Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga

advertisement
39
Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam
(Review)
Warih Wilianto
Dept./Inst. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair – RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Abstrak
Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan
tersebut terhisap masuk ke jalan napas sampai alveoli paru-paru
Diatom (tumbuhan air) pada air yang terhirup ketika korban tenggelam masuk melalui alveoli
dan pembuluh darah tersebar keseluruh tubuh. Adanya diatom pada jenasah yang diduga mati
tenggelam menunjukkan bahwa korban masih sempat bernafas saat masih didalam air.
Pemeriksaan diatome pada korban diduga tenggelam merupakan prosedur rutin yang harus
dilakukan Hasil pemeriksaan yang positif pada pemeriksaan diatom sangat membantu, tetapi hasil
yang negatif tidak memastikan bahwa korban tidak meninggal dikarenakan tenggelam
Terdapat beberapa cara pemeriksaan diatom, dari yang paling sederhana menggunakan
sediaan basah mikroskopis, hingga tingkat molekuler (DNA), tiap tiap jenis pemeriksaan memeiliki
akurasi dan tingkat keberhasilan yang berbeda beda.
Kata kunci: diatom, tenggelam
Pendahuluan
Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi
berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan
tersebut terhisap masuk ke jalan napas sampai
alveoli paru-paru. Pada umumnya tenggelam
merupakan kasus kecelakaan, baik secara
langsung maupun karena ada faktor-faktor lain
seperti korban dalam keadaan mabuk atau
dibawah pengaruh obat, atau bisa saja
dikarenakan akibat dari suatu peristiwa
pembunuhan.
Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian
dilaporkan di seluruh dunia akibat tenggelam,
dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke
500.000. Beberapa negara terpadat di dunia gagal
untuk melaporkan insiden hampir tenggelam. Ini,
menyatakan bahwa banyak kasus tidak pernah
dibawa ke perhatian medis, kejadian di seluruh
dunia membuat pendekatan akurat yang hampir
mustahil (Shepherd, 2009).
Sedangkan pada data yang diperoleh dari
RS. Dr. Soetomo Surabaya didapatkan 23 orang
meninggal karena tenggelam mulai bulan Januari
2011 hingga September 2011. sedangkan pada 4
tahun terakhir didapatkan 93 kasus meninggal
sejak Januari 2007 hingga Desember 2010.
Pada pemeriksaan jenazah yang diduga
tenggelam perlu juga diketahui kondisi korban
meninggal sebelum atau sesudah masuk air,
tempat jenasah ditemukan meninggal berada di air
tawar atau asin, adanya ante mortem injury,
adanya sebab kematian wajar atau keracunan, dan
terakhir yaitu sebab kematiannya.
Dalam hal ini bantuan dokter pada
peradilan untuk membuat terang suatu perkara
jenasah yang diduga meninggal karena tenggelam
memerlukan pemeriksaan luar dan dalam pada
tubuh korban serta pemeriksaan tambahan lain
seperti percobaan getah paru, pemeriksaan darah
secara kimia (Gettler test), destruction test &
analisa isi lambung, pemeriksaan histopatologi
jaringan paru,dan penentuan berat jenis plasma.
Diatom (tumbuhan air) pada air yang
terhirup ketika korban tenggelam masuk melalui
alveoli dan pembuluh darah tersebar keseluruh
tubuh. Adanya diatom pada jenasah yang diduga
mati tenggelam menunjukkan bahwa korban
masih sempat bernafas saat masih didalam air.
Sampai saat ini pemeriksaan diatom pada
kasus tenggelam masih jarang digunakan
meskipun pemeriksaan tersebut berguna untuk
diagnosa kematian pada kasus tenggelam. Tulisan
ini akan menjelaskan peran pemeriksaan diatom
dalam pemeriksaan korban tenggelam.
Definisi dan Morfologi Diatom
Diatom kelompok besar dari alga plankton
yang termasuk paling sering ditemui (Wikipedia,
2012). Diatom sendiri merupakan fitoplankton
yang termasuk dalam kelas Bacillariophyceae
(Anugrah, 2008). Ia terdapat dimana saja, dari tepi
pantai hingga ke tengah samudra. Diatom
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
40
biasanya terapung bebas di dalam badan air dan
juga kebanyakan dari mereka melekat pada
substrat yang lebih keras. Pelekatan diatom
biasanya karena tumbuhan ini mempunyai
semacam gelatin (Gelatinous extrusion) yang
memberikan daya lekat pada benda atau substrat.
Kadang ditemukan beberapa diatom yang walau
sangat lambat tetapi punya daya untuk bergerak.
Diatom akan sangat tergantung pada pola arus dan
pergerakan massa air baik itu secara horizontal
maupun vertical (Kasim, 2008). Diperkirakan di
dunia ada sekitar 1400-1800 jenis diatom, tetapi
tidak semua hidup sebagai plankton (Anugrah,
2008). Ada juga yang hidup sebagai bentos
(didasar laut) atau yang kehidupan normalnya
didasar laut tetapi oleh gerakan adukan air dapat
membuatnya lepas dari dasar dan terbawa hanyut
sebagai plankton (disebut sebagai tikoplankton)
(Anugrah, 2008).
Dari bentuknya, diatom itu sendiri dikenal
dengan cell diatom melingkar (Centric diatom)
dan cell diatom memanjang (pennate diatom)
(Kasim, 2008). Diatom sentrik (centric) bercirikan
bentuk sel yang mempunyai simetri radial atau
konsentrik dengan satu titik pusat. Selnya bisa
berbentuk bulat, lonjong, silindris, dengan
penampang bulat, segitiga atau segiempat.
Sebaliknya diatom penat (pinnate) mempunyai
simetri bilateral, yang bentuknya umumnya
memanjang atau berbentuk sigmoid seperti huruf
“S”. Sepanjang median sel diatom penat ada jalur
tengah yang disebut rafe (raphe) (Anugrah, 2008).
Struktur umum sel diatom dapat dijelaskan
secara sederhana dengan model dari diatom
sentrik. Sel dengan kerangka silikanya yang
disebut frustul. Morfologi frustul terdiri dari dua
valvula setangkup, bagaikan cawan petri (petri
dish), atau bagaikan kotak obat (pill box). Valvula
bagian atas disebut epiteka yang menutupi
sebagian valvula bagian bawah yang disebut
hipoteka. Bagian tumpang tindih yang melingkar
pinggangnya disebut girdle. Seluruh permukaan
valvula boleh dikatakan penuh dengan berbagai
ornamentasi yang simetris dan indah dan pori-pori
yang menghubungkan sitoplasma dalam sel
dengan ligkungan diluarnya. Ciri ornamentasi
pada valvula ini merupakan hal penting untuk
identifikasi jenis. Di dalam frustul terdapat
sitoplasma yang mengandung inti sel dan vakuola
yang besar. Di dalam sitoplasma terdapat pula
kromatofor yang umumnya berwarna kuningcoklat karena adanya pigmen karotenoid.
Populasi diatom banyak ditentukan oleh
faktor suhu, salinitas dan arus. Sebagai contoh,
Thalassiosira antartica sebarannya hanya pada
perairan dingin di sekitar kutub selatan.
Sebaliknya, Rhizosolemia robusta merupakan
jenis yang terdapat di seluruh perairan tropis
(circumtropical) yang telah beradaptasi dengan
suhu hangat. Dalam kajian diatom di Laut
Jawa,dijumpai sedikitnya 127 jenis diatom, yang
terdiri dari 91 jenis diatom sentrik, dan 36 jenis
diatom penate. (Anugerah, 2008)
Gambar 1: Beberapa bagian penting pada sel diatom
sentric (centric diatom) (A) dan pada diatom penat
(pennate diatom) (B)
Gambar 2: Citra Scanning Electron Microscope
(SEM) menunjukkaan diatom Cyclotella Steligera
dengan ornamentasi berpola simetris radial
Pada kasus tenggelam di air tawar,
keberadaan diatom di sumsum tulang dapat
digunakan untuk mendiagnosis 30% dari kasus
tenggelam di air tawar, hasil diagnose tersebut
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
41
sangat bergantung oleh dinamika populasi diatom
yang dipengaruhi oleh musim, selain juga faktor
ukuran dari diatom tersebut. Musim dingin adalah
musim dengan frekuensi tertinggi tidak ditemukan
diatom pada sampel, (Pollanen, 1997)
Diatom yang biasa ditemukan pada kasus
tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau,
sungai dan kanal adalah: Navicula pupula, N.
cryptocephara, N. graciloides, N. meniscus N.
bacillum N. radiosa, N. simplex, N. pusilla,
Pinnularia mesolepta, P. gibba, P. braunii,
Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella
cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformi, dan
Cocconeis diminuta
Pinnularia boreali ditemukan pada air
tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta
ditemukan pada air tawar yang dangkal.
Gambar 5: Cosconodius sp, salah satu contoh diatom di
perairan air tawar.
Dari beberapa literature yang ada dapat
disimpulkan macam-macam spesies dari diatom
yang paling sering ditemukan pada organ-organ
tubuh manusia yang diduga meninggal karena
tenggelam. Berikut adalah rangkuman dari spesies
diatom yang sering di temukan di dalam organ
tubuh:
Tabel 1: spesies diatom yang sering ditemukan berdasar
sampel organ
Organ
tubuh
Gambar 3: Achnanthes sp. (kiri) Amphipleura sp. (kanan)
contoh diatom di perairan air tawar.
1. Paru
2. Sum-sum
tulang
3. Hepar
4. Ginjal
5. Usus halus
6. Duodenum
Gambar 4: Anomoeneis sp. (atas) Biddulphia
sp. (bawah) contoh diatom di perairan air tawar.
Spesies Diatom
ditemukan
yang
sering
Achnanthes minutissima, Cyclotella
cyclopuncta, Fragilaria brevistriata,
Navicula etc.
Stephanodicus parvus, Navicula,
Diatoma and fragments of Synedra
ulna.
Achnanthes minutissima, Cocconeis
placentula, Fragilaria ulna var. acus,
Navicula lanceolata etc.
Achnanthes biasolettiana, N.
seminulum etc.
Achnanthes minutissima, Cyclotella
cyclopuncta, Gomphonema minutum
etc.
Asterionella Formosa, Cyclotella
comensis, Gomphonema pumilum
and Nitzscia pura etc.
Studi lebih lanjut mengenai morfologi dan
eksistensi diatom pada zona perairan tertentu
sangat membantu dalam menyelesaikan penyebab
kematian pada korban yang diduga meninggal
karena tenggelam
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
42
peningkatan
viskositas
darah
akan
menyebabkan payah jantung.
d. Tidak
terjadi
hemolisis
melainkan
hemokonsentrasi, tekanan sistolik akan
menetap dalam beberapa menit.
Gambar 6: Cyclotella sp. contoh diatom di perairan air
tawar.
Gambar 7: Surirella sp. contoh diatom di perairan air tawar.
Mekanisme Tenggelam
Mekanisme tenggelam dalam air tawar:
a. Air tawar akan dengan cepat diserap dalam
jumlah besar sehingga terjadi hemodilusi
yang hebat sampai 72% yang berakibat
terjadinya hemolisis.
b. Oleh karena terjadi perubahan biokimiawi
yang serius, dimana kalium dalam plasma
meningkat dan natrium berkurang, juga
terjadi anoksia dalam miokardium.
c. Hemodilusi menyebabkan cairan dalam
pembuluh darah dan sirkulasi berlebihan,
terjadi penurunan tekanan sistole dan dalam
beberapa menit terjadi fibrilasi ventrikel.
d. Jantung untuk beberapa saat masih berdenyut
dengan lemah, terjadi anoksia cerebri yang
hebat, hal ini menerangkan mengapa
kematian terjadi dengan cepat.
Mekanisme tenggelam dalam air asin:
a. Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi
tertarik keluar sampai 42% dan masuk
kedalam jaringan paru sehingga terjadi
edema pulmonum yang hebat dalam waktu
relatif singkat.
b. Pertukaran elektrolit dari asin kedalam darah
mengakibatkan meningkatnya hematokrit dan
peningkatan kadar natrium plasma.
c. Vibrilasi ventrikel tidak terjadi, tetapi terjadi
anoksia pada miokardium dan disertai
Temuan Makroskopis pada korban tenggelam
Pemeriksaan luar:
 Tidak ada yang patognomonis untuk
drowning, fungsinya hanya menguatkan.
 Hanya beberapa penemuan memperkuat
diagnosa drowning antara lain: kulit basah,
dingin dan pucat.
 Lebam jenazah biasanya sianotik, kecuali
bila air sangat dingin maka lebam jenazah
akan berwarna pink.
 Kadang terdapat cutis anserina pada lengan,
paha dan bahu. Ini disebabkan suhu air
dingin yang menyebabkan kontraksi m.
Erector pilorum.
 Buih putih halus pada mulut dan hidung,
sifatnya lekat (cairan kental dan berbuih).
 Kadang terdapat cadaveric spasme pada
tangan dan kotoran dapat tergenggam.
 Bila berada cukup lama pada air, kulit
telapak tangan dan kaki akan mengeriput dan
pucat.
 Kadang terdapat luka berbagai jenis pada
yang tenggelam di pemandian atau yang
meloncat dari tempat tinggi yang dapat
merobek paru, hati, otak atau iga.
Pemeriksaan dalam:
 Jalan nafas berisi buih, kadang ditemukan
lumpur, pasir, rumput air, diatom, dll.
 Terjadi karena adanya kompresi terhadap
septum interalveoler atau oleh karena
terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan
oksigen.
 Paru-paru membesar, mengalami kongesti
dan mempunyai gambaran seperti marmer
sehingga jantung kanan dan vena-vena besar
dilatasi. Bila paru masih fresh, kadang dapat
dibedakan apakah ini tenggelam dalam air
tawar atau asin.
 Banyak cairan dalam lambung.
 Perdarahan telinga bagian tengah (dapat
ditemukan pada kasus asfiksia lain).
Pemeriksaan Khusus Pada Tenggelam
Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan
pada kasus tenggelam adalah: Percobaan getah
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
43
paru (Longsap proof), Pemeriksaan darah secara
kimia (Gettler test), Tes Destruksi & analisa isi
lambung, Pemeriksaan histopatolgi jaringan paru,
Menentukan berat jenis plasma (BJ plasma).
(Apuranto, 2010).
diteteskan pada deck gelas lalu keringkan
dengan api kecil.
8. Kemudian ditetesi oil immersion dan
diperiksa dibawah mikroskop. (Apuranto,
2010)
Pemeriksaan Diatom (Destruction Test)
Keseluruhan prosedur dalam persiapan
bahan untuk analisa diatom meliputi contoh air
dari dugaan lokasi tenggelam, contoh jaringan
dari hasil otopsi korban, jaringan yang
dihancurkan untuk mengumpulkan diatom,
konsentrasi diatom, dan analisa mikroskopis.
Pengumpulan bahan dari media tenggelam
yang diduga harus dilakukan semenjak penemuan
jenazah, dari air permukaan dan dalam,
menggunakan 1 hingga 1,5 L tempat steril untuk
disimpan pada suhu 4°C, di dalamnya disimpan
bahan-bahan dari korban dugaan tenggelam yang
diambil dengan cara steril., kebanyakan berasal
dari paru-paru, ginjal, otak, dan sumsum tulang.
Usaha untuk mencari diatome (binatang
bersel satu) dalam tubuh korban. Karena adanya
anggapan bahwa bila orang masih hidup pada
waktu tenggelam, maka akan terjadi aspirasi, dan
karena terjadi adanya usaha untuk tetap bernafas
maka terjadi kerusakan bronkioli/bronkus
sehingga terdapat jalan dari diatome untuk masuk
ke dalam tubuh.
Syaratnya paru-paru harus masih dalam
keadaan segar, yang diperiksa bagian kanan
perifer paru-paru, dan jenis diatome harus sama
dengan diatome di perairan tersebut. Cara
melakukan pemeriksaan diatome yaitu:
1. Ambil potongan jaringan sebesar 2-5 gram
(hati, ginjal, limpa dan sumsum tulang).
2. Potongan jaringan tersebut dimasukkan 10
mL asam nitrat jenuh, 0,5 ml asam sulfat
jenuh.
3. Kemudian dimasukkan lemari asam sampai
semua jaringan hancur.
4. Warna jaringan menjadi hitam oleh karena
karbonnya.
5. Ditambahkan natrium nitrat tetes demi tetes
sampai warna menjadi jernih.
6. Kadang-kadang sifat cairan asam sehingga
sukar untuk melakukan pemeriksaan, oleh
karena itu ditambahkan sedikit NaOH lemah
(sering tidak dilakukan oleh karena bila
berlebihan akan menghancurkan chitine).
7. Kemudian dicuci dengan aquadest. Lalu
dikonsentrasikan (seperti telur cacing),
disimpan/diambil sedikit untuk diperiksa,
Pemeriksaan Getah Paru
Merupakan pemeriksaan patognomonis
untuk kasus-kasus tertentu. Dicari benda-benda
asing dalam getah paru yang diambil pada daerah
subpleura, antara lain: pasir, lumpur, telur cacing,
tanaman air, dll. Cara pemeriksaan getah paru
yaitu:
1. Paru-paru dilepaskan satu persatu secara
tersendiri dengan memotong hilus.
2. Paru-paru yang sudah dilepas tidak boleh
diletakkan tetapi langsung disiram dengan
dengan air bersih (bebas diatom dan alga).
3. Permukaan paru dibersihkan dengan cara
dikerik/dikerok 2-3 kali, lalu pisau kembali
dibersihkan dengan air yang mengalir.
4. Dengan mata pisau yang tegak lurus
permukaan paru, kemudian permukaan paru
diiris sedangkal (subpleura), lalu pisau
kembali dibersihkan di bawah air yang
megalir, lalu dikibaskan sampai kering.
5. Dengan ujung pisau, getah paru pada irisan
tadi diambil kemudian diteteskan pada objek
glass lalu ditutup cover glass dan diperiksa di
bawah mikroskop.
6. Cara lain yaitu dengan menempelkan objek
glass pada permukaan irisan didaerah
subpleural, lalu ditutup cover glass pada
permukaan irisan didaerah subpleural, lalu
ditutup cover glass dan diperiksa dibawah
mikroskop.
Syarat sediaan percobaan getah paru yaitu
eritrosit dalam sediaan harus sedikit jumlahnya.
Bila banyak mungkin irisan terlalu dalam.
Pemeriksaan DNA
Metode lain dalam pengidentifikasian
diatom adalah dengan amplifikasi DNA ataupun
RNA diatom pada jaringan manusia, analisa
mikroskopis pada bagian jaringan, kultur diatom
pada media, dan spectrofluophotometry untuk
menghitung klorofil dari plankton di paru-paru.
Metode pendeteksi diatom di darahmeliputi
observasi secara langsung diatom pada membrane
filter, setelah darah dihemolisa menggunakan
sodium dodecyl sulfate, atau dengan metode
hemolisa kombinasi, 5 mm pori membrane filter.
Dicampur dengan asam nitrat, dan disaring ulang.
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
44
Setelah pencampuran selesai diatom dapat
diisolasi dengan metode sentrifuse atau membrane
filtration. Siklus sentrifuse mengkonsentrasikan
diatom dan menyingkirkan semua sisa asam
dengan pencucian berulang, supernatant diganti
tiap beberapa kali dengan air distilled.
Penggunaan saring nitroselulose adalah bagi
bahan dengan jumlah diatom yang rendah dan
diikuti dengan analisa LM.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
False Positif
Kritik utama pada pemeriksaan diatom
adalah penemuan diatom pada paru-paru dan
organ-organ lain pada jenasah yang meninggal
bukan karena tenggelam. Hal tersebut dibuktikan
oleh adanya penelitian yang dilakukan oleh
beberapa peneliti seperti Pachar dan Cameron
menemukan 5-25 diatom/100g dan mencapain 10
diatom/100g pada organ tertutup. Selain itu ada
pula penelitian yang dilakukan oleh Foged
menunjukkan bahwa terdapat diatom hingga 54
diatom pada hepar, 51 diatom pada ginjal, dan 17
diatom pada bone marrow (seperti tulang panjang
atau tulang punggung). Spesies diatom yang
ditemukan pada jaringan yang tidak cocok dengan
spesies diatom yang ada pada air tempat jenasah
tersebut ditemukan, menurut Ludes dan Coste
dapat diklasifikasikan sebagai kontaminasi
diatom.
Kontaminasi Antemortem
Penyerapan diatom pada gastrointestinal
mungkin terjadi sebagai akibat dari makan
makanan seperti salad dll yang masih terdapat
diatom didalamnya atau pada minuman, karena
pada beberapa negara penduduknya minum air
yang berasal dari sungai maupun sumur.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Splitz, Koseki dan Foged menyebutkan bahwa
diatom dapat juga terhirup saat merokok apabila
daun tembakau masih terdapat diatom.
Komtaminasi Postmortem
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Ludes dan Coste menyatakan bahwa penetrasi
diatom pada post mortem mungkin terjadi selama
adanya perendaman tubuh jenasah pada tekanan
hidrostatik yang tinggi. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Koseki menyatakan bahwa tulang
yang direndam dalam jangka waktu lama dapat
membuat suatu kesalahan dalam menentukan
sebab kematian karena diatom dapat masuk
melalui foramen nutricium atau pori-pori yang
lain.
Kontaminasi lain
Kemungkinan lain adanya kontaminasi
diatom yaitu selama pembuatan preparat, mulai
dari pengambilan sampel saat otopsi hingga
kontaminasi pada slide preparat (Lunetta et all,
2005)
False Negatif
Ada beberapa faktor yang memungkinkan
terjadinya false positif pada pemeriksaan diatom
pada jenasah mati tenggelam yaitu rendahnya
jumlah diatom pada tempat tenggelam, jumlah air
yang terhirup sedikit dan berkurangnya jumlah
diatom selama pembuatan preparat. Beberapa
peneliti juga berusaha menentukan batas
minimum diatom pada media tenggelam untuk
bisa membuat adanya diatom pada organ tertutup.
Data yang didapat dari penelitian yang dilakukan
oleh Muller ditetapkan bahwa batas minimal yaitu
20.000/100ml
pada
percobaan
dengan
menggunakan tikus dan 13.500/100ml pada
percobaan dengan menggunakan kelinci. Jumlah
dari false negatif pada kasus dugaan mati
tenggelam sangat ervariasi. Beberapa peneliti
seperti Rota yang melakukan penelitian dengan 48
korban mati tenggelam, terdapat 24% tidak
ditemukan ada diatom pada paru-paru maupun
organ-organ tertutup lainnya. Peneliti lain seperti
Timperman melaporkan 10% dari 40 kasus tidak
ditemukan adanya diatom. Oleh karena itu,
meskipun pemeriksaan diatom pada korban
diduga mati tenggelam mempunyai hasil yang
negatif, tidak semata-mata mencoret kemungkinan
sebab kematian korban tersebut dikarenakan
tenggelam.
Tingkat Keberhasilan Pemeriksaan Diatom
Diatom dapat ditemukan di dalam korban
tenggelam untuk memperjelas diagnosis penyebab
kematian. Hal ini dapat menjelaskan apakah
korban tenggelam pada saat ante-mortem ataukah
post-mortem. Diatom tidak selalu ditemukan di
semua kasus tenggelam, tetapi jika didapatkan
pada organ-organ dalam jumlah banyak, hal ini
dapat mempertegas diagnose tenggelam antemortem (Singh, 2006). Ada banyak kontroversi
mengenai tes diatom. Banyak penulis yang tidak
memperhitungkan tes diatom sebagai metode
yang berharga. Akan tetapi dalam berbagai ajaran
lampau tes diatom sangat berguna dalam
penentuan tenggelam ante-mortem atau postmortem dengan memperhitungkan tiap aspek
dengan penuh ketelitian.
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
45
Beberapa topik dalam patologi forensik
telah menimbulkan banyak pendapat seperti
penggunaan diatom pada diagnosa dari mati
tenggelam. Revenstorf pada 1904 pertama kali
mencoba menggunakan diatom sebagai tes untuk
mati tenggelam, meski ia menetapkan bahwa
Hoffmann pada 1896 telah menemukan diatom
yang pertama kali dalam cairan paru-paru.
Pemeriksaan yang baik sekali dari perdebatan
tentang diatom telah diumumkan oleh Peabody
pada 1980.
Selain itu ada beberapa peneliti yang juga
berpendapat sama. Studi yang dilakukan oleh
Hendey, Pollanen, Timperman, dan Azparren
menyatakan bahwa tes diatom sangat dapat
diandalkan untuk memastikan apakah korban
tenggelam ante-mortem atau post-mortem. Para
peneliti menemukan partikel serupa diatom di
sirkulasi hepato-portal yang mengindikasikan
masuknya diatom ke tubuh melalui makanan
ataupun air. Hasil paling baik didapat dengan cara
menghindari kontaminasi dan mengetahui segala
keperluan spesifik untuk tes diatom. Berdasarkan
kriteria ini, akan dapat ditemukan diatom yang
sama di darah dan organ (Singh, 2006).
Penelitian yang menggunakan 7 sampel
jaringan yang di ambil dari mayat korban yang
meninggal karena tenggelam mendapatkan diatom
pada semua jaringan terutama pada jaringan usus.
Diatom yang ditemukan juga berbeda pada tiap
kasusnya, bergantung pada tempat lokasi
tenggelam. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
pemeriksaan diatom merupakan pemeriksaan
yang dapat dipercaya untuk menegakkan diagonis
kematian yang diduga karena tenggelam
(Sitthiwong, 2011).
Tidak semua peneliti yang mempunyai
pendapat yang sama terhadap efektivitas diatom
untuk pemeriksaan korban mati karena tenggelam.
Foged membuat investigasi yang terperinci ke
dalam tubuh yang mati tenggelam dan tidak
tenggelam di Denmark, dan disimpulkan bahwa
tes diatom sungguh sudah tidak berlaku. Ia
memberikan banyak referensi keduanya untuk dan
melawan kepercayaan dari teknik tersebut, dan
tidak diragukan lagi kontroversi akan berlanjut.
Terlihat mungkin terdapat perbedaan kuantitatif
antara jumlah diatom diperoleh dari jaringan pada
mati tenggelam dan mati tidak tenggelam, dan
analisis yang hati-hati dari identifikasi spesies
dalam hubungan dengan lokus dan keadaan mati
mungkin berguna. Pada saat sekarang tes diatom
sebaiknya
digunakan
hanya
sebagai
pertolongan/bantuan indikatif dan tidak sebagai
bukti yang sah dari mati tenggelam (Anton, 2006).
Oleh karena itu, pemeriksaan diatom
memang salah satu tanda yang patognomonis
untuk mendiagnosis kasus tenggelam. Keberadaan
diatom di organ-organ tubuh yang dianalisis baik
secara kualitatif maupun kuantitatif, bukan hanya
dapat menentukan penyebab kematian tetapi juga
dapat digunakan untuk menentukan tempat
kejadian yang dicurigai sebagai tempat
tenggelamnya korban (Rohn, 2006). Sementara
hasil pemeriksaan yang positif pada pemeriksaan
diatom sangat membantu, tetapi hasil yang negatif
juga tidak dapat mengindikasikan bahwa korban
tidak
meninggal
dikarenakan
tenggelam
(Dimaio, 2010).
Beberapa pemikiran yang lebih kritis
mengenai
pemeriksaan
diatom
dapat
dikembangkan dengan metode yang lebih baru.
Pemikiran atau ide-ide yang lebih terkini sangat
dibutuhkan untuk mengaplikasikan teknik ini
untuk investigasi medikolegal.
Kesimpulan
Pemeriksaan diatome pada korban diduga
tenggelam merupakan prosedur rutin yang harus
dilakukan. Adanya diatom pada jenasah yang
diduga mati tenggelam menunjukkan bahwa
korban masih sempat bernafas saat masih didalam
air
Hasil pemeriksaan yang positif pada
pemeriksaan diatom sangat membantu, tetapi hasil
yang negatif tidak memastikan bahwa korban
tidak meninggal dikarenakan tenggelam
Daftar Pustaka
Apuranto H. 2010. Buku Ajar Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal, edisi ketujuh.
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal
Fakultas
Kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya. Editor
Hoediyanto. Hal 86-94.
Azparren JE, Vallejo G, Reyes E, Herranz A,
Sancho M. Study of the diagnostic value of
strontium, chloride, haemoglobin and
diatoms in immersion cases. Forensic Sci
Int. 1998; 91(2): 123-32.
Dimaio V, Dimaio D. Death b y drowning
in Forensic Patholog y. 2010. Second
edition. CRC press LLC. 2001. Hal 410417.
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
46
Hendey N.I. 1980. Diatom and drowning- a
review. Letter to editor. Medicine Science
and Law; 20(4): 289.
Merriam Webster. 2012. Drowning. Di unduh
dari:
http://www.merriam-webster.com/
medical/drown
Nontji, Anugerah. 2008. Plankton Laut., LIPI
Press. Jakarta. hal
Oxford University Press. 2012. Drowning.
Diunduh dari: http://oxforddictionaries.com
/definition/english/drown
Pollanen MS, Cheung C, Chiasson DA. The
diagnostic value of the diatom test for
drowning, I. Utility: a retrospective analysis
of 771 cases of drowning in Ontario,
Canada. J. Forensic Sci. 1997; 42 (2): 2815.
Rohn EJ, Frade PD. The role of diatoms in
medico legal investigations I: The history
contemporary science and application of the
diatom test for drowning. Forensic
Examiner; 2006: 10-15
Singh R, Singh R, Kumar S, Thakar MK.
Drowning Associated Diatoms. 2005.
Diunduh dari: http://www.iijfmt.co.cc/
vol3no3/publication.htm
Singh R, Singh R, Kumar S, Thakar
MK. Forensic Analysis of Diatoms- A
Review. Anil Aggrawal's Internet Journal
of Forensic Medicine and Toxicology
[serial online], 2006; Vol. 7, No. 2. Di
Sitthiwong N, Ruangyuttikarn W, Vongvivach S,
Peerapornpisal Y. The study of Diatoms in
Drowning Corpses. 2011. Journal of The
Microscopy Society of Thailand 4 (2), pg
84-88.
Timperman J. The detection of diatoms in the
marrow of sternum as evidence of Death by
Drowning. J. Forensic Med. 1962; 9;13436.
Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 14 No. 3, Juli – September 2012
Download