QUARTZ ROCK CYANIDATION PROCESS

advertisement
THE INFLUENCE ON CONCENTRATION OF NaCN SOLUTION IN MALACHITEQUARTZ ROCK CYANIDATION PROCESS TOWARD GOLD GRADE AND GOLDCYANIDE SOLUTION CONDUCTIVITY
Fatiyah Izzati Assa’diyah, Abdulloh Fuad, Nandang Mufti
Jurusan FMIPA Universitas Negeri Malang
Email : [email protected]
ABSTRACT
This research aim to find the optimum concentration of NaCN solution in gold grade extraction from the
rocks. The first step of this research is the preparation of the raw material by grinding the rocks up to 250 mesh. The
second step is separation of impurity elements (Si, Fe, Cu) flotation and H2SO4 leaching. The process of cyanidation
was performed for 28 hours with concentration of the NaCN solution are 2.5; 3.5; 4.5; 5.5 and 6.5%.
Characterization of the initial phase of rock was conducted with XRD. Whereas element characterization was
performed using XRF, and the grade of gold dissolved in the cyanide solution was conducted with AAS. The
characterization of electrical conductivity of the cyanide solution was performed by I-V meter. The results shown
that the increasing NaCN solution concentration used on the cyanidation process increasing gold grade dissolved in
cyanide solution up to 5.5 %, above this concentration the gold grade dissolved in the solution is saturated. The
electrical properties shows that the increasing of NaCN solution will increasing electrical conductivity lineraly.
Therefore, the increasing of electrical conductivity related with NaCN concentration rather than gold grade.
Keywords: gold, cyanidation, malachite-quartz, electrical conductivity, gold-cyanide solution
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya
akan mineral. Hampir di seluruh pulaunya
memiliki batuan-batuan yang mengandung
mineral bernilai tinggi baik secara ekonomi
maupun fungsinya. Namun kekayaan alam
batuan tersebut banyak yang belum diolah dan
dimanfaatkan secara optimal. Sesuai dengan
peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 07 Tahun 2012, perlu
dilakukan pengolahan dan pemurnian mineral
untuk meningkatkan nilai tambah mineral.
Beberapa mineral yang dimanfaatkan
sebagai bahan tambang utama di Indonesia
antara lain timah, tembaga, nikel, emas-perak,
bauksit, dan batubara (Nataneal, 2012). Emas
memiliki banyak kegunaan. Misalnya untuk
perhiasan, peralatan elektronik, kedokteran
gigi dan bahan uang logam (Asrat, 2011).
Di bumi, umumnya emas ditemukan
dalam bentuk logam (native) yang terdapat di
dalam retakan-retakan batuan kuarsa dan
dalam bentuk senyawa (Rusdiarso, 2007).
Rata-rata keberadaan emas di bumi sekitar
0,005 gram/ton (Eugene dan Mujumdar,
2010). Emas merupakan unsur logam minor,
artinya kadar emas pada batuan secara umum
relatif rendah. Seperti pada raw material
batuan Malachite-Quartz yang diketahui dari
hasil uji XRF mengandung emas sebesar
0,14%. Karena emas biasanya bergabung
dengan senyawa lain secara kompleks,
sehingga unsur emas menarik dijadikan
sebagai objek penelitian yakni metode untuk
ekstraksinya dari batuan alam (Nancy et al,
2010). Penelitian dilakukan supaya dapat
menemukan metode yang efisien.
Metode pemisahan emas yang saat ini
banyak digunakan hingga skala industri adalah
metode amalgamasi dan metode sianidasi
(Rusdiarso, 2007). Namun demikian, kedua
metode ini masing-masing memiliki kelebihan
dan
kekurangan.
Metode
amalgamasi
1
membutuhkan waktu yang singkat, tetapi emas
hasil ekstraksi dengan metode tersebut hanya
mencapai 40% dan penggunaan air raksa
dalam metode ini berdampak mencemari
lingkungan (Rusdiarso, 2007). Metode
sianidasi membutuhkan waktu yang sedikit
lama tetapi hasil emas yang diperoleh bisa
mencapai 55-65% (Habashi, 2005). Proses
sianidasi juga dapat mencemari lingkungan,
yakni menghasilkan gas HCN yang beracun
(Gibbons, 2000). Proses detoksifikasi dapat
dilakukan dengan mengubah bentuk sianida
dalam larutan menjadi padatan yang stabil
ataupun menjadi CNO- (sianat) dengan
Na2S2O5 (natrium metabisulfit), dimana sianat
akan terdegradasi menjadi NH4+ (amonium)
dan CO32- (karbonat) yang banyak dijumpai di
lingkungan (Pitoi, 2008). Selain itu kelebihan
reagen sianida dibandingkan dengan reagen
lain adalah proses sederhana dan paling
ekonomis (Bertrand, 1985). Sehingga metode
sianidasi merupakan proses pemisahan emas
yang lebih sering digunakan hingga saat ini
(Angove, 2005).
Pada proses ekstraksi emas, variabel
konsentrasi larutan sianida sebagai reagen
dalam metode sianidasi merupakan salah satu
variabel yang berperan penting terhadap
tingkat kadar emas (Hulbert, 2003). Dengan
adanya variabel yang memberikan pengaruh
terhadap tingkat keefektifan proses ekstraksi
emas, maka dibutuhkan penelitian guna
mendapatkan hubungan antara konsentrasi
larutan sianida dengan kadar emas. Melalui
pemberian variasi konsentrasi larutan sianida
pada proses sianidasi diharapkan adanya nilai
konsentrasi larutan sianida yang paling
optimal dan efisien untuk meningkatkan kadar
emas (Au).
Tahap kedua yaitu penghilangan unsurunsur pengotor (logam mayor) dalam sampel
yang dilakukan dengan 2 cara yaitu flotation
dan H2SO4 leaching. Flotation dilakukan
berdasarkan perbedaan massa jenis unsur emas
dengan unsur-unsur pengotor dimana unsurunsur dengan massa jenis ringan akan terpisah
melalui suatu medium fluida sedangkan emas
dengan massa jenis tinggi akan mengendap.
H2SO4 leaching dilakukam untuk melarutan
unsur pengotor berupa Cu supaya terlarut
menjadi larutan CuSO4.
Tahap ketiga adalah sianidasi, yaitu
proses ekstaksi emas yang dilakukan dengan
pelarutan emas dengan larutan NaCN.Proses
sianidasi ini dilakukan dengan alat magnetic
stirrer dengan kecepatan pengadukan 500 rpm
dan suhu 60°C. Sianidasi di lakukan pada
variasi konsentrasi 2,5; 3,5; 4,5; 5,5 dan 6,5%
selama 28 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan Karakterisasi Tahap Persiapan
Raw Material
Identifikasi batuan awal dilakukan
dengan uji XRD berikut.
Gambar 1.1 Hasil Analisis Fase pada Batuan Awal
METODE PENELITIAN
Tahapan pertama merupakan persiapan
raw material adalah tahap penghalusan
bongkahan batuan Malachite-quartz sampai
berukuran +250 mesh sehingga memenuhi
ukuran sampel untuk diproses selanjutnya.
Dari hasil analisis fase menggunakan
X’Pert High Score Plus, dapat diketahui
batuan mineral ini merupakan batuan
Malachite-quartz. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya puncak-puncak yang cocok dengan
2
fase
model
batuan
Malachite-Quartz.
Presentase
kecocokan
dengan
batuan
Malachite ditunjukkan dengan warna merah
yaitu sebesar 47%, sedangkan kecocokan
dengan fase mineral Quartz terlihat pada
warna biru yang menunjukkan nilai sebesar
53%.
unsur Au dengan massa jenis tinggi
mengalami peningkatan kadar dari batuan
awal 0,14 % menjadi 0,37 %.
Hal ini telah sesuai dengan hipotesis
jika unsur memiliki masa jenis rendah akan
berkurang kadarnya setelah proses flotation
dan jika unsur memiliki masa jenis tinggi akan
meningkat kadarnya setelah proses flotation.
Namun hal ini tidak sesuai untuk unsur Si, Ti,
dan Ca yang masing-masing memiliki massa
jenis rendah akan tetapi tidak mengalami
penurunan kadar setelah proses flotation.
Permasalahan ini dimungkinkan terjadi karena
unsur–unsur tersebut bersenyawa dengan
unsur lain yang memiliki massa jenis lebih
tinggi, sehingga memiliki hasil yang berbeda
jika dilakukan proses flotation.
Tabel 1.1 Hasil Uji XRF Batuan Awal
Compound
Conc
Unit (%)
Si
K
Ca
Ti
Fe
Cu
Au
Lainlain
11.2
0.74
29.1
0.60
37.4
19.1
0.14
1.72
Data hasil karakterisasi menggunakan
uji XRF ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut.
Nilai kadar Au yang diperoleh adalah 0,14%.
Unsur yang termasuk dalam kategori lain-lain
merupakan unsur dengan kadar rendah antara
lain K, V, Cr, Mn, As, Sr, Mo, In, Eu, Pb, dan
Bi.
Tabel 1.3 Hasil Perbandingan Kadar Beberapa
Unsur Setelah Tahap H2SO4 Leaching
Unsur
Hasil dan Karakterisasi Tahap Pemisahan
Unsur Pengotor
Si
Tabel 1.2 Hasil Perbandingan Kadar Beberapa
Unsur Setelah Tahap Flotation
Unsur
Kadar pada
Batuan Awal
Kadar pada Sampel
Setelah Flotation
Kadar
Batuan
Awal
11,20%
Kadar Pada
Sampel Setelah
Flotation
Kadar Padar
Sampel Setelah
H2SO4
Leaching
13,30%
9,04%
K
0,74%
0%
0%
Ca
29,10%
42,10%
47,60%
Ti
0,60%
0,76%
0,90%
Fe
37,40%
29,30%
32,90%
Si
11,20%
13,30%
Cu
19,10%
6,54%
1,48%
K
0,74%
0%
Au
0,14%
0,37%
0,41%
Ca
29,10%
42,10%
Lain-lain
1,72%
7,63%
7,67%
Ti
0,60%
0,76%
Fe
37,40%
29,30%
Cu
19,10%
6,54%
Au
0,14%
0,37%
Lain-lain
1,72%
7,63%
Berdasarkan data di atas dapat
diketahui bahwa unsur Cu menurun hingga
kadar yang relatif rendah, yakni dari residu
flotation 6,54% menjadi 1,48% setelah
dilakukan tahap H2SO4 leaching. Sedangkan
unsur Au yang tidak larut dengan H2SO4
kadarnya meningkat dari residu flotation
0,37% menjadi 0,41% setelah proses H2SO4
leaching. Hal ini sesuai dengan hipotesis
bahwa unsur pengotor berupa Cu akan larut
dengan larutan H2SO4 membentuk larutan
CuSO4 sehingga kadar Au meningkat.
Secara garis besar kadar beberapa
unsur pada residu flotation mengalami
penurunan, salah satunya adalah unsur Fe yang
pada sampel batuan awal kadarnya 37,4 %
menjadi 29,3 %. Selain itu, K dan Cu juga
mengalami penurunan masing–masing dari
0,74 % menjadi 0% untuk unsur K, dan 19,1 %
menjadi 6,54 % untuk unsur Cu. Sedangkan
3
Namun tidak hanya unsur Cu yang
kadarnya menurun, akan tetapi unsur Si juga
mengalami penurunan kadar yang semula dari
residu flotation 13,3% menjadi 9,04%.
Penurunan kadar Si ini dimungkinkan terjadi
akibat unsur Si berikatan dengan senyawa
yang juga larut dengan H2SO4 sehingga Si
dapat terlarut juga. Selain itu, unsur selain Au
yang juga mengalami peningkatan adalah Ca,
Ti dan Fe yang kemungkinan disebabkan
unsur-unsur tersebut bersenyawa dengan unsur
yang tidak larut dengan H2SO4.
NaCN membutuhkan waktu kontak yang lebih
lama dengan emas dibandingkan pada rentang
konsentrasi
5%-6%.
Sehingga
pada
konsentrasi NaCN <5%, emas pada sampel
tidak terlarut secara maksimal karena masih
ada emas yang belum bereaksi dengan NaCN.
Sedangkan pada konsentrasi NaCN >6%,
peningkatan kadar emas yang terlarut terlihat
mendekati saturasi atau keadaan jenuh.
Artinya jika konsentrasi NaCN ditingkatkan
>6% maka tidak ada lagi peningkatan kadar
emas yang terlarut atau emas yang terlarut
sudah pada keadaan maksimal. Hal ini
dimungkinkan pada rentang konsentrasi 5%6%, emas sudah terlarut secara keseluruhan
sehingga pada konsentrasi NaCN >6% tidak
ada lagi reaksi antara NaCN dengan emas pada
proses sianidasi.
Pengaruh Konsentrasi NaCN pada Proses
Sianidasi
Karakterisasi Konduktivitas Listrik
Larutan Emas-Sianida
Gambar 1.2 Grafik Pengaruh Variasi Konsentrasi
Larutan NaCN Terhadap Kadar Emas
Pada konsentrasi NaCN 2,5%; 3,5%
dan 4,5% peningkatan kadar emas yang
terlarut relatif sedikit, namun pada konsentrasi
NaCN 5,5% didapatkan peningkatan kadar
emas yang tinggi dan pada konsentrasi NaCN
6,5% peningkatan kadar emas tidak seberapa
berarti atau mendekati saturasi. Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi NaCN pada
proses sianidasi yang paling optimum berada
pada rentang nilai 5%-6%, karena pada
rentang tersebut kadar emas mengalami
peningkatan yang signifikan. Dibawah rentang
nilai tersebut, yaitu konsentrasi larutan NaCN
<5% kadar emas juga mengalami peningkatan
namun pada jumlah yang kecil. Hal ini
diakibatkan bahwa pada konsentrasi <5%,
Gambar 1.3 Grafik Hubungan Antara Konsentrasi
Larutan NaCN Terhadap Konduktivitas Larutan
Emas-Sianida
Pada pengukuran konduktivitas larutan
Emas-Sianida yang dilakukan dalam penelitian
ini, didapatkan hubungan linier antara
konsentrasi
larutan
NaCN
dengan
konduktivitas larutan Emas-Sianida. Jika
semakin tinggi konsentrasi larutan maka
konduktivitas listriknya semakin tinggi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan bahwa konduktivitas
larutan elektrolit tidak bergantung pada jumlah
4
muatan dari ion-ion yang tersebar dalam
larutans tersebut, melainkan bergantung pada
konsentrasi larutan elektrolit (Atkins, 2010).
Jika konsentrasi larutan semakin tinggi maka
larutan elektrolit akan semakin kuat (strong
electrolyt)
sehingga
semakin
tinggi
konduktivitasnya
atau
semakin
kuat
menghantarkan listrik.
Journal Elsevier. DOI: 10.1016/S01674528(05)15004-2.
Asrat, Basrun. 2011. Makalah Pengolahan
Bahan Galian. Makassar: Universitas
Hasanudin.
Atkins, Peter., Paula, Joulio De. 2010. Physic
Chemistry Ninth Edition. New York:
W.H. Freeman and Company.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
didapatkan kesimpulan sebagai berikut.
1. Metode flotation pada batuan Malachitequartz memberikan pengaruh terhadap
pemisahan unsur pengotor dimana unsurunsur yang memiliki massa jenis lebih
ringan dari Au menurun kadarnya,
sehingga kadar Au meningkat.
2. Metode H2SO4 leaching pada batuan
Malachite-quartz behasil dilakukan untuk
memisahkan unsur pengotor berupa Cu
menjadi larutan CuSO4 sehingga terjadi
peningkatan kadar Au.
3. Konsentrasi larutan NaCN memberikan
pengaruh yang berbanding lurus dengan
kadar emas (Au) yang terlarut pada proses
sianidasi. Namun dari 5 variasi yang
berkisar antara 2,5% sampai 6,5%,
konsentrasi larutan NaCN yang paling
optimal adalah 5,5%. Hal ini karena
dibawah konsentrasi tersebut proses
sianidasi yang diperlukan akan semakin
lama dan di atas konsentrasi tersebut
peningkatan kadar emas sudah mendekati
saturasi.
4. Semakin tinggi konsentrasi larutan NaCN
maka larutan elektrolit (emas-sianida)
yang dihasilkan akan semakin kuat
(strong electrolyt) sehingga semakin
tinggi konduktivitasnya.
Bertrand, C. 1985. Process of Extracting Gold
from Ores. New York: W.H. Freeman
and Company.
Bieringer, Mario. 2009. X-Ray Powder
Diffraction. University of Manitoba:
Departmen of Chemistry.
Christina P, Maria. 2006. Petunjuk Praktikum
Instrumentasi
Kimia
“Analisis
Kesalahan
Dalam
Spektrometri
Serapan Atom”. Yogyakarta: STTNBATAN.
Chryssoulis,
S.L.,
McMullen.
2005.
Mineralogical Investigation of Gold
Ores.
Journal
Elsevier.
DOI:
10.1016/S0167-4528(05)15002-9.
Ciputra, F.P. 2011. Pengaruh Penambahan
H2O2 pada Sianidasi Emas dari Batuan
Alam. Jurnal Prosiding Kimia FMIPA
ITS.
Cotton, S. A. 1997. Chemistry of Precious
Metals. London: Chapman & Hall.
Cull, Selby. 2009. The Restless Earth Rocks
and Mineral.United State of Amerika:
Chelsea House Publisher.
Deschenes, G. 2005. Advances in The
Cyanidation
of
Gold.
Canada:
CANMET, Natural Research Canada,
Ottawa.
DAFTAR RUJUKAN
Angove, J. 2005. Metallurgical Testwork:
Gold Processing Options, Physical Ore
Properties and Cyanide Management.
5
Emerson, 2010. Teory and Application of
Conductivity. USA: Barranka Parkway
Inc.
Gesek Statis Pasta Nanopartikel
Tembaga Berbasis Batuan Malachiite
Tulungagung. Malang: UM.
Eugene, Wong Wai Leong., Mujumdar. 2009.
Gold Extraction and Recovery
Processes.
Singapore:
National
University of Singapore.
Lunt, D., Weeks, T. 2005. Procces Flowsheet
Selection. Journal Elsevier. DOI:
10.1016/S0167-4528(05)15002-0.
Mc Murry, John E., Robbert, C. Fay. 2001.
Chemistry Sixth Edition. United State of
America: Pearson Prentice Hall.
Ferron, C.J. 2005. Recovery of Gold as by
Product from The Base Metals
Industries. Journal Elsevier. DOI:
10.1016/S0167-4528(05)15035-2.
Millard, M. 2005. Treatment of Antimonial
Gold Ores. Journal Elsevier. DOI:
10.1016/S0167-4528(05)15040-6.
Gibbons.
2000.
International
Cyanide
Management Code. Journal Elsevier.
DOI: 10.1016/S0167-4528(05)15008-X.
Mulyasuryani, Ani. 2012. Pemisahan Emas
dari Bijih Emas Berkadar Rendah
Menggunakan Karbon Aktif dari Arang
Tempurung Kelapa. Jurnal Natur
Indonesia 14: 1-6.
Habashi, F. 2005. Gold an Historical
Introdustion. Journal Elsevier. DOI:
10.1016/S0167-4528(05)15405-5.
Hulbert, D.G. 2003. Procces Control. Journal
Elsevier.
DOI:
10.1016/S01674528(05)15009-1.
Nancy, Lightfoot E., Pacey, Mischael A.
Darling, Shelley. 2010. Gold, Nikel, and
Copper Minning and Processing. Journal
Chronic Diseases.Vol. 29. No.2
J, Basset et al. 1939. Buku Ajar VOGEL,
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
London: Woolwich Polytechnic.
Jamaluddin , K.
Diffractions).
Haluoleo.
Nataneal, David. 2012. Analisis Kualitatif
Pemanggangan
Bijih
Tembaga
Kalkopirit Dengan Beberapa Variasi
Waktu serta Leaching dengan Asam
Sulfat 2 Molar. Jurnal Material dan
Metalurgi.
2010. X-RD (X-Ray
Kendari:
Universitas
Jameson, 2013. The Froth Flotation Procces
Explained,
(Online).
http://www.911metallurgist.com,
diakses pada tanggal 07 April 2013.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral No. 07 Tahun 2012.
Pitoi, Mariska Margaret. 2008. Detoksifikasi
Sianida Pada Tailing Tambang Emas
Dengan Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)
Dan Hidrogen Peroksida (H2O2). Journal
Chem. Prog. Vol. 1 No. 1.
Jeffrey, M. A., Dai, X. 2006. The Effect of
Sulfide Minerals on The Leaching of
Gold in Aerated Cyanide Solutions.
Journal Elsevier Hydrometallurgy 82
(2006): 118-125.
Rusdiarso, Bambang. 2007. Study on Solvent
Extraction of Au (III) in Cu
Concentrate Solution at PT Freeport by
using
8-Methylxantine.
Journal
Berkala MIPA (17) 2.
Lathifah, Nurul. 2013. Pengaruh Konsentrasi
Ethyl
Cellulose
dan
Terpineol
Terhadap Mikrostruktur dan Koefisien
6
Ryan, A et al. 2006. Feasibility Study Plant
Design.
Australia:
Lycopodium
Enginering Pty Ltd.
Sepp,
Siim. 2013. Malachite, (Online).
http://www.sandatlas.org/2013/03,
diakses pada tanggal 07 April 2014.
Simanjuntak,
FN.
2010.
Penentuan
Kandungan Bijih Emas dari Batuan
Penambangan
Masyarakat
Desa
Beuteung-Aceh
dengan
Metode
Sianidasi dan Pemurnian secara
Elaktrolisis. Medan : FMIPA-USU
Srithammavut, Waroonkarn., Luukkanen,
Saija., Laari, Arto., Kankaanpaa,
Timo., Turunen Ilkka. 2011. Kinetic
Modelling of Gold Leaching and
Cyanide Consumption in Intensive
Cyanidation of Refractory Gold
Concentrate. Journal of University
Chemical Technology and Metallurgy
46: 181-190.
Sundari, Rita dkk. 2010. Aplikasi Metode
Flotasi Buih untuk Pencucian Batubara
Perigkat
Rendah.
Jurnal
Pengembangan Teknologi Kimia untuk
Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia. ISSN 1693- 4393.
Supriadidjaja, Achdia., Widodo. 2009. Studi
Penggunan Hidrogen Peroksida pada
Pelarutan Bijih Emas Sukabumi Selatan
Dengan Larutan Sianida. Jurnal
Teknolgi dan Mineral Batubara.Vol. 5
No. 14.
Winter, M. 2012. Gold: Crystal Structure,
(Online).
www.webelements.com,
diakses pada tanggal 24 Oktober 2013.
7
Download