File - Kimia

advertisement
Isolasi dan Identifikasi Senyawa Solasodin dalam Buah Terung Ungu
(Solanum melongena L.) dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan
dengan Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LCMS)
ROSALIA FAMELLA, HUSAIN NASHRIANTO, TRI AMININGSIH
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Pakuan Bogor.
ABSTRACT
Telah dikenal sejak lama bahwa bahan baku utama dalam produksi hormon
steroid progesteron adalah diosgenin dan solasodin. Sumber diosgenin yang
potensial berasal dari umbi tanaman Dioscorea sp, tetapi di Indonesia kadar
diosgeninnya rata-rata rendah. Dalam usaha mencari pengganti diosgenin sebagai
bahan baku alam untuk mensintesis obat-obatan steroid, maka dikembangkanlah
solasodin, yaitu suatu senyawa yang memiliki struktur sama dengan diosgenin
hanya berbeda pada atom oksigen yang diganti dengan atom nitrogen pada cincin
F. Solasodin banyak ditemukan berasal di beberapa jenis solanum salah satunya
adalah Solanum melongena L (terung ungu). Tujuan penelitian ini adalah
melakukan uji fitokimia ekstrak terung ungu (Solanum melongena L.) dan
mengisolasi serta mengidentifikasi senyawa solasodin hasil isolasi dengan FTIR
dan LCMS. Penelitian diawali dengan pembuatan ekstrak buah terung ungu
dengan cara refluks menggunakan larutan metanol 70 %. Hasil ekstraksi
diuapkan untuk diperoleh cairan kental yang akan diuji fitokimia dan dihidrolisis
untuk memisahkan senyawa glikon dan aglikon. Setelah proses hidrolisis, ekstrak
dimurnikan dengan kromatografi kolom hingga diperoleh rendemen Kristal
solasodin. Rendemen Kristal solasodin diidentifikasi dengan menggunakan FTIR
dan LCMS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kristal solasodin yang diperoleh
berwarna putih sebesar 2,35 % dengan titik leleh 200oC. Hasil identifikasi dengan
menggunakan FTIR menunjukkan bahwa profil spektrum senyawa solasodin hasil
isolasi mirip dengan profil spektrum solasodin standar, dan identifikasi dengan
LCMS menunjukkan bahwa kristal yang diperoleh adalah solasodin dengan bobot
molekul 413,3.
Kata kunci : Terung Ungu (Solanum melongena L.), Solasodin, FTIR, LCMS
PENDAHULUAN
Angka kelahiran di Indonesia
setiap tahunnya meningkat, sementara
tingkat ekonomi dan ketersediaan
lapangan kerja semakin menurun,
yang kemudian melatarbelakangi
menngkatnya
pula
jumlah
pengangguran di Indonesia dan
munculnya masalah dalam kehidupan
sosial.
Pemerintah
telah
merencanakan program keluarga
berencana untuk mengendalikan
masalah tersebut. Dalam rangka
pendayagunaan sumber daya alam
nabati sebagai bahan obat, serta guna
menunjang program nasional dalam
bidang keluarga berencana maka
perlu dilakukan penelitian terhadap
tanaman penghasil bahan baku
hormon steroid.
Telah dikenal sejak lama
bahwa bahan baku utama dalam
produksi hormon steroid progesteron
adalah diosgenin dan solasodin.
Sumber diosgenin yang potensial
berasal dari umbi tanaman Dioscorea
sp, tetapi di Indonesia kadar
diosgeninnya
rata-rata
rendah.
Sumber solasodin berasal dari
beberapa jenis solanum salah satunya
adalah Solanum melongena L (terung
ungu).
Terung
ungu
(Solanum
melongena L.) merupakan tanaman
asli daerah tropis yang diduga berasal
dari Asia, terutama India dan Birma.
(Nursalim, 2003). Terung ungu gelap
memiliki berat 5-25 ons, berbentuk
oval dan bulat panjang. Terung ungu
berbentuk bulat panjang dikenal
sebagai terung ungu Jepang Varietas
terung Jepang yang sangat dikenal
adalah moneymaker 2 dan black shine
(Astawan, 2009).
Khasiat terung disebabkan
oleh kandungan alkaloid solanin.
Beberapa terung ungu memiliki
kandungan solasodin yang tinggi
sekitar
2-3%,
efektif
sebagai
kontrasepsi serta dapat meningkatkan
libido (Matsubara dkk., 2005).
Senyawa solasodin yang terdapat
dalam tanaman Solanaceae dapat
digunakan sebagai bahan baku
kontrasepsi oral yaitu obat pencegah
kehamilan yang digunakan dengan
cara diminum.
Solasodin termasuk ke dalam
golongan steroid yang nomor 5 dan 6,
dan satu gugus hidroksil pada atom
karbon nomor 3 dengan konfigurasi
beta. Rumus molekul solasodin
adalah C27H49NO2 dengan berat
molekul memiliki struktur dengan
sebuah ikatan rangkap dua diantara
atom karbon 413,64 dan titik lelehnya
200-202oC.
Beberapa
tanaman
di
Indonesia baik tanaman asli Indonesia
maupun yang berasal dari luar
Indonesia mengandung kadar steroid
relatif tinggi, dijumpai pada Solanum
khasianum Clarke 3% berat kering
dalam
buah
masak,
Solanum
sodomaeum L. 2,2% berat kering
dalam
buah
masak,
Solanum
macrantum Dun 2,1% berat kering
dalam
buah
masak,
Solanum
aviculare Forst 1,8% berat kering
dalam pucuk, Solanum marginatum
L. 1,4% berat kering dalam buah
masak, Solanum mammosun L. 1,2%
berat kering dalam buah masak,
Solanum laciniatum Ait. 0,25% berat
kering dalam pucuk (Tarigan, 1980).
Simplisia
adalah
bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai
bahan obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah
dikeringkan.
Berdasarkan
jenisnya, simplisia dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia
pelikan (Gunawan, 2004)
Ekstraksi adalah penyarian
zat-zat aktif dari bagian tumbuhan
atau suatu proses pemisahan substansi
dari
campurannya
maupun
pengganggunya dengan menggunakan
pelarut yang sesuai. Adapun tujuan
dari ekstraksi yaitu untuk menarik
komponen kimia yang terdapat dalam
suatu sampel. Ekstraksi ini didasarkan
pada perpindahan massa komponen
zat padat ke dalam pelarut dimana
perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Semakin besar kelarutan suatu zat
maka akan semakin sempurna proses
pemisahannya (Supriyanto, 2005).
Kromatografi adalah teknik
pemisahan campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-
komponen campuran tersebut diantara
dua fase, yaitu fase diam (padat atau
cair) dan fase gerak (cair atau gas).
Bila fase diam berupa zat padat yang
aktif,
maka
dikenal
istilah
kromatografi penyerapan (adsorption
chromatography).
Kromatografi
kolom
merupakan metode kromatografi
klasik yang masih banyak digunakan.
Kromatografi kolom digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa dalam
jumlah yang banyak berdasarkan
adsorpsi dan partisi. Kemasan
adsorben yang sering digunakan
adalah silika gel G-60, kieselgur,
Al2O3.
Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) adalah suatu teknik pemisahan
komponenkomponen
campuran
senyawa-senyawa yang melibatkan
partisi suatu senyawa di antara
padatan penyerap (adsorbent, fasa
diam) yang dilapiskan pada pelat kaca
atau plastik kaku dengan suatu pelarut
(fasa gerak) yang mengalir melewati
adsorbent
(padatan
penyerap).
Pengaliran pelarut dikenal sebagai
proses pengembangan oleh pelarut
(elusi).
Spektrofotometer inframerah
merupakan alat untuk mengukur
serapan infra merah pada berbagai
panjang gelombang. Spektrofotometer
ini
banyak
digunakan
untuk
mengidentifikasi senyawa organik,
sebab spektrum infa merah yang
dimiliki oleh setiap senyawa berbedabeda kecuali isomer optik (Khopkar
S.M. 1990).
Liquid Chromatography Mass
Spectrometry adalah dua alat yang
digabungkan menjadi satu, yang
berfungsi
untuk
memisahkan
beberapa senyawa atau campuran
senyawa berdasarkan kepolarannya,
dimana setelah senyawa tersebut
terpisah, maka senyawa yang murni
akan diidentifikasi bobot molekulnya.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Pisau, oven, blender, neraca
analitk, seperangkat alat refluks,
water bath, rotary evaporator, labu
didih, pelat silika, chamber, lampu
UV, gelas piala, tabung reaksi, kolom
kromatografi, kertas saring, glass
wool, pasir, LCMS, FTIR.
Terung
ungu,
metanol,
alumina, 0,5% metanol dalam eter,
HCl pekat, amonia.
Simplisia dan Kadar Air Simplisia
Buah terung ungu diperoleh
dari petani terung di kota Bogor dan
determinasi terung ungu dilakukan di
Pusat Penelitian LIPI Cibinong.
Bagian terung ungu yang digunakan
adalah bagian daging buah meliputi
kulit luarnya. Penentuan kadar air
simplisia
dilakukan
dengan
menggunakan moisture balance.
Kurang lebih 1 gram sampel
dimasukkan ke dalam alat yang telah
disiapkan, dengan suhu 105oC selama
30 menit. Kemudian dicatat data yang
tertera. Kadar air simplisia tidak
boleh lebih dari 5% (DepKes RI,
1977).
Pembuatan Ekstrak Metanol dan
Uji Fitokimia
Ditimbang 45 gram simplisia
kering, dimasukkan ke dalam labu
didih yang disertai pendingin tegak,
ditambahkan 1 L metanol 70 %,
kemudian direfluks selama ± 6 jam.
Pelarut diuapkan menggunakan rotary
evaporator hingga diperoleh ekstrak
kental dari terung ungu. Ekstrak
kental yang diperoleh di uji fitokimia
meliputi uji alkaloid, uji flavonoid, uji
saponin, uji tanin, uji triterpenoid dan
steroid.
Hidrolisis Ekstrak
Ekstrak kental yang diperoleh
setelah
melalui
penguapan,
dimasukkan kedalam piala gelas,
dilakukan pengecekan pH awal,
kemudian dibubuhi ammonia hingga
diperoleh pH 10 hingga terbentuk
glikoalkaloida. Glikoalkaloida yang
terbentuk ditambahkan metanol dan
direfluks selama 2 jam kemudian
disaring, filtrat yang diperoleh
ditambahkan HCl pekat hingga
mencapai konsentrasi 2N, lalu
direfluks selama 2 jam pada suhu
70oC, didiamkan hingga terbentuk
endapan, disaring, dan dicuci dengan
air panas hingga bebas klorida.
Pemurnian dengan Kromatografi
Kolom
Cairan
hasil
hidrolisis
dilarutkan dengan eter dan volume
dibuat sekecil mungkin tetapi tidak
terlalu kental agar mudah dielusikan.
Disiapkan kolom dengan panjang 70
cm dan diameter 4,5 cm kemudian
diisi dengan bubur alumina 500 gram,
dihomogenkan, selanjutnya dialiri
eluen (0,5% metanol dalam eter)
hingga kolom bebas dari gelembung
udara, didiamkan satu malam. Kolom
dielusikan beberapa kali dengan eluen
tersebut agar kolom menjadi semakin
mantap dan siap digunakan untuk
analisis. Larutan yang akan dielusi
diteteskan perlahan-lahan dengan
pipet hingga bagian atas larutan
hampir semuanya berada dalam glass
wool. Sampel dielusi dengan larutan
0,5% metanol dalam eter dan eluen
yang keluar dari kolom diuji, yaitu
setiap 10 ml hasil keluaran dari
kolom, ditampung dalam tabung
reaksi, kemudian masing-masing
fraksi di spot di atas lempeng silika
yang berbeda, divisualisasikan yaitu
timbul spot berwarna kuning dan
dapat dihitung nilai Rf senyawa, lalu
semua fraksi yang memberikan spot
yang sama dikumpulkan dalam labu
didih dan pelarut diuapkan dengan
rotary evaporator sehingga diperoleh
residu kering, kemudian residu kering
tersebut dicuci dengan eter dingin dan
setelah dikeringkan diperoleh kristal
solasodin yang berwarna putih.
Kristal
solasodin
yang
berwarna putih, diuji titik leleh
dengan menggunakan alat melting
point.
Identifikasi dengan FTIR dan
LCMS
Rendemen kristal solasodin
kemudian
dianalisa
dengan
menggunakan alat FTIR jenis
Nicholet iS5. Rendemen kristal
solasodin
diambil
secukupnya,
kemudian dimasukkan ke dalam alat
FTIR.
Identifikasi
selanjutnya
dengan menggunakan LCMS jenis
HPLC infinity 1260 series (Agilent);
Triple
Quadrupole
Mass
Spectrometry-6430 (Agilent). Sampel
dilarutkan dengan metanol (HPLC
grade), kemudian diambil 2 ml
sampel untuk dihomogenkan dengan
vortex mixer selama 1 menit. Sampel
yang telah homogen, disaring dengan
syringe filter 0,2 mikron. Sampel uji
dimasukkan sebanyak 50 µL ke
dalam botol vial 2 mL, dan
ditambahkan larutan asetonitril : H2O
(1:1) hingga volume 1 mL. Setelah itu
diinjeksikan ke dalam alat LCMS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simplisia dan Kadar Air Simplisia
Buah terung ungu yang
digunakan dalam penelitian ini telah
dideterminasi
di
Herbarium
Bogoriense Pusat Penelitian Biologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Cibinong Bogor.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu terung ungu yang
diperoleh dari kelompok tani daerah
Bogor. Bagian tumbuhan yang
digunakan adalah bagian daging buah
beserta kulit. Buah terung ungu yang
digunakan sebanyak 1000 gram
menghasilkan simplisia sebanyak 45,
9749 gram.
Penetapan kadar air dilakukan
dengan
menggunakan
moisture
balance pada suhu 105o. Hasil
penetapan kadar air simplisia
diperoleh sebesar 4,26%, hasil
tersebut memenuhi standar kadar air
simplisia yaitu tidak lebih dari 5%
(DepKes RI, 1977).
Tabel 1. Hasil Uji FitokimiaBuah
Terung Ungu (Solanum melongena
L.)
Identifikasi
Senyawa
Simplisia
Ekstrak
Mretanol
Dragendorf
+
+
Meyer
+
+
Wagner
+
+
Tanin
+
+
Saponin
+
+
Steroid
+
+
Triterpenoid
+
+
Alkaloid :
Hidrolisis Ekstrak
Hidrolisis bertujuan untuk
memisahkan senyawa glikon dan
aglikon. Proses hidrolisis yang terjadi,
dapat dilihat pada Gambar 1.
Ekstrak Metanol dan Uji Fitokimia
Ekstraksi senyawa solasodin
dilakukan dengan metode refluks
menggunakan pelarut metanol 70%,
karena sifatnya yang polar yang
memungkinkan solasodin terekstraksi
dengan baik.
Gambar 1. Reaksi Hidrolisis
Glikosida Solasodin
H
Uji fitokimia bertujuan untuk
mengetahui golongan senyawa yang
terkandung dalam suatu tanaman.
Dalam penelitian ini, uji fitokimia
dilakukan terhadap simplisia dan
ekstrak
metanol
terung
ungu
(Solanum melongena L.). Uji
fitokimia dilakukan juga pada ekstrak
metanol, menunjukkan hasil yang
sama
dengan
pengujian
pada
simplisia, yaitu positif mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin, steroid, dan triterpenoid.
Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada
Tabel 1.
N
..
H
O
N
..
O
H
HO
H
H
H
H
O
O
HO
H
+ H+
H
HO
O+
O
HO
H2O
H
HO
OH
H
H
H
HO
OH
H
N
..
H
O
OH
HO
O
HO
H
H
H
H
HO
+
OH
HO
Pemurnian dengan Kromatografi
Kolom
Hasil
pemurnian
dengan
kromatografi
kolom,
ditampung
menjadi 15 fraksi, masing-masing
fraksi di uji dengan kromatografi lapis
tipis dan dari 12 fraksi diperoleh spot
yang sama yaitu timbul spot berwarna
kuning. Dari hasil spot pada lempeng
silika diperoleh Rf sebesar 0,9.
bilangan gelombang 1342 – 1266 cm1
menunjukkan adanya vibrasi ulur CN (Gambar 3)
Gambar 3. Spektrum FTIR Kristal
Solasodin Terung Ungu
Gambar 2. Profil KLT Solasodin
dalam Terung Ungu
Dari bobot awal simplisia
seberat 45,9749 gram, didapat bobot
rendemen Kristal solasodin seberat
1,0794 gram atau 2,35 %.
Rendemen kristal solasodin
kemudian diuji nilai titik leleh dengan
menggunakan alat melting point dan
didapatkan nilai titik leleh sebesar
200oC.
Identifikasi dengan FTIR dan
LCMS
Identifikasi
menggunakan
FTIR menunjukkan spektrum dengan
puncak-puncak serapan pada bilangan
gelombang 3100 – 3600 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi ulur OH
dan N-H, pada bilangan gelombang
2800 – 3000 cm-1 menunjukkan
adanya vibrasi ulur hidrogen dari C-H
jenuh. Serapan vibrasi ulur C=C
aromatik muncul pada daerah
bilangan gelombang 1500 cm-1 . Pita
serapan pada bilangan gelombang
1700 cm-1 menunjukkan adanya
vibrasi N-H bending. Adanya vibrasi
ulur asimetrik C-O-C ditunjukkan
oleh
serapan
pada
bilangan
gelombang
1030 cm-1 dan pada
Dari hasil identifikasi dengan
menggunakan FTIR, menunjukkan
bahwa profil spektrum FTIR Kristal
solasodin terung ungu hasil isolasi
(Gambar 3) mirip dengan profil
spektrum solasodin standar (Gambar
4).
Gambar 4. Spektrum FTIR Kristal
Solasodin Standar
Identifikasi berikutnya dengan
LCMS,
dilakukan
dengan
menggunakan LCMS jenis HPLC
infinity 1260 series (Agilent); Triple
Quadrupole Mass Spectrometry-6430
(Agilent). Profil LCMS Kristal
solasodin terung ungu dapat dilihat
pada Gambar 5.
Hasil
identifikasi
menggunakan LCMS, menunjukkan
spektrum massa memberikan puncak
ion molekul (M+H)+ pada harga m/e
414,3. Ion molekul pada fragmentasi
yang tercatat pada spektrum massa
memungkinkan untuk disimpulkan
bahwa fragmentasi terjadi melalui
jalur-jalur deret : 414, 3 [M+H]+, 413
[M]+, 299 [413-C6H11ON]+, 259 [
299-C3H4]+, 216 [259-C2H4O]+, 147
[259-C7H10]+, 166 [216-C4H2]+.
2. . Perlu dilakukan isolasi jenis
tanaman
lain
dari
tanaman
Solanaceae.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, S. A. 1985. Buku Materi
Pokok Kimia Organik Bahan
Alam. Universitas Terbuka.
Depdikbud. Bandung
Gambar 4. Spektrum FTIR Kristal
Solasodin Standar
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa :
1. Uji fitokimia terhadap buah terung
ungu (Solanum melongena L.)
menunjukkan hasil positif adanya
senyawa alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin dan triterpenoid.
2. Hasil isolasi solasodin terung ungu
berupa Kristal solasodin berwarna
putih sebesar 2,35 % dengan titik
leleh sebesar 200oC.
3. Hasil identifikasi dengan FTIR
menunjukkan bahwa spektrum FTIR
Kristal solasodin hasil isolasi mirip
dengan spektrum solasodin.
4. Hasil identifikasi dengan LCMS
menunjukkan bahwa Kristal yang
diperoleh adalah solasodin dengan
bobot molekul 413,3.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran
yang dapat diberikan oleh penulis :
1. Perlu dilakukan isolasi dari jenis
terung yang sama tetapi tumbuh di
daerah yang berbeda.
Astawan. 2009. Terung Antikanker
yang Dipercaya sebagai obat
Kuat. Dinas Pertanian Jawa
tengah
.
http://dinpertantph.jawatengah
.go.id/index.php?option=com_
content&view=article&id=174
:terung-anti-kanker-yangdipercayasebagai-obatkuat&catid=39:sayur&Itemid
=70 diakses pada 16 April
2014.
DepKes RI. 1977. Materia Medika
Indonesia. Edisi I. Direktorat
Pengawasan
Obat
dan
Makanan. Jakarta
DepKes RI 1985. Cara Pembuatan
Simplisia.
Direktorat
Pengawasan
Obat
dan
Makanan. Jakarta
DepKes RI 1989. Materia Medika
Indonesia. Edisi V. Direktorat
Pengawasan
Obat
dan
Makanan. Jakarta
DepKes RI 1995. Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Direktorat
Pengawasan
Obat
dan
Makanan. Jakarta
Gunawan dan Sri. 2004. Ilmu Obat
Alam (Farmakognosi) jilid I.
Hal: 9-19. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Harborne
J.B.
1987.
Metode
Fitokimia : Penentuan Cara
Modern
Menganalisis
Tumbuhan (Padmawinata K,
penerjemah). Penerbit ITB.
Bandung.
Herbst, S. T. 2001. The New Food
Lover's
Companion:
Comprehensive Definitions of
Nearly 6,000 Food, Drink,
and Culinary Terms. In :
Herbst, S. T. Barron's
Cooking Guide. New York:
Barron's Educational Series.
Irwanto.
2010.
Ekstraksi
Menggunakan
Proses
Infudasi,
Maserasi,
dan
Perkolasi.
(Terhubung
Berkala)
http://www.irwanfarmasi.blog
spot.com/2014.
Khopkar, S. M. 1996. Konsep Dasar
Kimia Analitik. UI Press.
Jakarta
Matsubara, K., Kaneyuki, T., Miyake,
T.,
Mori,
M.
2005.
Antiangiogenic Activity of
Nasunin,
an
Antioxidant
Antocyanin,
in
Eggplant
Peels. J Agric Food Chem.
2005 Aug 10;53(16):6272-5.
Nashrianto, Husein. 1992. Tesis :
Sintesis
16Dehidropregnenolon Asetat.
ITB. Bandung.
Nursalim. 2003. Terung Jepang
(Solanum melongena L.),
Warintek-Progressio.
Jakarta.(http://warintek.progre
ssio.or.id/terungjpg/pertanian/
warintek/merintibisnis/progres
sio.htm) diakses tanggal 17
Mei 2014.
Silverstein, Robert M., Francis X.
Webster. 1998. Spectrometric
Identification of Organic
Compounds: 6th Edition. John
Wiley & Sons, Inc. Canada.
Supriyanto. 2005. Analisis Senyawa
Obat. Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayati, ITB. Bandung.
Hal : 131-151.
Wikipedia.
2014.
(www.wikipedia.org/wiki/teru
ngungu) diakses tanggal 12
Maret 2014 pukul 20.15.
Download