V. Prabowo Shakti, mantan “bankir” di sebuah Bank Milik Negara yang terkenal dengan KPR-nya. Sebelum pensiun ia pernah menjadi Kepala atau Wakil Kepala Pelayan a.l. : Wakil Kepala Pelayanan di Medan dan Bogor, Kepala Pelayan di Purwokerto, Yogyakarta, Purwakarta, Wakil Kepala Pelayan di Kanwil Jadebotabek dan Jawa Barat, Wakil Kepala Pelayan di Divisi Corporate Finance, Kantor Pusat. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, ini memperolah gelar MBA dari HULT Business School, Boston, USA. Bersama +/- tiga juta orang di seluruh dunia, Ia mendalami Kitab Suci, Misa Katolik dan Katekismus Gereja Katolik di Catholic Home Study Service, Vincentian & Missouri Knights of Columbus, USA dibawah bimbingan Romo Oscar Lukefahr, C.M.. Bersama dengan para aktivis lainnya, Ia berusaha mencari “Kerajaan Allah” di Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria, Buah Batu, Bandung a.l. menjadi : • Pendaras Nyanyian Mazmur • Anggota Padus Gita Palma • Pewarta di PDKK-HTBSPM & Lingkungan Andreas I • Sedang “diusulkan” menjadi Prodiakon. Oscar Lukefahr, C.M., lebih dari empat puluh tahun menjadi pendidik dan pembina “religius” dan iman Katolik serta mengelola Lembaga Pendidikan Catholic Home Study Service (CHSS), Vincentian & Missouri Knights of Columbus, Amerika Serikat. Ia merupakan salah satu “penafsir” iman Katolik yang paling populer di Amerika Serikat. Sepanjang kariernya sebagai pendidik dan pembina, ia telah menulis 7 buah buku yang kesemuanya bertemakan “bagaimana meningkatkan iman Katolik” melalui metoda-metoda yang menarik dan menyenangkan. Buku-bukunya menjadi bahan ajar di CHSS : • The Search for Happiness : Four Levels of Emotional and Spiritual Growth. • “We Believe...” A Survey of the Catholic Church. • Christ’s Mother and Ours : A Catholic Guide to Mary. • The Cathechism Handbook. • The Privilege of Being Catholic. • A Catholic Guide to the Bible (diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh V. Prabowo Shakti, diterbitkan oleh Penerbit OBOR, Cetakan ke-3, 2011). • We Worship : A Guide To The Catholic Mass (yang sedang Anda baca sekarang) mengungkap misteri & rahasia misa katolik WE WORSHIP : A GUIDE TO THE CATHOLIC MASS Father Oscar Lukefahr, C.M. V. Prabowo Shakti MENGUNGKAP Misteri & rahasia misa katolik Judul Asli We Worship: A Guide To The Catholic Mass Oleh : Father Oscar Lukefahr, C.M. Penerjemah : V. Prabowo Shakti © Penerbit Lumen Deo Penerbit Lumen Deo Buana Cigi Regency C-11 Jl. Cijawura Girang V, Bandung 40286 Telp : 022 88881147 Fax : 022 88881147 e-Mail : [email protected] Nihil Obstat : Dr. Ignatius Eddy Putranto OSC Bandung, 01 Januari 2014 Imprimatur : Dr. Paulus Wirasmohadi Soerjo Pr Vikjen Keuskupan Bandung Bandung, 26 Januari 2014 Cet. 1–Februari 2014 Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit LUMEN DEO ISBN-13 : 978-602-14604-0-5 MENGUNGKAP Misteri & rahasia misa katolik Sanksi Pelanggaran Pasal 72: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masingmasing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Dipersembahkan Kepada : Anin, Adit, Abim, B. Rien kalian semua adalah mutiara-mutiaraku yang tak jemunya memberikan dorongan semangat dan doa sehingga buku “Mengungkap Misteri & Rahasia Misa Katolik” versi Bahasa Indonesia ini pada akhirnya dapat selesai. Terimakasih Kepada : PD Kharismatik Kristus Raja, Purwokerto, PD Kharismatik Kumetiran, Yogyakarta, PD Kharismatik Katedral, Bogor, PD Kharismatik Salib Suci, Purwakarta, dan PD Kharismatik HTBSPM Buah Batu, Bandung, yang senantiasa mengasah kecintaan akan Kitab Suci dan Ekaristi. Daftar Isi Ucapan Terimakasih ix Kata Pengantar xiii Sekapur Sirih : Keluarga Beriman xvii Sebuah Refleksi Kembalinya Si Anak Hilang 1 Bab Satu : Mengapa Menghadiri Misa 23 Bab Dua : Misa : Dulu, Sekarang, dan Mendatang 51 Bab Tiga : Menghadiri Misa 103 Bab Empat : Berdoa Di Dalam Misa 139 Bab Lima : Komuni Suci 169 Bab Enam : Yang Kerap Dipertanyakan 197 Bab Tujuh : Spiritualitas Ekaristi 225 Daftar Pustaka 261 “Let the cross, as our seal, be boldly made with our fingers upon our brow and on all occasions; over the bread we eat, over the cups we drink; in our comings and in our going; before sleep; on lying down and rising up; when we are on our way, and when we are still. It is a powerful safeguard... for it is a grace from God, a badge of faithful, and a terror to devils.... For when they see the Cross, they are reminded of the Crucified; they fear him who has “smashed the heads of the dragons.” St. Cyril of Jerusalem Ucapan Terimakasih T anpa uluran tangan banyak pihak, barangkali buku ini tidak akan pernah selesai. Oleh karena itu melalui halaman ini saya ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada individu-individu yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak atas penyelesaian buku ini. Pertama kepada Vikjen Keuskupan Bandung, Romo Paulus Wirasmohadi Soerjo, Pr., yang berkenan membaca draft terjemahan buku ini dan memberikan Imprimatur, Romo Ignatius Eddy Putranto, OSC., Sekretaris Keuskupan Bandung yang telah meluangkan waktu membaca seluruh naskah terjemahan dan rujukan buku sumber terjemahan serta memberikan Nihil Obstat atas buku ini sekaligus saran perbaikan terutama pada istilah-istilah yang bertalian dengan Ekaristi yang sudah dibakukan dan lazim dipergunakan di Indonesia. Juga kepada Romo Yohanes Samiran, SCJ., Moderator Api Katolik, di sela-sela kesibukannya berkenan menyumbang Rumus Menentukan Jatuhnya Hari Raya Paskah untuk pembaca buku ini dan meng-email beberapa Teks Doa yang didaraskan Imam vii pada waktu Misa, Romo Paulus Tri Prasetijo, Pr., dan Romo Hermanus Sudarman, Pr., gembala-gembala di Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria (HTBSPM) Bandung, yang telah meminjamkan buku TPE Buku Imam dan dorongan semangat sehingga buku ini pada akhirnya rampung, Bapak Yulius Age Daryoko, Sekretaris Dewan Paroki HTBSPM, Bandung, yang dengan tekun memeriksa ejaan dan memberi saran perbaikan. Ibu Vera Hardja, Koordinator Persekutuan Doa Kharismatik Katolik HTBSPM, Bandung, yang dengan rendah hati berkenan membawa draft buku ini ke Keuskupan Bandung, Bapak Edita Chaerusin, Percetakan SMK Grafika Desa Putera, Lenteng Agung, Jakarta, untuk saran layout buku ini. Selain kepada nama-nama di atas, saya juga patut mengucapkan “Thanks A Lot” kepada teman-teman di PDKK Paroki HTBSPM Bandung atas insight dan inspirenya, teman-teman Pendaras Mazmur serta sobat-sobat di Padus Gita Palma Paroki HTBSPM Bandung yang telah menularkan semangat ketekunannya kepada saya, last but not least sahabat-sahabat di Lingkungan Andreas I dan Wilayah IV Paroki HTBSPM Bandung atas bantuan doa dan kebersamaannya selama ini. Pada akhirnya, ucapan penuh syukur dan terimaksih sudah selayaknya dialamatkan kepada Allah Tritunggal Maha Kudus atas selesainya buku ini mengingat mengalihbahasakan buku dari bahasa asing kedalam bahasa Indoviii nesia bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi buku yang berkenaan dengan content Misa atau Ekaristi. Saya percaya dengan sepenuh hati bahwa atas campur tangan Allah Tritunggallah maka buku ini dapat selesai diterjemahkan dan bisa sampai ke tangan Anda, pembaca. V. Prabowo Shakti [email protected] ix “The more deeply the Eucharist unites us to Jesus, the more we will radiate his life and his love in the world around us. The closing line of the liturgy, therefore, is not an aimless dismissal. It is a dismissal with a mission. It is a sending forth of God’s people to bring the mysteries of Christ into the world.” Edward Sri, A Biblical Walk Through The Mass x Kata Pengantar I a muda, cantik, sosialita terkenal dari keluarga terpandang, pahlawan revolusi, ibu lima anak, penganut Episkopal yang setia, memesona, berpendidikan dan kemudian menjadi seorang janda. Suami tercinta, William, meninggal karena terserang TBC dalam perjalanan bisnis dengannya ke Livorno, Italia, pada tahun 1803. Sementara harus tinggal di sana beberapa bulan sambil menguburkan suami tercinta, ia mengalami kepedihan yang amat sangat, dan menunggu kapal untuk kembali ke New York. Namun ia mendapatkan perlakuan terhormat dari keluarga Fillichi, mitra bisnis mendiang suaminya. Dalam kedukaannya ia menemukan kembali kerinduan religius yang hakiki yakni relasi yang lebih dalam dengan Allah. Selain itu, ia juga tersentuh oleh iman dan devosi yang dimiliki keluarga Fillichi khususnya cinta mereka kepada Yesus di dalam Ekaristi. Ia sering menemani mereka menghadiri Misa; ia terheran-heran akan persiapan mereka dalam menyambut komuni dan takjub atas penghormatan yang dilakukan mereka. Pada sore hari ia bersama keluarga Fillichi memberikan penghormatan kepada Sakraman Maha Kudus, xi berlutut, dan percaya sebagaimana “anak-anak” di hadapan tabernakel. Dan kemudian semuanya terjadi. Pada perayaan Tubuh dan Darah Kristus, ia bersama keluarga Fillichi menghadiri upacara tersebut dan ia berdiri di sudut sementara prosesi Ekaristi berlangsung. Ketika semua orang Italia berlutut dalam keheningan dan penyembahan, ia, merasa malu ketika di kerumunan paling belakang mendengar orang Amerika lainnya berkata dengan sinis, “Para petani ini mengira bahwa roti itu benar-benar Putra Allah!” Dari dalam jiwanya, terdengar jawaban, “Begitu pula aku!” Ketika kembali ke New York, ia mulai mempelajari iman Katolik, namun biaya pengorbanannya sungguh sangat besar : dicemooh serta kehilangan keluarga, teman-teman, dan kekayaan. Kendati demikian, ia menjadi anggota Gereja Katolik pada tahun 1805. Pada 14 September 1975, ia dikanonisasi sebagai seorang santa pertama asli kelahiran Amerika oleh Paus Paulus VI. Namanya? Elizabeth Anna Bayley Seton. Itulah keagungan dan kekuatan dari Ekaristi, sahabatku. Ia penuh dengan daya tarik dan magnet dari Sakramen Maha Kudus. Ekaristi adalah “misteri iman” yang bagi kita mustahil untuk bisa kita mengerti dan pahami sepenuhnya. Namun demikian bukan berarti kita tidak perlu belajar, membaca, dan melakukan meditasi dan berdoa atas “misteri” tersebut. xii Saya di sini memperkenalkan kepada Anda sebuah “perangkat hebat” untuk membantu kita menghargai “misteri suci” ini secara lebih mendalam lagi. Saya telah menjadi seorang pengagum Pastor Oscar Lukefahr, C.M., selama bertahun-tahun dan begitu menghargai buku-buku dan pelajarannya yang begitu efektif, mudah dimengerti, singkat tapi padat akan iman Katolik kita. Buku ini adalah salah satu dari buku-buku terbaiknya. Dan menjadi lebih istimewa, karena buku ini hadir berbarengan dengan dimulainya “Tahun Ekaristi” yang dicanangkan oleh Paus Yohanes Paulus II. Pada hari-hari belakangan ini, kita merasakan adanya “kehausan” di dalam umat kita, tentu saja tidak seperti yang dialami Santa Elizabeth Anna Bayley Seton. Para pengamat mengatakan kepada kita tentang meningkatnya ketertarikan akan “spiritualitas.” Ingat apa yang telah diajarkan Paus Santo Pius X : “Tidak ada cara yang lebih baik untuk bersatu dengan Yesus daripada dengan hormat menerima-Nya di dalam Komuni Kudus.” O Sakramen Maha Kudus, O Sakramen Ilahi, Segala puji dan syukur, Hanya kepada-Mu saja! Marilah kita mewartakan misteri iman ini! TIMOTHY M. DOLAN USKUP AGUNG MILWAUKEE Juli 2004 xiii “Christ, indeed, always associates the Chruch with Himself in this great work [the liturgy] in which God is perfectly glorified and men are sanctified. The Church is His beloved Bride who calls to her Lord and through Him offers worship to eternal Father... [worship] which participates in the liturgy of heaven” (no. 1089). Catechism of the Catholic Church xiv Sekapur Sirih : Keluarga Beriman B eberapa tahun lalu, pada suatu hari Minggu pagi empat keluarga di sebuah kota Missouri bagian selatan melakukan hal terbaik agar pada Hari Tuhan tidak bercela. Keluarga Frank dan Gail dengan tergesa-gesa mempersiapkan anak-anak mereka ke gereja untuk mengikuti Misa Kudus. Namun, Megan yang berumur tiga tahun, menolak ajakan orang tuanya jika tidak bisa menemukan sepatu kulitnya yang paling ‘ciamik’. “Saya ingin bawa boneka,” teriaknya, “ juga selimut dan bantal!” Keluarga tersebut tiba di gereja tepat waktu, namun ketika Misa sudah dimulai, Ryan dan Natalie sibuk saling dorong dari bangku tempat duduk mereka. Dan tentu saja konsentrasi orang tuanya terganggu. Mike dan Mary Etta menghadapi persoalan ketika bersiap untuk menghadiri Misa. Dari atas tangga rumahnya terdengar bunyi kaca pecah, akibat dipukul oleh anaknya yang masih berusia dua tahun dan pecahan kaca itu tersebar di lantai rumah mereka. xv Sekapur Sirih : Keluarga Beriman Paul dan Carol, mengendarai mobil bersama tiga anak mereka ke gereja untuk mengikuti Misa Kudus. Paul bertanya kepada anak-anak apakah ada di antara mereka yang telah memberi pil penyembuh hati kepada anjing mereka? Christian menggelengkan kepalanya. Tyler berkata, “saya memberi,” “saya juga,” kata Josh. Di tengah Misa, Paul dan Carol berusaha dengan keras agar mereka tetap bisa berdevosi kepada Misa, namun pada akhirnya gagal akibat perasaan takut akan Pepe, anjing kesayangan mereka yang overdosis pil penyembuh hati. Anjingnya mungkin sedang menggigil dan berada di antara hidup dan mati. Den dan Kathy beserta dua anak lelaki mereka bisa tiba di gereja tanpa insiden dan bisa berpartisipasi mengikuti Misa dengan khidmat. Tetapi ketika sampai kepada doa Bapa Kami konsentrasi mereka hilang. Karena kedua anaknya, Tim dan Matt, sepertinya lebih tertarik melakukan saling dorong dan membuat ulah ketimbang mengikuti Misa. *** Menghormati Hari Tuhan Mengapa para orang tua itu menafikan kehilangan sepatu, kaca pecah, anjing yang overdosis, dan kenakalan anak untuk tetap menghadiri Misa? Mengapa untuk hal tersebut orang-orang Kristen perdana dengan gagah berani menghadapi pedang orang-orang Romawi dan singa-singa xvi Sekapur Sirih : Keluarga Beriman lapar untuk tetap menghadiri Ekaristi? Mengapa orangorang beriman pada abad dua puluh tidak memedulikan ancaman-ancaman penyiksaan dan kematian untuk tetap merayakan Misa secara sembunyi-sembunyi di sebuah gulag komunis? Sebab lebih dari dua ribu tahun yang lalu seorang bayi yang baru lahir menangis memecahkan keheningan malam di Betlehem. Sebab tiga puluh tiga tahun kemudian Ia mati di kayu salib dan para saksi mata mendengar Ia berteriak “Bapa, ke dalam tangan-Mu kuserahkan Roh-Ku.” Sebab pada hari ketiga setelah penyaliban-Nya, orang yang sama itu, bangkit dan dengan penuh kemuliaan menampakkan diri, di hadapan para pengikut-Nya. Sebab orang itu, sungguh menakjubkan, adalah Allah yang menciptakan alam semesta, Allah yang memelihara kita, dan Allah yang kepada-Nya setiap orang mati akan berhadapan. Sebab bahwa Allah-Manusia itu adalah satu-satunya yang bisa membawa kita melalui kematian untuk sepenuhnya masuk ke dalam kehidupan kekal. Sebab Misa menyatukan orang-orang beriman dari segala abad kepada kelahiran, kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Allah-Manusia, Tuhan dan Penyelamat, kita Yesus Kristus. Dapatkah sesungguhnya satu jam Misa menyatukan kita kepada Yesus Kristus dan kepada kuasa kehidupan, kematian dan Kebangkitan-Nya? Sejatinya, Anda sudah mendapatkan janji itu melalui Sabda-Nya! Dan buku ini xvii Sekapur Sirih : Keluarga Beriman dimaksudkan untuk mempelajari janji-Nya, dan mengeksplorasi arti dan kekuatan Misa. Di Bab Satu kita akan menjawab pertanyaan : Mengapa kita menghadiri Misa?” Pada Bab Dua kita akan meneliti sejarah Misa yang begitu memesona. Kita akan mengenal akar Misa dari Perjanjian Lama dan kemudian institusinya di Perjanjian Baru. Kita akan mengetahui bagaimana Misa berubah dari jaman ke jaman menjadi perayaan yang kita kenal sekarang ini. Di Bab Tiga kita akan mendalami Misa, setahap demi setahap, menjelaskan ruang lingkupnya, Sabda-Sabda-Nya, dan tindakan-tindakan, termasuk di dalamnya revisi yang dimandatkan di dalam Pedoman Umum Misale Romawi (di Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Ende, Flores). Pada Bab Lima kita akan memusatkan perhatian kepada Komuni Kudus dan maknanya. Menginjak Bab Enam kita akan bergumul dengan FAQ — pertanyaan-pertanyaan yang kerap diajukan — berkenaan dengan Misa. Bab Tujuh akan menutup buku ini dengan ajakan untuk membangun spiritualitas Katolik yang berlandaskan pada Ekaristi. Visi Spiritual Sebelum kita melangkah kepada petualangan eksplorasi dan penemuan, ada baiknya kita berdoa memohon kebijaksanaan dan pencerahan yang hanya dapat diberikan oleh Tuhan. Seperti halnya penglihatan fisik yang terganggu xviii Sekapur Sirih : Keluarga Beriman oleh katarak sehingga orang-orang tidak menyadari betapa terhalangnya penglihatan mereka. Begitu pula penglihatan spiritual kita dapat terhalang oleh rutinitas, gangguan, kecemasan, dan ketidakjelasan ketika cahaya iman kita melemah. Beberapa tahun lalu saya menjalani operasi katarak dan mengalami ketakjuban ketika penglihatan saya menjadi pulih. “Dokter Kies,” saya memanggil dokter yang telah melaksanakan operasi, “Tahukah anda bahwa ada plang hijau besar di perempatan jalan bebas hambatan yang menunjuk ke kota-kota yang akan anda tuju?” Ia hanya tertawa. Misa menghadirkan pelbagai petunjuk jalan kehidupan yang jauh lebih penting ketimbang plang tandatanda jalan. Namun kita memerlukan mata iman yang terlatih untuk melihat realitas-realitas spiritual. Sambil mengikuti Misa, Den membopong anak putrinya, dua tahun, dan sedikit lelah. Ketika pastor mengangkat hosti sebelum Komuni Kudus, Den mengarahkan anaknya ke altar. “Lihat, Mary Beth,” katanya, “Itu Yesus yang dipegang pastor.” Mary Beth melihat dengan seksama kepada pastor, kemudian menjawab, “Itu bukan Yesus, ayah. Itu roti.” Kemudian ia kembali kepada ayahnya dan mencubit pipinya, sambil berkata, “Ayah, sepertinya ayah harus pakai kacamata, deh?” Sepuluh tahun telah berlalu dan si ayah tidak memerlukan kacamata. Tetapi Mary Beth yang justru xix Sekapur Sirih : Keluarga Beriman membutuhkan kacamata iman untuk melihat Yesus yang berupa tanda roti. Pada saat berumur dua tahun, ia tidak diharapkan memiliki penglihatan iman seperti ayahnya. Namun setelah ia menerima komuni pertama, ia sungguh melihat Yesus pada Misa dan ia tahu bahwa ayahnya benar. Pastor pada waktu itu memegang Yesus. Saya berdoa agar buku ini membantu kita semua untuk melihat Yesus lebih jelas pada setiap Misa. Marilah kita berdoa sehingga Yesus, yang telah membuka mata orang buta secara fisik, akan membuka mata jiwa kita untuk melihat kemuliaan yang melingkupi setiap perayaan Ekaristi. Bacalah buku ini dan hadirilah Ekaristi, semoga Tuhan senantiasa beserta Anda semua. Pastor Oscar Lukefahr, C.M. Terminologi — Istilah Di sini akan dijelaskan kata Misa dan kata-kata lainnya yang merujuk kepada tata gerak (aksi) dan tandatanda suci yang berkaitan dengan Misa. Yesus merayakan misa pertama pada perayaan Paskah Yahudi, “Perjamuan Terakhir”-Nya sebelum Ia wafat dan bangkit. Oleh karena itu, di Perjanjian Baru Misa disebut sebagai Perjamuan Tuhan (1 Kor 11:20) dan pemecahan roti, sebab pada xx Sekapur Sirih : Keluarga Beriman Perjamuan Terakhir Yesus mengambil roti dan memecahkan roti itu sebelum mengubahnya menjadi tubuh-Nya sendiri (Luk 22:19; Kis 2:42; 20:7). Sebab dalam pengertian awalnya terjadi dalam sebuah perjamuan Paskah, Misa disebut sebagai Perjamuan Paskah, dari kata Pesah, kata Yahudi yang berarti Paskah. Misa juga disebut sebagai Ekaristi, dari bahasa Yunani yang berarti ucapan syukur, bagian penting dalam ritus Paskah Yahudi dan doa Yesus pada Perjamuan Terakhir (1 Kor 11:24). Istilah Misa mulai digunakan pada abad empat. Asalnya dari kata-kata yang digunakan untuk membubarkan umat pada akhir perayaan Misa dengan kata-kata : Ite, missa est (Pergilah, Misa sudah selesai); missio atau pengutusan ini, mengandung arti bahwa Misa harus dibawa ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Misa juga disebut dengan Liturgi Ilahi (Divine Liturgi); liturgi berasal dari sebuah kata Yunani yang berarti sebuah pekerjaan atas nama orang banyak. Liturgi digunakan di Gereja tidak saja berkaitan dengan keseluruhan Misa, tetapi berkaitan juga dengan bagian-bagian Misa (Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi) dan juga berkaitan dengan sakramen-sakramen dan aktivitas peribadatan atau penyembahan. Istilah-istilah ini dan yang lain-lainnya dijelaskan secara lengkap dalam Katekismus Gereja Katolik, paragraf 1328-1322 dan 1347. (Referensi-referensi yang merujuk kepada Katekismus akan ditandai dengan KGK diikuti dengan nomor paragraf). Penting pula dicatat, di dalam buku ini Tuhan memilih orang-orang dari Perjanjian Lama xxi Sekapur Sirih : Keluarga Beriman akan merujuk kepada Ibrani, Israel, Yahudi, atau orangorang Yahudi. Behold, I stand at the door and knock; if anyone hears My voice and opens the door, I will come in to him and eat with him, and he with Me... After this I looked, and lo, in heaven an open door...” Revelation 3:20, 4:1 xxii Sebuah Refleksi Kembalinya Si Anak Hilang K Oleh : V. Prabowo Shakti etika masih tinggal di Jakarta, tahun 1990’an, saya pernah mengalami rasa bosan mengikuti Misa. Bagi saya, Perayaan Ekaristi atau Misa ya paling begitu-begitu saja. Kering! Diawali dengan lagu pembukaan yang dinyanyikan koor dan umat, fals. Setelah Doa Pembukaan oleh pastor, diteruskan dengan Bacaan I dan II, yang bertugas membaca suaranya tidak seperti penyiar TV alias cempreng, saya ngedumel. Yang menyanyikan Mazmur setali tiga uang : jauh dari pro! Setelah pembacaan Injil, pastor memberikan homili, datar-datar saja, dengan suara monoton, sama sekali tidak menggugah selera, sehingga biasanya saya tertidur pulas sampai ngorok. Ini sungguh terjadi, bukan mengada-ada. Sampai-sampai adik saya malu punya kakak seperti saya, yang kalau ke gereja kerjanya tidur melulu. Begitu dari minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun, perasaan bosan terhadap Misa itu belum juga hilang dan malah semakin mengental. Sampai akhirnya… saya hengkang dari Misa. 1 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang Pucuk dicinta ulam tiba. Dan berkat seorang gadis cantik yang diperkenalkan oleh teman baik, saya tertarik padanya dan sebaliknya saya terseret untuk mengikuti dia di dalam persekutuan doa dan kebaktian yang diselenggarakan oleh sebuah perkumpulan yang menamakan diri Gereja Ekumene. Dinamakan demikian karena anggota perkumpulan tersebut berasal dari gereja-gereja denominasi Protestan. Dari pemahaman saya pada waktu itu, Kebaktian yang diselenggarakan Gereja Ekumene itu tidak terlalu berpatokan kepada liturgi (sangat bebas dan fleksibel). Pendeta yang memberi pelayanan pun berganti-ganti berasal dari pelbagai gereja denominasi. Dalam berkotbah ada yang smart, pintar dalam memaknai bacaan yang diambil dari Kitab Suci dan ada juga yang kurang mengena. Kendati demikian, secara pukul rata, harus diakui untuk ihwal berkotbah, pastor-pastor Katolik selayaknya “angkat topi” pada para pendeta gereja denominasi. Bayangkan, di sebuah ruang yang tidak terlampau besar — tempat kebaktian gereja itu berpindah-pindah dari satu rumah jemaat ke rumah jemaat lainnya di seputar Cempaka Putih, Jakarta Pusat — seorang pendeta bisa berkotbah laksana di sebuah lapangan sepak-bola dengan umat ribuan jumlahnya. Suaranya lantang dan berapi-api, penuh semangat. Bacaan Firman Tuhan pada hari itu, sudah dipersiapkan oleh pendeta yang akan memberi pelayanan di sa2 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang na, dan menurut hemat saya tidak terlampau membedakan antara bacaan Perjanjian Lama dan Baru, tidak dipilah menjadi Bacaan I, II dan Injil, serta tidak berpatokan pada Kalender Liturgi sebagaimana Gereja Katolik. Makna dan pesan dari Bacaan Firman tadi diartikan dan diterjemahkan kepada jemaat menurut pemahaman pendeta, tidak berdasarkan masa liturgi, entahlah ini kelebihan atau kekurangan mereka, yang jelas kontekstual dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada waktu itu (1990-an), walaupun ada juga yang makna dan artinya dipas-paskan. Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam kebaktian itu cenderung berirama cepat dan penuh semangat, disertai iringan musik yang menghentak-hentak, dengan keyboard tunggal dan kadang-kadang band lengkap. Kerap pula gereja itu mengundang artis-artis terkenal untuk menyanyi dan memberikan kesaksian. Ketika bernyanyi jemaat bebas mengekspresikan diri, misalnya dengan berputar badan, bertepuk tangan dan saling bergandengan tangan. Saya merasa pada saat lagu dinyanyikan saya larut di dalamnya, kendati tidak hafal syairnya saya terhipnosis untuk turut bernyanyi, sesak di dada hilang, selanjutnya muncul perasaan bahagia. Sungguh, acara ini yang paling saya nanti-nantikan, karena saya benar-benar bisa mengekspresikan diri saya dengan sangat sempurna (kata beberapa orang jemaat suara saya cukup merdu). Apalagi jika syair lagu yang sedang dinyanyikan itu saya kenal, saya pasti turut bernyanyi dengan suara sekeras-kerasnya — sampai-sampai 3 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang keesokan harinya suara saya menjadi serak atau bahkan hilang sama sekali, lantaran suara saya telah saya habiskan di kebaktian — sambil melompat ke sana-sini, meraih tangan gadis cantik yang sedang saya taksir kemudian saya ajak dia berputar ke sana kemari. Rasa ewuh pakewuh tidak ada di sana, semua sama, semua rata : Anak-anak Tuhan! Yang bagi saya cukup unik adalah saat Doa Syafaat (Doa Umat kalau di Katolik). Di bagian ini — menurut saya, moga-moga saya salah — bagai “ajang” berlomba doa. Seperti adu pintar dalam berdoa (Umat Katolik jelas tidak ada apa-apanya dalam berdoa spontan seperti ini jika dibandingkan dengan Umat Protestan). Ada yang berdoa dengan susunan kata-kata begitu indah, puitis, dan bila mengajukan permohonan baik ampunan maupun sesuatu kepada Tuhan, kadang-kadang dengan suara mendayudayu dan kadang pula keluar kata-kata bernada keras (karena mengutuk setan yang masih saja mengganggu, misalnya). Sering pula disertai tangisan yang sebenarbenarnya, lantaran suaminya berselingkuh umpamanya. Terus terang saja, ketika itu saya agak minder karena tidak bisa berdoa spontan dengan baik dan panjang serta indah kata-katanya seperti cara mereka. Namun mereka tetap memberi saya semangat untuk berani berdoa. Hasilnya memang nyata, beberapa saat kemudian saya bisa juga berdoa mirip mereka, walaupun masih sedikit kaku tetapi sudah penuh dengan permainan kata-kata. Contoh : Bapa yang ada di surga terimakasih atas limpahan rahmat dan 4 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang berkat-Mu kepada kami semua, tanpa terkecuali, yang ada di ruang ini. Kami siap Bapa dengan hati yang terbuka dan tangan yang menengadah ke langit untuk menerima Roh Kudus-Mu, sebagai pembimbing kami hari lepas hari, minggu lepas minggu, bulan lepas bulan dan tahun lepas tahun. Bapa yang baik, kami hanyalah sebutir debu yang tidak bermakna di hadapan-Mu… kami akan tetap lemah, tanpa daya, tanpa campur tangan-Mu yang maha perkasa itu Bapa. Dst., dst.. Hebatnya lagi, di saat saya sedang mendaraskan doa, ada orang lain yang menimpali doa saya dengan suara yang tidak jelas. Seperti mengucapkan kata-kata, tetapi tidak jelas kata-kata apa yang diucapkannya. Yang paling sering tertangkap oleh telinga saya adalah kata-kata seperti : Halleluya, oh Yesus, Puji Tuhan, dan bunyi suara mendesis yang cukup panjang (di kemudian hari, setelah saya bergabung dengan Persekutuan Doa Kharismatik Katolik saya tahu bahwa suara-suara itu adalah Bahasa Roh). Di gereja itu, saya perhatikan bahwa hanya orangorang tertentu yang kerap berdoa dalam Bahasa Roh, kirakira ada tujuh atau delapan orang, dan anehnya semuanya perempuan. Mungkin para perempuan di gereja itu lebih suci dan spiritual dibandingkan dengan kaum lelaki. Saya tidak tahu persis. Ketika saya tanya apa yang mereka ucapkan? “Tidak tahu, Roh Kuduslah yang mengucapkan kata-kata itu. Ia meminjam mulut saya,” jawab seorang ibu yang diamini oleh ibu-ibu lainnya. Apakah ibu-ibu tahu 5 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang artinya? Mereka serempak menjawab : tahu! Walaupun sulit untuk diterjemahkan dalam kata-kata. Mereka hanya bisa merasakannya secara spiritual. Dan yang juga tak kalah menarik adalah pada saat seseorang anggota jemaat memberi kesaksian. Banyak ragamnya. Ada yang menceritakan pengalaman pribadinya, akibat campur tangan Allah, ia dan keluarganya terhindar dari tabrakan dan masuk jurang, rumahnya tidak jadi dibobol maling, hingga kesaksian “spektakuler” bisa selamat dari musibah Kapal Tampomas yang sedang tenggelam, karena bisa meloloskan diri melalui lubang jendela yang ukuran dimensinya jauh lebih kecil dari tubuhnya. Pada kesempatan kebaktian lain, saya mendengar kesaksaksian seorang Jusuf Roni, dengan berapi-api ia menceritakan bagaimana Tuhan Yesus menarik dia dari yang tadinya bukan anak Allah menjadi anak Allah melalui lika-liku yang panjang dan penuh tantangan. Dan beberapa penyanyi yang kerap saya lihat di layar televisi yang tadinya hidupnya penuh bergelimang dosa sampai akhirnya ia menjadi penyanyi hanya untuk melayani Allah saja, dan masih banyak lagi. Setelah kebaktian selesai, kami bersalam-salaman, tidak seperti di Gereja Katolik setelah Misa usai umat membubarkan diri masing-masing, lantaran tidak saling mengenal. Biasanya ucapan-ucapan yang terlontar ketika saling bersalaman seperti ini : “Puji Tuhan Vincent, kamu bisa hadir ikut kebaktian. Sampai jumpa minggu depan di 6 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang rumah bapak X di jalan anu-anu, jangan lupa ya, Tuhan memberkati!” misalnya. Tidak selesai sampai di sini, karena masih dilanjutkan lagi saling berbicara dengan topik yang kontekstual pada masa itu. Yang membuat saya semakin terheran-heran adalah acara salam-salaman ini bisa memakan waktu hampir satu jam, kami seakan-akan enggan untuk saling berpisah. Entah karena apa! Momen seperti ini belum saya jumpai di Gereja Katolik. Menurut hemat saya di saat Kebaktian dan setelah selesai pun terdapat saatsaat, kalau boleh saya katakan : menarik! Semua wajah berseri-seri. Ada sesuatu yang bisa dibawa pulang ke rumah, setelah mengikuti Kebaktian. Sungguh! Tidak membosankan seperti misa di Gereja Katolik… Hampir tiga tahun lamanya saya mengikuti kebaktian mereka, dari rumah ke rumah, dari satu acara ke acara berikutnya, dengan penuh semangat. Dengan penuh variasi. … pada suatu saat, dan ini yang kemudian menjadi titik balik bagi saya, saya merasakan sesuatu yang tidak ada di gereja itu…entah apa! Pada mulanya saya tidak bisa mengidentifikasi apa yang tidak ada pada mereka. Seolah-olah bagi saya semuanya lengkap. Perfect. Dan pada akhirnya… saya menemukan… mereka tidak pernah mengucapkan kata-kata, seperti : Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia… yang di setiap Misa Katolik diucapkan oleh umat di luar kepala sampai-sampai umat sendiri tidak tahu lagi apa makna sejatinya di balik kata-kata itu, Kudus-kudus, Tuhan Kasihanilah Kami dan 7 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang lain-lain yang semuanya ada di dalam Misa. Bukan hanya berupa kata-kata saja, di gereja itu tidak ada Tabernakel, tidak ada patung-patung Yesus, Bunda Maria, atau St. Yosef serta santo-santa lainnya, pintu masuk gereja itu polos tidak ada wadah air suci untuk membuat Tanda Salib. Jemaat gereja itu tidak pernah berlutut atau membuat tanda salib, suasana hening ciri khas Gereja Katolik — walau belakangan mulai luntur — tidak saya ketemukan di sana, tidak ada pengakuan dosa (walaupun sudah puluhan tahun saya tidak pernah lagi mengaku dosa). Betul bahwa doa-doa mereka sempurna, tidak membosankan, lagu-lagu mereka bervariasi, dari yang pop, jazz, sampai pada yang sangat megah, kotbah pendetanya nomor satu. Pokoknya tidak ada yang salah. Semuanya sempurna… Tapi ternyata mereka bukanlah bagian dari tradisi lama saya, walaupun sudah tiga tahun lebih saya bergaul dan mengikuti mereka dengan cara mereka yang sangat atraktif, variatif dan tidak membosankan. Namun bagi saya di gereja itu ada sesuatu yang bagi saya seperti terasa kurang : mereka tidak punya Misa! Ya, Misa! Perayaan Misa yang dulu begitu membosankan bagi saya, tiba-tiba saja saya rindukan. Sebuah kerinduan yang begitu dalam, yang seakan-akan tidak bisa terobati. Dan tiba-tiba saja, saya menangis, menangis sejadi-jadinya. Saya lalu mengambil Rosario yang bergantung di tembok kamar saya. Rosario itu — salib dan manik-maniknya — berbalut debu tebal, karena telah bertahun-tahun tidak pernah saya sentuh. Untuk kali 8 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang pertama, setelah mungkin lima atau enam tahun, saya berdoa Rosario lagi. Di setiap selingan Sepuluh Salam Maria, saya berkata kepada Bunda Maria : “Ibu, saya ingin kembali lagi ke pangkuanmu, ke pangkuan Gerejamu dan Putramu.” Betul bahwa setiap tiga bulan sekali, gereja itu menyewa sebuah aula hotel atau gereja dari salah satu denominasi untuk mengadakan Perjamuan Kudus, yang diselenggarakan selalu pada malam hari, dengan penuh antusias dan kursi selalu penuh. Tetapi bagi saya Perjamuan Kudus itu bukan Misa! Pembaca yang budiman jangan membayangkan bahwa Perjamuan Kudus adalah sebuah Misa Katolik bergaya Protestan, sama sekali bukan! Perjamuan Kudus adalah Ibadat Kebaktian biasa yang di tengah-tengahnya diselingi pemecahan “roti” oleh pendeta dan kemudian dibagikan kepada jemaat yang hadir bersama dengan “anggur.” Roti dan anggur di sini saya beri tanda kutip karena roti yang dibagikan itu bukanlah roti yang telah berubah menjadi Tubuh Kristus. Begitu pula anggur yang dibagikan itu bukanlah anggur yang telah bertransubstansiasi menjadi Darah Kristus. Bahan yang dipergunakan sebagai roti pun bukan bahan sebagaimana hosti di Gereja Katolik tetapi bahan seperti dan rasanya mirip opak, yang terbuat dari singkong, ketika dikunyah mengeluarkan bunyi kriuk-kriuk. Anggurnya pun bukan anggur asli seperti di Gereja Katolik, tetapi anggur grape berwarna ungu yang dengan gampang bisa kita jumpai di toko-toko minuman. Tidak ada Liturgi Ekaristi yang terdiri atas Persembahan, 9 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang Doa Syukur Agung, dan Komuni. Pendeta yang memberi pelayanan di Perjamuan Kudus itu, tidak mengucapkan doadoa konsekrasi. Kata-kata seperti yang diucapkan pastor Katolik — sambil mengangkat Tubuh Kristus : “Behold the Lamb of God, behold him who takes away the sins of the world. Blessed are those called to the supper of the Lamb” — tidak keluar dari mulut pendeta. Dan ”Lord, I am not worthy that you should enter under my roof, but only say the word and my soul shall be healed,” tidak disuarakan oleh pendeta dan jemaat gereja itu, sebagaimana pastor dan umat di Gerja Katolik. Dan ketika roti dibagikan pun tidak ada kata-kata : “Body of Christ,” ke luar dari mulut pendeta dan penerima roti tidak menjawab : “Amen.” Saya kutip ajakan dan doa di atas dalam bahasa Inggris bukan untuk “sok-sokan” atau “gaya-gayaan,” tetapi agar para pembaca membaca ajakan dan doa itu dengan perlahan dan kemudian mencari “makna” atau “arti” dari tulisan Inggris tersebut. Kalau saya tulis sebagaimana aslinya dalam bahasa Indonesia, bisa-bisa akan dilompati karena bagi para pembaca kalimat itu sudah diucapkan ribuan kali, sudah jamak, meminjam istilah anak muda, sudah terbiasa, telah di-“mengerti,” dan mungkin saja telah berubah menjadi mekanis. Pembaca PendokRenungan.com yang budiman, ternyata saya sangat merindukan hal-hal yang dulu saya lakukan tanpa tahu maknanya di dalam Misa : membuat tanda salib dengan cepat, ketika Misa tengah berlangsung 10 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang pikiran melayang-layang entah ke mana, mendaraskan doa atau nyanyian Bapa Kami tanpa mencoba menggali makna di balik kalimat dan kata-katanya, ketika tiba di bagian Liturgi Ekaristi, tidak pernah sekali pun — karena alasan belum tahu — membayangkan bahwa yang menciptakan liturgi Ekaristi itu adalah Yesus sendiri, yang mau berkurban sebagai silih atas dosa-dosa saya dan dosa-dosa banyak orang. Tetapi justru hal-hal inilah yang membuat saya kembali lagi ke gereja Katolik sampai sekarang hingga punya satu istri dan tiga anak. Ternyata kebosanan atas rutinitas itu justru di kemudian hari membuat saya kangen atas rutinitas yang sama yang telah saya lakukan. Itulah misteri Misa atau Ekaristi, saudaraku! Setelah saya renungkan berlama-lama, mengapa saya sempat hengkang selama kurang lebih tiga tahun dari Misa… jawabnya adalah : saya tidak pernah mencoba mencari dan kemudian memberi makna atas misteri dan keagungan Misa atau Ekaristi yang diciptakan oleh Yesus sendiri! Selain itu, saya tidak atau belum menangkap misteri kehadiran nyata Yesus di dalam Misa yang sejatinya memberikan tubuh dan darah-Nya kepada saya. (Note: Dikutip dengan seizin www.PondokRenungan.com, disertai perbaikan redaksional, judul asli : Bosan Ikutan Ekaristi oleh Vincent PS, Bancar Kembar Estat B-9, Purwokerto, 02 Juli 2001). *** 11 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang Apa yang diutarakan oleh penulis kesaksian di atas mungkin saja benar. Ia meninggalkan Misa karena menganggap Misa itu sebagai rutinitas. Dan banyak dari umat Katolik merasakan hal yang sama. Mereka menghadiri Misa alasan utamanya karena semata-mata kewajiban, bukan sebagai kebutuhan dan kerinduan rohani. Bukan ingin berjumpa dengan Yesus yang telah menciptakan Misa atau Ekaristi itu sendiri. Dalam permenungannya, penulis kesaksian di atas menemukan jawaban mengapa ia meninggalkan Misa karena ia tidak pernah mencari dan kemudian memberi makna atas misteri dan keagungan Misa. Sungguh Misa atau Ekaristi itu adalah “misteri iman” sebagaimana ditulis di Kata Pengantar dalam buku ini oleh Timothy M. Dolan, Uskup Agung Milwaukee, Amerika Serikat, yang bagi kita mustahil untuk bisa kita mengerti dan pahami sepenuhnya. Namun demikian bukan berarti kita tidak perlu belajar dan melakukan permenungan dan berdoa atas “misteri” tersebut. Memahami Misa Melalui Kitab Suci Salah satu kunci untuk memahami Misa dengan ritual-ritual dan doa-doanya adalah Kitab Suci. Dalam buku ini jika dibaca dengan penuh pemahaman akan terkristalisasi bahwa seluruh Misa diwarnai oleh rujukan Kitab Suci. Jiwa yang termaktub dalam Sabda Allah di 12 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang dalam Kitab Suci memang tidak serta-merta bisa membantu pemahaman kita atas Misa atau Ekaristi, namun demikian Kitab Suci telah mengundang kita melaui doa, tanda-tanda, dan ritual dalam Misa. Nyala lilin dan dupa, berdiri dan berlutut, ungkapan-ungkapan seperti “Tuhan bersamamu,” dan “Madah Kemuliaan” — semuanya ini berasal dari Kitab Suci, apakah ia merupakan sebuah kutipan langsung atau merupakan gema dari pasal-pasal Kitab Suci atau mengambil dari cerita-cerita dan peristiwaperistiwa Kitab Suci. Memahami latar belakang doa-doa dan ritual-ritual dari Misa secara biblis dapat memberi penerangan bagi kita atas apa yang sebenarnya terjadi di dalam Liturgi. Dan pada gilirannya kemudian, ia akan semakin memberdayakan keikutsertaan kita di dalam Liturgi dan dengan demikian akan memungkinkan kita masuk lebih dalam lagi kepada misteri Misa (Edward Sri, A Biblical Walk Through The Mass : Understanding What We Say And Do In The Liturgy, Ascencion Press, 2011, p-3). Salah satu contoh misalnya, doa “Madah Kemuliaan,” yang merupakan gema lagu para malaikat di Betlehem pada hari Natal pertama, ketika para malaikat itu bernyanyi menyambut kedatangan bayi Yesus kira-kira 2000 tahun lalu. Sama halnya dengan kita bersiap menyambut Tuhan Yesus di altar dalam Ekaristi ketika kita bernyanyi atau mendaraskan doa Madah Kemuliaan pada Misa di hari Minggu. Begitu pula ketika imam membasuh tangannya sebelum Doa Persembahan, hal ini mengingatkan kita akan 13 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang ritual yang sama yang dilakukan para imam Perjanjian Lama sebelum memasuki hadirat Allah di altar kenisah. Ketika kita menyaksikan seremonial pembasuhan tangan di Misa, kita hendaknya takjub, mengingat dari perspektif Kitab Suci, hal itu merupakan tanda bahwa imam mendekati hadirat suci Allah dan akan mempersembahkan pengurbanan yang paling sakral sebagaimana Kristus mengurbankan diri-Nya di kayu salib yang dihadirkan kembali di dalam Ekaristi melalui imam. Itulah misteri dan keagungan Misa. Dari jaman para rasul, Misa telah menjadi pusat ibadat Kristiani. Karena Misa tidak kurang dari perayaan Ekaristi yang Yesus selenggarakan pada Perjamuan Terakhir, ketika Ia memerintahkan para murid-Nya, “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku” (lihat Luk. 22:19). Seluruh peristiwa yang terjadi di dalam Misa tidak mungkin untuk diringkas dalam satu atau dua kalimat singkat, karena keseluruhan misteri penebusan terjalin dengan liturgi Ekaristi. Ada tiga aspek yang harus kita mengerti agar kita bisa memahami — kendati tidak mungkin menyeluruh — misteri dan keagungan Misa : 1) Ekaristi sebagai peringatan akan pengurbanan Yesus di kayu salib, 2) Ekaristi sebagai kehadiran nyata Yesus, 3) Ekaristi sebagai kebersatuan kudus dengan Tuhan. 14 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang Misa Sebagai Kurban Ketika saya masih kecil, ayah dan ibu saya jika mengajak anak-anaknya ke gereja kerap menggunakan kalimat seperti ini : “Ayo anak-anak segera tidur, kita besok bangun lebih pagi untuk ikut Kurban Misa pukul tujuh.” Istilah Kurban Misa dewasa ini sudah jarang kita dengar. Umat Katolik sekarang lebih sering menggunakan ungkapan Misa atau Perayaan Misa dan Ekaristi atau Perayaan Ekaristi. Betul bahwa perayaan Ekaristi kerap disebut dengan Kurban Suci Misa. Namun sejatinya dalam pengertian apa Misa dikatakan sebagai kurban? Untuk menjawab pertanyaan ini tidaklah mudah. Umat Katolik tidak datang ke Misa seperti orang Yahudi kuno yang pergi ke kenisah atau sinagoga dengan membawa binatang ke altar untuk disembelih, dipotong-potong, dibakar, dan dipersembahkan kepada Allah oleh seorang imam. Kurban yang terjadi di dalam Misa bukanlah kurban sapi, domba, atau kambing. Namun demikian di dalam Misa terjadi kurban yang sesungguhnya — kurban Yesus Kristus, Putra Allah, yang melalui kematian-Nya di kayu salib mengurbankan diri-Nya sebagai persembahan utuh kepada Bapa guna menghapus dosa-dosa dunia. Dosa kita semua, anak-anak turunan Adam yang sudah diusir dari Taman Firdaus akibat mangkir dari perintah Allah. Menurut ajaran Katolik, Misa tidak hanya sekadar mengenang atau simbol wafat Yesus di kayu salib. Misa secara sakramen15 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang tal menghadirkan kurban penebusan Kristus di Kalvari, sehingga kuasa penebusan itu menjadi kekuatan kita dalam mengarungi kehidupan kita sebagai pengikut Kristus. Sebagaimana Katekismus Gereja Katolik ajarkan : “Dalam kurban ilahi ini, yang dilaksanakan di dalam Misa, Kristus yang sama itu hadir dan dikurbankan secara tidak berdarah … yang mengurbankan diri sendiri di kayu salib secara berdarah satu kali untuk selama-lamanya” (KGK 1367). Satu hal penting yang harus kita catat adalah bagaimana bahasa yang dipergunakan Yesus ketika berbicara tentang tubuh dan darah-Nya dengan memberi penekanan pada kata kurban atau pengurbanan. Ia mengatakan tubuh-Nya akan dikurbankan dan darahNya akan ditumpahkan. Hal ini mengingatkan kita akan ritual pengurbanan Yahudi di mana tubuh binatang disembelih dan darahnya ditumpahkan sebagai kurban. Dengan demikian, Yesus, pada Perjamuan Terakhir sudah mengantisipasi pengurbanan diri-Nya di kayu salib ketika Ia merujuk pada tubuh dan darah-Nya yang sedang dikurbankan seperti seekor domba Paskah yang tengah disembelih. Hal penting lainnya adalah kata memorial, kenangan, atau peringatan. Dalam Kitab Suci memorial, kenangan atau peringatan itu bukan sekadar mengenang peristiwa lampau. Kata-kata itu mengandung pengertian bahwa 16 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang peristiwa-peristiwa di masa lampau yang dikenang atau diperingati itu dihadirkan kembali. Oleh karena itu, ketika Yesus berkata, “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku,” Ia sedang memerintahkan para murid-Nya untuk menghadirkan — sebuah kenangan biblis persembahan kurban tubuh dan darah-Nya pada Perjamuan Terakhir. Betul bahwa ketika Yesus berbicara mengenai tubuh dan darah-Nya pada Perjamuan Terakhir adalah tubuh dan darah-Nya yang dikurbankan di Kalvari dan hal ini yang dihadirkan kembali di dalam Misa. Kehadiran Nyata Kristus Aspek kedua Ekaristi adalah bahwa Ekaristi itu menyajikan kehadiran nyata Yesus. Ajaran-ajaran Gereja Katolik mengatakan bahwa kendati Kristus hadir di tengah umatnya melalui banyak cara — orang miskin, Sabda-Nya, sakramen-sakramen, serta dalam doa dua atau tiga orang yang berkumpul atas nama-Nya — namun Ia secara istimewa hadir di dalam Ekaristi. Sebab di dalam Ekaristi itu tubuh, darah, jiwa, dan ke-Allah-an Yesus secara substansi hadir. Melalui Ekaristi, “Kristus, Allah dan manusia, membuat diri-Nya secara utuh dan penuh hadir (Konsili Trente DS 1651). Ekaristi bukan sekadar simbol Yesus. Bukan pula Kristus hadir secara rohani melalui cara yang tersamar di dalam roti dan anggur. Pada Perjamuan Terakhir, Yesus 17 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang mengambil roti dan anggur dan berkata, “Ini Tubuh-Ku… Ini piala Darah-Ku…” Tidak seperti umat Kristiani lainnya yang memandang Ekaristi hanya sebagai simbol suci atau “kenangan” akan Kristus. Gereja Katolik mengimani ketika imam di dalam Misa mengucapkan kata-kata Yesus pada waktu konsekrasi, roti dan anggur di altar berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Santo Yohanes Krisostomus menjelaskan : “Bukan manusia yang menyebabkan bahwa bahan persembahan menjadi tubuh dan darah Kristus, melainkan Kristus sendiri yang telah disalibkan untuk kita. Imam yang mewakili Kristus, mengucapkan kata-kata ini, tetapi daya kerjanya dan rahmat datang dari Allah. Inilah tubuh-Ku, demikian ia berkata. Kata-kata ini mengubah bahan persembahan itu.” Datanglah Imanuel Salah satu gelar biblis Yesus adalah “Imanuel,” yang mengandung makna “Allah beserta kita” (Mat 1:23). Yesus adalah Putra Allah yang menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Dan karena begitu rindunya Ia untuk tetap tinggal bersama dengan kita maka Ia memberikan hadiah istimewa berupa kehadiran diri-Nya secara sakramen di dalam Ekaristi. Yesus dengan demikian tetap menjadi Imanuel — Allah beserta kita — di setiap Misa yang dirayakan di seluruh dunia. Kita hendaknya tidak menafikan hadiah istimewa Yesus ini dengan sia-sia. 18 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang Peristiwa yang paling menakjubkan di alam semesta terjadi pada setiap Misa : Putra Allah sendiri datang di altar kita dan tinggal di tengah-tengah kita! Ambillah dan Makanlah : Komuni Kudus Tuhan menyampaikan kepada kita suatu undangan yang sangat mendesak, supaya menyambut Dia dalam Sakramen Ekaristi. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu” (Yoh 6:53). Guna menjawab undangan ini, kita harus mempersiapkan diri untuk momen yang begitu agung dan kudus. Santo Paulus mengajak supaya kita mengadakan pemeriksaan batin: “barangsiapa dengan cara tidak layak makan roti dan minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1 Kor 11:27-29). Perjanjian Baru mengungkap Yesus menjadi domba Paskah yang dikurbankan di Kalvari karena dosa-dosa kita (lihat 1 Kor 5:7-8; 1 Pet 1:19; Why 5:6). Tetapi, di dalam perayaan Paskah, sebagaimana ritual pengurbanan Yahudi tidak cukup hanya menyembelih binatang domba 19 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang saja. Memakan domba kurban bersama adalah bagian penting dari perayaan Paskah tersebut (lihat Kel 12:8-12). Setelah pengurbanan akan diikuti dengan acara makan bersama (perjamuan bersama) yang melambangkan perjanjian persatuan (persekutuan) yang dimeteraikan antara bangsa Israel dan Allah. Hal ini mengandung implikasi penting guna memahami komuni di dalam Ekaristi. Jika Yesus adalah anak domba Paskah baru yang telah dikurbankan untuk dosa-dosa kita, maka hal ini akan menjadi selaras jika kemudian diselenggarakan suatu perjamuan bersama yang menyertai pengorbanan Yesus di kayu salib — perjamuan yang di dalamnya kita ikut ambil bagian adalah pengurbanan Anak Domba Allah yang sesungguhnya, yakni Yesus Kristus sendiri. Hal ini dipertegas lagi oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus yang merefleksikan pentingnya pengurbanan dan persekutuan bagi orang Yahudi. Santo Paulus berkata :”Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. Karena itu marilah kita rayakan” (1 Kor 5:7-8). Perhatikan bagaimana pengurbanan Kristus dimengerti yang pada gilirannya kemudian bermuara kepada perayaan perjamuan. Dalam diskursus berikutnya Santo Paulus memahami bahwa perayaan perjamuan itu sebagai Ekaristi. Misalnya dalam suratnya kepada jemaat Korintus ia menggambarkan kebersatuan yang sempurna yang terbangun melalui ambil bagian dalam Tubuh dan Darah Kristus : “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang 20 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1 Kor 10:16-17). *** Para pembaca yang budiman, melalui buku yang ditulis oleh Romo Oscar Lukefahr, C.M. yang judul aslinya adalah “We Worship : A Guide To The Catholic Mass” ini, kita akan diajak mengarungi samudera Perjanjian Lama dan Baru serta lantas menapaki masa-masa Gereja Perdana, Sejarah Perkembangan Gereja, dan beberapa Konsili Gereja guna mememahami apa itu Misa atau Perayaan Ekaristi, yang pada intinya kita akan dituntun untuk “Mengungkap Misteri & Rahasia Misa Katolik.” 21 Sebuah Refleksi : Kembalinya Si Anak Hilang “Let all mortal flesh keep silence, and stand with fear and trembling, and meditate nothing earthly within itself. For the King of kings and Lord of lords, Christ our God, comes forward to be sacrificed, and to be given for food to the faithful. And the bands of angels go before Him with every power and dominion, the many-eyed cherubim, and the six-winged seraphim, covering their faces, and crying aloud the hymn: Alleluia, Alleluia, Alleluia.” A Prayer from the ancient liturgies 22 Bab Satu Mengapa Menghadiri Misa H ugh, seorang penghuni rumah veteran di Missouri bagian selatan, berujar bahwa selama Perang Dunia II ia kerap menghadiri Misa yang dirayakan pada sebuah altar darurat, seperti di sebuah tutup mesin mobil jeep misalnya. Pada suatu kesempatan di daerah zona perang di Philipina, Misa diadakan di sebuah kayu balok besar, ketika Misa tengah berlangsung terdengar raungan Pesawat Tempur Jepang di atas kepala sambil melepaskan tembakan. Pastor dan para prajurit segera berlindung di tanah dekat altar hingga pesawat itu menghilang. Kemudian Misa dimulai lagi. *** Ketika saya bertanya kepada tuan Hugh mengapa ia menghadiri Misa dalam kondisi semacam itu? “Saya ingin dan begitu pula para prajurit lainnya,” jawabnya. “Kita menyadari bahwa kita memerlukan Tuhan.” Kita memerlukan Tuhan juga. Namun dalam kondisi yang lebih nyaman dan aman di dunia modern kita se23 Mengapa Menghadiri Misa karang, sehingga kita bisa melupakan hal-hal seperti yang dialami tuan Hugh ini. Oleh karena itu, kita harus mempelajari alasan-alasan mengapa kita harus menghadiri Misa. Hubungan Antara Misa Dan Kehidupan Kita Yang paling utama dari alasan-alasan tersebut adalah tata cara di dalam mana Misa berhubungan dengan kondisi kemanusiaan kita. Sebagaimana kita sadari kita sebagai manusia menginginkan makan, pakaian, dan tempat berlindung. Kita rindu berhubungan satu dengan lainnya, mencintai dan dicintai. Kita mendambakan kebahagiaan. Begitu kita mencoba memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut, kita dihadapkan kepada pelbagai tantangan dan hambatan. Memuaskan keinginan jasmani memerlukan kerja keras. Membangun kerjasama dengan orang lain tidaklah mudah; persahabatan lantas menjadi luntur dan antara keluarga kerap saling bertengkar. Kelemahan dan kegagalan itu sering menyurutkan langkah kita. Kejahatan, terorisme, dan perang menjadi bayangbayang gelap kemanusiaan kita. Keinginan kita untuk hidup dihadapkan kepada kenyataan bahwa kita pasti akan mati. Lantas apa yang salah? Mengapa hidup manusia berjalan ke arah yang keliru? Dapatkah hal itu diperbaiki? Umat manusia telah bergelut dengan pertanyaan-per24 Mengapa Menghadiri Misa tanyaan semacam ini selama berabad-abad. Tradisi Yudeo-Kristiani melacak problema-problema tersebut ke belakang dan menemukan fakta bahwa manusia telah salah menggunakan kebebasan yang diberikan Tuhan pada waktu penciptaan. Manusia pertama baik lelaki maupun perempuan, diberi kebebasan, dengan demikian mereka dapat mencintai Tuhan dan sesamanya dan pada akhirnya mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya. Tetapi manusia pertama justru memilih menolak rencana Allah. Mereka memutuskan hubungan dengan Allah dan sesamanya. Dosa-dosa mereka berpengaruh atas keturunan mereka, yang pada gilirannya kemudian tenggelam lebih dalam lagi kepada pelbagai kesalahan dan tragedi. Kemanusiaan tidak bisa diandalkan untuk menjadi sebuah “jembatan” yang menghubungkan kekosongan antara dirinya sendiri dengan Sang Pencipta. Sehingga Allahlah yang terlebih dahulu menggapai kita, membangun titik jalinan melalui orang-orang Yahudi. Allah, yang merupakan komunitas cinta Tiga Pribadi — Bapa, Putra, dan Roh Kudus — memasuki dunia kita ketika Sang Putra mengambil bentuk manusia sebagai Yesus Kristus. Yesus membawa cinta Allah yang tak terbatas ke dalam bentuk kemanusiaan. Musuh-musuh Yesus, yang menentang pesan-pesan-Nya bahwa Allah mencintai semua manusia, mencoba untuk membungkam Yesus. Namun Ia tidak mau menyerah bahkan ketika Ia menyadari konsekuensinya yakni: kematian! “Tidak ada kasih yang lebih besar dari25 Mengapa Menghadiri Misa pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Kematian Yesus di kayu salib adalah bentuk cinta yang terbesar dalam sejarah, sebuah pengorbanan yang memperbaiki kerusakan hubungan antara Allah dengan kita, manusia. Karena Yesus adalah Allah dan juga manusia, kematian tidak bisa mengungkung-Nya dan ditaklukkan melalui Kebangkitan-Nya. Yesus hidup sepanjang masa sebagai Tuhan dan Penyelamat, yang menyatukan kita dengan diriNya melalui Gereja-Nya yang meneruskan kehadiran nyataNya di dunia. Yesus mengundang kita semua untuk bersatu dengan diri-Nya, untuk menerima kekuatan cinta ilahi yang dapat membawa kita melalui pelbagai cobaan bahkan kematian, untuk menuju kepada kebahagiaan kekal. Di sinilah Misa berperan. Kematian dan Kebangkitan Yesus bukan sekadar peristiwa sejarah. Ia menyentuh kita hari ini melalui Ekaristi. Malam sebelum wafat-Nya, Yesus mengumpulkan para murid di sebuah meja di mana Ia mengambil roti dan anggur, “Inilah tubuhKu” (Mat 26:26). Lalu Ia mengambil cawan anggur dan berkata, “Inilah darah-Ku. Lakukan ini sebagai kenangan akan Daku.” Orang-orang Kristen Perdana memahami bahwa kata-kata yang diucapkan Yesus ini menyatukan mereka kepada kematian dan Kebangkitan Kristus. “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu 26 Mengapa Menghadiri Misa memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Kor 11:26). Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Allah mewariskan kekuatan kematian dan Kebangkitan Kristus bagi kita setiap kita mengikuti Misa. Pada setiap Misa, kita secara sakramental dibawa ke dalam ruang tempat Yesus memberi kita Ekaristi, ke bukit tempat Ia wafat, dan ke kuburan kosong tempat kita bertemu dengan Kristus yang bangkit. Jika kita sungguh-sungguh menyadari mukjizat yang terjadi pada setiap Misa, kita akan melepas kasut kita, sebagaimana Musa di hadapan Allah pada semak belukar yang menyala, dan kita akan sujud menyembah-Nya. Atau paling tidak, kita dengan gembira dan penuh rasa syukur memasuki tempat di mana Misa dirayakan. Di sini kasih dan rahmat Allah membersihkan hidup kita dengan memberi makna dan harapan. Dan pada setiap Misa kita ungkapkan dengan doa dan penyembahan apa yang kita percayai akan kebesaran Allah dan akan … Rumah Kita Ciptaan Allah Rumah kita adalah planet Bumi. Ia berputar mengelilingi Matahari, satu dari seratus milyar bintang di galaksi Milky Way. Milky Way adalah satu dari bermilyarmilyar galaksi, bagian dari alam semesta yang begitu besar jika kita melakukan perjalanan dengan kecepatan cahaya 27 Mengapa Menghadiri Misa (299,790 km per detik), kita memerlukan tiga puluh milyar tahun untuk mengelilingi diameter tersebut. Jika alam semesta dikurangi dengan satu trilyun, dengan Matahari seukuran butir pasir, galaksi kita akan sepanjang pantai dengan ukuran 600.000 mil, dan alam semesta masih akan membentang hingga batas diluar bayangan kita. Hidup kita di planet Bumi barangkali akan berakhir ketika usia kita seratus tahun. Sepertinya waktu yang cukup lama, tetapi dibandingkan dengan usia alam semesta, ia menjadi tidak signifikan. Untuk menunjukkan bagaimana hidup kita masuk ke dalam pola waktu, astronomer Carl Sagan menyarankan agar kita memendekkan lima belas milyar tahun usia alam semesta ke dalam satu tahun kalender. Alam semesta mulai pada 1 Januari, Bumi dibentuk pada 14 September. Dinosaurus muncul pada Malam Natal. Dan manusia mulai ada pada 31 Desember pukul 10:30 P.M. Yesus hidup empat detik yang lalu. Umur terpanjang manusia seperlima detik. Apakah kita adalah noktah di planet yang besar yang mengitari matahari yang membakar dirinya sendiri ke luar dari galaksi yang lelah dan hilang di alam semesta yang maha luas; Atau kita adalah anak-anak Allah. Allah yang maha perkasa untuk menciptakan 28 Mengapa Menghadiri Misa alam semesta dengan sebuah kata; Allah yang sangat bijak untuk merancang alam semesta lima belas milyar tahun bergerak tanpa henti; dan Allah yang maha baik untuk mewariskan kepada kita hadiah tak ternilai dari kehidupan, pengetahuan, dan cinta. Apakah kita adalah gumpalan bahan kimia yang dipersatukan dengan perekat yang berkesempatan untuk hidup singkat, namun kita ada tanpa dilandasi oleh sebab atau makna; Atau kita adalah orang-orang yang diciptakan untuk melakukan sebuah perjalanan indah, menuju kematian untuk memulai hidup baru yang akan menempatkan kita di hadapan Allah selama-lamanya dan diberkati dengan kegembiraan, kedamaian, dan kemamanan yang kita rindukan. Apakah tidak ada yang lebih besar dari kita sendiri; tidak ada alasan untuk berada; tidak ada penyelamat dari kebencian, kekerasan, dan kematian, sebab kita datang dari ketiadaan dan akan kembali musnah menjadi tiada; 29 Mengapa Menghadiri Misa Atau ada Allah yang keberadaan-Nya adalah pengetahuan, cinta, dan persona — Bapa, Putra, dan Roh Kudus — yang dari gambar-Nya kita diciptakan. Dan Sang Putra memasuki ruang dan waktu kita; mengambil rupa manusia sebagai Yesus Kristus; wafat di kayu salib untuk menaklukkan kejahatan dan kematian; bangkit dari kubur untuk meraja sepanjang masa; dan mewariskan kita sebuah mukjizat yang mengizinkan kita menjadi satu dengan-Nya dalam kehidupan, kematian, dan Kebangkitan-Nya dan melalui Dia kita dipersatukan dengan Bapa dan Roh Kudus. Kita sebagai orang Katolik tetap berdiri kokoh bersama dengan orang-orang beriman selama dua puluh abad menentang pengerdilan dan ketiadaan makna. Di dalam Misa kita berdiri bersama dengan Kristus untuk mewartakan keyakinan kita di hadapan Allah di mana cinta selalu mengalahkan kebencian dan kehidupan mengalahkan kematian. Kita mewarisi mukjizat yang diberikan Yesus, yakni mukjizat Ekaristi. Menyentuh Allah Kita mungkin beranggapan bawa menghadiri Mi30 Mengapa Menghadiri Misa sa adalah kewajiban yang diterapkan oleh Gereja atau sebuah tradisi yang indah atau sekadar kegiatan sosial yang harus kita lakukan. Namun sejatinya Misa terletak di pusat eksistensi kita, manusia. Ia mendefinisikan apa yang kita percayai tentang Allah, tentang hidup, dan tentang kematian, tentang betul dan salah. Kita tidak dapat menghadiri Misa tanpa membawa sesuatu yang signifikan di dalam kemanusiaan kita. Kita juga tidak dapat meninggalkan Misa begitu saja tanpa memengaruhi siapa kita sebenarnya, apa yang kita percayai, dan dimana kita berada di tengah pertanyaan yang paling esensial mengenai kehidupan. Sungguh, ukuran alam semesta dan ruang waktu begitu besar sehingga kita tidak dapat memahaminya. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan seberapa besar Yang Maha Ada yang menciptakan baik waktu dan ruang? Jika alam semesta yang diciptakan Allah begitu besarnya untuk bisa kita mengerti, bagaimana kita dapat berhubungan dengan Allah dengan cara yang nyata? Jelas kita tidak dapat mengandalkan diri kita sendiri. Namun Allah menggapai kita pada titik di mana alam semesta masih berdiri kukuh, yakni Misa. Sebagaimana kita “meringkas” waktu dan ruang untuk mendapatkan gambaran seberapa besarnya ruang dan waktu tersebut, begitu pula Allah “meringkas” ke-Allahan-Nya di dalam Yesus untuk mengungkapkan kedalaman cinta ilahi yang ada di hati Allah. Kemudian Yesus “meringkas” kuasa kehidupan, kematian, dan 31 Mengapa Menghadiri Misa kebangkitan di dalam Misa; Ia juga “meringkas” kemanusiaan dan ke-Allahan-Nya di dalam Ekaristi. Melalui Misa dan di dalam Komuni Kudus, kita berjumpa dengan Allah. Jika kita memahami alasan-alasan mengapa kita pergi ke Misa, kita seyogianya menyadari apa yang terjadi di dalam Ekaristi, siapa yang kita terima pada saat Komuni, dan bagaimana selama satu jam Misa dapat memengaruhi kehidupan kita? Di dalam Misa kita menyentuh yang ilahi, kita menembus sekat yang memisahkan waktu dari kekekalan dan menggenggam tangan Yesus. Kita ditarik dari rutinitas kehidupan kita sehari-hari ke dalam “kepenuhan” Allah (Ef 3:19). Kebahagiaan Nyata Kita semua menginginkan kebahagiaan, Allah juga menghendaki kita untuk bahagia. Namun kebahagiaan adalah sesuatu yang sulit untuk digapai. Ada beberapa tingkatan kebahagiaan : memuaskan keinginan tubuh, mencapai cita-cita yang begitu berharga, menolong orang lain. Namun ini semua bersifat sementara. Hanya kebahagiaan yang berasal dari kehendak Allah yang akan langgeng. Tanpa berlandaskan kesejatian cinta Allah dalam hidup kita, kita tidak akan pernah menggapai kebahagiaan abadi. 32 Mengapa Menghadiri Misa Misa adalah mutlak diperlukan guna menggapai kebahagiaan. Paus Yohanes Paulus II menulis dalam surat apostoliknya “Dies Domini” bahwa “kita harus menemukan kembali aspek hidup beriman….Minggu adalah hari bahagia yang begitu istimewa, sungguh hari yang paling pas untuk belajar bagaimana berbahagia dan menemukan kembali hakikat yang sesungguhnya dan sumber asali dari kebahagiaan” (57; dokumen ini dapat dibaca di www.cin. org/jp2/diesdomi.html). Sejatinya saya ingin tahu berapa dari kita yang menghadiri Ekaristi pada hari Minggu mengharapkan terpenuhinya kebahagiaan. Ketika sedang mempersiapkan Misa, saya seringkali prihatin mengenai permasalahan yang harus saya tangani, sahabat-sahabaat yang menghadapi kesulitan, dan permasalahan global seperti terorisme. Terbebani oleh bermacam kekhawatiran tersebut, saya menjadi tidak memiliki harapan yang positif, damai, dan bahagia pada saat menuju ke altar. Tetapi masalah yang saya hadapi tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh Kristus malam sebelum Ia wafat. Ia menantikan hari yang mengerikan, ditinggalkan oleh para murid-Nya, dan memanggul beban yang tak terbayangkan, dosa-dosa manusia. Kendati demikian, Ia tetap memancarkan kedamaian dan kebahagiaan. “Semuanya ini Kuberitahukan kepadamu, supaya kegembiraan-Ku ada dalam hatimu, dan kegem33 Mengapa Menghadiri Misa biraanmu menjadi sempurna,” Ia berkata kepada para murid-Nya (Yoh 15:11). Ia berdoa agar kesedihan mereka akan menjadi kebahagiaan (lihat Yoh 17:13), dan doa-Nya dijawab pada Minggu Paskah. “Para murid bergembira ketika mereka melihat Tuhan” (Yoh 20:20). “Minggu,” Paus Yahones Paulus II mengamati, “merupakan sebuah gema mingguan dari perjumpaan pertama kali dengan Tuhan Yang Bangkit, adalah tonggak kokoh yang berdiri di atas kebahagiaan ketika para murid menyapa Guru mereka” (“Dies Domini,” 56). Oleh karena itu, ketika kita menghadiri perayaan Ekaristi, kebahagiaan dan kegembiraan seyogianya memengaruhi kita. Pada saat sedih, sakit, dan takut, kita harus mencari Yesus untuk mendapatkan penghiburan dan semangat. Pada waktu kesesakan kita harus memiliki pengharapan. Pada saat damai dan tenang, dan kebahagiaan yang lebih besar kita yakin datangnya dari Hati Terkudus Yesus. Perintah Siapa pun yang berkendara ke arah Barat mafhum akan menemukan banyak hamparan kosong di antara kotakota, dan tidak mengherankan jika melihat marka jalan bertuliskan semisal “Pom Bensin berikutnya 120 Km.” Mereka yang tidak peduli dengan marka tersebut dan tidak melihat ukuran bahan bakar harus menanggung sendiri akibatnya jika mobil yang dikendarai mogok. Sebagaimana 34 Mengapa Menghadiri Misa kita menjalani hidup, jika kita menafikan petunjuk dari Allah, jangan menyalahkan orang lain jika hidup kita tidak keruan. Di antara arah dan petunjuk yang paling penting adalah Sepuluh Perintah Allah (SPA) (lihat Kel 20:1-20; Ul 5:1-21). Perintah ketiga memiliki hubungan khusus dengan kita sewaktu kita mengarungi hidup kita: “Kuduskanlah hari Tuhan.” SPA dirancang oleh Allah yang penuh cinta yang mengetahui apa yang terbaik bagi kita manusia. Allah memberikan kita kebebasan sehingga kita bisa mencintai. Sama halnya dengan orang tua yang memberikan bimbingan kepada anak-anaknya agar terhindar dari mara bahaya. Allah menawarkan petunjuk guna membantu kita agar terhindar dari perbudakan dosa. Beberapa orang memiliki anggapan yang salah yang mengatakan bahwa SPA membatasi kebebasan kita. Justru yang sesungguhnya adalah SPA membantu kita untuk tetap memiliki kebebasan. Perintah ketiga mengandung arti bahwa kita dijaga agar kita terlepas dari perbudakan kerja dan dari pendapat yang mengatakan bahwa kita bisa menggapai kebahagiaan tanpa peran Allah. Dalam Kitab Kejadian, Allah membangun pola dengan menciptakan dunia dalam waktu enam hari, kemudian “istirahat” pada hari ketujuh. Apa yang baik bagi Allah juga baik bagi kita manusia. Bagi orang Yahudi, hari ketujuh adalah hari Sabat (istirahat). Orang Yahudi yang taat tidak akan melakukan 35 Mengapa Menghadiri Misa apa pun pada hari Sabat dan mereka menyembah Allah dengan membaca Kitab Suci dan berdoa. Yesus menghormati hari Sabat dengan pergi ke sinagoga untuk memuji Allah dan mengajar (lihat Mrk 1:21; Luk 4:16). Setelah Kebangkitan-Nya, orang-orang percaya teringat bahwa Yesus pernah memproklamirkan diri sebagai “Tuhan hari Sabat” (Mat 12:8). Mereka mengetahui Ia telah bangkit dari mati pada hari pertama dari 7 hari dalam seminggu, yaitu pada hari Minggu pagi ketika Ia menampakkan diri kepada para murid (lihat Yoh 20:19, 26). Dengan demikian ia menciptakan sebuah hari baru untuk istirahat, “Hari Tuhan.” Orang-orang Kristen Perdana berkumpul “memecahkan roti” (merayakan Perjamuan Tuhan) pada “hari pertama dalam minggu tersebut,” Minggu, seperti tertulis dalam Alkitab (lihat Kis 20:7; 1 Kor 16:1-2) dan kesaksian para pewarta Kristen awal. Santo Ignatius dari Antiokia, kira-kira tahun 100, menulis kepada jemaat di Magnesia :”Siapa yang hidup dibawah hukum lama tetap memiliki harapan baru. Mereka tidak perlu lagi melakukan penyembahan pada hari Sabtu, tetapi Minggu, hari Tuhan, karena pada hari itu kehidupan bertumbuh bagi kita melalui Kristus” (Surat tersebut dapat dilihat di www.ccel. org/father2/ANF-01-17.htm#P1394_249090). Kita seharusnya menghargai kata-kata Perintah Ketiga dari SPA sebagai sebuah hadiah istimewa dari Allah. Kesimpulannya, perintah ketiga tersebut adalah marka 36 Mengapa Menghadiri Misa yang dibuat Allah sendiri untuk keselamatan kita dan menjaga kita di perjalanan hidup kita. Hanya Satu Permintaan Yesus Kepada Kita : Ekaristi Alasan lain mengapa orang-orang Katolik merayakan Misa adalah karena itu adalah satu-satunya yang Yesus minta kepada kita. Yesus minta kepada kita banyak hal yang mesti kita lakukan untuk orang lain dan diri kita sendiri, tetapi hanya satu permintaan kepada kita untuk Yesus sendiri — Ekaristi. “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu, lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku.” (Luk 22:19). Bagaimana kita bisa disebut pengikut setia Yesus jika kita gagal memenuhi permintaan satu-satu-Nya tersebut? “Saya bisa menjadi seorang Katolik yang baik tanpa menghadiri Misa.” Pernyataan ini jelas-jelas tidak benar. Kita tidak dapat menjadi Katolik yang baik kecuali kita melakukan apa yang diminta oleh Yesus. “Saya dapat berdoa di rumah, atau di hutan. Saya tidak perlu pergi ke Misa.” Kata-kata semacam ini seringkali kita dengar. Betul bahwa kita bisa berdoa di rumah dan di hutan. Tetapi tidak benar bahwa kita tidak memerlukan pergi ke Misa. Kita bukan orang yang menentukan penyembahan macam apa yang Allah kehendaki. Allah mengatakan kepada kita bahwa berdoa pribadi tidaklah cukup. Kita memang memerlukan berdoa secara pribadi (lihat Mat 18:20). Doa pribadi adalah penting untuk pertumbuhan 37 Mengapa Menghadiri Misa spiritual kita, namun penting juga berdoa bersama dengan yang lain utamanya doa yang dimandatkan Yesus pada Perjamuan Terakhir. Uskup George Niederauer dari diosesan Salt Lake City berbicara dengan orang-orang yang berpandangan, “saya seorang yang spiritual, namun bukan religius. Saya tidak memerlukan Misa. Saya menemukan Tuhan ketika mendaki gunung.” Kepada orang-orang semacam itu uskup mengingatkan, “Pada Perjamuan Terakhir Yesus tidak berkata, ‘Pergilah dan mendakilah sebagai kenangan akan Daku.” Sedihnya, mereka yang tidak menghadiri Misa berkata kepada Tuhan, “Saya pergi mendaki. Saya tidak punya waktu untuk memenuhi permintaan-Mu.” Jika kita ingin menjadi pengikut Yesus yang setia kita pertama-tama akan menghadiri Misa untuk mengenang-Nya, kemudian pergi mendaki! Gereja Dan Misa Katekismus Gereja Katolik mendaftar beberapa Perintah Gereja, hukum-hukum yang merujuk kepada kewajiban yang harus kita penuhi sehingga kita bisa bertumbuh dalam cinta Allah dan sesama. Perintah Gereja yang pertama adalah “Engkau harus mengikuti Misa kudus dengan khidmat pada hari Minggu dan hari raya dan tidak melakukan pekerjaan dan kegiatan-kegiatan yang merintangi ibadat” (KGK 2041). Dalam perintah ini gereja 38 Mengapa Menghadiri Misa hanya menunjuk kepada apa yang telah Allah perintahkan, apa yang dikehendaki Yesus dari para murid-Nya, dan apa yang telah dilakukan oleh orang-orang Kristen selama duapuluh abad. Menolak perintah ini dan dengan sengaja tidak mengikuti Misa kecuali disebabkan karena alasan yang serius (sakit atau mengurus anak yang sakit) merupakan tindakan yang tidak patuh kepada Allah. Hal ini, menurut KGK, merupakan dosa berat (KGK 2184-2188). Gereja tentu saja mempunyai hak dan tanggung jawab untuk mengklarifikasi kewajiban-kewajiban tersebut kepada seluruh umat. Dalam bicara dengan pemimpinpemimpin Gereja Perdana, Yesus berkata: “Siapa yang mendengar engkau mendengar Aku” (Luk 10:16) “dan apa yang kau ikat di bumi akan terikat di surga” (Mat 16:19). Kita harus mendengar suara Yesus sendiri dalam Perintah Pertama Gereja, karena Dialah yang berbicara melalui gereja-Nya. Namun hari Tuhan lebih dari sekadar kewajiban! Minggu selayaknya adalah “waktu,” sebagaimana Paus Yohanes Paulus II mengingatkan kita, untuk mengikuti kegembiraan dan kerelaan Allah ketika melakukan penciptaan khususnya manusia. Ketika Allah berkontemplasi atas kemanusiaan kita dengan penuh cinta dan kegembiraan pada “hari istirahat,” maka begitu pulalah kita dalam melakukan kontemplasi kepada Allah dan keindahan alam semesta. Orang-orang Yahudi juga 39 Mengapa Menghadiri Misa bergembira ketika Allah melakukan penyelamatan sehingga membebaskan mereka dari perbudakan dan membawa mereka kembali ke Tanah Terjanji. Kita harus menemukan kebahagiaan dengan mengingat Wafat dan Kebangkitan Yesus yang membebaskan kita dari kuasa kematian dan membawa kepada kita harapan akan kebahagiaan kekal (lihat “Dies Domini,” 8-30). Allah Meminta Hanya Sedikit Sejatinya Allah mengajukan permintaan kepada kita hanya sedikit saja. Jika rata-rata kita hidup selama 80 tahun, kita akan menghabiskan waktu tiga setengah tahun untuk membaca, lima tahun berbicara, enam tahun pendidikan, enam tahun berkendara dalam mobil, tujuh tahun makan, sebelas tahun menonton televisi dan rekreasi, empat belas tahun bekerja, dan duapuluh tujuh tahun tidur. Jika kita hidup selama delapan puluh tahun dan menghabiskan waktu satu jam guna menghadiri Misa setiap Minggu dan lima menit berdoa setiap hari jika itu ditambahkan… menjadi enam bulan. Bagaimana mungkin kita menolak permintaan Allah yang hanya sedikit dibandingkan dengan cinta Allah yang telah diberikan kepada kita begitu banyak? Misa Baik Bagi Kita Alasan lain menghadiri Misa adalah bahwa itu baik 40 Mengapa Menghadiri Misa bagi kita. Penelitian yang diadakan di Duke University tahun 1999 menunjukkan bahwa menghadiri Misa secara teratur akan memperkuat fisik, emosi, dan kesehatan mental. Pengaruh dari penyembahan secara teratur dalam kehidupan setara dengan menggunakan sabuk keselamatan dibandingkan dengan tidak menggunakan sabuk keselamatan dalam kecelakaan mobil, dan tidak merokok dibandingkan dengan yang merokok (Pusat Studi Duke University Untuk Masalah Keagamaan, www. dukespiritualityandhealth.org). Allah tahu apa yang terbaik bagi kita. Pengatur Kecepatan Dalam banyak hal Misa seperti sebuah pengatur kecepatan. Pengatur kecepatan dapat menjaga sebuah mobil dengan laju tetap 100 Km/jam baik di jalan mendatar, menurun, ataupun mendaki. Damai Kristus membuat kehidupan kita tetap tegar baik ketika dalam kondisi nyaman atau buruk. Misa dapat diibaratkan sebagai sebuah waktu yang sangat istimewa guna menempatkan kendali dalam perjalanan hidup kita. Jika kita sedang marah atau kecewa, Misa merupakan tempat untuk menenangkan diri karena di sanalah Yesus hadir dengan kelembutanNya. Jika kita sedang lelah dan depresi, Misa merupakan tempat untuk memulihkan kondisi kita karena rahmat dan hidup Yesus. Tidak peduli keadaan kita seperti apa, damai 41 Mengapa Menghadiri Misa Kristus yang dicurahkan dalam setiap Misa, dapat menjadi pembawa ketenangan dan daya juang yang sangat kita perlukan. Apakah Dunia Saya Cukup Besar Ketika kita menyadari alasan-alasan kita menghadiri Misa, masing-masing dari kita sebaiknya melontarkan pelbagai pertanyaan mengenai hal-ihwal penting. Misalnya, apakah duniaku cukup besar? Atau apakah saya harus membatasi apa yang dapat saya lihat dan sentuh? Apakah aktivitas saya hanya sebatas pada dunia fisik semata? Apakah saya menyadari bahwa saya merupakan anggota sebuah keluarga besar, Tubuh Kristus, yang memiliki rumah (gereja paroki) di seluruh dunia, saudara dan saudari yang memiliki kepedulian dan kebutuhan seperti saya? Kitab Suci berkata: “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh (Ef 2:1922). Misa dapat dikatakan merupakan ungkapan yang juga sekaligus memperkuat realitas keluarga besar tersebut. 42 Mengapa Menghadiri Misa Apakah saya harus berpikir kembali bahwa para malaikat dan santo-santa di surga mencintai saya dan berdoa bersama saya? Apakah Yesus merupakan bagian dari hidup saya, Yesus… Juru Selamat yang memberdayakan saya, Sahabat dengan siapa saya sering bercakap-cakap, Tuhan yang saya layani dalam setiap pikiran, perkataan, dan perbuatan? Misa menempatkan kebenaran yang begitu indah ini di hadapan kita, karena di dalam Misa kita masuk ke “kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di surga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru” (Ibr 12:22-24). Pada saat kita menyembah Kristus di bumi, kita menjadi satu dengan para malaikat dan santo-santa yang menyembah Dia di surga. Misa adalah kesempatan untuk memperluas cakrawala kita, untuk menempatkan segala sesuatu pada perspektif yang ditakar dengan sistem nilai Allah. Misa adalah kesempatan untuk memperkokoh tali persaudaraan dengan anggota gereja baik di bumi maupun di surga. Misa adalah peristiwa sakral yang mengalirkan cinta dan rahmat Yesus ke dalam kemanusiaan kita, mengingatkan kita bahwa kita bergantung pada-Nya sebagai cabang-cabang pohon anggur (lihat Yoh 15:5), dan dengan demikian kita dapat mencapai tujuan hidup kita hanya melalui Dia. 43 Mengapa Menghadiri Misa Menyembah Allah Sejati Memang suatu perbuatan akan lebih nyata hasilnya ketimbang kata-kata saja. Ungkapan seperti ini bisa kita jumpai di mana pun, sehingga orang lebih memilih melakukan sesuatu yang lebih nyata daripada beribadah, merayakan Misa misalnya. Kita cenderung “mengukur Allah” dengan tindakan-tindakan kita. Apabila Allah tidak memiliki makna dalam satu jam pada akhir minggu dan kita menolak memberikan kepada Allah satu hadiah Yesus yang meminta (“Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku”), maka kita tidak menghargai Allah dan kita menganggap Allah terlalu kecil. Kehilangan Misa seperti melihat melalui kaca pembesar namun dengan arah yang salah. Allah, dan hal-hal penting lainnya, akan diminimalisir dan direduksi menjadi sesuatu yang tidak berharga. Kita mungkin berkata bahwa kita percaya kepada Allah. Kita mungkin juga mengira telah menyembah Allah. Namun jika Allah yang kita klaim sebagai Allah yang telah kita kenal dan sembah tidak memiliki arti dalam satu jam, sesungguhnya kita belum berhubungan dengan Allah yang sejati. Mengapa? Karena Allah sejati sungguh memiliki makna pada satu jam tersebut dan lebih dari itu. Jika “allah” begitu kecil sehingga satu jam Misa terasa tidak nyaman dan penting, “allah” ini bukan Allah sejati melainkan hanya sebuah “allah mainan” yang kita letakkan di rak untuk kita atur dan pakai jika kita mau. 44 Mengapa Menghadiri Misa Allah sejati telah menciptakan alam semesta, mencintai kita dengan cinta yang tak terbatas, dan telah menghadiahi kita kehidupan bertahun-tahun di muka bumi sehingga kita dapat memperluas cakrawala dan menjadi mampu memandang wajah Allah di surga. Misa mengizinkan kita melihat Allah secara lebih jelas, sangat dekat, dan bersifat pribadi. Menguji Sistem Nilai Kita Apakah kita boleh untuk tidak mengikuti Misa? Sebagaimana KGK katakan, kita tidak diwajibkan untuk mengikuti Misa karena “situasi khusus,” misalnya ketika kita sedang sakit atau sedang merawat anak kita yang sakit. Sungguh, kita boleh suatu kali tidak menghadiri Misa. Mereka yang tengah terserang flu sebaiknya tinggal di rumah, bukan lantaran karena sakit semata, tetapi bisa jadi penyakit flunya akan menular kepada orang lain. Orang tua yang anaknya sakit sebaiknya merawat anaknya terlebih dahulu, dan tanggung jawab ini, mendahului kewajiban mengikuti Misa. Namun demikian alasan-alasan yang sesungguhnya harus dibedakan dengan yang hanya sekadar “mencari-cari alasan.” Kita bisa saja tergoda untuk tidak menghadiri Misa padahal seharusnya wajib mengikuti. Mungkin karena lelah, atau akan datang ke lapangan golf lebih pagi atau kita dihadapkan pada situasi yang sulit untuk menentukan 45 Mengapa Menghadiri Misa apakah kita harus menghadiri Misa atau tidak. Barangkali kita sedang berlibur dan Gereja Katolik terdekat jaraknya 25 Km. Apakah kita harus pergi Misa? Salah satu cara untuk menentukan apakah kita harus pergi ke gereja untuk merayakan Misa atau tidak dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : “Jika saya ditawari seminggu gaji untuk menghadiri Misa pada minggu pagi ini, apakah saya akan pergi?” Jika jawaban saya adalah “Ya”, maka saya harus pergi mengikuti Misa. Jika sebaliknya, saya menunjukkan bahwa patuh kepada perintah-perintah Allah kurang penting jika dibandingkan dengan uang. Dua pertimbangan datang dari keputusan tersebut. Pertama, saya telah menjadikan uang sebagai sebuah berhala, tuhan palsu. Kedua, jika gagasan saya mengenai Tuhan kurang bernilai jika dibandingkan dengan seminggu gaji, dalam hal ini saya jelas belum “menyentuh” Allah yang sesungguhnya, yang nilainya jauh di atas seberapa pun besarnya uang. Yang Paling Penting Dalam Hidup Kita Kita mulai bab ini dengan gambaran sebuah peperangan dan cepat beralih kepada arti hidup dan besarnya alam semesta ciptaan Allah. Allah hadir di tengah-tengah serdadu muda di dekat altar buatan dan Allah hadir di seluruh alam semesta. Allah yang kuasa dan cintanya menjangkau di luar batas imajinasi kita, datang ke dunia dalam rupa manusia Yesus Kristus. Yesus menghadiahi 46 Mengapa Menghadiri Misa kita Misa sehingga kita bisa menyentuh Allah dan disentuh pula oleh Allah. Misa bukan sekadar sebuah kewajiban. Ia adalah sebuah mukjizat yang membuka kemungkinankemungkinan yang tidak dapat kita mengerti sepenuhnya. Gerald Schroeder, seorang ilmuwan bergelar doktor fisika dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), sekarang mengajar Kitab Suci di Yerusalem, dalam bukunya, The Science of God, ia beranjak dari penjelasan mengenai penciptaan kepada kemungkinan kebahagiaan Allah ketika menciptakan kita, manusia… Coba perhatikan alam semesta, penciptaan kosmiknya, dan lihat apakah kita dapat menangkap tanda-tanda yang tidak terlihat dari Sang Pencipta yang secara historis aktif menciptakan? Jika kita bisa merasakan hal itu, kita dapat bergerak dan meneliti bagaimana kita mungkin menangkap kebahagiaan yang kita rasakan dari hal yang transenden tersebut. Ketimbang kita secara pasif menunggu semua itu terjadi, bayangkan jika kita dapat merasakan kebahagiaan sepanjang hidup kita. Inilah yang kita sebut sebagai hal “yang paling penting dalam hidup kita.” (hal. 19). 47 Mengapa Menghadiri Misa Kita bisa berjumpa dengan Allah di semua tempat di dunia, namun hanya dalam Misa Allah hadir secara nyata. Dalam Misa kita mengingat kembali peristiwa-peristiwa di mana Allah secara historis aktif di dunia. Dalam Misa, Yesus Kristus, mempersembahkan kepada Bapa hadiah yang paling istimewa, yakni diri-Nya sendiri. Menjadi satu dengan Yesus melalui Allah Roh Kudus, kita memiliki hak istimewa menyatukan hidup kita bersama dengan persembahan Yesus Kristus. Bersama Yesus kita dibawa ke pangkuan Allah Bapa dan dinaungi cinta Roh Kudus. Dalam Misa, ketimbang kita menunggu secara pasif “kerinduan atas kebahagiaan yang kita rasakan secara transenden,” kita menerima hadiah kebersatuan dengan Allah menjadi mungkin melalui Yesus Kristus, dan kita menerima dalam iman kebahagiaan-Nya “sebagai sahabat yang langgeng dalam hidup kita.” Misa tidak kurang dari “mendapatkan sesuatu hal yang paling penting dalam hidup kita.” Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi Dan Renungan Alasan apa yang paling penting yang mendorong Anda untuk mengikuti Misa? Adakah alasan yang paling kurang penting? Jika diminta, alasan-alasan apa yang menyebabkan Anda mengikuti Misa dan akan Anda tambahkan guna melengkapi Bab Satu ini? Sadarkah Anda atas kenyataan bahwa Misa adalah merupakan satu-satunya permintaan Yesus kepada kita bagi diri-Nya 48 Mengapa Menghadiri Misa sendiri? Apa yang ada dalam pikiran Anda ketika Gerald Schroeder menyatakan :”kerinduan atas kebahagiaan yang kita rasakan melalui hal-hal yang transenden?” Apakah Anda memiliki pengalaman semacam kerinduan akan kebahagiaan? Apakah Misa merupakan kesempatan yang memadai guna mengantisipasi pengalaman tersebut? Aktivitas Permintaan Yesus dalam Perjamuan Terakhir, “Lakukan ini sebagai kenangan akan Daku” (Luk 22:19) erat kaitannya dengan pertanyaan yang kita temukan pada bab enam dalam Injil Yohanes, ketika Yesus berbicara kepada orang banyak mengenai diri-Nya sebagai Roti Hidup dan hadiah Roti Hidup ini sebagai alat pemersatu antara Yesus dengan orang-orang yang percaya :”Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia (Yoh 6:56). Banyak dari para pendengar-Nya yang menolak pernyataan ini dan meninggalkan Yesus. Yesus bertanya kepada murid-muridNya, “Apakah kalian juga akan meninggalkan Aku?” Renungkan beberapa menit pernyataan Yesus dalam Yohanes 6:56 dan pertanyaan Yesus kepada para muridNya dan berbicaralah kepada Yesus apa yang Ia rasakan ketika banyak orang pergi meninggalkan Dia. Berdoalah bagi orang-orang Katolik yang telah meninggalkan dan tidak pernah lagi hadir dalam Misa. Mintalah kepada Yesus 49 Mengapa Menghadiri Misa agar memberi pengampunan kepada kita ketika kita tanpa alasan jelas tidak mengikuti Misa atau mengikuti Misa tetapi dengan hati dan pikiran yang tidak berada dalam Misa. 50 Bab Dua Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang K etika Tante Lena merayakan hari jadinya yang ke-100 di sebuah panti perawatan di Saint Louis, Missouri, saya mendapat kehormatan untuk memimpin Misa di kamarnya. Hadir juga dalam peringatan tersebut beberapa anak dan cucunya. Ketika saya mengangkat hosti setelah konsekrasi, Tante Lena berdoa perlahan (setengah berbisik), seperti yang ia lakukan setiap kali mengikuti Misa, “Ya Tuhanku dan Allahku.” Kecintaan Tante Lena akan Misa memiliki sejarah yang panjang, bisa ditarik ke belakang dari masa kanakkanaknya. Betul ada momen-momen istimewa baginya seperti ketika ia menerima komuni pertama, misalnya. Namun dalam perjalanan waktu Misa telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia masih mengimani Misa, mewariskan kecintaan akan Yesus, dan tekun melaksanakan apa yang diminta Yesus : lakukan ini sebagai kenangan akan Daku, dengan hadir dalam Misa. 51 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Kata-kata yang dibisikkan pada setiap konsekrasi juga memiliki sejarah yang panjang. Kata-kata itu pertama kali diucapkan oleh rasul Thomas seminggu setelah Yesus bangkit dari mati. Thomas ketika itu tidak bersama dengan para murid yang lain ketika Yesus menampakkan diri di hadapan mereka pada Paskah Minggu pagi, dan Thomas tidak percaya akan apa yang telah diceritakan para murid yang telah melihat Yesus, “Saya tidak akan pernah percaya,” protes Thomas, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambungNya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (lihat Yoh 20:25). Ketidakpercayaan Thomas sirna ketika ia telah melihat Yesus dan mengundangnya untuk menyentuh tubuh Yesus yang telah bangkit itu. Thomas berlutut sambil menangis, “Tuhanku dan Allahku” (lihat Yoh 20:28). *** Misa memiliki sejarah yang sangat panjang pula, bermula dari kisah sengsara, kematian, dan Kebangkitan Yesus, penampakan-penampakan Yesus pada Hari Paskah dan peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh sebelum Yesus lahir. Sejarah yang hidup ini dapat membantu kita untuk memahami dan mengerti mengenai Misa dan menghargainya karena ia membawa kuasa kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Kristus hingga hari ini. 52 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Dari Perbudakan Hingga Pembebasan : Perjamuan Paskah Sejarah Misa dimulai dengan suara lecutan cambuk dan gemerincing rantai. Orang-orang Yahudi telah menjadi budak di Mesir begitu lama sehingga “keterbudakan” itu telah menjadi kondisi alami mereka. Kemudian Allah menginspirasi seorang Yahudi yang dibesarkan di istana Firaun untuk membawa para budak Yahudi tersebut ke tanah harapan, suatu tempat yang telah dijanjikan Allah beberapa ratus tahun sebelumnya kepada Abraham, “bapa iman” orang-orang Yahudi. Ketika Musa menghadap Firaun dan meminta pembebasan bangsanya, Firaun justru malah mempermainkan Musa dan semakin menyiksa para budak. Bahkan rangkaian bencana yang diturunkan Allah tidak juga bisa memaksa Firaun mengubah pikirannya. Kemudian, Kitab Suci mengisahkan, Allah berkata kepada Musa akan menurunkan tulah terakhir yang akan memaksa Firaun menyerah dan mengizinkan orang-orang Yahudi ke luar dari negeri Mesir : kematian anak sulung semua orang Mesir. Mengantisipasi hal tersebut, orangorang Yahudi diperintahkan untuk melakukan persiapan ke luar dari Mesir. Guna melindungi mereka dari malaikat maut yang akan menyatroni Mesir, orang-orang Yahudi menyembelih domba dan mengoleskan darahnya pada tiang-tiang pintu rumah mereka. Melihat darah di tiangtiang pintu malaikat yang menyatroni semua anak sulung 53 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang di Mesir, “melewati” (pass over) rumah orang-orang Yahudi. Mereka diharuskan makan daging domba dengan roti tak beragi dan sayur pahit. Hingga hari ini, mereka masih mengulangi makan hal yang sama setiap tahun untuk memperingati pembebasan mereka sebagai budak (lihat Kel. 12:1-28; Ul 16:1-8). Orang-orang Yahudi keluar dari Mesir dan menghabiskan waktu selama empat puluh tahun mengembara di gurun pasir sebelum akhirnya tiba di tanah yang dijanjikan Allah. Setelah keluar dari Mesir, mereka meneruskan apa yang telah diperintahkan Musa mengenai Perjamuan Paskah. Setiap tahun mereka membaca Kitab Suci yang berkaitan dengan pembebasan mereka. Mereka menyembelih seekor domba sebagai kenangan akan darah domba yang menyelamatkan nenek moyang mereka dari kematian. Selain itu, mereka menyantap makanan trandisional dan berdoa dengan kata-kata yang telah menjadi tradisi, sebagai nutrisi tubuh dan jiwa dan mempererat hubungan mereka dengan Allah dan dengan sesama. Setelah mengalami perjuangan dan penindasan selama berabad-abad, Perjamuan Paskah (Passover) menjadi titik tolak pengharapan akan pengampunan sempurna 54 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Allah yang pada suatu ketika akan menghadirkan seorang penyelamat yang diurapi, yakni Mesias. Yesus Dan Perjamuan Paskah Lebih dari seribu tahun setelah Musa membebaskan orang-orang Yahudi dari perbudakan, Mesias yang telah lama dinanti-nantikan itu datang. Yesus mewartakan kabar suka cita, pengampunan, dan keinginan Allah untuk menjadikan seluruh bangsa sebagai orang pilihan. Pesan-pesan yang diwartakan Yesus ini menyebabkan kemarahan para pemimpin Yahudi yang tidak bisa menerima bahwa Allah juga mengasihi musuh-musuh mereka. Mereka khawatir atas kedudukan dan kekuasaan mereka yang terancam oleh ajaran perjanjian baru Yesus yang akan menggantikan ibadah di kenisah sebagaimana yang mereka lakukan selama ini. Dalam perjalanan waktu, kebencian mereka kepada Yesus semakin memuncak dan mereka menghendaki kematian-Nya. Yesus mengetahui hal itu namun Ia tetap meneruskan ajaran-Nya. Ia menolak menggunakan kuasa Ilahi-Nya untuk mengalahkan mereka dan mengundang mereka untuk bertobat hanya dengan mengandalkan cinta kasih-Nya. Mereka sama sekali tidak menanggapi ajakan Yesus, maka Yesus mengingatkan para murid-Nya bahwa Ia akan dihukum mati. Karenanya, Yesus memutuskan untuk pergi ke Yerusalem guna menghadapi lawan-lawan-Nya. Ia pergi ke kota 55 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang “Suci” itu pada hari pertama masa Paskah dan disambut oleh banyak orang yang mengakui Yesus sebagai Mesias. Menyaksikan hal itu musuh-musuh Yesus justru semakin mempercepat upayanya untuk membunuh Yesus. Para musuh Yesus tidak berani mengambil risiko menangkap Yesus di depan khalayak karena popularitas-Nya, tetapi Yudas Iskariot, salah satu murid Yesus, setuju menerima tiga puluh keping perak untuk mengkhianati Yesus dan menanti saat yang tepat untuk menangkap Yesus. Menginjak hari Kamis. Yesus — yang mengetahui musuh-musuh-Nya semakin dekat — tidak melarikan diri. Malahan Ia memerintahkan Petrus dan Yohanes untuk mempersiapkan Perjamuan Paskah di rumah salah seorang sahabat. Pada malam itu Ia berkumpul dengan dua belas murid-Nya melaksanakan Perjamuan Paskah. Ia membasuh kaki para murid-Nya sebagai bukti cinta kasihNya kepada mereka. Ia memimpin doa dan pembacaan Kitab Suci. Bukan hanya itu saja yang diperbuat Yesus. Ia mengejutkan para murid-Nya dengan mengungkapkan bahwa salah satu dari mereka akan menjadi pengkhianat. Ia melakukan hal itu barangkali sebagai upaya untuk mencegah Yudas melakukan niatnya, namun Yudas tetap pergi untuk melaksanakannya. Dengan demikian, Perjamuan Paskah tidak hanya sekadar bertalian dengan peringatan perayaan bangsa Yahudi keluar dari Mesir, dari perbudakan menuju kepada 56 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang kebebasan; namun ia juga berkaitan pula dengan “perjalanan baru” Yesus, dari dunia ke tahapan selanjutnya, yakni dari kematian menuju kehidupan. Lebih jauh lagi, ia berkorelasi dengan pengorbanan Yesus di kayu salib untuk membawa semua orang dari perbudakan dosa menuju kepada kebebasan cinta Allah. Ditilik dari kerangka Perjalanan (Exodus), baik lama maupun baru, Yesus melembagakan Ekaristi guna menunjukkan hubungan antara “Perjamuan Terakhir” (Last Supper) dengan apa yang akan terjadi pada hari berikutnya. “Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikan kepada mereka, kata-Nya: ‘Inilah tubuh-Ku yang diserahkah bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Daku.’ ’’ (Luk 22:19). “Sesudah itu, Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata : ’Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan untuk banyak orang untuk pengampunan dosa.’ ” (Mat 26:27-28). Anak Domba Allah Ketika Yesus mengambil roti dan mengubahnya menjadi tubuh-Nya, Ia mengidentifikasi roti itu dengan tubuh-Nya sendiri yang akan dikurbankan esok hari: ”Inilah tubuh-Ku, yang akan kuberikan kepadamu.” Ketika Ia mengambil cawan anggur dan berkata, “Ini darah-Ku, 57 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang darah perjanjian, yang akan ditumpahkan kepada banyak orang untuk pengampunan dosa,” Ia mengidentifikasikan cawan anggur itu dengan darah-Nya yang akan ditumpahkan di kayu salib. Hubungan antara Perjamuan Terakhir dan Kalvari dapat kita saksikan pula melalui fakta bahwa Yesus menjadi seekor anak domba paskah yang baru, yang dikorbankan untuk menyelamatkan kita dari kematian. Nabi Yesaya meramalkan akan datangnya seorang pelayan yang patuh yang akan memberikan hidupnya sebagai persembahan untuk menebus dosa, Pelayan itu akan menyerupai “seekor domba yang akan dibawa ke tempat pembantaian (Yes 53:7). Yohanes Pembaptis yakin akan apa yang ada dalam pikirannya ketika menunjuk Yesus sebagai “Anak Domba Allah yang akan menghapus dosa dunia!” (Yoh 1:29). Diakon Filipus menggunakan ramalan Yesaya — domba yang akan dibawa ke tempat pembantaian — untuk menjelaskan kabar gembira mengenai kematian dan Kebangkitan Yesus (lihat Kis 8:29-39). Surat Pertama Petrus menyatakan bahwa kita telah ditebus “dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Ptr 1:19). Kitab Wahyu merujuk kepada Yesus sebagai domba lebih dari tiga puluh kali, “seekor Anak Domba yang telah disembelih (Wah 5:6) dan seekor Domba di kayu salib tetapi sekarang bertahta di surga sebagai Allah dan Tuhan (lihat Wah 22:1). 58 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Pemecahan Roti Berikut akan dijelaskan mengapa orang-orang Kristen Perdana tidak melakukan semua perayaan perjamuan paskah Yahudi ketika melaksanakan perintah Yesus “lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku.” Alasannya sangat jelas : tidak diperlukan lagi penumpahan darah dari domba yang dikorbankan. Mereka memahami bahwa Domba Paskah yang sesungguhnya telah dikorbankan dan kematian-Nya lebih dari cukup sebagai penyelamat dunia. “Sebab anak domba Paskah kita telah disembelih, yaitu Yesus Kristus” (1 Kor 5:7). Apa yang orang-orang Kristen Perdana lakukan dengan mengambil roti dan anggur serta mengulangi katakata Yesus adalah : mereka menghadirkan kuasa kematian dan Kebangkitan Yesus. Hal ini diperkuat oleh Paulus dalam sebuah suratnya : ”Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Kor 11:26). Oleh karena itu, nama yang mereka berikan sebagai kenangan akan Perjamuan Terakhir sebagai mana telah kita baca di bagian Pengantar adalah pemecahan roti. Mereka mewarisi pola ritus demikian bukan hanya dari kata-kata Yesus dan tindakan Yesus mencuci kaki para murid pada Kamis Putih, tetapi juga berasal dari apa yang kemudian dikenal dengan Perayaan Ekaristi Pertama setelah Kebangkitan (KGK 1347). 59 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Minggu Paskah Sore. Dua dari murid Yesus bertolak ke sebuah desa bernama Emaus, kira-kira 16 km dari Yerusalem. Di tengah perjalanan ketika mereka sedang berbincang mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi seminggu lalu Yesus menampakkan diri kepada mereka. Namun dua orang murid itu tidak mengenal bahwa itu Yesus. Yesus malah bertanya kepada mereka apa yang sedang mereka perbicangkan. Kleopas memastikan bahwa orang asing ini pasti satu-satunya orang di wilayah itu yang tidak tahu apa yang telah terjadi. Ia kemudian menjelaskan kepada Yesus tentang penyaliban dan juga desas-desus yang telah mereka dengar mengenai makam yang telah kosong yang tidak begitu meyakinkan mereka. Yesus masuk dengan menerangkan mengenai nubuat yang termuat dalam Kitab Suci mengenai sengsara, kematian, dan Kebangkitan-Nya. Rupanya penjelasan Yesus mengena sehingga mereka meminta Yesus untuk bermalam di rumah mereka. Yesus menerima ajakan tersebut dan memberikan balasan atas keramahan mereka. “Ketika mereka mengelilingi meja untuk makan, Ia mengambil roti, memberkati dan memecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Lantas mata mereka menjadi terbuka dan mengenal siapa sesungguhnya “tamu” tersebut, yakni Yesus guru mereka yang telah bangkit; tetapi Yesus telah menghilang dari pandangan mereka (Luk 24:30-31). Di tengah kekagetan dan keheranan mereka berkata satu dengan lainnya :”Bukankah hati kita berko60 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang bar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” Lalu mereka bergegas kembali ke Yerusalem dengan membawa berita bahwa mereka telah melihat Yesus. Di sana “mereka menceritakan apa yang telah terjadi di tengah perjalanan dan bagaimana Yesus membuat mereka mengenal-Nya dengan memecahkan roti” (Luk 24:35). Misteri Paskah Aksi-aksi Yesus yang diperlihatkan kepada dua orang murid di Emaus adalah Misteri Paskah. KematianNya di kayu salib bukan merupakan hukuman yang dijatuhkan kepada-Nya oleh para musuh-Nya. Tetapi, itu adalah persembahan yang Ia berikan kepada Bapa. Ia memilih kematian ketimbang berhenti mewartakan belas kasih Allah. Pilihan ini menggambarkan bentuk aksi nyata cinta kasih terbesar sepanjang sejarah umat manusia. Ia meruntuhkan tabir penghalang yang telah memisahkan hubungan manusia dengan Allah yang disebabkan oleh dosa-dosa manusia. Dan karena Yesus adalah Tuhan, kematian tidak bisa mengungkung-Nya. Ia bangkit dari kubur dan pada gilirannya kemudian dimuliakan di sisi kanan Allah untuk selama-lamanya. Misteri Paskah, adalah sengsara dan kematian, Kebangkitan dan Kenaikan Yesus. Ia tetap menjadi misteri sebab cinta yang ditunjukkan 61 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Yesus sungguh di luar kemampuan manusia untuk memahaminya. Dalam “penjelasan” tentang Kitab Suci kepada dua murid-Nya di perjalanan ke Emaus, doa syukur-Nya pada waktu makan, dan pemecahan roti, oleh Gereja Perdana kemudian dijadikan pola untuk melaksanakan perayaan Misteri Paskah, yaitu Ekaristi. Di dalam perayaan tersebut termasuk di dalamnya Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Orang-orang Kristen Perdana berjumpa dengan Kristus, seperti halnya kita sekarang, di dalam Kitab Suci dan di dalam roti yang adalah Yesus sendiri. Pada setiap Ekaristi, mereka mengenang dan merayakan sebagaimana kita sekarang, Misteri Paskah. Misa Setelah Kristus Naik Ke Surga Setelah Kristus naik ke surga, sahabat-sahabat dekatNya berkumpul di Yerusalem dan bertekun dalam doa, menanti datangnya Roh Kudus yang dijanjikan Tuhan. Ketika Roh Kudus turun atas mereka pada Pentakosta, mereka mulai mewartakan Kabar Gembira dengan penuh semangat. Misa merupakan bagian dari kehidupan mereka sebagaimana dijelaskan oleh Lukas: “Mereka bertekun dalam ajaran para rasul dan bersekutu untuk pemecahan roti dan berdoa” (Kisah 2:42). Pada mulanya mereka bergabung dalam peribadatan di kenisah. “Mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah 62 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang masing-masing secara bergilir” (Kis 2:46). Dalam hal ini, sebagaimana dua murid di Emaus, terdapat Liturgi Sabda (pembacaan Kitab Suci dan doa di kenisah atau sinagoga) dan Liturgi Ekaristi (pemecahan roti). Namun ketika para pemimpin Yahudi mulai melakukan penganiayaan atas orang-orang Kristen, lambat laun para pengikut Kristus memisahkan diri dari peribadatan di Kenisah dan sinagoga Yahudi. Paulus, seorang penganiaya yang bertobat setelah mendapat penampakan Yesus, mengajarkan Kabar Gembira di antara orang-orang bukan Yahudi dan merayakan Ekaristi bersama mereka. Kita bisa mengetahui hal ini dari Troas, sebuah kota di Asia Kecil. Di sana orang-orang Kristen berkumpul di ruang atas untuk “pemecahan roti.” Paulus berkotbah sangat lama sehingga seorang anak muda bernama Eutikhus tertidur lelap dan jatuh tiga lantai ke bawah. Puji Tuhan, Paulus, yang karena kotbah panjangnya telah menyebabkan kematian anak muda itu bisa menghidupkan kembali anak muda itu melalui kuasa Allah (lihat Kis 20: 6-12). Dalam tulisan-tulisannya, Paulus memberi informasi kepada kita mengenai sikap dan tindak-tanduk orangorang Kristen Perdana terhadap Ekaristi dan menjelaskan bagaimana komunitas tersebut merayakan Misa. Ia menunjukkan kepada kita bagaimana iman mereka akan kehadiran Kristus dalam Ekaristi dan kuasa untuk membawa orang-orang percaya kepada Yesus dan dalam 63 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang persatuan : ”Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (1 Kor 10:16-17). Paulus juga menunjukkan bahwa Ekaristi merupakan sarana pemecahan roti bersama guna memberikan kesempatan kepada orang Kristen yang berpunya untuk berbagi kepada yang tidak berpunya. Namun demikian, perjamuan pemecahan roti kerap membawa perseteruan. Paulus harus memarahi orangorang Korintus sebab mereka makan makanan mereka sendiri ketimbang berbagi. Sebagian dari mereka minum terlalu banyak hingga mabuk. Makanan yang mereka bawa justru membawa perpecahan daripada persatuan. “Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah dan mempermalukan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa?” (1 Kor 11:17-22). Secara tidak langsung Paulus mengajar bahwa mereka harus memiliki pemahaman yang lebih baik karena Ekaristi adalah sebuah hadiah dari Yesus sendiri. Sebagai bukti, penjelasan Paulus yang pertama tentang Perjamuan Terakhir, dapat kita temukan di 1 Ko- 64 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang rintus 11: 23-26, sebuah perikop yang ditulis kira-kira dua puluh lima tahun setelah Kebangkitan Kristus. Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Daku!” Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (1 Kor 11:2325). Paulus menunjukkan bahwa orang-orang Kristen Perdana menyadari hubungan antara Misa dan kematian dan Kebangkitan Kristus. “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Kor 11:26). Ia juga mengajarkan bahwa “hadiah” seperti Ekaristi harus mendapat perlakuan terhormat, “karena barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan” (1 Kor 11:27). 65 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Yang menjadi pertanyaan adalah berapa lama orangorang Kristen Perdana merayakan Ekaristi dalam konteks perjamuan makan? Tidak dapat dipastikan. Namun ada petunjuk penting dalam Perjanjian Baru bahwa perjamuan makan itu bukan merupakan acara tambahan. Ketika Paulus memaparkan tentang Perjamuan Terakhir, ia menyatakan bahwa konsekrasi atas anggur terjadi “setelah perjamuan.” Lukas, seorang murid Paulus, menyatakan hal yang sama dalam Injilnya. Tetapi Markus dan Matius sedikit berbeda. Barangkali apa yang ditulis dua penginjil ini merupakan refleksi dari praktik belakangan bahwa konsekrasi roti dan anggur tidak diselingi oleh perjamuan. Mewariskan Ekaristi Barangkali ketika para murid merayakan Misa pertama, mereka menggunakan bahasa yang sama dengan Yesus, yakni Aram. Tetapi tak lama kemudian orang-orang Kristen merayakan Misa dengan menggunakan bahasa Yunani juga. Mungkin orang-orang Yahudi yang tinggal di luar Palestina lebih banyak ketimbang yang tinggal di Yerusalem. Kebanyakan dari mereka berbahasa Yunani dan menggunakan Kitab Suci Yahudi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Ketika Paulus dan para murid lainnya mulai mewartakan ajaran Yesus kepada orangorang Yahudi dan bukan Yahudi, mereka menggunakan bahasa Yunani. Mereka menulis seluruh Perjanjian Baru, 66 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang termasuk kata-kata Yesus dalam Perjamuan Terakhir dalam bahasa Yunani. Hampir dapat dipastikan bahwa bahasa yang dipergunakan dalam setiap Misa pada jaman para rasul adalah Yunani. Doa-doa dalam Misa mungkin mengambil model dari Doa-doa Paskah Yahudi untuk mengenang, memuji, dan mengucap syukur atas keselamatan yang Allah berikan kepada bangsa tersebut. Dan doa-doa itu biasa didaraskan dalam sinagoga-sinagoga seperti misalnya “kudus, kudus, kudus,” yang mengutip dari Yesaya 6:3. Beberapa doa Ibrani seperti Amen dan Alleluya tetap dipertahankan dan masih digunakan hingga hari ini. Pada tahun 70 bangsa Romawi menghancurkan kota Yerusalem, dan merobohkan kenisah-kenisah yang ada di kota itu. Setelah itu, orang-orang Kristen melihat diri mereka sendiri secara lebih utuh bahwa mereka adalah orang “Perjanjian Baru” (lihat Ibrani 10:8-10). Ramalan Perjanjian Lama akan persembahan tak bercela dari seluruh bangsa kepada Allah dimengerti sebagaimana mereka lakukan dalam Ekaristi. Namun demikian, mereka tidak meninggalkan asal-usulnya. Perjanjian Baru dibangun di atas fondasi Perjanjian Lama, dan orang-orang Kristen tetap menggunakan Kitab Suci Yahudi dalam Misa bersama dengan tulisan-tulisan para rasul (lihat Kolose 4:16). Sebuah dokumen Kristen awal, Didache (yang berarti ‘Instruksi’) memuat doa-doa yang didaraskan pada waktu perjamuan 67 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang sebelum Ekaristi atau malahan di dalam Ekaristi itu sendiri. Doa-doa ini mencerminkan latar belakang Yahudi. Didache sendiri tidak memberikan contoh yang dewasa ini kita kenal sebagai Doa Syukur Agung. Tampaknya doa-doa itu disusun oleh mereka sendiri, kecuali katakata di dalam konsekrasi. Sepertinya paling tidak ada dua pola dalam doa-doa tersebut sebagaimana telah disebutkan di atas. Kesatu, dapat kita jumpai di Matius 26:26-29 dan Markus 14:22-26. Kedua, dalam Lukas 22:19-20 dan 1 Korintus 11:23-26. Dua pola ini dipertahankan dalam perayaan Misa sebelum ditulis ke dalam Kitab Suci. (Anda bisa menemukan informasi tambahan tentang Didache di Catholic Encyclopedia melalui situs www.newadvent.org/ cathen/). Generasi Baru Sebelum rasul terakhir meninggal, orang-orang Kristen telah membentuk komunitas orang-orang percaya di Palestina, Asia Kecil, Afrika Utara, Yunani, Spanyol, dan Italia. Mereka berkumpul di rumah-rumah pribadi sebagai “gereja-gereja” yang ditengarai melalui kepemilikannya (lihat Rm 16:5; Kol 4:15; Flm ayat 2), di mana para uskup dengan dibantu oleh para imam dan diakon memimpin umat dalam peribadatan. Komunitas orang-orang Kristen sudah ada di Roma, yang dominan di wilayah Mediterania (lihat Rm 16). Celakanya, orang-orang Kristen itu menarik 68 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang perhatian kaisar Nero, manusia “kurang waras” yang melancarkan penyiksaan kejam pada tahun 64 dan membunuh Petrus, Paulus, dan banyak lagi orang Kristen. Penyiksaan itu berakhir setelah Nero bunuh diri pada tahun 68, namun kambuh lagi pada masa pemerintahan Kaisar Domitianus (tahun 81-96). Kekejaman ini semakin meluas. Dan kaisar mengambil kebijakan “gila” bahwa orang-orang Kristen dibolehkan untuk ditangkap, kepemilikannya disita, dijadikan budak, disiksa, dan bahkan dibunuh. Kematian Petrus, uskup pertama Roma, dan Paulus guru besar orang-orang bukan Yahudi menjadi pertanda bahwa masa apostolik akan segera berakhir. Yohanes, yang hidupnya lebih panjang dari rasul-rasul lain, meninggal di sekitar tahun-tahun menapaki abad baru, abad ke-2. Pada masa itu jumlah orang yang menyatakan dirinya Kristen telah mencapai setengah juta orang, tersebar dari India hingga ke Eropa Barat. Setelah mereka yang menjadi saksi mata akan Kristus secara pribadi meninggal, generasi berikutnya menyimpan pertanyaan : “Apa yang akan terjadi di masa depan dan seperti apa kelak wujud kekristenan itu.” Orang-orang Kristen generasi post apostolic tersebut juga telah melihat ke belakang, terutama kepada para pengikut awal Yesus, banyak dari mereka yang meninggal sebagai martir, sebagai pahlawan. Namun orang-orang Kristen dari masa Perjanjian Baru itu pun tidaklah sempurna. Mereka berjuang untuk percaya bahwa Yesus cukup 69 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang mencintai mereka dengan hadir secara nyata di dalam Ekaristi (lihat Yoh 6). Mereka juga menjadi penyebab perpecahan di kalangan jemaat dan harus diperbaiki oleh para pemimpin mereka (lihat 1 Kor). Malahan beberapa dari mereka telah meninggalkan Ekaristi (lihat Ibr 10:25). Bukan itu saja, mereka pun harus berjuang mempertahankan iman mereka di wilayah kekaisaran yang memusuhi nilainilai dan kepercayaan yang mereka anut. Namun kendati mereka dianiaya dan juga lantaran kelemahan-kelemahan mereka sendiri, orang-orang Kristen Perjanjian Baru (post apostolic) itu pun berhasil mewariskan Ekaristi yang mereka terima dari Yesus. Mereka juga berhasil mengestafetkan Kitab Wahyu dan dapat dijumpai di banyak tempat bahwa mereka berkeyakinan atas Ekaristi yang memiliki hakikat dimensi kosmis. Ketika orang-orang Kristen di dunia menyembah Anak Domba Allah, mereka ditemani oleh para penghuni surga, yang juga mendaraskan doa-doa sebagaimana doa orang-orang di bumi kepada Allah, seperti asap dupa yang membubung ke langit (lihat Why 5:8). Himne Kristiani yang dinyanyikan sebagai pujian kepada Allah di bumi dipantulkan lagi oleh suara para malaikat di surga. “Semua makhluk yang di surga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: ‘Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!’ ” (lihat Why 5:13). 70 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Gereja Setelah Masa Para Rasul Orang-orang Korintus yang telah membuat Paulus begitu tertekan karena kelakuan mereka yang buruk pada waktu perjamuan sebelum Ekaristi, membuat ulah kembali menjelang abad pertama berakhir. Di masa Paulus, mereka telah menciptakan permusuhan antar individu yang mengakibatkan perpecahan di antara umat (lihat 1 Kor 1:10-14). Kini mereka melawan uskup dan para imam yang mengepalai gereja mereka. Pada tahun 96, Santo Klemens I, uskup Roma, menulis surat kepada orang-orang Korintus dan mencerca mereka karena ketidak-patuhan. “Sungguh, itu bukan dosa ringan bagi kita,” ia meyakinkan, “jika kita mengusir orang-orang yang tanpa cela dan dengan penuh iman mempersembahkan kurban dengan seksama bagi keuskupan.” Setelah merujuk kepada berbagai tingkatan keimaman di kenisah Yahudi (imam besar, kaum Lewi, dan orang awam), ia menyatakan bahwa orang-orang Kristen pun harus membentuk pelbagai tingkatan pelayanan (uskup, imam, dan diakon) pada waktu merayakan Ekaristi. Surat Klemens I menjelang berakhirnya abad pertama menunjukkan bahwa Gereja percaya Ekaristi sebaiknya dipimpin oleh pelayan yang pantas; mengingat hal itu dianggap sebagai sebuah pengorbanan; selain itu pelayanan yang dilakukan oleh para uskup, imam, dan diakon bukan berasal dari umat tetapi dari Allah sendiri. Dalam pada itu, surat yang ditulis 71 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Santo Klemens I mengindikasikan bahwa orang-orang Kristen Perdana mengakui bahwa Uskup Roma memiliki otoritas atas kehidupan dan keberibadahan gereja-gereja di luar Roma. Tidak ada petunjuk atau pertanda dari orangorang Korintus yang menganggap apa yang dilakukan oleh Uskup Klemens I melebihi kewenangannya ketika ia mengoreksi orang-orang Korintus. (Surat-surat Klemens I kepada orang Korintus dapat dilihat di www.ccel.org/ fathers2/ANF-01/anf01-05.htm.) Sepuluh tahun kemudian, Santo Ignatius dari Antiokia menulis surat kepada gereja di Piladelpia tentang ungkapan kepercayaan orang-orang Kristen akan Misa. Ia meminta kepada mereka untuk menghadiri satu Ekaristi karena Tubuh Kristus adalah satu dan sebab hanya ada satu altar persembahan dan satu uskup yang dibantu oleh para imam dan diakon. Dalam suratnya kepada gereja Smyrna, ia memperingatkan akan kaum bidaah yang telah meninggalkan Gereja karena mereka tidak mengakui bahwa “Ekaristi menjadi tubuh Yesus Kristus Penyelamat kita, yang telah menderita karena dosa-dosa kita, dan yang dibangkitkan oleh Allah Bapa.” (Kedua surat dapat dibaca di www.ccel.org./fathers2/ANF-01/TOC.htm#TopofPage.) Lebih dari seratus tahun setelah Kebangkitan Kristus, orang-orang Kristen tidak menjelaskan secara rinci mengenai persekutuan merayakan Ekaristi kepada pihak luar. Alasannya adalah karena Misa merupakan rahmat 72 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang istimewa yang hanya boleh diketahui oleh mereka yang sudah dibaptis. Namun pada pertengahan abad kedua, Santo Yustinus Martir menerobos kebekuan tersebut. Ia adalah mantan seorang filsuf kafir dan dihormati karena kebijaksanaannya. Ia menulis kepada kaisar Antoninus Pius dan putranya Marcus Aurelius, sebuah upaya untuk meyakinkan keduanya bahwa orang-orang Kristen bukanlah penjahat sebagaimana dikatakan para musuhnya. Dalam suratnya yang kemudian dikenal sebagai Apologia (berati “menjelaskan”) ia menggambarkan Ekaristi dengan kata-kata sebagai berikut : Pada hari yang kita sebut dengan hari matahari (Sunday, Minggu), semua orang Kristen yang bermukim di kota atau negeri berkumpul di suatu tempat yang sama. Kisah-kisah dan kenangan akan para rasul dan tulisan-tulisan para nabi dibacakan, sepanjang waktu mengizinkan. Setelah pembacaan selesai, pemimpin persekutuan mengajak dan menantang para peserta untuk mengikuti apa yang telah dilakukan para rasul dan nabi. Kemudian kami bangkit berdiri dan berdoa untuk kami sendiri… dan juga bagi semua, di mana pun mereka berada, dengan itu kami berharap me73 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang nemukan kebenaran dalam hidup dan tindakan yang kami lakukan, taat kepada ajaran, sehingga kami mendapat pengampunan kekal. Setelah doa selesai, kami saling berjabat-tangan. Kemudian seseorang membawa roti dan cawan berisi air dan anggur yang kemudian dicampurkan diterimakan kepada pemimpin persekutuan. Ia menerima roti, anggur, dan air dan melambungkan pujian dan ucapan syukur kepada Bapa, Allah Semesta Alam, melalui nama Sang Putra dan Roh Kudus dan berterimakasih (dalam Yunani: eucharistian) sehingga kami layak menerima rahmat-Nya. Setelah pemimpin menyelesaikan doa dan ucapan syukur, semua yang hadir memberikan suara persetujuan dengan mangatakan: “Amin.” Dan bila pemimpin telah mengucap syukur dan semua yang hadir telah menjawab, mereka yang kami sebut sebagai diakon membagikan kepada yang hadir roti, anggur, dan air ekaristi dan juga membawa kepada mereka yang tidak dapat hadir. (Santo Yustinus, Apologia, dalam CCC1345. Dokumen dapat dibaca 74 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang di situs http://www.catholic-forum.com/ saints/stj29002.htm). Dari tulisan di atas tampak jelas persamaan antara Misa pada jaman Yustinus dan Misa pada jaman sekarang. Jika kita bisa kembali ke masa pertengahan abad kedua untuk menghadiri perjamuan Ekaristi, kita tidak akan merasa asing di sana. Kita akan bergabung dengan jemaat di suatu tempat pada hari Minggu. Seorang imam yang dibantu oleh para diakon akan memimpin umat dalam Misa. Kita akan mendengar kutipan bacaan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Selesai bacaan kita akan mengumpulkan kolekte, memberikan persembahan (sebagian dari jumlah tersebut diberikan kepada orang yang berkekurangan), Doa Syukur Agung diucapkan oleh imam dan dijawab secara aklamasi oleh umat dengan sebuah kata Amin dan Komuni Kudus. Begitu Misa selesai, Komuni akan dibawa kepada mereka yang menderita sakit sehingga tidak dapat menghadiri Misa. Namun demikian kita akan menjumpai beberapa perbedaan juga. Sebagai contoh, salam damai dilaksanakan lebih awal di Misa dibandingkan yang kita lakukan sekarang. Dalam Misa masa itu belum ada formula difinitif untuk doa-doa persembahan atau juga untuk doa-doa ucapan syukur. Kata-kata Yesus dalam Perjamuan Terakhir diulangi kembali, tetapi sebaliknya, sebagaimana ditulis 75 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Yustinus dalam Apologia (penjelasan), imam mendaraskan “Doa Syukur Agung” sesuai “kemampuannya.” Yustinus berharap bisa mengurangi tekanan kaisar Roma terhadap orang-orang Kristen. Celakanya, usahanya itu gagal dan ia sendiri dihukum mati oleh Marcus Aurelius. Tetapi Apologia-nya telah menjadi rahmat dan berkat yang besar bagi generasi Kristen berikutnya, sebagaimana telah ditunjukkannya bahwa Misa yang dilakukan oleh orang-orang Kristen yang mengenal para rasul adalah satu dan sama dengan Misa di setiap jaman. Hipolitus Hipolitus adalah salah seorang yang menarik, penuh warna, dan memiliki karakter kontroversial pada masa Gereja Perdana. Pada akhir abad kedua ia menjadi seorang imam sekaligus ilmuwan di Roma. Ia berbicara dan menulis dalam bahasa Yunani, bahasa yang digunakan oleh kalangan atas berpendidikan. Pada tahun 217, seorang mantan budak, Callistus, terpilih menjadi paus. Ia seorang yang suci dan dihormati banyak orang. Karena latarbelakangnya itu ia menaruh simpati kepada orang-orang miskin dan lemah, dan ia memutuskan mengganti bahasa yang digunakan dalam Ekaristi menjadi bahasa Latin, bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang pada masa itu. Hingga waktu itu, bahasa Yunani telah menjadi bahasa “resmi” dalam Misa, atas perubahan itu Hipolitus kecewa 76 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang dan meninggalkan gereja dan menjadi anti paus yang pertama. Callistus menjadi martir pada tahun 222. Kira-kira sepuluh tahun kemudian, seorang paus baru, Pontianus (dipanggil Pontian), diasingkan bersama Hipolitus ke Sardinia. Di sana Hipolitus dan para pengikutnya bergabung kembali dengan gereja. Hipolitus mati sebagai martir dan sekarang ia dihormati sebagai seorang santo. Hipolitus penting bagi pembelajaran liturgi karena ia menulis sebuah Doa Syukur Agung yang kemudian digandakan dan digunakan oleh imam-imam lain. Doadoa yang ia tulis itu menjadi pola Doa Syukur Agung II dalam liturgi sekarang ini. Bandingkan, misalnya, doa-doa Hipolitus dengan Doa Syukur Agung II : Tuhan bersamamu. Dan bersama rohmu. Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan. Sudah kami arahkan. Marilah bersyukur kepada Tuhan, Allah kita. Sudah layak dan sepantasnya. Kami menghaturkan beribu terimakasih kepada-Mu, O Tuhan, melalui Yesus Kristus Anak tercinta-Mu, yang telah Engkau utus kepada kami pada hari-hari terakhir sebagai Penyelamat, Penebus, dan Pewarta kehendak-Mu. Ia adalah Sabda-Mu, 77 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang yang tak terpisah dari-Mu, melalui-Nya Engkau telah menciptakan segala sesuatu dan melalui kehendak-Mu, Engkau telah menurunkan Ia dari surga dan memasuki rahim seorang perawan. Ia dikandung dan menjadi daging, Ia mengejawantahkan diri-Nya sebagai Putera-Mu, lahir dari Roh Kudus dan dari seorang Perawan. (The Church at Prayer, Volume II, The Eucharist, p. 27; teks lengkap dapat dibaca di http://www.bombaxo.com/hippolytus. html). Doa-Doa Syukur Agung lainnya disusun dan beredar selama dan setelah zaman Hipolitus. Namun demikian, tradisi yang mengizinkan setiap imam melafalkan doadoanya sendiri masih berlaku, sebagaimana yang digunakan dalam bahasa Yunani. Bahasa Yunani tidak seluruhnya diganti dengan bahasa Latin dalam liturgi Romawi hingga satu abad setelah masa Hipolitus. Peribadatan Dan Penganiayaan Karena Kekristenan merupakan sebuah agama yang ditindas, sebagai konsekuensinya orang-orang Kristen tidak bisa melakukan aktivitas doa atau peribadatan di tempat-tempat umum. Oleh karena itu, mereka biasanya berkumpul di rumah orang-orang percaya, mirip pada 78 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang masa Para Rasul. Ketika Ekaristi dirayakan oleh kelompokkelompok kecil dalam konteks perjamuan, mereka yang hadir sepertinya duduk di sebuah meja mengelilingi imam. Setelah model perjamuan ini tidak dilanjutkan lagi, dan ketika jumlah orang-orang Kristen semakin bertambah banyak, orang-orang yang hadir merayakan Ekaristi berdiri mengelilingi meja. Dan ketika penganiayaan bertambah berat, orang-orang Kristen terpaksa merayakan Ekaristi di tempat-tempat rahasia seperti katakombe-katakombe dan gua-gua kuburan bawah tanah dengan cara sembunyisembunyi. Karena kuburan-kuburan itu diletakkan di dinding gua, imam yang memimpin perayaan Ekaristi di kuburan seoarang martir misalnya, akan membelakangi umatnya. Misa di atau dekat katakombe sangat jarang dan hanya bisa dihadiri oleh sedikit umat karena keterbatasan ruang. Kendati Misa sudah dirayakan di tempat-tempat tersembunyi pun orang-orang Kristen tetap dalam ancaman bahaya. Selama masa penganiayaan oleh kaisar Valerian, serdadu-serdadu Roma kerap menjebak orang-orang Kristen yang merayakan Ekaristi di katakombe. Mereka memblokade jalan masuk dan mengubur orang Kristen hidup-hidup. Setelah Paus Santo Stefanus dipenggal ketika sedang merayakan Ekaristi, penggantinya menjadi martir di sebuah katakombe. Guna menjelaskan kematian Paus Sixtus II di tangan para serdadu Romawi tahun 258, Santo Cyprianus, uskup Kartago, menulis : “Saya terpaksa… 79 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang memberi tahu Anda bahwa Sixtus dihukum mati di sebuah katakombe pada tanggal 6 Agustus bersama empat orang diakon” (Epist. 80:CSEL, 3, 839-840, dikutip dari The Liturgy of the Hours, IV, 1297). Cyprianus sediri menjadi martir beberapa minggu kemudian. Barangkali penganiayaan yang paling berat dialami oleh orang-orang Kristen Roma ketika di bawah kaisar Diocletianus (284-305). Dengan berakhir kekuasaannya, puluhan ribu orang Kristen telah menjadi martir selama lebih dari dua abad. Kendati demikian, Kekristenan tetap menyebar dan telah mencapai beberapa juta orang percaya pada awal abad keempat. Dan perubahan dramatis segera mendekati kenyataan yaitu sebuah peristiwa yang akan memengaruhi tata cara peribadatan Gereja Katolik. Maklumat Milan Kematian Diocletianus kemudian diikuti oleh tahuntahun yang penuh kekacauan karena perebutan tahta yang ditinggalkannya. Konstantinus, seorang jenderal tentara, muncul sebagai kaisar. Ia percaya bahwa kemenangan tentaranya merupakan campur tangan Kristus dan pada tahun 313 ia mengeluarkan maklumat Milan, yang isinya memberikan kebebasan dan toleransi beragama kepada orang-orang Kristen. Ia mempromosikan Kekristenan di seluruh penjuru negeri dan mendirikan ibu kota baru di Konstantinopel. Ia mendonasikan banyak bangunan 80 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang umum di Roma dan di banyak tempat kepada Gereja untuk tempat beribadah, termasuk istana Lateran miliknya di Roma. Tempat ini sekarang merupakan lokasi Basilica Santo Yahones Lateran. Umat dalam jumlah besar kini dapat menghadiri Misa di gereja-geraja yang tadinya merupakan bangunanbangunan umum tersebut, dan karenanya diperlukan suatu susunan liturgi yang lebih terorganisasi. Gereja mulai mengembangkan tatacara peribadatan dan upacaraupacara untuk merayakan sakramen-sakramen. Pemimpinpemimpin rohani seperti Yohanes Krisostomus, Ambrosius, Agustinus, dan Paus Gregorius Agung, membantu Gereja dalam mengembangkan ritus-ritus peribadatan yang pengaruhnya masih bisa kita rasakan hingga hari ini. Uskupuskup mulai menyusun buku-buku yang mereka gunakan sendiri pada waktu Misa dan kemudian diedarkan untuk bisa digunakan oleh uskup-uskup lain. Salah satu karya merujuk kepada Santo Ambrosius pada akhir abad keempat termasuk sebuah doa yang menyerupai Doa Syukur Agung I. Musik liturgi, yang kebanyakan berupa nyanyian tanpa iringan menjadi semakin penting. Kekaisaran Romawi mulai runtuh pada abad kelima setelah suku-suku barbar dari Eropa Tengah dan Timur melewati perbatasan dan menginvasi kekaisaran yang tadinya begitu perkasa tersebut. Menjelang akhir abad kelima Clovis, raja Frankish, menjadi Kristen bersama 81 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang dengan ribuan orang pengikutnya. Gereja-gereja di Prancis minta petunjuk untuk menjalankan ritus-ritus seperti yang dipraktikkan di Roma. Dan jalinan hubungan Gereja Roma dengan Prancis termasuk pula dengan negara-negara berkembang lainnya akan memengaruhi pelaksanaan liturgi selama berabad-abad. Sementara itu, kekaisaran timur dengan ibu kotanya Konstantinopel bertambah lemah. Pada abad ketujuh Gereja di Timur mendapat serangan pasukan Islam, pasukanpasukan itu kemudian melanjutkan serangannya ke Afrika dan Spanyol hingga kembali pada tahun 723 di Poiters. Kekacauan pada waktu itu menyebabkan perbedaan dalam melaksanakan liturgi antara Gereja Timur dan Barat. Ritus Timur yang dikembangkan menjadi liturgi yang permanen masih dijalankan hingga hari ini. Sementara itu di Barat, invasi suku-suku barbar, yang tidak memiliki bahasa tertulis dan berbudaya rendah cenderung menggunakan bahasa Latin bahasa yang digunakan uskup-uskup dan para administrator Roma. Bahasa Latin secara alami menjadi bahasa liturgi setelah suku-suku barbar tersebut menetap dan membentuk budaya yang dibangun atas dasar tradisitradisi dan sakramen yang sudah ada di Gereja. Tata cara liturgi semakin berkembang setelah Gregorius Agung menjadi paus dari tahun 590-604. Gregorius adalah seorang ilmuwan brilian dan adminsitrator yang cakap. Ia meringkas beberapa buku liturgi yang dikem82 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang bangkan oleh pendahulunya, Paus Gelasius, menjadi sebuah kesatuan yang menyeluruh. Pada jaman Gregorius tradisi imam yang berimprovisasi dalam Doa Syukur Agung dirubah di Roma menjadi satu rumusan yang tetap atau biasa disebut dengan kanon. Kanon Misa terus berkembang sejalan dengan perubahan waktu yang kemudian kita kenal sebagai Doa Syukur Agung I. Gregorius mengorganisasi pedoman-pedoman ritus pada inti liturgi dan mengembangkan pola lagu dan keikutsertaan umat. Hal ini menjadi sesuatu yang lumrah bagi setiap orang Katolik pada abad 21. Pada mulanya, tata cara liturgi yang dikembangkan Gregorius hanya berpusat di seputar Roma saja. Namun, kanon, upacara, bahasa Latin dan nyanyian Misa Romawi telah diorganisasi dengan apik ke dalam suatu susunan yang baik dan tersedia dalam buku-buku serta dapat digandakan dan siap didistribusikan. Begitu para imam dan kaum biarawan serta yang lainnya menyaksikan betapa Liturgi Romawi tersebut begitu indah dan teratur, mereka ingin membawa model liturgi tersebut ke kota-kota dan bangsabangsa mereka. Sekarang, Liturgi Romawi telah menjadi hal yang normatif di Gereja Barat. Ritus-Ritus Dan Ritus Romawi Ritus-ritus yang paling penting yang ada bersama dengan Ritus Romawi adalah Ritus Milan (tempat dimana 83 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Konstantinus mengeluarkan maklumat yang memberi kebebasan beragama kepada orang-orang Kristen), Spanyol, Irlandia, dan Prancis. Ritus-ritus ini telah mendapat pengaruh dari ritus timur dan memiliki lebih banyak variasi ketimbang Ritus Romawi. Perubahan secara bertahap karena pengaruh Ritus Romawi dapat kita lacak melalui buku-buku yang dikenal dengan sakramentaris, yang ditulis tangan dan digandakan di Roma dan menyebar ke berbagai wilayah di Eropa. Buku-buku ini berisi kanon, beberapa bacaan, dan doa-doa Misa yang berasal dari paus-paus abad enam hingga abad sembilan. Buku-buku itu memperlihatkan bagaimana Misa berkembang selama beberapa abad. Banyak suku-suku barbar di Eropa yang dipersatukan di bawah kepemimpinan Karel Agung (Charlemagne) tahun 741?-841? Ia adalah seorang raja yang gemar berperang, kekuasaannya membentang luas meliputi Prancis modern, German, Spanyol, dan Italia bagian utara. Sebagai penganut Katolik yang taat, ia melihat Liturgi Romawi bisa digunakan sebagai alat pemersatu suku-suku yang berlainan yang berada dibawah kekuasaannya. Dengan bantuan seorang pertapa, Alcuin, ia mengawasi penyebaran Ritus Romawi ke seluruh wilayah kekuasaannya. Alcuin cukup bijaksana dalam melakukan perubahan ritus dengan tetap mendasarkan ritus-ritus yang sudah ada di berbagai wilayah. Alhasil Ritus Romawi yang 84 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang mengalami perubahan itu sesungguhnya menemukan jalan pulang kembali ke Roma. Perubahan-perubahan yang cukup besar meliputi keikutsertaan umat dalam berdoa dan bernyanyi, pendarasan Kredo pada hari Minggu dan hari-hari besar, penggunaan roti tak beragi dalam Ekaristi, menerima Komuni dengan lidah sambil berlutut, membunyikan bel, pemisahan secara bertahap altar dengan umat, penambahan beberapa pola sikap seperti berlutut dan menunduk, membuat Tanda Salib, dan pedupaan. Penggunaan organ pipa dimulai pada masa Karel Agung dan ia sendiri membuat untuk kapel pribadinya. Pemisahan altar dengan umat karena beberapa faktor yang mendasarinya. Raja-raja, seperti Karel Agung, harus dipisah dengan umat, karena mereka duduk di tahtanya. Kristus dipandang sebagai raja diraja dan altar merupakan tahtanya. Oleh karena itu altar selayaknya dikelilingi dengan hiasan atau dekorasi dan ditempatkan berhadapan dengan tembok tinggi berornamen. Alhasil imam ketika berdoa membelakangi umat, sebagaimana Misa yang diadakan di katakombe. Interaksi antara liturgi Romawi dengan liturgi-liturgi negara-negara yang sedang berkembang di Eropa berlanjut selama dua ratus tahun setelah Karel Agung meninggal. Namun karena Eropa terdiri atas pelbagai wilyah, maka liturgi pun berkembang dengan menggunakan bahasa setempat, bahasa Latin mulai tidak digunakan lagi dalam 85 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang keseharian, kecuali di antara para biarawan dan umat awam yang berpendidikan tinggi. Tak lama kemudian hanya imam yang bisa membaca Kitab Suci dan doa-doa dalam bahasa Latin dan umat hanya sebagai penonton ketimbang ikut terlibat. Ritus-ritus Romawi kemudian diringkas menjadi satu Misa Latin, pertama di German dan kemudian di Roma. Misa Di Milenium Baru Dari kekristenan pada milinium pertama kita menyaksikan Misa menyebar dari Ruang Atas Perjamuan Terakhir hingga ke pelbagai wilayah dunia beradab. Memasuki milenium ke dua, Liturgi Misa di gereja-gereja Barat bergantung kepada doa-doa dan upacara-upacara yang telah berkembang selama lebih dari ratusan tahun. Empat abad kemudian, kita akan menyaksikan beberapa kreativitas yang berkembang dalam Liturgi Misa. Selain itu, negara-negara Eropa akan menjadi saksi pendirian katedral-katedral gaya Gothic yang megah yang dirancang oleh generasi orang-orang percaya yang mengekspresikan keinginannya untuk menempatkan Misa pada posisi yang paling agung. Santo Thomas Aquinas dan beberapa teolog besar lainnya telah membantu Gereja bertumbuh dalam pemahamannya mengenai Misa. Namun demikian, karena faktor-faktor sejarah, ketidak-terdidikan umat, kebingungan karena pengaruh 86 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang kaum bidaah, telah menyebabkan partisipasi umat menjadi sangat minim. Menyanyikan lagu pada waktu Misa terbatas pada imam dan koor, sementara umat lebih banyak mendengarkan. Selanjutnya, penerimaan Komuni, yang telah menurun dalam beberapa abad, malah semakin berkurang. Orang-orang menerima Komuni ketika menjelang ajal di tempat tidur. Kendati umat keberatan menerima hosti, mereka tetap menginginkan melihat Yesus dalam wujud sakramen, sehingga pengangkatan hosti dan cawan setelah konsekrasi menjadi praktik yang lumrah. Pada abad 14 pelbagai permasalahan telah menghancurkan kehidupan gereja. Paus Klemens V, seorang Prancis, pada tahun 1309 pindah ke Avignon, dan penerusnya tetap di sana hingga tahun 1378. Pada tahun ini juga, para kardinal terpecah menjadi faksi-faksi, dan situasi yang dikenal dengan skisma Barat terjadi. Dua atau tiga orang bersaing semuanya mengklaim sebagai paus dan permasalahan ini tidak terselesaikan hingga terpilihnya paus Martinus V tahun 1417. Maut Hitam — The Black Death — yang melanda Eropa dari 1346-1350 telah merenggut separuh dari penduduk benua tersebut. Perang pecah antara Perancis dan Inggris dan juga melanda negaranegara lain. Abad 15 menghadirkan kebangkitan renaissance, sebuah era yang menyaksikan seni dan ilmu pengetahuan berkembang dan sekularisme melanda seluruh lapisan ma87 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang syarakat. Dengan datangnya renaissance muncullah pauspaus “duniawi” di dalam sejarah gereja : Pius II, Sixtus IV, Innocent VIII, Alexander VI, dan Julius II. Paus-paus ini menjadi saksi pertumbuhan seni dan arsitektur, seperti Basilika Santo Petrus, dan Kapel Sistina, namun keduniawian para paus ini memunculkan skandal iman. Beberapa uskup dan imam mengikuti paus-paus ini dan ketidakdisiplinan serta kecerobohan secara umum berimbas juga kepada liturgi. Orang-orang Katolik, baik kaum berjubah maupun awam, yang masih mengedepankan kesucian, menghimbau untuk diadakan pembaruan baik di dalam liturgi maupun dalam hidup menggereja namun usaha mereka berakhir sia-sia. Protestanisme Dan Konsili Trente 1517, Martin Luther, seorang biarawan Katolik, memajang sembilan-puluh-lima dalil pada pintu kapel di Wittenberg, German. Pada mulanya ia hanya menginginkan sebuah perubahan di dalam gereja, bukan mendirikan gereja baru. Namun buruknya komunikasi dan kekeras kepalaan di pihak Luther dan musuh-musuh Katoliknya, serta intervensi dari penguasa-penguasa sekular membawa Luther pada posisi yang tidak dapat didamaikan dengan pihak Katolik utamanya pada doktrin teologi. Luther menolak, misalnya, hakikat pengorbanan dalam Misa dan imam yang ditahbiskan. Ia kemudian 88 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang meninggalkan Gereja Katolik dan diikuti oleh Jean Calvin (Swiss: Presbyterianisme), John Knox (Scotlandia: Gereja Reformasi), Henry VIII (Inggris: Anglikan, Episcopalianisme), dan lain-lainnya. Sementara Luther masih mempertahankan bahwa Kristus hadir dalam Ekaristi, sebagian besar lainnya yang meninggalkan Gereja menolak Kehadiran Nyata Kristus. Masing-masing gereja baru membuat liturgi sendiri menurut “cambuk” teologi pendirinya serta bahasa dan kultur bangsanya sendiri. Revolusi Protestan pada akhirnya mengguncang petinggi Katolik yang kemudian memulai upaya-upaya serius atas perubahan. Konsili Trente (1545-1563) menegaskan kembali iman Katolik, mengoreksi penyalahgunaan kekuasaan, dan merancang sistem seminari untuk mendidik calon imam. Paus Pius V yang suci (1566-1572) menggiatkan kembali kehidupan spiritual di antara umat beriman dan memperkenalkan Misa Romawi (Roman Missal) baru. Kerangka dasar untuk misa ini adalah misa yang telah dipergunakan di Roma. Teks, perayaanperayaan, dan lagu-lagu dari misa ini telah terorganisasi dengan baik dan telah menjalani uji-waktu, namun ia masih mengandung urutan yang salah (anachronism). Sebagai contoh, selebran untuk mengakhiri misa (tepatnya menyuruh umat ke luar dari gereja) dengan mengucapkan kata-kata : Ite missa est, kemudian baru memberi berkat penutup. Mungkin hal ini merujuk ke masa lalu ketika paus 89 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang membubarkan konggregasi dan kemudian memberkati umat ketika ia ke luar dari gereja. Pada 14 Juli 1570, Paus Pius V, menetapkan misa baru sebagai keharusan bagi Gereja barat, kecuali di keuskupankeuskupan yang telah mengikuti liturgi setempat lebih dari dua abad. Paus Pius V mengatur bahwa versi misa yang telah diotorisasi yang boleh dipergunakan. Latin adalah satusatunya bahasa yang digunakan. Mengubah teks dilarang. Misa Baru berhasil dalam membentuk sebuah model penyembahan (worship) di seluruh Gereja Katolik di Barat dan mengakhiri penyalahgunaan kekuasaan yang merajalela sebelum Konsili Trente. Misa Baru telah membentuk sebuah pola untuk Misa yang terus bertahan tanpa mengalami perubahan berarti hingga pertengahan abad dua puluh. Namun Misa Romawi masih jauh dari sempurna, mengingat apa yang dikehendaki Paus Pius V adalah melaksanakan perubahan liturgi secepat mungkin. Ia tidak memandatkan studi atas praktik-praktik liturgi yang telah berlangsung pada Gereja Perdana malahan ia menerima ritus dan perayaan-perayaan yang telah berkembang selama berabad-abad melalui “trial and error.” Tidak seluruhnya sebagai liturgi yang ideal. Penerimaan Komuni, misalnya, diadaptasi dari ritus penerimaan Komuni untuk orang sakit, termasuk Saya Mengaku (Confiteor) dan dua absolusi. Bacaan dari Kitab Suci sangat terbatas, bisa dibacakan pasal 90 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang yang sama pada masa tertentu, diulang setiap hari dalam seminggu. Partisipasi terbatas hanya dialog antara imam dan pelayan misa atau terbatas antara imam dan paduan suara dan umat lebih berperan sebagai penonton yang diam. Dari Konsili Trente Hingga Konsili Vatican Misa Romawi Pius V secara umum diterima di seluruh Gereja barat. Umat Katolik sedih melihat perpecahan dalam gereja-gereja Protestan dan mulai menyadari betapa bernilainya membentuk lembaga pemersatu di belakang paus. Memiliki satu format misa yang telah disyahkan yang memuat teks-teks yang diperlukan dalam Ekaristi sungguh membantu para uskup dan imam ketika mereka harus mempersiapkan dan merayakan liturgi. Itu juga berarti hanya sebuah buku yang harus dibeli oleh gereja paroki, sebuah keuntungan secara ekonomi mengingat mencetak buku pada waktu itu masih dalam tahap perkembangan awal. Sixtus V, yang menjabat sebagai paus dari tahun 1585 - 1590, menciptakan sebuah departemen baru di dalam kepausan yakni Konggregasi Untuk Ritus dan Perayaan, karena ia memandang bahwa liturgi harus dilaksanakan secara cermat dalam gereja-gereja barat. Petunjuk-petunjuk rinci disampaikan oleh para ahli dalam rubric (aturan dalam liturgi yang dicetak dengan huruf berwarna merah 91 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang dalam misa, rubric dalam bahasa Latin adalah merah). Aturan-aturan dicetak untuk setiap tata gerak di dalam misa, seperti cara membungkuk dan memegang sendok dupa yang benar oleh imam. Kekhawatiran akan penyimpangan di dalam liturgi begitu kuat sehingga penerjemahan dari bahasa Latin ke bahasa-bahasa lain dilarang. Akibatnya, umat menggunakan buku-buku doa yang bermacam-macam dan mendaraskan rosario selama Misa berlangsung. Kotbah menjadi kurang penting, hal ini dikarenakan terbatasnya pilihan bacaan di dalam Misa. Ketika kotbah dilaksanakan kemungkinan besar tidak berkaitan dengan bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari itu. Jansenisme, sebuah gerakan bidaah yang merujuk kepada teologi Cornelis Jansen asal Belgia tahun 1640 yang mengajarkan penekanan ketakutan akan Allah sedemikian rupa sehingga banyak umat Katolik tidak menerima Komuni Kudus. Pengenalan musik instrumen dan pembentukan koor musik telah mendorong diciptakannya karya-karya hebat seperti Requiem-nya Mozart. Namun karena ditampilkan sedemikan rupa sehingga mengalahkan peran dari Misa itu sendiri. Ketika koor menyanyikan Kredo, misalnya, imam masih meruskan doadoa pengantar (offertory prayers). Semua ini mengakibatkan umat awam memandang Misa sebagai sebuah keharusan untuk dihadiri, ketimbang sebagai tindakan sakramental di mana umat juga memiliki peran yang signifikan di dalamnya. 92 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Perubahan-perubahan kecil terjadi atas Misa Romawi selama beberapa abad. Pada tahun 1640, Paus Klemens VIII mengoreksi cetakan-cetakan yang salah, merevisi beberapa doa yang diterjemahkan secara salah dan memberi penjelasan pada rubrics. Pada kesempatan yang lain, beberapa paus merevisi doa-doa, menambahkan Misamisa baru, dan membuat beberapa perubahan, seperti doadoa setelah Misa yang disahkan oleh Leo XIII tahun 1884. Namun demikian kendati perubahan dan pengembangan tersebut cukup signifikan, namun harus menunggu hingga abad 20. Perkembangan Liturgi Pada Abad 20 Pada dekade pertama abad 20, Paus Santo Pius X menekankan pentingnya sering menerima Komuni, bahkan harian. Ia mendeklarasikan bahwa anak-anak sebaiknya menerima Komuni pertamanya ketika mereka mencapai umur yang dapat dipertanggungjawabkan. Ia juga mendorong seluruh umat untuk berpartisipasi dalam menyanyikan lagu Gregorian pada waktu perayaan Ekaristi. Tidak lama setelah itu, Misa Romawi banyak diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lokal yang dapat dipergunakan oleh kaum awam, mengizinkan mereka untuk mengikuti dan memahami doa-doa dalam Misa. Dalam “surat ensiklik”-nya, “Mediator Dei” tahun 1947, Paus Pius XII mendefinisikan liturgi sebagai 93 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang penyembahan umat terhadap Tubuh Mistik Kristus. Ia mengajarkan bahwa liturgi menuntut partisipasi aktif anggotanya, seluruh umat dan imam. Untuk mendorong agar umat lebih berpartisipasi, ia merekomendasikan dialog mengenai Misa. Tahun 1950-an, dilandasi oleh studi-studi para ilmuwan liturgi dari German, Pius XII merevisi upacara-upacara Minggu Suci menurut pola-pola penyembahan kuno. Berikut adalah panggung untuk Paus Yohanes XXIII dan Konsili Vatikan Kedua. Tahun 1959 Yohanes XXIII mengumumkan rencananya untuk mengadakan konsili ekumene. Tahun berikutnya ia mengeluarkan seperangkat rubrics baru untuk Misa. Pada sesi pertama Konsili Vatikan II tahun 1962, para uskup melaksanakan voting guna menyetujui sebuah dokumen liturgi. Menyusul diskusi dan penulisan kembali dokumen tersebut. Tahun berikutnya para uskup melakukan voting dan menyetujui Konstitusi Liturgi Suci dengan perbandingan yang setuju 2.147 dan yang tidak 2. Sebuah jaman baru dimulai. Konstitusi Liturgi Suci Ketika Konsili Vatikan Kedua dibuka pada 11 Oktober 1962, saya baru saja memulai tahun ke-4 pendidikan teologi di seminari. Seperti kebanyakan seminaris pada masa itu, saya mengikuti perkembangan konsili dengan seksama, menyadari betapa penting bagi yang akan ditahbiskan 94 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang sebagai imam dan seluruh Gereja. Saya tertarik secara khusus dengan laporan-laporan tentang dokumen liturgi. Apakah akan ada perubahan dalam perayaan Ekaristi dan sakramen-sakramen lainnya? Akankah kaum awam bisa lebih turut berpartisipasi? Konstitusi Liturgi Suci diumumkan secara resmi pada 4 Desember 1963 dan betul ia menjawab pertanyaanpertanyaan di atas. Liturgi Suci sejatinya adalah tindakan nyata Kristus dan Tubuh-Nya, yakni Gereja, yang melampaui lainnya. Oleh karena itu, ia mengundang secara penuh partisipasi aktif seluruh anggota Gereja. Guna mewujudkan hal tersebut dokumen liturgi memerlukan beberapa perubahan. Ritus-ritus agar lebih disederhanakan, buku-buku liturgi direvisi, lebih menggunakan bahasa setempat ketimbang Latin. Kalender tahunan Gereja juga harus direvisi, penggunaan Kitab Suci diperluas, dan pembenahan pada homili. Doa-doa penuh iman yang dikutip dalam tulisan-tulisan Gereja awal dikembalikan. Penerapan konselebrasi dan tata cara dalam Ekaristi semakin diperluas. Implementasi Maklumat Vatican II Konstitusi Liturgi tidak dimaksudkan untuk merevisi ritus-ritus dalam Ekaristi dan sakramen-sakramen lainnya, namun menyerahkan hal tersebut kepada Bapa Suci, yang pada gilirannya kemudian dibantu oleh para 95 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang ahli dari pelbagai belahan dunia serta mengonsultasikan hal tersebut kepada para uskup. Tahun 1964 Paus Paulus VI membentuk sebuah komisi yang beranggotakan para uskup dan sebuah panel para ahli yang akan bekerja secara nyata untuk “memperbaiki” liturgi. Komisi dan panel tersebut langsung bekerja dan pada tahun 1970 paus mengumumkan secara resmi Misale Romawi (Roman Missal). Empat tahun kemudian Misale Romawi telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa lokal. Edisi resmi berbahasa Inggris disetujui untuk dipergunakan pada 13 November 1973 dengan perubahan yang dilakukan oleh konsili setempat. Dari semua perubahan dan revisi yang paling nampak adalah tiga pola Doa Syukur Agung dan sebuah revisi atas Doa Syukur Agung Romawi, perubahan dalam tahun penanggalan liturgi yang menekankan pentingnya hari Minggu dan perayaan hari-hari Tuhan dan partisipasi seluruh umat dalam Ekaristi. Buku Bacaan Untuk Misa, mengalami perluasan khususnya mengenai pilihan bacaan yang dibagi menjadi Tiga Lingkaran Tahun Liturgi A-B-C untuk hari-hari Minggu dan hari-hari raya dan Dua Lingkaran Tahun Liturgi untuk hari-hari biasa (Tahun I dan II). Seseorang yang menghadiri Misa harian secara penuh dapat dipastikan akan mendengarkan bagian-bagian terpenting dari seluruh Kitab Suci. Sedangkan bacaan pada hari Minggu termasuk bacaan pertama diambil dari Perjanjian Lama, 96 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang pendarasan mazmur, bacaan kedua dari Perjanjian Baru, kutipan ayat Injil, dan Bacaan Injil. Misa baru ini diterima dengan baik oleh sebagian besar umat Katolik, karena perubahan-perubahan yang terdapat dalam Misa telah dijelaskan dengan baik. Saya telah merayakan Misa di pelbagai tempat di Amerika Serikat sambil mewartakan misi paroki dan saya begitu terkesan dengan partisipasi umat di mana-mana. Umat Katolik dewasa ini tentu saja belumlah sempurna, namun saya percaya jika Santo Paulus menghadiri salah satu Misa ia akan gembira menyaksikan partisipasi aktif dan rasa hormat dari umat, terutama jika dibandingkan dengan orang-orang Kristen di Korintus pada masa Perjanjian Baru. Misale Romawi edisi kedua disetujui oleh paus pada tahun 1975. Edisi bahasa Inggris tersedia pada 1 Maret 1985. Dalam edisi ini termasuk di dalamnya doa-doa Misa untuk anak-anak dan Misa untuk pengampunan dosa dan juga ritus baru Misa serta Misa untuk memberi penghormatan kepada para santo dan santa. Perubahan-perubahan lainnya tetap terjadi dengan persetujuan Tahta Suci. Pada tahun 1977, praktik kuno menerima komuni dengan tangan diberlakukan kembali. Sedangkan pada tahun 1994, remaja puteri dan perempuan dewasa diizinkan untuk melayani Misa. Buku Bacaan Misa baru dengan perluasan dengan 97 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang pilihan bacaan disetujui untuk dipergunakan di Amerika Serikat. Perkembangan situasi membuat langkah pemugaran ini terus bergulir, dan muncullah Misalle Romanum editio typica tertia (Maret 2002). Hal-hal baru dalam Misale ini antara lain ditambahkannya sejumlah perayaan orang kudus dalam penanggalan umum dan misa-misa votif untuk menghormati Santa Perawan Maria. Juga dilampirkan Doa Syukur Agung yang telah disahkan : Doa Syukur Agung untuk Rekonsiliasi (2), Doa Syukur Agung untuk Pelbagai Keperluan, dan Doa Syukur Agung Anak-Anak (3). Mendahului pemugaran ini, telah ditinjau kembali Institutio Generalis Missalis Romani (IGMR) sebagai pengantar teologis dan normatif untuk Missale Romanum. Maka diterbitkanlah IGMR baru, yang dimaklumkan pada Hari Raya Kamis Putih 2000. IGMR baru ini antara lain memperluas kemungkinan untuk komuni-dua-rupa. Hal yang sama sekali baru adalah ditambahkannya Bab IX yang menguraikan wewenang uskup diosesan dan konferensi uskup untuk mengupayakan penyesuaian dan penyerasian. Di samping itu, masih ada penataan kembali sejumlah hal yang menyangkut bentuk Misa, petugas, tata ruang, dan lain-lain. Sedangkan di Indonesia, agar IGMR baru dapat segera disosialisasikan dan dimanfaatkan, Komisi Liturgi 98 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang KWI telah berupaya menerjemahkan dan menerbitkannya dalam edisi Indonesia yang diberi judul : Pedoman Umum Misale Romawi yang dimaklumatkan pada tanggal 25 April 2002. (Pedoman Umum Misale Romawi Baru, Penerbit Nusa Indah, 2002). Ya Tuhanku Dan Allahku Tente Lena tidak pernah belajar teologi, namun ia memahami hakikat dari Misa adalah Yesus sendiri, Tuhan dan Allah-nya. Yesus memberikan diri-Nya dalam rupa roti dan anggur pada Perjamuan Terakhir, yang merupakan gambaran persembahan tubuh-Nya yang hancur dan darah-Nya yang ditumpahkan bagi kita. Ketika Ia bangkit dari mati, persembahan tersebut memiliki makna baru bagi para murid-Nya dan seluruh umat manusia, sebagaimana yang kemudian dipahami oleh Thomas ketika ia berlutut di hadapan Yesus dengan berkata : “Tuhanku dan Allahku.” Yesus akan menjadi Roti Hidup bagi semua orang hingga akhir zaman. Bahasa dan tata cara perayaan Misa telah berkembang dan berubah selama berabad-abad namun Yesus tetap sama — dahulu, sekarang, dan di masa mendatang. Misa yang Ia rayakan bersama dua orang murid dalam perjalanan ke Emaus dan penjelasan-Nya tentang Alkitab kepada mereka dan pengungkapan diri-Nya dalam pemecahan roti, telah menjadi Misa Yustinus, Gregorius Agung, Pius V, dan setiap 99 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang orang Katolik yang merayakan Misa pada masa kini. Misa adalah Kristus sendiri, karena Kristus “hadir dalam SabdaNya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan di dalam Gereja… Ia juga hadir pada saat Gereja memohon dan bermazmur, karena Ia sendiri berjanji: “bila dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situlah Aku berada di antara mereka” (KGK 1088). Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi Dan Renungan Jika Anda diminta untuk memilih menghadiri Misa di suatu tempat dan suatu waktu (setelah Yesus Naik Ke Surga), tempat dan waktu mana yang akan Anda pilih? Mengapa? Apakah Anda pernah mengikuti Misa sebelum Konsili Vatikan II? Berapa rincian perayaan yang masih Anda ingat? Jika Santo Paulus mengunjungi gereja paroki Anda ketika Misa Minggu, kira-kira apa yang akan menjadi perkenan dia? Dan apa yang akan disarankannya untuk diperbaiki? Jika Santo Paulus duduk di bangku di samping Anda, apakah hal tersebut akan mengubah cara Anda berpartisipasi dalam Misa? Aktivitas Luangkan waktu sejenak dan renungkan paragraf terakhir dari Bab ini. Kemudian tempatkan diri Anda dalam hadirat Yesus. Gunakanlah waktu Anda guna menggambarkan diri Anda hadir pada waktu Perjamuan 100 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang Terakhir bersama Yesus dan para rasul, kemudian dengan Yesus dan dua orang murid dalam perjalanan ke Emaus. Lalu hadirlah dalam Misa di katakombe, setelah itu ikutlah misa di sebuah basilika di Roma pasca Maklumat Milan. Berikutnya berpindah ke gereja di pelosok desa pada masa Charles Martil dan Alcuin. Lalu hadirlah di Misa Katedral Notre Dame di Paris, yang baru saja selesai dibangun. Visualisasikan diri Anda berada di jaman dekadensi abad lima belas dan coba melihat Kristus dalam misa yang masih didominasi oleh kata-kata yang ke luar dari mulut imam yang belum memiliki rujukan. Selanjutnya Anda memasuki awal abad dua puluh dan bergabung dengan umat untuk merayakan Misa Penuh Hikmat di Basilika Santo Petrus di Roma yang dipimpin oleh Paus Pius X diiringi musik dan tata-upacara yang indah. Akhirnya, tempatkan diri Anda di paroki Anda sendiri dan refleksikan dengan misa-misa yang telah Anda ikuti. Seseorang telah hadir pada setiap Misa. Sudahkah Anda mengenal Kristus dalam setiap perayaan Misa? 101 Misa : Dulu, Sekarang, Dan Mendatang “From the moment of our creation and throughout biblical history, God has desired to enter into an intimate communion with humanity. In fact, God, who loves us beyond comprehension, has chosen to give us His very Body, Blood, Soul, and Divinity in the Eucharist. It can truly be said that the Catholic Mass is the most amazing event on earth.” Edward Sri, A Biblical Walk Through The Mass. 102 Bab Tiga Menghadiri Misa A pa yang ada di dalam Misa yang secara umum terdapat pula pada permainan sepakbola, konser musik, dan reuni keluarga? Ritual. Ritual adalah suatu pola bertindak, cara melakukan sesuatu, dalam bentuk yang tetap yang dilakukan oleh manusia. Karena ritual itu maka permainan sepakbola dan permainan olah-raga lainnya menjadi menarik dan menyenangkan. Dengan dilatari ritual maka penikmat konser jauh-jauh hari sudah melakukan persiapan untuk menonton konser dan masih mendiskusikannya kendati konser tersebut telah usai. Ritual mampu menarik anggota keluarga untuk datang ke pertemuan keluarga dan bersemangat untuk berjumpa dan berbicara serta berbagi pengalaman dan bergembira bersama. Ritual adalah seperti yang dikatakan oleh orangorang Katolik, “Apa yang saya sukai mengenai Misa adalah saya tahu apa yang akan terjadi berikut. Dan Misa selalu menampilkan hal-hal yang berbeda.” 103 Menghadiri Misa Karena itulah ritual menjadi sangat penting dan merupakan bagian dari keberadaan manusia. Ritual dalam permainan sepakbola membentuk pola di mana aturanaturan tertentu mampu memberikan kerangka kemungkinan yang tidak terbatas. Kita berkumpul di lapangan bola dengan para sahabat dan menyaksikan dua kubu yang akan bertanding melakukan pemanasan dan mencoba menyepak dan kiper menangkap bola. Ketika waktu untuk bermain tiba, lagu nasional dinyanyikan, dan wasit membuang undi untuk pemilihan lapangan, jika kedua team sudah siap “Peluit Dibunyikan!” Kita telah mengetahui sebelumnya bahwa permaianan akan berlangsung dalam dua kali empat puluh lima menit diselingi istirahat selama 15 menit. Jika kedudukan akhir imbang permainan akan diperpanjang dua kali lima belas menit. Jika setelah diperpanjang kedudukan tetap sama, maka kemenangan ditentukan melalui adu pinalti. Team yang menang undian akan menendang bola terlebih dahulu. Di dalam permainan sepakbola sebuah team beranggotakan sebelas orang pemain dan beberapa pemain cadangan untuk menggantikan yang cedera atau kelelahan. Bukan itu saja, permainan sepakbola memiliki istilahistilah khas dan aturan-aturan tertentu: offside, handsball, teguran wasit kepada pemain yang melakukan pelanggaran, hukuman kartu kuning, jika seorang pemain mendapat kartu merah maka ia harus meninggalkan lapangan 104 Menghadiri Misa tanpa diganti oleh pemain cadangan, tendangan penjuru, tendangan pinalti, tendangan bebas, tendangan dua belas pas, lemparan ke dalam. Belum lagi nama-nama posisi yang ditempati para pemain : kiper, back kiri-kanan, gelandang kiri-kanan, gelandang tengah, penyerang kiri-kanan-tengah, lini depan-tengah-belakang. Agar permainan sepak bola berlangsung tertib dan sesuai ritual, permainan tersebut diawasi oleh seorang wasit yang dibantu oleh dua orang hakim garis. Bagi yang memahami istilah-istilah dan aturan-aturan dan ritual dalam sepakbola, permainan tersebut menjadi menyenangkan dan mengasyikkan. Sebaliknya bagi mereka yang tidak memahami aturan dan ritual sepakbola, maka permainan tersebut akan menjadikannya tidak nyaman dan membingungkan bahkan membosankan. *** Misa juga mempunyai ritualnya sendiri. Orang-orang datang ke gereja dengan membawa pengharapan masingmasing. Mereka memahami bahwa Misa mempunyai struktur baku dan dalam struktur tersebut banyak kemungkinan bisa terjadi. Aturan dalam Misa mungkin tidak serumit dalam sepak bola, namun aturan itu menjadi petunjuk bagi orang-orang yang hadir. Sebagaimana dalam konser, ada aturan mengenai cara berpakaian, waktu diam, dan cara memberi umpan balik terhadap penyanyi, misalnya. Seperti 105 Menghadiri Misa sebuah reuni keluarga, Misa telah menarik orang-orang untuk datang ke suatu tempat dalam waktu yang sudah ditentukan, mendengarkan kabar dari anggota keluarga dan berbagi dalam makanan. Namun demikian ritual dalam Misa jauh lebih penting dari segala bentuk ritual yang ada karena ritual ini berasal dari Yesus Kristus sendiri. Ritual itu merupakan produk yang tercipta dari pengalaman orang-orang beriman selama lebih dari dua ribu tahun di bawah bimbingan Roh Kudus. Ritual ini telah membawa kita bersentuhan secara langsung, bukan dengan para bintang olah raga, komponis terkenal, atau orang lain, melainkan dengan Allah Sang Pencipta Alam Semesta. Ritual telah mengizinkan kita menggabungkan peristiwa-peristiwa hidup kita sehari-hari kepada kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus. Ritual-ritual dalam Misa tidak akan menjadi hal yang rutin saja atau menjadi sesuatu yang membosankan. Memang struktur Misa tetap sama, tetapi bacaan dan doadoa selalu berubah setiap hari. Kita dapat memastikan akan merasakan pengalaman baru, harapan-harapan dan impian-impian baru, kesuksesan dan kegagalan baru, berkat baru yang kita terima, juga kesalahan yang kemudian kita sesali di setiap Misa yang kita ikuti. Pada bab ini kita akan mempelajari ritual-ritual dalam Misa dan menjelaskan artinya. Pertama, kita akan mendiskusikan lingkungan dan tempat untuk melak106 Menghadiri Misa sanakan Misa yakni gedung Gereja. Permainan sepak bola memerlukan lapangan untuk berlaga yang telah dipersiapkan dengan baik. Sebuah simfoni memerlukan sebuah gedung (hall) dengan akustik yang bagus, tempat duduk yang cukup untuk penonton, dan panggung untuk melaksanakan pertunjukan. Sebuah reuni keluarga juga memerlukan tempat untuk menyelenggarakan pertemuan tersebut. Bagitu pula dengan Misa memerlukan lingkungan dan tempat yang khusus yang harus dipersiapkan dengan sangat baik. Setelah itu kita akan menjelaskan tahapan-tahapan dalam Misa. Hal ini bukan saja akan membantu umat Katolik yang sudah mafhum dengan ritual-ritual dalam Misa namun tidak memahami alasan-alasan yang menjadi latar belakangnya, tetapi juga akan menjadi petunjuk bagi mereka yang akan segera bergabung dengan Gereja dan anggota gereja lain yang sesekali berniat mengikuti Misa. Dalam mempelajari lingkup, susunan, dan tahapantahapan dalam Misa, kita akan mengikuti Petunjuk yang telah disusun dalam Pedoman Umum Misale Romawi. Tempat Dan Lingkungan Gedung Gereja. Gedung gereja Katolik bentuknya bermacam-macam, baik ketika kita memasuki gereja katedral yang besar atau gereja kecil di pedusunan, kita selalu menjumpai air suci yang biasanya ditempatkan di 107 Menghadiri Misa pintu masuk. Kita akan mencelupkan jari kita ke dalam air suci tersebut dan kemudian membuat Tanda Salib begitu kita melewati tempat air tersebut. Air yang diberkati (air suci) itu mengingatkan kita akan pembaptisan kita sendiri dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. (Mereka yang bukan Katolik boleh membuat Tanda Salib dan bergabung dalam doa, dan tata gerak dalam Misa, kecuali menerima Komuni Kudus). Bagian penting dalam bangunan gereja — gereja barat — tempat di mana umat menghadiri Misa disebut nave (dari bahasa Latin “perahu”). Di nave tersebut terdapat bagian untuk koor, yang memimpin umat dalam bernyanyi. Jika kita melihat sekeliling bangunan dalam gereja kita akan menjumpai patung-patung para kudus, hal ini merupakan tanda-tanda kasat mata yang melambangkan bahwa doa-doa kita bergabung dengan doa-doa para kudus pada saat kita menyembah Allah (lihat Why 5:8). Pada dinding gereja terpampang visual yang biasanya berbentuk lukisan atau ukiran empat belas pemberhentian Jalan Salib, yang akan mengingatkan kita pada rangkaian penderitaan Kristus yang dihadirkan kembali dalam setiap Misa. Jendela-jendela stainless berisikan gambar-gambar Yesus, para santo dan santa, atau lukisan yang merepresentasikan sakramen-sakramen dan tanda-tanda rahmat dan kehadiran Allah. 108 Menghadiri Misa Cara berlutut orang Katolik (menyentuhkan lutut kanan ke lantai) atau membungkuk lebih dalam sebelum masuk ke bangku-bangku tempat duduk merupakan tanda penghormatan kepada Yesus yang benar-benar hadir dalam rupa Sakramen Maha Kudus. Ketika kita duduk di bangku dan memandang ke depan kita akan melihat panti imam — sanctuary — (dalam bahasa Latin berarti “kudus”) di mana altar terletak. Ia adalah sebuah altar pengurbanan, di altar inilah pengurbanan Kristus hingga kematian-Nya di Kalvari dihadirkan kembali. Ia juga merupakan sebuah meja, di mana Perjamuan Terakhir dilaksanakan. Altar dilapisi dengan kain putih (yang mungkin juga dihiasi dengan kain lain). Relikwi dari orang kudus ditempatkan di dalam atau di bawah altar, praktek ini merupakan tradisi ketika Misa dilaksanakan di makam-makam para martir. Di atas altar atau di dekatnya dipajang lilin dan sebuah salib yang menggambarkan Yesus disalib. Bunga-bunga biasanya diletakkan di dekat altar. Di panti imam — sanctuary — terdapat sebuah mimbar yang juga dikenal dengan “ambo” (dalam bahasa Yunani berarti “tempat yang ditinggikan”) di sini Injil diwartakan, homili dilaksanakan, dan doa-doa orang beriman dikumandangkan. Di sana juga ditempatkan kursi untuk imam yang mempersembahkan Misa dan kursi-kursi lainnya untuk mereka yang membantu Misa. Sakramen Maha Kudus disimpan di tabernakel (dalam bahasa Latin berarti “tenda”) yang terletak di dalam gereja yang mudah 109 Menghadiri Misa dilihat, merupakan tempat yang dihormati, penting, dan sesuai untuk berdoa bagi orang beriman atau bisa juga tabernakel ini diletakkan di panti imam atau di kapel yang terhubung langsung dengan gereja. Tempat ini ditandai dengan lampu yang senantiasa menyala guna menghormati kehadiran Kristus. Pakaian Liturgi. Pakaian liturgi yang dikenakan imam merupakan bagian yang penting dalam lingkup Misa. Penggunaan pakaian liturgi ini merujuk kepada jaman Perjanjian Lama, yang menurut Keluaran 28, Allah memerintahkan Musa untuk menyediakan pakaian bagi Harun dan anak-anaknya dengan pakaian kudus yang indah dan megah guna melakukan penyembahan. Pakaianpakaian Liturgi yang dipakai oleh para imam dewasa ini merupakan model kain-kain tenun yang dikenakan pada masa Perjanjian Baru sebagai pakaian sehari-hari. Ketika model-model pakaian berubah, pakaian-pakaian liturgi ini berfungsi sebagai penanda spiritual di Gereja. Dalam pakaian misa imam mengenakan alba (dari bahasa Latin “putih”), simbol kesucian dan kemurnian yang menaungi jiwa imam atau diakon yang merayakan liturgi, khususnya Perayaan Ekaristi. Alba merupakan kain panjang hingga mata kaki yang dikenakan oleh orang-orang Yunani dan Romawi sebagai pakaian sehari-hari. Stola adalah semacam selendang panjang; simbol bahwa yang mengenakannya sedang melaksanakan tugas resmi Gereja, 110 Menghadiri Misa terutama menyangkut tugas pengudusan (imamat). Stola melambangkan otoritas atau kewenangan dalam pelayanan sakramental dan berkhotbah. Kasula merupakan busana misa paling luar yang dikenakan imam, khususnya selebran dan konselebran utama, yang dipakai untuk memimpin Perayaan Ekaristi. Kasula melambangkan keutamaan cinta kasih dan ketulusan untuk melaksanakan tugas yang penuh pengorbanan diri bagi Tuhan. Warnanya sesuai dengan warna liturgi yang dirayakan pada hari itu. Model kasula mengalami beberapa perubahan dan variasi. Kasula mengambil bentuk dan model kain yang umum digunakan orang pada jaman Yunani-Romawi. Kata kasula berasal dari bahasa Latin casula, yang berarti “rumah kecil,” karena ia berfungsi menutupi seluruh badan pemakainya. Di jaman sekarang kasula dirancang dengan indah dan ditambahkan pernak-pernik dekorasi. Tujuan penggunaan busana misa adalah untuk menunjukkan bahwa imam hadir bukan atas otoritasnya sendiri, tetapi sebagai seorang pelayan Kristus. Keindahan busana misa seyogyanya mendorong hati dan pikiran kita untuk lebih tertuju kepada Allah dan warna-warni busana misa memiliki hakikat spiritual. Putih menggambarkan kegembiraan, kesucian, dan kehidupan kekal. Hijau menggambarkan sesuatu yang bertumbuh, merupakan simbolisasi dari hidup, iman, harapan, dan cinta kasih. Ungu dan violet bermakna antisipasi, pembersihan diri dan pertobatan. Merah merupakan warna darah, 111 Menghadiri Misa menyimbolkan pengorbanan hidup paling sempurna yang diberikan kepada orang lain; ia juga merupakan warna dari api dan mewakili cahaya dan kehangatan dari Roh Kudus. Yesus mencintai dunia yang Ia datangi melalui Inkarnasi. Jelaslah, Ia percaya bahwa kebenaran, keindahan, dan kerahmatan dapat disampaikan melalui penciptaan segala sesuatu. Dalam peribadatan Katolik, hal-hal yang bersifat material digunakan untuk “mengejawantahkan” realitas spiritual, “memaknai” pemberian terbesar dari Allah yakni cinta kasih dan usaha-usaha kita sendiri untuk menanggapinya melalui penyembahan dan penghormatan. Bangunan gereja dan perlengkapannya, pakaian liturgi dan elemen-elemen lainnya dari Misa bermakna bahwa “kita semua … mencerminkan kemuliaan Allah dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Allah yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar dan berbagi dengan lainnya” (2 Kor 3:18). Menghadiri Misa : Kebersatuan Umat Dalam sebuah reuni keluarga, sanak-saudara berkumpul bersama sehingga mereka dapat berinteraksi satu dengan lainnya. Hal ini berbeda dengan orang-orang yang menonton sebuah pertunjukan film di gedung bioskop, di mana mereka berkumpul karena tempatnya nyaman dan mungkin ongkos tiket tidak terlalu mahal sehingga film 112 Menghadiri Misa tersebut ditonton oleh orang banyak. Dalam Misa, seperti halnya dalam sebuah reuni keluarga, kita berkumpul dengan anggota keluarga kita juga. Adalah suatu hal yang pantas jika kita menyalami mereka yang hadir begitu kita memasuki ruang gereja. (Catatan penerjemah : beberapa keuskupan di Amerika dan juga di Indonesia memiliki tradisi petugas tata tertib menyalami umat yang memasuki gereja). Begitu pula, ketika kita sudah menempati tempat duduk, sangatlah pantas jika kita meluangkan beberapa menit guna menyapa Yesus dalam doa dan berbicara juga dengan sahabat-sahabat surgawi kita, para malaikat dan santo-santa yang melakukan penyembahan pula bersama kita. Misa dimulai dengan ritus pembuka dan diakhiri dengan ritus penutup. Di antaranya ada dua bagian penting, Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Semua bagian tersebut saling berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan tunggal penyembahan. Ritus Pembuka Misa dimulai ketika imam dan para pelayan misa masuk. Prosesi biasanya didahului oleh petugas yang membawa salib, diikuti pembawa lilin, misdinar, para pembaca Kitab Suci dan pemazmur, prodiakon, dan imam. Dalam misa khusus memperingati hari besar misalnya bisa ditambahkan dengan pembawa dupa. Dupa digunakan 113 Menghadiri Misa dalam Misa sebagai lambang penghormatan dan keinginan kita agar doa-doa yang kita daraskan dapat naik ke hadirat Allah seperti asap dupa. Umat biasanya berdiri dan bersama paduan suara menyanyikan lagu pembuka yang mengandung makna sebagai penghormatan terhadap Allah dan sebagai ungkapan kebersatuan umat. Salam. Imam membuat Tanda Salib dan mengundang umat untuk bergabung bersama imam. Ia kemudian menyapa umat dengan “Tuhan bersamamu,” sebuah ekspresi biblis kuno yang berasal dari (Rut 2:4; Luk 1:28). Kita membalas dengan “Dan bersama rohmu.” Imam, diakon, atau pembantu awam selanjutnya memberikan pengantar singkat mengenai Misa hari itu. Ritus Tobat. Kemudian kita diajak untuk mengingat dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kita, sebuah sarana pertobatan agar kita semakin layak menyembah Allah. Setelah hening sejenak, kita bergabung bersama imam menyatakan pertobatan yang terdiri atas tiga doa “Tuhan Kasihani Kami, Kristus Kasihani Kami, Tuhan Kasihani Kami,” dan disusul dengan absolusi (Pedoman Umum Misale Romawi memberikan catatan bahwa absolusi ini tidak memiliki kuasa pengampunan seperti absolusi dalam Sakramen Tobat). Dalam masa Paskah misalnya, berkat dan percikan air suci dilakukan pada waktu Ritus Tobat. 114 Menghadiri Misa Kemuliaan. Selanjutnya adalah Kemuliaan, “Kemuliaan kepada Allah Bapa di Surga,” bisa dinyanyikan atau didaraskan. Himne kuno ini, yang kalimat pembukanya dinyanyikan oleh para malaikat pada waktu kelahiran Kristus, telah menjadi bagian penyembahan dan pujian sejak abad ke-6. Pada masa Adven ritus ini dihilangkan sebagai antisipasi kegembiraan Natal. Ia juga dihilangkan pada masa Puasa, yang merupakan masa pertobatan. Doa Pembukaan. Imam kemudian mengajak umat untuk berdoa. Umat hening sejenak guna memformulasikan permohonan-permohonannya kepada Allah. Kemudian imam menyanyikan atau mendaraskan doa pembukaan, dinamakan demikian karena doa tersebut adalah doa bagi umat yang berkumpul bersama dan menyatukan seluruh intensi menjadi satu kesatuan. Kemudian umat menjawab “Amin,” sebuah kata Ibrani yang berarti, “Ya, kami sepakat.” Liturgi Sabda Merupakan sapaan Tuhan kepada kita melalui Kitab Suci. Pada saat Perjamuan Terakhir, Yesus memimpin para murid-Nya membaca dan berdoa secara tradisi Yahudi. Ia kemudian menjelaskan bagaimana melalui Dia perhelatan tersebut akan senantiasa menemukan bentuk dan makna baru dan akan berlangsung sepanjang masa. Dalam Liturgi Sabda, Yesus berbicara kepada kita melalui Kitab Suci dan 115 Menghadiri Misa mengundang kita untuk merenungkan maknanya bagi kehidupan kita. Liturgi Sabda mencakup bacaan-bacaan dari Kitab Suci dan Mazmur Tanggapan setelah Bacaan Pertama. Dilanjutkan dengan Pembacaan Injil yang diikuti dengan homili. Pada hari Minggu dan hari-hari raya, Kredo didaraskan oleh umat. Liturgi Sabda kemudian ditutup dengan Pernyataan Iman. Saat hening setelah bacaan dan homili sungguh memiliki makna bagi kita. Saat hening dan jawaban-jawaban umat mengizinkan kita menghormati Sabda Allah dan kemudian Sabda tersebut menjadi milik kita. Bacaan-bacaan dan Mazmur Tanggapan. Pada hari Minggu dan hari-hari raya terdapat tiga bacaan. Bacaan Pertama biasanya diambil dari Perjanjian Lama, dan pada akhir bacaan lektor mengucapkan, “Demikianlah Sabda Tuhan.” Dan umat menjawab, “Syukur kepada Allah.” Bacaan diikuti dengan hening sejenak, kemudian Mazmur Tanggapan. Pemazmur membaca atau menyanyikan ayatayat mazmur dan umat mengikuti dengan mengulangi ayatayat yang sama setiap kali pemazmur selesai membaca atau menyanyikan ayat-ayat tersebut. Kemudian, Bacaan Kedua diambil dari Perjanjian Baru. Seperti pada Bacaan Pertama ditutup dengan kalimat, “Demikianlah Sabda Tuhan,” dan umat menjawab, “Syukur Kepada Allah.” 116 Menghadiri Misa Pembacaan Injil. Sesudah bacaan yang langsung mendahului Injil, dilagukan bait pengantar Injil, yang dapat dihilangkan jika tidak dinyanyikan. Di luar Masa Prapaskah, bait pengantar Injil ditutup dengan kata Alleluya, yang mengandung makna “Terpujilah Allah.” Pembacaan Injil merupakan puncak dari Liturgi Sabda. Dalam beberapa kesempatan, pada bulan Kitab Suci misalnya, sebuah Kitab Suci akan diusung pada saat perarakan imam dan petugas liturgi memasuki gereja dan ditempatkan di altar. Akan tetap di sana sementara sampai Kitab Suci tersebut dipindahkan ke ambo, diiringi dengan pembawa lilin dan dupa, yang kemudian dibaca untuk pembacaan Injil. Sebelum dibaca Kitab Suci akan didupai oleh imam. Injil selalu dibaca oleh imam atau diakon, yang diawali dengan permohonan kepada Allah agar melimpahkan berkat dalam mewartakan Sabda Allah. Imam kemudian menyapa umat dengan ungkapan, “Tuhan bersertamu,” Umat menjawab “Dan sertamu juga.” Kemudian imam atau diakon membuat tanda di dahi, bibir, dan hati sambil berkata, “Inilah Injil Yesus Kristus menurut …” Umat menjawab, “Dimuliakanlah Tuhan,” sambil membuat tanda yang sama yang mengandung makna, meminta supaya Tuhan menyentuh pikiran kita sehingga kita dapat memahami Sabda Allah yang akan kita dengar, agar bibir kita mampu berkata dengan hormat atas Sabda Allah, dan hati kita mencintai Sabda Allah. Imam atau diakon dalam kesempatan tertentu mendupai Kitab Suci. Pada peng117 Menghadiri Misa hujung bacaan Injil, imam berkata, “Demikianlah Injil Tuhan,” dan mencium Kitab Suci sebagai tanda hormat. Dan umat menjawab secara aklamasi, “Terpujilah Kristus.” Homili. Homili merupakan penjelasan (eksposisi) dari bacaan-bacaan yang hendaknya berkaitan dengan pesan Kitab Suci kepada kehidupan sehari-hari umat atau tentang misteri yang dirayakan pada Misa hari itu. Kebanyakan para ahli menyarankan agar homili memiliki durasi antara sepuluh hingga lima belas menit. Persiapan untuk homili menjadi salah satu tugas paling penting dalam pelayanan seorang imam atau diakon. Pedoman homili menyarankan agar persiapan untuk menyusun homili kurang lebih satu jam diselingi dengan doa. Mutu sebuah homili tidak semata-mata bergantung pada imam atau diakon, tetapi juga kepada umat yang hadir. Pada saat sebelum atau sesudah Pembacaan Injil, umat sebaiknya berdoa memohon kepada Roh Kudus agar memberkati dan membimbing imam yang memberikan homili. Umat hendaknya berupaya pula mendengarkan secara aktif sebagaimana mereka berharap agar imam yang akan memberikan homili dapat memberikan kotbah yang baik. Sikap memperhatikan selama homili dapat memberikan hasil yang baik, sebaliknya jika umat tidak memperhatikan akan membuat imam yang memberikan homili turun semangatnya. Semakin umat memperhatikan dengan baik akan homili yang dibawakan imam hasilnya 118 Menghadiri Misa akan semakin baik pula bagi umat dan sikap yang demikian itu akan membantu para imam yang memberikan homili. Kebanyakan imam akan dengan senang hati menerima komentar, saran, dan kritik positip dari umat mengenai kotbah mereka. Pernyataan Iman (Syahadat). Maksud pernyataan iman atau syahadat dalam perayaan Ekaristi ialah agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi Sabda Allah yang dimaklumkan dari Alkitab dan dijelaskan dalam homili. Gereja senantiasa mengungkapkan imannya di dalam Syahadat, yang merupakan inti dari iman kita. Syahadat Nicea yang didaraskan pada Misa Minggu sejatinya berasal dari pernyataan iman orang-orang yang menerima pembaptisan di Yerusalem. Syahadat itu diformulasikan pada tahun 325 di Gereja Konsili Nicea, sebuah kota di utara Turki, dan formulasi syahadat tersebut dikembangkan lebih lanjut pada Konsili Konstantinopel pada tahun 381. Ketika kita mendaraskan Syahadat, kita sebaiknya mengingat bahwa ia mengandung 3 bagian yang berlandaskan pada Trinitas. Bagian pertama mengungkapkan iman kita kepada Allah Bapa, Pencipta Alam Semesta. Bagian Kedua, menghormati Sang Putra, Yesus Kristus, yang menjadi manusia, wafat untuk dosa-dosa kita dan bangkit untuk mengaruniai kita kehidupan kekal. Bagian Ketiga, mengajak kita kepada Roh Kudus, yang berbicara kepada 119 Menghadiri Misa kita melalui Kitab Suci dan menganugerahi kita hidup di dalam Gereja dan Sakramen-sakramen. Kata-kata penutup dalam Syahadat merupakan pernyataan kegembiraan atas kepercayaan kita akan kebaikan Allah dan rahmat yang akan membawa kita kepada kehidupan kekal. Pada inti iman kita adalah kepercayaan bahwa Allah menjadi manusia melalui Inkarnasi. Guna menggarisbawahi kepercayaan ini, umat membungkuk ketika mengucapkan “Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia.” Dalam dua kesempatan khususnya pesta perayaan misteri Inkarnasi — Kabar Kepada Maria pada tanggal 25 Maret dan Natal — umat berlutut. Doa Umat. Bacaan, homili, dan Syahadat haruslah menjadikan kita lebih bermakna atas kebaikan Allah dan tanggung jawab kita terhadap sesama. Oleh karena itu, kita menjawab dengan doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah untuk keselamatan kita semua. Pola doa sebagaimana disarankan dalam Pedoman Umum Misale Romawi adalah permohonan-permohonan untuk kepentingan Gereja, untuk pejabat pemerintah, untuk keselamatan seluruh dunia, untuk orang-orang yang sedang menderita, dan untuk umat setempat. Doa-doa yang berkaitan dengan waktu, kondisi setempat dan peristiwa-peristiwa tertentu dapat ditambahkan. 120 Menghadiri Misa Secara singkat imam membukanya dengan mengajak umat berdoa. Ujub-ujub yang dimaklumkan dibacakan oleh seorang diakon atau petugas yang telah ditunjuk. Umat menjawab setiap permohonan dengan “Tuhan kabulkanlah doa kami.” Doa umat ditutup dengan doa yang dipanjatkan oleh imam, dan umat menjawab, “Amin.” Umat kemudian duduk dan menantikan Liturgi Ekaristi. Liturgi Ekaristi Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus mengambil roti dan anggur, mengucap syukur dan mengubahnya menjadi Tubuh dan Darah-Nya, yang kemudian diberikan kepada para murid-Nya. Dalam Misa, roti dan anggur dibawa ke altar. Dalam Doa Syukur Agung, Yesus, melalui imam, mengucap syukur dan mengubah bahan-bahan tersebut menjadi Tubuh dan Darah-Nya, yang kemudian kita terima. Persiapan Persembahan. Pertama-tama altar, atau meja Tuhan, dipersiapkan. Pelayan altar meletakkan misale, korporale (kain putih yang dalam bahasa Latin “corpus”, “tubuh”), purifikatorium (kain yang digunakan untuk membersihkan piala). Pada Misa Minggu persembahan dibawa dan diberikan kepada imam bersama dengan roti dan anggur. Tindakan ini mengungkapkan bahwa persembahan tersebut adalah mewakili hidup kita, yang kita satukan dengan persembahan Yesus. Roti dan anggur 121 Menghadiri Misa diletakkan di altar dan kolekte ditempatkan di suatu tempat lain yang pantas di panti imam. Pada kesempatan itu, lagu persiapan persembahan dinyanyikan. Imam menerima roti dan anggur di altar. Imam mengangkat patena yang berisi hosti dan mengucapkan doa syukur kepada Allah atas karunia roti. Selanjutnya imam menuangkan anggur ke dalam piala dan menambahkan beberapa tetes air. Praktek ini mungkin berasal dari jaman kuno, ketika air dicampurkan dengan anggur yang rasanya keras agar bisa diminum. Namun di jaman sekarang pencampuran air dan anggur mengandung makna simbolik, yaitu persatuan kita dengan Yesus yang dinyatakan dengan doa yang didaraskan imam dengan tanpa suara :”Sebagaimana dilambangkan oleh percampuran air dan anggur ini, semoga kami boleh mengambil bagian dalam ke-Allah-an Kristus, yang telah berkenan menjadi manusia seperti kami.” Kemudian diikuti dengan pengangkatan piala disertai dengan doa pujian kepada Allah. Apabila lagu persembahan telah selesai, imam mendaraskan doa pujian dengan suara lantang sambil mengangkat patena dan piala. Umat kemudian menjawab dengan, “Terpujilah Allah selama-lamanya.” Dalam beberapa kesempatan imam biasanya mendupai roti dan anggur, altar, dan salib. Hal ini melambangkan penghormatan kepada benda-benda suci dan 122 Menghadiri Misa juga keinginan agar persembahan kita berkenan “naik sebagaimana asap dupa” dan diterima di hadirat Allah. Diakon atau pelayan altar kemudian mendupai imam sebagai perlambang penghormatan terhadap tugas penggembalaan imam dan juga mendupai umat untuk mengingatkan bahwa mereka telah dibaptis menjadi pengikut Kristus. Dilanjutkan dengan pembasuhan tangan imam di samping altar. Pada masa Gereja Perdana, pembasuhan ini memiliki tujuan praktis karena imam baru saja menerima persembahan dari umat. Sekarang pembasuhan tangan mengandung makna simbolik, yaitu sebagai ungkapan kerinduan “kesucian diri seorang imam” yang didoakan imam dalam hati, “Ya Tuhan, bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan sucikanlah aku dari dosaku.” Doa Persembahan. Kemudian imam kembali ke belakang altar dan mengajak umat berdoa :”Berdoalah, Saudara-saudari supaya persembahanku dan persembahanmu berkenan pada Allah, Bapa yang maha kuasa.” Umat menjawab, “Semoga persembahan ini diterima demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan kita serta seluruh umat Allah yang kudus.” Kata-kata dalam doa tersebut mengungkapkan landasan yang kuat mengapa kita menghadiri Misa : 1). Untuk memuji Allah; 2). Memohon berkat Allah untuk kita; 3). Berdoa untuk seluruh umat Allah (gereja). Imam kemudian mengucapkan Doa Persiapan 123 Menghadiri Misa Persembahan yang pada intinya adalah memohon kepada Allah agar memberkati persembahan dan umat yang hadir. Umat menjawab, “Amin.” Doa Syukur Agung (DSA). Sekarang kita tiba pada bagian yang paling khidmat dan puncak seluruh perayaan dari Perayaan Ekaristi, Doa Syukur Agung — doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak umat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan demikian seluruh umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan oleh imam atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. Adapun maksud doa ini ialah agar seluruh umat beriman menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban (Pedoman Umum Misale Romawi, Penerbit Nusa Indah, hal. 54). Beberapa formula doa ini telah disetujui oleh Gereja. Di dalamnya tercakup Doa Syukur Agung I, II, III, dan IV, V (Rekonsiliasi I), VI (Rekonsiliasi II), VII (Berbagai Kepentingan), VIII (Misa Bersama Anak-anak I), IX (Misa Bersama Anak-anak II), X (Misa Bersama Anak-anak III). Semua doa-doa ini, sebagaimana termaktub dalam Pedoman Umum Misale Romawi, memiliki sembilan bagian. Dengan memberikan perhatian kepada seluruh bagian ini, partisipasi umat dalam Perayaan Ekaristi akan menjadi lebih bermakna. 124 Menghadiri Misa 1. Ucapan Syukur, terutama dinyatakan dalam prefasi terdiri atas beberapa variasi yang disesuaikan dengan perayaan dan penanggalan. Prefasi dimulai dengan sebuah dialog antara imam dan umat beriman, yang dapat dinyanyikan atau diucapkan : “Tuhan bersamamu.” “Dan bersama rohmu.” “Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan.” “Sudah kami arahkan.” “Marilah bersyukur kepada Tuhan, Allah kita.” “Sudah layak dan sepantasnya.” Sambil merentangkan tangan imam melagukan atau mengucapkan prefasi, mengucap syukur kepada Allah untuk pengampunan dan rahmat yang berkaitan dengan perayaan atau penanggalan hari itu. Imam juga mengajak umat untuk bergabung dengan para malaikat dan orang kudus dalam memuji dan menyembah Allah. 2. Aklamasi, adalah jawaban seluruh umat berpadu dengan penghuni surga sambil bernyanyi Kudus, Kudus, Kudus yang adalah doa yang berakar dari Perjanjian Lama (lihat Yes 6:3) dan Perjanjian Baru (lihat Mat 21:9). Tiga pengulangan Kudus adalah bentuk superlatif : Tuhan adalah maha suci! Penulis-penulis jaman kuno juga memandang hal tersebut sebagai ungkapan pujian bagi tiga Persona di dalam Trinitas. Umat ketika mengucapkan Kudus, Kudus, Kudus sambil 125 Menghadiri Misa berlutut, bentuk doa yang dipraktekkan oleh Yesus sendiri (lihat Luk 22:41) dan sebuah tindakan yang mengungkapkan kerendahhatian (lihat Ef 3:14; Fil 2:10). 3. Epiklese. Dalam doa-doa khusus ini Gereja memohon kuasa Roh Kudus, dan berdoa supaya bahan persembahan yang disampaikan oleh umat dikuduskan menjadi Tubuh dan Darah Kristus; juga supaya kurban murni itu menjadi sumber keselamatan bagi mereka yang akan menyambutnya dalam komuni. Kita juga meminta kepada Roh Kudus agar menjadikan umat bersatu di dalam Yesus Kristus. 4. Kata-kata Institusi dan Konsekrasi. Pada bagian ini kata-kata dan tindakan Kristus sendiri di Perjamuan Terakhir diulang. Di Perjamuan Terakhir Kristus mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur, dan memberikan-Nya kepada para rasul untuk dimakan dan diminum, lalu mengamanatkan kepada mereka supaya merayakan misteri itu terus menerus. Kristus sekarang mengulangi kata-kata yang pernah diucapkan-Nya melalui imam sehingga dengan demikian mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Imam mengajak umat beriman mengungkapkan 126 Menghadiri Misa iman akan mukjizat yang baru saja dilakukan Yesus :”Marilah mewartakan harapan iman kita.” Dan umat menjawab, “Kristus telah wafat, Kristus telah bangkit, Kristus akan kembali.” 5. Anamnese. Kemudian imam mengingat kembali Kristus yang telah menyelamatkan umat manusia melalui sengsara dan wafat-Nya, KebangkitanNya yang mulia, serta kenaikkan-Nya ke surga. Pada bagian ini Gereja memenuhi amanat Kristus Tuhan yang disampaikan melalui para rasul, “Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku!” 6. Persembahan kurban Kristus adalah bagian penting dari doa kita. Imam mempersembahkan kepada Bapa Kurban Kalvari. Doa ini mengungkapkan orang-orang beriman dalam setiap generasi untuk mengenang dan mangabadikan peristiwa paling bersejarah di dunia : Persembahan Kristus sendiri kepada Bapa untuk keselamatan dunia. Dalam doa ini kita terpilih untuk mempersembahkan diri kita dalam persatuan dengan Kristus dan beserta seluruh anggota Gereja yang berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi. 7. Permohonan bagi seluruh anggota Gereja yakni : paus, uskup, imam, dan seluruh anggota Gereja di dunia. Kita juga diajak berdoa untuk mereka 127 Menghadiri Misa yang telah meninggal dunia dan kita mengingat kehadiran para kudus di surga yang mendoakan kita, karena semuanya dipanggil untuk mengenyam hasil penebusan dan keselamatan yang diperoleh lewat Tubuh dan Darah Kristus. 8. Doksologi Penutup. Merupakan doa pujian yang mengantarkan Doa Syukur Agung kepada ungkapan Kemuliaan Tuhan. Imam mengangkat piala dan patena dan menyanyikan atau mendaraskan :”Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, bagi-Mu, Allah Bapa yang maha kuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan sepanjang segala masa.” Umat menjawab dengan bersemangat, “Amin.” Dengan ini umat mengamini doksologi dan seluruh DSA. Ketika kita mendaraskan “Amin Meriah,” kita mengimani : seluruh kebenaran Injil, belas kasih yang tak terbatas dari Allah, dan cinta Kristus yang menyelamatkan, yang membebaskan kita dari kegelapan ke dalam terang perayaan Ekaristi. Kita juga sebaiknya menyadari bahwa kita menggemakan suara-suara orang-orang Kristen Katolik yang — menurut Santo Yustinus pada abad kedua — telah menyanyikan “Amin” dalam Doa Syukur Agung. Bapa Kami. Liturgi-liturgi terdahulu mengharuskan doa Bapa Kami. Gregorius Agung mencatat betapa baik ba128 Menghadiri Misa gi kita mengungkapkan doa atas Tubuh dan Darah Tuhan, yakni doa yang diajarkan Yesus sendiri kepada kita. Para penulis jaman dahulu dan dalam Pedoman Umum Misale Romawi menekankan bahwa dalam memohon “rezeki sehari-hari,” kita harus mengingat roti ekaristi. Mereka juga merujuk betapa pentingnya meminta pengampunan atas kesalahan dan dosa-dosa kita, sehingga kita layak menerima Komuni Kudus. Imam mengajak seluruh umat bergabung menyanyikan atau mendaraskan Bapa Kami. Pada bagian akhir, imam menambahkan doa kuno Bebaskan Kami, yang mengungkapkan permintaan terakhir kepada Bapa Kita. Umat menjawab dengan doksologi yang bisa kita temukan di buku Didache : “Sebab Engkaulah Raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.” Ritus Damai. Dalam beberapa liturgi kuno, sebagaimana bisa kita baca dalam Apologia Santo Yustinus, salam damai dilaksanakan setelah Liturgi Sabda (lihat juga Rm 16:16). Pada awal abad kelima, Paus Innocent I mengharuskan dalam ritus Romawi salam damai dilaksanakan sebelum Komuni. Hal ini sungguh sesuai karena kita harus berdamai satu sama lain sebelum mendekat ke Altar Tuhan (lihat Mt 5:24). Imam mengenang kembali damai Kristus pada Perjamuan Terakhir (Yoh 14:27) dan berdoa untuk perdamaian dan persatuan Gereja serta seluruh dunia (pengembangan dari Bapa Kami). Umat menjawab, “Amin.” 129 Menghadiri Misa Kemudian imam berkata, “Damai Tuhan bersamamu,” dan umat menjawab, “Dan bersama rohmu.” Kemudian imam atau diakon mengajak umat saling menyatakan Salam Damai, misalnya dengan bersalaman sambil berkata, “Damai Kristus.” Atau dengan cara lain yang sesuai. Pedoman Umum Misale Romawi menyatakan bahwa cara melakukan sapaan Salam Damai dilaksanakan sesuai dengan budaya setempat dan diformulasikan oleh Konferensi Uskup setempat. Pemecahan Roti. Sebagaimana kita ketahui, karena tata gerak Kristus dalam Perjamuan Terakhir, pada zaman para rasul seluruh Perayaan Ekaristi disebut “pemecahan roti.” Santo Paulus memberikan perintah dalam ritus :”Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.” Ekaristi mempersatukan umat bukan saja dengan Yesus, tetapi satu dengan lainnya. Kita menyanyikan atau mendoakan Anak Domba Allah sementara imam memecah-mecah roti ekaristi. Katakata (“Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia, kasihanilah kami”) mengingatkan kita kepada kesaksian Yohanes Pembaptis (lihat Yoh 1:29) dan dapat diulang-ulang seperlunya sampai pemecahan roti selesai. Permohonan ini ditutup dengan kata-kata, “Berilah kami damai.” 130 Menghadiri Misa Setelah pemecahan roti, imam mengambil pecahan hosti kecil dan memasukkannya ke dalam piala. Tradisi ini mungkin berasal dari Roma pada abad kelima, ketika itu paus akan mengirimkan pecahan roti ekaristi yang telah dikonsekrasi dalam misa yang dipimpinnya, ke gerejagereja di Roma dan sekitarnya. Pecahan roti itu akan diterima oleh imam di masing-masing gereja dan kemudian dimasukkan ke dalam piala sebagai simbol persatuan dengan paus. Di seluruh penjuru dunia, percampuran hosti dengan anggur yang telah dikonsekrasikan di dalam piala mengingatkan kita akan Tubuh dan Darah Kristus, yang terpisah pada waktu penderitaan-Nya di kayu salib, dan kemudian dipersatukan kembali pada waktu KebangkitanNya. Ritus ini kemudian menjadi simbol kehidupan abadi sebagaimana doa yang diucapkan imam dalam hati :”Semoga percampuran Tubuh dan Darah Tuhan kita Yesus Kristus ini memberikan kehidupan abadi kepada kita semua yang akan menyambut-Nya.” Komuni. Imam menyiapkan diri dengan berdoa dalam hati, supaya Tubuh dan Darah Kristus yang ia sambut sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya, “Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang hidup, karena taat kepada Bapa dan dalam kuasa Roh Kudus, Engkau telah menanggung kematian untuk menghidupkan dunia. Bebaskanlah aku dari segala kejahatan dan dosa berkat Tubuh dan Darah-Mu yang maha kudus ini. Semoga aku selalu setia pada perintah-perintah-Mu dan janganlah 131 Menghadiri Misa Engkau biarkan aku terpisah dari-Mu. Ya Tuhan Yesus Kristus, semoga Tubuh dan Darah-Mu yang akan kusambut melindungi dan menyehatkan jiwa ragaku.” Hal yang sama dilakukan oleh umat beriman dengan berdoa sendirisendiri dalam hati agar semakin layak menerima Tubuh Kristus. Kemudian imam berlutut dan mengambil roti Ekaristi, mengangkat-Nya sedikit di atas piala atau patena dan memperlihatkannya kepada umat dan mengundang untuk ikut makan dalam perjamuan Kristus, sambil berkata :”Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya.” (lihat Yoh 1:29; Why 19:9). Umat kemudian bersama imam mendaraskan doa yang diadaptasi dari pengakuan iman dan kerendahan hati seorang kepala pasukan Roma, “Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh” (lihat Mat 8:8). Sementara imam menyambut Ekaristi, lagu Komuni dinyanyikan. Seluruh umat beriman diajak untuk bernyanyi dengan gembira karena akan menyambut Tubuh dan Darah Tuhan serta hasrat untuk bersatu. Begitu kita menghampiri pelayan komuni (di Indonesia : prodiakon) yang membagi Ekaristi, kita sebaiknya membungkuk sedikit sebagai penghormatan terhadap Tubuh Tuhan, kemudian menerima hosti sambil berdiri. Pelayan berkata, “Tubuh Kristus.” Umat yang akan menyambut mengamini dengan menjawab, “Amin.” 132 Menghadiri Misa Kita dapat saja menerima hosti dengan lidah atau tangan. Pada abad keempat Santo Cyrilus dari Yerusalem mengajarkan bahwa mereka yang akan menerima Komuni membentuk tangan mereka seperti sebuah mahkota sebagai tanda hormat sebagaimana menerima seorang Raja. Oleh karena itu, kita menempatkan tangan kanan kita di bawah tangan kiri, dan menerima Komuni di telapak tangan kiri, bergeser sedikit dan menyambutnya dengan tangan kanan (mereka yang kidal berlaku sebaliknya). Jika Komuni dilaksanakan dalam dua rupa (Hosti dan Anggur), umat kemudian mendekati pelayan yang membawa piala. Umat membungkuk sedikit, dan pelayan menyodorkan piala sambil mengucap, “Darah Kristus.” Dan umat menjawab, “Amin.” Sambil mencelupkan hosti (beberapa gereja di Eropa dan Amerika umat meminum langsung dari piala) ke dalam piala yang berisi Anggur (Darah Kristus). Penjelasan : Kita hendaknya tidak beranggapan bahwa jika kita hanya menerima Hosti, kita menerima Tubuh Kristus saja atau sebaliknya jika kita menerima Anggur, kita hanya menerima Darah Kristus saja. Apakah kita menerima Kristus dalam bentuk roti atau anggur, kita menerima Kristus secara utuh (Tubuh dan Darah-Nya). Dalam masa tertentu, menerima Komuni dalam dua rupa sangat dianjurkan, sebagaimana yang dilakukan para rasul pada Perjamuan Terakhir. Tentu saja bagi mereka 133 Menghadiri Misa yang ingin menerima Komuni dalam rupa roti saja, tidak mengurangi makna dan nilainya. Apabila pembagian Komuni sudah selesai, imam atau diakon dan umat meluangkan waktunya untuk berdoa secara pribadi dalam hening. Sebuah himne, madah syukur atau lagu pujian dapat dinyanyikan pada kesempatan tersebut atau bisa juga didoakan mazmur oleh seluruh umat. Kemudian imam mengajak umat, “Marilah kita berdoa,” lalu imam mengangkat tangan dan mengucapkan Doa Sesudah Komuni yang diakhiri “Dengan perantaraan Kristus, Tuhan kami.” Dan umat menjawab, “Amin.” Ritus Penutup Misa mendekati akhir dan kita bersiap untuk kembali kepada kehidupan normal kita. Pengumuman mengenai aktivitas gereja atau sesuatu yang penting mungkin dibacakan oleh petugas untuk diketahui umat. Imam dengan amat singkat dapat menandaskan amanat perayaan. Setelah selesai, imam menyapa umat dengan berkata, “Tuhan bersamamu,” dan umat menjawab “Dan bersama rohmu.” Kemudian imam memberkati umat dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Umat membuat Tanda Salib dan menjawab, “Amin.” Pada hari-hari dan kesempatan tertentu, salam dan berkat imam disemarakkan dengan berkat meriah. Setelah memberi berkat, imam atau diakon mengutus umat dengan berkata “Saudara sekalian Perayaan 134 Menghadiri Misa Ekaristi sudah selesai.” Umat menjawab, “Syukur kepada Allah.” “Marilah pergi! Kita diutus.” “Amin.” Imam dan para petugas serta seluruh umat memberi hormat kepada altar. Imam dan para pelayan lalu meninggalkan ruang altar. Perarakan dapat diiringi nyanyian atau musik instrumental yang sesuai. Bagi kebanyakan umat Katolik, saat setelah Misa merupakan kesempatan yang penting untuk saling menyapa sahabat dan anggota gereja lainnya dan juga berbicara dengan imam. Kristus telah membawa kepada kita kebersamaan dan kebersatuan setelah kita menerima Dia dalam Ekaristi. Adalah sesuatu yang disarankan mengutarakan kegembiraan atas kebersatuan umat setelah Misa dan siap membawa cinta dan damai Kristus ke rumah kita masing-masing dan kepada dunia. Sama Tetapi Berbeda Ritual Misa menyediakan sebuah kerangka bagi variasi doa, bacaan, dan tata gerak. Namun untuk mendapatkan suatu manfaat dari setiap Misa, kita harus ingat bahwa Misa adalah persembahan kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Yesus kepada Allah Bapa. Kita, umat beriman, mendapatkan kesempatan khusus dalam setiap Misa untuk menyatukan seluruh hidup kita kepada persembahan Yesus. Dan apa yang kita bawa pada setiap Misa tidak akan pernah sama. Harapan-harapan dan rencana-rencana kita dalam 135 Menghadiri Misa minggu ini berbeda dengan minggu lalu. Kegagalan dan keberhasilan, kecemasan dan impian-impian, kegembiraan dan kesedihan kita senantiasa berubah. Semua itu kita bawa ke dalam Misa dan kita persatukan dengan persembahan Kristus kepada Bapa, sebagaimana Ekaristi menjadikan kita satu dengan Yesus. Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi Dan Renungan Dalam bab ini dibahas mengenai ritual-ritual dalam sepak bola, konser, dan reuni keluarga dan kemudian membandingkannya dengan Misa. Bisakah Anda menyebutkan ritual-ritual lain yang dapat dibandingkan dengan Misa? Robby menceritakan kepada saya bahwa ia mempersembahkan kepada Tuhan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pekerjaannya ke dalam Misa seperti ketidaksetujuan dan kesalahpahaman. Ketika ia membandingkan masalah-masalah yang dihadapinya dengan penderitaan dan kesengsaraan Kristus — yang dihadirkan dalam Misa — persoalan itu tampak sangat kecil. Apakah Anda pernah mencoba menempatkan segala aspek kehidupan ke dalam ritual Misa? Ke dalam bagian mana Anda menempatkan kegagalan-kegagalan Anda? Keberhasilan, ketakutan, dan harapan Anda? Apakah Anda pernah menyadari bahwa sikap dan tindak-tanduk Anda ketika mendengarkan homili akan 136 Menghadiri Misa berpengaruh terhadap imam atau diakon yang memberi homili? Apakah Anda pernah memberi ucapan terima kasih kepada imam atas homilinya yang bagus? Apakah Anda pernah memberi saran dan masukan kepada imam mengenai homilinya? Apakah Anda mendoakan Imam yang memberikan homili di parokimu? Aktivitas Di bawah adalah istilah-istilah teknis yang merujuk kepada bagian-bagian dari Misa; mungkin Anda ingin mengenal dan memahaminya. Anda dapat membuat takjub sahabat Anda — bahkan imam paroki Anda — jika Anda bisa fasih menjelaskan istilah-istilah tersebut. Anaphora : Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti “persembahan” (offering) dan merujuk kepada doa yang mengarahkan hati kepada Tuhan dalam Ekaristi. Anamnese : Merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengenang atau memperingati. Dalam Doa Syukur Agung merujuk kepada “kesengsaraan, kematian, Kebangkitan, dan Kenaikan (ke surga) Kristus.” Namun dalam liturgi anamnese memiliki arti yang lebih luas dari sekadar mengingat atau memperingati, karena ia mengandung makna “mengungkapkan iman akan Allah yang hadir dengan segala karya Penyelamatan-Nya melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. 137 Menghadiri Misa Epiklese : Istilah ini berasal dari bahasa Yunani epiklesis yang berarti seruan permohonan dengan memanggil (to invoke) Roh Kudus. Dalam bagian Doa Syukur Agung mengundang Roh Kudus untuk mengubah persembahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Ia bagian dalam doa konsekrasi dan diucapkan oleh imam sambil merentangkan tangan atas persembahan. Selain itu, epiklese mencakup doa permohonan bagi yang menerima Ekaristi semoga disucikan. Embolisme : Kata yang berasal dari bahasa Yunani yang bermakna “sisipan” dan merujuk kepada doa yang disisipkan dan pengembangan dari kata-kata terakhir dari doa Bapa Kami (bebaskanlah kami dari yang jahat). Dengan demikian, doa ini disisipkan atau ditambahkan pada doa Bapa Kami supaya isi permohonan mengenai pembebasan dari kuasa jahat lebih diuraikan dan dikembangkan. Permohonan akan pembebasan dari yang jahat itu dihubungkan dengan permohonan damai dan perlindungan dari berbagai cobaan dan gangguan. Seluruh doa embolisme ini diucapkan atau dinyanyikan oleh imam. 138 Berdoa Di Dalam Misa Bab Empat Berdoa Di Dalam Misa 139 Berdoa Di Dalam Misa Bab Empat Selengkapnya (hal 139-168) terdapat di dalam buku “Mengungkap Misteri & Rahasia Misa Katolik” dalam format “Print” yang dapat Anda peroleh di Toko Buku Paroki Anda atau melalui alamat web : http://www.griyabuku.net Atau Hubungi : Penerbit Lumen Deo Perum Buana Cigi Regency C-11, Jl. Cijawura Girang V, Bandung 40286 Telp : 022-8888-1147 /085722111718 / PIN 2A41056B Fax : 022-8888-1147 Email : [email protected] Kami memberikan Rabat sebesar 30% bagi pembelian di atas 30 eksemplar. Kami memberikan Rabat sebesar 20% bagi pembelian 20 -30 eksemplar. Kami memberikan Rabat sebesar 10% bagi pembelian 10 -19 eksemplar. 140 Berdoa Di Dalam Misa “We affirm that the activity most characteristic of God is to give His blessings. But that most fitting to creation is to give thanks, because that is the best it can offer him in return. For when creation tries to make any other return to God it finds that its gift already belongs to the Creator of the universe, not to the creature offering it. Since we now realize that to give due worship to God only one duty is incumbent upon us, that of giving thanks, we must carry it out in all times and in all places.” Philo, De Plantatione 141 Berdoa Di Dalam Misa Halaman ini sengaja dikosongkan 142 Bab Lima Komuni Kudus S uster Briege McKenna tengah menjelaskan Kehadiran Nyata kepada beberapa anak dan berkata, “Ketika engkau menerima Komuni Kudus pertama kali, Yesus akan datang dan tinggal dalam hatimu.” Seorang gadis kecil menanggapi sambil tersenyum lebar, “Oh, apakah itu berarti dengan furniture dan perlengkapan lain?” Jelas tidak ada furniture! Tetapi Yesus sungguh datang dan tinggal dalam hati kita ketika kita menerima Komuni Kudus. Kita sebagai orang Katolik senantiasa percaya atas Kehadiran Nyata. Iman kita kembali kepada pribadi Yesus. *** Ini Tubuhku, Ini Darahku Di Perjamuan Terakhir, Yesus mengambil roti dengan tanganNya dan berkata, “Inilah Tubuhku.” Kemudian Ia mengangkat cawan yang berisi anggur, mengucap syukur, dan berkata, “Inilah Darahku.” Gereja Katolik mengimani bahwa Yesus mengatakan hal yang sebenarnya. Bagi orang Yahudi semasa Yesus, tubuh berarti pribadi (orang), tidak jauh berbeda dengan jaman kita. Ketika Anda menunjuk diri sendiri dengan berkata, “Ini tubuhku,” Anda sedang berkata, “Ini saya.” Itulah yang dimaksud Yesus: “Roti ini adalah sungguh aku.” Namun di jaman Yesus, orang-orang Yahudi memandang darah berbeda dengan jaman kita sekarang. Bagi kita darah adalah sebuah kata yang bersifat teknis dan berimplikasi medis. Kita mempunyai golongan dan tekanan darah. Namun bagi orang Yahudi, darah hanya diartikan sebagai nyawa (lihat Imamat 17:14). 143 Komuni Kudus Bab Lima Selengkapnya (hal 169 - 196) terdapat di dalam buku “Mengungkap Misteri & Rahasia Misa Katolik” dalam format “Print” yang dapat Anda peroleh di Toko Buku Paroki Anda atau melalui alamat web : http://www.griyabuku.net Atau Hubungi : Penerbit Lumen Deo Perum Buana Cigi Regency C-11, Jl. Cijawura Girang V, Bandung 40286 Telp : 022-8888-1147 /085722111718 / PIN 2A41056B Fax : 022-8888-1147 Email : [email protected] Kami memberikan Rabat sebesar 30% bagi pembelian di atas 30 eksemplar. Kami memberikan Rabat sebesar 20% bagi pembelian 20 -30 eksemplar. Kami memberikan Rabat sebesar 10% bagi pembelian 10 -19 eksemplar. 144 Komuni Kudus “What must Mary have felt as she heard from the mouth of Peter, John, James and other Apostles the words spoken at the Last Supper: ‘This is my body which is given for you’ (Lk 22:19)? The body given up for us and made present under sacramental signs was the same body which she had conceived in her womb!” John Paul II, Ecclesia de Eucharistia 145 Komuni Kudus Halaman ini sengaja dikosongkan 146 Bab Enam Yang Kerap Dipertanyakan B arangkali pertanyaan yang sering diajukan tentang Misa adalah “Bu, pak, mengapa saya harus menghadiri Misa?” Beruntunglah, kita telah mempunyai jawaban atas pertanyaan itu di Bab Satu, namun jawaban itu tidak bermakna apa-apa ketika anak-anak tersebut mengajukan pertanyaan seperti ini : “Bu, pak, kenapa Anda menghadiri Misa?” Seringkali jawaban yang paling baik untuk menjawab pertanyaan mengenai Misa adalah berdasarkan pengalaman pribadi dan setiap jawaban dapat diperkuat melalui sharing pengalaman pribadi tersebut. Orang mungkin bisa berdebat tentang menghadiri Misa. Apakah itu termasuk perintah Allah atau bukan? Begitu pun untuk Misa di hari Minggu. Namun tak seorang pun bisa berdebat tentang pengalaman dan kesaksian pribadi Anda. Oleh karena itu, jika anak-anak Anda bertanya, “Mengapa saya harus menghadiri Misa?” mungkin Anda bisa menjawab, “Mari kita diskusikan hal itu sebentar. Namun saya akan memulai dengan membagi pengalaman saya tentang Misa yang telah memberikan rahmat yang luar 147 Yang Kerap Dipertanyakan biasa bagi hidup saya. Yesus telah menyentuh saya melalui banyak cara, melalui Kitab Suci, Komuni Kudus, dan komunitas Katolik yang tidak bisa saya bayangkan jika saya tidak menghadiri Misa. Saya ingin kalian juga memperoleh rahmat yang luar biasa itu juga.” Selanjutnya Anda bisa meneruskan diskusi mengenai alasan-alasan menghadiri Misa yang telah dijelaskan dalam Bab Satu. *** Pertanyaan-pertanyaan pada Bab Enam ini sejatinya merupakan “Frequently Asked Questions.” Atau Yang Kerap Dipertanyakan. Sebagian besar ditanyakan oleh para siswa yang belajar di Catholic Home Study Program yang saya selenggarakan, oleh anak-anak di kelas pendidikan agama, oleh peserta kelas pendidikan agama dewasa, dan oleh peserta program Katekumenat. Beberapa dari pertanyaan ini mungkin menjadi salah satu yang akan Anda tanyakan juga. Yang lainnya barangkali telah dipertanyakan oleh sahabat-sahabat Anda yang ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang agama Katolik dan Ekaristi. Mungkin juga beberapa pertanyaan ini dilontarkan oleh mereka yang tidak menyukai agama Katolik. Saya berharap agar jawaban-jawaban yang akan Anda dapatkan di sini dapat berguna di setiap situasi yang Anda hadapi, namun demikian harus diingat bahwa 148 Yang Kerap Dipertanyakan jawaban akan lebih efektif melalui sharing pengalaman pribadi. P Sebagian besar gereja Protestan memasang kayu salib, sebagai simbol, bukan Yesus disalib. Mengapa gereja Katolik memasang Kristus yang disalib di gereja-gereja kendati Kristus telah bangkit? J Betul bahwa Kristus telah bangkit, tetapi Ia telah mengalami penderitaan yang sangat mengerikan di kayu salib demi kita semua, dan kita tidak boleh melupakan cinta kasih yang telah ditunjukkan Yesus dalam penderitaan itu. Hal ini merupakan sikap Santo Paulus yang mewartakan “Kristus disalib” (lihat 1 Kor 1:23). Ia juga menambahkan : ”Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalib” (1 Kor 2:2). Ia berbicara kepada orang-orang Galatia, “Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu?” (Gal 3:1). Orangorang Galatia tidak menyaksikan penyaliban Kristus, oleh karena itu Paulus harus menempatkan gambaran ini di benak mereka melalui pengajarannya atau bahkan dengan gambar visual. Paulus mewartakan : “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (Gal 6:14). Menjadi jelas bagi kita bahwa Paulus tidak menginginkan kita melupakan kematian Kristus dan hanya memandang Kebangkitan-Nya saja. 149 Yang Kerap Dipertanyakan Orang-orang Kristen yang keberatan dengan gambar Yesus yang tergantung di kayu salib, ternyata tidak keberatan atas bayi Yesus di palungan pada hari Natal. Adalah baik bagi kita untuk mengingat Kristus sebagai seorang anak kecil, kendati Ia tidak lagi sebagai anak kecil, sebab hal ini mengingatkan kita betapa lengkapnya Ia telah berbagi demi kemanusiaan kita. Juga baik bagi kita untuk mengenang Kristus yang disalib. Mengingat hal ini tidak melupakan Kebangkitan-Nya. Justru mempertegas betapa Ia mencintai kita, sebagaimana yang diucapkan-Nya : “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Salib juga mengundang kita menyatukan penderitaan kita kepada kesengsaraan Yesus. Kita semua pernah mengalami sakit dan penderitaan yang tidak bisa kita hindari. Salib mengingatkan kita akan sabda Yesus yang mengharuskan kita memanggul salib setiap hari dan mengikuti Dia (lihat Luk 9:23). Mengikuti Kristus dengan belajar atas penderitaan-Nya memiliki nilai yang abadi. Ketika kita menyatukan penderitaan kita dengan derita Kristus, sesungguhnya kita menyatukan hidup kita dengan hidup Kristus. Dalam bahasa Santo Paulus, “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal 2:19). 150 Yang Kerap Dipertanyakan Karena alasan-alasan itulah, sebelum Misa atau kapan pun, kita selayaknya mendaraskan doa agar menerima berkat salib : “Bapa, kami menghormati salib sebagai tanda penebusan bagi kami. Semoga kami menerima buah-buah keselamatan yang telah ditanam melalui penderitaan Kristus Yesus. Semoga dosa-dosa kami turut terpaku pada kayu salib Yesus dan kami memperoleh anugerah kuasa kehidupan sehingga kami mampu menguburkan kecongkaan hati kami dan kelemahan kami dapat diubah menjadi kekuatan. Semoga salib Kristus dapat menjadi penghiburan bila kami dalam cobaan, menjadi tempat berlabuh jika menghadapi bahaya, dan pelindung dalam peziarahan hidup kami hingga Engkau menyambut kami dalam rumah surgawi-Mu.” P Mengapa orang Katolik menyembah patungpatung. Padahal Alkitab melarang kita membuat patung. Mengapa di gereja-gereja Katolik dipajang patung-patung para santo-santa? J Orang Katolik tidak menyembah patung dan juga tidak menyembah para santo dan santa. Melakukan penyembahan dan adorasi adalah hal yang merujuk kepada tindakan mengakui Tuhan sebagai Yang Terbesar. Orang Katolik menyembah dan memuliakan Allah saja. Orang Katolik menghormati para santo dan santa karena mereka adalah pengikut Kristus yang sejati. Dengan demikian jika orang Katolik memiliki patung-patung para santo dan 151 Yang Kerap Dipertanyakan santa, hal itu sebagai tanda hormat. Hal ini tidak dilarang menurut Alkitab, malah dianjurkan. Allah memberi perintah kepada Musa : “Akulah Tuhan, Allahmu, jangan ada padamu allah lain di hadapanKu…” (Kel 20:2, 4). Allah melarang membuat patungpatung (yang mewakili allah-allah palsu) bukan seluruh patung dan gambar. Keluaran 25: 18-22 menceritakan bagaimana Allah memerintahkan Musa agar membuat dua kerubim (pahatan malaikat-malaikat pelindung) dan menempatkannya di atas Tabut Perjanjian. Dalam Kitab Bilangan 21:4-9 dikatakan bahwa ketika orang-orang Israel jatuh dalam dosa melawan Allah dan diluluh-lantakkan oleh ular-ular berbisa yang menyerang mereka, Allah memerintahkan Musa untuk membuat patung seekor ular dan menempatkannya pada sebuah tiang. Semua yang memandang patung ular tersebut akan disembuhkan. Gambar-gambar malaikat, pohon-pohon palma dan bungabunga, dan pahatan-pahatan sapi, singa dan malaikat ditempatkan di Kenisah Salomo di Yerusalem (lihat 1 Raj 6:23-30; 7:23-29). Kitab Suci menyatakan bahwa Allah menyukai Kenisah dan seluruh detailnya, dan bersemayam di Kenisah tersebut (lihat 1 Raj 8). Allah menyukai patung-patung! Kenapa kita tidak? Kita tidak berdoa kepada patung-patung tersebut, tetapi kepada para santo-santa yang terwakili oleh patungpatung tersebut. Patung-patung membantu kita mengingat 152 Yang Kerap Dipertanyakan para santo-santa, yang kita hormati dan kita undang sebagaimana Kitab Suci memerintahkan : “Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka (Ibr 13:7). Patung mengingatkan kita bahwa para santo-santa mengawasi kita bagaikan “awan yang mengelilingi” kita (Ibr 12:1). Ketika kita berdoa di dunia, mereka meneruskan doa-doa kita bagaikan asap dupa kepada Allah di surga (lihat Why 5:8). Bila kita menyembah Allah di dunia, kita menyatukan penyembahan kita dengan lagu-lagu yang mereka nyanyikan di surga (lihat Why 5:13). Patung santo-santa mengingatkan kita bahwa kita adalah bagian dari sebuah keluarga besar, persatuan para santo-santa, mereka adalah orang-orang yang bersatu dengan Yesus di dunia dan orang-orang yang telah meninggal dunia. P Apa yang dimaksud dengan lilin-lilin votif yang ditempatkan di pelbagai bagian dari gereja? J Penempatan lilin-lilin votif adalah suatu cara mengungkapkan doa-doa kita dalam bentuk yang kasat mata, yakni menunjukkan bahwa kita berkeinginan untuk berdoa selalu (lihat Luk 18:1) dan tetap berdoa kendati kita telah meninggalkan gereja. Lilin-lilin itu mungkin dinyalakan di depan Sakramen Mahakudus atau di hadapan patung-patung Bunda Terberkati dan santo-santa. Jika ditempatkan di depan patung Bunda Maria dan santo153 Yang Kerap Dipertanyakan santa, hal itu menunjukkan kita berharap bahwa Bunda Maria dan para santa-santo itu berdoa untuk kita. Jika ditempatkan di hadapan Yesus di Sakramen Mahakudus, ia melambangkan penyembahan kita kepada Yesus. Lilin-lilin yang bernyala itu pada hakikatnya mewakili iman kita akan Yesus Kristus, Terang Dunia (lihat Yoh 8:12), dan lilin-lilin tersebut mengingatkan kita bahwa santo-santa dan orangorang beriman dari segala zaman telah mempercayakan iman mereka kepada Yesus. P Saya mendapati beberapa gereja memiliki altar di samping panti imam dan di lorong-lorong. Mengapa altaraltar tersebut ada di sana? J Sebelum konselebrasi menjadi praktek yang umum setelah Konsili Vatikan Kedua, gereja-gereja dilayani oleh banyak imam (misalnya Universitas Katolik atau seminari) yang memiliki banyak altar sebab para imam akan merayakan Misa harian di altar-altar tersebut. Biasanya, mereka didampingi oleh seorang misdinar dan dihadiri oleh kelompok kecil umat. Altar-altar itu jarang digunakan sekarang, namun demikian altar-altar itu difungsikan sebagai tempat suci untuk menghormati para santo-santa atau Yesus sendiri dengan menempatkan salah satu nama yang disandang-Nya, seperti “Kristus Sang Raja.” P Buletin gereja mempunyai bagian yang berisi daftar “Intensi Misa,” dan imam mungkin mengumumkan 154 Yang Kerap Dipertanyakan bahwa Misa yang akan dirayakan memiliki intensi khusus. Apa maksudnya? J Imam barangkali mempersembahkan Misa dengan intensi khusus, misalnya agar cuaca menjadi bagus, untuk seseorang yang masih hidup atau sudah meninggal, Katolik atau bukan Katolik. Setiap kali imam merayakan Misa dengan intensi khusus, atau kita berpartisipasi dalam Misa dengan meminta intensi khusus memiliki makna bahwa doa-doa yang kita hunjukkan adalah doa-doa yang penuh daya dan cinta Kristus pasti akan menyentuh mereka yang mengajukan doa-doanya melalui Misa. Hal ini telah menjadi kebiasaan di Amerika dan di banyak tempat lainnya memberikan sedikit persembahan untuk membantu gereja jika meminta Misa dengan intensi khusus. Persembahan ini atau disebut dengan stipendium (tidak diharuskan bagi orang yang tidak mampu) menjadi bagian dari doa seseorang, sama halnya dengan sedekah dapat dihunjukkan kepada Tuhan sebagai doa. Seringkali Misa dipersembahkan untuk orang-orang yang sudah meninggal. Bahkan pada zaman Perjanjian Lama para petinggi Yahudi berdoa untuk mereka yang sudah meninggal dan mengirimkan donasi ke Kenisah di Yerusalem sehingga dengan demikian pengurbanan dapat dipersembahkan bagi mereka. Kitab Suci menghargai praktik semacam itu sebagai yang “kudus dan saleh” (2 155 Yang Kerap Dipertanyakan Mak 12:45), dan tidak ada pengurbanan yang lebih besar daripada Misa. Mengapa berdoa untuk orang mati atau mempersembahkan Misa bagi mereka? Banyak orang yang meninggal terputus hubungan dengan Allah karena dosa berat dan tidak bisa terbebas dari akibat dosa tersebut. Orangorang seperti itu memerlukan pemurnian untuk menggapai kesucian sebagai prasyarat agar bisa berada di hadirat Allah, dimana “tidak akan masuk ke dalamnya sesuatu yang tidak bersih” (Why 21:27). Kita tidak bisa mengetahui siapa saja yang memerlukan api penyucian, dan karena mereka yang berada di api penyucian di luar ruang dan waktu bumi, tidak mungkin bagi kita mengetahui berapa lama seseorang akan berada di sana. Allah tidak dibatasi oleh waktu dan Allah bisa menggunakan doa-doa yang kita daraskan sepanjang hidup kita dan menggunakannya untuk keperluan orangorang yang kita cintai pada waktu mereka meninggal. Kita bisa berdoa dan mempersembahkan Misa bagi orangorang yang kita cintai yang sudah meninggal sepanjang kita menghendaki. Jika orang yang kita doakan ternyata sudah berada di surga, kita dapat memastikan bahwa Allah akan menggunakan doa-doa kita itu bagi orang lain yang memerlukannya. Jika Misa-misa dipersembahkan bagi seseorang yang masih hidup di bumi, kegunaannya akan bergantung 156 Yang Kerap Dipertanyakan kepada seberapa besar orang itu mau menerima rahmat Allah. Kita melakukan bagian kita dengan berdoa dan mempersembahkan Misa, dan kemudian menyerahkan semuanya kepada keputusan Allah. P Teman saya mengatakan bahwa kita tidak memerlukan lagi sakramen pertobatan sebab ritus tobat pada waktu awal Misa memiliki fungsi yang sama dengan pengakuan dosa. Apakah itu benar? J Pedoman Umum dari Misale Romawi mengingat- kan bahwa ritus tobat tidak bisa disamakan dengan sakramen tobat. Katekismus Gereja Katolik menyatakan bahwa kita harus mengakukan dosa-dosa berat kita melalui sakramen pertobatan. Seseorang yang sadar memiliki dosa berat harus menerima sakramen pertobatan sebelum menerima Komuni kecuali memiliki alasan sangat kuat sehingga bisa menerima Komuni dan kalau tidak mungkin baginya untuk mengakukan dosa (KGK 1456-57). Permasalah yang sesungguhnya adalah bukan seberapa sering kita harus mengaku dosa, tetapi seberapa kerap kita mesti berjumpa dengan Kristus dalam sakramen yang indah ini dan menerima rahmat khusus. P Nenek saya berbicara mengenai “Kewajiban Paskah.” Apa maksudnya? J Kewajiban Paskah merujuk kepada keharusan umat Katolik menerima Komuni sekurangnya pada masa Paskah. Hal ini merupakan perintah ketiga Gereja 157 Yang Kerap Dipertanyakan menurut Katekismus Gereja Katolik (KGK 2042; Kanon, 920). Di Amerika Serikat waktu untuk melaksanakan kewajiban Paskah telah diperpanjang dimulai pada Minggu Pertama Prapaskah sampai dengan Minggu Pertama setelah Pentakosta. Karena umat Katolik berkewajiban mengakukan dosa-dosa berat mereka sebelum menerima Komuni Kudus, kewajiban Paskah termasuk di dalamnya mengaku dosa bagi penyandang dosa berat (KGK 1457; 2042; Kanon 989). Jelaslah, hukum-hukum ini diciptakan dengan standard minimal sehingga dapat dijalankan oleh umat Katolik. Kita sebaiknya menerima Komuni sesering mungkin dan mengaku dosa sekerap mungkin. (Kanon lengkap dapat dijumpai di http://www.vatican.va/archive/ ENG1104/_INDEX.HTM). P Bolehkah orang-orang Katolik Roma mengahadiri Misa Katolik Ritus Timur dan menerima Komuni dalam Misa tersebut? J Gereja-gereja Katolik Ritus Timur dalam kebersatuan dengan Roma mempunyai kredo dan tujuh sakramen sama seperti Gereja Katolik Roma. Mereka mengakui otoritas paus sebagaimana kita. Mereka memiliki tradisi Kekristenan sendiri, dengan warisan budaya yang berbeda dengan kita. Mereka memiliki ritus-ritus yang berbeda dalam merayakan Misa dan sakramen-sakramen. Pendupaan, arak-arakan, dan nyanyian lebih kerap jika dibandingkan dengan ritus Latin, dengan bahasa yang 158 Yang Kerap Dipertanyakan juga berbeda. Kita diperbolehkan pergi ke Gereja-gereja Ritus Timur untuk menerima sakramen pengakuan atau menghadiri Misa di sana, sebab gereja-gereja tersebut sungguh Katolik sebagaimana gereja kita. Namun demikian, anak-anak sebaiknya dibaptis menurut ritus orang tuanya. Orang-orang dewasa boleh berpindah ke ritus lainnya hanya dengan seizin Bapa Suci atau jika kawin dengan seseorang yang memiliki ritus lain. Gereja-gereja Katolik Ritus Timur dalam kebersatuan dengan Roma dibagi menjadi lima ritus yang mencakup dua puluh satu divisi gereja atau yurisdiksi di berbagai negara atau wilayah : ritus Alexandria (Koptik, Ethiopia); ritus Antiokia (Malankar, Maronit, Syria); ritus Armenia (Armenia); ritus Bizantin (Albania, Belarusia, Bulgaria, Kroasia, Yunani, Hongaria, Italo-Albania, Melkit, Romania, Rusia, Ruthenia, Slovakia, Ukraina); ritus Kaldean (Kaldean, Syro-Malabar). Gereja-gereja Katolik Ritus Timur harus dibedakan dengan gereja-gereja Ortodoks Timur, yang telah memisahkan diri dari Roma dan tidak mengakui otoritas paus. Gereja-gereja Ortodoks mempunyai sistem sakramental dan pentahbisan imam sendiri dan Kanon Katolik menyatakan penganut Katolik Ortodoks yang memohon sakramen-sakramen di gereja-gereja Katolik Roma dapat diterima (Kanon 844). Mengingat kebersatuan pelayanan dan sakramen di antara gereja-gereja Katolik dan Ortodoks 159 Yang Kerap Dipertanyakan Timur, penganut Katolik jika mendesak dapat menerima sakramen di gereja-gereja Ortodoks Timur. Sebelum melakukan hal tersebut, penganut Katolik sebaiknya berkonsultasi dengan imam dari gereja Ortodoks. Hukum gereja Katolik mengizinkan penganut Katolik untuk menerima sakramen-sakramen di gereja Ortodoks, tetapi hal ini mungkin tidak diperbolehkan oleh umat gereja Ortodoks tertentu. Jika diperbolehkan, penganut Katolik harus mengikuti aturan-aturan gereja Ortodoks seperti puasa dan tata cara menerima Komuni. P Bagaimana cara menetapkan tanggal perayaan Paskah? J Hari Paskah mengingatkan kita pada Kebangkitan Kristus pada hari ketiga setelah penyaliban-Nya, yang terjadi pada atau mendekati Hari Paskah Yahudi, hari keempat belas pada bulan Nisan, menurut Penanggalan Yahudi. Selama berabad-abad, tidak ada kesepakatan tentang bagaimana menetapkan perayaan Paskah, karena kerumitan mengubah sistem penanggalan bulan Yahudi ke sistem penanggalan matahari yang kita pakai saat ini. Konsili Nicea tahun 325 menetapkan Paskah jatuh pada hari Minggu mengikuti bulan penuh pertama setelah titik Musim Semi Matahari ketika kita mempunyai satu hari siang dua belas jam dan malam hari dua belas jam (Maret tgl 20). Setelah tanggal ini, siang lebih panjang ketimbang malam hari, hal ini memperkuat fakta bahwa Kristus yang bangkit 160 Yang Kerap Dipertanyakan adalah Cahaya Dunia. Hari Raya Paskah bisa jatuh antara tanggal 22 Maret s/d 25 April. Alasan hal ini ditetapkan menurut sebuah pola musim ketimbang menurut tanggal tertentu karena untuk meyakinkan bahwa perayaan Paskah pasti jatuh pada hari Minggu, hari ketika Kristus bangkit dari mati. (Catatan : Pembaca yang berminat atas “Rumus Penetapan Hari Paskah” dapat mendownload secara gratis di http://www.griyabuku.net melalui menu Download). P Saya mendapat informasi bahwa menurut hukum Gereja hanya kaum lelaki yang diperbolehkan menjadi misdinar di gereja. Tetapi di paroki saya kaum perempuan diizinkan menjadi misdinar di gereja. Apakah ini diperbolehkan? J Konferensi Para Uskup Amerika Serikat tahun 1994 menghasilkan keputusan sebagai berikut : Kendati pelayanan misdinar dilembagakan untuk laki-laki, uskup diosesan boleh memberi izin untuk kepentingan liturgi, pelayanan misdinar dijalankan baik oleh laki-laki maupun perempuan, anak laki-laki dan perempuan. Kendati hanya laki-laki yang secara resmi ditugaskan sebagai pelayan gereja, perempuan dan anak perempuan diizinkan oleh uskup untuk menjadi pelayan liturgi, termasuk misdinar. Praktek ini pun sudah dijalankan di banyak negara, termasuk di Indonesia, di mana anak-anak perempuan diizinkan menjadi misdinar mendampingi imam. 161 Yang Kerap Dipertanyakan P Karena umat Katolik melaksanakan Hari Tuhan pada hari Minggu, bagaimana kita dapat memenuhi kewajiban kita pada hari Sabtu Sore? J Di masa awal Gereja, perayaan pesta besar yang jatuh pada hari-hari biasa dan hari-hari Minggu dimulai pada malam sebelum hari raya atau hari Minggu. Praktik ini masih berlangsung hingga sekarang. Pada Ibadat Harian, Ibadat Sabtu Sore disebut dengan Ibadat Sore Pertama dari hari Minggu. Dengan demikian ketika Gereja mengizinkan Misa Minggu dilaksanakan pada Sabtu Sore, hal ini sejatinya kembali kepada tradisi kuno. Alasan praktisnya juga ada. Banyak umat yang terpaksa tidak bisa mengikuti Misa pada hari Minggu karena tuntutan pekerjaan, seperti polisi, pemadam kebakaran, petugas medis, dan lainlain. Misa Sabtu Sore dapat menggantikan pemenuhan kewajiban Misa Minggu. P Sangat sulit untuk mengikuti perayaan Ekaristi di paroki saya dengan khidmat. Salah satu imam, kalau memimpin Misa terburu-buru, dan imam lainnya berbicara dengan logat yang susah untuk dimengerti. Tidak ada imam yang pandai berkotbah. Bagaimana saya bisa mendapatkan sesuatu dari kondisi Misa yang demikian itu? J Memang agak susah kalau berkaitan dengan permasalahan hambatan bahasa. Dan lebih buruk lagi kalau imam tidak bisa memimpin Misa dengan khidmat. Namun demikian, kendati para imam tersebut banyak 162 Yang Kerap Dipertanyakan kekurangannya, Kristus tetap hadir di sana. Ibu Teresa pernah berkata bahwa Yesus secara “tersembunyi” terdapat pada orang-orang sedang sekarat karena penyakit kusta di Kalkuta “dalam situasi yang paling tidak nyaman.” Saya kurang sependapat. Saya percaya bahwa kami, para imam, adalah Kristus “tersembunyi’ yang paling tidak nyaman, jika kami tidak bisa melaksanakan sakramen-sakramen dengan seluruh hati dan jiwa kami. Kendati demikian, Yesus melengkapi kekurangan para imam. Yesus mendirikan gereja-Nya sedemikian rupa dan menganugerahkan rahmat-Nya kepada imam kendati banyak kelemahannya. Yesus berbicara melalui bacaan-bacaan Kitab Suci. Yesus hadir di dalam kepenuhan cinta para sahabat dan keluarga di gereja. Yesus mengubah roti dan anggur menjadi diriNya dan masuk ke dalam hati melalui Komuni Kudus. Akan jauh lebih baik jika setiap imam bisa meniru perkataan dan tindakan Yesus, kendati ketika para imam gagal, Yesus tetap sama — dulu, sekarang, dan selamanya (lihat Ibr 13:8). Adalah fakta bahwa umat kadang kala dibimbing untuk berpusat pada realita kehadiran Kristus ketika imam tidak memberi inspirasi. Mereka mulai menyadari bahwa Kristus adalah satu-satunya Penyelamat. Kelemahan-kelemahan yang ada pada para imam, jelas merupakan sesuatu yang tidak ideal, namun mereka dapat membantu kita lebih bergantung pada Kristus dan mengikis ketergantungan kita kepada manusia. 163 Yang Kerap Dipertanyakan P Seharusnya kita berpuasa satu jam sebelum Misa dimulai atau satu jam sebelum kita menerima Komuni? J Hukum Gereja menyatakan bahwa seseorang berpu- asa dari makan dan minum sekurangnya satu jam sebelum menerima komuni, kecuali untuk air dan obat (Kanon 919). Aturan ini, kendati sangat minimal, memberikan kesempatan kepada kita untuk mengantisipasi dan mempersiapkan diri untuk “mendapat anugerah istimewa” yakni menerima Yesus dalam Komuni Kudus. P Saya memimpin paduan suara di paroki saya, karena tuntutan tugas terkadang saya harus mengikuti Misa dua kali pada hari Minggu. Bolehkah saya menerima Komuni dua kali dalam satu hari? J Ya, Anda boleh. Seseorang yang telah menerima Komuni diperbolehkan untuk menerima Komuni kedua pada hari yang sama, tetapi dalam Misa yang sepenuhnya diikutinya (Kanon 917). Seseorang tidak diperkenankan masuk ke dalam Misa pada waktu pembagian Komuni, hanya untuk menerima Komuni keduanya, kecuali ia mengikuti Misa secara menyeluruh. Tetapi, jika menjelang ajal seseorang dapat menerima Komuni dua kali, di luar Misa (Kanon 921 §2). P Ibu saya terkena penyakit Alzheimer. Ia sejatinya orang yang sangat saleh dan pernah mengajar pendidikan agama untuk kelas anak-anak beberapa tahun lalu. Tetapi 164 Yang Kerap Dipertanyakan sekarang ia sepertinya tidak mengenal bahkan anggota keluarganya. Apakah saya diharuskan membawa ibu saya ke perayaan Ekaristi pada hari Minggu? Ia bisa tenang di dalam gereja dan menelan hosti seperti seharusnya, namun saya menduga ia tidak menyadari apa yang terjadi. J Menentukan apakah seseorang dengan penyakit Alzheimer harus menerima Komuni adalah sangat sulit. Namun demikian, hanya Tuhan yang sungguh mengetahui apa yang terjadi pada kesadaran yang paling dalam pada ibu Anda. Namun jika mengikuti Misa akan membuat ibu Anda menjadi tenang dan jika menerima Komuni serta bisa menelan hosti dengan benar, sangat mungkin untuk membawa ibu Anda ke Perayaan Ekaristi dan menerima Komuni. Dalam Misa itu mungkin komunikasi antar pribadi terjadi, yakni Yesus dengan ibu Anda. Hal ini sungguh merupakan rahmat dan berkat bagi ibu Anda, kendati ia tidak mengerti sepenuhnya. Fakta bahwa ibu Anda adalah seorang penganut Katolik yang saleh dan pernah mengajar pendidikan agama akan menjadi alasan yang kuat bagi ibu Anda untuk menerima Komuni. Kendati demikian, saya tidak menganjurkan Anda harus membawa ibu Anda mengikuti Misa jika itu sulit bagi Anda. Ia diizinkan untuk tidak menunaikan kewajiban mengikuti Misa karena alasan sakit. Pilihan ada pada Anda, dan Anda sebaiknya membuat keputusan dan menyadari bahwa Tuhan akan menghormati pilihan Anda. Anda bisa 165 Yang Kerap Dipertanyakan membawa ibu Anda ke gereja dan menerima Komuni, tetapi Anda tidak berkewajiban untuk melakukan hal itu. P Mengapa Gereja Katolik tidak selalu menyelenggarakan Komuni dalam rupa roti dan anggur? Di lain pihak, jika satu rupa cukup, mengapa harus dua? J Ada dua isu menyangkut penerimaan Komuni Kudus. Pertama adalah Kehadiran Nyata Yesus. Gereja percaya bahwa roti dan anggur berubah menjadi Kristus dan orang yang menerima hosti atau anggur menerima keseluruhan Kristus. Jika kita menerima Kristus dalam rupa roti, kita menerima keseluruhan Kristus. Bila kita menerima Kristus hanya dalam rupa anggur, kita menerima keseluruhan Kristus. Isu kedua menyangkut apa yang dilakukan Yesus pada Perjamuan Terakhir ketika Ia memberikan Komuni kepada para murid-Nya, imamimam pertama-Nya, dalam rupa roti dan anggur. Gereja mengajarkan bahwa imam harus mengikuti apa yang telah dilakukan oleh para rasul, menerima dua rupa, tetapi bahwa Komuni harus dalam rupa roti dan anggur adalah opsi untuk yang lainnya. Dewasa ini tidak mungkin atau sangat tidak disarankan umat meminum dari cawan yang sama sebab jumlah umat yang mengikuti Misa sangat banyak atau karena bahaya penyakit. Oleh karena itu, Gereja mengizinkan penerimaan Komuni dalam dua rupa jika situasi memungkinkan; penerima Komuni kemudian bisa memilih menerima dalam dua rupa atau tidak. 166 Yang Kerap Dipertanyakan P Bukankah Gereja Katolik melanggar hukum dengan memberikan minuman keras, anggur, kepada anak-anak? J Praktek ini tidak melanggar hukum, sebab hukum sipil membolehkan untuk kepentingan agama jika orang tua mengizinkan untuk diberikan kepada anak-anak. P Mengapa orang bukan Katolik tidak dapat mene- rima Komuni pada pesta perkawinan, penguburan, dan perayaan Misa? J Gereja Katolik memandang Komuni sebagai sebuah pertanda bahwa penerima Komuni menerima ajaran Gereja. Yustinus Martir, misalnya, menulis pada tahun 150 : “Tidak seorang pun berbagi Ekaristi dengan kita kecuali ia percaya bahawa apa yang kita ajarkan adalah benar… dan kecuali ia hidup menurut prinsip-prinsip yang telah diberikan Kristus kepada kita. Namun demikian, Gereja Katolik membolehkan orang yang dibaptis bukan dari Gereja Katolik menerima Komuni Kudus, sakramen untuk orang sakit, dan sakramen pengakuan jika dalam bahaya kematian dan karena keperluan yang mendesak. Pedoman Pelaksanaan Prinsip-prinsip dan Norma-norma Ekumenisme (paragraf 130-131) mencantumkan empat kondisi bagi penerima sakramen yang tidak dibaptis secara Katolik : karena mengalami kesulitan mereka tidak mungkin pergi ke gembala gereja mereka, meminta sakramen atas inisiatif mereka sendiri, mengakui iman 167 Yang Kerap Dipertanyakan Katolik di dalam sakramen, dan memperlakukan sakramen sebagaimana mestinya. Pada umumnya, uskup-uskup di Amerika Serikat termasuk Indonesia menafsirkan petunjuk penerimaan Komuni (dapat menerima Komuni Kudus) sebagai berikut : dibaptis di luar Gereja Katolik yang percaya pada Kehadiran Nyata (Real Presence), memenuhi empat persyaratan yang telah disebut di muka, karena mendekati ajal dan alasan mendesak lainnya (penganiayaan, hukuman penjara) dan mereka tidak memiliki akses ke gereja mereka sendiri. Pedoman Pelaksanaan Prinsip-prinsip dan Normanorma Ekumenisme (paragraf 132) menyatakan bahwa umat Katolik tidak diperkenankan menerima komuni di gereja-gereja Protestan dan gereja-gereja lainnya karena : tanpa keimaman sejati, tidak tercipta kebersatuan iman, dan penerimaan komuni hanya sebagai simbol Kristus, bukan Kehadiran Nyata Kristus. P Yesus tidak pernah menolak orang yang percaya. Mengapa Gereja Katolik tidak menerima setiap orang dan mengizinkan semua orang menerima Komuni Kudus? J Adalah benar bahwa Yesus “tidak pernah menolak orang yang percaya.” Tetapi Ia tidak menerima pengikut yang memilih percaya hanya karena sakadar mau. Dalam Yohanes 6, kita melihat bahwa Yesus mengharapkan orang percaya atas apa yang Ia ucapkan, tidak peduli betapa sulitnya untuk melaksanakannya. Ketika banyak orang tidak menerima kebenaran penuh yang Ia ucapkan, Yesus 168 Yang Kerap Dipertanyakan mempersilahkan mereka pergi. Ia tidak “meralat” ajaranNya tentang Ekaristi. Yesus sangat tegas menuntut kesetiaan kepada kebenaran yang telah Ia ajarkan. Ia menegakkan kekudusan dan kelanggengan perkawinan kepada orangorang yang menganggap bahwa perceraian itu mudah (lihat Mk 10:1-12). Ia mewartakan realitas kehidupan kekal dan membuat malu mereka yang berpendapat bahwa ajaranNya tidak wajar dan naif (lihat Mk 12:18-27). Ia menegur orang-orang yang menolak untuk percaya (lihat Mat 11:2024) dan mereka yang keras hati atas Yesus (lihat Mat 23). Ia berharap para pengikut-Nya memiliki standar bagi anggota Gereja dan Ia mengatakan siapa pun yang melanggar akan dikeluarkan :”…jika ia tidak mau mendengarkan Gereja, pandanglah dia sebagai orang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai” (Mat 18:17). Hal ini sepertinya keras, namun Yesus tidak menganggap kebenaran sebagai sesuatu yang ringan. Yesus berharap Gereja menjadi benteng kebenaran. Ketika Gereja menetapkan bahwa penerima komuni harus menerima kebenaran penuh Kristus berkenaan dengan Ekaristi sebagaimana yang diajarkan Gereja, begitulah cara mengimani Kristus. Sampai hari ini masih dipersoalkan tentang bagaimana seharusnya menafsirkan syarat-syarat memperlakukan mereka yang bukan Katolik dalam menerima Komuni. Kita harus menyadari bahwa permasalahan di 169 Yang Kerap Dipertanyakan atas masih ada, kita tidak dibenarkan menganggap enteng ihwal tersebut. Orang-orang Katolik yang bekerjasama di dalam aborsi akan berdosa besar atas sakrilegi jika mereka menerima Komuni Kudus tanpa melakukan pertobatan terlebih dahulu. Apakah para pelaku aborsi yang bukan beragama Katolik diizinkan menerima Komuni Kudus jika mereka mengaku “sesuai hati nurani” dan sesuai persyaratan untuk menerima Komuni? Tentu saja tidak! Perbedaan-perbedaan dalam hal doktrin dan standar-standar moral sungguh penting. Gereja tidak bisa meninggalkan keyakinannya dalam sakramensakramen atau komitmen terhadap anti-aborsi. Setiap diskusi antar komunitas yang menafikan isu-isu di atas akan menghasilkan kebingungan. Jalan menuju persatuan penuh akan lama dan sulit, kendati demikian jalan itulah yang harus kita lalui dengan penuh keberanian, kesetiaan terhadap kebenaran, dan cinta kasih. Apa yang diharapkan Yesus tidak kurang dari semua itu. Akhirnya, sesungguhnya Gereja Katolik tidak menolak orang percaya mana pun. Dikatakan : “Inilah yang kita imani. Jika Anda memilih untuk percaya dan menjadi bagian dari kita, anggota dari keluarga beriman, Anda diundang untuk ikut dalam perjamuan keluarga, Ekaristi. Jika Anda memilih untuk tidak percaya iman kami, kami pun menghargai Anda, kendati kami tidak sependapat dengan Anda. Kami menghargai hak Anda untuk berbagi 170 Yang Kerap Dipertanyakan dalam perjamuan keluarga Anda, namun kami minta Anda juga harus menghargai iman kami tentang perjamuan keluarga kami.” P Teman sekerja saya menuduh bahwa jika kita sebagai orang Katolik sungguh percaya apa yang kita santap adalah Tubuh dan Darah Kristus berarti kita bersalah karena kanibalisme. Bagaimana saya menjawab dia? J Kita harus mencatat bahwa orang yang menuduh demikian terhadap iman Katolik dapat dipastikan sebagai orang yang tidak bersahabat. Orang-orang tak beragama menyerang orang-orang Kristen Perdana sebagai kanibalisme. Penulis-penulis Gereja Perdana seperti Tertulian harus menangkis tuduhan semacam itu. Namun demikian, hal ini justru membuktikan dua hal. Pertama, iman akan Kehadiran Nyata Kristus sudah ada di jaman Gereja Perdana, mengingat “perjamuan kenangan” yang sederhana tidak akan menimbulkan fitnah seperti itu. Kedua, mereka yang dewasa ini menyerang agama Katolik sebagai “kanibalisme” menyejajarkan diri dengan orangorang yang tidak beragama di jaman Kekristenan awal! Dari sudut pandang lain, orang-orang yang menyerang agama Katolik karena percaya akan Kehadiran Nyata harus bisa menerangkan perikop-perikop seperti Yohanes 6:53: “Sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.” Yesus meminta kita makan daging171 Yang Kerap Dipertanyakan Nya dan minum darah-Nya.” Seperti telah dijelaskan pada Bab Lima, bagi orang-orang Yahudi “daging” atau “tubuh” memiliki makna orang sedangkan “darah” berarti kehidupan, dengan demikian Yesus sedang berkata bahwa kita harus menerima Dia. Jelas hal ini bukan kanibalisme. Kanibalisme merujuk kepada tindakan membunuh sesama mahluk hidup dan memakannya sehingga daging dan darah mereka terserap kepada yang memakannya. Kristus tidak dibunuh ketika diterima dalam Komuni sebab tubuhNya telah dimuliakan. Kristus tidak merasuk ke dalam kita pada Komuni, tetapi bersatu dengan kita, dan kita bersatu dalam Kristus. Yesus berkata di Yohanes 6:56 : “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” P Bagaimana caranya agar saya mendapatkan sesuatu yang lebih dalam Misa? Bagaimana caranya agar Misa memiliki makna yang penuh bagi kehidupan saya sehari-hari? J Saya menulis lima bab pertama untuk membantu menjawab pertanyaan pertama. Sedangkan pada bab akhir menjawab pertanyaan kedua. Menulis buku ini sesungguhnya membantu saya merefleksikan jawabanjawaban bagi dua pertanyaan di atas. Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan Pertanyaan-pertanyaan mana pada bab enam ini 172 Yang Kerap Dipertanyakan yang akan Anda ajukan atau yang masih membuat Anda penasaran? Bagaimana Anda memperbaiki jawabanjawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apakah Anda tidak setuju dengan jawaban-jawaban pada bab enam ini? Jika ya, bagaimana jawaban Anda? Pertanyaanpertanyaan lain mana yang Anda miliki mengenai Misa? Aktivitas Renungkan kalimat dari paragraf pertama pada bab enam ini : “Seringkali jawaban yang paling baik untuk menjawab pertanyaan mengenai Misa adalah berdasarkan pengalaman pribadi dan setiap jawaban dapat diperkuat melalui sharing pengalaman pribadi tersebut. Pelajari masing-masing pertanyaan tersebut dan renungkan bagaimana Anda mengaitkan pengalaman pribadi Anda dengan masing-masing jawaban. Mintalah kepada Roh Kudus untuk membuka pikiran dan hati Anda untuk memahami arti Misa secara penuh dan untuk membantu Anda menjawab dengan kasih dan bijak atas setiap pertanyaan yang dialamatkan kepada Anda tentang Ekaristi. 173 Yang Kerap Dipertanyakan “What must Mary have felt as she heard from the mouth of Peter, John, James and other Apostles the words spoken at the Last Supper: ‘This is my body which is given for you’ (Lk 22:19)? The body given up for us and made present under sacramental signs was the same body which she had conceived in her womb!” John Paul II, Ecclesia de Eucharistia 174 Bab Tujuh Spiritualitas Ekaristi S eorang Uskup Irlandia membacakan pantun berikut ketika sedang memberikan homili : “Paddy Murphy pergi ke Misa pada hari Minggu dan tidak pernah sekali pun mangkir. Namun demikian, Paddy Murphy masuk neraka lantas apa yang ia lakukan pada hari Senin hingga Sabtu?” Ada pelajaran penting yang bisa kita petik dari pantun ini, bahwa hidup kita hendaknya selaras dengan ibadah kita. Kata Misa, seperti telah kita ketahui, berasal dari bentuk pembubaran dalam bahasa Latin, “Ite, Missa est.” *** Ekaristi, menurut Katekismus Gereja Katolik dinamakan “Misa Kudus, karena liturgi, di mana misteri keselamatan dirayakan, berakhir dengan pengutusan umat beriman (missio), supaya mereka melaksanakan kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari” (KGK 1332). “Saudara sekalian, Perayaan Ekaristi sudah selesai.” 175 Spiritualitas Ekaristi “Syukur kepada Allah.” “Marilah pergi! Kita diutus.” “Amin.” Kita meninggalkan gedung gereja setelah Misa untuk pergi dan diutus serta hidup di dalam Misa. Inilah yang dinamakan “Spiritualitas Ekaristi.” Hidup Di Dalam Misa Kata spiritualitas memiliki banyak arti. Untuk memahami arti yang sebenarnya, kita sebaiknya merujuk kepada Misa sebagaimana dijelaskan menurut Katekismus dalam paragraf sebagai berikut : Ekaristi adalah “sumber dan puncak seluruh hidup kristiani” (Lumen Gentium 11). “Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan, berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarah kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Paskah kita” (Presbyterorum Ordinis, 5) (KGK 1324). Spiritualitas adalah hidup rohani, yakni hidup di dalam Tuhan, bersama Tuhan, dan untuk Tuhan. Spiritualitas dimulai dengan kesadaran bahwa dunia kita 176 Spiritualitas Ekaristi yang terdiri atas hal-hal material tidak bisa membatasi eksistensi kita. “Kebenaran yang sesungguhnya,” tanpa awal dan akhir, adalah Allah, yang menjadi diri-Nya sendiri : “AKU ADALAH AKU” (Kel 3:14). Sepanjang kita turut ambil bagian di dalam hidup Allah dan bersatu dengan cinta Bapa, Putra, dan Roh Kudus, hidup kita menjangkau keluar batas ruang dan waktu. Ia mengalahkan kelemahan dan usia kita. Ia mencapai cakrawala yang tidak pernah berakhir sebab ia bersinar bersama Allah, cahaya abadi. Sebagian manusia cenderung hidup seakan-akan hal meteri adalah sebagai satu-satunya realitas. Konsepsi yang keliru ini diperkuat oleh dunia periklanan yang karena alasan tertentu, menitik beratkan pada apa yang bisa dijual dan dibeli. Dunia materi adalah nyata. Dan itu sejatinya baik. Hal tersebut ditegaskan oleh Allah. “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (Kej 1:31). Namun demikian materi adalah sesuatu yang terbatas. Kebaikan dari keberadaan hal-hal materi dan tubuh manusia mengalir dari sumbernya, Kebaikan yang tidak terbatas, Allah Maha Kuasa. Materi diciptakan oleh kebijaksanaan dan kekuatan ilahi yang menjadikan materi itu ada. Sebagaimana Einstein membuktikan, E=mc2! Spiritualitas yang sesungguhnya mengenal kehadiran Allah dalam seluruh ciptaan. Benda-benda yang diciptakan adalah bukan Allah, tetapi ia merujuk kepada Allah sebagai pencipta dan pemelihara : “Langit menceritakan kemuliaan 177 Spiritualitas Ekaristi Allah” (Mzm 19:1). Dosa menjadi penghalang antara kemanusiaan dan kemuliaan Allah, sebagaimana dalam kisah penciptaan yang digambarkan dengan dramatis bagaimana Adam dan Hawa berupaya bersembunyi dari Allah (lihat Kej 3:8). Namun Yesus Kristus menghilangkan penghalang tersebut ketika Ia masuk ke dunia kita. Pada waktu kelahiran-Nya, Kemuliaan Allah bersinar atas orangorang yang sederhana (lihat Luk 2:9). Ketika para gembala mengunjungi Yesus, mereka melihat “Kemuliaan Allah pada wajah Yesus Kristus” (2 Kor 4:6). Dengan demikian, spiritualitas Katolik tak lain adalah Yesus Kristus. Hidup Adalah Kristus Karena alasan itulah, kita memiliki otoritas yang tidak kalah dari Santo Paulus. “Karena bagiku,” ia menulis, “hidup adalah Kristus…” (Flp 1:21). Untuk menjadi seorang Katolik, untuk hidup dalam spiritualitas Katolik, adalah mengenal Kristus sebagai Putra Allah dan sebagai Allah dan Penyelamat. Katekismus Gereja Katolik menjelaskan : “Dalam jantung katekese kita jumpai seorang pribadi yaitu pribadi Yesus dari Nazaret, Putera Tunggal Bapa… yang menderita sengsara dan wafat demi kita dan yang sekarang, sudah bangkit mulia, hidup beserta kita… Memberi katekese berarti menampilkan dalam pribadi 178 Spiritualitas Ekaristi Kristus seluruh rencana kekal Allah yang mencapai kepenuhannya dalam pribadi itu. Katekese mendalami arti kegiatan dan kata-kata Kristus, begitu pula tandatanda yang dikerjakan-Nya.” Tujuan katekese “ialah menghubungkan manusia dengan Yesus Kristus; hanya Dialah yang dapat membimbing kita kepada cinta kasih Bapa dalam Roh, dan mengajak kita ikut serta menghayati hidup Tritunggal Kudus” (KGK 426, Cathechesi tradendae, 5). Bagaimana Misa bisa selaras dengan penjelasan di atas? Yesus sendiri bisa menganugerahkan spiritualitas yang sesungguhnya dengan mengizinkan kita turut ambil bagian dalam hidup Tritunggal Kudus. Allah datang kepada kita dalam Yesus Kristus. Dan Yesus datang kepada kita terutama sekali di dalam Misa. Sebagaimana kita tegaskan dalam Bab Satu : Allah “menyederhanakan” keilahian dalam Yesus untuk mengungkapkan betapa luasnya cinta kasih ilahi yang bersemayam di dalam hati Allah. Selanjutnya Yesus “menyederhanakan” kuasa hidup, mati dan Kebangkitan-Nya di dalam Misa; Ia “menyederhanakan” kemanusiaan dan 179 Spiritualitas Ekaristi ke-Allahan-Nya dalam Ekaristi. Melalui Misa dan di dalam Komuni, kita berjumpa dengan Tuhan! Itulah mengapa Ekaristi merupakan “sumber dan puncak” kehidupan Kristiani,” karena “di dalam Ekaristi Kudus…adalah Kristus sendiri.” Kita yang adalah Katolik harus yakin akan ihwal ini. Iman, sakramen, kerja penggembalaan, pelayanan, hidup, dan spiritualitas kita semuanya berpusat di dalam Kristus. Celakanya, sebagian orang Katolik tidak menyadari hal ini. Beberapa tahun lalu seorang gadis dewasa, Miriam, mengatakan kepada saya bahwa ia tidak mengenal Kristus ketika ia masih seorang Katolik. Sehari setelah Paus Yohanes Paulus II berkunjung ke Saint Louis, seseorang menilpun acara talk show yang diadakan sebuah stasiun radio dengan mengatakan bahwa ia tidak mengenal Yesus secara pribadi sampai ia meninggalkan Gereja Katolik. Jelaslah, orangorang semacam itu tidak memahami iman Katolik mereka atau percaya pada yang telah diajarkan Gereja. Mereka tidak bisa mengenal Kehadiran Nyata Kristus di dalam Ekaristi dan di Gerejanya. Tetapi mengapa mereka bisa menjadi seperti itu? Ketika saya menanyakan hal ini dalam sebuah acara diskusi di konvensi pendidikan agama, salah seorang guru mengatakan bahwa alasan mereka menjadi seperti itu mungkin karena “Kekatolikan memilik begitu banyak 180 Spiritualitas Ekaristi kekayaan sehingga kita lupa mengaitkan hal itu kepada Yesus.” Tetapi Katekismus menjelaskan kepada kita : “Yang diajarkan dalam katekese hanyalah Kristus, Sabda yang menjadi manusia, Putera Allah; segala sesuatu yang lain diajarkan dengan mengacu kepada-Nya” (KGK 427, mengutip Catechesi tradendae, 5). Kita harus mengaitkan semua kekayaan iman kita kepada Yesus, mencari Yesus di sana, dan membawa kekayaan tersebut kepada dunia, yang terutama adalah kekayaan Ekaristi. “Pilih Salah Satu, Atau Keduanya” Jika sebagian orang Katolik gagal menemukan Yesus di dalam Gereja Katolik, mereka yang di luar Gereja yang menyerang iman Katolik sejatinya tidak memahami bagaimana Yesus membuat diri-Nya mudah ditemukan. Setelah Paus Yohanes Paulus II merayakan Misa di America’s Center di Saint Louis tanggal 27 Januari 1999, mereka yang hadir disambangi oleh orang-orang anti Katolik yang membawa selebaran yang berisi menyerang aspek-aspek iman Katolik. Salah satu brosur berbunyi : “Sahabatku, Anda SEKARANG diselamatkan dan MENGERTI bahwa Anda memiliki KEHIDUPAN KEKAL, jika Anda memiliki iman penuh kepada Yesus Kristus, dan berhenti bergantung kepada diri Anda sendiri, gereja, sakramen-sakramen, atau apa pun itu yang akan menyelamatkan dan menolong 181 Spiritualitas Ekaristi Anda. Yesus adalah Penyelamat. Apakah Anda percaya Dia bisa menyelamatkan Anda?” Mereka yang menyusun selebaran anti-Katolik tersebut sejatinya telah memisahkan Kristus dari Gereja yang didirikan-Nya dan menolak ajaran-ajaran-Nya. Gereja tidak menciptakan sakramen, tetapi Yesus. Adalah Yesus yang berkata : “Inilah tubuh-Ku” dan “Jika kamu mengampuni dosa orang, dosanya akan diampuni.” Celakanya, mereka yang menyerang iman Katolik kerap mengandalkan pilihan sulit “ini atau itu” yang jelas keliru. “Apakah Anda percaya Yesus, atau apakah Anda percaya gereja dan sakramen-sakramen-Nya?” Kita sebagai orang Katolik percaya bahwa Kekristenan adalah sesuatu yang lengkap, bukan pilihan ini atau itu, tetapi kedua-duanya. Kita percaya kepada Yesus dan Gereja serta sakramen-sakramen-Nya. Melalui Gereja dan sakramensakramen-Nya Yesus datang kepada kita dewasa ini. Yesus bukan sekadar seorang manusia sejarah. Yesus bukan sekadar naik ke surga. Ia sekarang ada bersama dengan kita, melalui Gereja dan sakramen-sakramen-Nya yang membuat-Nya hadir baik secara kasat mata maupun kebendaan yang bisa disentuh. Kekatolikan adalah Gereja sakramental. Kita percaya bahwa Allah Putra menjadi seperti kita sehingga Ia menjadi tanda nyata (sakramen) dari kehadiran Allah. Tujuh sakramen yang diberikan Yesus Kristus kepada kita adalah 182 Spiritualitas Ekaristi tanda-tanda nyata sehingga melaluinya Ia tetap berkarya di tengah-tengah kita. Ekaristi adalah Yesus dan oleh karena itu Ia adalah sumber dan puncak seluruh hidup kristiani, sebagaimana dinyatakan dalam Katekismus. “Sakramensakramen lainnya…berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarah kepadanya” (KGK 1324, Presbyterorum ordinis, 5). Semakin kita memahami Ekaristi, kita akan semakin dibawa kepada Yesus. Puncaknya, adalah Yesus sendiri yang memimpin kita dalam doa di dalam Misa, yang mewartakan Sabda Allah kepada kita, yang hadir di dalam hati kita melalui Komuni Kudus. Dan adalah Yesus yang bisa kita wartakan kepada mereka yang karena mendapat bimbingan salah, yang bertanya seperti : “Apakah Anda menerima Yesus sebagai juru selamat Anda?” “Apakah Anda diselamatkan?” Tanggapan kita atas pertanyaan pertama, mungkin demikian : “Ya, saya menerima Yesus di dalam hati saya setiap kali saya menerima-Nya dalam Komuni Kudus. Ia tinggal di dalam aku, dan aku di dalam Dia” (lihat Yoh 6:56). Sedangkan jawaban atas pertanyaan kedua : “Yesus wafat untuk menyelamatkan saya. Dan Ia menjadikan kuasa kematian dan kebangkitan-Nya hadir kepada saya dalam setiap Misa. Saya letakkan seluruh pengharapan saya pada karunia rahmat yang Yesus bawa (lihat 1 Ptr 1:13). Keselamatan adalah tujuan perjalanan hidupku.” 183 Spiritualitas Ekaristi Jika kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan semacam itu, kita hendaknya dapat menjelaskan alasanalasan kita sebagaimana Kitab Suci katakan, “dengan lembut dan hormat” (1 Ptr 3:16), dan bahkan dengan citarasa humor, misalnya : Jerry terjatuh ketika sedang bermain tenis yang menyebabkan kepalanya retak di tiga bagian. Sahabatnya memanggil 911 dan helikopter segera mendarat. Seorang petugas paramedis menolong dan berusaha agar ia tetap hidup hingga tiba di rumah sakit. Belakangan Jerry bertemu dengan petugas paramedis yang menolongnya. Ia seorang Hispanik bernama Yesus. Jerry tersenyum dan berkata, “Saya merasa terberkati karena telah diselamatkan oleh Yesus!” Kita semua telah diselamatkan oleh Yesus dalam pengertian bahwa melalui kehidupan, kamatian dan Kebangkitan-Nya Yesus telah melakukan segala yang diperlukan guna membawa kita ke surga. Pada gilirannya kemudian, kita harus, dengan sukarela, tetap bersatu dengan Yesus melalui iman dan pekerjaan baik (lihat Yak 2:26; Ef 2:10). Keselamatan adalah tujuan perjalanan hidup kita! Bapa, Putra, dan Roh Kudus Jika kita berjumpa dengan Yesus pada setiap Misa dan menyadari betapa Ia adalah jantung dan pusat iman Katolik kita, tidak bisa tidak kita akan dibawa kepada 184 Spiritualitas Ekaristi hubungan yang lebih dalam lagi dengan Bapa dan Roh Kudus. Pada Bab Empat, kita menyaksikan bagaimana Yesus merentangkan tangan-tangan-Nya di kayu salib untuk menyatukan kita dengan diri-Nya, dengan Bapa, dan dengan Roh Kudus. Kita juga menyaksikan pada percakapan Perjamuan Terakhir (lihat Yoh 13-17), Yesus berjanji bahwa Ia, Bapa, dan Roh Kudus akan tinggal di dalam kita. Yesus menghendaki agar kita memandang Misa sebagai sebuah sarana pemersatu kita sendiri kepada hidup dan kasih Allah Tritunggal. Karena kita hidup di dalam sebuah dunia Tritunggal. Dari puncak keabadian Bapa memandang diriNya dengan pengetahuan yang maha sempurna bahwa hal itu adalah sebuah pribadi, Sang Putra. Bapa dan Putra saling mencintai satu sama lain dengan cinta yang begitu sempurna bahwa hal itu adalah sebuah pribadi, Roh Kudus. Dari pengetahuan dan cinta mengalir seluruh ciptaan dan manusia, termasuk diri kita. Karena kita diciptakan oleh Allah, yang maha mengetahui dan maha kasih, maka kita rindu akan kebenaran dan cinta kasih sejati. Kerinduan itu akan terbayar jika kita mengenal dan mencintai Allah sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Misa adalah kesempatan yang paling baik untuk memperkuat hubungan kita dengan Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Di setiap Misa membawa kita bersentuhan dengan Tritunggal. Begitu Misa dimulai, kita membuat Tanda 185 Spiritualitas Ekaristi Salib. Menjelang Misa selesai Bapa, Putra, dan Roh Kudus memberkati kita. Selama Misa berlangsung kita berdoa kepada Bapa melalui Yesus Kristus, Tuhan kita, dalam persatuan dengan Roh Kudus. Kita mengakui iman kita akan Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Di dalam Misa Yesus mempersembahkan pengurbanan cinta paling sempurna kepada Bapa, dan kita memperoleh keistimewaan untuk menyatukan cinta kita kepada Bapa. Roh Kudus membantu kita dalam persembahan dan doa sehingga menjadi layak. Ketika kita menerima Yesus dalam Komuni Kudus, kita juga menerima Bapa dan Roh Kudus, yang adalah satu di dalam Yesus Kristus. Setiap kali kita meninggalkan Misa, kalimat “marilah pergi kita diutus” memiliki makna pergi dengan damai sekaligus melayani Allah,” sebagaimana Yesus mengundang kita untuk hidup dalam spiritualitas Tritunggal. Dalam buku saya, The Search for Happiness, saya menjabarkan sebuah pendekatan spiritualitas yang terbangun di seputar Doa Bapa Kami, kesalehan, dan buah-buah Roh Kudus. Di sini saya menyarankan doa selama tiga menit untuk membantu Anda agar tetap terhubung dengan Tritunggal. Pada menit pertama, merenungkan betapa berkat terbesar telah Anda terima dua-puluh-empat jam lalu dan mengucap syukur kepada Bapa atas berkat tersebut. Menit kedua, sadarilah kegagalan paling besar dalam dua-puluhempat jam lalu dan meminta Yesus untuk mengampuni Anda. Di menit ketiga, lihatlah ke depan kepada tantangan 186 Spiritualitas Ekaristi terbesar yang akan Anda hadapi dalam dua-puluh-empatjam mendatang dan mintalah agar Roh Kudus menjadi penolong dan pembimbing Anda begitu Anda menerima tantangan tersebut. Gunakan doa ini sesering mungkin dan Anda akan semakin menyadari realitas bahwa kita adalah “bait Allah yang hidup” (2 Kor 6:16). Hidup Dalam Misteri Paskah Misa sebagaiman telah dibahas pada Bab Dua, merupakan kenangan dan sekaligus menghadirkan kembali Misteri Paskah, yakni penebusan umat manusia oleh Kristus melalui sengasara-Nya yang suci, kebangkitanNya dari alam maut, dan kenaikan-Nya dalam kemuliaan (KGK 1067; lihat juga Glosari Katekismus). Paskah Kristus dari kematian menuju kepada kehidupan, perjalanan-Nya dari kematian di kayu salib sampai kepada kemuliaanNya di sebelah kanan Allah Bapa dihadirkan kembali pada setiap Misa. Oleh karena itu, kita hendaknya memuji dan bersyukur kepada Allah atas tindakan kasih ini. Misteri Paskah dihadirkan kembali sebagai pedoman bagi kita. Bersama Kristus kita menaklukkan kematian dan bangkit menuju kehidupan baru. “Kematian-Mu menaklukkan kematian kami. Kebangkitan-Mu membarui hidup kami.” Di dalam Kristus ketakutan utama kita dapat dihilangkan karena kematian dikalahkan dan kita belajar untuk hidup dalam kebebasan anak-anak Allah. 187 Spiritualitas Ekaristi Misteri Paskah bersinar di setiap kegelapan. Dalam hidup banyak sekali pencobaan : frustasi karena merasa gagal, kehilangan pekerjaan, kesalah-pahaman dalam keluarga, kehilangan sahabat, terkena penyakit, depresi, pengkhianatan. Penderitaan seperti ini akan membuat hidup kita semakin terpuruk dan menghabiskan energi dan harapan. Atas penderitaan semacam ini, Misteri Paskah menghadirkan kebangkitan. Banyak yang mengatakan bahwa di Kalvari, misi Kristus tampaknya telah mengalami kegagalan. Murid-murid-Nya sudah putus asa. Namun demikian Paskah menganugerahkan kehidupan di mana ada kematian. Yesus membawa harapan pada setiap situasi. Ia, sebagaimana telah dijanjikan-Nya pada waktu Perjamuan Terakhir, adalah “jalan, kebenaran, dan hidup” (Yoh 14:6). Kematian dan Kebangkitan-Nya adalah jalan ketika kita menempuh peziarahan yang sulit. AjaranNya dalam Kitab Suci, yang diwartakan pada setiap Misa, adalah kebenaran yang membimbing kita pada waktu kita menghadapi kebingungan dan kegagalan. Kehadiran Nyata-Nya dalam Komuni Kudus adalah kehidupan yang mengangkat kita dari keputus-asaan dan ketakutan. Sebagaimana Yesus berjalan bersama dua orang murid-Nya ke desa Emaus, begitu pula Ia rindu berjalan bersama kita setiap hari. Karenanya, tidak seharusnya kita 188 Spiritualitas Ekaristi meninggalkan Dia di gereja! Sebagaimana Yesus berbicara kepada kita dalam bacaan-bacaan Misa, Ia sejatinya rindu berbicara dengan kita setiap kali kita membaca Kitab Suci. Kitab Suci tidak hanya untuk dibaca di mimbar. Ketika Yesus memberikan diri-Nya dalam rupa Komuni Kudus, sejatinya Ia ingin tinggal di dalam kita selalu, mengizinkan rahmat-Nya mengalir melalui pembuluh darah. Kita adalah ranting-ranting yang tidak lepas dari Kristus Pokok Anggur ketika kita selesai Misa dan kembali ke rumah. Tahun Liturgi Orang menyenangi perayaan hari kelahiran dan ulang tahun. Negara kita mempunyai hari-hari untuk mengingat persitiwa-peristiwa penting dalam sejarah bangsa kita. Peringatan-peringatan itu dapat membantu kita mengenang peristiwa masa lalu. Peringatan-peringatan itu menghadirkan kegembiraan dan kemeriahan. Ia menyegarkan dan menguatkan kita dalam menghadapi kerutinan sehari-hari. Tahun liturgi adalah cara Gereja untuk merayakan dan menghidupkan peristiwa-peristiwa penting dalam keselamatan. Masing-masing tahun memiliki pola, bacaan, dan doa untuk Misa yang disusun guna membawa kebahagiaan dan kemeriahan, kesegaran dan kekuatan baru bagi kehidupan kita yang senantiasa berubah. 189 Spiritualitas Ekaristi Tahun Liturgi dimulai dengan Adven, yaitu masa empat minggu untuk mempersiapkan Natal. Pada tanggal 25 Desember kita memperingati hari kelahiran Kristus dan merenungkan kedatangan-Nya ke dunia (Inkarnasi). Setelah Natal pesta-pesta lain akan kita rayakan : Minggu Keluarga Kudus, Hari Raya Santa Maria Bunda Allah (1 Januari), Hari Raya Penampakan Tuhan, Hari Raya Pembaptisan Tuhan. Setelah itu mengikuti Lingkaran atau Masa Biasa, yang panjangnya bergantung pada jatuhnya Hari Paskah. Masa Prapaskah di awali dengan Hari Rabu Abu, di mana dahi kita ditandai dengan abu, simbol pertobatan sekaligus keinginan kita menjadikan Misteri Paskah sebagai pedoman keberadaan kita. Sebagaimana para katekumen membuat persiapan terakhir untuk menerima pembaptisan, semua orang Katolik ditantang untuk mati karena dosa dan bangkit menuju hidup baru. Masa Prapaskah berakhir pada tiga hari suci, Kamis Putih, Jum’at Agung, dan Sabtu Suci. Kita memperingati Kebangkitan Tuhan dengan Malam Paskah dan Misa Paskah, pesta terbesar dalam tahun Gereja. Masa Paskah berlanjut hingga Perayaan Hari Kenaikan Tuhan dan berakhir pada Pentakosta. Masa Biasa dimulai lagi setelah Pentakosta, tetapi dua hari Minggu berikutnya kita merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus dan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Masa Biasa berlanjut hingga Minggu terakhir 190 Spiritualitas Ekaristi tahun liturgi, di mana kita merayakan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam, setelah itu Minggu Pertama Adven tanda dimulainya lagi lingkaran Tahun Liturgi. Kristus tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan tinggal bersama kita kembali pada peristiwa-peristiwa hidup-Nya melalui tahun liturgi. Melaui bacaan Kitab Suci selaras dengan peristiwa-peristiwa yang kita rayakan, Allah berbicara kepada kita. Kita menjawab panggilan Allah itu dengan berpartisipasi dalam liturgi dan dengan itu kita turut serta merayakan kelahiran, kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Yesus, dan lagi-lagi Ia berjalan menyusuri lorong-lorong dunia kita. Di Amerika Serikat dan di banyak negara termasuk Indonesia hari-hari kudus berikut diperingati : Natal 25 Desember; Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah 1 Januari; Hari Raya Kenaikan Tuhan (empat puluh hari setelah Paskah); Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga 15 Agustus; Hari Raya Semua Orang Kudus 1 Nopember; Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa 8 Desember. Sepanjang Tahun Liturgi Gereja Katolik merayakan hari-hari pesta untuk menghormati Maria dan para orang kudus. Ketika kita sedang mengenang hidup mereka dalam doa-doa khusus pada waktu Misa dan meminta mereka berdoa untuk kita, kita melaksanakan perintah Kitab Suci : “Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu; perhatikanlah 191 Spiritualitas Ekaristi akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka” (Ibr 13:7). Mengenang para kudus juga mewartakan Yesus sebagai pusat perhatian; sebab hidup para kudus menunjukkan kuasa kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Kristus yang dibagikan demi kemanusiaan. Para kudus memperlihatkan kegembiraan dan keindahan dengan menempatkan Yesus sebagai yang utama dan mengajak Misteri Paskah sebagai pedoman bagi hidup kita. Sakramen-sakramen Lainnya. “Sakramen-sakramen lainnya…berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya” (KGK 1324). Adalah Yesus yang hadir dalam Ekaristi dan Yesuslah yang berbicara dan bertindak melalui seluruh sakramen. Misa menghadirkan Misteri Paskah yang berkaitan dengan hidup, wafat, Kebangkitan, dan Kenaikan ke surga Yesus Kristus dan sakramen lainnya turut pula berperan-serta di dalam Misteri ini. Gereja menyatakan percaya akan realitas dan keterhubungan antara Misa dan sakramen-sakramen dalam pelbagai cara. Di Bab Tujuh ini, kita akan membahas bagaimana perayaan Ekaristi berhubungan erat dengan sakramen-sakramen lainnya. Sakramen Pembaptisan adalah yang pertama mengajak kita bergabung dengan wafat dan kebangkitan Kristus. Dan yang paling menakjubkan ialah peristiwa ketika menyambut bersatunya anggota baru ke dalam 192 Spiritualitas Ekaristi Gereja pada Ekaristi Malam Paskah. Pada waktu umat dibawa dari kegelapan malam kepada terang Kristus, para babtisan baru tersebut melangkah dari kegelapan dosa kepada terang rahmat Allah. Mereka menerima curahan Roh Kudus dalam Sakramen Penguatan, kemudian dikuatkan dengan Tubuh dan Darah Yesus. Ritual dalam Misa untuk penguatan, tahbisan, dan perkawinan, serta pengurapan orang sakit menegaskan kehadiran ekaristi dan kuasa Yesus. Dalam Sakramen Penguatan, Ia mencurahkan Roh Kudus, karunia yang bisa terjadi karena sengsara, wafat, dan Kebangkitan Kristus (lihat Yoh 16:7). Sedangkan dalam Sakramen Pentahbisan, Yesus berkata kepada tertahbis baru sama seperti yang telah dikatakan-Nya pada Perjamuan Terakhir kepada para murid-Nya: “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku.” Di dalam Sakramen Perkawinan, Yesus tinggal di dalam pengantin laki-laki dan perempuan, menyatukan mereka dalam janji perkawinan dan dalam penerimaan mereka kepada Tubuh dan Darah Kristus; cinta mereka menjadi tanda cinta Kristus kepada Gereja-Nya (lihat Ef 5:32). Sedangkan di dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit, Yesus memberikan kuasa penyembuhan cinta yang Ia tunjukkan melalui wafat-Nya dan Ia memberikan penghiburan dan harapan ketika penerima urapan menyambut Yesus dalam Komuni. 193 Spiritualitas Ekaristi Ritus Pengampunan Dosa pada Misa mengingatkan kita bahwa kita adalah para pendosa yang memerlukan pengampunan Allah. Hal itu meyakinkan kita, sebagaimana kita berdoa “Tuhan kasihanilah kami,” adalah Yesus yang sama dengan ketika Ia mengumpulkan kita dalam Ekaristi dan senantiasa hadir dalam Sakramen Pangakuan untuk mengampuni dosa-dosa kita. Akhirnya, ketika orang-orang beriman hidupnya berakhir, Misa penguburan mewartakan bahwa mereka yang meninggal bersama Kristus akan bangkit bersama Dia menuju kepada kehidupan kekal. Yesus mengucapkan katakata penghiburan kepada mereka yang kehilangan dalam bacaan-bacaan Kitab Suci. Ia mempersatukan mereka kepada yang dicintainya di dalam Doa Syukur Agung. Ia berjanji kepada mereka pada waktu menerima Komuni bahwa mereka yang makan roti akan hidup selamanya (lihat Yoh 6:58). Dari kelahiran sampai dengan kematian, dari pembaptisan hingga pengurapan orang sakit serta Misa penguburan, kita diyakinkan oleh perayaan Ekaristi bahwa Yesus tanpa henti memberikan cinta dan rahmat-Nya kepada kita, sebagaimana yang Ia curahkan kepada para murid-Nya pada Perjamuan Terkahir. Sungguh, sakramensakramen lainnya…berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya.” 194 Spiritualitas Ekaristi Devosi Ekaristi Di setiap paroki ketika saya bertugas sebagai imam, saya terberkati oleh kesetiaan banyak orang yang menghadiri Misa harian. Para dokter, pemilik usaha, dan pekerja bangun lebih awal sebelum matahari terbit untuk mengikuti Misa pagi. Ibu-ibu pengelola home-schooling membawa anak-anak didik mereka ke Ekaristi sebelum pelajaran dimulai. Para pensiunan mengawali hari mereka dengan berdoa dan menghadiri Misa. Beberapa orang memang tidak bisa mengikuti Misa harian namun akan hadir jika mereka berkesempatan. Mereka semua itu memancarkan iman kepada Yesus dan cinta satu dengan lainnya melalui pengurbanan yang mereka lakukan untuk disatukan dengan kurban Misa. Mereka memberi inspirasi kepada saya dan mereka telah menjadi saluran rahmat Allah untuk orang lain yang tak terhitung jumlahnya. Misa harian adalah jalan yang terbaik untuk hidup dalam spiritualitas Ekaristi. Misa Minggu, sebagaimana telah kita ketahui, memiliki tempat istimewa dalam liturgi Gereja. Ia merupakan hari Tuhan. Namun setiap hari adalah milik Tuhan, dan oleh karena itu tidak ada yang lebih baik dari mengizinkan Yesus menyentuh hidup kita daripada bersatu dengan Dia dalam Misa harian. Namun demikian, tidak mungkin bagi sebagian orang untuk mengikuti Misa setiap hari. Bagi orang-orang tersebut terdapat devosi-devosi ekaristi guna membantu 195 Spiritualitas Ekaristi mereka tetap dekat dengan Yesus. Kehadiran Nyata Kristus di dalam Ekaristi masih berlangsung ketika Misa usai. Karena alasan itu, Gereja Katolik menempatkan Sakramen Maha Kudus di dalam tabernakel di seluruh dunia agar Komuni senantiasa tersedia bagi orang-orang yang sakit dan mengizinkan orang beriman tetap menghormati Yesus di dalam Ekaristi. Gereja sangat merekomendasi devosi bersama dan pribadi kepada Ekaristi suci di luar Misa. Salah satu devosi penting adalah penghormatan Sakramen Maha Kudus untuk memohon berkat (benediction), suatu bentuk peribadatan liturgi. Hosti yang sudah dikonsekrasi diletakkan di altar di dalam sebuah monstran. Sabda Allah dibacakan, doa-doa dikumandangkan, lagu pujian dinyanyikan, kadang-kadang berdoa dalam suasana hening. Adorasi bisa diekspresikan melalui penggunaan dupa. Kemudian umat diberkati dengan Sakramen Maha Kudus dan ditutup dengan doa dan lagu pujian. Devosi ini tentu saja adalah sebuah bentuk ungkapan paling jelas dari iman Katolik kita akan Kehadiran Ekaristi Kristus dan hal itu merupakan nutrisi dan memperkuat umat beriman. Paus Yohanes Paulus II menggaris-bawahi nilai adorasi Ekaristi, tindakan meluangkan waktu bersama Yesus di dalam Sakramen Maha Kudus. Dalam surat ensikliknya “Ecclesia De Eucharistia” ia merujuk bukan saja pentingnya devosi tetapi juga keterkaitannya dengan Misa : 196 Spiritualitas Ekaristi Penyembahan Ekaristi diluar Misa adalah suatu nilai yang tak terhitung bagi kehidupan Gereja. Penyembahan ini dengan erat dihubungkan pada perayaan Kurban Ekaristi. Kehadiran Kristus di bawah rupa roti dan anggur (species) kudus yang disediakan setelah Misa — suatu kehadiran yang bertahan lama sepanjang rupa dan roti tetap tinggal — berasal dari perayaan kurban dan ditujukan langsung pada persekutuan, baik itu bersifat sakramental maupun spiritual. Banyak paroki Katolik mempraktikkan adorasi secara rutin, yang diikuti oleh orang-orang beriman yang secara terus menerus hadir di hadapan Sakramen Maha Kudus yang ditahtakan di altar. Beberapa paroki menyediakan satu atau dua hari dalam seminggu. Dari adorasi Ekaristi semacam itu mengalir banyak manfaat, termasuk panggilan untuk menjadi imam dan hidup saleh, penghargaan atas sakramen perkawinan serta peduli pada sesama dan keadilan. Apakah Sakramen Maha Kudus ditahtakan atau tidak, Yesus tetap hadir bagi kita di setiap Gereja Katolik. Satu jam hadir di hadapan Yesus telah menjadi sumber rahmat bagi banyak orang. Uskup Fulton Sheen, dalam suatu retret, sangat merekomendasikan praktik hadir di 197 Spiritualitas Ekaristi hadapan Sakramen Maha Kudus : “Satu jam di hadapan Sakramen Maha Kudus merupakan berkat yang tak terhingga bagi kehidupan imamat saya. Saya dengan tulus merekomendasikan hal ini bagi seluruh umat. Jika Anda tidak bisa satu jam dalam sehari, cobalah satu jam dalam seminggu. Hal ini akan menjadikan sisa hari-hari Anda dalam seminggu lebih menyenangkan dan produktif.” Apa yang bisa kita lakukan selama satu jam berdoa? Pertama, menikmati waktu bersama dengan Yesus, sebagaimana dilakukan Andreas dan murid-murid lainnya ketika berjumpa dengan Yesus dan meluangkan waktu satu hari berkunjung ke tempat Yesus tinggal (Yoh 1:3542). Mereka pasti berbicara mengenai keluarga, pekerjaan, dan peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka. Kita juga bisa demikian. Kita bisa menerima, sebagaimana disarankan oleh paus, “kebersamaan spiritual” — mengundang Yesus untuk tinggal di hati kita bahkan ketika kita tidak bisa menerima Dia secara sakramental. Kita bisa saja berdoa Rosario, menaruh perhatian kepada peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan Ekaristi, kepada kehadiran Yesus, kepada ajaran-Nya, kepada sengsara, kematian, Kebangkitan dan Kenaikan-Nya dalam Misteri Paskah. Kita bisa merenungkan Kitab Suci, terutama perikopperikop yang dibacakan pada Misa Minggu, salah satu cara yang sangat baik yang mengaitkan waktu Adorasi kita dengan Misa. Beberapa orang membaca buku Katolik yang bermutu, berhenti sejenak berbicara dengan Yesus tentang 198 Spiritualitas Ekaristi pikiran-pikiran yang menyentuh hati mereka. Mereka yang memiliki kebiasaan melakukan satu jam adorasi di hadapan Yesus tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, sebagaimana kita berbicara dengan teman baik kita! Ketika kita membangun kesadaran akan Kehadiran Nyata Kristus di seluruh tabernakel yang ada di dunia, kita sejatinya bukan saja belajar memberi perhatian kepada gereja-gereja Katolik tetapi juga mendaraskan doa kepada Yesus ketika kita berjalan atau berkendara melewati rumah-Nya. Kita berdoa “persembahan pagi” di awal hari, mempersembahkan kepada Bapa, harapan, rencanarencana, dan usaha-usaha kita yang disatukan dengan persembahan Yesus di dalam Misa yang sedang dirayakan saat itu. Kita menciptakan Komuni spiritual di setiap waktu dan di mana pun, mengingat kata-kata Yesus : “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersamasama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan aku” (Why 3:20). Paus Yohanes Paulus II, dalam surat apostoliknya “Dies Domini,” merujuk kepada Perayaan Misa yang disiarkan stasiun televisi sebagai sebuah sarana untuk bergabung dengan Ekaristi. Misa yang disiarkan televisi tidak menggantikan Misa Hari Minggu, namun paus memberikan catatan : 199 Spiritualitas Ekaristi … bagi mereka yang tidak bisa turut ambil bagian dalam Ekaristi dan mereka yang tidak bisa menjalankan kewajibannya, radio dan televisi merupakan sarana yang sangat membantu, terutama jika disertai dengan pelayan-pelayan yang baik dan istimewa yang membawa Ekaristi kepada yang sakit, juga membawa kepada mereka sapaan dan solidaritas dari seluruh umat. Misa Minggu dengan demikian menghasilkan buah-buah yang sangat berharga bagi orang-orang Kristiani ini juga dan mereka sungguh dapat mengalami hari Minggu sebagai “Hari Tuhan” dan “hari Gereja” (54). Misa yang disiarkan televisi membolehkan siapa pun untuk bertumbuh kecintaannya akan Ekaristi, asalkan siaran Misa tersebut mempunyai pola doa dan renungan. Misa Khusus, seperti yang diselenggarakan oleh Bapa Suci dan disiarkan ke seluruh dunia, membantu kita menghargai kuasa Ekaristi yang menyentuh semua orang dan menarik kita bersama di dalam Kristus. Catatan Paus atas pelayan-pelayan yang sangat istimewa yang membawa Komuni kepada yang sakit menggarisbawahi sisi lain dari spiritualitas Ekaristi yakni berkat istimewa bagi pelayan-pelayan dan bagi mereka yang 200 Spiritualitas Ekaristi dikunjungi. Adalah berkat membawa Yesus kepada hati seseorang, berbicara dengan Dia dengan cara demikian, berbagi rahmat atas kehadiran-Nya bagi mereka yang tidak bisa menerima-Nya. Adalah juga berkat bagi mereka yang sakit dan orang-orang lanjut usia mempunyai Yesus yang berkunjung ke rumah mereka, menyinari hidup mereka, bersatu dengan mereka dalam penderitaan, mengurangi penderitaan mereka, dan meyakinkan mereka bahwa Ia akan bersama dengan mereka selamanya. Ekaristi Dan Pelayanan Kasih Pada Perjamuan Terakhir, Yesus membuat ikatan yang tak terputus antara pekerjaan-pekerjaan kasih dan Ekaristi. Ia membasuh kaki para murid-Nya, kemudian berkata : “Sebab aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh 13:15). Malam itu juga Yesus menegaskan : “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh 13:15). Dari masa Perjanjian Baru, para pengikut Yesus melaksanakan ucapan dan contoh yang telah Yesus lakukan. Dalam Kisah Para Rasul, orang-orang percaya “bertekun dalam pengajaran para rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kis 2:42). Orang-orang yang sama yang berkumpul 201 Spiritualitas Ekaristi untuk pemecahan roti “akan menjual harta miliknya, dan membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing” (Kis 2:45). Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus perihal kolekte yang akan diberikan kepada orang-orang miskin di Yerusalem, mengaitkan tindakan kasih itu dengan Ekaristi Minggu, dan mengulang lagi kepada gereja-gereja di Galatia. “Pada hari pertama tiaptiap minggu hendaklah kamu masing-masing menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah…” (1 Kor 16:2). Dalam suratnya terdahulu, karena jemaat Korintus lalai mengaitkan Ekaristi dengan perhatian kepada orang miskin, Paulus dengan keras menegur mereka : “Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan. Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk. Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan jemaat Allah dan memalukan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa?” (1Kor 11:2022). Santo Yustinus Martir menunjukkan bahwa generasi Kristen berikutnya belajar dari apa yang Santo Paulus ajarkan. Setelah memberi penjelasan tentang perayaaan Ekaristi Minggu (perikop dikutip pada Bab Dua) , ia menegaskan : 202 Spiritualitas Ekaristi Mereka yang sanggup dan berniat menyumbangkan apa yang dianggap sesuai; dan yang terkumpul merupakan simpanan utama yang akan digunakan untuk membantu anak-anak yatim dan para janda; dan mereka yang sakit atau sebab lain yang memerlukan bantuan, atau mereka yang di penjara serta orang-orang asing yang sementara tinggal bersama kita, atau dengan kata lain untuk pelayanan mereka yang memerlukan bantuan (First Apology, Chapter 67). Paus Yohanes Paulus II meyakinkan bahwa Ekaristi Minggu merupakan kewajiban bagi umat Katolik bergiat untuk melayani, menebarkan kasih, dan menjalankan tugas-tugas kerasulan : Dari Misa Minggu mengalir pelbagai kegiatan sosial yang menyebar kepada hidup orang-orang beriman… Kegiatan sosial itu mencari orang-orang yang memerlukan bantuan, bisa di sekitar gereja atau di antara orang-orang yang sedang menderita sakit, orang-orang lanjut usia, anak-anak atau para imigran yang sejatinya pada hari-hari Minggu merasa terisolasi, kekurangan dan menderita… 203 Spiritualitas Ekaristi Mengundang makan mereka yang tinggal seorang diri, mengunjungi mereka yang sakit, menyediakan bantuan makanan kepada keluarga yang kekurangan, menyediakan waktu beberapa jam secara sukarela bekerja dan bergiat dalam solidaritas : hal ini merupakan salah satu cara membawa kepada kehidupan orang akan cinta Kristus yang diterima pada altar Ekaristi (“Dies Domini,” 72). Dalam surat ensikliknya “Ecclesia de Eucharistia” paus menyatakan bahwa Misa memberikan harapan dan mendorong kita menyumbangkan waktu kita untuk bekerja bagi perdamaian, keadilan, dan solidaritas, serta menghormati hidup manusia. Ekaristi tidak bisa dipisahkan dari “tanggung jawab untuk mengubah dunia sesuai dengan Injil” (#20). Yesus sendiri mengajarkan bahwa keselamatan kekal kita bergantung kepada upaya-upaya pribadi untuk melayani Dia melalui orang-orang lain. “Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan; sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan” (Mat 25:34-35). Katekismus Gereja Katolik secara singkat mengatakan : 204 Spiritualitas Ekaristi “Ekaristi mewajibkan kita terhadap orang-orang miskin” (KGK 1397). Pelayanan Kasih Dimulai Di Rumah Pada Perjamuan Terakhir Yesus membasuh kaki para murid-Nya, yang adalah keluarga pilihan-Nya. Pelayanan kasih dimulai di rumah, dan kerja pelayanan kasih kita sebaiknya dimulai di antara orang-orang yang dekat dengan kita. Kerap kali kita dengan mudah memberikan kebaikan dan ketelatenan kepada orang lain ketimbang dengan keluarga sendiri yang selalu ada bersama kita dan kita mengenal kelemahan mereka. Lebih mudah bermimpi menyelamatkan dunia daripada mencintai orang terdekat. Ketika kita merasa seperti anak kecil yang berkata : “Saya tahu Yesus mencintai semua orang, tetapi Ia tidak pernah bertemu dengan kakak perempuan saya.” Betul, murid-murid Yesus pun jauh dari sempurna, tetapi Yesus tetap mencintai mereka. Kita pun hendaknya demikian, mencintai keluarga kita, berusaha melihat kebaikan mereka dan memaafkan kelemahan mereka. Di Misa kita mendengarkan Sabda Allah untuk belajar bagaimana mencintai. Kita bersatu dengan cinta dan pengorbanan yang diberikan Yesus. Kita menerima Dia dalam Komuni Kudus. Kita harus membawa Dia ke rumah. Saya kerap bertanya kepada anak-anak, “Jika Yesus 205 Spiritualitas Ekaristi menyamarkan diri sebagai kamu, dan kemudian pulang ke rumah, tentu bukan kamu yang pulang, apakah keluargamu memperhatikan perbedaan tersebut?” Jawaban mereka selalu tidak tegas dan selalu diiringi dengan senyuman. Kemudian saya menyarankan :”Mengapa kamu tidak berpura-pura menjadi Yesus. Mencoba berpikir, berbicara, dan bertindak seperti Dia, untuk mengejutkan keluarga kamu!” Hal di atas juga bisa merupakan nasihat yang baik bagi kita. Jika kita berpikir seperti Yesus, kita akan mencari yang terbaik di dalam setiap orang. Kita akan mengubur pikiran-pikiran kemarahan dan perasaan dendam. Kita akan mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri kita sendiri. Jika kita berbicara seperti Yesus, kita akan menggunakan kata-kata yang membangun daripada katakata yang mengkritik, kata-kata memaafkan ketimbang kata-kata permusuhan, kata-kata bersyukur ketimbang kata-kata berkeluh-kesah. Jika kita bertindak seperti Yesus, kita akan mengungkapkan cinta dengan cara yang paling mudah, menjalankan pekerjaan bagi orang lain ketika tidak ada yang mau melakukan pekerjaan tersebut tetapi Allah akan memperhatikan, menjadi orang yang sopan, memahami, dan penuh pengertian. Kehadiran Yesus secara sakramental berakhir ketika bahan roti dan anggur sudah tidak ada lagi. Namun Yesus tetap tinggal di hati kita ketika pikiran, kata-kata, dan tingkah laku kita mencerminkan cinta dan kebaikan Yesus. 206 Spiritualitas Ekaristi Dengan menerima Roti Hidup, muridmurid Kristus siap menerima dengan kekuatan Tuhan Yang Bangkit dan RohNya, tugas-tugas yang sudah menunggu mereka untuk dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi orang percaya yang telah memahami arti tersebut dan sebagaimana yang telah mereka lakukan, perayaan ekaristi tidak berhenti sampai di depan pintu gereja saja. Sebagaimana saksi pertama akan Kebangkitan, orang-orang Kristen yang berkumpul setiap Minggu untuk mengalami dan mewartakan kehadiran Tuhan Yang Bangkit dipanggil untuk menyebarkan dan menjadi saksi melalui kehidupan mereka sehari-hari (Yohanes Paulus II, “Dies Domini,” 45). Apa Yang Mereka Lakukan Di Hari Minggu Ekaristi sejatinya adalah “sumber dan puncak dari kehidupan Kristiani.” Spiritualitas ekaristi adalah mengenal Yesus Kristus sebagai jalan, kebenaran, dan hidup. Spiritualitas ekaristi itu masuk melalui Yesus ke dalam kehidupan Tritunggal. Spiritualitas ekaristi itu adalah Misteri Paskah yang hidup, mengenal dengan baik bahwa Yesus akan mengubah penderitaan dan kematian kita menuju 207 Spiritualitas Ekaristi kebangkitan dan hidup baru. Spiritualitas ekaristi itu adalah berjalan bersama Yesus melalui tahun liturgi, menjadikan peristiwa-peristiwa hidup-Nya sebagai model bagi kehidupan kita. Spiritualitas ekaristi itu adalah bersatu dengan Yesus melalui doa, adorasi ekaristi, dan menaruh perhatian akan kehadiran-Nya. Spiritualitas ekaristi itu adalah membawa pulang Yesus ke rumah setelah selesai Misa karena kita “pulang dalam cinta dan belaskasih serta melayani Allah.” Hidup dalam spiritualitas ekaristi akan memungkinkan bagi kita pada suatu hari mendengar kata-kata dalam pantun baru menggantikan pantun lama yang dibacakan di awal Bab Tujuh ini oleh Uskup Irlandia : “Paddy Murphy pergi ke Misa pada hari Minggu…” : “Umat Katolik ini pergi ke Misa pada hari Minggu dan tidak pernah sekali pun mangkir, mereka masuk SURGA, karena pekerjaan-pekerjaan yang telah mereka lakukan pada hari Senin hingga Sabtu!” Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi dan Renungan Dapatkah Anda memberikan definisi menurut Anda mengenai spiritualitas? Mengenai spiritualitas ekaristi? Mungkinkah hidup dalam spiritualitas Kristiani yang sesungguhnya tanpa menjadi saleh? Tanpa ikut serta dalam 208 Spiritualitas Ekaristi ritus-ritus kesalehan? Bagaimana pendapat Anda mengenai tanggapan Uskup George Niederauer kepada mereka yang mengatakan, “Saya spiritual, tetapi tidak saleh”? Ketika ditanyakan mengapa ia menghadiri Misa harian dan apa maknanya bagi dia, Jim menjawab : “Menghadiri Misa harian membantu saya untuk mengingatkan diri saya agar menempatkan Allah sebagai yang utama dalam hidup saya, memuliakan Dia, dan supaya dapat memahami Allah dengan lebih baik. Saya mempunyai perasaan damai dalam hidup saya bahkan di tengah situasi yang sulit. Misa juga telah membantu saya kembali kepada pengakuan dosa rutin, dan hal ini membuahkan berkat yang tak terhingga. Misa harian telah memperkuat kehidupan rumah tangga kami.” Jika Anda menghadiri Misa harian, apakah maknanya bagi Anda? Jika tidak, apa artinya jika Anda menghadiri Misa harian? Ada banyak saran dalam bab ini untuk hidup dalam spiritualitas ekaristi. Pertama baca kembali sub-sub judul pada bab ini. Kemudian renungkan : tambahan aspek spiritualitas ekaristi apa yang akan Anda diskusikan dalam kaitannya dengan sub-sub judul di atas? Sub judul apa yang akan Anda tambahkan dalam bab ini? Adakah pendekatan spiritualitas dalam bab ini yang tidak Anda setujui? Mengapa? 209 Spiritualitas Ekaristi Aktivitas Bunda Maria berdiri di dekat salib Yesus dan berbagi derita dengan Dia. Ia juga dapat membantu kita membawa kekuatan dari Putranya yang disalib di setiap Misa dan di setiap tempat. Devosi kepada Bunda Maria sangat membantu untuk menggantikan perasaan marah dan frustasi saya kepada orang dengan sebuah “Salam Maria.” Pada suatu hari saya banyak mendaraskan “Salam Maria”! Namun saya menyadari bahwa doa-doa itu akan membawa kedamaian dan kebahagiaan yang lebih ketimbang ketika saya membawanya dalam keadaan marah. Saya mencoba merenungkan bahwa Bunda Maria, saat berdiri di bawah salib, merasakan ketidak-mengertian dan kebencian selama tiga jam daripada sepanjang hidup saya. Bunda Maria dapat membantu saya belajar bagaimana tinggal di dalam Misa setiap hari. Cobalah cara berdoa ini dan ia akan membantu Anda juga. 210 Daftar Pustaka Alkitab Deuterokanonika. Lembaga Biblika Indonesia, Jakarta 1996 Alkitab. Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 1996 Catechism of Catholic Church. Second Edition. United States Catholic Conference, 1997. Edward Sri. A Biblical Walk Through The Mass : Understanding What We Say And Do In The Liturgy. Ascension Press, 2011. Father Oscar Lukefahr, C.M.. A Catholic Guide to The Bible – Memahami dan Menafsir Kitab Suci Secara Katolik. Penerjemah: V. Prabowo Shakti. Penerbit OBOR, Cetakan ke-3, 2011. Katekismus Gereja Katolik, Para Waligereja Regio Nusa Tenggara, Percetakan Arnoldus Ende, 1998. Pedoman Umum Misale Romawi, Percetakan Arnoldus Ende, 1998 Tata Perayaan Ekaristi Buku Imam, Konferensi Waligereja Indonesia, Penerbit Kanisius, 2005. “Liturgy is an ‘action’ of the whole Christ... Those even now celebrate it without signs are already in the heavenly liturgy...” Catechism, 1136 Father Oscar Lukefahr, C.M. A Catholic Guide to the Bible “Menafsir dan Memahami Kitab Suci Secara Katolik” ISBN : 978-979-565-466-1 Penerjemah : V. Prabowo Shakti Soft Cover ; 14 x 21 cm; 392 hlm. Cet I : 2007 Cet II : 2008 Cet III : 2011 Price : Rp. 49.500,(Anda berhemat Rp. 5.500,-) Dapat dibeli di Toko Buku Rohani Paroki Anda atau Toko Buku Online :www.griyabuku.net 3 .000.000 orang dari seluruh penjuru dunia saat ini sedang mengikuti Kursus Kitab Suci di Catholic Home Study Service (CHSS) yang diselenggarakan oleh Komunitas Vincentian & Missouri Knights of Columbus, Amerika Serikat, di bawah bimbingan Romo Oscar Lukefahr CM. Kursus Kitab Suci di CHSS ini telah berlangsung selama puluh tahun tanpa dipungut biaya alias gratis. Ada tujuh materi kursus yang diselenggarakan oleh CHSS. Salah satunya adalah ‘A Catholic Guide to the Bible’, yang merupakan pilihan favorit bagi siapa saja yang sedang mendalami Kitab Suci. “Penuntun Katolik kepada Alkitab ini merupakan buku sangat praktis yang dapat membantu umat Katolik secara luas untuk menyikapi dan membaca Alkitab secara aktual. Hasil penelitian Kitab Suci pada zaman modern disajikan dengan cara yang cukup sederhana dan jelas. Dan tujuh puluh dua halaman workbook dengan self test (pada bagian Pendalaman Materi) membantu untuk mengukur sejauh mana bahan sudah ditangkap.” (Prof. Dr. Martin Harun OFM, Guru Besar STF Driyarkara, Jakarta) Product Name : WhiteSmoke Writer Developed By : WhiteSmoke, Inc., USA Reseller For Indonesia : Lumen Deo, Buana Cigi Regency C-11, Jl. Cijawura Girang V, Bandung. Phone : +6222 8888 1147 Situs : www.indoacademy.org M au jago nulis dalam Bahasa Inggris seperti native English speakers atau para Blogger Pros? Gampang! Sekarang eranya IT dan digital teknologi, semua bisa dilakukan. Tidak ada yang tidak bisa! Gimana caranya? Ya dengan software yang “ciamik” Namanya? WhiteSmoke Writer! WhiteSmoke Writer adalah software yang dirancang untuk mengoreksi dan memberi saran perbaikan sekaligus membetulkan tulisan bahasa Inggris Anda hanya dengan 1x–Click! Fitur Utama WhiteSmoke meliputi advanced grammar, spelling, punctuation and style checking – semua dirancang untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan pada teks bahasa Inggris Anda! WhiteSmoke mendeteksi kesalahan dan sekaligus mengoreksi serta memberi saran perbaikan tulisan bahasa Inggris Anda dengan artificial intelligence algorithms : • Grammar Check • Spelling Check • Writing Style Check • Thesaurus • Punctuation Check • Grammar Tutorials • Text Enrichment • Document and letter templates • Multilingual dictionary • Field-specific English dictionaries • Error explanation What’s more – WhiteSmoke dapat bekerja di manapun : MSWord, Outlook, Pages, Chat dan text-editing program atau web browser apa pun yang Anda gunakan. Masih Penasaran? Kunjungi Website kami : www.indoacademy.org Anda kolektor buku? Mencari Buku Langka? Tidak menemukan dimanapun? Pastikan Di Sini Tempatnya Kunjungi toko online kami : www.griyabuku.net