Mekanisme kerja Kreatin adalah suatu senyawa dalam tubuh yang

advertisement
Mekanisme kerja
Kreatin adalah suatu senyawa dalam tubuh yang berperan sebagai substrat
sumber energi tinggi yang menghasilkan adenosin trifosfat (ATP) siap pakai
dalam waktu cepat. Kreatin atau metilguanidin asam asetat, atau N[aminoiminometil]-N-metilglisin adalah senyawa yang terdapat dalam bahan
makanan protein hewani (daging dan ikan) sebagai sumber kreatin eksogen, dan
juga dapat disintesis tubuh dari arginin, glisin dan metionin, sebagai sumber
kreatin endogen. Sintesis kreatin dalam tubuh diawali dengan pembentukan
guanidine asetat ditubulus proksimal ginjal dari arginin dan glisin, dengan
bantuan enzim L-arginin:glisin amidinotransferase (AGAT). Selanjutnya di hati,
guanidinoasetat akan menjalani proses berikutnya menjadi keratin dengan
penambahan satu gugus metil dari S-adenosil-L-metionin yang dikatalisis oleh
enzim
S-adenosil-L-metionin:N-guanidinoasetat
metiltransferase
(GAMT).
Kreatin yang telah terbentuk kemudian masuk ke sirkulasi dan jaringan yang
memerlukannya dengan bantuan creatine transporter (pengangkut kreatin). Di
jaringan, sebagian kreatin akan mengalami degradasi menjadi kreatinin dan
kemudian diekskresikan melalui ginjal. Sebagai perkiraan, orang dengan berat
badan 70 kg akan memiliki 120 gram kreatin (bentuk bebas dan bentuk fosfat),
dan 2 gram/hari dari kreatin tersebut diubah menjadi kreatinin. Degradasi
sebanyak 2 gram/hari ini harus digantikan melalui makanan sehari-hari. Sebagian
besar (90%) kreatin dalam tubuh disimpan di otot, 40% diantaranya dalam bentuk
kreatin bebas dan 60% dalam bentuk keratin fosfat. Apabila otot berkontraksi
dimana diperlukan energi yang siap pakai dalam waktu cepat, kreatin fosfat akan
mengalami defosforilasi menjadi kreatin dan fosfat berenergi tinggi untuk
menghasilkan ATP. Sebagian kreatin akan mengalami refosforilasi kembali
menjadi kreatinfosfat dan sebagian lagi akan mengalami degradasi menjadi
kreatinin (Murray, 2006).
Kreatin fosfat adalah simpanan energi pertama yang digunakan pada awal
aktivitas kontraktil. Seperti ATP, kreatin fosfat mengandung sebuah gugus fosfat
berenergi tinggi, yang dapat diberikan secara langsung ke ADP untuk membentuk
ATP. Seperti terjadinya pelepasan energi sewaktu ikatan fosfat terminal di ATP
diputuskan, energi juga dibebaskan ketika ikatan fosfat dan kreatin diputuskan.
Energi yang dibebaskan dari hidrolisis kreatin fosfat, bersama dengan fosfatnya,
dapat diberikan secara langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Reaksi ini, yang
dikatalisis oleh enzim sel otot keratin kinase bersifat reversibel; energi dan fosfat
dari ATP dapat dipindahkan ke kreatin untuk membentuk kreatin fosfat. Ketika
cadangan energi bertambah pada otot yang beristirahat, peningkatan konsentrasi
ATP cenderung menyebabkan pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi ke
kreatin fosfat, sesuai dengan hukum aksi massa. Dengan demikian, sebagian besar
energi di dalam otot tersimpan dalam bentuk kreatin fosfat (Sherwood, 2001).
Gambar metabolisme keratin. (Sumber : Wyss, M. dan Kaddurah-Daouk
R.2000. Creatine and Creatinine Metabolism:PubMed.gov. Vol. (30):80)
Fungsi
CK memiliki beberapa fungsi, diantaranya: (Arif, 2009)
1.
Menjaga homeostasis energi, misalnya dengan meningkatkan
kontraksi otot skelet
2.
Menjaga ATP dan ADP dalam jumlah yang konstan dan cukup
3.
Mendeteksi penyakit otot akut dan kronik, misalnya infark
miokardium dan Progressive Muscular Dystrophy (PMD)
4.
Kontraksi dan relaksasi otot.
Struktur
Kreatinin kinase (CK) adalah salah satu enzim yang memiliki
dtruktur kuarnterner karena terdiri atas 2 subunit, dari jenis otot (M) atau
otak (B). Struktur kuarterner adalah struktur tiga dimensi suatu protein
yang terdiri dari subunit. Subunit tersebut disatukan oleh jenis inteaksi
nonkovalen yang sama berperan pada struktur tersier. Yaitu interaksi
elektrostatik dan hidrofobik serta ikatan hydrogen (Marks, 2000).
Faktor Peningkatan dan Penurunan Aktivitas CK
1.
Faktor yang meningkatkan kadar CK
Kreatin kinase (CK) atau juga dikenal dengan nama kreatin
foskokinase (CPK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi
tinggi pada otot jantung dan otot rangka, dan dalam konsentrasi rendah
pada jaringan otak (Arif, 2009).
Kadar CK yang meningkat dapat terjadi karena adanya cedera otot
karena CK merupakan enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot.
Kemunculan mendadak CK dalam serum mengisyaratkan asal dari
miokardium, terutama pada situasi klinis yang pasiennya mengalami nyeri
dada dan perubahan elektrokardiogram (Sacher, 2004). CK-NAC serum
meningkat dalam 4-6 jam setelah infark miokardium akut, mencapai
puncaknya dalam 18-24 jam (>6 kali kadar normalnya) dan kembali
normal dalam 3-4 hari, kecuali jika terjadi perluasan infark atau reinfark.
Pada injury miokard, terjadi peningkatan dan penurunan konsentrasi CKNAC yang sangat cepat (Arif, 2009)
Sensitivitas CK sangat baik (hampir 100%) dengan spesifitas agak
rendah. Peningkatan CK isoenzim dapat menandakan terjadinya kerusakan
otot jantung. CK juga dapat meninggi pada kasus-kasus bukan infark
miokard atau non-coronary obstructive myocardial necrosis, seperti
peradangan, trauma, degenerasi (Arif, 2009).
Keadaan yang mempengaruhi kreatin kinase, antara lain: (Sacher,
2004)
a. Peningkatan Besar (lebih dari 5 kali normal):
1) Distrofi otot Duchenne,
2) Polimiositis,
3) Dermatomiositis,
4) Infark miokardium akut
b. Peningkatan Ringan atau Sedang (2-4 kali normal):
1) Olahraga
berat,
trauma,
tindakan
bedah,
penyuntikan
intramuskulus
2) Delirium tremens, miopati alkoholik
3) Infark miokardium, cedera iskemik berat
4) Infark paru
5) Edema paru (beberapa pasien)
6) Hipotiroidisme
7) Psikosis agitatif akut
8) Overtraining. Olahraga berat yang berlebihan dapat membuat
jaringan otot rusak, kerusakan otot tersebut salah satu indikasi
naiknya CK. Menurut Roger, Stull dan Apple dalam Buku
Training Distance Runners, CK yang muncul pada aliran darah
dapat disebabkan oleh trauma otot, tersendatnya peredaran
darah atau kelelahan. (Sumarsono, 2013)
2.
Faktor yang menurunkan kadar CK
Enzim CK adalah produk alami yang dihasilkan dari metabolism
otot. Dengan latihan intensitas yang tinggi akan menyebabkan kerusakan
pada jaringan otot, yang akan meningkatkan kadar enzim myoglobin dan
enzim CK, seperti misalnya pada lari jarak jauh. Kadar CK dapat
diturunkan salah satunya dengan recovery/pemulihan, baik recovery aktif
dan recovery pasif. (Sumarsono, 2013).
a.
Recovery Aktif
Recovery aktif adalah latihan dengan intensitas rendah atau
ringan. Recovery aktif merupakan suatu aktivitas fisik, latihan,
permainan rendah atau ringan yang terprogram. Pemulihan aktif
mengacu pada pemulihan dari latihan menggunakan intensitas
kegiatan rendah. Misalnya, ketika latihan, pertama-tama akan
berlari untuk jarak tertentu baru kemudian berjalan untuk
pemulihannya. Pemulihan ini akan membantu membersihkan
otot dari asam laktat dan enzim CK yang menyebabkan rasa
sakit dan kelelahan. (Sumarsono, 2013).
b.
Recovery pasif
Recovery pasif yaitu latihan yang tidak melibatkan
aktifitas/duduk diam. Recovery pasif merupakan suatu aktivitas
fisik tanpa adanya aktivitas fisik, yaitu diam, istirahat total
(duduk, terlentang, tidur). Pengaruh pemulihan pasif terhadap
otot adalah agar otot dapat pulih lagi seperti semula. Prinsip dari
pemulihan pasif hampir sama dengan pemulihan aktif, yaitu
mengembalikan
lagi kondisi fisik seseorang agar kembali
seperti semula, menghilangkan asam laktat, menurunkan enzim
CK, serta memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil pada otot
(microtear) (Sumarsono, 2013).
Murray, R.K., D.A. Bender; K. Botham; P.J. Kennely; V.W. Rodwell; and P.A.
Weil. 2012. Harper’s Illustrated Biochemistry. 29th Ed. New York: The
McGraw-Hill Companies.
Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems, 7th Edition.
Belmont: Brooks/Cole Cengage Learning.
Arif, SK. 2009. Perioperative Ischemic dnd Infark Miokardium. The Indonesian
Journal of Medical Science Volume 1 No. 8 p. 490-501.
Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson, alih bahasa: Brahm U. Pendit dan
Dewi Wulandari, editor: Huriawati Hartanto, 2004, Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.
Marks, Dawn B., Allan D.Marks dan Collen M. Smith. 2000. Biokimia
Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC.
Download