Andreas Setiawan / Simulasi Penentuan Pusat Gempa Dari Pengamat Tunggal Dengan Metode Rongga Akustik Tertutup 1 SIMULASI PENENTUAN PUSAT GEMPA DARI PENGAMAT TUNGGAL DENGAN METODE RONGGA AKUSTIK TERTUTUP Andreas Setiawan1,2, Ari Setiawan2 1 Program Studi Fisika, FSM, Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur BLS 21, Yogyakarta 55281, Indonesia Email : [email protected] 2 Abstrak – Dalam makalah ini disampaikan metode penentuan pusat gempa dengan data dari satu stasiun pengamat. Proses rekonstruksi memanfaatkan sifat fisis pantulan gelombang mekanik pada rongga tertutup. Untuk simulasi digunakan pulau hipotetik dengan bentuk persegi dan tepi-tepi yang ideal. Dari hasil uji coba diperlihatkan bahwa metode mampu merekonstruksi pusat gempa yang ditimbulkan oleh sumber tunggal maupun jamak. Ditunjukan pula pengaruh posisi stasiun terhadap hasil rekonstruksi. Untuk sumber jamak, metode dapat merekonstruksi kembali pola sumber gempa. Diperlihatkan juga bahwa metode mampu merekonstruksi sinyal yang terganggu oleh derau sampai 15%. Keunggulan ini memberikan prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan dan uji coba lapangan. Kata Kunci: Gempabumi, gelombang akustik, rongga akustik tertutup Abstract –This paper reports a method of determining the centre of an earthquake by using data from an observation station. Reconstruction process is done by observing thephysical property of mechanic wave reflection in a closed tube. A hypothetical square landform with ideal sides is used in the simulation. Trial results show that the method used is able to reconstruct the centre of earthquake caused by single or multi-point source. Correspondingly the method demonstrates the effect of the station’s position to the reconstruction result. For multi-point source earthquake, the method is able to reconstruct the pattern of the sources. The method is capable in reconstruction of signal with noise disturbance up to 15%. This advantage gives promising outlook for field experimental and development. Key words: earthquake, acoustic wave, closed acoustic tube I. LATAR BELAKANG Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba, yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi [1]. Patahan ini akibat dari akumulasi energi akibat dari pergerakan lempeng tektonik di dalam perut bumi. Perubahan yang tiba-tiba ini akan memaksa energi yang tersimpan terlepas dalam bentuk gelombang mekanik yang tersebar sampai ke permukaan bumi. Gelombang ini akan menjalar ke segala arah baik secara transversal maupun longitudinal. Karakteristik rambatan gelombang yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan kecepatan, hal ini kemudian dimanfaatkan untuk menemukan pusat gempa yang terjadi [2,3]. Secara umum penentuan pusat gempa menggunakan metode jarak episentral dan homoseista [4,5]. Metode ini sampai sekarang masih digunakan namun karena setiap kejadian gempa memiliki karakteristik yang berbeda maka diperlukan berbagai pendekatan baru agar lebih optimal [69]. Secara prinsip metode standar memerlukan minimal tiga stasiun pengamat untuk membuat trianggulasi dari pusat gempa. Pada kasus khusus dimana syarat ini tidak terpenuhi maka metode ini sulit digunakan. Sehingga perlu dikembangkan metode lain yang sesuai. Makalah ini memberikan alternative penentuan pusat gempa dengan data dari satu stasiun pengamat saja. Prinsip dasarnya memanfaatkan sifat fisis pantulan dari gelombang mekanik pada suatu ruang tertutup. Pantulan ini akan bergerak berulang dan setiap kali melalui jalur yang tepat akan terdeteksi pada stasiun pengamat. Memanfaatkan sifat fisis pantulan maka kumpulan data yang terekam kemudian direkonstruksi untuk menemukan lokasi pusat getaran. Keberhasilan metode ini diharapkan memberikan alternative penentuan pusat gempa untuk kasus yang terbatas. II. LANDASAN TEORI A. Kasus Rongga Tertutup Kondisi Nyata Gelombang mekanik adalah gelombang yang dalam penjalarannya memerlukan suatu medium tertentu. Jika dalam penjalaran tersebut melewati medium dengan karakteristik mekanik yang berbeda maka akan terjadi pemantulan maupun pembiasan. Saat perbedaan impedansi dua medium sangat besar maka akan terjadi pemantulan sempurna dimana tidak terjadi kehilangan energi. Impedansi akustik dan koefisien refleksi berturut-turut disimbolkan Z dan R . Pada saat gelombang mekanik melewati permukaan yang keras semacam granit maka pantulan bisa mencapai 0,82 [10]. Pantulan ini akan terus terjadi sampai energi habis terserap. Jadi sebuah pulau yang dikelilingi oleh lautan akan berperilaku seperti sebuah rongga akustik tertutup bagi gelombang mekanik. Meskipun seolah-olah gelombang mekanik ini memantul secara acak namun sebenarnya setiap pantulan saling berhubungan secara sistematis dimana bergantung dari posisi sumber getaran, bentuk rongga, posisi pengamat dan beberapa parameter fisis yang lain. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 ISSN : 0853-0823 2 Andreas Setiawan / Simulasi Penentuan Pusat Gempa Dari Pengamat Tunggal Dengan Metode Rongga Akustik Tertutup B. Pembentukan Sinyal Rongga Tertutup Sebuah rongga yang ideal akan memantulkan secara terus menerus gelombang mekanik yang terjebak didalamnya. Jika diletakan sebuah sumber titik, maka ada dua cara gelombang akan mencapai detektor, yaitu secara langsung dan pantulan. Jika koordinat detektor dan sumber berturutturut adalah (Xd, Yd) dan (Xs, Ys) maka waktu tempuh gelombang akustik untuk mencapai detektor adalah: (1) Dimana Dari gambar 2(kiri) dapat dilihat bahwa indeks i,j untuk ganjil dan genap memiliki posisi pencerminan yang sama. Sehingga untuk setiap posisi rongga ganjil dan genap dapat dituliskan : (6) Dengan penyusunan ulang maka kedua persamaan 6 dapat disatukan sedemikian rupa menjadi : adalah panjang lintasan akustik dalam bentuk : (2) Lintasan untuk gelombang pantul dapat dicari dengan metode bayangan. Prinsip dasarnya adalah membuat ruangan bayangan/semu, dimana posisi detektor/sumber dicerminkan dari posisi yang nyata. Gambar 1 menampilkan skema antara rongga akustik nyata dan bayangan, dimana S adalah sumber dan D adalah detektor. Saat sumber menghasilkan satu denyut getaran maka gelombang akustik akan menjalar dari S menuju D melalui dua lintasan. Lintasan pertama mengikuti garis a, dimana gelombang secara langsung mencapai D. Lintasan kedua memantul melewati b kemudian ke c. Dengan meletakan posisi D’ sebagai pencerminaan D maka lintasan berkas |bc| akan sama besar dengan |bc’|. Jika koordinat detektor bayangan adalah Xd’,Yd’ maka dapat dapat dihitung : (7) Gambar 2. Posisi pencerminan bayangan dari sumber (kiri) dan detektor (kanan) untuk satu rongga akustik. Dari gambar 1 dapat diturunkan panjang lintasan antara sumber dan detektor untuk setiap rongga akustik dengan persamaan : (3) (8) Jika sisi rongga akustik berturut-turut adalah Lx,Ly maka koordinat D’ dapat dihitung dengan persamaan : (4) (5) Untuk menyusun persamaan yang lebih umum maka perlu didefinsikan lebih dahulu indeks masing-masing rongga akustik bayangan yang mewakili posisinya. Urutan indeks ini akan berkaitan dengan kordinat pencerminan detektor bayangan. Urutan indeks rongga akustik bayangan ditampilkan pada gambar 2 (kiri) , dimana rongga akustik nyata diletakan pada indeks (i, j)=(0,0). Detektor akan mendeteksi gelombang yang sudah menempuh linatasan R dalam waktu (c adalah kecepatan suara dalam medium) : (9) Dalam kondisi nyata, selama penjalaran gelombang menuju detektor akan terjadi penurunan amplitudo, untuk kasus 2 dimensi akan mengikuti persamaan : (10) Dengan persamaan diatas maka dapat dilakukan simulasi bentuk sinyal yang akan direkam oleh detektor sesaat setelah sumber memancarkan getaran. C. Proses Rekonstruksi Gambar 1. Koordinat detektor bayangan merupakan pencerminan dari posisi nyata. Pada prinsipnya rekonstruksi dilakukan dengan memancarkan kembali sinyal yang sudah dideteksi oleh masing-masing detektor bayangan, kemudian dilakukan superposisi amplitudo pada setiap titik didalam rongga akustik. Pada suatu posisi dimana merupakan terdapat lokasi Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 ISSN : 0853-0823 Andreas Setiawan / Simulasi Penentuan Pusat Gempa Dari Pengamat Tunggal Dengan Metode Rongga Akustik Tertutup sumber getaran maka ketiga gelombang akan tepat berpotongan. Hal ini terjadi karena ketiga waktu akan saling berkorelasi terkait satu sumber yang sama. Pada titik lain yang bukan merupakan lokasi sumber getaran maka waktu tempuh tidak akan saling berkorelasi sehingga superposisi tidak maksimum. Dengan cara memetakan kembali hasil superposisi pada setiap titik maka sumber getaran dapat direkonstruksi kembali. Alur perhitungan rekonstruksi sama dengan proses pembentukan sinyal dimana pencerminan posisi sumber bayangan pada rongga akustik ditampilkan pada gambar 2 (kanan). Dengan langkah yang sama maka koordinat sumber bayangan S’ untuk setiap indeks rongga i,j adalah : (11) Jarak setiap titik P(x,y) didalam rongga akustik dan sumber bayangan S’(xs, ys), berikut waktu tempuhnya dapat dapat dihitung dengan persamaan : (12) (13) Karena terjadi superposisi dari sejumlah N sumber bayangan maka amplitudo setiap titik perlu dirata-ratakan dan dikompensasi dengan faktor redaman : (14) 3 berikutnya sinyal direkonstruksi kembali untuk menemukan pusat gempanya. Uji coba secara umum meskipun muncul beberapa artefak (pusat gempa semu) namun tidak menganggu sehingga pusat gempa berhasil direkonstruksi dengan benar. Selanjutnya dilakukan uji coba pengaruh posisi stasiun pengamat terhadap hasil rekonstruksi. Hal ini dilakukan dengan cara merubah posisi pengamat terhadap satu posisi sumber gempa di (5, 16) Km. Dari uji coba ditemukan beberapa posisi yang menghasilkan kesalahan sistematis sehingga perlu pembahasan lebih lanjut, seperti ditampilkan pada tabel 2. Dari tabel 1 kesalahan muncul di koordinat (0, 10) Km dan (7.5, 0) Km. Gangguan ini secara sistematis muncul di koordinat yang membagi pulau secara simetri. Dengan model pencerminan hal ini menimbulkan adanya posisi identik pada koordinat yang bersebrangan, seperti ditampilkan pada gambar 3. Artinya untuk satu posisi sumber terdapat dua kemungkinan lintasan yang identik, hal ini menimbulkan artefak yang tidak bisa dibedakan lagi dengan yang asli. Tabel 1. Pengaruh posisi stasiun pengamat terhadap hasil rekonstruksi. Stasiun Pusat Rekonstruksi Pengamat Gempa Gangguan No (Xs’ ; Ys’) (Xd , Yd) (Xs ; Ys) artefak Km Km Km 1. 00 , 00 05 ,16 05 ,16 Rendah 2. 00 ,10 05 ,16 05 ,04 Tinggi 3. 00 , 20 05 ,16 05 , 16 Rendah 4. 7.5 ,00 05 ,16 10 ,16 Tinggi 5. 15 , 00 05 ,16 05 ,16 Rendah Sehingga amplitudo pada satu titik P(x,y) dalam rongga akustik akan dapat direkonstruksi dengan persamaan : (15) III. Hasil dan Pembahasan Guna menguji metode diatas maka dilakukan simulasi pada sebuah pulau hipotetik dua dimensi bentuk persegi yang dikelilingi oleh lautan, dimana pemantulan tepi-tepinya adalah sempurna. Pulau berbentuk bujur sangkar dengan dimensi 15 x 20 Km. Dimana material pulau terdiri dari batuan yang homogen dengan kecepatan suara ditentukan 5000 m/s. Koordinat stasiun pengamat D(Xd, Yd) dan pusat gempa S(Xs,Ys) akan ditempatkan pada beberapa posisi dan diamati apakah metode mampu merekonstruksi pusat gempa dengan benar. Dalam proses perhitungan digunakan sejumlah N=528 (22x22) pulau bayangan yang tersebar mengelilingi pulau hioptetik. Pada bagian akhir akan dilakukan uji kehandalan sinyal saat terkena gangguan derau, yaitu dengan cara mancampurkan sinyal random kedalam sinyal asli. A. Pengaruh Posisi Stasiun Pengamat Tahap pertama program akan menghitung sinyal yang terekam oleh stasiun pengamat pada posisi tertentu. Tahap Gambar 3. Kesalahan rekonstruksi simetri (kiri) pengamat di (00, 10) Km dan(kanan) pengamat di (7.5, 00) Km. B. Rekonstruksi Sekumpulan Sumber Gempa Metode akan diuji untuk merekonstruksi sekumpulan sumber gempa. Untuk pengujian digunakan beberapa sumber yang terletak berdekatan dan membentuk sebuah pola tertentu. Agar tidak terjadi pencerminan maka stasiun pengamat diletakan pada koordinat (0, 0) Km. Pengujian pertama dilakukan dengan menggunakan 5 sumber titik yang yang terletak pada satu garis linear pada koordinat (5,6) sampai (9,10) Km. Hasil rekonstruksi ditampilkan pada gambar 4 (kiri). Terlihat meskipun muncul artefak dengan sebaran yang merata namun pola sumber gempa masih terlihat jelas dalam pola garis. Selain dalam pola Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 ISSN : 0853-0823 4 Andreas Setiawan / Simulasi Penentuan Pusat Gempa Dari Pengamat Tunggal Dengan Metode Rongga Akustik Tertutup garis, metode juga diuji untuk pola berbentuk lingkaran, dengan jari-jari 1 Km dan pusat (5, 5) Km. Hasil rekonstruksi ditampilkan pada gambar 4 (kanan). Dua hasil pengujian memberikan hasil yang baik untuk rekonstruksi sekumpulan sumber gempa. Gambar 4. Rekonstruksi beberapa sumber yang membentuk pola garis (kiri) dan lingkaran (kanan). C. Pengaruh Gangguan Sinyal Selanjutnya akan disimulasikan pengaruh gangguan derau pada sinyal rekaman. Gangguan menggunakan sinyal acak dengan distribusi normal, dimana prosentase amplitudo diatur untuk mengamati batas ketahanan sinyal. Pada simulasi digunakan penambahan derau sebesar 15 dan 20%. Hasil simulasi (gambar 5) memperlihatkan untuk derau sampai dengan 15% pusat gempa masih bisa direkonstruksi dengan baik, meskipun terjadi peningkatan jumlah artefak. Sedangkan mulai 20% keatas sinyal tertutup sepenuhnya dengan derau sehingga tidak bisa lagi di rekonstruksi. Gambar 5. Hasil rekonstruksi dengan penambahan gangguan 15% (kiri) dan 20% (kanan). IV. PENUTUP Telah disampaikan metode penentuan pusat gempa dengan data dari satu stasiun pengamat. Dari hasil pengujian diperlihatkan bahwa metode mampu menemukan pusat gempa yang ditimbulkan oleh sumber tunggal maupun jamak. Dalam beberapa ujicoba dapat direkonstruksi kembali pola sumber gempa. Diperlihatkan juga bahwa metode cukup handal saat merekonstruksi sinyal yang terganggu oleh derau sampai 15 %. Keunggulan ini memberikan prospek yang cukup menjanjikan untuk pengembangan lebih lanjut. Hanya saja batasan ideal dalam simulasi masih cukup jauh dari kondisi yang nyata, oleh sebab itu masih perlu dilakukan penyempurnaan dengan menyertakan sejumlah parameter fisis yang terkait. PUSTAKA [1] H. A. Halim Hasmar, Evaluasi Potensial Likuifaksi Akibat Gempa Bumi Tektonik Lapisan Pasir Jenuh Air dengan Metode Shaking Table (Studi Kasus pada Lapisan Pasir Kali Krasak Yogyakarta), LOGIKA, Vol. 4, No. 1, ISSN: 1410-2315, 2007 [2] Merdiani Rahmania, Thaqibul Fikri Niyartama dan Ari Sungkowo, Penentuan Jenis Sesar Pada Gempabumi Sukabumi 2 September 2009 berdasarkan Gerak Awal Gelombang P, SEMINAR NASIONAL VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, ISSN 1978-0176, 2010 [3] Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim, Penentuan Posisi Hiposenter Gempabumi Dengan Menggunakan Metoda Guided Grid Search dan Model Struktur Kecepatan Tiga Dimensi, JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 : 48 - 60, ISSN 1411-3082, 2007 [4] Iktri Madrinovella, Sri Widiyantoro, Andri Dian Nugraha dan Hetty Triastuty, Studi Penentuan dan Relokasi Hiposenter Gempa Mikro Sekitar Cekungan Bandung, Jurnal Geofisika Vol. 13 No. 2, 2012 [5] Toshikazu Odaka, Kimitoshi Ashiya, Shin’ya Tsukada, Shinji Sato, Kazuo Ohtake, and Daisuke Nozaka, A New Method of Quickly Estimating Epicentral Distance and Magnitude from a Single Seismic Record, Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 93, No. 1, pp. 526–532, 2003 [6] Michael H. Ritzwoller, Mikhail P. Barmin, Anatoli L. Levshin and Yingjie Yang, Epicentral Location of Regional Seismic Events Based on Empirical Green’s Function from Ambient Noise, Center for Imaging the Earth’s Interior, Department of Physics, University of Colorado at Boulder [7] Anatoli L. Levshin, Mikhail P. Barmin, Morgan P. Moschetti, Carlos Mendoza and Michael H. Ritzwoller, Refinements to The Method of Epicentral Location Based on Surface Waves from Ambient Seismic Noise: Introducing Love Waves, Geophysical Journal International, doi:10.1111/ j.1365246X.2012.05631.x, 2012 [8] M. P. Barmin, A. L. Levshin, Y. Yang and M. H. Ritzwoller, Epicentral Location Based on Rayleigh Wave Empirical Green’sFunctions from Ambient Seismic Noise, Geophys. Journal International, 184:869–8, 2011 [9] Lanbo Liu, Geology 377: Exploration and Engineering Seismology - Lecture 6: Seismic Wave Energy, Department of Civil & Environmental Engineering University of Connecticut [10] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, http://www.bmkg.go.id/ RBMKGWilayah_6/ Geofisika/gempabumi.bmkg, diakses pada 5/11/2013. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII HFI Jateng & DIY, Yogyakarta, 26 April 2014 ISSN : 0853-0823