BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Lokakarya dan Pelatihan Penulisan Bahan Ajar Pengembangan Program Cakupan Perguruan Tinggi (PCPT) UPT MPK SP4 2006 Oleh: Drs. Qomari, M.Ag. Wawan Kardiyanto, SAg. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Institut Seni Indonesia Surakarta 2006 1 KATA PENGANTAR Bismillaahirrohmaanirrohiim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan mengucap puji syukur Alhamdulillahirobbil‟alamin dan atas rahmatNya buku “BAHAN AJAR MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM untuk semester I” ini dapat selesai kami susun. Dalam rangka proyek PCPT 2006 dan untuk memenuhi tugas-tugas dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang dibebankan, maka buku ini dapat tersaji secara ringkas dan sederhana di depan pembaca yang budiman. Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Semoga dapat bermanfaat bagi fihak-fihak yang memerlukan. Billahi fi sabililhaq fastabiqul khairat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Penyusun 2 DAFTAR ISI No I. MANUSIA DAN ALAM SEMESTA A. Manusia dari Beberapa Sudut Pandang 1. Manusia dalam Pandangan Filsafat 2. Manusia dalam Pandangan Ilmu Pengetahuan B. Manusia dalam Pandangan Islam a. Manusia Makhluk Terbaik dan Termulia b. Ruh dan nafs c. Fitrah Manusia: Hanif dan potensi akal, qalb dan nafsu d. Manusia Mempunyai Hak Pilih dan Kebebasan e. Peran Ganda Manusia: Hamba dan Khalifah C. Alam Semesta dan Islam Bagaimana Tuhan Merkayasa. Merencana, Membuat dan Menghancurkan Jagat Raya? D. Manusia dan Alam Semesta: Hubungan Fungsional II. PENGERTIAN AGAMA A. Pengertian Gramatikal (etimologi) Agama B. Pengertian Umum (terminology) Agama III. ISLAM SEBAGAI THE REAL AGAMA SAMAWI DAFTAR PUSTAKA 1 1 3 9 10 16 19 22 23 23 30 31 31 33 35 38 3 Bab I. MANUSIA DAN ALAM SEMESTA (Tatap Muka I - IV) 1. Tinjauan Instruksional Umum (TIU) - Memahami kedudukan manusia sebagai bagian dari alam semesta 2. Tinjauan Instruksional Khusus (TIK) - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian khaliq dan makhluk. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian konsep manusia menurut filsafat, ilmu dan agama Islam. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian konsep alam semesta. - Mahasiswa dapat menjelaskan asal-usul manusia menurut ilmu dan Agama Islam. - Mahasiswa menjelaskan proses reproduksi manusia berdasarkan kajian ilmu dan Agama Islam. - Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan, kedudukan dan tujuan manusia hidup di alam semesta. I. MANUSIA DAN ALAM SEMESTA (TM I - IV) A. Manusia dari Beberapa Sudut Pandang 1. Manusia dalam Pandangan Filsafat Siapakah manusia? Dari mana asalnya? Di mana kedudukan dan fungsi manusia? Lalu apa tujuan manusia? Beberapa pertanyaan itu tidak akan usang dipertanyakan sepanjang jaman apabila membahas topik manusia. Dalam ilmu mantiq (logika) manusia disebut sebagai Al-Insanu hayawanun nathiq (manusia adalah binatang yang berfikir). Nathiq sama dengan berkata-kata dan mengeluarkan pendapatnya berdasarkan pikirannya. Sebagai binatang yang berpikir manusia berbeda dengan hewan. Walau pada dasarnya fungsi tubuh dan fisiologis manusia tidak berbeda dengan Hewan, namun hewan lebih mengandalkan fungsifungsi kebinatangannya, yaitu naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya fungsi kebinatangan juga ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-pola tindakannya dan semakin kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya. Pada primata yang lebih tinggi (bangsa monyet) bahkan dapat ditemukan intelegensi yaitu penggunaan pikiran guna mencapai tujuan yang diinginkan sehingga memungkinkan binatang untuk melampaui pola-pola kelakuan yang telah digariskan secara naluri. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemen-elemen dasar eksistensinya yang tertentu masih tetap sama. 4 Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apa pun. Tetapi memahami siapa sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah. Ini terbukti dari pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung demikian lama. Barangkali sejak manusia diberi kemampuan berpikir secara sistematik, pertanyaan tentang siapakah dirinya itu mulai timbul. Namun informasi secara tertulis tentang hal ini baru terlacak pada masa Para pemikir kuno Romawi yang konon dimulai dari Thales (abad 6 SM). Beberapa ahli filsafat berbeda pemikiran dalam mendefinisikan manusia. Manusia adalah makhluk yang concerned (menaruh minat yang besar) terhadap hal-hal yang berhubungan dengannya, sehingga tidak ada henti-hentinya selalu bertanya dan berpikir. Sehingga oleh Beerling (Guru Besar Filsafat) menyebutkannya sebagai "tukang bertanya" atau Sartre (filosof eksistensi Perancis) menyebutkan bahwa manusia adalah sifatnya bertanya. Demikian juga Sokrates (470-399 SM) mengajak manusia untuk memperhatikan diri sendiri agar sadar akan dirinya dengan kata hikmahnya yang terkenal "Gnothi Seantho" yang artinya kenalilah dirimu. Rene Descartes (1596-1650) mengatakan "Cogito Ergo Sum" (saya berfikir sebab itu saya ada). Di samping itu Aristoteles (384-322 SM), seorang filosof besar Yunani mengemukakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal-pikirannya. Juga manusia adalah hewan yang berpolitik (zoonpoliticon, political animal), hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokkan yang impersonal dari pada kampung dan negara. Manusia berpolitik karena ia mempunyai bahasa yang memungkinkan ia berkomunikasi dengan yang lain. Dan didalam masyarakat manusia mengenal adanya keadilan dan tata tertib yang harus dipatuhi. Ini berbeda dengan binatang yang tidak pernah berusaha memikirkan suatu cita keadilan. Filosof terkenal dan termasyhur Islam Ibnu Sina atau Avvicena --begitu orang barat mengenalnya-- (980–1037), menyebutkan adanya tujuh kesanggupan manusia, yaitu: (l) makan, (2) tumbuh, (3) berkembang biak, (4) pengamatan hal-hal yang istimewa, (5) pergerakan dibawah kekuasaan, (6) ketahuan dari hal-hal yang urnum dan (7) kehendak memilih yang bebas. Tumbuh-tumbuhan memiliki kesanggupan 1, 2, dan 3. Hewan mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, dan 5. Sedangkan manusia mempunyai kesanggupan 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Yang dimaksud dengan ketahuan pada angka 6 ialah segala yang kita ketahui, berbeda dengan pengetahuan. Sedangkan As-Syaikh Musthafa al-Maraghi ketika menafsirkan makna hidayah dalam surat al-Fatihah menerangkan bahwa ada lima macam dan tingkatan hidayah yang dianugerahkan Allah s.w.t. kepada manusia, yaitu: 1. Hidayahal-Ilham gharizahatau (insting). 2. Hidayah al-Hawasy, (indra). 3. Hidayah al- 'Aql, (akal budi). 4. Hidayah al-Adyan, (agama). 5. Hidayah at-Taufik. Hidayah al- 'Aql (ke 3) lebih tinggi tingkatannya dari hidayah terdahulu (insting dan indra yang dianugerahkan Tuhan kepada hewan). Dan pada hidayah aql pula yang membedakan antara manusia dan binatang. Di samping itu, di atas akal budi terdapat hidayah agama dan hidayah at-taufiq. 5 Sehubungan dengan tingkat-tingkat eksistensi atau tingkat-tingkat keberadaan makhluk di alam semesta, E.P. Schumacher seorang ekonom dan filosof membagi menjadi beberapa tingkatan: a) Tingkat eksistensi (keberadaan) benda mati yang tersusun dari pelikan (mineral), seperti batu, tanah dan lain-lain. b) Tingkat eksistensi tumbuh-tumbuhan yang tersusun dari unsure pelikan dan unsur hidup. Unsur pelikan adalah bagian yang kelihatan dan unsur hidup adalah ghaib. c) Tingkat eksistensi hewan yang tersusun dari unsur pelikan, unsur hidup dan unsur kesadaran. Unsur kesadaran ini yang hewan beraksi kapan dia mau makan, minum, berteduh, tidur, mengelak dari bahaya, membela diri atau menyerang bila perlu. d) Tingkat eksistensi tertinggi di dalam alam semesta fisika adalah manusia yang tersusun dari unsur pelikan, unsur hidup, kesadaran dan sadar diri. Unsur sadar diri inilah yang menjadikan manusia mempunyai rasa malu; punya konsep aku, engkau dan dia; punya konsep dimensi waktu: kemaren, kini dan esok; punya konsep harga diri, adab dan sopan santun. Jadi unsur sadar dirilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, menurut E.F. Schumacher. Dari uraian singkat di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Manusia adalah jenis hewan juga. 2. Manusia mempunyai perbedaan tertentu dibanding dengan hewan lainnya. 3. Ditinjau dari segi jasmaniah, perbedaan antara manusia dengan hewan adalah gradual, tidak fundamental. 4. Ditinjau dari segi rohaniyah, perbedaan antara manusia dengan hewan adalah prinsipil, asasi. 5. Keistimewaan ruhaniyah manusia dibandingkan dengan hewan terlihat dalam kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir, berpolitik, mempunyai kebebasan/kemerdekaan, memiliki sadar diri, mempunyai norma, tukang bertanya atau tegasnya manusia adalah makhluk berbudaya. 2. Manusia dalam Pandangan Ilmu Pengetahuan Para ahli pikir berbeda pendapat dalam mendefinisikan manusia. Perbedaan tersebut sebenarnya disebabkan oleh kenyataan kekuatan dan peran multidimensional yang dimainkan manusia. Sedangkan kecenderungan para ahli pikir hanya meninjau dari sisi yang menjadi titik pusat perhatiannya dan mengabaikan sisi yang lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang bergerak dari zaman ke zaman juga senantiasa memperkaya wawasan mereka tentang manusia. Pada zaman modern pendefinisian manusia banyak dilakukan oleh mereka yang menekuni bidang psikologi. Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (manusia berkeinginan). Menurut aliran ini manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku hasil interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (ego) dan sosial (superego), Di dalam diri manusia terdapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai). Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mechanicus (manusia mesin). Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (aliran yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). 6 Behaviorisme ingin menganalisis perilaku yang tampak saja, yang diukur, dilukiskan dan diramalkan. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek rasional dan emosionalnya. Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai home sapiens (manusia berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir, memutuskan, menyatakan, memahami dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia. Para penganut teori humanisme menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia bermain). Aliran ini mengecam teori psikoanalisis dan behaviorisme karena keduanya dianggap tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan seperti cinta, kreatifitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Menurut humanisme manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri. Dari beberapa teori tersebut yang paling popular dan kontroversial adalah teori descendensi (keturunan) atau teori evolusi. Teori evolusi berpangkal dari teori Lamarck, seorang ahli biologi termashur dari Perancis. Pada Lamarck (1774-1829) teori ini baru bersifat spekulatif atau pemikiran. Charles Darwinlah (1809-1882), seorang ahli biologi Inggris, yang menyempurnakan dan menjadikannya ilmiah dengan memberikan dasar data-data. Teori ini beranggap bahwa tiap jenis tumbuhan dan hewan berasal dari jenis yang paling rendah, yakni yang awal sekali adalah amuba atau makhluk bersel satu. Jenis yang paling tinggi atau akhir sekali adalah manusia. Jadi kalau manusia terjadi dari hasil evolusi hayat, tentu ia berasal dari jenis yang lebih rendah, yaitu binatang. Demikianlah manusia menurut teori evolusi merupakan hasil dari evolusi hewan sederhana sampai kepada hewan tingkat tinggi (bangsa antropoide) dan akhirnya manusia. Memang, asal usul manusia dan keberadaannya di alam semesta menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang menarik. Kapankah manusia pertama kali hadir di muka bumi ini? Makhluk apakah yang menjadi nenek moyang manusia dan bagaimana proses penurunan dan perubahan-perubahannya? Berlandaskan adanya persamaaan bentuk morfologis dan fisiologis (dan alasan yang bersifat ideologis) pada abad ke-19 tumbuh suatu pemahaman tentang asal usul manusia yang dikaitkan dengan primata. Primata (bangsa kera) adalah model puncak perkembangan evolusi hewan. Berdasarkan kecenderungan mempertahankan pendapat memang ada semacam upaya terselubung untuk "mempertua" usia kehadiran manusia oleh kelompok "Darwinisme". Hal ini menyebabkan pengambilan kesimpulan yang serampangan dan mengaburkan fakta. Ramapithecus yang berusia 15 juta tahun dan Oreopithecus yang berusia 12 juta tahun dianggap, sebagai manusia tertua. Pengamatan yang teliti 7 menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut lebih layak disebut kera daripada manusia. Upaya menghubungkan Ramapithecus dan Oreopithecus dengan mata rantai kehadiran manusia banyak ditentang para ahli. Bangsa kera (primata) dianggap memiliki perbedaan yang sangat mendasar dengan manusia meskipun Australopithecus memiliki volume tengkoraknya yang hampir sama dengan simpanse dan gorila. Kedua jenis kera terakhir yang hidup hingga zaman kini tidak memiliki kecerdasan yang mencerminkan kebudayaan manusiawi sebagaimana Australopithecus. Memang teori evolusi pada hewan dianggap cukup kuat. Bentuk-bentuk kehidupan bersel banyak hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan dari bentuk-bentuk sel tunggal. Cenophores yang memiliki dasar-dasar bagi organ-organ dan sel-sel yang telah mendapatkan fungsi- fungsi urat syaraf telah terbentuk kira-kira kurang dari satu milyar tahun yang lalu. Hewan-hewan tak bertulang belakang mungkin telah muncul 500 atau 600 juta tahun yang lalu bersama dengan bangsa kerang-kerangan, cacing gelang dan serangga pertama. Hewan-hewan bertulang belakang datang sesudahnya sekitar 450 juta tahun yang lalu dan begitu pula ikanikan tertentu yang terus berkembang setelah itu. Hewan-hewan bumi bertulang belakang (amfibi dan reptil muncul sekitar 350 juta tahun yang lalu. Setelah mereka muncul pula hewan menyusui (180 juta tahun yang lalu) dan burung (13-1 juta tahun yang lalu). Tetapi bentuk-bentuk kehidupan itu tidak hanya muncul, tetapi juga menghilang, kadang-kadang dalam jumlah yang sangat besar. Bangsa reptil memberikan suatu contoh bagus menyangkut fenomena ini. Setelah berkuasa selama 200 juta tahun, mereka mengalami kejatuhan, sehingga sekarang kita hanya memiliki sedikit sisa untuk menjelaskan kehidupan reptil lebih dari 60 atau 70 juta tahun yang lalu. Tempat mereka telah diambil alih oleh hewan menyusui. Dan bangsa primata dianggap menjadi puncak bagi evolusi di dunia hewan. Kesenjangan bukti-bukti ilmiah telah melemahkan hipotesis bahwa manusia adalah perkembangan lebih lanjut dari keluarga primata. Jika pun pada suatu hari mungkin ditemukan bukti formal yang menghubungkan manusia dengan nenek moyang hewan maka hal itu adalah sebuah lompatan luar biasa pada pertambahan informasi genetik. Hanya dengan lompatan tersebut terbentuk suatu keturunan dengan ciri-ciri manusiawi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan evolusi menuju bentuk homo sapiens. Tetapi sesungguhnya sebuah argumen ke arah yang berlawanan dapat diajukan tanpa ada sangkalan sekecil apa pun dari bukti-bukti i1miah yang telah diperoleh. Argumen tersebut menyatakan bahwa penciptaan spesies manusia terjadi secara terpisah dari keturunan yang telah ada sebelumnya. Selanjutnya spesies tersebut menjalani transformasi-transformasi seperti yang tergambar dari model Manusia purba Australopithecus sampai dengan homo sapiens seperti berikut: 1. Makhluk yang paling tua yang bentuknya mirip atau hampir menyamai manusia, disebut Australopithecus. Fosilnya diperkirakan berumur 500 - 600 ribu tahun. 8 2. Pithecanthropus Erectus, manusia kera berdiri tegak, yang fosilnya berumur sekitar 400 ribu tahun. 3. Homo Neonderthalensis, manusia Neanderthal yang fosilnya berumur kira-kira 100 ribu tahun. 4. Homo Sapiens atau manusia budiwan, fosilnya ditemukan kira-kira 35.000 tahun yang lalu. Manusia yang sekarang ini diperkirakan masuk dalam golongan ini. Melihat teori evolusi yang demikian, tentu muncul dugaan bahwa di masa yang akan datang akan lahir jenis baru yang berbeda sama sekali dengan jenis manusia sekarang. Tetapi dugaan ini dinafikan oleh kelompok finalisma dari kalangan evolusionis juga yang beranggapan bahwa jenis manusia sekarang telah terhenti dengan alasan pada fase ini telah berhenti pertumbuhan volume otak pada manusia sekarang. Menurut mereka penambahan volume dan penyempurnaan otak ada hubungannya dengan perkembangan kecerdasan. Misalnya Australopithecus memiliki volume otak 450 cm . Dalam evolusi 400 - 500 ribu tahun terjadi pertambahan 1.000 cm dan pada Homo Neanderthaledsis mencapai volume otak 1.450 cm3. Dan sampai di sini volume otak bertahan tetap, tidak bertambah lagi sampai dengan manusia modern kini. Dengan terhentinya evolusi organ yang amat penting (otak) dalam diri manusia, maka terhenti pula evolusi pada jenis manusia. Tujuan evolusi—menurut kaum finalisma—adalah untuk mewujudkan manusia atau pada manusialah akhir proses evolusi. Namun demikian teori evolusi—sebagai teori ilmu— seperti teori-teori lainnya tidaklah mengandung kebenaran yang mutlak. Kebenaran teori ilmu tergantung pada data-data tempat ia berpijak. Jika ditemukari data baru atau diperbaikinya data lama, suatu teori dapat jatuh dan digantikan oleh teori baru. Demikian pula yang terjadi pada teori evolusi ini. Walaupun telah dibela oleh kaum finalisma, namun tidak lepas pula dari kelemahan-kelemahan, diantaranya adalah justru teori terhentinya evolusi otak semenjak Homo Neanderthalensis sampai dengan Homo Sapiens. Terhentinya evolusi ini berlawanan dengan teori evolusi itu sendiri. Kelemahan yang lebih nampak dan banyak diperdebatkan adalah tentang "mising link", yaitu putusnya hubungan atau tidak ditemukannya jenis antara dari bangsa hewan (hewan terpuncak dari jenis primata [bangsa kera] yaitu, Ramapithecus yang berusia 15 juta tahun dan Oreopithecus berusia 12 juta tahun) kepada jenis manusia (dari Australipithecus 4 juta – 600.000 tahun hingga Homo sapiens 35.000 – 40.000 tahun). Di sisi lain, perkembangan mutakhir dari hasil ilmu pengetahuan dalam membahas topik tentang manusia di abad 19 ini adalah dapat dipastikannya asal-usul terjadinya proses kejadian manusia (reproduksi) secara biologis oleh ilmu embriologi dan kedokteran modern. Proses reproduksi manusia dapat kita temui dalam cabang ilmu Biologi yaitu ilmu embriologi dan kedokteran. Ilmu embriologi adalah ilmu yang masih sangat muda, perkembangannya yang amat menyolok terutama setelah diketemukannya miskroskop sekitar tahun 1677. Namun minat terhadap kejadian-kejadian dan perkembangan-perkembangan yang berhubungan dengan embrio sudah lama ada, 9 lebih dari dua ribu tahun yang lalu, lewat Aristoteles. la mengamati perkembangan sebuah embrio ayam; akan tetapi tanpa miskroskop ia hanya dapat mengambil kesimpulan yang amat dangkal ditinjau pada masa sekarang. la mengatakan bahwa embrio manusia terbentuk bila cairan sel mani dicampur dengan darah menstruasi. Pada hakekatnya pertimbangannya itu tepat, tetapi ia keliru dalam satu hal; ia mengira bahwa hanya pihak wanita yang menentukan zat embrio sedang pihak pria hanya merangsang pertumbuhannya. Lima ratus tahun kemudian, dalam abad kedua sesudah masehi, seorang dokter Yunani bernama Galen memberi interpretasi lain—yang pada hakekatnya tidak betul— , tetapi toh dipertahankan lebih dari 15 abad. Galen mengembangkan teori yang terkenal dengan nama; "emboitement" yang kurang lebih berarti "dibangun di dalam" atau "pengotakan". Gambaran teori pengotakan ini adalah demikian; dalam kotak cairan sel kelamin ibu yaitu sel telur, terdapat embrio utuh (sudah berbentuk manusia) tetapi amat kecil sekali; dan kotak cairan sel kelamin ayah mengakibatkan kotak itu membuka diri dan pertumbuhannya dimungkinkan. Menurut teori ini, setiap bayi seharusnya sudah mengandung seorang bayi lagi yang sudah di bentuk sebelumnya, sebagaimana kotak-kotak Tionghoa disusun, yang satu termasuk ke dalam yang lain. Pada tahun 1677, setelah diketemukannya miskroskop, Anton Van Leeuwenhoek, seorang sarjana ilmu alam berkebangsaan Belanda, untuk pertama kalinya dapat melihat sebuah sperma atau sel kelamin pria yang hidup, yaitu setetes cairan mani. Dan seorang dokter muda Regnier de Graafjuga orang Belanda, telah mengamat-amati dan melukiskan "sesuatu yang meletus sebagai gelembung air", waktu ia membuka alat kelamin kelinci betina. Sesuatu itu adalah gugus-gugus sel, tempat terjadinya embrio. Akan tetapi baik de Graaf maupun van Leeuwenhoek tidak dapat memahami apa yang mereka lihat, mereka belum dapat membayangkan bahwa suatu ciptaan berbentuk dapat berkembang dari suatu yang tak berbentuk. Temuan mereka itu untuk sementara belum terpecahkan, sebab pada waktu itu kebanyakan sarjana biologi masih menganut teori emboitement atau teori pengotakan. Penemuan-penemuan tersebut di atas mengakibatkan sarjana biologi terpecah menjadi dua golongan,yaitu "kaum ovulis" dan "kaum homunkulis". Hal itu terjadi hampir selama dua abad, dari abad 17 hingga abad 18. Padahal keduanya masih menganut teori pengotakan. Kaum ovulis masih tetap memegang pandangan teori pengotakannya Galen. Kaum homunkulis mengatakan lain: "Manusia dibentuk lebih dulu dalam kepala sperma tidak dalam sel telur". Untuk mengilustrasikan pendapat itu, mereka membuat gambar yang memperlihatkan sebuah homunkulus, yaitu manusia sangat kecil yang dengan kepala tertunduk dan kaki bersila persis cocok untuk dimasukkan dalam kepala sperma itu. Mereka mengira homunkulus ini dibesarkan di dalam rahim, dan tumbuh di sana seperti dalam peti pengeraman. Baru pada tahun 1759 lewat Kaspar Friedrich Wolf seorang sarjana anatomi, dengan memakai miskroskopnya ia menyelidiki embrio ayam. la menyimpulkan penyelidikannya itu dalam desertasinya yang berjudul "Teori Generationis" (teori tentang mengadakan keturunan). Ia berhasil secara serentak menghapus teori 10 emboitement maupun teori kaum ovulis/ovist dan homunkulis. Teori tadi digantinya dengan dua konsep baru yang tepat, pertama, sebuah tubuh dibangun dan butir-butir sel, dan yang kedua, kedua pihak orangtua menyumbangkan bagian yang sama banyak bagi anak keturunannya. la menduga hal ini, walaupun waktu itu sel telur binatang menyusui belum ditemukan. Lebih dari lima puluh tahun kemudian van Boer dapat melihatnya diujung pisau laboratoriumnya. la melihat sel telur yang belum matang dari indung telur seekor anjing. Oleh karena itu pada abad ke 19 minat terhadap embriologi diperbaharui dan diperkuat lagi. Pada abad inilah baru dapat disadari perkembangan embrio secara jelas. Kita adalah generasi yang mengetahui dengan jelas bagaimana kelangsungan perkembangan manusia dari satu sel menjadi seorang individu, yang sebelumnya sudah hidup dan bereaksi terhadap alam sekitarnya. Kita pulalah generasi yang mengenal kejadian-kejadian mulai dari jam-jam dan hari-hari pertama. Sel telur yang matang pada manusia sedang meninggalkan indung telur dilihat untuk pertama kali pada tahun 1930, Mengenai sel-sel orangtua, yaitu terjadinya persenyawaan sperma dan sel telur baru dapat diamati tahun 1944, yaitu empat belas tahun kemudian. Kejadian-kejadian dalam enam hari pertama dalam kandungan diketahui pada tahun 1950-an. Akhirnya dalam tahun 1960-an kita mulai membongkar rahasia susunan dalam sel yang begitu komplek dan yang menurunkan sifat-sifat turun-temurun kita. Akhirnya konsep reproduksi pada hari ini telah dapat kita ketahui secara jelas sebagai berikut: Reproduksi manusia terjadi melalui proses-proses yang umum bagi binatang menyusui. Pada permulaannya terjadi pembuahan (fecondantion) dalam saluran telur (tuba fallopii). Yang menyebabkan pembuahan adalah sperma laki-laki (mani). Dari air mani atau sperma yang mengandung berjuta-juta spermatozoa, satu sel benih sudah cukup untuk terjadinya pembuahan dengan sel telur (ovum) dari pihak wanita. Telur yang telah dibuahi akan menetap pada suatu titik tertentu dalam rahim wanita. Telur ini turun sampai ke rahim dan menetap di sana berpegangan dengan selaput lendir dan lengan otot sesudah tersusunnya plasenta. Telur itu akan berkembang dalam rahim menjadi embrio. Pertama-tama akan terlihat oleh mata biasa, embrio itu terlihat sebagai sepotong daging, lalu akan timbul tulang-tulang sehingga berbentuk manusia. Dan akan dilengkapi dengan perlengkapan lainnya, seperti otot, sistem syaraf, sistem sirkulasi, pembuluh-pembuluh dan lain sebagainya sampai lahir sosok jabang bayi yang sempurna selama kurang lebih 9 bulan. Itulah reproduksi manusia yang telah diperoleh oleh akal fikiran manusia dengan ilmu embriologinya serta dilengkapi dengan peralatan yang serba canggih di abad mutakhir saat ini. Telah diketahui bersama bahwa manusia terdiri dari badan (jasmani) dan Ruh (ruhani). Dipandang dari segi jasmaniah, pada dasarnya tidak ada perbedaan antara manusia dengan binatang. Tetapi jika diperhatikan secara seksama akan ditemukan perbedaan-perbedaan yang mendasar antara keduanya. Di antara perbedaanperbedaannya adalah, pada manusia untuk melaksanakan tindakan dan perbuatan 11 memerlukan pendidikan atau latihan terlebih dahulu, sedangkan pada binalang semua dilakukan atas dasar naluri. Manusia juga memiliki perasaan rohaniah, seperti suka, duka, dan sebagainya dan juga memiliki kehidupan batin yang nampak pada kesadaran akan diri dan lingkungannya. Dan yang paling penting adalah tumbuh kemampuan berpikir sehingga manusia dapat mempelajari bahasa yang dengannya dapat menyalurkan apa yang ada dalam dirinya (pikiran, perasaan, pengalaman, keinginan) untuk menjalin hubungan di antara anggota masyarakat. Kesemuanya ini tidak dimiliki oleh binatang. Ilmu pengetahuan juga mengakui bahwa dalam diri manusia ada jiwa. Yang menjadi masalah adalah apakah jiwa itu substansi yang berdiri sendiri ataukah ia hanya merupakan fungsi atau aktifitas jasad dengan organ-organnya. Masalah ini tentu tidak dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan, tetapi dibahas oleh filsafat. Terdapat perbedaan pendapat mengenai jiwa dalam dua cabang filsafat metafisika, yaitu materialisme (serba zat) dan spiritualisme (serba roh). Materialisme beranggapan bahwa hakekat kenyataan yang serba ragam dan serba rupa adalah zat atau materi. Sedangkan spiritualisme beranggapan bahwa hakekat kenyataan adalah roh atau jiwa; Materi bersifat nyata, bentuknya tidak dapat disentuh oleh panca indra. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa menurut ilmu pengetahuan manusia terdiri dari jasad material yang tidak banyak bedanya dengan jasad binatang. Perbedaan yang menonjol hanya nampak pada besar kecilnya volume otak. Tetapi dari segi batiniah terdapat perbedaan yang besar sekali. Manusia memiliki jiwa yang memungkinkan otak berfikir. Memiliki qalbu yang menjadi sumber penghayatan rohaniyah yang dengannya manusia dapat membentuk tata kehidupan sosial yang penuh dengan norma dan aturan. B. Manusia dalam Pandangan Islam Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Tuhan Pencipta Alam Semesta. Walaupun telah berusaha memahami dirinya selama beribu-ribu tahun, namun gambaran yang pasti dan meyakinkan tak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya nalarnya yang subyektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secara lebih utuh. Allah Sang Pencipta Alam telah menurunkan Kitab Suci Alquran yang di antara ayat-ayatNya adalah gambaran-gambaran konkret tentang manusia. Penyebutan nama manusia dalam Alquran tidak hanya satu macam. Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia, di antaranya: - Dari aspek historis penciptaan manusia disebut dengan Bani Adam (Q.S. AlA’raaf, 7:31). - Dari aspek biologis manusia disebut dengan basyar yang mencerminkan sifatsifat fisik-kimia-biologisnya (Q.S. Al-Mukminun, 23: 33). - Dari aspek kecerdasan manusia disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap pengetahuan (Q.S. Ar-Rahmaan, 55: 3-4). - Dari aspek sosiologisnya disebut annas yang menunjukkan sifatnya yang berkelompok sesame jenisnya (Q.S. Al-Baqarah, 2: 21). 12 Dan dari aspek posisinya disebut „abdun (hamba) yang menunjukkan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepadanya-Nya (Q.S. Saba’, 34:9). Selain dari beberapa istilah tersebut di atas ajaran Islam dalam Alquran juga mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang sempurna dan termulia dari makhluk-makhluk yang lain. - a. Manusia Makluk Terbaik dan Termulia Dalam model penciptaan, Allah menciptakan manusia melalui dua proses, yaitu penciptaan langsung (penciptaan Adam) dan penciptaan tidak langsung (proses reproduksi manusia). Dalam model penciptaan Adam Allah menciptakan manusia dari unsur-unsur tanah yang dibentuk dan air, lalu ditiupkan ruh Allah secara langsung sehingga terciptalah Nabi Adam sebagai manusia pertama. Beberapa unsur tanah yang disebut dalam Alquran adalah seperti berikut: 1) Tiin, yaitu tanah lempung: اَّل ِذز ي َأ ْح َأغ َأيي ُك َّلي َأ ْح ٍء ي َأ َأ َأ ُكي َأ َأ َأذ َأي َأ ْح َأ ي ْح ِذا َأغ ِذاي ِذ يي ِذ ٍءيي (Tuhan) memulai penciptaan manusia dari tanah lempung. (Q.S. AsSajadah, 32:7) Dalam ayat ini, Alquran menyebut kata badaa yang berarti memulai. Ini menunjukkan adanya awal suatu penciptaan dari tiin. Hal ini jelas bermakna tahap yang lain akan segera mengikuti. 2) Turaab, yaitu tanah gemuk sebagaimana disebut dalam ayat: اي َأ َأاياَأ ُكي َأ ِذ ُك ُكي َأ ُك َأ ي ُك َأ ِذ ُكس ُكي َأ َأ َأشْح َأ ي ِذ اَّل ِذز ي َأ َأ َأ َأ ي ِذ يي ُك َأش ٍء يس ُك يًال ي ُك َّل ي ِذ يي ُّن ْح َأ ي ُك َّل ي َأع َّل َأ ا َأ Kawanmu (yang mukmin) berkata kepadanya, sedang dia bercakapcakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada Tuhan Yang Menciptakan kamu dari tanah (turaab), kemudian dari setetes air mani lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?” (Q.S. Al-Kahfi, 18:37) 3) Tiinul laazib, yaitu tanah lempung yang pekat (tanah liat): اي َأ ْحع َأ ْح ِذ ِذ ْح ي َأ ُك ْح ي َأ َأ ُّنذي َأ ْح ًالي َأ ي َّل ْحيي َأ َأ ْح َأ ي ِذ َّل ي َأ َأ ْح َأ ُك ي ِّم يي ِذ ٍءيي َّل ِذص ٍء Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu?” Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dari tanah liat (tiinul laazib). (Q.S. As-Saffaat, 37: 11) 4) Salsalun, yaitu lempung yang dikatakan kalfakhkhar (seperti tembikar). Citra di ayat ini menunjukkan bahwa manusia ―dimodelkan‖. 5) Salsalun min hamain masnuun (lempung dari Lumpur yang dicetak/diberi bentuk): 13 َأ اَأ َأ ْحذي َأ َأ ْح َأ ي ِذا َأغ َأاي ِذ يي َأ ْح َأ ٍءاي ِّم ْحيي َأ َأ ٍءي َّل ْحغ ُك ٍءاي Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari Lumpur hitam yang diberi bentuk. (Q.S. Al-Hijr, 15: 26) 6) Sulaalatin min tiin, yaitu dari sari pati tanah. Sulaalat berarti sesuatu yang disarikan dari sesuatu yang lain: َأ اَأ َأ ْحذي َأ َأ ْح َأ ي ْح ِذا َأغ َأاي ِذ يي ُكع َأ اَأ ٍءي ِّم يي ِذ ٍءيي ُك َّل ي َأ َأؼ ْح َأ ُكي ُك ْح َأ ًالي ِذ ي َأ َأش ٍءسي َّل ِذ ٍءي ي ُك َّل ي َأ َأ ْح َأ ي ا ُّن ْح َأ َأي َأػ َأ َأ ًالي َأ َأخ َأ ْح َأ ي ْحا َأؼ َأ َأ َأي ُك ضْح َأغ ًالي َأ َأخ َأ ْح َأ ي ْحا ُك ضْح َأغ َأي ِذػظَأ ًالي َأ َأ َأغ ْح َأ ي ْحا ِذؼظَأ َأ ياَأ ْح ًالي ُك َّل ي َأ َأن ْح َأ ُكي َأ ْح ًالي َأ َأشي َأ َأ َأ َأس َأ اي َّليُك َأ ْح َأغ ُكيي ْحا َأخ اِذ ِذ َأي ي Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah (sulaalatin min tiin). Kemudian Kami jadikan saripati air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S. Al-Mukminun, 23: 12-14) 7) Air yang dianggap sebagai unsur penting asal usul seluruh kehidupan: َأ ُك َأ ي اَّل ِذز ي َأ َأ َأ ي ِذ َأيي ْحا َأ ي َأ َأنش ًالي َأ َأ َأؼ َأ ُكي َأ َأغ ًالي َأ ِذ ْحش ًالي َأ َأ َأاي َأس ُّن َأ ي َأ ِذذ شيًال Dan Dia (Allah) pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia (Allah) jadikan manusia itu punya keturunan dan musaharah adalah Tuhanmu Mahakuasa. (Q.S. Al-Furqaan, 25: 54) 8) Peniupan Ruh (ciptaan) Allah: َأ ِذ َأر ي َأع َّل ْح ُك ُكي َأ َأ َأ ْحخ ُك ي ِذ ِذي ِذ ييسُّن ِذ ي َأ َأ ُكؼ ْحياَأ ُكي َأع ِذ ِذذ َأيي Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (Q.S. Al-Hijr, 15: 29) ُك َّل ي َأع َّل ُكي َأ َأ َأ َأخي ِذ ِذي ِذ ييسُّن ِذ ِذي َأ َأ َأؼ َأ ياَأ ُك ُك ي ا َّلغ ْح َأغي َأ ْحْلَأ ْح َأ َأسي َأ ْحْلَأ ْح ِذ َأذ َأي َأ ِذ ًالي َّل ي َأ ْحن ُك ُكش َأي ا Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan) Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi kamu sedikit sekali bersyukur. (Q.S. AsSajdah, 32: 9) Demikian model penciptaan langsung nabi Adam yang difirmankan Allah dalam Alquran. Manusia menurut Islam berbeda sama sekali dengan makhluk- 14 makhluk lain, manusia adalah makhluk yang paling terbaik dan sempurna dihadapan Allah. Manusia di samping mempunyai jasad, nyawa, nafsu naluri, dan insting, manusia dilengkapi dengan Ruh Allah (ruhani). Adanya unsur ruhani ini bukan berarti bahwa manusia adalah sebuah organisme yang mempunyai dua unsure jasmani dan ruhani yang masing-masing mempunyai fungsi dan berjalan sendiri-sendiri secara terpisah, melainkan keduanya adalah merupakan satu kesatuan yang terpadu, berjalan berkelindan, tak terpisahkan, berfungsi penuh dan bersama-sama. Karena kelebihannya itulah manusia memperoleh predikat sebagai makhluk terbaik dan termulia, baik bentuk kejadiannya maupun kedudukannya di alam semesta ini. اَأ َأ ْحذي َأ َأ ْح َأ ي ْح ِذا َأغ َأاي ِذ ي َأ ْح َأغ ِذيي َأ ْح ِذ ٍءي Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya. (Q.S. At-Tin, 95: 4) َأ اَأ َأ ْحذي َأ َّلش ْح َأ ي َأ ِذ ي َأد َأ ي َأ َأ َأ ْح َأ ُك ْح ي ِذ ي ْحا َأشِّم ي َأ ْحا َأ ْح ِذشي َأ َأس َأص ْح َأ ُك ي ِّم َأيي ا َّل ِّم َأ ِذي َأ َأ َّل ًالي ض ض ْح َأ ُك ْح ي َأػ َأىي َأ ثِذ ٍءشي ِّم َّل ْحيي َأ َأ ْح َأ ي َأ ْح ِذ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka ke daratan dan lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S. Al-Isra, 17: 70) Dalam model penciptaan proses reproduksi manusia isi ayat-ayat Alquran telah membuka mata pakar dunia di bidang ilmu kedokteran dan embriologi. Mereka terpana akan kesuaian ilmu ilmiah modern yang telah dihasilkan dengan riset-riset mahal dengan wahyu Alquran yang notabene telah ada sejak tahun 500 M yang lalu. Hal ini telah membuktikan kebenaran wahyu Alquran dan agama Islam sebagai pedoman hidup manusia. اي َأ َأؼ َأذاَأ َأ ي ِذ ي َّلاي ِذ َأش ِّم َأ ي ْحا َأ ِذش ِذ ي اَّل ِذز ي َأ َأ َأ َأ ي َأ َأغ َّل َأ َأ ي َأ ُّن َأ ي ْح ِذا َأغ ُكاي َأ ي َأغش َأ يس َّل َأ َأي َأ ِّم ي ُك َأس ٍءي َّل ي َأ َأ "Hai manusia apakah yang telah memperdaya kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuhmu) seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu." (Q.S. AlInfithar, 82: 6-8) Proses terjadinya manusia merupakan fenomena yang baru saja diketahui setelah diketemukannya alat-alat modern yang serba canggih diperbagai segi. Para pakar sains di bidang kedokteran terkejut tatkala mereka menemukan teoriteori proses terjadinya manusia di dalam Alquran yang sangat sesuai dengan hasil yang mereka peroleh setelah melakukan penyelidikan berabad-abad lamanya hingga saat ini. 15 Lalu apa yang sebenarnya dapat dijelaskan oleh Alquran mengenai proses kejadian manusia? Proses Kejadian dalam Kandungan َأ ْح َأ ي َأ ْح ُك ُكش َأاي ِذ َّلاِذي َأ ُك ُك ْح ي َأ ْح َأ ًالي َأ َأ ْح َأ ُك ْح ي ُك َّل ي ُك ِذ ُك ُك ْح ي ُك َّل ي ُك ْح ِذ ُك ْحي ي ُك َّل ي ِذاَأ ْح ِذي ُكشْح َأ ُكؼ َأي ا "Mengapa kamu kafir terhadap Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu."(Q.S. Al Baqarah 2: 28) Di manakah kita, ketika kita belum ada, seperti kata ayat Quran di atas? Kalau menurut ilmu yang telah kita dapat, kita pada waktu itu masih berupa unsur-unsur zat asli di dalam tanah (zat-zat anorganis), sedangkan roh kita masih berada di tangan Allah. Unsur-unsur zat asli yang terdapat di dalam tanah akan diserap, baik itu oleh hewan maupun tumbuhan, dan tak terkecuali akan sampai juga kepada manusia, termasuk ayah dan ibu kita. Dalam tubuh ayah, zat-zat tersebut akan terbentuk menjadi sperma, sedang pada ibu akan terwujud ovum (sel telur). Dari kedua benda (sperma dan ovum) inilah nanti akan terwujud sosok manusia yang menakjubkan di dalam rahim ibu. ُك ِذ َأ ي ِذ يي َّل ي َأد ِذ َأ ْحخ ُكش ُكي ِذ يي َأ ِذْحيي ا ُّن ْح ِذي َأ ا َّل َأش اِذ ِذي "Maka hendaklah manusia memperhatikan dan apa ia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara bagian seksuil daripada lelaki dan perempuan."(Q.S. Ath Thariq, 86: 6-7) َأاَأ ْح ي َأ ُك ي ُك ْح َأ ًالي ِّم يي َّل ِذ ٍّ ي ُك ْح َأى "Bukankah ia dahulu berupa setetes mani yang ditumpahkan." (Q.S. Al Qiyamah, 75: 37) Mani atau sperma yang terbentuk di dalam tubuh setelah terjadinya persenyawaan antara zat-zat yang terbawa dari makanan dengan unsur-unsur lain di dalam tubuh inilah yang merupakan salah satu bahan terpenting bagi terwujudnya sosok manusia. Sebelum membicarakan lebih jauh reproduksi manusia di dalam Alquran, kita perlu mengetahui dulu bagaimana proses reproduksi manusia menurut ide-ide ilmu embriologi modern yang telah diperoleh (lihat bab diatas) 16 Alquran menarik perhatian para ahli mengenai soal-soal reproduksi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Setetes cairan yang menyebabkan pembuahan (facondation). b. Watak dari zat cair yang membuahi. c. Menetapnya telur yang sudah dibuahi dalam rahim. d. Perkembangan embrio di dalam rahim. Setetes cairan yang menyebabkan pembuahan. Alquran mengetengahkan soal ini sebelas kali dalam berbagai surah. Marilah coba kita perhatikan ayat-ayat ini; َأ َأ َأ ي ِذا َأغ َأاي ِذ يي ُّن ْح َأ ٍءي َأ ِذ َأر ي ُك َأ ي َأ ِذ ٌم ي ُّن ِذ ٌميي "Dia telah menciptakan manusia dari nutfah, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata."(Q.S. An Nahl, 16: 4) Kata nutfah dalam ayat ini berasal dari akar kata yang artinya "mengalir". Kata ini dipakai untuk menunjukkan air yang ingin tetap dalam wadahnya, sehingga sesudah wadah itu dikosongkan. Jadi kata tersebut menunjukkan setetes kecil yang dalam hal ini berarti setetes air sperma (mani), karena dalam ayat lain diterangkan bahwa setetes itu adalah setetes sperma. َأاَأ ْح ي َأ ُك ي ُك ْح َأ ًالي ِّم يي َّل ِذ ٍّ ي ُك ْح َأى "Bukankah ia dahulu dari setetes mani (sperma) yang ditumpahkan." (Q.S. Al Qiyamah, 75:37) Dalam ayat lain setetes itu ditempatkan dalam tempat yang tetap atau kokoh yang dinamai rahim. ُك َّل ي َأ َأؼ ْح َأ ُكي ُك ْح َأ ًالي ِذ ي َأ َأش ٍءسي َّل ِذ ٍءيي "Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (sperma) (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)." (Q.S. Al Mu'minun, 23:13) Inilah ayat-ayat Quran yang menunjukkan ide tentang setitik cairan yang diperlukan untuk pembuahan, hal ini sesuai tepat dengan sains yang telah kita ketahui sekarang. Watak dari zat cair yang membuahi Alquran menunjukkan cairan yang memungkinkan terjadinya pembuahan dengan watak-watak atau sifat yang perlu dicermati, - Sperma (seperti yang baru dibicarakan) - Cairan yang terpancar (Q.S. Ath Thariq, 86:6) - Cairan yang hina (Q.S. Al Mursalaat, 77: 20) - Cairan yang bercampur/amsyaj (Q.S. Al Insan, 76:2) 17 Watak cairan yang terakhir perlu digaris bawahi, karena mengandung suatu hal yang menakjubkan yang perlu kita ketahui dan mengerti. ِذ َّل ي َأ َأ ْح َأ ي ْح ِذا َأغ َأاي ِذ يي ُّن ْح َأ ٍءي َأ ْح َأن ٍءي َّل ْح َأ ِذ ِذي َأ َأ َأؼ ْح َأ ُكي َأع ِذ ؼ ًالي َأ ِذ شيًال "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes nutfah yang bercampur.., (QS Al Insan, 76:2) Banyak ahli tafsir seperti Hamidullah dan juga ahli-ahli tafsir kuno yang mereka itu belum memiliki ide sedikit pun tentang fisiologi pembuahan, mereka mengira bahwa kata "campuran" itu hanya menunjukkan bertemunya unsur lelaki dan wanita. Tetapi ahli tafsir modern seperti penulis Muntakhab yang diterbitkan Majelis Tinggi soal-soal Islam di Kairo mengoreksi cara para ahli tafsir kuno dan menerangkan bahwa setetes sperma itu banyak mengandung unsur-unsur. Suatu keterangan yang sangat tepat, walaupun mereka tidak memberikan perinciannya. Apakah unsur-unsur sperma yang bermacam-macam itu? Cairan sperma mengandung unsur-unsur yang bermacam-macam yang berasal dari kelenjarkelenjar sbb; - Tetis, buah pelir yang mengeluarkan spermatozoa yaitu sel panjang berekor dan berenang dalam cairan serolife. - Kantong-kantong benih (besicules seminutes). Organ ini merupakan tempat menyimpan spermatozoa, juga mengeluarkan cairan, tapi tak bersifat membuahi. - Prostat, mengeluarkan cairan yang memberikan sifat krem serta bau khusus kepada sperma. - Kelenjar Cooper/mery, mengeluarkan cairan yang lekat. - Kelenjar letre, yang mengeluarkan semacam lendir. Inilah unsur-unsur campuran yang dimaksud dalam Alquran. Betapa menakjubkan, Alquran memberikan hal-hal yang harus diketahui dengan alat-alat modern pada saat ini, yang tidak mungkin diketahui orang-orang pada waktu Alquran diturunkan 15 abad silam. Ini membuktikan bahwa Tuhan yang menguasai jagat inilah yang menurunkan kitabNya kepada manusia sebagai petunjuk dan bukti akan kebenaran yang Mutlak. Satu lagi para sarjana yang mencoba mempelajari Alquran dibuat kagum dan dengan tulus mereka menyatakan beriman Islam, yaitu bunyi suatu ayat dalam Q.S. As Sajadah, 32: 8; ُك َّل ي َأ َأؼ َأ ي َأ ْحغ َأ ُكي ِذ يي ُكع َأ اَأ ٍءي ِّم يي َّل ي َّل ِذ ٍءيي "Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.” Yang dimaksud saripati di ayat ini adalah suatu bahan yang dikeluarkan atau keluar dari bahan yang lain dan merupakan bagian yang terbaik (terpilih) daripada bahan itu (sperma). Yang lebih jelasnya adalah; yang menyebabkan terjadinya pembuahan (sehingga tercipta manusia) pada sel telur (ovum) pada pihak wanita, adalah satu bagian yang berupa sebuah sel panjang yang besarnya kurang lebih 18 1/10.000 mm. Satu dari beberapa juta sel yang serupa di dalam setetes sperma yang dihasilkan seorang lelaki. Sejumlah yang sangat besar tetap di jalan dan tidak sampai ke trayek yang menuntun dari kelamin wanita sampai ke sel telur di dalam rongga rahim (uterus dan trompe). Bagaimana kita tidak terpukau oleh persesuaian antara teks Alquran dengan ilmu pengetahuan ilmiah yang kita miliki sekarang ini (abad modern)! Menetapnya telur yang sudah dibuahi dalam rahim Telur yang telah dibuahi dalam "trompe" turun bersarang di dalam rongga rahim (cavum uteri). Inilah yang dinamakan "bersarangnya telur". Quran menamakan uterus tempat telur dibuahkan itu rahim (kata jamaknya arham). َأ ُك ِذشُّن ي ِذ ي ْحْلَأسْح َأ ِذ ي َأ ي َأ َأن ي ِذاَأىي َأ َأ ٍء ي ُّن َأغ ًال ى "Dan kami tetapkan dalam rahim apa yang kami hendaki sampai waktu yang sudah ditentukan." (Q.S. Al Hajj, 22: 5) Menetapnya telur dalam rahim terjadi karena tumbuhnya jonjot (villi), yakni perpanjangan telur yang akan mengisap dari dinding rahim zat yang perlu bagi membesamya telur, seperti akar tumbuh-tumbuhan yang masuk dalam tanah. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur di dalam rahim. Pengetahuan hal ini baru diperoleh manusia pada jaman modem saat ini. Pelekatan ini disebutkan dalam Alquran 5 kali, salah satunya ada dalam Q.S. Al Alaq, 96: 2, َأ َأ َأ ي ْح ِذا َأغ َأاي ِذ ْحيي َأػ َأ ٍءي "Yang menciptakan manusia dari sesuatu yang melekat.” "Sesuatu yang melekat" adalah terjemahan kata bahasa arab 'alaq. Ini adalah arti yang pokok. Arti lainnya adalah gumpalan darah yang sering disebutkan dalam terjemahan Alquran. Ini adalah suatu kekeliruan yang harus kita koreksi. Manusia tidak pernah melewati tahap gumpalan darah. Ada lagi terjemahan 'alaq yaitu lekatan (adherence) yang juga merupakan kata yang tidak tepat. Arti pokok yaitu "suatu yang melekat" sesuai sekali dengan temuan sains modern. Secara lebih jelasnya adalah sebagai berikut; Setelah pembuahan antara sperma dengan ovum, kedua sel tersebut akan membelah dari 1,2,4,8,16 dan seterusnya secara cepat sekali. Enam atau tujuh hari setelah pembuahan sel yang banyak menyerupai gelembung kecambah ini menetap dan bersarang pada dinding dalam uterus, yang rupanya seperti bunga karang atau selapis karet busa. Kejadian yang sangat penting ini disebut "nidasi" atau implantasi, maksudnya penyarangan atau penanaman. Selama proses nidasi ini, beberapa pembuluh yang sangat halus dalam jaringan sel sang ibu dibuka. Sisa jaringan yang rusak dan tetes darah kecil yang keluar merupakan makanan untuk sel-sel yang sedang berkembang. Sel-sel ini mengisap makanan dengan cara sama seperti tumbuh-tumbuhan mengisap makanan dari tanah lembab. 19 Memang, "alaq atau sesuatu yang melekat ini akan dengan segera mengeluarkan semacam jaringan akar-akar yang halus sekali, yang disebut "villi". Guna akar-akar ini selain untuk menerima zat makanan, juga supaya 'alaq ini dapat mengikatkan diri dengan kokoh di dalam rahim. Di dalam dinding-dinding inilah 'alaq akan berkembang mengalami metamorfbrse yang amat dasyat. Tak lama lagi 'alaq ini makin lama makin berkembang dan besar. Dan berubah setiap jam menjadi apa yang jelas-jelas sebagai makhluk manusia yang mempunyai kepala, tubuh, tangan, kaki, jari-jari, mata, telingan dan hidung. Ide tentang sesuatu yang melekat ('alaq), disebutkan di beberapa ayat yang lainnya. Misalnya sebagai berikut; ُك َّل ي َأ َأ ْح َأ ي ا ُّن ْح َأ َأي َأػ َأ َأ يًال "Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah (sesuatu yang melekat)."(Q.S. Al Mu'minun 23:14) اي ُك َّل ي ِذ يي ُّن ْح َأ ٍءي ُك َّل ي ِذ ْحيي َأػ َأ َأ ٍءي ُك َأ ي اَّل ِذز ي َأ َأ َأ ُك ي ِّم يي ُك َأش ٍء "Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari 'sesuatu yang melekat'. "(Q.S. Al Mu'min 40:67) َأاَأ ْح ي َأ ُك ي ُك ْح َأ ًالي ِّم يي َّل ِذ ٍّ ي ُك ْح َأى ُك َّل ي َأ َأاي َأػ َأ َأ ًالي َأ َأخ َأ َأ ي َأ َأغ َّل ى "Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim). Kemudian mani itu menjadi 'sesuatu yang melekat, lalu Allah menciptakannya dan menyempumakannya."(Q.S. al Qiyaamah 75: 37-38) Persesuaian ini sungguh menambah iman kepada Allah dan kitab-Nya yang diturunkan kepada Muhammad. Perkembangan embrio dalam rahim. Semua hal yang telah disebutkan oleh Alquran di atas telah diketahui oleh manusia saat ini, dan tidak mengandung sedikitpun hal-hal yang dapat dikritik oleh sains. Sekarang kita mulai membicarakan mengenai tahap-tahap perkembangan embrio di dalam rahim. Setelah kata "sesuatu yang melekat" ('alaq) yang telah kita lihat kebenarannya, Alquran menyatakan bahwa embrio melalui tahap; secuil daging (seperti daging yang dikunyah), kemudian nampaklah tulang yang diselubungi oleh daging (diterangkan dengan kata lain berarti daging segar). ُك َّل ي َأ َأ ْح َأ ي ا ُّن ْح َأ َأي َأػ َأ َأ ًالي َأ َأخ َأ ْح َأ ي ْحا َأؼ َأ َأ َأي ُك ضْح َأغ ًالي َأ َأخ َأ ْح َأ ي ْحا ُك ضْح َأغ َأي ِذػظَأ ًالي َأ َأ َأغ ْح َأ ي ْحا ِذؼظَأ َأ ياَأ ْح ًالي ُك َّل ي َأ َأن ْح َأ ُكي َأ ْح ًالي َأ َأشي َأ َأ َأ َأس َأ اي َّليُك َأ ْح َأغ ُكيي ْحا َأخ اِذ ِذ َأي ي "Kemudian air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu Kami jadikan sesuatu yang melekat itu secuil daging dan secuil daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan 20 daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik."(Q.S. Al Mu'minun 23:14) Daging (seperti yang dikunyah) adalah terjemahan kata bahasa arab "mudlghah", daging (seperti daging segar) adalah terjemahan kata "lahm". Perbedaannya perlu digarisbawahi, embrio pada permulaannya merupakan benda yang nampak kepada mata biasa, dalam tahap tertentu daripada perkembangan sebagai daging yang dikunyah. Sistem tulang berkembang pada benda tersebut di dalamnya, yang dinamakan "mesenbyme". Tulang yang sudah terbentuk dibungkus dengan otot-otot, inilah yang dimaksud kata "lahm". Dalam perkembangan embrio, ada beberapa bagian yang muncul yang tidak seimbang proporsinya dengan yang akan menjadi manusia nanti, sedang bagianbagian lain tetap seimbang. Bukankah arti bahasa arab "mukhallaq" adalah dibentuk dengan proporsi seimbang?, yang dipakai dalam ayat 5 surat Al Maaidah disebutkan untuk menunjukkan fenomena ini? Alquran juga menyebutkan munculnya panca indera dan hati (perasaan, afidah) ُك َّل ي َأع َّل ُكي َأ َأ َأ َأخي ِذ ِذي ِذ ييسُّن ِذ ِذي َأ َأ َأؼ َأ ياَأ ُك ُك ي ا َّلغ ْح َأغي َأ ْحْلَأ ْح َأ َأسي َأ ْحْلَأ ْح ِذ َأذ َأي َأ ِذ ًالي َّل ي َأ ْحن ُك ُكش َأي ا "Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam tubuhnya rohNya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati.” (Q.S. As-Sajadah 32: 9) Terbentuknya seks juga disebutkan dalam Quran surah Faathir ayat 11 dan surah Al Qiyamah 39 juga surah An Najm 45-46 sebagai berikut; َأ ِذْحيي َّل از َأ َأشي َأ ْحْلُك ثَأى َأى َأ ي ا َّلض ْح ٍءي ِذ َأر ي ُك ْح َأ َأ َّل ُكي َأ َأ ِذ يي ُّن ْح َأ "Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari mani yang dipancarkan."(Q.S. An Najm 53: 45-46) b. Ruh dan nafs Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia. Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan ruh menjadi unsur penentu yang membedakan manusia dengan dunia hewan. Sebagaimana banyak dari aspek fisik manusia yang hakikatnya belum diketahui manusia, ruh merupakan misteri besar yang dihadapi manusia. ي َأ اِذ ٌم ي َأ َأنش ًالي ِذ يي ِذ ٍءيي ِذ ييسُّن ِذ ي َأ َأ ُكؼ ياَأ ُكي َأع ِذ ِذذ َأي ي َأ ياِذ ْح َأ َأ اِذ َأ ِذي ِذ ِّم ُكي َأ َأ َأ ْحخ ُك ي ِذ ِذي يس ُّن ِذ ْحري َأ َأا َأ َأ ِذ َأر ي َأع َّل ْح ُك "(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempumakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku, 21 maka hendaklah. kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (Q.S. Saad, 38:71-72) َأ يس ِّم حي ُك ِذ ي اشُّن حُكي ِذ ْحيي َأ ْح ِذش َأ َأ َأ ْحغ اُك َأ َأ ي َأػ ِذيي اشُّن ِذ َأ َأ ي ُك ِذ ُك ي ِّم يي ْحا ِذؼ ْح ِذ ي ِذ َّلي َأ ِذ يًال "Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Q.S. Al-Israa, 17:85) Ruh adalah getaran ilahiah yaitu getaran sinyal ketuhanan sebagaimana rahmat, nikmat, dan hikmah yang kesemuanya sering terasakan sentuhannya, tetapi sukar dipahami hakikatnya. Sentuhan getaran rohaniah itulah yang menyebabkan manusia dapat mencerna nilai-nilai belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dan sebagainya. Istilah nafs banyak tersebar dalam Alquran. Meski termasuk dalam wilayah abstrak yang sukar dipahami, istilah nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolak nafs dapat dirasakan menyebar ke seluruh bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling berhubungan. Nafs bekerja sesuai dengan bekerjanya sistem biologis manusia. ِذ َأ ي َأ اَّل ِذ ياَأ ْح ي َأ ُك ْح ي ِذ ي َأ َأ ِذ َأ ي َأ ُك ْح ِذغ ُك ي اَّل ِذ ي ُكي ْحْلُك ْح َأشىي ِذاَأىي َأ َأ ٍء ي ُك َأغ ًال ى َّل ُكش َأي ا ظي ِذ َأيي َأ ْح َّل ُكي َأ َأ َأ َّلىي ْحْلَأ ُك َأ ضىي َأػ َأ ْح َأ ي ْحا َأ ْح َأ ي َأ ُكشْح ِذع َأ َأ ِذ َّلاي ِذ ي َأراِذ َأ ي َأ َأ ٍءياِّم َأ ْح ٍء ي َأ َأ َأ “Allah memegangjiwa (nafs) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia, tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. Az-Zumar, 39:42) Hubungan antara nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik, dapat menjalin interrelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan cairan, kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik, yaitu penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan. Perpisahan antara nafs dan fisik disebut maut dan ini adalah peristiwa yang paling misterius dalam kehidupaan manusia sebelum ia menjumpai peristiwaperistiwa lainnya di dunia yang lain pula. َأ اَأ ْح ي َأ َأشىي ِذ ِذري اظَّل اِذ ُك َأاي ِذ ي َأغ َأ َأش ِذي ْحا َأ ْح ِذي َأ ْحا َأ آلاِذ َأ ُكي َأ ِذع ُك ْحي َأ ْح ِذذ ِذ ْح ي... ...َأ ْح ِذش ُك ْحي َأ ُك َأغ ُك ُكي “... alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang zalim, (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat 22 memukul dengan tangannya (sambil berkata): Keluarkanlah nafs-mu...” (Q.S. Al-An'aam, 6:93) ظي َأر اِذ َأ ُكي ْحا َأ ْح ِذي ُك ُّن ي َأ ْح ٍء “Tiap-tiap nafs akan merasakan mati." (Q.S. Ali Imran, 3:185) c. Fitrah manusia: Hanif dan potensi akal, qalb dan nafsu Kata fithrah (fitrah) merupakan derivasi dari kata fatara, artinya ciptaan, suci, dan seimbang. Louis Ma'ruf dalam kamus Al-Munjid (1980:120) menyebutkan bahwa fitrah adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat alami manusia, agama, sunnah. Menurut imam Al-Maraghi (1974: 200) fitrah adalah kondisi di mana Allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan pikirannya. Dengan demikian arti fitrah dari segi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal suatu ciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran (hanif). Fitrah dalam arti hanif ini sejalan dengan isyarat Alquran: طي َأػ َأ ْح َأ ي َأ ي َأ ْح ِذذ َأ ي ْح َأش َأي َّل ِذي اَّل ِذ ي َأ َأ َأشي ا َّل َأ طي َأ ي َأ ْحؼ َأ ُك َأي ا َأ اَأ ِذ َّليي َأ ْح ثَأ َأشي ا َّل ِذ ْح َأ َأ ياِذ ِّمذ ِذيي َأ ِذ ًالي ِذ َّل ِذي َأراِذ َأ ي ا ِّمذ ُكيي ْحا َأ ِّم ُك ي َأ َأ ِذ ْح ي َأ اِذ َأخ ْح ِذي "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Q.S. Ar-Ruum, 30: 30) Fitrah dalam arti penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti penciptaan fisik, melainkan juga dalam arti rohaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik. Karena itu fitrah disebutkan dalam konotasi nilai. Lahirnya fitrah sebagai nilai dasar kebaikan manusia itu dapat dirujukkan kepada ayat: يس ُّن َأ ي ِذ يي َأ ِذ ي َأد َأ ي ِذ ييظُك ُك ِذس ِذ ْح ي ُكرسِّم َّل َأ ُك ْح ي َأ َأ ْح َأ َأذ ُك ْح ي َأػ َأىي َأ ُك ِذغ ِذ ْح ي َأ ِذ ْحري َأ َأ َأز َأ َأاَأ ْحغ َأ ي ِذ َأش ِّم ُك ْح ي َأ اُك ْحي َأ َأىي َأ ِذ ْحذ َأ ي َأاي َأ ُك اُك ْحي َأ ْح َأ ي ْحا ِذ َأ َأ ِذي ِذ َّل ي ُك َّل ي َأػ ْحيي َأ َأز ي َأغ ِذ ِذ َأي ي “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Q.S. Al-A'raaf, 7: 172) Ayat di atas merupakan penjelasan dari fitrah yang berarti hanif (kecenderungan kepada kebaikan) yang dimiliki manusia karena terjadinya proses persaksian sebelum digelar ke muka bumi. Persaksian ini merupakan proses fitrah manusia yang selalu memiliki kebutuhan terhadap agama (institusi yang 23 menjelaskan tentang Tuhan), karena itu dalam pandangan ini manusia dianggap sebagai makhluk religius. Ayat di atas juga menjadi dasar bahwa manusia memiliki potensi baik sejak awal kelahirannya. la bukan makhluk amoral, tetapi memiliki potensi moral. Juga bukan makhluk yang kosong seperti kertas putih sebagaimana yang dianut para pengikut teori tabula rasa. Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia tersebut dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi rohaniah. Potensi fisik manusia telah dijelaskan pada bagian yang lalu, sedangkan potensi rohaniah adalah akal, qalb dan nafsu. Akal dalam pengertian bahasa Indonesia berarti pikiran, atau rasio. Harun Nasution (1986) menyebut akal dalam arti asalnya (bahasa Arab), yaitu menahan, dan orang 'aqil di zaman jahiliah yang dikenal dengan darah panasnya adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Senada dengan itu akal dalam Alquran diartikan dengan kebijaksanaan (wisdom), intelegensia (intelligent) dan pengertian (understanding). Dengan demikian di dalam Alquran akal diletakkan bukan hanya pada ranah rasio tetapi juga rasa, bahkan lebih jauh dari itu jika akal diartikan dengan hilunah atau bijaksana. Al-qalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik dan menurut Ibn Sayyidah (Ibn Manzur: 179) berarti hati. Musa Asyari (1992) menyebutkan arti al-qalb dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan dan rohaniah yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan dan arif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akal digunakan manusia dalam rangka memikirkan alam sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu. Keduanya merupakan kesatuan daya rohani untuk dapat memahami kebenaran sehingga manusia dapat memasuki suatu kesadaran tertinggi yang bersatu dengan kebenaran Ilahi. Adapun nafsu (bahasa Arab: al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disehat hawa nafsu) adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Dorongan-dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan kehendak bebas. Dengan nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang menggerakkan manusia ke arah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan untuk menunjukkan jalan yang akan harus ditempuhnya. Nafsu yang terkendali oleh 24 akal dan berada padajalur yang ditunjukkan agama inilah yang disebut an-nafs almutmainnah yang diungkapkan Alquran : َأ ي َأ َّل ُك َأ ي ا َّل ْحظُك ي ْحا ُك ْح َأ ِذ َّل يُك ا َّل يًال ىيس ِّم ِذ َأ سْح ِذ ِذؼ ي ِذاَأ َأ ا َأ ًالي َّل شْح ِذ يس ِذ َأ ْحد ُك ِذ ي ِذ ي ِذػ َأ ِذد َأ ْحد ُك ِذ ي َأ َّل ِذ “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surgaKu.” (Q.S. Al-Fajr, 89:27-30) Dengan demikian manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah (hanif)-nya dan mampu mengelola dan memadukan potensi akal, qalbu, dan nafsunya secara harmonis. d. Manusia Mempunyai Hak Pilih dan Kebebasan Pada setiap ciptaan-Nya, Allah telah menentukan qadamya. Qadar sendiri berarti "memberikan ukuran/keterhinggaan/ketetapan). Arti ini dapat diketahui dari ayat-ayat berikut ini: ضي َأ اَأ ْح ي َأ َّل ِذخ ْحزي َأ اَأذ ًالي َأ اَأ ْح ي َأ ُك يياَّل ُكي َأ ِذش ٌم ي ِذ ي ُك ي ا َّلغ َأ َأ ِذي َأ ْحْلَأسْح ِذ َأ ي ُك َّلي َأ ْح ٍء ي َأ َأ َّلذ َأس ُكي َأ ْح ِذذ ش ًالي اَّل ِذز ياَأ ُكي ُك ْح ْحا ُك ْح ِذ ي َأ َأ َأ “...yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuranukurannya dengan serapi-rapinya.” (Q.S. al-Furqan, 25: 2) َأ ا َّلن ْح ظُك ي َأ ْح ِذش ياِذ ُك ْحغ َأ َأشٍّ ياَّل َأ ي َأراِذ َأ ي َأ ْح ِذذ شُكي ْحا َأؼ ِذض ِذضي ْحا َأؼ ِذ ِذي “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Yasin, 36: 38) َأ اَّل ِذز ي َأ َّلض َأاي ِذ َأيي ا َّلغ َأ ِذ ي َأ ًال ي ِذ َأ َأذ ٍءسي َأ َأ َأنشْح َأ ي ِذ ِذي َأ ْح َأذ ًالي َّل ْح ًالي َأ َأزاِذ َأ ي ُك ْحخ َأش ُك َأاي “Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati,..." [Q.S. az-Zukhruf, 43: 11) ِذ َّل ي ُك َّلي َأ ْح ٍء ي َأ َأ ْح َأ ُكي ِذ َأ َأذ ٍءسي “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Q.S. al-Qamar, 54: 49) َأ ْحذي َأ َأؼ َأ ي َّل ُكياِذ ُك ِّم ي َأ ْح ٍء ي َأ ْحذسيًال “... Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S. ath-Thalaq, 65: 3) ... َأ َأ ي ُك َأ ِّمذ ُك ِذيْلَأ ُك ِذغ ُك ي ِّم ْحيي َأ ٍءْحشي َأ ِذ ُكذ ُكي ِذػ َأذي َّل ِذي ُك َأ ي َأ ْحش ًالي َأ َأ ْحػظَأ َأ ي َأ ْح ش 25 “... Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu, memperoleh (balasannya) di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya,...” [Q.S. al-Muzamil 73: 20]. َأ ِذاي ِّم يي َأ ْح ٍء ي ِذ َّلي ِذػ َأذ َأ ي َأ َأض اِذ ُك ُكي َأ َأ ي ُك َأ ِّمضاُك ُكي ِذ َّلي ِذ َأ َأذ ٍءسي َّل ْحؼ ُك ٍءي “Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (Q.S. al-Hijr 15: 21) Ide yang terkandung dalam doktrin qadar ini adalah bahwa Allah saja yang tak terhingga secara mutlak, sedang segala sesuatu selain Allah sebagai ciptaanNya memiliki "ukuran/keterhinggaan" atau memilih kapasitas yang terbatas. Menurut al-Qur'an, setiap Allah menciptakan sesuatu hal (khalq), Allah memberikan sifat-sitat, potensi-potensi dan hukum-hukum tingkah laku (amr, "perintah" atau hidayah "petunjuk") tertentu kepadanya, sehingga ia menuruti sebuah pola tertentu dan menjadi sebuah laktor didalam "kosmos". Oleh karena itu segala sesuatu di dalam alam semesta ini bertingkah laku sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditentukan padanya secara otomatis mentaati "perintah" Allah-maka keseluruhan alam semesta ini adalah muslim atau tunduk kepada kehendak Allah. Manusia adalah satu-satunya kekecualian didalam hukum universal ini karena diantara scmuanya, manusialah satu-satunya ciptaan Allah yang diberi kebebasan untuk mentaati atau mengingkari perintah Allah. Sebagaimana ciptaan yang lain, pada manusia juga telah ditetapkan sifat-sifat, potensi-potensi dan hukum-hukum tingkah laku, yaitu bahwa manusia diciptakan telah dilengkapi dengan perbekalan-perbekalan yang berupa kodrat, pembawaan jiwa (watak) dan perlengkapan-perlengkapan lainnya. Semua ini dapat diarahkan pemakaiannya kearah yang baik maupun ke arah yang buruk. Jadi tidak sematamata untuk kebaikan atau untuk keburukan saja. Walaupun sebagian orang lebih kuat iradah kebaikannya dan sebagian lain lebih kuat iradah kejahatannya. Semua itu hanya Allah yang tahu ukurannya secara pasti, sebagaimana firman Allah: ي َأ ْحذي َأ ْح َأ َأحي َأ َأ# ي َأ َأ ْحا َأ َأ َأ ي ُك ُك َأس َأ ي َأ َأ ْح َأ َأ# ظي َأ َأ ي َأع َّل َأ ي# ييص َّل َأ َأ َأ ْح ٍء ي# اي َأ يي َأد َّلع َأ َأ َأ ْحذي َأ َأ “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan. Sesungguh-nya beruntunglah orang yang mensucikanjiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. asy-Syams, 91: 7-10) Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah menjadikan manusia dengan sempurna lagi berimbangan dan mengisinya dengan kodrat-kodrat (sarana) yang dapat menerima kebaikan atau kejahatan. Di samping itu Allah juga telah membekali manusia dengan akal yang dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Dan juga Allah memberikan kepada manusia tenaga dan kemampuan untuk membenarkan yang haq dan 26 menyalahkan yang bathil, sanggup mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Tidak hanya itu saja, Allah masih mengutus para rasul untuk mewujudkan jalan-jalan kebenaran dan memberikan bimbingan. Allah juga telah merumuskan dalil-dalil (pokok-pokok pedoman) tentang kebenaran dengan diturunkan kitab suci (al-Qur'an) kepada manusia. Dengan demikian manusia dipandang mukhtar dalam segala perbuatannya, dengan ikhtiar yang hakiki, bukan majazi, karena ia menyukai perbuatan itu dan mempunyai pengaruh dalam meninggalkan perbuatan. Melihat kelengkapan perbekalan yang diberikan Allah kepada manusia, maka manusia harus mengerahkan kodrat dan kemampuannya untuk memilih jalan kebenaran atau jalan sesat. Sebagaimana firman Allah: َأ َأ َأذ ْح َأ ُكي ا َّل ْح َأذ ِذْحيي “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (Q.S. al-Balad, 90: 10) ِذ َّل ي َأ َأذ ْح َأ ُكي ا َّلغ ِذ َأ ي ِذ َّل ي َأ ِذش ًالي َأ ِذ َّل ي َأ ُك سيًال “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (Q.S. al-Insan, 76: 3) Dengan demikian segala hasil dan akibat dari perbuatan manusia adalah karena ulah manusia sendiri, sebagaimana firman Allah: يس ِذ َأ يٌم ظي ِذ َأ ي َأ َأغ َأ ْح َأ ُك ُّن ي َأ ْح ٍء “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (Q.S. al-Muddatstsir, 74: 38) يس ُّن َأ ي ِذظَأ َّل ٍء ياِّم ْح َأؼ ِذ ِذذي َأ ْحيي َأػ ِذ َأ ي َأ اِذ ًالي َأ ِذ َأ ْح ِذغ ِذي َأ َأ ْحيي َأ َأع ي َأ َأؼ َأ ْح َأ ي َأ َأ َأ “Barang siapa mengerjakan amal sholeh maka (pahalanya) untuk dirinva sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba(Nya).” (Q.S. Fushshilat, 41: 46) ِذ َّلاي َأي َأي ُك َأغ ِّمشُكي َأ ي ِذ َأ ْح ٍء ي َأ َّلىي ُك َأغ ِّم ُكش ْحي َأ ي ِذ َأ ْح ُك ِذغ ِذ ْحي “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S. ar-Ra'du, 13: 11) Makna yang senada dapat dilihat pada beberapa ayat berikut ini: ..َأ ُك ِذ ي ْحا َأ ُّن ي ِذ يي َّلس ِّم ُك ْح ي َأ َأ يي َأ ي َأ ْح ُك ْح ِذ يي َأ َأ يي َأ ي َأ ْح َأ ْح ُكشْحي “Dan katakanlah, Kebenaran itu datangnya dan Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin, (kafir) biarlah ia kafir,...” (Q.S. al-Kahfi, 18: 29) َأي ُك َأ ِّم ُك ي ُكي َأ ْحغ ًالي ِذ َّلي ُك ْحع َأؼ َأ ياَأ َأ ي َأ ي َأ َأغ َأ ْح ي َأ َأػ َأ ْح َأ ي َأ ي ْح َأ َأغ َأ ْحي “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesangggupannya. la mendapat pahala (dari kebajikan) yang ia usahakannya 27 dan ia mendapat siksa (Q.S. al-Baqarah, 2: 286) (dari kejahatan) yang dikerjakannya...” َأ َأ ي َأ ْحؼ َأ ُك ي َأ ْحظٌم ي َّل ي ُك ْح ِذ َأ ياَأ ُك ي ِّم يي ُك َّلش ِذي َأ ْحػ ٍءُكيي َأ َأض ي ِذ َأ ي َأ ُك ي َأ ْحؼ َأ ُك َأاي ―Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.‖ (Q.S. as-Sajadah, 32: 17) َأ َأ ي َأ َأ َأ ُك ي ِّم يي ُّن ِذ َأ ٍءي َأ ِذ َأ ي َأ َأغ َأ ْح ي َأ ْح ِذذ ُك ْح ي َأ َأ ْحؼ ُك ي َأػيي َأ ثِذ ٍءشي ―Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).‖ (Q.S. asy-Syuura, 42: 30) ْحضي اَّل ِذز ي طياِذ ُك ِذز َأ ُك ي َأؼ َأ ظَأ َأ َأشي ْحا َأ َأغ ُكدي ِذ ي ْحا َأ ِّمشي َأ ْحا َأ ْح ِذشي ِذ َأ ي َأ َأغ َأ ْح ي َأ ْح ِذذ ي ا َّل ِذ َأػ ِذ ُك ياَأ َأؼ َّل ُك ْح ي َأشْح ِذ ُكؼ َأي ا ―Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merusakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).‖ (Q.S. ar-Rum, 30: 41) ْل َأغ ِذاي ِذ َّل ي َأ ي َأع َأؼى َأ َأاياَّل َأ ْحظياِذ ْح ِذ ―Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.‖ (Q.S. an-Najm, 53: 39) Keterangan di atas menunjukkan bahwa Allah memberikan kebebasnya kepada manusia untuk menggunakan potensi-potensi yang telah diberikan Allah kepada manusia. Dengan demikian perbuatan manusia adalah hasil dari kehendak dan kemampuan manusia sendiri, yaitu kehendak dan kemampuan yang telah diberikan Allah kepada manusia. , Dengan potensi dan kemampuan diatas, manusia dibebani taklif, yaitu untuk berbuat baik dan meninggalkan yang buruk; menunaikan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan. Sebagai konsekwensinya, manusia diminta untuk memperianggungjawabkan atas segala penggunaan potensi-potensi dan kemampuan yang telah diberikan Allah padanya untuk melakukan kebaikan atau keburukan. Jika ia menggunakan potensi-potensi dan kemampuan itu untuk kebaikan, maka Allah akan membalas dengan kebaikan danjika ia menggunakannya untuk melakukan keburukan, maka Allah akan membalas dengan keburukan pula. Demikian itulah keadilan Allah kepada hamba Nya. Akhimya dapat diketahui bahwa dengan dibekali potensi-potensi, kemampuan dan akal; diberi petunjuk tentang kebaikan dan kejahatan (dengan diutusnya rasul dan diturunkannya kitab suci); dibebani kewajiban dan dimintai tanggung-jawab, maka manusia diberi kebebasan berkehendak/ikhtiar untuk menentukan apa yang 28 dikerjakan sebatas kemampuan yang telah diberikan oleh Allah. Dengan demildan manusia bukanlah makhluk yang terpaksa. Namun demikian kehendak dan kemampuan manusia bukanlah kehendak dan kemampuan yang bebas tanpa batas. Melainkan semua itu dibatasi oleh sunnatullah, yaitu ketetapan Allah yang telah diberikan Allah kepada makhluk Nya. e. Peran Ganda Manusia: Hamba dan Khalifah Allah menciptakan manusia tidak sekadar untuk permainan, tetapi untuk melaksanakan tugas yang berat (Q.S. al-Mu'minun, 23: 115) menunaikan amanah yang manusia memang telah bersedia untuk menerimanya (Q.S. al-Ahzab, 33: 72), yaitu melaksanakan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi dan misinya untuk menciptakan kemakmuran di muka bumi. Fungsi sebagi khalifah ditunjukkan oleh ayat: ضي َأ ِذ َأ ًالي َأ اُك ْحي َأ َأ ْح َأؼ ُكي ِذ َأ ي َأ ِذ ْحري َأ َأا َأ يس ُّن َأ ياِذ ْح َأ َأاِذ َأ ِذي ِذ ِّم ي َأ ِذػ ٌمي ِذ ي ْلَأسْح ِذ اي َأ ُك َأ ِّمذطُك ياَأ َأ ي َأ َأي ا َأ يي ُك ْح ِذغ ُكذي ِذ َأ ي َأ َأ ْحغ ِذ ُك ي ا ِّمذ َأ ي َأ َأ ْح ُكيي ُك َأغ ِّمحُكي ِذ َأ ْح ِذذ َأ ي ِذ ِّم ي َأ ْحػ َأ ُك ي َأ ي َأي َأ ْحؼ َأ ُك َأي ا “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi'. Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. al-Baqarah, 2: 30) ٍءي ُك ْح ي َأ ْح َأ ْحضي َأد َأس َأ قي َأؼ ٍء ُكياَأ َأغ ُك سٌمي َّلس ِذ ٌمي ْحض ضي َأ َأس َأ َأغي َأؼ َأ ي َأ َأؼ َأ ُك ْح ي َأ َأاِذ َأ ي ْلَأسْح ِذ اي َأ ِذ َّل ي َأ ي َأ ُك ْح ي ِذ َّلا َأ يس َّل َأ ي َأع ِذش غُكي ْحا ِذؼ َأ ِذ َأ ُك َأ ي اَّل ِذز اِّم َأ ْح ُك َأ ُك ْح ي ِذ “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa (khalifah) di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sehagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksanya dan sesungguhnya Dia M aha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-An'am, 6: 165) Misi manusia adalah membuat kemakmuran di muka bumi dengan jalan menegakkan sebuah tata sosial yang bermoral untuk terwujudnya masyarakat yang beradab, adil dan makmur untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hal ini bisa ditelusuri dalam firman Allah: يس ْح َأ ًالياِّم ْح َأؼ اَأ ِذ َأيي َأ َأ ي َأسْح َأع ْح َأ َأ اي ِذ َّل َأ “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. al-Anbiya', 21: 107) 29 Di samping kewajiban untuk menunaikan amanah sebagai khalifah, maka kewajiban yang lain yang langsung kepada Allah adalah "Ibadah". Allah bahkan telah menegaskan bahwa manusia diciptakan memang untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana firman Allah sebagai berikut: ظي ِذ َّل ياِذ َأ ْحؼ ُك ُكذ ِذاي َأ َأ ي َأ َأ ْح ُك ي ْحا ِذ َّليي َأ ْح ِذا َأ “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah KU.” (Q.S. adz-Dzariyat, 51: 56) Oleh karena itu manusia hams mengabdikan diri sepenuhnya untuk menghambakan diri semata-mata karena Allah. يساِّم ي ْحا َأؼ اَأ ِذ َأيي ُك ْح ي ِذ َّلاي َأ َأ ِذ ي َأ ُك ُكغ ِذ ي َأ َأ ْح َأ َأ ي َأ َأ َأ ِذ ِذياِذ َأ “Katakanlah: „Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. al-An'am, 6: 162) Jadi sebenamya seluruh aktivitas manusia adalah mempunyai nilai ibadah apabila dilakukan dalam rangka penunaian amanah sebagai khalifah untuk menuju tercapainya cita-cita agama Islam. C. Alam semesta dan Islam Bagaimana Tuhan Merekayasa, Merencana, Membuat dan Menghancurkan Jagat Raya? Perkembangan ilmu Pengetahuan (scientific progress) biasanya ditemukan dalam langkah kecil-kecil saja. Kita lambat memahami kenyataan. Tetapi, pada suatu saat yang tepat seorang ilmuwan akan menemukan langkah kemajuan yang menghasilkan suatu kebenaran ilmiah. Bila ini terjadi pemahaman kita terhadap kenyataan akan berubah menjadi baru. Saat kanak-kanak, tentu masih teringat ketika kita bermain di waktu malam hari bersama teman-teman. Anak-anak sering bertanya, "Siapa ya, yang bisa menghitung banyaknya bintang di langit?" Pengalaman Carl Sagan Direktur NASA; menyatakan bahwa orang tua kurang berpikir, justru anak-anaklah yang sering ingin tahu seperti apa itu Lubang Hitam, apa komponen terkecil dari materi, mengapa kita teringat masa lalu dan bukan ingat masa depan, dan mengapa ada jagat raya? Kebanyakan orangtua atau guru malahan merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu, karena akan menyingkap keterbatasan pemahaman kita, manusia. Menjawab beberapa pertanyaan di atas ilmuwan menyatakan bahwa Matahari, Bumi, Bulan, bintang Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto itu merupakan sistem matahari dan berada di galaksi Bima Sakti; galaksi kita ini, demikian pula galaksi yang lain dihuni oleh kurang lebih 100 milyar bintang. Dan jumlah galaksi-galaksi (seperti galaksi Bima Sakti, galaksi Spiral dll) di langit terdapat sebanyak 100 milyar juga. Jadi total bintang di langit adalah 100 milyar kali 100 milyar = 10 ribu milyar-milyar? Inilah yang dimaksud dengan "jagat Raya". Jagat raya yang berisi bintang-bintang itu berbentuk tidak seperti bola, namun seperti 30 "dendeng sapi", pipih, karena efek "inflation" dan berada di ruang kosong, (nothingness) tak seperti apapun. Apa yang ada di alam raya itu ternyata identik sama dengan apa yang ada di otak manusia. Banyaknya neron di otak manusia pun juga kurang lebih 100 milyar. Ilmuwan James Jean berkata, kinerja jagat raya itu tidak seperti mesin "great machine", namun seperti otak manusia, yakni berpikir "great thought". Bagaimana Alam Semesta Dibuat dan Dihancurkan? Dalam buku kosmolog nomor wahid, Stephen Hawking; A Brief History of Time, 1988; dan Stephen Hawking for beginners, 1996, dibuka dengan pertanyaan dasar; Dari mana jagat raya itu berasal dan akan ke mana? Adakah awal jagat raya, dan jika ada apa yang terjadi sebelumnya? Apakah kodrat waktu itu? Akankah waktu itu kunjung berakhir? Pertanyaan-pertanyaan Hawking ini aslinya adalah pertanyaan kuno yang dibenahi untuk lebih menjurus ke perspektif dari pertanyaan filsuf Yunani Aristoteles 2500 tahun yang lalu, yakni; How is the universe constructed? (Bagaimana jagat raya dibuat?). Hingga jaman milenium ini tak ada ilmuwan yang mampu mendekati jawaban pertanyaan itu, kecuali Hawking. Singkatnya, di tahun 1995 Hawking dengan pendekatan ilmiah, dan didukung oleh General Relativitynya Einstein, Eddington, Penzias-Wilson; Quantum theory of Planck, Heisenberg, Schrodinger & Bohr; Quantum Cosmology of H&H, George Smoot; Expanding universe of Friedman, Hubble dan sederet pakar yang lain, berhasil menjawab pertanyaan Aristoteles yang mahsyur; "Bagaimana jagat Raya dibuat?" Namun jawabannya membingungkan (paradox), yakni jagat raya bermula namun juga tidak bermula. Dengan kata lain, bermula (suatu penciptaan) sedang tak bermula (analog tak ada penciptaan). Jagat raya ada dan eksistensinya berlanjut terus; Juga ada big bang namun sesungguhnya tak ada big bang. Dengan hasil jawaban seperti itu Hawking kebingungan, sehingga dia mendambakan Theory of every thing (teori asal mula sesuatu) yang akan dapat menjelaskannya, dan pada dasarnya dapat difahami oleh semua orang, bukan hanya ilmuwan, hingga kita mengerti pikiran Tuhan. Seperti dinyatakan oleh filsuf Geston Bachelard bahwa manusia modern akan ditantang oleh permasalahan-permasalahan yang "contra mind", salah dan benar, baik dan buruk menyatu, membingungkan (paradox). Kenyataan yang membingungkan (paradoxical fact) ini baru akan menjadi wajar nanti pada cucu-cucu kita, kata Hawking. Einstein sendiri hingga ajalnya menolak yang "membingungkan" itu dengan ucapannya yang terkenal;" Saya tidak percaya Tuhan bermain dadu terhadap jagat raya. Pengertiannya adalah bahwasanya hukum Sains itu tertentu (determinan), maka Einstein tak percaya kalau hukum Tuhan itu awur-awuran, acak-acakan, tidak determinan. Ketidakpastian hasil temuan ilmiah yang saling bertentangan namun masingmasing teori dapat dibuktikan tersebut pada dasarnya telah menghancurkan pandangan bahwa ilmu pengetahuan alam yang dipandang Hawking pasti, tampaknya kini sejak Einstein mengemukakan teori relativitasnya menjadi 31 sebaliknya, yaitu justru menjadi penuh ketidakpastian. Ruang dan waktu yang diyakini Newton sebagai absolut teryata bagi Einstein adalah justru relatif. Ruang dan waktu menjadi relatif ketika unsur cahaya menjadi variabel dari gerak. Oleh karenanya, panjang ruang dan panjang waktu adalah sesuatu yang relatif, karena ternyata keduanya tergantung kepada keadaan pengukurnya. Teori relativitas Einstein kemudian memperoleh dukungan secara revolusioner dari teori fisika Quantum Plank, yang membicarakan tentang dunia mikro subatomik, yang merombak total pandangan tentang materi. Dengan teori ini pandangan lama tentang bahwa atom-atom dunia mikroskopik adalah materi terkecil dari materi, terpaksa harus ditinggalkan dan tergusur serta terpuruk menjadi tidak relevan. Alam yang menurut teori lama Newton diyakini sebagai hukum-hukum sebab akibat yang berjalan secara deterministik dan pasti ternyata menurut teori Quantum tidaklah demikian, melainkan —alam tersebut— diatur oleh hukum-hukum kemungkinan. Artinya, pada tingkat materi yang terkecil alam mengelak tidak bisa diketahui oleh mata manusia. Di sinilah kemudian para ilmuwan meyakini adanya ruang mistik dalam ilmu fisika yang selama ini diyakini sebagai ilmu pasti. (Komaruddin Hidayat & M. Wahyuni Nafis: 1995) Demikian pula dengan rekayasa jagat raya (alam semesta) ini pun akhirnya akan dapat kita pahami. Di dalam AlQur'an kitab Suci umat Islam pada ayat pertama surah Al Fatihah terdapat kata, al-alamin, kata yang berulangkali dalam AlQur'an sebanyak 37 kali itu telah coba ditafsirkan oleh para ulama terdahulu. Mereka berkesimpulan bahwa alam terbagi ke dalam dua bagian, yaitu alam atas yang meliputi semua bendabenda di langit dan alam bawah yaitu semua benda hidup dan mati yang terdapat di atas bumi. Ternyata, menurut Abdu al Razzaq Naufal, bahwa kemajuan ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa alam semesta terbagi ke dalam dua alam, yaitu alam yang tampak (fisikal) dan alam yang tak tampak (nonfisikal). Yang pertama adalah segala yang tampak baik dengan mata telanjang atau pun dengan alat. Dan alam yang tidak tampak merupakan kenyataan yang tidak diragukan lagi. Menurut para ulama sekarang bahwa alam yang tak tampak adalah lebih luas dan lebih sarat dengan isinya dibandingkan dalam alam yang tampak. Dalam surah Al Haaqqah,69:38-40 Allah telah bersumpah dengan kedua alam ini: ي#ا ي َأ َأ ي َأ ي ُك ْح ِذ ُكش َأي#ا َأ َأ ي ُك ْح ِذغ ُك ي ِذ َأ ي ُك ْح ِذ ُكش َأي ِذ َّل ُكياَأ َأ ْح اُكي َأس ُكع ٍءاي َأ ِذش ٍء ي "Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat. Sesungguhnya AlQur 'an itu adalah benar-benar wahyu Allah (yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia." Sedang dalam surah Al A'raf, 7:27 Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya syaitan dan bala tentaranya melihat kita, tetapi kita tidak melihat mereka: 32 ي َأد َأ ي َأي َأ ْح ِذ َأ َّل ُك ُك ي ا َّلن ْح َأ ُكاي َأ َأ ي َأ ْح َأش َأ ي َأ َأ َأ ْح ُك ي ِّم َأيي ْحا َأ َّل ِذي َأ ِذض ُك عي َأػ ْح ُك َأ ي ُك َأ ياِذ ِذُكش َأ ُك َأ ي َأع ْح َأ ِذ ِذ َأ ي ِذ َّل ُكي َأ َأش ُك ْح ي ُك َأ ي َأ َأ ِذ ُك ُكي ِذ ْحيي َأ ُك ْحثي َأي َأ َأش ْح َأ ُك ْح ي ِذ َّل ي َأ َأؼ ْح َأ ي ِذ َأيي َأ ْح اِذ َأ ياِذ َّل ِذز َأيي َأي ُك ْح ِذ ُك َأي ا َأ ي َأ ِذ اِذ َأ َأع ا َّلن َأ "Hai anak Adam janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari syurga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperhatikan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” Dalam surah Al Nisaa, 4:153 Allah mencerca orang-orang yang mengaku bahwa satu-satunya sumber informasi tentang alam fisik adalah melalui pengamatan pancaindera. َأ َأشي َأ ي ِذ يي ِّم َأيي ا َّلغ َأ ِذ ي َأ َأ ْحذي َأع َأاُك ْحي ُك َأعىي َأ ْح َّل ِذػ َأ ُكي ِذظُك ْح ِذ ِذ ْح ي ُك َّل ي َّل َأخ ُكز ْحي ْحا ِذؼ ْح َأ ْح َأ ي ُك َأعىي ُكع ْح َأ ًالي ُّن ِذ ي ًال اي َأاي ُك َأ ِّمض َأاي َأػ َأ ْح ِذ ْح ي ِذ َأ ًالي َأ ْحغ َأاُك َأ ي َأ ْح ُكي ْحا ِذ َأ ِذ ِذ يي َأراِذ َأ ي َأ َأ اُك ْحي َأ ِذس َأ ي ِذي َأ َأْحش ًالي َأ َأ َأ َأز ْح ُك ُك ي ا َأ ْحؼ ِذذي َأ ي َأ ْح ُك ُك ي ْحا َأ ِّم َأ ُك ي َأ َأؼ َأ ْح َأ ي َأػيي َأراِذ َأ ي َأ "Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar daripada itu. Mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata. "Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.” Berita alQur'an di atas temyata relevan dengan hasil yang diperoleh ilmuwan modern dalam bentuk teori-teori hasil penelitian ilmiahnya. Teori-teori. tersebut adalah teori Relativitas Umumnya Einstein (klasik) dan teori Fisika Quantumnya Plank seperti yang telah kita singgung di atas. Pertama, teori Relativitas Umum Einstein, mampu menjelaskan kosmologi atau alam semesta, makrokosmos yang tampak. Dan kedua, teori Quantum Plank, mampu menjelaskan lingkup atau obyek yang sangat-sangat kecil hingga tak terinderakan (gaib), mikrokosmos (alam semesta yang tak tampak). Dan tampaknya kita perlu memahami keduanya secara garis besar dalam konteks isu penciptaan alam semesta (universe) ini. Teori Quantum Plank Seperti yang telah sedikit kita singgung di depan, teori Quantum adalah teori untuk mengukur obyek yang sangat kecil hingga yang tak terinderakan (bisa yang gaib). Teori ini membicarakan tentang dunia mikro sub-atomik, dan merombak total pandangan tentang materi. Dengan teori ini pandangan lama yang meyakini bahwa atom-atom dunia mikroskopik adalah materi terkecil dari materi, terpaksa hams 33 ditinggalkan dan tergusur serta terpuruk menjadi tidak relevan. Menurut teori Quantum di wilayah alam mikrokosmik diatur oleh hukum-hukum kemungkinan. Artinya, pada tingkat materi yang terkecil alam mengelak tidak bisa diketahui oleh mata manusia. Dari teori Quantum inilah fisika atau lebih tepatnya ilmu pengetahuan mengakui adanya alam yang tidak tampak, alam gaib, alam non-fisikal. Sehingga ramalan adanya alam akherat pun relevan dipercayai adanya dan dapat dibuktikan. Alam non fisikal itu berbeda dengan fenomena ruang kosong (vacum) dan fenomena lubang hitam. Tetapi keduanya dapat membuktikan adanya alam tak tampak tersebut. Dalam level Quantum semuanya relatif tidak ada kepastian. Dasar hukum teori quantum adalah pengamatan dan pendefinisian yang cermat pada variabel 1 (kamar 1) akan menghancurkan atau menghilangkan variabel 2 (kamar 2), dan sebaliknya; kalau pengamatan dan pendefinisian tidak tepat, ketat dan cermat maka keduanya tidak saling menghancurkan dan menghilangkan (kompatibel), dan ada bersama-sama (Bohr). Berkenaan dengan hukum Quantum tersebut The uncertainty principle & Virtual particles; Heisenberg, menjelaskan bahwa ada batas kecermatan yang kita dapati tatkala kita mengamati kuantitas phisik tertentu, misalnya posisi, implus, energi dan bahkan waktu. Hingga tidak ada kuantitas dengan ketepatan mutlak. Partikel dan anti partikel yang satu mempunyai energi positif, yang lain mempunyai energi negatif, bila keduanya bertemu keduanya menghilang, hal ini biasanya terjadi di ruang kosong dan dekat lubang hitam, Prinsip ketidakpastian meramalkan bahwa energi dapat muncul secara kontinu dan menghilang pada skala yang ditentukan oleh konstanta Plank; namun dengan persamaan Einstein E = me2 energi ini dapat berubah menjadi partikel dan anti partikel, muncul dan menghilang... ini dinamakan partikel virtuil melonjak-lonjak di mana-mana tepat di bawah ambang dari fakta/realitas teramati. Dengan Model Matematika (MM) Schrodinger yang dapat menggambarkan sifat gelombang dan partikel pun dapat membuktikan bahwa kepastian adanya alam nonfisikal itu adalah benar. Dan keberadaan alam yang tampak dan alam yang tak tampak dilingkupi oleh ruang kosong yang amat sangat luas. Relativitas Umum Enstein Pada dasamya Teori Relativitas Einstein dapat menjelaskan proses awal dan akhir terjadinya alam semesta yang tampak (universe), baik kemungkinan mengembangnya (Big Bang) maupun kemungkinan mengerutnya (BigCrunch). Teori Relativitas Urnum Einstein pada tahun 1995 sudah meluas dan diakui. Teori Einstein mencoba mengoreksi teori Hukum Gravitasi Newton. Menurut Newton buah apel yang jatuh ke bumi itu karena adanya forsa tarik dari Bumi yang bermassa besar (ingat magnet yang mempunyai kekuatan untuk menarik besi). Teori Einstein mengoreksi bahwa forsa tarik itu tidak ada. Sebetulnya apel itu tidak ditarik bumi, namun apel itu meluncur (nggondor, Jw.) ke arah bumi. Hal itu berkenaan dengan adanya hubungan antara materi dan ruang. Dijelaskan bahwa materi memberi tahu ruang bagaimana harus melengkung, lalu ruang memberitahu 34 materi bagaimana harus bergerak, jadi tak ada forsa tarik Newton. Ruang yang berada dekat bumi (materi yang massanya besar) akan melengkung seperti gambar "contong", "terompet", "kerucut". Makin besar massanya maka makin memanjang, membesar dan melebarkan mulut contong hingga peluncuran benda (apel, bintang) semakin deras. Demikianlah, teori ini menjelaskan akan terjadinya alam semesta yang mengerut (Big Crunch). Apalagi fenomena Lobang Hitam telah diketemukan. Apa itu Lobang Hitam? Lobang Hitam adalah sebuah wilayah yang dulunya dihuni oleh sebuah bintang. Bintang-bintang memancarkan cahaya dengan mengkonsumsi massanya sendiri melalui proses pembelahan nuklir. Dan ketika tidak lagi mampu melakukan radiasi, bintang-bintang tersebut akan kehilangan medan gravitasi. Hal ini secara efektif menjebak energi cahaya yang terdapat dalam medan tersebut, atau sebaliknya, mencegah cahaya dari luar untuk memasuki wilayahnya. Sebuah Lobang Hitam memecah ruang tiga dimensi menjadi dua bagian: Sebuah wilayah dalam yang dibatasi oleh sebuah permukaan lunak dua dimensi yang disebut event horizon; dan wilayah lain, diluar event horizon, berupa lempeng yang tidak menggejala (a symptomatically)... Diandaikan, sebagai bagian dari definisi, tidak ada satupun titik diwilayah dalam dapat berhubungan dengan titik mana pun yang ada di luar. Ketiadaan hubungan ini dibuktikan dengan tidak adanya sinyal cahaya yang berasal dari wilayah-dalam menembus event horizon. Keberadaan lempeng yang tidak menggejala bukti bahwa Lobang Hitam memiliki wilayah yang terpisah, dan juga memiliki hukum alam yang berbeda dengan bagian alam yang lain. Artinya Lobang Hitam adalah alam raya yang tertutup kebalikannya dengan alam raya kita saat ini yang bersifat terbuka dan mengembang. (Candrasekhar: 1984.hlm.504) Karena nilai energi cahaya dapat saling dibalik melalui persamaan relativitas Einstein, maka implikasi kosmologis dari keberadaan lobang Hitam adalah: ia akan mereduksi massa yang dapat digunakan untuk mencapai tekanan kritis, sehingga menjadwalkan alam raya ini tetap berkembang. Akan tetapi misalnya lobang hitam itu membuka diri (akibat sangkakala yang dibunyikan), maka akan terjadi big crunch. Gambarannya, dalam perjalanan waktu, oleh karena banyak benda langit, bintang terperangkap dan meluncur ke dalam terompet dari lubang hitam yang sangat besar massanya, maka makin lama massanya bertambah dan peluncuran menjadi lebih deras hingga sinar yang berada dekat lubang hitam terperangkap pula. Semakin bertambah massanya maka mulut contong semakin melebar hingga bisa jadi seluruh bintang dalam galaksi tertelan semuanya. Dan kalau proses ini terus berlanjut, maka seluruh alam semesta akan tersedot. Dengan kata lain alam semesta tidak mengembang tapi mengkerut dan mengecil dan lenyap, terjadilah Big Crunch. Semua kembali ke singularitas atau yang Maha Satu jika sangkakala atau terompet beraksi dan dibunyikan. ْحض ُك ُكي َأ ْح َأ ي ْحا ِذ َأ َأ ِذي َأ ا َّلغ َأ ُك ي َأ َأ ي َأ َأذ ُكس ي َّل َأي َأ َّل ي َأ ْحذ ِذس ِذي َأ ْحْلَأسْح ضُك ي َأ ِذ ؼ ًالي َأ َأ ي#ا َأ ْح ِذ َّل ٌم ي ِذ َأ ِذ ِذ ِذي ُكع ْح َأ َأ ُكي َأ َأ َأؼ اَأىي َأػ َّل ي ُك ْحن ِذش ُك َأي 35 ضي ِذ َّل ي َأ يي َأ ي َأ ُك ِذ َأخي ِذ ي ا ُّن ِذسي َأ َأ ِذؼ َأ ي َأ يي ِذ ي ا َّلغ َأ َأ ِذي َأ َأ يي ِذ ي ْحْلَأسْح ِذ ي#ا َّل ُكي ُك َّل ي ُك ِذ َأخي ِذ ِذي ُك ْح َأشىي َأ ِذ َأر ي ُك ي ِذ َأ ٌم ي َأ ظُك ُكش َأي "Dan mereka tidak mengagung Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya, pada hari kiamat langit akan digulung dengan kekuasaannya... Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang dilangit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah..”(Q.S. 39:67-68) Di lain pihak setelah Ilmuwan Rusia Friedmann membuang konstanta kosmologi Lamda dari persamaan teori Relativitas Einstein dia mendapatkan satu alam semesta (universe) yang mengembang. Einstein marah..., namun akhirnya mengakui kebenarannya, bahwa alam semesta kemungkinan juga mengembang. Saat ini kemungkinan ini sudah dibuktikan kepastiannya dengan diketemukannya fenomena Big Bang yang menghasilkan teori Big Bang. Secara ringkas teori tersebut menyatakan bahwa alam raya ini berasal dari sebuah massa gas dengan tekanan maha besar, yang karena tekanan internalnya "meledak" dan memancarkan materi yang sangat panas. Begitu materi tersebut mendingin maka lahirlah galaksi-galaksi dengan segala bintang-bintang dan tata suryanya. Ledakan inilah yang menjadi sumber istilah "Alam Raya yang Mengembang" (expanding Universe) yang prosesnya juga masih berlangsung hingga saat ini (Weinberg: 1978). Teori Big Bang dengan "Alam Raya yang Mengembang itu ternyata relevan dengan kitab suci Alqur'an yang menyatakan: "Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan dia (langit itu masih merupakan) asap...(Q.S. 32:11) يس ْح ًالي َأ َأ َأ ْح َأ ُك َأ ي َأ َأ َأؼ ْح َأ ي ضي َأ َأ َأ َأ َأ َأ اَأ ْح ي َأ َأشي اَّل ِذز َأيي َأ َأ ُكش ي َأ َّلاي ا َّلغ َأ َأ ِذي َأ ْحْلَأسْح َأ ِذ َأيي ْحا َأ ي ُك َّلي َأ ْح ٍء ي َأ ٍّ ي َأ َأ َأ ي ُك ْح ِذ ُك َأي ا "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya " (Q.S. 21:30) َأ ا َّلغ َأ ي َأ َأ ْح َأ َأ ي ِذ َأ ْح ٍءذي َأ ِذ َّل ياَأ ُك ِذع ُكؼ َأاي "Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan Kami, dan Kami meluaskannya" (Q.S.51.47) Q.S. 32:11 menetapkan adanya suatu kumpulan gas dengan bagian-bagian kecil yang sangat halus. Dukhan = asap. Asap itu terdiri dari stratum (lapisan) gas dengan bagian-bagian kecil yang mungkin memasuki tahap keadaan keras atau cair dalam suhu rendah atau tinggi. Dan Q.S. 21:30 menyebutkan proses perpisahan (fatq) dari suatu kumpulan pertama yang unik yang terdiri dari unsur-unsur yang dipadukan "ratq". Kita tegaskan lagi, "fatq" dalam bahasa Arab artinya memisahkan dan "ratq" artinya perpaduan atau persatuan beberapa unsur untuk dijadikan suatu kumpulan yang homogen. Sedangkan Q.S. 51: 47 menyatakan bukankah langit, 36 terjemahan kata "samaa"' itu tidak lain daripada alam di luar bumi? Yang diterjemahkan: "...dan Kami meluaskannya" adalah kata fa'il daripada kata kerja ausa'a yang artinya membesarkan, melebarkan. (Maurice Bucaille: 1976) Selanjutnya Friedmann memprediksi untuk eskpansi alam semesta dapat disarikan dengan mengamati tiga nilai yang berbeda untuk massa universe dalam term rasio omega. Pertama, Densitas massa universe lebih besar dari nilai kritis, maka laju ekspansi rendah dan massa begitu besar untuk gravitasi hingga menghentikan ekspansi dan membalikkannya. Big Crunch terjadi singularitas, omega >1. Kedua, Densitas massa lebih kecil dari nilai kritis. Maka universe mengembang cepat. Gravitasi tak mampu menghentikannya, namun mengerem sedikit. Omega <1. Dan ketiga, Densitas massa sama dengan nilai kritis. Universe ekspansi cukup cepat lalu melambat, namun tidak berbalik. Kecepatan ekspansi menurun asimtotis. Omega=l. Untuk memahami tiga kemungkinan di atas secara mudah, barangkali bisa kita bayangkan bahwa alam semesta itu sama dengan sebuah bola tennis dan dilemparkan ke atas agar bisa mengembang. Pelemparan pertama, kita lempar bola itu ke atas, maka bola akan segera kembali jatuh ke tanah. Lemparan kedua, dengan kekuatan tangan raksasa, maka bola kita lempar menembus langit dan tidak kembali ke tanah. Dan lemparan ketiga, lemparan pakar matematik dan kekuatannya pun besar, maka bola akan menembus langit tak jadi dan akan kembali jatuh ke tanah pun tidak bisa, bola mengambang di angkasa. Kata Hawking, laju awal pemuaian alam semesta harus dipilih dengan sangat cermat agar laju pemuaian selanjutnya masih begitu dekat dengan nilai kritis untuk menghindarkan keruntuhan kembali. Ini berarti bahwa memang pasti keadaan awal dipilih dengan sangat seksama jika model dentuman besar big bang itu benar hingga sampai ke awal waktu sekalipun. Akan sangat sukar untuk menjelaskan mengapa alam semesta harus mulai tepat seperti itu, kecuali bahwa itu perbuatan Tuhan yang bermaksud menciptakan makhluk seperti kita. Lalu katanya, kita tidak tahu berapa banyak materi di alam semesta ini. Hasil pengamatan sejauh ini menunjukkan bahwa materi yang ada di alam semesta ini tidak cukup untuk menahan pengembangan alam semesta. Karena itu, pengembangan ini akan terjadi selamanya. Tetapi jika terdapat materi yang ekstra gelap (seperti fenomena lubang hitam) di alam yang belum kita ketahui, alam semesta bisa runtuh dan menjadi kerkahan besar (big crunch). Tetapi menurut Hawking, bila alam semesta itu mengerut sekalipun, ia tidak akan runtuh kembali selama 10 milyard tahun lagi, sebab sekurangnya selama 10 milyard tahun itulah alam semesta ini telah mengembang (bisa kita pegang kira-kira umur alam semesta itu 20 milyard tahun), D. Manusia dan alam semesta: Hubungan fungsional Bagaimana pun proses penciptaannya manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Teori Cosmozoa yang menyatakan bahwa manusia berasal dari luar angkasa, kenyataannya kurang mendapat tempat di kalangan ilmuwan. Bukti-bukti ilmiah yang memperkuat hal itu pun tidak cukup kuat. Sebaliknya pembahasan semakin 37 mengarahkan bahwa bahan baku manusia berasal dari bumi tempat manusia itu sendiri berpijak. Dalam sistem kosmos manusia dan alam semesta merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena memiliki keunggulan dalam sistem kesadaran maka alam. semesta menjadi sebuah obyek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tinjauan ilmiah tentang alam mendekatkan manusia kepada tata laku Penciptanya dan dengan demikian mempertajam persepsi batin manusia untuk mendapatkan suatu penglihatan yang lebih dalam mengenai itu. Pengetahuan mengenai alam akan menambah kekuatan manusia mengatasi alam dan memberinya pandangan total tak terhingga yang telah dicari oleh filsafat tetapi tak didapat. Penglihatan terhadap hakikat alam tanpa kekuatan untuk memakmurkannya akan dapat memberikan peningkatan moral tetapi tidak akan dapat memberikan kebudayaan yang abadi. Sebaliknya, kekuatan tanpa penglihatan cenderung untuk menjadi destruktif dan tak berperikemanusiaan. Keduanya hams digabungkan agar supaya perluasan rohaniah kemanusiaan dapat terlaksana. Kemajuan pengetahuan terhadap alam dan teknologi-teknologi yang diterapkannya menempatkan alam dalam posisi sebagai sumber kehidupan yang tiada batasnya. Maka wajarlah jika semakin dalam kehidupan yang tiada batasnya. Maka wajarlah jika semakin dalam pengetahuan semakin terasa hubungan saling ketergantungan antara manusia dan alam semesta ini. Manusia tunduk di bawah hukum-hukum alam fisik dan tak mampu mengubahnya, akan tetapi mampu mengatasinya. la dapat mengambil jarak sekaligus menjadi bagian dari alam. Namun keharmonisan tidak senantiasa menghiasi hubungan manusia dengan alam semesta. Pada suatu saat, tatkala kehidupannya masih sangat sederhana, instinginsting manusia berjalan bersesuaian dengan sifat-sifat hukum alam. Manusia hidup di gua-gua, berburu dengan kapak dan panah batu serta memakan makanan yang alamiah. Tetapi perkembangan pe ngetahuan manusia dalam merespons berbagai kesulitan yang terkait dengan penyesuaian diri dengan alam pada akhirnya membuahkan kreasi-kreasi yang mengungguli" sifat-sifat alam. Eksploitasi terhadap alam merusak keseimbangan hubungan yang telah berlangsung bermilyar-milyar tahun. Krisis global lingkungan mengganggu hubungan antara manusia dan alam pada saat ini. 38 Bab II. MANUSIA DAN AGAMA (Tatap Muka V-VI) 1. Tinjauan Instruksional Umum (TIU) - Memahami kedudukan manusia akan agama bagi kehidupannya dan memahami Islam sebagai petunjuk bagi manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akherat. 2. Tinjauan Instruksional Khusus (TIK) - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian agama dan ad-dinnul Islam. - Mahasiswa dapat menjelaskan tentang kedudukan manusia akan agama dan asal mula timbulnya agama. - Mahasiswa dapat menyebutkan macam-macam dan ciri-ciri agama serta kedudukan Islam di antara agama-agama di dunia. - Mahasiswa dapat menjelaskan keberadaan agama dan fitrah manusia untuk beragama. - Mahasiswa dapat menjelaskan Islam sebagai ―the real‖ agama samawi. - Mahasiswa dapat menjelaskan kedudukan Islam sebagai pandangan hidup (way of life) dan pedoman hidup Muslim. II. MANUSIA DAN AGAMA (TM V-VI) A. Pengertian Agama 1. Pengertian Gramatikal (etimologi) Agama. Dalam bahasa keseharian kita di Indonesia kita sering menjumpai kata-kata seperti; agama (Sansekerta), religion (Inggris) dan din (Arab). Ketiga bahasa itu masing-masing mempunyai arti yang berbeda. Agama dalam bahasa Sanksekerta: Bahrum Rangkuti (1968) mengatakan: ―Agama memang satu istilah yang telah menjadi milik bahasa Indonesia, tetapi untuk mengetahui intinya, baiklah kita tuliskan dahulu: aslinya bahasa Sansekerta: a-ga-ma. Seringkali saya baca di bukubuku keterangan tentang agama mereka mengatakan bahwa agama ini artinya dan: a = tidak, gama = kacau, jadi: agama = tidak kacau. Ini sebenarnya tidak ilmiah, oleh karena mungkin yang menerangkan itu belum mengetahui bahasa Sansekerta. Memang a dalam bahasa kita = tidak, yaitu: aneka. A = tidak, eka = satu, aneka = tidak satu; aneka = serba bagai, gevarried, geschijdend. Tapi kalau a panjang a-gama artinya a = cara jalan, the way; gama, mulanya gam adalah bahasa Indo Germania = bahasa Inggris to go = jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai kepada keridhaan Tuhan.‖ 39 Religion dalam bahasa Inggris: Baik religion (bahasa Inggris) maupun religie (bahasa Belanda), kedua-duanya berasal dari bahasa induk kedua bahasa termaksud, yaitu bahasa Latin: relegere, to treat carefully (CICERO, be Nat, Deorum ii, 28); relegare, to bind together (LACTANTIUS, Instif. Div., iv, 28) atau religare. to recover (AGUSTINE, De Civitate Dei, x, 3)6. Tidak ada satu definisi tentang religion yang dapat diterima secara urnum. Para failasuf, para sosiolog, para psikolog, dan para teolog dan lain-lainnya telah merumuskan definisi tentang religion menurut caranya masing-masing. Sebagian failasuf beranggapan bahwa religion itu adalah "supertitious structure of incoherent metaphisical notions"; sebagian ahli sosiologi lebih senang menyebut religion sebagai "collective expression of human values"; para pengikut Karl Marx mendefinisikan religion dengan "the opiate of the people"; sedangkan sementara psikolog menyimpulkan bahwa religion itu "mystical complex surrounding a projected super-ego". Dari data empiris termaktub di atas, jelaslah bahwa tak ada batasan tegas mengenai religion, yang mencakup pelbagai fenomena religion itu. Walaupun betapa mustahilnya memberikan sebuah definisi yang sempuma tentang religion, namun ada bentuk-bentuk yang mempunyai ciri-ciri khas daripada kepercayaan dan aktivitas manusia yang biasanya dikenal sebagai kepercayaan dan aktivitas religion, yaitu: kebaktian, pemisahan antara sakral dengan yang profan, kepercayaan terhadap jiwa, kepercayaan kepada dewa-dewa atau Tuhan, penerimaan atas wahyu yang supranatural dan pencarian keselamatan. Dalam Everyman's Encyclopaedia kita menemukan rumusan tentang religion sebagai berikut: "Religion... may broadly be defined as acceptence of obligation toward power higher than man himself" (Religion... dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai: penerimaan atas tata aturan daripada kekuatan-kekuatan yang lebih, tinggi daripada manusia itu sendiri). Sementara itu, Vergilius Ferm, seorang ahli ilmu pengetahuan keagamaan dan perbandingan agama, setelah mengajukan sepuluh macam keberatan-keberatan terhadap usaha mendefinisikan religion, namun pada akhirnya toh diajukannya juga rumusannya sendiri sebagai berikut: ―a religion is a set of meanings and behaviors having reference to the individuals who are or were or could be religious. Again, religion is generic term referring to all conseivable religions, formal or informal. (Agama ialah seperangkat makna dan kelakuan yang berasal dari individu-individu yang religius. Lagi-lagi, agama ialah istilah yang umum menunjuk pada semua agama-agama yang dapat ditangkap, baik formal maupun informal). Din dalam bahasa Arab Di dalam Al-Munjid dapat kita temukan keterangan tentang arti Din sebagai berikut: Ad-Din (Jama': Adyan): (1) Al-Jaza wa „l-Mukafaah; (2) Al-Qadha; (3) AlMalik/al-Muluk wa 's-Sulthan; (4) At-Tadbir; (5) Al-Hisab. (Artinya: (1) pahala, (2) ketentuan, (3) kekuasaan, (4) pengelolaan, (5) perhitungan). Ustadz H. Moenawar Chalil mengatakan: 40 Kata, 'din' itu mashdar dari kata kerja 'daana'-'yadinu'. Menurut lughat, kata 'din' itu mempunyai arti bermacam, antara lain berarti: 1) Cara atau adat kebiasaan. 2) Peraturan. 3) Undang-undang. 4) Tha'at atau patuh. 5) Meninggalkan ketuhanan. 6) Pembalasan. 7) Perhitungan. 8) Hari Qiamat. 9) Nasehat. 10) Agama. Selanjutnya Ustadz Moenawar Chalil menerangkan pula, bahwa: Dalam kitab Qamus al-Muhieth, karangan Imam AL-FAIRUZZABAD (sebuah kitab kamus bahasa Arab yang terhitung besar) diterangkan, bahwa 'din' itu mempunyai arti bermacam-macam, antara lain seperti yang kami sebutkan tadi; .dan juga berarti: kemenangan, kekuasaan, kerajaan, kerendahan, kemuliaan, perjalanan, paksaan dan peribadatan. AL-JURJANI menerangkan persamaan dan perbedaan antara ad-Din pada satu pihak, dengan al-Millah dan al-Madzhab pada lain fihak. Menurutnya baik ad-Din maupun al-Millah atau pun al-Madzhab bersamaan dalam materinya. Perbedaan terletak dalam kesannya: ad-Din dinisbahkan kepada Allah, umpamanya Dinul'l-Lah (Din Allah, Din yang diturunkan ALLAH; al-Millah dinisbahkan kepada Nabi tertentu, misalnya Millatu Ibrahim (Millah IBRAHIM, Din yang dibawakan oleh IBRAHIM); al-Madzhab dinisbahkan kepada mujtahid tertentu, contohnya madzhab as-Syafi'i (Din menurut faham Imam Besar SYAFI'I). Pendapat AL-JURJANI ini sepenuhnya disetujui dan diperbolehkan oleh MAULANA MUHAMMAD ALI. Di dalam al-Qur-an kata Din dipergunakan, baik untuk Islam maupun untuk selain Islam, termasuk juga kepercayaan berhala yang sangat sederhana seperti kepercayaan orang Hijaz pada zaman awal risalah dan nubuwwah Muhammad saw. Kita antara lain dapat membaca di dalam al-Qur-an ayat-ayat yang menunjukkan kebenaran kesimpulan termaksud: “Katakanlah hai Muhammad. Hai orang-orang yang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu Din kamu dan bagiku Din-ku.” (S. 109: al-Kafirun 1-6). B. Pengertian Umum (terminologi) Agama Manusia, walaupun disebut-sebut sebagai makhluk sempurna namun pada dasarnya tidak sempurna. Manusia seringkali berkeluh kesah karena gagal menggapai sesuatu, dan berbuat kesalahan walau persiapan telah begitu matang. Dan juga kenapa manusia bisa sakit, tua dan mati tanpa dapat mencegah dan mengendalikannya, sehingga hal –hal itu membuat manusia mengalami ketidakbahagiaan. Hal-hal diluar kendali manusia itu yang menimbulkan ketidakbahagiaan menyadarkan manusia bahwa ternyata dirinya adalah tidak sempurna. Lalu, muncullah pemikiran atas sesuatu (Tuhan) dzat yang segalanya sempurna yang telah mengendalikan ketidaksempurnaan manusia. Oleh karena itu kebutuhan manusia atas jawaban 41 mengenai hal-hal yang diluar kuasa dirinya (supranatural) itu telah menghadirkan sebuah kepercayaan dan agama. Agama, pada hakekatnya adalah merupakan petunjuk untuk memenuhi kebutuhan fitrah manusia terhadap Tuhan (dzat) yang supranatural dan segalanya sempurna itu dalam mencapai kebenaran, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan yang sempurna. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang dikatakan oleh PD Ouspenky pengarang Rusia yang menulis buku terkenal Tertium Organum, dia menyatakan, bahwa kenyataan yang kita hadapi sekarang ini memang banyak yang irrasional dan bahkan supra rasional dan sungguh-sungguh illogical (di luar logika), sehingga untuk mengenalnya pun harus dilaksanakan menurut cara-cara yang di luar ratio atau diluar logika akal, yaitu logika yang lebih tinggi tarafnya (the higher logic) yang berbeda dengan logika biasa. Oleh karenanya harus disadari mengenai keterbatasan akal manusia, maka untuk mengerti dengan sempurna terhadap realitas alam serta hidup dan kehidupan yang dihadapi, mau tidak mau harus berusaha mencari pegangan yang lebih tinggi dari akal untuk memahami semua itu. Tentu yang dimaksud adalah agama, yang akan memberi pedoman bagi kehidupan yang dicari manusia untuk kebahagiaannya. Dan sejarah telah membuktikan adanya pengalaman agama yang dianut oleh manusia yang masih primitif (sederhana) seperti dinamisme (agama serba tenaga), animisme (agama serba jiwa), politheisme (agama serba dewa), kepercayaan monotheisme semu (kurang konsisten), sampai kepada kepercayaan dan agama monotheisme mutlak (agama ber-Tuhan Satu mutlak). Di jaman mutakhir saat ini yang segala apapun harus dibuktikan dengan ilmu, ternyata telah berbalik 1800 dengan diketemukanya prinsip hukum Relatifitasnya Einstein dan teori Kuantumnya Plank yang membuktikan bahwa semakin kita mengukur materi yang semakin besar maupun semakin kecil maka kita akan menghadapi sesuatu yang mengelak/tidak dapat diukur. Dalam hasanah Fisika, di sana telah ditemukan dan terbukti adanya hukum ketidak pastian. Jadi, dari segi ilmu yang mutakhir ternyata manusia masih dihadapkan pada ketidakpastiannya. Kembali akhir-akhir ini agama mulai diperbincangkan lagi. Lebih lanjut, Oxford Student Dictionary (1978) mendefinisikan agama (religion) dengan ―the belief in the existence of supranatural ruling power the creator and controller of the universe‖, yaitu suatu kepercayaan akan keberadaan suatu kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan dan mengendalikan alam semesta. Agama (religion) dalam pengertian yang paling umum diartikan sebagai sistem orientasi dan obyek pengabdian. Dalam pengertian ini semua orang adalah makhluk religius, karena tak seorang pun dapat hidup tanpa suatu sistem yang mengaturnya dan tetap hidup dalam kondisi sehat. Kebudayaan yang berkembang di tengah manusia adalah produk dari tingkah laku keberagamaan manusia. Dalam bahasa Alquran "din" diartikan sebagai agama. Kata din yang berasal dari akar bahasa Arab dyn mempunyai banyak arti pokok, yaitu: (1) keberhutangan, (2) kepatuhan, (3) kekuasaan bijaksana, dan (4) (cenderungan alami atau tendensi. Dalam keadaan seseorang mendapatkan dirinya berhutang kesimpulannya ialah bahwa orang itu menundukkan dirinya dalam arti menyerah dan patuh kepada hukum dan 42 peraturan yang mengatur hutang. Demikian juga dalam artian yang terbatas kepada yang berpiutang. Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu : 1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta alam. Yakni, agama sebagai suatu sistem keyakinan akan memberikan pegangan yang lebih kokoh tentang suatu masa depan yang pasti bagi manusia. Di samping itu sistem keyakinan yang benar dan dihayati dengan mendalam akan menjadikan manusia sebagai seorang yang memiliki taqwa, yang mana taqwa itu akan menjadi motivator serta pengendali dalam setiap gerak langkahnya sehingga tidak terjerumus kepada perbuatanperbuatan hina dan merusak. 2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya. Dalam hal ni, sebagai suatu sistem ibadah agama akan memberikan petunjuk kepada manusia tentang tata cara berkomunikasi dengan Tuhan menurut jalan yang dikehendakiNya sendiri. Karena menyimpang dari tatacara yang telah digariskan merupakan perbuatan yang tidak disukai oleh Allah SWT. Ibadah sebagai sistem komunikasi vertikal antara hamba dengan Khaliqnya sangat besar efek positifnya, oleh karena itu melalui ibadah si hamba dapat langsung berdialog dan bermunajat dengan Tuhannya, di mana dia akan mencurahkan segala problema yang dihadapinya dalam hidup ini. Terutama dalam Islam, sistem ibadah khususnya shalat telah diatur sedemikian rupa yaitu minimal (sebagai kewajiban) adalah lima kali sehari semalam, sehingga secara teratur dalam setiap hari, si hamba yang dhaif ini dapat berkomunikasi dengan Allah, mengabdi kepadaNya, mendekatkan diri dan mengadukan segala persoalan yang dihadap seraya memohon pertolongan dan petunjuk untuk keselamatan di dunia dan akhirat. Sistem seperti inilah yang tidak diragukan lagi akan manfaatnya yang dapat menetralisir keadaan jiwa manusia yang selalu sibuk dalam urusan duniawiyahnya, sehingga tercipta suasana optimisme dalam hidup. 4. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinannya tersebut. Sistem nilai yang mengatur interaksi antara manusia dengan manusia biasa disebut sistem kemasyarakatan, yaitu beberapa pedoman dasar dan beberapa ketentuan pokok yang harus dipegang oleh manusia dalam mengatur kehidupan sosial bersama sehingga tercipta rambu-rambu serta hukum yang harus disepakati, yang meliputi hak dan kewajiban. Sedangkan yang berkenaan hubungan manusia dengan alam semesta manusia harus menyadari akan pentingnya alam dalam menopang sepenuhnya hidup manusia, untuk itu manusia wajib memelihara keutuhan alam demi menjaga keharmonisan dan keselamatan seluruh kehidupan makhluk hidup di dalamnya. 43 Islam sebagai “The Real” Agama Samawi Arti kata Islam bisa bermacam-macam bila diterjemahkan dari beberapa arti kata asalnya. Pertama, Islam dari kata asal aslama yang merupakan turunan (derivasi) dari kata assalmu, assalamu, assalamatu berarti bersih dan selamat dari kecacatan lahir batin. Dari asal kata ini dapat diartikan bahwa dalam Islam terkandung makna suci, bersih tanpa cacat atau sempuma. Kedua, kata Islam juga dapat diambil dari kata assilmu dan assalmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari asal kata ini Islam mengandung makna perdamaian dan keselamatan, karena itu kalimat assalamu 'alaikum merupakan tanda kecintaan seorang muslim kepada orang lain yang selalu menebarkan doa dan kedamaian kepada sesama. Ketiga, dari asal kata assalamu, assalmu dan assilmu Islam berarti menyerahkan diri, tunduk dan taat. Semua asal kata di atas berasal dari tiga huruf, yaitu: sin, lam dan mim (dibaca salima) yang artinya sejahtera, tidak tercela dan selamat. Dari beberapa pengertian kata di atas dapat disimpulkan bahwa Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketundukkan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkungannya. Lebih lanjut, bila dilihat secara terminologis Ahmad Abdullah Almasdoosi (1962) mengungkapkan, bahwa Islam adalah kaidah hidup yang diturunkan kepada manusia sejak manusia digelarkan ke muka bumi, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam Alquran yang suci yang diwahyukan Tuhan kepada Nabi-Nya yang terakhir, yakni Nabi Muhammad ibn Abdullah, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan lengkap mengenai aspek hidup manusia, baik spiritual maupun material. Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, berisi hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Agama yang diturunkan Allah ke muka bumi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw adalah agama Islam sebagaimana diungkapkan oleh Alquran : C. َأ َأش َأعياَأ ُك ي ِّم َأيي ا ِّمذ ِذيي َأ ي َأ َّلىي ِذ ِذي ُك ًالي َأ اَّل ِذز ي َأ ْح َأ ْح َأ ي ِذاَأ ْح َأ ي َأ َأ ي َأ َّل ْح َأ ي ِذ ِذي ِذ َأْحش ِذ َأ ي َأ ُك َأعىي َأ ِذػ َأغىي َأ ْحاي َأ ِذ ُك ي ا ِّمذ َأيي َأ َأ ي َأ َأ َأ َّلش ُك ي ِذ ِذي َأ َأُكشي َأػ َأىي ْحا ُك ْحن ِذش ِذ َأيي َأ ي َأ ْحذ ُكػ ُك ْح ي ِذاَأ ْح ِذي َّل ُكي َأ ْح َأ ِذ ي ِذاَأ ْح ِذي َأ يي َأ َأن ُك ي َأ َأ ْح ِذذ ي ِذاَأ ْح ِذي َأ يي ُك ِذ ُكي “Allah telah mensyari‟atkan kepadamu tentang urusan agama sebagaimana telah diwajibkan kepada Nabi Nuh, dan apa yang kami wahyukan kepada engkau, dan apa yang kami wajibkan kepada Ibrahim dan Musa dan kepada Nabi Isa, yaitu hendaklah kamu tegakkan agama dengan benar dan janganlah kamu bercerai berai pada-Nya.” (Q.S. asy-Syuura 42: 13) 44 قي ُك اُك ْحي َأ َّل ي ِذ اِذي َأ َأ ي ُك ِذض َأاي ِذاَأ ْح َأ ي َأ َأ ي ُك ِذض َأاي ِذاَأىي ِذ َأْحش ِذ َأ ي َأ ِذ ْحع َأ ِذػ َأ ي َأ ِذ ْحع َأ َأ اي َأ ْل ْحع َأ ِذ ي َأ َأ ي ُك ِذ َأ ي ُك َأعىي َأ ِذػ َأغىي َأ َأ ي ُك ِذ َأ ي ا َّل ِذ ُّن َأاي ِذ يي َّلس ِّم ِذ ْح ي َأ َأ ْحؼ ُك َأ َأي ُك َأشِّم ُك قي َأ َأْحيي َأ َأ ٍءذي ِّم ْح ُك ْح ي َأ َأ ْح ُكيياَأ ُكي ُك ْحغ ِذ ُك َأي ا “Katakanlah (hai orang-orang mukmin) Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada nabi Ibrahim, Isma‟il, Ishaq, Ya‟qub dan anak cucunya dan apa yang diberikan kepada NabiNabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk dan patuh kepada-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah 2: 136) Dengan demikian semua agama yang dibawah Nabi dan Rasul sebelum Muhammad adalah Islam. Ayat-ayat lain yang membukti hal ini adalah: Nabi Nuh adalah Islam (Yunus: 71-72), Ibrahim, Ya'cub, Isma'il, Ishaq adalah Islam (Al Baqarah: 130-133, Ali Imron: 67, Al Haj: 78) Musa adalah Islam (Yunus: 84) Yusuf adalah Islam (Yusuf: 101) Sulaiman adalah Islam (An Nami: 29-38, 44) Isa dan sahabatnya adalah Islam (Ali 'Imron: 52). Semua rasul mengajarkan keesaan Allah (tauhid) sebagai dasar keyakinan bagi umatnya. Sedangkan aturan-aturan pengamalannya disesuaikan dengan tingkat perkembangan budaya manusia pada zamannya. Karena itu di antara para rasul itu terdapat perbedaan dalam syariat. Setelah rasul-rasul yang membawanya wafat, agama Islam yang dianut oleh para pengikutnya itu mengalami perkembangan dan perubahan baik nama maupun isi ajarannya. Akhirnya Islam menjadi nama bagi satu-satunya agama, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Agama Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah Islam yang terakhir diturunkan Allah kepada manusia. Karena itu tidak akan ada lagi rasul yang diutus ke muka bumi. Kesempurnaan ajaran Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sesuai dengan tingkat budaya manusia yang telah mencapai puncaknya, sehingga Islam akan sesuai dengan budaya manusia sampai sejarah manusia berakhir pada Hari Kiamat nanti. ِذ َّلاي ا ِّمذ َأيي ِذػ َأذي ِذي ِذا ْحع َأ ُكي "Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah agama Islam”. (Q.S. Ali lmran, 3:19) ِذ َأش ِذي ِذ َأيي ْحا َأخ ِذع ِذش َأيي َأ َأ يي َأ ْح َأ ِذي َأغ َأْحشي ِذا ْحع َأ ِذ ي ِذد ًالي َأ َأيي ُك ْح َأ َأ ي ِذ ْح ُكي َأ ُك َأ ي ِذ ي “Barang siapa yang mencari agama selain Islam, tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya. Dan dia di akherat termasuk orang yang sangat rugi.” (Q.S. Ali Imran 3: 85) 45 ا ُك ياَأ ُك ُك ي ِذا ْحع َأ َأ ي ِذد ي ًال ْحا َأ ْح َأ ي َأ ْح َأ ْح ُك ياَأ ُك ْح ي ِذد َأ ُك ْح ي َأ َأ ْح َأ ْح ُك ي َأػ َأ ْح ُك ْح ي ِذ ْحؼ َأ ِذ ي َأ َأس ِذ “Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhoi Islam sebagai agama bagimu.” (Q.S. Al-Maidah 5: 3) Agama Islam berisi ajaran yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai hamba Allah, individu, anggota masyarakat, maupun sebagai makhluk dunia. Secara garis besar, ruang lingkup agama Islam menyangkut tiga hal pokok, yaitu : 1. Aspek keyakinan yang disebut aqidah, yaitu aspek credial atau keimanan terhadap Allah dan semua yang difirmankan-Nya untuk diyakini. 2. Aspek norma atau hukum yang disebut syariah, yaitu aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam semesta. 3. Aspek perilaku yang disebut akhlak, yaitu sikap-sikap atau perilaku yang nampak dari pelaksanaan aqidah dan syariah. Ketiga aspek tersebut tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi menyatu membentuk kepribadian yang utuh pada diri seorang muslim. Hal ini diungkapkan secara tegas dalam firman Allah : ِذي ا َّلن ْح َأ ِذاي َأ ي َأ ُّن َأ ي اَّل ِذز َأيي َأ ُك ْحي ْحد ُك ُك ْحي ِذ ي ا ِّمغ ْح ِذ ي َأ آ َّل ًالي َأ َأي َأ َّل ِذ ُكؼ ْحي ُك ُك َأ ِذ َّل ُكياَأ ُك ْح ي َأػ ُكذ ٌّو ي ُّن ِذ ٌمي ي "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata ". (Q.S. Al-Baqarah, 2:208) Antara aqidah, syariah, dan akhlak masing-masing saling berkaitan. Aqidah atau iman merupakan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk melaksanakan syariah. Apabila syariah telah dilaksanakan berdasarkan aqidah akan lahir akhlak. Oleh karena itu, iman tidak hanya ada di dalam. hati, tetapi ditampilkan dalam bentuk perbuatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aqidah merupakan landasan bagi tegak berdirinya syariah dan akhlak adalah perilaku nyata pelaksanaan syariah. 46 Bab III. SUMBER AJARAN ISLAM (Tatap Muka VII dan VIII) 1. Tinjauan Instruksional Umum (TIU) - Memahami sumber ajaran Agama Islam yang dijadikan petunjuk kehidupan yang harus ditaati oleh setiap orang Muslim. 2. Tinjauan Instruksional Khusus (TIK) - Mahasiswa dapat menyebutkan sumber-sumber ajaran Agama Islam. - Mahasiswa dapat menjelaskan sistematika dan hubungan sumber-sumber ajaran Agama Islam. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian wahyu, ilham dan Kitab Suci. - Mahasiswa dapat menjelaskan proses turunnya Al-qur’an dan sejarah penulisannya. - Mahasiswa menjelaskan kebenaran atau keaslian Al-Qur’an serta kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Hadits (As-Sunnah) serta macam-macam Hadits. - Mahasiswa dapat menjelaskan proses penulisan, kebenaran dan kedudukan Hadits sebagai sumber ajaran Islam. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Ijtihad (ra’yu), metodemetodenya serta kedudukan Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam. III. SUMBER AJARAN ISLAM (TM. VII-VIII) Sudah menjadi keyakinan umat Islam bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah (AlHadits). Sebagai sumber utama ajaran Islam. Keyakinan tersebut dilandasi oleh Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr. ”Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kamu tidak akan sesat apabila kamu berpegang pada keduannya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulnya”. Selain Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Hadits) adapula ulama yang memasukkan Ijtihad atau Ra’yu sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Pendapat tersebut didasarkan pada Q.S. An-Nisa’ (4) : 59: 47 ” Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasulnya. Dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur‟an) dan Rasulnya (Al Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepada setiap mukmin (orang yang beriman) agar taat kepada Allah (al-Qur’an), taat kepada Rasul (Sunnah Nabi), dan taat kepada Ulil Amri (Pemerintah). Selain itu juga diperintahkan untuk kembali kepada Allah dan Rasulnya (Al Qur’an dan Sunnah Rasul) apabila terjadi perbedaan pendapat di antara umat Islam. Dalam Hadits Nabi yang lain istilah Ulil Amri menggunakan istilah Khulafa’u (khalifah), seperti Hadits yang diriwayatkan juga oleh Ibnu Abdil Barr‖. ”Maka berpeganglah kamu kepada Sunnahku dan Sunnah Khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk”. Sebagian ulama mendasarkan pada Hadits Nabi yang membolehkan Ijtihad atau Ra’yu sebagai salah satu sumber ajaran Islam pada Hadits yang diriwayatkan Iman Ahmad yang dikenal dengan Hadits Muaz. ”(Nabi Muhammad) bersabda kepadanya ; ”bagaimanakah anda akan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepadamu ? ” Muadz menjawab : ”Akan saya hukumi dengan kitab Allah.” Nabi Bersabda : ”Dan sekiranya hukum tersebut tidak terdapat dalam kitab Allah ? ”Muadz menjawab :” Dengan Sunnah Rasulullah,” Nabi Bersabda :” dan bila tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah.” Muadz menjawab :” Saya akan berijtihad mencari jalan keluar, dan saya tidak akan berputus asa.” Rasulullah menepuk dadanya (karena gembira) dan bersabda :” Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasulullah, sesuai dengan apa yang diridhoi oleh Rasulullah Saw”. Muhammad Idris Al Syafii dalam Al Risalah Fi Ushul Al Fiqih berpendapat bahwa sumber hukum Islam ada empat yakni (1). Al-Qur’an. (2). Al Sunnah. (3). AlIjma, dan (4) Al-Qiyas. Dia juga mendasarkan pendapatnya pada Q.S An-nisa (4) : 59 bahwa perkataan ”...dan (taatilah) orang-orang yang memegang kekuasaan di antara kamu ” menunjuk kepada Al-Umi sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan kata-kata ”Jika kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu kembalikanlah kepada Allah dan Rasul” menunjuk kepada al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam (Islam untuk disiplin ilmu hukum, Depag RI, 2000). Jika diteliti lebih jauh sebenarnya tidak ada perbedaan prinsip antara pendapat yang menunjukan sumber ajaran Islam menjadi tiga (Al-qur’an, Sunnah, dan ijtihad / 48 Ra’yu). Dengan pendapat Iman Syafii (Muhammad Idris Asy Syafii) yang menjelaskan sumber hukum Islam ada empat (Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma dan Al-Qujas). Sebab Al- Ijma dan Al-Qujas termasuk dalam kategori Ijtihad / Ra’yu, atau sebagai metode / cara ijtihad. A. Al- Quran Sebagai Sumber Agama. Al- Quran merupakan sebutan dari wahyu Suci Islam. Kata Al- Quran berasal dari kata ―Qaraa – yaqran – Quranan‖ yang berarti bacaan atau yang di baca. Dengan istilah Al-Quran telah menunjukan bahwa wahyu Ilahi yang diterima oleh Muhammad dalam bahasa lisan dapat ditulis dan dikumpulkan dalam suatu buku atau kitab yang dapat dibaca manusia. Istilah Al-Quran tersebut tidak hanya sebagai bacaan dalam arti sempit (Dhohiriyah) tetapi dalam arti yang luas, sehingga mengandung arti membaca dengan akal, dan hati, menganalisa dahulu meneliti apa yang terkandung di dalamnya, sehingga menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan manusia. Sebutan Al-Quran tersebut diambil dari beberapa ayat yang didapat dalam wahyu suci itu sendiri. Satu di antaranya disebut dalam surat Yusuf (12):2. “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” Bagi umat Islam, Al-Qur’an mengandung arti dan makna yang luas dan dalam, sehingga tidak mudah untuk mendefinisikan secara komprehensif yang dapat mencakup seluruh makna dan keyakinan umat Islam terhadap Al-Quran. DR. Dawud Al-Atlas (1979) mendefinisikan Al-Qur’an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Secara lahir (lisan), makna, serta gaya bahasa (uslub), nya, yang dimaktub dalam mushab yang dinukil darinya secara mutawatir. Dari definisi tersebut dapat diketahui: a. Al-Quran sebagai wahyu Ilahi, seluruh ayat dan kata yang terungkap adalah wahyu Ilahi dan bukan perkataan dan pikiran Nabi b. Al-Quran diturunkan kepada Nabi dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya (redaksinya) dari Allah. c. Al-Quran dihimpun dalam mushab artinya, tidak hanya berupa hukum-hukum yang disampaikan dalam bahasa Nabi sendiri. d. Al-Quran dinukil secara mutawatir, artinya Al-Qur’an disampaikan kepada manusia terus menerus dari suatu generasi ke generasi berikutnya sehingga tidak mungkin terjadi kesepakatan untuk berdusta. Selain nama Al-Qur’an wahyu suci Islam sering diberikan sebutan atau nama lain yang sekaligus memperjelas isi dan fungsi dari Al-Quran antara lain : a. Al-kitab, yaitu sesuatu yang ditulis 49 Istilah Al-kitab dalam Al-Qur’an selain untuk menunjuk pada kitab sebelum Al-Quran juga digunakan untuk menyebut atau menunjuk pada AlQur’an, seperti pada Q.S. Al-Dukhaan (44) : 2 Al-kitab pada ayat ini untuk menunjuk pada Al-Qur’an yang artinya sesuatu yang ditulis. b. Al-Huda, yang berarti petunjuk, seperti pada surat At Taubah (9) : 33. c. Al-Furqan, artinya pembeda dan pemisah, seperti dalam Al-Qur’an surat AlFurqan (25) : 1 d. Al-Maidah, artinya nasehat (Yunus (10) : 57. e. Al-Kalamullah, berarti firman ucapan Allah seluruh Al-Quran adalah suci karena Tuhan dari Dzat Yang Maha Suci (QS : 9) : 6. f. Al-Zikra, berarti peringatan .(Al-Hijr. 15:9) g. Al-syifa, obat atau penawar jiwa, (Q.S. Al Isra, 17:82). h. Al-Nur, berarti cahaya (Al Nisa, 4 : 174) i. Al-Hikmah, berarti karunia (Q.S. Al Hikmah, 27: 77). Berdasarkan beberapa ayat tersebut menunjukan bahwa Al- Qur’an berfungsi sebagai kitab suci yang ditulis, sebagai petunjuk, pembela/pemisah, nasehat, obat penawar jiwa, sebagai cahaya dan karunia Ilahi kepada manusia. B. Al-Quran Sebagai Wahyu Ilahi Wahyu dalam arti bahasa mempunyai pengertian isyarat yang cepat, menurut terminologi agama, wahyu berarti petunjuk yang disampaikan kepada Rasul. Meskipun demikian di dalam Al-Qur’an terdapat penggunaan kata wahyu dalam pengertian lain antara lain mempunyai pengertian ilham seperti Q.S. Al- Zalzalah (99) : 5. “karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya”. Q.S. Al-Nahl (16) : 68. “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah buatlah sarang-sarang di bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat tempat yang dibuat manusia”. 50 Q.S. Al-Anfal (8) : 12. “Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat. Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirianmu) orang-orang yang telah beriman kelak akan aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pandanglah tiap-tiap ujung jari mereka. Q.S. Al-Qashash (28) :7 “Dan kami wahyukan (ilhamkan) kepada Ibu Musa susukanlah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka buanglah dia ke dalam sungai (nil) dan janganlah kamu khawatir dan janganlah pula bersedih hati karena sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya salah seorang dari para Rasul”. Dalam beberapa ayat tersebut kata ―kami wahyukan‖ mempunyai arti Ilham karena wahyu tersebut ditujukan pada lebah, kepada para malaikat dan kepada Ibu Musa. Dan bukan kepada Rasul/Nabi yang diutus. Ilham sendiri menurut sifatnya bisa diterima oleh siapa saja yang dikehendaki oleh Allah, sedangkan wahyu khusus kepada para Nabi atau Rasul 1. Macam-macam kitab Kitab dalam arti bahasa berarti sesuatu yang ditulis, kitab juga berarti perintah atau ketentuan-ketentuan, sehingga Kitabullah berarti perintah-perintah atau ketentuan-ketentuan Allah yang ditulis, ketentuan-ketentuan yang ditulis tersebut adakalanya hanya beberapa lembar saja, sehingga disebut mashab atau jama’nya suhuf. Seperti suhuf atau mushabnya Nabi Ibrahim, dan Nabi Musa, Nabi Nuh dan Sebagainya. Apabila mushab-mushab tersebut dikumpulkan dalam jumlah yang lebih besar dan dibukukan maka disebut kitab. Adapun kitab-kitab Allah yang tersebut dalam Al-Quran adalah : 1. Kitab Taurat, yang diturunkan kepada Nabi Musa. Seperti tersebut dalam Q.S. Ali Imran (3) :3 51 “Dia menurunkan Al kitab (Al- Qur‟an) kepadamu dengan sebenarnya, membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Ijil”. 2. Kitab Zabur, diturunkan kepada Nabi Dawud A.S.tersebut dalam Q.S.AnNisa’ (4) : 163.dan Q.S. Al-Isra’ (17) :55 dengan bunyi yang sama. “Dan kami turunkan kabar kepada Nabi Dawud”. 3. Kitab Injil, diturunkan kepada Nabi Isa seperti tersebut dalam Q.S. Ali Imran (3) : 3 di atas. 4. Kitab Al-Qur’an, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tersebut dalam Q.S. Thoha (20) : 113 “Dan demikianlah kami menurunkan Al-Quran dalam bahasa Arab dan kaum telah mencanangkan dengan berulangkali, didalamnya sebagian dari ancaman agar mereka bertagwa atau agar Al-Qur‟an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka”. 2. Penulisan dan penjagaan Al-Qur’an Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang isi dan redaksinya datang dari Allah, setiap kata dan ayat-ayatnya seluruhnya berasal dari Allah. Keaslian dan intensitasnya terjamin sehingga tidak ada keraguan sedikit pun bagi umat Islam terhadap kitab sucinya. Sungguh suatu hal yang menakjubkan dan tidak bisa dibandingkan dengan kitab suci yang mana pun. Mengapa Al-Qur’an yang terdiri dari 30 juz. Dengan 125 surat dan ribuan ayat-ayatnya sampai hari ini dan bahkan sampai kapan pun otentik ? Beberapa jawaban dapat dikemukakan. a. Al-Qur’an dijaga dan dijamin oleh Allah Dzat Yang Maha Pencipta Sendiri sebagai mana ditegaskan dalam Q.S. Al-Hijr (15) :9 52 “Sesungguhnya kami (Allah) yang menurunkan Al-Hijr (Al-Qur‟an) dan kami (Allah) yang akan menjaganya”. b. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun sejak Muahammad diangkat menjadi Nabi dan Rasul sampai Beliau wafat. c. Al-Qur’an merupakan pelipurlara dan penyejuk hati umat Islam, karena AlQur’an turun bersama dengan perjuangan Rasulullah bersama para sahabat dalam menegakkan Islam yang penuh hambatan dan halangan, jerih payah serta penindasan, intimidasi dari orang-orang yang ingkar dan kafir. d. Hal ini mendorong umat Islam untuk menghalalkan dan menyebarkan kepada keluarga, kerabat dan handaitaulan yang ditemuinya. Semangat kaum muslimin untuk menghafal semakin besar ketika Allah akan menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an sebagai ibadah, dan bahkan Al Qur’an menjadi salah satu bacaan dalam ibadah Sholat (ibadah formal), penghafalan AlQuran terus berlanjut hingga hari ini. e. Dilihat dari sejarah penulisan Al-Qur’an, bahwa sejak Rasullullah menerima wahyu, di samping dihafal juga diperintahkan untuk menulis, dan Rasulullah memiliki penulis Al-Qur’an tidak kurang dari 10 orang sahabat, di antaranya Zud Bin Tsabit. Tulisan-tulisan tersebut disimpan di rumah Rasulullah dan sebagian sahabat menulis untuk dirinya sendiri. Pada Zaman Khalifah Abu Bakar, atas anjuran umar bin khattab dibentuk satu tim yang bertugas menuliskan ayat al-Qur’an menjadi satu kitab. Kemudian pada Zaman khalifah Usman dibentuk satu tim untuk menulis dan menggandakan Al-Qur’an dengan diadakan penyempurnaan tanda-tanda bacanya. Salah seorang anggota tim tersebut adalah Zaid bin Tsabit yang juga menjadi anggota tim penulis Zaman Abu Bakar. Al-Qur’an yang ditulis pada Zaman khalifah Usman inilah yang sampai sekarang menjadi rujukan penulisan Al-Qur’an, sehingga Al-Qur’an sekarang ini dikenal sebagai mushab Usmani. f. Penyampaian wahyu Ilahi (Al-Quran) dari Rasulullah kepada para sahabat, terus kepada generasi tabiin oleh tabiit-tabiin dan seterusnya berlangsung terus menerus secara mutawatir (oleh orang banyak) dan tidak mungkin berdusta). Hal ini terbukti di seluruh dunia Al-Qur’an tetap sama, perbedaan bukan pada ayat-ayatnya tetapi hanya pada kodifikasi (cara penulisan) belaka. g. Kemajuan ilmu dan Teknologi terutama dalam dunia percetakan seperti ditemukannya komputer ikut menjamin pemeliharaan dan penjagaan AlQur’an, sehingga setiap kesalahan dan usaha pemalsuan Al-Qur’an segera diketahui. Begitulah Al-Qur’an akan terjamin keasliannya sampai akhir Zaman. 53 3. Isi Kandungan Al-Qur’an. Secara garis besar Al-Qur’an sebagai sumber nilai dan ketentuan hukum Ilahi mengandung pokok-pokok ajaran sebagai berikut : a. Pokok Aqidah Islam yang berintikan pada keimanan kepada Allah, Malaikat, kitab, Rasul, hari akhir dan taqdir Ilahi. b. Pokok-pokok syariah Islam, yang mengenai hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah) dan hubungan dengan sesama manusia dan alam semesta (muamallah). c. Pokok-pokok nilai dan norma tingkah laku / nilai dasar etika Islam / yang melahirkan ilmu akhlak. d. Informasi tentang gejala-gejala alam dan hukum-hukum Alam (Sunatullah) yang mendukung pertumbuhan ilmu pengetahuan. e. Kisah-kisah para Nabi dan Rasul serta umat terdahulu sebagai ibarat (pelajaran) f. Janji dan ancaman Tuhan bagi umat manusia yang baik maupun yang jahat. Semua yang terkandung di dalam Al-Qur’an secara perinsip cukup lengkap sebagai pedoman hidup dan kehidupan manusia sampai akhir Zaman. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang sempurna dan diridhoi Allah untuk dianut sebagai tanda bukti kesempurnaan nikmat Allah. Seperti tersebut dalam Q.S. Al-Maidah (5) : 3 ا ُك ياَأ ُك ُك ي ِذا ْحع َأ َأ ي ِذد ي ًال ْحا َأ ْح َأ ي َأ ْح َأ ْح ُك ياَأ ُك ْح ي ِذد َأ ُك ْح ي َأ َأ ْح َأ ْح ُك ي َأػ َأ ْح ُك ْح ي ِذ ْحؼ َأ ِذ ي َأ َأس ِذ ”Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmatku, dan telah ku ridhoi islam itu menjadi agamamu.” Dengan disempurnakannya Al-Qur’an, bagi umat islam tidak perlu lagi pada kitab suci yang lain, karena semua kitab Allah sebelum al-Qur’an telah terangkum di dalamnya, bahkan Al-Qur’an berfungsi sebagai penyempurna, pembenaran dan sebagai batu ujian (koreksi) terhadap kitab-kitab sebelumnya, seperti tersebut dalam : Q.S. AN-Nisa (4) : 46 54 “Sebagian orang-orang yahudi, mereka merobah perkataan dari tempattempatnya. Mereka berkata “ Kami mendengar tetapi kami tidak mau menurutinya”. Dan mereka mengatakan pula “Dengarlah”, semoga kamu tidak mendengar apa-apa. Dan mereka mengatakan “Riina, dengan memutar –mutar lidahnya dan mencela Agama, sekiranya mereka mengatakan “kami mendengar dan menurut, dan mendengarlah dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat. Akan tetapi Allah mengutuk mereka karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali imannya sangat tipis .” Pada Q.S. Al –Maidah (5) : 13 dinyatakan “ (Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati mereka membatu, mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya. Dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya. Dan kamu (Muhammad) senantiasa melihat kehinaan mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat) , maka maafkanlah mereka, dan bicarakanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” 55 Dalam Q.S. Al-Maidah (5) : 15 dinyatakan ” Hai ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) diberikannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” C. Sejarah Turunnya Al-Qur’an dan Pelembagaannya Al-Qur’an diturunkan dengan permintaan malaikat Jibril, tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur selama lebih kurang 23 tahun. Dimulai pada bulan Ramadhan tahun ke 4 dari kelahiran Nabi dan berakhir pada tanggal 9 Dhulhijah tahun 10 Hijriyah. Adapun ayat yang mula-mula turun adalah surat Al-Alaq ayat satu sampai lima, dan ayat yang terakhir diturunkan adalah surat Al-Maidah ayat 3. Nabi Muhammad adalah ummi (tidak bisa membaca dan menulis), sebagaimana bangsa Arab pada masa itu kebanyakan adalah buta huruf. Oleh karena itu Al-Qur’an diajarkan oleh Nabi dengan cara yang praktis melalui hafalan, dan kepada beberapa orang yang dapat menulis diperintahkannya untuk menulisnya di atas batu-batu tipis, pelepah kurma, kulit-kulit binatang dan sebagainya. Di antara para sahabat penulis wahyu yang amat dikenal adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Muawwiyah, Zaid Ibn Tsabit, Ubay Ibn Kaab, Khalil Ibn Walid, dan Tsabit bin Qais. Jadi pada masa Nabi masih hidup di samping Al-Qur’an jadi hafalan para sahabat, juga ditulis dan disimpan oleh para penulisnya dan sebagian ada yang diperintahkan untuk menulis buat Nabi dan disimpan oleh Nabi sendiri. Nabi selalu melakukan bacaan-bacaan Al-Qur’an berulang kali terutama pada bulan Ramadhan yang disaksikan oleh malaikat Jibril dan diikuti oleh para sahabat. Dengan cara itulah maka Al-Qur’an terpelihara dengan baik sampai beliau wafat tahun ke 11 Hijriyah (tahun 632 M). Setelah Nabi wafat khalifah Islam dipegang oleh sahabat Abu Bakar. Pada masa itu orang-orang yang mendakwakan diri sebagai Nabi yang menolak membayar zakat, bahkan ada yang menyebut murtad. Untuk menumpas kaum murtad ialah Abu Bakar mengirim pasukan untuk memerangi mereka. Dalam pertempuran yang terjadi banyak pasukan yang gugur, termasuk sebagian para penghafal Al Qur’an. Keadaan ini menyebabkan kekhawatiran umat Islam karena berkurangnya para penghafal AlQur’an. Dalam keadaan demikian maka sahabat Umar mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan Al-Qur’an dan menyalin dalam sebuah kitab. Mula-mula khalifah keberatan, namun akhirnya menerima usulan Umar dan memerintahkan Zaid Ibnu Tsabit dan dibantu oleh beberapa orang sahabat. Setelah 56 menyelesaikan tugas tersebut maka hasil pekerjaan panitia tersebut diserahkan kepada khalifah untuk disimpan di rumah Abu Bakar. Setelah Abu Bakar wafat, khalifah Islam dilanjutkan oleh sahabat Umar Ibnu Khathab tahun 13 H (634 M) sampai tahun 23 H (644 M). Pada masa itu Al Qur’an disimpan oleh khalifah Umar dan tetap terpelihara dengan baik. Masa pemerintahan khalifah Ustman Ibnu Affan (644-656 M). Pemerintahan Islam semakin luas, dan banyak orang yang masuk Islam berasal dari bangsa non Arab, pada masa itu para sahabat Nabi banyak yang terpencar ke daerah-daerah dan sering terjadi perbedaan cara membaca Al Qur’an dan bahkan sering terjadi perselisihan. Hal ini mendorong sahabat Huzaifah al Yaman untuk mengusulkan kepada khalifah Ustman untuk menyalin / membukukan Al Qur’an kemudian diumumkan kesepakatan para sahabat Nabi. Selanjutnya disiarkan di daerah-daerah kekuasaan Islam. Usulan tersebut akhirnya diterima khalifah Ustman dengan membentuk sebuah panitia pembukuan Al Qur’an yang terdiri dari empat orang sahabat Nabi, yaitu Zaid Ibnu Tsabit, Abdullah Ibnu Zubair, Saad Ibnu Al Ash, dan Abdurrahman Ibnu Al Harits Ibnu Hasyim dan dibantu beberapa orang guru Al Qur’an. Pembukaan ini juga berpedoman pada naskah yang ditulis pada masa khalifah Abu bakar yang disimpan oleh Hafsah binti umar. Panitia tersebut menggadakan Al Qur’an menjadi tujuh naskah untuk dikirim ke wilayah-wilayah (Syam, Makkah, Yaman, Bahrain, Basrah, dan Kufah), yang satu diserahkan kepada khalifah Ustman di Madinah. Setelah itu khalifah Ustman memerintahkan semua naskah yang tidak lengkap dan berserakan dikumpulkan dan dibakar, sedangkan naskah yang dipinjam dari Hafsan binti Umar dikembalikan kepadanya. Tetapi akhirnya dibakar juga pada masa pemerintahan khalifah Marwan Ibn Hakam dari Bani Umayah (683-685 M). Al Qur’an yang dibukukan pada zaman khalifah Ustman itulah yang menjadi pedoman penulisan Al Qur’an hingga saat ini, yang kemudian dikenal dengan mushaf Ustman. Dalam perjalanan sejarahnya naskah tersebut tidak mengalami perubahan isi, tetapi dalam teknis penulisan diadakan penyempurnaan seperti tanda baca fat-hah, dhommah, kasroh, syadaah dan sebagainya sesuai dengan perkembangan kebudayaan umat Islam guna menjaga agar tidak terjadi kesalahan cara membacanya. Pada abad ke IV Hijriyah teknis penulisan maka disempurnakan dengan diadakan pembagian Al-Qur’an menjadi 30 juz, dan tiap-tiap hazib dibagi dua yang disebut dengan rubu’ dan seterusnya. Seluruh mushaf Ustman tersebut terdiri dari 116 surat, dan jumlah ayatnya 6645 buah tanpa menghitung basmallah pada tiap awal surat kecuali pada surat al fatikah. Kalau semua basmallah pada semua surat dihitung maka jumlah ayat-ayat Al Qur’an menjadi 6758 ayat. 57 D. Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam 1. Pengertian Sunnah Atau Hadits Menurut bahasa, kata Sunnah berarti jalan yang lurus dan perilaku yang terbiasa, baik terpuji atau tercela. Diambil dari perkataan orang Arab : Samaal Maun yang berarti : Air mengalir secara terus menerus dan berkesinambungan (Abbas mutawali Hammadah, 1997 : 20). Berdasar arti bahasa (etimologi) tersebut maka kata Sunnah bisa berarti tradisi, kebiasaan atau adat istiadat. Para ulama sejak masa Rasulullah SAW menggunakan kata Sunnah lebih khusus dari pada arti bahasa (lughawi). Mereka menyempitkan pengertian Sunnah dengan mengkhususkannya pada jalan dan perilaku Rasulullah SAW yang berhubungan dengan masalah Agama dan Akhlak. Karena kata Sunnah tersebut dinobatkan pada Nabi / Rasul maka Mustahil memiliki perilaku tercela, oleh karena itu kata Sunnah mengandung konotasi positif atau baik. Dalam kajian Al-Hadits dan Al-Qur’an dari Abbas Mutawali Hammadah mengatakan bahwa kata Sunnah, Uswak, dan Sirath adalah kata-kata yang artinya berdekatan yaitu sebagai ungkapan dari jalan yang diikuti yang menyangkut masalah agama baik dari al-Qur’an atau dari As Sunnah (ibid: 27). Pada masa pembukaan Hadits (setelah satu abad Hijriyah) mulai muncul pengertian Sunnah yang berarti perbuatan, perkataan dan keizinan nabi Muhammad SAW (Af‟alu, Aqwalu, Taqridza). Pengertian Sunnah tersebut identik dengan istilah Al-Hadits, yang dalam bahasa arab Al- Hadits itu artinya berita atau khabar. Ada sementara orang yang membedakan pengertian Sunnah dengan Al-Hadits, As-Sunnah diartikan sebagai perbuatan, perkataan dan keinginan Nabi Muhammad yang asli, sedangkan Al-Hadits adalah catatan tentang perbuatan, perkataan dan keizinan Nabi Muhammad yang sampai kepada kita sekarang, akan tetapi pada umumnya istilah As-Sunnah dengan Al-Hadits sudah dianggap identik atau sama. Selain istilah As-Sunnah dan Al-Hadits terdapat beberapa terminologi yang ada sangkut pautnya dengan As-Sunnah dan Al- Hadits yaitu istilah Atsar dan Kabar. Atsar yaitu perbuatan dan perkataan sholawat-sholawat Nabi yang kadang-kadang juga disebut mengangkut semua berita, dari manapun datangnya oleh karena itu sering pula Hadits Nabi pun disebut kabar. Setelah abad pertama hijriyah terjadi pula perkembangan pengkajian As-Sunnah dan atau Al-Hadits yang ditinjau dari berbagai macam segi atau sudut pandang. Hal ini memunculkan beberapa definisi Sunnah atau Al-Hadits. Antara lain definisi menurut para ahli ushul dan para ahli Hadits. Definisi Sunnah menurut ulama ushul adalah ‖apa-apa yang diterima dari Nabi SAW, baik perkataan, perbuatan atau pengakuan yang selain dari Al- Qur’an. Para ulama ushul mendefinisikan Sunnah seperti itu karena memang objek ilmu ushul adalah dalil. Menurut ulama fiqih Sunnah adalah sesuatu yang apabila dikerjakan lebih baik dari pada ditinggalkan. Dengan kata lain bahwa yang mengerjakan Sunnah itu akan 58 mendapat pahala karena mengerjakannya dan tidak kena dosa karena meninggalkannya. Adapun definisi Sunnah menurut ahli Hadits adalah segala sesuatu yang diterima dari Nabi SAW, baik perkataan, perbuatan, pengakuan, watak, keadaan, dan sifatsifat fisik dan kejiwaan atau segala sesuatu yang dihubungkan kepada Rasul, baik sebelum menjadi Rasul atau sesudahnya, apakah hal itu ditetapkan sebagai hukum syara’ atau tidak. Mereka membuat definisi demikian karena obyek ilmu mereka adalah menerima dan membenarkan segala sesuatu yang berhubungan dengan Rasulullah SAW. 2. Sejarah Singkat penulisan dan Pelembagaan Hadits. Dalam buku dasar-dasar Agama Islam dinyatakan bahwa para ulama membagi perkembangan Hadits itu kepada 7 periode yaitu : Masa wahyu dan pembentukan hukum pada zaman Rasul 13 SH-11SH. Masa pembatasan meriwayatkan hadits (masa khulafaur Rasyidin 12-40 H. Masa pencarian Hadist (pada masa generasi Nabi dan sahabat-sahabat muda : 40 H – abad TH). Masa pembukuan Hadist (permulaan abad II H) Masa penyaringan dan seleksi kitab (awal abad III H sampai selesai). Masa penyusunan kitab-kitab koleksi (awal abad IV H sampai jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H). Masa pembuatan kitab syariah Hadits, kitab-kitab Tahrij dan penyusunan kitabkitab koleksi yang lebih umum (656 H – seterusnya) ( Departemen Agama RI. 1981 : 176). a. Jaman Rasulullah Pada zaman Rasulullah masih hidup, Al Hadits pada dasarnya tidak diperintahkan untuk ditulis, bahkan Rasulullah pernah melarangnya. ” Janganlah kalian menuliskan sesuatu dariku selain Al-Qur‟an. Dan barang siapa telah terlanjur menuliskan sesuatu, hendaklah menghapusnya” (H.R. muslim). Larangan tersebut berlaku secara umum, tetapi tidak bersifat mutlak karena sahabat-sahabat tertentu diizinkan untuk menuliskan sebagai catatan pribadi. Rasulullah juga pernah mengirimkan surat kepada raja-raja yang sejaman dengan beliau dan kepada penguasa-penguasa jazirah Arab untuk diajak masuk Islam. Rasulullah juga pernah mengirim pesan tertulis kepada pemimpin pasukannya untuk dibacakan kepada yang dituju. Pada kesempatan lain Rasulullah bahkan bersabda. ” Tuliskan tentang aku. Demi dzat yang menggenggam aku ditanganNya, tidak keluar satupun dari mulutku kecuali kebenaran”. Beberapa alasan kebijakan larangan penulisan hadits dapat dikemukakan : 59 1. Adanya kekhawatiran bercampurnya Hadits dengan Al-Qur’an yang pada masa itu Al-Qur’an masih dalam proses turun. 2. Masyarakat pada umumnya belum banyak yang bisa membaca dan menulis (buta huruf) 3. Tidak semua sahabat Nabi bisa membedakan mana yang firman Allah dan mana yang Sabda Rasul. Pada zaman Nabi sebagian sahabat memang ada yang menuliskan apa yang didengar dari Nabi, namun jumlahnya relatif sedikit. Salah satu diantaranya adalah kitab Ashshadiqah yang ditulis oleh Abdullah Bin Anur. b. Jaman Khulafaur Rasyidin Pada masa Khulafaur Rasyidin penerimaan dan penyebaran Hadits berdasarkan tradisi lisan masih terus berlanjut. Dalam buku ‖Al-Hadits sebagai Sumber hukum‖ dijelaskan bahwa Khalifah Umar pernah merencanakan pelembagaan Hadits. Beliau minta pertimbangan / pendapat para sahabat untuk memulai pembukaan Hadits dan merekapun telah sepakat untuk itu. Namun akhirnya khalifah Umar Bin Khathhab menangguhkan kesepakatan tersebut karena khawatir kalau umat Islam (para sahabat) terbuai kesibukan ini dan kurang memperhatikan Al-Qur’an. Dia juga khawatir kalau Hadits bercampur dengan AlQur’an selain juga dapat memperlemah ingatan dan hafalan umat Islam. Para sahabat sangat berhati-hati dalam menyampaikan dan meriwayatkan Hadits, bahkan khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khaththab agak membatasi kebebasan pernyataan Hadits. Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar seringkali menuntut adanya saksi bagi orang yang meriwayatkan Hadits, sedangkan khalifah Ali bin Abi Thalib sering meminta sumpah bagi orang yang meriwayatkan Hadits. Sebagian sahabat ada yang banyak meriwayatkan Hadits, ada pula yang sedikit, bahkan ada yang bersikap lebih baik diam dan tidak meriwayatkan Hadits, di antara yang banyak meriwayatkan Hadits adalah : - Abu Hurairah, meriwayatkan Hadits sekitar 5374 buah Hadits - Abdullah bin Umar Bin Khaththab, meriwayatkan sekitar 2630 buah hadits. - Anas bin Abbas, meriwayatkan 2286 Hadits. - Abdullah bin Abbas, meriwayatkan 1160 Hadits. - Aisyah Ummul Mu’minin, meriwayatkan sebanyak 2210 Hadits. - Jabir bin Abdullah, meriwayatkan sebanyak 1540 Hadits. - Abu Said Al- Hudri, meriwayatkan 1170 Hadits (Depag RI, 1981 : 176). c. Masa Pencarian Hadits (Pada masa Generasi Tabi’in dan sahabat-sahabat Muda). Pada masa ini pengumpulan dan penulisan Hadits secara besar-besaran dijalankan, khalifah Umar bin Abdul Azis khalifah ke 8 dinasti Bani Umayyah (99-101 H) yang mula-mula berinisiatif untuk mengumpulkan Hadits. Dia meminta kepada Abu Bakar Bin Hazim untuk memperhatikan segala sesuatu yang 60 berkenaan dengan Hadits Rasulullah dan mencatatnya begitu juga kepada AlQasim bin Muhammad bin Abi Baks dan Umrah binti Abdurrahman Al- Ansharif serta menyuruh para wali seluruh wilayahnya, para ulama dan seluruh penduduk untuk mempelajari dan menghimpun Hadits Rasulullah. Usaha pengumpulan dan penulisan Hadits tersebut justru dilatar belakangi oleh adanya usaha pemalsuan Hadits serta merebaknya kebohongan dikalangan umat Islam sendiri maupun oleh orang di luar Islam yang ingin menghancurkan Islam dari dalam. Berdasar fakta historis, benih perpecahan umat Islam sudah ada sejak paruh kedua pemerintahan khalifah Usman bin Affan sampai terbunuhnya khalifah. Keadaan ini semakin parah setelah terjadi perebutan kekuasaan oleh Munawiyyah bin Abi Sofyan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib yang berakhir dengan diadakannya arbitrase. Perebutan kekuasaan tersebut menyebabkan tumbuhnya berbagai aliran, baik yang mendukung maupun yang menentang khalifah Ali bin Abi Thalib. Masingmasing golongan ingin memperkuat pahamnya dan ingin menjadikan pemimpinnya menjadi khalifah. Hal ini mendorong mereka untuk membuat Hadits palsu untuk memperkokoh dan melegitimasi pendirian mereka. Dalam suasana demikian itulah bangkit tokoh – tokoh tabi’in serta tabi’it tabi’in yang dilanjutkan oleh para ulama sesudahnya menentang kebohongan dan praktik pemalsuan Hadits. Perjuangan mereka untuk menjaga dan memelihara kemurnian Hadits, membersihkan dari penambahan dan pengurangan Hadits sehingga menghasilkan pelembagaan Hadits. Pada masa sahabat muda dan tabi’in ini hadits-hadits yang dikumpulkan belum diadakan seleksi dan masih ada sebagian hadits yang bercampur dengan ucapan sahabat serta fatwa tabi’in. d. Masa Pembukuan Hadits (Permulaan abad II H). Pada masa ini merupakan kelanjutan masa sebelumnya, yang dilandasi dengan adanya usaha pembukuan Hadits. Adapun tokoh besar yang berhasil mencontoh dan melembagakan Hadits dan Atsar di Madinah adalah Imam Muhammad bin Muslim bin Shahab Azzuhri (124 H). Pelembagaan Hadits oleh Azzuhri tersebut belum disusun secara sistematis dan belum dikhasifikasikan, bahkan kadang-kadang masih bercampur dengan ucapan-ucapan sahabat dan fatwa tabi’in, Azzuhri merupakan peletak dasar penghimpunan Hadits dalam satu kitab yang khusus. Usaha Azzuhri dilanjutkan di berbagai tempat : 1) Di Makkah dipelopori oleh Ibnu Juraij (wafat 150 H) dan Ibnu Ishaq (151H). 2) Di Madinah oleh Said bin Ali Urabak (wafat 156 H), Arrabi bin Shabih (160 H), dan Imam Malik (174 H). 3) Di Basrah oleh Hammad bin Salamah (176H) 4) Di kufah oleh Sofyan Attsawi (161H) 61 5) 6) 7) 8) 9) 10) Di Syam oleh Abu Amr Al Auzai (156 H). Di Wasith (Irag) oleh Hasyim (188H) Di Khurasan oleh Abdullah Al Mubarak (181H) DI Yaman oleh Mamar (152H) Di Ray (Iran) oleh Jaris bin Abdul Hamid (180H) Tersebut pula tokoh-tokoh lain seperti Leith bin Sa’d (175 H) Sofyan bin Uyamah (198H), dan Syaribah bin Al Hajjah (160H). (DR Musthafa Assibai, 1990) E. Sunnah di Zaman Abad III Hijriyah (zaman Keemasan) Menurut sejarah pelembagaan Hadits abad ketiga Hijriyah merupakan abad keemasan, karena disaat itu muncul ahli-ahli Hadits yang cemerlang dengan karyakarya yang luhur dan abadi. Pada abad ini Hadits disusun menurut Sanad (berdasarkan nama Rawi), dipisahkan mana yang Hadits Rasulullah dan mana ucapan sahabat atau fatwa tabi’in. Muhammad bin Ismail Al Bukhari yang terkenal dengan sebutan Iman Bukhari (wafat tahun 256 H), berhasil menyusun Hadits dengan sistematika yang baru. Dia menghimpun Hadits-hadits shahih dan meneliti berdasarkan kriteria Bukhari. Kitab tersebut yang masyhur dengan nama Jamius Shabih. Langkah Imam Bukhari diikuti oleh murid-muridnya yaitu Imam Muslim bin Hajjay Alqusyairi (wafat tahun 261H), dengan kitabnya yang terkenal dengan nama Shahid Muslim. Langkah kedua tokoh tersebut kemudian diikuti oleh : 1) Abu Dawud (275 H) 2) An-Nasa’i (303 H) 3) At-Turmudzi (279 H) 4) Ibnu Majah (273 H). Pada abad ke empat Hijriyah tidak banyak tokoh-tokoh Hadits yang dicatat sebagai Rawi, mereka hanya mencatat hasil tokoh sebelumnya dan menguji kembali dengan mengajukan Sanad-sanad lain yang meriwayatkan hadits yang sama. Di antara tokoh abad ini : 1) Sulaiman bin Ahmad At Thabarani (360 H) yang menyusun 3 mu’jam 2) Darul Quthni (385 H) dengan kitab ‖Sunah Darul Quthni‖. 3) Ibnu Hibban Al Basathi (354 H) 4) Ibnu Khuzaimah (311 H) 5) Ath-Thahari (321 H) Pada saat ini selesailah pelembagaan dan seleksi hadits, ulama abad berikutnya cukup memberikan keterangan tambahan pada kitab-kitab hadits yang sudah ada. Selanjutnya para ulama terus berusaha menyusun kaidah-kaidah umum untuk menyeleksi hadits yang melahirkan ilmu Musthalah Hadits. Ilmu Musthalah hadits mengkaji secara ilmunya mengenai sanad (sambungmenyambungnya) rawi hadits sampai pada sumber primer. Metode dan jalan yang ditempuh merupakan metode yang paling sah dan madhu dalam usaha menguji riwayat hadits, suatu cara yang tak terdapat dalam kitab suci agama lain. 62 Selain sanad hadits, musthalah hadits juga membahas matan (isi hadits). Suatu hadits dinilai baik apa bila materi hadits itu tidak bertentangan dengan Al Qur’an atau hadits yang lebih kuat, dan tidak bertentangan dengan realita (material, rasional), tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Musthalah hadits juga membahas rawi (orang-orang yang membawakan hadits). Seorang yang dapat diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-syarat perawi, antara lain : 1. Adil, yaitu seorang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan dosa. 2. Hafidz, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat dipertanggung jawabkan. Jumhur ulama sepakat bahwa berdasar sanad dan rawi, kitab shahih Bukhari dan kitab shahih Imam Muslim dapat dijamin keshahihannya, sedang dari segi matan kita dapat memberikan seleksi berdasar pedoman tersebut diatas. F. Macam – Macam Hadits Salah satu fungsi ilmu musthalah hadits adalah membagi atau mengklasifikasi Hadits. Secara garis besar para ulama Hadits membagi Hadits (dari segi kualitas Hadits) menjadi tiga macam yaitu hadits Shahih. Hadits Hasan, dan Hadits Dhaif. Mengenai persyaratan atau kriteria Hadits tersebut sedikit banyak terdapat perbedaan di antara para ahli Hadits, tetapi secara garis besar sebagai berikut : 1. Hadits Shahih, yaitu Hadits yang baik atau sehat artinya diriwayatkan oleh orangorang yang baik, (termasuk hafalannya), materi atau matannya baik dan sanad atau sambung-menyambungnya dapat dipertanggungjawabkan. 2. Hadits Hasan adalah Hadits yang memenuhi persyaratan hadits shahih, kecuali segi hafalannya yang kurang baik. 3. Hadits Dhaif adalah hadits yang lemah, baik dari segi perawi, sanad maupun matannya atau dari segi yang lain. Selain dari segi kuatitasnya, Hadits juga dapat ditinjau dari berbagai segi : 1. Ditinjau dari segi bentuknya terbagi menjadi - Hadits Fi’layah (perbuatan Nabi) - Hadits Qauliyah (perkataan Nabi) - Hadits Taqririyah (keizinan atau ketetapan Nabi) 2. Dari segi jumlah orang yang meriwayatkan hadits, dapat dibagi menjadi : - Hadits Mutawwatir, yaitu Hadits yang disampaikan kepada orang banyak, sampai kepada perawi terakhir, dan tidak mungkin mereka bersepakat dan tidak mungkin mereka bersepakat bentuk berdusta serta disampaikan melalui jalan indra. - Hadits Masyhur, yaitu Hadits yang disampaikan kepada orang banyak, diteruskan kepada orang banyak tetapi tidak sampai kepada derajat mutawwatir (salah satu generasi terdapat dua sampai tujuh orang) dan tidak disampaikan melalui indra. 63 - Hadits Ahad, yaitu yang disampaikan diriwayatkan oleh satu orang atau ada salah satu generasi yang hanya terdiri dari satu orang saja. 3. Ditinjau dari segi diterima atau ditolaknya dibagi menjadi : - Hadits Maqbul, yaitu Hadits yang dapat diterima - Hadits Mardud, yaitu Hadits yang bertolak 4. Ditinjau dari segi orang yang berperan maka hadits dapat dibagi menjadi : - Hadits Marfu’ yaitu benar-benar Nabi sendiri yang berperan (menjadi sumber). - Hadits Mauquf, yaitu shahabat Nabi yang berperan dan Nabi tidak menyaksikan. - Hadits Maqtu’ yaitu tabi’in yang berperan artinya perkataan tabi’in yang berhubungan dengan soal-soal agama. Selain pembagian diatas masih banyak lagi pembagian yang lain yang disesuaikan jenis, sifat, redaksi, teknis penyampaian dan lain-lain. G. Kedudukan Sunnah (Hadits) Sunnah adalah sumber hukum kepada setelah Al-Qur’an, Al-Qur’an adalah pokok dan dasar syariat Islam, dan merupakan firman Allah yang sampai kepada kita secara mutawattir. Al-Qur’an adalah Mukjizat Rasulullah yang kekal sebagai bukti Kerasulannya. Kebenaran Al-Qur’an bersifat mutlak dan tidak diragukan sedikitpun. Kedudukan Sunnah Rasulullah sebagai hujah juga dilandasi oleh ketentuan AlQur’an. Para ulama Islam mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an untuk menyeleksi ayat-ayat yang menunjukkan kehujahan sunnah. Mereka menurunkan ayat-ayat itu disajikan dalam dua kategori : 1. Ayat-ayat yang khusus mengenai Rasul yang diwajibkan untuk mentaatinya. 2. Ayat-ayat yang khusus mengenai Rasul yang menjelaskan Al-Qur’an kepada seluruh umat manusia (Abbas Al Mutawali Hamadah, 1997, hal. 40). Contoh ayat yang menunjukkan kewujudan taat kepada Rasul dan larangan mengingkarinya dapat dilihat dalam Q.S. Ali imron (3) : 32. ”katakanlah ‟taatilah Allah dan Rasulnya ; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” Q.S. An-Nisa’ (4) : 80 64 ”Barang siapa mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah, dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.‖ Q.S Ali Imron (3) : 31 ”Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” Q.S. An-Nisa’ (4) : 65 : ”Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka beriman dengan sepenuhnya.” Adapun contoh kedua di mana hadits berfungsi sebagai penjelasan, tafsiran dan syarahan terhadap Al-Qur’an antara lain sabda Nadi ‖Shallu Kama Ra ai Tumuni Ushalli‖ atau Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat.‖ adalah penjelasan dari ayat Al-Qur’an ‖Aqimush-shalah atau dirikanlah olehmu shalat.‖ Contoh lain, Hadits yang menyatakan ‖Summuli Ru‟yathi” (puasalah kamu karena melihat bulan), adalah pengolah pernyataan al-Qur’an surat al-Baqarah (2) : 185. ”Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (dinegeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” H. Perbedaan Kedudukan Al-Qur’an dengan Hadits sebagai Sumber hukum Walaupun Al-Qur’an dan Hadits sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun antara kedua sumber tersebut terdapat beberapa perbedaan. Kalau Al-Qur’an 65 bernilai absolud dan muntlak diterima dengan penuh keyakinan maka sunnah atau hadits tidak semuanya bernilai absolut ada yang bersifat absolut, ada yang bernilai nisbi, dan bahkan ada yang tidak perlu dan tidak boleh digunakan. Oleh karena itu penerimaan Hadits oleh umat Islam bersifat selektif dan bersifat dugaan-dugaan kuat. Hal ini bukan karena ragu-ragu terhadap kebenaran Rasulullah, akan tetapi ragu-ragu apakah benar Hadits itu berasal dari Rasulullah. Sikap selektif tersebut sebagai akibat dari proses sejarah penulisan dan pelembagaan Hadits yang tidak seluruhnya memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan dan keyakinan terhadap Al-Qur’an. Kedudukan Sunnah atau hadits sebagai sumber hukum sering menjadi bahan pembicaraan di kalangan para pemikir Islam. Namun demikian sulit bagi seorang muslim untuk menolak Hadits. Hadits yang ada sekarang dan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber satu-satunya. Demikian juga suatu kekeliruan apabila kita selalu menerima semua apa yang disebutkan Hadits, dengan tanpa seleksi yang sungguhsungguh. Para ulama ahli Hadits telah melakukan seleksi-seleksi tersebut sehingga menghasilkan rumus-rumus seleksi yang sekarang dikenal dengan ilmu hadits, dan melahirkan sejumlah kitab hadits yang dinilai selektif sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Bukhori dan Muslim. Adapun Hadits yang sampai kepada kita sekarang belum semua diseleksi, bahkan hadits yang sudah diseleksi masih terbuka untuk diseleksi kembali. Bab IV. KERANGKA DASAR DAN RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM (TM. IX - X) 1. Tinjauan Instruksional Umum (TIU) - Memahami sistem kerangka ajaran Islam dan ruang lingkup ajaran Agama Islam. 2. Tinjauan Instruksional Khusus (TIK) - Mahasiswa dapat menjelaskan tentang kerangka dasar dan ruang lingkup ajaran Agama Islam. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian Aqidah, Syariah, Akhlaq, dan menyebutkan ruang lingkupnya masing-masing, serta hubungan antara Aqidah, Syariah dan Akhlaq. - Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan kerangka dasar dan ruang lingkup ajaran Islam dengan sumber-sumber ajaran Islam. - Mahasiswa dapat menganalisis ajaran Islam ditinjau dari berbagai aspek kehidupan dan ilmu-ilmu keislaman. 66 IV. KERANGKA DASAR DAN RUANG LINGKUP AJARAN ISLAM (IX - X) A. Unsur-unsur Pokok Ajaran Islam Islam pada hakekatnya merupakan Risalah Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk bagi manusia untuk menyelenggarakan tata hidup kehidupan guna mencapai kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Sebagai ajaran Allah yang terakhir yang diturunkan kepada Nabi terakhir maka risalah Islam telah disempurnakan oleh Allah dengan nilai-nilai kehidupan yang sempurna yang mengandung aturan dan perundang-undangan hukum yang sempurna yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dan pedoman bagi manusia guna memecahkan berbagai persoalan dalam segala bidang kehidupan yang dihadapi umat manusia sampai akhir zaman. Nilai-nilai keIslaman tersebut mampu mencerminkan motivasi, tujuan dan pola perilaku untuk mencapai keridhoan Allah. Sesuai dengan realitas kehidupan manusia yang menghadapi berbagai macam persoalan yang semakin kompleks maka risalah Islam pun diciptakan oleh Allah mencakup bidang yang amat luas. Islam tidak hanya mengajarkan bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan atau Hablum Minaallah tetapi juga bagaimana berhubungan dengan sesama manusia / makhluk (Hablum Minanas). Secara garis besar kerangka dasar atau unsur-unsur pokok ajaran Islam, ulama Islam ada yang membagi menjadi dua bagian, dan ada pula yang membagi menjadi dua bagian keseluruhan ajaran berintikan Iman dan Amal Shalih sebagaimana banyak ayat Al Qu’ran yang menyebutkan dua istilah tersebut secara berurutan yang sekaligus menanyakan betapa erat hubungan antara Iman dengan Amal Shalih, oleh karena itu tidak salah kalau dikatakan bahwa unsur pokok ajaran Islam adalah Iman dan Amal Shalih. Selain itu ada pula ulama yang mengelompokkan ajaran Islam menjadi tiga bagian besar yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Pembagian ini didasarkan pada sebuah Hadist yang mengisahkan bahwa Rasulullah pernah didatangi malaikat Jibril yang menanyakan kepada Nabi perihal Iman, Islam dan Ihsan. Hal ini juga tidak keliru, karena Iman merupakan suatu fondasi yang sangat penting dalam keseluruhan ajaran Islam, sedangkan Islam berintikan pada ketundukpatuhan atau penyerahan diri seorang hamba kepada Tuhannya. Sedangkan Ihsan merupakan perwujudan akhir dari keyakinan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah atau wujud ketaatan yang berlandaskan pada aqidah yang benar,Rasulullah menyatakan: “Ihsan adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Allah dan jika engkau tidak dapat melihat Allah setidak-tidaknya engkau merasa di lihat oleh Allah“. 67 Selain pembagian unsur ajaran Islam tersebut, ustadz Mahmud Syaiful cenderung membagi ajaran Islam menjadi dua bagian besar yaitu Aqidah dan Syari’ah, bahkan dia menyusun sebuah buku yang diberi judul ― Islam Aqidah Wa Syariah‖. Dalam buku tersebut syariah dipisah lagi menjadi dua bagian yaitu Ibadah dan Muamalah. Sekalipun dalam pembagian ini tidak disebutkan Ihsan atau Akhlak menjadi bagian tersendiri, hal ini tidak berarti Ihsan ataupun Akhlak itu tidak penting karena secara otomatis pengenalan aqidah dan syariah yang benar dan baik hanya akan terwujud dengan pengalaman dan penerapan aqidah dan syariah yang baik dan benar. Karena pentingnya akhlak dalam keseluruhan ajaran Islam sebagaimana disampaikan Rasulullah dalam sebuah Hadist : “Sesempurna-sempurna iman seorang mukmin adalah orang yang paling baik budi pekertinya (akhlaknya)”. Maka ada sebagian ulama yang mengelompokkan ajaran Islam menjadi tiga bagian yaitu Aqidah, Syariah dan Akhlak‖. Dalam buku ini sesuai dengan tuntutan kurikulum Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dan melihat luas dan pentingnya Aqidah, Syariah dan Akhlak dalam keseluruhan ajaran Islam maka pembagian atau pengelompokan ajaran Islam menurut versi yang tersebut terakhir yang akan di ikuti dalam pembahasan selanjutnya. B. Pengertian dan hubungan Aqidah, Syariah dan Akhlaq 1. Aqidah Aqidah (akidah) secara etimologis, adalah ikatan atau sangkutan. Dalam pengertian teknis makna aqidah adalah Iman, keyakinan yang menjadi pegangan hidup setiap pemeluk agama Islam. Jadi seorang mukmin yang berakidah benar adalah orang yang mengikatkan dirinya dengan keyakinan yang menjadi pegangan hidup dan meningkatkan dirinya dengan keyakinankeyakinan atau kepercayaan-kepercayaan itu sesuai ajaran Islam. Dalam ajaran Islam aqidah merupakan fondasi atau landasan yang di atasnya didirikan bangunan Islam. Oleh karena itu semua ajaran dan ketentuan Islam berkaitan erat dengan Aqidah dan Aqidah Islam melandasi semua ajaran Islam. Sebenarnya ruang lingkup Aqidah Islam itu sangat luas, sampai-sampai Nabi menyatakan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari Iman, bahkan malu (Al-Hayu‟) juga merupakan sebagian dari Iman dan sebagainya. Dalam membahas masalah Aqidah biasanya bertumpu pada rukun Iman yang enam yaitu Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhir (Qiyamat), dan Iman kepada Taqdir (Qodha dan Qadar) Tuhan. Rukun Iman yang enam inilah yang sering disebut sebagai Sistem Aqidah Islam. 68 Pandangan bahwa keenam unsur pokok Aqidah sebagai suatu sistem Aqidah Islam sangatlah tepat karena memang antara unsur Aqidah yang satu dengan yang lain saling berhubungan dan bersumber pada Iman kepada Allah yang intinya adalah Ketauhidan (Keesaan Tuhan). Dalam membahas masalah Aqidah Islam tersebut Ustadz Sayid Sabiq menyatakan bahwa ‖ Aqidah itu satu dan semua bagi semua umat (Aqidah Islamiyah, Sayid Sabiq). Persyaratan tersebut mengandung isyarat bahwa semua agama yang datang dari Allah (Agama Samawi) mengajarkan pokok-pokok Aqidah tersebut yang utusannya adalah ketauhidan inilah yang dituju oleh persyaratan Q.S.Asy. Syura 42 : 13) ”Agar berpegang pada Agama (Aqidah) dan janganlah bercerai berai tentangnya”. 2. Syariah Dalam kamus Al Munawwir ―Kata Syariah‖ (Syariat) berasal dari kata yang berarti Peraturan, Undang-Undang, Hukum (Munawwir Aw, 2002 : 711), sedangkan dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu hukum dijelaskan bahwa asal kata Syariat berarti jalan (Ke sumber Mata Air).‖ (Depag RI, 2000 : 12). Jadi Syariat Islam adalah jalan yang harus ditempuh oleh setiap muslim. Sedangkan menurut arti istilah (Terminologi) Syariat, adalah ― sistem nama Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial, dan hubungan manusia dengan benda atau lingkungan hidupnya. Berbeda dengan masalah Aqidah yang satu dan sama bagi semua umat, untuk bidang Syariah dimungkinkan adanya perbedaan antara umat yang satu dengan yang lain. Hal ini Allah dengan tandas menyatakan dalam al-qur’an : S.Al Maidah ; 5) : 48. ”Untuk tiap-tiap umat di antara kamu kami berikan aturan dan jalan yang terang”. Dalam Islam aturan bagaimana manusia berhubungan dengan Allah (Hablum minaallah) disebut dengan ibadah, sedangkan aturan bagaimana manusia berhubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan benda dan lingkungan hidupnya (Hablum Minanas) disebut dengan Muamallah. Untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup yang diridhoi oleh Allah manusia harus 69 dapat menjalin hubungan yang baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia, sebaliknya apabila tidak dapat menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan dan sesamanya akan mendapatkan kehinaan sebagaimana dinyatakan dalam Q.S. Ali Imron (3) : 112. ”Mereka akan ditimpa kehinaan dimanapun mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia”. Adapun kaidah tata cara manusia berhubungan langsung dengan Allah (ibadah) telah diatur secara pasti oleh Allah dan dijelaskan secara rinci oleh Rasulullah. Dalam hal ini ibadah bersifat tetap, tidak boleh dirubah, ditambah atau dikurangi. Dalam hal ibadah tersebut berlaku azas umum bahwa semua perbuatan ibadah dilarang dikerjakan kecuali dengan tugas diperintahkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Rasulnya. Sedangkan dalam hal Muamalah yang ditentukan hanya yang pokok-pokok saja, oleh karena itu perinciannya berbeda bagi manusia untuk berijtihad. Dalam muamalah berlaku prinsip umum bahwa pada dasarnya semua perbuatan muammalah boleh dilakukan kecuali telah ada larangannya dalam Al-Qur’an dan Al Sunnah (al Hadits). Dalam hal muammalah pemahaman, penafsiran, dan kaidah-kaidahnya pun bisa berubah, sesuai dengan situasi, kondisi zamannya modernisasipun bisa dilakukan selama sesuai atau setidak-tidaknya tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah Rasul. 3. Akhlak Akhlak secara bahasa berasal dari kata ―Khuluqum‖ yang berarti: perangai, tabiat, adat, atau ―Khalqun‖ yang berarti kejadian, buatan, ciptaan, jadi secara etimologis akhlak itu berarti perangai, adat, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat. Jadi secara kekhasan akhlak itu bisa baik, bisa pula buruk tergantung kepada nilai dan norma yang dipakai sebagai ukuran atau landasan. Dalam Al Qur’an S. Asy-Syuara (26) : 137 dinyatakan “(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang dahulu.” 70 Q.S.Al-Qalam (68) : 4. “ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Berdasarkan kedua ayat tersebut jelaslah bahwa istilah akhlak itu bisa baik dan bisa pula buruk, sedangkan di Indonesia secara sosiologi kata akhlak sudah mengandung konotasi baik, artinya kalau dikatakan orang itu berakhlak berarti mempunyai budi pekerti yang baik. Akhlak dalam arti bahasa sebenarnya sama dengan etika, karena ‖etika‖ berasal dari bahasa yunani yang berarti adat kebiasaan. Akhlak merupakan suatu sistem nilai yang terjadi melalui suatu konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu terwujud. Sistem nilai tersebut merupakan hasil proses penjabaran dari pada kaidah-kaidah yang dihayati dan dirumuskan sebelumnya kaidah-kaidah atau norma-norma yang merupakan ketentuan ini timbul dari suatu sistem nilai yang terdapat pada AlQur’an dan Sunnah Rasul maupun yang disusun oleh manusia sebagai kesimpulan dari hukum-hukum yang terdapat dalam alam semesta yang diciptakan Allah SWT. Inilah yang membedakan antara akhlak dengan etika. Para ahli mengemukakan berbagai pendapat tentang pengertian dan makna akhlak. Menurut Iman Al-Ghazali Akhlak adalah : Artinya ‖khuluq (jama’anya akhlak) ialah ibarat (kedatangan) tentang keadaan jiwa yang menetap di dalamnya dari padanyalah terbit perbuatanperbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pada pemikiran dan penelitian. Kalau keadaan itu, di mana terbit padanya perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syara, keadaan itu dinamai akhlak yang baik. Dan kalau yang terbit itu perbuatan-perbuatan yang jelek, keadaan yang menerbitkannya dinamai akhlak yang buruk.‖ (Mth. Ardani, 1995 : 270271). Dalam keterangan Iman Ghazali tersebut ada 4 hal penting tentang akhlak yakni : 1 Akhlak keadaan jiwa yang menetap di dalamnya dan menerbitkan perbuatan-perbuatan. 2 Perbuatan-perbuatan itu sudah tidak memerlukan pemikiran dan penelitian lagi 3 Akhlak itu bisa baik dan bisa pula buruk. 4 Ukuran baik dan buruk berdasarkan akal dan syara DR Ahmad Amin mengatakan bahwa‖akhlak adalah menangnya keinginan dari beberapa keinginan manusia dengan langsung dan berturut-turut. 71 Artinya ‖khuluq‖ ialah keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa memerlukan kepada pemikiran dan penelitian ‖. (Ibid, hal 271). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui betapa eratnya hubungan antara Aqidah, Syariah, dan Akhlak. Aqidah sebagai landasan dan menjiwai seluruh syariah Islam, sedangkan pengalaman syariah yang berdasarkan aqidah akan mewujudkan kebaikan dan orang yang mengamalkannya disebut muksin (orang yang baik). Selanjutnya apabila perbuatan-perbuatan yang dilandasi oleh aqidah dan syariah tersebut sudah menetap dalam jiwa dan mampu menerbitkan perbuatan dan sudah tidak membutuhkan pemikiran dan penelitian (pembiasaan maka ialah yang disebut dengan akhlak. Hubungan akhlak dengan agama Islam juga terlihat di dalam Hadits Nabi. ”Sesungguhnya Allah telah menerima dengan ikhlas agama ini (agama Islam) bagi dirinya. Dan tidak patut bagi agamamu selain kemurahan hati dan kebagusan budi pekerti. Dari itu ketahuilah ! maka hiasilah agamamu dengan keduanya.” Secara khusus hubungan akhlak dengan aqidah sudah terlihat di dalam Hadits Nabi yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa ‖sesempurnasempurnanya seorang mukmin adalah orang yang paling baik budi pekertinya. Adapun hubungan antara akhlak dengan syariah dan amal shalih (pengamalan syariah berdasarkan aqidah) tercermin dalam Hadits Nabi yang lain. ”Bahwasanya Allah telah menyelubungi Islam dengan budi pekerti mulia dan dengan amal yang baik.” Selanjutnya Nabi Muhammad SAW. Menegaskan tentang pentingnya akhlak dengan pernyataan sumpah. ”Tiada Tuhan yang diriku di tangannya. Tiada masuk surga melainkan orang yang baik akhlak budi tinggi.” C. Ajaran Islam dan Ilmu-ilmu Keislaman. 1. Agama Islam dan Ilmu Keislaman. Keinginan umat Islam untuk memahami dan mendalami agamanya telah tumbuh sejak zaman awal Islam. Pada masa Rasulullah masih hidup umat Islam (para sahabat) selalu berusaha untuk dekat dengan Nabi guru menanyakan kalau-kalau Allah menurunkan wahyunya, dan meminta nasehat kepada Nabi tentang berbagai hal yang dihadapi terutama hal yang berkaidah dengan agama. 72 Semangat untuk mendalami agama Islam ini dilandasi oleh keyakinan tentang kebenaran Islam serta ketaatan pada Nabi. Keadaan ini semakin membara karena Rasulullah sangat besar perhatiannya akan pentingnya ilmu dan menghimbau umat Islam untuk terus menuntut ilmu. Ketika umat Islam menghadapi perang besar yang membutuhkan pengorbanan dan pasukan tentara yang banyak, Rasulullah meminta sebagian umat / sahabat untuk tetap belajar dan mendalami agama dan tidak ikut berperang. Pada kesempatan lain Rasulullah juga menegaskan ‖kalau ingin memperoleh kebahagian dunia kuncinya adalah ilmu, kalau ingin kebahagian akhirat juga dengan ilmu, dan kalau ingin kedua-keduanya kuncinya juga dengan ilmu. Semangat untuk mendalami dan mengkaji agama dan ilmu tersebut terus dikembangkan oleh para sahabat dan para khalifah Islam baik pada zaman Khulafuur Rasidin maupun Khalifah-khalifah sesudahnya terutama pada zaman keemasan Islam di bawah khalifah Bani Umayyah dan Abbasiyah dengan mengikuti dinamika yang berkembang dari pemikiran umat Islam terutama oleh para ulama Islam serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi umat Islam. Usaha pengkajian Islam melahirkan beberapa ilmu keislaman baik yang berhubungan dengan sumber ajaran Islam maupun unsur pokok ajaran Islam. Berkaitan dengan Al-Qur’an (sumber utama) melahirkan ilmu Al-Qur’an (ulumul Al-Qur’an) dengan beberapa cabangnya seperti Ilmu Tajwid (cara membaca al-qur’an). Ilmu Asbabun Nuzul (tentang sebab-sebab turunnya ayat al-qur’an). Ilmu alat seperti Nahwu, Sharaf, Balaghah, dan lain sebagainya. Pengkajian dan penelitian tentang Hadits juga melahirkan ilmu Hadits dengan berbagai cabangnya. Adapun pengkajian, pembahasan dan penelitian unsur-unsur pokok ajaran Islam juga melahirkan beberapa ilmu keislaman di antaranya: 1 Penelitian dan pengkajian di bidang aqidah atau kepercayaan melahirkan ilmu aqaid (jama’ dari kata aqidah). Ilmu ini sering disebut ilmu Ushuludin karena yang dipelajari tentang pokok-pokok agama, disebut juga ilmu Tauhid (ilmu tentang keesaan Tuhan), karena inti aqidah Islam adalah ketauhidan, ada yang menyebut theologi Islam (ilmu ketuhanan dalam Islam) atau ilmu kalam. 2 Di bidang syariah melahirkan ilmu fiqih (ilmu hukum Islam) dengan berbagai bidang/cabang kajian seperti, mumakahil (perkawinan), wirasah (kewarisan), jinayah atau ukubah (hukum pidana), al Ahkan al shulthaniyah (khalifah), sajar (mengatur urusan perang dan damai), dan mukhassamat (mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum acara). 3 Pengkajian bidang akhlak melahirkan ilmu akhlak yang meliputi akhlak mahmudah dan akhlak madzummah (Qabilah). 73 Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan akhir-akhir ini mulai tumbuh usaha untuk penelitian lebih lanjut dalam berbagai bidang yang kemudian menjadi benih munculnya ilmu-ilmu keislaman seperti Ekonomi Islam, Sosiologi Islam, Psikologi Islam, Sejarah Islam, Filsafat Islam dan sebagainya. Perkembangan tersebut di Indonesia terlihat dengan adanya perubahan status perguruan Tinggi Islam yakni Institut Agama Islam yang berubah statusnya menjadi Universitas Islam yang membuka berbagai Fakultas dan Jurusan dan Program studi yang beragam. Bab V. AQIDAH ISLAM (Tatap Muka XI dan XII) 1. Tinjauan Instruksional Umum (TIU) - Memahami kebenaran Aqidah Islam, peningkatan menjadikannya sebagai pegangan hidup setiap Muslim. iman dan 2. Tinjauan Instruksional Khusus (TIK) - Mahasiswa dapat menjelaskan arti dan ruang lingkup Aqidah Islam sebagai suatu sistem. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian dan cara berma’rifat kepada Allah. - Mahasiswa dapat menjelaskan dan membuktikan wujud Illahi berdasarkan dalil aqli dan naqli. - Mahasiswa dapat menjelaskan konsep keesaan Tuhan (Tauhid) menurut Islam. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian iman kepada malaikat dan makhluk gaib lainnya, serta pengaruhnya terhadap manusia. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian iman kepada hari kiamat berdasarkan ilmu dan agama. - Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian iman kepada Nabi dan rasul serta makna tugas kenabian dan kerasulan. - Mahasiswa dapat menjelaskan arti dan makna iman kepada takdir (qada’ dan qadar) Tuhan serta hikmah iman kepada takdir. V. AQIDAH ISLAM (Tatap Muka XI dan XII) A. Iman Kepada Allah. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa Iman kepada Allah (ma‟rifatullah) merupakan sumber dan landasan utama dari seluruh sendi Aqidah Islam. Menurut Ustad Sayid Sabig Ma‟rifatullah merupakan setinggi – tingginya dan semulia – mulianya ma’rifat dan sekaligus sebagai puncak ma’rifat. Karena dialah segala sesuatu itu menjadi ―ada‖. 74 Dalam mema’rifat Allah ada tiga hal penting yang harus di Imani, yaitu menyangkut dari ketiga hal ini berpusat pada masalah ke-Esaan Tuhan (Ketauhidan). 1. Wujud Dzat Allah. Mengenai ada tidaknya Tuhan sudah menjadi persoalan sejak zaman dahulu sampai sekarang. Ada di antara manusia yang dengan mudah dapat menangkap dan berkesimpulan bahwa Allah itu ada, ada pula yang tidak percaya akan adanya Tuhan, dan ada pula yang tetap ragu – ragu tentang adanya atau tidak adanya Tuhan. Bukan hanya Nabi Muhammad yang menghadapi persoalan dari kaumnya tentang masalah tersebut, Nabi Musa pun telah dihadapkan persoalan tersebut bahwa mereka tidak akan beriman sebelum Nabi Musa dapat menghadirkan Tuhan dihadapan mereka sebagai mana di ungkapkan dalam Q.S. Al-Baqarah (2) : 55. ”Dan ingatlah ketika kamu berkata : Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kami disambar halilintar, sedang kami menyaksikan‖. Mengapa sebagian manusia tidak beriman dan ragu akan wujud Ilahi? tampaknya hal ini disebabkan karena Dzat Ilahiyah itu bersifat qhaib atau tidak dapat ditangkap oleh panca indra sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Anam (6) :103. ”Dia tidak dapat dicapai oleh pengelihatan mata, sedang dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan dia yang maha halus lagi maha mengetahui”. Hamba dalam buku pelajaran agama Islam menyatakan bahwa tidak tampaknya semata bukan berarti tidak adanya sesuatu itu sendiri, bukan menggambarkan dengan kelelawar dan binatang malam lainnya yang tidak dapat melihat sesuatu di siang hari disebabkan terlalu jelasnya sehingga mata mereka tidak mampu melihatnya. Selain itu terlalu dekatnya Tuhan dengan diri kita menjadikan kita tidak dapat melihat Tuhan, sebagaiman roh yang kita miliki, walaupun kita miliki, walaupun kita bisa merasakan namun tidak mampu melihat roh kita sendiri serta bagaimana hakekat roh itu. 2. Pembuktian Wujud Ilahi Keingintahuan manusia untuk mengetahui segala sesuatu mendorong akal dan perasaan serta hatinya untuk melanglang buana dengan cara berfikir, merenung dan mengkaji segala sesuatu, termasuk keinginan untuk membuktikan ada tidaknya 75 Tuhan. Besarnya rasa ingin tahu manusia seringkali lupa akan keterbatasan manusia itu sendiri, padahal akal yang terbatas tidak mungkin menjangkau Dzat yang tak terbatas. Itulah sebabnya Rasulullah memperingatkan dengan bersabda. ”Fikirkanlah makhluk Allah dan jangan memikirkan Dzat Allah, karena kamu tidak akan mampu menjangkau kekuasaan Tuhan (H.R. Abu Syaikh dari ibnu Abbas). Pembuktian wujud Allah boleh saja dilakukan dengan berbagai macam cara, dengan menggunakan pemikiran, perenungan, pengkajian, penelitian dan sebagainya, tetapi harus tetap disadari bahwa pembuktian semacam itu bersifat relatif dan terbatas, pembuktian yang lebih kuat adalah melalui wahyu Illahi dan Hadis Nabi. Logika ilmu kalam mencoba membuktikan dengan menyatakan: tidak ada yang tidak ada, karena apabila tidak ada itu ada, artinya tidak ada itu keadaan yang ada, pembuatan itu mesti ada dan mustahil pembuat ada itu tidak ada. Pembuat pertama daripada yang ada dan tidak ada itu adalah wajibul wujud atau mutlak adanya, yang mesti ada dengan sendirinya. Persamakan ada itu dengan X, tidak ada dengan Y. Ibnu Rasyid membuktikan wujud Illahi dengan menggunakan dalil Mayah Wal Ihtira‟ yaitu memahami wujud Illahi dengan mengarahkan melalui penghayatan dan pemahaman keserasian atau keharmonisan aneka ragam alam dengan kebutuhan manusia. Falsafat agama mengajukan beberapa argumen atau dalil tentang adanya Tuhan, meliputi arguman Ontologis, argumen Cosmologis, argumen teologis dan argumen moral. a. Argumen Ontologis Diajukan pertama kali oleh Plato ( 428-348 S.1 ) dengan teori ideanya. Tiap – tiap yang ada di alam nyata ini menurut Plato mesti ada ideanya, yang dimaksudkan dengan ideanya ialah definisi atau konsep Universal dari tiap sesuatu. Idea inilah yang menjadi dasar wujud sesuatu itu idea-idea berada dalam alam tersendiri yaitu alam idea. Alam idea berada di luar alam nyata ini. Idea-idea itu kekal, dan benda – benda yang kita lihat di alam nyata yang selalu berubah – ubah ini bukanlah hakekat tetapi hanya bayangan. Idea –idea bukan bercerai-berai dengan tak ada hubungan satu sama lain, tetapi semuanya bersatu mengarah kepada idea tertinggi yang diberi nama idea kebaikan atau The Absolut God, yaitu yang mutlak baik, yang menjadi sumber tujuan dan sebab dari segala yang ada. Yang mutlak itu disebut juga Tuhan. b. Argumen Cosmologis, Argumen ini disebut juga argumen sebab musabab, argumen Cosmologis untuk pertama kali dimajukan oleh Aristoteles (384-322 SM), kalau bagi plato tiap yang ada dalam alam mempunyai idea, bagi Aristoteles tiap benda yang dapat ditangkap dengan panca indra mempunyai materi dan bentuk. Bentuk yang terdapat dalam benda – benda itu sendiri (bukan diluar benda, sebagai idea plato). Dan hendaklah yang membuat materi mempunyai bangunan atau 76 rupa. Bentuk bukan merupakan bayangan sebagai idea plato, tetapi adalah hakekat dari sesuatu. Bentuk tak dapat berdiri sendiri terlepas dari materi. Materi dan bentuk selamanya bersatu, dan hanya dapat dipisahkan dalam akal. Karena bentuk merupakan hakekat maka bentuk bersifat kekal dan tak berubah – ubah, sedangkan materi mempunyai potensi (Quwah) untuk menjadi benda yang dimaksud (bentuk) tertentu. Oleh karena itu materi disebut potensial sedangkan bentuk disebut aktivitas. Indra bentuk dengan materi terdapat hubungan antara penggerak dengan yang digerakkan untuk menggerakkan potensialitas menjadi aktualitas Bentuk dan materi adalah kekal, demikian pula hubungan antara keduanya, karena hubungan ini kekal maka gerakpun kekal. Sebab pertama dari gerak kekal ini mestilah sesuatu yang tak bergerak. Gerak terjadi dari perbuatan yang mengarahkan terhadap yang digerakkan. Yang menggerakkan digerakkan pula oleh penggerak lain. Demikian seterusnya sehingga terjadi serentetan gerak dengan yang digerakkan. Rentetan ini tidak akan mempunyai kesudahan kalau didalamnya tidak terdapat suatu penggerak yang tak bergerak, dalam arti penggerak yang tak berubah mempunyai bentuk lain. Penggerak yang bergerak ini mesti dan wajib mempunyai wujud sifat bentuk tanpa materi, tidak berubah dan kekal inilah yang disebut Tuhan (Causa Prima). c. Argumen teleologis. Kata ‖telos‖ berarti tujuan, teleologis berarti serba tujuan. Menurut argumen ini alam semesta dalam keseluruhannya berevolusi dan beredar kepada suatu tujuan tertentu. Bagian-bagian dari alam semesta ini mempunyai hubungan satu sama lain dan bekerja bersama-sama untuk tercapainya suatu tujuan tertentu. Menurut argumen ini segala sesuatu dipandang sebagai suatu organisme atau suatu sistem yang terdiri dari bagian – bagian yang saling berhubungan. Apa yang menjadi tujuan alam semesta tidak lain adalah kebaikan dunia dalam keseluruhannya. Manusia sebagai makhluk tertinggi dengan akal pikirannya dapat memikirkan tujuan dan terwujudnya tujuan dan kebaikan bagi seluruh alam. Untuk itulah maka manusia harus mampu membedakan yang baik dan yang buruk, atau dengan kata lain memiliki moral yang tinggi. Sejarah kemanusian menunjukkan bahwa bertambahnya usia kemanusiaan bertambah tinggi pula moral manusia. Pada masyarakat primitif yang berlaku hukum rimba, yang kuat yang menang dan hukuman dijalankan atas balas dendam. Pada 2 atau 3 ribu tahun yang lalu yang mempunyai hak dan dipandang sebagai warga negara hanya orang asli (pribumi), sedang orang asing dipandang bukan warga negara dan tidak mempunyai hak, ia adalah budak atau barbar. Pada Zaman Plato di Yunani, demokrasi hanya berlaku bagi orang Yunani. Dalam kerajaan Romawi di mana negara bukan lagi berbentuk polis, tetapi negara dalam arti modern berubah sedikit. Orang yang tidak sebangsa tak dipandang sebagai orang asing lagi, tetapi budak masih mempunyai kedudukan 77 rendah sekali. Setelah Islam datang perubahan terjadi, antara arab dan bukan arab tak ada perbedaan lagi. Hadist Nabi menyatakan ”Arab tidak lebih mulia dari bukan arab kecuali karena ketaqwaannya” Qur’an S. Al-hujurat (49) : 13 menyatakan ”Hai manusia sesungguhnya Aku telah menjadikan kamu sekalian dari laki-laki dan perempuan dan aku jadikan kamu sekalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya semuliamulianya kamu disisi Allah adalah yang paling mulia ketaqwaan kamu”. Bahkan antara Islam dan yang bukan Islam tidak ada perbedaan prinsipil, hak-hak bukan Islam dilindungi dan budak pun diberi makan dan pakaian serupa dengan tuannya. Islam pun menyuruh/menganjurkan pembebasan budak (fakku rokobah) . Pada zaman sekarang perbedaan dihapuskan, hak asasi manusia dijamin, keadilan sosial di tegakkan. Dari sini persaudaraan sesama manusia di seluruh dunia dikumandangkan. Kembali ke pokok persoalan, kalau alam ini beredar dan berevolusi menuju suatu tujuan tertentu dan terjadi bukan hanya secara kebetulan. Alam sendiri tidak bisa memerintahkan. Tujuan tertentu yaitu tujuan universal untuk kebaikan seluruh alam maka mestilah ada dzat yang merencanakan dan mengatur serta menentukan tujuan tersebut. Dzat inilah yang disebut Tuhan. Dengan kata lain menurut argumen teleologis, alam ini mempunyai tujuan dalam evaluasinya. Alam sendiri tak bisa menentukan tujuan itu yang menentukannya haruslah suatu Dzat yang lebih tinggi dari alam sendiri, yaitu Tuhan. d. Argumen Moral Argumen Moral banyak dikaitkan dengan Tokoh Immanuel kant (1724 1804). Menurut Immanuel Kant argumen Ontologis, Cosmologis, maupun Teleologis semuanya mempunyai kelemahan dan tidak bisa membawa keyakinan tentang adanya Tuhan. Menurut pendapatnya argumen morallah yang benar-benar dapat membawa kepada keyakinan. Kant berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan moral yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai kewajiban untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan-perbuatan baik. Perbuatan-perbuatan tersebut tidak bergantung pada 78 akibat-akibat yang timbul dari perbuatan itu. Dia berbuat baik semata-mata perintah yang datang dari dalam hati sanubarinya. Perintah berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk ini besifat absolut dan universal (categorial imperatif) dan tidak pula karena agama mengajarkan demikian, begitu juga tidak berasal dari pengalaman tapi dibawa sejak lahir. Manusia menurut Kant selalu dihadapkan pada pilihan dan kebebasan manusia menuruti hati sanubari atau kemauan. Umpamanya perintah hati sanubari mengatakan ‖jangan mencuri atau korupsi, tetapi kemauan mengatakan mencurilah atau korupsilah agar kau lekas kaya dan bersenangsenang. Keinginan hati sanubari selalu terdapat kontradiktif dengan keinginan kemauan, sanggupkah demikian manusia selalu merasa bahwa ia berkewajiban mendengarkan perintah hati-sanubari. Dalam kehidupan di dunia perbuatan baik tidak selamanya mendapat balasan baik begitu pula perbuatan buruk tidak selamanya memperoleh balasan buruk. Oleh karena itu mestilah, ada kehidupan kedua setelah kehidupan di dunia yang akan memberikan balasan sesuai dengan perbuatannya. Dari perasaan kedua timbul perasaan ketiga di mana balasan yang adil mestilah timbul dari suatu Dzat yang maha adil, dan Dzat yang maha adil itulah yang disebut dengan Tuhan. Tuhan lah yang melenyapkan jurang pemisah antara perintah hati sanubari dengan perintah kemauan atau jurang pemisah alam moral dengan alam material. Menurut Kant logika tak dapat membawa keyakinan tantang adanya Tuhan. Oleh karena itu ia pergi kepada perasaan. Perasaan inilah yang membawa keyakinan sejelas-jelasnya tentang adanya Tuhan. Apa yang dikemukakan oleh Kant tersebut sebenarnya sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Islam pada abad ke tujuh di mana Al-Quran telah mengajukan konsep Fitrah yang telah dimiliki oleh manusia sebagaimana tersebut dalam Q.S Ar-Rum (30):30. ”Hadapkanlah wajahmua kepada agama yang benar, berteguh hatilah engkau mengikuti ajakan fitrah yang telah dijadikan Allah menjadi pembawaan watak terhadap semua yang telah dijadikan Allah. Tak seorang pun yang dapat menggantinya. Itulah (Islam) agama yang lurus, tetapi kebanyakan orang tidak mengetahuinya. 79 3. Sifat-sifat Allah Allah SWT tidak memperkenalkan diri dengan Dzatnya, melainkan dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna yang dalam Al-Quran dan Hadits disebut dengan istilah Al-Asmaul Husna (nama – nama Allah yang Agung). Semua sifat Allah yang terkandung dalam Al-Asmaul Husna tersebut tersebar dalam berbagai surat dan ayat Al-Quran serta diperinci dalam hadits Nabi yang seluruhnya berjumlah sembilan puluh sembilan. Di antara sifat – sifat Allah tersebut ada beberapa sifat yang berasal dari akar kata yang sama dengan makna yang sedikit berbeda, ada yang berasal dari kata – kata yang berbeda tetapi memiliki pengertian yang hampir sama, dan ada pula sifat – sifat yang seolah–olah saling bertentangan dan untuk memahaminya diperlukan pengkajian secara mendalam. Semua itu dimaksudkan untuk menunjukkan sifat kesempurnaan Tuhan dan sekaligus ke Esaan Nya. Agar tidak keliru dalam memahami sifat – sifat Allah tersebut akan menjadi lebih mudah kalau dikaitkan dengan konteks dari keseluruhan ayat Al-Qur’an. Ada sebagian ulama yang membagi sifat – sifat Allah ke dalam sifat –sifat Dzakiyah dan Fikyah, ada yang membagi menjadi Salbiyah dan Tsubuliyah, dan ada pula yang mengelompokkan ke dalam sifat wajib dan sifat mustahil (sifat dua puluh). Dalam memahami sifat – sifat Allah kaum teolog Islam ada yang cenderung memahami menurut bunyi lafatnya dan meyakini memang Allah memiliki sifat – sifat sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an, terutama diikuti kaum halus Sunnah Wal Jama‟ah (Asy‟ariyah). Ada pula yang mengartikan sifat – sifat tertentu berdasarkan apa yang tersirat, Dalam mereka berpaham bahwa apa yang disebut sifat tidaklah berdiri sendiri, tetapi melekat pada Dzat Tuhan. Pandangan semacam itu diikuti oleh kaum mu’tazilah. Adapun sifat – sifat Allah yang terkandung dalam Al-Asmaul Husna antara lain menunjukkan : a. Sifat maha pengasih dan penyayang yang tercermin dalam sifat Ar-Rahman, ArRahim, Ar-Rauf, Al-Wujud, Al-Majid, Al-Wahhab, Al-Baarru, Ar-Rozzak, AlHalim, Al-mu’min, Al-Muhaimin, Al-Waakil, Al-Hafiidhu, Alwaliyyu, Asysyakur, Al-Hadi, Ash-Shabuur, Al-Wariitsu, Al-Ghaffar, Al-Ghafuur, Al-Afuru, Ath-Thauwabu. b. Sifat-sifat yang menunjukkan kemahabesaran dan keagungan Tuhan antara lain terungkap dengan sebutan : Al-Adhiimu, Al-Kabiiru, Al-Mutakbbiru, Al-Jaliilu, Dul-jalaali, Al-Maalik, Al-Malikul Mulka, Al-Aziz, Al-Jabbar, Al-Muqiit, AlQaadir, Al-Qawiyyu, Al-Matin, Al-Waali, Al-Qahhar. c. Sifat maha adil dan maha bijaksana terungkap dalam sifat – sifat : Al-Adlu, AlMuqsith, Al-Hakaamu, Al-Hakiimu, Al-Muktadiru, Al-Fattah, Al-Musiinu, AlNashibu, Asy, Syahid, Al-Raqiibu, Al-Muttaqimu, Al-Baaits d. Sifat –sifat Dzaliyah terungkap dalam sifat-sifat Allah : Al-Kariimu, Al-Maajid, Dzul – ikram, Al-Khaliq, Al-mubdiu, Al-Badiiu, Al-Bariiu, Al-Mushawiru, AlAliimu, Al-Khabiru, As-Samii’u, AlBashiiru, al-jamiiu, Al-Ghaniyyu, Al- 80 Mughni, Al-Wajid, As-Mutaa’ali, Al-Aliyyu, Al-Baaqi, Al-Qudus, Ar-Rasyiid, An-Nuur, Al-Latif, Al-Waasi’u, Al-muiidu, e. Sifat sifat Allah yang secara lahiriyah kelihatan berlainan sehingga untuk memahaminya diperlukan pengkajian yang mendalam dengan memperlambangkan ma’rifat yang tersirat agar tidak bertentangan dengan sifat-sifat yang lain diantara sifat – sifat tersebut : - Al-Awwalu – Al-Akhiru - Ash-Dhaliru – Al-Batinu - Al-Muizzu – Al-Mudhillu - Al-Muqaddimu – Al-Muakhiru - Al-Muhyi – Al-Mumi’tu - An-Naafi’u – Al-Dhaarru - Ar-Raafi’u – Al-Khaafidhu - Al-Maani’u – Al-Mujiibu - Al-Baasith – Al-Qaabidh Suatu contoh dalam Q.S, Al. Hadiid (57) : 3 Allah berfirman : ”Dia Maha Awal dan Maha akhir, dan Dia Dhahir (nyata) atau maha Batin (tersembunyi): dan Dia maha mengetahui atas segala sesuatu”. Menurut ustad Sayid Sabiq ayat tersebut harus dipahami bahwa ‖Allah Maha Awal yang tidak ada permulaannya, dan Allah maha Akhir yang tidak ada akhirnya (kesudahannya). Pemahaman semacam ini selalu dengan sifat Allah yang lain yaitu sifat Al-Baqi (kekal) atau dalam sifat dua puluh disebut Baqa’. Demikian juga dalam mengartikan bahwa Allah maha Dahir dan maha Baitin, haruslah dipahami bahwa Allah itu sangat jelas sejelas sinar matahari di siang hari, artinya wajib adanya (wajibul wujud). Adapun Allah maha Batin bahwa Allah itu bersembunyi (bersifat goiib) tidak tampak oleh panca indera. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S, Al-An’am (6) : 103 ”Dia tidak dapat dicapai oleh pengelihatan mata, sedang dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan dia maha halus lagi maha mengetahui ”. 4. Perbuatan Allah. Yang dimaksud dengan perbuatan Allah adalah hal – hal yang meliputi ciptaan, pengembangan dan pemeliharaan yang dilakukan Allah untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya perbuatan Allah ini mempunyai sifat dan pertumbuhan proses yang sangat berbeda dengan perbuatan manusia serta makhluk lainnya. 81 Keunikan perbuatan Allah dalam menciptakan memelihara ciptannya diikuti oleh proses penyempurnaan dan hukum tertentu yang sekaligus merupakan suatu sistem yang komprehensif. Selain itu setiap ciptaan Allah masing-masing diberikan petunjuk dan dititahkan sesuai dengan fitrahnya. Semua ciptaan Allah terjadi atas kehendak Iradah-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi apa yang telah dikehendaki oleh Allah. Kita perhatikan beberapa ayat berkaitan dengan masalah penciptaan seperti tersebut dalam Q.S. Yasin (36) : 82. ”Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : ”jadilah”, maka terjadilah ia”. Q.S. Al-A’la (87) : 2-3 ”Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaannya, dan menentukan kadar-kadar (masing – masing) dan memberi petunjuk ”. Untuk memiliki eksistensi ciptaanNya Allah telah melengkapi dengan hukum – hukum tertentu bagi makhluk Nya, dan tidak ada perubahan di dalam ketentuan Tuhan (Sunnatullah), dan salah satu hukum tersebut adalah hukum perubahan itu sendiri.selain itu dalam rangka memelihara ciptaan Nya Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasang – pasangan seperti tersebut dalam Q.S. Al-Dzaariyaat (51) : 49 ”Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang – pasangan supaya kami mengingat akan kebesaran Allah ”. Begitu juga dalam Q.S. Yasin (36) : 36. ”Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan – pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi, dan dari mereka maupun dari apa yang kamu tidak mengetahuinya”. 82 Semua ciptaan Allah yang baik dan indah serta bermanfaat dan satu sama lain saling berhubungan dan dapat dipelajari dikehendaki oleh Allah agar tunduk patuh kepadanya, baik suka ataup terpaksa sebagai mana tertera dalam Q.S. Ali Imran (3) : 83 ”Maka apabila mereka mencari agama yang lain dari pada agama Allah, pada hal kepadanyalah menyerahkan diri segala apa yang dilangit dan di bumi, baik dengan suka hati maupun terpaksa, dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan”. Dalam Q.S. Al-Jaatsiyah (45) : 13 dinyatakan dengan tegas. ”Dan Dia menundukkan untukmu semua apa yang di langit dan di bumi (sebagai rahmat) dan pada Nya, sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda – tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir ”. Istilah pencipta atau pembuat sering kali juga digunakan untuk manusia seperti pencipta seni, pencipta lagu dan sebagainya, namun kesamaan itu hanyalah sama dalam istilah belaka yang hakekatnya jauh berbeda antara ciptaan Tuhan dengan ciptaan manusia. Begitu juga istilah – istilah yang berkaitan dengan sifat – sifat dan nama – nama Tuhan. Untuk memahami lebih jauh tentang perbuatan Tuhan kita dapat mengkaji lebih dalam tentang sifat – sifat Tuhan terutama yang berkaitan dengan sifat – sifat fi’liyah. 5. Ke Esaan Tuhan Islam mengajarkan keesaan Allah dengan mutlak, artinya Allah Maha Esa tidak ada Tuhan selain Allah, dan tidak ada sesuatu pun yang menyamai Allah baik dalam Dzat Wujud Allah, sifat –sifat maupun perbuatan Allah. Hal ini terungkap secara jelas dalam Q.S. Al-Ihklas (112) : 1-4 83 ”katakanlah (Muhammad) dialah Allah yang Esa. Allah tempat kita bergantung, tidak berputra dan tidak pula diputrakan dan tidak seorang pun yang menyamainya. Perinsip keesaan Tuhan yang murni mutlak yang juga di ajarkan oleh para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad seperti tersebut dalam Q.S. Al-Anbiyaa’ (21) : 22 ”Sekiranya ada Tuhan selain Allah, niscaya rusaklah bumi dan langit ini”. Berdasarkan ayat tersebut para ahli ilmu kalam mengajukan suatu logika yang mudah dicerna sebagai berikut : seandainya Allah lebih dari satu, apakah Tuhan yang satu bisa berbuat sesuatu tanpa bantuan Tuhan yang lain ? kalau bisa apa gunanya Tuhan yang lain? jika Tuhan yang satu tidak bisa berbuat sesuatu tanpa bantuan Tuhan yang lain maka Tuhan semacam itu tidak pantas disebut sebagai Tuhan. Dalam Q.S. Al-mu’minun (23) : 91 juga disebutkan ”Allah tidak mempunyai anak satupun, tidak ada satu Tuhanpun yang menyertai Dia. Bila ada Tuhan selain Allah, niscaya akan terjadi perselisihan, kemudian masing – masing akan membawa pergi apa yang diciptakannya, dan setengah mereka akan mengalahkan setengahnya yang lain.” Seperti halnya pembuktian wujud Ilahi, penjelasan dan pembuktian tentang Keesaan Tuhan boleh saja dilakukan secara penjelasan dan pembuktian disebut tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Al-Qur’an dan Hadist Nabi, tetapi jika hasilnya berbeda atau bertentangan bagaimanapun logisnya tidak dapat diterima oleh Islam. Dalam kajian falsafah agama sebagaimana dikemukakan oleh Harun Nasution bahwa konsep dan paham keTuhanan terdapat konsep dan paham yang berbeda – beda. Mulai dari konsep kekuatan gaib yang berada di dalam alam semesta yang belum mempunyai arti tuisme atau clusme seperti dinamisme dan animisme yang kemudian berkembang menjadi politisme, Henoteisme sampai pada paham monoteisme. 84 a. Dinamisme Dinamisme memandang bahwa setiap benda bisa mempuyai kekuatan yang rahasianya tidak diketahui yaitu kekuatan batin yang misterius (gaib) yang tidak dapat dilihat tetapi efeknya dapat dirasakan. Menurut kepercayaan orang primitif kekuatan gaib yang disebut dengan ‖Mana‖ (bahasa melayu) tidak mempunyai tempat yang tetap (dapat berpindah – pindah). Mana juga tidak mesti baik dan tidak mesti buruk. Terkadang Mana itu dapat dikontrol terkadang juga sulit dikontrol. Hanya orang yang telah mempelajarinya, seperti tukang sihir atau dukun yang dapat mengontrol sebagaimana melalui upacara dari membaca mantera – mantera tertentu. Menurut paham dinamisme tukang sihir atau dukun tidak hanya dapat mengontrol Mana tetapi juga dapat mengambil atau mengumpulkan benda bertuah tersebut ke dalam apa yang disebut fetish, dan orang-orang primitif berusaha mengumpulkan fetish (benda bertuah) karena diyakini dapat menjaga keselamatan dan semakin berkurang Mana (dalam festish) yang dimiliki seseorang dapat berpengaruh buruk serta membahayakan kedudukan mereka. b. Animisme Dalam peran dinamisme kita bisa membedakan antara materi dan hak, dan tidak jelas apakah mana itu selamanya berarti kekuatan gaib ataukah terkadang berarti Roh. Berbeda dengan paham dinamisme, menuruit paham dinamisme semua benda baik yang bernyawa atau tidak bernyawa mempunyai Roh. Hanya saja Roh dalam paham ini masih tersusun dari malti yang jelas, roh juga makan , mempunyai bentuk dan mempunyai umur. Bagi orang primitif paham tentang rah ini berbeda-beda tetapi yang jelas mereka percaya bahwa roh tidak hanya mempunyai kekuatan tetapi juga punya kehendak. Roh bisa senang dan bisa marah, oleh karena itu orang harus berusaha agar roh tidak marah dengan cara memberi korban melalui upacaraupacara tertentu disanalah manusia mulai mengenal ibadah (ritual) karena itu sebagian ahli memandang bahwa dinamisme lebih dahulu adanya dari animisme. c. Politeisme Perubahan kepercayaan terhadap roh terutama roh nenek moyang. Menjadi dewa atau Tuhan hanyalah peralihan derajad kekuasaan. Dewa dipandang lebih berkuasa, lebih tinggi dan mulia dan pada roh. Demikian pula penyembahannya lebih umum dan lebih masa ini masyarakat yahudi masih mengakui adanya Tuhan lain bagi bangsa lain. d. Monoteisme Monoteisme adalah faham terhadap hanya ada satu Tuhan di alam ini. Tuhan lain sudah tidak di akui lagi sebagai Tuhan. Dengan kata lain Tuhan nasional sudah berlaku bagi semua bangsa (secara internasional) atau Tuhan untuk seluruh alam maka paham semacam itu disebut monoteisme. Dalam Yeyasa 44/6 mengatakan 85 ”Aku yang pertama dan aku yang terakhir ”Tiada Tuhan selain dari pada Aku”. Dan syema, yaitu apa yang dipandang sebagai syahadat dalam agama yahudi berbunyi : ‖syema Jesrah jahwe elohem, jahwe Eekad‖ yang dalam bahasa arab : ”Dengarlah Israil, Tuhan kita adalah satu (syema).” Untuk meningkat ke monoteisme, politeisme tidak mesti melalui jalan henoteisme, banyak kepercayaan politeisme yang langsung berubah menjadi monoteisme. e. Deisme Monoteisme bisa berbentuk deisme, politeisme, dan teisme. Menurut paham deisme Tuhan berada jauh di luar alam (trancendent), tidak di dalam alam (immanent) menurut paham ini Tuhan hanya dipandang sebagai pencipta alam, dan setelah menciptakan alam dengan dilengkapi hukum yang tetap dan tidak berubah-ubah maka Tuhan pergi jauh ke luar alam dan tidak berhajat lagi pada alam. Karena alam diciptakan dan terus berjalan menurut mekanisme dan hukum alam maka alam pun tidak bekerja lagi pada Tuhan (supra natural). Dan karena itu dalam paham ini tidak ada mukjizat, dan doa tidak diperlukan lagi dan tak ada gunanya . Paham ini mulai timbul di abad ke 17 dan berasal dari falsafah Newton (1642 – 1727) yang mengatakan bahkan tuhan hanya pencipta alam, dan jika ada kerusakan, baru alam perlu Tuhan. Menurut paham ini Tuhan bukan pengatur, pemeluas dari pada penyembahan roh yang dilakukan oleh keluarga atau lingkungan terbatas. Dalam politeisme dewa – dewa dipandang memiliki pekerjaan – pekerjaan (spesialisasi) tertentu, mempunyai sifat–sifat dan kepribadian tertentu. Yang dalam animisme bentuk dan sifat roh masih samar – samar. Pada mulanya politeisme memandang kedudukan para dewa hampir sama, tetapi lambat laun terjadi perubahan di mana dewa tertentu dipandang berkedudukan lebih tinggi dari pada yang lain. Atau beberapa dewa punya kedudukan lebih tinggi dari dewa – dewa lainnya sekalipun dewa –dewa yang lain masih tetap diakui dan dipuja. Suatu contoh kalau kaum politeis minta hanya dia memohon dewa hujan untuk menurunkan hujan dan sekaligus juga memohon kepada dewa kemarau agar tidak menghalangi dewa hujan. f. Henoteisme Bagi orang yang berfikir mendalam paham politeisme yang menyembah banyak dewa/Tuhan tidak memuaskan lagi, maka timbullah alasan yang mengutamakan satu Tuhan / dewa yang mempunyai kedudukan lebih mulia dan lebih tinggi dari dewa/Tuhan lain. Bahkan mereka hanya menyakini satu Tuhan /dewa bagi bangsanya. Tetapi ini belum berarti monoteisme karena mereka 86 masih mengakui akan adanya dewa atau Tuhan lain bagi bangsa lain inilah disebut paham henoteisme. Contoh paham ini upamanya Zeus dalam agama yunani lama dipandang sebagai kepala keluarga dewa – dewa panteon. Contoh lain pada masyarakat yahudi lama setelah paham animisme berubah menjadi politeisme maka masing – masing kabilah mumpunyai tuhannya sendiri. Kemudian kemudian pada perkembangan selanjutnya yahweh sebagai elohim dari bukit Sinai dipandang sebagai elohim yang tunggal bagi bangsa yahudi, tetapi pada pemelihara dan bukan pengawas alam. Boleh dikatakan ‖absentee handlord atau tuan tanah yang tak pasrah ada di tanahnya. g. Panteisme Pan berarti seluruh, panteisme dengan demikian mengandung arti seluruhnya Tuhan. Paham ini berpendapat bahwa seluruh kosmos ini adalah Tuhan dengan kata lain Tuhan adalah alam dalam keseluruhannya. Berbeda dengan deisme, panteisme memandang Tuhan sangat dekat dengan alam (Tuhan adalah immanent) yaitu berada dalam alam itu sendiri. Seperti halnya deisme, panteisme juga memandang tuhan itu juga satu, hanya saja terdiri dari bagian – bagian dan tidak berubah. Yang merubah dan merupakan bagian dari tuhan adalah ilusi atau khayalan belaka. h. Teisme Teisme sefaham dengan deisme bahwa Tuhan adalah transenden atau berada di luar alam, tetapi juga sefaham dengan panteisme bahwa Tuhan itu immanent (berada dekat dan bahkan di dalam alam). Menurut faham ini tuhan tidak hanya menciptakan alam tetapi juga mengatur dan memelihara alam, oleh karena itu alam setelah diciptakan tetap dan terus berhajat pada Tuhan, dan paham ini menerima adanya mu’jizat dan perlunya do’a. i. Naturalisme Paham ini merupakan kelanjutan dari paham deisme, menurut paham ini alam itu berdiri sendiri serba sempurna, beredar dan beroperasi menurut tabiat / naturnya berdasar hukum sebab musabab. Menurut paham ini alam tidak berasal dan tidak bergantung pada kekuatan gaib atau supranatural, dan pahan ini timbul setelah ilmu pengetahuan alam bertambah maju dan ahli – ahki ilmu pengetahuan alam melihat bahwa alam ini berevolusi dan bergerak menurut mekanisme tertentu, dan tidak ada lagi misteri dalam alam ini, sedang masa depan alam semesta ditentukan oleh hukum – hukum alam yang tak berubah – ubah. Terang naturalis di abad 19 mengatakan bahwa ia telah menyelidiki seluruh langit dengan teleskopnya, tetapi ia tak menemui Tuhan. j. Ateisme Paham ateisme merupakan kelanjutan dari paham naturalis, paham ini sudah tidak percaya lagi akan adanya Tuhan, kalau memang Tuhan itu ada 87 mengapa ia tidak menunjukkan diri dengan nyata. Kalau Tuhan betul ada dan maha sempurna mengapa tidak menciptakan alam ini sempurna? Sebab menurut kaum Ateis alam ini banyak kekacauan dan dalam ketidaksempurnaan. Banyak hal dan sesuatu yang ada di dalam alam ini yang tidak berguna dan tak mempunyai arti. Banyak belatung dan tumbuh – tumbuhan yang berevolusi mencapai kesempurnaan tetapi kemudian hancur atau punah, apa gunanya semua itu diadakan Tuhan, kalau toh nantinya akan dihancurkan? Apa pula gunanya diadakan alam ini diadakan kejahatan, kalau kejahatan itu menimbulkan kekacauan ? Jadi menurut paham ini alam semesta bukan ciptan Tuhan tetapi ada dengan sendirinya dan berada menurut praturan – peraturan yang ada dalam dirinya. Demikian argumen – argumen yang diajukan oleh kaum Ateis. k. Agnoteisme Kalau ada pahan yang dengan tegas mengatakan tuhan itu ada, dan ada pula yang mengatakan dengan tegas Tuhan itu tidak ada, maka ada pula paham yang tetap ragu – ragu (skeptis) tentang adanya tuhan. Bahkan ada paham yang mengatakan bahwa pengetahuan positif dalam ilmu pasti tentang Tuhan tak mungkin diperoleh inilah yang disebut paham agnotisisme. Kata agnotisisme ini dimunculkan oleh Thomas Henry Hudly (1825 – 1895), Ketika berbicara tentang alam nyata saja manusia tak bisa memperoleh pengetahuan yang seratus persen positif apalagi pengetahuan tentang yang gaib (alam gaib). Tetapi ketika ditanyakan pendiriannya tentang teisme dan ateisme, Hudly tak mau memilih salah satu paham itu. Dia bukanlah seorang pengikut kristen yang percaya pada Tuhan, tetapi tidak pula seorang ateis melainkan seorang agnostic yang tidak mempunyai pengetahuan positif tentang Tuhan. Seorang agnostik bisa percaya adanya Tuhan tetapi tidak tahu siapa dan bagaimana Tuhan itu. B. Imam Kepada Rasul Salah satu wujud kerahmatan (kasih sayang) Tuhan kepada manusia adalah diutusnya para Rasul untuk menyampaikan risalah Tuhan kepada kaumnya (manusia) Kata Rasul berasal dari kata ―arsala-yursilu‖ yang berarti mengutus, Rasulan artinya utusan atau pesuruh, sedangkan risalah adalah tugas kerasulan. Jadi jelaslah bahwa hubungan antara Rasul dengan risalah sangatlah erat. Dalam Al Qur’an istilah Rasul juga digunakan untuk menunjuk kepada malaikat sebagai utusan Tuhan seperti tersebut dalam Q.S. Faatir (35) : 1 88 ”Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Adapun pengertian populer tentang Rasul adalah khusus ditujukan kepada manusia yang dipilih Allah untuk mendapatkan wahyunya (Risalah Nya). Selain kata Rasul dalam Al Qur’an juga digunakan istilah Nabi yang berasal dari kata manfaatnya. Nabi dalam istilah Islam ialah manusia yang dipilih Allah untuk mendapatkan wahyuNya, dalam pengertian ini istilah Nabi identik dengan istilah Rasul. Ada pendapat yang mengemukakan bahwa antara Nabi dan Rasul itu berbeda. Nabi mendapatkan wahyu tapi tidak wajib menyampaikan ajaran, sedangkan Rasul mendapatkan wahyu dan wajib menyampaikan ajaran itu kepada umatnya. Pendapat lain menyatakan bahwa Nabi itu tidak membawa syariat baru sedang rasul membawa syariat baru. Yang jelas dalam Al Qur’an sering istilah nabi dan Rasul digunakan untuk menunjuk orang yang sama dan sering pula dua istilah itu digunakan secara berurutan. Dalam Al Qur’an dan Al Hadits diterangkan secara panjang lebar, baik menyangkut apa dan siapa Rasul itu, tugas dan fungsi kerasulan, sifat-sifat dan kedudukannya, serta kepada siapa mereka diutus dan masih banyak lagi yang lain. Menurut Ibnu Taimiyah, Iman kepada Rasul sebagai standart dan sumber keimanan, kekafiran dan kemunafikan adalah percaya dan tidaknya seseorang itu kepada adanya para Rasul itu dan segala ajarannya. Beliau juga menyatakan bahwa ‖Iman kepada Rasul itu ada yang secara menyimak dan ada yang secara terperinci, mufashal. Iman kepada Rasul dengan Iman menyimak (umum) adalah percaya kepada apa saja yang dibawa oleh Rasul, baik ia mengetahuinya atau tidak mengetahuinya. Apa yang ia ketahui ia lakukan atau apa yang ia tidak ketahui ia tidak lakukan pula. Tapi kalau sesudahnya ia mengetahuinya tentu ia akan lakukan pula. Allah tidak membenarkan kepada manusia untuk mau secara mufashal, terperinci. Orang yang tidak mengetahui apa yang dibawa oleh Rasul, ia tidak berdusta dan tidak disiksa (Ibnu Taimiyah, 1989 : 29-30). 89 Salah satu keimanan kepada Rasul / Nabi adalah menyakini bahwa setiap umat ada seorang Rasul yang diutus dan yang memberi pernyataan sebagaimana tersebut dalam Q.S. Yunus (10) : 47 : ”Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya.” Dalam Q.S.Faathir (35) : 24 juga dinyatakan ”Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” Di antara para Rasul itu ada sebagian yang diceriterakan kepada Nabi dan ada sebagian yang tidak diceritakan sebagai mana tersebut dalam Q.S. An-Nisa (4) : 164 ”Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” Adapun para Rasul yang disebutkan dalam Al Qur’an dan al Hadits mulai Nabi Adam As. Sampai Nabi dan Rasul terakhir (Muhammad) menurut para ulama ada 25 rasul. Rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad diutus untuk umat tertentu, sedangkan Nabi Muhammad diutus untuk semua manusia sebagaimana tersebut dalam Q.S. Saba’ (34) : 28. 90 ”Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh Umat manusia..” ayat seperti ini juga terdapat dalam Q.S. Al Araf (7) : 158. Selain kerasulan Nabi Muhammad diperuntukkan bagi semua manusia sampai akhir zaman, Nabi Muhammad juga berkedudukan sebagai Nabi terakhir (penutup para Nabi) artinya setelah Nabi Muhammad tidak akan ada lagi Nabi / Rasul yang diutus oleh Allah. Hal ini ditandaskan dalam Q.S. Al Azzab (33) : 40 ”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para Nabi. Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu.” Dengan istilah khataman Nabi maka secara otomatis kerasulan pun telah berakhir dengan diutusnya Nabi Muhammad karena setiap Rasul pasti Nabi, sedangkan Nabi belum tentu Rasul. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad telah disempurnakan oleh Allah sebelum beliau wafat sebagaimana disebutkan oleh Q.S. Al Maidah (5) : 3 ا ُك ياَأ ُك ُك ي ِذا ْحع َأ َأ ي ِذد ي ًال ْحا َأ ْح َأ ي َأ ْح َأ ْح ُك ياَأ ُك ْح ي ِذد َأ ُك ْح ي َأ َأ ْح َأ ْح ُك ي َأػ َأ ْح ُك ْح ي ِذ ْحؼ َأ ِذ ي َأ َأس ِذ ”Pada hari ini aku telah sempurnakan bagimu agamamu, dan telah aku sempurnakan minatku untukmu dan Aku ridho Islam sebagai agamamu.” Ayat tersebut merupakan ayat terakhir yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad pada saat beliau melakukan haji wada’ (haji terakhir), dan turun sebelum Nabi wafat. Dengan dasar ayat tersebut maka tidak diperlakukan lagi adanya penyempurnaan maupun pembaharuan ajaran Islam. Pembenaran hanya dimungkinkan dalam hal pemahaman kembali dan itupun tidak boleh bertentangan dengan prinsip ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Para Rasul dan Nabi juga diyakini memiliki sifat-sifat mulia, di antaranya sifat Shiddiq (jujur), Tabliqh (menyampaikan risalah), Amanah (dapat dipercaya), dan Fathonah (cerdas). Selain itu para ulama sepakat bahwa para Rasul / Nabi terpelihara 91 dari dosa (maksum). Dalam kitab Aqidah Islamiyah, Ustadz Sayid Sabiq mengemukakan bahwa berdasar beberapa ayat Al Qur’an beberapa rasul seperti Nabi Adam, Nabi Dawud, dan juga Nabi Muhammad Saw. Pernah melakukan kesalahan, namun kesalahan itu hanya karena kedudukan mereka yang tinggi dipandang keliru oleh Allah, akan tetapi jika perbuatan itu dilakukan oleh manusia biasa bukanlah suatu kesalahan telah ditegur oleh Allah, para Rasul segera bertaubat minta ampun dan diampuni oleh Allah. Menurut Ibnu Taimiyah ada segolongan orang yang salah, mengatakan bahwa khatamul Aulia, adalah yang paling mulia di antara para Aulia itu. Demikian itu adalah diqiyaskan dengan yang paling utama dan mulia di antara para Nabi adalah yang terakhir... bahkan ada yang berlebih-lebihan lagi, mereka menganggap : khatamul Aulia (penutup para wali) adalah lebih utama dari pada khatamul Anbiya’ (pungkasan para Nabi) (Ibnu Taimiyah, 1989 : 83). Pendapat tersebut menurut Ibnu Taimiyah menyalahi akal dan syara’ sebab tidak akan dikatakan ia ‖wali‖ melainkan apabila ia mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Wali (jama’nya Aulia) adalah manusia biasa yang bisa salah bisa benar, tidak ada jaminan bahwa ia ma’sum. Tidak ada bedanya antara wali dengan yang bukan wali selain ketaqwaannya pada Allah. Mengenai masalah kewalian ini masih banyak pandangan yang salah baik yang datang dari sebagian ahli sufi dan pengikutnya maupun yang datang dari golongan filsafat yang dikritik dan ditolak oleh Ibnu Taimiyah. Berdasarkan kajian ayat Al Qur’an maupun Hadits oleh karena itu selayaknya umat Islam waspada dan hati-hati menghadapi persoalan tersebut. Termasuk juga pandangan terhadap walisongo yang beredar di jawa. Setelah Rasulullah wafat mulai ada orang yang mendakwakan diri sebagai Nabi maupun sebagai Nabi pengiring seperti Musailamah al Kadzab, Baabullah dan juga Mirza ghulam Ahmad. Berdasarkan ayat tersebut maka pengakuan tersebut tidak dapat diterima dan jelaslah mereka itu adalah nabi-nabi palsu yang tidak memiliki dasar dalam Islam. Begitu juga jika sekarang atau yang akan datang masih ada orang yang mengaku sebagai nabi menurut prinsip aqidah Islam tetap ditolak. Adapun tugas atau misi para Rasul sejak Nabi Adam As. Sampai Nabi Muhammad menurut keyakinan Islam adalah sama yaitu mengajarkan keEsaan Tuhan (Tauhid). Hal ini ditegaskan dalam Q.S. Al Anbiyaa’ (21) : 25. ”Dan kami tidak mengutus Rasul sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya; bahwa tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” 92 Oleh karena para Rasul memiliki misi yang sama dan mereka adalah orangorang yang dipilih Allah untuk menyampaikan risalah atau ajaran Tuhan dan sekaligus menjadi tauladan bagi umatnya, maka menurut prinsip Aqidah Islam pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara Rasul yang satu dengan Rasul yang lain. Perbedaan di antara mereka hanya perbedaan derajat karena perbedaan beban yang dipikulnya atau kelebihan yang dimilikinya. Hal ini ditegaskan dalam Q.S. Al Baqarah (2) : 136 ” Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” Adapun perbedaan derajat kerasulan dijelaskan dalam Q.S. Al Baqarah (2) : 253, sedangkan perbedaan derajat kenabian dijelaskan dalam Q.S. Shad (38) : 85 dan masih banyak ayat yang lain. C. Memahami Qadha’ dan Qadar Tuhan Masalah Qadha’ dan Qadar adalah suatu masalah yang paling tua dan paling susah untuk memberikan jawaban yang dapat memuaskan bagi orang yang mempermasalahkan. Adanya masalah itu bukan lantaran adanya agama, tetapi walaupun agama itu tidak ada, maka akal manusia akan mencari dan mempermasalahkannya. Dalam pembahasan ini perlu dikemukakan tentang pengertian Qadha’ dan Qadar terlebih dahulu. Dalam kitab ‖soal-jawab tentang berbagai persoalan agama ‖ dinyatakan bahwa : ‖ Qadha menurut bahasa ada mempunyai beberapa arti : hukuman, perintahan, khabaran, dan kehendak. ‖Qadarpun ‖ ada mempunyai beberapa macam arti : ukuran, ketetapan, peraturan, dan batas. Tetapi dalam agama ‖ulama-ulama terangkan dengan beberapa ma’na yaitu kata mereka : 93 ‖Qadha’ itu, ialah adanya sekalian yang ada dalam Lauful Mahfudh, dengan jumlah, tidak dengan satu persatu. 2) ‖Qadar’ itu, ialah memisahkan Qadha’ yang disebut dengan mengatakan dia di luar satu persatu. Ada pula yang menekan begini : 1) Qadha itu, ialah keamanan yang mula-mula sekali dari kehendak keTuhanan yang diadakan buat mengatur sekalian yang ada, menurut ukuran (tertib) yang tertentu. 2) Qadar itu, ialah pertalian kemauan yang tersebut dengan barang-barang dalam waktu-waktunya yang tertentu. Dan ada lagi beberapa makna yang hampir bersamaan dengan yang tersebut, tetapi semua itu dapat kita ringkaskan begini ‖Qadha‖ dan Qadar‖ itu, ialah hukuman dan ukuran yang telah adakan pada semua yang ada (makhluk) tentang berlakunya, jahatnya, keadaannya, dan aturannya, menurut sifat dan waktu yang tertentu (A. Hasan dkk, 1980 : 1241 – 1242). Memahami bagaimana hakekatnya taqdir (Qadha dan Qadar Tuhan) memang tidak mudah atau bahkan tidak mungkin untuk sampai pada hakekat yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan masalah tersebut berkaitan dengan masalah kehendak atau Qadha Tuhan yang tak terbatas, sedangkan akal manusia yang terbatas tidak akan mampu menjangkau yang tak terbatas. Rasulullah mengingatkan dengan sabdanya 1) ”.... dan apabila masalah taqdir disebut-sebut hendaklah kamu tinggalkan.” (HR. Thabrani dari Ibn Mas’ud). Hadits tersebut mengisyaratkan bahayanya mempermasalahkan taqdir secara berlebihan. Hal ini telah terbukti setelah Rasulullah wafat timbul dua aliran teologi Islam yang saling bertentangan antara paham Qadariyah dengan paham Jabariyah yang dilanjutkan oleh paham Mu’tazilah dengan paham Asy’ariyah. Dua aliran yang saling bertentangan ini sama-sama mempermasalahkan taqdir (Qadha dan Qodar Tuhan) dikaitkan dengan masalah kebebasan manusia. Masingmasing paham berusaha memperkuat pendapatnya dan menggunakan Al Qur’an sebagai penguat pendirian mereka. Ibnu Taimiyah mensinyalir bahwa ‖di kalangan orang-orang Islam masih banyak kekaburan antara hakekat taqdir dan perintah agama dan belum dapat membedakan antara Al Haqaiq Al Amriyah ad. Diniyah Al Imaniyyah (hakekat perintah agama yang bersifat murni) Al Haqaiq Al Khalqiyyah Al Qadariyyah Al Kaumiyyah (hakekat ketentuan taqdir yang bersifat kaum, ketentuan hukum alam). ‖ (Ibnu Tamiyah, 1989 : 110). Selanjutnya istilah Al Iradah (kehendak Tuhan), Al Amr (perintah), Al Qadha’ (ketentuan), Al Izm (keizinan), Al Taksim (pengharaman), Al Ba’ts (pengutusan), Al Irsal ( kerasulan), dan Al Jail (penciptaan) dalam ayat Al Qur’an dapat ditinjau dari dua pengertian, yaitu Al kaum dan Al Dini. 94 Menurut Ibnu Taimiyah ‖Al Iradah (kehendak) dapat dibedakan menjadi dua sebagaimana tersebut di atas. Yang pertama adalah al Iradah al Kaumiyah : kehendak Allah yang dihubungkan kepada alam semesta yang sudah ditentukannya sejak ia diciptakan dan tidak ada satupun makhluk yang akan keluar daripadanya; seperti Q.S. Al Anam (6) : 125, Q.S. Hud (11) : 34, Q.S. Ali Imran (3) : 11 yang kedua Al Iradah Al Dini (kehendak agama). (Ibnu Tamiyyah, 1989 : 132 – 135). Yang kedua (Al Iradah ad Dini)(kehendak agama) adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, dan bagi yang melakukan apa yang dikehendaki Allah dia akan dicintainya (diridhoi oleh Allah), sebaliknya bagi yang mengingkari akan dimurkai atas tidak dicintai oleh Allah. Contoh al Iradah ad dini ini tersebut dalam Q.S. Al Baqarah (2) : 185, Q.S. Al Maidah (5) : 6, Q.S. An Nisa (4) : 26-27, Q.S. Al Ahzab (33) : 33 dan masih banyak lagi yang lain. Adapun ketentuan Tuhan yang berlaku bagi makhluk (alam semesta) ini dalam Al- Qur’an disebut dengan Sunnatullah, seperti tersebut dalam Q.S. Al Faatir (35) : 43 ” Maka sekali-kali engkau tidak akan menemukan perubahan pada Sunnatullah (hukum alam). D. Iman Kepada Hari Kiamat Iman kepada hari akhir merupakan salah satu sendi aqidah Islam penting dan erat berkaitannya dengan Iman Kepada Allah. Dalam aqidah Islam Hari akhir (Yaumul Akhir) adalah hari berakhirnya alam semesta dan berakhirnya seluruh kehidupan makhlukTuhan. Dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Yaumul Akhir juga disebut Al Akhirat, Yaumul Qiyamah, Yaumul Bath, Yaumul Fash, Yaumuddin, Yaumul Khuruy, Yaumul Khulud, Yaumul Hisab, dan sering juga disebut As-Saah. Sebutan tersebut sekaligus menunjukkan pada peristiwa yang terjadi pada saat terjadinya dan proses peristiwa yang terjadi pada saat terjadinya dari proses perjalanan hidup setelah mati sampai pada kehidupan yang kekal, baik di surga atau di neraka. Bagi orang yang beriman dengan mudah dapat memahami mengapa Iman Kepada hari akhir sangat erat hubungannya dengan Iman Kepada Allah, dan bahkan sering disebutkan secara bersamaan atau berurutan dalam Al Qur’an dan Hadits Nabi. Prinsip aqidah Islam mengajarkan bahwa Allahlah yang menjadi sumber, asalusul segala yang ada dan yang mungkin ada serta asal mula segala kehidupan (causa prime). Kepada Allahlah segala sesuatu akan dikembalikan. Berdasarkan keyakinan tersebut maka asal-usul dan tujuan hidup muslim (sangkan parang dumadi) diarahkan untuk menuju keridhoa Tuhan. Ada pun kebahagian yang hakiki bagi orang yang diridhoi oleh Allah tidak lain adalah kehidupan akhirat. Sebenarnya tidak sulit untuk mempercayai akan adanya hari kiamat, karena dengan menyaksikan peristiwa yang terjadi di sekitar kita, dan juga yang terjadi pada 95 diri manusia telah menunjukkan dan membenarkan akan terjadinya kerusakan dan kehancuran. Hal ini juga ditegaskan dalam Q.S. Al-Qashash (28) : 88 ”Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepadaNya lah kamu dikembalikan.” Musnahnya kehidupan secara berangsur angsur, berhentinya alam semesta dalam berkembang dan kembali berkontraksi menuju ke titik awal merupakan bukti adanya hukum ketidak kekalan yang berlaku bagi setiap mahkluk ciptaan Allah atau ketamaan kehidupan duniawi yang sekaligus memperkokoh akan datangnya hari kiamat. Dalam Q.S. Al-Haj (22) : 7 ”Sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tidak ada keraguan padanya dan bahwasanya Allah mengembangkan semua orang yang di dalam kubur.” Adapun orang-orang yang tidak beriman mereka beranggapan bahwa adanya hari kiamat hanyalah isapan jempol atau lamunan orang-orang awam yang tidak mempunyai akal. Diantara mereka terdapat kaum materialis akhlak yang menerangkan bahwa bumi dan alam semesta berlaku hukum the law of concervation of matter (materi ini kekal dalam perubahan kekekalan). Begitu juga paham reinkarnasi (penjelmaan kembali) yang hakekatnya sejalan dengan prinsip kepercayaan tentang kekekalan duniawi. Jika benar paham reinkarnasi tersebut maka berarti jumlah manusia dan mahkluk lainnya akan tetap dan tidak bertambah jumlahnya. Paham semacam itu dalam istilah Al-Qur’an dikatakan sebagai paham kaum Dahriyah yang tersebut dalam Q.S. Al-Jatsiyah (45) : 24 ”Mereka berkata,” kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa” dan 96 mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” Selain persoalan ada tidaknya hari kiamat juga sering muncul persoalan kapankah datangnya hari kiamat ? Persoalan tersebut sering muncul di kalangan penganut agama lain dengan mengatas namakan sekte tertentu yang mengajarkan dan memastikan terjadinya hari kiamat pada hari ini atau hari itu, bulan ini atau itu, tahun ini atau tahun itu. Bahkan ada pula sekte tertentu dalam kalangan umat Islam yang mengajarkan keyakinan semacam itu. Paham semacam itu di tentang keras dalam Al-Qur’an seperti tersebut dalam Q.S.Luqman (31) : 34 ”Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Berdasarkan ayat tersebut telah jelas tidak ada yang tahu secara pasti kapan datangnya hari kiamat kecuali Allah, Malaikat sebagai makhluk yang paling dekat pun tidak mengetahui hal tersebut, tidak pula para Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah. Hal ini juga diperkenal oleh Q.S.Al-Araf (7) : 187. ”Mereka menanyakan kepadamu tentang hari kiamat Bilakah terjadinya ? ”Katakanlah Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah pada sisi Tuhannya ; tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan kapan datangnya sampai hari kiamat selain dia. Hari kiamat itu adalah amat berat (huru haranya 97 bagi makhluk) yang dilangit dan dibumi. Hari kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya.” katakanlah” Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” Ayat ini turun sebagai jawaban pertanyaan kaum Quraisy yang ingin menguji dan mengejek atau memperolok-olokkan Nabi, karena merekapun tahu bahwa hal itu rahasia Ilahi. Dalam al Qur’an tidak ada satupun ayat yang menjelaskan kapan datangnya hari kiamat begitu juga dengan Hadits Nabi. Nabi Muhammad hanya menjelaskan tanda-tanda dan isyarat tentang dekatnya hari kiamat seperti Sabda Nabi. ”Aku diutus sedang waktu datangnya hari kiamat itu seperti dua ini diambil memperlekatkan telunjuknya dan jari tangannya (HR. Turmudzi)” Al-Qur’an banyak menjelaskan tentang peristiwa dan keadaan pada saat terjadinya hari kiamat seperti Q.S. Al-Haj (22) : 1-2 ” Hai manusia, bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu, Sesungguhnya goncangan pada hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat dahsyat. Ingatlah pada hari (ketika) kiamat kamu melihat goncangan itu, lalaikan semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang diasuhnya, dan jagalah kandungan segala wanita yang hamil. Dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.” Dalam Q.S. Al-Muntahanah (60) : 3 juga dinyatakan ”Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-kali tiada bermanfaat bagimu pada hari kiamat. Dia akan memusnahkan antara kamu. Dan Allah maha melekat apa yang kamu kerjakan.” 98 Peristiwa terjadinya hari kiamat juga diterangkan secara lebih jelas lagi dalam Surat Zalzalah (91) : 1-8, dan masih banyak ayat lain yang menjelaskan peristiwa tersebut. Selain persoalan ada tidaknya hari kiamat dan kapan datangnya hari kiamat, masih banyak persoalan lain berkaitan dengan hari kiamat, baik yang klasik maupun modern, yang datang dari luar maupun dari dalam kalangan Islam sendiri, misalnya tentang kehidupan di alam kubur (alam barzah), tentang Yaumul Bath, Yaumul Hisab, kekal tidaknya surga mereka dan sebagainya. Munculnya berbagai persoalan dan pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah suatu hal yang wajar, karena masalah hari kiamat termasuk salah satu berita ghaib yang datang dari Allah, sedangkan manusia tidak tahu kecuali diberitahu oleh Allah. Firman Allah dalam Q.S.Al-Anam (6) : 59 ”Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Laufulmahfuz).” Bagi umat Islam dengan bekal keyakinan tentang masalah ghaib dan beberapa penjelasan Al-Qur’an dan Hadits maka semua pertanyaan insya Allah dapat dijawab dengan tidak terlalu sulit, hanya karena pemahaman kita terhadap agama kita yang kurang mendalam menjadikan kita sulit untuk memecahkan beberapa masalah yang kita temui. Selanjutnya akan dibahas secara singkat bagaimana kehidupan manusia di alam kubur (barzah) dan akhirat. Abu Musa Al-Asjari, melukiskan bahwa kehidupan manusia adalah kekal hanya berpindah. Mula-mula hidup di qurun dunia, dengan sebab dilahirkan dari perut ibunya, kemudian dipindahkan ke alam Barzah dan akhiratnya di bangkitkan dari alam Barzah dan dipindahkan ke qurun akherat untuk diadili dan dimintai pertanggung jawabannya waktu hidup di dunia untuk mendapat balasan. Amal baik dibalas dengan surga (jamah), amal jahat dibalas dengan neraka (an-nas / jahanam). Pengertian Barzah ialah dinding pemisah antara dua barang atau tempat. Jadi alam barzah adalah alam yang membatasi antara kehidupan dunia dan kehidupan akherat atau tempat berhentinya arwah orang mati sebelum di bangkitkan kembali 99 untuk menunggu akherat, sedangkan akherat yang sebenarnya dimulai sejak terjadinya hari kiamat atau hari kebangkitan. Q.S. AL-Mukminun (23): 99-100 “(Demikianlah keadaan orang – orang yang kafir itu) hingga apabila datang hari kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah akan tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan dibelakang mereka ada dinding pemisah sampai hari kiamat.” Tempat menunggu kebangkitan setelah manusia mati disebut juga alam kubur (Qubur). Seperti firman Allah Q.S. Abbasa (80) : 21-22. “Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur. Kemudian bila dia menghendaki Dia membangkitkannya kembali.” Berdasar ayat tersebut jelas bahwa alam barzah itu identik dengan alam kubur. Tetapi ada juga yang membedakan dengan menyatakan bahwa alam kubur itu berkaitan dengan fisik sedangkan alam barzah berkaitan dengan roh / ruh. Selanjutnya berkaitan dengan Yaumul Ba’ath dan Yaumul Qiyamah ada pertanyaan klasik yang diabadikan dalam Al-Qur’an bahwa kaum musyrik Quraisy menyangkal adanya Yaumul Ba’th seperti tersebut dalam Q.S. Yasin (36) : 78-79 “Dan dia membuat perumpamaan bagi kami dan Dia berkata: “siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh?Katakanlah : “ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali pertama. Dan Dia maha mengetahui tentang segala makhluk.” Berdasar ayat tersebut maka tidak masalah apakah seseoang mati di darat, dilaut, dibakar, atau dimakan binatang buas sekalipun bagi Allah mudah untuk menghidupkannya kembali. Hal ini juga tersebut dalam Q.S. Al-Baqarah (2) : 28’ 100 “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati lalu Allah menghidupkan kamu kemudian kamu dimatikan dan dihidupkanya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu akan kembali.” Setelah dibangkitkan dari kubur manusia akan dihisab dalam suatu pengadilan luar biasa untuk mmpertanggungjawabkan amal perbuatannya ketika di dunia. Dalam pengadilan ini tidak seorangpun diperlakukan tidak adil Q.S. AL-Fushilat (41) : 46. “Barang siapa yang mengerjakan amal shalih maka pahalanya untuk dirinya sendiri. Dan barang siapa berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri dan sekali – kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hambanya.” Dalam pengadilan ini manusia dapat menghitung amal perbuatan dan sekaligus menjadi saksi atas dirinya sendiri Q.S. Yasin (36) : 65. “Pada hari ini kami tutup mulut mereka : dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” Dalam Q.S. An-Nur (24) : 24 dinyatakan “Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” Q.S. Al Isra’ (17) : 14 juga menyatakan “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu itu sebagai penghisab atasmu.” 101 Q.S. Yasin (36) : 54 “Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun, dan kamu tidak dibalasi kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.” Maka juga sering muncul pertanyan dan permasalahan, apakah sekarang sudah ada atau belum, apakah kenikmatan di surga itu bersifat jasmaniah, atau rohaniah semata. Atau bersifat jasmaniyah dan rohaniah. Pertanyaan – pertanyaan semacam itu semuanya merupakan pertanyaan klasik yang telah lama. Dan telah banyak ulama yang mereka menjawabnya, Mengenai masalah sudah ada atau belum surga mereka saat ini ? Ustadz A Hasan mengemukakan bahwa sebagian ulama Islam berpendapat bahwa surga mereka itu belum ada sekarang, dan ada pula yang berpendapat sudah ada. Masing – masing mengajukan argumen sendiri, namun pendapat kedua lebih dapat dibenarkan. Kalau benar surga mereka sekarang sudah ada, di manakah tempatnya pertanyaan ini dijawab oleh A Hasan bahwa agama tidak menjelaskan masalah tersebut, karena itu tidaklah perlu untuk diusut. (lihat ―Soal jawab tentang berbagai masalah agama, jilid III, 1980. hal. 1238 – 1241). Mengenai masalah kedua tentang kenikmatan di surga sebagai mana telah banyak di jelaskan dari Al-Qur’an dan Hadits. Sedang keterangan itu menimbulkan perbedaan diantara ulama’ Islam. Pendapat pertama menjelaskan bahwa nikmat kehidupan surga itu bersifat jasmaniyah, pendapat kedua menyatakan bersifat spiritual/rohaniah belaka, pendapat ini banyak didukung para filosof dan para sufi, dan Ahmadiyah, sedangkan sejumlah ulama cenderung berpendapat bahwa kenikmatan itu hanya sempurna apabila berupa nikmat jasmani dan rohani / spiritual. Berdasar ayat – ayat tersebut dan juga ayat – ayat lain yang tak disebutkan di sini dapat disimpulkan bahwa pada hari hisab semua orang akan dihitung dan di adili semua amal perbuatannya untuk dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan. Bagi orang yang beriman dan beramal soleh, tunduk patuh kepada Allah akan mendapat imbalan kebaikan dan kehidupan yang memuaskan, penuh kenikmatan di surga. Sebaliknya bagi mereka yang tidak beriman dan banyak kemaksiatan serta kejahatan akan menderita dan disiksa di alam akherat (neraka). Istilah surga berasal dari bahasa sansekerta Suarga. Yaitu kayangan atau indera atau keinderaan yang dikepalai oleh betara indra. Begitu juga istilah neraka, juga berasal dari bahasa sansekerta. Neraka, yaitu lawan surga, yaitu tempat orang yang berdosa sebagai hukumannya. Dalam Islam (Al-Quran) surga dikenal dengan beberapa sebutan kata ―Jannah‖ yaitu zaman yang permukaan tanahnya di tutup oleh pepohonan. Ada pula yang menggunakan istilah firdaus. Adapun istilah nereka dalam al-Qur’an sering menggunakan sebutan An-Nur (Api), Jahanam (tempat yang dalam dan paling 102 kejam), Al Hawiyah (api yang panas), Jahim (api yang menyala), Saqor (terik matahari yang membakar), raza (nyala api), dan sebagainya. Berita tentang surga – neraka merupakan salah satu berita ghaib yang manusia tahu karena diberitahu oleh Tuhan. Mengenai masalah surga dan neraka demikian masalah ini sering menimbulkan perbedaan pendapat, dan karena merupakan salah satu berita ghaib, maka hakekatnya Allah yang maha mengetahui bagaimana hakekatnya yang sebenarnya, oleh karena itu himbauan Rasulullah agar kita menghindari / menjauhi pembahasan yang berlebih – lebihan tentang taqdir juga dapat diterapkan dalam pembahasan masalah surga – neraka dan masalah ghaib lainnya Sabda Nabi. “Dan apabila masalah takdir disebut – sebut orang hendaklah kamu hentikan.” (H.R. Thabrani) DAFTAR PUSTAKA AlQur'anul Karim (Terjemahan), DEPAG. Maurice Bucaille, Bibel, Qur'an dan Sains Modern, Jakarta, PT. Bulan Bintang. 1984. Maurice Bucaille, Asal Usul Manusia Menurut Bibel, AlQur'an dan Sains, Bandung, Misan, 1990. Editorial, Sembilan Bulan Pertama dalam Hidupku, Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka, 1977. Keith Wilkes, Agama dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta, PT. Pustaka Sinar Harapan, 1985. Med. T. Mudwal, Sumbangan AlQur'an dalam Ilmu Kebidanan, Sebuah Tinjauan Terhadap Tafsir AlQur'an, Solo, Ramadhani, 1986. Inu Kencana Syafiie, AlQur'an Sumber Segala Disiplin Ilmu, Jakarta, Gema Insani Pers, 1991. Musthafa KS., AlQur'an Dalam Menyoroti Proses Kejadian Manusia, Bandung, PT. Alma'arif, 1983. Abdullah Aly dkk., Studi Islam I, Surakarta, UMS., 1998. Depag RI, Islam Untuk Disiplin Ilmu Filsafat, Jakarta, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001. Depag RI, Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2002. Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1983. Muchlis Hamidy, Dardiri, Pendidikan Agama Islam, Surakarta, UNS, 1989. 103 104