Untitled - Cahaya Pengharapan Ministries

advertisement
The Only
Perfect Man
Kemuliaan Allah
Pada Wajah
Yesus Kristus
Eric H.H. Chang
Diedit dan Diselesaikan oleh
Bentley C.F. Chan
The Only Perfect Man: Kemuliaan Allah pada Wajah Yesus Kristus
Eric H.H. Chang dan Bentley C.F. Chan
Hak Cipta © 2015
Eric H.H. Chang, Helen Chang, Bentley C.F. Chan
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa
pun tanpa izin tertulis dari penulis/penerbit sesuai dengan Undang-undang Hak
Cipta.
Diterbitkan oleh:
CAHAYA PENGHARAPAN MINISTRIES
Situs: http://www.cahayapengharapan.org/
Surel: [email protected]
Telp.: 0813-8285-1058
Alih Bahasa: Chuah Soo Chuang
Penyunting: Vera Wirawan, Lew Ai Su
Desain sampul: Bentley Chan et al
Hak cipta gambar: LilKar, 2014, digunakan di bawah lisensi dari
Shutterstock.com
Ayat-ayat Kitab Suci dikutip dari:
ALKITAB © LAI 2001
Perjanjian Baru TB Edisi 2 © LAI 1998
Kitab Suci Indonesian Literal Translation (KS-ILT Edisi 2) © 2006, 2008
dipersembahkan
Kepada Yesus Kristus,
Tu[h]an dan Juruselamat,
“Anak Allah,
yang telah mengasihi aku dan
menyerahkan dirinya untuk aku”
(Galatia 2:20)
Daftar Isi
Catatan Penerjemah
Prakata
1
Kata Pengantar
7
Pernyataan Iman
9
Pendahuluan
15
Pemakaian Istilah-istilah Biblika yang Tepat
22
1.
Yahweh, Satu-satunya Allah yang Esa
35
2.
Akar Historis Trinitarianisme:
Konstantine and Nicea
57
3.
Pilar Trinitarianisme yang Pertama: Prolog Yohanes (1:1-18)
93
4.
Pilar Trinitarianisme yang Kedua: Kolose 1:15-19
157
5.
Pilar Trinitarianisme yang Ketiga: Ibrani 1
189
6.
Pilar Trinitarianisme yang Keempat: Wahyu 1
217
7.
Doksologi di dalam Perjanjian Baru
235
8.
Refleksi Lanjutan atas Trinitarianisme
271
9.
Kemanusiaan Yesus Kristus
329
10. Filipi 2: Nama di atas Segala Nama,
dan Peninggian Yesus Kristus
389
11. Yahweh dan Hubungannya dengan Kristus
435
12. Yesus Satu-satunya Manusia Sempurna
463
Epilog
503
Lampiran 1: Encyclopaedia Judaica mengenai YHWH
511
Lampiran 2: Jewish Encyclopedia mengenai Yahweh
514
Lampiran 3: Makna “Aku adalah Aku”
516
Lampiran 4: Jewish Encyclopedia mengenai Memra
518
Lampiran 5: Kesempurnaan Tanpa Dosa Yesus Dianggap Mustahil
oleh Banyak Sarjana
523
Lampiran 6: Karl-Josef Kuschel mengenai Kristus and Adam
526
Lampiran 7: Asal Usul Gnostik dari “Homoousios”
530
Lampiran 8: Masalah Kristologi Trinitarian yang Tak Terpecahkan 533
Lampiran 9: Apa yang Diajarkan Filo, dan Mengapa Ia Tidak Dapat
Dipakai untuk Mendukung Trinitarianisme
541
Lampiran 10: “Dalam Kristus” dalam Surat-surat Paulus
555
Bibliografi
581
Index Ayat
589
[Halaman ini sengaja dibiarkan kosong]
Prakata
Pertemuan yang pertama dengan penulis
Saya pertama kali bertemu dengan Eric H.H. Chang pada September 11,
1977, pada kunjungan saya yang pertama ke jemaat Montreal tempat
Beliau menggembalakan. Tiga puluh lima tahun kemudian, Hari Natal
2012, saya berbicara dengan Beliau untuk kali terakhir lewat ponsel.
Tanggal yang terakhir ini dapat ditelusuri dari rekaman ponsel dan
tanggal yang pertama masih dipertahankan di atas label usang dari sebuah
tape kaset yang sekarang disimpan dalam sebuah kotak di Montreal.
Jika Anda mendengarkan kaset C90 tersebut yang berlabel, “The
Bronze Serpent, John 3:14-15, Eric Chang, 09/11/1977”, Anda akan
mendengarkan serangkaian tiga teriakan keras di tengah-tengah khotbah.
Teriakan yang ketiga dan terakhir sangat memekakkan telinga ketika saya
mendengarnya secara langsung. Teriakan tersebut masih “berdering” di
telinga kanan saya karena pada Minggu tersebut, saya duduk tepat
bersebelahan dengan pria Kanada keturunan Perancis yang berteriak itu.
Sampai hari ini saya masih bertanya-tanya apakah pria malang itu
dikuasai roh jahat. Mungkin ya, mungkin tidak. Itu juga merupakan
kunjungannya yang pertama ke gereja dan dia tampak baik-baik saja
sehingga Pendeta Eric mulai berkhotbah.
Kuasa khotbahnya mencengkeram saya dalam cara yang belum pernah
saya alami sebelumnya. Dalam beberapa saat, pria di samping saya
sepertinya mengalami kesurupan, dengan mata tertutup dan tangan
terkepal. Suara mengerangnya menjadi semakin keras selama dua puluh
menit berikutnya. Sepuluh menit kemudian, dia meneriakkan sebuah
jeritan yang memekakkan, “You are me!” (“Kamu adalah saya!”) Ia segera
jatuh tertidur dan tidak lagi dalam keadaan gelisah. Ia tidak bangun
sampai setelah doa penutup. Setelah itu ia baik-baik saja. Hal ini terjadi
pada kunjungan saya yang pertama ke gereja yang dipimpin oleh Pendeta
Eric, dan itulah cara saya akan selalu mengenang pertemuan saya yang
pertama dengan Beliau.
2
THE ONLY PERFECT MAN
Sebuah pengaturan
Sebelum Beliau meninggal pada Januari 25, 2013, setelah mengabdi
kepada Allah dengan setia selama lebih dari setengah abad, Eric Chang
sedang mengerjakan buku yang ada di tangan Anda ini, The Only Perfect
Man. Beliau dan saya sebelumnya telah mengadakan kesepakatan untuk
saya yang menerbitkan buku ini setelah selesai ditulis. Lebih dari itu, kami
juga sepakat jika Beliau harus meninggalkan dunia ini sebelum penulisan
selesai, saya yang akan menyelesaikan penulisan buku ini.
Skenario terakhir ternyata menjadi kenyataan. Beberapa hari setelah
kepergian Beliau, istrinya Helen meminta saya untuk mengambil file-file
naskah buku dari komputernya. File-file Microsoft Word Beliau
mengandung cukup catatan untuk sebuah buku lengkap, meskipun masih
ada beberapa hal lain yang ingin dikatakannya. Beberapa bulan
sebelumnya, dengan nada serius saya memberitahu Beliau bahwa
barangkali Beliau punya cukup material di benaknya untuk sebuah buku
setebal 2000 halaman. Beliau tertawa, begitu pula saya. Kemudian dalam
kata-kata yang nyaris profetik, Beliau mengatakan bahwa ada waktunya
untuk berhenti menulis.
Beberapa catatan terakhirnya cukup singkat, beberapa yang lain agak
panjang, ada juga yang sedang, dan ini berarti saya tidak dapat
menghindar dari melakukan cukup banyak penulisan. Saya dengan rasa
takut tetapi penuh sukacita, dalam urutan itu, menerima tantangan untuk
menyelesaikan penulisan buku meskipun menyadari ketidakmampuan
saya untuk tugas tersebut. Seringkali saya bertanya-tanya apakah saya
telah mengungkapkan wawasannya menurut cara yang diinginkan Beliau.
Menilai dari proyek-proyek penerbitan yang sebelumnya, saya yakin jika
Beliau masih ada, Beliau pasti akan memberikan material tambahan
kepada naskah buku sebelum diserahkan kepada penerbit.
Meskipun demikian, saya percaya di mata Yahweh, Allah dan Bapa
kita yang pengasih, catatan Eric Chang dalam arti yang sebenarnya
memang telah “selesai” ketika diserahkan kepada saya, karena waktu
Allah dalam kehidupan dan kematian seseorang akan mendatangkan
kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.
Pendeta Eric sebenarnya ingin menuliskan beberapa hal lain, tetapi
apa yang sudah Beliau katakan dalam buku ini (dan buku yang
sebelumnya, The Only True God) sudah lebih dari cukup untuk
melepaskan Beliau dari tanggung jawab duniawinya untuk memberitakan
Yahweh sebagai satu-satunya Allah yang benar, dan menyerahkan
tanggung jawab tersebut kepada para pembacanya. Dalam kedua buku ini
kita melihat komitmen Beliau kepada kebenaran, ketundukan Beliau
PRAKATA
3
kepada otoritas Kitab Suci, keprihatinan pastoral Beliau kepada gereja,
dan cinta kasih Beliau kepada Allah dan Anak-Nya Yesus Kristus.
Eric Chang, guru dan mentor yang kukasihi, ingin membatalkan
pengajaran trinitaris yang telah disebarluaskan selama bertahun-tahun
melalui kaset-kaset, buku-buku, majalah-majalah, dan terutamanya sesisesi pelatihan yang Beliau berikan kepada mereka yang mempersiapkan
diri untuk pelayanan purna waktu.
Peran saya dalam buku ini
Bukanlah hal yang tidak biasa untuk sebuah buku diselesaikan oleh orang
lain setelah kepergian penulis aslinya. Sebagai contoh, buku Theology of
the New Testament ditulis oleh almarhum Georg Strecker dan “diedit dan
diselesaikan” oleh Friedrich Wilhelm Horn.
Demikian juga saya menyatakan di halaman-halaman sampul bahwa
Eric H.H. Chang adalah penulis tunggal dari buku ini, dan buku ini telah
“diedit dan diselesaikan” oleh orang lain. Namun, nama saya didaftarkan
sebagai penulis kedua dalam registrasi ISBN karena saya
menyumbangkan 30% dari isi buku dari segi informasi, dan 65% dari
komposisinya dari segi gaya tulis. Meski begitu, hampir separuh dari 30%
itu bersifat derivatif karena didasarkan pada catatan Eric Chang dan buku
yang sebelumnya, The Only True God.
Saya melakukan pengeditan, penyusunan, dan komposisi, dan
menambahkan catatan kaki dan material latar belakang. Saya menulis
separuh dari bab 2 (mis. triteisme) dan separuh dari bab 3 (mis. Filo), plus
beberapa bagian dalam bab-bab lain (mis. anti-Semitisme di bab 8). Atas
undangan Pendeta Eric, Lampiran 10 disumbangkan oleh Agnes Lim dan
Lee Sen Siow (banyak terima kasih kepada mereka atas pekerjaannya yang
baik dan teliti).
Dalam buku ini saya berusaha untuk memakai gaya penulisan
sederhana. Sejalan dengan kebanyakan buku modern, saya mengabaikan
semua perbedaan sastra antara tanda petik ganda dan tanda petik tunggal
kecuali untuk petikan bersarang. Dan saya tidak ragu-ragu untuk
menggunakan kontraksi.
Kedengaran seperti sebuah klise untuk mengatakan bahwa sayalah
yang bertanggung jawab atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada
dalam buku ini, tetapi dalam kasus ini tanggung jawab tersebut sangat
nyata dan memang terletak pada saya.
4
THE ONLY PERFECT MAN
Saya dapat dihubungi di [email protected]. Jika saya
menerima banyak pertanyaan atau komentar yang serupa, saya mungkin
akan membahasnya secara berkelompok daripada sendiri-sendiri.
Seorang yang mengejar hati Allah
Buku ini ditulis dengan hati gembala oleh seorang abdi Allah. Meskipun
menerima pendidikan Alkitab dari pelbagai institusi pendidikan (Bible
Training Institute, London Bible College, University of London), Pendeta
Eric bukanlah teolog menara gading, tetapi seorang abdi Allah sejati yang
mengikuti Allah dengan segenap jiwa raganya, dan bahkan telah
mengalami mukjizat-mukjizat apostolik, sebagaimana dikisahkan dalam
buku kesaksiannya, Bagaimana Aku Mengenal Allah. Pada tahun 1997,
istri saya Sylvia dan saya sempat menghabiskan satu bulan di Israel
bersama Beliau dan beberapa rekan yang lain, dan di sana saya sangat
terkesan dengan ungkapan kasihnya yang nyata kepada orang Yahudi,
Kristen, dan Muslim (terutamanya seorang yang bernama Ali Hussein
dari Kairo).
Doa saya adalah supaya Anda, pembaca yang budiman, akan diberkati
oleh buku ini, dan supaya kemuliaan Allah Yahweh akan bersinar melalui
Anda dalam Yesus sang Mesias, membawa kehidupan dan cahaya kepada
orang-orang di sekitar Anda. Kiranya Yahweh Bapa kita yang pengasih
berkenan menggunakan buku ini untuk memberi wawasan tentang DiriNya dan Nama-Nya yang dahsyat, dan Yesus Kristus, Anak Allah dan
satu-satunya manusia sempurna yang pernah hidup.
Bentley Chan
Montreal, Kanada
Juli 1, 2014
Ada halaman sumber untuk buku ini di www.christiandc.org
Klik “Monotheism” di menu atas
Halaman ini berisi item yang terkait dengan The Only Perfect
Man seperti artikel tambahan, sebuah erata, sebuah lagu dll.
Ucapan Terima Kasih
Khusus kepada:
Helen Chang untuk dukungan dan dorongan dan persahabatan Anda,
Sylvia untuk cinta dan dukungannya selama beberapa dekade terakhir
dan umpan balik yang rinci atas naskah buku,
Agnes dan Lee Sen untuk penelitian kalian yang teliti atas arti dari
“dalam Kristus”,
Chris untuk nasihat Anda atas segala hal yang teknis selama bertahuntahun,
Semua penilik regional untuk bantuan, umpan balik, persahabatan, dan
kepemimpinannya.
Robert, seorang saudara berkebangsaan Kanada, dan Debbie, seorang
saudari Amerika, karena telah menjadi alat di tangan Allah yang
membawa saya untuk mengenal Dia,
Semua rekan kerja yang menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa
Mandarin, Thai, Indonesia, dan bahasa lainnya dikemudian hari, untuk
usaha kasihmu yang tak kenal lelah,
Sir Tim Berners-Lee, pencipta World Wide Web, karena telah membuka
kemungkinan untuk menyebarluaskan kebenaran tanpa kekhawatiran
akan penindasan.
Bentley
Kata Pengantar
Buku ini, The Only Perfect Man, merupakan lanjutan dan juga pasangan
kepada buku saya yang sebelumnya, The Only True God. 1 Supaya mudah,
kedua buku ini akan kadang-kadang disebut sebagai TOPM dan TOTG.
Selain memiliki judul yang jelas simetris, ada beberapa pokok kesamaan—
dan perbedaan—yang mengaitkan kedua buku ini.
Pertama, TOTG dan TOPM ditulis dari perspektif monoteisme
Biblika, bukan trinitarianisme. Penelitian terhadap Kitab Suci telah
memimpin kami kepada simpulan yang solid bahwa hanya ada satu Allah,
dan Ia adalah Pribadi tunggal, dan nama-Nya adalah Yahweh, dan Ia
adalah Bapa kepada Yesus Kristus. Kami juga berkeyakinan Kitab Suci
mengajarkan bahwa Yesus adalah Anak Allah, Yesus bukan Allah Anak,
Yesus bukan Allah, Yesus adalah gambar Allah yang sempurna, Yesus
melaksanakan segala kewenangan Allah sebagai wakil mutlak Allah.
Kedua, sementara buku yang pertama (TOTG) berpusat pada Yahweh
satu-satunya Allah yang benar, buku yang kedua (TOPM) berpusat pada
Yesus Kristus, Anak Allah dan satu-satunya manusia sempurna yang
pernah hidup.
Ketiga, TOTG dan TOPM terhubung—dan begitu juga Yahweh dan
Yesus terhubung—oleh kebenaran Biblika bahwa Yahweh, satu-satunya
Allah yang benar, telah datang ke dunia ini dengan berdiam di dalam
manusia Yesus ketika Yesus dilahirkan ke dalam dunia. (Ini bertentangan
dengan kepercayaan trinitarian bahwa pribadi kedua yang pra-eksisten
dari keallahan tritunggal mengambil eksistensi manusia sebagai Yesus
Kristus melalui inkarnasi, dan karenanya Yesus memiliki keduanya natur
ilahi dan natur manusia.) Prolog Yohanes (1:1-18) menyatakan bahwa
Allah, yang adalah Firman, datang ke dalam dunia untuk berdiam dalam
Yesus. Ayat 14 (“Firman itu sudah menjadi daging dan bertabernakel
/berkemah di antara kita”) menyatakan bahwa tubuh Yesus adalah bait
tempat Allah berdiam (harfiah, “bertabernakel/berkemah”). Yesus
berbicara tentang tubuhnya sebagai bait Allah (Yoh.2:19). Ini dijelaskan
dengan lebih rinci di bab 3 dari buku ini.
Chang, Eric H.H., The Only True God: Sebuah Kajian Monoteisme
Alkitabiah, Borobudur Publishing, Semarang, 2011, ISBN 978-979-25-2709-4,
Perpustakaan Nasional. Edisi PDF tersedia di http://www.christiandc.org.
1
8
THE ONLY PERFECT MAN
Keempat, karena TOPM adalah lanjutan kepada TOTG, ada yang
mungkin berpikir bahwa buku yang sebelumnya harus dibaca terlebih
dulu sebelum memulai buku ini. Tidak demikian halnya. TOPM adalah
buku mandiri yang dapat dibaca independen dari TOTG. Jika Anda
berniat untuk membaca kedua buku, Anda dapat membacanya dalam
urutan apa pun. Demi mereka yang belum membaca TOTG, atau belum
habis membacanya, atau yang telah melupakan isinya, dalam buku ini
saya akan sekali-sekali merujuk kepada halaman-halaman atau bab-bab
tertentu dari buku tersebut untuk memberikan informasi latar belakang.
Anda dapat merujuk kepada edisi tercetak dari TOTG atau edisi PDF
yang tersedia di http://www.christiandc.org. Semua nomor halaman
TOTG yang dikutip dalam buku ini berasal dari TOTG edisi tercetak,
bukan edisi tercetak. Jika ada ayat Kitab Suci tertentu yang penting dan
relevan tetapi tidak dibahas di TOPM, atau tidak dibahas secara rinci, bisa
jadi ayat tersebut sudah dibahas di TOTG.
Kelima, ada pengulangan yang cukup besar dari TOTG ke dalam
TOPM, karena pembahasan monoteisme Biblika dalam TOTG akan
dilanjutkan di bagian awal dari TOPM. Ini diperlukan untuk membuka
hambatan-hambatan trinitaris yang menghalangi pemahaman kita akan
Yesus sebagai satu-satunya manusia sempurna.
Catatan:
• Kadang-kadang saya akan menyatakan bahwa bagian tertentu
dapat dilewatkan karena sifatnya yang teknis. Ini berarti bagian
tersebut dapat dilewatkan tanpa mengganggu aliran pembacaan.
• Kebanyakan catatan kaki dapat dilewatkan meski ada beberapa
yang memberikan informasi eksegetis yang berguna. Lampiran
juga bisa dilewatkan, walaupun yang terakhir mengandung
informasi berguna.
• Jika Anda menemukan sebuah paragraf atau bagian yang Anda
rasa terlalu teknis atau rinci, Anda bisa melewatkannya.
• HALOT mengacu pada Hebrew and Aramaic Lexicon of the Old
Testament.
• BDAG mengacu pada A Greek-English Lexicon of the New
Testament and Other Early Christian Literature (Bauer, Danker,
Arndt, Gingrich). Semua kutipan BDAG diambil dari edisi ke-3;
kutipan-kutipan tersebut dapat ditemukan di edisi ke-2 juga,
walaupun kadang-kadang di bagian yang berbeda.
Pernyataan Iman:
Bagaimana Saya Memandang
Firman Allah
Dalam studi tentang Yesus sebagai satu-satunya Manusia Sempurna ini,
adalah wajar jika para pembaca diberi pemahaman yang jelas tentang
bagaimana penulis memandang Alkitab secara keseluruhan dan
Perjanjian Baru secara khusus.
Banyak buku telah ditulis tentang Alkitab tetapi para penulis jarang
menjelaskan bagaimana persisnya mereka memandang Alkitab. Apakah
bagi mereka Alkitab itu sebuah dokumen religius yang berharga untuk
studi kebudayaan kuno? Apakah Alkitab itu sebuah koleksi dokumendokumen kuno yang mencakup suatu periode selama beberapa milenia
yang berharga untuk mendapatkan suatu wawasan tentang bangsa-bangsa
Timur Dekat kuno, khususnya bangsa Israel? Apakah Alkitab juga
dipelajari untuk memahami pengaruhnya yang begitu besar terhadap
peradaban barat?
Namun sebagai sebuah dokumen agama, sejarah dan kebudayaan
kuno, otoritas apa yang dimiliki Alkitab terhadap kita dan iman kita hari
ini? Sebuah pandangan terhadap Alkitab yang tidak mempertimbangkan
otoritasnya tentu saja terbatas pada kepentingan akademis semata, dan
tidak memiliki pengaruh apa pun terhadap iman dan cara hidup kita.
Saya ingin menyatakan dengan jelas dari awal bahwa ini bukanlah cara
saya memandang Alkitab. Sebaliknya saya memandang Alkitab sebagai
Firman dari Allah. Saya tidak bermaksud bahwa saya memandang Alkitab
sebagai sebuah pendiktean ilahi yang diberikan kepada para penulisnya,
yang selama proses pendiktean berfungsi seperti robot atau mesin
rekaman sementara pikiran mereka berada dalam keadaan pasif.
Sebaliknya, saya percaya bahwa setiap penulis Kitab Suci dapat
digambarkan sebagai seorang pengkhotbah atau seorang nabi yang telah
diberikan sebuah pesan dari Allah, yang kemudian mengungkapkan
kembali pesan ilahi tersebut dari hati dan pikirannya sendiri sesuai
dengan kepribadian dan karakternya.
Ini terbukti dari fakta bahwa kitab-kitab dalam Alkitab, termasuk
surat-surat Perjanjian Baru, memiliki gaya bahasa dari masing-masing
10
THE ONLY PERFECT MAN
penulis dan bahkan kemampuan bahasa mereka. Sebagai contoh, rasul
Yakobus (atau sekretarisnya) dikenal memiliki standar bahasa Yunani
yang tinggi, berbeda dengan Yunani “kasar” dari kitab Wahyu. Tidak
mungkin akan ada variasi gaya bahasa semacam ini jika isi surat diberikan
kepada para penulis kata demi kata melalui pendiktean ilahi. Sebagai
orang yang telah memberitakan banyak khotbah dalam hidup saya, saya
punya secercah pemahaman akan apa yang dimaksudkan nabi Yeremia
ketika dia mengatakan bahwa pesan yang dia terima dari Yahweh itu
seperti api yang menyala-nyala terkurung dalam tulang-tulangnya
(Yer.20:9). Ini bukanlah sebuah pernyataan yang akan keluar dari mulut
seorang “stenograf” Firman Allah yang pasif.
Seorang abdi Allah yang mengajar saya Firman Allah
Saya memandang Alkitab sebagai Firman Allah, bukan karena kesetiaan
kepada kredo denominasi tertentu, tetapi karena sejak hari pertama saya
mengalami Allah, saya telah mengenal-Nya sebagai “Allah yang hidup”
(istilah yang dipakai dalam Perjanjian Lama dan Baru). Hari penting itu
terjadi enam dekade yang lalu pada Natal 1953, di China yang baru
dibebaskan, ketika saya mempertimbangkan sebuah undangan makan di
rumah seseorang. Saya agak ragu-ragu untuk pergi ke rumah orang
Kristen karena saya menganggap diri saya, jika bukan ateis, setidaknya
seorang agnostik. Setelah lama ragu-ragu, saya akhirnya tiba terlambat di
rumah tersebut hanya untuk melihat bahwa kebanyakan tamu yang
datang sudah pergi. Hanya tinggal dua orang: seorang pria, sedikit di
bawah 40 tahun, dengan wajah yang lembut, tampan dan halus, dan
seorang wanita paruh baya dengan rambut yang mulai memutih yang
mengundang saya itu, yang rumahnya dipakai untuk mengadakan pesta
Natal yang kecil itu.
Saya tidak akan menceritakan peristiwa-peristiwa lain yang terjadi
pada sore itu (waktu itu sang wanita lebih banyak diam, dan pria yang
lebih muda itu, Henry Choi, berbicara kepada saya tentang Allah dan
Yesus) kecuali untuk mengatakan bahwa sebelum hari itu berakhir, saya
telah mengalami “perjumpaan di jalan menuju Damsyik” saya sendiri,
sebagaimana perjumpaan Paulus dengan Yesus di Kisah Para Rasul 9
sering disebut. 2
Pengalaman ini telah diceritakan dalam sebuah buku kecil, Bagaimana Aku
Mengenal Allah, terbitan Cahaya Pengharapan Ministries 2006.
2
BAGAIMANA SAYA MEMANDANG FIRMAN ALLAH
11
Dalam waktu satu tahun dari pengalaman yang mengubah hidup saya
itu, Henry, yang telah menjadi guru Alkitab saya (khususnya Injil
Yohanes yang dia sampaikan dengan cara yang sangat hidup, yang belum
pernah saya dengarkan dari siapa pun), ditangkap di luar rumahnya pada
suatu malam dan tidak pernah dilihat lagi. Sepengetahuan temantemannya, Henry tidak pernah terlibat dalam politik atau pernah
mengungkapkan minat terhadap politik.
Tentu saja ini adalah seorang abdi Allah yang dapat disebut “berkobarkobar untuk Allah dan Kristus-Nya”. Henry berprofesi sebagai ahli kimia,
dan dia memakai uang penghasilan dari pekerjaannya untuk membiayai
kegiatan penginjilannya di kampung-kampung pinggiran di sekitar kota
Shanghai. Apakah karena ini dia ditangkap? Di sisi alam yang fana ini,
kita tidak akan pernah tahu.
Mendengarkan suara Allah dalam Firman Allah: Perintah yang
pertama dan yang terutama
Mempelajari Alkitab bukanlah seperti mempelajari subjek-subjek yang
lain karena Alkitab pada intinya bukan sebuah karya tentang sejarah,
geografi atau sastra, tetapi adalah yang pertama dan terutama firman dari
Allah. Kadang-kadang Allah berbicara melalui latar sejarah atau geografi,
tetapi kita tidak bisa mempelajari Alkitab seperti kita mempelajari sejarah
atau sastra atau subjek lain jikalau tujuan kita adalah untuk
mendengarkan suara Allah dalam firman Allah. Namun jika
mendengarkan suara Allah bukan tujuan kita yang utama, tentu saja kita
dapat mempelajari Alkitab sebagai sebuah subjek akademis.
Jika demikian, apa yang harus kita lakukan untuk mendengarkan
suara Allah apabila kita membaca firman-Nya? Kita harus memulai dari
awal, yaitu perintah Allah yang pertama, yang pentingnya diungkapkan
oleh seorang ahli Taurat ketika dia bertanya kepada Yesus, “Perintah
manakah yang paling utama?” Jawab Yesus,
Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah
Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Perintah yang kedua
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak
ada perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini.
(Markus 12:29-31)
12
THE ONLY PERFECT MAN
Apabila kita memenuhi dua perintah besar ini—mengasihi Allah dan
mengasihi sesama manusia—kita akan mulai mendengarkan suara Allah
dari Alkitab. Apa yang sebelumnya dianggap hanya sebagai cerita,
peristiwa bersejarah, lagu, sajak, dan pepatah, sekarang menjadi saluran
komunikasi Allah kepada kita. Apa yang sebelumnya dianggap sebagai
tulisan-tulisan kuno yang telah kehilangan relevansinya kepada kita hari
ini, sekarang menjadi kata-kata hidup yang berbicara kepada hati kita.
Allah yang kita baca di dalam Alkitab sekarang menjadi Allah yang
menjangkau pikiran kita yang paling dalam dengan firman-Nya. Sekarang
kita mengerti mengapa Allah disebut “Allah yang hidup” baik di
Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru.
Namun jika kita tidak memulai dengan perintah yang pertama, kita
tidak akan mengenal Allah sebagai Allah yang hidup. Banyak orang
Kristen menemukan diri mereka dalam keadaan sulit ini karena mereka
tidak diajar untuk mengasihi Allah dengan seluruh jiwa raga mereka.
Bagaimana kita dapat menyebut diri kita sebagai pengikut Yesus jika kita
tidak memenuhi apa yang diajarkannya kepada kita? Akibat dari
kegagalan ini terlihat jelas dalam kehidupan kita dan dalam jemaat.
Beberapa pemimpin gereja memberitahu saya bahwa setelah melayani
selama dua puluh atau tiga puluh tahun, mereka masih tidak memiliki
kuasa rohani untuk memenuhi pekerjaan pelayanan mereka. Allah yang
hidup hampir tidak terlihat di gereja masa kini karena perintah agung
yang pertama ini telah dilalaikan.
Sebagai trinitarian kita menolak monoteisme dari perintah pertama
meskipun ia merupakan unsur sentral kepada kehidupan rohani umat
Israel:
Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu
esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. (Ul.6:45, “TUHAN” secara harfiah ialah “Yahweh”)
Tidak pernah terlambat untuk kembali kepada Yahweh Allah kita. Jika
kita kembali kepada perintah yang pertama, kita akan mengalami sebuah
janji dari Allah: “Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang
hasilnya dimakan habis oleh belalang” (Yoel 2:25). Kemudian kita akan
mengalami sukacita mengenal Dia yang disebut “Allah yang hidup”.
BAGAIMANA SAYA MEMANDANG FIRMAN ALLAH
13
Pengalaman akan Allah sangat penting untuk memahami
Firman Allah
Alkitab dapat dipelajari dari perspektif linguistik, sejarah, atau transmisi
tekstual, tetapi semua ini tidak mengungkapkan pesan hati Allah dalam
firman-Nya.
Saya masih mengingat sesuatu dari masa kuliah di London yang masih
terukir dalam ingatan saya. Seorang profesor bahasa Ibrani sedang
berdiskusi dengan saya suatu teks sulit dalam Alkitab Ibrani ketika dia
berhenti sebentar dan berkata, “Barangkali Allah itu memang ada”. Saya
terkejut mendengar pernyataannya itu. Saya menemukan kesulitan untuk
memahami bagaimana seseorang bisa mengabdikan seluruh hidupnya
untuk mempelajari Alkitab Ibrani tanpa mempercayai keberadaan dari
Allah yang begitu sentral kepada Alkitab. Apakah ia hanya berminat
untuk mempelajari kesusastraannya? Saya sedang mengamati teks yang
dibahas ketika profesor saya mengucapkan kata-kata yang mengejutkan
itu. Saya mengangkat kepala memandang dia, dan melihat dia sedang
memandang mengarah ke surga ke arah langit-langit, sambil berbicara
dalam perenungan yang dalam. Ia adalah seorang sarjana Alkitab yang
terkenal yang telah menerbitkan banyak buku dan artikel atas topik-topik
khusus mengenai Alkitab Ibrani. Jadi mengapa ia, pada saat khusus ini,
tiba-tiba berhenti untuk memikirkan realitas Allah? Setelah beberapa
menit merefleksi, ia kembali ke teks di depan kami, dan tidak lama
kemudian sesi pun selesai. Namun peristiwa tersebut meninggalkan kesan
yang mendalam pada saya. Di sini adalah seorang sarjana terpelajar yang
terkenal dalam bidang penelitian Alkitab, tetapi ternyata belum memiliki
kesimpulan yang tegas tentang keberadaan Allah.
Ia bukanlah satu-satunya profesor di Fakultas “Divinity” yang
meragukan keberadaan Allah. Beberapa profesor yang lain tidak percaya
kepada Allah tampaknya karena mereka belum mengalami Dia sebagai
sebuah realitas yang nyata. Bagaimanapun, mereka masih akan
mengajarkan Perjanjian Lama dan Baru sebagai subjek-subjek akademis,
dengan Allah sebagai salah satu topik. Fakta bahwa Kitab Suci diberikan
melalui inspirasi ilahi bukanlah sesuatu yang mereka terima, karena
mereka menganggap Alkitab sebagai produk tradisi manusia, dan
menemukan dukungan untuk pandangan mereka dengan menunjuk
kepada kesalahan-kesalahan manusia di halaman-halaman yang ada pada
kita sekarang, termasuk perubahan pada teks-teks Alkitab yang dilakukan
secara sengaja atau melalui kesalahan penyalinan. Dalam studi-studi
akademis yang melelahkan ini, Allah menghilang. Adalah sebuah
kenyataan bahwa banyak orang Kristen yang mempercayai Alkitab masuk
14
THE ONLY PERFECT MAN
ke dalam studi teologi dengan tujuan untuk mempersiapkan diri untuk
pelayanan, tetapi kehilangan visi dan kadang-kadang bahkan iman karena
mereka juga kurang mengalami Allah sebagai “Allah yang hidup”.
Bagaimana kita membaca Alkitab ditentukan oleh apakah kita sudah
atau belum mengalami realitas Allah. Orang yang “mengenal” Allah akan
“mendengarkan” suara-Nya dengan cara yang sangat berbeda dari orang
yang tidak mengenal Allah. Apabila saya berbicara tentang mengenal
Allah, saya memaksudkannya sebagaimana Paulus memaksudkannya
ketika dia berkata, “aku tahu kepada siapa aku percaya” (2Tim.1:12).
Banyak orang percaya kepada Allah dalam arti yang samar-samar, tetapi
itu bukanlah pengganti untuk mengenal Allah. Iman apa pun yang tidak
berakar pada pengalaman akan Allah akan segera menjadi picik,
dogmatis, dan bermusuhan dengan mereka yang tidak memiliki
pandangan yang sama. Namun mereka yang mengenal Allah tidak
berperilaku seperti ini.
Saya menyebutkan semua ini karena pentingnya hal-hal tersebut
untuk memahami pesan dari buku ini, yang merupakan sebuah eksposisi
atas Kitab Suci. Saya meyakini Alkitab sebagai Firman Allah bukan hanya
sebagai satu pokok dogma pengakuan iman, tetapi sebagai kebenaran
karena setelah menjalankan pengajarannya saya menemukan bahwa
Alkitab memang seperti yang dijanjikannya. Sebagaimana Yesus katakan
kepada sesama Yahudinya, “Siapa saja yang mau melakukan kehendakNya, ia akan tahu entah ajaranku ini berasal dari Allah, entah aku berkatakata dari diriku sendiri” (Yoh.7:17). Dan sesungguhnya saya telah
menemukan bahwa firman Allah itu adalah kebenaran.
Ini tidak berarti bahwa kesarjanaan dapat ditiadakan, atau teknik
penelitian kata dan eksegesis yang tepat dapat dicampakkan. Kita dapat
memastikan bahwa Allah tidak dimuliakan oleh pekerjaan tak bermutu
dalam penelitian Alkitab, karena Allah adalah Allah kesempurnaan. Dan
sekalipun kita belum mencapai tingkat keunggulan teknis yang tinggi, kita
setidaknya tetap harus memberikan usaha yang terbaik dalam eksposisi
firman-Nya.
Pendahuluan
Pertama, seperti yang dinyatakan dalam judul buku, The Only Perfect
Man, Yesus yang Biblika adalah seorang manusia, seorang manusia nyata
sama seperti setiap manusia di dunia ini. Ia bukanlah seorang “manusia
ilahi” atau “Allah-manusia” seperti yang diasumsikan dalam
trinitarianisme. Jika memang ada seseorang yang dapat disebut Allahmanusia, maka ia bukanlah seorang manusia nyata. “Manusia-manusia
ilahi” atau “allah-allah” (bdk. “banyak ‘allah’”, 1Kor.8:5) banyak
ditemukan dalam mitologi Yunani, dan familiar bagi umat Kristen nonYahudi yang hidup di tengah-tengah kebudayaan dan masyarakat
penyembah berhala. Barnabas dan Saulus, dalam misi mereka kepada
bangsa-bangsa lain, secara keliru dianggap sebagai dewa Zeus dan dewa
Hermes (Kisah 14:12) ketika orang Likaonia bergegas keluar untuk
menyembah mereka, bahkan mempersiapkan persembahan kurban untuk
mereka. Namun Barnabas dan Paulus berseru, “Hai kamu sekalian,
mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini manusia biasa sama seperti
kamu” (ay.15, bdk. BDAG, homoiopathÄ“, yang menetapkan arti “memiliki
natur yang sama” bagi ayat ini).
Yesus dari Perjanjian Baru adalah seorang manusia dengan natur yang
sama seperti semua manusia lain (bdk. Elia, Yakobus 5:17). Karena ia
memiliki natur yang sama seperti semua manusia lain, Yesus “sudah
dicobai dalam segala hal, sama seperti kita sendiri; hanya ia tidak berbuat
dosa!” (Ibr.4:15 BIS). Namun memiliki natur yang sama seperti kita tidak
berarti ia itu sama seperti kita dalam segala hal. Ini membawa kita ke poin
yang berikut.
Kedua, manusia Yesus adalah sempurna. Kesempurnaannya itu
bukanlah sesuatu yang datang kepadanya melalui “inkorporasi” ke dalam
“Allah Anak” dari trinitarianisme, tetapi sesuatu yang dipelajarinya
melalui penderitaan dan dicapai melalui hadirat Yahweh yang tinggal di
dalam dia.
Karena belum pernah ada satu orang pun yang tidak pernah berbuat
dosa dalam sejarah selain dari Yesus, maka ia adalah seorang manusia
luarbiasa, seorang manusia unik, seorang manusia agung, satu-satunya
manusia yang telah mencapai zenit, atau titik tertinggi, dari tujuan abadi
Yahweh bagi manusia. Untuk menekankan fakta yang menakjubkan ini,
adalah pantas dalam beberapa konteks untuk menggunakan huruf besar
“Manusia” untuk menunjukkan bahwa ia adalah manusia sejati tetapi di
16
THE ONLY PERFECT MAN
waktu yang bersamaan bukan seorang manusia “biasa”, tetapi seorang
yang telah mencapai kesempurnaan melalui anugerah dan kuasa Yahweh.
Ketiga, Yesus adalah satu-satunya manusia sempurna yang pernah
hidup. Di antara semua manusia yang pernah hidup sejak penciptaan dan
kejatuhan Adam dan Hawa, “tidak seorang pun yang benar” (Rom.3:10).
Namun ketika Yesus datang, akhirnya ada satu, tetapi hanya satu.
Dalam beberapa terjemahan Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama), ada
beberapa tokoh yang disebut sempurna, tetapi dalam kasus-kasus ini kata
bahasa Ibraninya lebih pantas diterjemahkan sebagai “tidak bercela”,
sebuah terjemahan yang terlihat di beberapa versi yang lain. Tidak ada
manusia selain Yesus yang pernah mencapai kesempurnaan mutlak. Apa
yang dicapai oleh beberapa orang benar di Perjanjian Lama bukanlah
kesempurnaan mutlak, tetapi kesempurnaan relatif dibandingkan dengan
manusia pada umumnya. Namun apabila berbicara tentang Yesus sebagai
satu-satunya manusia sempurna, kita sedang berbicara tentang
ketidakberdosaannya yang absolut, tentang sebuah kesempurnaan total
tanpa tapi-tapian, tentang sebuah pencapaian yang benar-benar
mengherankan. Tidak diragukan lagi Manusia Sempurna merupakan
mukjizat paling besar yang pernah dilakukan Yahweh dalam Kristus,
karena tidak seorang pun dapat mencapai kesempurnaan mutlak kecuali
Yahweh memberdayakannya setiap saat dalam hidupnya. Hal ini dicapai
oleh Yesus karena ia menjalani setiap saat dari kehidupan duniawinya
dalam ketaatan total kepada Bapanya Yahweh.
Keempat, karena kesempurnaannya, Yesus satu-satunya Manusia
Sempurna yang ditinggikan ke tempat tertinggi kedua di alam semesta,
selain Allah Sendiri. Yesus duduk di “sebelah kanan Allah”, yaitu tempat
kedua setelah Yahweh dalam seluruh ciptaan. Allah telah menaklukkan
segala sesuatu kepada dia, dan menyerahkan segala kuasa kepada dia.
Dengan demikian, Yesus berfungsi sebagai wakil Allah yang terlihat,
sehingga sub judul dari buku ini, “Kemuliaan Allah pada wajah Yesus
Kristus” (2Kor.4:6). Siapa saja yang melihat wajah Yesus melihat
kemuliaan Allah.
Menulis dari perspektif medan perang
Studi ini bukanlah karya dari seorang yang hidup dan bekerja di dunia
akademis, meskipun akademisi bukan hal asing baginya, tetapi karya dari
seorang pelayan gereja dan pemimpin sebuah persekutuan gereja yang
cukup besar. Misi gereja universal adalah untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan Yesus kepada murid-muridnya, bahwa “Injil Kerajaan ini
PENDAHULUAN
17
akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa”
(Mat.24:14). Memajukan kerajaan Allah di dunia yang dikuasai oleh
kekuatan besar yang memusuhi Dia, berarti misi kita bukanlah sebuah
walkover (kemenangan yang mudah) tetapi sebuah pertarungan sengit
(2Tim.4:7). Perjuangan ini bukan semata-mata semacam majas yang
dikutip dari bahasa pertandingan atletik seperti yang sering ada di
Korintus, tetapi dapat dilihat dari penderitaan nyata dan bahaya maut
yang sering dihadapi Paulus (2Kor.11:23f).
Ini berarti buku ini ditulis dari sudut pandang medan perang daripada
aula-aula akademisi terpoles. Ini juga berarti subjek dalam buku ini tidak
dapat dipelajari dengan semacam detasemen akademis yang dilakukan
oleh beberapa sarjana, melainkan dengan subjektivitas keterlibatan
pribadi di dalam sebuah pertempuran “sampai mati” (Why.2:10;
Mat.24:13; Mrk.13:13). Keterlibatan pribadi seringkali membangkitkan
intensitas dan ungkapan berapi-api yang jauh berbeda dari pernyataanpernyataan dingin dan tidak memihak yang dibuat oleh para sarjana yang
memandang dari jauh. Pertimbangkan kemarahan Yesus ketika ia
membuat cambuk untuk mengusir para pedagang dan penukar uang dari
Bait Allah (Yoh.2:15).
Dalam kenyataannya, sedikit orang yang benar-benar terpisah atau
terlepas dari isu-isu penting yang dibahas dalam studi ini, karena tidak
banyak hal yang melibatkan perasaan hati dibanding hal-hal menyangkut
iman yang dibahas di sini.
Meskipun demikian, apabila menafsirkan ayat-ayat Kitab Suci, penting
untuk memiliki objektivitas yang memperlengkapi kita untuk
mempelajarinya dengan teliti dan saksama, dan dengan segala kompetensi
akademik yang kita miliki, tanpa membiarkan prasangka doktrinal kita
mendistorsi pemahaman kita akan pesan Kitab Suci bagi kita.
Kapitalisasi
Dalam karya ini istilah “Alkitab” dan “Kitab Suci” dan “Kitab-kitab Suci”
ditulis dalam huruf besar, demikian pula kata-kata sifat yang sepadan
seperti “Biblika” dan “Alkitabiah”, bukan karena “bibliolatri”
(penyembahan terhadap Alkitab) tetapi untuk menekankan bahwa Kitabkitab Suci (PL dan PB), sebagai firman Allah adalah otoritas yang final
dan absolut bagi iman dan doktrin kita. Kegagalan untuk mengikuti
prinsip rohani yang pokok ini telah mengakibatkan kejatuhan gereja ke
dalam kesalahan fatal.
18
THE ONLY PERFECT MAN
Hanya pronomina (kata ganti) yang mengacu kepada Yahweh
dikapitalisasi, bukan saja dari rasa hormat, tetapi juga untuk membedakan
referensi kepada-Nya dari referensi pronomina kepada yang lain dalam
kalimat yang sama. Sebagai contoh, kalimat yang berikut agak sulit untuk
dimengerti.
Sebab dalam menaklukkan segala sesuatu kepada-Nya, tidak ada
suatu pun yang Ia kecualikan, yang tidak takluk kepada-Nya. Tetapi
sekarang ini kita belum melihat segala sesuatu ditaklukkan kepadaNya. (Ibr.2:8)
Dengan mengkapitalisasikan kata “ia” yang mengacu kepada Yahweh
saja, dengan semua pronomina lain mengacu pada Yesus, artinya menjadi
jelas:
Sebab dalam menaklukkan segala sesuatu kepadanya, tidak ada
suatu pun yang Ia kecualikan, yang tidak takluk kepadanya. Tetapi
sekarang ini kita belum melihat segala sesuatu ditaklukkan
kepadanya.
Atas topik yang sama, yaitu penaklukan segala sesuatu kepada Kristus,
Paulus berkata:
Sebab Dia telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki-Nya.
Namun, ketika Dia mengatakan bahwa segala sesuatu telah
ditaklukkan, jelaslah bahwa hal itu tidak termasuk Dia yang telah
menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya. (ILT)
Makna dari ayat ini menjadi lebih jelas jika kita mengkapitalisasikan
kata “dia” yang mengacu kepada Allah Yahweh saja:
Sebab Dia telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kakinya.
Namun, ketika Dia mengatakan bahwa segala sesuatu telah
ditaklukkan, jelaslah bahwa hal itu tidak termasuk Dia yang telah
menaklukkan segala sesuatu kepada dirinya. (ILT)
Bahkan, demi kejelasan, versi NIV malah menafsirkan kalimat itu
daripada sekadar menerjemahkannya, dengan memasukkan kata “Allah”
dan “Kristus” ke dalam pernyataan Paulus: “hal itu tidak termasuk Allah
sendiri, yang telah menaklukkan segala sesuatu kepada Kristus”.
PENDAHULUAN
19
Hal yang sangat penting: Prosedur
Studi tentang bagaimana trinitarianisme berkembang akan menunjukkan
bahwa hal ini dimulai dengan penyembahan terhadap Yesus oleh umat
non-Yahudi. Kenyataan bahwa umat non-Yahudi awal memiliki
kecenderungan untuk menyembah manusia-manusia ilahi dapat dilihat
dari penyembahan terhadap Barnabas sebagai Zeus dan Paulus sebagai
Hermes (Kis.14:12).
Penyembahan kepada Yesus sebagai Allah oleh umat trinitarian tidak
didasarkan pada pengajaran Kitab Suci. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan kalau Pengakuan Iman Nicea dan beberapa kredo
“Kristen” dari abad-abad awal, tidak mengutip satu pun ayat Kitab Suci
untuk mendukung pernyataan-pernyataan dogmatik mereka. Singkat
kata, ini adalah kredo-kredo buatan manusia yang didasari oleh otoritas
manusia, bukan otoritas Kitab Suci, yakni Firman Allah. Bahkan tidak ada
upaya dilakukan untuk menutupi fakta ini. Pemimpin-pemimpin gereja
itu, yang disebut “bapa-bapa” dan “uskup-uskup”, meninggikan diri
mereka sebagai otoritas yang ditunjuk Allah, dipenuhi kekuasaan tertinggi
untuk membuat keputusan-keputusan yang mengikat atas doktrin dan
melemparkan anathema (kutuk) ke atas mereka yang berbeda pendapat.
Hanya di era Reformasi yang menolak otoritas gereja Katolik, dan
menerima prinsip sola Scriptura (hanya Alkitab) sebagai dasar bagi
doktrin gereja, baru terjadi suatu perubahan dalam “prosedur” tentang
bagaimana doktrin dan praktik gereja harus dinilai. Namun masalah
dengan gereja Protestan yang muncul dari Reformasi adalah hampir
keseluruhan kredo gereja Katolik diadopsi. Sebagai akibatnya, Gereja
Katolik Roma dan gereja-gereja Protestan tidak memiliki perbedaan
fundamental dalam teologi, terutama teologi trinitaris. Di Gereja Katolik
dan gereja-gereja Protestan, kapan saja ada usaha yang sungguh-sungguh
untuk mengevaluasi doktrin berdasarkan hanya pada Kitab Suci, akan
menimbulkan kewaspadaan dan kecemasan. Dalam kenyataannya,
prinsip sola Scriptura adalah sebuah alat yang dimanfaatkan oleh gerejagereja ini untuk menyesuaikan Kitab Suci dengan dogma mereka,
termasuk trinitarianisme. Secara prosedural, mereka memulai dengan
trinitarianisme dan bukan dengan Kitab Suci. Kita akan meneliti usahausaha ini dalam studi ini.
20
THE ONLY PERFECT MAN
Bagaimana mungkin para trinitarian dapat membaca Kitab
Suci selain melalui satu-satunya perspektif yang diketahui
mereka?
Mengingat bahwa kita bahkan tidak dapat dibaptis tanpa mengakui
kredo-kredo gereja, bagaimana mungkin kita semua yang berlatar
belakang trinitarian dapat membaca Alkitab tanpa mendekatinya dengan
kacamata trinitaris, satu-satunya perspektif yang kita ketahui? Bagaimana
mungkin kita dapat membaca Alkitab dalam “kemurnian asli”-nya jika
dari awal kita dituntut untuk membacanya melalui prisma kredo-kredo
dari abad keempat dan kelima? Kredo-kredo ini dirumus tanpa secara
eksplisit mengutip Kitab Suci (yang otoritasnya digantikan oleh
pemimpin-pemimpin gereja yang mengarang kredo-kredo itu), dan
menuntut semua orang Kristen untuk mempercayai suatu Godhead dalam
tiga-pribadi. Godhead adalah kata aneh yang sulit dipahami. Dalam
kenyataannya, tidak ada orang lain yang memahaminya juga. Dari awal
kita telah diajarkan bahwa Allah Anak, pribadi kedua dari “triune
Godhead” (Allah Trinitas), berinkarnasi sebagai manusia Yesus Kristus.
Banyak orang Kristen memulai kehidupan Kristen mereka di bawah
asuhan gereja-gereja tempat mereka bergabung, tempat mereka
mengambil bagian dalam pelbagai kegiatan dan terlibat dalam pelbagai
bentuk penyembahan. Banyak orang Kristen, khususnya Katolik, bahkan
tidak memiliki Alkitab, apalagi membacanya, meskipun setelah bertahuntahun menjadi Kristen. Bagi mereka gereja merupakan satu-satunya
otoritas rohani.
Bahkan di antara umat Protestan injili yang menjunjung tinggi Alkitab
sebagai Firman Allah dan otoritas tertinggi dalam segala perkara yang
berkaitan dengan iman, kenyataannya adalah mereka datang kepada
Kitab Suci sebagai trinitarian, dan tidak tahu bagaimana membaca Alkitab
selain dari cara trinitaris yang telah diajarkan kepada mereka dari awal.
Itulah cara saya membaca Alkitab untuk sebagian besar kehidupan
Kristen saya, mulai dari usia 19 dan melewati 70. Ketika saya menginjili
orang non-Kristen, memimpin pedalaman Alkitab, atau melatih
pemimpin-pemimpin masa depan, entah mengapa saya akan merasa
terdesak untuk menanamkan kesan kepada para pendengar bahwa Yesus
adalah Allah. Bagaimana mungkin kita dapat membaca Alkitab dan
membiarkannya berbicara sendiri jika kita memiliki kebiasaan
memaksakan ide-ide yang telah tertanam sebelumnya ke atasnya?
Pola pikir trinitaris saya juga mempengaruhi cara saya membaca
Perjanjian Lama. Ini diperumit oleh kenyataan bahwa Perjanjian Lama
PENDAHULUAN
21
tidak memiliki jejak atau bukti akan keberadaan pribadi yang disebut
“Allah Anak”, tokoh utama dari iman trinitarian. Masalah ini ditangani,
setidaknya secara psikologis, dengan mengasumsikan bahwa kebanyakan
dari kata “Tuhan” (dihurufbesarkan menjadi “TUHAN”) mengacu
kepada Yesus dalam pra-eksistensinya. Namun jika “TUHAN” mengacu
pada Yesus, di mana tempat Bapa dalam Perjanjian Lama?
Pemakaian istilah-istilah
Biblika yang tepat
Karena doktrin trinitarian telah mengubah arti dan isi dari istilah-istilah
kunci dalam Alkitab, penting untuk kita menjelaskan arti dari istilahistilah tersebut dari awal, kalau tidak, mustahil kita memahami pesan
Alkitab. Kita akan melihat istilah-istilah berikut: Allah, Tu[h]an (Lord),
Bapa, Yesus, Anak Allah. Istilah-istilah tersebut akan dibahas secara
singkat, sambil menyoroti titik-titik penyimpangan di antara arti Biblika
dan arti trinitaris dari istilah-istilah ini.
Allah
Dari awal kita perlu mempertimbangkan tokoh sentral dari Alkitab: Allah.
Dengan “Allah”, trinitarian mengartikannya “Trinitas”—suatu Allah yang
terdiri dari tiga pribadi yang berbagi satu “substansi”. Akan tetapi konsep
substansi ilahi (yang berasal dari pemikiran Yunani dan kepercayaan
politeistik), maupun Allah tripartit yaitu tiga pribadi berbagi satu
substansi, tidak eksis dalam Alkitab. Satu-satunya Allah di dalam Alkitab
disebut “Yahweh”, sebuah nama yang muncul hampir 7,000 kali dalam
Kitab Suci. Sebaliknya, Allah umat trinitarian tidak memiliki nama sama
sekali! Meskipun ada beberapa trinitarian yang menyamakan Yahweh
dengan Allah Bapa, kenyataannya tetap bahwa “Allah Bapa” ini hanya
merupakan salah satu dari tiga pribadi dalam “ke-Allahan” trinitaris.
Para trinitarian secara universal mengakui (silakan periksa kamus
Alkitab dan teologi sistematis apa saja) bahwa kata “trinitas” tidak eksis di
dalam Alkitab. Bagaimanapun, “trinitas” bukanlah nama Allah tetapi
sebuah istilah deskriptif untuk Allah tripartit yang tidak eksis (dalam arti
tidak ditemukan dalam Kitab Suci). Sifat tripartit dari doktrin ini telah
menimbulkan suatu situasi, yaitu beberapa orang Kristen berdoa kepada
Bapa, yang lain berdoa kepada Yesus, dan ada juga, khususnya mereka
yang dari golongan karismatik, yang berdoa kepada Roh.
Namun Yahweh itu satu Pribadi, bukan tiga, dan Ia jelas-jelas
memiliki sebuah nama. Namun untuk semua maksud dan tujuan, Nama
itu telah dilenyapkan dari Kekristenan. Kebanyakan orang Kristen tidak
tahu siapa Yahweh itu, meskipun mereka barangkali pernah mendengar
kata “Jehovah”, bentuk yang kurang tepat dari Nama itu, yang mereka
kaitkan dengan sekte yang disebut Saksi-saksi Yehuwa, yang
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT
23
meninggalkan kesan negatif terhadap nama “Jehovah” dan secara tidak
langsung “Yahweh”. Nama Yahweh telah dilempar keluar (kecuali di
akademisi), meskipun ia muncul pada hampir setiap halaman dalam
Alkitab Ibrani (yang disebut orang Kristen “Perjanjian Lama”)—rata-rata
enam atau tujuh kali per halaman.
Baik Perjanjian Baru, maupun Perjanjian Lama, secara ketat bersifat
monoteistis, sebuah fakta yang diketahui oleh semua sarjana Perjanjian
Baru. Namun karena monoteisme ketat tidak sesuai dengan
trinitarianisme, para trinitarian berusaha berkelit dengan mengubah arti
“Allah” sehingga Allah menjadi “satu substansi” atau “satu natur”, bukan
lagi “satu Pribadi”, meskipun tidak ada istilah “satu substansi” dalam
Alkitab.
Penghapusan Nama Yahweh
Penghilangan nama pribadi Allah, Yahweh, bermula dengan umat Yahudi
pasca-pembuangan (mereka yang hidup setelah kembali dari
pembuangan ke Babilonia) yang merasa lebih khidmat untuk mengacu
kepada Yahweh bukan sebagai Yahweh tetapi sebagai Adonai (Ibrani
untuk “Tuan” atau “Tuanku”). Lebih krusial lagi, praktik tidak menyebut
nama “Yahweh” akhirnya tercermin dalam terjemahan Yunani dari
Alkitab Ibrani. Terjemahan yang amat penting ini dikenal sebagai
“Septuaginta” (kata Latin yang berarti “tujuh puluh”), yang sering
diperpendek menjadi LXX, angka romawi untuk 70, karena menurut
tradisi terjemahan ini dilakukan oleh 70 atau 72 penerjemah. LXX
bukanlah sebuah “terjemahan oleh komite” sebagaimana kita memahami
istilah itu sekarang, tetapi sebuah koleksi dari terjemahan-terjemahan
yang berbeda-beda yang dilakukan selama dua abad dan diselesaikan kirakira satu abad sebelum Kristus.
Yang paling signifikan, LXX secara keliru menerjemahkan “Yahweh”
sebagai kyrios, kata Yunani yang sepadan dengan Adonai (Tuan). 3
Kebanyakan Alkitab Inggris mengkapitalisasikan “Lord” menjadi “LORD” di
mana kata dalam teks Ibrani adalah YHWH. Dalam sejarah Alkitab, ini
merupakan kebiasaan tipografi yang modern, dan tidak diikuti oleh semua
Alkitab Inggris (mis. Geneva Bible 1599, atau Orthodox Study Bible yang
modern). Dalam buku ini, kami tidak merasa perlu untuk menulis “Lord” dalam
huruf besar ketika mengutip dari Alkitab yang berbuat demikian. Dalam
kebanyakan kasus, adalah lebih tepat untuk mengembalikan nama “Yahweh” atau
menunjukkan kata Ibrani aslinya yaitu YHWH. Beberapa terjemahan Inggris
mempertahankan “Yahweh” baik secara konsisten (NJB, WEB) atau secara parsial
3
24
THE ONLY PERFECT MAN
Dengan kata lain, nama pribadi Allah yang unik, Yahweh, telah diganti
dengan sebuah gelar deskriptif umum, “Tuan” (kyrios, kata Yunani yang
sering dipakai untuk manusia). Meskipun terjemahan “Yahweh” ini
keliru, umat Yahudi berbahasa Yunani tahu bahwa kyrios dalam banyak
konteks mengacu kepada Yahweh, karena warisan religius yang
diturunkan kepada mereka. Namun hal yang sama tidak dapat dikatakan
untuk bangsa-bangsa non-Yahudi, karena kebanyakan dari mereka tidak
tahu bahwa kyrios seringkali dipakai sebagai pengganti untuk “Yahweh”.
Sebagai akibat dari ketidaktahuan bangsa non-Yahudi ini, dalam
waktu tiga abad setelah zaman Yesus, gelar “Tuan” yang diterapkan
kepada Allah digabungkan dengan gelar “Tuan” yang diterapkan untuk
Yesus, yang saat itu dinyatakan sebagai “Allah Anak”, sebuah gelar
trinitaris yang tidak ditemukan di mana pun dalam Kitab Suci. Pada awal
pertengahan abad kedua, ketika gereja-gereja barat didominasi bangsabangsa lain, nama “Yahweh” secara praktis telah hilang dari gereja.
Secara signifikan, dengan menghilangnya Nama Yahweh, gereja
masuk ke dalam keadaan kemerosotan rohani yang berlangsung sampai
hari ini. Pada abad keempat, kaisar Romawi Konstantin mengangkat
dirinya menjadi kepala gereja Kristen de facto, sebuah situasi yang ia
manfaatkan untuk mencapai objektif politik untuk menstabilkan
kekaisarannya. Ini mempercepat kemerosotan gereja; dan tidak lama
setelah itu, Paus yang memimpin kerajaan kekristenan berfungsi seperti
seorang kaisar Romawi. Gereja secara terus-menerus diserap oleh dunia.
Penghapusan Nama Yahweh bermula dengan penolakan umat Yahudi
pasca pembuangan untuk mengucapkannya karena takut dengan tidak
sengaja menyalahgunakannya, khususnya melanggar perintah yang ketiga
(“Jangan menyebut nama Yahweh, Allahmu, dengan sembarangan”).
Akhirnya, tidak ada yang bisa benar-benar yakin bagaimana Nama itu
aslinya dilafalkan, sekalipun Encyclopedia Judaica 22-jilid menyatakan
bahwa pelafalan aslinya adalah “Yahweh”, dan pelafalan itu tidak pernah
hilang.
Namun apakah penting sekarang bagaimana Nama-Nya itu aslinya
dilafalkan? Bukankah Allah melihat ke dalam hati kita apakah kita benarbenar berseru kepada Dia dan Nama-Nya? Sekalipun kita tahu bagaimana
setiap suku kata dari Tetragramaton (YHWH) itu aslinya dilafalkan,
apakah kita tahu dengan pasti di mana letak penekanannya, di suku kata
(HCSB). Alkitab bahasa Mandarin cenderung mempertahankan nama Allah
secara konsisten, tetapi dalam bentuk yang menyerupai “Jehovah” daripada
“Yahweh”.
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT
25
yang pertama atau yang kedua? (Penekanannya sudah hampir pasti ada di
suku kata pertama karena “Yah” adalah singkatan dari “Yahweh”, karena
itu YAHweh lebih mungkin dibandingkan YahWEH.)
Nama Yahweh yang nyaris dihapuskan telah memberi trinitarianisme
sebuah kesempatan untuk menegakkan kesalahannya. Kesalahan ini akan
layu dan mati hanya jika kita menghidupkan kembali Nama-Nya. Dan
sesungguhnya Kitab Suci menyatakan bahwa nama Yahweh harus
dimasyhurkan, bukan ditekan:
Ulangan 32:3 Sebab Yahweh akan kuserukan: Berilah hormat kepada
Allah kita!
Yesaya 12:4 Pada waktu itu kamu akan berkata: "Bersyukurlah
kepada Yahweh, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatanNya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya
tinggi luhur!
Keengganan umat Yahudi untuk mengucapkan nama Yahweh
menjelaskan mengapa “Yahweh” tidak disebut dalam Perjanjian Baru.
Mulanya Perjanjian Baru ditulis untuk orang Yahudi. Karena mereka
menahan diri dari mengucapkan nama Allah, mereka pasti akan
menjauhkan diri dari penginjil yang mengucapkan Nama itu, dan ini akan
segera menutup pintu penginjilan. Paulus menulis kepada jemaat-jemaat
yang sebagian besar terdiri dari orang Yahudi, meskipun ada beberapa
gereja yang memiliki anggota non-Yahudi minoritas yang cukup besar.
Dan karena Paulus mengikuti prinsip memberitakan Injil kepada
“pertama-tama orang Yahudi”, ia tidak akan mengambil risiko untuk
memalingkan orang Yahudi dari Injil dengan mengucapkan nama
Yahweh. Bagaimanapun juga, keengganan untuk mengucapkan nama
Yahweh bukanlah masalah serius dalam praktik karena orang Yahudi
tahu bahwa gelar “Tuan/Tu[h]an” dalam banyak konteks merujuk kepada
Yahweh.
Tuan/Tu[h]an
Ketika Injil dan surat-surat Perjanjian Baru ditulis kira-kira 150 tahun
setelah LXX selesai, LXX saat itu telah berurat-akar dan beredar luas di
dunia berbahasa Yunani. Bahasa Yunani telah menjadi lingua franca atau
bahasa universal di dunia Romawi, khususnya di bidang perdagangan,
sama seperti bahasa Inggris telah menjadi bahasa perdagangan
26
THE ONLY PERFECT MAN
internasional sekarang. Itulah sebabnya Paulus dan para penulis
Perjanjian Baru biasanya mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama bukan dari
Alkitab Ibrani yang asli tetapi dari LXX, terjemahan Yunani dari Alkitab
Ibrani yang paling penting. Adalah wajar jika Perjanjian Baru, yang
datang kepada kita dalam bahasa Yunani, mengutip Kitab Suci dari LXX
Yunani.
Kata “Tuan” (kyrios) dalam ayat-ayat LXX yang dikutip di Perjanjian
Baru kebanyakan mengacu kepada Yahweh. “Yahweh” yang
diterjemahkan sebagai “Tuan” di LXX (dan di ayat-ayat Perjanjian Baru
yang mengutip LXX) bukanlah sumber kebingungan kepada orang
percaya Yahudi awal, karena ia menyadari adanya persamaan referensial
antara “Yahweh” dan “Tuan”. Di waktu yang bersamaan, ia juga tahu
bahwa “Tuan” adalah istilah luas yang dapat dipakai untuk orang lain
selain Yahweh. Ketika Petrus memberi tahu orang banyak di Yerusalem
bahwa Allah telah membuat Yesus “menjadi Tu[h]an dan Kristus” (Kisah
2:36), yaitu bahwa pada kebangkitannya Yesus ditinggikan menjadi
“Tu[h]an Yesus Kristus”, orang percaya Yahudi tidak bingung dengan
“Tuan” yang diterapkan kepada Yesus dan “Tuan” yang diterapkan
kepada Allah Yahweh.
Namun situasinya berubah ketika tulisan-tulisan Perjanjian Baru jatuh
ke tangan bangsa-bangsa lain, karena mereka seringkali tidak dapat
membedakan “Tuan” yang diterapkan kepada Yahweh dari “Tuan” yang
diterapkan kepada Yesus. Perpaduan dan kekalutan ini justru cocok sekali
untuk trinitarianisme, dan memfasilitasi kebangkitannya di abad-abad
awal gereja barat non-Yahudi.
Di Perjanjian Baru, “Tuan” bisa merujuk kepada Yahweh, kepada
Yesus, atau salah satu Yahweh atau Yesus. Variabilitas arti semacam ini
bukan dikarenakan oleh kecerobohan atau kebingungan yang disengaja,
tetapi timbul dari fakta bahwa dalam karya keselamatan, Yesus berfungsi
dalam kesatuan yang sempurna dengan Yahweh Bapanya. Yahweh
mengerjakan keselamatan umat manusia di dalam dan melalui Yesus
Kristus. Dalam pekerjaan keselamatan, Allah dan Yesus tidak dapat
dipisahkan. Itulah sebabnya di banyak tempat, kita tidak perlu mencari
perbedaan yang tajam dalam penggunaan kata “Tuan”. Sebagai contoh,
“Tuan” bisa merujuk kepada Allah atau Yesus dalam ayat-ayat seperti
berikut: 1Kor.16:7 (“jika diperkenankan Tu[h]an”), 1Kor.16:10
(“pekerjaan Tu[h]an”), dan Fil.4:4 (“Bersukacitalah senantiasa dalam
Tu[h]an!”).
Di sisi lain, ada banyak contoh dari “Tuan” yang membedakan dengan
jelas antara Allah dan Yesus, sebagaimana dapat dilihat dari konteks atau
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT
27
dari kalimat itu sendiri, cth. 1Kor.6:14, “Allah, yang membangkitkan
Tu[h]an”, dan kata “Tu[h]an” di sini jelas merujuk kepada Yesus.
Perbedaan antara “Allah” dan Yesus sebagai “Tuan” sering dibuat dengan
menyebut secara eksplisit “Tu[h]an Yesus” atau “Tu[h]an Yesus Kristus”
(cth. “dari Allah, Bapa kita, dan dari Tu[h]an Yesus Kristus”, yang
ditemukan di Rm.1:7; 1Kor.1:3; 2Kor.1:2; Gal.1:3; Ef.1:2; Flp.1:2; 2Tes.1:2;
Flm.1:3).
Kadang-kadang tidak terlalu jelas siapa yang dirujuk oleh “Tuan”,
tetapi sebuah pemeriksaan atas teks biasanya akan menjernihkan
ketidakpastian, sebagaimana halnya dengan “Tu[h]an yang mulia” dalam
ayat berikut:
Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi
dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah
bagi kemuliaan kita. Tidak ada dari penguasa dunia ini yang
mengenal hikmat ini, sebab sekiranya mereka mengenalnya, mereka
tidak menyalibkan Tu[h]an yang mulia. (1Kor 2:7-8)
Siapakah yang dimaksud dengan “Tu[h]an yang mulia”? Karena Yesus
tidak disebut di ayat sebelumnya (ay.7) atau di ayat yang berikutnya
(ay.9), dan karena Allah disebut dalam kedua ayat ini, apakah kita harus
memahami “Tu[h]an yang mulia” sebagai sebuah referensi kepada Allah,
seperti yang dilakukan banyak orang? Namun penelitian yang cermat
akan menunjukkan bahwa “Tu[h]an yang mulia” merujuk kepada Yesus,
bukan Allah, karena:
1. Di ayat 2, Paulus membicarakan “Yesus Kristus” sebagai dia yang
“disalibkan”. Dengan demikian, konteks sendiri membuktikan
bahwa “Tu[h]an yang mulia” di ay.8 merujuk kepada Yesus.
2. Yakobus 2:1 berbicara tentang, “Yesus Kristus, Tu[h]an kita yang
mulia”.
3. Karena Allah tidak fana (Rm.1:23; 1Tim.1:17) dan karenanya tidak
bisa mati, “Tu[h]an yang mulia” hanya bisa merujuk kepada Yesus,
yang fana dan sesungguhnya telah mati bagi umat manusia.
Salah satu dari tiga poin tersebut di atas sebetulnya sudah cukup untuk
menentukan bahwa “Tu[h]an yang mulia” di 1Kor.2:8 mengacu kepada
Yesus, tetapi kami menyampaikan semuanya untuk menunjukkan bahwa
tidak sulit menentukan siapa yang dimaksudkan dengan “Tuan” jika kita
mau melewati prosedur eksegesis yang tepat.
28
THE ONLY PERFECT MAN
Di gereja masa kini, kata “Tuan” dipakai secara sembarangan untuk
Allah dan untuk Yesus dengan cara yang memadukan keduanya. Hal ini
dengan sempurna mendukung tujuan trinitarianisme karena
trinitarianisme tidak ingin membuat perbedaan antara Allah dan Yesus.
Dalam gereja-gereja trinitarian, menyebut Yesus sebagai Lord atau Tuan
(atau “Tu[h]an” di Indonesia/Malaysia) sama saja dengan menyebutnya
sebagai Allah. Namun tidak demikian di Perjanjian Baru. Memanggil
Yesus sebagai “Tuan” berarti mengakuinya sebagai Penguasa atas
kehidupan kita; bukan sebuah pernyataan atas keilahiannya.
Perjanjian Baru, khususnya surat-surat Paulus, sering melakukan
sebuah pembedaan yang disengaja antara “Allah” dan “Tuan”. James D.G.
Dunn menyatakan:
Dalam beberapa ayat Paulus menggunakan rumus, ‘Allah dan Bapa
Tu[h]an kita Yesus Kristus’. Fitur menyoloknya adalah Paulus
membicarakan Allah bukan hanya sebagai Allah Kristus, tetapi
sebagai ‘Allah...Tu[h]an kita Yesus Kristus’. Bahkan sebagai Tuan,
Yesus mengakui Allah bukan saja sebagai Bapa tetapi juga sebagai
Allahnya. Dari sini jelaslah bahwa gelar kyrios [“Tuan”] tidak
dimaksudkan sebagai suatu cara untuk mengidentifikasikan Yesus
dengan Allah, tetapi sebagai satu cara untuk membedakan Yesus
dari Allah. (Did the First Christians Worship Jesus? hlm.110, huruf
miring oleh Dunn)
Sekarang ada satu lagi masalah, yaitu kata Lord atau “Tuan” telah
menjadi sebuah kata kuno yang tidak dipakai lagi, karena telah digantikan
oleh kata-kata seperti “kepala”, “bos”, “CEO”, dan lain-lain.
Oleh karena pemakaian kata “Tuan” yang sumbang di gereja-gereja
masa kini, gelar ini akan dipakai dengan hemat dalam buku ini hingga
kita mempelajari bagaimana Perjanjian Baru menerapkan gelar “Tuan”
kepada Yesus.
Buku saya Totally Committed! 4 menguraikan Ulangan 6:5 (“Kasihilah
Tuhan [Yahweh], Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”) dari perspektif trinitarian,
menggantikan Yahweh dengan Yesus sebagai objek komitmen kita. Saya
sekarang sadar ini merupakan sebuah kesalahan serius, sesungguhnya
sebuah dosa serius, tetapi seperti Paulus saya hanya dapat mengaku
bahwa saya telah melakukannya dalam ketidaktahuan, dan atas alasan
Chang, Eric H.H., Totally Committed: The Importance of Commitment in
Biblical Teaching, Guardian Books, Belleville, Ontario, 2001.
4
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT
29
tersebut berharap untuk menerima belas kasihan (1Tim.1:13). Ribuan
orang di seluruh dunia telah membaca buku tersebut dan menerima
pengajarannya sebagai kursus Alkitab. Saya hanya bisa berharap mereka
akan mendapat kesempatan untuk mendengarkan pesan dari buku ini.
Bapa
Umat Israel memandang Yahweh sebagai Bapa mereka, terlihat dari ayatayat seperti Yes.63:16 (“Ya Yahweh, Engkau sendiri Bapa kami”) dan
Yes.64:8 (“Tetapi sekarang, ya Yahweh, Engkaulah Bapa kami!”). Di
Perjanjian Lama ada sembilan orang yang bernama Abia, nama yang
berarti, “Bapaku adalah Yahweh”.
Namun bagi umat trinitarian, Bapa hanyalah pribadi pertama dari
Trinitas. Sama seperti “Bapa” bukan sebuah nama diri tetapi sebuah
istilah yang mendefinisikan relasi seseorang dengan anaknya, demikian
juga dalam trinitarianisme, Allah Bapa tidak memiliki nama, dan
didefinisikan sehubungan dengan pribadi kedua, Allah Anak, yang
ironisnya memiliki sebuah nama. Namanya “Yesus” merupakan sebuah
nama manusia yang sangat umum di Israel di zaman Perjanjian Baru.
Yesus
Umat trinitarian berkata bahwa Yesus “bukan hanya” seorang manusia
tetapi “Allah-manusia”, seolah-olah Yesus direndahkan apabila kita
berkata bahwa dia adalah manusia sejati. Dalam dogma trinitarian, tidak
ada yang lain selain Yesus merupakan Allah-manusia, bahkan Allah Bapa
atau Allah Roh pun tidak. Ini meninggalkan Yesus dalam kategori
tersendiri.
Penegasan trinitarian bahwa Yesus adalah sepenuhnya Allah dan
sepenuhnya manusia dalam kenyataannya berarti ia bukan benar-benar
Allah, atau benar-benar manusia. Tidak mungkin ada orang yang 100%
Allah dan 100% manusia di waktu yang bersamaan. Apabila kita
menjadikan Yesus 100% Allah dan 100% manusia, kita sedang
mengarang-ngarang sesuatu hanya untuk disesuaikan dengan doktrin
kita, tanpa mempedulikan kenyataan atau logika, dan membuat
pernyataan-pernyataan yang terang-terangan palsu, yang bukan-bukan,
dan yang tidak alkitabiah. Kepalsuan seringkali terdengar cukup
meyakinkan untuk mengelabui orang, tetapi itu tidak menjadikannya
benar. Ilah-ilah palsu disembah dalam banyak agama, tetapi itu tidak
membuat mereka menjadi benar.
30
THE ONLY PERFECT MAN
Ada sebuah implikasi yang halus dan tersembunyi, dan karenanya
berbahaya, dari doktrin “Allah-manusia” ini: Apakah kita menjadikan
Yesus lebih dari Allah? Dalam trinitarianisme, Allah Bapa “hanya”-lah
Allah tetapi Yesus ialah Allah plus manusia. Kita tidak bisa begitu saja
menganggap manusia tidak memiliki nilai hakiki apa pun yang dapat
ditambahkan kepada Allah. Dalam kenyataannya, manusia adalah puncak
dan mahkota dari ciptaan Allah—sebuah ciptaan yang disebut “sungguh
amat baik” di mata Allah (Kej.1:31)
Sekalipun kita bersikeras bahwa manusia itu tidak bernilai, faktanya
tetap bahwa seseorang yang merupakan keduanya Allah dan manusia
jauh lebih menarik bagi manusia daripada seseorang yang “hanya” Allah.
Secara psikologis, lebih mudah berhubungan dengan seseorang yang
adalah manusia daripada seseorang yang bukan. Ini sepenuhnya
menjelaskan daya tarik yang begitu besar dari doktrin “Allah-manusia”
trinitarian dan kemampuannya untuk memperdaya.
Unsur manusialah yang menjadi sumber daya tarik bunda Yesus,
Maria, bagi umat Katolik yang menyembah dia. Sementara Yesus
trinitaris diberikan keilahian dan kemanusiaan, Maria itu sepenuhnya
manusia dan karena itu jauh lebih menarik daripada Yesus. Daya tariknya
diperkuat oleh statusnya dalam dunia Katolik sebagai “Bunda Allah”,
yang memberinya daya persuasi yang tak tertandingi atas Allah di mata
para pemujanya. Karena itu, tidaklah mengherankan kalau patung-patung
Maria ditemukan di hampir setiap gereja Katolik, dan banyak gereja
didedikasikan kepadanya, seperti katedral di Montreal yang disebut,
“Maria, Permaisuri Dunia”. Fakta bahwa Maria itu “hanya” manusia dan
tidak ilahi, tidak mencegah para pemujanya untuk memuja dan bahkan
menyembahnya.
Namun jika kita mengikuti pandangan Biblika bahwa Yesus adalah
seorang manusia sejati, 100% manusia, ini akan mengumpan protes dari
trinitarian bahwa kita telah merendahkan Yesus menjadi “hanya”
manusia. Akan tetapi kenyataannya setiap manusia di muka bumi ini
adalah “hanya” manusia, tetapi diciptakan dalam “gambar Allah”. Namun
bagi Yesus yang “hanya” manusia, Yahweh “Allah yang Mahatinggi” telah
berkenan meninggikan dia di atas surga untuk duduk di sebelah kananNya, menjadikan Yesus kedua setelah Yahweh dalam seluruh ciptaan.
Yesus dengan demikian dimahkotai dengan “kemuliaan dan hormat”
(Ibr.2:7). Akan tetapi bagaimana Yesus trinitarian dapat dimahkotai
dengan kemuliaan dan hormat, karena sebagai Allah ia sudah memiliki
kemuliaan ini sejak dari kekekalan?
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT
31
Anak Allah
Apa artinya gelar “Anak Allah” bagi kebanyakan orang Kristen? Sebagai
trinitarian kita menekankan kata “Allah”, jadi kita membaca “Anak Allah”
sebagai “Allah Anak”. Mata kita melihat “Anak Allah” tetapi pikiran
trinitaris kita telah dilatih untuk melihatnya sebagai “Allah Anak”. Fakta
bahwa pikiran kita yang cerdas dan terdidik dapat begitu saja
membalikkan kata-kata dari belakang ke depan, merupakan demonstrasi
yang mengerikan dari kuasa penyesatan. Namun sekalipun kita
membetulkan kesalahan ini, kebanyakan orang Kristen masih tidak tahu
apa artinya “Anak Allah” di dalam Alkitab.
Gelar “Anak Allah” yang diterapkan kepada Yesus dalam Perjanjian
Baru merupakan afirmasi bahwa ia adalah Mesias. Fakta sederhana ini
diakui oleh banyak sumber trinitarian, mis. Westminster Theological
Wordbook of the Bible menyatakan, “Anak Allah merupakan sebuah
sinonim untuk Mesias”; lalu memberikan contoh-contoh seperti
pengakuan Petrus (Mat.16:16) dan pengakuan kepala pasukan
(Mrk.15:39), yang “harus dipahami sebagai sebuah pengakuan akan
kemesiasan Yesus” (hlm.478). “Mesias” ialah gelar Ibrani yang setara
dengan “Kristus” dalam bahasa Yunani.
Gelar “Anak Allah” dan “Mesias” ditemukan berdampingan
umpamanya di Mat.26:63 ketika imam besar berkata kepada Yesus,
“Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah engkau Mesias,
Anak Allah, atau tidak.”
Namun karena Yesus tetap diam di hadapan para hakim yang ingin
membuat dia mengatakan sesuatu yang memberatkan diri sendiri, imam
besar menyebut nama “Allah yang hidup” untuk memaksa Yesus
mengatakan di bawah sumpah apakah dia itu Kristus, Anak Allah. Adalah
lucu jika kita menyimpulkan bahwa imam besar sebenarnya ingin
memaksa Yesus untuk mengaku bahwa dia adalah “Allah Anak”, bukan
saja karena istilah yang dipakai oleh imam besar bukan “Allah Anak”
tetapi “Anak Allah”, tetapi juga karena umat Yahudi tidak pernah di
sepanjang sejarah mereka percaya bahwa sang Mesias (Kristus) adalah
Allah. Dalam kenyataannya beberapa orang Yahudi menganggap Yohanes
Pembaptis yang sepenuhnya manusia itu sebagai Kristus (Luk.3:15).
Namun dalam gaya trinitarian yang khas, kita membacakan ke dalam
kata-kata imam besar tersebut sesuatu yang tidak akan pernah terpikir
olehnya, yaitu, apakah Yesus itu Allah Anak yang ilahi, pribadi kedua dari
Trinitas.
Kristus dan Anak Allah ditemukan berdampingan juga di Yohanes
20:31:
32
THE ONLY PERFECT MAN
… tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa
Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya, kamu
memperoleh hidup dalam namanya.
Yohanes sedang menghimbau para pembacanya untuk percaya bahwa
Yesus adalah Kristus, Anak Allah, dua gelar yang setara. Namun dengan
mengenakan kacamata trinitaris, kita membaca Yohanes seolah-olah ia
ingin kita mempercayai bahwa Yesus adalah Allah Anak. Kedua gelar itu,
Kristus dan Anak Allah, muncul bersama-sama beberapa kali dalam Injil.
Selain ayat-ayat yang baru dikutip, masih ada yang berikut:
Matius 16:16 Jawab Simon Petrus, "Engkaulah Mesias, Anak Allah
yang hidup!"
Markus 1:1 Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah.
Lukas 4:41 Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil
berteriak, "Engkaulah Anak Allah." Lalu ia dengan keras melarang
mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena
mereka tahu bahwa dialah Mesias.
Yohanes 11:27 Jawab Marta, "Ya, Tu[h]an, aku percaya bahwa
engkaulah Mesias, Anak Allah, yang akan datang ke dalam dunia."
Dalam Perjanjian Baru, Kristus (Mesias) dan Anak Allah sering
muncul bersama-sama sebagai sinonim karena di Mazmur 2 gelar-gelar
tersebut mengacu kepada satu orang yang sama. Karena pentingnya
Mazmur 2, kita akan mengutipnya dengan lengkap, dan memiringkan
kata-kata yang mengacu kepada sang Mesias (Raja Penyelamat yang
diurapi) atau kepada Anak Allah:
Mengapa rusuh bangsa-bangsa, mengapa suku-suku bangsa merekareka perkara yang sia-sia? 2 Raja-raja dunia bersiap-siap dan para
pembesar bermufakat bersama-sama melawan Yahweh dan yang
diurapi-Nya: 3 "Marilah kita memutuskan belenggu-belenggu mereka
dan membuang tali-tali mereka dari pada kita!" 4 Dia, yang
bersemayam di sorga, tertawa; Tuhan mengolok-olok mereka. 5 Maka
berkatalah Ia kepada mereka dalam murka-Nya dan mengejutkan
mereka dalam kehangatan amarah-Nya: 6 "Akulah yang telah melantik
raja-Ku di Sion, gunung-Ku yang kudus!" 7 Aku mau menceritakan
tentang ketetapan Yahweh; Ia berkata kepadaku: "Anak-Ku engkau!
Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini. 8 Mintalah kepada-Ku,
maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik
pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. 9 Engkau akan
1
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH BIBLIKA YANG TEPAT
33
meremukkan mereka dengan gada besi, memecahkan mereka seperti
tembikar tukang periuk." 10 Oleh sebab itu, hai raja-raja, bertindaklah
bijaksana, terimalah pengajaran, hai para hakim dunia! 11
Beribadahlah kepada Yahweh dengan takut dan ciumlah kaki-Nya
dengan gemetar, 12 supaya Ia jangan murka dan kamu binasa di jalan,
sebab mudah sekali murka-Nya menyala. Berbahagialah semua orang
yang berlindung pada-Nya!
Ayat kuncinya adalah ay.7 yang berbicara tentang Yahweh dan AnakNya (“Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.”);
yang menjadi dasar bagi gelar mesianik “Anak Allah”. Dan karena
“Mesias” berarti “yang diurapi-Nya”, maka “yang diurapi-Nya” di ay.2
dan “raja-Ku” di ay.6 mengacu kepada Raja-Mesias yang dilantik Yahweh
atas “Sion, gunung-Ku yang kudus” tempat sang Raja akan memerintah,
bukan saja atas Israel tetapi juga atas “bangsa-bangsa” dan “ujung bumi”
(ay.8). Mesias akan datang dalam Nama Yahweh sebagai wakil Yahweh,
dan melalui dialah bangsa-bangsa akan “beribadah kepada Yahweh
dengan takut” (ay.11).
Perjanjian Baru juga menyatakan bahwa Mesias (Kristus) datang
dalam Nama Yahweh: “Aku datang dalam nama Bapaku” (Yohanes 5:43)
dan “pekerjaan-pekerjaan yang kulakukan dalam nama Bapaku” (10:25).
Anak Allah, pewaris terakhir takhta Daud akan menjadi Raja bukan
saja atas Israel tetapi atas seluruh bangsa-bangsa di atas bumi. Yahweh
telah mengangkat Yesus sang Mesias ke posisi yang tertinggi di atas
seluruh bumi. Sang Mesias akan memerintah segala bangsa di atas muka
bumi ini—bumi tempat Nama Yahweh akan dikenal oleh setiap
penghuninya. Kristus akan mewakili Yahweh dalam administrasi segala
urusan internasional, mengantarkan damai atas bumi dan kesejahteraan
atas manusia, sebagaimana telah diumumkan oleh para malaikat pada
kelahirannya.
Selama berabad-abad, umat Yahudi telah menantikan kedatangan
Mesias yang agung dengan penuh pengharapan, yang akan membebaskan
mereka dari penindasan yang telah mereka alami dari bangsa-bangsa lain
sepanjang sejarah. Lebih dari itu, Mesias akan seperti Musa yang akan
mengajarkan mereka kebenaran Yahweh dan memimpin mereka ke jalanjalan Allah.
Tantangan bagi umat Yahudi adalah mereka tidak mempunyai cara
yang mudah untuk mengenali sang Mesias ketika ia datang, karena Kitab
Suci tidak mengajarkan mereka untuk menantikan kedatangan seorang
manusia ilahi tetapi kedatangan “seorang nabi sama seperti aku”, yaitu
seorang nabi sama seperti Musa: Yahweh, Allahmu, akan membangkitkan
34
THE ONLY PERFECT MAN
bagimu “seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudarasaudaramu, sama seperti aku … dialah yang harus kamu dengarkan.”
(Ul.18:15, dikutip oleh Stefanus di Kisah 7:37).
Download