baru bahwa perjamuan
makan itu bukan merupakan acara tambahan. Ketika Paulus memaparkan tentang Perjamuan Terakhir, ia
menyatakan bahwa konsekrasi atas anggur terjadi “setelah
perjamuan.” Lukas, seorang murid Paulus, menyatakan
hal yang sama dalam Injilnya. Tetapi Markus dan Matius
sedikit berbeda. Barangkali apa yang ditulis dua penginjil
ini merupakan refleksi dari praktik belakangan bahwa
konsekrasi roti dan anggur tidak diselingi oleh perjamuan.
Mewariskan Ekaristi
Barangkali ketika para murid merayakan Misa
pertama, mereka menggunakan bahasa yang sama dengan
Yesus, yakni Aram. Tetapi tak lama kemudian orang-orang
Kristen merayakan Misa dengan menggunakan bahasa
Yunani juga. Mungkin orang-orang Yahudi yang tinggal
di luar Palestina lebih banyak ketimbang yang tinggal di
Yerusalem. Kebanyakan dari mereka berbahasa Yunani
dan menggunakan Kitab Suci Yahudi yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Yunani. Ketika Paulus dan para murid
lainnya mulai mewartakan ajaran Yesus kepada orangorang Yahudi dan bukan Yahudi, mereka menggunakan
bahasa Yunani. Mereka menulis seluruh Perjanjian Baru,
66
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
termasuk kata-kata Yesus dalam Perjamuan Terakhir
dalam bahasa Yunani.
Hampir dapat dipastikan bahwa bahasa yang dipergunakan dalam setiap Misa pada jaman para rasul adalah
Yunani. Doa-doa dalam Misa mungkin mengambil model
dari Doa-doa Paskah Yahudi untuk mengenang, memuji,
dan mengucap syukur atas keselamatan yang Allah berikan
kepada bangsa tersebut. Dan doa-doa itu biasa didaraskan
dalam sinagoga-sinagoga seperti misalnya “kudus, kudus,
kudus,” yang mengutip dari Yesaya 6:3. Beberapa doa Ibrani
seperti Amen dan Alleluya tetap dipertahankan dan masih
digunakan hingga hari ini.
Pada tahun 70 bangsa Romawi menghancurkan kota
Yerusalem, dan merobohkan kenisah-kenisah yang ada
di kota itu. Setelah itu, orang-orang Kristen melihat diri
mereka sendiri secara lebih utuh bahwa mereka adalah
orang “Perjanjian Baru” (lihat Ibrani 10:8-10). Ramalan
Perjanjian Lama akan persembahan tak bercela dari seluruh
bangsa kepada Allah dimengerti sebagaimana mereka
lakukan dalam Ekaristi. Namun demikian, mereka tidak
meninggalkan asal-usulnya. Perjanjian Baru dibangun
di atas fondasi Perjanjian Lama, dan orang-orang Kristen
tetap menggunakan Kitab Suci Yahudi dalam Misa bersama
dengan tulisan-tulisan para rasul (lihat Kolose 4:16). Sebuah
dokumen Kristen awal, Didache (yang berarti ‘Instruksi’)
memuat doa-doa yang didaraskan pada waktu perjamuan
67
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
sebelum Ekaristi atau malahan di dalam Ekaristi itu sendiri.
Doa-doa ini mencerminkan latar belakang Yahudi.
Didache sendiri tidak memberikan contoh yang
dewasa ini kita kenal sebagai Doa Syukur Agung. Tampaknya doa-doa itu disusun oleh mereka sendiri, kecuali katakata di dalam konsekrasi. Sepertinya paling tidak ada dua
pola dalam doa-doa tersebut sebagaimana telah disebutkan
di atas. Kesatu, dapat kita jumpai di Matius 26:26-29 dan
Markus 14:22-26. Kedua, dalam Lukas 22:19-20 dan 1
Korintus 11:23-26. Dua pola ini dipertahankan dalam
perayaan Misa sebelum ditulis ke dalam Kitab Suci. (Anda
bisa menemukan informasi tambahan tentang Didache di
Catholic Encyclopedia melalui situs www.newadvent.org/
cathen/).
Generasi Baru
Sebelum rasul terakhir meninggal, orang-orang Kristen telah membentuk komunitas orang-orang percaya di
Palestina, Asia Kecil, Afrika Utara, Yunani, Spanyol, dan
Italia. Mereka berkumpul di rumah-rumah pribadi sebagai
“gereja-gereja” yang ditengarai melalui kepemilikannya
(lihat Rm 16:5; Kol 4:15; Flm ayat 2), di mana para uskup
dengan dibantu oleh para imam dan diakon memimpin
umat dalam peribadatan. Komunitas orang-orang Kristen
sudah ada di Roma, yang dominan di wilayah Mediterania
(lihat Rm 16). Celakanya, orang-orang Kristen itu menarik
68
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
perhatian kaisar Nero, manusia “kurang waras” yang melancarkan penyiksaan kejam pada tahun 64 dan membunuh
Petrus, Paulus, dan banyak lagi orang Kristen. Penyiksaan
itu berakhir setelah Nero bunuh diri pada tahun 68, namun
kambuh lagi pada masa pemerintahan Kaisar Domitianus
(tahun 81-96). Kekejaman ini semakin meluas. Dan kaisar
mengambil kebijakan “gila” bahwa orang-orang Kristen
dibolehkan untuk ditangkap, kepemilikannya disita, dijadikan budak, disiksa, dan bahkan dibunuh.
Kematian Petrus, uskup pertama Roma, dan Paulus
guru besar orang-orang bukan Yahudi menjadi pertanda
bahwa masa apostolik akan segera berakhir. Yohanes, yang
hidupnya lebih panjang dari rasul-rasul lain, meninggal di
sekitar tahun-tahun menapaki abad baru, abad ke-2. Pada
masa itu jumlah orang yang menyatakan dirinya Kristen
telah mencapai setengah juta orang, tersebar dari India
hingga ke Eropa Barat. Setelah mereka yang menjadi saksi
mata akan Kristus secara pribadi meninggal, generasi
berikutnya menyimpan pertanyaan : “Apa yang akan terjadi
di masa depan dan seperti apa kelak wujud kekristenan itu.”
Orang-orang Kristen generasi post apostolic tersebut
juga telah melihat ke belakang, terutama kepada para
pengikut awal Yesus, banyak dari mereka yang meninggal
sebagai martir, sebagai pahlawan. Namun orang-orang
Kristen dari masa Perjanjian Baru itu pun tidaklah sempurna. Mereka berjuang untuk percaya bahwa Yesus cukup
69
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
mencintai mereka dengan hadir secara nyata di dalam
Ekaristi (lihat Yoh 6). Mereka juga menjadi penyebab
perpecahan di kalangan jemaat dan harus diperbaiki oleh
para pemimpin mereka (lihat 1 Kor). Malahan beberapa dari
mereka telah meninggalkan Ekaristi (lihat Ibr 10:25). Bukan itu saja, mereka pun harus berjuang mempertahankan
iman mereka di wilayah kekaisaran yang memusuhi nilainilai dan kepercayaan yang mereka anut. Namun kendati
mereka dianiaya dan juga lantaran kelemahan-kelemahan
mereka sendiri, orang-orang Kristen Perjanjian Baru (post
apostolic) itu pun berhasil mewariskan Ekaristi yang mereka
terima dari Yesus.
Mereka juga berhasil mengestafetkan Kitab Wahyu
dan dapat dijumpai di banyak tempat bahwa mereka
berkeyakinan atas Ekaristi yang memiliki hakikat dimensi
kosmis. Ketika orang-orang Kristen di dunia menyembah
Anak Domba Allah, mereka ditemani oleh para penghuni
surga, yang juga mendaraskan doa-doa sebagaimana doa
orang-orang di bumi kepada Allah, seperti asap dupa yang
membubung ke langit (lihat Why 5:8). Himne Kristiani
yang dinyanyikan sebagai pujian kepada Allah di bumi
dipantulkan lagi oleh suara para malaikat di surga. “Semua
makhluk yang di surga dan yang di bumi dan yang di bawah
bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya,
berkata: ‘Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak
Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan
kuasa sampai selama-lamanya!’ ” (lihat Why 5:13).
70
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Gereja Setelah Masa Para Rasul
Orang-orang Korintus yang telah membuat Paulus
begitu tertekan karena kelakuan mereka yang buruk pada
waktu perjamuan sebelum Ekaristi, membuat ulah kembali
menjelang abad pertama berakhir. Di masa Paulus, mereka
telah menciptakan permusuhan antar individu yang mengakibatkan perpecahan di antara umat (lihat 1 Kor 1:10-14).
Kini mereka melawan uskup dan para imam yang mengepalai gereja mereka.
Pada tahun 96, Santo Klemens I, uskup Roma, menulis
surat kepada orang-orang Korintus dan mencerca mereka
karena ketidak-patuhan. “Sungguh, itu bukan dosa ringan
bagi kita,” ia meyakinkan, “jika kita mengusir orang-orang
yang tanpa cela dan dengan penuh iman mempersembahkan kurban dengan seksama bagi keuskupan.” Setelah
merujuk kepada berbagai tingkatan keimaman di kenisah
Yahudi (imam besar, kaum Lewi, dan orang awam),
ia menyatakan bahwa orang-orang Kristen pun harus
membentuk pelbagai tingkatan pelayanan (uskup, imam,
dan diakon) pada waktu merayakan Ekaristi. Surat Klemens
I menjelang berakhirnya abad pertama menunjukkan
bahwa Gereja percaya Ekaristi sebaiknya dipimpin oleh
pelayan yang pantas; mengingat hal itu dianggap sebagai
sebuah pengorbanan; selain itu pelayanan yang dilakukan
oleh para uskup, imam, dan diakon bukan berasal dari umat
tetapi dari Allah sendiri. Dalam pada itu, surat yang ditulis
71
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Santo Klemens I mengindikasikan bahwa orang-orang
Kristen Perdana mengakui bahwa Uskup Roma memiliki
otoritas atas kehidupan dan keberibadahan gereja-gereja di
luar Roma. Tidak ada petunjuk atau pertanda dari orangorang Korintus yang menganggap apa yang dilakukan
oleh Uskup Klemens I melebihi kewenangannya ketika ia
mengoreksi orang-orang Korintus. (Surat-surat Klemens
I kepada orang Korintus dapat dilihat di www.ccel.org/
fathers2/ANF-01/anf01-05.htm.)
Sepuluh tahun kemudian, Santo Ignatius dari
Antiokia menulis surat kepada gereja di Piladelpia tentang
ungkapan kepercayaan orang-orang Kristen akan Misa. Ia
meminta kepada mereka untuk menghadiri satu Ekaristi
karena Tubuh Kristus adalah satu dan sebab hanya ada
satu altar persembahan dan satu uskup yang dibantu oleh
para imam dan diakon. Dalam suratnya kepada gereja
Smyrna, ia memperingatkan akan kaum bidaah yang telah meninggalkan Gereja karena mereka tidak mengakui
bahwa “Ekaristi menjadi tubuh Yesus Kristus Penyelamat
kita, yang telah menderita karena dosa-dosa kita, dan yang
dibangkitkan oleh Allah Bapa.” (Kedua surat dapat dibaca
di www.ccel.org./fathers2/ANF-01/TOC.htm#TopofPage.)
Lebih dari seratus tahun setelah Kebangkitan Kristus, orang-orang Kristen tidak menjelaskan secara rinci
mengenai persekutuan merayakan Ekaristi kepada pihak
luar. Alasannya adalah karena Misa merupakan rahmat
72
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
istimewa yang hanya boleh diketahui oleh mereka yang
sudah dibaptis. Namun pada pertengahan abad kedua,
Santo Yustinus Martir menerobos kebekuan tersebut. Ia
adalah mantan seorang filsuf kafir dan dihormati karena
kebijaksanaannya. Ia menulis kepada kaisar Antoninus
Pius dan putranya Marcus Aurelius, sebuah upaya untuk
meyakinkan keduanya bahwa orang-orang Kristen bukanlah penjahat sebagaimana dikatakan para musuhnya. Dalam suratnya yang kemudian dikenal sebagai Apologia
(berati “menjelaskan”) ia menggambarkan Ekaristi dengan
kata-kata sebagai berikut :
Pada hari yang kita sebut dengan hari
matahari (Sunday, Minggu), semua
orang Kristen yang bermukim di kota
atau negeri berkumpul di suatu tempat
yang sama. Kisah-kisah dan kenangan
akan para rasul dan tulisan-tulisan
para nabi dibacakan, sepanjang waktu
mengizinkan. Setelah pembacaan selesai,
pemimpin persekutuan mengajak dan
menantang para peserta untuk mengikuti
apa yang telah dilakukan para rasul dan
nabi. Kemudian kami bangkit berdiri
dan berdoa untuk kami sendiri… dan
juga bagi semua, di mana pun mereka
berada, dengan itu kami berharap me73
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
nemukan kebenaran dalam hidup dan
tindakan yang kami lakukan, taat kepada ajaran, sehingga kami mendapat
pengampunan kekal. Setelah doa selesai,
kami saling berjabat-tangan. Kemudian
seseorang membawa roti dan cawan
berisi air dan anggur yang kemudian
dicampurkan diterimakan kepada pemimpin persekutuan. Ia menerima roti,
anggur, dan air dan melambungkan pujian dan ucapan syukur kepada Bapa,
Allah Semesta Alam, melalui nama Sang
Putra dan Roh Kudus dan berterimakasih
(dalam Yunani: eucharistian) sehingga kami layak menerima rahmat-Nya. Setelah
pemimpin menyelesaikan doa dan ucapan
syukur, semua yang hadir memberikan
suara persetujuan dengan mangatakan:
“Amin.” Dan bila pemimpin telah mengucap syukur dan semua yang hadir telah
menjawab, mereka yang kami sebut sebagai diakon membagikan kepada yang hadir roti, anggur, dan air ekaristi dan juga
membawa kepada mereka yang tidak
dapat hadir. (Santo Yustinus, Apologia,
dalam CCC1345. Dokumen dapat dibaca
74
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
di situs http://www.catholic-forum.com/
saints/stj29002.htm).
Dari tulisan di atas tampak jelas persamaan antara
Misa pada jaman Yustinus dan Misa pada jaman sekarang.
Jika kita bisa kembali ke masa pertengahan abad kedua untuk menghadiri perjamuan Ekaristi, kita tidak akan merasa
asing di sana. Kita akan bergabung dengan jemaat di suatu
tempat pada hari Minggu. Seorang imam yang dibantu
oleh para diakon akan memimpin umat dalam Misa. Kita
akan mendengar kutipan bacaan dari Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Selesai bacaan kita akan mengumpulkan
kolekte, memberikan persembahan (sebagian dari jumlah
tersebut diberikan kepada orang yang berkekurangan),
Doa Syukur Agung diucapkan oleh imam dan dijawab
secara aklamasi oleh umat dengan sebuah kata Amin dan
Komuni Kudus. Begitu Misa selesai, Komuni akan dibawa
kepada mereka yang menderita sakit sehingga tidak dapat
menghadiri Misa.
Namun demikian kita akan menjumpai beberapa
perbedaan juga. Sebagai contoh, salam damai dilaksanakan
lebih awal di Misa dibandingkan yang kita lakukan sekarang. Dalam Misa masa itu belum ada formula difinitif
untuk doa-doa persembahan atau juga untuk doa-doa
ucapan syukur. Kata-kata Yesus dalam Perjamuan Terakhir
diulangi kembali, tetapi sebaliknya, sebagaimana ditulis
75
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Yustinus dalam Apologia (penjelasan), imam mendaraskan
“Doa Syukur Agung” sesuai “kemampuannya.”
Yustinus berharap bisa mengurangi tekanan kaisar
Roma terhadap orang-orang Kristen. Celakanya, usahanya
itu gagal dan ia sendiri dihukum mati oleh Marcus Aurelius. Tetapi Apologia-nya telah menjadi rahmat dan berkat
yang besar bagi generasi Kristen berikutnya, sebagaimana
telah ditunjukkannya bahwa Misa yang dilakukan oleh
orang-orang Kristen yang mengenal para rasul adalah satu
dan sama dengan Misa di setiap jaman.
Hipolitus
Hipolitus adalah salah seorang yang menarik, penuh warna, dan memiliki karakter kontroversial pada
masa Gereja Perdana. Pada akhir abad kedua ia menjadi
seorang imam sekaligus ilmuwan di Roma. Ia berbicara
dan menulis dalam bahasa Yunani, bahasa yang digunakan
oleh kalangan atas berpendidikan. Pada tahun 217, seorang
mantan budak, Callistus, terpilih menjadi paus. Ia seorang
yang suci dan dihormati banyak orang. Karena latarbelakangnya itu ia menaruh simpati kepada orang-orang
miskin dan lemah, dan ia memutuskan mengganti bahasa
yang digunakan dalam Ekaristi menjadi bahasa Latin,
bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang pada masa
itu. Hingga waktu itu, bahasa Yunani telah menjadi bahasa
“resmi” dalam Misa, atas perubahan itu Hipolitus kecewa
76
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
dan meninggalkan gereja dan menjadi anti paus yang
pertama.
Callistus menjadi martir pada tahun 222. Kira-kira
sepuluh tahun kemudian, seorang paus baru, Pontianus
(dipanggil Pontian), diasingkan bersama Hipolitus ke Sardinia. Di sana Hipolitus dan para pengikutnya bergabung
kembali dengan gereja. Hipolitus mati sebagai martir dan
sekarang ia dihormati sebagai seorang santo.
Hipolitus penting bagi pembelajaran liturgi karena
ia menulis sebuah Doa Syukur Agung yang kemudian
digandakan dan digunakan oleh imam-imam lain. Doadoa yang ia tulis itu menjadi pola Doa Syukur Agung II
dalam liturgi sekarang ini. Bandingkan, misalnya, doa-doa
Hipolitus dengan Doa Syukur Agung II :
Tuhan bersamamu. Dan bersama rohmu.
Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan.
Sudah kami arahkan. Marilah bersyukur
kepada Tuhan, Allah kita. Sudah layak
dan sepantasnya.
Kami menghaturkan beribu terimakasih
kepada-Mu, O Tuhan, melalui Yesus Kristus Anak tercinta-Mu, yang telah Engkau
utus kepada kami pada hari-hari terakhir
sebagai Penyelamat, Penebus, dan Pewarta kehendak-Mu. Ia adalah Sabda-Mu,
77
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
yang tak terpisah dari-Mu, melalui-Nya
Engkau telah menciptakan segala sesuatu
dan melalui kehendak-Mu, Engkau telah
menurunkan Ia dari surga dan memasuki
rahim seorang perawan. Ia dikandung dan
menjadi daging, Ia mengejawantahkan
diri-Nya sebagai Putera-Mu, lahir dari
Roh Kudus dan dari seorang Perawan.
(The Church at Prayer, Volume II, The
Eucharist, p. 27; teks lengkap dapat dibaca
di http://www.bombaxo.com/hippolytus.
html).
Doa-Doa Syukur Agung lainnya disusun dan beredar
selama dan setelah zaman Hipolitus. Namun demikian,
tradisi yang mengizinkan setiap imam melafalkan doadoanya sendiri masih berlaku, sebagaimana yang digunakan
dalam bahasa Yunani. Bahasa Yunani tidak seluruhnya
diganti dengan bahasa Latin dalam liturgi Romawi hingga
satu abad setelah masa Hipolitus.
Peribadatan Dan Penganiayaan
Karena Kekristenan merupakan sebuah agama yang
ditindas, sebagai konsekuensinya orang-orang Kristen
tidak bisa melakukan aktivitas doa atau peribadatan di
tempat-tempat umum. Oleh karena itu, mereka biasanya
berkumpul di rumah orang-orang percaya, mirip pada
78
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
masa Para Rasul. Ketika Ekaristi dirayakan oleh kelompokkelompok kecil dalam konteks perjamuan, mereka yang
hadir sepertinya duduk di sebuah meja mengelilingi imam.
Setelah model perjamuan ini tidak dilanjutkan lagi, dan
ketika jumlah orang-orang Kristen semakin bertambah
banyak, orang-orang yang hadir merayakan Ekaristi berdiri
mengelilingi meja. Dan ketika penganiayaan bertambah
berat, orang-orang Kristen terpaksa merayakan Ekaristi
di tempat-tempat rahasia seperti katakombe-katakombe
dan gua-gua kuburan bawah tanah dengan cara sembunyisembunyi. Karena kuburan-kuburan itu diletakkan di
dinding gua, imam yang memimpin perayaan Ekaristi di
kuburan seoarang martir misalnya, akan membelakangi
umatnya. Misa di atau dekat katakombe sangat jarang dan
hanya bisa dihadiri oleh sedikit umat karena keterbatasan
ruang.
Kendati Misa sudah dirayakan di tempat-tempat
tersembunyi pun orang-orang Kristen tetap dalam ancaman
bahaya. Selama masa penganiayaan oleh kaisar Valerian,
serdadu-serdadu Roma kerap menjebak orang-orang
Kristen yang merayakan Ekaristi di katakombe. Mereka
memblokade jalan masuk dan mengubur orang Kristen
hidup-hidup. Setelah Paus Santo Stefanus dipenggal ketika
sedang merayakan Ekaristi, penggantinya menjadi martir
di sebuah katakombe. Guna menjelaskan kematian Paus
Sixtus II di tangan para serdadu Romawi tahun 258, Santo
Cyprianus, uskup Kartago, menulis : “Saya terpaksa…
79
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
memberi tahu Anda bahwa Sixtus dihukum mati di sebuah
katakombe pada tanggal 6 Agustus bersama empat orang
diakon” (Epist. 80:CSEL, 3, 839-840, dikutip dari The
Liturgy of the Hours, IV, 1297). Cyprianus sediri menjadi
martir beberapa minggu kemudian.
Barangkali penganiayaan yang paling berat dialami
oleh orang-orang Kristen Roma ketika di bawah kaisar
Diocletianus (284-305). Dengan berakhir kekuasaannya,
puluhan ribu orang Kristen telah menjadi martir selama
lebih dari dua abad. Kendati demikian, Kekristenan tetap
menyebar dan telah mencapai beberapa juta orang percaya
pada awal abad keempat. Dan perubahan dramatis segera
mendekati kenyataan yaitu sebuah peristiwa yang akan
memengaruhi tata cara peribadatan Gereja Katolik.
Maklumat Milan
Kematian Diocletianus kemudian diikuti oleh tahuntahun yang penuh kekacauan karena perebutan tahta yang
ditinggalkannya. Konstantinus, seorang jenderal tentara,
muncul sebagai kaisar. Ia percaya bahwa kemenangan
tentaranya merupakan campur tangan Kristus dan pada
tahun 313 ia mengeluarkan maklumat Milan, yang isinya
memberikan kebebasan dan toleransi beragama kepada
orang-orang Kristen. Ia mempromosikan Kekristenan
di seluruh penjuru negeri dan mendirikan ibu kota baru
di Konstantinopel. Ia mendonasikan banyak bangunan
80
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
umum di Roma dan di banyak tempat kepada Gereja
untuk tempat beribadah, termasuk istana Lateran miliknya
di Roma. Tempat ini sekarang merupakan lokasi Basilica
Santo Yahones Lateran.
Umat dalam jumlah besar kini dapat menghadiri
Misa di gereja-geraja yang tadinya merupakan bangunanbangunan umum tersebut, dan karenanya diperlukan
suatu susunan liturgi yang lebih terorganisasi. Gereja
mulai mengembangkan tatacara peribadatan dan upacaraupacara untuk merayakan sakramen-sakramen. Pemimpinpemimpin rohani seperti Yohanes Krisostomus, Ambrosius,
Agustinus, dan Paus Gregorius Agung, membantu Gereja
dalam mengembangkan ritus-ritus peribadatan yang
pengaruhnya masih bisa kita rasakan hingga hari ini. Uskupuskup mulai menyusun buku-buku yang mereka gunakan
sendiri pada waktu Misa dan kemudian diedarkan untuk
bisa digunakan oleh uskup-uskup lain. Salah satu karya
merujuk kepada Santo Ambrosius pada akhir abad keempat
termasuk sebuah doa yang menyerupai Doa Syukur Agung
I. Musik liturgi, yang kebanyakan berupa nyanyian tanpa
iringan menjadi semakin penting.
Kekaisaran Romawi mulai runtuh pada abad kelima
setelah suku-suku barbar dari Eropa Tengah dan Timur
melewati perbatasan dan menginvasi kekaisaran yang
tadinya begitu perkasa tersebut. Menjelang akhir abad
kelima Clovis, raja Frankish, menjadi Kristen bersama
81
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
dengan ribuan orang pengikutnya. Gereja-gereja di Prancis
minta petunjuk untuk menjalankan ritus-ritus seperti
yang dipraktikkan di Roma. Dan jalinan hubungan Gereja
Roma dengan Prancis termasuk pula dengan negara-negara
berkembang lainnya akan memengaruhi pelaksanaan
liturgi selama berabad-abad.
Sementara itu, kekaisaran timur dengan ibu kotanya
Konstantinopel bertambah lemah. Pada abad ketujuh Gereja di Timur mendapat serangan pasukan Islam, pasukanpasukan itu kemudian melanjutkan serangannya ke Afrika
dan Spanyol hingga kembali pada tahun 723 di Poiters.
Kekacauan pada waktu itu menyebabkan perbedaan dalam
melaksanakan liturgi antara Gereja Timur dan Barat. Ritus
Timur yang dikembangkan menjadi liturgi yang permanen
masih dijalankan hingga hari ini. Sementara itu di Barat,
invasi suku-suku barbar, yang tidak memiliki bahasa tertulis dan berbudaya rendah cenderung menggunakan
bahasa Latin bahasa yang digunakan uskup-uskup dan para
administrator Roma. Bahasa Latin secara alami menjadi
bahasa liturgi setelah suku-suku barbar tersebut menetap
dan membentuk budaya yang dibangun atas dasar tradisitradisi dan sakramen yang sudah ada di Gereja.
Tata cara liturgi semakin berkembang setelah Gregorius Agung menjadi paus dari tahun 590-604. Gregorius
adalah seorang ilmuwan brilian dan adminsitrator yang
cakap. Ia meringkas beberapa buku liturgi yang dikem82
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
bangkan oleh pendahulunya, Paus Gelasius, menjadi sebuah kesatuan yang menyeluruh. Pada jaman Gregorius
tradisi imam yang berimprovisasi dalam Doa Syukur
Agung dirubah di Roma menjadi satu rumusan yang
tetap atau biasa disebut dengan kanon. Kanon Misa
terus berkembang sejalan dengan perubahan waktu yang
kemudian kita kenal sebagai Doa Syukur Agung I. Gregorius
mengorganisasi pedoman-pedoman ritus pada inti liturgi
dan mengembangkan pola lagu dan keikutsertaan umat.
Hal ini menjadi sesuatu yang lumrah bagi setiap orang
Katolik pada abad 21.
Pada mulanya, tata cara liturgi yang dikembangkan
Gregorius hanya berpusat di seputar Roma saja. Namun,
kanon, upacara, bahasa Latin dan nyanyian Misa Romawi
telah diorganisasi dengan apik ke dalam suatu susunan yang
baik dan tersedia dalam buku-buku serta dapat digandakan
dan siap didistribusikan. Begitu para imam dan kaum
biarawan serta yang lainnya menyaksikan betapa Liturgi
Romawi tersebut begitu indah dan teratur, mereka ingin
membawa model liturgi tersebut ke kota-kota dan bangsabangsa mereka. Sekarang, Liturgi Romawi telah menjadi
hal yang normatif di Gereja Barat.
Ritus-Ritus Dan Ritus Romawi
Ritus-ritus yang paling penting yang ada bersama
dengan Ritus Romawi adalah Ritus Milan (tempat dimana
83
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Konstantinus mengeluarkan maklumat yang memberi
kebebasan beragama kepada orang-orang Kristen), Spanyol, Irlandia, dan Prancis. Ritus-ritus ini telah mendapat
pengaruh dari ritus timur dan memiliki lebih banyak
variasi ketimbang Ritus Romawi. Perubahan secara
bertahap karena pengaruh Ritus Romawi dapat kita lacak
melalui buku-buku yang dikenal dengan sakramentaris,
yang ditulis tangan dan digandakan di Roma dan menyebar
ke berbagai wilayah di Eropa. Buku-buku ini berisi kanon,
beberapa bacaan, dan doa-doa Misa yang berasal dari
paus-paus abad enam hingga abad sembilan. Buku-buku
itu memperlihatkan bagaimana Misa berkembang selama
beberapa abad.
Banyak suku-suku barbar di Eropa yang dipersatukan
di bawah kepemimpinan Karel Agung (Charlemagne) tahun
741?-841? Ia adalah seorang raja yang gemar berperang,
kekuasaannya membentang luas meliputi Prancis modern,
German, Spanyol, dan Italia bagian utara. Sebagai penganut
Katolik yang taat, ia melihat Liturgi Romawi bisa digunakan sebagai alat pemersatu suku-suku yang berlainan
yang berada dibawah kekuasaannya. Dengan bantuan
seorang pertapa, Alcuin, ia mengawasi penyebaran Ritus
Romawi ke seluruh wilayah kekuasaannya.
Alcuin cukup bijaksana dalam melakukan perubahan
ritus dengan tetap mendasarkan ritus-ritus yang sudah
ada di berbagai wilayah. Alhasil Ritus Romawi yang
84
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
mengalami perubahan itu sesungguhnya menemukan
jalan pulang kembali ke Roma. Perubahan-perubahan yang
cukup besar meliputi keikutsertaan umat dalam berdoa
dan bernyanyi, pendarasan Kredo pada hari Minggu
dan hari-hari besar, penggunaan roti tak beragi dalam
Ekaristi, menerima Komuni dengan lidah sambil berlutut,
membunyikan bel, pemisahan secara bertahap altar dengan
umat, penambahan beberapa pola sikap seperti berlutut
dan menunduk, membuat Tanda Salib, dan pedupaan.
Penggunaan organ pipa dimulai pada masa Karel Agung
dan ia sendiri membuat untuk kapel pribadinya.
Pemisahan altar dengan umat karena beberapa faktor
yang mendasarinya. Raja-raja, seperti Karel Agung, harus
dipisah dengan umat, karena mereka duduk di tahtanya.
Kristus dipandang sebagai raja diraja dan altar merupakan
tahtanya. Oleh karena itu altar selayaknya dikelilingi
dengan hiasan atau dekorasi dan ditempatkan berhadapan
dengan tembok tinggi berornamen. Alhasil imam ketika
berdoa membelakangi umat, sebagaimana Misa yang
diadakan di katakombe.
Interaksi antara liturgi Romawi dengan liturgi-liturgi
negara-negara yang sedang berkembang di Eropa berlanjut
selama dua ratus tahun setelah Karel Agung meninggal.
Namun karena Eropa terdiri atas pelbagai wilyah, maka
liturgi pun berkembang dengan menggunakan bahasa
setempat, bahasa Latin mulai tidak digunakan lagi dalam
85
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
keseharian, kecuali di antara para biarawan dan umat
awam yang berpendidikan tinggi. Tak lama kemudian
hanya imam yang bisa membaca Kitab Suci dan doa-doa
dalam bahasa Latin dan umat hanya sebagai penonton
ketimbang ikut terlibat. Ritus-ritus Romawi kemudian
diringkas menjadi satu Misa Latin, pertama di German dan
kemudian di Roma.
Misa Di Milenium Baru
Dari kekristenan pada milinium pertama kita menyaksikan Misa menyebar dari Ruang Atas Perjamuan
Terakhir hingga ke pelbagai wilayah dunia beradab.
Memasuki milenium ke dua, Liturgi Misa di gereja-gereja
Barat bergantung kepada doa-doa dan upacara-upacara
yang telah berkembang selama lebih dari ratusan tahun.
Empat abad kemudian, kita akan menyaksikan beberapa
kreativitas yang berkembang dalam Liturgi Misa. Selain
itu, negara-negara Eropa akan menjadi saksi pendirian
katedral-katedral gaya Gothic yang megah yang dirancang
oleh generasi orang-orang percaya yang mengekspresikan
keinginannya untuk menempatkan Misa pada posisi yang
paling agung. Santo Thomas Aquinas dan beberapa teolog
besar lainnya telah membantu Gereja bertumbuh dalam
pemahamannya mengenai Misa.
Namun demikian, karena faktor-faktor sejarah,
ketidak-terdidikan umat, kebingungan karena pengaruh
86
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
kaum bidaah, telah menyebabkan partisipasi umat menjadi
sangat minim. Menyanyikan lagu pada waktu Misa terbatas
pada imam dan koor, sementara umat lebih banyak mendengarkan. Selanjutnya, penerimaan Komuni, yang telah
menurun dalam beberapa abad, malah semakin berkurang.
Orang-orang menerima Komuni ketika menjelang ajal di
tempat tidur. Kendati umat keberatan menerima hosti,
mereka tetap menginginkan melihat Yesus dalam wujud
sakramen, sehingga pengangkatan hosti dan cawan setelah
konsekrasi menjadi praktik yang lumrah.
Pada abad 14 pelbagai permasalahan telah menghancurkan kehidupan gereja. Paus Klemens V, seorang
Prancis, pada tahun 1309 pindah ke Avignon, dan penerusnya tetap di sana hingga tahun 1378. Pada tahun ini
juga, para kardinal terpecah menjadi faksi-faksi, dan situasi yang dikenal dengan skisma Barat terjadi. Dua atau tiga
orang bersaing semuanya mengklaim sebagai paus dan
permasalahan ini tidak terselesaikan hingga terpilihnya
paus Martinus V tahun 1417. Maut Hitam — The Black
Death — yang melanda Eropa dari 1346-1350 telah
merenggut separuh dari penduduk benua tersebut. Perang
pecah antara Perancis dan Inggris dan juga melanda negaranegara lain.
Abad 15 menghadirkan kebangkitan renaissance, sebuah era yang menyaksikan seni dan ilmu pengetahuan
berkembang dan sekularisme melanda seluruh lapisan ma87
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
syarakat. Dengan datangnya renaissance muncullah pauspaus “duniawi” di dalam sejarah gereja : Pius II, Sixtus IV,
Innocent VIII, Alexander VI, dan Julius II. Paus-paus ini
menjadi saksi pertumbuhan seni dan arsitektur, seperti Basilika Santo Petrus, dan Kapel Sistina, namun keduniawian
para paus ini memunculkan skandal iman. Beberapa uskup
dan imam mengikuti paus-paus ini dan ketidakdisiplinan
serta kecerobohan secara umum berimbas juga kepada
liturgi. Orang-orang Katolik, baik kaum berjubah maupun
awam, yang masih mengedepankan kesucian, menghimbau
untuk diadakan pembaruan baik di dalam liturgi maupun
dalam hidup menggereja namun usaha mereka berakhir
sia-sia.
Protestanisme Dan Konsili Trente
1517, Martin Luther, seorang biarawan Katolik,
memajang sembilan-puluh-lima dalil pada pintu kapel
di Wittenberg, German. Pada mulanya ia hanya menginginkan sebuah perubahan di dalam gereja, bukan
mendirikan gereja baru. Namun buruknya komunikasi
dan kekeras kepalaan di pihak Luther dan musuh-musuh
Katoliknya, serta intervensi dari penguasa-penguasa
sekular membawa Luther pada posisi yang tidak dapat
didamaikan dengan pihak Katolik utamanya pada doktrin
teologi. Luther menolak, misalnya, hakikat pengorbanan
dalam Misa dan imam yang ditahbiskan. Ia kemudian
88
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
meninggalkan Gereja Katolik dan diikuti oleh Jean
Calvin (Swiss: Presbyterianisme), John Knox (Scotlandia:
Gereja Reformasi), Henry VIII (Inggris: Anglikan,
Episcopalianisme), dan lain-lainnya. Sementara Luther
masih mempertahankan bahwa Kristus hadir dalam Ekaristi, sebagian besar lainnya yang meninggalkan Gereja
menolak Kehadiran Nyata Kristus. Masing-masing gereja
baru membuat liturgi sendiri menurut “cambuk” teologi
pendirinya serta bahasa dan kultur bangsanya sendiri.
Revolusi Protestan pada akhirnya mengguncang
petinggi Katolik yang kemudian memulai upaya-upaya
serius atas perubahan. Konsili Trente (1545-1563)
menegaskan kembali iman Katolik, mengoreksi penyalahgunaan kekuasaan, dan merancang sistem seminari untuk
mendidik calon imam. Paus Pius V yang suci (1566-1572)
menggiatkan kembali kehidupan spiritual di antara umat
beriman dan memperkenalkan Misa Romawi (Roman
Missal) baru. Kerangka dasar untuk misa ini adalah
misa yang telah dipergunakan di Roma. Teks, perayaanperayaan, dan lagu-lagu dari misa ini telah terorganisasi
dengan baik dan telah menjalani uji-waktu, namun ia
masih mengandung urutan yang salah (anachronism).
Sebagai contoh, selebran untuk mengakhiri misa (tepatnya
menyuruh umat ke luar dari gereja) dengan mengucapkan
kata-kata : Ite missa est, kemudian baru memberi berkat
penutup. Mungkin hal ini merujuk ke masa lalu ketika paus
89
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
membubarkan konggregasi dan kemudian memberkati
umat ketika ia ke luar dari gereja.
Pada 14 Juli 1570, Paus Pius V, menetapkan misa baru
sebagai keharusan bagi Gereja barat, kecuali di keuskupankeuskupan yang telah mengikuti liturgi setempat lebih dari
dua abad. Paus Pius V mengatur bahwa versi misa yang telah
diotorisasi yang boleh dipergunakan. Latin adalah satusatunya bahasa yang digunakan. Mengubah teks dilarang.
Misa Baru berhasil dalam membentuk sebuah model penyembahan (worship) di seluruh Gereja Katolik
di Barat dan mengakhiri penyalahgunaan kekuasaan
yang merajalela sebelum Konsili Trente. Misa Baru telah
membentuk sebuah pola untuk Misa yang terus bertahan
tanpa mengalami perubahan berarti hingga pertengahan
abad dua puluh.
Namun Misa Romawi masih jauh dari sempurna,
mengingat apa yang dikehendaki Paus Pius V adalah
melaksanakan perubahan liturgi secepat mungkin. Ia tidak
memandatkan studi atas praktik-praktik liturgi yang telah
berlangsung pada Gereja Perdana malahan ia menerima
ritus dan perayaan-perayaan yang telah berkembang selama
berabad-abad melalui “trial and error.” Tidak seluruhnya
sebagai liturgi yang ideal. Penerimaan Komuni, misalnya,
diadaptasi dari ritus penerimaan Komuni untuk orang
sakit, termasuk Saya Mengaku (Confiteor) dan dua absolusi.
Bacaan dari Kitab Suci sangat terbatas, bisa dibacakan pasal
90
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
yang sama pada masa tertentu, diulang setiap hari dalam
seminggu. Partisipasi terbatas hanya dialog antara imam
dan pelayan misa atau terbatas antara imam dan paduan
suara dan umat lebih berperan sebagai penonton yang
diam.
Dari Konsili Trente Hingga Konsili Vatican
Misa Romawi Pius V secara umum diterima di seluruh Gereja barat. Umat Katolik sedih melihat perpecahan
dalam gereja-gereja Protestan dan mulai menyadari betapa
bernilainya membentuk lembaga pemersatu di belakang
paus. Memiliki satu format misa yang telah disyahkan yang
memuat teks-teks yang diperlukan dalam Ekaristi sungguh
membantu para uskup dan imam ketika mereka harus
mempersiapkan dan merayakan liturgi. Itu juga berarti
hanya sebuah buku yang harus dibeli oleh gereja paroki,
sebuah keuntungan secara ekonomi mengingat mencetak
buku pada waktu itu masih dalam tahap perkembangan
awal.
Sixtus V, yang menjabat sebagai paus dari tahun 1585
- 1590, menciptakan sebuah departemen baru di dalam
kepausan yakni Konggregasi Untuk Ritus dan Perayaan,
karena ia memandang bahwa liturgi harus dilaksanakan
secara cermat dalam gereja-gereja barat. Petunjuk-petunjuk
rinci disampaikan oleh para ahli dalam rubric (aturan
dalam liturgi yang dicetak dengan huruf berwarna merah
91
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
dalam misa, rubric dalam bahasa Latin adalah merah).
Aturan-aturan dicetak untuk setiap tata gerak di dalam
misa, seperti cara membungkuk dan memegang sendok
dupa yang benar oleh imam.
Kekhawatiran akan penyimpangan di dalam liturgi begitu kuat sehingga penerjemahan dari bahasa
Latin ke bahasa-bahasa lain dilarang. Akibatnya, umat
menggunakan buku-buku doa yang bermacam-macam dan
mendaraskan rosario selama Misa berlangsung. Kotbah
menjadi kurang penting, hal ini dikarenakan terbatasnya
pilihan bacaan di dalam Misa. Ketika kotbah dilaksanakan
kemungkinan besar tidak berkaitan dengan bacaan-bacaan
Kitab Suci pada hari itu. Jansenisme, sebuah gerakan
bidaah yang merujuk kepada teologi Cornelis Jansen asal
Belgia tahun 1640 yang mengajarkan penekanan ketakutan
akan Allah sedemikian rupa sehingga banyak umat Katolik tidak menerima Komuni Kudus. Pengenalan musik
instrumen dan pembentukan koor musik telah mendorong
diciptakannya karya-karya hebat seperti Requiem-nya Mozart. Namun karena ditampilkan sedemikan rupa sehingga
mengalahkan peran dari Misa itu sendiri. Ketika koor
menyanyikan Kredo, misalnya, imam masih meruskan doadoa pengantar (offertory prayers). Semua ini mengakibatkan
umat awam memandang Misa sebagai sebuah keharusan
untuk dihadiri, ketimbang sebagai tindakan sakramental
di mana umat juga memiliki peran yang signifikan di
dalamnya.
92
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Perubahan-perubahan kecil terjadi atas Misa Romawi
selama beberapa abad. Pada tahun 1640, Paus Klemens
VIII mengoreksi cetakan-cetakan yang salah, merevisi
beberapa doa yang diterjemahkan secara salah dan
memberi penjelasan pada rubrics. Pada kesempatan yang
lain, beberapa paus merevisi doa-doa, menambahkan Misamisa baru, dan membuat beberapa perubahan, seperti doadoa setelah Misa yang disahkan oleh Leo XIII tahun 1884.
Namun demikian kendati perubahan dan pengembangan
tersebut cukup signifikan, namun harus menunggu hingga
abad 20.
Perkembangan Liturgi Pada Abad 20
Pada dekade pertama abad 20, Paus Santo Pius
X menekankan pentingnya sering menerima Komuni,
bahkan harian. Ia mendeklarasikan bahwa anak-anak
sebaiknya menerima Komuni pertamanya ketika mereka
mencapai umur yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ia juga mendorong seluruh umat untuk berpartisipasi
dalam menyanyikan lagu Gregorian pada waktu perayaan Ekaristi. Tidak lama setelah itu, Misa Romawi banyak
diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lokal yang dapat
dipergunakan oleh kaum awam, mengizinkan mereka
untuk mengikuti dan memahami doa-doa dalam Misa.
Dalam “surat ensiklik”-nya, “Mediator Dei” tahun
1947, Paus Pius XII mendefinisikan liturgi sebagai
93
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
penyembahan umat terhadap Tubuh Mistik Kristus. Ia
mengajarkan bahwa liturgi menuntut partisipasi aktif
anggotanya, seluruh umat dan imam. Untuk mendorong
agar umat lebih berpartisipasi, ia merekomendasikan
dialog mengenai Misa. Tahun 1950-an, dilandasi oleh
studi-studi para ilmuwan liturgi dari German, Pius XII
merevisi upacara-upacara Minggu Suci menurut pola-pola
penyembahan kuno.
Berikut adalah panggung untuk Paus Yohanes XXIII
dan Konsili Vatikan Kedua. Tahun 1959 Yohanes XXIII
mengumumkan rencananya untuk mengadakan konsili
ekumene. Tahun berikutnya ia mengeluarkan seperangkat
rubrics baru untuk Misa. Pada sesi pertama Konsili Vatikan
II tahun 1962, para uskup melaksanakan voting guna
menyetujui sebuah dokumen liturgi. Menyusul diskusi dan
penulisan kembali dokumen tersebut. Tahun berikutnya
para uskup melakukan voting dan menyetujui Konstitusi
Liturgi Suci dengan perbandingan yang setuju 2.147 dan
yang tidak 2. Sebuah jaman baru dimulai.
Konstitusi Liturgi Suci
Ketika Konsili Vatikan Kedua dibuka pada 11 Oktober
1962, saya baru saja memulai tahun ke-4 pendidikan teologi
di seminari. Seperti kebanyakan seminaris pada masa itu,
saya mengikuti perkembangan konsili dengan seksama,
menyadari betapa penting bagi yang akan ditahbiskan
94
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
sebagai imam dan seluruh Gereja. Saya tertarik secara
khusus dengan laporan-laporan tentang dokumen liturgi.
Apakah akan ada perubahan dalam perayaan Ekaristi dan
sakramen-sakramen lainnya? Akankah kaum awam bisa
lebih turut berpartisipasi?
Konstitusi Liturgi Suci diumumkan secara resmi
pada 4 Desember 1963 dan betul ia menjawab pertanyaanpertanyaan di atas. Liturgi Suci sejatinya adalah tindakan
nyata Kristus dan Tubuh-Nya, yakni Gereja, yang melampaui lainnya. Oleh karena itu, ia mengundang secara
penuh partisipasi aktif seluruh anggota Gereja. Guna
mewujudkan hal tersebut dokumen liturgi memerlukan
beberapa perubahan. Ritus-ritus agar lebih disederhanakan, buku-buku liturgi direvisi, lebih menggunakan bahasa
setempat ketimbang Latin. Kalender tahunan Gereja juga
harus direvisi, penggunaan Kitab Suci diperluas, dan
pembenahan pada homili. Doa-doa penuh iman yang
dikutip dalam tulisan-tulisan Gereja awal dikembalikan.
Penerapan konselebrasi dan tata cara dalam Ekaristi
semakin diperluas.
Implementasi Maklumat Vatican II
Konstitusi Liturgi tidak dimaksudkan untuk merevisi
ritus-ritus dalam Ekaristi dan sakramen-sakramen
lainnya, namun menyerahkan hal tersebut kepada Bapa
Suci, yang pada gilirannya kemudian dibantu oleh para
95
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
ahli dari pelbagai belahan dunia serta mengonsultasikan
hal tersebut kepada para uskup. Tahun 1964 Paus Paulus
VI membentuk sebuah komisi yang beranggotakan para
uskup dan sebuah panel para ahli yang akan bekerja
secara nyata untuk “memperbaiki” liturgi. Komisi dan
panel tersebut langsung bekerja dan pada tahun 1970 paus
mengumumkan secara resmi Misale Romawi (Roman
Missal). Empat tahun kemudian Misale Romawi telah
diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa lokal. Edisi resmi
berbahasa Inggris disetujui untuk dipergunakan pada 13
November 1973 dengan perubahan yang dilakukan oleh
konsili setempat. Dari semua perubahan dan revisi yang
paling nampak adalah tiga pola Doa Syukur Agung dan
sebuah revisi atas Doa Syukur Agung Romawi, perubahan
dalam tahun penanggalan liturgi yang menekankan
pentingnya hari Minggu dan perayaan hari-hari Tuhan dan
partisipasi seluruh umat dalam Ekaristi.
Buku Bacaan Untuk Misa, mengalami perluasan
khususnya mengenai pilihan bacaan yang dibagi menjadi
Tiga Lingkaran Tahun Liturgi A-B-C untuk hari-hari
Minggu dan hari-hari raya dan Dua Lingkaran Tahun
Liturgi untuk hari-hari biasa (Tahun I dan II). Seseorang
yang menghadiri Misa harian secara penuh dapat dipastikan akan mendengarkan bagian-bagian terpenting dari
seluruh Kitab Suci. Sedangkan bacaan pada hari Minggu
termasuk bacaan pertama diambil dari Perjanjian Lama,
96
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
pendarasan mazmur, bacaan kedua dari Perjanjian Baru,
kutipan ayat Injil, dan Bacaan Injil.
Misa baru ini diterima dengan baik oleh sebagian
besar umat Katolik, karena perubahan-perubahan yang
terdapat dalam Misa telah dijelaskan dengan baik. Saya
telah merayakan Misa di pelbagai tempat di Amerika
Serikat sambil mewartakan misi paroki dan saya begitu
terkesan dengan partisipasi umat di mana-mana. Umat
Katolik dewasa ini tentu saja belumlah sempurna, namun
saya percaya jika Santo Paulus menghadiri salah satu Misa
ia akan gembira menyaksikan partisipasi aktif dan rasa
hormat dari umat, terutama jika dibandingkan dengan
orang-orang Kristen di Korintus pada masa Perjanjian
Baru.
Misale Romawi edisi kedua disetujui oleh paus pada
tahun 1975. Edisi bahasa Inggris tersedia pada 1 Maret 1985.
Dalam edisi ini termasuk di dalamnya doa-doa Misa untuk
anak-anak dan Misa untuk pengampunan dosa dan juga
ritus baru Misa serta Misa untuk memberi penghormatan
kepada para santo dan santa. Perubahan-perubahan lainnya tetap terjadi dengan persetujuan Tahta Suci. Pada
tahun 1977, praktik kuno menerima komuni dengan tangan
diberlakukan kembali. Sedangkan pada tahun 1994, remaja
puteri dan perempuan dewasa diizinkan untuk melayani
Misa. Buku Bacaan Misa baru dengan perluasan dengan
97
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
pilihan bacaan disetujui untuk dipergunakan di Amerika
Serikat.
Perkembangan situasi membuat langkah pemugaran
ini terus bergulir, dan muncullah Misalle Romanum editio
typica tertia (Maret 2002). Hal-hal baru dalam Misale ini
antara lain ditambahkannya sejumlah perayaan orang
kudus dalam penanggalan umum dan misa-misa votif untuk menghormati Santa Perawan Maria. Juga dilampirkan
Doa Syukur Agung yang telah disahkan : Doa Syukur
Agung untuk Rekonsiliasi (2), Doa Syukur Agung untuk
Pelbagai Keperluan, dan Doa Syukur Agung Anak-Anak
(3).
Mendahului pemugaran ini, telah ditinjau kembali
Institutio Generalis Missalis Romani (IGMR) sebagai
pengantar teologis dan normatif untuk Missale Romanum.
Maka diterbitkanlah IGMR baru, yang dimaklumkan pada
Hari Raya Kamis Putih 2000. IGMR baru ini antara lain
memperluas kemungkinan untuk komuni-dua-rupa. Hal
yang sama sekali baru adalah ditambahkannya Bab IX yang
menguraikan wewenang uskup diosesan dan konferensi
uskup untuk mengupayakan penyesuaian dan penyerasian.
Di samping itu, masih ada penataan kembali sejumlah hal
yang menyangkut bentuk Misa, petugas, tata ruang, dan
lain-lain.
Sedangkan di Indonesia, agar IGMR baru dapat
segera disosialisasikan dan dimanfaatkan, Komisi Liturgi
98
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
KWI telah berupaya menerjemahkan dan menerbitkannya
dalam edisi Indonesia yang diberi judul : Pedoman Umum
Misale Romawi yang dimaklumatkan pada tanggal 25
April 2002. (Pedoman Umum Misale Romawi Baru, Penerbit
Nusa Indah, 2002).
Ya Tuhanku Dan Allahku
Tente Lena tidak pernah belajar teologi, namun ia
memahami hakikat dari Misa adalah Yesus sendiri, Tuhan
dan Allah-nya. Yesus memberikan diri-Nya dalam rupa roti
dan anggur pada Perjamuan Terakhir, yang merupakan
gambaran persembahan tubuh-Nya yang hancur dan
darah-Nya yang ditumpahkan bagi kita. Ketika Ia bangkit
dari mati, persembahan tersebut memiliki makna baru bagi
para murid-Nya dan seluruh umat manusia, sebagaimana
yang kemudian dipahami oleh Thomas ketika ia berlutut di
hadapan Yesus dengan berkata : “Tuhanku dan Allahku.”
Yesus akan menjadi Roti Hidup bagi semua orang hingga
akhir zaman.
Bahasa dan tata cara perayaan Misa telah berkembang
dan berubah selama berabad-abad namun Yesus tetap sama
— dahulu, sekarang, dan di masa mendatang. Misa yang
Ia rayakan bersama dua orang murid dalam perjalanan ke
Emaus dan penjelasan-Nya tentang Alkitab kepada mereka
dan pengungkapan diri-Nya dalam pemecahan roti, telah
menjadi Misa Yustinus, Gregorius Agung, Pius V, dan setiap
99
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
orang Katolik yang merayakan Misa pada masa kini. Misa
adalah Kristus sendiri, karena Kristus “hadir dalam SabdaNya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan di
dalam Gereja… Ia juga hadir pada saat Gereja memohon
dan bermazmur, karena Ia sendiri berjanji: “bila dua atau
tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situlah Aku
berada di antara mereka” (KGK 1088).
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi Dan Renungan
Jika Anda diminta untuk memilih menghadiri Misa
di suatu tempat dan suatu waktu (setelah Yesus Naik Ke
Surga), tempat dan waktu mana yang akan Anda pilih?
Mengapa? Apakah Anda pernah mengikuti Misa sebelum
Konsili Vatikan II? Berapa rincian perayaan yang masih
Anda ingat? Jika Santo Paulus mengunjungi gereja paroki
Anda ketika Misa Minggu, kira-kira apa yang akan menjadi
perkenan dia? Dan apa yang akan disarankannya untuk
diperbaiki? Jika Santo Paulus duduk di bangku di samping
Anda, apakah hal tersebut akan mengubah cara Anda
berpartisipasi dalam Misa?
Aktivitas
Luangkan waktu sejenak dan renungkan paragraf
terakhir dari Bab ini. Kemudian tempatkan diri Anda
dalam hadirat Yesus. Gunakanlah waktu Anda guna
menggambarkan diri Anda hadir pada waktu Perjamuan
100
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
Terakhir bersama Yesus dan para rasul, kemudian dengan
Yesus dan dua orang murid dalam perjalanan ke Emaus.
Lalu hadirlah dalam Misa di katakombe, setelah itu ikutlah
misa di sebuah basilika di Roma pasca Maklumat Milan.
Berikutnya berpindah ke gereja di pelosok desa pada masa
Charles Martil dan Alcuin. Lalu hadirlah di Misa Katedral
Notre Dame di Paris, yang baru saja selesai dibangun.
Visualisasikan diri Anda berada di jaman dekadensi abad
lima belas dan coba melihat Kristus dalam misa yang masih
didominasi oleh kata-kata yang ke luar dari mulut imam
yang belum memiliki rujukan. Selanjutnya Anda memasuki
awal abad dua puluh dan bergabung dengan umat untuk
merayakan Misa Penuh Hikmat di Basilika Santo Petrus di
Roma yang dipimpin oleh Paus Pius X diiringi musik dan
tata-upacara yang indah. Akhirnya, tempatkan diri Anda
di paroki Anda sendiri dan refleksikan dengan misa-misa
yang telah Anda ikuti.
Seseorang telah hadir pada setiap Misa. Sudahkah
Anda mengenal Kristus dalam setiap perayaan Misa?
101
Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang
“From the moment of our creation and
throughout biblical history, God has desired to enter
into an intimate communion with humanity. In fact,
God, who loves us beyond comprehension, has chosen
to give us His very Body, Blood, Soul, and Divinity in
the Eucharist. It can truly be said that the Catholic
Mass is the most amazing event on earth.”
Edward Sri,
A Biblical Walk Through The Mass.
102
Bab Tiga
Menghadiri Misa
A
pa yang ada di dalam Misa yang secara umum terdapat
pula pada permainan sepakbola, konser musik, dan
reuni keluarga? Ritual. Ritual adalah suatu pola bertindak,
cara melakukan sesuatu, dalam bentuk yang tetap yang
dilakukan oleh manusia. Karena ritual itu maka permainan
sepakbola dan permainan olah-raga lainnya menjadi menarik dan menyenangkan. Dengan dilatari ritual maka penikmat konser jauh-jauh hari sudah melakukan persiapan
untuk menonton konser dan masih mendiskusikannya
kendati konser tersebut telah usai. Ritual mampu menarik
anggota keluarga untuk datang ke pertemuan keluarga dan
bersemangat untuk berjumpa dan berbicara serta berbagi
pengalaman dan bergembira bersama.
Ritual adalah seperti yang dikatakan oleh orangorang Katolik, “Apa yang saya sukai mengenai Misa adalah
saya tahu apa yang akan terjadi berikut. Dan Misa selalu
menampilkan hal-hal yang berbeda.”
103
Menghadiri Misa
Karena itulah ritual menjadi sangat penting dan
merupakan bagian dari keberadaan manusia. Ritual dalam
permainan sepakbola membentuk pola di mana aturanaturan tertentu mampu memberikan kerangka kemungkinan
yang tidak terbatas. Kita berkumpul di lapangan bola
dengan para sahabat dan menyaksikan dua kubu yang akan
bertanding melakukan pemanasan dan mencoba menyepak
dan kiper menangkap bola.
Ketika waktu untuk bermain tiba, lagu nasional dinyanyikan, dan wasit membuang undi untuk pemilihan
lapangan, jika kedua team sudah siap “Peluit Dibunyikan!”
Kita telah mengetahui sebelumnya bahwa permaianan
akan berlangsung dalam dua kali empat puluh lima menit
diselingi istirahat selama 15 menit. Jika kedudukan akhir
imbang permainan akan diperpanjang dua kali lima belas
menit. Jika setelah diperpanjang kedudukan tetap sama,
maka kemenangan ditentukan melalui adu pinalti. Team
yang menang undian akan menendang bola terlebih dahulu.
Di dalam permainan sepakbola sebuah team beranggotakan sebelas orang pemain dan beberapa pemain cadangan untuk menggantikan yang cedera atau kelelahan.
Bukan itu saja, permainan sepakbola memiliki istilahistilah khas dan aturan-aturan tertentu: offside, handsball,
teguran wasit kepada pemain yang melakukan pelanggaran,
hukuman kartu kuning, jika seorang pemain mendapat
kartu merah maka ia harus meninggalkan lapangan
104
Menghadiri Misa
tanpa diganti oleh pemain cadangan, tendangan penjuru,
tendangan pinalti, tendangan bebas, tendangan dua belas
pas, lemparan ke dalam. Belum lagi nama-nama posisi yang
ditempati para pemain : kiper, back kiri-kanan, gelandang
kiri-kanan, gelandang tengah, penyerang kiri-kanan-tengah,
lini depan-tengah-belakang.
Agar permainan sepak bola berlangsung tertib dan
sesuai ritual, permainan tersebut diawasi oleh seorang
wasit yang dibantu oleh dua orang hakim garis. Bagi
yang memahami istilah-istilah dan aturan-aturan dan
ritual dalam sepakbola, permainan tersebut menjadi
menyenangkan dan mengasyikkan. Sebaliknya bagi mereka
yang tidak memahami aturan dan ritual sepakbola, maka
permainan tersebut akan menjadikannya tidak nyaman dan
membingungkan bahkan membosankan.
***
Misa juga mempunyai ritualnya sendiri. Orang-orang
datang ke gereja dengan membawa pengharapan masingmasing. Mereka memahami bahwa Misa mempunyai struktur baku dan dalam struktur tersebut banyak kemungkinan
bisa terjadi. Aturan dalam Misa mungkin tidak serumit
dalam sepak bola, namun aturan itu menjadi petunjuk bagi
orang-orang yang hadir. Sebagaimana dalam konser, ada
aturan mengenai cara berpakaian, waktu diam, dan cara
memberi umpan balik terhadap penyanyi, misalnya. Seperti
105
Menghadiri Misa
sebuah reuni keluarga, Misa telah menarik orang-orang
untuk datang ke suatu tempat dalam waktu yang sudah
ditentukan, mendengarkan kabar dari anggota keluarga
dan berbagi dalam makanan.
Namun demikian ritual dalam Misa jauh lebih penting dari segala bentuk ritual yang ada karena ritual ini
berasal dari Yesus Kristus sendiri. Ritual itu merupakan
produk yang tercipta dari pengalaman orang-orang beriman
selama lebih dari dua ribu tahun di bawah bimbingan Roh
Kudus. Ritual ini telah membawa kita bersentuhan secara
langsung, bukan dengan para bintang olah raga, komponis
terkenal, atau orang lain, melainkan dengan Allah Sang
Pencipta Alam Semesta. Ritual telah mengizinkan kita
menggabungkan peristiwa-peristiwa hidup kita sehari-hari
kepada kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus.
Ritual-ritual dalam Misa tidak akan menjadi hal
yang rutin saja atau menjadi sesuatu yang membosankan.
Memang struktur Misa tetap sama, tetapi bacaan dan doadoa selalu berubah setiap hari. Kita dapat memastikan
akan merasakan pengalaman baru, harapan-harapan dan
impian-impian baru, kesuksesan dan kegagalan baru,
berkat baru yang kita terima, juga kesalahan yang kemudian
kita sesali di setiap Misa yang kita ikuti.
Pada bab ini kita akan mempelajari ritual-ritual
dalam Misa dan menjelaskan artinya. Pertama, kita akan
mendiskusikan lingkungan dan tempat untuk melak106
Menghadiri Misa
sanakan Misa yakni gedung Gereja. Permainan sepak
bola memerlukan lapangan untuk berlaga yang telah dipersiapkan dengan baik. Sebuah simfoni memerlukan sebuah gedung (hall) dengan akustik yang bagus, tempat
duduk yang cukup untuk penonton, dan panggung untuk
melaksanakan pertunjukan. Sebuah reuni keluarga juga
memerlukan tempat untuk menyelenggarakan pertemuan
tersebut. Bagitu pula dengan Misa memerlukan lingkungan dan tempat yang khusus yang harus dipersiapkan
dengan sangat baik.
Setelah itu kita akan menjelaskan tahapan-tahapan
dalam Misa. Hal ini bukan saja akan membantu umat
Katolik yang sudah mafhum dengan ritual-ritual dalam
Misa namun tidak memahami alasan-alasan yang menjadi
latar belakangnya, tetapi juga akan menjadi petunjuk
bagi mereka yang akan segera bergabung dengan Gereja
dan anggota gereja lain yang sesekali berniat mengikuti
Misa. Dalam mempelajari lingkup, susunan, dan tahapantahapan dalam Misa, kita akan mengikuti Petunjuk yang
telah disusun dalam Pedoman Umum Misale Romawi.
Tempat Dan Lingkungan
Gedung Gereja. Gedung gereja Katolik bentuknya
bermacam-macam, baik ketika kita memasuki gereja
katedral yang besar atau gereja kecil di pedusunan, kita
selalu menjumpai air suci yang biasanya ditempatkan di
107
Menghadiri Misa
pintu masuk. Kita akan mencelupkan jari kita ke dalam air
suci tersebut dan kemudian membuat Tanda Salib begitu
kita melewati tempat air tersebut. Air yang diberkati (air
suci) itu mengingatkan kita akan pembaptisan kita sendiri
dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. (Mereka yang
bukan Katolik boleh membuat Tanda Salib dan bergabung
dalam doa, dan tata gerak dalam Misa, kecuali menerima
Komuni Kudus). Bagian penting dalam bangunan gereja
— gereja barat — tempat di mana umat menghadiri Misa
disebut nave (dari bahasa Latin “perahu”). Di nave tersebut
terdapat bagian untuk koor, yang memimpin umat dalam
bernyanyi.
Jika kita melihat sekeliling bangunan dalam gereja
kita akan menjumpai patung-patung para kudus, hal ini
merupakan tanda-tanda kasat mata yang melambangkan
bahwa doa-doa kita bergabung dengan doa-doa para kudus
pada saat kita menyembah Allah (lihat Why 5:8). Pada
dinding gereja terpampang visual yang biasanya berbentuk
lukisan atau ukiran empat belas pemberhentian Jalan Salib,
yang akan mengingatkan kita pada rangkaian penderitaan
Kristus yang dihadirkan kembali dalam setiap Misa.
Jendela-jendela stainless berisikan gambar-gambar Yesus,
para santo dan santa, atau lukisan yang merepresentasikan
sakramen-sakramen dan tanda-tanda rahmat dan kehadiran Allah.
108
Menghadiri Misa
Cara berlutut orang Katolik (menyentuhkan lutut
kanan ke lantai) atau membungkuk lebih dalam sebelum
masuk ke bangku-bangku tempat duduk merupakan tanda penghormatan kepada Yesus yang benar-benar hadir
dalam rupa Sakramen Maha Kudus. Ketika kita duduk di
bangku dan memandang ke depan kita akan melihat panti
imam — sanctuary — (dalam bahasa Latin berarti “kudus”)
di mana altar terletak. Ia adalah sebuah altar pengurbanan,
di altar inilah pengurbanan Kristus hingga kematian-Nya
di Kalvari dihadirkan kembali. Ia juga merupakan sebuah
meja, di mana Perjamuan Terakhir dilaksanakan. Altar
dilapisi dengan kain putih (yang mungkin juga dihiasi
dengan kain lain). Relikwi dari orang kudus ditempatkan
di dalam atau di bawah altar, praktek ini merupakan tradisi
ketika Misa dilaksanakan di makam-makam para martir.
Di atas altar atau di dekatnya dipajang lilin dan sebuah salib
yang menggambarkan Yesus disalib. Bunga-bunga biasanya
diletakkan di dekat altar.
Di panti imam — sanctuary — terdapat sebuah
mimbar yang juga dikenal dengan “ambo” (dalam bahasa
Yunani berarti “tempat yang ditinggikan”) di sini Injil
diwartakan, homili dilaksanakan, dan doa-doa orang beriman dikumandangkan. Di sana juga ditempatkan kursi
untuk imam yang mempersembahkan Misa dan kursi-kursi
lainnya untuk mereka yang membantu Misa. Sakramen
Maha Kudus disimpan di tabernakel (dalam bahasa Latin
berarti “tenda”) yang terletak di dalam gereja yang mudah
109
Menghadiri Misa
dilihat, merupakan tempat yang dihormati, penting, dan
sesuai untuk berdoa bagi orang beriman atau bisa juga
tabernakel ini diletakkan di panti imam atau di kapel yang
terhubung langsung dengan gereja. Tempat ini ditandai dengan lampu yang senantiasa menyala guna menghormati
kehadiran Kristus.
Pakaian Liturgi. Pakaian liturgi yang dikenakan
imam merupakan bagian yang penting dalam lingkup
Misa. Penggunaan pakaian liturgi ini merujuk kepada
jaman Perjanjian Lama, yang menurut Keluaran 28, Allah
memerintahkan Musa untuk menyediakan pakaian bagi
Harun dan anak-anaknya dengan pakaian kudus yang
indah dan megah guna melakukan penyembahan. Pakaianpakaian Liturgi yang dipakai oleh para imam dewasa ini
merupakan model kain-kain tenun yang dikenakan pada
masa Perjanjian Baru sebagai pakaian sehari-hari. Ketika
model-model pakaian berubah, pakaian-pakaian liturgi ini
berfungsi sebagai penanda spiritual di Gereja.
Dalam pakaian misa imam mengenakan alba (dari
bahasa Latin “putih”), simbol kesucian dan kemurnian
yang menaungi jiwa imam atau diakon yang merayakan
liturgi, khususnya Perayaan Ekaristi. Alba merupakan kain
panjang hingga mata kaki yang dikenakan oleh orang-orang
Yunani dan Romawi sebagai pakaian sehari-hari. Stola
adalah semacam selendang panjang; simbol bahwa yang
mengenakannya sedang melaksanakan tugas resmi Gereja,
110
Menghadiri Misa
terutama menyangkut tugas pengudusan (imamat). Stola
melambangkan otoritas atau kewenangan dalam pelayanan
sakramental dan berkhotbah. Kasula merupakan busana
misa paling luar yang dikenakan imam, khususnya selebran
dan konselebran utama, yang dipakai untuk memimpin
Perayaan Ekaristi. Kasula melambangkan keutamaan
cinta kasih dan ketulusan untuk melaksanakan tugas yang
penuh pengorbanan diri bagi Tuhan. Warnanya sesuai
dengan warna liturgi yang dirayakan pada hari itu. Model
kasula mengalami beberapa perubahan dan variasi. Kasula
mengambil bentuk dan model kain yang umum digunakan
orang pada jaman Yunani-Romawi. Kata kasula berasal dari bahasa Latin casula, yang berarti “rumah kecil,” karena ia
berfungsi menutupi seluruh badan pemakainya. Di jaman
sekarang kasula dirancang dengan indah dan ditambahkan
pernak-pernik dekorasi.
Tujuan penggunaan busana misa adalah untuk
menunjukkan bahwa imam hadir bukan atas otoritasnya
sendiri, tetapi sebagai seorang pelayan Kristus. Keindahan
busana misa seyogyanya mendorong hati dan pikiran kita
untuk lebih tertuju kepada Allah dan warna-warni busana
misa memiliki hakikat spiritual. Putih menggambarkan
kegembiraan, kesucian, dan kehidupan kekal. Hijau
menggambarkan sesuatu yang bertumbuh, merupakan
simbolisasi dari hidup, iman, harapan, dan cinta kasih.
Ungu dan violet bermakna antisipasi, pembersihan
diri dan pertobatan. Merah merupakan warna darah,
111
Menghadiri Misa
menyimbolkan pengorbanan hidup paling sempurna yang
diberikan kepada orang lain; ia juga merupakan warna dari
api dan mewakili cahaya dan kehangatan dari Roh Kudus.
Yesus mencintai dunia yang Ia datangi melalui Inkarnasi. Jelaslah, Ia percaya bahwa kebenaran, keindahan,
dan kerahmatan dapat disampaikan melalui penciptaan
segala sesuatu. Dalam peribadatan Katolik, hal-hal yang
bersifat material digunakan untuk “mengejawantahkan”
realitas spiritual, “memaknai” pemberian terbesar dari
Allah yakni cinta kasih dan usaha-usaha kita sendiri untuk
menanggapinya melalui penyembahan dan penghormatan.
Bangunan gereja dan perlengkapannya, pakaian liturgi
dan elemen-elemen lainnya dari Misa bermakna bahwa
“kita semua … mencerminkan kemuliaan Allah dengan
muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu
datangnya dari Allah yang adalah Roh, maka kita diubah
menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang
semakin besar dan berbagi dengan lainnya” (2 Kor 3:18).
Menghadiri Misa : Kebersatuan Umat
Dalam sebuah reuni keluarga, sanak-saudara berkumpul bersama sehingga mereka dapat berinteraksi satu
dengan lainnya. Hal ini berbeda dengan orang-orang yang
menonton sebuah pertunjukan film di gedung bioskop, di
mana mereka berkumpul karena tempatnya nyaman dan
mungkin ongkos tiket tidak terlalu mahal sehingga film
112
Menghadiri Misa
tersebut ditonton oleh orang banyak. Dalam Misa, seperti
halnya dalam sebuah reuni keluarga, kita berkumpul
dengan anggota keluarga kita juga. Adalah suatu hal yang
pantas jika kita menyalami mereka yang hadir begitu kita
memasuki ruang gereja. (Catatan penerjemah : beberapa
keuskupan di Amerika dan juga di Indonesia memiliki
tradisi petugas tata tertib menyalami umat yang memasuki
gereja). Begitu pula, ketika kita sudah menempati tempat
duduk, sangatlah pantas jika kita meluangkan beberapa
menit guna menyapa Yesus dalam doa dan berbicara juga
dengan sahabat-sahabat surgawi kita, para malaikat dan
santo-santa yang melakukan penyembahan pula bersama
kita.
Misa dimulai dengan ritus pembuka dan diakhiri
dengan ritus penutup. Di antaranya ada dua bagian penting,
Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Semua bagian tersebut
saling berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan tunggal
penyembahan.
Ritus Pembuka
Misa dimulai ketika imam dan para pelayan misa
masuk. Prosesi biasanya didahului oleh petugas yang
membawa salib, diikuti pembawa lilin, misdinar, para
pembaca Kitab Suci dan pemazmur, prodiakon, dan imam.
Dalam misa khusus memperingati hari besar misalnya bisa
ditambahkan dengan pembawa dupa. Dupa digunakan
113
Menghadiri Misa
dalam Misa sebagai lambang penghormatan dan keinginan
kita agar doa-doa yang kita daraskan dapat naik ke hadirat
Allah seperti asap dupa. Umat biasanya berdiri dan
bersama paduan suara menyanyikan lagu pembuka yang
mengandung makna sebagai penghormatan terhadap Allah
dan sebagai ungkapan kebersatuan umat.
Salam. Imam membuat Tanda Salib dan mengundang umat untuk bergabung bersama imam. Ia kemudian
menyapa umat dengan “Tuhan bersamamu,” sebuah ekspresi biblis kuno yang berasal dari (Rut 2:4; Luk 1:28). Kita
membalas dengan “Dan bersama rohmu.” Imam, diakon,
atau pembantu awam selanjutnya memberikan pengantar
singkat mengenai Misa hari itu.
Ritus Tobat. Kemudian kita diajak untuk mengingat
dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kita, sebuah sarana
pertobatan agar kita semakin layak menyembah Allah.
Setelah hening sejenak, kita bergabung bersama imam
menyatakan pertobatan yang terdiri atas tiga doa “Tuhan
Kasihani Kami, Kristus Kasihani Kami, Tuhan Kasihani
Kami,” dan disusul dengan absolusi (Pedoman Umum
Misale Romawi memberikan catatan bahwa absolusi ini
tidak memiliki kuasa pengampunan seperti absolusi dalam
Sakramen Tobat).
Dalam masa Paskah misalnya, berkat dan percikan
air suci dilakukan pada waktu Ritus Tobat.
114
Menghadiri Misa
Kemuliaan. Selanjutnya adalah Kemuliaan, “Kemuliaan kepada Allah Bapa di Surga,” bisa dinyanyikan atau
didaraskan. Himne kuno ini, yang kalimat pembukanya
dinyanyikan oleh para malaikat pada waktu kelahiran
Kristus, telah menjadi bagian penyembahan dan pujian
sejak abad ke-6. Pada masa Adven ritus ini dihilangkan
sebagai antisipasi kegembiraan Natal. Ia juga dihilangkan
pada masa Puasa, yang merupakan masa pertobatan.
Doa Pembukaan. Imam kemudian mengajak umat
untuk berdoa. Umat hening sejenak guna memformulasikan
permohonan-permohonannya kepada Allah. Kemudian
imam menyanyikan atau mendaraskan doa pembukaan,
dinamakan demikian karena doa tersebut adalah doa bagi
umat yang berkumpul bersama dan menyatukan seluruh
intensi menjadi satu kesatuan. Kemudian umat menjawab
“Amin,” sebuah kata Ibrani yang berarti, “Ya, kami sepakat.”
Liturgi Sabda
Merupakan sapaan Tuhan kepada kita melalui Kitab
Suci. Pada saat Perjamuan Terakhir, Yesus memimpin para
murid-Nya membaca dan berdoa secara tradisi Yahudi. Ia
kemudian menjelaskan bagaimana melalui Dia perhelatan
tersebut akan senantiasa menemukan bentuk dan makna
baru dan akan berlangsung sepanjang masa. Dalam Liturgi
Sabda, Yesus berbicara kepada kita melalui Kitab Suci dan
115
Menghadiri Misa
mengundang kita untuk merenungkan maknanya bagi
kehidupan kita.
Liturgi Sabda mencakup bacaan-bacaan dari Kitab
Suci dan Mazmur Tanggapan setelah Bacaan Pertama.
Dilanjutkan dengan Pembacaan Injil yang diikuti dengan
homili. Pada hari Minggu dan hari-hari raya, Kredo
didaraskan oleh umat. Liturgi Sabda kemudian ditutup
dengan Pernyataan Iman. Saat hening setelah bacaan dan
homili sungguh memiliki makna bagi kita. Saat hening dan
jawaban-jawaban umat mengizinkan kita menghormati
Sabda Allah dan kemudian Sabda tersebut menjadi milik
kita.
Bacaan-bacaan dan Mazmur Tanggapan. Pada hari
Minggu dan hari-hari raya terdapat tiga bacaan. Bacaan
Pertama biasanya diambil dari Perjanjian Lama, dan pada
akhir bacaan lektor mengucapkan, “Demikianlah Sabda
Tuhan.” Dan umat menjawab, “Syukur kepada Allah.”
Bacaan diikuti dengan hening sejenak, kemudian Mazmur
Tanggapan. Pemazmur membaca atau menyanyikan ayatayat mazmur dan umat mengikuti dengan mengulangi ayatayat yang sama setiap kali pemazmur selesai membaca atau
menyanyikan ayat-ayat tersebut. Kemudian, Bacaan Kedua
diambil dari Perjanjian Baru. Seperti pada Bacaan Pertama
ditutup dengan kalimat, “Demikianlah Sabda Tuhan,” dan
umat menjawab, “Syukur Kepada Allah.”
116
Menghadiri Misa
Pembacaan Injil. Sesudah bacaan yang langsung
mendahului Injil, dilagukan bait pengantar Injil, yang
dapat dihilangkan jika tidak dinyanyikan. Di luar Masa
Prapaskah, bait pengantar Injil ditutup dengan kata Alleluya, yang mengandung makna “Terpujilah Allah.” Pembacaan Injil merupakan puncak dari Liturgi Sabda. Dalam
beberapa kesempatan, pada bulan Kitab Suci misalnya, sebuah Kitab Suci akan diusung pada saat perarakan imam
dan petugas liturgi memasuki gereja dan ditempatkan
di altar. Akan tetap di sana sementara sampai Kitab Suci
tersebut dipindahkan ke ambo, diiringi dengan pembawa
lilin dan dupa, yang kemudian dibaca untuk pembacaan
Injil. Sebelum dibaca Kitab Suci akan didupai oleh imam.
Injil selalu dibaca oleh imam atau diakon, yang diawali dengan permohonan kepada Allah agar melimpahkan berkat dalam mewartakan Sabda Allah. Imam
kemudian menyapa umat dengan ungkapan, “Tuhan
bersertamu,” Umat menjawab “Dan sertamu juga.” Kemudian imam atau diakon membuat tanda di dahi, bibir, dan
hati sambil berkata, “Inilah Injil Yesus Kristus menurut …”
Umat menjawab, “Dimuliakanlah Tuhan,” sambil membuat
tanda yang sama yang mengandung makna, meminta
supaya Tuhan menyentuh pikiran kita sehingga kita dapat
memahami Sabda Allah yang akan kita dengar, agar bibir
kita mampu berkata dengan hormat atas Sabda Allah, dan
hati kita mencintai Sabda Allah. Imam atau diakon dalam
kesempatan tertentu mendupai Kitab Suci. Pada peng117
Menghadiri Misa
hujung bacaan Injil, imam berkata, “Demikianlah Injil
Tuhan,” dan mencium Kitab Suci sebagai tanda hormat.
Dan umat menjawab secara aklamasi, “Terpujilah Kristus.”
Homili. Homili merupakan penjelasan (eksposisi) dari bacaan-bacaan yang hendaknya berkaitan dengan pesan
Kitab Suci kepada kehidupan sehari-hari umat atau tentang
misteri yang dirayakan pada Misa hari itu. Kebanyakan
para ahli menyarankan agar homili memiliki durasi antara sepuluh hingga lima belas menit. Persiapan untuk homili menjadi salah satu tugas paling penting dalam pelayanan
seorang imam atau diakon. Pedoman homili menyarankan
agar persiapan untuk menyusun homili kurang lebih satu
jam diselingi dengan doa.
Mutu sebuah homili tidak semata-mata bergantung
pada imam atau diakon, tetapi juga kepada umat yang
hadir. Pada saat sebelum atau sesudah Pembacaan Injil,
umat sebaiknya berdoa memohon kepada Roh Kudus agar
memberkati dan membimbing imam yang memberikan
homili. Umat hendaknya berupaya pula mendengarkan
secara aktif sebagaimana mereka berharap agar imam
yang akan memberikan homili dapat memberikan kotbah
yang baik. Sikap memperhatikan selama homili dapat
memberikan hasil yang baik, sebaliknya jika umat tidak
memperhatikan akan membuat imam yang memberikan
homili turun semangatnya. Semakin umat memperhatikan
dengan baik akan homili yang dibawakan imam hasilnya
118
Menghadiri Misa
akan semakin baik pula bagi umat dan sikap yang demikian itu akan membantu para imam yang memberikan
homili. Kebanyakan imam akan dengan senang hati
menerima komentar, saran, dan kritik positip dari umat
mengenai kotbah mereka.
Pernyataan Iman (Syahadat). Maksud pernyataan
iman atau syahadat dalam perayaan Ekaristi ialah agar
seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi Sabda
Allah yang dimaklumkan dari Alkitab dan dijelaskan
dalam homili. Gereja senantiasa mengungkapkan imannya di dalam Syahadat, yang merupakan inti dari iman
kita. Syahadat Nicea yang didaraskan pada Misa Minggu
sejatinya berasal dari pernyataan iman orang-orang
yang menerima pembaptisan di Yerusalem. Syahadat itu
diformulasikan pada tahun 325 di Gereja Konsili Nicea,
sebuah kota di utara Turki, dan formulasi syahadat tersebut
dikembangkan lebih lanjut pada Konsili Konstantinopel
pada tahun 381.
Ketika kita mendaraskan Syahadat, kita sebaiknya
mengingat bahwa ia mengandung 3 bagian yang berlandaskan pada Trinitas. Bagian pertama mengungkapkan
iman kita kepada Allah Bapa, Pencipta Alam Semesta. Bagian Kedua, menghormati Sang Putra, Yesus Kristus, yang
menjadi manusia, wafat untuk dosa-dosa kita dan bangkit
untuk mengaruniai kita kehidupan kekal. Bagian Ketiga,
mengajak kita kepada Roh Kudus, yang berbicara kepada
119
Menghadiri Misa
kita melalui Kitab Suci dan menganugerahi kita hidup di
dalam Gereja dan Sakramen-sakramen. Kata-kata penutup dalam Syahadat merupakan pernyataan kegembiraan
atas kepercayaan kita akan kebaikan Allah dan rahmat
yang akan membawa kita kepada kehidupan kekal.
Pada inti iman kita adalah kepercayaan bahwa Allah
menjadi manusia melalui Inkarnasi. Guna menggarisbawahi kepercayaan ini, umat membungkuk ketika
mengucapkan “Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan
oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia.” Dalam dua
kesempatan khususnya pesta perayaan misteri Inkarnasi —
Kabar Kepada Maria pada tanggal 25 Maret dan Natal —
umat berlutut.
Doa Umat. Bacaan, homili, dan Syahadat haruslah
menjadikan kita lebih bermakna atas kebaikan Allah dan
tanggung jawab kita terhadap sesama. Oleh karena itu, kita
menjawab dengan doa-doa yang kita panjatkan kepada
Allah untuk keselamatan kita semua. Pola doa sebagaimana
disarankan dalam Pedoman Umum Misale Romawi adalah permohonan-permohonan untuk kepentingan Gereja,
untuk pejabat pemerintah, untuk keselamatan seluruh
dunia, untuk orang-orang yang sedang menderita, dan
untuk umat setempat. Doa-doa yang berkaitan dengan
waktu, kondisi setempat dan peristiwa-peristiwa tertentu
dapat ditambahkan.
120
Menghadiri Misa
Secara singkat imam membukanya dengan mengajak
umat berdoa. Ujub-ujub yang dimaklumkan dibacakan
oleh seorang diakon atau petugas yang telah ditunjuk. Umat
menjawab setiap permohonan dengan “Tuhan kabulkanlah
doa kami.” Doa umat ditutup dengan doa yang dipanjatkan
oleh imam, dan umat menjawab, “Amin.” Umat kemudian
duduk dan menantikan Liturgi Ekaristi.
Liturgi Ekaristi
Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus mengambil roti
dan anggur, mengucap syukur dan mengubahnya menjadi
Tubuh dan Darah-Nya, yang kemudian diberikan kepada
para murid-Nya. Dalam Misa, roti dan anggur dibawa ke
altar. Dalam Doa Syukur Agung, Yesus, melalui imam,
mengucap syukur dan mengubah bahan-bahan tersebut
menjadi Tubuh dan Darah-Nya, yang kemudian kita terima.
Persiapan Persembahan. Pertama-tama altar, atau
meja Tuhan, dipersiapkan. Pelayan altar meletakkan misale,
korporale (kain putih yang dalam bahasa Latin “corpus”,
“tubuh”), purifikatorium (kain yang digunakan untuk
membersihkan piala). Pada Misa Minggu persembahan
dibawa dan diberikan kepada imam bersama dengan
roti dan anggur. Tindakan ini mengungkapkan bahwa
persembahan tersebut adalah mewakili hidup kita, yang
kita satukan dengan persembahan Yesus. Roti dan anggur
121
Menghadiri Misa
diletakkan di altar dan kolekte ditempatkan di suatu tempat
lain yang pantas di panti imam.
Pada kesempatan itu, lagu persiapan persembahan
dinyanyikan. Imam menerima roti dan anggur di
altar. Imam mengangkat patena yang berisi hosti dan
mengucapkan doa syukur kepada Allah atas karunia
roti. Selanjutnya imam menuangkan anggur ke dalam
piala dan menambahkan beberapa tetes air. Praktek ini
mungkin berasal dari jaman kuno, ketika air dicampurkan dengan anggur yang rasanya keras agar bisa diminum.
Namun di jaman sekarang pencampuran air dan anggur
mengandung makna simbolik, yaitu persatuan kita dengan
Yesus yang dinyatakan dengan doa yang didaraskan
imam dengan tanpa suara :”Sebagaimana dilambangkan
oleh percampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh
mengambil bagian dalam ke-Allah-an Kristus, yang telah
berkenan menjadi manusia seperti kami.” Kemudian
diikuti dengan pengangkatan piala disertai dengan doa
pujian kepada Allah.
Apabila lagu persembahan telah selesai, imam
mendaraskan doa pujian dengan suara lantang sambil
mengangkat patena dan piala. Umat kemudian menjawab
dengan, “Terpujilah Allah selama-lamanya.”
Dalam beberapa kesempatan imam biasanya mendupai roti dan anggur, altar, dan salib. Hal ini melambangkan penghormatan kepada benda-benda suci dan
122
Menghadiri Misa
juga keinginan agar persembahan kita berkenan “naik
sebagaimana asap dupa” dan diterima di hadirat Allah.
Diakon atau pelayan altar kemudian mendupai imam
sebagai perlambang penghormatan terhadap tugas
penggembalaan imam dan juga mendupai umat untuk
mengingatkan bahwa mereka telah dibaptis menjadi
pengikut Kristus.
Dilanjutkan dengan pembasuhan tangan imam di
samping altar. Pada masa Gereja Perdana, pembasuhan ini
memiliki tujuan praktis karena imam baru saja menerima
persembahan dari umat. Sekarang pembasuhan tangan
mengandung makna simbolik, yaitu sebagai ungkapan
kerinduan “kesucian diri seorang imam” yang didoakan
imam dalam hati, “Ya Tuhan, bersihkanlah aku seluruhnya
dari kesalahanku, dan sucikanlah aku dari dosaku.”
Doa Persembahan. Kemudian imam kembali ke
belakang altar dan mengajak umat berdoa :”Berdoalah,
Saudara-saudari supaya persembahanku dan persembahanmu berkenan pada Allah, Bapa yang maha kuasa.”
Umat menjawab, “Semoga persembahan ini diterima demi
kemuliaan Tuhan dan keselamatan kita serta seluruh
umat Allah yang kudus.” Kata-kata dalam doa tersebut
mengungkapkan landasan yang kuat mengapa kita
menghadiri Misa : 1). Untuk memuji Allah; 2). Memohon
berkat Allah untuk kita; 3). Berdoa untuk seluruh umat Allah (gereja). Imam kemudian mengucapkan Doa Persiapan
123
Menghadiri Misa
Persembahan yang pada intinya adalah memohon kepada
Allah agar memberkati persembahan dan umat yang hadir. Umat menjawab, “Amin.”
Doa Syukur Agung (DSA). Sekarang kita tiba
pada bagian yang paling khidmat dan puncak seluruh
perayaan dari Perayaan Ekaristi, Doa Syukur Agung —
doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak umat untuk
mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan
bersyukur. Dengan demikian seluruh umat yang hadir
diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan oleh imam
atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus,
dengan pengantaraan Yesus Kristus. Adapun maksud doa
ini ialah agar seluruh umat beriman menggabungkan diri
dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung
dan dalam mempersembahkan kurban (Pedoman Umum
Misale Romawi, Penerbit Nusa Indah, hal. 54).
Beberapa formula doa ini telah disetujui oleh Gereja.
Di dalamnya tercakup Doa Syukur Agung I, II, III, dan
IV, V (Rekonsiliasi I), VI (Rekonsiliasi II), VII (Berbagai
Kepentingan), VIII (Misa Bersama Anak-anak I), IX (Misa
Bersama Anak-anak II), X (Misa Bersama Anak-anak
III). Semua doa-doa ini, sebagaimana termaktub dalam
Pedoman Umum Misale Romawi, memiliki sembilan
bagian. Dengan memberikan perhatian kepada seluruh
bagian ini, partisipasi umat dalam Perayaan Ekaristi akan
menjadi lebih bermakna.
124
Menghadiri Misa
1. Ucapan Syukur, terutama dinyatakan dalam
prefasi terdiri atas beberapa variasi yang disesuaikan dengan perayaan dan penanggalan.
Prefasi dimulai dengan sebuah dialog antara
imam dan umat beriman, yang dapat dinyanyikan atau diucapkan : “Tuhan bersamamu.” “Dan
bersama rohmu.” “Marilah mengarahkan hati
kepada Tuhan.” “Sudah kami arahkan.” “Marilah
bersyukur kepada Tuhan, Allah kita.” “Sudah
layak dan sepantasnya.” Sambil merentangkan
tangan imam melagukan atau mengucapkan
prefasi, mengucap syukur kepada Allah untuk
pengampunan dan rahmat yang berkaitan dengan
perayaan atau penanggalan hari itu. Imam juga
mengajak umat untuk bergabung dengan para
malaikat dan orang kudus dalam memuji dan
menyembah Allah.
2. Aklamasi, adalah jawaban seluruh umat berpadu
dengan penghuni surga sambil bernyanyi Kudus,
Kudus, Kudus yang adalah doa yang berakar dari Perjanjian Lama (lihat Yes 6:3) dan Perjanjian
Baru (lihat Mat 21:9). Tiga pengulangan Kudus
adalah bentuk superlatif : Tuhan adalah maha
suci! Penulis-penulis jaman kuno juga memandang hal tersebut sebagai ungkapan pujian bagi
tiga Persona di dalam Trinitas. Umat ketika
mengucapkan Kudus, Kudus, Kudus sambil
125
Menghadiri Misa
berlutut, bentuk doa yang dipraktekkan oleh
Yesus sendiri (lihat Luk 22:41) dan sebuah
tindakan yang mengungkapkan kerendahhatian
(lihat Ef 3:14; Fil 2:10).
3. Epiklese. Dalam doa-doa khusus ini Gereja
memohon kuasa Roh Kudus, dan berdoa supaya
bahan persembahan yang disampaikan oleh
umat dikuduskan menjadi Tubuh dan Darah
Kristus; juga supaya kurban murni itu menjadi
sumber keselamatan bagi mereka yang akan
menyambutnya dalam komuni. Kita juga meminta kepada Roh Kudus agar menjadikan umat
bersatu di dalam Yesus Kristus.
4. Kata-kata Institusi dan Konsekrasi. Pada bagian
ini kata-kata dan tindakan Kristus sendiri di
Perjamuan Terakhir diulang. Di Perjamuan
Terakhir Kristus mempersembahkan Tubuh
dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur,
dan memberikan-Nya kepada para rasul untuk
dimakan dan diminum, lalu mengamanatkan
kepada mereka supaya merayakan misteri itu
terus menerus. Kristus sekarang mengulangi
kata-kata yang pernah diucapkan-Nya melalui
imam sehingga dengan demikian mengubah
roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya.
Imam mengajak umat beriman mengungkapkan
126
Menghadiri Misa
iman akan mukjizat yang baru saja dilakukan
Yesus :”Marilah mewartakan harapan iman kita.”
Dan umat menjawab, “Kristus telah wafat, Kristus telah bangkit, Kristus akan kembali.”
5. Anamnese. Kemudian imam mengingat kembali
Kristus yang telah menyelamatkan umat manusia
melalui sengsara dan wafat-Nya, KebangkitanNya yang mulia, serta kenaikkan-Nya ke surga.
Pada bagian ini Gereja memenuhi amanat Kristus Tuhan yang disampaikan melalui para rasul,
“Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku!”
6. Persembahan kurban Kristus adalah bagian
penting dari doa kita. Imam mempersembahkan
kepada Bapa Kurban Kalvari. Doa ini mengungkapkan orang-orang beriman dalam setiap generasi untuk mengenang dan mangabadikan peristiwa paling bersejarah di dunia : Persembahan
Kristus sendiri kepada Bapa untuk keselamatan
dunia. Dalam doa ini kita terpilih untuk
mempersembahkan diri kita dalam persatuan
dengan Kristus dan beserta seluruh anggota
Gereja yang berpartisipasi dalam Perayaan
Ekaristi.
7. Permohonan bagi seluruh anggota Gereja yakni :
paus, uskup, imam, dan seluruh anggota Gereja
di dunia. Kita juga diajak berdoa untuk mereka
127
Menghadiri Misa
yang telah meninggal dunia dan kita mengingat
kehadiran para kudus di surga yang mendoakan
kita, karena semuanya dipanggil untuk mengenyam hasil penebusan dan keselamatan yang diperoleh lewat Tubuh dan Darah Kristus.
8. Doksologi Penutup. Merupakan doa pujian
yang mengantarkan Doa Syukur Agung kepada
ungkapan Kemuliaan Tuhan. Imam mengangkat
piala dan patena dan menyanyikan atau
mendaraskan :”Dengan pengantaraan Kristus,
bersama Dia dan dalam Dia, bagi-Mu, Allah
Bapa yang maha kuasa, dalam persekutuan
dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan
sepanjang segala masa.” Umat menjawab
dengan bersemangat, “Amin.” Dengan ini umat
mengamini doksologi dan seluruh DSA.
Ketika kita mendaraskan “Amin Meriah,” kita
mengimani : seluruh kebenaran Injil, belas kasih yang tak
terbatas dari Allah, dan cinta Kristus yang menyelamatkan,
yang membebaskan kita dari kegelapan ke dalam terang
perayaan Ekaristi. Kita juga sebaiknya menyadari bahwa
kita menggemakan suara-suara orang-orang Kristen
Katolik yang — menurut Santo Yustinus pada abad kedua
— telah menyanyikan “Amin” dalam Doa Syukur Agung.
Bapa Kami. Liturgi-liturgi terdahulu mengharuskan
doa Bapa Kami. Gregorius Agung mencatat betapa baik ba128
Menghadiri Misa
gi kita mengungkapkan doa atas Tubuh dan Darah Tuhan,
yakni doa yang diajarkan Yesus sendiri kepada kita. Para
penulis jaman dahulu dan dalam Pedoman Umum Misale
Romawi menekankan bahwa dalam memohon “rezeki
sehari-hari,” kita harus mengingat roti ekaristi. Mereka juga
merujuk betapa pentingnya meminta pengampunan atas
kesalahan dan dosa-dosa kita, sehingga kita layak menerima
Komuni Kudus. Imam mengajak seluruh umat bergabung
menyanyikan atau mendaraskan Bapa Kami. Pada bagian
akhir, imam menambahkan doa kuno Bebaskan Kami,
yang mengungkapkan permintaan terakhir kepada Bapa
Kita. Umat menjawab dengan doksologi yang bisa kita
temukan di buku Didache : “Sebab Engkaulah Raja yang
mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.”
Ritus Damai. Dalam beberapa liturgi kuno,
sebagaimana bisa kita baca dalam Apologia Santo Yustinus,
salam damai dilaksanakan setelah Liturgi Sabda (lihat
juga Rm 16:16). Pada awal abad kelima, Paus Innocent
I mengharuskan dalam ritus Romawi salam damai
dilaksanakan sebelum Komuni. Hal ini sungguh sesuai
karena kita harus berdamai satu sama lain sebelum
mendekat ke Altar Tuhan (lihat Mt 5:24).
Imam mengenang kembali damai Kristus pada
Perjamuan Terakhir (Yoh 14:27) dan berdoa untuk
perdamaian dan persatuan Gereja serta seluruh dunia
(pengembangan dari Bapa Kami). Umat menjawab, “Amin.”
129
Menghadiri Misa
Kemudian imam berkata, “Damai Tuhan bersamamu,”
dan umat menjawab, “Dan bersama rohmu.” Kemudian
imam atau diakon mengajak umat saling menyatakan
Salam Damai, misalnya dengan bersalaman sambil
berkata, “Damai Kristus.” Atau dengan cara lain yang
sesuai. Pedoman Umum Misale Romawi menyatakan
bahwa cara melakukan sapaan Salam Damai dilaksanakan
sesuai dengan budaya setempat dan diformulasikan oleh
Konferensi Uskup setempat.
Pemecahan Roti. Sebagaimana kita ketahui, karena
tata gerak Kristus dalam Perjamuan Terakhir, pada zaman
para rasul seluruh Perayaan Ekaristi disebut “pemecahan
roti.” Santo Paulus memberikan perintah dalam ritus
:”Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah
persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena
kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.”
Ekaristi mempersatukan umat bukan saja dengan Yesus,
tetapi satu dengan lainnya.
Kita menyanyikan atau mendoakan Anak Domba
Allah sementara imam memecah-mecah roti ekaristi. Katakata (“Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia,
kasihanilah kami”) mengingatkan kita kepada kesaksian
Yohanes Pembaptis (lihat Yoh 1:29) dan dapat diulang-ulang
seperlunya sampai pemecahan roti selesai. Permohonan ini
ditutup dengan kata-kata, “Berilah kami damai.”
130
Menghadiri Misa
Setelah pemecahan roti, imam mengambil pecahan
hosti kecil dan memasukkannya ke dalam piala. Tradisi ini
mungkin berasal dari Roma pada abad kelima, ketika itu
paus akan mengirimkan pecahan roti ekaristi yang telah
dikonsekrasi dalam misa yang dipimpinnya, ke gerejagereja di Roma dan sekitarnya. Pecahan roti itu akan
diterima oleh imam di masing-masing gereja dan kemudian dimasukkan ke dalam piala sebagai simbol persatuan
dengan paus. Di seluruh penjuru dunia, percampuran hosti
dengan anggur yang telah dikonsekrasikan di dalam piala
mengingatkan kita akan Tubuh dan Darah Kristus, yang
terpisah pada waktu penderitaan-Nya di kayu salib, dan
kemudian dipersatukan kembali pada waktu KebangkitanNya. Ritus ini kemudian menjadi simbol kehidupan
abadi sebagaimana doa yang diucapkan imam dalam hati
:”Semoga percampuran Tubuh dan Darah Tuhan kita Yesus
Kristus ini memberikan kehidupan abadi kepada kita
semua yang akan menyambut-Nya.”
Komuni. Imam menyiapkan diri dengan berdoa
dalam hati, supaya Tubuh dan Darah Kristus yang ia sambut
sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya,
“Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang hidup, karena
taat kepada Bapa dan dalam kuasa Roh Kudus, Engkau
telah menanggung kematian untuk menghidupkan dunia.
Bebaskanlah aku dari segala kejahatan dan dosa berkat
Tubuh dan Darah-Mu yang maha kudus ini. Semoga aku
selalu setia pada perintah-perintah-Mu dan janganlah
131
Menghadiri Misa
Engkau biarkan aku terpisah dari-Mu. Ya Tuhan Yesus
Kristus, semoga Tubuh dan Darah-Mu yang akan kusambut
melindungi dan menyehatkan jiwa ragaku.” Hal yang sama
dilakukan oleh umat beriman dengan berdoa sendirisendiri dalam hati agar semakin layak menerima Tubuh
Kristus. Kemudian imam berlutut dan mengambil roti
Ekaristi, mengangkat-Nya sedikit di atas piala atau patena
dan memperlihatkannya kepada umat dan mengundang
untuk ikut makan dalam perjamuan Kristus, sambil berkata
:”Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.
Berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya.”
(lihat Yoh 1:29; Why 19:9). Umat kemudian bersama imam
mendaraskan doa yang diadaptasi dari pengakuan iman
dan kerendahan hati seorang kepala pasukan Roma, “Ya
Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi
bersabdalah saja, maka saya akan sembuh” (lihat Mat 8:8).
Sementara imam menyambut Ekaristi, lagu Komuni
dinyanyikan. Seluruh umat beriman diajak untuk
bernyanyi dengan gembira karena akan menyambut Tubuh
dan Darah Tuhan serta hasrat untuk bersatu. Begitu kita
menghampiri pelayan komuni (di Indonesia : prodiakon)
yang membagi Ekaristi, kita sebaiknya membungkuk
sedikit sebagai penghormatan terhadap Tubuh Tuhan,
kemudian menerima hosti sambil berdiri. Pelayan berkata,
“Tubuh Kristus.” Umat yang akan menyambut mengamini
dengan menjawab, “Amin.”
132
Menghadiri Misa
Kita dapat saja menerima hosti dengan lidah atau
tangan. Pada abad keempat Santo Cyrilus dari Yerusalem
mengajarkan bahwa mereka yang akan menerima Komuni
membentuk tangan mereka seperti sebuah mahkota sebagai
tanda hormat sebagaimana menerima seorang Raja. Oleh
karena itu, kita menempatkan tangan kanan kita di bawah
tangan kiri, dan menerima Komuni di telapak tangan kiri,
bergeser sedikit dan menyambutnya dengan tangan kanan
(mereka yang kidal berlaku sebaliknya).
Jika Komuni dilaksanakan dalam dua rupa (Hosti
dan Anggur), umat kemudian mendekati pelayan yang
membawa piala. Umat membungkuk sedikit, dan pelayan
menyodorkan piala sambil mengucap, “Darah Kristus.”
Dan umat menjawab, “Amin.” Sambil mencelupkan hosti
(beberapa gereja di Eropa dan Amerika umat meminum
langsung dari piala) ke dalam piala yang berisi Anggur
(Darah Kristus).
Penjelasan : Kita hendaknya tidak beranggapan
bahwa jika kita hanya menerima Hosti, kita menerima
Tubuh Kristus saja atau sebaliknya jika kita menerima
Anggur, kita hanya menerima Darah Kristus saja. Apakah
kita menerima Kristus dalam bentuk roti atau anggur, kita
menerima Kristus secara utuh (Tubuh dan Darah-Nya).
Dalam masa tertentu, menerima Komuni dalam dua rupa
sangat dianjurkan, sebagaimana yang dilakukan para
rasul pada Perjamuan Terakhir. Tentu saja bagi mereka
133
Menghadiri Misa
yang ingin menerima Komuni dalam rupa roti saja, tidak
mengurangi makna dan nilainya.
Apabila pembagian Komuni sudah selesai, imam
atau diakon dan umat meluangkan waktunya untuk berdoa
secara pribadi dalam hening. Sebuah himne, madah syukur atau lagu pujian dapat dinyanyikan pada kesempatan
tersebut atau bisa juga didoakan mazmur oleh seluruh
umat. Kemudian imam mengajak umat, “Marilah kita
berdoa,” lalu imam mengangkat tangan dan mengucapkan
Doa Sesudah Komuni yang diakhiri “Dengan perantaraan
Kristus, Tuhan kami.” Dan umat menjawab, “Amin.”
Ritus Penutup
Misa mendekati akhir dan kita bersiap untuk kembali
kepada kehidupan normal kita. Pengumuman mengenai
aktivitas gereja atau sesuatu yang penting mungkin
dibacakan oleh petugas untuk diketahui umat. Imam
dengan amat singkat dapat menandaskan amanat perayaan.
Setelah selesai, imam menyapa umat dengan berkata,
“Tuhan bersamamu,” dan umat menjawab “Dan bersama
rohmu.” Kemudian imam memberkati umat dalam nama
Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Umat membuat Tanda Salib
dan menjawab, “Amin.” Pada hari-hari dan kesempatan
tertentu, salam dan berkat imam disemarakkan dengan
berkat meriah. Setelah memberi berkat, imam atau diakon
mengutus umat dengan berkata “Saudara sekalian Perayaan
134
Menghadiri Misa
Ekaristi sudah selesai.” Umat menjawab, “Syukur kepada
Allah.” “Marilah pergi! Kita diutus.” “Amin.”
Imam dan para petugas serta seluruh umat memberi hormat kepada altar. Imam dan para pelayan lalu
meninggalkan ruang altar. Perarakan dapat diiringi nyanyian atau musik instrumental yang sesuai.
Bagi kebanyakan umat Katolik, saat setelah Misa
merupakan kesempatan yang penting untuk saling
menyapa sahabat dan anggota gereja lainnya dan juga
berbicara dengan imam. Kristus telah membawa kepada
kita kebersamaan dan kebersatuan setelah kita menerima
Dia dalam Ekaristi. Adalah sesuatu yang disarankan
mengutarakan kegembiraan atas kebersatuan umat setelah
Misa dan siap membawa cinta dan damai Kristus ke rumah
kita masing-masing dan kepada dunia.
Sama Tetapi Berbeda
Ritual Misa menyediakan sebuah kerangka bagi variasi doa, bacaan, dan tata gerak. Namun untuk mendapatkan
suatu manfaat dari setiap Misa, kita harus ingat bahwa
Misa adalah persembahan kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Yesus kepada Allah Bapa. Kita, umat beriman,
mendapatkan kesempatan khusus dalam setiap Misa untuk
menyatukan seluruh hidup kita kepada persembahan Yesus.
Dan apa yang kita bawa pada setiap Misa tidak akan pernah
sama. Harapan-harapan dan rencana-rencana kita dalam
135
Menghadiri Misa
minggu ini berbeda dengan minggu lalu. Kegagalan dan
keberhasilan, kecemasan dan impian-impian, kegembiraan
dan kesedihan kita senantiasa berubah. Semua itu kita bawa
ke dalam Misa dan kita persatukan dengan persembahan
Kristus kepada Bapa, sebagaimana Ekaristi menjadikan
kita satu dengan Yesus.
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi Dan Renungan
Dalam bab ini dibahas mengenai ritual-ritual dalam
sepak bola, konser, dan reuni keluarga dan kemudian
membandingkannya dengan Misa. Bisakah Anda menyebutkan ritual-ritual lain yang dapat dibandingkan dengan
Misa?
Robby menceritakan kepada saya bahwa ia mempersembahkan kepada Tuhan persoalan-persoalan
yang berkaitan dengan pekerjaannya ke dalam Misa seperti ketidaksetujuan dan kesalahpahaman. Ketika ia
membandingkan masalah-masalah yang dihadapinya
dengan penderitaan dan kesengsaraan Kristus — yang
dihadirkan dalam Misa — persoalan itu tampak sangat
kecil. Apakah Anda pernah mencoba menempatkan segala
aspek kehidupan ke dalam ritual Misa? Ke dalam bagian
mana Anda menempatkan kegagalan-kegagalan Anda?
Keberhasilan, ketakutan, dan harapan Anda?
Apakah Anda pernah menyadari bahwa sikap dan
tindak-tanduk Anda ketika mendengarkan homili akan
136
Menghadiri Misa
berpengaruh terhadap imam atau diakon yang memberi
homili? Apakah Anda pernah memberi ucapan terima
kasih kepada imam atas homilinya yang bagus? Apakah
Anda pernah memberi saran dan masukan kepada imam
mengenai homilinya? Apakah Anda mendoakan Imam
yang memberikan homili di parokimu?
Aktivitas
Di bawah adalah istilah-istilah teknis yang merujuk
kepada bagian-bagian dari Misa; mungkin Anda ingin
mengenal dan memahaminya. Anda dapat membuat takjub
sahabat Anda — bahkan imam paroki Anda — jika Anda
bisa fasih menjelaskan istilah-istilah tersebut.
Anaphora : Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “persembahan” (offering) dan merujuk kepada doa
yang mengarahkan hati kepada Tuhan dalam Ekaristi.
Anamnese : Merupakan istilah yang berasal dari
bahasa Yunani yang berarti mengenang atau memperingati.
Dalam Doa Syukur Agung merujuk kepada “kesengsaraan,
kematian, Kebangkitan, dan Kenaikan (ke surga) Kristus.”
Namun dalam liturgi anamnese memiliki arti yang lebih
luas dari sekadar mengingat atau memperingati, karena ia
mengandung makna “mengungkapkan iman akan Allah
yang hadir dengan segala karya Penyelamatan-Nya melalui
Yesus Kristus dalam Roh Kudus.
137
Menghadiri Misa
Epiklese : Istilah ini berasal dari bahasa Yunani
epiklesis yang berarti seruan permohonan dengan
memanggil (to invoke) Roh Kudus. Dalam bagian Doa
Syukur Agung mengundang Roh Kudus untuk mengubah
persembahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah
Kristus. Ia bagian dalam doa konsekrasi dan diucapkan
oleh imam sambil merentangkan tangan atas persembahan.
Selain itu, epiklese mencakup doa permohonan bagi yang
menerima Ekaristi semoga disucikan.
Embolisme : Kata yang berasal dari bahasa Yunani
yang bermakna “sisipan” dan merujuk kepada doa yang
disisipkan dan pengembangan dari kata-kata terakhir
dari doa Bapa Kami (bebaskanlah kami dari yang jahat).
Dengan demikian, doa ini disisipkan atau ditambahkan
pada doa Bapa Kami supaya isi permohonan mengenai
pembebasan dari kuasa jahat lebih diuraikan dan
dikembangkan. Permohonan akan pembebasan dari yang
jahat itu dihubungkan dengan permohonan damai dan
perlindungan dari berbagai cobaan dan gangguan. Seluruh
doa embolisme ini diucapkan atau dinyanyikan oleh imam.
138
Berdoa Di Dalam Misa
Bab Empat
Berdoa Di Dalam Misa
139
Berdoa Di Dalam Misa
Bab Empat Selengkapnya (hal 139-168) terdapat di dalam
buku “Mengungkap Misteri & Rahasia Misa Katolik”
dalam format “Print” yang dapat Anda peroleh di Toko
Buku Paroki Anda atau melalui alamat web :
http://www.griyabuku.net
Atau Hubungi :
Penerbit Lumen Deo
Perum Buana Cigi Regency C-11, Jl. Cijawura Girang V,
Bandung 40286
Telp : 022-8888-1147 /085722111718 / PIN 2A41056B
Fax : 022-8888-1147
Email : [email protected]
Kami memberikan Rabat sebesar 30%
bagi pembelian di atas 30 eksemplar.
Kami memberikan Rabat sebesar 20%
bagi pembelian 20 -30 eksemplar.
Kami memberikan Rabat sebesar 10%
bagi pembelian 10 -19 eksemplar.
140
Berdoa Di Dalam Misa
“We affirm that the activity most characteristic of God is
to give His blessings. But that most fitting to creation is
to give thanks, because that is the best it can offer him in
return. For when creation tries to make any other return
to God it finds that its gift already belongs to the Creator
of the universe, not to the creature offering it. Since we
now realize that to give due worship to God only one duty
is incumbent upon us, that of giving thanks, we must
carry it out in all times and in all places.”
Philo, De Plantatione
141
Berdoa Di Dalam Misa
Halaman ini sengaja dikosongkan
142
Bab Lima
Komuni Kudus
S
uster Briege McKenna tengah menjelaskan Kehadiran Nyata
kepada beberapa anak dan berkata, “Ketika engkau menerima
Komuni Kudus pertama kali, Yesus akan datang dan tinggal dalam
hatimu.” Seorang gadis kecil menanggapi sambil tersenyum lebar, “Oh,
apakah itu berarti dengan furniture dan perlengkapan lain?”
Jelas tidak ada furniture! Tetapi Yesus sungguh datang dan
tinggal dalam hati kita ketika kita menerima Komuni Kudus. Kita
sebagai orang Katolik senantiasa percaya atas Kehadiran Nyata. Iman
kita kembali kepada pribadi Yesus.
***
Ini Tubuhku, Ini Darahku
Di Perjamuan Terakhir, Yesus mengambil roti dengan tanganNya dan berkata, “Inilah Tubuhku.” Kemudian Ia mengangkat
cawan yang berisi anggur, mengucap syukur, dan berkata, “Inilah
Darahku.” Gereja Katolik mengimani bahwa Yesus mengatakan hal
yang sebenarnya.
Bagi orang Yahudi semasa Yesus, tubuh berarti pribadi (orang),
tidak jauh berbeda dengan jaman kita. Ketika Anda menunjuk diri
sendiri dengan berkata, “Ini tubuhku,” Anda sedang berkata, “Ini
saya.” Itulah yang dimaksud Yesus: “Roti ini adalah sungguh aku.”
Namun di jaman Yesus, orang-orang Yahudi memandang
darah berbeda dengan jaman kita sekarang. Bagi kita darah
adalah sebuah kata yang bersifat teknis dan berimplikasi medis.
Kita mempunyai golongan dan tekanan darah. Namun bagi orang
Yahudi, darah hanya diartikan sebagai nyawa (lihat Imamat 17:14).
143
Komuni Kudus
Bab Lima Selengkapnya (hal 169 - 196) terdapat di dalam
buku “Mengungkap Misteri & Rahasia Misa Katolik”
dalam format “Print” yang dapat Anda peroleh di Toko
Buku Paroki Anda atau melalui alamat web :
http://www.griyabuku.net
Atau Hubungi :
Penerbit Lumen Deo
Perum Buana Cigi Regency C-11, Jl. Cijawura Girang V,
Bandung 40286
Telp : 022-8888-1147 /085722111718 / PIN 2A41056B
Fax : 022-8888-1147
Email : [email protected]
Kami memberikan Rabat sebesar 30%
bagi pembelian di atas 30 eksemplar.
Kami memberikan Rabat sebesar 20%
bagi pembelian 20 -30 eksemplar.
Kami memberikan Rabat sebesar 10%
bagi pembelian 10 -19 eksemplar.
144
Komuni Kudus
“What must Mary have felt as she heard from the
mouth of Peter, John, James and other Apostles the
words spoken at the Last Supper: ‘This is my body
which is given for you’ (Lk 22:19)? The body given
up for us and made present under sacramental signs
was the same body which she had conceived in her
womb!”
John Paul II, Ecclesia de Eucharistia
145
Komuni Kudus
Halaman ini sengaja dikosongkan
146
Bab Enam
Yang Kerap Dipertanyakan
B
arangkali pertanyaan yang sering diajukan tentang
Misa adalah “Bu, pak, mengapa saya harus menghadiri
Misa?” Beruntunglah, kita telah mempunyai jawaban atas
pertanyaan itu di Bab Satu, namun jawaban itu tidak
bermakna apa-apa ketika anak-anak tersebut mengajukan
pertanyaan seperti ini : “Bu, pak, kenapa Anda menghadiri
Misa?” Seringkali jawaban yang paling baik untuk menjawab
pertanyaan mengenai Misa adalah berdasarkan pengalaman
pribadi dan setiap jawaban dapat diperkuat melalui sharing
pengalaman pribadi tersebut. Orang mungkin bisa berdebat
tentang menghadiri Misa. Apakah itu termasuk perintah
Allah atau bukan? Begitu pun untuk Misa di hari Minggu.
Namun tak seorang pun bisa berdebat tentang pengalaman
dan kesaksian pribadi Anda.
Oleh karena itu, jika anak-anak Anda bertanya,
“Mengapa saya harus menghadiri Misa?” mungkin Anda
bisa menjawab, “Mari kita diskusikan hal itu sebentar.
Namun saya akan memulai dengan membagi pengalaman
saya tentang Misa yang telah memberikan rahmat yang luar
147
Yang Kerap Dipertanyakan
biasa bagi hidup saya. Yesus telah menyentuh saya melalui
banyak cara, melalui Kitab Suci, Komuni Kudus, dan
komunitas Katolik yang tidak bisa saya bayangkan jika saya
tidak menghadiri Misa. Saya ingin kalian juga memperoleh
rahmat yang luar biasa itu juga.” Selanjutnya Anda bisa
meneruskan diskusi mengenai alasan-alasan menghadiri
Misa yang telah dijelaskan dalam Bab Satu.
***
Pertanyaan-pertanyaan pada Bab Enam ini sejatinya
merupakan “Frequently Asked Questions.” Atau Yang Kerap
Dipertanyakan. Sebagian besar ditanyakan oleh para siswa
yang belajar di Catholic Home Study Program yang saya
selenggarakan, oleh anak-anak di kelas pendidikan agama,
oleh peserta kelas pendidikan agama dewasa, dan oleh
peserta program Katekumenat.
Beberapa dari pertanyaan ini mungkin menjadi
salah satu yang akan Anda tanyakan juga. Yang lainnya
barangkali telah dipertanyakan oleh sahabat-sahabat Anda
yang ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang agama
Katolik dan Ekaristi. Mungkin juga beberapa pertanyaan
ini dilontarkan oleh mereka yang tidak menyukai agama
Katolik. Saya berharap agar jawaban-jawaban yang akan
Anda dapatkan di sini dapat berguna di setiap situasi
yang Anda hadapi, namun demikian harus diingat bahwa
148
Yang Kerap Dipertanyakan
jawaban akan lebih efektif melalui sharing pengalaman
pribadi.
P Sebagian besar gereja Protestan memasang kayu
salib, sebagai simbol, bukan Yesus disalib. Mengapa gereja
Katolik memasang Kristus yang disalib di gereja-gereja
kendati Kristus telah bangkit?
J
Betul bahwa Kristus telah bangkit, tetapi Ia telah
mengalami penderitaan yang sangat mengerikan di kayu
salib demi kita semua, dan kita tidak boleh melupakan cinta
kasih yang telah ditunjukkan Yesus dalam penderitaan itu.
Hal ini merupakan sikap Santo Paulus yang mewartakan
“Kristus disalib” (lihat 1 Kor 1:23). Ia juga menambahkan
: ”Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui
apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia
yang disalib” (1 Kor 2:2). Ia berbicara kepada orang-orang
Galatia, “Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah
dilukiskan dengan terang di depanmu?” (Gal 3:1). Orangorang Galatia tidak menyaksikan penyaliban Kristus, oleh
karena itu Paulus harus menempatkan gambaran ini di
benak mereka melalui pengajarannya atau bahkan dengan
gambar visual. Paulus mewartakan : “Tetapi aku sekali-kali
tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus
Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan
aku bagi dunia” (Gal 6:14). Menjadi jelas bagi kita bahwa
Paulus tidak menginginkan kita melupakan kematian
Kristus dan hanya memandang Kebangkitan-Nya saja.
149
Yang Kerap Dipertanyakan
Orang-orang Kristen yang keberatan dengan gambar
Yesus yang tergantung di kayu salib, ternyata tidak keberatan atas bayi Yesus di palungan pada hari Natal.
Adalah baik bagi kita untuk mengingat Kristus sebagai seorang anak kecil, kendati Ia tidak lagi sebagai anak kecil,
sebab hal ini mengingatkan kita betapa lengkapnya Ia telah
berbagi demi kemanusiaan kita. Juga baik bagi kita untuk
mengenang Kristus yang disalib. Mengingat hal ini tidak
melupakan Kebangkitan-Nya. Justru mempertegas betapa
Ia mencintai kita, sebagaimana yang diucapkan-Nya :
“Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang
yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”
(Yoh 15:13).
Salib juga mengundang kita menyatukan penderitaan kita kepada kesengsaraan Yesus. Kita semua pernah
mengalami sakit dan penderitaan yang tidak bisa kita
hindari. Salib mengingatkan kita akan sabda Yesus yang
mengharuskan kita memanggul salib setiap hari dan
mengikuti Dia (lihat Luk 9:23). Mengikuti Kristus dengan
belajar atas penderitaan-Nya memiliki nilai yang abadi.
Ketika kita menyatukan penderitaan kita dengan derita
Kristus, sesungguhnya kita menyatukan hidup kita dengan
hidup Kristus. Dalam bahasa Santo Paulus, “Aku telah
disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan
lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup
di dalam aku” (Gal 2:19).
150
Yang Kerap Dipertanyakan
Karena alasan-alasan itulah, sebelum Misa atau kapan pun, kita selayaknya mendaraskan doa agar menerima
berkat salib : “Bapa, kami menghormati salib sebagai tanda
penebusan bagi kami. Semoga kami menerima buah-buah
keselamatan yang telah ditanam melalui penderitaan
Kristus Yesus. Semoga dosa-dosa kami turut terpaku
pada kayu salib Yesus dan kami memperoleh anugerah
kuasa kehidupan sehingga kami mampu menguburkan
kecongkaan hati kami dan kelemahan kami dapat diubah
menjadi kekuatan. Semoga salib Kristus dapat menjadi
penghiburan bila kami dalam cobaan, menjadi tempat
berlabuh jika menghadapi bahaya, dan pelindung dalam
peziarahan hidup kami hingga Engkau menyambut kami
dalam rumah surgawi-Mu.”
P
Mengapa orang Katolik menyembah patungpatung. Padahal Alkitab melarang kita membuat patung.
Mengapa di gereja-gereja Katolik dipajang patung-patung
para santo-santa?
J
Orang Katolik tidak menyembah patung dan
juga tidak menyembah para santo dan santa. Melakukan
penyembahan dan adorasi adalah hal yang merujuk kepada
tindakan mengakui Tuhan sebagai Yang Terbesar. Orang
Katolik menyembah dan memuliakan Allah saja. Orang
Katolik menghormati para santo dan santa karena mereka
adalah pengikut Kristus yang sejati. Dengan demikian jika
orang Katolik memiliki patung-patung para santo dan
151
Yang Kerap Dipertanyakan
santa, hal itu sebagai tanda hormat. Hal ini tidak dilarang
menurut Alkitab, malah dianjurkan.
Allah memberi perintah kepada Musa : “Akulah Tuhan, Allahmu, jangan ada padamu allah lain di hadapanKu…” (Kel 20:2, 4). Allah melarang membuat patungpatung (yang mewakili allah-allah palsu) bukan seluruh
patung dan gambar. Keluaran 25: 18-22 menceritakan
bagaimana Allah memerintahkan Musa agar membuat
dua kerubim (pahatan malaikat-malaikat pelindung) dan
menempatkannya di atas Tabut Perjanjian. Dalam Kitab
Bilangan 21:4-9 dikatakan bahwa ketika orang-orang Israel
jatuh dalam dosa melawan Allah dan diluluh-lantakkan
oleh ular-ular berbisa yang menyerang mereka, Allah
memerintahkan Musa untuk membuat patung seekor ular
dan menempatkannya pada sebuah tiang. Semua yang
memandang patung ular tersebut akan disembuhkan.
Gambar-gambar malaikat, pohon-pohon palma dan bungabunga, dan pahatan-pahatan sapi, singa dan malaikat
ditempatkan di Kenisah Salomo di Yerusalem (lihat 1 Raj
6:23-30; 7:23-29). Kitab Suci menyatakan bahwa Allah
menyukai Kenisah dan seluruh detailnya, dan bersemayam
di Kenisah tersebut (lihat 1 Raj 8).
Allah menyukai patung-patung! Kenapa kita tidak?
Kita tidak berdoa kepada patung-patung tersebut, tetapi
kepada para santo-santa yang terwakili oleh patungpatung tersebut. Patung-patung membantu kita mengingat
152
Yang Kerap Dipertanyakan
para santo-santa, yang kita hormati dan kita undang
sebagaimana Kitab Suci memerintahkan : “Ingatlah akan
pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan
firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup
mereka dan contohlah iman mereka (Ibr 13:7). Patung
mengingatkan kita bahwa para santo-santa mengawasi
kita bagaikan “awan yang mengelilingi” kita (Ibr 12:1).
Ketika kita berdoa di dunia, mereka meneruskan doa-doa
kita bagaikan asap dupa kepada Allah di surga (lihat Why
5:8). Bila kita menyembah Allah di dunia, kita menyatukan penyembahan kita dengan lagu-lagu yang mereka
nyanyikan di surga (lihat Why 5:13). Patung santo-santa
mengingatkan kita bahwa kita adalah bagian dari sebuah
keluarga besar, persatuan para santo-santa, mereka adalah
orang-orang yang bersatu dengan Yesus di dunia dan
orang-orang yang telah meninggal dunia.
P Apa yang dimaksud dengan lilin-lilin votif yang
ditempatkan di pelbagai bagian dari gereja?
J
Penempatan lilin-lilin votif adalah suatu cara
mengungkapkan doa-doa kita dalam bentuk yang kasat
mata, yakni menunjukkan bahwa kita berkeinginan untuk
berdoa selalu (lihat Luk 18:1) dan tetap berdoa kendati
kita telah meninggalkan gereja. Lilin-lilin itu mungkin
dinyalakan di depan Sakramen Mahakudus atau di hadapan patung-patung Bunda Terberkati dan santo-santa. Jika
ditempatkan di depan patung Bunda Maria dan santo153
Yang Kerap Dipertanyakan
santa, hal itu menunjukkan kita berharap bahwa Bunda
Maria dan para santa-santo itu berdoa untuk kita. Jika
ditempatkan di hadapan Yesus di Sakramen Mahakudus, ia
melambangkan penyembahan kita kepada Yesus. Lilin-lilin
yang bernyala itu pada hakikatnya mewakili iman kita akan
Yesus Kristus, Terang Dunia (lihat Yoh 8:12), dan lilin-lilin
tersebut mengingatkan kita bahwa santo-santa dan orangorang beriman dari segala zaman telah mempercayakan
iman mereka kepada Yesus.
P Saya mendapati beberapa gereja memiliki altar di
samping panti imam dan di lorong-lorong. Mengapa altaraltar tersebut ada di sana?
J Sebelum konselebrasi menjadi praktek yang umum
setelah Konsili Vatikan Kedua, gereja-gereja dilayani oleh
banyak imam (misalnya Universitas Katolik atau seminari)
yang memiliki banyak altar sebab para imam akan
merayakan Misa harian di altar-altar tersebut. Biasanya,
mereka didampingi oleh seorang misdinar dan dihadiri
oleh kelompok kecil umat. Altar-altar itu jarang digunakan
sekarang, namun demikian altar-altar itu difungsikan
sebagai tempat suci untuk menghormati para santo-santa
atau Yesus sendiri dengan menempatkan salah satu nama
yang disandang-Nya, seperti “Kristus Sang Raja.”
P
Buletin gereja mempunyai bagian yang berisi
daftar “Intensi Misa,” dan imam mungkin mengumumkan
154
Yang Kerap Dipertanyakan
bahwa Misa yang akan dirayakan memiliki intensi khusus.
Apa maksudnya?
J Imam barangkali mempersembahkan Misa dengan
intensi khusus, misalnya agar cuaca menjadi bagus, untuk
seseorang yang masih hidup atau sudah meninggal, Katolik
atau bukan Katolik. Setiap kali imam merayakan Misa
dengan intensi khusus, atau kita berpartisipasi dalam Misa
dengan meminta intensi khusus memiliki makna bahwa
doa-doa yang kita hunjukkan adalah doa-doa yang penuh
daya dan cinta Kristus pasti akan menyentuh mereka
yang mengajukan doa-doanya melalui Misa. Hal ini telah
menjadi kebiasaan di Amerika dan di banyak tempat lainnya
memberikan sedikit persembahan untuk membantu gereja
jika meminta Misa dengan intensi khusus. Persembahan
ini atau disebut dengan stipendium (tidak diharuskan
bagi orang yang tidak mampu) menjadi bagian dari doa
seseorang, sama halnya dengan sedekah dapat dihunjukkan
kepada Tuhan sebagai doa.
Seringkali Misa dipersembahkan untuk orang-orang
yang sudah meninggal. Bahkan pada zaman Perjanjian
Lama para petinggi Yahudi berdoa untuk mereka yang
sudah meninggal dan mengirimkan donasi ke Kenisah di
Yerusalem sehingga dengan demikian pengurbanan dapat
dipersembahkan bagi mereka. Kitab Suci menghargai
praktik semacam itu sebagai yang “kudus dan saleh” (2
155
Yang Kerap Dipertanyakan
Mak 12:45), dan tidak ada pengurbanan yang lebih besar
daripada Misa.
Mengapa berdoa untuk orang mati atau mempersembahkan Misa bagi mereka? Banyak orang yang meninggal terputus hubungan dengan Allah karena dosa berat
dan tidak bisa terbebas dari akibat dosa tersebut. Orangorang seperti itu memerlukan pemurnian untuk menggapai kesucian sebagai prasyarat agar bisa berada di hadirat
Allah, dimana “tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu
yang tidak bersih” (Why 21:27).
Kita tidak bisa mengetahui siapa saja yang memerlukan api penyucian, dan karena mereka yang berada di api
penyucian di luar ruang dan waktu bumi, tidak mungkin
bagi kita mengetahui berapa lama seseorang akan berada
di sana. Allah tidak dibatasi oleh waktu dan Allah bisa
menggunakan doa-doa yang kita daraskan sepanjang
hidup kita dan menggunakannya untuk keperluan orangorang yang kita cintai pada waktu mereka meninggal. Kita
bisa berdoa dan mempersembahkan Misa bagi orangorang yang kita cintai yang sudah meninggal sepanjang
kita menghendaki. Jika orang yang kita doakan ternyata
sudah berada di surga, kita dapat memastikan bahwa Allah
akan menggunakan doa-doa kita itu bagi orang lain yang
memerlukannya.
Jika Misa-misa dipersembahkan bagi seseorang
yang masih hidup di bumi, kegunaannya akan bergantung
156
Yang Kerap Dipertanyakan
kepada seberapa besar orang itu mau menerima rahmat
Allah. Kita melakukan bagian kita dengan berdoa dan
mempersembahkan Misa, dan kemudian menyerahkan
semuanya kepada keputusan Allah.
P
Teman saya mengatakan bahwa kita tidak
memerlukan lagi sakramen pertobatan sebab ritus tobat
pada waktu awal Misa memiliki fungsi yang sama dengan
pengakuan dosa. Apakah itu benar?
J Pedoman Umum dari Misale Romawi mengingat-
kan bahwa ritus tobat tidak bisa disamakan dengan
sakramen tobat. Katekismus Gereja Katolik menyatakan
bahwa kita harus mengakukan dosa-dosa berat kita melalui
sakramen pertobatan. Seseorang yang sadar memiliki
dosa berat harus menerima sakramen pertobatan sebelum
menerima Komuni kecuali memiliki alasan sangat kuat
sehingga bisa menerima Komuni dan kalau tidak mungkin baginya untuk mengakukan dosa (KGK 1456-57).
Permasalah yang sesungguhnya adalah bukan seberapa
sering kita harus mengaku dosa, tetapi seberapa kerap kita
mesti berjumpa dengan Kristus dalam sakramen yang
indah ini dan menerima rahmat khusus.
P
Nenek saya berbicara mengenai “Kewajiban
Paskah.” Apa maksudnya?
J
Kewajiban Paskah merujuk kepada keharusan
umat Katolik menerima Komuni sekurangnya pada
masa Paskah. Hal ini merupakan perintah ketiga Gereja
157
Yang Kerap Dipertanyakan
menurut Katekismus Gereja Katolik (KGK 2042; Kanon,
920). Di Amerika Serikat waktu untuk melaksanakan
kewajiban Paskah telah diperpanjang dimulai pada Minggu
Pertama Prapaskah sampai dengan Minggu Pertama
setelah Pentakosta. Karena umat Katolik berkewajiban
mengakukan dosa-dosa berat mereka sebelum menerima
Komuni Kudus, kewajiban Paskah termasuk di dalamnya
mengaku dosa bagi penyandang dosa berat (KGK 1457;
2042; Kanon 989). Jelaslah, hukum-hukum ini diciptakan
dengan standard minimal sehingga dapat dijalankan oleh
umat Katolik. Kita sebaiknya menerima Komuni sesering
mungkin dan mengaku dosa sekerap mungkin. (Kanon
lengkap dapat dijumpai di http://www.vatican.va/archive/
ENG1104/_INDEX.HTM).
P Bolehkah orang-orang Katolik Roma mengahadiri
Misa Katolik Ritus Timur dan menerima Komuni dalam
Misa tersebut?
J
Gereja-gereja Katolik Ritus Timur dalam
kebersatuan dengan Roma mempunyai kredo dan tujuh
sakramen sama seperti Gereja Katolik Roma. Mereka
mengakui otoritas paus sebagaimana kita. Mereka memiliki
tradisi Kekristenan sendiri, dengan warisan budaya yang
berbeda dengan kita. Mereka memiliki ritus-ritus yang
berbeda dalam merayakan Misa dan sakramen-sakramen.
Pendupaan, arak-arakan, dan nyanyian lebih kerap jika
dibandingkan dengan ritus Latin, dengan bahasa yang
158
Yang Kerap Dipertanyakan
juga berbeda. Kita diperbolehkan pergi ke Gereja-gereja
Ritus Timur untuk menerima sakramen pengakuan atau
menghadiri Misa di sana, sebab gereja-gereja tersebut
sungguh Katolik sebagaimana gereja kita. Namun
demikian, anak-anak sebaiknya dibaptis menurut ritus
orang tuanya. Orang-orang dewasa boleh berpindah ke
ritus lainnya hanya dengan seizin Bapa Suci atau jika kawin
dengan seseorang yang memiliki ritus lain.
Gereja-gereja Katolik Ritus Timur dalam kebersatuan
dengan Roma dibagi menjadi lima ritus yang mencakup
dua puluh satu divisi gereja atau yurisdiksi di berbagai
negara atau wilayah : ritus Alexandria (Koptik, Ethiopia);
ritus Antiokia (Malankar, Maronit, Syria); ritus Armenia
(Armenia); ritus Bizantin (Albania, Belarusia, Bulgaria,
Kroasia, Yunani, Hongaria, Italo-Albania, Melkit, Romania,
Rusia, Ruthenia, Slovakia, Ukraina); ritus Kaldean
(Kaldean, Syro-Malabar).
Gereja-gereja Katolik Ritus Timur harus dibedakan
dengan gereja-gereja Ortodoks Timur, yang telah memisahkan diri dari Roma dan tidak mengakui otoritas paus.
Gereja-gereja Ortodoks mempunyai sistem sakramental
dan pentahbisan imam sendiri dan Kanon Katolik menyatakan penganut Katolik Ortodoks yang memohon
sakramen-sakramen di gereja-gereja Katolik Roma dapat
diterima (Kanon 844). Mengingat kebersatuan pelayanan
dan sakramen di antara gereja-gereja Katolik dan Ortodoks
159
Yang Kerap Dipertanyakan
Timur, penganut Katolik jika mendesak dapat menerima
sakramen di gereja-gereja Ortodoks Timur. Sebelum
melakukan hal tersebut, penganut Katolik sebaiknya
berkonsultasi dengan imam dari gereja Ortodoks. Hukum
gereja Katolik mengizinkan penganut Katolik untuk
menerima sakramen-sakramen di gereja Ortodoks, tetapi
hal ini mungkin tidak diperbolehkan oleh umat gereja
Ortodoks tertentu. Jika diperbolehkan, penganut Katolik
harus mengikuti aturan-aturan gereja Ortodoks seperti
puasa dan tata cara menerima Komuni.
P
Bagaimana cara menetapkan tanggal perayaan
Paskah?
J Hari Paskah mengingatkan kita pada Kebangkitan
Kristus pada hari ketiga setelah penyaliban-Nya, yang
terjadi pada atau mendekati Hari Paskah Yahudi, hari
keempat belas pada bulan Nisan, menurut Penanggalan
Yahudi. Selama berabad-abad, tidak ada kesepakatan
tentang bagaimana menetapkan perayaan Paskah, karena
kerumitan mengubah sistem penanggalan bulan Yahudi
ke sistem penanggalan matahari yang kita pakai saat ini.
Konsili Nicea tahun 325 menetapkan Paskah jatuh pada
hari Minggu mengikuti bulan penuh pertama setelah titik
Musim Semi Matahari ketika kita mempunyai satu hari siang
dua belas jam dan malam hari dua belas jam (Maret tgl 20).
Setelah tanggal ini, siang lebih panjang ketimbang malam
hari, hal ini memperkuat fakta bahwa Kristus yang bangkit
160
Yang Kerap Dipertanyakan
adalah Cahaya Dunia. Hari Raya Paskah bisa jatuh antara
tanggal 22 Maret s/d 25 April. Alasan hal ini ditetapkan
menurut sebuah pola musim ketimbang menurut tanggal
tertentu karena untuk meyakinkan bahwa perayaan Paskah
pasti jatuh pada hari Minggu, hari ketika Kristus bangkit
dari mati. (Catatan : Pembaca yang berminat atas “Rumus
Penetapan Hari Paskah” dapat mendownload secara gratis
di http://www.griyabuku.net melalui menu Download).
P Saya mendapat informasi bahwa menurut hukum
Gereja hanya kaum lelaki yang diperbolehkan menjadi
misdinar di gereja. Tetapi di paroki saya kaum perempuan diizinkan menjadi misdinar di gereja. Apakah ini
diperbolehkan?
J
Konferensi Para Uskup Amerika Serikat tahun
1994 menghasilkan keputusan sebagai berikut : Kendati
pelayanan misdinar dilembagakan untuk laki-laki, uskup
diosesan boleh memberi izin untuk kepentingan liturgi,
pelayanan misdinar dijalankan baik oleh laki-laki maupun
perempuan, anak laki-laki dan perempuan. Kendati hanya
laki-laki yang secara resmi ditugaskan sebagai pelayan
gereja, perempuan dan anak perempuan diizinkan oleh
uskup untuk menjadi pelayan liturgi, termasuk misdinar.
Praktek ini pun sudah dijalankan di banyak negara,
termasuk di Indonesia, di mana anak-anak perempuan
diizinkan menjadi misdinar mendampingi imam.
161
Yang Kerap Dipertanyakan
P Karena umat Katolik melaksanakan Hari Tuhan
pada hari Minggu, bagaimana kita dapat memenuhi
kewajiban kita pada hari Sabtu Sore?
J Di masa awal Gereja, perayaan pesta besar yang
jatuh pada hari-hari biasa dan hari-hari Minggu dimulai
pada malam sebelum hari raya atau hari Minggu. Praktik
ini masih berlangsung hingga sekarang. Pada Ibadat Harian,
Ibadat Sabtu Sore disebut dengan Ibadat Sore Pertama dari
hari Minggu. Dengan demikian ketika Gereja mengizinkan Misa Minggu dilaksanakan pada Sabtu Sore, hal ini
sejatinya kembali kepada tradisi kuno. Alasan praktisnya
juga ada. Banyak umat yang terpaksa tidak bisa mengikuti
Misa pada hari Minggu karena tuntutan pekerjaan, seperti
polisi, pemadam kebakaran, petugas medis, dan lainlain. Misa Sabtu Sore dapat menggantikan pemenuhan
kewajiban Misa Minggu.
P Sangat sulit untuk mengikuti perayaan Ekaristi
di paroki saya dengan khidmat. Salah satu imam, kalau
memimpin Misa terburu-buru, dan imam lainnya berbicara
dengan logat yang susah untuk dimengerti. Tidak ada imam
yang pandai berkotbah. Bagaimana saya bisa mendapatkan
sesuatu dari kondisi Misa yang demikian itu?
J
Memang agak susah kalau berkaitan dengan
permasalahan hambatan bahasa. Dan lebih buruk lagi
kalau imam tidak bisa memimpin Misa dengan khidmat.
Namun demikian, kendati para imam tersebut banyak
162
Yang Kerap Dipertanyakan
kekurangannya, Kristus tetap hadir di sana. Ibu Teresa
pernah berkata bahwa Yesus secara “tersembunyi” terdapat
pada orang-orang sedang sekarat karena penyakit kusta di
Kalkuta “dalam situasi yang paling tidak nyaman.” Saya
kurang sependapat. Saya percaya bahwa kami, para imam,
adalah Kristus “tersembunyi’ yang paling tidak nyaman,
jika kami tidak bisa melaksanakan sakramen-sakramen
dengan seluruh hati dan jiwa kami. Kendati demikian, Yesus
melengkapi kekurangan para imam. Yesus mendirikan
gereja-Nya sedemikian rupa dan menganugerahkan
rahmat-Nya kepada imam kendati banyak kelemahannya.
Yesus berbicara melalui bacaan-bacaan Kitab Suci. Yesus
hadir di dalam kepenuhan cinta para sahabat dan keluarga
di gereja. Yesus mengubah roti dan anggur menjadi diriNya dan masuk ke dalam hati melalui Komuni Kudus. Akan
jauh lebih baik jika setiap imam bisa meniru perkataan dan
tindakan Yesus, kendati ketika para imam gagal, Yesus tetap
sama — dulu, sekarang, dan selamanya (lihat Ibr 13:8).
Adalah fakta bahwa umat kadang kala dibimbing untuk
berpusat pada realita kehadiran Kristus ketika imam tidak
memberi inspirasi. Mereka mulai menyadari bahwa Kristus
adalah satu-satunya Penyelamat. Kelemahan-kelemahan
yang ada pada para imam, jelas merupakan sesuatu yang
tidak ideal, namun mereka dapat membantu kita lebih
bergantung pada Kristus dan mengikis ketergantungan
kita kepada manusia.
163
Yang Kerap Dipertanyakan
P Seharusnya kita berpuasa satu jam sebelum Misa
dimulai atau satu jam sebelum kita menerima Komuni?
J Hukum Gereja menyatakan bahwa seseorang berpu-
asa dari makan dan minum sekurangnya satu jam sebelum
menerima komuni, kecuali untuk air dan obat (Kanon
919). Aturan ini, kendati sangat minimal, memberikan
kesempatan kepada kita untuk mengantisipasi dan
mempersiapkan diri untuk “mendapat anugerah istimewa”
yakni menerima Yesus dalam Komuni Kudus.
P
Saya memimpin paduan suara di paroki saya,
karena tuntutan tugas terkadang saya harus mengikuti
Misa dua kali pada hari Minggu. Bolehkah saya menerima
Komuni dua kali dalam satu hari?
J Ya, Anda boleh. Seseorang yang telah menerima
Komuni diperbolehkan untuk menerima Komuni kedua
pada hari yang sama, tetapi dalam Misa yang sepenuhnya
diikutinya (Kanon 917). Seseorang tidak diperkenankan
masuk ke dalam Misa pada waktu pembagian Komuni,
hanya untuk menerima Komuni keduanya, kecuali ia
mengikuti Misa secara menyeluruh. Tetapi, jika menjelang
ajal seseorang dapat menerima Komuni dua kali, di luar
Misa (Kanon 921 §2).
P Ibu saya terkena penyakit Alzheimer. Ia sejatinya
orang yang sangat saleh dan pernah mengajar pendidikan
agama untuk kelas anak-anak beberapa tahun lalu. Tetapi
164
Yang Kerap Dipertanyakan
sekarang ia sepertinya tidak mengenal bahkan anggota
keluarganya. Apakah saya diharuskan membawa ibu saya
ke perayaan Ekaristi pada hari Minggu? Ia bisa tenang di
dalam gereja dan menelan hosti seperti seharusnya, namun
saya menduga ia tidak menyadari apa yang terjadi.
J
Menentukan apakah seseorang dengan penyakit
Alzheimer harus menerima Komuni adalah sangat sulit.
Namun demikian, hanya Tuhan yang sungguh mengetahui
apa yang terjadi pada kesadaran yang paling dalam pada
ibu Anda. Namun jika mengikuti Misa akan membuat ibu
Anda menjadi tenang dan jika menerima Komuni serta
bisa menelan hosti dengan benar, sangat mungkin untuk
membawa ibu Anda ke Perayaan Ekaristi dan menerima
Komuni. Dalam Misa itu mungkin komunikasi antar
pribadi terjadi, yakni Yesus dengan ibu Anda. Hal ini
sungguh merupakan rahmat dan berkat bagi ibu Anda,
kendati ia tidak mengerti sepenuhnya. Fakta bahwa ibu
Anda adalah seorang penganut Katolik yang saleh dan
pernah mengajar pendidikan agama akan menjadi alasan
yang kuat bagi ibu Anda untuk menerima Komuni.
Kendati demikian, saya tidak menganjurkan Anda
harus membawa ibu Anda mengikuti Misa jika itu sulit bagi
Anda. Ia diizinkan untuk tidak menunaikan kewajiban
mengikuti Misa karena alasan sakit. Pilihan ada pada Anda,
dan Anda sebaiknya membuat keputusan dan menyadari
bahwa Tuhan akan menghormati pilihan Anda. Anda bisa
165
Yang Kerap Dipertanyakan
membawa ibu Anda ke gereja dan menerima Komuni, tetapi
Anda tidak berkewajiban untuk melakukan hal itu.
P
Mengapa Gereja Katolik tidak selalu menyelenggarakan Komuni dalam rupa roti dan anggur? Di lain
pihak, jika satu rupa cukup, mengapa harus dua?
J
Ada dua isu menyangkut penerimaan Komuni
Kudus. Pertama adalah Kehadiran Nyata Yesus. Gereja
percaya bahwa roti dan anggur berubah menjadi Kristus
dan orang yang menerima hosti atau anggur menerima
keseluruhan Kristus. Jika kita menerima Kristus dalam
rupa roti, kita menerima keseluruhan Kristus. Bila
kita menerima Kristus hanya dalam rupa anggur, kita
menerima keseluruhan Kristus. Isu kedua menyangkut
apa yang dilakukan Yesus pada Perjamuan Terakhir ketika
Ia memberikan Komuni kepada para murid-Nya, imamimam pertama-Nya, dalam rupa roti dan anggur. Gereja
mengajarkan bahwa imam harus mengikuti apa yang
telah dilakukan oleh para rasul, menerima dua rupa, tetapi
bahwa Komuni harus dalam rupa roti dan anggur adalah
opsi untuk yang lainnya. Dewasa ini tidak mungkin atau
sangat tidak disarankan umat meminum dari cawan yang
sama sebab jumlah umat yang mengikuti Misa sangat
banyak atau karena bahaya penyakit. Oleh karena itu,
Gereja mengizinkan penerimaan Komuni dalam dua rupa
jika situasi memungkinkan; penerima Komuni kemudian
bisa memilih menerima dalam dua rupa atau tidak.
166
Yang Kerap Dipertanyakan
P
Bukankah Gereja Katolik melanggar hukum
dengan memberikan minuman keras, anggur, kepada
anak-anak?
J Praktek ini tidak melanggar hukum, sebab hukum
sipil membolehkan untuk kepentingan agama jika orang
tua mengizinkan untuk diberikan kepada anak-anak.
P Mengapa orang bukan Katolik tidak dapat mene-
rima Komuni pada pesta perkawinan, penguburan, dan
perayaan Misa?
J
Gereja Katolik memandang Komuni sebagai
sebuah pertanda bahwa penerima Komuni menerima
ajaran Gereja. Yustinus Martir, misalnya, menulis pada
tahun 150 : “Tidak seorang pun berbagi Ekaristi dengan
kita kecuali ia percaya bahawa apa yang kita ajarkan adalah
benar… dan kecuali ia hidup menurut prinsip-prinsip yang
telah diberikan Kristus kepada kita. Namun demikian,
Gereja Katolik membolehkan orang yang dibaptis bukan
dari Gereja Katolik menerima Komuni Kudus, sakramen
untuk orang sakit, dan sakramen pengakuan jika dalam
bahaya kematian dan karena keperluan yang mendesak.
Pedoman Pelaksanaan Prinsip-prinsip dan Norma-norma
Ekumenisme (paragraf 130-131) mencantumkan empat
kondisi bagi penerima sakramen yang tidak dibaptis
secara Katolik : karena mengalami kesulitan mereka
tidak mungkin pergi ke gembala gereja mereka, meminta
sakramen atas inisiatif mereka sendiri, mengakui iman
167
Yang Kerap Dipertanyakan
Katolik di dalam sakramen, dan memperlakukan sakramen
sebagaimana mestinya. Pada umumnya, uskup-uskup di
Amerika Serikat termasuk Indonesia menafsirkan petunjuk
penerimaan Komuni (dapat menerima Komuni Kudus)
sebagai berikut : dibaptis di luar Gereja Katolik yang percaya
pada Kehadiran Nyata (Real Presence), memenuhi empat
persyaratan yang telah disebut di muka, karena mendekati
ajal dan alasan mendesak lainnya (penganiayaan, hukuman
penjara) dan mereka tidak memiliki akses ke gereja mereka
sendiri. Pedoman Pelaksanaan Prinsip-prinsip dan Normanorma Ekumenisme (paragraf 132) menyatakan bahwa
umat Katolik tidak diperkenankan menerima komuni di
gereja-gereja Protestan dan gereja-gereja lainnya karena :
tanpa keimaman sejati, tidak tercipta kebersatuan iman,
dan penerimaan komuni hanya sebagai simbol Kristus,
bukan Kehadiran Nyata Kristus.
P Yesus tidak pernah menolak orang yang percaya.
Mengapa Gereja Katolik tidak menerima setiap orang dan
mengizinkan semua orang menerima Komuni Kudus?
J Adalah benar bahwa Yesus “tidak pernah menolak
orang yang percaya.” Tetapi Ia tidak menerima pengikut
yang memilih percaya hanya karena sakadar mau. Dalam
Yohanes 6, kita melihat bahwa Yesus mengharapkan orang
percaya atas apa yang Ia ucapkan, tidak peduli betapa
sulitnya untuk melaksanakannya. Ketika banyak orang
tidak menerima kebenaran penuh yang Ia ucapkan, Yesus
168
Yang Kerap Dipertanyakan
mempersilahkan mereka pergi. Ia tidak “meralat” ajaranNya tentang Ekaristi. Yesus sangat tegas menuntut kesetiaan
kepada kebenaran yang telah Ia ajarkan. Ia menegakkan
kekudusan dan kelanggengan perkawinan kepada orangorang yang menganggap bahwa perceraian itu mudah (lihat
Mk 10:1-12). Ia mewartakan realitas kehidupan kekal dan
membuat malu mereka yang berpendapat bahwa ajaranNya tidak wajar dan naif (lihat Mk 12:18-27). Ia menegur
orang-orang yang menolak untuk percaya (lihat Mat 11:2024) dan mereka yang keras hati atas Yesus (lihat Mat 23). Ia
berharap para pengikut-Nya memiliki standar bagi anggota
Gereja dan Ia mengatakan siapa pun yang melanggar akan
dikeluarkan :”…jika ia tidak mau mendengarkan Gereja,
pandanglah dia sebagai orang yang tidak mengenal Allah
atau seorang pemungut cukai” (Mat 18:17).
Hal ini sepertinya keras, namun Yesus tidak
menganggap kebenaran sebagai sesuatu yang ringan.
Yesus berharap Gereja menjadi benteng kebenaran. Ketika
Gereja menetapkan bahwa penerima komuni harus
menerima kebenaran penuh Kristus berkenaan dengan
Ekaristi sebagaimana yang diajarkan Gereja, begitulah cara
mengimani Kristus.
Sampai hari ini masih dipersoalkan tentang bagaimana seharusnya menafsirkan syarat-syarat memperlakukan mereka yang bukan Katolik dalam menerima
Komuni. Kita harus menyadari bahwa permasalahan di
169
Yang Kerap Dipertanyakan
atas masih ada, kita tidak dibenarkan menganggap enteng
ihwal tersebut. Orang-orang Katolik yang bekerjasama di
dalam aborsi akan berdosa besar atas sakrilegi jika mereka
menerima Komuni Kudus tanpa melakukan pertobatan
terlebih dahulu. Apakah para pelaku aborsi yang bukan
beragama Katolik diizinkan menerima Komuni Kudus
jika mereka mengaku “sesuai hati nurani” dan sesuai
persyaratan untuk menerima Komuni? Tentu saja tidak!
Perbedaan-perbedaan dalam hal doktrin dan
standar-standar moral sungguh penting. Gereja tidak
bisa meninggalkan keyakinannya dalam sakramensakramen atau komitmen terhadap anti-aborsi. Setiap
diskusi antar komunitas yang menafikan isu-isu di atas
akan menghasilkan kebingungan. Jalan menuju persatuan
penuh akan lama dan sulit, kendati demikian jalan itulah
yang harus kita lalui dengan penuh keberanian, kesetiaan
terhadap kebenaran, dan cinta kasih. Apa yang diharapkan
Yesus tidak kurang dari semua itu.
Akhirnya, sesungguhnya Gereja Katolik tidak
menolak orang percaya mana pun. Dikatakan : “Inilah yang
kita imani. Jika Anda memilih untuk percaya dan menjadi
bagian dari kita, anggota dari keluarga beriman, Anda
diundang untuk ikut dalam perjamuan keluarga, Ekaristi.
Jika Anda memilih untuk tidak percaya iman kami, kami
pun menghargai Anda, kendati kami tidak sependapat
dengan Anda. Kami menghargai hak Anda untuk berbagi
170
Yang Kerap Dipertanyakan
dalam perjamuan keluarga Anda, namun kami minta Anda
juga harus menghargai iman kami tentang perjamuan
keluarga kami.”
P
Teman sekerja saya menuduh bahwa jika kita
sebagai orang Katolik sungguh percaya apa yang kita santap
adalah Tubuh dan Darah Kristus berarti kita bersalah
karena kanibalisme. Bagaimana saya menjawab dia?
J Kita harus mencatat bahwa orang yang menuduh
demikian terhadap iman Katolik dapat dipastikan
sebagai orang yang tidak bersahabat. Orang-orang tak
beragama menyerang orang-orang Kristen Perdana sebagai
kanibalisme. Penulis-penulis Gereja Perdana seperti
Tertulian harus menangkis tuduhan semacam itu. Namun
demikian, hal ini justru membuktikan dua hal. Pertama,
iman akan Kehadiran Nyata Kristus sudah ada di jaman
Gereja Perdana, mengingat “perjamuan kenangan” yang
sederhana tidak akan menimbulkan fitnah seperti itu.
Kedua, mereka yang dewasa ini menyerang agama Katolik
sebagai “kanibalisme” menyejajarkan diri dengan orangorang yang tidak beragama di jaman Kekristenan awal!
Dari sudut pandang lain, orang-orang yang menyerang
agama Katolik karena percaya akan Kehadiran Nyata harus
bisa menerangkan perikop-perikop seperti Yohanes 6:53:
“Sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak
Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai
hidup di dalam dirimu.” Yesus meminta kita makan daging171
Yang Kerap Dipertanyakan
Nya dan minum darah-Nya.” Seperti telah dijelaskan
pada Bab Lima, bagi orang-orang Yahudi “daging” atau
“tubuh” memiliki makna orang sedangkan “darah” berarti
kehidupan, dengan demikian Yesus sedang berkata bahwa
kita harus menerima Dia. Jelas hal ini bukan kanibalisme.
Kanibalisme merujuk kepada tindakan membunuh sesama
mahluk hidup dan memakannya sehingga daging dan
darah mereka terserap kepada yang memakannya. Kristus
tidak dibunuh ketika diterima dalam Komuni sebab tubuhNya telah dimuliakan. Kristus tidak merasuk ke dalam kita
pada Komuni, tetapi bersatu dengan kita, dan kita bersatu
dalam Kristus. Yesus berkata di Yohanes 6:56 : “Barangsiapa
makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di
dalam Aku dan Aku di dalam dia.”
P
Bagaimana caranya agar saya mendapatkan
sesuatu yang lebih dalam Misa? Bagaimana caranya agar
Misa memiliki makna yang penuh bagi kehidupan saya
sehari-hari?
J Saya menulis lima bab pertama untuk membantu
menjawab pertanyaan pertama. Sedangkan pada bab
akhir menjawab pertanyaan kedua. Menulis buku ini
sesungguhnya membantu saya merefleksikan jawabanjawaban bagi dua pertanyaan di atas.
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan
Pertanyaan-pertanyaan mana pada bab enam ini
172
Yang Kerap Dipertanyakan
yang akan Anda ajukan atau yang masih membuat Anda
penasaran? Bagaimana Anda memperbaiki jawabanjawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apakah
Anda tidak setuju dengan jawaban-jawaban pada bab
enam ini? Jika ya, bagaimana jawaban Anda? Pertanyaanpertanyaan lain mana yang Anda miliki mengenai Misa?
Aktivitas
Renungkan kalimat dari paragraf pertama pada bab
enam ini : “Seringkali jawaban yang paling baik untuk
menjawab pertanyaan mengenai Misa adalah berdasarkan
pengalaman pribadi dan setiap jawaban dapat diperkuat
melalui sharing pengalaman pribadi tersebut. Pelajari
masing-masing pertanyaan tersebut dan renungkan
bagaimana Anda mengaitkan pengalaman pribadi Anda
dengan masing-masing jawaban.
Mintalah kepada Roh Kudus untuk membuka
pikiran dan hati Anda untuk memahami arti Misa secara
penuh dan untuk membantu Anda menjawab dengan kasih
dan bijak atas setiap pertanyaan yang dialamatkan kepada
Anda tentang Ekaristi.
173
Yang Kerap Dipertanyakan
“What must Mary have felt as she heard
from the mouth of Peter, John, James and other
Apostles the words spoken at the Last Supper:
‘This is my body which is given for you’ (Lk 22:19)?
The body given up for us and made present under
sacramental signs was the same body which she
had conceived in her womb!”
John Paul II,
Ecclesia de Eucharistia
174
Bab Tujuh
Spiritualitas Ekaristi
S
eorang Uskup Irlandia membacakan pantun berikut
ketika sedang memberikan homili : “Paddy Murphy pergi
ke Misa pada hari Minggu dan tidak pernah sekali pun
mangkir. Namun demikian, Paddy Murphy masuk neraka
lantas apa yang ia lakukan pada hari Senin hingga Sabtu?”
Ada pelajaran penting yang bisa kita petik dari pantun
ini, bahwa hidup kita hendaknya selaras dengan ibadah kita.
Kata Misa, seperti telah kita ketahui, berasal dari bentuk
pembubaran dalam bahasa Latin, “Ite, Missa est.”
***
Ekaristi, menurut Katekismus Gereja Katolik
dinamakan “Misa Kudus, karena liturgi, di mana misteri
keselamatan dirayakan, berakhir dengan pengutusan umat
beriman (missio), supaya mereka melaksanakan kehendak
Allah dalam kehidupan sehari-hari” (KGK 1332).
“Saudara sekalian, Perayaan Ekaristi
sudah selesai.”
175
Spiritualitas Ekaristi
“Syukur kepada Allah.”
“Marilah pergi! Kita diutus.”
“Amin.”
Kita meninggalkan gedung gereja setelah Misa untuk
pergi dan diutus serta hidup di dalam Misa. Inilah yang
dinamakan “Spiritualitas Ekaristi.”
Hidup Di Dalam Misa
Kata spiritualitas memiliki banyak arti. Untuk
memahami arti yang sebenarnya, kita sebaiknya merujuk
kepada Misa sebagaimana dijelaskan menurut Katekismus
dalam paragraf sebagai berikut :
Ekaristi adalah “sumber dan puncak
seluruh hidup kristiani” (Lumen Gentium
11). “Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua pelayanan gerejani
serta karya kerasulan, berhubungan
erat dengan Ekaristi suci dan terarah
kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci
tercakuplah seluruh kekayaan rohani
Gereja, yakni Kristus sendiri, Paskah kita”
(Presbyterorum Ordinis, 5) (KGK 1324).
Spiritualitas adalah hidup rohani, yakni hidup
di dalam Tuhan, bersama Tuhan, dan untuk Tuhan.
Spiritualitas dimulai dengan kesadaran bahwa dunia kita
176
Spiritualitas Ekaristi
yang terdiri atas hal-hal material tidak bisa membatasi
eksistensi kita. “Kebenaran yang sesungguhnya,” tanpa
awal dan akhir, adalah Allah, yang menjadi diri-Nya sendiri
: “AKU ADALAH AKU” (Kel 3:14). Sepanjang kita turut
ambil bagian di dalam hidup Allah dan bersatu dengan
cinta Bapa, Putra, dan Roh Kudus, hidup kita menjangkau
keluar batas ruang dan waktu. Ia mengalahkan kelemahan
dan usia kita. Ia mencapai cakrawala yang tidak pernah
berakhir sebab ia bersinar bersama Allah, cahaya abadi.
Sebagian manusia cenderung hidup seakan-akan hal
meteri adalah sebagai satu-satunya realitas. Konsepsi yang
keliru ini diperkuat oleh dunia periklanan yang karena
alasan tertentu, menitik beratkan pada apa yang bisa dijual
dan dibeli. Dunia materi adalah nyata. Dan itu sejatinya
baik. Hal tersebut ditegaskan oleh Allah. “Maka Allah
melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik”
(Kej 1:31). Namun demikian materi adalah sesuatu yang
terbatas. Kebaikan dari keberadaan hal-hal materi dan
tubuh manusia mengalir dari sumbernya, Kebaikan yang
tidak terbatas, Allah Maha Kuasa. Materi diciptakan oleh
kebijaksanaan dan kekuatan ilahi yang menjadikan materi
itu ada. Sebagaimana Einstein membuktikan, E=mc2!
Spiritualitas yang sesungguhnya mengenal kehadiran
Allah dalam seluruh ciptaan. Benda-benda yang diciptakan
adalah bukan Allah, tetapi ia merujuk kepada Allah sebagai
pencipta dan pemelihara : “Langit menceritakan kemuliaan
177
Spiritualitas Ekaristi
Allah” (Mzm 19:1). Dosa menjadi penghalang antara
kemanusiaan dan kemuliaan Allah, sebagaimana dalam
kisah penciptaan yang digambarkan dengan dramatis
bagaimana Adam dan Hawa berupaya bersembunyi dari
Allah (lihat Kej 3:8). Namun Yesus Kristus menghilangkan
penghalang tersebut ketika Ia masuk ke dunia kita. Pada
waktu kelahiran-Nya, Kemuliaan Allah bersinar atas orangorang yang sederhana (lihat Luk 2:9). Ketika para gembala
mengunjungi Yesus, mereka melihat “Kemuliaan Allah
pada wajah Yesus Kristus” (2 Kor 4:6). Dengan demikian,
spiritualitas Katolik tak lain adalah Yesus Kristus.
Hidup Adalah Kristus
Karena alasan itulah, kita memiliki otoritas yang
tidak kalah dari Santo Paulus. “Karena bagiku,” ia menulis,
“hidup adalah Kristus…” (Flp 1:21). Untuk menjadi seorang
Katolik, untuk hidup dalam spiritualitas Katolik, adalah
mengenal Kristus sebagai Putra Allah dan sebagai Allah
dan Penyelamat. Katekismus Gereja Katolik menjelaskan :
“Dalam jantung katekese kita jumpai
seorang pribadi yaitu pribadi Yesus dari
Nazaret, Putera Tunggal Bapa… yang
menderita sengsara dan wafat demi kita
dan yang sekarang, sudah bangkit mulia,
hidup beserta kita… Memberi katekese
berarti menampilkan dalam pribadi
178
Spiritualitas Ekaristi
Kristus seluruh rencana kekal Allah yang
mencapai kepenuhannya dalam pribadi
itu. Katekese mendalami arti kegiatan
dan kata-kata Kristus, begitu pula tandatanda yang dikerjakan-Nya.” Tujuan
katekese “ialah menghubungkan manusia
dengan Yesus Kristus; hanya Dialah yang
dapat membimbing kita kepada cinta
kasih Bapa dalam Roh, dan mengajak kita
ikut serta menghayati hidup Tritunggal
Kudus” (KGK 426, Cathechesi tradendae,
5).
Bagaimana Misa bisa selaras dengan penjelasan di
atas? Yesus sendiri bisa menganugerahkan spiritualitas
yang sesungguhnya dengan mengizinkan kita turut ambil
bagian dalam hidup Tritunggal Kudus. Allah datang kepada
kita dalam Yesus Kristus. Dan Yesus datang kepada kita
terutama sekali di dalam Misa. Sebagaimana kita tegaskan
dalam Bab Satu :
Allah “menyederhanakan” keilahian dalam Yesus untuk mengungkapkan betapa
luasnya cinta kasih ilahi yang bersemayam
di dalam hati Allah. Selanjutnya Yesus
“menyederhanakan” kuasa hidup, mati
dan Kebangkitan-Nya di dalam Misa; Ia
“menyederhanakan” kemanusiaan dan
179
Spiritualitas Ekaristi
ke-Allahan-Nya dalam Ekaristi. Melalui
Misa dan di dalam Komuni, kita berjumpa
dengan Tuhan!
Itulah mengapa Ekaristi merupakan “sumber dan
puncak” kehidupan Kristiani,” karena “di dalam Ekaristi
Kudus…adalah Kristus sendiri.” Kita yang adalah Katolik
harus yakin akan ihwal ini. Iman, sakramen, kerja
penggembalaan, pelayanan, hidup, dan spiritualitas kita
semuanya berpusat di dalam Kristus.
Celakanya, sebagian orang Katolik tidak menyadari
hal ini. Beberapa tahun lalu seorang gadis dewasa, Miriam,
mengatakan kepada saya bahwa ia tidak mengenal Kristus
ketika ia masih seorang Katolik. Sehari setelah Paus Yohanes
Paulus II berkunjung ke Saint Louis, seseorang menilpun
acara talk show yang diadakan sebuah stasiun radio dengan
mengatakan bahwa ia tidak mengenal Yesus secara pribadi
sampai ia meninggalkan Gereja Katolik. Jelaslah, orangorang semacam itu tidak memahami iman Katolik mereka
atau percaya pada yang telah diajarkan Gereja. Mereka tidak
bisa mengenal Kehadiran Nyata Kristus di dalam Ekaristi
dan di Gerejanya. Tetapi mengapa mereka bisa menjadi
seperti itu?
Ketika saya menanyakan hal ini dalam sebuah acara
diskusi di konvensi pendidikan agama, salah seorang
guru mengatakan bahwa alasan mereka menjadi seperti
itu mungkin karena “Kekatolikan memilik begitu banyak
180
Spiritualitas Ekaristi
kekayaan sehingga kita lupa mengaitkan hal itu kepada
Yesus.” Tetapi Katekismus menjelaskan kepada kita :
“Yang diajarkan dalam katekese hanyalah Kristus, Sabda
yang menjadi manusia, Putera Allah; segala sesuatu yang
lain diajarkan dengan mengacu kepada-Nya” (KGK 427,
mengutip Catechesi tradendae, 5). Kita harus mengaitkan
semua kekayaan iman kita kepada Yesus, mencari Yesus di
sana, dan membawa kekayaan tersebut kepada dunia, yang
terutama adalah kekayaan Ekaristi.
“Pilih Salah Satu, Atau Keduanya”
Jika sebagian orang Katolik gagal menemukan Yesus
di dalam Gereja Katolik, mereka yang di luar Gereja yang
menyerang iman Katolik sejatinya tidak memahami bagaimana Yesus membuat diri-Nya mudah ditemukan. Setelah
Paus Yohanes Paulus II merayakan Misa di America’s
Center di Saint Louis tanggal 27 Januari 1999, mereka
yang hadir disambangi oleh orang-orang anti Katolik yang
membawa selebaran yang berisi menyerang aspek-aspek
iman Katolik. Salah satu brosur berbunyi : “Sahabatku,
Anda SEKARANG diselamatkan dan MENGERTI bahwa
Anda memiliki KEHIDUPAN KEKAL, jika Anda memiliki
iman penuh kepada Yesus Kristus, dan berhenti bergantung
kepada diri Anda sendiri, gereja, sakramen-sakramen,
atau apa pun itu yang akan menyelamatkan dan menolong
181
Spiritualitas Ekaristi
Anda. Yesus adalah Penyelamat. Apakah Anda percaya Dia
bisa menyelamatkan Anda?”
Mereka yang menyusun selebaran anti-Katolik
tersebut sejatinya telah memisahkan Kristus dari Gereja
yang didirikan-Nya dan menolak ajaran-ajaran-Nya. Gereja tidak menciptakan sakramen, tetapi Yesus. Adalah
Yesus yang berkata : “Inilah tubuh-Ku” dan “Jika kamu
mengampuni dosa orang, dosanya akan diampuni.”
Celakanya, mereka yang menyerang iman Katolik
kerap mengandalkan pilihan sulit “ini atau itu” yang
jelas keliru. “Apakah Anda percaya Yesus, atau apakah
Anda percaya gereja dan sakramen-sakramen-Nya?” Kita
sebagai orang Katolik percaya bahwa Kekristenan adalah
sesuatu yang lengkap, bukan pilihan ini atau itu, tetapi
kedua-duanya. Kita percaya kepada Yesus dan Gereja serta
sakramen-sakramen-Nya. Melalui Gereja dan sakramensakramen-Nya Yesus datang kepada kita dewasa ini. Yesus
bukan sekadar seorang manusia sejarah. Yesus bukan
sekadar naik ke surga. Ia sekarang ada bersama dengan
kita, melalui Gereja dan sakramen-sakramen-Nya yang
membuat-Nya hadir baik secara kasat mata maupun
kebendaan yang bisa disentuh.
Kekatolikan adalah Gereja sakramental. Kita percaya
bahwa Allah Putra menjadi seperti kita sehingga Ia menjadi
tanda nyata (sakramen) dari kehadiran Allah. Tujuh
sakramen yang diberikan Yesus Kristus kepada kita adalah
182
Spiritualitas Ekaristi
tanda-tanda nyata sehingga melaluinya Ia tetap berkarya di
tengah-tengah kita. Ekaristi adalah Yesus dan oleh karena
itu Ia adalah sumber dan puncak seluruh hidup kristiani,
sebagaimana dinyatakan dalam Katekismus. “Sakramensakramen lainnya…berhubungan erat dengan Ekaristi suci
dan terarah kepadanya” (KGK 1324, Presbyterorum ordinis,
5).
Semakin kita memahami Ekaristi, kita akan semakin
dibawa kepada Yesus. Puncaknya, adalah Yesus sendiri
yang memimpin kita dalam doa di dalam Misa, yang
mewartakan Sabda Allah kepada kita, yang hadir di dalam
hati kita melalui Komuni Kudus. Dan adalah Yesus yang
bisa kita wartakan kepada mereka yang karena mendapat
bimbingan salah, yang bertanya seperti : “Apakah Anda
menerima Yesus sebagai juru selamat Anda?” “Apakah
Anda diselamatkan?” Tanggapan kita atas pertanyaan
pertama, mungkin demikian : “Ya, saya menerima Yesus
di dalam hati saya setiap kali saya menerima-Nya dalam
Komuni Kudus. Ia tinggal di dalam aku, dan aku di dalam
Dia” (lihat Yoh 6:56). Sedangkan jawaban atas pertanyaan
kedua : “Yesus wafat untuk menyelamatkan saya. Dan Ia
menjadikan kuasa kematian dan kebangkitan-Nya hadir
kepada saya dalam setiap Misa. Saya letakkan seluruh
pengharapan saya pada karunia rahmat yang Yesus bawa
(lihat 1 Ptr 1:13). Keselamatan adalah tujuan perjalanan
hidupku.”
183
Spiritualitas Ekaristi
Jika kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan
semacam itu, kita hendaknya dapat menjelaskan alasanalasan kita sebagaimana Kitab Suci katakan, “dengan
lembut dan hormat” (1 Ptr 3:16), dan bahkan dengan
citarasa humor, misalnya : Jerry terjatuh ketika sedang
bermain tenis yang menyebabkan kepalanya retak di tiga
bagian. Sahabatnya memanggil 911 dan helikopter segera
mendarat. Seorang petugas paramedis menolong dan
berusaha agar ia tetap hidup hingga tiba di rumah sakit.
Belakangan Jerry bertemu dengan petugas paramedis yang
menolongnya. Ia seorang Hispanik bernama Yesus. Jerry
tersenyum dan berkata, “Saya merasa terberkati karena
telah diselamatkan oleh Yesus!”
Kita semua telah diselamatkan oleh Yesus dalam
pengertian bahwa melalui kehidupan, kamatian dan
Kebangkitan-Nya Yesus telah melakukan segala yang
diperlukan guna membawa kita ke surga. Pada gilirannya
kemudian, kita harus, dengan sukarela, tetap bersatu
dengan Yesus melalui iman dan pekerjaan baik (lihat Yak
2:26; Ef 2:10). Keselamatan adalah tujuan perjalanan hidup
kita!
Bapa, Putra, dan Roh Kudus
Jika kita berjumpa dengan Yesus pada setiap Misa
dan menyadari betapa Ia adalah jantung dan pusat iman
Katolik kita, tidak bisa tidak kita akan dibawa kepada
184
Spiritualitas Ekaristi
hubungan yang lebih dalam lagi dengan Bapa dan Roh
Kudus. Pada Bab Empat, kita menyaksikan bagaimana
Yesus merentangkan tangan-tangan-Nya di kayu salib
untuk menyatukan kita dengan diri-Nya, dengan Bapa,
dan dengan Roh Kudus. Kita juga menyaksikan pada
percakapan Perjamuan Terakhir (lihat Yoh 13-17), Yesus
berjanji bahwa Ia, Bapa, dan Roh Kudus akan tinggal di
dalam kita. Yesus menghendaki agar kita memandang Misa
sebagai sebuah sarana pemersatu kita sendiri kepada hidup
dan kasih Allah Tritunggal.
Karena kita hidup di dalam sebuah dunia Tritunggal.
Dari puncak keabadian Bapa memandang diriNya
dengan pengetahuan yang maha sempurna bahwa hal
itu adalah sebuah pribadi, Sang Putra. Bapa dan Putra
saling mencintai satu sama lain dengan cinta yang begitu
sempurna bahwa hal itu adalah sebuah pribadi, Roh Kudus.
Dari pengetahuan dan cinta mengalir seluruh ciptaan dan
manusia, termasuk diri kita. Karena kita diciptakan oleh
Allah, yang maha mengetahui dan maha kasih, maka kita
rindu akan kebenaran dan cinta kasih sejati. Kerinduan
itu akan terbayar jika kita mengenal dan mencintai
Allah sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Misa adalah
kesempatan yang paling baik untuk memperkuat hubungan
kita dengan Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Di setiap Misa membawa kita bersentuhan dengan
Tritunggal. Begitu Misa dimulai, kita membuat Tanda
185
Spiritualitas Ekaristi
Salib. Menjelang Misa selesai Bapa, Putra, dan Roh Kudus
memberkati kita. Selama Misa berlangsung kita berdoa
kepada Bapa melalui Yesus Kristus, Tuhan kita, dalam
persatuan dengan Roh Kudus. Kita mengakui iman kita
akan Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Di dalam Misa Yesus
mempersembahkan pengurbanan cinta paling sempurna
kepada Bapa, dan kita memperoleh keistimewaan untuk
menyatukan cinta kita kepada Bapa. Roh Kudus membantu
kita dalam persembahan dan doa sehingga menjadi layak.
Ketika kita menerima Yesus dalam Komuni Kudus, kita
juga menerima Bapa dan Roh Kudus, yang adalah satu di
dalam Yesus Kristus.
Setiap kali kita meninggalkan Misa, kalimat “marilah
pergi kita diutus” memiliki makna pergi dengan damai
sekaligus melayani Allah,” sebagaimana Yesus mengundang
kita untuk hidup dalam spiritualitas Tritunggal. Dalam
buku saya, The Search for Happiness, saya menjabarkan
sebuah pendekatan spiritualitas yang terbangun di seputar
Doa Bapa Kami, kesalehan, dan buah-buah Roh Kudus.
Di sini saya menyarankan doa selama tiga menit untuk
membantu Anda agar tetap terhubung dengan Tritunggal.
Pada menit pertama, merenungkan betapa berkat
terbesar telah Anda terima dua-puluh-empat jam lalu dan
mengucap syukur kepada Bapa atas berkat tersebut. Menit
kedua, sadarilah kegagalan paling besar dalam dua-puluhempat jam lalu dan meminta Yesus untuk mengampuni
Anda. Di menit ketiga, lihatlah ke depan kepada tantangan
186
Spiritualitas Ekaristi
terbesar yang akan Anda hadapi dalam dua-puluh-empatjam mendatang dan mintalah agar Roh Kudus menjadi
penolong dan pembimbing Anda begitu Anda menerima
tantangan tersebut. Gunakan doa ini sesering mungkin dan
Anda akan semakin menyadari realitas bahwa kita adalah
“bait Allah yang hidup” (2 Kor 6:16).
Hidup Dalam Misteri Paskah
Misa sebagaiman telah dibahas pada Bab Dua, merupakan kenangan dan sekaligus menghadirkan kembali
Misteri Paskah, yakni penebusan umat manusia oleh
Kristus melalui sengasara-Nya yang suci, kebangkitanNya dari alam maut, dan kenaikan-Nya dalam kemuliaan
(KGK 1067; lihat juga Glosari Katekismus). Paskah Kristus
dari kematian menuju kepada kehidupan, perjalanan-Nya
dari kematian di kayu salib sampai kepada kemuliaanNya di sebelah kanan Allah Bapa dihadirkan kembali pada
setiap Misa. Oleh karena itu, kita hendaknya memuji dan
bersyukur kepada Allah atas tindakan kasih ini. Misteri
Paskah dihadirkan kembali sebagai pedoman bagi kita.
Bersama Kristus kita menaklukkan kematian dan bangkit
menuju kehidupan baru. “Kematian-Mu menaklukkan
kematian kami. Kebangkitan-Mu membarui hidup kami.”
Di dalam Kristus ketakutan utama kita dapat dihilangkan
karena kematian dikalahkan dan kita belajar untuk hidup
dalam kebebasan anak-anak Allah.
187
Spiritualitas Ekaristi
Misteri Paskah bersinar di setiap kegelapan. Dalam
hidup banyak sekali pencobaan : frustasi karena merasa
gagal, kehilangan pekerjaan, kesalah-pahaman dalam
keluarga, kehilangan sahabat, terkena penyakit, depresi,
pengkhianatan. Penderitaan seperti ini akan membuat
hidup kita semakin terpuruk dan menghabiskan energi dan
harapan.
Atas penderitaan semacam ini, Misteri Paskah
menghadirkan kebangkitan. Banyak yang mengatakan
bahwa di Kalvari, misi Kristus tampaknya telah mengalami
kegagalan. Murid-murid-Nya sudah putus asa. Namun
demikian Paskah menganugerahkan kehidupan di mana
ada kematian. Yesus membawa harapan pada setiap
situasi. Ia, sebagaimana telah dijanjikan-Nya pada waktu
Perjamuan Terakhir, adalah “jalan, kebenaran, dan hidup”
(Yoh 14:6).
Kematian dan Kebangkitan-Nya adalah jalan
ketika kita menempuh peziarahan yang sulit. AjaranNya dalam Kitab Suci, yang diwartakan pada setiap Misa,
adalah kebenaran yang membimbing kita pada waktu
kita menghadapi kebingungan dan kegagalan. Kehadiran
Nyata-Nya dalam Komuni Kudus adalah kehidupan yang
mengangkat kita dari keputus-asaan dan ketakutan.
Sebagaimana Yesus berjalan bersama dua orang
murid-Nya ke desa Emaus, begitu pula Ia rindu berjalan
bersama kita setiap hari. Karenanya, tidak seharusnya kita
188
Spiritualitas Ekaristi
meninggalkan Dia di gereja! Sebagaimana Yesus berbicara
kepada kita dalam bacaan-bacaan Misa, Ia sejatinya rindu
berbicara dengan kita setiap kali kita membaca Kitab Suci.
Kitab Suci tidak hanya untuk dibaca di mimbar. Ketika
Yesus memberikan diri-Nya dalam rupa Komuni Kudus,
sejatinya Ia ingin tinggal di dalam kita selalu, mengizinkan
rahmat-Nya mengalir melalui pembuluh darah. Kita adalah
ranting-ranting yang tidak lepas dari Kristus Pokok Anggur
ketika kita selesai Misa dan kembali ke rumah.
Tahun Liturgi
Orang menyenangi perayaan hari kelahiran dan
ulang tahun. Negara kita mempunyai hari-hari untuk
mengingat persitiwa-peristiwa penting dalam sejarah
bangsa kita. Peringatan-peringatan itu dapat membantu
kita mengenang peristiwa masa lalu. Peringatan-peringatan
itu menghadirkan kegembiraan dan kemeriahan. Ia
menyegarkan dan menguatkan kita dalam menghadapi
kerutinan sehari-hari. Tahun liturgi adalah cara Gereja
untuk merayakan dan menghidupkan peristiwa-peristiwa
penting dalam keselamatan. Masing-masing tahun
memiliki pola, bacaan, dan doa untuk Misa yang disusun
guna membawa kebahagiaan dan kemeriahan, kesegaran
dan kekuatan baru bagi kehidupan kita yang senantiasa
berubah.
189
Spiritualitas Ekaristi
Tahun Liturgi dimulai dengan Adven, yaitu masa
empat minggu untuk mempersiapkan Natal. Pada tanggal
25 Desember kita memperingati hari kelahiran Kristus
dan merenungkan kedatangan-Nya ke dunia (Inkarnasi).
Setelah Natal pesta-pesta lain akan kita rayakan : Minggu
Keluarga Kudus, Hari Raya Santa Maria Bunda Allah
(1 Januari), Hari Raya Penampakan Tuhan, Hari Raya
Pembaptisan Tuhan.
Setelah itu mengikuti Lingkaran atau Masa Biasa,
yang panjangnya bergantung pada jatuhnya Hari Paskah.
Masa Prapaskah di awali dengan Hari Rabu Abu, di mana
dahi kita ditandai dengan abu, simbol pertobatan sekaligus
keinginan kita menjadikan Misteri Paskah sebagai pedoman
keberadaan kita. Sebagaimana para katekumen membuat
persiapan terakhir untuk menerima pembaptisan, semua
orang Katolik ditantang untuk mati karena dosa dan bangkit
menuju hidup baru. Masa Prapaskah berakhir pada tiga
hari suci, Kamis Putih, Jum’at Agung, dan Sabtu Suci. Kita
memperingati Kebangkitan Tuhan dengan Malam Paskah
dan Misa Paskah, pesta terbesar dalam tahun Gereja. Masa
Paskah berlanjut hingga Perayaan Hari Kenaikan Tuhan
dan berakhir pada Pentakosta.
Masa Biasa dimulai lagi setelah Pentakosta, tetapi
dua hari Minggu berikutnya kita merayakan Hari Raya
Tritunggal Mahakudus dan Hari Raya Tubuh dan Darah
Kristus. Masa Biasa berlanjut hingga Minggu terakhir
190
Spiritualitas Ekaristi
tahun liturgi, di mana kita merayakan Hari Raya Kristus
Raja Semesta Alam, setelah itu Minggu Pertama Adven
tanda dimulainya lagi lingkaran Tahun Liturgi.
Kristus tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan
tinggal bersama kita kembali pada peristiwa-peristiwa
hidup-Nya melalui tahun liturgi. Melaui bacaan Kitab Suci
selaras dengan peristiwa-peristiwa yang kita rayakan, Allah
berbicara kepada kita. Kita menjawab panggilan Allah itu
dengan berpartisipasi dalam liturgi dan dengan itu kita
turut serta merayakan kelahiran, kehidupan, kematian,
dan Kebangkitan Yesus, dan lagi-lagi Ia berjalan menyusuri lorong-lorong dunia kita. Di Amerika Serikat dan di
banyak negara termasuk Indonesia hari-hari kudus berikut
diperingati : Natal 25 Desember; Hari Raya Santa Perawan
Maria Bunda Allah 1 Januari; Hari Raya Kenaikan Tuhan
(empat puluh hari setelah Paskah); Hari Raya Santa Perawan
Maria Diangkat Ke Surga 15 Agustus; Hari Raya Semua
Orang Kudus 1 Nopember; Hari Raya Santa Perawan Maria
Dikandung Tanpa Dosa 8 Desember.
Sepanjang Tahun Liturgi Gereja Katolik merayakan
hari-hari pesta untuk menghormati Maria dan para orang
kudus. Ketika kita sedang mengenang hidup mereka dalam
doa-doa khusus pada waktu Misa dan meminta mereka
berdoa untuk kita, kita melaksanakan perintah Kitab Suci
: “Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah
menyampaikan firman Allah kepadamu; perhatikanlah
191
Spiritualitas Ekaristi
akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka” (Ibr 13:7).
Mengenang para kudus juga mewartakan Yesus sebagai
pusat perhatian; sebab hidup para kudus menunjukkan
kuasa kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Kristus yang
dibagikan demi kemanusiaan. Para kudus memperlihatkan
kegembiraan dan keindahan dengan menempatkan Yesus
sebagai yang utama dan mengajak Misteri Paskah sebagai
pedoman bagi hidup kita.
Sakramen-sakramen Lainnya.
“Sakramen-sakramen lainnya…berhubungan erat
dengan Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya” (KGK
1324). Adalah Yesus yang hadir dalam Ekaristi dan Yesuslah
yang berbicara dan bertindak melalui seluruh sakramen.
Misa menghadirkan Misteri Paskah yang berkaitan dengan
hidup, wafat, Kebangkitan, dan Kenaikan ke surga Yesus
Kristus dan sakramen lainnya turut pula berperan-serta di
dalam Misteri ini. Gereja menyatakan percaya akan realitas
dan keterhubungan antara Misa dan sakramen-sakramen
dalam pelbagai cara. Di Bab Tujuh ini, kita akan membahas
bagaimana perayaan Ekaristi berhubungan erat dengan
sakramen-sakramen lainnya.
Sakramen Pembaptisan adalah yang pertama
mengajak kita bergabung dengan wafat dan kebangkitan
Kristus. Dan yang paling menakjubkan ialah peristiwa
ketika menyambut bersatunya anggota baru ke dalam
192
Spiritualitas Ekaristi
Gereja pada Ekaristi Malam Paskah. Pada waktu umat
dibawa dari kegelapan malam kepada terang Kristus, para
babtisan baru tersebut melangkah dari kegelapan dosa
kepada terang rahmat Allah. Mereka menerima curahan
Roh Kudus dalam Sakramen Penguatan, kemudian
dikuatkan dengan Tubuh dan Darah Yesus.
Ritual dalam Misa untuk penguatan, tahbisan, dan
perkawinan, serta pengurapan orang sakit menegaskan
kehadiran ekaristi dan kuasa Yesus. Dalam Sakramen
Penguatan, Ia mencurahkan Roh Kudus, karunia yang bisa
terjadi karena sengsara, wafat, dan Kebangkitan Kristus
(lihat Yoh 16:7). Sedangkan dalam Sakramen Pentahbisan,
Yesus berkata kepada tertahbis baru sama seperti yang
telah dikatakan-Nya pada Perjamuan Terakhir kepada
para murid-Nya: “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan
Daku.” Di dalam Sakramen Perkawinan, Yesus tinggal di
dalam pengantin laki-laki dan perempuan, menyatukan
mereka dalam janji perkawinan dan dalam penerimaan
mereka kepada Tubuh dan Darah Kristus; cinta mereka
menjadi tanda cinta Kristus kepada Gereja-Nya (lihat Ef
5:32). Sedangkan di dalam Sakramen Pengurapan Orang
Sakit, Yesus memberikan kuasa penyembuhan cinta yang
Ia tunjukkan melalui wafat-Nya dan Ia memberikan
penghiburan dan harapan ketika penerima urapan
menyambut Yesus dalam Komuni.
193
Spiritualitas Ekaristi
Ritus Pengampunan Dosa pada Misa mengingatkan
kita bahwa kita adalah para pendosa yang memerlukan
pengampunan Allah. Hal itu meyakinkan kita, sebagaimana
kita berdoa “Tuhan kasihanilah kami,” adalah Yesus yang
sama dengan ketika Ia mengumpulkan kita dalam Ekaristi
dan senantiasa hadir dalam Sakramen Pangakuan untuk
mengampuni dosa-dosa kita.
Akhirnya, ketika orang-orang beriman hidupnya
berakhir, Misa penguburan mewartakan bahwa mereka
yang meninggal bersama Kristus akan bangkit bersama Dia
menuju kepada kehidupan kekal. Yesus mengucapkan katakata penghiburan kepada mereka yang kehilangan dalam
bacaan-bacaan Kitab Suci. Ia mempersatukan mereka
kepada yang dicintainya di dalam Doa Syukur Agung. Ia
berjanji kepada mereka pada waktu menerima Komuni
bahwa mereka yang makan roti akan hidup selamanya
(lihat Yoh 6:58).
Dari kelahiran sampai dengan kematian, dari
pembaptisan hingga pengurapan orang sakit serta Misa
penguburan, kita diyakinkan oleh perayaan Ekaristi bahwa
Yesus tanpa henti memberikan cinta dan rahmat-Nya
kepada kita, sebagaimana yang Ia curahkan kepada para
murid-Nya pada Perjamuan Terkahir. Sungguh, sakramensakramen lainnya…berhubungan erat dengan Ekaristi suci
dan terarahkan kepadanya.”
194
Spiritualitas Ekaristi
Devosi Ekaristi
Di setiap paroki ketika saya bertugas sebagai
imam, saya terberkati oleh kesetiaan banyak orang yang
menghadiri Misa harian. Para dokter, pemilik usaha, dan
pekerja bangun lebih awal sebelum matahari terbit untuk
mengikuti Misa pagi. Ibu-ibu pengelola home-schooling
membawa anak-anak didik mereka ke Ekaristi sebelum
pelajaran dimulai. Para pensiunan mengawali hari mereka
dengan berdoa dan menghadiri Misa. Beberapa orang
memang tidak bisa mengikuti Misa harian namun akan
hadir jika mereka berkesempatan. Mereka semua itu
memancarkan iman kepada Yesus dan cinta satu dengan
lainnya melalui pengurbanan yang mereka lakukan untuk
disatukan dengan kurban Misa. Mereka memberi inspirasi
kepada saya dan mereka telah menjadi saluran rahmat
Allah untuk orang lain yang tak terhitung jumlahnya.
Misa harian adalah jalan yang terbaik untuk hidup
dalam spiritualitas Ekaristi. Misa Minggu, sebagaimana
telah kita ketahui, memiliki tempat istimewa dalam liturgi
Gereja. Ia merupakan hari Tuhan. Namun setiap hari
adalah milik Tuhan, dan oleh karena itu tidak ada yang
lebih baik dari mengizinkan Yesus menyentuh hidup kita
daripada bersatu dengan Dia dalam Misa harian.
Namun demikian, tidak mungkin bagi sebagian
orang untuk mengikuti Misa setiap hari. Bagi orang-orang
tersebut terdapat devosi-devosi ekaristi guna membantu
195
Spiritualitas Ekaristi
mereka tetap dekat dengan Yesus. Kehadiran Nyata Kristus
di dalam Ekaristi masih berlangsung ketika Misa usai.
Karena alasan itu, Gereja Katolik menempatkan Sakramen
Maha Kudus di dalam tabernakel di seluruh dunia agar
Komuni senantiasa tersedia bagi orang-orang yang sakit
dan mengizinkan orang beriman tetap menghormati Yesus
di dalam Ekaristi.
Gereja sangat merekomendasi devosi bersama
dan pribadi kepada Ekaristi suci di luar Misa. Salah satu
devosi penting adalah penghormatan Sakramen Maha
Kudus untuk memohon berkat (benediction), suatu bentuk
peribadatan liturgi. Hosti yang sudah dikonsekrasi
diletakkan di altar di dalam sebuah monstran. Sabda
Allah dibacakan, doa-doa dikumandangkan, lagu pujian
dinyanyikan, kadang-kadang berdoa dalam suasana
hening. Adorasi bisa diekspresikan melalui penggunaan
dupa. Kemudian umat diberkati dengan Sakramen Maha
Kudus dan ditutup dengan doa dan lagu pujian. Devosi ini
tentu saja adalah sebuah bentuk ungkapan paling jelas dari
iman Katolik kita akan Kehadiran Ekaristi Kristus dan hal
itu merupakan nutrisi dan memperkuat umat beriman.
Paus Yohanes Paulus II menggaris-bawahi nilai
adorasi Ekaristi, tindakan meluangkan waktu bersama
Yesus di dalam Sakramen Maha Kudus. Dalam surat
ensikliknya “Ecclesia De Eucharistia” ia merujuk bukan saja
pentingnya devosi tetapi juga keterkaitannya dengan Misa :
196
Spiritualitas Ekaristi
Penyembahan Ekaristi diluar Misa adalah suatu nilai yang tak terhitung bagi
kehidupan Gereja. Penyembahan ini dengan erat dihubungkan pada perayaan
Kurban Ekaristi. Kehadiran Kristus di
bawah rupa roti dan anggur (species) kudus
yang disediakan setelah Misa — suatu
kehadiran yang bertahan lama sepanjang
rupa dan roti tetap tinggal — berasal dari
perayaan kurban dan ditujukan langsung
pada persekutuan, baik itu bersifat sakramental maupun spiritual.
Banyak paroki Katolik mempraktikkan adorasi
secara rutin, yang diikuti oleh orang-orang beriman
yang secara terus menerus hadir di hadapan Sakramen
Maha Kudus yang ditahtakan di altar. Beberapa paroki
menyediakan satu atau dua hari dalam seminggu. Dari
adorasi Ekaristi semacam itu mengalir banyak manfaat,
termasuk panggilan untuk menjadi imam dan hidup saleh,
penghargaan atas sakramen perkawinan serta peduli pada
sesama dan keadilan.
Apakah Sakramen Maha Kudus ditahtakan atau
tidak, Yesus tetap hadir bagi kita di setiap Gereja Katolik.
Satu jam hadir di hadapan Yesus telah menjadi sumber
rahmat bagi banyak orang. Uskup Fulton Sheen, dalam
suatu retret, sangat merekomendasikan praktik hadir di
197
Spiritualitas Ekaristi
hadapan Sakramen Maha Kudus : “Satu jam di hadapan
Sakramen Maha Kudus merupakan berkat yang tak
terhingga bagi kehidupan imamat saya. Saya dengan tulus
merekomendasikan hal ini bagi seluruh umat. Jika Anda
tidak bisa satu jam dalam sehari, cobalah satu jam dalam
seminggu. Hal ini akan menjadikan sisa hari-hari Anda
dalam seminggu lebih menyenangkan dan produktif.”
Apa yang bisa kita lakukan selama satu jam berdoa?
Pertama, menikmati waktu bersama dengan Yesus, sebagaimana dilakukan Andreas dan murid-murid lainnya
ketika berjumpa dengan Yesus dan meluangkan waktu
satu hari berkunjung ke tempat Yesus tinggal (Yoh 1:3542). Mereka pasti berbicara mengenai keluarga, pekerjaan,
dan peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka. Kita juga bisa
demikian. Kita bisa menerima, sebagaimana disarankan
oleh paus, “kebersamaan spiritual” — mengundang Yesus
untuk tinggal di hati kita bahkan ketika kita tidak bisa
menerima Dia secara sakramental. Kita bisa saja berdoa
Rosario, menaruh perhatian kepada peristiwa-peristiwa
yang berkaitan dengan Ekaristi, kepada kehadiran
Yesus, kepada ajaran-Nya, kepada sengsara, kematian,
Kebangkitan dan Kenaikan-Nya dalam Misteri Paskah.
Kita bisa merenungkan Kitab Suci, terutama perikopperikop yang dibacakan pada Misa Minggu, salah satu
cara yang sangat baik yang mengaitkan waktu Adorasi kita
dengan Misa. Beberapa orang membaca buku Katolik yang
bermutu, berhenti sejenak berbicara dengan Yesus tentang
198
Spiritualitas Ekaristi
pikiran-pikiran yang menyentuh hati mereka. Mereka yang
memiliki kebiasaan melakukan satu jam adorasi di hadapan
Yesus tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, sebagaimana
kita berbicara dengan teman baik kita!
Ketika kita membangun kesadaran akan Kehadiran
Nyata Kristus di seluruh tabernakel yang ada di dunia,
kita sejatinya bukan saja belajar memberi perhatian kepada
gereja-gereja Katolik tetapi juga mendaraskan doa kepada
Yesus ketika kita berjalan atau berkendara melewati
rumah-Nya. Kita berdoa “persembahan pagi” di awal
hari, mempersembahkan kepada Bapa, harapan, rencanarencana, dan usaha-usaha kita yang disatukan dengan
persembahan Yesus di dalam Misa yang sedang dirayakan
saat itu. Kita menciptakan Komuni spiritual di setiap waktu
dan di mana pun, mengingat kata-kata Yesus : “Lihat, Aku
berdiri di muka pintu dan mengetuk; jikalau ada orang
yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku
akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersamasama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan aku” (Why
3:20).
Paus Yohanes Paulus II, dalam surat apostoliknya
“Dies Domini,” merujuk kepada Perayaan Misa yang
disiarkan stasiun televisi sebagai sebuah sarana untuk
bergabung dengan Ekaristi. Misa yang disiarkan televisi
tidak menggantikan Misa Hari Minggu, namun paus
memberikan catatan :
199
Spiritualitas Ekaristi
… bagi mereka yang tidak bisa turut ambil
bagian dalam Ekaristi dan mereka yang
tidak bisa menjalankan kewajibannya,
radio dan televisi merupakan sarana yang
sangat membantu, terutama jika disertai
dengan pelayan-pelayan yang baik dan
istimewa yang membawa Ekaristi kepada
yang sakit, juga membawa kepada mereka
sapaan dan solidaritas dari seluruh
umat. Misa Minggu dengan demikian
menghasilkan buah-buah yang sangat
berharga bagi orang-orang Kristiani
ini juga dan mereka sungguh dapat
mengalami hari Minggu sebagai “Hari
Tuhan” dan “hari Gereja” (54).
Misa yang disiarkan televisi membolehkan siapa pun
untuk bertumbuh kecintaannya akan Ekaristi, asalkan
siaran Misa tersebut mempunyai pola doa dan renungan.
Misa Khusus, seperti yang diselenggarakan oleh Bapa Suci
dan disiarkan ke seluruh dunia, membantu kita menghargai
kuasa Ekaristi yang menyentuh semua orang dan menarik
kita bersama di dalam Kristus.
Catatan Paus atas pelayan-pelayan yang sangat
istimewa yang membawa Komuni kepada yang sakit
menggarisbawahi sisi lain dari spiritualitas Ekaristi yakni
berkat istimewa bagi pelayan-pelayan dan bagi mereka yang
200
Spiritualitas Ekaristi
dikunjungi. Adalah berkat membawa Yesus kepada hati
seseorang, berbicara dengan Dia dengan cara demikian,
berbagi rahmat atas kehadiran-Nya bagi mereka yang tidak
bisa menerima-Nya. Adalah juga berkat bagi mereka yang
sakit dan orang-orang lanjut usia mempunyai Yesus yang
berkunjung ke rumah mereka, menyinari hidup mereka,
bersatu dengan mereka dalam penderitaan, mengurangi
penderitaan mereka, dan meyakinkan mereka bahwa Ia
akan bersama dengan mereka selamanya.
Ekaristi Dan Pelayanan Kasih
Pada Perjamuan Terakhir, Yesus membuat ikatan
yang tak terputus antara pekerjaan-pekerjaan kasih dan
Ekaristi. Ia membasuh kaki para murid-Nya, kemudian
berkata : “Sebab aku telah memberikan suatu teladan
kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti
yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:15). Malam itu
juga Yesus menegaskan : “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya
kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu”
(Yoh 13:15).
Dari masa Perjanjian Baru, para pengikut Yesus
melaksanakan ucapan dan contoh yang telah Yesus lakukan.
Dalam Kisah Para Rasul, orang-orang percaya “bertekun
dalam pengajaran para rasul dan dalam persekutuan. Dan
mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan
berdoa” (Kis 2:42). Orang-orang yang sama yang berkumpul
201
Spiritualitas Ekaristi
untuk pemecahan roti “akan menjual harta miliknya, dan
membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan
keperluan masing-masing” (Kis 2:45).
Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di
Korintus perihal kolekte yang akan diberikan kepada
orang-orang miskin di Yerusalem, mengaitkan tindakan
kasih itu dengan Ekaristi Minggu, dan mengulang lagi
kepada gereja-gereja di Galatia. “Pada hari pertama tiaptiap minggu hendaklah kamu masing-masing menyisihkan
sesuatu dan menyimpannya di rumah…” (1 Kor 16:2).
Dalam suratnya terdahulu, karena jemaat Korintus lalai
mengaitkan Ekaristi dengan perhatian kepada orang miskin, Paulus dengan keras menegur mereka : “Apabila kamu
berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan. Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang
memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang
seorang lapar dan yang lain mabuk. Apakah kamu tidak
mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau
maukah kamu menghinakan jemaat Allah dan memalukan
orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa?” (1Kor 11:2022).
Santo Yustinus Martir menunjukkan bahwa generasi
Kristen berikutnya belajar dari apa yang Santo Paulus
ajarkan. Setelah memberi penjelasan tentang perayaaan
Ekaristi Minggu (perikop dikutip pada Bab Dua) , ia
menegaskan :
202
Spiritualitas Ekaristi
Mereka yang sanggup dan berniat menyumbangkan apa yang dianggap sesuai;
dan yang terkumpul merupakan simpanan
utama yang akan digunakan untuk membantu anak-anak yatim dan para janda;
dan mereka yang sakit atau sebab lain
yang memerlukan bantuan, atau mereka
yang di penjara serta orang-orang asing
yang sementara tinggal bersama kita, atau
dengan kata lain untuk pelayanan mereka
yang memerlukan bantuan (First Apology,
Chapter 67).
Paus Yohanes Paulus II meyakinkan bahwa Ekaristi
Minggu merupakan kewajiban bagi umat Katolik bergiat
untuk melayani, menebarkan kasih, dan menjalankan
tugas-tugas kerasulan :
Dari Misa Minggu mengalir pelbagai kegiatan sosial yang menyebar kepada hidup
orang-orang beriman… Kegiatan sosial itu
mencari orang-orang yang memerlukan
bantuan, bisa di sekitar gereja atau di
antara orang-orang yang sedang menderita sakit, orang-orang lanjut usia,
anak-anak atau para imigran yang
sejatinya pada hari-hari Minggu merasa
terisolasi, kekurangan dan menderita…
203
Spiritualitas Ekaristi
Mengundang makan mereka yang tinggal
seorang diri, mengunjungi mereka yang
sakit, menyediakan bantuan makanan
kepada keluarga yang kekurangan, menyediakan waktu beberapa jam secara
sukarela bekerja dan bergiat dalam solidaritas : hal ini merupakan salah satu
cara membawa kepada kehidupan orang
akan cinta Kristus yang diterima pada
altar Ekaristi (“Dies Domini,” 72).
Dalam surat ensikliknya “Ecclesia de Eucharistia”
paus menyatakan bahwa Misa memberikan harapan
dan mendorong kita menyumbangkan waktu kita untuk
bekerja bagi perdamaian, keadilan, dan solidaritas, serta
menghormati hidup manusia. Ekaristi tidak bisa dipisahkan
dari “tanggung jawab untuk mengubah dunia sesuai dengan
Injil” (#20). Yesus sendiri mengajarkan bahwa keselamatan
kekal kita bergantung kepada upaya-upaya pribadi untuk
melayani Dia melalui orang-orang lain. “Mari, hai kamu
yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang
telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan; sebab
ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku
haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang
asing, kamu memberi Aku tumpangan” (Mat 25:34-35).
Katekismus Gereja Katolik secara singkat mengatakan :
204
Spiritualitas Ekaristi
“Ekaristi mewajibkan kita terhadap orang-orang miskin”
(KGK 1397).
Pelayanan Kasih Dimulai Di Rumah
Pada Perjamuan Terakhir Yesus membasuh kaki para
murid-Nya, yang adalah keluarga pilihan-Nya. Pelayanan
kasih dimulai di rumah, dan kerja pelayanan kasih kita
sebaiknya dimulai di antara orang-orang yang dekat
dengan kita. Kerap kali kita dengan mudah memberikan
kebaikan dan ketelatenan kepada orang lain ketimbang
dengan keluarga sendiri yang selalu ada bersama kita dan
kita mengenal kelemahan mereka.
Lebih mudah bermimpi menyelamatkan dunia
daripada mencintai orang terdekat. Ketika kita merasa
seperti anak kecil yang berkata : “Saya tahu Yesus mencintai
semua orang, tetapi Ia tidak pernah bertemu dengan kakak
perempuan saya.” Betul, murid-murid Yesus pun jauh dari
sempurna, tetapi Yesus tetap mencintai mereka. Kita pun
hendaknya demikian, mencintai keluarga kita, berusaha
melihat kebaikan mereka dan memaafkan kelemahan
mereka.
Di Misa kita mendengarkan Sabda Allah untuk belajar bagaimana mencintai. Kita bersatu dengan cinta
dan pengorbanan yang diberikan Yesus. Kita menerima
Dia dalam Komuni Kudus. Kita harus membawa Dia ke
rumah. Saya kerap bertanya kepada anak-anak, “Jika Yesus
205
Spiritualitas Ekaristi
menyamarkan diri sebagai kamu, dan kemudian pulang ke
rumah, tentu bukan kamu yang pulang, apakah keluargamu
memperhatikan perbedaan tersebut?” Jawaban mereka
selalu tidak tegas dan selalu diiringi dengan senyuman.
Kemudian saya menyarankan :”Mengapa kamu tidak berpura-pura menjadi Yesus. Mencoba berpikir, berbicara, dan
bertindak seperti Dia, untuk mengejutkan keluarga kamu!”
Hal di atas juga bisa merupakan nasihat yang baik
bagi kita. Jika kita berpikir seperti Yesus, kita akan mencari
yang terbaik di dalam setiap orang. Kita akan mengubur
pikiran-pikiran kemarahan dan perasaan dendam. Kita
akan mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri
kita sendiri. Jika kita berbicara seperti Yesus, kita akan
menggunakan kata-kata yang membangun daripada katakata yang mengkritik, kata-kata memaafkan ketimbang
kata-kata permusuhan, kata-kata bersyukur ketimbang
kata-kata berkeluh-kesah. Jika kita bertindak seperti Yesus,
kita akan mengungkapkan cinta dengan cara yang paling
mudah, menjalankan pekerjaan bagi orang lain ketika
tidak ada yang mau melakukan pekerjaan tersebut tetapi
Allah akan memperhatikan, menjadi orang yang sopan,
memahami, dan penuh pengertian. Kehadiran Yesus secara
sakramental berakhir ketika bahan roti dan anggur sudah
tidak ada lagi. Namun Yesus tetap tinggal di hati kita ketika
pikiran, kata-kata, dan tingkah laku kita mencerminkan
cinta dan kebaikan Yesus.
206
Spiritualitas Ekaristi
Dengan menerima Roti Hidup, muridmurid Kristus siap menerima dengan
kekuatan Tuhan Yang Bangkit dan RohNya, tugas-tugas yang sudah menunggu
mereka untuk dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi orang percaya
yang telah memahami arti tersebut dan
sebagaimana yang telah mereka lakukan,
perayaan ekaristi tidak berhenti sampai di
depan pintu gereja saja. Sebagaimana saksi
pertama akan Kebangkitan, orang-orang
Kristen yang berkumpul setiap Minggu
untuk mengalami dan mewartakan kehadiran Tuhan Yang Bangkit dipanggil untuk
menyebarkan dan menjadi saksi melalui
kehidupan mereka sehari-hari (Yohanes
Paulus II, “Dies Domini,” 45).
Apa Yang Mereka Lakukan Di Hari Minggu
Ekaristi sejatinya adalah “sumber dan puncak dari
kehidupan Kristiani.” Spiritualitas ekaristi adalah mengenal
Yesus Kristus sebagai jalan, kebenaran, dan hidup. Spiritualitas ekaristi itu masuk melalui Yesus ke dalam kehidupan Tritunggal. Spiritualitas ekaristi itu adalah Misteri
Paskah yang hidup, mengenal dengan baik bahwa Yesus
akan mengubah penderitaan dan kematian kita menuju
207
Spiritualitas Ekaristi
kebangkitan dan hidup baru. Spiritualitas ekaristi itu
adalah berjalan bersama Yesus melalui tahun liturgi, menjadikan peristiwa-peristiwa hidup-Nya sebagai model bagi
kehidupan kita. Spiritualitas ekaristi itu adalah bersatu
dengan Yesus melalui doa, adorasi ekaristi, dan menaruh
perhatian akan kehadiran-Nya. Spiritualitas ekaristi itu
adalah membawa pulang Yesus ke rumah setelah selesai
Misa karena kita “pulang dalam cinta dan belaskasih serta
melayani Allah.”
Hidup dalam spiritualitas ekaristi akan memungkinkan bagi kita pada suatu hari mendengar kata-kata dalam
pantun baru menggantikan pantun lama yang dibacakan
di awal Bab Tujuh ini oleh Uskup Irlandia : “Paddy Murphy
pergi ke Misa pada hari Minggu…” :
“Umat Katolik ini pergi ke Misa pada
hari Minggu dan tidak pernah sekali pun
mangkir, mereka masuk SURGA, karena
pekerjaan-pekerjaan yang telah mereka
lakukan pada hari Senin hingga Sabtu!”
Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan
Dapatkah Anda memberikan definisi menurut Anda
mengenai spiritualitas? Mengenai spiritualitas ekaristi?
Mungkinkah hidup dalam spiritualitas Kristiani yang sesungguhnya tanpa menjadi saleh? Tanpa ikut serta dalam
208
Spiritualitas Ekaristi
ritus-ritus kesalehan? Bagaimana pendapat Anda mengenai
tanggapan Uskup George Niederauer kepada mereka yang
mengatakan, “Saya spiritual, tetapi tidak saleh”?
Ketika ditanyakan mengapa ia menghadiri Misa harian dan apa maknanya bagi dia, Jim menjawab : “Menghadiri Misa harian membantu saya untuk mengingatkan
diri saya agar menempatkan Allah sebagai yang utama
dalam hidup saya, memuliakan Dia, dan supaya dapat
memahami Allah dengan lebih baik. Saya mempunyai
perasaan damai dalam hidup saya bahkan di tengah situasi
yang sulit. Misa juga telah membantu saya kembali kepada
pengakuan dosa rutin, dan hal ini membuahkan berkat yang
tak terhingga. Misa harian telah memperkuat kehidupan
rumah tangga kami.” Jika Anda menghadiri Misa harian,
apakah maknanya bagi Anda? Jika tidak, apa artinya jika
Anda menghadiri Misa harian?
Ada banyak saran dalam bab ini untuk hidup dalam
spiritualitas ekaristi. Pertama baca kembali sub-sub judul
pada bab ini. Kemudian renungkan : tambahan aspek
spiritualitas ekaristi apa yang akan Anda diskusikan
dalam kaitannya dengan sub-sub judul di atas? Sub judul
apa yang akan Anda tambahkan dalam bab ini? Adakah
pendekatan spiritualitas dalam bab ini yang tidak Anda
setujui? Mengapa?
209
Spiritualitas Ekaristi
Aktivitas
Bunda Maria berdiri di dekat salib Yesus dan berbagi
derita dengan Dia. Ia juga dapat membantu kita membawa
kekuatan dari Putranya yang disalib di setiap Misa dan
di setiap tempat. Devosi kepada Bunda Maria sangat
membantu untuk menggantikan perasaan marah dan
frustasi saya kepada orang dengan sebuah “Salam Maria.”
Pada suatu hari saya banyak mendaraskan “Salam Maria”!
Namun saya menyadari bahwa doa-doa itu akan membawa
kedamaian dan kebahagiaan yang lebih ketimbang ketika
saya membawanya dalam keadaan marah. Saya mencoba
merenungkan bahwa Bunda Maria, saat berdiri di bawah
salib, merasakan ketidak-mengertian dan kebencian selama
tiga jam daripada sepanjang hidup saya. Bunda Maria dapat
membantu saya belajar bagaimana tinggal di dalam Misa
setiap hari. Cobalah cara berdoa ini dan ia akan membantu
Anda juga.
210
Daftar Pustaka
Alkitab Deuterokanonika. Lembaga Biblika Indonesia, Jakarta
1996
Alkitab. Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 1996
Catechism of Catholic Church. Second Edition. United States
Catholic Conference, 1997.
Edward Sri. A Biblical Walk Through The Mass : Understanding
What We Say And Do In The Liturgy. Ascension Press,
2011.
Father Oscar Lukefahr, C.M.. A Catholic Guide to The Bible
– Memahami dan Menafsir Kitab Suci Secara Katolik.
Penerjemah: V. Prabowo Shakti. Penerbit OBOR, Cetakan
ke-3, 2011.
Katekismus Gereja Katolik, Para Waligereja Regio Nusa Tenggara,
Percetakan Arnoldus Ende, 1998.
Pedoman Umum Misale Romawi, Percetakan Arnoldus Ende,
1998
Tata Perayaan Ekaristi Buku Imam, Konferensi Waligereja
Indonesia, Penerbit Kanisius, 2005.
“Liturgy is an ‘action’ of the whole Christ... Those
even now celebrate it without signs are already in the
heavenly liturgy...”
Catechism, 1136
Father Oscar Lukefahr, C.M.
A Catholic Guide to the Bible
“Menafsir dan Memahami Kitab Suci
Secara Katolik”
ISBN : 978-979-565-466-1
Penerjemah : V. Prabowo Shakti
Soft Cover ; 14 x 21 cm; 392 hlm.
Cet I : 2007
Cet II : 2008
Cet III : 2011
Price : Rp. 49.500,(Anda berhemat Rp. 5.500,-)
Dapat dibeli di Toko Buku Rohani
Paroki Anda atau Toko Buku Online
:www.griyabuku.net
3
.000.000 orang dari seluruh penjuru dunia saat ini sedang mengikuti
Kursus Kitab Suci di Catholic Home Study Service (CHSS) yang
diselenggarakan oleh Komunitas Vincentian & Missouri Knights of
Columbus, Amerika Serikat, di bawah bimbingan Romo Oscar Lukefahr
CM. Kursus Kitab Suci di CHSS ini telah berlangsung selama puluh
tahun tanpa dipungut biaya alias gratis. Ada tujuh materi kursus yang
diselenggarakan oleh CHSS. Salah satunya adalah ‘A Catholic Guide to
the Bible’, yang merupakan pilihan favorit bagi siapa saja yang sedang
mendalami Kitab Suci.
“Penuntun Katolik kepada Alkitab ini merupakan buku
sangat praktis yang dapat membantu umat Katolik secara luas untuk
menyikapi dan membaca Alkitab secara aktual. Hasil penelitian Kitab
Suci pada zaman modern disajikan dengan cara yang cukup sederhana
dan jelas. Dan tujuh puluh dua halaman workbook dengan self test (pada
bagian Pendalaman Materi) membantu untuk mengukur sejauh mana
bahan sudah ditangkap.” (Prof. Dr. Martin Harun OFM, Guru Besar
STF Driyarkara, Jakarta)
Product Name : WhiteSmoke Writer
Developed By : WhiteSmoke, Inc., USA
Reseller For Indonesia : Lumen Deo, Buana Cigi
Regency C-11, Jl. Cijawura Girang V, Bandung.
Phone : +6222 8888 1147
Situs : www.indoacademy.org
M
au jago nulis dalam Bahasa Inggris seperti
native English speakers atau para Blogger
Pros? Gampang! Sekarang eranya IT dan digital
teknologi, semua bisa dilakukan. Tidak ada yang tidak bisa! Gimana
caranya? Ya dengan software yang “ciamik” Namanya? WhiteSmoke
Writer!
WhiteSmoke Writer adalah software yang dirancang untuk mengoreksi
dan memberi saran perbaikan sekaligus membetulkan tulisan bahasa
Inggris Anda hanya dengan 1x–Click! Fitur Utama WhiteSmoke
meliputi advanced grammar, spelling, punctuation and style checking –
semua dirancang untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan pada
teks bahasa Inggris Anda!
WhiteSmoke mendeteksi kesalahan dan sekaligus mengoreksi
serta memberi saran perbaikan tulisan bahasa Inggris Anda dengan
artificial intelligence algorithms :
•
Grammar Check
•
Spelling Check
•
Writing Style Check
•
Thesaurus
•
Punctuation Check
•
Grammar Tutorials
•
Text Enrichment
•
Document and letter templates
•
Multilingual dictionary
•
Field-specific English dictionaries
•
Error explanation
What’s more – WhiteSmoke dapat bekerja di manapun : MSWord, Outlook, Pages, Chat dan text-editing program atau web browser
apa pun yang Anda gunakan.
Masih Penasaran?
Kunjungi Website kami : www.indoacademy.org
Anda kolektor buku?
Mencari Buku Langka?
Tidak menemukan dimanapun?
Pastikan Di Sini Tempatnya
Kunjungi toko online kami :
www.griyabuku.net
Download