The Only Perfect Man Kemuliaan Allah Pada Wajah Yesus Kristus Eric H.H. Chang Diedit dan Diselesaikan oleh Bentley C.F. Chan The Only Perfect Man: Kemuliaan Allah pada Wajah Yesus Kristus Eric H.H. Chang dan Bentley C.F. Chan Hak Cipta © 2015 Eric H.H. Chang, Helen Chang, Bentley C.F. Chan Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penulis/penerbit sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta. Diterbitkan oleh: CAHAYA PENGHARAPAN MINISTRIES Situs: http://www.cahayapengharapan.org/ Surel: [email protected] Telp.: 0813-8285-1058 Alih Bahasa: Chuah Soo Chuang Penyunting: Vera Wirawan, Lew Ai Su Desain sampul: Bentley Chan et al Hak cipta gambar: LilKar, 2014, digunakan di bawah lisensi dari Shutterstock.com Ayat-ayat Kitab Suci dikutip dari: ALKITAB © LAI 2001 Perjanjian Baru TB Edisi 2 © LAI 1998 Kitab Suci Indonesian Literal Translation (KS-ILT Edisi 2) © 2006, 2008 dipersembahkan Kepada Yesus Kristus, Tu[h]an dan Juruselamat, “Anak Allah, yang telah mengasihi aku dan menyerahkan dirinya untuk aku” (Galatia 2:20) Daftar Isi Catatan Penerjemah Prakata 1 Kata Pengantar 7 Pernyataan Iman 9 Pendahuluan 15 Pemakaian Istilah-istilah Biblika yang Tepat 22 1. Yahweh, Satu-satunya Allah yang Esa 35 2. Akar Historis Trinitarianisme: Konstantine and Nicea 57 3. Pilar Trinitarianisme yang Pertama: Prolog Yohanes (1:1-18) 93 4. Pilar Trinitarianisme yang Kedua: Kolose 1:15-19 157 5. Pilar Trinitarianisme yang Ketiga: Ibrani 1 189 6. Pilar Trinitarianisme yang Keempat: Wahyu 1 217 7. Doksologi di dalam Perjanjian Baru 235 8. Refleksi Lanjutan atas Trinitarianisme 271 9. Kemanusiaan Yesus Kristus 329 10. Filipi 2: Nama di atas Segala Nama, dan Peninggian Yesus Kristus 389 11. Yahweh dan Hubungannya dengan Kristus 435 12. Yesus Satu-satunya Manusia Sempurna 463 Epilog 503 Lampiran 1: Encyclopaedia Judaica mengenai YHWH 511 Lampiran 2: Jewish Encyclopedia mengenai Yahweh 514 Lampiran 3: Makna “Aku adalah Aku” 516 Lampiran 4: Jewish Encyclopedia mengenai Memra 518 Lampiran 5: Kesempurnaan Tanpa Dosa Yesus Dianggap Mustahil oleh Banyak Sarjana 523 Lampiran 6: Karl-Josef Kuschel mengenai Kristus and Adam 526 Lampiran 7: Asal Usul Gnostik dari “Homoousios” 530 Lampiran 8: Masalah Kristologi Trinitarian yang Tak Terpecahkan 533 Lampiran 9: Apa yang Diajarkan Filo, dan Mengapa Ia Tidak Dapat Dipakai untuk Mendukung Trinitarianisme 541 Lampiran 10: “Dalam Kristus” dalam Surat-surat Paulus 555 Bibliografi 581 Index Ayat 589 [Halaman ini sengaja dibiarkan kosong] Prakata Pertemuan yang pertama dengan penulis Saya pertama kali bertemu dengan Eric H.H. Chang pada September 11, 1977, pada kunjungan saya yang pertama ke jemaat Montreal tempat Beliau menggembalakan. Tiga puluh lima tahun kemudian, Hari Natal 2012, saya berbicara dengan Beliau untuk kali terakhir lewat ponsel. Tanggal yang terakhir ini dapat ditelusuri dari rekaman ponsel dan tanggal yang pertama masih dipertahankan di atas label usang dari sebuah tape kaset yang sekarang disimpan dalam sebuah kotak di Montreal. Jika Anda mendengarkan kaset C90 tersebut yang berlabel, “The Bronze Serpent, John 3:14-15, Eric Chang, 09/11/1977”, Anda akan mendengarkan serangkaian tiga teriakan keras di tengah-tengah khotbah. Teriakan yang ketiga dan terakhir sangat memekakkan telinga ketika saya mendengarnya secara langsung. Teriakan tersebut masih “berdering” di telinga kanan saya karena pada Minggu tersebut, saya duduk tepat bersebelahan dengan pria Kanada keturunan Perancis yang berteriak itu. Sampai hari ini saya masih bertanya-tanya apakah pria malang itu dikuasai roh jahat. Mungkin ya, mungkin tidak. Itu juga merupakan kunjungannya yang pertama ke gereja dan dia tampak baik-baik saja sehingga Pendeta Eric mulai berkhotbah. Kuasa khotbahnya mencengkeram saya dalam cara yang belum pernah saya alami sebelumnya. Dalam beberapa saat, pria di samping saya sepertinya mengalami kesurupan, dengan mata tertutup dan tangan terkepal. Suara mengerangnya menjadi semakin keras selama dua puluh menit berikutnya. Sepuluh menit kemudian, dia meneriakkan sebuah jeritan yang memekakkan, “You are me!” (“Kamu adalah saya!”) Ia segera jatuh tertidur dan tidak lagi dalam keadaan gelisah. Ia tidak bangun sampai setelah doa penutup. Setelah itu ia baik-baik saja. Hal ini terjadi pada kunjungan saya yang pertama ke gereja yang dipimpin oleh Pendeta Eric, dan itulah cara saya akan selalu mengenang pertemuan saya yang pertama dengan Beliau. 2 THE ONLY PERFECT MAN Sebuah pengaturan Sebelum Beliau meninggal pada Januari 25, 2013, setelah mengabdi kepada Allah dengan setia selama lebih dari setengah abad, Eric Chang sedang mengerjakan buku yang ada di tangan Anda ini, The Only Perfect Man. Beliau dan saya sebelumnya telah mengadakan kesepakatan untuk saya yang menerbitkan buku ini setelah selesai ditulis. Lebih dari itu, kami juga sepakat jika Beliau harus meninggalkan dunia ini sebelum penulisan selesai, saya yang akan menyelesaikan penulisan buku ini. Skenario terakhir ternyata menjadi kenyataan. Beberapa hari setelah kepergian Beliau, istrinya Helen meminta saya untuk mengambil file-file naskah buku dari komputernya. File-file Microsoft Word Beliau mengandung cukup catatan untuk sebuah buku lengkap, meskipun masih ada beberapa hal lain yang ingin dikatakannya. Beberapa bulan sebelumnya, dengan nada serius saya memberitahu Beliau bahwa barangkali Beliau punya cukup material di benaknya untuk sebuah buku setebal 2000 halaman. Beliau tertawa, begitu pula saya. Kemudian dalam kata-kata yang nyaris profetik, Beliau mengatakan bahwa ada waktunya untuk berhenti menulis. Beberapa catatan terakhirnya cukup singkat, beberapa yang lain agak panjang, ada juga yang sedang, dan ini berarti saya tidak dapat menghindar dari melakukan cukup banyak penulisan. Saya dengan rasa takut tetapi penuh sukacita, dalam urutan itu, menerima tantangan untuk menyelesaikan penulisan buku meskipun menyadari ketidakmampuan saya untuk tugas tersebut. Seringkali saya bertanya-tanya apakah saya telah mengungkapkan wawasannya menurut cara yang diinginkan Beliau. Menilai dari proyek-proyek penerbitan yang sebelumnya, saya yakin jika Beliau masih ada, Beliau pasti akan memberikan material tambahan kepada naskah buku sebelum diserahkan kepada penerbit. Meskipun demikian, saya percaya di mata Yahweh, Allah dan Bapa kita yang pengasih, catatan Eric Chang dalam arti yang sebenarnya memang telah “selesai” ketika diserahkan kepada saya, karena waktu Allah dalam kehidupan dan kematian seseorang akan mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Pendeta Eric sebenarnya ingin menuliskan beberapa hal lain, tetapi apa yang sudah Beliau katakan dalam buku ini (dan buku yang sebelumnya, The Only True God) sudah lebih dari cukup untuk melepaskan Beliau dari tanggung jawab duniawinya untuk memberitakan Yahweh sebagai satu-satunya Allah yang benar, dan menyerahkan tanggung jawab tersebut kepada para pembacanya. Dalam kedua buku ini kita melihat komitmen Beliau kepada kebenaran, ketundukan Beliau PRAKATA 3 kepada otoritas Kitab Suci, keprihatinan pastoral Beliau kepada gereja, dan cinta kasih Beliau kepada Allah dan Anak-Nya Yesus Kristus. Eric Chang, guru dan mentor yang kukasihi, ingin membatalkan pengajaran trinitaris yang telah disebarluaskan selama bertahun-tahun melalui kaset-kaset, buku-buku, majalah-majalah, dan terutamanya sesisesi pelatihan yang Beliau berikan kepada mereka yang mempersiapkan diri untuk pelayanan purna waktu. Peran saya dalam buku ini Bukanlah hal yang tidak biasa untuk sebuah buku diselesaikan oleh orang lain setelah kepergian penulis aslinya. Sebagai contoh, buku Theology of the New Testament ditulis oleh almarhum Georg Strecker dan “diedit dan diselesaikan” oleh Friedrich Wilhelm Horn. Demikian juga saya menyatakan di halaman-halaman sampul bahwa Eric H.H. Chang adalah penulis tunggal dari buku ini, dan buku ini telah “diedit dan diselesaikan” oleh orang lain. Namun, nama saya didaftarkan sebagai penulis kedua dalam registrasi ISBN karena saya menyumbangkan 30% dari isi buku dari segi informasi, dan 65% dari komposisinya dari segi gaya tulis. Meski begitu, hampir separuh dari 30% itu bersifat derivatif karena didasarkan pada catatan Eric Chang dan buku yang sebelumnya, The Only True God. Saya melakukan pengeditan, penyusunan, dan komposisi, dan menambahkan catatan kaki dan material latar belakang. Saya menulis separuh dari bab 2 (mis. triteisme) dan separuh dari bab 3 (mis. Filo), plus beberapa bagian dalam bab-bab lain (mis. anti-Semitisme di bab 8). Atas undangan Pendeta Eric, Lampiran 10 disumbangkan oleh Agnes Lim dan Lee Sen Siow (banyak terima kasih kepada mereka atas pekerjaannya yang baik dan teliti). Dalam buku ini saya berusaha untuk memakai gaya penulisan sederhana. Sejalan dengan kebanyakan buku modern, saya mengabaikan semua perbedaan sastra antara tanda petik ganda dan tanda petik tunggal kecuali untuk petikan bersarang. Dan saya tidak ragu-ragu untuk menggunakan kontraksi. Kedengaran seperti sebuah klise untuk mengatakan bahwa sayalah yang bertanggung jawab atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada dalam buku ini, tetapi dalam kasus ini tanggung jawab tersebut sangat nyata dan memang terletak pada saya. 4 THE ONLY PERFECT MAN Saya dapat dihubungi di [email protected]. Jika saya menerima banyak pertanyaan atau komentar yang serupa, saya mungkin akan membahasnya secara berkelompok daripada sendiri-sendiri. Seorang yang mengejar hati Allah Buku ini ditulis dengan hati gembala oleh seorang abdi Allah. Meskipun menerima pendidikan Alkitab dari pelbagai institusi pendidikan (Bible Training Institute, London Bible College, University of London), Pendeta Eric bukanlah teolog menara gading, tetapi seorang abdi Allah sejati yang mengikuti Allah dengan segenap jiwa raganya, dan bahkan telah mengalami mukjizat-mukjizat apostolik, sebagaimana dikisahkan dalam buku kesaksiannya, Bagaimana Aku Mengenal Allah. Pada tahun 1997, istri saya Sylvia dan saya sempat menghabiskan satu bulan di Israel bersama Beliau dan beberapa rekan yang lain, dan di sana saya sangat terkesan dengan ungkapan kasihnya yang nyata kepada orang Yahudi, Kristen, dan Muslim (terutamanya seorang yang bernama Ali Hussein dari Kairo). Doa saya adalah supaya Anda, pembaca yang budiman, akan diberkati oleh buku ini, dan supaya kemuliaan Allah Yahweh akan bersinar melalui Anda dalam Yesus sang Mesias, membawa kehidupan dan cahaya kepada orang-orang di sekitar Anda. Kiranya Yahweh Bapa kita yang pengasih berkenan menggunakan buku ini untuk memberi wawasan tentang DiriNya dan Nama-Nya yang dahsyat, dan Yesus Kristus, Anak Allah dan satu-satunya manusia sempurna yang pernah hidup. Bentley Chan Montreal, Kanada Juli 1, 2014 Ada halaman sumber untuk buku ini di www.christiandc.org Klik “Monotheism” di menu atas Halaman ini berisi item yang terkait dengan The Only Perfect Man seperti artikel tambahan, sebuah erata, sebuah lagu dll. Ucapan Terima Kasih Khusus kepada: Helen Chang untuk dukungan dan dorongan dan persahabatan Anda, Sylvia untuk cinta dan dukungannya selama beberapa dekade terakhir dan umpan balik yang rinci atas naskah buku, Agnes dan Lee Sen untuk penelitian kalian yang teliti atas arti dari “dalam Kristus”, Chris untuk nasihat Anda atas segala hal yang teknis selama bertahuntahun, Semua penilik regional untuk bantuan, umpan balik, persahabatan, dan kepemimpinannya. Robert, seorang saudara berkebangsaan Kanada, dan Debbie, seorang saudari Amerika, karena telah menjadi alat di tangan Allah yang membawa saya untuk mengenal Dia, Semua rekan kerja yang menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Mandarin, Thai, Indonesia, dan bahasa lainnya dikemudian hari, untuk usaha kasihmu yang tak kenal lelah, Sir Tim Berners-Lee, pencipta World Wide Web, karena telah membuka kemungkinan untuk menyebarluaskan kebenaran tanpa kekhawatiran akan penindasan. Bentley Kata Pengantar Buku ini, The Only Perfect Man, merupakan lanjutan dan juga pasangan kepada buku saya yang sebelumnya, The Only True God. 1 Supaya mudah, kedua buku ini akan kadang-kadang disebut sebagai TOPM dan TOTG. Selain memiliki judul yang jelas simetris, ada beberapa pokok kesamaan— dan perbedaan—yang mengaitkan kedua buku ini. Pertama, TOTG dan TOPM ditulis dari perspektif monoteisme Biblika, bukan trinitarianisme. Penelitian terhadap Kitab Suci telah memimpin kami kepada simpulan yang solid bahwa hanya ada satu Allah, dan Ia adalah Pribadi tunggal, dan nama-Nya adalah Yahweh, dan Ia adalah Bapa kepada Yesus Kristus. Kami juga berkeyakinan Kitab Suci mengajarkan bahwa Yesus adalah Anak Allah, Yesus bukan Allah Anak, Yesus bukan Allah, Yesus adalah gambar Allah yang sempurna, Yesus melaksanakan segala kewenangan Allah sebagai wakil mutlak Allah. Kedua, sementara buku yang pertama (TOTG) berpusat pada Yahweh satu-satunya Allah yang benar, buku yang kedua (TOPM) berpusat pada Yesus Kristus, Anak Allah dan satu-satunya manusia sempurna yang pernah hidup. Ketiga, TOTG dan TOPM terhubung—dan begitu juga Yahweh dan Yesus terhubung—oleh kebenaran Biblika bahwa Yahweh, satu-satunya Allah yang benar, telah datang ke dunia ini dengan berdiam di dalam manusia Yesus ketika Yesus dilahirkan ke dalam dunia. (Ini bertentangan dengan kepercayaan trinitarian bahwa pribadi kedua yang pra-eksisten dari keallahan tritunggal mengambil eksistensi manusia sebagai Yesus Kristus melalui inkarnasi, dan karenanya Yesus memiliki keduanya natur ilahi dan natur manusia.) Prolog Yohanes (1:1-18) menyatakan bahwa Allah, yang adalah Firman, datang ke dalam dunia untuk berdiam dalam Yesus. Ayat 14 (“Firman itu sudah menjadi daging dan bertabernakel /berkemah di antara kita”) menyatakan bahwa tubuh Yesus adalah bait tempat Allah berdiam (harfiah, “bertabernakel/berkemah”). Yesus berbicara tentang tubuhnya sebagai bait Allah (Yoh.2:19). Ini dijelaskan dengan lebih rinci di bab 3 dari buku ini. Chang, Eric H.H., The Only True God: Sebuah Kajian Monoteisme Alkitabiah, Borobudur Publishing, Semarang, 2011, ISBN 978-979-25-2709-4, Perpustakaan Nasional. Edisi PDF tersedia di http://www.christiandc.org. 1 8 THE ONLY PERFECT MAN Keempat, karena TOPM adalah lanjutan kepada TOTG, ada yang mungkin berpikir bahwa buku yang sebelumnya harus dibaca terlebih dulu sebelum memulai buku ini. Tidak demikian halnya. TOPM adalah buku mandiri yang dapat dibaca independen dari TOTG. Jika Anda berniat untuk membaca kedua buku, Anda dapat membacanya dalam urutan apa pun. Demi mereka yang belum membaca TOTG, atau belum habis membacanya, atau yang telah melupakan isinya, dalam buku ini saya akan sekali-sekali merujuk kepada halaman-halaman atau bab-bab tertentu dari buku tersebut untuk memberikan informasi latar belakang. Anda dapat merujuk kepada edisi tercetak dari TOTG atau edisi PDF yang tersedia di http://www.christiandc.org. Semua nomor halaman TOTG yang dikutip dalam buku ini berasal dari TOTG edisi tercetak, bukan edisi tercetak. Jika ada ayat Kitab Suci tertentu yang penting dan relevan tetapi tidak dibahas di TOPM, atau tidak dibahas secara rinci, bisa jadi ayat tersebut sudah dibahas di TOTG. Kelima, ada pengulangan yang cukup besar dari TOTG ke dalam TOPM, karena pembahasan monoteisme Biblika dalam TOTG akan dilanjutkan di bagian awal dari TOPM. Ini diperlukan untuk membuka hambatan-hambatan trinitaris yang menghalangi pemahaman kita akan Yesus sebagai satu-satunya manusia sempurna. Catatan: • Kadang-kadang saya akan menyatakan bahwa bagian tertentu dapat dilewatkan karena sifatnya yang teknis. Ini berarti bagian tersebut dapat dilewatkan tanpa mengganggu aliran pembacaan. • Kebanyakan catatan kaki dapat dilewatkan meski ada beberapa yang memberikan informasi eksegetis yang berguna. Lampiran juga bisa dilewatkan, walaupun yang terakhir mengandung informasi berguna. • Jika Anda menemukan sebuah paragraf atau bagian yang Anda rasa terlalu teknis atau rinci, Anda bisa melewatkannya. • HALOT mengacu pada Hebrew and Aramaic Lexicon of the Old Testament. • BDAG mengacu pada A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Early Christian Literature (Bauer, Danker, Arndt, Gingrich). Semua kutipan BDAG diambil dari edisi ke-3; kutipan-kutipan tersebut dapat ditemukan di edisi ke-2 juga, walaupun kadang-kadang di bagian yang berbeda. Pernyataan Iman: Bagaimana Saya Memandang Firman Allah Dalam studi tentang Yesus sebagai satu-satunya Manusia Sempurna ini, adalah wajar jika para pembaca diberi pemahaman yang jelas tentang bagaimana penulis memandang Alkitab secara keseluruhan dan Perjanjian Baru secara khusus. Banyak buku telah ditulis tentang Alkitab tetapi para penulis jarang menjelaskan bagaimana persisnya mereka memandang Alkitab. Apakah bagi mereka Alkitab itu sebuah dokumen religius yang berharga untuk studi kebudayaan kuno? Apakah Alkitab itu sebuah koleksi dokumendokumen kuno yang mencakup suatu periode selama beberapa milenia yang berharga untuk mendapatkan suatu wawasan tentang bangsa-bangsa Timur Dekat kuno, khususnya bangsa Israel? Apakah Alkitab juga dipelajari untuk memahami pengaruhnya yang begitu besar terhadap peradaban barat? Namun sebagai sebuah dokumen agama, sejarah dan kebudayaan kuno, otoritas apa yang dimiliki Alkitab terhadap kita dan iman kita hari ini? Sebuah pandangan terhadap Alkitab yang tidak mempertimbangkan otoritasnya tentu saja terbatas pada kepentingan akademis semata, dan tidak memiliki pengaruh apa pun terhadap iman dan cara hidup kita. Saya ingin menyatakan dengan jelas dari awal bahwa ini bukanlah cara saya memandang Alkitab. Sebaliknya saya memandang Alkitab sebagai Firman dari Allah. Saya tidak bermaksud bahwa saya memandang Alkitab sebagai sebuah pendiktean ilahi yang diberikan kepada para penulisnya, yang selama proses pendiktean berfungsi seperti robot atau mesin rekaman sementara pikiran mereka berada dalam keadaan pasif. Sebaliknya, saya percaya bahwa setiap penulis Kitab Suci dapat digambarkan sebagai seorang pengkhotbah atau seorang nabi yang telah diberikan sebuah pesan dari Allah, yang kemudian mengungkapkan kembali pesan ilahi tersebut dari hati dan pikirannya sendiri sesuai dengan kepribadian dan karakternya. Ini terbukti dari fakta bahwa kitab-kitab dalam Alkitab, termasuk surat-surat Perjanjian Baru, memiliki gaya bahasa dari masing-masing 10 THE ONLY PERFECT MAN penulis dan bahkan kemampuan bahasa mereka. Sebagai contoh, rasul Yakobus (atau sekretarisnya) dikenal memiliki standar bahasa Yunani yang tinggi, berbeda dengan Yunani “kasar” dari kitab Wahyu. Tidak mungkin akan ada variasi gaya bahasa semacam ini jika isi surat diberikan kepada para penulis kata demi kata melalui pendiktean ilahi. Sebagai orang yang telah memberitakan banyak khotbah dalam hidup saya, saya punya secercah pemahaman akan apa yang dimaksudkan nabi Yeremia ketika dia mengatakan bahwa pesan yang dia terima dari Yahweh itu seperti api yang menyala-nyala terkurung dalam tulang-tulangnya (Yer.20:9). Ini bukanlah sebuah pernyataan yang akan keluar dari mulut seorang “stenograf” Firman Allah yang pasif. Seorang abdi Allah yang mengajar saya Firman Allah Saya memandang Alkitab sebagai Firman Allah, bukan karena kesetiaan kepada kredo denominasi tertentu, tetapi karena sejak hari pertama saya mengalami Allah, saya telah mengenal-Nya sebagai “Allah yang hidup” (istilah yang dipakai dalam Perjanjian Lama dan Baru). Hari penting itu terjadi enam dekade yang lalu pada Natal 1953, di China yang baru dibebaskan, ketika saya mempertimbangkan sebuah undangan makan di rumah seseorang. Saya agak ragu-ragu untuk pergi ke rumah orang Kristen karena saya menganggap diri saya, jika bukan ateis, setidaknya seorang agnostik. Setelah lama ragu-ragu, saya akhirnya tiba terlambat di rumah tersebut hanya untuk melihat bahwa kebanyakan tamu yang datang sudah pergi. Hanya tinggal dua orang: seorang pria, sedikit di bawah 40 tahun, dengan wajah yang lembut, tampan dan halus, dan seorang wanita paruh baya dengan rambut yang mulai memutih yang mengundang saya itu, yang rumahnya dipakai untuk mengadakan pesta Natal yang kecil itu. Saya tidak akan menceritakan peristiwa-peristiwa lain yang terjadi pada sore itu (waktu itu sang wanita lebih banyak diam, dan pria yang lebih muda itu, Henry Choi, berbicara kepada saya tentang Allah dan Yesus) kecuali untuk mengatakan bahwa sebelum hari itu berakhir, saya telah mengalami “perjumpaan di jalan menuju Damsyik” saya sendiri, sebagaimana perjumpaan Paulus dengan Yesus di Kisah Para Rasul 9 sering disebut. 2 Pengalaman ini telah diceritakan dalam sebuah buku kecil, Bagaimana Aku Mengenal Allah, terbitan Cahaya Pengharapan Ministries 2006. 2 BAGAIMANA SAYA MEMANDANG FIRMAN ALLAH 11 Dalam waktu satu tahun dari pengalaman yang mengubah hidup saya itu, Henry, yang telah menjadi guru Alkitab saya (khususnya Injil Yohanes yang dia sampaikan dengan cara yang sangat hidup, yang belum pernah saya dengarkan dari siapa pun), ditangkap di luar rumahnya pada suatu malam dan tidak pernah dilihat lagi. Sepengetahuan temantemannya, Henry tidak pernah terlibat dalam politik atau pernah mengungkapkan minat terhadap politik. Tentu saja ini adalah seorang abdi Allah yang dapat disebut “berkobarkobar untuk Allah dan Kristus-Nya”. Henry berprofesi sebagai ahli kimia, dan dia memakai uang penghasilan dari pekerjaannya untuk membiayai kegiatan penginjilannya di kampung-kampung pinggiran di sekitar kota Shanghai. Apakah karena ini dia ditangkap? Di sisi alam yang fana ini, kita tidak akan pernah tahu. Mendengarkan suara Allah dalam Firman Allah: Perintah yang pertama dan yang terutama Mempelajari Alkitab bukanlah seperti mempelajari subjek-subjek yang lain karena Alkitab pada intinya bukan sebuah karya tentang sejarah, geografi atau sastra, tetapi adalah yang pertama dan terutama firman dari Allah. Kadang-kadang Allah berbicara melalui latar sejarah atau geografi, tetapi kita tidak bisa mempelajari Alkitab seperti kita mempelajari sejarah atau sastra atau subjek lain jikalau tujuan kita adalah untuk mendengarkan suara Allah dalam firman Allah. Namun jika mendengarkan suara Allah bukan tujuan kita yang utama, tentu saja kita dapat mempelajari Alkitab sebagai sebuah subjek akademis. Jika demikian, apa yang harus kita lakukan untuk mendengarkan suara Allah apabila kita membaca firman-Nya? Kita harus memulai dari awal, yaitu perintah Allah yang pertama, yang pentingnya diungkapkan oleh seorang ahli Taurat ketika dia bertanya kepada Yesus, “Perintah manakah yang paling utama?” Jawab Yesus, Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Perintah yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini. (Markus 12:29-31) 12 THE ONLY PERFECT MAN Apabila kita memenuhi dua perintah besar ini—mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia—kita akan mulai mendengarkan suara Allah dari Alkitab. Apa yang sebelumnya dianggap hanya sebagai cerita, peristiwa bersejarah, lagu, sajak, dan pepatah, sekarang menjadi saluran komunikasi Allah kepada kita. Apa yang sebelumnya dianggap sebagai tulisan-tulisan kuno yang telah kehilangan relevansinya kepada kita hari ini, sekarang menjadi kata-kata hidup yang berbicara kepada hati kita. Allah yang kita baca di dalam Alkitab sekarang menjadi Allah yang menjangkau pikiran kita yang paling dalam dengan firman-Nya. Sekarang kita mengerti mengapa Allah disebut “Allah yang hidup” baik di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru. Namun jika kita tidak memulai dengan perintah yang pertama, kita tidak akan mengenal Allah sebagai Allah yang hidup. Banyak orang Kristen menemukan diri mereka dalam keadaan sulit ini karena mereka tidak diajar untuk mengasihi Allah dengan seluruh jiwa raga mereka. Bagaimana kita dapat menyebut diri kita sebagai pengikut Yesus jika kita tidak memenuhi apa yang diajarkannya kepada kita? Akibat dari kegagalan ini terlihat jelas dalam kehidupan kita dan dalam jemaat. Beberapa pemimpin gereja memberitahu saya bahwa setelah melayani selama dua puluh atau tiga puluh tahun, mereka masih tidak memiliki kuasa rohani untuk memenuhi pekerjaan pelayanan mereka. Allah yang hidup hampir tidak terlihat di gereja masa kini karena perintah agung yang pertama ini telah dilalaikan. Sebagai trinitarian kita menolak monoteisme dari perintah pertama meskipun ia merupakan unsur sentral kepada kehidupan rohani umat Israel: Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. (Ul.6:45, “TUHAN” secara harfiah ialah “Yahweh”) Tidak pernah terlambat untuk kembali kepada Yahweh Allah kita. Jika kita kembali kepada perintah yang pertama, kita akan mengalami sebuah janji dari Allah: “Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang” (Yoel 2:25). Kemudian kita akan mengalami sukacita mengenal Dia yang disebut “Allah yang hidup”. BAGAIMANA SAYA MEMANDANG FIRMAN ALLAH 13 Pengalaman akan Allah sangat penting untuk memahami Firman Allah Alkitab dapat dipelajari dari perspektif linguistik, sejarah, atau transmisi tekstual, tetapi semua ini tidak mengungkapkan pesan hati Allah dalam firman-Nya. Saya masih mengingat sesuatu dari masa kuliah di London yang masih terukir dalam ingatan saya. Seorang profesor bahasa Ibrani sedang berdiskusi dengan saya suatu teks sulit dalam Alkitab Ibrani ketika dia berhenti sebentar dan berkata, “Barangkali Allah itu memang ada”. Saya terkejut mendengar pernyataannya itu. Saya menemukan kesulitan untuk memahami bagaimana seseorang bisa mengabdikan seluruh hidupnya untuk mempelajari Alkitab Ibrani tanpa mempercayai keberadaan dari Allah yang begitu sentral kepada Alkitab. Apakah ia hanya berminat untuk mempelajari kesusastraannya? Saya sedang mengamati teks yang dibahas ketika profesor saya mengucapkan kata-kata yang mengejutkan itu. Saya mengangkat kepala memandang dia, dan melihat dia sedang memandang mengarah ke surga ke arah langit-langit, sambil berbicara dalam perenungan yang dalam. Ia adalah seorang sarjana Alkitab yang terkenal yang telah menerbitkan banyak buku dan artikel atas topik-topik khusus mengenai Alkitab Ibrani. Jadi mengapa ia, pada saat khusus ini, tiba-tiba berhenti untuk memikirkan realitas Allah? Setelah beberapa menit merefleksi, ia kembali ke teks di depan kami, dan tidak lama kemudian sesi pun selesai. Namun peristiwa tersebut meninggalkan kesan yang mendalam pada saya. Di sini adalah seorang sarjana terpelajar yang terkenal dalam bidang penelitian Alkitab, tetapi ternyata belum memiliki kesimpulan yang tegas tentang keberadaan Allah. Ia bukanlah satu-satunya profesor di Fakultas “Divinity” yang meragukan keberadaan Allah. Beberapa profesor yang lain tidak percaya kepada Allah tampaknya karena mereka belum mengalami Dia sebagai sebuah realitas yang nyata. Bagaimanapun, mereka masih akan mengajarkan Perjanjian Lama dan Baru sebagai subjek-subjek akademis, dengan Allah sebagai salah satu topik. Fakta bahwa Kitab Suci diberikan melalui inspirasi ilahi bukanlah sesuatu yang mereka terima, karena mereka menganggap Alkitab sebagai produk tradisi manusia, dan menemukan dukungan untuk pandangan mereka dengan menunjuk kepada kesalahan-kesalahan manusia di halaman-halaman yang ada pada kita sekarang, termasuk perubahan pada teks-teks Alkitab yang dilakukan secara sengaja atau melalui kesalahan penyalinan. Dalam studi-studi akademis yang melelahkan ini, Allah menghilang. Adalah sebuah kenyataan bahwa banyak orang Kristen yang mempercayai Alkitab masuk 14 THE ONLY PERFECT MAN ke dalam studi teologi dengan tujuan untuk mempersiapkan diri untuk pelayanan, tetapi kehilangan visi dan kadang-kadang bahkan iman karena mereka juga kurang mengalami Allah sebagai “Allah yang hidup”. Bagaimana kita membaca Alkitab ditentukan oleh apakah kita sudah atau belum mengalami realitas Allah. Orang yang “mengenal” Allah akan “mendengarkan” suara-Nya dengan cara yang sangat berbeda dari orang yang tidak mengenal Allah. Apabila saya berbicara tentang mengenal Allah, saya memaksudkannya sebagaimana Paulus memaksudkannya ketika dia berkata, “aku tahu kepada siapa aku percaya” (2Tim.1:12). Banyak orang percaya kepada Allah dalam arti yang samar-samar, tetapi itu bukanlah pengganti untuk mengenal Allah. Iman apa pun yang tidak berakar pada pengalaman akan Allah akan segera menjadi picik, dogmatis, dan bermusuhan dengan mereka yang tidak memiliki pandangan yang sama. Namun mereka yang mengenal Allah tidak berperilaku seperti ini. Saya menyebutkan semua ini karena pentingnya hal-hal tersebut untuk memahami pesan dari buku ini, yang merupakan sebuah eksposisi atas Kitab Suci. Saya meyakini Alkitab sebagai Firman Allah bukan hanya sebagai satu pokok dogma pengakuan iman, tetapi sebagai kebenaran karena setelah menjalankan pengajarannya saya menemukan bahwa Alkitab memang seperti yang dijanjikannya. Sebagaimana Yesus katakan kepada sesama Yahudinya, “Siapa saja yang mau melakukan kehendakNya, ia akan tahu entah ajaranku ini berasal dari Allah, entah aku berkatakata dari diriku sendiri” (Yoh.7:17). Dan sesungguhnya saya telah menemukan bahwa firman Allah itu adalah kebenaran. Ini tidak berarti bahwa kesarjanaan dapat ditiadakan, atau teknik penelitian kata dan eksegesis yang tepat dapat dicampakkan. Kita dapat memastikan bahwa Allah tidak dimuliakan oleh pekerjaan tak bermutu dalam penelitian Alkitab, karena Allah adalah Allah kesempurnaan. Dan sekalipun kita belum mencapai tingkat keunggulan teknis yang tinggi, kita setidaknya tetap harus memberikan usaha yang terbaik dalam eksposisi firman-Nya. Pendahuluan Pertama, seperti yang dinyatakan dalam judul buku, The Only Perfect Man, Yesus yang Biblika adalah seorang manusia, seorang manusia nyata sama seperti setiap manusia di dunia ini. Ia bukanlah seorang “manusia ilahi” atau “Allah-manusia” seperti yang diasumsikan dalam trinitarianisme. Jika memang ada seseorang yang dapat disebut Allahmanusia, maka ia bukanlah seorang manusia nyata. “Manusia-manusia ilahi” atau “allah-allah” (bdk. “banyak ‘allah’”, 1Kor.8:5) banyak ditemukan dalam mitologi Yunani, dan familiar bagi umat Kristen nonYahudi yang hidup di tengah-tengah kebudayaan dan masyarakat penyembah berhala. Barnabas dan Saulus, dalam misi mereka kepada bangsa-bangsa lain, secara keliru dianggap sebagai dewa Zeus dan dewa Hermes (Kisah 14:12) ketika orang Likaonia bergegas keluar untuk menyembah mereka, bahkan mempersiapkan persembahan kurban untuk mereka. Namun Barnabas dan Paulus berseru, “Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini manusia biasa sama seperti kamu” (ay.15, bdk. BDAG, homoiopathÄ“, yang menetapkan arti “memiliki natur yang sama” bagi ayat ini). Yesus dari Perjanjian Baru adalah seorang manusia dengan natur yang sama seperti semua manusia lain (bdk. Elia, Yakobus 5:17). Karena ia memiliki natur yang sama seperti semua manusia lain, Yesus “sudah dicobai dalam segala hal, sama seperti kita sendiri; hanya ia tidak berbuat dosa!” (Ibr.4:15 BIS). Namun memiliki natur yang sama seperti kita tidak berarti ia itu sama seperti kita dalam segala hal. Ini membawa kita ke poin yang berikut. Kedua, manusia Yesus adalah sempurna. Kesempurnaannya itu bukanlah sesuatu yang datang kepadanya melalui “inkorporasi” ke dalam “Allah Anak” dari trinitarianisme, tetapi sesuatu yang dipelajarinya melalui penderitaan dan dicapai melalui hadirat Yahweh yang tinggal di dalam dia. Karena belum pernah ada satu orang pun yang tidak pernah berbuat dosa dalam sejarah selain dari Yesus, maka ia adalah seorang manusia luarbiasa, seorang manusia unik, seorang manusia agung, satu-satunya manusia yang telah mencapai zenit, atau titik tertinggi, dari tujuan abadi Yahweh bagi manusia. Untuk menekankan fakta yang menakjubkan ini, adalah pantas dalam beberapa konteks untuk menggunakan huruf besar “Manusia” untuk menunjukkan bahwa ia adalah manusia sejati tetapi di 16 THE ONLY PERFECT MAN waktu yang bersamaan bukan seorang manusia “biasa”, tetapi seorang yang telah mencapai kesempurnaan melalui anugerah dan kuasa Yahweh. Ketiga, Yesus adalah satu-satunya manusia sempurna yang pernah hidup. Di antara semua manusia yang pernah hidup sejak penciptaan dan kejatuhan Adam dan Hawa, “tidak seorang pun yang benar” (Rom.3:10). Namun ketika Yesus datang, akhirnya ada satu, tetapi hanya satu. Dalam beberapa terjemahan Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama), ada beberapa tokoh yang disebut sempurna, tetapi dalam kasus-kasus ini kata bahasa Ibraninya lebih pantas diterjemahkan sebagai “tidak bercela”, sebuah terjemahan yang terlihat di beberapa versi yang lain. Tidak ada manusia selain Yesus yang pernah mencapai kesempurnaan mutlak. Apa yang dicapai oleh beberapa orang benar di Perjanjian Lama bukanlah kesempurnaan mutlak, tetapi kesempurnaan relatif dibandingkan dengan manusia pada umumnya. Namun apabila berbicara tentang Yesus sebagai satu-satunya manusia sempurna, kita sedang berbicara tentang ketidakberdosaannya yang absolut, tentang sebuah kesempurnaan total tanpa tapi-tapian, tentang sebuah pencapaian yang benar-benar mengherankan. Tidak diragukan lagi Manusia Sempurna merupakan mukjizat paling besar yang pernah dilakukan Yahweh dalam Kristus, karena tidak seorang pun dapat mencapai kesempurnaan mutlak kecuali Yahweh memberdayakannya setiap saat dalam hidupnya. Hal ini dicapai oleh Yesus karena ia menjalani setiap saat dari kehidupan duniawinya dalam ketaatan total kepada Bapanya Yahweh. Keempat, karena kesempurnaannya, Yesus satu-satunya Manusia Sempurna yang ditinggikan ke tempat tertinggi kedua di alam semesta, selain Allah Sendiri. Yesus duduk di “sebelah kanan Allah”, yaitu tempat kedua setelah Yahweh dalam seluruh ciptaan. Allah telah menaklukkan segala sesuatu kepada dia, dan menyerahkan segala kuasa kepada dia. Dengan demikian, Yesus berfungsi sebagai wakil Allah yang terlihat, sehingga sub judul dari buku ini, “Kemuliaan Allah pada wajah Yesus Kristus” (2Kor.4:6). Siapa saja yang melihat wajah Yesus melihat kemuliaan Allah. Menulis dari perspektif medan perang Studi ini bukanlah karya dari seorang yang hidup dan bekerja di dunia akademis, meskipun akademisi bukan hal asing baginya, tetapi karya dari seorang pelayan gereja dan pemimpin sebuah persekutuan gereja yang cukup besar. Misi gereja universal adalah untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Yesus kepada murid-muridnya, bahwa “Injil Kerajaan ini PENDAHULUAN 17 akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa” (Mat.24:14). Memajukan kerajaan Allah di dunia yang dikuasai oleh kekuatan besar yang memusuhi Dia, berarti misi kita bukanlah sebuah walkover (kemenangan yang mudah) tetapi sebuah pertarungan sengit (2Tim.4:7). Perjuangan ini bukan semata-mata semacam majas yang dikutip dari bahasa pertandingan atletik seperti yang sering ada di Korintus, tetapi dapat dilihat dari penderitaan nyata dan bahaya maut yang sering dihadapi Paulus (2Kor.11:23f). Ini berarti buku ini ditulis dari sudut pandang medan perang daripada aula-aula akademisi terpoles. Ini juga berarti subjek dalam buku ini tidak dapat dipelajari dengan semacam detasemen akademis yang dilakukan oleh beberapa sarjana, melainkan dengan subjektivitas keterlibatan pribadi di dalam sebuah pertempuran “sampai mati” (Why.2:10; Mat.24:13; Mrk.13:13). Keterlibatan pribadi seringkali membangkitkan intensitas dan ungkapan berapi-api yang jauh berbeda dari pernyataanpernyataan dingin dan tidak memihak yang dibuat oleh para sarjana yang memandang dari jauh. Pertimbangkan kemarahan Yesus ketika ia membuat cambuk untuk mengusir para pedagang dan penukar uang dari Bait Allah (Yoh.2:15). Dalam kenyataannya, sedikit orang yang benar-benar terpisah atau terlepas dari isu-isu penting yang dibahas dalam studi ini, karena tidak banyak hal yang melibatkan perasaan hati dibanding hal-hal menyangkut iman yang dibahas di sini. Meskipun demikian, apabila menafsirkan ayat-ayat Kitab Suci, penting untuk memiliki objektivitas yang memperlengkapi kita untuk mempelajarinya dengan teliti dan saksama, dan dengan segala kompetensi akademik yang kita miliki, tanpa membiarkan prasangka doktrinal kita mendistorsi pemahaman kita akan pesan Kitab Suci bagi kita. Kapitalisasi Dalam karya ini istilah “Alkitab” dan “Kitab Suci” dan “Kitab-kitab Suci” ditulis dalam huruf besar, demikian pula kata-kata sifat yang sepadan seperti “Biblika” dan “Alkitabiah”, bukan karena “bibliolatri” (penyembahan terhadap Alkitab) tetapi untuk menekankan bahwa Kitabkitab Suci (PL dan PB), sebagai firman Allah adalah otoritas yang final dan absolut bagi iman dan doktrin kita. Kegagalan untuk mengikuti prinsip rohani yang pokok ini telah mengakibatkan kejatuhan gereja ke dalam kesalahan fatal. 18 THE ONLY PERFECT MAN Hanya pronomina (kata ganti) yang mengacu kepada Yahweh dikapitalisasi, bukan saja dari rasa hormat, tetapi juga untuk membedakan referensi kepada-Nya dari referensi pronomina kepada yang lain dalam kalimat yang sama. Sebagai contoh, kalimat yang berikut agak sulit untuk dimengerti. Sebab dalam menaklukkan segala sesuatu kepada-Nya, tidak ada suatu pun yang Ia kecualikan, yang tidak takluk kepada-Nya. Tetapi sekarang ini kita belum melihat segala sesuatu ditaklukkan kepadaNya. (Ibr.2:8) Dengan mengkapitalisasikan kata “ia” yang mengacu kepada Yahweh saja, dengan semua pronomina lain mengacu pada Yesus, artinya menjadi jelas: Sebab dalam menaklukkan segala sesuatu kepadanya, tidak ada suatu pun yang Ia kecualikan, yang tidak takluk kepadanya. Tetapi sekarang ini kita belum melihat segala sesuatu ditaklukkan kepadanya. Atas topik yang sama, yaitu penaklukan segala sesuatu kepada Kristus, Paulus berkata: Sebab Dia telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki-Nya. Namun, ketika Dia mengatakan bahwa segala sesuatu telah ditaklukkan, jelaslah bahwa hal itu tidak termasuk Dia yang telah menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya. (ILT) Makna dari ayat ini menjadi lebih jelas jika kita mengkapitalisasikan kata “dia” yang mengacu kepada Allah Yahweh saja: Sebab Dia telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kakinya. Namun, ketika Dia mengatakan bahwa segala sesuatu telah ditaklukkan, jelaslah bahwa hal itu tidak termasuk Dia yang telah menaklukkan segala sesuatu kepada dirinya. (ILT) Bahkan, demi kejelasan, versi NIV malah menafsirkan kalimat itu daripada sekadar menerjemahkannya, dengan memasukkan kata “Allah” dan “Kristus” ke dalam pernyataan Paulus: “hal itu tidak termasuk Allah sendiri, yang telah menaklukkan segala sesuatu kepada Kristus”. PENDAHULUAN 19 Hal yang sangat penting: Prosedur Studi tentang bagaimana trinitarianisme berkembang akan menunjukkan bahwa hal ini dimulai dengan penyembahan terhadap Yesus oleh umat non-Yahudi. Kenyataan bahwa umat non-Yahudi awal memiliki kecenderungan untuk menyembah manusia-manusia ilahi dapat dilihat dari penyembahan terhadap Barnabas sebagai Zeus dan Paulus sebagai Hermes (Kis.14:12). Penyembahan kepada Yesus sebagai Allah oleh umat trinitarian tidak didasarkan pada pengajaran Kitab Suci. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau Pengakuan Iman Nicea dan beberapa kredo “Kristen” dari abad-abad awal, tidak mengutip satu pun ayat Kitab Suci untuk mendukung pernyataan-pernyataan dogmatik mereka. Singkat kata, ini adalah kredo-kredo buatan manusia yang didasari oleh otoritas manusia, bukan otoritas Kitab Suci, yakni Firman Allah. Bahkan tidak ada upaya dilakukan untuk menutupi fakta ini. Pemimpin-pemimpin gereja itu, yang disebut “bapa-bapa” dan “uskup-uskup”, meninggikan diri mereka sebagai otoritas yang ditunjuk Allah, dipenuhi kekuasaan tertinggi untuk membuat keputusan-keputusan yang mengikat atas doktrin dan melemparkan anathema (kutuk) ke atas mereka yang berbeda pendapat. Hanya di era Reformasi yang menolak otoritas gereja Katolik, dan menerima prinsip sola Scriptura (hanya Alkitab) sebagai dasar bagi doktrin gereja, baru terjadi suatu perubahan dalam “prosedur” tentang bagaimana doktrin dan praktik gereja harus dinilai. Namun masalah dengan gereja Protestan yang muncul dari Reformasi adalah hampir keseluruhan kredo gereja Katolik diadopsi. Sebagai akibatnya, Gereja Katolik Roma dan gereja-gereja Protestan tidak memiliki perbedaan fundamental dalam teologi, terutama teologi trinitaris. Di Gereja Katolik dan gereja-gereja Protestan, kapan saja ada usaha yang sungguh-sungguh untuk mengevaluasi doktrin berdasarkan hanya pada Kitab Suci, akan menimbulkan kewaspadaan dan kecemasan. Dalam kenyataannya, prinsip sola Scriptura adalah sebuah alat yang dimanfaatkan oleh gerejagereja ini untuk menyesuaikan Kitab Suci dengan dogma mereka, termasuk trinitarianisme. Secara prosedural, mereka memulai dengan trinitarianisme dan bukan dengan Kitab Suci. Kita akan meneliti usahausaha ini dalam studi ini. 20 THE ONLY PERFECT MAN Bagaimana mungkin para trinitarian dapat membaca Kitab Suci selain melalui satu-satunya perspektif yang diketahui mereka? Mengingat bahwa kita bahkan tidak dapat dibaptis tanpa mengakui kredo-kredo gereja, bagaimana mungkin kita semua yang berlatar belakang trinitarian dapat membaca Alkitab tanpa mendekatinya dengan kacamata trinitaris, satu-satunya perspektif yang kita ketahui? Bagaimana mungkin kita dapat membaca Alkitab dalam “kemurnian asli”-nya jika dari awal kita dituntut untuk membacanya melalui prisma kredo-kredo dari abad keempat dan kelima? Kredo-kredo ini dirumus tanpa secara eksplisit mengutip Kitab Suci (yang otoritasnya digantikan oleh pemimpin-pemimpin gereja yang mengarang kredo-kredo itu), dan menuntut semua orang Kristen untuk mempercayai suatu Godhead dalam tiga-pribadi. Godhead adalah kata aneh yang sulit dipahami. Dalam kenyataannya, tidak ada orang lain yang memahaminya juga. Dari awal kita telah diajarkan bahwa Allah Anak, pribadi kedua dari “triune Godhead” (Allah Trinitas), berinkarnasi sebagai manusia Yesus Kristus. Banyak orang Kristen memulai kehidupan Kristen mereka di bawah asuhan gereja-gereja tempat mereka bergabung, tempat mereka mengambil bagian dalam pelbagai kegiatan dan terlibat dalam pelbagai bentuk penyembahan. Banyak orang Kristen, khususnya Katolik, bahkan tidak memiliki Alkitab, apalagi membacanya, meskipun setelah bertahuntahun menjadi Kristen. Bagi mereka gereja merupakan satu-satunya otoritas rohani. Bahkan di antara umat Protestan injili yang menjunjung tinggi Alkitab sebagai Firman Allah dan otoritas tertinggi dalam segala perkara yang berkaitan dengan iman, kenyataannya adalah mereka datang kepada Kitab Suci sebagai trinitarian, dan tidak tahu bagaimana membaca Alkitab selain dari cara trinitaris yang telah diajarkan kepada mereka dari awal. Itulah cara saya membaca Alkitab untuk sebagian besar kehidupan Kristen saya, mulai dari usia 19 dan melewati 70. Ketika saya menginjili orang non-Kristen, memimpin pedalaman Alkitab, atau melatih pemimpin-pemimpin masa depan, entah mengapa saya akan merasa terdesak untuk menanamkan kesan kepada para pendengar bahwa Yesus adalah Allah. Bagaimana mungkin kita dapat membaca Alkitab dan membiarkannya berbicara sendiri jika kita memiliki kebiasaan memaksakan ide-ide yang telah tertanam sebelumnya ke atasnya? Pola pikir trinitaris saya juga mempengaruhi cara saya membaca Perjanjian Lama. Ini diperumit oleh kenyataan bahwa Perjanjian Lama PENDAHULUAN 21 tidak memiliki jejak atau bukti akan keberadaan pribadi yang disebut “Allah Anak”, tokoh utama dari iman trinitarian. Masalah ini ditangani, setidaknya secara psikologis, dengan mengasumsikan bahwa kebanyakan dari kata “Tuhan” (dihurufbesarkan menjadi “TUHAN”) mengacu kepada Yesus dalam pra-eksistensinya. Namun jika “TUHAN” mengacu pada Yesus, di mana tempat Bapa dalam Perjanjian Lama? Pemakaian istilah-istilah Biblika yang tepat Karena doktrin trinitarian telah mengubah arti dan isi dari istilah-istilah kunci dalam Alkitab, penting untuk kita menjelaskan arti dari istilahistilah tersebut dari awal, kalau tidak, mustahil kita memahami pesan Alkitab. Kita akan melihat istilah-istilah berikut: Allah, Tu[h]an (Lord), Bapa, Yesus, Anak Allah. Istilah-istilah tersebut akan dibahas secara singkat, sambil menyoroti titik-titik penyimpangan di antara arti Biblika dan arti trinitaris dari istilah-istilah ini. Allah Dari awal kita perlu mempertimbangkan tokoh sentral dari Alkitab: Allah. Dengan “Allah”, trinitarian mengartikannya “Trinitas”—suatu Allah yang terdiri dari tiga pribadi yang berbagi satu “substansi”. Akan tetapi konsep substansi ilahi (yang berasal dari pemikiran Yunani dan kepercayaan politeistik), maupun Allah tripartit yaitu tiga pribadi berbagi satu substansi, tidak eksis dalam Alkitab. Satu-satunya Allah di dalam Alkitab disebut “Yahweh”, sebuah nama yang muncul hampir 7,000 kali dalam Kitab Suci. Sebaliknya, Allah umat trinitarian tidak memiliki nama sama sekali! Meskipun ada beberapa trinitarian yang menyamakan Yahweh dengan Allah Bapa, kenyataannya tetap bahwa “Allah Bapa” ini hanya merupakan salah satu dari tiga pribadi dalam “ke-Allahan” trinitaris. Para trinitarian secara universal mengakui (silakan periksa kamus Alkitab dan teologi sistematis apa saja) bahwa kata “trinitas” tidak eksis di dalam Alkitab. Bagaimanapun, “trinitas” bukanlah nama Allah tetapi sebuah istilah deskriptif untuk Allah tripartit yang tidak eksis (dalam arti tidak ditemukan dalam Kitab Suci). Sifat tripartit dari doktrin ini telah menimbulkan suatu situasi, yaitu beberapa orang Kristen berdoa kepada Bapa, yang lain berdoa kepada Yesus, dan ada juga, khususnya mereka yang dari golongan karismatik, yang berdoa kepada Roh. Namun Yahweh itu satu Pribadi, bukan tiga, dan Ia jelas-jelas memiliki sebuah nama. Namun untuk semua maksud dan tujuan, Nama itu telah dilenyapkan dari Kekristenan. Kebanyakan orang Kristen tidak tahu siapa Yahweh itu, meskipun mereka barangkali pernah mendengar kata “Jehovah”, bentuk yang kurang tepat dari Nama itu, yang mereka kaitkan dengan sekte yang disebut Saksi-saksi Yehuwa, yang PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT 23 meninggalkan kesan negatif terhadap nama “Jehovah” dan secara tidak langsung “Yahweh”. Nama Yahweh telah dilempar keluar (kecuali di akademisi), meskipun ia muncul pada hampir setiap halaman dalam Alkitab Ibrani (yang disebut orang Kristen “Perjanjian Lama”)—rata-rata enam atau tujuh kali per halaman. Baik Perjanjian Baru, maupun Perjanjian Lama, secara ketat bersifat monoteistis, sebuah fakta yang diketahui oleh semua sarjana Perjanjian Baru. Namun karena monoteisme ketat tidak sesuai dengan trinitarianisme, para trinitarian berusaha berkelit dengan mengubah arti “Allah” sehingga Allah menjadi “satu substansi” atau “satu natur”, bukan lagi “satu Pribadi”, meskipun tidak ada istilah “satu substansi” dalam Alkitab. Penghapusan Nama Yahweh Penghilangan nama pribadi Allah, Yahweh, bermula dengan umat Yahudi pasca-pembuangan (mereka yang hidup setelah kembali dari pembuangan ke Babilonia) yang merasa lebih khidmat untuk mengacu kepada Yahweh bukan sebagai Yahweh tetapi sebagai Adonai (Ibrani untuk “Tuan” atau “Tuanku”). Lebih krusial lagi, praktik tidak menyebut nama “Yahweh” akhirnya tercermin dalam terjemahan Yunani dari Alkitab Ibrani. Terjemahan yang amat penting ini dikenal sebagai “Septuaginta” (kata Latin yang berarti “tujuh puluh”), yang sering diperpendek menjadi LXX, angka romawi untuk 70, karena menurut tradisi terjemahan ini dilakukan oleh 70 atau 72 penerjemah. LXX bukanlah sebuah “terjemahan oleh komite” sebagaimana kita memahami istilah itu sekarang, tetapi sebuah koleksi dari terjemahan-terjemahan yang berbeda-beda yang dilakukan selama dua abad dan diselesaikan kirakira satu abad sebelum Kristus. Yang paling signifikan, LXX secara keliru menerjemahkan “Yahweh” sebagai kyrios, kata Yunani yang sepadan dengan Adonai (Tuan). 3 Kebanyakan Alkitab Inggris mengkapitalisasikan “Lord” menjadi “LORD” di mana kata dalam teks Ibrani adalah YHWH. Dalam sejarah Alkitab, ini merupakan kebiasaan tipografi yang modern, dan tidak diikuti oleh semua Alkitab Inggris (mis. Geneva Bible 1599, atau Orthodox Study Bible yang modern). Dalam buku ini, kami tidak merasa perlu untuk menulis “Lord” dalam huruf besar ketika mengutip dari Alkitab yang berbuat demikian. Dalam kebanyakan kasus, adalah lebih tepat untuk mengembalikan nama “Yahweh” atau menunjukkan kata Ibrani aslinya yaitu YHWH. Beberapa terjemahan Inggris mempertahankan “Yahweh” baik secara konsisten (NJB, WEB) atau secara parsial 3 24 THE ONLY PERFECT MAN Dengan kata lain, nama pribadi Allah yang unik, Yahweh, telah diganti dengan sebuah gelar deskriptif umum, “Tuan” (kyrios, kata Yunani yang sering dipakai untuk manusia). Meskipun terjemahan “Yahweh” ini keliru, umat Yahudi berbahasa Yunani tahu bahwa kyrios dalam banyak konteks mengacu kepada Yahweh, karena warisan religius yang diturunkan kepada mereka. Namun hal yang sama tidak dapat dikatakan untuk bangsa-bangsa non-Yahudi, karena kebanyakan dari mereka tidak tahu bahwa kyrios seringkali dipakai sebagai pengganti untuk “Yahweh”. Sebagai akibat dari ketidaktahuan bangsa non-Yahudi ini, dalam waktu tiga abad setelah zaman Yesus, gelar “Tuan” yang diterapkan kepada Allah digabungkan dengan gelar “Tuan” yang diterapkan untuk Yesus, yang saat itu dinyatakan sebagai “Allah Anak”, sebuah gelar trinitaris yang tidak ditemukan di mana pun dalam Kitab Suci. Pada awal pertengahan abad kedua, ketika gereja-gereja barat didominasi bangsabangsa lain, nama “Yahweh” secara praktis telah hilang dari gereja. Secara signifikan, dengan menghilangnya Nama Yahweh, gereja masuk ke dalam keadaan kemerosotan rohani yang berlangsung sampai hari ini. Pada abad keempat, kaisar Romawi Konstantin mengangkat dirinya menjadi kepala gereja Kristen de facto, sebuah situasi yang ia manfaatkan untuk mencapai objektif politik untuk menstabilkan kekaisarannya. Ini mempercepat kemerosotan gereja; dan tidak lama setelah itu, Paus yang memimpin kerajaan kekristenan berfungsi seperti seorang kaisar Romawi. Gereja secara terus-menerus diserap oleh dunia. Penghapusan Nama Yahweh bermula dengan penolakan umat Yahudi pasca pembuangan untuk mengucapkannya karena takut dengan tidak sengaja menyalahgunakannya, khususnya melanggar perintah yang ketiga (“Jangan menyebut nama Yahweh, Allahmu, dengan sembarangan”). Akhirnya, tidak ada yang bisa benar-benar yakin bagaimana Nama itu aslinya dilafalkan, sekalipun Encyclopedia Judaica 22-jilid menyatakan bahwa pelafalan aslinya adalah “Yahweh”, dan pelafalan itu tidak pernah hilang. Namun apakah penting sekarang bagaimana Nama-Nya itu aslinya dilafalkan? Bukankah Allah melihat ke dalam hati kita apakah kita benarbenar berseru kepada Dia dan Nama-Nya? Sekalipun kita tahu bagaimana setiap suku kata dari Tetragramaton (YHWH) itu aslinya dilafalkan, apakah kita tahu dengan pasti di mana letak penekanannya, di suku kata (HCSB). Alkitab bahasa Mandarin cenderung mempertahankan nama Allah secara konsisten, tetapi dalam bentuk yang menyerupai “Jehovah” daripada “Yahweh”. PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT 25 yang pertama atau yang kedua? (Penekanannya sudah hampir pasti ada di suku kata pertama karena “Yah” adalah singkatan dari “Yahweh”, karena itu YAHweh lebih mungkin dibandingkan YahWEH.) Nama Yahweh yang nyaris dihapuskan telah memberi trinitarianisme sebuah kesempatan untuk menegakkan kesalahannya. Kesalahan ini akan layu dan mati hanya jika kita menghidupkan kembali Nama-Nya. Dan sesungguhnya Kitab Suci menyatakan bahwa nama Yahweh harus dimasyhurkan, bukan ditekan: Ulangan 32:3 Sebab Yahweh akan kuserukan: Berilah hormat kepada Allah kita! Yesaya 12:4 Pada waktu itu kamu akan berkata: "Bersyukurlah kepada Yahweh, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur! Keengganan umat Yahudi untuk mengucapkan nama Yahweh menjelaskan mengapa “Yahweh” tidak disebut dalam Perjanjian Baru. Mulanya Perjanjian Baru ditulis untuk orang Yahudi. Karena mereka menahan diri dari mengucapkan nama Allah, mereka pasti akan menjauhkan diri dari penginjil yang mengucapkan Nama itu, dan ini akan segera menutup pintu penginjilan. Paulus menulis kepada jemaat-jemaat yang sebagian besar terdiri dari orang Yahudi, meskipun ada beberapa gereja yang memiliki anggota non-Yahudi minoritas yang cukup besar. Dan karena Paulus mengikuti prinsip memberitakan Injil kepada “pertama-tama orang Yahudi”, ia tidak akan mengambil risiko untuk memalingkan orang Yahudi dari Injil dengan mengucapkan nama Yahweh. Bagaimanapun juga, keengganan untuk mengucapkan nama Yahweh bukanlah masalah serius dalam praktik karena orang Yahudi tahu bahwa gelar “Tuan/Tu[h]an” dalam banyak konteks merujuk kepada Yahweh. Tuan/Tu[h]an Ketika Injil dan surat-surat Perjanjian Baru ditulis kira-kira 150 tahun setelah LXX selesai, LXX saat itu telah berurat-akar dan beredar luas di dunia berbahasa Yunani. Bahasa Yunani telah menjadi lingua franca atau bahasa universal di dunia Romawi, khususnya di bidang perdagangan, sama seperti bahasa Inggris telah menjadi bahasa perdagangan 26 THE ONLY PERFECT MAN internasional sekarang. Itulah sebabnya Paulus dan para penulis Perjanjian Baru biasanya mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama bukan dari Alkitab Ibrani yang asli tetapi dari LXX, terjemahan Yunani dari Alkitab Ibrani yang paling penting. Adalah wajar jika Perjanjian Baru, yang datang kepada kita dalam bahasa Yunani, mengutip Kitab Suci dari LXX Yunani. Kata “Tuan” (kyrios) dalam ayat-ayat LXX yang dikutip di Perjanjian Baru kebanyakan mengacu kepada Yahweh. “Yahweh” yang diterjemahkan sebagai “Tuan” di LXX (dan di ayat-ayat Perjanjian Baru yang mengutip LXX) bukanlah sumber kebingungan kepada orang percaya Yahudi awal, karena ia menyadari adanya persamaan referensial antara “Yahweh” dan “Tuan”. Di waktu yang bersamaan, ia juga tahu bahwa “Tuan” adalah istilah luas yang dapat dipakai untuk orang lain selain Yahweh. Ketika Petrus memberi tahu orang banyak di Yerusalem bahwa Allah telah membuat Yesus “menjadi Tu[h]an dan Kristus” (Kisah 2:36), yaitu bahwa pada kebangkitannya Yesus ditinggikan menjadi “Tu[h]an Yesus Kristus”, orang percaya Yahudi tidak bingung dengan “Tuan” yang diterapkan kepada Yesus dan “Tuan” yang diterapkan kepada Allah Yahweh. Namun situasinya berubah ketika tulisan-tulisan Perjanjian Baru jatuh ke tangan bangsa-bangsa lain, karena mereka seringkali tidak dapat membedakan “Tuan” yang diterapkan kepada Yahweh dari “Tuan” yang diterapkan kepada Yesus. Perpaduan dan kekalutan ini justru cocok sekali untuk trinitarianisme, dan memfasilitasi kebangkitannya di abad-abad awal gereja barat non-Yahudi. Di Perjanjian Baru, “Tuan” bisa merujuk kepada Yahweh, kepada Yesus, atau salah satu Yahweh atau Yesus. Variabilitas arti semacam ini bukan dikarenakan oleh kecerobohan atau kebingungan yang disengaja, tetapi timbul dari fakta bahwa dalam karya keselamatan, Yesus berfungsi dalam kesatuan yang sempurna dengan Yahweh Bapanya. Yahweh mengerjakan keselamatan umat manusia di dalam dan melalui Yesus Kristus. Dalam pekerjaan keselamatan, Allah dan Yesus tidak dapat dipisahkan. Itulah sebabnya di banyak tempat, kita tidak perlu mencari perbedaan yang tajam dalam penggunaan kata “Tuan”. Sebagai contoh, “Tuan” bisa merujuk kepada Allah atau Yesus dalam ayat-ayat seperti berikut: 1Kor.16:7 (“jika diperkenankan Tu[h]an”), 1Kor.16:10 (“pekerjaan Tu[h]an”), dan Fil.4:4 (“Bersukacitalah senantiasa dalam Tu[h]an!”). Di sisi lain, ada banyak contoh dari “Tuan” yang membedakan dengan jelas antara Allah dan Yesus, sebagaimana dapat dilihat dari konteks atau PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT 27 dari kalimat itu sendiri, cth. 1Kor.6:14, “Allah, yang membangkitkan Tu[h]an”, dan kata “Tu[h]an” di sini jelas merujuk kepada Yesus. Perbedaan antara “Allah” dan Yesus sebagai “Tuan” sering dibuat dengan menyebut secara eksplisit “Tu[h]an Yesus” atau “Tu[h]an Yesus Kristus” (cth. “dari Allah, Bapa kita, dan dari Tu[h]an Yesus Kristus”, yang ditemukan di Rm.1:7; 1Kor.1:3; 2Kor.1:2; Gal.1:3; Ef.1:2; Flp.1:2; 2Tes.1:2; Flm.1:3). Kadang-kadang tidak terlalu jelas siapa yang dirujuk oleh “Tuan”, tetapi sebuah pemeriksaan atas teks biasanya akan menjernihkan ketidakpastian, sebagaimana halnya dengan “Tu[h]an yang mulia” dalam ayat berikut: Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita. Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenal hikmat ini, sebab sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tu[h]an yang mulia. (1Kor 2:7-8) Siapakah yang dimaksud dengan “Tu[h]an yang mulia”? Karena Yesus tidak disebut di ayat sebelumnya (ay.7) atau di ayat yang berikutnya (ay.9), dan karena Allah disebut dalam kedua ayat ini, apakah kita harus memahami “Tu[h]an yang mulia” sebagai sebuah referensi kepada Allah, seperti yang dilakukan banyak orang? Namun penelitian yang cermat akan menunjukkan bahwa “Tu[h]an yang mulia” merujuk kepada Yesus, bukan Allah, karena: 1. Di ayat 2, Paulus membicarakan “Yesus Kristus” sebagai dia yang “disalibkan”. Dengan demikian, konteks sendiri membuktikan bahwa “Tu[h]an yang mulia” di ay.8 merujuk kepada Yesus. 2. Yakobus 2:1 berbicara tentang, “Yesus Kristus, Tu[h]an kita yang mulia”. 3. Karena Allah tidak fana (Rm.1:23; 1Tim.1:17) dan karenanya tidak bisa mati, “Tu[h]an yang mulia” hanya bisa merujuk kepada Yesus, yang fana dan sesungguhnya telah mati bagi umat manusia. Salah satu dari tiga poin tersebut di atas sebetulnya sudah cukup untuk menentukan bahwa “Tu[h]an yang mulia” di 1Kor.2:8 mengacu kepada Yesus, tetapi kami menyampaikan semuanya untuk menunjukkan bahwa tidak sulit menentukan siapa yang dimaksudkan dengan “Tuan” jika kita mau melewati prosedur eksegesis yang tepat. 28 THE ONLY PERFECT MAN Di gereja masa kini, kata “Tuan” dipakai secara sembarangan untuk Allah dan untuk Yesus dengan cara yang memadukan keduanya. Hal ini dengan sempurna mendukung tujuan trinitarianisme karena trinitarianisme tidak ingin membuat perbedaan antara Allah dan Yesus. Dalam gereja-gereja trinitarian, menyebut Yesus sebagai Lord atau Tuan (atau “Tu[h]an” di Indonesia/Malaysia) sama saja dengan menyebutnya sebagai Allah. Namun tidak demikian di Perjanjian Baru. Memanggil Yesus sebagai “Tuan” berarti mengakuinya sebagai Penguasa atas kehidupan kita; bukan sebuah pernyataan atas keilahiannya. Perjanjian Baru, khususnya surat-surat Paulus, sering melakukan sebuah pembedaan yang disengaja antara “Allah” dan “Tuan”. James D.G. Dunn menyatakan: Dalam beberapa ayat Paulus menggunakan rumus, ‘Allah dan Bapa Tu[h]an kita Yesus Kristus’. Fitur menyoloknya adalah Paulus membicarakan Allah bukan hanya sebagai Allah Kristus, tetapi sebagai ‘Allah...Tu[h]an kita Yesus Kristus’. Bahkan sebagai Tuan, Yesus mengakui Allah bukan saja sebagai Bapa tetapi juga sebagai Allahnya. Dari sini jelaslah bahwa gelar kyrios [“Tuan”] tidak dimaksudkan sebagai suatu cara untuk mengidentifikasikan Yesus dengan Allah, tetapi sebagai satu cara untuk membedakan Yesus dari Allah. (Did the First Christians Worship Jesus? hlm.110, huruf miring oleh Dunn) Sekarang ada satu lagi masalah, yaitu kata Lord atau “Tuan” telah menjadi sebuah kata kuno yang tidak dipakai lagi, karena telah digantikan oleh kata-kata seperti “kepala”, “bos”, “CEO”, dan lain-lain. Oleh karena pemakaian kata “Tuan” yang sumbang di gereja-gereja masa kini, gelar ini akan dipakai dengan hemat dalam buku ini hingga kita mempelajari bagaimana Perjanjian Baru menerapkan gelar “Tuan” kepada Yesus. Buku saya Totally Committed! 4 menguraikan Ulangan 6:5 (“Kasihilah Tuhan [Yahweh], Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”) dari perspektif trinitarian, menggantikan Yahweh dengan Yesus sebagai objek komitmen kita. Saya sekarang sadar ini merupakan sebuah kesalahan serius, sesungguhnya sebuah dosa serius, tetapi seperti Paulus saya hanya dapat mengaku bahwa saya telah melakukannya dalam ketidaktahuan, dan atas alasan Chang, Eric H.H., Totally Committed: The Importance of Commitment in Biblical Teaching, Guardian Books, Belleville, Ontario, 2001. 4 PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT 29 tersebut berharap untuk menerima belas kasihan (1Tim.1:13). Ribuan orang di seluruh dunia telah membaca buku tersebut dan menerima pengajarannya sebagai kursus Alkitab. Saya hanya bisa berharap mereka akan mendapat kesempatan untuk mendengarkan pesan dari buku ini. Bapa Umat Israel memandang Yahweh sebagai Bapa mereka, terlihat dari ayatayat seperti Yes.63:16 (“Ya Yahweh, Engkau sendiri Bapa kami”) dan Yes.64:8 (“Tetapi sekarang, ya Yahweh, Engkaulah Bapa kami!”). Di Perjanjian Lama ada sembilan orang yang bernama Abia, nama yang berarti, “Bapaku adalah Yahweh”. Namun bagi umat trinitarian, Bapa hanyalah pribadi pertama dari Trinitas. Sama seperti “Bapa” bukan sebuah nama diri tetapi sebuah istilah yang mendefinisikan relasi seseorang dengan anaknya, demikian juga dalam trinitarianisme, Allah Bapa tidak memiliki nama, dan didefinisikan sehubungan dengan pribadi kedua, Allah Anak, yang ironisnya memiliki sebuah nama. Namanya “Yesus” merupakan sebuah nama manusia yang sangat umum di Israel di zaman Perjanjian Baru. Yesus Umat trinitarian berkata bahwa Yesus “bukan hanya” seorang manusia tetapi “Allah-manusia”, seolah-olah Yesus direndahkan apabila kita berkata bahwa dia adalah manusia sejati. Dalam dogma trinitarian, tidak ada yang lain selain Yesus merupakan Allah-manusia, bahkan Allah Bapa atau Allah Roh pun tidak. Ini meninggalkan Yesus dalam kategori tersendiri. Penegasan trinitarian bahwa Yesus adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia dalam kenyataannya berarti ia bukan benar-benar Allah, atau benar-benar manusia. Tidak mungkin ada orang yang 100% Allah dan 100% manusia di waktu yang bersamaan. Apabila kita menjadikan Yesus 100% Allah dan 100% manusia, kita sedang mengarang-ngarang sesuatu hanya untuk disesuaikan dengan doktrin kita, tanpa mempedulikan kenyataan atau logika, dan membuat pernyataan-pernyataan yang terang-terangan palsu, yang bukan-bukan, dan yang tidak alkitabiah. Kepalsuan seringkali terdengar cukup meyakinkan untuk mengelabui orang, tetapi itu tidak menjadikannya benar. Ilah-ilah palsu disembah dalam banyak agama, tetapi itu tidak membuat mereka menjadi benar. 30 THE ONLY PERFECT MAN Ada sebuah implikasi yang halus dan tersembunyi, dan karenanya berbahaya, dari doktrin “Allah-manusia” ini: Apakah kita menjadikan Yesus lebih dari Allah? Dalam trinitarianisme, Allah Bapa “hanya”-lah Allah tetapi Yesus ialah Allah plus manusia. Kita tidak bisa begitu saja menganggap manusia tidak memiliki nilai hakiki apa pun yang dapat ditambahkan kepada Allah. Dalam kenyataannya, manusia adalah puncak dan mahkota dari ciptaan Allah—sebuah ciptaan yang disebut “sungguh amat baik” di mata Allah (Kej.1:31) Sekalipun kita bersikeras bahwa manusia itu tidak bernilai, faktanya tetap bahwa seseorang yang merupakan keduanya Allah dan manusia jauh lebih menarik bagi manusia daripada seseorang yang “hanya” Allah. Secara psikologis, lebih mudah berhubungan dengan seseorang yang adalah manusia daripada seseorang yang bukan. Ini sepenuhnya menjelaskan daya tarik yang begitu besar dari doktrin “Allah-manusia” trinitarian dan kemampuannya untuk memperdaya. Unsur manusialah yang menjadi sumber daya tarik bunda Yesus, Maria, bagi umat Katolik yang menyembah dia. Sementara Yesus trinitaris diberikan keilahian dan kemanusiaan, Maria itu sepenuhnya manusia dan karena itu jauh lebih menarik daripada Yesus. Daya tariknya diperkuat oleh statusnya dalam dunia Katolik sebagai “Bunda Allah”, yang memberinya daya persuasi yang tak tertandingi atas Allah di mata para pemujanya. Karena itu, tidaklah mengherankan kalau patung-patung Maria ditemukan di hampir setiap gereja Katolik, dan banyak gereja didedikasikan kepadanya, seperti katedral di Montreal yang disebut, “Maria, Permaisuri Dunia”. Fakta bahwa Maria itu “hanya” manusia dan tidak ilahi, tidak mencegah para pemujanya untuk memuja dan bahkan menyembahnya. Namun jika kita mengikuti pandangan Biblika bahwa Yesus adalah seorang manusia sejati, 100% manusia, ini akan mengumpan protes dari trinitarian bahwa kita telah merendahkan Yesus menjadi “hanya” manusia. Akan tetapi kenyataannya setiap manusia di muka bumi ini adalah “hanya” manusia, tetapi diciptakan dalam “gambar Allah”. Namun bagi Yesus yang “hanya” manusia, Yahweh “Allah yang Mahatinggi” telah berkenan meninggikan dia di atas surga untuk duduk di sebelah kananNya, menjadikan Yesus kedua setelah Yahweh dalam seluruh ciptaan. Yesus dengan demikian dimahkotai dengan “kemuliaan dan hormat” (Ibr.2:7). Akan tetapi bagaimana Yesus trinitarian dapat dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, karena sebagai Allah ia sudah memiliki kemuliaan ini sejak dari kekekalan? PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT 31 Anak Allah Apa artinya gelar “Anak Allah” bagi kebanyakan orang Kristen? Sebagai trinitarian kita menekankan kata “Allah”, jadi kita membaca “Anak Allah” sebagai “Allah Anak”. Mata kita melihat “Anak Allah” tetapi pikiran trinitaris kita telah dilatih untuk melihatnya sebagai “Allah Anak”. Fakta bahwa pikiran kita yang cerdas dan terdidik dapat begitu saja membalikkan kata-kata dari belakang ke depan, merupakan demonstrasi yang mengerikan dari kuasa penyesatan. Namun sekalipun kita membetulkan kesalahan ini, kebanyakan orang Kristen masih tidak tahu apa artinya “Anak Allah” di dalam Alkitab. Gelar “Anak Allah” yang diterapkan kepada Yesus dalam Perjanjian Baru merupakan afirmasi bahwa ia adalah Mesias. Fakta sederhana ini diakui oleh banyak sumber trinitarian, mis. Westminster Theological Wordbook of the Bible menyatakan, “Anak Allah merupakan sebuah sinonim untuk Mesias”; lalu memberikan contoh-contoh seperti pengakuan Petrus (Mat.16:16) dan pengakuan kepala pasukan (Mrk.15:39), yang “harus dipahami sebagai sebuah pengakuan akan kemesiasan Yesus” (hlm.478). “Mesias” ialah gelar Ibrani yang setara dengan “Kristus” dalam bahasa Yunani. Gelar “Anak Allah” dan “Mesias” ditemukan berdampingan umpamanya di Mat.26:63 ketika imam besar berkata kepada Yesus, “Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.” Namun karena Yesus tetap diam di hadapan para hakim yang ingin membuat dia mengatakan sesuatu yang memberatkan diri sendiri, imam besar menyebut nama “Allah yang hidup” untuk memaksa Yesus mengatakan di bawah sumpah apakah dia itu Kristus, Anak Allah. Adalah lucu jika kita menyimpulkan bahwa imam besar sebenarnya ingin memaksa Yesus untuk mengaku bahwa dia adalah “Allah Anak”, bukan saja karena istilah yang dipakai oleh imam besar bukan “Allah Anak” tetapi “Anak Allah”, tetapi juga karena umat Yahudi tidak pernah di sepanjang sejarah mereka percaya bahwa sang Mesias (Kristus) adalah Allah. Dalam kenyataannya beberapa orang Yahudi menganggap Yohanes Pembaptis yang sepenuhnya manusia itu sebagai Kristus (Luk.3:15). Namun dalam gaya trinitarian yang khas, kita membacakan ke dalam kata-kata imam besar tersebut sesuatu yang tidak akan pernah terpikir olehnya, yaitu, apakah Yesus itu Allah Anak yang ilahi, pribadi kedua dari Trinitas. Kristus dan Anak Allah ditemukan berdampingan juga di Yohanes 20:31: 32 THE ONLY PERFECT MAN … tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya, kamu memperoleh hidup dalam namanya. Yohanes sedang menghimbau para pembacanya untuk percaya bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah, dua gelar yang setara. Namun dengan mengenakan kacamata trinitaris, kita membaca Yohanes seolah-olah ia ingin kita mempercayai bahwa Yesus adalah Allah Anak. Kedua gelar itu, Kristus dan Anak Allah, muncul bersama-sama beberapa kali dalam Injil. Selain ayat-ayat yang baru dikutip, masih ada yang berikut: Matius 16:16 Jawab Simon Petrus, "Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Markus 1:1 Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah. Lukas 4:41 Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil berteriak, "Engkaulah Anak Allah." Lalu ia dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa dialah Mesias. Yohanes 11:27 Jawab Marta, "Ya, Tu[h]an, aku percaya bahwa engkaulah Mesias, Anak Allah, yang akan datang ke dalam dunia." Dalam Perjanjian Baru, Kristus (Mesias) dan Anak Allah sering muncul bersama-sama sebagai sinonim karena di Mazmur 2 gelar-gelar tersebut mengacu kepada satu orang yang sama. Karena pentingnya Mazmur 2, kita akan mengutipnya dengan lengkap, dan memiringkan kata-kata yang mengacu kepada sang Mesias (Raja Penyelamat yang diurapi) atau kepada Anak Allah: Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa merekareka perkara yang sia-sia? 2 Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat bersama-sama melawan Yahweh dan yang diurapi-Nya: 3 "Marilah kita memutuskan belenggu-belenggu mereka dan membuang tali-tali mereka dari pada kita!" 4 Dia, yang bersemayam di sorga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka. 5 Maka berkatalah Ia kepada mereka dalam murka-Nya dan mengejutkan mereka dalam kehangatan amarah-Nya: 6 "Akulah yang telah melantik raja-Ku di Sion, gunung-Ku yang kudus!" 7 Aku mau menceritakan tentang ketetapan Yahweh; Ia berkata kepadaku: "Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. 8 Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. 9 Engkau akan 1 PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT 33 meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk." 10 Oleh sebab itu, hai raja-raja, bertindaklah bijaksana, terimalah pengajaran, hai para hakim dunia! 11 Beribadahlah kepada Yahweh dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar, 12 supaya Ia jangan murka dan kamu binasa di jalan, sebab mudah sekali murka-Nya menyala. Berbahagialah semua orang yang berlindung pada-Nya! Ayat kuncinya adalah ay.7 yang berbicara tentang Yahweh dan AnakNya (“Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.”); yang menjadi dasar bagi gelar mesianik “Anak Allah”. Dan karena “Mesias” berarti “yang diurapi-Nya”, maka “yang diurapi-Nya” di ay.2 dan “raja-Ku” di ay.6 mengacu kepada Raja-Mesias yang dilantik Yahweh atas “Sion, gunung-Ku yang kudus” tempat sang Raja akan memerintah, bukan saja atas Israel tetapi juga atas “bangsa-bangsa” dan “ujung bumi” (ay.8). Mesias akan datang dalam Nama Yahweh sebagai wakil Yahweh, dan melalui dialah bangsa-bangsa akan “beribadah kepada Yahweh dengan takut” (ay.11). Perjanjian Baru juga menyatakan bahwa Mesias (Kristus) datang dalam Nama Yahweh: “Aku datang dalam nama Bapaku” (Yohanes 5:43) dan “pekerjaan-pekerjaan yang kulakukan dalam nama Bapaku” (10:25). Anak Allah, pewaris terakhir takhta Daud akan menjadi Raja bukan saja atas Israel tetapi atas seluruh bangsa-bangsa di atas bumi. Yahweh telah mengangkat Yesus sang Mesias ke posisi yang tertinggi di atas seluruh bumi. Sang Mesias akan memerintah segala bangsa di atas muka bumi ini—bumi tempat Nama Yahweh akan dikenal oleh setiap penghuninya. Kristus akan mewakili Yahweh dalam administrasi segala urusan internasional, mengantarkan damai atas bumi dan kesejahteraan atas manusia, sebagaimana telah diumumkan oleh para malaikat pada kelahirannya. Selama berabad-abad, umat Yahudi telah menantikan kedatangan Mesias yang agung dengan penuh pengharapan, yang akan membebaskan mereka dari penindasan yang telah mereka alami dari bangsa-bangsa lain sepanjang sejarah. Lebih dari itu, Mesias akan seperti Musa yang akan mengajarkan mereka kebenaran Yahweh dan memimpin mereka ke jalanjalan Allah. Tantangan bagi umat Yahudi adalah mereka tidak mempunyai cara yang mudah untuk mengenali sang Mesias ketika ia datang, karena Kitab Suci tidak mengajarkan mereka untuk menantikan kedatangan seorang manusia ilahi tetapi kedatangan “seorang nabi sama seperti aku”, yaitu seorang nabi sama seperti Musa: Yahweh, Allahmu, akan membangkitkan 34 THE ONLY PERFECT MAN bagimu “seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudarasaudaramu, sama seperti aku … dialah yang harus kamu dengarkan.” (Ul.18:15, dikutip oleh Stefanus di Kisah 7:37).