II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

advertisement
10
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Liberalisasi Perdagangan
2.1.1. Pengertian Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya mendorong
industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan
multinasional. Ilmu perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu
ekonomi yang mempelajari dan menganalisis saling ketergantungan antar negara.
Ilmu ini menganalisis arus barang, jasa, pembayaran-pembayaran antara suatu
negara dengan negara lain di dunia, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta
pengaruhnya pada kesejahteraan negara (Oktaviani, 2009).
Perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi
khususnya ekonomi internasional yang mempelajari dan menganalisis tentang
transaksi dan permasalahan perdagangan internasional (ekspor-impor) dan
kerjasama antar negara (WTO, AFTA, ASEAN,dll). Karena merupakan bagian
dari ilmu ekonomi, permasalahan yang dihadapi perdagangan internasional adalah
kelangkaan (scarcity) sehingga terdapat beberapa pilihan (choice) yang
menimbulkan biaya imbangan atau opportunity cost yaitu biaya yang harus
dikorbankan untuk mendapat suatu kepuasan terhadap barang lain. Masalah
kelangkaan ini muncul karena adanya permintaan yang tidak terbatas sedangkan
penawaran dari sumberdaya sifatnya terbatas (masalah ekonomi). Permasalahan
ekonomi dapat bersifat internasional karena adanya faktor permintaan dan
penawaran dari luar negeri (perekonomian terbuka).
Kajian tentang perdagangan internasional semakin penting karena
pengaruh globalisasi ekonomi dunia yang dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut
(Hady, 2001) :
1.
Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus
uang serta transfer teknologi secara internasional,
2.
Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan
industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya
11
pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi
ekonomi regional,
3.
Persaingan yang semakin ketat antarnegara ataupun perusahaan untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal.
Para pedagang melakukan kegiatan perdagangan domestik bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian
halnya dengan perdagangan internasional. Setiap eksportir dan importir yang
melakukan perdagangan bertujuan untuk mencari keuntungan dari perdagangan
tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman dan Maurice (2004)
mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah
untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) yaitu penghematan biaya ratarata produksi melalui spesialisasi.
Adanya perdagangan internasional akan memberikan dampak positif pada
suatu negara berupa: (i) sarana untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat
melalui proses pertukaran; (ii) spesialisasi dan pembagian kerja membuat suatu
negara dapat mengekspor komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih
murah untuk dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan oleh negara lain, yang
jika diproduksi di dalam negeri membutuhkan biaya yang mahal; (iii) perluasan
pasar produk dan pergeseran kegiatan produksi membuat suatu negara mendapat
keuntungan berupa peningkatan pendapatan nasional yang akan meningkatkan
output dan laju pertumbuhan ekonomi; (iv) dapat mendorong kenaikan investasi
dan tabungan melalui alokasi sumber-sumber yang lebih efisien.
2.1.2. Teori Perdagangan Internasional
2.1.2.1.Teori Keunggulan Komparatif
Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa dalam keadaan
perdagangan bebas, apabila salah satu negara kurang efisien dalam memproduksi
kedua barang dibandingkan negara lainnya, kedua negara tersebut masih dapat
melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang
pertama harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang absolute
disadvantage-nya lebih kecil (komoditas ini disebut sebagai keunggulan
komparatif) dan mengimpor komoditas yang absolute disadvantage-nya lebih
12
besar (komoditas ini disebut sebagai ketidakunggulan komparatifnya) (Salvatore,
2007).
Landasan
teori
perdagangan
internasional
yang
melatarbelakangi
terjadinya liberalisasi antara lain Teori Keunggulan Komparatif. David Ricardo
menyempurnakan
teori
keunggulan
absolut
dari
Adam
Smith
dengan
mengemukakan teori keunggulan komparatif. Teori Keunggulan Komparatif
menggunakan sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) hanya terdapat dua negara dan
dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) mobilitas tenaga kerja
sempurna, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6)
tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja.
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif karena konsep
ini merupakan konsep yang paling penting dalam teori perdagangan internasional.
Dalam sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa
yang paling baik mereka produksi. Tidak seperti model perdagangan internasional
lainnya, model ini memprediksi dimana negara akan menjadi spesialis penuh
dibandingkan memproduksi berbagai macam komoditi. Menurut teori labor
efficiency, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional
jika melakukan spesialisasi produksi dan melakukan ekspor atas komoditi yang
diproduksi dengan biaya yang lebih efisien dan mengimpor komoditi yang kurang
efisien.
Kelebihan teori klasik comparative advantage adalah perdagangan
internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya satu negara
yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut
memiliki perbedaan dalam cost comparative advantage atau production
comparative
advantage.
Sedangkan
kelemahannya
adalah
tidak
dapat
menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara.
2.1.2.2.Teori Perdagangan Kelimpahan Faktor Heckser-Ohlin (Neoklasik)
Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia
yaitu Eli Heckser (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan
mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori
keunggulan komparatif. Teori klasik mempunyai kelemahan sehingga muncullah
13
teori H-O. Teori Klasik Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan
internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor
(faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antar negara (Salvatore,
2004:116). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab
perbedaaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan
penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut.
Teori H-O menyatakan penyebab perbedaaan produktivitas karena adanya
jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh
masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan
harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu, teori modern H-O ini dikenal
sebagai „The Proportional Factor Theory”. Selanjutnya negara-negara yang
memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam proses produksinya
akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya.
Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara
tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam
memproduksinya.
Hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:
1.
Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang
impor di tiap negara turun.
2.
Harga atau biaya produksi suatu barang ditentukan oleh jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
3.
Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang X di kedua
negara cenderung sama demikian pula harga barang Y di kedua negara
cenderung sama.
4.
Perdagangan akan terjadi antara negara yang padat modal dengan negara
yang padat karya.
5.
Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi
dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor
produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi.
Sehingga negara yang padat modal akan mengekspor produk yang padat
modal dan akan mengimpor produk yang padat karya, sedangkan negara
14
padat karya akan mengekspor produk yang padat karya dan akan
mengimpor produk yang padat modal.
2.1.2.3.Teori Perdagangan dan Pembangunan Tradisional
Berdasarkan teori perdagangan neoklasik, dapat dirangkum hubungan
antara perdagangan dan pembangunan, antara lain:
1.
Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi di setiap negara. Perdagangan akan memperbesar konsumsi suatu
negara dan meningkatkan output dunia serta memberikan akses kepada
sumber daya yang langka dan pasar internasional yang memiliki potensial
untuk mengembangkan produk ekspor. Tanpa adanya produk-produk
tersebut, negara miskin tidak dapat mengembangkan perekonomian
nasionalnya.
2.
Adanya
perdagangan
pendapatan
dan
dapat
kesejahteraan
meningkatkan
dalam
pemerataan
lingkup
domestik
distribusi
maupun
internasional. Hal ini terjadi melalui proses penyamaan harga-harga faktor
produksi di semua negara serta peningkatan pendapatan riil bagi negara
yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan perdagangan internasional yang
pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya di
dunia secara keseluruhan (misalnya, meningkatkan upah relatif tenaga
kerja di negara yang kaya akan tenaga kerja dan menurunkan upah di
negara-negara yang kekurangan tenaga kerja).
3.
Perdagangan membantu semua
negara dalam proses pembangunan
mereka melalui promosi sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan
komparatif, baik itu berupa keunggulan efisiensi tenaga kerja, atau
kelimpahan atas faktor produksi tertentu. Perdagangan juga dapat
membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala
ekonomis yang mereka miliki.
4.
Jika perdagangan dunia yang bebas tercipta, maka harga dan biaya
produksi internasional akan mampu berfungsi sebagai suatu determinan
pokok mengenai seberapa banyak sebuah negara harus berdagang dalam
rangka memaksimalkan kesejahteraan nasionalnya. Negara akan bertindak
15
sesuai prisip-prinsip keunggulan komparatif, dan tidak akan menggangu
mekanisme pasar bebas.
5.
Yang
terakhir,
untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
dan
pembangunan, setiap negara menerapkan kebijakan internasional yang
berorientasi ke luar.
2.1.2.4.Kritik-kritik terhadap Teori Perdagangan Bebas Internasional
Ada enam asumsi dasar dalam model perdagangan neoklasik yang perlu
untuk dicermati. Keenam asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Segenap faktor produksi atau sumeberdaya produktif yang ada di setiap
negara dianggap baku dan konstan (dianggap tidak berubah, baik kualitas
maupun kuantitas). Penggunaan faktor produksi juga diasumsikan telah
didayagunakan secara penuh dan tidak ada pergerakan atau mobilitas
faktor produksi antarnegara baik itu modal maupun tenaga kerja.
2.
Teknologi-teknologi produksi dinyatakan baku. Penyebaran teknologi
seperti itu diyakini akan menguntungkan semua pihak. Selera konsumen
juga dianggap baku dan tidak dipengaruhi sedikit pun oleh para produsen
(prinsip kedaulatan konsumen internasional).
3.
Dalam lingkup domestik, seluruh sumberdaya bebas berpindah dari satu
kegiatan produksi ke kegiatan produksi lainnya. Perekonomian secara
keseluruhan ditandai oleh adanya persaingan yang sempurna (tidak ada
oligopoli, apalagi monopoli) dan faktor-faktor risiko dan ketidakpastian
dalam lingkungan usaha yang dalam kenyataannya sangat penting itu
justru tidak diperhitungkan sama sekali.
2.1.2.5.Analisis Keseimbangan Parsial
Terdapat banyak dukungan dan kritik terhadap kegiatan perdagangan
bebas internasional, namun dengan adanya kegiatan perdagangan antarnegara,
harga relatif dari berbagai komoditi di masing-masing negara mencerminkan
keunggulan
komparatif
yang
dimilikinya,
ini
merupakan
dasar
bagi
berlangsungnya perdagangan yang memberi keuntungan bagi kedua belah pihak.
Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke
16
negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya
perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga
domestik negara B (Gambar 2.1).
Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi
domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A
telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian,
negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain.
Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi
domestiknya lebih besar daripada produksi domestik (excess demand) sehingga
harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan
untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika
kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi
perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara
adalah sama.
Gambar
2.1.
memperlihatkan
sebelum
terjadinya
perdagangan
internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB.
Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi
dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga
internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan
PA, maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga
internasional sama dengan PB, maka di negara A akan terjadi excess supply (ES)
sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED dan harga yang terjadi
di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka
negara A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan
mengimpor komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional besar X sama
dengan M yaitu Q*.
17
DA
A
SA
ES
SB
DB
PB
X
P*
M
PA
ED
O
QA
Negara A
Q*
Perdagangan
B
QB
Negara B
Sumber : Salvatore (1996)
Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional
Keterangan:
PA
: Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
OQA
: Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A
(pengekspor) .
A
: Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa
perdagangan internasional.
X
: Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.
PB
: Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional.
OQB
: Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B
(pengimpor) tanpa perdagangan internasional.
B
: Kelebihan permintaann (excess demand) di negara A (pengimpor)
tanpa perdagangan internasional.
M
: Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B.
P*
: Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional.
OQ*
: Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana
jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).
18
2.1.3. Teori Liberalisasi Perdagangan
2.1.3.1.Pengertian Liberalisasi Perdagangan
Literatur yang membahas mengenai liberalisasi sering menyamakan
liberalisasi dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara dan semakin
berorientasi ke luar (outward-oriented). Pengertian dari kebijakan liberalisasi
adalah kebijakan perdagangan yang diambil suatu negara yang mencerminkan
pergerakan ke arah yang lebih netral, liberal atau terbuka. Secara khusus,
perubahan ke arah yang semakin netral tersebut meliputi penyamaan insentif
(rata-rata)
diantara
sektor-sektor
perdagangan.
Suatu
negara
dianggap
menjalankan kebijakan liberalisasi perdagangan apabila terjadi pengurangan
tingkat intervensi secara keseluruhan serta pengurangan hambatan-hambatan
dalam perdagangan. Selain itu, kebijakan yang liberal juga dapat ditandai melalui
semakin pentingnya peranan perdagangan dalam perekonomian.
Orientasi kebijakan perdagangan suatu negara diukur berdasarkan tingkat
struktur proteksi dan sistem insentif yang diberlakukan.
World Bank
mengklasifikasikan negara-negara dalam kelompok berdasarkan orientasi
perdagangan untuk melihat performa ekspor menjadi empat kelompok yaitu
strongly outward oriented countries, moderately outward oriented countries,
moderately inward oriented countries, strongly inward oriented countries.
Indonesia pada periode tahun 1963-1973 masuk dalam kelompok moderately
outward oriented sedangkan pada tahun 1973-1985 menjadi moderately inward
oriented. World Bank menyimpulkan bahwa negara yang tergolong outward
oriented memiliki performa lebih baik daripada negara yang inward oriented.
Dilihat dari sudut pandang teori kebijakan, teori tentang kebijakan
menyatakan
bahwa
hambatan
perdagangan
menyebabkan
distorsi
bagi
perekonomian yang menyebabkan pada misalokasi sumber daya di dunia. Distorsi
semakin besar jika negara yang menerapkannya adalah negara kecil yaitu negara
yang tidak dapat memengaruhi perilaku negara lain melalui kebijakankebijakannya. Dibalik alasan untuk memproteksi industri-industri baru di dalam
negeri, hambatan dalam perdagangan tetap mendatangkan distorsi. Berkaitan
dengan kebijakan yang diambil oleh negara maka dapat dibagi dalam dua
kelompok yaitu kebijakan substitusi impor dan ekspansi atau promosi ekspor.
19
Substitusi impor sering dikaitkan dengan kebijakan proteksi yang
dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang masih
muda agar dapat bersaing dengan industri luar negeri. Secara sederhana substitusi
impor diartikan sebagai suatu usaha negara untuk melakukan substitusi barangbarang impor dengan barang-barang sejenis yang diproduksi oleh industri
domestik. Substitusi impor merupakan alternatif strategi pembangunan yang
mengutamakan peningkatan pertumbuhan ekonomi tanpa menambah ekspor.
Strategi substitusi impor membuat pemerintah suatu negara lebih memilih untuk
menghasilkan produk-produk yang selama ini diimpor dari negara lain.
Ada dua alasan mengapa negara berkembang menerapkan strategi
substitusi impor. Pertama, substitusi impor diterapkan untuk memenuhi
permintaan domestik akan barang-barang konsumsi tidak selalu membutuhkan
teknologi maju untuk memproduksinya. Kedua, substitusi impor dapat
menghemat pengeluaran devisa melalui penurunan belanja dalam bentuk valuta
asing yang pada gilirannya akan menurunkan defisit perdagangan. Substitusi
impor lebih bersifat padat modal sehingga perannya dalam penyerapan tenaga
kerja sangat minim.
Ekspansi ekspor berhubungan dengan kebijakan liberalisasi yang identik
dengan usaha peningkatan ekspor untuk meningkatkan pendapatan nasional.
Alasan diberlakukannya ekspansi ekspor adalah memungkinkan terciptanya arus
modal internasional dan jaringan pertukaran keterampilan, teknologi, dan
manajemen. Strategi tersebut juga akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih
besar bila dibandingkan dengan substitusi impor. Hal ini dikarenakan ekspansi
ekspor lebih bersifat padatkarya dan sangat berperan dalam penyerapan tenaga
kerja. Keuntungan dari ekspansi ekspor adalah dapat meningkatkan pemasukan
negara berupa cadangan devisa. Namun, strategi ini berpotensi meningkatkan
pengeluaran untuk impor seiring dengan kenaikan pendapatan suatu negara yang
pada akhirnya akan menimbulkan defisit pada neraca perdagangan.
Kebijakan dalam rangka liberalisasi juga dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu yang dilakukan secara global dan unilateral, dan yang dilakukan secara
bilateral atau regional. Kebijakan yang berlaku global berkaitan dengan
kesepakatan yang diputuskan di WTO dan yang unilateral adalah kebijakan yang
20
secara sepihak dilaksanakan oleh negara tersebut. Kebijakan regional atau
bilateral adalah kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan secara
bilateral atau regional yang biasanya berada dalam suatu perjanjian perdagangan
baik bilateral maupun regional.
2.1.3.2.Dukungan dan Tantangan terhadap Perdagangan Bebas
Ada beberapa persoalan dan argumen utama di seputar perdebatan antara
para penganjur perdagangan bebas yang mengutamakan pembangunan yang
berorientasi ke luar dan strategi promosi ekspor dengan para penganjur yang
menentang perdagangan bebas dan sebaliknya menganjurkan proteksi yang lebih
besar yaitu dengan penetapan strategi substitusi impor. Menurut Todaro (2006),
argumen-argumen yang menentang perdagangan bebas, antara lain: (1)
terbatasnya laju pertumbuhan atas permintaan dunia terhadap ekspor primer dari
negara-negara Dunia Ketiga; (2) kemerosotan dasar-dasar perdagangan atau nilai
tukar perdagangan secara sepihak yang dialami oleh negara-negara berkembang
penghasil komoditi primer; serta (3) terus meningkatnya “proteksionisme baru” di
kalangan negara-negara maju terhadap ekspor produk manufaktur dan produkproduk pertanian olahan dari negara-negara berkembang.
Para pendukung perdagangan bebas juga berkeyakinan bahwa liberalisasi
perdagangan yang meliputi upaya promosi ekspor, devaluasi mata uang domestik,
penghapusan segala bentuk hambatan-hambatan perdagangan internasional, serta
pengikisan distorsi-distorsi harga merupakan syarat terciptanya pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan ekspor. Pada hakikatnya perdagangan bebas memiliki
sejumlah keuntungan, diantaranya:
1.
Perdagangan bebas dapat meningkatkan persaingan, memperbaiki alokasi
segenap sumberdaya serta menciptakan skala ekonomis di bidang-bidang
ekonomi di mana negara berkembang memiliki keunggulan komparatif.
Namun, konsekuensinya adalah perdagangan bebas akan menurunkan
biaya-biaya produksi pada umumnya.
2.
Perdagangan bebas menimbulkan tekanan-tekanan yang mengarah pada
peningkatan efisiensi, perbaikan kualitas produk, serta menyempurnakan
mutu teknologi-teknologi produksi.
21
3.
Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan nilai
laba dan merangsang tabungan serta investasi.
4.
Perdagangan bebas akan menciptakan capital inflow, keahlian, dan
teknologi dari luar negeri, yang merupakan sumber daya yang sangat
dibutuhkan, tetapi langka di negara berkembang.
5.
Perdagangan bebas akan menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk
membiayai impor.
6.
Perdagangan bebas akan menghapuskan distorsi harga yang mahal akibat
adanya intervensi pemerintah yang salah arah, baik itu di pasar ekspor
maupun pasar valuta asing.
7.
Perdagangan bebas memungkinkan negara-negara berkembang untuk
mengambil keuntungan penuh dari reformasi yang dilakukan WTO.
2.2.
Konsep mengenai Beban Utang Luar Negeri
2.2.1. Teori Three Gap Model
Dalam perekonomian, terdapat tiga defisit, yaitu defisit tabungan investasi,
defisit anggaran, dan defisit transaksi berjalan. Ketiga defisit tersebut harus
dibiayai melalui utang luar negeri melalui pendekatan pendapatan nasional.
Hubungan antara ketiga defisit ini dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori
Three Gap Model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional
(Basri,1995), yaitu:
Sisi Pengeluaran
Y = C + I + G + (X-M)
(2.1)
Keterangan:
Y = GDP
G = pengeluaran pemerintah
X = ekspor barang dan jasa
M = impor barang dan jasa
C = konsumsi masyarakat
I = investasi
Sisi Pendapatan
Y=C+S+T
(2.2)
22
Keterangan:
S = tabungan domestik
T = penerimaan pajak pemerintah
Jika kedua identitas pendapatan nasional digabung, maka akan diperoleh:
(M – X) = (I – S) + (G – T)
(2.3)
Keterangan:
M – X = defisit transaksi berjalan
G – T = defisit anggaran pemerintah
I – S = defisit tabungan investasi
Hubungan antara kebutuhan utang luar negeri dan ketiga defisit tersebut
diperlihatkan dengan menggunakan persamaan identitas neraca pembayaran,
yaitu:
Dt = (M – X)t + Dst – NFLt + Rt + NOLt
(2.4)
Keterangan:
Dt = utang pada tahun t,
(M – X)t = defisit transaksi berjalan pada tahun t,
Dst = pembayaran beban utang (bunga + amortisasi) tahun t,
NFLt = arus masuk bersih modal swasta pada tahun t,
Rt = cadangan otoritas moneter tahun t,
NOLt = arus keluar modal bersih jangka pendek seperti capital flight dan lain-lain
pada tahun t.
Persamaan ini menunjukkan bahwa utang luar negeri (sisi kiri) digunakan untuk
membiayai defisit transaksi berjalan, pembayaran utang, cadangan otoritas
moneter, dan kebutuhan modal serta pergerakan arus modal jangka pendek seperti
capital flight. Bila persamaan (2.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.4),
maka akan diperoleh persamaan :
Dt = ( I – S)t + (G – T)t +DSt – NFLt + Rt + NOLt
(2.5)
Identitas (2.5) ini menunjukkan, selain untuk membiayai defisit transaksi berjalan,
utang luar negeri juga dibutuhkan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah,
serta kesenjangan tabungan – investasi dengan utang luar negeri.
Todaro (2006) berpendapat bahwa akumulasi utang luar negeri merupakan
suatu gejala umum yang wajar. Rendahnya tabungan dalam negeri tidak
23
memungkinkan dilakukannya investasi secara memadai, sehingga pemerintah
negara-negara berkembang harus menarik dana pinjaman dan investasi dari luar
negeri. Bantuan luar negeri dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam
usaha negara yang bersangkutan guna mengurangi kendala utamanya yang berupa
kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya.
2.2.2. Teori Kurva Laffer Utang
Kurva
Laffer
Utang
(Debt
Laffer
Curve)
adalah
kurva
yang
menggambarkan hubungan antara jumlah utang luar negeri dan kemampuan
membayar utang tersebut dimana peningkatan stok utang dapat mengurangi
kemampuan untuk membayar utang luar negeri. Teori ini menggambarkan efek
akumulasi utang terhadap pertumbuhan GDP. Menurut teori ini, pada dasarnya
utang itu diperlukan pada tingkat yang wajar. Penambahan utang akan
memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu
titik atau batas tertentu. Pada kondisi tersebut utang merupakan kebutuhan normal
setiap negara. Namun, pada saat stok utang telah melebihi batas tersebut, maka
penambahan utang mulai membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Expected Debt Repayment
Debt Overhang
A
B
Debt Stock
O
Sumber : Pattillo dalam Listiani, 2002
Gambar 2.2. Kurva Laffer Utang
Gambar 2.2. menjelaskan bahwa pada titik OA, penambahan jumlah utang
berhubungan positif terhadap peningkatan kemampuan membayar utang sampai
24
pada titik batas (debt overhang). Debt overhang merupakan kondisi dimana
negara tidak memiliki kemampuan untuk membayar utang secara penuh dan
pembayaran aktual tergantung dari pelaksanaan kebijakan ekonomi. Apabila
jumlah utang luar negeri selalu meningkat melebihi titik batas (titik OB), maka
akan berhubungan negatif terhadap kemampuan membayar utang. Hal ini akan
menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Akumulasi utang menimbulkan
kewajiban pembayaran utang yang besar sehingga meningkatkan pajak untuk
membayar pelunasan utang. Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan investasi
yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang menurun.
2.3.
Tinjauan Teoritis
2.3.1. Teori Trade Openness
Negara yang melakukan liberalisasi perdagangan merupakan negara yang
menganut sistem perekonomian terbuka, dimana penduduk negara tersebut telah
melakukan perdagangan dengan penduduk negara lain baik itu sektor rumah
tangga, sektor perusahaan, maupun sektor pemerintah. Negara yang mempunyai
kelebihan sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia
dapat melakukan spesialisasi yaitu dengan memproduksi barang dan jasa yang
mempunyai keunggulan komparatif di negara tersebut. Hasil produksi tersebut
dapat digunakan untuk kebutuhan domestik maupun untuk ekspor ke luar negeri.
Sedangkan barang dan jasa yang tidak mampu diproduksi dalam negeri dapat
diimpor dari luar negeri.
Pendapatan dari ekspor merupakan sumber devisa negara. Negara dapat
melakukan ekspor jika barang dan jasa negara yang bersangkutan mempunyai
daya saing di pasar internasional. Ekspor merupakan salah satu komponen dari
pengeluaran agregat. Semakin banyak jumlah barang yang dapat diekspor,
semakin besar pengeluaran agregat, dan semakin tinggi pula pendapatan nasional
yang diperoleh oleh negara yang bersangkutan. Namun, pendapatan nasional yang
tinggi belum tentu meningkatkan ekspor. Sifat yang seperti ini menunjukkan
bahwa ekspor dianggap sebagai variabel eksogen (Lihat Gambar 2.3. bagian a).
Impor mempunyai sifat yang berlawanan terhadap ekspor. Semakin besar
impor, semakin tinggi pula devisa yang digunakan untuk membiayai impor dan
25
akan mengurangi pendapatan nasional, hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan langsung antara impor dengan pendapatan nasional yang nilainya
ditentukan oleh kecenderungan mengimpor atau MPM (m).
m = ∆M ∆Y
(2.6)
Hubungan antara impor dan pendapatan nasional secara matematis dirangkum
oleh fungsi impor sebagai berikut:
M = Mo + mY
(2.7)
Dimana:
M
=
jumlah impor
Mo
=
jumlah impor yang nilainya tidak ditentukan oleh Y
m
=
marginal propencity to import.
Y
=
pendapatan nasional
X
M
M=Mo + mY
∆M
X
∆ Y
M0
g
Y
Y
y
∆
g
Y
Y
Y
Y
o
o
b
a
y
)
∆
)
Sumber: Deliarnov (1995)
)
Gambar 2.3. Hubungan antara Ekspor dan Impor dengan Tingkat
Pendapatan Nasional
Keterangan :
a. Ekspor ditentukan oleh faktor eksogen dan tidak tergantung pada besarnya
pendapatan nasional.
b. Impor dan pendapatan nasional yang berkaitan erat. Makin besar pendapatan
nasional, makin besar impor, ditentukan oleh marginal propencity to import.
26
Keseimbangan Perekonomian Terbuka
Pengeluaran agregat domestik dari negara yang menganut sistem
perekonomian terbuka terdiri dari pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga,
pengeluaran investasi oleh perusahaan, pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran
unutk membeli barang impor.
Y= C + I + G – M
(2.8)
Tanda M negatif dikarenakan pengeluaran tersebut bukan diterima oleh
perusahaan-perusahaan dalam negeri, melainkan oleh pihak luar negeri. Tetapi
sebagian produk dalam negeri ada pula yang diekspor ke luar negeri. Dengan
demikian jumlah pengeluaran agregat menjadi:
Y= C + I + G + (X – M)
(2.9)
Perdagangan yang terbuka ditandai dengan adanya ekspor dan impor. Nilai (X-M)
merupakan ekspor bersih. Tanda ini bisa positif bisa pula negatif. Apabila
tandanya positif berarti jumlah barang yang diekspor ke luar negeri lebih banyak
daripada barang yang diimpor dari luar negeri. Tanda negatif berarti sebaliknya.
Pengeluaran agregat terdiri dari dua bagian, yaitu pengeluaran yang
bersifat otonom (autonomous) dan pengeluaran yang sifatnya terpengaruh
(induced). Pengeluaran agregat yang otonom jumlahnya tidak dipengaruhi oleh
pendapatan nasional. Yang termasuk di dalam pengeluaran yang otonom ini
adalah Investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor (X). Sedangkan yang
dikategorikan ke dalam pengeluaran yang terpengaruh adalah pengeluaran untuk
konsumsi (C) dan impor (M). Dilain pihak penawaran agregat adalah
penjumlahan antara pengeluaran konsumsi rumah tangga, tabungan, pajak dan
transfer, atau:
AS = C + S + T - Tr
(2.10)
Keseimbangan perekonomian terbuka akan tercapai jika:
C + I + G + (X – M) = C + S + T – Tr
(2.11)
Jika C dihilangkan dari kedua sisi, dan M dipindahkan ke kanan,maka rumus
keseimbangan menjadi:
I + G + X = S + T + M – Tr
(2.12)
Keseimbangan pendapatan nasional perekonomian terbuka secara grafis dapat
dilihat pada Gambar 2.4.
27
C,I,G, (X-M)
C + I + G + (X – M)
E
C + I + G + (X – M)
C+I
C = a + bY
a
Y
0
Y*
I,G,X ,dan S,T,M
S + T +M - Tr
I+G+X
0
Y
Y*
Gambar 2.4. Keseimbangan Perekonomian Terbuka
Keterangan:
Keseimbangan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian terbuka tercapai
pada saat C + I + G + (X – M), terjadi pada titik E. Cara lain untuk mencari
keseimbangan dalam perekonomian empat sektor ialah pada saat I + G + X = S +
T + M – Tr, yang seperti terlihat pada panel bawah juga terjadi pada titik E.
2.3.2. Teori Suku Bunga
Menurut Lipsey, dkk (1995) suku bunga adalah harga yang dibayarkan
untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Suku bunga
dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku
bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan
28
jumlah uang yang dipinjam. Sedangkan suku bunga riil merupakan rasio daya beli
uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku
bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi.
Menurut Mankiw (2006), suku bunga terbagi menjadi 2 bagian, yaitu suku
bunga nominal dan suku riil. Suku bunga nominal merupakan suku bunga yang
dibayarkan oleh bank, sedangkan suku bunga riil merupakan kenaikan dalam daya
beli masyarakat. Efek Fisher menyatakan i adalah suku bunga nominal, dan r
adalah suku bunga riil serta
adalah ekspektasi inflasi, maka hubungan ketiga
variabel ini dapat ditulis sebagai berikut:
i=r+
(2.13)
Pada persamaan 2.13 terlihat bahwa suku bunga nominal merupakan penjumlahan
dari suku bunga riil dan ekspektasi inflasi. Hal ini menunjukkan bahwa suku
bunga dapat berubah karena dua alasan yaitu suku bunga riil yang berubah atau
ekspektasi inflasi yang berubah.
Suku Bunga Internasional (LIBOR)
LIBOR (London Interbank Offered Rate) adalah suku bunga pinjaman
antar bank yang diberlakukan oleh bank-bank London dan digunakan sebagai
landasan untuk suku bunga bank di seluruh dunia sebagai suku bunga
internasional. Edward dan Khan (1985) dalam Kinantiarin, mengatakan bahwa
suku bunga ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal
meliputi pendapatan nasional, ekspektasi inflasi, dan jumlah uang beredar.
Sedangkan faktor eksternalnya adalah penjumlahan suku bunga luar negeri dan
tingkat ekspektasi perubahan nilai tukar valuta asing.
Keseimbangan pasar uang melibatkan unsur utamanya, yaitu permintaan
dan penawaran uang. Bila mekanisme pasar dapat berjalan tanpa hambatan maka
pada prinsipnya keseimbangan di pasar uang dapat terjadi, dan merupakan wujud
kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran uang. Apabila suku
bunga domestik lebih besar dari suku bunga internasional, maka aliran modal
akan masuk ke dalam negeri. Capital inflow menyebabkan penawaran akan mata
uang asing meningkat sehingga nilai mata uang asing tersebut terdepresiasi dan
nilai mata uang domestik terapresiasi. Harga domestik lebih mahal dibandingkan
29
harga luar negeri dan menyebabkan impor lebih besar dari pada ekspor dan akan
meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan yang juga akan meningkatkan
utang luar negeri. Begitu juga sebaliknya, apabila suku bunga dalam negeri lebih
kecil dibanding suku bunga internasional maka terjadi capital outflow yang
menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi dan akan meningkatkan ekspor
serta mengurangi utang luar negeri (perhatikan gambar 2.5).
John Maynard Keyness mengkritik teori ekonomi klasik tentang
pengembangan teori suku bunga. Menurut Keyness, teori klasik berlaku hanya
untuk bunga jangka panjang. la mengembangkan teori preferensi likuiditas ini
untuk menjelaskan suku bunga untuk jangka pendek. Suku bunga menurut
Keyness adalah harga yang di keluarkan debitur untuk mendorong seorang
kreditur memindahkan sumber daya langka (uang) mereka, akan tetapi, uang yang
dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan adanya kerugian berupa risiko tidak
diterimanya tingkat bunga tertentu. Dalam teori ini terdapat dua macam investasi
yang dapat dikembangkan, yaitu uang dan obligasi. Keyness mengatakan bahwa,
peningkatan permintaan terhadap uang akan menaikkan suku bunga.
D‟m
Suku bunga
Sm
Dm
r1
E1
r0
S‟m
E
r2
E2
0
I0
I2
I1
(a) Pandangan Klasik
Jumlah Investasi
30
Suku bunga
r0
r1
LP
(b) Pandangan Keynes
Jumlah uang
M0
M1
Sumber: Sukirno (1985)
Gambar 2.5. Pandangan Mengenai Penentang Suku Bunga
2.3.3. Teori GDP
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Produk, GDP), merupakan
pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa
(Mankiw, 2006). GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik untuk mengukur
kinerja perekonomian, tujuannya adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu
nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Dalam suatu perekonomian
yang hanya memproduksi satu jenis barang, GDP dapat dihitung dengan cara yang
sederhana yaitu dengan menambahkan pengeluaran total atas barang tersebut.
Namun, dalam perekonomian yang lebih kompleks, GDP diartikan sebagai nilai
pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama
kurun waktu tertentu.
GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal dihitung
dengan cara menjumlahkan nilai dari seluruh barang yang diproduksi yaitu harga
dikali jumlah barang. Ukuran ini tidak dapat mecerminkan sejauh mana
perekonomian bisa memenuhi permintaan rumah tangga, perusahaan dan
pemerintah. Jika seluruh harga digandakan tanpa ada perubahan dalam jumlah,
maka GDP akan berlipat ganda. GDP yang berlipat ganda ini bukan berarti bahwa
perekonomian telah berhasil memuaskan permintaan konsumen secara berlipat
ganda. Karena ukuran perekonomian melalui GDP nominal bukanlah ukuran
terbaik, maka digunakanlah GDP riil yang merupakan ukuran kemakmuran
31
ekonomi yang lebih baik dalam menghitung output barang dan jasa dalam
perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Penghitungan
GDP riil menggunakan harga konstan dan menunjukkan apa yang akan terjadi
terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak. GDP
yang digunakan untuk mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh
tingkat harga dalam perekonomian disebut GDP deflator. GDP deflator juga
disebut dengan deflator harga implisit untuk GDP dan didefinisikan sebagai rasio
GDP nominal terhadap GDP riil.
Ukuran Rantai Tertimbang GDP Riil
Penghitungan GDP riil menggunakan harga yang tidak pernah berubah
atau konstan. Penggunaan harga yang sama dari tahun ke tahun menunjukkan
bahwa harga tidak mengalami kenaikan atau penurunan dan tidak mengikuti
perkembangan zaman. Misalnya harga mobil turun secara signifikan, sementara
uang perkuliahan naik dari tahun ke tahun. Ketika menilai produksi mobil dan
pendidikan tidak tepat apabila kita menggunakan harga yang diberlakukan
sepuluh tahun lalu. Oleh karena itu, Biro Analisis Ekonomi memperbaharui harga
secara periodik untuk menghitung GDP riil, yaitu setiap lima tahun. Harga-harga
itu dipertahankan untuk mengukur perubahan dalam produksi barang dan jasa dari
tahun ke tahun sampai tahun dasar diperbaharui lagi
Pada tahun 1995, Biro Analisis Ekonomi mengumumkan kebijakan baru
yang terkait dengan perubahan tahun dasar. Kebijakan baru tersebut adalah ukuran
rantai-tertimbang GDP riil. Ukuran ini akan memperbaharui tahun dasar secara
terus-menerus. Tingkat pertumbuhan tahun ke tahun yang berbeda-beda kemudian
disatukan oleh rantai tertimbang yang bisa digunakan untuk membandingkan
output barang dan jasa diantara dua waktu. Ukuran ini dinilai jauh lebih baik
daripada ukuran sebelumnya, karena harga yang digunakan untuk menghitung
GDP riil tidak of date.
32
2.3.4. Teori Nilai Tukar (Kurs)
2.3.4.1.Pengertian Nilai Tukar (Kurs)
Nilai tukar adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang
negara lain. Pembayaran internasional yang memerlukan pertukaran mata uang
satu negara menjadi mata uang negara lain dapat dilakukan dengan berbagai cara
meskipun pada hakikatnya hanya menyangkut pertukaran mata uang antar
masyarakat yang memiliki satu jenis mata uang dan membutuhkan jenis mata
uang lainnya. Nilai tukar (exchange rate) satu mata uang terhadap lainnya
merupakan bagian dari proses valuta asing. Valuta asing mengacu pada mata uang
asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti deposito bank atau surat sanggup
bayar yang diperdagangkan. Nilai tukar valuta asing merupakan harga di mana
pembelian dan penjualan valuta asing berlangsung; nilai tukar merupakan jumlah
mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata
uang asing (Lipsey, 1995).
Nilai tukar terdiri dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Nilai tukar
nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan, nilai tukar riil
merupakan harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs dapat diperoleh
melalui perkalian antara kurs nominal dengan rasio tingkat harga. Rasio tingkat
harga merupakan perbandingan antara harga barang domestik dan harga barang di
luar negeri (Mankiw, 2006).
Kurs Riil
Є
= Kurs Nominal x Rasio Tingkat Harga
=
е
x
(P/P*)
2.3.4.2.Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar internasional yang dianut oleh beberapa negara di dunia,
antara lain; sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar fleksibel. Sistem nilai
tukar tetap merupakan sistem nilai tukar yang bersifat tetap pada nominal tertentu.
Contohnya adalah sistem standar emas dan sistem Bretton Woods. Sedangkan,
sistem nilai tukar fleksibel itu berfluktuasi dengan bebas dan ditentukan oleh
keseimbangan penawaran dan permintaan pasar, tanpa ada intervensi dari
pemerintah. Selain kedua macam sistem nilai tukar yang murni, terdapat sistem
nilai tukar campuran yaitu sistem nilai tukar dengan sistem patok yang masih bisa
33
diubah (adjustable peg) dan sistem mengambang terkendali (managed float).
Dalam sistem adjustable peg, pemerintah menentukan nilai pari dari nilai
tukarnya. Dalam sistem managed float, bank sentral berusaha berperan sebagai
stabilisator atas nilai tukar, namun tidak menetapkan nilai parinya.
Terdapat dua sistem nilai tukar yang diterapkan di Indonesia, diantaranya:
1) Sistem Nilai Tukar Tetap
Pada sistem nilai tukar tetap, bank sentral melakukan intervensi pada bursa
valuta asing untuk mencegah penyimpangan nilai tukar dari nilai nominal yang
telah ditetapkan (Lipsey, 1995). Dengan mematokkan nilai mata uangnya
terhadap mata uang negara tertentu, setiap bank sentral suatu negara harus
mengatur dan menjaga nilai tukar yang dipilih agar dipertahankan tetap. Dalam
sistem ini, terdapat permasalahan yaitu adanya ketidakseimbangan antara
permintaan dan penawaran, karena penjualan dan pembelian valuta asing yang
dilakukan oleh pemerintah. Permasalahan jangka pendek dari ketidakseimbangan
ini dapat diatasi dengan cara memasuki pasar dan membeli serta menjual
sebanyak yang diperlukan.
Apabila permintaan atas mata uang suatu negara meningkat, maka dapat
terjadi apresiasi mata uang. Namun, dalam sistem nilai tukar tetap, harga mata
uang tidak boleh naik atau turun. Oleh karena itu, pemerintah harus
mempertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi apresiasi dengan cara
membeli mata uang asing dan menjual mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan
menambah cadangan valuta asingnya. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan
atas mata uang suatu negara rendah, maka dapat terjadi depresiasi. Oleh karena
itu, pemerintah harus memertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi
depresiasi dengan cara menjual mata uang asing dan membeli mata uangnya
sendiri. Tindakan ini akan mengurangi cadangan valuta asingnya. Namun, apabila
permasalahan ketidakseimbangan terjadi dalam jangka panjang, maka akan sulit
untuk mempertahankan nilai patokannya, yaitu nilai parinya.
2) Sistem Nilai Tukar Fleksibel
Sistem nilai tukar fleksibel ditentukan oleh permintaan dan penawaran
mata uang suatu negara tanpa ada intervensi dari pemerintah. Sistem ini sering
dinamakan dengan sistem nilai tukar bebas atau sistem nilai tukar mengambang.
34
Negara yang menganut sistem nilai tukar ini akan mengalami fluktuasi nilai mata
uang yang jauh lebih besar dan akan memengaruhi kondisi makroekonomi negara
tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari fluktuasi ini dapat membuat
ketidakpastian dalam kegiatan perdagangan.
Harga valuta asing (nilai tukar) yang meningkat disebut depresiasi atas
mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal dan nilai relatif
mata uang dalam negeri menurun. Sebaliknya, turunnya harga valuta asing (nilai
tukar) disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing lebih murah dan
harga relatif mata uang domestik meningkat. Misalnya, apabila nilai dolar
terhadap rupiah naik dari 7.000 Rupiah menjadi 7.500 Rupiah (dalam arti lain,
nilai Rupiah terhadap Dolar menurun dari 0,0001429 US$ menjadi 0,0001333
US$), dikatakan bahwa Rupiah terdepresiasi dan Dolar mengalami apresiasi.
Nilai tukar sangat memengaruhi kegiatan perdagangan. Apabila nilai mata
uang domestik terdepresiasi maka harga produk di dalam negeri lebih murah
dibandingkan dengan harga internasional sehingga akan meningkatkan ekspor,
begitu juga sebaliknya. Apabila nilai mata uang domestik mengalami apresiasi,
maka impor negara tersebut akan melebihi ekspornya, sehingga net ekspor
(ekspor dikurangi impor) akan menurun. Perhatikan gambar 2.6.
Kurs riil,
ԑ
ԑ2
ԑ1
NX2
NX1
Ekspor neto, NX
Sumber: Mankiw (2006)
Gambar 2.6. Grafik Hubungan antara Kurs Riil dengan Ekspor Neto
35
2.4.
Model Ekonometrika
2.4.1. Model VAR
2.4.1.1.Uji Kointegrasi (Engle-Granger) dan Error Corection Model
Dua variabel yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada first
differnce, mempunyai kemungkinan akan terjadi kointegrasi yaitu terdapat
hubungan jangka panjang di antara keduanya. Terdapat tiga cara untuk menguji
kointegrasi yaitu: (1) Uji Kointegrasi Engle-Granger, (2) Uji Cointegrating
Regression Durbin Watson (CRDW), dan (3) Uji Johannsen Cointegrating.
Apabila kedua data yang dianalisis tidak stasioner tetapi saling berkointegrasi,
berarti ada keseimbangan antara kedua variabel tersebut atau ada hubungan
jangka
panjang.
Dalam
jangka
pendek
ada
kemungkinan
terjadi
ketidakseimbangan, maka diperlukan adanya koreksi dengan model koreksi
kesalahan (error correction model atau ECM).
Model ECM diperkenalkan oleh Sargan yang dikembangkan oleh Hendry
dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model ECM yang dijalankan oleh
Engle dan Granger memerlukan dua tahap, sehingga disebut two step EG. Tahap
pertama adalah menghitung nilai residual dari persamaan regresi awal. Tahap
kedua adalah melakukan analisis regresi dengan memasukkan residual dari
langkah pertama (Firdaus, 2011)
2.4.1.2.Uji Kausalitas
Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas
diantara variabel-variabel yang ada dalam model. Uji ini untuk mengetahui
apakah suatu variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja
forecasting dari variabel terikat (dependent variable). Granger melakukan
pengujian hubungan sebab-akibat dengan menggunakan F-test bertujuan untuk
menguji apakah lag informasi dalam variabel Y memberikan informasi statistik
yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X.
2.4.1.3.Vektor Autoregression (VAR)
Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan sebuah kerangka
keraja makroekonomi yakni Vektor Autoregression (VAR). Firdaus (2011)
36
memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate autoregression merupakan
sebuah persamaan tunggal (single-equation) dengan model linier variabel tunggal
(single-variable linear model), dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel
dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan
dengan n-variabel, dimana masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya
sendiri serta nilai saat ini dan masa lampaunya. Dengan demikian, dalam konteks
ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series (Firdaus,
2006). VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang
dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan
mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting, inferensi struktural,
seta analisis kebijakan.
Alat analisa yang disediakan oleh VAR, yakni, Forecasting, Granger
Causality Test, Impulse Response Function (IRF), dan Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD). Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan
nilai masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa
lalu variabel. Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan
sebab-akibat anta variabel. Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk
melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau
guncangan suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition
(FEVD) merupakan parameter untuk mengukur prediksi kontribusi presentase
varians terhadap perubahan suatu variabel tertentu (Firdaus, 2011).
Model Vector Auto Regression sama seperti model ekonometrika lainnya.
VAR juga meliputi serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model.
Spesifikasi model VAR menurut Arsana dalam Firdaus (2011) meliputi pemilihan
variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan penentuan
banyaknya lag yang digunakan dalam model. Sedangkan identifikasi model
adalah melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model.
Pada proses identifikasi akan dijumpai beberapa kondisi yakni kondisi
overidentified dan
kondisi exactly identified atau just identified. Kondisi
overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah
parameter yang ingin diestimasi, sementara kondisi exactly identified atau just
37
identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang
diestimasi sama.
Keadaan yang underidentified terjadi jika jumlah informasi kurang dari
jumlah parameter yang diestimasi. Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam
keadaan overidentified dan exactly identified atau just identified. Pemilihan selang
optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike
Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun
Hannan-Quinn Criterion (HQ).
Enders (2004) memformulasikan sistem tradisional bivariat orde pertama
sebagai berikut:
yt = b10 – b12zt + γ11zt-1 + γ12zt-1 + εyt
(2.6)
zt = b20 – b21yt + γ21yt-1 + γ22zt-1 + εzt
(2.7)
Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi satu
sama lain. Misalnya –b12 merupakan efek serentak (contemporaneous effect) dari
perubahan zt terhadap yt dan γ12 merupakan efek dari perubahan zt-1 terhadap yt.
Persamaan (2.6) dan persamaan (2.7) bukanlah persamaan dalam bentuk reducedform karena yt memiliki efek serentak terhadap zt dan zt memiliki efek serentak
terhadap yt.
Bentuk persamaan di atas adalah bentuk primitif. Dari bentuk tersebut
dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar (reducedform). Persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders, 2004):
Yt = A0 + A1Yt-1 + A2Yt-2 +…+ ApYt-p +et
(2.8)
dimana,
Yt = vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam
sebuah model VAR,
A0 = vektor intersep berukuran (n x 1),
Ai = matriks koefisien/parameter berukuran (n x n) untuk setiap i = 1,2,..,p,
et = vektor error berukuran (n x 1).
Bentuk persamaan bivariate model VAR di atas adalah sebagai berikut:
yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + eyt
(2.9)
zt = a20 + a21yt-1 + a22zt-1 + ezt
(2.10)
38
Model VAR merupakan solusi atas kritikan terhadap model persamaan
simultan, yaitu:
1.
Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada
agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada
hasil yang hilang (omitted interrelation).
2.
Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan
untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan
identifikasi dari bentuk struktural.
Menurut
Gujarati
(1978),
metode
VAR
memiliki
keunggulan
dibandingkan dengan metode lainnya, antara lain:
1.
Metode VAR sangat sederhana. Hal ini dikarenakan metode VAR bekerja
berdasarkan data, dimana tidak perlu dikhawatirkan mana variabel yang
bersifat endogen dan mana variabel yang bersifat eksogen.
2.
Metode VAR membangun model secara bersamaan di dalam suatu sistem
yang kompleks, sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan
variabel di dalam sebuah persamaan.
3.
Uji VAR yang multivariat dapat menghindari parameter yang bias akibat
tidak dimasukkannya variabel yang relevan.
4.
Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam suatu sistem
persamaan, dengan cara menjadikan seluruh variabel sebagai variabel yang
bersifat endogen.
5.
Metode VAR sederhana dan hasil estimasi prediksi (forecast) yang
diperoleh akan lebih baik dari pada hasil estimasi dari model-model
persamaan simultan yang lebih kompleks.
6.
Metode VAR merupakan alat analisis yang sangat berguna dalam
memahami adanya hubungan timbal balik antara variabel-variabel
ekonomi dan juga dalam pembentukan model ekonomi yang berstruktur.
Metode VAR juga memiliki kekurangan. Menurut Gujarati (1978),
beberapa kelemahan dari metode VAR adalah:
1.
Model VAR sering disebut model yang tidak struktural, karena dianggap
a-teoritis dengan menggunakan lebih sedikit informasi dari teori-teori
terdahulu.
39
2.
Model VAR dianggap kurang sesuai untuk analisis kebijakan, karena lebih
menekan pada hasil estimasi prediksi (forecast).
3.
Penelitian dengan menggunakan metode VAR harus mempunyai data atau
pengamatan yang relatif banyak, karena ketika variabel terlalu banyak
dengan lag panjang, maka parameter juga akan terlalu panjang dan akan
mengurangi degree of freedom.
4.
Semua variabel harus stasioner. Jika tidak, data harus ditransformasi
dengan benar (misalnya, diambil first difference nya), namun hubungan
jangka panjang yang diperlukan dalam analisis akan hilang dalam
transformasi.
5.
Impulse Response Function, yang merupakan inti dari analisis dalam
menggunakan metode VAR masih diperdebatkan oleh para peneliti, karena
pada hakikatnya IRF menelusuri respon dependen variabel terhadap shock
pada error term.
2.4.2. Teori VECM
Vector Error Correction Model atau VECM adalah bentuk VAR yang
terestriksi yang digunakan untuk variabel yang tidak stasioner pada level tetapi
memiliki kemungkinan untuk terkointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya
kombinasi linear antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo
yang sama (Enders, 2004). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi
kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Dianjurkan untuk memasukkan
persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Data time series stasioner
pada perbedaan pertama (first difference) atau I(1).
VECM digunakan apabila data yang digunakan memiliki derajat
stasioneritas untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang. Caranya
adalah dengan mentransformasi persamaan awal pada level menjadi persamaan
baru sebagai berikut :
Δyt = b10 + b11Δyt-1 + b12Δzt-1 – λ(yt-1 – a10 – a11yt-2 + a12z t-1) + εyt
(3.16)
Δzt = b20 + b21Δyt-1 + b22Δzt-1 – λ(zt-1 – a20 – a21yt-1 + a22zt-2) + εyt
(3.17)
40
dimana a merupakan koefisien regresi jangka panjang, b merupakan koefisien
regresi jangka pendek, λ merupakan parameter koreksi error, dan persamaan
dalam tanda kurung menunjukkan kointegrasi di antara variabel y dan z.
2.5.
Tinjauan hasil studi sebelumnya
2.5.1. Penelitian mengenai Liberalisasi Perdagangan
Penelitian oleh Yeboah et al (2007) dalam jurnal “Increased Cocoa Bean
Exports Under Trade Liberalization: A Gravity Model Approach” menyimpulkan
bahwa
perbedaan
relatif
faktor
pendorong
berbeda
pengaruhnya
bagi
perdagangan. Perbedaan pendapatan di antara negara importir dan eksportir positif
dan signifikan sedangkan nilai tukar tidak menjadi masalah. Tetapi harga
produsen kakao pada saat liberalisasi perdagangan meningkat, produksi
meningkat dan volume ekspor meningkat.
Penelitian oleh Rahardian et al (2008) dalam “Pengaruh ASEAN Trade
Facilitation terhadap Volume Perdagangan Jawa Timur” menyimpulkan bahwa
setelah penerapan beberapa kebijakan terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) terjadi kenaikan arus perdagangan produk Jawa Timur ke pasar ASEAN.
Hal ini menunjukkan pembukaan barrier to entry akan memperkuat arus
perdagangan.
Sitorus (2009) meneliti tentang analisis faktor yang memengaruhi laju
perdagangan ekspor dalam integrasi ekonomi akan dianalisis lewat data panel
untuk komoditi CPO dan kakao dari lima pengimpor ke satu pengekspor utama.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa GDP pengekspor, populasi,
nilai tukar dan jarak berpengaruh signifikan terhadap laju ekspor kakao.
Sedangkan GDP dan populasi pengimpor tidak berpengaruh nyata terhadap
volume ekspor. Untuk CPO, yang berpengaruh nyata adalah GDP pengekspor dan
pengimpor, populasi pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan nilai tukar
tidak berpengaruh nyata.
Margarettha (2005) meneliti tentang analisis dampak liberalisasi
perdagangan di sektor industri tekstil terhadap neraca perdagangan Indonesia
dalam periode 1990 sampai 2004. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode Vector Autoregressive. Namun karena ada data yang tidak stasioner
41
namun terkointegrasi maka digunakanlah metode Vector Error Correction Model.
Hasil dalam penelitian ini menujukkan bahwa ekspor dan impor tekstil serta
pendapatan nasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap neraca
perdagangan. Variabel impor dan pendapatan nasional memberikan pengaruh
negatif. Hasil lain dalam penelitian ini ialah adanya kebijakan liberalisasi
perdagangan di industri tekstil mempunyai pengaruh yang positif terhadap neraca
perdagangan. Saran dalam penelitian ini adalah harus ada peningkatan kualitas
produk guna meningkatkan daya saing ekspor produk tekstil Indonesia.
2.5.2. Penelitian mengenai Beban Utang luar Negeri
Penelitian oleh Nurlia Listiani dalam “Pengaruh Utang Luar Negeri
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” menyimpulkan bahwa faktor-faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selain utang luar negeri adalah
kondisi tabungan domestik, ekspor, dan kondisi perekonomian pada saat krisis
ekonomi. Kondisi utang luar negeri Indonesia sudah melewati batas indikator
internasional maka diperlukan suatu pengelolaan sehingga dana pinjaman yang
ada dapat digunakan dengan sebaik mungkin dan dapat dirasakan langsung
manfaatnya oleh masyarakat Indonesia.
Hernatasa (2004) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan dalam penelitiannya adalah
tahun 1970 sampai dengan 2003. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan
investasi dan lag pendapatan per kapita memberikan pengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Investasi dan keterbukaan ekonomi merupakan faktor
yang signifikan memacu pertumbuhan ekonomi. Sedangkan lag pendapatan per
kapita berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan terms of
trade memberikan dampak positif meskipun tidak signifikan. Utang luar negeri
memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi hingga mencapai
titik kritisnya yang menjadi titik batas akumulasi utang.
Hartati (2008) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri dan tabungan
domestik terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN: sebuah
aplikasi panel data. Periode pengamatan dalam penelitiannya adalah tahun 2000
sampai dengan 2005. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua
42
variabel yang digunakan yaitu utang luar negeri per kapita dan rasio tabungan
domestik per GDP mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN (Kamboja, Indonesia, Malaysia,
Filipina, Thailand, dan Vietnam). Sedangkan hasil estimasi model fixed effect
menunjukkan bahwa antara variabel utang luar negeri per kapita dan rasio
tabungan domestik per GDP tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Arfina (2007) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri dan variabel
makroekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan
dalam penelitiannya yaitu tahun 1993 sampai dengan 2006, dan metode analisis
yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pada taraf nyata 10 persen persamaan jangka
panjang yang memiliki pengaruh positif dan signifikan adalah variabel investasi
dan tabungan masyarakat, sedangkan utang luar negeri memiliki pengaruh yang
positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Variabel
yang tidak signifikan dan mempunyai hubungan yang positif hanya variabel net
ekspor. Estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pada persamaan jangka
pendek variabel investasi dan net ekspor mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan variabel yang
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia adalah utang luar negeri dan tabungan masyarakat.
Hutapea (2007) dalam penelitian yang menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi volume penyerapan utang luar negeri di Indonesia dalam periode
penelitian dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Variabel yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah rasio defisit keuangan pemerintah dengan GDP, tingkat
inflasi, pertumbuhan ekonomi dan suku bunga internasional serta dummy variable
kestabilan politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error
Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit keuangan
pemerintah memiliki hubungan yang negatif terhadap volume penyerapan utang
luar negeri dalam jangka panjang, namun tidak berpengaruh dalam jangka pendek.
Variabel yang berhubungan negatif tetapi tidak signifikan pada jangka panjang
adalah pertumbuhan ekonomi. LIBOR berhubungan negatif dalam jangka panjang
dan positif dalam jangka pendek. Kondisi kestabilan politik berhubungan positif
43
dalam jangka pendek. Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah harus ada
kebijakan
pengelolaan
utang
luar
negeri
yang
baik
dan
mengurangi
ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri.
2.6.
Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran dalam pembuatan skripsi ini dimulai dari utang luar
negeri. Beban utang luar negeri dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain;
keterbukaan perdagangan (trade openness), GDP, real exchange rate, dan
international interest rate (LIBOR). Beban utang luar negeri mempunyai
hubungan dua arah terhadap real exchange rate dan GDP, artinya kedua variabel
ini saling memengaruhi satu sama lain. Selain memengaruhi beban utang luar
negeri, real exchange rate juga saling memengaruhi GDP, international interest
rate (LIBOR), dan trade openness. Keterbukaan perdagangan atau trade openness
ditandai oleh adanya penghapusan hambatan ekspor dan impor sebagai akibat dari
adanya liberalisasi perdagangan dalam era globalisasi.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang telah
menerapkan sistem perekonomian terbuka. Keterbukaan perekonomian ini
mengharuskan Indonesia menerapkan liberalisasi perdagangan. Liberalisasi
perdagangan memengaruhi beban utang luar negeri melalui keterbukaan
perdagangan. Trade openness merupakan penjumlahan dari jumlah ekspor dan
impor Indonesia terhadap GDP. Apabila jumlah ekspor lebih besar dari pada
jumlah impor, maka negara akan menerima devisa atau valuta asing sebagai
penerimaan atas penjualan barang dan jasa ke luar negeri. Penerimaan devisa dari
kegiatan ekspor dapat digunakan untuk menutupi defisit anggaran transaksi
berjalan. Begitu juga sebaliknya, apabila jumlah impor lebih besar dari jumlah
ekspor maka negara harus melakukan pembayaran atas jumlah barang yang
diimpor dari negara lain dengan menggunakan cadangan devisa. Hal ini akan
mengakibatkan defisit neraca transaski berjalan semakin memburuk yang akan
meningkatkan jumlah utang luar negeri Indonesia.
Selain Trade Openness, utang luar negeri juga dipengaruhi oleh
international interest rate, GDP, dan real exchange rate. Apabila mata uang suatu
negara mengalami depresiasi maka harga produk domestik lebih murah dari harga
44
internasional sehingga jumlah ekspor meningkat yang akan menambah cadangan
devisa negara tersebut yang dapat digunakan untuk membayar utang luar negeri
beserta bunganya, sehingga utang luar negeri berkurang. Jumlah utang luar negeri
dapat meningkat seiring dengan menurunnya international interest rate (LIBOR)
dan pertumbuhan ekonomi. Kerangka pemikiran secara sistematis dapat
dijelaskan dalam Gambar 2.7.
Globalisasi
Liberalisasi
Perdagangan
Beban Utang Luar Negeri
GDP
Real Exchange
Rate
Penghapusan
hambatan ekspor
dan impor
Trade Openness
LIBOR
Memengaruhi Satu Arah
Saling Memengaruhi
Gambar 2.7. Kerangka Pemikiran
2.7.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat disimpulkan beberapa
hipoesis, antara lain :
1.
Globalisasi mengharuskan suatu negara untuk melakukan liberalisasi
perdagangan sehingga akan terjadi penghapusan hambatan masuk baik
tarif maupun non tarif bagi barang yang diekspor atau yang diimpor. Trade
Openness berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin
tinggi keterbukaan perdagangan suatu negara, maka negara tersebut akan
45
mendapatkan
penerimaan
dari
kegiatan
perdagangan,
sehingga
mengurangi jumalah pinjaman luar negeri, begitu juga sebaliknya.
2.
Variabel-variabel makroekonomi yang memperlihatkan adanya suatu
liberalisasi perdagangan antar negara adalah Trade Openness, Real
Interest Rate, GDP, dan Real Exchange Rate. Variabel-variabel tersebut
mempunyai hubungan yang positif atau negatif terhadap utang luar negeri.
3.
Trade Openness berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri.
Semakin tinggi keterbukaan perdagangan suatu negara, maka negara
tersebut akan mendapatkan penerimaan dari kegiatan perdagangan,
sehingga mengurangi jumalah utang luar negeri, begitu juga sebaliknya.
4.
LIBOR berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin
tinggi international interest rate, maka semakin besar jumlah bunga utang
luar negeri yang harus dibayar, begitu juga sebaliknya.
5.
Real Exchange Rate berhubungan positif terhadap beban utang luar negeri.
Rupiah yang terdepresiasi terhadap nilai mata uang negara lain
menyebabkan harga domestik lebih murah dibanding harga luar negeri,
jumlah ekspor meningkat, hal ini akan meningkatkan penerimaan
pemerintah atas ekspor sehingga mengurangi utang luar negeri, begitu juga
sebaliknya.
6.
GDP berhubungan positif terhadap beban utang luar negeri. Semakin
tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara, maka semakin tinggi
pula utang luar negeri yang digunakan untuk pembangunan negara
tersebut, begitu juga sebaliknya.
7.
GDP mempunyai kontribusi terbesar terhadap utang luar negeri Indonesia.
8.
Implikasi kebijakan utang luar negeri yaitu dengan pengelolaan dan
manajemen utang luar negeri yang baik.
Download