LAPORAN HASIL PENELITIAN ANALISIS KEBIASAAN NYAMUK VEKTOR FILARIASIS MENGHISAP DARAH DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION - RESTRICTION FRAGMENTS LENGTH POLYMORPHISM (PCR - RFLP) Oleh: Juhairiyah, SKM Dkk BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG (LITBANG P2B2) TANAH BUMBU BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 SK PENELITIAN ii iii iv SUSUNAN TIM PENELITI No Nama Unit Kerja 1 Juhairiyah, SKM 2 drh. Dicky Andiarsa, M.Ked 3 Budi Hairani, S.Si 4 Syarif Hidayat, S.Si 5 Deni Fakhrizal, S.KM 6 Dian Eka S., S.Si 7 Wulan R.G.S., S.KM 8 Erly Haryati, A.md. AK Sari Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Kedudukan Keahlian/ dalam tim Kerjaan Ketua Peneliti Kesehatan Masyarakat Uraian tugas Bertanggungjawab untuk semua aspek penelitian Peneliti Kedokteran Laboratorium Peneliti Biologi Peneliti Biologi Bertanggungjawab untuk aspek analisa DNA Peneliti Kesehatan Masyarakat Peneliti Kimia Peneliti Kesehatan Masyarakat Bertanggungjawab untuk penanganan sampel dan analisa data Bertanggungjawab untuk penanganan sampel dan analisa data Bertanggungjawab untuk aspek entomologi dan analisa data Anggota Analis Kesehatan v Bertanggungjawab untuk aspek parasitologi dan penanganan sampel Bertanggungjawab untuk aspek parasitologi dan analisa DNA Bertanggungjawab untuk penanganan sampel dan administrasi PERSETUJUAN ETIK vi PERSETUJUAN ATASAN Tanah Bumbu, 20 Desember 2016 Mengetahui, Ketua Panitia Pembinaan Ilmiah Pusat litbang Upaya Kesehatan Masyarakat Kepala Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Pengusul, Ketua Pelaksana Sri Irianti, SMK.,M.Phil.Ph.D NIP 195804121981022001 dr. Hijaz Nuhung, M.sc NIP 196708012000121005 Juhairiyah, SKM NIP 198609272008122001 Menyetujui, Kepala Pusat Litbang Upaya Kesehatan Masyarakat drg. Agus Suprapto, M.Kes NIP 196408131991011001 vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT serta sholawat dan salam tidak lupa dihaturkan kepada baginda Rasulullah SAW, atas terlaksananya penelitian “Analisis Kebiasaan Nyamuk Vektor Filariasis Menghisap Darah dengan Metode Polymerase Chain Reaction - Restriction Fragments Length Polymorphism (PCR - RFLP) Tahun 2016 “ oleh tim peneliti Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Penelitian dilaksanakan di dua desa endemis filariasis yaitu desa Antar Raya dan Karya Jadi Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Tujuan Umum penelitian yaitu menganalisa kebiasaan menghisap darah nyamuk vektor filariasis, yang mana dengan tujuan tersebut dapat dianalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria dari manusia ke hewan ataupun sebaliknyaserta kemungkinan adanya parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan yang kemudian menginfeksi manusia, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengendalian penyebaran filaria. Dengan selesainya penelitian dan laporan ini, tidak lupa kami juga ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah dilakukan kepada kami, kepada : 1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan 2. Kepala Balitbangda Propinsi Kalimantan Selatan 3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala beserta jajarannya 4. Kepala Puskesmas Marabahan dan Puskesmas Tabukan beserta jajarannya 5. Kepala Desa Antar Raya dan Karya Jadi 6. Serta pihak-pihak tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Kami menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam pelaksanaan penelitian yang disebabkan keterbatasan kemampuan peneliti maupun hasil penelitian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Demi kesempurnaan pelaksaan penelitian dan laporannya dimasa yang akan datang, kami mohon saran dan masukan dari berbagai pihak, atas saran dan masukannya kami ucapkan terima kasih. Tanah Bumbu, 20 Desember 2016 Ketua Pelaksana Juhairiyah, SKM NIP 198609272008122001 viii RINGKASAN EKSEKUTIF Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial. Kabupaten Barito Kuala merupakan salah satu kabupaten endemis filariasis di Kalimantan Selatan. Dengan target nasional Mf Rate kurang dari 1%, Kabupaten Barito Kuala dinyatakan endemis filariasis dengan angka microfilaria rate sebesar 2,19%. Penyebaran parasit filaria dari manusia ke hewan ataupun sebaliknya bisa terjadi karena nyamuk vektor penyakit ini berasal dari jenis yang sama (genera Culex, Mansonia, Anopheles, dan Aedes). Meskipun jenis parasit yang diketahui menyerang manusia dan juga hewan adalah jenis Brugia malayi, telah dilaporkan adanya kasus Hepatic Dirofilariasis (parasit filaria pada hewan) pada manusia yang diduga karena dibawa oleh nyamuk yang terinfeksi cacing immature dari darah hewan. Karena itu perlu dilakukan penelitian di daerah endemis filaria untuk mengetahui kebiasaan nyamuk menghisap darah, sehingga dapat dianalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria antara manusia dan hewan. Penelitian untuk mengetahui kebiasaan nyamuk vektor filaria menghisap darah perlu dilakukan sehingga menjadi evaluasi dan pertimbangan dalam penanganan penyebaran filaria yang selama ini terfokus pada inang manusia dan nyamuk vektor. Teknik PCR-RFLP digunakan karena kemampuan menganalisa adanya DNA parasit dan membedakan DNA donor (inang manusia dan hewan) pada nyamuk. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kebiasaan nyamuk menghisap darah (bloodmeal), sedangkan variabel bebas yaitu jenis/spesies nyamuk (biodiversity), jenis mikrofilaria, dan inang filaria. Berdasarkan hasil penelitian penangkapan nyamuk yang dilakukan di dua desa endemis filariasis di Kabupaten Barito Kuala ditemukan Jenis nyamuk yang tertangkap di Desa Antar Raya terdiri atas 21 jenis spesies dari 5 genus. Spesies yang paling mendominasi adalah Cx.vishnui menyusul kemudian Cx.tritaenirhynchus, Ma.uniformis, Cx.sitiens, Ma.dives dan Cx.quinquefasciatus. Sedangkan di Desa Karya Jadi ditemukan sebanyak 10 spesies nyamuk dengan ix spesies yang paling mendominasi yaitu Ma.uniformis, disusul kemudian Cx.tritaenirhynchus, Ae.cancricomes, Cx.quinquefasciatus dan Ae.albopictus. Berdasarkan hasil penelitian di Desa Karya Jadi, kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi tertinggi dengan penangkapan umpan orang terdapat pada jenis nyamuk Ma.uniformis, yang merupakan vektor di Kabupaten Barito Kuala. Sedangkan di Desa Antar Raya kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi spesies tertinggi yaitu nyamuk Cx.vishnui. banyaknya spesies Cx.vishnui yang tertangkap di Desa Antar Raya diduga disebabkan di sekitar pemukiman banyak terdapat kolam bekas dan dikelilingi oleh sungai. Nilai MHD (man hour density) yaitu kepadatan nyamuk menggigit tertinggi per orang per jam dan nilai MBR (man bitting rate) yaitu kepadatan nyamuk perorang perhari, umumnya lebih tinggi di luar rumah dibandingkan dengan di dalam rumah. Hal tersebut kemungkinan karena jenis nyamuk yang ditemukan lebih bersifat eksofilik. Di wilayah penelitian, kepadatan nyamuk yang ditangkap di Desa Antar Raya dan Karya Jadi lebih tinggi di luar rumah dari pada di dalam rumah. Kepadatan nyamuk Culex sp., Mansonia sp., Anopheles sp., Aedes sp. dan Armigeres sp. yang tertangkap di Desa Antar Raya dan Desa Karya Jadi kepadatannya lebih tinggi di luar rumah, karena dekat dengan tempat habitat larva yang berada di sekitar rumah penduduk. Berdasarkan hasil analisis PCR yang dilakukan pada sampel nyamuk yang diperoleh di lapangan, tidak terdapat DNA mikrofilaria pada sampel nyamuk dan kontrol positif yang diperoleh dari sampel darah positif mikrofilaria koleksi Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Dilakukan kembali analisis PCR menggunakan primer Cytochrome B pada kontrol positif darah mikrofilaria. Hasil PCR tersebut menunjukkan hasil positif DNA Cytochrome B. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Primer yang dipilih sebagai primer untuk analisi mikrofilaria tidak cocok karena ukuran terlalu panjang dan spesifik. sehingga, kontrol yang digunakan pada penelitian hanya dari Kit dan DNA Cytochrome B yang menunjukkan bahwa kit ekstrkasi dan kit PCR serta peralatan untuk melakukan proses PCR berjalan sesuai fungsinya. Pada penelitian ini primer yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan larva B.malayi pada nyamuk yang merupakan endemis di wilayah Kabupaten Barito x Kuala berasal dari penelitian Thanomsub, yang menyatakan primer yang digunakan memperkuat 1,5kb gen glutathione peroxidase cacing filarial, sehingga sensitif untuk mendeteksi keberadaan larva mikrofilaria. Namun berdasarkan hasil penelitian, primer yang digunakan tidak dapat mendeteksi adanya DNA pada darah Kontrol positif mikrofilaria. Hal tersebut dimungkinkan bahwa primer yang digunakan tidak cocok untuk mendeteksi mikrofilaria B.malayi dari sampel darah positif yang berasal dari Indonesia. Proses RFLP pada penelitian ini tidak dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan, karena tidak ada satupun sampel nyamuk yang positif untuk analisis PCR Gen Cytochrome B. Hal tersebut dikarenakan kurangnya optimasi proses pada analisis DNA, yang menjadi salah satu kelemahan dalam penelitian ini adalah semua proses menggunakan kit, sehingga bahan yang dimiliki untuk optimasi menjadi terbatas. xi ABSTRAK Filariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh nyamuk vektor. Di Indonesia terdapat tiga spesies cacing filariasis yaitu W. bancrofti, B. malayi dan B. timori. Kabupaten Barito Kuala merupakan salah satu kabupaten endemis filariasis di Kalimantan Selatan dengan angka microfilaria rate sebesar 2,19%. Berbagai penelitian telah melaporkan adanya kasus Hepatic Dirofilariasis, parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan yang kemudian ditemukan pada manusia. Perlu dilakukan penelitian di daerah endemis filaria untuk menganalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria antara manusia dan hewan dengan cara mengetahui kebiasaan nyamuk menghisap darah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik analisa Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)-Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP) telah terbukti mampu mendeteksi parasit filaria di dalam sampel jaringan nyamuk, hewan, dan manusia. Teknik ini juga digunakan untuk membedakan DNA manusia dari DNA donor lainnya pada darah nyamuk. Adanya nyamuk vektor filariasis berdasarkan penelitian terdahulu di Kabupaten Barito Kuala yaitu Cx.quinquefasciatus dan Ma.uniformis dapat menjadi faktor risiko terjadinya penularan. Pada analisis PCR tidak ditemukan DNA mikrofilaria pada sampel nyamuk maupun kontrol positif yang berasal dari sampel darah positif mikrofilaria. Hal tersebut disebabkan primer yang digunakan tidak cocok untuk mendeteksi mikrofilaria B.malayi dari sampel darah positif yang berasal dari Indonesia. Proses RFLP pada penelitian ini tidak dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan, karena tidak ada satupun sampel nyamuk yang positif untuk analisis PCR Gen Cytochrome B. Hal tersebut dikarenakan kurangnya optimasi proses pada analisis DNA. Kata Kunci : Kebiasaan menghisap, vektor, filariasis, PCR, RFLP Abstract Filariasis is a disease caused by the filarial worm that is transmitted by mosquito vectors. There are three species of filariasis worm In Indonesia that W. bancrofti, B. malayi and B. timori. Barito Kuala is one filariasis endemic districts in South Kalimantan with a number of microfilaria rate of 2.19%. Various studies have reported Hepatic Dirofilariasis cases, a filarial parasites that normally occur in animals that were later found in humans. A research in filarial endemic areas need to conducted to analyze the possibility of filarial parasite transfer between humans and animals with knowing the habits of mosquitoes suck blood. The method used in this research is the analysis technique deoxyribose Nucleic Acid (DNA) by Polymerase Chain Reaction (PCR) Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP) have proven capable of detecting filarial parasites in the tissue samples of mosquitoes, animals, and humans. This technique is also used to distinguish human DNA from other donor DNA in the blood of mosquitoes. The presence of mosquito vectors of filariasis based on previous research in Barito Kuala namely Cx.quinquefasciatus and Ma.uniformis can be risk factors for transmission. In PCR analysis of DNA microfilariae are not found in mosquito samples and positive control samples derived from positive blood microfilariae. It is caused the primers are not suitable for detecting microfilaria B.malayi of positive blood samples originating from Indonesia. RFLP process in this study can not be implemented as xii planned, caused no positive mosquito samples for PCR analysis of gene Cytochrome B. That is because the lack of optimization processes in DNA analysis. Keyword : Biting habit, vectore, filariasis, PCR, RFLP xiii DAFTAR ISI SK PENELITIAN ................................................................................................... ii SUSUNAN TIM PENELITI ................................................................................... v PERSETUJUAN ETIK .......................................................................................... vi PERSETUJUAN ATASAN .................................................................................. vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................. ix ABSTRAK ............................................................................................................ xii DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xix PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah Penelitian ............................................................. 3 C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................ 3 D. Tujuan Penelitian (Umum dan Khusus) ............................................... 3 E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 3 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 5 METODE ............................................................................................................ 9 A. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ................................................ 9 B. Variabel dan Definisi Operasional ...................................................... 10 C. Desain Penelitian ................................................................................ 12 D. Tempat dan Waktu .............................................................................. 12 E. Populasi dan Sampel (Estimasi dan Cara Pemilihan) ......................... 12 F. Instrumen Pengumpul Data ............................................................... 12 G. Bahan dan Prosedur Pengumpul data ................................................. 13 H. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................ 16 HASIL ............................................................................................................... 17 PEMBAHASAN ............................................................................................... 69 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 80 DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................ 82 xiv DAFTAR TABEL Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Jari Identifikasi Filariasis di Kabupaten Barito Kuala Tahun 2012 ................................................................................................... 1 Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian .............................................................. 10 Tabel 3. Keanekaragaman Nyamuk di Desa Antar Raya Pada Penangkapan Pertama.................................................................................................................. 20 Tabel 4. Keanekaragaman Nyamuk di Desa Antar Raya Pada Penangkapan Kedua ............................................................................................................................... 21 Tabel 5. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominasi Spesies Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Pertama ............................................................... 22 Tabel 6. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominasi Spesies Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Kedua .................................................................. 23 Tabel 7. Kepadatan Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Pertama ... 23 Tabel 8. Kepadatan Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Kedua ...... 24 Tabel 9. Kode dan jumlah sampel yang digunakan untuk analisis PCR ............... 38 Tabel 10. Pembagian Pool Nyamuk ...................................................................... 43 Tabel 11. Hasil sampel PCR dengan Primer B.malayi ......................................... 43 Tabel 12. Hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer W. bancrofti ........... 45 Tabel 13. Hasil PCR Sampel AR 30 – AR 49 dengan Primer B. Malayi ............. 46 Tabel 14.Hasil PCR Sampel AR 30 – AR 49 dengan Primer W. bancrofti .......... 47 Tabel 15. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 1-20............................................................................ 50 Tabel 16. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 21-40.......................................................................... 51 Tabel 17. Keanekaragaman nyamuk yang tertangkap di Desa Karya Jadi selama 2 malam .................................................................................................................... 53 Tabel 18. Kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi spesies nyamuk yang tertangkap di Desa Karya Jadi............................................................................... 53 Tabel 19. Kepadatan Nyamuk di Desa Karya Jadi ............................................... 54 Tabel 20. Pembagian pool sampel nyamuk........................................................... 59 Tabel 21. Hasil PCR Sampel T 1 – T 10 dengan primer dengan Primer B. malayi dan W. bancrofti .................................................................................................... 60 Tabel 22. Hasil PCR Sampel MU 1 – MU 20 dengan Primer B. malayi .............. 61 Tabel 23. Hasil PCR Sampel MU 1 – MU 22 dengan Primer W. bancrofti ......... 62 Tabel 24. Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer B. Malayi ................. 63 Tabel 25. Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer W. bancrofti ............. 65 Tabel 26. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 1-24 ............................................................................. 66 Tabel 27. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 25-48 ........................................................................... 67 xv DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Kabupaten Barito Kuala .............................................................. 17 Gambar 2. Gel elektroforesis PCR Identifikasi DNA Vertebrata ......................... 41 Gambar 3. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer B. malayi .................................................................................................................... 44 Gambar 4. Gel elektroforesis hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer W. bancrofti ................................................................................................................ 45 Gambar 5. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 30 – AR 49 dengan Primer B. malayi ............................................................................................................... 47 Gambar 6. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 30 – 49 dengan Primer W. bancrofti ................................................................................................................ 48 Gambar 7. Gel Elektroforesis Hasil PCR sampel Darah Manusia Positif Mikrofilariasis Menggunakan Primer Cytochrome B ........................................... 49 Gambar 8. Gel Elektroforesis Hasil PCR sampel Darah Manusia Positif Mikrofilariasis Menggunakan Primer B.malayi dan W.bancrofti ......................... 49 Gambar 9. gel elektroforesis hasil PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 1-20 ........................................................... 51 Gambar 10. Gel elektroforesis hasil PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 21-40 ........................................... 52 Gambar 11. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel T 1 – T 10 ............................. 61 Gambar 12. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel MU 1 - MU 20 dengan Primer B. malayi ............................................................................................................... 62 Gambar 13. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel MU 1 – MU 22 dengan Primer W. bancrofti........................................................................................................... 63 Gambar 14. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer B. malayi .................................................................................................................... 64 Gambar 15. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer W. bancrofti ................................................................................................................ 65 Gambar 16. Gel elektroforesis Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 1-24 .................................. 67 Gambar 17. Gel elektroforesis Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 25-48 ................................ 68 xvi DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Aktivitas nyamuk An.peditaeniatus di Desa Antar Raya ...................... 25 Grafik 2. Aktivitas nyamuk An.brevipalpis di Desa Antar Raya .......................... 25 Grafik 3. Aktivitas nyamuk Ae.aegypti pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya....................................................................................................................... 26 Grafik 4. Aktivitas nyamuk Ae.aegypti pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya....................................................................................................................... 26 Grafik 5. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ............................................................................................................ 26 Grafik 6. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya....................................................................................................................... 27 Grafik 7. Aktivitas nyamuk Ae.cancricomes di Desa Antar Raya ........................ 27 Grafik 8. Aktivitas nyamuk Cx.tritaenirhynchus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ................................................................................................... 28 Grafik 9. Aktivitas nyamuk Cx.tritaenirhynchus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya ............................................................................................................ 28 Grafik 10. Aktivitas nyamuk Cx.vishnui pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya....................................................................................................................... 28 Grafik 11. Aktivitas nyamuk Cx.vishnui pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya....................................................................................................................... 29 Grafik 12. Aktivitas nyamuk Cx.sitiens di Desa Antar Raya ............................... 29 Grafik 13. Aktivitas nyamuk Cx.sinensis di Desa Antar Raya ............................. 30 Grafik 14. Aktivitas nyamuk Cx.pseudosinensis di Desa Antar Raya .................. 30 Grafik 15. Aktivitas nyamuk Cx.gellidus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ............................................................................................................ 30 Grafik 16. Aktivitas nyamuk Cx.gellidus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya....................................................................................................................... 31 Grafik 17. Aktivitas nyamuk Cx.bitaeniarhynchus pada penangkapan pertama .. 31 Grafik 18. Aktivitas nyamuk Cx.bitaeniarhynchus pada penangkapan kedua...... 32 Grafik 19. Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus pada penangkapan pertama ... 32 Grafik 20. Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus pada penangkapan kedua ...... 32 Grafik 21. Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ............................................................................................................ 33 Grafik 22. Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya ............................................................................................................ 33 Grafik 23. Aktivitas nyamuk Cx.fuscocephalus di Desa Antar Raya ................... 34 Grafik 24. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ............................................................................................................ 34 Grafik 25. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya ............................................................................................................ 34 Grafik 26. Aktivitas nyamuk Ma.dives pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya....................................................................................................................... 35 xvii Grafik 27. Aktivitas nyamuk Ma.dives pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya....................................................................................................................... 35 Grafik 28. Aktivitas nyamuk Ma.annulifera pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya ............................................................................................................ 36 Grafik 29. Aktivitas nyamuk Ma.annulifera pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya ............................................................................................................ 36 Grafik 30. Aktivitas nyamuk Ma.annulata di Desa Antar Raya ........................... 37 Grafik 31. Aktivitas nyamuk Ar.subalbatus di Desa Antar Raya ......................... 37 Grafik 32. Aktivitas nyamuk An.umbrosus di Desa Karya Jadi ........................... 55 Grafik 33. Aktivitas nyamuk Ae.cancricomes di Desa Karya Jadi ....................... 55 Grafik 34. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus di Desa Karya Jadi .......................... 56 Grafik 34. Aktivitas nyamuk Ae.aegypty di Desa Karya Jadi .............................. 56 Grafik 36. Aktivitas nyamuk Cx.tritaeniorhynchus di Desa Karya Jadi ............... 57 Grafik 37. Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni di Desa Karya Jadi ........................ 57 Grafik 38. Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus di Desa Karya Jadi ............... 58 Grafik 39. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis di Desa Karya Jadi........................... 58 Grafik 40. Aktivitas nyamuk Ma.annulifera di Desa Karya Jadi .......................... 59 xviii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Dokumentasi Kegiatan Lampiran 2 : Surat ijin Kesbangpol Provinsi Kalimantan Selatan Lampiran 3 : Surat ijin Kesbangpol Kabupaten Barito Kuala Lampiran 4 : Surat ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala Lampiran 5 : Hasil analisis PCR Balai Veteriner Banjarbaru xix PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai penyakit kaki gajah adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial. Cacing filaria ini menyerang saluran dan kelenjar getah bening, sehingga menyebabkan rusaknya sistem limfe dan pembengkakan pada tangan, kaki, glandula mammae dan scrotum. Filariasis dapat mengakibatkan cacat seumur hidup serta stigma sosial bagi penderita dan keluarganya.1 Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Pada tahun 2009 setelah dilakukan survei darah jari pada kabupaten/kota terdapat 356 kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota di Indonesia atau sebesar 71,9% sedangkan 139 kabupaten/kota (28,1%) tidak endemis filariasis.2 Di Kalimantan Selatan filariasis juga masih menjadi permasalahan, terutama di daerah pedesaan, hal ini dimungkinkan karena masih banyaknya tempat yang potensial bagi perkembangbiakan vektor seperti persawahan, hutan dan rawa yang baik bagi nyamuk vektor filariasis.3 Kabupaten Barito Kuala merupakan salah satu kabupaten endemis filariasis di Kalimantan Selatan. Pada tahun 2012 situasi filariasis di Kabupaten Barito Kuala, berdasarkan hasil pemeriksaan darah jari yang dilaksanakan oleh BBTKL PP Banjarbaru di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Marabahan (Desa Antar Raya, Desa Antar Baru, Desa Antar Jaya) dan Kecamatan Tabukan (Desa Karya Jadi dan Desa Karya Makmur), dengan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Jari Identifikasi Filariasis di Kabupaten Barito Kuala Tahun 2012 Kecamatan Desa Sampel Positif MF Rate (%) Tabukan Karya Jadi 228 5 2,19 Karya 276 0 0 Makmur Marabahan Antar Raya 200 2 1 Antar Baru 107 0 0 Antar Jaya 208 0 0 1 Kemudian dilakukan Cross Check oleh Subdit Filariasis dan Kecacingan, Kementerian Kesehatan RI dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT) di Desa Karya Jadi Kecamatan Tabukan pada 100 sampel, dan didapat hasil 10 sampel positif Filariasis (Rate=10%). Dengan target nasional Mf Rate kurang dari 1%, Kabupaten Barito Kuala dinyatakan endemis filariasis dengan angka microfilaria rate sebesar 2,19%. Kabupaten Barito Kuala telah mulai melakukan Pemberian Obat Massal Pencegah (POMP) Filariasis dimulai pada tahun 2013 setiap tahun selama lima tahun berturut-turut dengan sasaran seluruh penduduk di Kabupaten Barito Kuala.4 Secara umum nyamuk vektor filaria pada manusia dan hewan yaitu genera Culex, Mansonia, Anopheles, dan Aedes. Meskipun pada umumnya jenis parasit yang diketahui menyerang manusia dan juga hewan adalah jenis Brugia malayi,5,6 namun telah dilaporkan adanya kasus Hepatic Dirofilariasis (parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan) yang kemudian ditemukan pada manusia. Parasit tersebut diduga karena dibawa oleh nyamuk yang terinfeksi cacing immature dari darah hewan, yang membuktikan bahwa kebiasaan nyamuk betina dewasa menghisap darah dapat berpindah-pindah dari manusia ke hewan sampai darah yang dihisap mencukupi untuk mengembangkan telurnya.7 Besar kemungkinan hampir setiap filariasis pada hewan terutama mamalia dapat menginfeksi manusia (zoonosis). Infeksi tersebut dibawa oleh nyamuk yang menghisap darah hewan yang terinfeksi yang kemudian menghisap darah manusia.8 Kegiatan pengendalian filariasis selama ini terfokus pada deteksi dan pengobatan pada manusia serta pengendalian nyamuk vektor, untuk dapat memutuskan rantai penularan perlu dilakukan penanganan pada hewan apabila terbukti terdapat perpindahan parasit dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Sehingga perlu dilakukan penelitian di daerah endemis filaria untuk mengetahui kebiasaan nyamuk menghisap darah, untuk dapat dianalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria antara manusia dan hewan. Teknik analisa Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) telah terbukti mampu untuk mendeteksi parasit filaria di dalam sampel jaringan nyamuk, hewan, dan manusia.8–12 Teknik ini juga digunakan untuk membedakan DNA manusia dari DNA donor lainnya pada darah nyamuk.13 2 Sehingga, teknik ini cocok digunakan untuk menganalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria dari manusia ke hewan ataupun sebaliknya melalui vektor nyamuk yang sama. B. Perumusan Masalah Penelitian Upaya memutus penyebaran parasit filaria adalah bagian penting dari eliminasi filariasis. Adanya kemungkinan perpindahan parasit filaria dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya juga harus diwaspadai. Karena itu, diperlukan sebuah studi untuk mengidentifikasi kebiasaan nyamuk vektor filaria menghisap darah, apakah anthrofilik atau zoofilik. C. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yaitu : 1. Apakah masih terdapat mikrofilaria di dalam tubuh nyamuk? 2. Jenis parasit filaria apa yang terdapat dalam tubuh nyamuk? 3. Apakah nyamuk yang terdapat mikrofilaria di dalam tubuhnya menghisap darah manusia atau hewan atau keduanya (hewan dan manusia)? D. Tujuan Penelitian (Umum dan Khusus) Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisa kebiasaan menghisap darah nyamuk vektor filariasis di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini yaitu: 1. Mendeteksi nyamuk yang positif carrier mikrofilaria sehingga dapat ditentukan jenis nyamuk yang menjadi vektor filariasis di Kabupaten Barito Kuala; 2. Mendeteksi DNA manusia dan hewan pada jaringan nyamuk untuk mengetahui kebiasan nyamuk menghisap darah; 3. Menilai kemungkinan perpindahan parasit filaria antara hewan dan manusia. E. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini dapat dianalisa kemungkinan adanya perpindahan parasit filaria dari manusia ke hewan ataupun sebaliknya melalui nyamuk vektor serta kemungkinan adanya parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan yang 3 kemudian menginfeksi manusia. Sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengendalian penyebaran filaria. 4 TINJAUAN PUSTAKA Filariasis limfatik merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh cacing filaria melalui berbagai jenis nyamuk yang berperan sebagai vektor. Di Indonesia terdapat tiga spesies cacing penyebab filariasis yaitu W. bancrofti, B. malayi dan B. timori. Daur hidup cacing filarial ada 2 yaitu di dalam tubuh penderita (manusia atau hewan) dan di dalam tubuh nyamuk. Secara morfologi, cacing dewasa (disebut makrofilaria) hidup di saluran dan kelenjar limfe, sedangkan anaknya (disebut mikrofilaria) ada di dalam sistem peredaran darah. Mikrofilaria dapat ditemukan di dalam peredaran darah tepi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan periodisitas, pada umumnya periodisitas nokturna, yaitu banyak terdapat di dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang hari banyak terdapat di kapiler organ dalam seperti paru-paru, jantung dan ginjal. Makrofilaria (cacing dewasa) berbentuk silindris, halus seperti benang berwarna putih susu dan hidup di dalam sistem limfe. Cacing betina bersifat ovovivipar dan berukuran 55 - 100 mm x 0,16 µm, dapat menghasilkan jutaan mikrofilaria. Cacing jantan berukuran lebih kecil ± 55 µm x 0,09 mm dengan ujung ekor melingkar. Makrofilaria dapat bertahan hidup cukup lama di dalam kelenjar limfe, dan dapat terjadi kerusakan sistem limfe ditempat tinggal cacing ini. Makrofilaria akan mati dengan sendirinya setelah 5-7 tahun, tetapi kerusakan sistem limfe yang berat tidak dapat pulih kembali. Cacing dewasa betina, setelah mengalami fertilisasi, mengeluarkan jutaan anak cacing yang disebut mikrofilaria. Ukuran mikrofilaria 200–600 µm x 8 µm dan mempunyai sarung. Secara mikroskopis, morfologi spesies mikrofilaria dapat dibedakan berdasarkan: ukuran ruang kepala serta warna sarung pada pewarnaan giemsa, susunan inti badan, jumlah dan letak inti pada ujung ekor.14 Pada saat nyamuk menghisap darah yang mengandung mikrofilaria, maka mikrofilaria akan terbawa masuk kedalam lambung nyamuk dan mikrofilaria melepaskan selubungnya, selanjutnya menembus dinding lambung lalu bergerak menuju otot atau jaringan lemak di bagian dada. Setelah ± 3 hari, mikrofilaria mengalami perubahan bentuk menjadi larva stadium 1 (L1), bentuknya seperti sosis berukuran 125-250 µm x 10-17 µm, dengan ekor runcing seperti cambuk. 5 Setelah ± 6 hari dalam tubuh nyamuk, larva tumbuh menjadi larva stadium 2 (L2) disebut larva preinfektif yang berukuran 200-300 µm x 15-30 µm, dengan ekor yang tumpul atau memendek. Pada stadium ini larva menunjukkan adanya gerakan. Hari ke 8 -10 pada spesies Brugia atau hari ke 10 - 14 pada spesies Wuchereria, larva dalam nyamuk tumbuh menjadi larva stadium 3 (L3) yang berukuran ± 1400 µm x 20 µm. L3 tampak panjang dan ramping disertai dengan gerakan yang aktif. Stadium 3 ini merupakan cacing infektif. Pada saat nyamuk infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosis dan tinggal di kulit sekitar lubang gigitan nyamuk. Pada saat nyamuk menarik probosisnya, larva L3 akan masuk melalui luka bekas gigitan nyamuk dan bergerak menuju sistim limfe. Cara penularan tersebut menyebabkan tidak mudahnya penularan filariasis limfatik dari satu orang ke orang lain pada suatu wilayah tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang dapat terinfeksi filariasis limfatik, apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk ribuan kali.15 Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui terdapat 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor Filariasis. Sepuluh spesies nyamuk Anopheles telah diidentifikasi sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vektor fialariasis yang penting . Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vektor Brugia malayi tipe sub periodic nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor penting terhadap Brugia timori yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan. Untuk melaksanakan pemberantasan vektor Filariasis, perlu mengetahui bionomik (tata hidup) vektor yang mencakup tempat berkembang biak, perilaku menggigit (mencari darah) dan tempat istirahat. Tempat perindukan nyamuk berbeda-beda tergantung jenisnya. Umumnya nyamuk beristirahat di tempattempat teduh, seperti semak-semak di sekitar tempat perindukan dan di dalam rumah pada tempat-tempat yang gelap. Sifat nyamuk dalam memilih jenis mangsanya berbeda-beda, dapat hanya menyukai darah manusia (antropofilik), darah hewan (zoofilik), atau darah hewan dan manusia (zooantropofilik). 6 Demikian juga mencari mangsanya berbeda-beda, dapat hanya di luar rumah (eksofagik) atau dalam rumah (endofagik). Perilaku nyamuk ini dapat berpengaruh terhadap distribusi kasus Filariasis. Setiap daerah mempunyai spesies nyamuk berbeda-beda, dan pada umumnya terdapat beberapa spesies nyamuk sebagai vektor utama dan spesies lainnya hanya merupakan vektor potensial.14 Telah dilaporkan adanya kasus Hepatic Dirofilariasis (parasit filaria yang umumnya terdapat pada hewan) yang kemudian ditemukan pada manusia. Parasit tersebut diduga karena dibawa oleh nyamuk yang terinfeksi cacing immature dari darah hewan, yang membuktikan bahwa kebiasaan nyamuk betina dewasa menghisap darah dapat berpindah-pindah dari manusia ke hewan sampai darah yang dihisap mencukupi untuk mengembangkan telurnya.(1) Besar kemungkinan hampir setiap filariasis pada hewan terutama mamalia dapat menginfeksi manusia (zoonosis). Infeksi tersebut dibawa oleh nyamuk yang menghisap darah hewan yang terinfeksi yang kemudian menghisap darah manusia.8 Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan Filariasis (hewan reservoir). Dari semua spesies cacing filaria yang menginfeksi manusia di Indonesia, hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodik yang ditemukan juga pada lutung (Presbytis cristatus), kera (Macaca fascicularis) dan kucing (Felis catus). Penanggulangan Filariasis pada hewan reservoir ini tidak mudah, oleh karena itu juga akan menyulitkan upaya pemberantasan Filariasis pada manusia.14 Pemutusan transmisi vektor merupakan unsur utama program eliminasi filariasis limfatik sehingga metode deteksi untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada nyamuk adalah sangat diperlukan.16 Pada daerah endemik deteksi yang sangat bermanfaat adalah finger prick test dan The DEC provocative test,17 yang menjadi standar emas pengujian. Oleh karena parasit mempunyai periode nokturnal (penampakan pada darah hanya pada malam hari) yang membatasinya sehingga test ini hanya efektif dilakukan pada malam hari. Uji berdasarkan antigen dan antibody hanya memberikan hasil yang positif beberapa bulan setelah infeksi dan hasil dari uji tersebut memberikan gambaran keberadaan transmisi filaria pada suatu saat yang sangat awal.18 Berbeda dengan xenomonitoring (uji deteksi adanya mikrofilaria/larva pada nyamuk) yang menggambarkan transmisi 7 pada saat itu. Teknik lain adalah dengan menggunakan Polimerase Chain Reaction (PCR) yang dapat mendeteksi 1 pikogram DNA filaria pada darah penderita.19 Teknik PCR terbukti mampu mendeteksi DNA parasit filaria pada semua tahap larva baik dari darah hospes maupun perantara. Teknik ini pun menggunakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan pemeriksaan menggunakan mikroskop, khususnya untuk sampel dalam jumlah besar. Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP) cukup sensitif untuk membedakan DNA dari beberapa sumber darah pada nyamuk, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan transmisi mikrofilaria dari hewan ke manusia atau sebaliknya.8-13 8 METODE A. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Kerangka Teori Kerangka teori dari penelitian ini mengadopsi dari segi tiga epidemiologi (Epidemiology Triangle) yang dikemukakan oleh Gordon dan La Richt pada tahun 1950, menyebutkan bahwa timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dipengerahui oleh tiga faktor utama yaitu host, agent dan environment. Filariasis Vektor - B. malayi - B. timori - W. banchrofti - Culex Anopheles Mansonia Aedes Kerangka Konsep Seseorang atau hewan dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang atau hewan tersebut darahnya dihisap oleh nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3), yang didapat sewaktu nyamuk tersebut menghisap darah penderita atau hewan reservoir yang mengandung mikrofilaria. Siklus penularan filariasis melalui dua tahap, yaitu tahap pertama perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) yang dipengaruhi oleh umur nyamuk, tempat kembang biak, keanekaragaman dan kelimpahan. Pada tahapan kedua yaitu perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoir 9 dipengaruhui oleh kebiasaan nyamuk menghisap darah, untuk mengetahui apakah nyamuk vektor menghisap darah manusia atau hewan diperlukan sebuah analisis kebiasaan nyamuk menghisap darah guna penanggulangan filariasis secara menyeluruh (manusia dan hewan). Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut : ---------------- Tidak diteliti B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kebiasaan nyamuk menghisap darah (bloodmeal), sedangkan variabel bebas yaitu jenis/spesies nyamuk (biodiversity), jenis mikrofilaria, dan inang filaria. Definisi Operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian No 1. Variabel Jenis mikrofilaria 2. Carrier Definisi Operasional Skala Parasit nematoda atau cacing Nominal filaria limfatik, merusak jaringan kelenjar/saluran getah bening. Ada 3 jenis nematoda jaringan yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori Nyamuk pembawa parasit Nominal Kategori Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori Ya atau tidak 10 No 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Variabel mikrofilaria DNA manusia dan hewan Definisi Operasional nematoda atau cacing filaria Materi genetik pada tubuh manusia dan hewan yang terbentuk dari empat tipe nukleotida yang berikatan secara kovalen membentuk rantai polinukleotida dengan rangka gula fosfat tempat melekatnya basa-basa Filaria penyakit menular kronis yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria, menyerang saluran dan kelenjar getah bening, sehingga menyebabkan rusaknya sistem limfe dan pembengkakan pada tangan, kaki, glandula mammae dan scrotum. Inang filaria Tempat untuk cacing filaria hidup dan berkembang Tempat Tempat perindukkan kembang biak nyamuk/tempat tinggal nyamuk untuk berkembang biak Kelimpahan Banyaknya individu nyamuk per spesies dalam sampel yang diambil Keanekaraga Variasi jenis nyamuk yang man ditemukan dalam suatu komunitas Vektor Arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu agen infeksi dari sumber infeksi kepada hospes yang rentan. Kebiasaan Kecenderungan nyamuk yang menghisap menghisap darah manusia atau hewan di luar rumah dan di dalam rumah Skala Kategori Nominal DNA manusia dan atau DNA Hewan Nominal Positif Negatif Nominal Manusia dan atau hewan Perkebunan, hutan, sawah Nominal atau Nominal Banyak tidak atau Nominal Tinggi, sedang, rendah Nominal Vektor atau bukan vektor Nominal Menghisap darah manusia dan atau hewan di dalam dan di luar rumah 11 C. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain potong lintang. D. Tempat dan Waktu Penelitian akan dilaksanakan pada dua desa endemis filariasis di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2016. E. Populasi dan Sampel (Estimasi dan Cara Pemilihan) Populasi yaitu semua jenis nyamuk yang ada di Kabupaten Barito Kuala, sedangkan sampel adalah nyamuk yang diketahui sebagai vektor filaria di daerah pengambilan sampel (Cx.quinquifasciatus, Cx.tritaeniorhynchus, Ma.uniformis, An.umbrosus dan An.nigerimus).3 Penangkapan nyamuk akan dilakukan di rumah penderita yang tercatat positif filariasis pada tahun 2012 dan 2 rumah di sekitar rumah penderita tersebut (jarak ± 200 meter) dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi yaitu nyamuk vektor filaria yang tertangkap dengan metode Hand Catches dan metode Human Landing Collection. Kriteria ekslusi yaitu nyamuk vektor filaria jantan dan nyamuk yang tidak menghisap darah. F. Instrumen Pengumpul Data Nyamuk vektor filaria dikumpulkan dengan metode Hand Catches (penangkapan dengan menggunakan aspirator tanpa umpan manusia/resting) dan Human Landing Collection (penangkapan nyamuk dengan umpan manusia). Kedua metode dipilih karena mampu memfasilitasi penangkapan semua jenis nyamuk vektor filaria. Hasil penangkapan nyamuk berupa jenis, jumlah, lokasi, kepadatan, dan waktu penangkapan akan dicatat dalam tabel hasil. Selanjutnya nyamuk yang telah dikumpulkan akan diseleksi dan dikelompokkan (pools) berdasarkan jenis untuk digunakan dalam proses Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP). Teknik PCR terbukti mampu mendeteksi DNA parasit filaria pada semua tahap larva baik dari darah inang maupun perantara. Teknik ini pun menggunakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan pemeriksaan menggunakan mikroskop, khususnya untuk sampel dalam jumlah besar. Teknik PCR-RFLP digunakan 12 karena cukup sensitif untuk membedakan DNA dari beberapa sumber darah pada nyamuk.8-13 G. Bahan dan Prosedur Pengumpul data Bahan Dalam penelitian ini digunakan bahan-bahan yaitu: kit ekstraksi, kit PCR, set primer untuk filaria dari jenis Brugia malayi, B. timori, dan Wucheria banchrofti, set primer DNA untuk manusia, monyet, kucing, dan anjing, enzim restriksi, bahan elektroforesis, dan bahan-bahan untuk penangkapan nyamuk Proses ekstraksi menggunakan Tissue DNA Extraction Kit Vivantis dan Proses PCR menggunakan DNA Amplification Kit Vivantis (Selangor, Malaysia). Primer DNA yang digunakan yaitu : 1. Cytochrome B H. sapiens --- CCATCCAACATCTCAGCATGATGAAA-3’ (Forward dan Reverse 5’5’- 13 CCCCTCAGAATGATATTTGTCCTCA-3’) 2. W. bancrofti --- (Forward 5’-CTGAGTGAAATCAATGAACTGC-3’ dan Reverse 5’-GTCCATCCGATGAAGTTCCACC-3’)20 3. B. malayi --- (Forward 5’-ATGTCCGCACAACTTTTGATTTTATCG-3’ dan Reverse 5’-TTAAATTTCACGTTCCAGTTCATCGAT-3’)10 4. B. timori --- (Forward 5’-AGTGCGAATTGCAGACGCATTGAG-3’ dan Reverse 5’-AGCGGGTAATCACGACTGAGTTGA-3’)21 5. D. immitis --- (Forward 5’-AGTGTAGAGGGTCAGCCTGAGTTA-3’) dan Reverse 5’-ACAGGCACTGACAATACCAAT-3’)21 6. D. repens --- (Forward 5’-CATTGATAGTTTACATTCAAATAA-3’ dan Reverse 5’-GATTCATTTATTGCATTA-AGCAAGC-3’)21 Prosedur Pengumpulan Data 1) Penangkapan sampel nyamuk dengan metode Hand Catches dan Human Landing Collection11,22: a. Penangkapan nyamuk dilakukan oleh kader yang direkrut dari penduduk lokal. Tim akan memberikan pengarahan kepada para kader sebelum penangkapan nyamuk; b. Kader dibagi menjadi dua kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas enam orang, kelompok pertama bertugas menangkap 13 nyamuk pukul 18.00 sampai dengan 24.00, sedangkan kelompok kedua bertugas menangkap nyamuk pukul 24.00 sampai dengan 06.00; c. Setiap kelompok waktu dibagi atas tiga orang yang bertugas di luar rumah dan tiga orang bertugas di dalam rumah. Rotasi dilakukan setiap satu jam untuk memastikan variasi dalam efisiensi penangkapan nyamuk; d. Kader duduk di kursi ataupun di lantai dan membiarkan bagian betis terbuka. Kader juga menangkap nyamuk yang menempel (resting) pada dinding, tanaman, kandang, dan tempat istirahat lainnya. Nyamuk ditangkap menggunakan aspirator dan dimasukkan ke dalam gelas kertas; e. Nyamuk dikumpulkan setiap satu jam selama rentang waktu yang tentukan dengan aturan 50 menit penangkapan 10 menit istirahat; f. Nyamuk dibawa ke laboratorium Entomologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu untuk diidentifikasi dan diseleksi berdasarkan jenis, lokasi, dan waktu penangkapan. 2) Prosedur Laboratorium meliputi Ekstraksi DNA dari nyamuk, Polymerase Chain Reaction (PCR) - Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP). Pengerjaan prosedur laboratorium akan dikerjakan di Laboratorium Biomolekular Universitas Lambung Mangkurat, Fakultas MIPA di Banjarbaru. Adapun rincian prosedur yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Ekstraksi DNA dari nyamuk 1. Nyamuk yang telah diseleksi dan dikelompokkan diambil sebanyak 25 ekor per pool dipisahkan kepala dan perut untuk identifikasi keberadaan larva mikrofilaria, kemudian diambil 2 ekor pada masing-masing pool untuk analisis kebiasaan nyamuk menghisap darah;23 2. DNA dari sampel jaringan/darah nyamuk dihomogenasi kemudian diekstrak menggunakan Tissue DNA Extraction Kit Vivantis untuk identifikasi mikrofilaria dan Blood DNA Extraction Kit Vivantis dengan protokol sesuai panduan pabrik; 14 3. Hasil disimpan untuk kemudian digunakan dalam PCR. b. Polymerase Chain Reaction (PCR) 1. Kit PCR yang digunakan adalah DNA Amplification Kit Vivantis 2. Sampel DNA hasil ekstraksi (akan ditentukan melalui uji pendahuluan agar diketahui jumlah DNA optimal untuk PCR) dicampur dengan PCR mix dan set primer DNA yang telah disiapkan; 3. Tube sampel dimasukkan ke dalam Thermal Cycler (kondisi PCR menyesuaikan hasil optimasi); 4. Elektroforesis pada gel agarosa. Ukuran DNA dibandingkan dengan standar ladder DNA 100 bp. 5. Sampel positif dari proses PCR dikirim untuk sequencing agar bisa ditentukan enzim restriksi yang digunakan pada proses RFLP. c. Restriction Fragments Length Polymorphism (RFLP) 1. Sebanyak 15 µl hasil PCR digunakan dalam reaction mix berisi enzim restriksi. 2. Reaction mix diinkubasi menggunakan waterbath pada suhu yang ditentukan produsen untuk masing-masing enzim. 3. Elektroforesis pada gel agarosa untuk melihat profil potongan DNA, apabila ukuran potongan DNA terlalu kecil dan sulit dilihat maka akan dilanjutkan dengan elektroforesis pada gel polyacrylamide. PCR-RFLP merupakan analisis DNA yang mengkombinasikan teknik multiflikasi DNA (PCR) dengan teknik pemotongan DNA (restriksi). Rantai DNA tertentu yang telah dimultiflikasi kemudian dipotong menggunakan Enzim Restriksi. Teknik ini telah berhasil digunakan untuk diagnosis Filariasis pada manusia serta untuk membedakan sumber darah dari vektor penyakit Malaria dan Chagas.10,13,24 DNA yang dimultiflikasi dalam penelitian ini adalah DNA adalah bagian dari Gen Cytochrome B dari mitokondria vertebrata (GenBank Accession Number DQ112962.3). Total produk PCR yang diharapkan adalah 358 bp dengan sekuen berikut (area yang di-highlight merupakan posisi primer): 1 ccatccaaca tctccgcatg atgaaacttc ggctcactcc ttggcgcctg cctgatcctc 15 61 121 181 241 301 caaatcacca aaccgccttt tcatcaatcg ctaccttcac gccaatggcg aggcctatat tacggatcat gcttgcaact atagcaacag ctgagggg caggactatt cctagccatg cactactcac cagacgcctc cccacatcac tcgagacgta aattatggct gaatcatccg cctcaatatt ctttatctgc ctcttcctac acatcgggcg ttctctactc agaaacctga aacatcggca ttatcctcct ccttcatagg ctatgtcctc ccgtgaggcc aaatatcatt H. Pengolahan dan Analisis Data Data hasil penangkapan nyamuk berupa jenis, jumlah, lokasi, kepadatan, dan waktu penangkapan akan di editing, dientri dan kemudian dimasukkan ke dalam tabel untuk dianalisa secara deskriftif. Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk dari hasil Penangkapan di daerah penelitian, maka data yang diperoleh dihitung menurut rumus yaitu: Jumlah nyamuk yang positif mengandung mikrofilaria akan dianalisa untuk mendapatkan angka Infection Rate, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Infection Rate : Sedangkan data hasil PCR-RFLP akan dikelompokkan berdasarkan jenis nyamuk dan mikrofilaria yang dikandungnya. 16 HASIL Gambaran Umum Wilayah Penelitian Gambar 1. Peta Kabupaten Barito Kuala Kabupaten Barito Kuala dengan nama ibukota kabupaten adalah Marabahan. Secara geografis terletak antara 2o29’50” – 3o30’18” Lintang Selatan dan 114o20’50” – 114o50’18” Bujur Timur. Dengan luas wilayah 2.996,96 Km2 atau 7,99 % dari luas propinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan secara administratif, batasan wilayah Kabupaten Barito Kuala adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin 2. Sebelah Selatan : Laut Jawa 3. Sebelah Timur : Kabupten Banjar dan Kota Banjarmasin 4. Sebelah Barat : Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah Kabupaten Barito Kuala terbagi menjadi 17 kecamatan dengan 201 desa. Kecamatan Kuripan merupakan kecamatan yang terluas dengan luas wilayah 343,5 km2 atau 11,46% dari luas Kabupaten Barito Kuala dan kecamatan Mandastana 339,0 km2 (11,31%), sedangkan Kecamatan yang memiliki luas 17 terkecil adalah Kecamatan Wanaraya dengan luasnya 37,50 km2 atau 1,25% dari luas wilayah Kabupaten Barito Kuala. Bentuk morfologi Kabupaten Barito Kuala merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0,2 sampai dengan 3 meter dari permukaan laut. Karena merupakan dataran rendah maka hampir disemua kecamatan tumbuh hutan galam yang digunakan sebagai bahan bangunan dan purun yang dimanfaatkan untuk anyaman tikar, bakul. Kabupaten Barito Kuala dibelah oleh sungai Barito yang membentang dari selatan sebagai muara sungainya (Kecamatan Tabunganen) hingga ke utara (Kecamatan Kuripan). Selain sungai Barito, sungai yang ada di Kabupaten Barito Kuala antara lain Sungai Negara, Sungai Kapuas, Sungai Alalak, Sungai Puntik, Saluran Drainase Tamban, Saluran Drainase Anjir Pasar, Saluran Drainase Tabukan dan Saluran Drainase Tabunganen. Sungai – sungai ini selain berguna untuk transportasi, juga untuk pengairan sawah. Kecamatan Marabahan Kecamatan Marabahan mempunyai 10 buah desa dengan luas wilayah 221 km2 dan berbatasan, dimana batas-batasnya adalah : Sebelah Utara : Kecamatan Bakumpai Sebelah Selatan : Kecamatan Berambai Sebelah Timur : Kecamatan Cerbon Sebelah Barat : Kecamatan Tabukan Secara astronomis Kecamatan Marabahan terletak pada 02Ëš 50’ 50” - 03Ëš 18’ 0” lintang selatan dan pada 114Ëš 40’ 50” - 114Ëš 40’ 0” bujur timur. Secara Topografi, kecamatan Marabahan merupakan dataran rendah dan rawa, dimana ketinggian dari permukaan laut adalah sebelah utara rata-rata 10 m dari permukaan laut dan sebelah selatan : rata-rata 2 m dari permukaan laut, sehingga kecamatan Marabahan memiliki lahan basah, dimana sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh sungai dan rawa pasang surut. Kondisi ini menyebabkan tanah daerah ini mengandung lahan gambut (peatland). Endapan gambut daerah ini berasal dari sisa-sisa tumbuhan rendah rawa termasuk tipe “Topogeneus Peat” yang mempunyai ketebalan hingga ±150 meter. Selain itu juga, tingkat ke asamaan tanah mencapai Ph 3-5, sehingga air tanah ditempati ini tidak dapat langsung dikonsumsi karena mengandung senyawa besi dan sulfur atau disebut 18 larutan firit. Seperti daerah yang berada di wilayah Indonesia pada umumnya, kecamatan Marabahan mengalami dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu desa di Kecamatan marabahan yaitu desa Antar Raya yang menjadi lokasi penelitian. Desa Antar Raya memiliki luas wilayah sebesar 28,86 Km2. Jumlah penduduk di Desa Antar Raya pada tahun 2015 adalah sebanyak 1.087 jiwa dengan 534 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 553 jiwa berjenis kelamin perempuan. Jumlah rumah tangga sebanyak 50 rumah tangga dan kepadatan penduduk 32,92 per Km2. Kecamatan Tabukan Secara astronomis Kecamatan Tabukan terletak pada Lintang 2o48’21”LS dan pada Bujur 114o38’24”BT. Secara administrasi terdiri dari 11 desa dengan luas 116.00 Km2, selain itu berbatasan dengan wilayah kecamatan lainnya, yaitu : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Palingkau Lama, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah 2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kuripan dan Kecamatan Tabukan 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tabukan dan Kecamatan Barambai 4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Palingkau Lama, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. Salah satu desa di Kecamatan Tabukan yaitu Desa Karya Jadi, yang merupakan desa tempat penelitian ini dilakukan. Desa Karya Jadi memiliki luas wilayah sebesar 15,30 Km2. Jumlah penduduk sebesar 746 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 187. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 372 jiwa dan 374 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki. DESA ANTAR RAYA Penangkapan Nyamuk Pengumpulan data berupa penangkapan nyamuk di Desa Antar Raya dilakukan sebanyak 2 kali kegiatan yaitu pada bulan Juni dan September 2016. Penangkapan nyamuk dilakukan ulang dikarenakan pada pengumpulan data pertama setelah dianalisis secara PCR, hasilnya tidak menunjukkan adanya DNA, sementara semua sampel nyamuk sudah terlanjur diekstrak. 19 Penangkapan nyamuk pertama dilakukan pada tanggal 2-4 Juni 2016 selama 3 malam, seharusnya penangkapan nyamuk dilakukan selama 4 malam, namun kendala penelitian dikarenakan malam terakakhir merupakan malam pertama ramadhan sehingga penangkapan nyamuk tidak dapat dilakukan dikarenakan adat budaya setempat yang melakukan sholat malam pada bulan ramadhan (sholat teraweh) dan kader penangkap nyamuk tidak dapat melakukan penangkapan nyamuk pada malam tersebut. Lokasi penangkapan nyamuk dilakukan di sekitar rumah penderita. Penangkapan nyamuk yang kedua dilakukan pada tanggal 25-26 September 2016 selama 2 malam dikarenakan anggaran untuk penangkapan nyamuk hanya 4 malam, sehingga dibagi masing-masing dua malam dengan Desa Karya Jadi. Lokasi penangkapan nyamuk tetap dilakukan disekitar rumah penduduk. Keanekaragaman nyamuk di Desa Antar Raya Keanekaragaman nyamuk yang tertangkap pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya terdapat 20 spesies nyamuk dari 5 genus, seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 3. Keanekaragaman Nyamuk di Desa Antar Raya Pada Penangkapan Pertama Jenis nyamuk An.peditaeniatus An.brevipalpis Ae.aegypti Ae.albopictus Cx.tritaenirhynchus Cx.vishnui Cx.sitiens Cx.sinensis Cx.pseudosinensis Cx.gellidus Cx.bitaeniarhynchus Cx.quinquefasciatus Cx.hutchinsoni Cx.fuscocephalus Ma.uniformis Ma.dives Ma.annulata Ma.annulifera Ar.subalbatus Total Umpan Orang (HLC) UOL UOD Jml % Jml % 7 46.67 2 13.33 0 0.00 0 0.00 1 12.50 1 12.50 0 0.00 0 0.00 516 46.74 304 27.54 736 46.73 438 27.81 233 45.16 139 26.94 0 0.00 0 0.00 1 25.00 0 0.00 5 62.50 1 12.50 0 0.00 1 100.00 26 29.89 24 27.59 10 31.25 9 28.13 0 0.00 0 0.00 105 38.89 89 32.96 60 48.00 37 29.60 7 43.75 7 43.75 1 25.00 2 50.00 3 12.50 1 4.17 1711 45.09 1055 27.80 Resting D Jml 0 0 3 1 137 206 60 0 1 0 0 20 1 0 42 18 0 1 9 499 Total L % 0.00 0.00 37.50 50.00 12.41 13.08 11.63 0.00 25.00 0.00 0.00 22.99 3.13 0.00 15.56 14.40 0.00 25.00 37.50 13.15 Jml 6 1 3 1 147 195 84 2 2 2 0 17 12 1 34 10 2 0 11 530 % 40 100 38 50 13 12 16 100 50 25 0 20 38 100 13 8 13 0 46 14 15 1 8 2 1104 1575 516 2 4 8 1 87 32 1 270 125 16 4 24 3795 20 Keanekaragaman genus nyamuk yang tertangkap terdapat dari 5 genus yaitu Anopheles sp, Aedes sp, Culex sp, Mansonia sp dan Armigeres dengan jumlah nyamuk yang tertangkap yaitu sebanyak 3.795 ekor. Spesies yang paling banyak ditangkap yaitu Cx.vishnui baik pada saat ditangkap menggunakan umpan orang di dalam dan di luar rumah serta pada saat istirahat/ resting baik di dalam maupun di luar rumah, menyusul kemudian Cx.tritaenirhynchus dan Cx.sitiens. Pada penangkapan nyamuk yang kedua diperoleh lebih sedikit spesies nyamu yang tertangkap, seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 4. Keanekaragaman Nyamuk di Desa Antar Raya Pada Penangkapan Kedua Umpan Orang (HLC) Jenis nyamuk UOL Jml Ae.cancricomes Resting UOD % Jml D % Jml L % Jml Total M % Jml % 28 46.67 12 20.00 7 11.67 13 21.67 2 36.11 60 Ae.albopictus 7 58.33 1 8.33 2 16.67 2 16.67 3 138.89 12 Ae.aegypty 1 11.11 5 55.56 2 22.22 1 11.11 0 123.46 9 265 56.87 102 21.89 50 10.73 49 10.52 0 2.26 466 0 0.00 2 50.00 2 50.00 0 0.00 0 0.00 4 12 46.15 5 19.23 3 11.54 6 23.08 0 88.76 26 0 0.00 2 100.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 2 36 80.00 4 8.89 3 6.67 2 4.44 0 9.88 45 0 0.00 1 100.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 131 43.96 76 25.50 52 17.45 39 13.09 2 4.39 298 3 60.00 0 0.00 1 20.00 1 20.00 0 400.00 5 Cx.tritaeniorhynchus Cx.hutchinsoni Cx.quinquefasciatus Cx.gellidus Cx.visnui Cx.bitaeniorhynchus Ma.uniformis Ma.annulifera Ma.dives Total 0 0.00 1 50.00 0 0.00 1 50.00 0 2500.00 2 483 192.547 211 22.69 122 13.12 114 12.26 7 1.32 930 Pada tabel di atas terlihat bahwa keanekaragaman nyamuk yang didapat pada penangkapan kedua diperoleh sebanyak 930 ekor nyamuk dengan 12 spesies dari 3 genus. Spesies Cx.tritaeniorhynchus yang paling banyak diperoleh pada penangkapan nyamuk yang kedua yaitu sebanyak 466 ekor dengan 256 ekor (56,87%) yang ditangkap menggunakan umpan orang di dalam rumah lebih banyak dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan umpan orang di luar rumah yaitu sebanyak 102 ekor (21,89%). Pada penangkapan kedua juga dilakukan resting morning yang dilakukan sekitar pukul 07.00-09.00 WITA dengan spesies nyamuk yang didapat yaitu Ae.cancricomes, Ae.albopictus, dan Ma.uniformis. Jumlah nyamuk yang didapat pada penangkapan kedua lebih 21 sedikit dibandingkan pada penangkapan pertama dimungkinkan Karena jumlah malam penangkapan yang lebih sedikit. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominansi Spesies Banyaknya individu nyamuk per spesies pada penangkapan nyamuk yang dilakukan pertama di Desa Antar Raya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominasi Spesies Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Pertama Umpan Orang Jenis Nyamuk Jumlah KN (%) FS DS An.peditaeniatus 15 0.40 1 0.40 An.brevipalpis 1 0.03 0.33 0.01 Ae.aegypti 8 0.21 1 0.21 Ae.albopictus 2 0.05 0.33 0.02 Cx.tritaenirhynchus 1104 29.09 1 29.09 Cx.vishnui 1575 41.50 1 41.50 Cx.sitiens 516 13.60 1 13.60 Cx.sinensis 2 0.05 0.33 0.02 Cx.pseudosinensis 4 0.11 0.67 0.07 Cx.gellidus 8 0.21 0.67 0.14 Cx.bitaeniarhynchus 1 0.03 0.33 0.01 Cx.quinquefasciatus 87 2.29 1 2.29 Cx.hutchinsoni 32 0.84 0.67 0.56 Cx.fuscocephalus 1 0.03 0.33 0.01 Ma.uniformis 270 7.11 1 7.11 Ma.dives 125 3.29 1 3.29 Ma.annulata 16 0.42 1 0.42 Ma.annulifera 4 0.11 1 0.11 Ar.subalbatus 24 0.63 1 0.63 Keterangan : KN (%) : Kelimpahan Nisbi FS : Frekuensi Spesies DS : Dominan Spesies Berdasarkan hasil pada tabel di atas diketahui bahwa kelimpahan paling tinggi pada spesies Cx.vishnui sebesar 41,50% dengan frekuensi kemunculan spesies pada malam penangkapan yaitu 1 dan dominasi spesies sebesar 41,50%. Kelimpahan nisbi pada penangkapan nyamuk kedua di Desa Antar Raya seperti pada tabel berikut : 22 Tabel 6. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominasi Spesies Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Kedua Umpan Orang Jenis Nyamuk Jumlah KN (%) FS DS Ae.cancricomes Ae.albopictus Ae.aegypty Cx.tritaeniorhynchus Cx.hutchinsoni Cx.quinquefasciatus Cx.gellidus Cx.visnui Cx.bitaeniorhynchus Ma.uniformis Ma.annulifera Ma.dives 60 12 9 466 4 26 2 45 1 298 5 2 6.45 1.29 0.97 50.11 0.43 2.80 0.22 4.84 0.11 32.04 0.54 0.22 1 1 1 1 1 1 0.5 1 0.5 1 1 1 6.45 1.29 0.97 50.11 0.43 2.80 0.11 4.84 0.05 32.04 0.54 0.22 Penangkapan nyamuk kedua yang dilakukan di Desa Antar Raya, diketahui bahwa Cx.tritaeniorhynchus dengan kelimpahan nisbi terbesar yaitu 50,11%, frekuensi 1 dan dominasi spesies 50,11. Berbeda dengan penangkapan pertama, Cx.tritaeniorhynchus merupakan spesies kedua terbanyak. Kepadatan Nyamuk Kepadatan nyamuk menggigit tertinggi per orang per jam (man hour density/MHD) dan Kepadatan nyamuk perorang perhari (man bitting rate/MBR) pada penangkapan pertama dan kedua di Desa Antar Raya dapat dilihat pada tabel di bawah: Penangkapan pertama : Tabel 7. Kepadatan Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Pertama MHD MBR Total Jenis Nyamuk MHD Luar Dalam Luar Dalam An.peditaeniatus 0.06 0.02 0.08 0.19 0.06 An.brevipalpis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Ae.aegypti 0.01 0.01 0.02 0.03 0.03 Ae.albopictus 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Cx.tritaenirhynchus 4.30 2.53 6.83 14.33 8.44 Cx.vishnui 6.13 3.65 9.78 20.44 12.17 Cx.sitiens 1.94 1.16 3.10 6.47 3.86 Cx.sinensis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Cx.pseudosinensis 0.01 0.00 0.01 0.03 0.00 Cx.gellidus 0.04 0.01 0.05 0.14 0.03 Cx.bitaeniarhynchus 0.00 0.01 0.01 0.00 0.03 Cx.quinquefasciatus 0.22 0.20 0.42 0.72 0.67 Cx.hutchinsoni 0.08 0.08 0.16 0.28 0.25 Total MBR 0.25 0.00 0.06 0.00 22.78 32.61 10.33 0.00 0.03 0.17 0.03 1.39 0.53 23 Jenis Nyamuk Cx.fuscocephalus Ma.uniformis Ma.dives Ma.annulata Ma.annulifera Ar.subalbatus MHD Luar Dalam 0.00 0.00 0.88 0.74 0.50 0.31 0.06 0.06 0.01 0.02 0.03 0.01 Total MHD 0.00 1.62 0.81 0.12 0.03 0.03 MBR Luar Dalam 0.00 0.00 2.92 2.47 1.67 1.03 0.19 0.19 0.03 0.06 0.08 0.03 Total MBR 0.00 5.39 2.69 0.39 0.08 0.11 Penangkapan Kedua Tabel 8. Kepadatan Nyamuk di Desa Antar Raya pada Penangkapan Kedua MHD MBR Total Jenis Nyamuk MHD Luar Dalam Luar Dalam Ae.cancricomes Ae.albopictus Ae.aegypty Cx.tritaeniorhynchus Cx.hutchinsoni Cx.quinquefasciatus Cx.gellidus Cx.visnui Cx.bitaeniorhynchus Ma.uniformis Ma.annulifera Ma.dives 0.23 0.06 0.01 2.21 0.00 0.10 0.00 0.30 0.00 1.09 0.03 0.00 0.10 0.01 0.04 0.85 0.02 0.04 0.02 0.03 0.01 0.63 0.00 0.01 0.33 0.07 0.05 3.06 0.02 0.14 0.02 0.33 0.01 1.73 0.03 0.01 1.17 0.29 0.04 11.04 0.00 0.50 0.00 1.50 0.00 5.46 0.13 0.00 0.50 0.04 0.21 4.25 0.08 0.21 0.08 0.17 0.04 3.17 0.00 0.04 Total MBR 1.67 0.33 0.25 15.29 0.08 0.71 0.08 1.67 0.04 8.63 0.13 0.04 Pada penangkapan nyamuk pertama di Desa Antar Raya diketahui kepadatan nyamuk tertinggi pada spesies Cx.vishnui dengan nilai MHD sebesar 6,13 nyamuk/jam/orang, lebih tinggi di luar rumah dibandingkan di dalam rumah yaitu sebesar 3,65 nyamuk/jam/orang. Pada penangkapan nyamuk kedua nilai MHD tertinggi pada spesies Cx.tritaeniorhynchus dengan nilai MHD tertinggi di luar rumah (2,21 nyamuk/jam/orang) dibandingkan di dalam rumah (0.85 nyamuk/jam/orang). Kepadatan nyamuk perorang perhari dengan nilai MBR tertinggi pada spesies Cx.vishnui yaitu sebesar 32,61 nyamuk/orang/malam. Lebih banyak di luar rumah (20,44 nyamuk/orang/malam) dibandingkan di dalam rumah (12,17 nyamuk/orang/malam). Cx.tritaeniorhynchus dengan Pada nilai penangkapan MBR tertinggi nyauk kedua yaitu 15,29 nyamuk/orang/malam, sama seperti pada penangkapan pertama, nilai MBR lebih besar di luar rumah dibandingkan di dalam rumah. 24 Aktivitas Nyamuk menghisap darah An.peditaeniatus Spesies ini hanya ditemukan pada penangkapan nyamuk pertama di Desa Antar Raya dengan aktivitas menghisap darah seperti pada gambar berikut : Grafik 1. Aktivitas nyamuk An.peditaeniatus di Desa Antar Raya Aktivitas menghisap nyamuk spesies An.peditaeniatus dengan umpan orang tertinggi pada pukul 18.00-19.00 dan 21.00-22.00 WITA di luar rumah, sedangkan perilaku istirahat paling tinggi paada pukul 18.00-19.00 dan 20.0021.00 WITA. An.brevipalpis Spesies nyamuk An.brevipalpis juga hanya ditemukan pada penangkapan nyamuk pertama di Desa Antar Raya dengan aktivitas menghisap darah seperti pada gambar berikut: Grafik 2. Aktivitas nyamuk An.brevipalpis di Desa Antar Raya Nyamuk An.brevipalpis hanya tertangkap 1 ekor pada saat istirahat yaitu pada pukul 24.00-01.00 WITA dengan nilai MHD 0,01 nyamuk/jam/orang. Ae.aegypti Aktivitas nyamuk Ae.aegypti menghisap darah pada penangkapan pertama dan kedua dapat dilihat pada gambar berikut : 25 Penangkapan pertama Grafik 3. Aktivitas nyamuk Ae.aegypti pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya Penangkapan kedua Grafik 4. Aktivitas nyamuk Ae.aegypti pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya Aktivitas Ae.aegypti menghisap darah dengan umpan orang terlihat dari pukul 18.00-19.00 WITA sampai dengan 21.00-22.00 WITA di dalam dan di luar rumah. Perilaku istirahat Ae.aegypti bervariasi baik di dalam maupun di luar rumah. Ae.albopictus Nyamuk spesies Ae.albopictus terdapat pada penangkapan pertama dan penangkapan kedua seperti pada gambar berikut : Penangkapan pertama Grafik 5. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya 26 Penangkapan kedua Grafik 6. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya Aktivitas Ae.albopictus pada penangkapan pertama tidak terlihat sedangkan pada penangkapan kedua terdapat MHD nyamuk Ae.albopictus yang menghisap darah dengan umpat orang di luar rumah dengan nilai sebesar 0,06 nyamuk/jam/orang. Perilaku istirahat nyamuk Ae.albopictus di dalam rumah pada pukul 19.00-20.00 WITA dan 24.00-01.00 WITA di dalam rumah sedangkan di luar rumah pada pukul 03.00-04.00 dan 05.00-06.00 WITA. Ae.cancricomes Nyamuk Ae.cancricomes hanya terdapat pada penangkapan kedua dengan aktivitas menghisap darah seperti terlihat pada gamabar berikut : Grafik 7. Aktivitas nyamuk Ae.cancricomes di Desa Antar Raya Berdasarkan gambar terlihat bahwa aktivitas Ae.cancricomes menghisap darah dengan umpan orang tertinggi pada pukul 18.00-19.00 WITA baik di dalam maupun di luar rumah, sedangkan perilaku istirahat terlihat paling tinggi pada pukul 19.00-20.00 dan 23.00-24.00 WITA. Cx.tritaenirhynchus Nyamuk Cx.tritaenirhynchus dengan spesies terbanyak kedua pada penangkapan pertama dan terbanyak pertama pada penangkapan kedua dapat dilihat aktivitas menghisap darah pada gambar berikut : 27 Penangkapan pertama Grafik 8. Aktivitas nyamuk Cx.tritaenirhynchus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya Penangkapan kedua Grafik 9. Aktivitas nyamuk Cx.tritaenirhynchus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya Berdasarkan gambar grafik di atas aktivitas Cx.tritaenirhynchus paling tinggi pada pukul 22.00-24.00 di luar rumah dan di dalam rumah pada pukul 22.0002.00 WITA. Perilaku istirahat paling tinngi dari pukul 21.00-23.00 WITA di luar rumah sedangkan di luar rumah pada pukul 22.00-23.00 dan 03.00-04.00 WITA. Cx.vishnui Aktivitas Nyamuk Cx.vishnui terlihat seperti pada gambar berikut : Penangkapan pertama Grafik 10. Aktivitas nyamuk Cx.vishnui pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya 28 Penangkapan kedua Grafik 11. Aktivitas nyamuk Cx.vishnui pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya Berdasarkan gambar di atas aktivitas Cx.vishnui menghisap darah tertinggi pada pukul 02.00-03.00 WITA pada penangkapan pertama dan pada penangkapan kedua pada pukul 20.00-21.00 WITA di luar rumah. Perilaku istirahat tertinggi pada pukul 04.00-05.00 WITA di luar rumah. Cx.sitiens Spesies nyamuk Cx.sitiens hanya terdapat pada penangkapan pertama dengan aktivitas sebagai berikut : Grafik 12. Aktivitas nyamuk Cx.sitiens di Desa Antar Raya Nyamuk Cx.sitiens aktivitas pada umpan orang teringgi pada pukul 21.0022.00 WITA di luar rumah sedangkan di dalam rumah teringgi pada pukul 01.0002.00 WITA. Perilaku istirahat tertinggi pada pukul 19.00-20.00 WITA di luar rumah. Cx.sinensis Nyamuk Cx.sinensis juga hanya terdapat pada penangkapan pertama, aktivitas Cx.sinensis dapat dilihat pada gambar : 29 Grafik 13. Aktivitas nyamuk Cx.sinensis di Desa Antar Raya Nyamuk Cx.sinensis hanya terdapat pada saat istirahat yaitu pada pukul 24.0001.00 WITA. Cx.pseudosinensis Nyamuk dengan spesies Cx.pseudosinensis hanya terdapat pada penangkapan pertama dengan aktivitas sebagai berikut : Grafik 14. Aktivitas nyamuk Cx.pseudosinensis di Desa Antar Raya Aktivitas Cx.pseudosinensis pada umpan orang hanya terdapat pada pukul 19.00-20.00 WITA di luar rumah, sedangkan perilaku istirahat tertinggi pada pukul 24.00-01.00 WITA di luar rumah. Cx.gellidus Aktivitas Cx.gellidus dapat dilihat pada gambar berikut : Penangkapan pertama Grafik 15. Aktivitas nyamuk Cx.gellidus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya 30 Penangkapan kedua Grafik 16. Aktivitas nyamuk Cx.gellidus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya Berdasarkan gambar grafik di atas aktivitas Cx.gellidus pada umpan orang teringgi pada pukul 19.00-20.00 WITA di luar rumah pada penangkapan pertama sedangkan pada penangkapan kedua tertinggi pada pukul 18.00-19.00 dan 23.0024.00 WITA. Perilaku istirahat Cx.gellidus pada penangkapan pertama terdapat pada pukul 19.00-20.00 dan 24.00-01.00 WITA. Cx.bitaeniarhynchus Aktivitas nyamuk spesies Cx.bitaeniarhynchus dapat dilihat pada gambar berikut : Penangkapan pertama Grafik 17. Aktivitas nyamuk Cx.bitaeniarhynchus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya 31 Penangkapan kedua Grafik 18. Aktivitas nyamuk Cx.bitaeniarhynchus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya Berdasarkan penangkapan yang dilakukan pertama maupun kedua Cx.bitaeniarhynchus hanya terdapat pada pukul 23.00-24.00 WITA dengan umpan orang di dalam rumah sedangkan pada perilaku istirahat tidak ditemukan. Cx.quinquefasciatus Aktivitas Cx.quinquefasciatus pada penangkapan pertama maupun kedua dapat dilihat pada gambar berikut : Penangkapan pertama Grafik 19. Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya Penangkapan kedua Grafik 20. Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya 32 Pada penangkapan pertama aktivitas Cx.quinquefasciatus tinggi pada umpan orang di luar rumah pada pukul 20.00-21.00 WITA, sedangkan pada penangkapan kedua pada pukul 01.00-04.00 WITA. Pada umpan orang di dalam rumah aktivitas Cx.quinquefasciatus tinggi mulai pukul 03.00-06.00 WITA. Perilaku istirahat Cx.quinquefasciatus pada penangkapan pertama dan kedua bervariasi dimualai pada pukul 19.00 WITA dan menurun pada pukul 05.00 WITA. Cx.hutchinsoni Aktivitas Cx.hutchinsoni dapat dilihat pada gambar berikut : Penangkapan pertama Grafik 21. Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya Penangkapan kedua Grafik 22. Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya Pada penangkapan pertama aktivitas Cx.hutchinsoni tertinggi pada umpan orang di luar rumah pada pukul 23.00-24.00 WITA dengan perilaku istirahat tertinggi pada pukul 23.00-04.00 WITA. Pada penangkapan kedua hanya ditemukan di dalam rumah ditemukan aktivitas dengan umpan orang pada pukul 19.00-20.00 dan 05.00-06.00 WITA sedangkan perilaku istirahat ditemukan pada pukul 18.00-19.00 dan 24.00-01.00 WITA. 33 Cx.fuscocephalus Nyamuk spesies Cx.fuscocephalus tidak ditemukan pada penangkapan kedua, aktivitas Cx.fuscocephalus dapat dilihat pada gambar berikut : Grafik 23. Aktivitas nyamuk Cx.fuscocephalus di Desa Antar Raya Berdasarkan gambar di atas Cx.fuscocephalus hanya terdapat pada saat istirahat pada pukul 05.00-06.00 WITA dengan nilai MHD 0.01 nyamuk/jam/orang. Ma.uniformis Aktifitas nyamuk Ma.uniformis dapat dilihat pada gamabar berikut Penangkapan pertama Grafik 24. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya Penangkapan kedua Grafik 25. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya 34 Pada gambar grafik di atas terlihat bahwa aktivitas nyamuk Ma.uniformis baik pada umpat orang maupun pada saat istirahat, di dalam maupun di luar rumah pada penangkapan pertama maupun pada penangkapan kedua aktivitas tinggi dimulai pada pukul 18.00-19.00 dan mulai menurun pada pukul 21.00-22.00 WITA. Ma.dives Aktivitas nyamuk Ma.dives dapat dilihat pada gambar berikut : Penangkapan pertama Grafik 26. Aktivitas nyamuk Ma.dives pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya Penangkapan kedua Grafik 27. Aktivitas nyamuk Ma.dives pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya Gambar di atas menujukkan bahwa pada penangkapan nyamuk Ma.dives yang pertama aktivitas pada umpan orang tinggi pada pukul 18.00-19.00 WITA baik di dalam maupun di luar rumah, sedangkan pada penangkapan yang kedua hanya ditemukan di luar rumah pada pukul 01.00-02.00 WITA. Perilaku istirahat Ma.dives pada penangkapan pertama tinggi pada pukul 19.00-20.00 WITA di dalam rumah, sedangkan di luar rumah pada pukul 18.00-19.00 WITA. Ma.annulifera Aktifitas nyamuk Ma.annulifera dapat dilihat pada gamabar berikut : 35 Penangkapan pertama Grafik 28. Aktivitas nyamuk Ma.annulifera pada penangkapan pertama di Desa Antar Raya Penangkapan kedua Grafik 29. Aktivitas nyamuk Ma.annulifera pada penangkapan kedua di Desa Antar Raya Pada penangkapan pertama aktivitas Ma.annulifera ditemukan pada umpan orang di luar rumah hanya pada pukul 19.00-20.00 WITA, seddangkan pada penangkapan kedua pada pukul 21.00-22.00, 23.00-24.00 dan 03.00-04.00. perilaku istirahat Ma.annulifera di dalam rumah pada penangkapan pertama ditemukan pada pukul 02.00-03.00 WITA sedangkan di luar rumah pada penagkapan kedua pada pukul 19.00-20.00 WITA. Ma.annulata Spesies nyamuk Ma.annulata hanya ditemukan pada penangkapan pertama dengan aktivitas seperti terlihat pada gambar berikut : 36 Grafik 30. Aktivitas nyamuk Ma.annulata di Desa Antar Raya Berdasarkan gambar di atas aktivitas Ma.annulata pada umpan orang tertinggi di luar rumah pada pukul 18.00-19.00 WITA. Perilaku istirahat terdapat pada pukul 19.00-20.00 dan 24.00-01.00 WITA. Ar.subalbatus Nyamuk dari spesies Ar.subalbatus hanya terdapat pada penangkapan pertama, dengan aktivitas sebagai berikut Grafik 31. Aktivitas nyamuk Ar.subalbatus di Desa Antar Raya Aktivitas Ar.subalbatus tertinggi pada umpat orang di luar rumah pada pukul 20.00-21.00 WITA. Perilaku istirahat tertinggi pada pukul 05.00-06.00 WITA. Analisis PCR mikrofilaria pada nyamuk Analisis PCR untuk mengetahui keberadaan mikrofilaria di dalam nyamuk yang ditangkap di Desa Antar Raya. Nyamuk yang ditangkap kemudian dipisahkan dengan melihat ada/tidak ada darah dalam tubuhnya (menghisap/tidak menghisap darah), untuk nyamuk yang telah menghisap darah akan dijadikan sampel penelitian, sedangkan yang tidak menghisap akan disimpan. Analisis PCR dilakukan sebanyak 2 kali dengan sampel nyamuk yang berbeda sesuai dengan hasil penangkapan nyamuk di Desa Antar Raya. Analisis PCR dilakukan lagi, karena pada analisis PCR yang pertama tidak ditemukan adanya DNA pada tubuh nyamuk. Analisis PCR pertama dilaksanakan pada 20 Juni 37 sampai dengan 1 Juli 2016 di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Anlisis PCR pertama 1. Hasil ekstraksi DNA Total 137 sampel (single maupun pool) nyamuk yang telah diekstrak menggunakan kit ekstraksi DNA merek Vivantis (rincian pada tabel di bawah). Beberapa sampel kemudian diambil secara random untuk diukur konsentrasi DNA-nya menggunakan spektrofotometer. Kode dan jumlah sampel yang digunakan dalam analisis PCR dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 9. Kode dan jumlah sampel yang digunakan untuk analisis PCR Pool Filaria Kode Kode No. Spesies Conc. No. PCR PCR Ekstrak 1 A1 A1 An. Peditaeniatus 1 2 A2 A1.1 An. Peditaeniatus 3 A3 A1.2 An. Peditaeniatus 4 A4 A1.3 An. Peditaeniatus 5 BB B1 An. Brevipalpis 1 6 C1 C1 Ae. Aegypti 1 7 C2 C1.1 Ae. Aegypti 8 C3 C1.2 Ae. Aegypti 9 C4 C1.3 Ae. Aegypti 10 DD D1 Ae. Albopictus 1 11 E1 E1 Cx. Tritaenirhynchus 1 12 E2 E1.1 Cx. Tritaenirhynchus 13 E3 E1.2 Cx. Tritaenirhynchus 14 E4 E1.3 Cx. Tritaenirhynchus 15 E5 E2 Cx. Tritaenirhynchus 2 16 E6 E2.1 Cx. Tritaenirhynchus 17 E7 E2.2 Cx. Tritaenirhynchus 18 E8 E2.3 Cx. Tritaenirhynchus 19 E9 E3 Cx. Tritaenirhynchus 3 20 E10 E3.1 Cx. Tritaenirhynchus 21 E11 E3.2 Cx. Tritaenirhynchus 22 E12 E3.3 Cx. Tritaenirhynchus 23 E13 E4 Cx. Tritaenirhynchus 4 24 E14 E4.1 Cx. Tritaenirhynchus 25 E15 E4.2 Cx. Tritaenirhynchus 26 E16 E4.3 Cx. Tritaenirhynchus 27 E17 E5 Cx. Tritaenirhynchus 5 28 E18 E5.1 Cx. Tritaenirhynchus 29 E19 E5.2 Cx. Tritaenirhynchus 30 E20 E5.3 Cx. Tritaenirhynchus 31 F1 F1 Cx. Vishnui 1 32 F2 F1.1 Cx. Vishnui 33 F3 F1.2 Cx. Vishnui 34 F4 F1.3 Cx. Vishnui - Blood Meal No. PCR 1 2 3 1 1 2 3 1 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 38 No. 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 Kode PCR F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20 G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10 G11 G12 G13 G14 G15 G16 G17 G18 G19 G20 HH II J1 J2 J3 J4 KK L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 Kode Ekstrak F2 F2.1 F2.2 F2.3 F3 F3.1 F3.2 F3.3 F4 F4.1 F4.2 F4.3 F5 F5.1 F5.2 F5.3 G1 G1.1 G1.2 G1.3 G2 G2.1 G2.2 G2.3 G3 G3.1 G3.2 G3.3 G4 G4.1 G4.2 G4.3 G5 G5.1 G5.2 G5.3 H1 I1 J1 J1.1 J1.2 J1.3 K1 L1 L1.1 L1.2 L1.3 L2 L2.1 L2.2 Spesies Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Vishnui Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sitiens Cx. Sinensis Cx. Pseudosinensis Cx. Gellidus Cx. Gellidus Cx. Gellidus Cx. Gellidus Cx. Bitaeniarhynchus Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Conc. - Pool Filaria No. PCR 2 Blood Meal No. PCR 1 2 3 3 1 2 3 4 1 2 3 5 1 2 3 1 1 2 3 2 1 2 3 3 1 2 3 4 1 2 3 5 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 2 3 1 1 2 3 2 1 2 39 No. 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 Kode PCR L8 M1 M2 M3 M4 NN O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7 O8 O9 O10 O11 O12 O13 O14 O15 O16 O17 O18 O19 O20 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 Q1 Q2 Q3 Q4 RR S1 S2 S3 Kode Ekstrak L2.3 M1 M1.1 M1.2 M1.3 N1 O1 O1.1 O1.2 O1.3 O2 O2.1 O2.2 O2.3 O3 O3.1 O3.2 O3.3 O4 O4.1 O4.2 O4.3 O5 O5.1 O5.2 O5.3 P1 P1.1 P1.2 P1.3 P2 P2.1 P2.2 P2.3 P3 P3.1 P3.2 P3.3 P4 P4.1 P4.2 P4.3 Q1 Q1.1 Q1.2 Q1.3 R1 S1 S1.1 S1.2 Spesies Cx.quinquefasciatus Cx. Hutchinsoni Cx. Hutchinsoni Cx. Hutchinsoni Cx. Hutchinsoni Cx. Fuscocephalus Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Dives Ma. Annulata Ma. Annulata Ma. Annulata Ma. Annulata Ma. Annulifera Ar. Subalbatus Ar. Subalbatus Ar. Subalbatus Conc. 1,33 ng - Pool Filaria No. PCR Blood Meal No. PCR 3 1 1 1 1 2 3 1 1 2 3 2 1 2 3 3 1 2 3 4 1 2 3 5 1 2 3 1 1 2 3 2 1 2 3 3 1 2 3 4 1 2 3 1 1 1 1 2 3 1 1 2 40 No. 135 136 137 Kode PCR S4 YY ZZ Kode Ekstrak S1.3 + Spesies Ar. Subalbatus Culex jantan (-) Aedes betina (+) Conc. 0,42 ng 2,6 ng Total PCR Pool Filaria No. PCR Blood Meal No. PCR 3 1 1 39 105 2. Analisis PCR DNA vertebrata Dari 105 sampel yang dianalisis PCR untuk keberadaan DNA vertebrata, tidak ditemukan satupun sampel positif termasuk kontrol positif (nyamuk dari lab entomologi Litbang P2B2 Tanah Bumbu dan DNA dari kit vivantis). 3. Analisis PCR DNA filaria Total 39 sampel disiapkan untuk analisis DNA filaria. Namun kegiatan ini tidak dilaksanakan karena melihat hasil PCR DNA vertebrata dimana tidak ada satupun sampel yang menunjukkan hasil positif, dengan asumsi bahwa hasil negatif yang didapatkan pada analisis PCR DNA vertebrata adalah karena tidak adanya DNA yang berhasil diekstrak menggunakan kit ekstraksi. Berikut gambar gel elektroforesis hasil analisis PCR : Gambar 2. Gel elektroforesis PCR Identifikasi DNA Vertebrata Keterangan gambar diatas : M : Ladder 100 kb Nomor 1 : Kontrol positif (nyamuk koleksi Laboratorium Entomologi Balai Litbang P2B2 Tanah bumbu yang telah menghisap darah) 41 Nomor 2 : Nomor 3 Nomor 4-8 : : Kontrol negatif (nyamuk koleksi Laboratorium Entomologi Balai Litbang P2B2 Tanah bumbu yang tidak menghisap darah) Kontrol dari Kit Pool nyamuk spesies Cx. Tritaenirhynchus yang di dapat dilapangan Pada kegiatan analisis PCR pertama, ada beberapa kemungkinan penyebab tidak ditemukannya DNA yaitu sebagai berikut: 1. Beberapa bahan kit DNA memerlukan penanganan khusus pada saat pengiriman seperti kondisi suhu bahan, biasanya pengaturan suhu dilakukan dengan penggunaan dry ice pada saat pengemasan. Sedangkan bahan tersebut dikirimkan dari luar pulau Kalimantan. Jauhnya jarak Tanah Bumbu menyebabkan bahan sampai di Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu dalam kondisi dry ice sudah habis. Pada saat dilakukan pengecekan DNA kontrol yang disertakan pada kit, tidak didapatkan band DNA saat elektroforesis. 2. Primer DNA yang dipilih diambil dari sumber jurnal luar negeri. Meskipun primer tersebut bersifat umum, namun masih terdapat kemungkinan bahwa primer tersebut tidak cocok dengan vertebrata di Indonesia. Berdasarkan hasil tersebut, dilakukan uji banding pengerjaan analisis PCR yang dilakukan oleh Balai Veteriner Kementerian Pertanian di Banjarbaru, dengan menggunakan Kit ekstraksi dan PCR dari Vivantis dan Qiagen namun primer tetap sama. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Balai Veteriner Kementerian Pertanian di Banjarbaru hasil PCR menunjukkan bahwa penggunakan kit Vivantis tidak terdapat adanya DNA, namun dengan menggunakan Qiagen terdapat DNA walaupun konsentrasinya rendah, dan hasil PCR negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kit ekstraksi Vivantis yang digunakan tidak berfungsi dengan baik. Primer DNA yang digunakan hanya Cytochrome B, sedangkan primer mikrofilaria tidak diuji. Analisis PCR kedua Nyamuk yang tertangkap di Desa Antar Raya dipisahkan yang menghisap darah dan tidak, yang menghisap darah dijadikan sebagai sampel. Nyamuk untuk pool analisis mikrofilaria sebanyak 25 ekor nyamuk per pool dan akan diambil 2 42 ekor dari masing-masing pool untuk dilakukan analisis kebiasaan nyamuk menghisap darah, dengan pembagian pool sebagai berikut : Tabel 10. Pembagian Pool Nyamuk Genus Spesies Aedes Ae.cancricomes Ae.albopictus Ae.aegypty Culex Cx.tritaenirhynchus Cx.hutchinsoni Cx.quinquefasciatus Cx.gellidus Cx.visnui Cx.bitaeniorhynchus Mansonia Ma. Uniformis Ma. Annulifera Ma.dives Jumlah Blood Mikrofilaria n pool 46 2 13 1 7 1 50 15 9 4 2 2 125 4 25 2 25 1 10 1 2 1 2 1 115 3 23 1 23 0 5 1 1 1 1 0 150 7 2 12 2 1 138 5 1 6 1 1 Hasil analisis PCR yang dilakukan, tidak terdapat DNA mikrofilaria pada sampel nyamuk dan pada sampel darah positif mikrofilaria (control positif darah mikrofilaria) yang diperoleh dari koleksi di Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu, namun DNA Cytochrome B menunjukkan hasil positif. Berdasarkan hasil tersebut kami menarik kesimpulan bahwa Primer yang kami pilih sebagai primer untuk analisi mikrofilaria tidak cocok karena ukuran terlalu panjang dan spesifik. Sehingga, kontrol yang digunakan hanya dari Kit dan DNA Cytochrome B yang menunjukkan bahwa kit ekstrkasi dan kit PCR serta peralatan untuk melakukan proses PCR berjalan sesuai fungsinya. Berikut hasil analisis PCR yang dilakukan pada sampel penangkapan nyamuk kedua : Tabel 11. Hasil sampel PCR dengan Primer B.malayi No Lane Kode Sampel 1 1 AR 1 Cx.tritaenirhynchus 2 2 AR 2 Cx.tritaenirhynchus 3 3 AR 3 Cx.tritaenirhynchus 4 4 AR 4 Cx.tritaenirhynchus 5 5 AR 5 Cx.tritaenirhynchus 6 6 AR 6 Cx.tritaenirhynchus 7 7 AR 7 Cx.tritaenirhynchus 8 8 AR 8 Cx.tritaenirhynchus 9 9 AR 9 Cx.tritaenirhynchus 10 10 AR 10 Cx.tritaenirhynchus Bagian Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Primer B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) 43 No 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Lane 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 M K (+) K (-) Kode AR 11 AR 12 AR 13 AR 14 AR 15 AR 16 AR 17 AR 18 AR 19 AR 20 AR 21 AR 22 Sampel Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ladder 100 kb Kontrol positif Kontrol negatif Bagian Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Primer B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Berikut gambar gel elektroforesis hasil PCR untuk table di atas Gambar 3. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer B. malayi Tabel dan Gambar menunjukkan hasil PCR dari sampel AR 1 – AR 22 menggunakan primer B. malayi. Sampel tersebut berasal dari bagian kepala dan perut Cx.tritaenirhynchus dan Ma. uniformis. Semua sampel menunjukkan hasil negatif yang artinya tidak mengandung mikrofilaria B. malayi. 44 Tabel 12. Hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer W. bancrofti No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Lane 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 K (+) M K (-) Kode AR 1 AR 2 AR 3 AR 4 AR 5 AR 6 AR 7 AR 8 AR 9 AR 10 AR 11 AR 12 AR 13 AR 14 AR 15 AR 16 AR 17 AR 18 AR 19 AR 20 AR 21 AR 22 Sampel Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Kontrol positif Ladder 100 kb Kontrol negatif Bagian Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Primer W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Berikut gambar gel elektroforesis hasil PCR untuk table di atas Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer W. bancrofti Gambar 4. Gel elektroforesis hasil PCR Sampel AR 1 – AR 22 dengan Primer W. bancrofti 45 Tabel dan Gambar menunjukkan hasil PCR dari sampel AR 1 – AR 22 menggunakan primer W. bancrofti. Sampel tersebut berasal dari bagian kepala dan perut Cx.tritaenirhynchus dan Ma. uniformis. Semua sampel tidak mengandung mikrofilaria W. bancrofti. Tabel 13. Hasil PCR Sampel AR 30 – AR 49 dengan Primer B. Malayi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Lane 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 K K (-) K (+) M Kode AR 30 AR 31 AR 32 AR 33 AR 34 AR 35 AR 36 AR 37 AR 38 AR 39 AR 40 AR 41 AR 42 AR 43 AR 44 AR 45 AR 46 AR 47 AR 48 AR 49 Sampel Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Ae.albopictus Ae.albopictus Cx.visnui Cx.visnui Ae.aegypty Ae.aegypty Ma.dives Ma.dives Cx.hutchinsoni Cx.hutchinsoni Cx.gellidus Cx.gellidus Ma. Annulifera Ma. Annulifera Cytochrome B Kontrol negatif Kontrol positif Ladder 100 kb Bagian Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Primer B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) 46 Berikut gambar gel elektroforesis hasil PCR untuk table di atas Gambar 5. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 30 – AR 49 dengan Primer B. malayi Tabel dan Gambar menunjukkan hasil PCR sampel AR 30 – AR 49 menggunakan primer B. malayi. Sampel tersebut berasal dari bagian kepala dan perut nyamuk Ae.cancricomes, Cx.quinquefasciatus, Ae.albopictus, Cx.visnui, Ae.aegepty, Ma.dives, Cx.hutchinsoni, Cx.gellidus, dan Ma. Annulifera. Semua sampel menunjukkan hasil negatif, yaitu tidak mengandung mikrofilaria B. malayi. Tabel 14.Hasil PCR Sampel AR 30 – AR 49 dengan Primer W. bancrofti No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Lane 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Kode AR 30 AR 31 AR 32 AR 33 AR 34 AR 35 AR 36 AR 37 AR 38 AR 39 AR 40 AR 41 AR 42 AR 43 AR 44 AR 45 Sampel Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Ae.albopictus Ae.albopictus Cx.visnui Cx.visnui Ae.aegepty Ae.aegepty Ma.dives Ma.dives Cx.hutchinsoni Cx.hutchinsoni Bagian Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Primer W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) 47 No 17 18 19 20 21 22 23 24 Lane 17 18 19 20 K (+) K K (-) M Kode AR 46 AR 47 AR 48 AR 49 Sampel Cx.gellidus Cx.gellidus Ma. Annulifera Ma. Annulifera Kontrol positif Cytochrome B Kontrol negatif Ladder 100 kb Bagian Kepala Perut Kepala Perut Primer W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti Hasil (-) (-) (-) (-) Berikut gambar gel elektroforesis hasil PCR untuk table di atas Gambar 6. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel AR 30 – 49 dengan Primer W. bancrofti Tabel dan Gambar menunjukkan hasil PCR sampel AR 30 – AR 49 menggunakan primer W. bancrofti. Sampel tersebut berasal dari bagian kepala dan perut nyamuk Ae.cancricomes, Cx.quinquefasciatus, Ae.albopictus, Cx.visnui, Ae.aegepty, Ma.dives, Cx.hutchinsoni, Cx.gellidus, dan Ma. Annulifera. Semua sampel tidak ada yang mengandung mikrofilaria W. bancrofti. Gambar gel elektroforesis di bawah adalah hasil PCR sampel darah positif mikrofilaria koleksi Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu menggunakan primer DNA Cytochrome B, B. malayi, dan W. banchrofti. Semua sampel menunjukkan hasil positif DNA Cytochrome B vertebrata, namun hasil sebaliknya ditunjukkan pada PCR menggunakan kedua primer DNA mikrofilaria. 48 Gambar 7. Gel Elektroforesis Hasil PCR sampel Darah Manusia Positif Mikrofilariasis Menggunakan Primer Cytochrome B Keterangan gambar : M K (-) Nomor 1-11 : : : Ladder Kontrol Negatif Darah Manusia Positif Mikrofilaria Koleksi Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Gambar 8. Gel Elektroforesis Hasil PCR sampel Darah Manusia Positif Mikrofilariasis Menggunakan Primer B.malayi dan W.bancrofti Keterangan gambar : M K (-) Nomor 1-11 : : : Ladder Kontrol Negatif Darah Manusia Positif Mikrofilaria Koleksi Laboratorium Parasitologi Balai Litbang 49 Nomor 12-22 : P2B2 Tanah Bumbu Primer B.malayi Darah Manusia Positif Mikrofilaria Koleksi Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu Primer W.bancrofti Anilsis PCR-RFLP Sebanyak 40 ekor nyamuk dilakukan PCR-RFLP untuk mengetahui kebiasaan nyamuk menghisap darah dan mikrofilaria di dalam darahnya. Terlambatnya proses PCR-RFLP sampel nyamuk yang didapat dilapangan dikarenakan menunggu kedatangan bahan dan enzim yang harus memesan ke luar negeri dan sempat ditahan di Bea Cukai, dan juga karena banyaknya waktu terbuang untuk pembandingan Uji PCR di Balai Veteriner Pertanian Banjarbaru (menunggu hasil) untuk menguji kualitas kit ekstraksi dan kit PCR. Proses PCRRFLP dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan analisis PCR untuk mengetahui keberadaan gen Cytochrome B pada tubuh nyamuk sampel. Berikut hasil analisis PCR gen Cytochrome B di desa Antar Raya urutan sampel 1-20 : Tabel 15. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 1-20 Lane Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Nama Sampel Ledder Ma.annulifera Ma.annulifera Cx.gellidus Cx.hutchinsoni Cx.bitaeniorhynchus Ma.dives Ae.aegypty Ae.aegypty Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Cx.visnui Cx.visnui Ae.albopictus Ae.albopictus Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ma. Uniformis Ma. Uniformis Hasil PCR Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 50 Berikut gambar gel elektroforesis hasil PCR untuk table di atas : Gambar 9. gel elektroforesis hasil PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 1-20 Berikut hasil analisis PCR gen Cytochrome B di desa Antar Raya urutan sampel 21-40 : Tabel 16. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 21-40 Lane Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 M 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Nama Sampel Ledder Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Hasil PCR Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 51 Berikut gambar gel elektroforesis hasil PCR untuk table di atas : Gambar 10. Gel elektroforesis hasil PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Antar Raya, urutan sampel 21-40 Dari total 40 pool yang diambil untuk analisis PCR-RFLP, tidak ada satupun pool yang positif untuk analisis PCR Gen Cytochrome B. Hasil negatif ini bisa terjadi karena kemungkinan DNA primer yang tidak sesuai maupun karena tidak ada atau rendahnya konsentrasi DNA template yang diperoleh dari ekstraksi diawal. Konfirmasi kecocokan DNA primer telah dilakukan dengan menggunakan stok darah manusia yang positif membawa mikrofilaria, dimana semua sampel yang diuji positif untuk analisis PCR Gen Cytochrome B seperti yang terlihat pada gambar 7 sebelumnya. RFLP DNA hasil PCR Gen Cytochrome B Karena tidak ada sampel yang positif pada PCR yang dilakukan sebelumnya, maka proses RFLP tidak dapat dilanjutkan. DESA KARYA JADI Penangkapan nyamuk di Desa Karya Jadi dilakukan pada tanggal 21 sampai dengan 22 September 2016 Selama 2 malam. Penangkapan nyamuk dilakukan di sekitar rumah penderita, yang kemudian langsung diidentifikasi. Keanekaragaman nyamuk di Desa Karya Jadi Banyaknya nyamuk yang tertangkap di Desa Karya Jadi adalah sebanyak 1.432 ekor dengan 10 spesies nyamuk dari 4 genus dapat dilihat pada tabel berikut 52 Tabel 17. Keanekaragaman nyamuk yang tertangkap di Desa Karya Jadi selama 2 malam Umpan Orang (HLC) Jenis nyamuk UOL n An.umbrosus Ae.cancricomes % UOD n % Total Resting D n L % n M % n % 0.00 7 4 57.14 2 28.57 1 14.29 0 0.00 0 71 47.97 42 28.38 12 8.11 17 11.49 6 4.05 148 Ae.albopictus 7 35.00 3 15.00 1 5.00 3 15.00 6 30.00 20 Ae.aegypty 0 0.00 0 0.00 1 50.00 1 50.00 0 0.00 2 240 49.59 188 38.84 19 3.93 37 7.64 0 0.00 484 Cx.tritaeniorhynchus Cx.hutchinsoni Cx.quinquefasciatus Ma.uniformis Ma.annulifera Malaya Total 1 14.29 3 42.86 3 42.86 0 0.00 0 0.00 7 19 35.19 21 38.89 6 11.11 8 14.81 0 0.00 54 308 43.81 263 37.41 65 9.25 66 9.39 1 0.14 703 3 50.00 1 16.67 0 0.00 2 33.33 0 0.00 6 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 100.00 0 0.00 1 653 45.60 523 36.52 108 7.54 135 9.43 13 0.91 1432 Berdasarkan tabel keanekaragaman nyamuk yang tertangkap di Desa Karya Jadi diketahui bahwa Ma.uniformis yang tertangkap paling banyak pada umpan orang di luar maupun di dalam rumah serta pada saat istirahat di luar maupun di dalam rumah dengan jumlah sebanyak 703 ekor. Penangkapan nyamuk istirahat juga dilakukan pada pagi hari dari pukul 07.00-09.00 WITA. Spesies nyamuk yang tertangkap pada saat resting morning yaitu Ae.cancricomes, Ae.albopictus dan Ma.uniformis. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi dan Dominansi Spesies Banyaknya individu nyamuk per spesies pada penangkapan nyamuk yang dilakukan di Desa Karya Jadi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut : Tabel 18. Kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi spesies nyamuk yang tertangkap di Desa Karya Jadi Umpan Orang Jenis Nyamuk Jumlah KN (%) FS DS An.umbrosus Ae.cancricomes Ae.albopictus Ae.aegypty Cx.tritaeniorhynchus Cx.hutchinsoni Cx.quinquefasciatus Ma.uniformis Ma.annulifera Malaya 7 148 20 2 484 7 54 703 6 1 0.49 10.34 1.40 0.14 33.80 0.49 3.77 49.09 0.42 0.07 0.5 1 1 0.5 1 1 1 1 1 1 0.24 10.34 1.40 0.07 33.80 0.49 3.77 49.09 0.42 0.07 53 Keterangan : KN (%) : Kelimpahan Nisbi FS : Frekuensi Spesies DS : Dominan Spesies Berdasarkan hasil pada tabel di atas diketahui bahwa kelimpahan paling tinggi pada spesies Ma.uniformis sebesar 49,09% dengan frekuensi kemunculan spesies pada malam penangkapan yaitu 1 dan dominasi spesies sebesar 49,09%. Kepadatan Nyamuk Kepadatan nyamuk menggigit tertinggi per orang per jam (man hour density/MHD) dan Kepadatan nyamuk perorang perhari (man bitting rate/MBR) pada penangkapan nyamuk di Desa Karya Jadi dapat dilihat pada tabel: Tabel 19. Kepadatan Nyamuk di Desa Karya Jadi MHD Total Jenis Nyamuk MHD Luar Dalam MBR Luar Dalam An.umbrosus Ae.cancricomes Ae.albopictus Ae.aegypty Cx.tritaeniorhynchus Cx.hutchinsoni Cx.quinquefasciatus Ma.uniformis Ma.annulifera 0.17 2.96 0.29 0.00 10.00 0.04 0.79 12.83 0.13 0.03 0.59 0.06 0.00 2.00 0.01 0.16 2.57 0.03 0.02 0.35 0.03 0.00 1.57 0.03 0.18 2.19 0.01 0.05 0.94 0.08 0.00 3.57 0.03 0.33 4.76 0.03 0.08 1.75 0.13 0.00 7.83 0.13 0.88 10.96 0.04 Total MBR 0.25 4.71 0.42 0.00 17.83 0.17 1.67 23.79 0.17 Pada penangkapan nyamuk di Desa Karya Jadi diketahui kepadatan nyamuk tertinggi pada spesies Ma.uniformis dengan nilai total MHD sebesar 4,76 nyamuk/jam/orang, lebih tinggi di luar rumah 2,57 nyamuk/jam/orang dibandingkan di dalam rumah yaitu sebesar 2,19 nyamuk/jam/orang. Spesies nyamuk dengan kepadatan tertinggi kedua yaitu Cx.tritaeniorhynchus dengan nilai total MHD sebesar 3,57 nyamun/jam/orang. Kepadatan nyamuk perorang perhari dengan nilai MBR tertinggi pada spesies Ma.uniformis yaitu sebesar 23,79 nyamuk/orang/malam. Lebih banyak di luar rumah (12,83 nyamuk/orang/malam) dibandingkan di dalam rumah (10,96 nyamuk/orang/malam). 54 Aktivitas Nyamuk menghisap darah An.umbrosus Aktivitas An.umbrosus yang tertangkap di Desa Karya Jadi pada umpan orang dan perilaku istirahat dapat dilihat pada gambar Grafik 32. Aktivitas nyamuk An.umbrosus di Desa Karya Jadi Berdasarkan gambar di atas aktivitas An.umbrosus paling tinggi pada umpan orang di luar rumah pada pukul 02.00-03.00 WITA. Perilaku istirahat terlihat pada pukul 19.00-20.00 WITA. Ae.cancricomes Aktivitas nyamuk Ae.cancricomes di dalam maupun di luar rumah dapat dilihat pada gambar berikut : Grafik 33. Aktivitas nyamuk Ae.cancricomes di Desa Karya Jadi Gambar di atas menunjukkan aktivitas Ae.cancricomes paling tinggi pada pukul 18.00-19.00 WITA pada umpan orang di luar rumah, sedangkan di dalam rumah pada pukul 19.00-20.00 WITA. Perilaku istirahat baik di dalam maupun di luar rumah tertinggi pada pukul 18.00-19.00 WITA. Ae.albopictus Aktivitas nyamuk Ae.albopictus yang tertangkap di Desa Karya Jadi dapat dilihat pada gambar berikut : 55 Grafik 34. Aktivitas nyamuk Ae.albopictus di Desa Karya Jadi Berdasarkan gambar grafik aktifitas Ae.albopictus aktivitas paling tinggi pada umpan orang di luar rumah yaitu pukul 18.00-19.00. perilaku istirahat terdapat pada pukul 18.00-21.00 di dalam dan di luar rumah serta pukul 01.00-02.00 dan 03.00-04.00 di luar rumah. Ae.aegypty Aktivitas Ae.aegypty menghisap darah dengan umpan orang di dalam dan di luar rumah serta perilaku istirahat dapat dilihat pada gambar berikut : Grafik 35. Aktivitas nyamuk Ae.aegypty di Desa Karya Jadi Nyamuk Ae.aegypty yang diperoleh di Desa Karya Jadi hanya terdapat pada saat istirahat yaitu pada pukul 19.00-20.00 di dalam rumah dan 01.00-02.00 di luar rumah. Cx.tritaeniorhynchus Aktivitas Cx.tritaeniorhynchus di dalam dan di luar rumah dapat dilihat pada gambar berikut 56 Grafik 36. Aktivitas nyamuk Cx.tritaeniorhynchus di Desa Karya Jadi Berdasarkan gambar aktivitas Cx.tritaeniorhynchus paling tinggi menghisap orang di dalam rumah pada pukul 23.00-24.00 dan di luar rumah pada pukul 24.00-01.00 WITA. Perilaku istirahat tertinggi pada pukul 22.00-23.00 WITA. Cx.hutchinsoni Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni dapat dilihat pada gambar berikut Grafik 37. Aktivitas nyamuk Cx.hutchinsoni di Desa Karya Jadi Gambar aktivitas Cx.hutchinsoni di atas menunjukkan Cx.hutchinsoni menghisap umpan orang pada pukul 18.00-19.00 WITA di luar rumah, sedangkan di dalam rumah pada pukul 22.00-23.00,01.00-02.00 dan 03.00-04.00 WITA. Sedangkan Cx.hutchinsoni istirahat di dalam rumah pada pukul 19.00-21.00 dan 22.00-23.00 WITA di dalam rumah. Cx.quinquefasciatus Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus dapat dilihat pada gambar berikut 57 Grafik 38. Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus di Desa Karya Jadi Aktivitas nyamuk Cx.quinquefasciatus menghisap darah dengan umpan orang tertinggi dan perilaku istirahat pada pukul 23.00-24.00 WITA di luar rumah. Sedangkan di dalam rumah aktivitas menghisap darah paling tinggi pada pukul 18.00-19.00 WITA. perilaku istirahat di dalam rumah ditemui pada pukul 21.0022.00 dan 02.00-03.00 WITA. Ma.uniformis Aktivitas Ma.uniformis di Desa Karya Jadi dapat dilihat pada gambar berikut Grafik 39. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis di Desa Karya Jadi Aktivitas menghisap darah maupun istirahat Ma.uniformis meningkat tinggi pada pukul 19.00-20.00 WITA, menurun pada pukul 21.00-01.00 WITA dan meningkat kembali pada pukul 02.00-05.00 WITA. Ma.annulifera Aktivitas spesies nyamuk Ma.annulifera di Desa Karya Jadi dapat dilihat pada gambar berikut : 58 Grafik 40. Aktivitas nyamuk Ma.annulifera di Desa Karya Jadi Berdasarkan gambar aktivitas spesies nyamuk Ma.annulifera pada umpan orang tertinggi mulai pukul 18.00-21.00 WITA pada umpan orang di luar rumah, sedangkan menggunakan umpan orang di luar rumah terdapat pada pukul 04.0005.00 WITA. Nyamuk Ma.annulifera berdasarkan gambar terdapat istirahat pada pukul 19.00-20.00 WITA. Analisis PCR mikrofilaria pada nyamuk Analisis PCR dilakukan untuk mengetahui keberadaan mikrofilaria di dalam nyamuk yang ditangkap di Desa Karya Jadi. Sampel nyamuk yang diambil adalah nyamuk yang telah menghisap darah. Proses ekstraksi menggunakan Tissue DNA Extraction Kit Vivantis dan Proses PCR menggunakan DNA Amplification Kit Vivantis (Selangor, Malaysia). Control positif yang digunakan hanya dari Kit dan Cytochrome B. Jumlah nyamuk dalam setiap pool adalah sebanyak 25 ekor untuk analisis mikrofilaria, dengan 2 ekor nyamuk yang dijadikan sampel untuk analisis kebiasaan menghisap darah pada masng-masing pool, beriut jumlah pool nyamuk untuk sampel di Desa Karya Jadi : Tabel 20. Pembagian pool sampel nyamuk Genus Spesies Anopheles An.umbrosus Aedes Culex Jumlah Blood Mikrofilaria n pool 6 1 7 1 Ae.cancricomes Ae.albopictus Ae.aegypty 100 20 2 8 2 2 92 18 0 4 1 0 Cx.tritaenirhynchus Cx.hutchinsoni Cx.quinquefasciatus 125 6 25 10 1 2 115 5 23 5 1 1 59 Genus Spesies Mansonia Ma. Uniformis Ma. Annulifera Malaya Malaya.sp. Jumlah Blood 250 6 20 1 1 1 Mikrofilaria n pool 230 10 5 1 0 0 Sebanyak 24 pool nyamuk dianalisis PCR untuk mengetahui keberadaan mikrofilaria dalam darah nyamuk, diperoleh hasil tidak ditemukan mikrofilaria, seperti terlihat pada tabel dan gambar berikut: Tabel 21. Hasil PCR Sampel T 1 – T 10 dengan primer dengan Primer B. malayi dan W. bancrofti No Lane Kode Sampel Bagian Primer Hasil 1 1 T1 Cx.tritaenirhynchus Kepala B. malayi (-) 2 2 T1 Cx.tritaenirhynchus Kepala W. bancrofti (-) 3 3 T2 Cx.tritaenirhynchus Perut B. malayi (-) 4 4 T2 Cx.tritaenirhynchus Perut W. bancrofti (-) 5 5 T3 Cx.tritaenirhynchus Kepala B. malayi (-) 6 6 T3 Cx.tritaenirhynchus Kepala W. bancrofti (-) 7 7 T4 Cx.tritaenirhynchus Perut B. malayi (-) 8 8 T4 Cx.tritaenirhynchus Perut W. bancrofti (-) 9 9 T5 Cx.tritaenirhynchus Kepala B. malayi (-) 10 10 T5 Cx.tritaenirhynchus Kepala W. bancrofti (-) 11 11 T6 Cx.tritaenirhynchus Perut B. malayi (-) 12 12 T6 Cx.tritaenirhynchus Perut W. bancrofti (-) 13 13 T7 Cx.tritaenirhynchus Kepala B. malayi (-) 14 14 T7 Cx.tritaenirhynchus Kepala W. bancrofti (-) 15 15 T8 Cx.tritaenirhynchus Perut B. malayi (-) 16 16 T8 Cx.tritaenirhynchus Perut W. bancrofti (-) 17 17 T9 Cx.tritaenirhynchus Kepala B. malayi (-) 18 18 T9 Cx.tritaenirhynchus Kepala W. bancrofti (-) 19 19 T10 Cx.tritaenirhynchus Perut B. malayi (-) 20 20 T10 Cx.tritaenirhynchus Perut W. bancrofti (-) 11 (+) Kontrol positif 12 K Cytochrome B 13 (-) Kontrol negatif 14 L Ladder 100 kb 60 Gambar 11. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel T 1 – T 10 Tabel dan Gambar menunjukkan hasil PCR sampel T 1 - T 10. Sampel ini berasal dari bagian kepala dan perut nyamuk Cx.tritaenirhynchus. Semua sampel tidak mengandung mikrofilaria, baik mikrofilaria B. malayi maupun W.bancrofti. Tabel 22. Hasil PCR Sampel MU 1 – MU 20 dengan Primer B. malayi No Lane Kode Sampel Bagian Primer 1 1 MU 1 Ma. Uniformis Perut B. malayi 2 2 MU 2 Ma. Uniformis Kepala B. malayi 3 3 MU 3 Ma. Uniformis Perut B. malayi 4 4 MU 4 Ma. Uniformis Kepala B. malayi 5 5 MU 5 Ma. Uniformis Perut B. malayi 6 6 MU 6 Ma. Uniformis Kepala B. malayi 7 7 MU 7 Ma. Uniformis Perut B. malayi 8 8 MU 8 Ma. Uniformis Kepala B. malayi 9 9 MU 9 Ma. Uniformis Perut B. malayi 10 10 MU 10 Ma. Uniformis Kepala B. malayi 11 11 MU 11 Ma. Uniformis Perut B. malayi 12 12 MU 12 Ma. Uniformis Kepala B. malayi 13 13 MU 13 Ma. Uniformis Perut B. malayi 14 14 MU 14 Ma. Uniformis Kepala B. malayi 15 15 MU 15 Ma. Uniformis Perut B. malayi 16 16 MU 16 Ma. Uniformis Kepala B. malayi 17 17 MU 17 Ma. Uniformis Perut B. malayi 18 18 MU 18 Ma. Uniformis Kepala B. malayi Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) 61 19 20 21 22 23 24 19 20 K (-) (+) L MU 19 MU 20 Ma. Uniformis Ma. Uniformis Cytochrome B Kontrol negatif Kontrol positif Ladder 100 kb Perut Kepala B. malayi B. malayi (-) (-) Gambar 12. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel MU 1 - MU 20 dengan Primer B. malayi Tabel dan Gambar menunjukkan hasil PCR sampel MU 1 – MU 20 menggunakan primer B. malayi. Sampel ini berasal dari bagian kepala dan perut nyamuk Ma. uniformis. Semua sampel menunjukkan hasil negatif mikrofilaria dari jenis B. malayi. Tabel 23. Hasil PCR Sampel MU 1 – MU 22 dengan Primer W. bancrofti No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Lane 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kode MU 1 MU 2 MU 3 MU 4 MU 5 MU 6 MU 7 MU 8 MU 9 MU 10 MU 11 MU 12 Sampel Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Bagian Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Primer W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) 62 No 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Lane 13 14 15 16 17 18 19 20 (+) K (-) L Kode MU 13 MU 14 MU 15 MU 16 MU 17 MU 18 MU 19 MU 20 Sampel Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Ma. Uniformis Kontrol positif Cytochrome B Kontrol negatif Ladder 100 kb Bagian Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Perut Kepala Primer W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti W. bancrofti Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Gambar 13. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel MU 1 – MU 22 dengan Primer W. bancrofti Tabel dan Gambar menunjukkan hasil PCR sampel MU 1 – MU 22 menggunakan primer W. bancrofti. Sampel berasal dari bagian kepala dan perut Ma. uniformis. Semua nyamuk yang menjadi sampel tidak terdeteksi DNA mikrofilaria dari jenis W. bancrofti. Tabel 24. Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer B. Malayi No Lane Kode Sampel Bagian Primer 1 1 KJ 1 An.umbrosus Kepala B. malayi 2 2 KJ 2 An.umbrosus perut B. malayi 3 3 KJ 3 Cx.hutchinsoni Kepala B. malayi 4 4 KJ 4 Cx.hutchinsoni Perut B. malayi 5 5 KJ 5 Ma. Annulifera Kepala B. malayi Hasil (-) (-) (-) (-) (-) 63 No 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Lane 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 K (-) (+) L Kode KJ 6 KJ 7 KJ 8 KJ 9 KJ 10 KJ 11 KJ 12 KJ 13 KJ 14 KJ 15 KJ 16 KJ 17 KJ 18 Sampel Ma. Annulifera Ae.albopictus Ae.albopictus Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Cytochrome B Kontrol negatif Kontrol positif Ladder 100 kb Bagian perut Kepala Perut Kepala perut Kepala Perut Kepala perut Kepala Perut Kepala Perut Primer B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi B. malayi Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Gambar 14. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer B. malayi Tabel dan Gambar menunjukkan hasil PCR sampel KJ 1 – KJ 18 menggunakan primer B. malayi. Sampel ini mengandung bagian kepala dan perut nyamuk An.umbrosus, Cx.hutchinsoni, Ma. Annulifera, Ae.albopictus, Cx.quinquefasciatus, dan Ae.cancricomes. Semua nyamuk pada sampel tersebut tidak terdeteksi DNA mikrofilaria dari jenis B. malayi. 64 Tabel 25. Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer W. bancrofti No Lane Kode Sampel Bagian Primer 1 1 KJ 1 An.umbrosus Kepala W. bancrofti 2 2 KJ 2 An.umbrosus perut W. bancrofti 3 3 KJ 3 Cx.hutchinsoni Kepala W. bancrofti 4 4 KJ 4 Cx.hutchinsoni Perut W. bancrofti 5 5 KJ 5 Ma. Annulifera Kepala W. bancrofti 6 6 KJ 6 Ma. Annulifera perut W. bancrofti 7 7 KJ 7 Ae.albopictus Kepala W. bancrofti 8 8 KJ 8 Ae.albopictus Perut W. bancrofti 9 9 KJ 9 Cx.quinquefasciatus Kepala W. bancrofti 10 10 KJ 10 Cx.quinquefasciatus perut W. bancrofti 11 11 KJ 11 Ae.cancricomes Kepala W. bancrofti 12 12 KJ 12 Ae.cancricomes Perut W. bancrofti 13 13 KJ 13 Ae.cancricomes Kepala W. bancrofti 14 14 KJ 14 Ae.cancricomes perut W. bancrofti 15 15 KJ 15 Ae.cancricomes Kepala W. bancrofti 16 16 KJ 16 Ae.cancricomes Perut W. bancrofti 17 17 KJ 17 Ae.cancricomes Kepala W. bancrofti 18 18 KJ 18 Ae.cancricomes Perut W. bancrofti 19 K Cytochrome B 20 (-) Kontrol negatif 21 (+) Kontrol positif 22 L Ladder 100 kb Hasil (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Gambar 15. Gel Elektroforesis Hasil PCR Sampel KJ 1 – KJ 18 dengan Primer W. bancrofti 65 Tabel dan Gambar menunjukkan hasil PCR sampel KJ 1 – KJ 18 menggunakan primer W. bancrofti. Sampel ini mengandung bagian kepala dan perut nyamuk An.umbrosus, Cx.hutchinsoni, Ma. Annulifera, Ae.albopictus, Cx.quinquefasciatus, dan Ae.cancricomes. Semua nyamuk pada sampel tersebut tidak mengandung mikrofilaria dari jenis W. bancrofti. Analisis PCR-RFLP Sebanyak 48 ekor nyamuk dilakukan PCR-RFLP untuk mengetahui kebiasaan nyamuk menghisap darah dan mikrofilaria di dalam darahnya, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis PCR Gen Cytochrome B pada tubuh nyamuk. Berikut hasil analisis PCR Gen Cytochrome B sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi dari nomor urut 1-24 : Tabel 26. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 1-24 Lane Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Nama Sampel Ledder An.umbrosus Cx.hutchinsoni Cx.quinquefasciatus Cx.quinquefasciatus Ae.aegypty Ae.aegypty Ae.albopictus Ae.albopictus Ma. Annulifera Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Ae.cancricomes Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Hasil PCR Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 66 Berikut gambar gel hasil analisis PCR table di atas Gambar 16. Gel elektroforesis Hasil analisis PCR gen nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 1-24 Cytochrome B pada sampel Berikut hasil analisis PCR Gen Cytochrome B sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi dari nomor urut 25-48 : Tabel 27. Hasil analisis PCR gen Cytochrome B pada sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 25-48 Lane Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 M 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Nama Sampel Ledder Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Cx.tritaenirhynchus Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Ma.uniformis Hasil PCR Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 67 Berikut gambar gel hasil analisis PCR table di atas Gambar 17. Gel elektroforesis Hasil analisis PCR gen nyamuk dari Desa Karya Jadi, urutan sampel 25-48 Cytochrome B pada sampel Sebanyak 48 sampel nyamuk dari Desa Karya Jadi yang diambil untuk analisis PCR-RFLP, juga tidak ada satupun pool yang positif untuk analisis PCR Gen Cytochrome B, sehingga proses RFLP juga tidak dapat dilanjutkan. 68 PEMBAHASAN Kabupaten Barito Kuala telah melakukan pengobatan massal filariasis dan pengobatan selektif (12 hari pemerian DEC pada penderita yang dinyatakan positif mikrofilaria) sejak tahun 2013. Diketahui terdapat dua desa di Kabupaten Barito Kuala yang ditemukan penderita positif mikrofilaria yaitu Desa Antar Raya Kecamatan Marabahan dan Desa Karya Jadi Kecamatan Tabukan. Berdasarkan hasil penelitian Jenis nyamuk yang ditemukan di Desa Antar Raya terdiri atas 21 jenis spesies dari 5 genus. Spesies yang paling mendominasi adalah Cx.vishnui menyusul kemudian Cx.tritaenirhynchus, Ma.uniformis, Cx.sitiens, Ma.dives dan Cx.quinquefasciatus. Sedangkan di Desa Karya Jadi ditemukan sebanyak 10 spesies nyamuk dengan spesies yang paling mendominasi yaitu Ma.uniformis, disusul kemudian Cx.tritaenirhynchus, Ae.cancricomes, Cx.quinquefasciatus dan Ae.albopictus. Walaupun spesies nyamuk yang mendominasi di Desa Antar Raya bukan merupakan vektor filariasis, namun terdapat spesies yang merupakan vektor filariasis di daerah tersebut, yang dapat menjadi faktor risiko penularan. Berdasarkan penelitian Balai litbang P2B2 Tanah Bumbu tahun 2011, di Kabupaten Barito Kuala sebanyak 2 spesies yang terbukti sebagai vektor filarisis jenis Brugia malayi yaitu Cx.quinquifasciatus, dan Ma.uniformis dengan nilai infektif rate pada Cx.quinquifasciatus adalah sebesar 21,74% (46 nyamuk, 10 yang ditemukan larva), dan Ma.uniformis sebesar 14,29% (dari 7 nyamuk yang tertangkap 1 positif ditemukan larva L3). Menurut data dari beberapa penelitian terdahulu Cx.quinquifasciatus bukan vektor filariasis di Kalimantan Selatan, yang menjadi vektor yaitu Ma.uniformis, Ma.anulifera, Ma.annulata, Ma.indiana, Ma.bonne, Ma.dives dan Ar.nigerrimus.3 Hal ini bisa terjadi karena faktor lingkungan ekologi yang cocok bagi perkembangbiakan nyamuk tersebut. Begitu juga halnya dengan larva cacing filariasis, selama ini Cx.quinquifasciatus membawa larva W.bancrofti tetapi pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 didapatkan larva B.malayi pada Cx.quinquifasciatus . Ini dapat terjadi karena lingkungan di tempat tersebut baik bagi kehidupan Cx.quinqufasciatus dan patogen yang tersedia adalah B.malayi di Kabupaten Barito Kuala.3 69 Menurut Shriram,25 Cx. quinquefasciatus merupakan vektor W. bancrofti tipe sub periodik diurnal di Nicobarase, Pulau Nicobar India. Ma. uniformis diketahui merupakan vektor dari B. malayi tipe hutan di Batanghari, Jambi.26 Muslim,27 melaporkan Ar. subalbatus merupakan vektor B. pahangi di daerah sub urban di Penisular Malaysia dan Bonne-Wepster,28 melaporkan bahwa Cx. bitaeniorhynchus merupakan vektor W. bancrofti di Papua Nugini. Ughasi et al.29 melaporkan Ma.uniformis dan Ma. africana adalah vektor W. bancrofti di Ghana, selain itu Ma.annulata, Ma. bonneae, Ma. uniformis dan Ma. dives juga dilaporkan vektor B.malayi di Bengkulu.30 Berdasarkan hasil penelitian di Desa Karya Jadi, kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi tertinggi dengan penangkapan umpan orang terdapat pada jenis nyamuk Ma.uniformis, yang merupakan vektor di Kabupaten Barito Kuala. Tempat perindukkan nyamuk Ma.uniformis, pada penelitian Jasmi,31 di pesisir selatan Sumatera Selatan, terdapat pada air yang tergenang yang ditumbuhi oleh tumbuhan air yaitu genjer (Limnocharis flava). Di wilayah tempat penelitian, terdapat tumbuhan air enceng gondok (Eichornia crassipes) atau masyarakat setempat biasa menyebut ilung, namun pada saat survei dilakukan tidak terdapat larva hanya terdapat Moulting (bekas ganti kulit) yang menempel di tumbuhan air tersebut. Penelitian yang dilakukan Hossain,32 menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan terhadap kejadian filariasis. Keadaan lingkungan di sekitar rumah (semak-semak/pohon) dan di dalam rumah juga mendukung untuk terkena risiko filariasis. Febrianto dkk,33 menjelaskan bahwa keberadaan kandang ternak di dekat rumah mempunyai dampak yang besar untuk tertular filariasis. Kandang ternak mempunyai temperatur dan kelembaban ideal untuk nyamuk vektor filariasis berkembangbiak, maka secara langsung juga akan meningkatkan risiko untuk tertular filariasis dibandingkan mereka yang tidak memiliki kandang ternak di luar rumah. Hasil penangkapan nyamuk pada saat resting morning disekitar rumah penduduk dan kendang ternak ayam wilayah penelitian ternyata diperoleh spesies nyamuk Ma.uniformis. Keadaan lingkungan di Desa Kecamatan Bojong Sekampung Udik bentuk kolom seperti karet, kakao, rawa, sawah yang berpotensi memberikan tempat berkembang biak bagi nyamuk 70 filariasis.34 Sama halnya dengan wilayah penelitian yang banyak dikelilingi oleh kebun karet. Sedangkan di Desa Antar Raya kelimpahan nisbi, frekuensi dan dominasi spesies tertinggi yaitu nyamuk Cx.vishnui. banyaknya spesies Cx.vishnui yang tertangkap di Desa Antar Raya diduga disebabkan di sekitar pemukiman banyak terdapat kolam bekas dan dikelilingi oleh sungai. Berdasarkan Bram Ralph,35 Cx. vishnui yang menyukai tempat perindukan seperti kolam, sungai dan rawa-rawa serta bersifat zoofilik yang lebih menyukai menggigit binatang dan hanya sedikit sekali yang menggigit pada manusia. Nilai MHD (man hour density) yaitu kepadatan nyamuk menggigit tertinggi per orang per jam dan nilai MBR (man bitting rate) yaitu kepadatan nyamuk perorang perhari, umumnya lebih tinggi di luar rumah dibandingkan dengan di dalam rumah. Hal tersebut kemungkinan Karena jenis nyamuk yang ditemukan lebih bersifat eksofilik. Di wilayah penelitian, kepadatan nyamuk yang ditangkap di Desa Antar Raya dan Karya Jadi lebih tinggi di luar rumah dari pada di dalam rumah. Kepadatan nyamuk Culex sp., Mansonia sp., Anopheles sp., Aedes sp. dan Armigeres sp. yang tertangkap di Desa Antar Raya dan Desa Karya Jadi kepadatannya lebih tinggi di luar rumah, karena dekat dengan tempat habitat larva yang berada di sekitar rumah penduduk. Setiawan dkk,36 di Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah juga melaporkan nilai MBR dan MHD pada jenis nyamuk Cx. quinquefasciatus dan Cx. tritaeniorhynchus tertinggi di luar rumah, hal ini karena tenpat perindukan dekat dengan pemukiman. Diperkuat oleh Sukowati dan Shinta,37 yang menyatakan bahwa kepadatan nyamuk yang tinggi sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jarak tempat habitat larva dengan rumah penduduk. Berdasarkan aktivitas menghisap darah, Cx.vishnui yang pada saat survei penangkapan nyamuk hanya terdapat di Desa Antar Raya walaupun bukan merupakan vektor, namun merupakan spesies nyamuk yang paling banyak ditemui yang dapat menjadi potensial apabila masih terdapat sumber penular. Perilaku Cx.vishnui menghisap darah tertinggi di luar rumah pada pukul 02.0003.00 WITA pada penangkapan pertama dan pada penangkapan kedua pada pukul 71 20.00-21.00 WITA. Perilaku istirahat tertinggi pada pukul 04.00-05.00 WITA di luar rumah. Nyamuk spesies Cx.tritaeniorhynchus merupakan spesies nyamuk terbanyak kedua baik di Desa Antar Raya maupun di Desa Karya Jadi. spesies Cx.tritaeniorhynchus dan Cx.vishnui diketahui sebagai vektor Japanese Encephalitis.38 Aktivitas Cx.tritaeniorhynchus menghisap darah di Desa Antar Raya aktif di dalam maupun di luar rumah dengan waktu puncak sekitar pukul 22.00-24.00 di luar rumah dan di dalam rumah pada pukul 22.00-02.00 WITA. Perilaku istirahat paling tinngi dari pukul 21.00-23.00 WITA di luar rumah sedangkan di dalam rumah pada pukul 22.00-23.00 dan 03.00-04.00 WITA. Sedangkan di Desa Karya Jadi aktivitas Cx.tritaeniorhynchus paling tinggi menghisap orang di dalam rumah pada pukul 23.00-24.00 dan di luar rumah pada pukul 24.00-01.00 WITA. Perilaku istirahat tertinggi pada pukul 22.00-23.00 WITA. Terlihat bahwa jenis Nyamuk Cx. tritaeniorhynchus bersifat endofagik dan eksofagik. Secara morfologi Cx. quinquefasciatus mempunyai ciri khas pada probosis tidak ada gelang putih, tergit pada abdomen dengan gelang basal yang sempit dan integumen pada pleuron berwarna pucat merata. Berdasarkan hasil penelitian Cx.quinquefasciatus terdapat di dua desa endemis filariasis di Kabupaten Barito Kuala. Berdasarkan penelitian terdahulu Cx.quinquefasciatus merupakan vektor B.malayi di Kabupaten Barito Kuala, walaupun di Pekalongan disebutkan bahwa Cx.quinquefasciatus merupakan vektor filariasis W. bancrofti. di Desa Antar Raya, aktivitas menghisap darah Cx.quinquefasciatus tinggi pada umpan orang di luar rumah pada pukul 20.00-21.00 WITA dan pukul 01.00-04.00 WITA. Pada umpan orang di dalam rumah aktivitas Cx.quinquefasciatus tinggi mulai pukul 03.00-06.00 WITA. Perilaku istirahat Cx.quinquefasciatus pada penangkapan pertama dan kedua bervariasi dimulai pada pukul 19.00 WITA dan menurun pada pukul 05.00 WITA. Jenis Nyamuk Cx. quinquefasciatus dan Cx. tritaeniorhynchus lebih bersifat endofilik dan eksofilik. Yahya,19melaporkan di Batanghari, Jambi bahwa Cx. quinquefasciatus lebih bersifat eksofilik dan zoofilik, sedangkan Ramadhani dan Yuniarto,39 melaporkan Cx. quinquefasciatus lebih bersifat eksofagik karena lebih banyak ditemukan menggigit di luar rumah. 72 Kesukaan dan kebiasaan menghisap darah setiap jenis nyamuk pada suatu daerah berbeda dan bersifat kompleks. Wilson dan Sevarkodiyone,40 di Tamil Nadu, India melaporkan bahwa Cx. quinquefasciatus bersifat zoofilik karena lebih menyukai satwa mamalia dan burung, namun Farajollahi et al.41 melaporkan bahwa Cx. quinquefasciatus lebih bersifat zooantropofilik karena menyukai manusia, mamalia dan burung. Cx. bitaeniorhynchus merupakan vektor W. bancrofti di Papua Nugini, walaupun di jepang Yoshito,42 menyebutkan tingkat infeksi Cx. bitaeniorhynchus untuk menularkan sebagai vektor sangat rendah. Di wilayah penelitian Cx. bitaeniorhynchus hanya terdapat di Desa Antar Raya dengan jumlah spesies yang sedikit, sehingga perilaku menghisap darah hanya terdapat di dalam rumah yaitu sekitar pukul 23.00-24.00 WITA. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Desa Dadahup, Kalimantan Tengah, diketahui aktivitas menghisap darah nyamuk Cx. bitaeniorhynchus menunjukkan perilaku lebih menyukai menghisap darah di luar (eksofagik) dan di dalam rumah (endofagik) serta beristirahat di dalam rumah (endofilik).43 Hal tersebut dikarenakan nyamuk Cx. bitaeniorhynchus yang tertangkap pada saat penelitian sedikit sehingga perilaku yang ditemui mungkin bukan merupakan perilaku yang sebenarnya. Sedangkan nyamuk Cx. Sitiens, Cx.pseudosinensis, Cx.gellidus, Cx.fuscocephalus dan Cx.hutchinsoni belum pernah dilaporkan sebagai vektor filariasis di Indonesia. Pada saat penelitian dilakukan jumlah ekor nyamuk yang tertangkap hanya sedikit. Pada penelitian terdahulu Ma. uniformis disebutkan sebagai vektor di Kabupaten Barito Kuala, merupakan nyamuk terbanyak yang tertangkap pada saat survei di Desa Karya Jadi. Ma. uniformis mempunyai ciri khas pada femur kaki depan terdapat 3 bercak pucat, bagian mesonotum toraks terdapat sepasang garis longitudinal pucat. Aktivitas menghisap darah maupun istirahat Ma.uniformis baik di dalam maupun di luar rumah di Desa Karya Jadi maupun Desa Antar Raya meningkat tinggi pada pukul 19.00-20.00 WITA, menurun pada pukul 21.0001.00 WITA dan meningkat kembali pada pukul 02.00-05.00 WITA. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zainul,44 di Desa Empat Kalimantan Selatan yang merupakan desa endemis filariasis dilaporkan bahwa waktu puncak aktivitas menghisap darah Ma. uniformis, Ma. dives, Cx. vishnui, Cx. sitiens, Cx. 73 quinquefasciatus, Cx. fuslephalus, dan An. nigerrimus pada pukul 19.00 – 20.00 dan 04.00 – 05.00. Ma. dives disebutkan sebagai vektor filariasis, mempunyai ciri khas pada femur kaki depan terdapat 5 bercak pucat, bagian mesonotum terdapat kumpulan sisik-sisik putih berbentuk bulat kurang dari 3 bagian atas pangkal sayap. Pada penelitian ini hanya terdapat di Desa Antar Raya dengan aktivitas pada umpan orang tinggi pada pukul 18.00-19.00 WITA baik di dalam maupun di luar rumah, dan pada pukul 01.00-02.00 WITA di luar rumah. Perilaku istirahat Ma.dives pada penangkapan pertama tinggi pada pukul 19.00-20.00 WITA di dalam rumah, sedangkan di luar rumah pada pukul 18.00-19.00 WITA. Perilaku nyamuk istirahat di dinding rumah merupakan informasi penting dan dibutuhkan bagi pengelola program filariasis dalam pengendalian vektor. Informasi tentang perilaku istirahat di dinding ini sangat diperlukan dalam pengendalian vektor dengan penyemprotan rumah (indoor residual spraying = IRS). Upaya pengendalian vektor dengan penyemprotan rumah akan sangat efektif apabila perilaku vektor diketahui istirahat di dalam rumah.45 Ma.anulifera dan Ma.annulata disebutkan dalam penelitian Amalia sebagai vektor filariasis di Kalimantan Selatan.3 Ma. annulata mempunyai ciri khas pada femur kaki depan terdapat 5 bercak pucat, pada bagian mesonotum terdapat sisik putih tidak beraturan dan pada ruas tarsal bergelang pucat lebar. Pada penelitian Hossain,32 menyebutkan bahwa di Banglades Ma.anulifera diakui sebagai vektor pathogen. Secara umum, vektor filariasis menghisap darah dimulai setelah matahari terbenam, meningkat secara bertahap, memuncak antara pukul 24.00 dan 01.00 dan penurunan ke level terendah antara 05.00 dan 06.00. melihat aktivitas menghisap darah nyamuk vektor pathogen penyakit secara harian, memungkin untuk mengurangi paparan terhadap nyamuk yang terinfeksi. Di wilayah penelitian, walaupun nyamuk spesies Ma.anulifera yang tertangkap sedikit, namun masih memungkinkan untuk terjadi penularan. Di Desa Antar Raya aktivitas Ma.annulifera menghisap darah terdapat di dalam dan luar rumah sekitar pukul 19.00-22.00 WITA. Perilaku istirahat Ma.annulifera di dalam rumah dan di luar rumah. Di Desa Karya Jadi aktivitas spesies nyamuk Ma.annulifera menghisap darah mulai pukul 18.00-21.00 WITA, sedangkan di luar rumah pada pukul 74 04.00-05.00 WITA. Nyamuk Ma.annulifera istirahat pada pukul 19.00-20.00 WITA. Spesies Ma.annulata, hanya terdapat di Desa Antar Raya pada survei nyamuk pertama, aktivitas Ma.annulata pada umpan orang tertinggi di luar rumah pada pukul 18.00-19.00 WITA, sedangkan di dalam rumah pada pukul 19.0020.00 WITA. Perilaku istirahat terdapat pada pukul 19.00-20.00 dan 24.00-01.00 WITA. Nyamuk Mansonia sp hidup secara nokturnal, berada di wilayah hutan dan rawa endemik, lingkungan kotor dan area peternakan ikan yang tidak terpakai. Nyamuk Mansonia sp bersifat agresif dan menghisap darah saat manusia berada dalam aktivitas malam hari khususnya di luar rumah. Sesuai dengan hasil penelitian, ditemukan aktivitas Mansonia sp lebih banyak di luar rumah baik pada saat menghisap darah maupun istirahat (eksofagik dan eksofilik). Ar.subalbatus berdasarkan hasil penelitian hanya terdapat di Desa Antar Raya pada penangkapan pertama. Ar. subalbatus dilaporkan sebagai vektor filariasis (B. pahangi) pada kucing dan anjing di suburban Kuala Lumpur, Peninsular Malaysia.27 Pada penelitian yang dilakukan Yahya,46 tidak ditemukan larva B.malayi pada toraks dan proboscis nyamuk Ar.subalbatus. Aktifitas menghisap darah Ar.subalbatus dimulai pada pukul 18.00 WIB. Pada hasil penelitian aktifitas Ar.subalbatus menghisap darah tertinggi dengan umpan orang di luar rumah pada pukul 20.00-21.00 WITA. Perilaku istirahat tertinggi pada pukul 05.00-06.00 WITA. Spesies Anopheles terdapat di Desa Antar Raya yaitu An.peditaeniatus dan An.brevipalpis. pada penelitian Verhaeghen,47 An.peditaeniatus merupakan vektor B.malayi. Di Indonesia An.peditaeniatus merupakan vector potensial B.malayi di Bengkulu.30,48 Aktivitas menghisap darah An.peditaeniatus dengan umpan orang tertinggi pada pukul 18.00-19.00 dan 21.00-22.00 WITA di luar rumah, sedangkan perilaku istirahat paling tinggi paada pukul 18.00-19.00 dan 20.0021.00 WITA. Sedangkan An.brevipalpis, belum pernah terlapor sebagai vektor filariasis di Indonesia. Pada penelitian ini juga terdapat genus Aedes. Spesies nyamuk Ae.cancricomes ditemukan di dua desa tempat penelitian. Aktivitas menghisap darah paling tinggi pada pukul 18.00-19.00 WITA pada umpan orang di luar rumah, sedangkan di dalam rumah pada pukul 19.00-20.00 WITA. Perilaku istirahat baik di dalam 75 maupun di luar rumah tertinggi pada pukul 18.00-19.00 WITA. Terlihat bahwa Ae.cancricomes bersifat endofilik dan eksofilik. Nyamuk Ae.albopictus dan Ae.aegypty walau dalam jumlah kecil namun ikut tertangkap pada saat dilakukan penelitian. Aktifitas Ae.albopictus aktivitas paling tinggi pada umpan orang di luar rumah yaitu pukul 18.00-19.00. perilaku istirahat terdapat pada pukul 18.0021.00 di dalam dan di luar rumah pukul 01.00-02.00 dan 03.00-04.00 WITA. Nyamuk Ae.aegypty yang diperoleh di Desa Karya Jadi hanya terdapat pada saat istirahat yaitu pada pukul 19.00-20.00 di dalam rumah dan 01.00-02.00 WITA di luar rumah. Di Desa Antar Raya Aktivitas Ae.aegypti menghisap darah dengan umpan orang terlihat dari pukul 18.00-19.00 WITA sampai dengan 21.00-22.00 WITA di dalam dan di luar rumah. Perilaku istirahat Ae.aegypti bervariasi baik di dalam maupun di luar rumah. Biasanya Aedes mempunyai kebiasaan menghisap darah pada siang hari, seperti yang dilaporkan oleh Hadi,49 di berbagai daerah di Indonesia yaitu Cikarawang, Babakan, dan Cibanteng Kabupaten Bogor, Cangkurawuk Darmaga Bogor, Pulau Pramuka, Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Gunung Bugis, Gunung Karang, Gunung Utara Balikpapan dan Kayangan, Lombok Utara. Namun pada penelitian ini terdapat nyamuk Aedes yang menghisap darah pada malam hari. Dharma,50 menyebutkan dalam penelitiannya bahwa Ae.aegypti yang mempunyai kebiasaan mengisap darah hospes pada siang hari, ternyata mampu juga mengisap darah hospes pada malam hari. Banyak faktor yang mempengaruhi vektor potensial akan positif mikrofilaria termasuk diantaranya jumlah mikrofilaria yang dihisap cukup atau tidak untuk berkembang di tubuh nyamuk. Syarat nyamuk menjadi vektor antara lain adalah umur nyamuk, kontak antara manusia/hospes dengan nyamuk, menghisap darah, dan kerentanan nyamuk terhadap parasit. 51 frekuensi Estimasi kapasitas menjadi vektor adalah dipengaruhi faktor lingkungan, tingkah laku, biokimia dan seluler yang mempengaruhi hubungan antara vektor, patogen yang akan ditransmisikan oleh vektor, dan hospes tempat patogen tersebut akan ditransmisikan. Baik tersebut tingkah laku dan faktor lingkungan mempunyai peran untuk membedakan kapasitas sebagai vektor.52,53 Sebagai contoh spesies nyamuk tertentu mungkin secara genetik dan biokimia cocok untuk perkembangan secara komplit dari patogen tertentu, tetapi jika spesies nyamuk ini 76 jarang kontak dengan hospes yang megandung patogen atau sumber darah yang diinginkan tidak termasuk hospes tersebut maka nyamuk ini bukan merupakan vektor yang cocok untuk pathogen. Berdasarkan hasil analisis PCR yang dilakukan pada sampel nyamuk yang diperoleh di lapangan, tidak terdapat DNA mikrofilaria pada sampel nyamuk dan kontrol positif yang diperoleh dari sampel darah positif mikrofilaria koleksi Laboratorium Parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Dilakukan kembali analisis PCR menggunakan primer Cytochrome B pada kontrol positif darah mikrofilaria. Hasil PCR tersebut menunjukkan hasil positif DNA Cytochrome B. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Primer yang dipilih sebagai primer untuk analisis mikrofilaria tidak cocok karena ukuran terlalu panjang dan spesifik. Sehingga, kontrol yang digunakan pada penelitian hanya dari Kit dan DNA Cytochrome B yang menunjukkan bahwa kit ekstrkasi dan kit PCR serta peralatan untuk melakukan proses PCR berjalan sesuai fungsinya. Penelitian yang dilakukan oleh Haryuningtyas dan Subekti,54 dalam mendeteksi larva mikrofilaria di Kabupaten Barito Kuala menggunakan metode PCR dengan Hha 1 repeat, tidak ditemukan hasil positif mikrofilaria. Haryuningtyas dan Subekti,54 juga membuktikan bahwa PCR adalah cukup sensitif untuk mendeteksi 1 ekor nyamuk dalam pool nyamuk negatif. Menurut Ramzy et al.,16 keuntungan dari metode berbasis PCR ini yaitu dapat digunakan untuk mendeteksi satu parasit pada pool nyamuk yang berasal dari lapang sehingga menyebabkan aplikasi di lapangan lebih efektif daripada pembedahan nyamuk untuk menemukan larva. PCR assay dari Hha I repeat dapat mendeteksi sedikitnya 10 fg dari B. malayi DNA genomic serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.55 Pada penelitian ini primer yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan larva B.malayi pada nyamuk yang merupakan endemis di wilayah Kabupaten Barito Kuala berasal dari penelitian Thanomsub,10 yang menyatakan primer yang digunakan memperkuat 1,5kb gen glutathione peroxidase cacing filarial, sehingga sensitif untuk mendeteksi keberadaan larva mikrofilaria. Namun berdasarkan hasil penelitian, primer yang digunakan tidak dapat mendeteksi adanya DNA pada darah kontrol positif mikrofilaria. Hal tersebut dimungkinkan bahwa primer yang 77 digunakan tidak cocok untuk mendeteksi mikrofilaria B.malayi dari sampel darah positif yang berasal dari Indonesia. Desain primer adalah parameter yang paling penting untuk keberhasilan teknik PCR. Urutan dari primer yang digunakan untuk amplifikasi PCR mungkin memiliki pengaruh besar pada spesifisitas dan sensitivitas reaksi. PCR dapat gagal jika set primer dirancang dengan buruk, sehingga tidak ada produk salinan atau terjadinya ketidaksesuaian. Beberapa pertimbangan desain kunci untuk keberhasilan PCR adalah diantaranya panjang primer, suhu mencair, konten GC, panjang DNA target, dan pembentukan struktur sekunder. Berikut adalah daftar karakteristik yang harus dipertimbangkan ketika merancang primer : (1). Panjang Primer harus 15-30 residu nukleotida (basa). (2). Optimal G-C konten harus berkisar antara 40-60%. (3). Ujung 3' dari primer harus berisi G atau C untuk menjepit primer. (4). Ujung 3’ satu set primer, yang mencakup primer ditambah untai dan primer dikurangi strand, tidak harus melengkapi satu sama lain, juga tidak bisa ujung 3' dari primer tunggal menjadi pelengkap untuk urutan lainnya di primer. (5). Suhu leleh Optimal (Tm) bagi primer berkisar antara 52-58 ° C. (6). mengulangi Di-nukleotida (mis, GCGCGCGCGC atau ATATATATAT) atau basa tunggal (misalnya, AAAAA atau CCCCC) harus dihindari karena dapat menyebabkan tergelincir sepanjang segmen prima struktur DNA dan atau hairpin loop untuk membentuk. Jika tidak dapat dihindari karena sifat dari template DNA, maka hanya mencakup pengulangan atau basa tunggal berjalan dengan maksimal 4 basa.56-58 Pada penelitian ini sebanyak 88 ekor nyamuk yang telah menghisap darah diambil untuk analisis PCR-RFLP, berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan tidak ada satu ekor nyamuk yang positif untuk analisis PCR Gen Cytochrome B. Secara umum, proses PCR dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal kompleks seperti mendesain DNA primer, menyiapkan bahan dan reagen, mengatur campuran bahan untuk reaksi, protokol standar PCR, menghitung Melting Temperature (Tm), dan mengatur kondisi pada Thermal Cycler.58 Ketelitian pada hal tersebut meningkatkan peluang berhasilnya proses PCR yang dilakukan. 78 Dalam penelitian ini DNA primer yang digunakan adalah primer yang telah digunakan sebelumnya untuk PCR Gen Cytochrome B vertebrata oleh Oshagi et al.13 Karena DNA primer tersebut memang telah terbukti berhasil dalam multiflikasi DNA targetnya, sehingga pertimbangan di atas kami kesampingkan. Ketidaksesuaian DNA primer adalah salah satu pertimbangan hasil negatif yang didapat dari proses PCR. Akan tetapi kemungkinan ini sudah terbantahkan dengan uji konfirmasi primer dengan menggunakan stok sampel darah manusia yang positif filaria. Semua sampel yang digunakan menunjukkan positif DNA Cytochrome B. Pun demikian, perbedaan utama antara kedua macam sampel adalah dalam penelitian ini digunakan sampel nyamuk, bukan sampel darah langsung seperti pada uji konfirmasi. Sehingga ada kemungkinan proses ekstraksi yang dilakukan tidak cukup optimal untuk mendapatkan DNA template yang cukup untuk proses PCR. Optimasi proses adalah bagian penting dari keberhasilan analisis DNA. Sebagian besar proses hanya dilakukan optimasi terbatas seperti penambahan Proteinase K pada proses ekstraksi DNA dan penambahan sebagian bahan dalam campuran reaksi untuk PCR. Bahkan setelah dilakukan optimasi-pun masih ada kemungkinan kegagalan dalam analisis DNA tersebut, sehingga proses optimasi harus rutin dilakukan terutama jika ditemukan kendala dalam memperoleh hasil yang diharapkan. Kelemahan dalam penelitian ini adalah semua proses menggunakan kit, sehingga bahan yang dimiliki untuk optimasi menjadi terbatas. Proses RFLP dilakukan dengan maksud untuk membedakan lebih jauh sumber DNA Cytochrome B yang ada dalam nyamuk. Enzim restriksi XhoI seharusnya akan memotong DNA dari manusia dan tidak akan memotong DNA dari hewan vertebrata, sedangkan untuk membedakan sumber darah dari hewan vertebrata yang berbeda digunakan enzim restriksi TaqI. Akan tetapi karena tidak ada satupun pool nyamuk yang positif dalam PCR, proses RFLP ini tidak dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan. 79 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pada analisis PCR untuk mendeteksi nyamuk yang positif carrier mikrofilaria, tidak ditemukan DNA mikrofilaria pada sampel nyamuk dan kontrol positif yang berasal dari sampel darah manusia positif mikrofilaria. Hal tersebut karena primer yang digunakan tidak cocok untuk mendeteksi mikrofilaria B.malayi dari sampel darah positif yang berasal dari Indonesia. Namun, terdapatnya nyamuk vektor filariasis berdasarkan penelitian terdahulu di Kabupaten Barito Kuala yaitu Cx.quinquefasciatus dan Ma.uniformis dapat menjadi faktor risiko terjadinya penularan. 2. Analisis PCR juga dilaksanakan untuk mendeteksi DNA manusia dan hewan pada jaringan nyamuk untuk mengetahui kebiasan nyamuk menghisap darah, namun tidak ada satupun sampel nyamuk yang positif untuk analisis PCR Gen Cytochrome B. Hal tersebut dikarenakan kurangnya optimasi proses pada analisis DNA. 3. Dikarenakan pada anaisis PCR gen Cytochrome B menunjukkan hasil negatif, proses RFLP untuk dapat menilai perpindahan parasite antara hewan dan manusia pada penelitian ini tidak dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan. Salah satu kelemahan dalam penelitian ini adalah semua proses menggunakan kit, sehingga bahan yang dimiliki untuk optimasi menjadi terbatas. Saran 1. Melanjutkan program pengobatan filariasis selama 5 tahun berturut-turut, karena masih ditemukannya nyamuk vektor filariasis berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dapat menjadi faktor risiko penularan, serta perlu dukungan dan kerja sama tokoh masyarakat serta lintas sektor dalam upaya pencegahan dan pengendalian filariasis terutama untuk membersihkan lingkungan agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk vektor filariasis. 2. Perlu dilakukan pemilihan primer yang tepat untuk analisis PCR deteksi mikrofilaria. 80 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk kembali melakukan analisis kebiasaan nyamuk menghisap darah dengan metode PCR-RFLP dengan waktu optimasi yang cukup. 81 DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Subdit Filariasis dan Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. (2006). Anonim. Filariasis di Indonesia. Bul. Jendela Epidemiologi. 1, 1–8 (2010). Safitri, Amalia; Risqhi, H. R. R. M. Identifikasi Vektor dan vektor potensial filariasis di Kecamatan Tanta, Kabupaten Tabalong. J. Buski 4, 73–79 (2012). Dinas Kesehatan Barito Kuala. KEGIATAN FILARIASIS DINKES BARITO KUALA. Diakses dari <http://dinkes.baritokualakab.go.id/ index.php? option =com_content&view=article&id=70:kegiatan-filariasisdinkes-barito-kuala& catid=50:p2p&Itemid=77> Wongkamchai, S., Nochote, H. & Foongladda, S. A high resolution melting real time PCR for mapping of filaria infection in domestic cats living in brugian filariosis-endemic areas. Vet. Parasitol. 201, 120–127 (2014). Ambily, V. R., Pillai, U. N., Arun, R., Pramod, S. & Jayakumar, K. M. Detection of human filarial parasite Brugia malayi in dogs by histochemical staining and molecular techniques. Vet. Parasitol. 181, 210–214 (2011). Kim, M. K. et al. The First Human Case of Hepatic Dirofilariasis. J. Korean Med Scie 17, 686–690 (2002). Azaziah, P. et al. A survey of canine filarial diseases of veterinary and public health significance in India. Parasit. Vectors 3, (2010). Erickson, S. M., Fischer, K., Weil, G. J., Christensen, B. M. & Fischer, P. U. Distribution of Brugia malayi larvae and DNA in vector and non-vector mosquitoes: implications for molecular diagnostics. Parasit. Vectors 2, (2009). Thanomsub, B. W., Chansiri, K., Sarataphan, N. & Phantana, S. Differential diagnosis of human lymphatic filariasis using PCR-RFLP. Mol. Cell. Probes 14, 41–46 (2000). Boakye, D. A. et al. Monitoring lymphatic filariasis interventions: Adult mosquito sampling, and improved PCR – based pool screening method for Wuchereria bancrofti infection in Anopheles mosquitoes. Filaria J. 6, (2007). Nuchprayoon, S., Junpee, A. & Nithiuthai, S. Detection of filarial parasites in domestic cats by PCR-RFLP of ITS1. 140, 366–372 (2006). Oshaghi, M. A., Chavshin, A. R. & Vatandoost, H. Analysis of mosquito bloodmeals using RFLP markers. Exp. Parasitol. 114, 259–264 (2006). Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor 94 tahun 2014, tentang Penanggulangan Filariasis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014. Kazura JW. Lymphatic Filarial Infections: An Introduction To The Filariae. Dalam Klei Thomas R, Rajan T V. The Filaria. New York (USA): Kluwer academic publishers; 2002. Ramzy RM, Farid HA, Kamal IH, Ibrahim GH, Morsy ZS, Faris R, et al. A polymerase chain reaction-based assay for detection of Wuchereria bancrofti in human blood and Culex pipiens. Trans R Soc Trop Med Hyg. 1997;91(2):156–60. Mc Mahon JE, Simonsen PE. Filariases. dalam G. COOK (Eds). Manson’s Tropical Diseases 20th. London: ELBS – W.B. Saunders; 1996. 82 18. Williams SA, Laney SJ, Bierwert LA, Sauners LJ, Boakye DA, Fischer P, et al. Development and standardization of rapid, PCR-based method for the detection of Wuchereria bancrofti in mosquitoes, for xenomonitoring the human prevalence of bancroftian filariasis. Trop Med Par. 2002;96:S41-46. 19. Zhong M, McCarthy J, Bierwert L, Lizotte-Waniewski M, Chanteau S, Nutman TB, et al. A Polymerase Chain Reaction Assay for Detection of the Parasite Wuchereria bancrofti in Human Blood Samples. Am J Trop Med Hyg. 1996;54:357–63. 20. Siridewa K, Karunanayake EH, Chandrasekharan NV. Polymerase Chain Reaction (PCR)-based technique for the detection of Wuchereria bancrofti in human blood sample, hydrocele fluid and mosquito-vectors. Am J Trop Med Hyg. 1996;54:72–6. 21. Rishniw M, Barr SC, Simpson KW, Frongillo MF, Franz M, Dominguez Alpizar JL. Discrimination between six species of canine microfilariae by a single polymerase chain reaction. Vet Parasitol. 2006;135(3–4):303–14. 22. WHO. Lymphatic filariasis: a handbook of practical entomology for national lymphatic filariasis elimination programmes. (WHO Press, 2013). 23. Pedersen, E. M., Stolk, W. A., Laney, S. J. & Michael, E. The role of monitoring mosquito infection in the Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis. Trends Parasitol. 25, 319–327 (2009). 24. Roellig DM, Gomez-Puerta LA, Mead DG, Pinto J, Ancca-Juarez J, Calderon M, et al. Hemi-nested PCR and RFLP methodologies for identifying blood meals of the Chagas disease vector, Triatoma infestans. PLoS One [Internet]. 2013;8(9):e74713. Available from: http://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0074713 25. Shriram AN, Krishnamoorthy K, Vijayachari P. Diurnally Subperiodic Filariasis Among the Nicobarese of Nicobar District - Epidemiology, Vector Dynamics & Prospects of Elimination. Indian J Med Res. 2015;141:598 – 607. 26. Yahya, Santoso, Ambarita L. Aktivitas Menggigit Mansonia uniformis (Diptera: Culicidae) di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. J Buski. 2015;5(3):140 – 148. 27. Muslim A, Fong MK, Mahmud R, Lau YL, Sivanandam S. Armigeres subalbatus Incriminated as a Vector of Zoonotic Brugia pahangi Filariasis in Suburban Kuala Lumpur, Peninsular Malaysia. Parasit Vectors. 2013;6(219):2–5. 28. Bonne-Wepster J. Culex bitaeniorhynchus as Vector Of Wuchereria bancrofti in New-Guinea. Doc Med Geogr Trop. 1956;8(4):375 – 379. 29. Ughasi J, Bekard HE, Coulibaly M, Delphina D, Gyapong J, Appawu M, et al. Mansonia africana and Mansonia uniformis are Vectors in the Transmission of Wuchereria bancrofti Lymphatic Filariasis in Ghana. Parasit Vectors. 2012;5(89):2–5. 30. Suzuki T, Sudomo M, Bang YH, Lim BL. Studies on Malayan Filariasis in Bengkulu (Sumatera), Indonesia With Special Reference to Vector Confirmation. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 1981;12(1):47 – 54. 83 31. Jasmi, Iswensi, Pebriweni. Survei Larva Mansonia dan Anopheles di Kenagarian Koto Pulai Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Sainmatika. 2009;6(2):15–22. 32. Hossain M, Bashar K, Rahman K.M.Z, Razzak M.A, Howlader A.J. Biting Rhythms of Selected Mosquito Species (Diptera: Culicidae) in Jahangirnagar University, Bangladesh. J Mosq Res [Internet]. 2015;5(8):2015. Available from: http://biopublisher.ca/index.php/jmr/article/view/1734 33. Febrianto B, Astri M, Widiarti I. Faktor Risiko Filariasis di Desa Samborejo Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Bul Penelit Kesehat. 2008;36(2):48 – 58. 34. Zen S. Studi komunitas nyamuk penyebab filariasis di Desa Bojong Kabupaten Lampung Timur. Bioedukasi J Pendidik Biol. 2015;6(2):129–33. 35. Ralph B. A. Contributions of the American Entomological Institute. Thailand. 1967;2(1). 36. Setiawan B, Soeyoko, Satoto TB. Epidemiologi Filariasis Limfatik di Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur Prov. Kalteng. Bul Spirakel. 2012;4:4–16. 37. Sukowati S, Shinta. Habitat Perkembangbiakan dan Aktivitas Menggigit Nyamuk Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus di Purworejo, Jawa Tengah. J Eko Kes. 2009;8(1):915 – 925. 38. Gopalakrishnan R, Baruah I, Veer V. Monitoring of malaria, Japanese encephalitis and filariasis vectors. Med J Armed Forces India [Internet]. 2014;70(2):129–33. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.mjafi.2013.10.014 39. Ramadhani T, Yunianto B. Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah. Aspirator. 2009;1(1):11–5. 40. Wilson JJ, Sevarkodiyone SP. Behavioral Expression (Breeding and Feeding) of Mosquitoes in an Agro Ecosystem. (Athikulam, Virudhunagar District Tamil Nadu, India). Eur J Biol Sci. 2013;5(3):99 – 103. 41. Farajollahi A, Fonseca DM, Kramer LD, Marm AK. “Bird biting” Mosquitoes and Human Disease: A review of the Role of Culex pipiens Complex Mosquitoes in Epidemiology. Infect Genet Evol. 2011;7(11):1577 – 1585. 42. Wada Y. Vector Mosquitoes of Filariasis in Japan. Trop Med Health. 2011;39(1):39–45. 43. Rasyid MR. Vektor Potensial Filariasis dan Habitatnya di Desa Mandomai Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Institut Pertanian Bogor; 2016. 44. Zainul S, Santi M, Ririh Y. Populasi Nyamuk Dewasa di Daerah Endemis Filariasis Studi di Desa Empat Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar Tahun 2004. J Kesehat Lingkung. 2005;2(1):85–97. 45. Bruce CLJ. Essential Malariology. London (ENG): William Heinemann Medical Books Ltd; 1980. 46. Yahya, Santoso, Salim M, Arisanti M. Deteksi Brugia malayi pada Armigeres subalbatus dan Culex quinquefasciatus yang diinfeksikan darah penderita filariasis dengan metode PCR. Aspirator. 2014;6(September):35–42. 84 47. Verhaeghen K, Van Bortel W, Trung HD, Sochantha T, Keokenchanh K, Coosemans M. Knockdown resistance in Anopheles vagus, An. sinensis, An. paraliae and An. peditaeniatus populations of the Mekong region. Parasit Vectors. 2010;3(1):59. 48. Boo LL, Liliana K, Sudomo M, Joesoef A. Status of Brugian Filariasis Research in Indonesia and Future Studies. Bul Penelit Kesehat. 1985;13(2):31–55. 49. Hadi UK, Soviana S, Gunandini DJ. Aktivitas Nokturnal Vektor Demam Berdarah Dengue di Beberapa Daerah di Indonesia. JEI. 2012;9(1):1–6. 50. Dharma WK, Hoedojo, Nugroho RA, Suriptiastuti, Inggrid AT, Arif BS. Survei fauna nyamuk di Desa Marga Mulya , Kecamatan Mauk , Tangerang. J Kedokt Trisakti. 2004;23(2):57–62. 51. DITJEN PPM dan PL. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Jakarta: Ditjen PPM dan PL, Depkes RI; 2004. 52. Black W.C, Moore CG. Population Biology as a tool for studying vector borne diseases. University Press of Colorado; 1996. 53. Woodring JL, Higgs S, READY BJ. Natural cycles of vector borne pathogen. University Press of Colorado, Niwot. Colo; 1996. 54. Haryuningtyas D, Subekti DT. Deteksi Mikrofilaria / Larva Cacing Brugia malayi pada Nyamuk dengan Polimerace Chain Reaction. Jjtv. 2008;13(3):240–8. 55. Nuchprayoon S. DNA-based diagnosis of lymphatic filariasis. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2009;40(5):904–13. 56. Analytical Methods Committee. PCR – the polymerase chain reaction. Anal Methods [Internet]. 2014;6(59):333–6. Available from: http://xlink.rsc.org/?DOI=C3AY90101G 57. Garg N, Pundhir S, Prakash A, Kumar A. PCR Primer Design: DREB Genes. J Comput Sci Syst Biol [Internet]. 2008;1(1):021–40. Available from: http://www.omicsonline.com/ArchiveJCSB/2008/December/03/JCSB1.021.p hp 58. Lorenz TC. Polymerase Chain Reaction: Basic Protocol Plus Troubleshooting and Optimization Strategies. J Vis Exp [Internet]. 2012;(63):e3998. Available from: http://www.jove.com/video/3998/polymerase-chain-reaction-basicprotocol-plus-troubleshooting 85 LAMPIRAN