10 II. 2.1. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Liberalisasi Perdagangan 2.1.1. Pengertian Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Ilmu perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis saling ketergantungan antar negara. Ilmu ini menganalisis arus barang, jasa, pembayaran-pembayaran antara suatu negara dengan negara lain di dunia, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara (Oktaviani, 2009). Perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi khususnya ekonomi internasional yang mempelajari dan menganalisis tentang transaksi dan permasalahan perdagangan internasional (ekspor-impor) dan kerjasama antar negara (WTO, AFTA, ASEAN,dll). Karena merupakan bagian dari ilmu ekonomi, permasalahan yang dihadapi perdagangan internasional adalah kelangkaan (scarcity) sehingga terdapat beberapa pilihan (choice) yang menimbulkan biaya imbangan atau opportunity cost yaitu biaya yang harus dikorbankan untuk mendapat suatu kepuasan terhadap barang lain. Masalah kelangkaan ini muncul karena adanya permintaan yang tidak terbatas sedangkan penawaran dari sumberdaya sifatnya terbatas (masalah ekonomi). Permasalahan ekonomi dapat bersifat internasional karena adanya faktor permintaan dan penawaran dari luar negeri (perekonomian terbuka). Kajian tentang perdagangan internasional semakin penting karena pengaruh globalisasi ekonomi dunia yang dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut (Hady, 2001) : 1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional, 2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya 11 pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional, 3. Persaingan yang semakin ketat antarnegara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal. Para pedagang melakukan kegiatan perdagangan domestik bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap eksportir dan importir yang melakukan perdagangan bertujuan untuk mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman dan Maurice (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) yaitu penghematan biaya ratarata produksi melalui spesialisasi. Adanya perdagangan internasional akan memberikan dampak positif pada suatu negara berupa: (i) sarana untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui proses pertukaran; (ii) spesialisasi dan pembagian kerja membuat suatu negara dapat mengekspor komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih murah untuk dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan oleh negara lain, yang jika diproduksi di dalam negeri membutuhkan biaya yang mahal; (iii) perluasan pasar produk dan pergeseran kegiatan produksi membuat suatu negara mendapat keuntungan berupa peningkatan pendapatan nasional yang akan meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi; (iv) dapat mendorong kenaikan investasi dan tabungan melalui alokasi sumber-sumber yang lebih efisien. 2.1.2. Teori Perdagangan Internasional 2.1.2.1.Teori Keunggulan Komparatif Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa dalam keadaan perdagangan bebas, apabila salah satu negara kurang efisien dalam memproduksi kedua barang dibandingkan negara lainnya, kedua negara tersebut masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang pertama harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang absolute disadvantage-nya lebih kecil (komoditas ini disebut sebagai keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang absolute disadvantage-nya lebih 12 besar (komoditas ini disebut sebagai ketidakunggulan komparatifnya) (Salvatore, 2007). Landasan teori perdagangan internasional yang melatarbelakangi terjadinya liberalisasi antara lain Teori Keunggulan Komparatif. David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolut dari Adam Smith dengan mengemukakan teori keunggulan komparatif. Teori Keunggulan Komparatif menggunakan sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) mobilitas tenaga kerja sempurna, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif karena konsep ini merupakan konsep yang paling penting dalam teori perdagangan internasional. Dalam sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang paling baik mereka produksi. Tidak seperti model perdagangan internasional lainnya, model ini memprediksi dimana negara akan menjadi spesialis penuh dibandingkan memproduksi berbagai macam komoditi. Menurut teori labor efficiency, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan melakukan ekspor atas komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih efisien dan mengimpor komoditi yang kurang efisien. Kelebihan teori klasik comparative advantage adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost comparative advantage atau production comparative advantage. Sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara. 2.1.2.2.Teori Perdagangan Kelimpahan Faktor Heckser-Ohlin (Neoklasik) Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli Heckser (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif. Teori klasik mempunyai kelemahan sehingga muncullah 13 teori H-O. Teori Klasik Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antar negara (Salvatore, 2004:116). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu, teori modern H-O ini dikenal sebagai „The Proportional Factor Theory”. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam proses produksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya. Hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain: 1. Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara turun. 2. Harga atau biaya produksi suatu barang ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. 3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang X di kedua negara cenderung sama demikian pula harga barang Y di kedua negara cenderung sama. 4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang padat modal dengan negara yang padat karya. 5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara yang padat modal akan mengekspor produk yang padat modal dan akan mengimpor produk yang padat karya, sedangkan negara 14 padat karya akan mengekspor produk yang padat karya dan akan mengimpor produk yang padat modal. 2.1.2.3.Teori Perdagangan dan Pembangunan Tradisional Berdasarkan teori perdagangan neoklasik, dapat dirangkum hubungan antara perdagangan dan pembangunan, antara lain: 1. Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Perdagangan akan memperbesar konsumsi suatu negara dan meningkatkan output dunia serta memberikan akses kepada sumber daya yang langka dan pasar internasional yang memiliki potensial untuk mengembangkan produk ekspor. Tanpa adanya produk-produk tersebut, negara miskin tidak dapat mengembangkan perekonomian nasionalnya. 2. Adanya perdagangan pendapatan dan dapat kesejahteraan meningkatkan dalam pemerataan lingkup domestik distribusi maupun internasional. Hal ini terjadi melalui proses penyamaan harga-harga faktor produksi di semua negara serta peningkatan pendapatan riil bagi negara yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan perdagangan internasional yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya di dunia secara keseluruhan (misalnya, meningkatkan upah relatif tenaga kerja di negara yang kaya akan tenaga kerja dan menurunkan upah di negara-negara yang kekurangan tenaga kerja). 3. Perdagangan membantu semua negara dalam proses pembangunan mereka melalui promosi sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif, baik itu berupa keunggulan efisiensi tenaga kerja, atau kelimpahan atas faktor produksi tertentu. Perdagangan juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomis yang mereka miliki. 4. Jika perdagangan dunia yang bebas tercipta, maka harga dan biaya produksi internasional akan mampu berfungsi sebagai suatu determinan pokok mengenai seberapa banyak sebuah negara harus berdagang dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan nasionalnya. Negara akan bertindak 15 sesuai prisip-prinsip keunggulan komparatif, dan tidak akan menggangu mekanisme pasar bebas. 5. Yang terakhir, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, setiap negara menerapkan kebijakan internasional yang berorientasi ke luar. 2.1.2.4.Kritik-kritik terhadap Teori Perdagangan Bebas Internasional Ada enam asumsi dasar dalam model perdagangan neoklasik yang perlu untuk dicermati. Keenam asumsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Segenap faktor produksi atau sumeberdaya produktif yang ada di setiap negara dianggap baku dan konstan (dianggap tidak berubah, baik kualitas maupun kuantitas). Penggunaan faktor produksi juga diasumsikan telah didayagunakan secara penuh dan tidak ada pergerakan atau mobilitas faktor produksi antarnegara baik itu modal maupun tenaga kerja. 2. Teknologi-teknologi produksi dinyatakan baku. Penyebaran teknologi seperti itu diyakini akan menguntungkan semua pihak. Selera konsumen juga dianggap baku dan tidak dipengaruhi sedikit pun oleh para produsen (prinsip kedaulatan konsumen internasional). 3. Dalam lingkup domestik, seluruh sumberdaya bebas berpindah dari satu kegiatan produksi ke kegiatan produksi lainnya. Perekonomian secara keseluruhan ditandai oleh adanya persaingan yang sempurna (tidak ada oligopoli, apalagi monopoli) dan faktor-faktor risiko dan ketidakpastian dalam lingkungan usaha yang dalam kenyataannya sangat penting itu justru tidak diperhitungkan sama sekali. 2.1.2.5.Analisis Keseimbangan Parsial Terdapat banyak dukungan dan kritik terhadap kegiatan perdagangan bebas internasional, namun dengan adanya kegiatan perdagangan antarnegara, harga relatif dari berbagai komoditi di masing-masing negara mencerminkan keunggulan komparatif yang dimilikinya, ini merupakan dasar bagi berlangsungnya perdagangan yang memberi keuntungan bagi kedua belah pihak. Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke 16 negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestik (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. Gambar 2.1. memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA, maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB, maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED dan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional besar X sama dengan M yaitu Q*. 17 DA A SA ES SB DB PB X P* M PA ED O QA Negara A Q* Perdagangan B QB Negara B Sumber : Salvatore (1996) Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Keterangan: PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) . A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional. X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A. PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional. OQB : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional. B : Kelebihan permintaann (excess demand) di negara A (pengimpor) tanpa perdagangan internasional. M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B. P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan internasional. OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M). 18 2.1.3. Teori Liberalisasi Perdagangan 2.1.3.1.Pengertian Liberalisasi Perdagangan Literatur yang membahas mengenai liberalisasi sering menyamakan liberalisasi dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara dan semakin berorientasi ke luar (outward-oriented). Pengertian dari kebijakan liberalisasi adalah kebijakan perdagangan yang diambil suatu negara yang mencerminkan pergerakan ke arah yang lebih netral, liberal atau terbuka. Secara khusus, perubahan ke arah yang semakin netral tersebut meliputi penyamaan insentif (rata-rata) diantara sektor-sektor perdagangan. Suatu negara dianggap menjalankan kebijakan liberalisasi perdagangan apabila terjadi pengurangan tingkat intervensi secara keseluruhan serta pengurangan hambatan-hambatan dalam perdagangan. Selain itu, kebijakan yang liberal juga dapat ditandai melalui semakin pentingnya peranan perdagangan dalam perekonomian. Orientasi kebijakan perdagangan suatu negara diukur berdasarkan tingkat struktur proteksi dan sistem insentif yang diberlakukan. World Bank mengklasifikasikan negara-negara dalam kelompok berdasarkan orientasi perdagangan untuk melihat performa ekspor menjadi empat kelompok yaitu strongly outward oriented countries, moderately outward oriented countries, moderately inward oriented countries, strongly inward oriented countries. Indonesia pada periode tahun 1963-1973 masuk dalam kelompok moderately outward oriented sedangkan pada tahun 1973-1985 menjadi moderately inward oriented. World Bank menyimpulkan bahwa negara yang tergolong outward oriented memiliki performa lebih baik daripada negara yang inward oriented. Dilihat dari sudut pandang teori kebijakan, teori tentang kebijakan menyatakan bahwa hambatan perdagangan menyebabkan distorsi bagi perekonomian yang menyebabkan pada misalokasi sumber daya di dunia. Distorsi semakin besar jika negara yang menerapkannya adalah negara kecil yaitu negara yang tidak dapat memengaruhi perilaku negara lain melalui kebijakankebijakannya. Dibalik alasan untuk memproteksi industri-industri baru di dalam negeri, hambatan dalam perdagangan tetap mendatangkan distorsi. Berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh negara maka dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kebijakan substitusi impor dan ekspansi atau promosi ekspor. 19 Substitusi impor sering dikaitkan dengan kebijakan proteksi yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang masih muda agar dapat bersaing dengan industri luar negeri. Secara sederhana substitusi impor diartikan sebagai suatu usaha negara untuk melakukan substitusi barangbarang impor dengan barang-barang sejenis yang diproduksi oleh industri domestik. Substitusi impor merupakan alternatif strategi pembangunan yang mengutamakan peningkatan pertumbuhan ekonomi tanpa menambah ekspor. Strategi substitusi impor membuat pemerintah suatu negara lebih memilih untuk menghasilkan produk-produk yang selama ini diimpor dari negara lain. Ada dua alasan mengapa negara berkembang menerapkan strategi substitusi impor. Pertama, substitusi impor diterapkan untuk memenuhi permintaan domestik akan barang-barang konsumsi tidak selalu membutuhkan teknologi maju untuk memproduksinya. Kedua, substitusi impor dapat menghemat pengeluaran devisa melalui penurunan belanja dalam bentuk valuta asing yang pada gilirannya akan menurunkan defisit perdagangan. Substitusi impor lebih bersifat padat modal sehingga perannya dalam penyerapan tenaga kerja sangat minim. Ekspansi ekspor berhubungan dengan kebijakan liberalisasi yang identik dengan usaha peningkatan ekspor untuk meningkatkan pendapatan nasional. Alasan diberlakukannya ekspansi ekspor adalah memungkinkan terciptanya arus modal internasional dan jaringan pertukaran keterampilan, teknologi, dan manajemen. Strategi tersebut juga akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih besar bila dibandingkan dengan substitusi impor. Hal ini dikarenakan ekspansi ekspor lebih bersifat padatkarya dan sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Keuntungan dari ekspansi ekspor adalah dapat meningkatkan pemasukan negara berupa cadangan devisa. Namun, strategi ini berpotensi meningkatkan pengeluaran untuk impor seiring dengan kenaikan pendapatan suatu negara yang pada akhirnya akan menimbulkan defisit pada neraca perdagangan. Kebijakan dalam rangka liberalisasi juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dilakukan secara global dan unilateral, dan yang dilakukan secara bilateral atau regional. Kebijakan yang berlaku global berkaitan dengan kesepakatan yang diputuskan di WTO dan yang unilateral adalah kebijakan yang 20 secara sepihak dilaksanakan oleh negara tersebut. Kebijakan regional atau bilateral adalah kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan secara bilateral atau regional yang biasanya berada dalam suatu perjanjian perdagangan baik bilateral maupun regional. 2.1.3.2.Dukungan dan Tantangan terhadap Perdagangan Bebas Ada beberapa persoalan dan argumen utama di seputar perdebatan antara para penganjur perdagangan bebas yang mengutamakan pembangunan yang berorientasi ke luar dan strategi promosi ekspor dengan para penganjur yang menentang perdagangan bebas dan sebaliknya menganjurkan proteksi yang lebih besar yaitu dengan penetapan strategi substitusi impor. Menurut Todaro (2006), argumen-argumen yang menentang perdagangan bebas, antara lain: (1) terbatasnya laju pertumbuhan atas permintaan dunia terhadap ekspor primer dari negara-negara Dunia Ketiga; (2) kemerosotan dasar-dasar perdagangan atau nilai tukar perdagangan secara sepihak yang dialami oleh negara-negara berkembang penghasil komoditi primer; serta (3) terus meningkatnya “proteksionisme baru” di kalangan negara-negara maju terhadap ekspor produk manufaktur dan produkproduk pertanian olahan dari negara-negara berkembang. Para pendukung perdagangan bebas juga berkeyakinan bahwa liberalisasi perdagangan yang meliputi upaya promosi ekspor, devaluasi mata uang domestik, penghapusan segala bentuk hambatan-hambatan perdagangan internasional, serta pengikisan distorsi-distorsi harga merupakan syarat terciptanya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ekspor. Pada hakikatnya perdagangan bebas memiliki sejumlah keuntungan, diantaranya: 1. Perdagangan bebas dapat meningkatkan persaingan, memperbaiki alokasi segenap sumberdaya serta menciptakan skala ekonomis di bidang-bidang ekonomi di mana negara berkembang memiliki keunggulan komparatif. Namun, konsekuensinya adalah perdagangan bebas akan menurunkan biaya-biaya produksi pada umumnya. 2. Perdagangan bebas menimbulkan tekanan-tekanan yang mengarah pada peningkatan efisiensi, perbaikan kualitas produk, serta menyempurnakan mutu teknologi-teknologi produksi. 21 3. Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan nilai laba dan merangsang tabungan serta investasi. 4. Perdagangan bebas akan menciptakan capital inflow, keahlian, dan teknologi dari luar negeri, yang merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan, tetapi langka di negara berkembang. 5. Perdagangan bebas akan menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membiayai impor. 6. Perdagangan bebas akan menghapuskan distorsi harga yang mahal akibat adanya intervensi pemerintah yang salah arah, baik itu di pasar ekspor maupun pasar valuta asing. 7. Perdagangan bebas memungkinkan negara-negara berkembang untuk mengambil keuntungan penuh dari reformasi yang dilakukan WTO. 2.2. Konsep mengenai Beban Utang Luar Negeri 2.2.1. Teori Three Gap Model Dalam perekonomian, terdapat tiga defisit, yaitu defisit tabungan investasi, defisit anggaran, dan defisit transaksi berjalan. Ketiga defisit tersebut harus dibiayai melalui utang luar negeri melalui pendekatan pendapatan nasional. Hubungan antara ketiga defisit ini dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori Three Gap Model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional (Basri,1995), yaitu: Sisi Pengeluaran Y = C + I + G + (X-M) (2.1) Keterangan: Y = GDP G = pengeluaran pemerintah X = ekspor barang dan jasa M = impor barang dan jasa C = konsumsi masyarakat I = investasi Sisi Pendapatan Y=C+S+T (2.2) 22 Keterangan: S = tabungan domestik T = penerimaan pajak pemerintah Jika kedua identitas pendapatan nasional digabung, maka akan diperoleh: (M – X) = (I – S) + (G – T) (2.3) Keterangan: M – X = defisit transaksi berjalan G – T = defisit anggaran pemerintah I – S = defisit tabungan investasi Hubungan antara kebutuhan utang luar negeri dan ketiga defisit tersebut diperlihatkan dengan menggunakan persamaan identitas neraca pembayaran, yaitu: Dt = (M – X)t + Dst – NFLt + Rt + NOLt (2.4) Keterangan: Dt = utang pada tahun t, (M – X)t = defisit transaksi berjalan pada tahun t, Dst = pembayaran beban utang (bunga + amortisasi) tahun t, NFLt = arus masuk bersih modal swasta pada tahun t, Rt = cadangan otoritas moneter tahun t, NOLt = arus keluar modal bersih jangka pendek seperti capital flight dan lain-lain pada tahun t. Persamaan ini menunjukkan bahwa utang luar negeri (sisi kiri) digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan, pembayaran utang, cadangan otoritas moneter, dan kebutuhan modal serta pergerakan arus modal jangka pendek seperti capital flight. Bila persamaan (2.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.4), maka akan diperoleh persamaan : Dt = ( I – S)t + (G – T)t +DSt – NFLt + Rt + NOLt (2.5) Identitas (2.5) ini menunjukkan, selain untuk membiayai defisit transaksi berjalan, utang luar negeri juga dibutuhkan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah, serta kesenjangan tabungan – investasi dengan utang luar negeri. Todaro (2006) berpendapat bahwa akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Rendahnya tabungan dalam negeri tidak 23 memungkinkan dilakukannya investasi secara memadai, sehingga pemerintah negara-negara berkembang harus menarik dana pinjaman dan investasi dari luar negeri. Bantuan luar negeri dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam usaha negara yang bersangkutan guna mengurangi kendala utamanya yang berupa kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya. 2.2.2. Teori Kurva Laffer Utang Kurva Laffer Utang (Debt Laffer Curve) adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara jumlah utang luar negeri dan kemampuan membayar utang tersebut dimana peningkatan stok utang dapat mengurangi kemampuan untuk membayar utang luar negeri. Teori ini menggambarkan efek akumulasi utang terhadap pertumbuhan GDP. Menurut teori ini, pada dasarnya utang itu diperlukan pada tingkat yang wajar. Penambahan utang akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu titik atau batas tertentu. Pada kondisi tersebut utang merupakan kebutuhan normal setiap negara. Namun, pada saat stok utang telah melebihi batas tersebut, maka penambahan utang mulai membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Expected Debt Repayment Debt Overhang A B Debt Stock O Sumber : Pattillo dalam Listiani, 2002 Gambar 2.2. Kurva Laffer Utang Gambar 2.2. menjelaskan bahwa pada titik OA, penambahan jumlah utang berhubungan positif terhadap peningkatan kemampuan membayar utang sampai 24 pada titik batas (debt overhang). Debt overhang merupakan kondisi dimana negara tidak memiliki kemampuan untuk membayar utang secara penuh dan pembayaran aktual tergantung dari pelaksanaan kebijakan ekonomi. Apabila jumlah utang luar negeri selalu meningkat melebihi titik batas (titik OB), maka akan berhubungan negatif terhadap kemampuan membayar utang. Hal ini akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Akumulasi utang menimbulkan kewajiban pembayaran utang yang besar sehingga meningkatkan pajak untuk membayar pelunasan utang. Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan investasi yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang menurun. 2.3. Tinjauan Teoritis 2.3.1. Teori Trade Openness Negara yang melakukan liberalisasi perdagangan merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, dimana penduduk negara tersebut telah melakukan perdagangan dengan penduduk negara lain baik itu sektor rumah tangga, sektor perusahaan, maupun sektor pemerintah. Negara yang mempunyai kelebihan sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia dapat melakukan spesialisasi yaitu dengan memproduksi barang dan jasa yang mempunyai keunggulan komparatif di negara tersebut. Hasil produksi tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan domestik maupun untuk ekspor ke luar negeri. Sedangkan barang dan jasa yang tidak mampu diproduksi dalam negeri dapat diimpor dari luar negeri. Pendapatan dari ekspor merupakan sumber devisa negara. Negara dapat melakukan ekspor jika barang dan jasa negara yang bersangkutan mempunyai daya saing di pasar internasional. Ekspor merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat. Semakin banyak jumlah barang yang dapat diekspor, semakin besar pengeluaran agregat, dan semakin tinggi pula pendapatan nasional yang diperoleh oleh negara yang bersangkutan. Namun, pendapatan nasional yang tinggi belum tentu meningkatkan ekspor. Sifat yang seperti ini menunjukkan bahwa ekspor dianggap sebagai variabel eksogen (Lihat Gambar 2.3. bagian a). Impor mempunyai sifat yang berlawanan terhadap ekspor. Semakin besar impor, semakin tinggi pula devisa yang digunakan untuk membiayai impor dan 25 akan mengurangi pendapatan nasional, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara impor dengan pendapatan nasional yang nilainya ditentukan oleh kecenderungan mengimpor atau MPM (m). m = ∆M ∆Y (2.6) Hubungan antara impor dan pendapatan nasional secara matematis dirangkum oleh fungsi impor sebagai berikut: M = Mo + mY (2.7) Dimana: M = jumlah impor Mo = jumlah impor yang nilainya tidak ditentukan oleh Y m = marginal propencity to import. Y = pendapatan nasional X M M=Mo + mY ∆M X ∆ Y M0 g Y Y y ∆ g Y Y Y Y o o b a y ) ∆ ) Sumber: Deliarnov (1995) ) Gambar 2.3. Hubungan antara Ekspor dan Impor dengan Tingkat Pendapatan Nasional Keterangan : a. Ekspor ditentukan oleh faktor eksogen dan tidak tergantung pada besarnya pendapatan nasional. b. Impor dan pendapatan nasional yang berkaitan erat. Makin besar pendapatan nasional, makin besar impor, ditentukan oleh marginal propencity to import. 26 Keseimbangan Perekonomian Terbuka Pengeluaran agregat domestik dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka terdiri dari pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga, pengeluaran investasi oleh perusahaan, pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran unutk membeli barang impor. Y= C + I + G – M (2.8) Tanda M negatif dikarenakan pengeluaran tersebut bukan diterima oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri, melainkan oleh pihak luar negeri. Tetapi sebagian produk dalam negeri ada pula yang diekspor ke luar negeri. Dengan demikian jumlah pengeluaran agregat menjadi: Y= C + I + G + (X – M) (2.9) Perdagangan yang terbuka ditandai dengan adanya ekspor dan impor. Nilai (X-M) merupakan ekspor bersih. Tanda ini bisa positif bisa pula negatif. Apabila tandanya positif berarti jumlah barang yang diekspor ke luar negeri lebih banyak daripada barang yang diimpor dari luar negeri. Tanda negatif berarti sebaliknya. Pengeluaran agregat terdiri dari dua bagian, yaitu pengeluaran yang bersifat otonom (autonomous) dan pengeluaran yang sifatnya terpengaruh (induced). Pengeluaran agregat yang otonom jumlahnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Yang termasuk di dalam pengeluaran yang otonom ini adalah Investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor (X). Sedangkan yang dikategorikan ke dalam pengeluaran yang terpengaruh adalah pengeluaran untuk konsumsi (C) dan impor (M). Dilain pihak penawaran agregat adalah penjumlahan antara pengeluaran konsumsi rumah tangga, tabungan, pajak dan transfer, atau: AS = C + S + T - Tr (2.10) Keseimbangan perekonomian terbuka akan tercapai jika: C + I + G + (X – M) = C + S + T – Tr (2.11) Jika C dihilangkan dari kedua sisi, dan M dipindahkan ke kanan,maka rumus keseimbangan menjadi: I + G + X = S + T + M – Tr (2.12) Keseimbangan pendapatan nasional perekonomian terbuka secara grafis dapat dilihat pada Gambar 2.4. 27 C,I,G, (X-M) C + I + G + (X – M) E C + I + G + (X – M) C+I C = a + bY a Y 0 Y* I,G,X ,dan S,T,M S + T +M - Tr I+G+X 0 Y Y* Gambar 2.4. Keseimbangan Perekonomian Terbuka Keterangan: Keseimbangan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian terbuka tercapai pada saat C + I + G + (X – M), terjadi pada titik E. Cara lain untuk mencari keseimbangan dalam perekonomian empat sektor ialah pada saat I + G + X = S + T + M – Tr, yang seperti terlihat pada panel bawah juga terjadi pada titik E. 2.3.2. Teori Suku Bunga Menurut Lipsey, dkk (1995) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan 28 jumlah uang yang dipinjam. Sedangkan suku bunga riil merupakan rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Menurut Mankiw (2006), suku bunga terbagi menjadi 2 bagian, yaitu suku bunga nominal dan suku riil. Suku bunga nominal merupakan suku bunga yang dibayarkan oleh bank, sedangkan suku bunga riil merupakan kenaikan dalam daya beli masyarakat. Efek Fisher menyatakan i adalah suku bunga nominal, dan r adalah suku bunga riil serta adalah ekspektasi inflasi, maka hubungan ketiga variabel ini dapat ditulis sebagai berikut: i=r+ (2.13) Pada persamaan 2.13 terlihat bahwa suku bunga nominal merupakan penjumlahan dari suku bunga riil dan ekspektasi inflasi. Hal ini menunjukkan bahwa suku bunga dapat berubah karena dua alasan yaitu suku bunga riil yang berubah atau ekspektasi inflasi yang berubah. Suku Bunga Internasional (LIBOR) LIBOR (London Interbank Offered Rate) adalah suku bunga pinjaman antar bank yang diberlakukan oleh bank-bank London dan digunakan sebagai landasan untuk suku bunga bank di seluruh dunia sebagai suku bunga internasional. Edward dan Khan (1985) dalam Kinantiarin, mengatakan bahwa suku bunga ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, ekspektasi inflasi, dan jumlah uang beredar. Sedangkan faktor eksternalnya adalah penjumlahan suku bunga luar negeri dan tingkat ekspektasi perubahan nilai tukar valuta asing. Keseimbangan pasar uang melibatkan unsur utamanya, yaitu permintaan dan penawaran uang. Bila mekanisme pasar dapat berjalan tanpa hambatan maka pada prinsipnya keseimbangan di pasar uang dapat terjadi, dan merupakan wujud kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran uang. Apabila suku bunga domestik lebih besar dari suku bunga internasional, maka aliran modal akan masuk ke dalam negeri. Capital inflow menyebabkan penawaran akan mata uang asing meningkat sehingga nilai mata uang asing tersebut terdepresiasi dan nilai mata uang domestik terapresiasi. Harga domestik lebih mahal dibandingkan 29 harga luar negeri dan menyebabkan impor lebih besar dari pada ekspor dan akan meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan yang juga akan meningkatkan utang luar negeri. Begitu juga sebaliknya, apabila suku bunga dalam negeri lebih kecil dibanding suku bunga internasional maka terjadi capital outflow yang menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi dan akan meningkatkan ekspor serta mengurangi utang luar negeri (perhatikan gambar 2.5). John Maynard Keyness mengkritik teori ekonomi klasik tentang pengembangan teori suku bunga. Menurut Keyness, teori klasik berlaku hanya untuk bunga jangka panjang. la mengembangkan teori preferensi likuiditas ini untuk menjelaskan suku bunga untuk jangka pendek. Suku bunga menurut Keyness adalah harga yang di keluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka (uang) mereka, akan tetapi, uang yang dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan adanya kerugian berupa risiko tidak diterimanya tingkat bunga tertentu. Dalam teori ini terdapat dua macam investasi yang dapat dikembangkan, yaitu uang dan obligasi. Keyness mengatakan bahwa, peningkatan permintaan terhadap uang akan menaikkan suku bunga. D‟m Suku bunga Sm Dm r1 E1 r0 S‟m E r2 E2 0 I0 I2 I1 (a) Pandangan Klasik Jumlah Investasi 30 Suku bunga r0 r1 LP (b) Pandangan Keynes Jumlah uang M0 M1 Sumber: Sukirno (1985) Gambar 2.5. Pandangan Mengenai Penentang Suku Bunga 2.3.3. Teori GDP Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Produk, GDP), merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa (Mankiw, 2006). GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik untuk mengukur kinerja perekonomian, tujuannya adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Dalam suatu perekonomian yang hanya memproduksi satu jenis barang, GDP dapat dihitung dengan cara yang sederhana yaitu dengan menambahkan pengeluaran total atas barang tersebut. Namun, dalam perekonomian yang lebih kompleks, GDP diartikan sebagai nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal dihitung dengan cara menjumlahkan nilai dari seluruh barang yang diproduksi yaitu harga dikali jumlah barang. Ukuran ini tidak dapat mecerminkan sejauh mana perekonomian bisa memenuhi permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Jika seluruh harga digandakan tanpa ada perubahan dalam jumlah, maka GDP akan berlipat ganda. GDP yang berlipat ganda ini bukan berarti bahwa perekonomian telah berhasil memuaskan permintaan konsumen secara berlipat ganda. Karena ukuran perekonomian melalui GDP nominal bukanlah ukuran terbaik, maka digunakanlah GDP riil yang merupakan ukuran kemakmuran 31 ekonomi yang lebih baik dalam menghitung output barang dan jasa dalam perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Penghitungan GDP riil menggunakan harga konstan dan menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak. GDP yang digunakan untuk mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian disebut GDP deflator. GDP deflator juga disebut dengan deflator harga implisit untuk GDP dan didefinisikan sebagai rasio GDP nominal terhadap GDP riil. Ukuran Rantai Tertimbang GDP Riil Penghitungan GDP riil menggunakan harga yang tidak pernah berubah atau konstan. Penggunaan harga yang sama dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa harga tidak mengalami kenaikan atau penurunan dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Misalnya harga mobil turun secara signifikan, sementara uang perkuliahan naik dari tahun ke tahun. Ketika menilai produksi mobil dan pendidikan tidak tepat apabila kita menggunakan harga yang diberlakukan sepuluh tahun lalu. Oleh karena itu, Biro Analisis Ekonomi memperbaharui harga secara periodik untuk menghitung GDP riil, yaitu setiap lima tahun. Harga-harga itu dipertahankan untuk mengukur perubahan dalam produksi barang dan jasa dari tahun ke tahun sampai tahun dasar diperbaharui lagi Pada tahun 1995, Biro Analisis Ekonomi mengumumkan kebijakan baru yang terkait dengan perubahan tahun dasar. Kebijakan baru tersebut adalah ukuran rantai-tertimbang GDP riil. Ukuran ini akan memperbaharui tahun dasar secara terus-menerus. Tingkat pertumbuhan tahun ke tahun yang berbeda-beda kemudian disatukan oleh rantai tertimbang yang bisa digunakan untuk membandingkan output barang dan jasa diantara dua waktu. Ukuran ini dinilai jauh lebih baik daripada ukuran sebelumnya, karena harga yang digunakan untuk menghitung GDP riil tidak of date. 32 2.3.4. Teori Nilai Tukar (Kurs) 2.3.4.1.Pengertian Nilai Tukar (Kurs) Nilai tukar adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Pembayaran internasional yang memerlukan pertukaran mata uang satu negara menjadi mata uang negara lain dapat dilakukan dengan berbagai cara meskipun pada hakikatnya hanya menyangkut pertukaran mata uang antar masyarakat yang memiliki satu jenis mata uang dan membutuhkan jenis mata uang lainnya. Nilai tukar (exchange rate) satu mata uang terhadap lainnya merupakan bagian dari proses valuta asing. Valuta asing mengacu pada mata uang asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti deposito bank atau surat sanggup bayar yang diperdagangkan. Nilai tukar valuta asing merupakan harga di mana pembelian dan penjualan valuta asing berlangsung; nilai tukar merupakan jumlah mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Lipsey, 1995). Nilai tukar terdiri dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan, nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs dapat diperoleh melalui perkalian antara kurs nominal dengan rasio tingkat harga. Rasio tingkat harga merupakan perbandingan antara harga barang domestik dan harga barang di luar negeri (Mankiw, 2006). Kurs Riil Є = Kurs Nominal x Rasio Tingkat Harga = е x (P/P*) 2.3.4.2.Sistem Nilai Tukar Sistem nilai tukar internasional yang dianut oleh beberapa negara di dunia, antara lain; sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar fleksibel. Sistem nilai tukar tetap merupakan sistem nilai tukar yang bersifat tetap pada nominal tertentu. Contohnya adalah sistem standar emas dan sistem Bretton Woods. Sedangkan, sistem nilai tukar fleksibel itu berfluktuasi dengan bebas dan ditentukan oleh keseimbangan penawaran dan permintaan pasar, tanpa ada intervensi dari pemerintah. Selain kedua macam sistem nilai tukar yang murni, terdapat sistem nilai tukar campuran yaitu sistem nilai tukar dengan sistem patok yang masih bisa 33 diubah (adjustable peg) dan sistem mengambang terkendali (managed float). Dalam sistem adjustable peg, pemerintah menentukan nilai pari dari nilai tukarnya. Dalam sistem managed float, bank sentral berusaha berperan sebagai stabilisator atas nilai tukar, namun tidak menetapkan nilai parinya. Terdapat dua sistem nilai tukar yang diterapkan di Indonesia, diantaranya: 1) Sistem Nilai Tukar Tetap Pada sistem nilai tukar tetap, bank sentral melakukan intervensi pada bursa valuta asing untuk mencegah penyimpangan nilai tukar dari nilai nominal yang telah ditetapkan (Lipsey, 1995). Dengan mematokkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara tertentu, setiap bank sentral suatu negara harus mengatur dan menjaga nilai tukar yang dipilih agar dipertahankan tetap. Dalam sistem ini, terdapat permasalahan yaitu adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, karena penjualan dan pembelian valuta asing yang dilakukan oleh pemerintah. Permasalahan jangka pendek dari ketidakseimbangan ini dapat diatasi dengan cara memasuki pasar dan membeli serta menjual sebanyak yang diperlukan. Apabila permintaan atas mata uang suatu negara meningkat, maka dapat terjadi apresiasi mata uang. Namun, dalam sistem nilai tukar tetap, harga mata uang tidak boleh naik atau turun. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi apresiasi dengan cara membeli mata uang asing dan menjual mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan menambah cadangan valuta asingnya. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan atas mata uang suatu negara rendah, maka dapat terjadi depresiasi. Oleh karena itu, pemerintah harus memertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi depresiasi dengan cara menjual mata uang asing dan membeli mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan mengurangi cadangan valuta asingnya. Namun, apabila permasalahan ketidakseimbangan terjadi dalam jangka panjang, maka akan sulit untuk mempertahankan nilai patokannya, yaitu nilai parinya. 2) Sistem Nilai Tukar Fleksibel Sistem nilai tukar fleksibel ditentukan oleh permintaan dan penawaran mata uang suatu negara tanpa ada intervensi dari pemerintah. Sistem ini sering dinamakan dengan sistem nilai tukar bebas atau sistem nilai tukar mengambang. 34 Negara yang menganut sistem nilai tukar ini akan mengalami fluktuasi nilai mata uang yang jauh lebih besar dan akan memengaruhi kondisi makroekonomi negara tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari fluktuasi ini dapat membuat ketidakpastian dalam kegiatan perdagangan. Harga valuta asing (nilai tukar) yang meningkat disebut depresiasi atas mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal dan nilai relatif mata uang dalam negeri menurun. Sebaliknya, turunnya harga valuta asing (nilai tukar) disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing lebih murah dan harga relatif mata uang domestik meningkat. Misalnya, apabila nilai dolar terhadap rupiah naik dari 7.000 Rupiah menjadi 7.500 Rupiah (dalam arti lain, nilai Rupiah terhadap Dolar menurun dari 0,0001429 US$ menjadi 0,0001333 US$), dikatakan bahwa Rupiah terdepresiasi dan Dolar mengalami apresiasi. Nilai tukar sangat memengaruhi kegiatan perdagangan. Apabila nilai mata uang domestik terdepresiasi maka harga produk di dalam negeri lebih murah dibandingkan dengan harga internasional sehingga akan meningkatkan ekspor, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai mata uang domestik mengalami apresiasi, maka impor negara tersebut akan melebihi ekspornya, sehingga net ekspor (ekspor dikurangi impor) akan menurun. Perhatikan gambar 2.6. Kurs riil, ԑ ԑ2 ԑ1 NX2 NX1 Ekspor neto, NX Sumber: Mankiw (2006) Gambar 2.6. Grafik Hubungan antara Kurs Riil dengan Ekspor Neto 35 2.4. Model Ekonometrika 2.4.1. Model VAR 2.4.1.1.Uji Kointegrasi (Engle-Granger) dan Error Corection Model Dua variabel yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada first differnce, mempunyai kemungkinan akan terjadi kointegrasi yaitu terdapat hubungan jangka panjang di antara keduanya. Terdapat tiga cara untuk menguji kointegrasi yaitu: (1) Uji Kointegrasi Engle-Granger, (2) Uji Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW), dan (3) Uji Johannsen Cointegrating. Apabila kedua data yang dianalisis tidak stasioner tetapi saling berkointegrasi, berarti ada keseimbangan antara kedua variabel tersebut atau ada hubungan jangka panjang. Dalam jangka pendek ada kemungkinan terjadi ketidakseimbangan, maka diperlukan adanya koreksi dengan model koreksi kesalahan (error correction model atau ECM). Model ECM diperkenalkan oleh Sargan yang dikembangkan oleh Hendry dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model ECM yang dijalankan oleh Engle dan Granger memerlukan dua tahap, sehingga disebut two step EG. Tahap pertama adalah menghitung nilai residual dari persamaan regresi awal. Tahap kedua adalah melakukan analisis regresi dengan memasukkan residual dari langkah pertama (Firdaus, 2011) 2.4.1.2.Uji Kausalitas Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas diantara variabel-variabel yang ada dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja forecasting dari variabel terikat (dependent variable). Granger melakukan pengujian hubungan sebab-akibat dengan menggunakan F-test bertujuan untuk menguji apakah lag informasi dalam variabel Y memberikan informasi statistik yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X. 2.4.1.3.Vektor Autoregression (VAR) Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan sebuah kerangka keraja makroekonomi yakni Vektor Autoregression (VAR). Firdaus (2011) 36 memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate autoregression merupakan sebuah persamaan tunggal (single-equation) dengan model linier variabel tunggal (single-variable linear model), dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan dengan n-variabel, dimana masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri serta nilai saat ini dan masa lampaunya. Dengan demikian, dalam konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series (Firdaus, 2006). VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting, inferensi struktural, seta analisis kebijakan. Alat analisa yang disediakan oleh VAR, yakni, Forecasting, Granger Causality Test, Impulse Response Function (IRF), dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan nilai masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat anta variabel. Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau guncangan suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan parameter untuk mengukur prediksi kontribusi presentase varians terhadap perubahan suatu variabel tertentu (Firdaus, 2011). Model Vector Auto Regression sama seperti model ekonometrika lainnya. VAR juga meliputi serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model VAR menurut Arsana dalam Firdaus (2011) meliputi pemilihan variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan penentuan banyaknya lag yang digunakan dalam model. Sedangkan identifikasi model adalah melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model. Pada proses identifikasi akan dijumpai beberapa kondisi yakni kondisi overidentified dan kondisi exactly identified atau just identified. Kondisi overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah parameter yang ingin diestimasi, sementara kondisi exactly identified atau just 37 identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang diestimasi sama. Keadaan yang underidentified terjadi jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang diestimasi. Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam keadaan overidentified dan exactly identified atau just identified. Pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ). Enders (2004) memformulasikan sistem tradisional bivariat orde pertama sebagai berikut: yt = b10 – b12zt + γ11zt-1 + γ12zt-1 + εyt (2.6) zt = b20 – b21yt + γ21yt-1 + γ22zt-1 + εzt (2.7) Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi satu sama lain. Misalnya –b12 merupakan efek serentak (contemporaneous effect) dari perubahan zt terhadap yt dan γ12 merupakan efek dari perubahan zt-1 terhadap yt. Persamaan (2.6) dan persamaan (2.7) bukanlah persamaan dalam bentuk reducedform karena yt memiliki efek serentak terhadap zt dan zt memiliki efek serentak terhadap yt. Bentuk persamaan di atas adalah bentuk primitif. Dari bentuk tersebut dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar (reducedform). Persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders, 2004): Yt = A0 + A1Yt-1 + A2Yt-2 +…+ ApYt-p +et (2.8) dimana, Yt = vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam sebuah model VAR, A0 = vektor intersep berukuran (n x 1), Ai = matriks koefisien/parameter berukuran (n x n) untuk setiap i = 1,2,..,p, et = vektor error berukuran (n x 1). Bentuk persamaan bivariate model VAR di atas adalah sebagai berikut: yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + eyt (2.9) zt = a20 + a21yt-1 + a22zt-1 + ezt (2.10) 38 Model VAR merupakan solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan, yaitu: 1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil yang hilang (omitted interrelation). 2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Menurut Gujarati (1978), metode VAR memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya, antara lain: 1. Metode VAR sangat sederhana. Hal ini dikarenakan metode VAR bekerja berdasarkan data, dimana tidak perlu dikhawatirkan mana variabel yang bersifat endogen dan mana variabel yang bersifat eksogen. 2. Metode VAR membangun model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks, sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam sebuah persamaan. 3. Uji VAR yang multivariat dapat menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 4. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam suatu sistem persamaan, dengan cara menjadikan seluruh variabel sebagai variabel yang bersifat endogen. 5. Metode VAR sederhana dan hasil estimasi prediksi (forecast) yang diperoleh akan lebih baik dari pada hasil estimasi dari model-model persamaan simultan yang lebih kompleks. 6. Metode VAR merupakan alat analisis yang sangat berguna dalam memahami adanya hubungan timbal balik antara variabel-variabel ekonomi dan juga dalam pembentukan model ekonomi yang berstruktur. Metode VAR juga memiliki kekurangan. Menurut Gujarati (1978), beberapa kelemahan dari metode VAR adalah: 1. Model VAR sering disebut model yang tidak struktural, karena dianggap a-teoritis dengan menggunakan lebih sedikit informasi dari teori-teori terdahulu. 39 2. Model VAR dianggap kurang sesuai untuk analisis kebijakan, karena lebih menekan pada hasil estimasi prediksi (forecast). 3. Penelitian dengan menggunakan metode VAR harus mempunyai data atau pengamatan yang relatif banyak, karena ketika variabel terlalu banyak dengan lag panjang, maka parameter juga akan terlalu panjang dan akan mengurangi degree of freedom. 4. Semua variabel harus stasioner. Jika tidak, data harus ditransformasi dengan benar (misalnya, diambil first difference nya), namun hubungan jangka panjang yang diperlukan dalam analisis akan hilang dalam transformasi. 5. Impulse Response Function, yang merupakan inti dari analisis dalam menggunakan metode VAR masih diperdebatkan oleh para peneliti, karena pada hakikatnya IRF menelusuri respon dependen variabel terhadap shock pada error term. 2.4.2. Teori VECM Vector Error Correction Model atau VECM adalah bentuk VAR yang terestriksi yang digunakan untuk variabel yang tidak stasioner pada level tetapi memiliki kemungkinan untuk terkointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linear antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders, 2004). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Data time series stasioner pada perbedaan pertama (first difference) atau I(1). VECM digunakan apabila data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang. Caranya adalah dengan mentransformasi persamaan awal pada level menjadi persamaan baru sebagai berikut : Δyt = b10 + b11Δyt-1 + b12Δzt-1 – λ(yt-1 – a10 – a11yt-2 + a12z t-1) + εyt (3.16) Δzt = b20 + b21Δyt-1 + b22Δzt-1 – λ(zt-1 – a20 – a21yt-1 + a22zt-2) + εyt (3.17) 40 dimana a merupakan koefisien regresi jangka panjang, b merupakan koefisien regresi jangka pendek, λ merupakan parameter koreksi error, dan persamaan dalam tanda kurung menunjukkan kointegrasi di antara variabel y dan z. 2.5. Tinjauan hasil studi sebelumnya 2.5.1. Penelitian mengenai Liberalisasi Perdagangan Penelitian oleh Yeboah et al (2007) dalam jurnal “Increased Cocoa Bean Exports Under Trade Liberalization: A Gravity Model Approach” menyimpulkan bahwa perbedaan relatif faktor pendorong berbeda pengaruhnya bagi perdagangan. Perbedaan pendapatan di antara negara importir dan eksportir positif dan signifikan sedangkan nilai tukar tidak menjadi masalah. Tetapi harga produsen kakao pada saat liberalisasi perdagangan meningkat, produksi meningkat dan volume ekspor meningkat. Penelitian oleh Rahardian et al (2008) dalam “Pengaruh ASEAN Trade Facilitation terhadap Volume Perdagangan Jawa Timur” menyimpulkan bahwa setelah penerapan beberapa kebijakan terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) terjadi kenaikan arus perdagangan produk Jawa Timur ke pasar ASEAN. Hal ini menunjukkan pembukaan barrier to entry akan memperkuat arus perdagangan. Sitorus (2009) meneliti tentang analisis faktor yang memengaruhi laju perdagangan ekspor dalam integrasi ekonomi akan dianalisis lewat data panel untuk komoditi CPO dan kakao dari lima pengimpor ke satu pengekspor utama. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa GDP pengekspor, populasi, nilai tukar dan jarak berpengaruh signifikan terhadap laju ekspor kakao. Sedangkan GDP dan populasi pengimpor tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor. Untuk CPO, yang berpengaruh nyata adalah GDP pengekspor dan pengimpor, populasi pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan nilai tukar tidak berpengaruh nyata. Margarettha (2005) meneliti tentang analisis dampak liberalisasi perdagangan di sektor industri tekstil terhadap neraca perdagangan Indonesia dalam periode 1990 sampai 2004. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Vector Autoregressive. Namun karena ada data yang tidak stasioner 41 namun terkointegrasi maka digunakanlah metode Vector Error Correction Model. Hasil dalam penelitian ini menujukkan bahwa ekspor dan impor tekstil serta pendapatan nasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap neraca perdagangan. Variabel impor dan pendapatan nasional memberikan pengaruh negatif. Hasil lain dalam penelitian ini ialah adanya kebijakan liberalisasi perdagangan di industri tekstil mempunyai pengaruh yang positif terhadap neraca perdagangan. Saran dalam penelitian ini adalah harus ada peningkatan kualitas produk guna meningkatkan daya saing ekspor produk tekstil Indonesia. 2.5.2. Penelitian mengenai Beban Utang luar Negeri Penelitian oleh Nurlia Listiani dalam “Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” menyimpulkan bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selain utang luar negeri adalah kondisi tabungan domestik, ekspor, dan kondisi perekonomian pada saat krisis ekonomi. Kondisi utang luar negeri Indonesia sudah melewati batas indikator internasional maka diperlukan suatu pengelolaan sehingga dana pinjaman yang ada dapat digunakan dengan sebaik mungkin dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat Indonesia. Hernatasa (2004) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan dalam penelitiannya adalah tahun 1970 sampai dengan 2003. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan investasi dan lag pendapatan per kapita memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi dan keterbukaan ekonomi merupakan faktor yang signifikan memacu pertumbuhan ekonomi. Sedangkan lag pendapatan per kapita berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan terms of trade memberikan dampak positif meskipun tidak signifikan. Utang luar negeri memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi hingga mencapai titik kritisnya yang menjadi titik batas akumulasi utang. Hartati (2008) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri dan tabungan domestik terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN: sebuah aplikasi panel data. Periode pengamatan dalam penelitiannya adalah tahun 2000 sampai dengan 2005. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua 42 variabel yang digunakan yaitu utang luar negeri per kapita dan rasio tabungan domestik per GDP mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN (Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam). Sedangkan hasil estimasi model fixed effect menunjukkan bahwa antara variabel utang luar negeri per kapita dan rasio tabungan domestik per GDP tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Arfina (2007) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri dan variabel makroekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan dalam penelitiannya yaitu tahun 1993 sampai dengan 2006, dan metode analisis yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada taraf nyata 10 persen persamaan jangka panjang yang memiliki pengaruh positif dan signifikan adalah variabel investasi dan tabungan masyarakat, sedangkan utang luar negeri memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Variabel yang tidak signifikan dan mempunyai hubungan yang positif hanya variabel net ekspor. Estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pada persamaan jangka pendek variabel investasi dan net ekspor mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan variabel yang berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah utang luar negeri dan tabungan masyarakat. Hutapea (2007) dalam penelitian yang menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume penyerapan utang luar negeri di Indonesia dalam periode penelitian dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah rasio defisit keuangan pemerintah dengan GDP, tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi dan suku bunga internasional serta dummy variable kestabilan politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit keuangan pemerintah memiliki hubungan yang negatif terhadap volume penyerapan utang luar negeri dalam jangka panjang, namun tidak berpengaruh dalam jangka pendek. Variabel yang berhubungan negatif tetapi tidak signifikan pada jangka panjang adalah pertumbuhan ekonomi. LIBOR berhubungan negatif dalam jangka panjang dan positif dalam jangka pendek. Kondisi kestabilan politik berhubungan positif 43 dalam jangka pendek. Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah harus ada kebijakan pengelolaan utang luar negeri yang baik dan mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri. 2.6. Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran dalam pembuatan skripsi ini dimulai dari utang luar negeri. Beban utang luar negeri dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain; keterbukaan perdagangan (trade openness), GDP, real exchange rate, dan international interest rate (LIBOR). Beban utang luar negeri mempunyai hubungan dua arah terhadap real exchange rate dan GDP, artinya kedua variabel ini saling memengaruhi satu sama lain. Selain memengaruhi beban utang luar negeri, real exchange rate juga saling memengaruhi GDP, international interest rate (LIBOR), dan trade openness. Keterbukaan perdagangan atau trade openness ditandai oleh adanya penghapusan hambatan ekspor dan impor sebagai akibat dari adanya liberalisasi perdagangan dalam era globalisasi. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang telah menerapkan sistem perekonomian terbuka. Keterbukaan perekonomian ini mengharuskan Indonesia menerapkan liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan memengaruhi beban utang luar negeri melalui keterbukaan perdagangan. Trade openness merupakan penjumlahan dari jumlah ekspor dan impor Indonesia terhadap GDP. Apabila jumlah ekspor lebih besar dari pada jumlah impor, maka negara akan menerima devisa atau valuta asing sebagai penerimaan atas penjualan barang dan jasa ke luar negeri. Penerimaan devisa dari kegiatan ekspor dapat digunakan untuk menutupi defisit anggaran transaksi berjalan. Begitu juga sebaliknya, apabila jumlah impor lebih besar dari jumlah ekspor maka negara harus melakukan pembayaran atas jumlah barang yang diimpor dari negara lain dengan menggunakan cadangan devisa. Hal ini akan mengakibatkan defisit neraca transaski berjalan semakin memburuk yang akan meningkatkan jumlah utang luar negeri Indonesia. Selain Trade Openness, utang luar negeri juga dipengaruhi oleh international interest rate, GDP, dan real exchange rate. Apabila mata uang suatu negara mengalami depresiasi maka harga produk domestik lebih murah dari harga 44 internasional sehingga jumlah ekspor meningkat yang akan menambah cadangan devisa negara tersebut yang dapat digunakan untuk membayar utang luar negeri beserta bunganya, sehingga utang luar negeri berkurang. Jumlah utang luar negeri dapat meningkat seiring dengan menurunnya international interest rate (LIBOR) dan pertumbuhan ekonomi. Kerangka pemikiran secara sistematis dapat dijelaskan dalam Gambar 2.7. Globalisasi Liberalisasi Perdagangan Beban Utang Luar Negeri GDP Real Exchange Rate Penghapusan hambatan ekspor dan impor Trade Openness LIBOR Memengaruhi Satu Arah Saling Memengaruhi Gambar 2.7. Kerangka Pemikiran 2.7. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat disimpulkan beberapa hipoesis, antara lain : 1. Globalisasi mengharuskan suatu negara untuk melakukan liberalisasi perdagangan sehingga akan terjadi penghapusan hambatan masuk baik tarif maupun non tarif bagi barang yang diekspor atau yang diimpor. Trade Openness berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin tinggi keterbukaan perdagangan suatu negara, maka negara tersebut akan 45 mendapatkan penerimaan dari kegiatan perdagangan, sehingga mengurangi jumalah pinjaman luar negeri, begitu juga sebaliknya. 2. Variabel-variabel makroekonomi yang memperlihatkan adanya suatu liberalisasi perdagangan antar negara adalah Trade Openness, Real Interest Rate, GDP, dan Real Exchange Rate. Variabel-variabel tersebut mempunyai hubungan yang positif atau negatif terhadap utang luar negeri. 3. Trade Openness berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin tinggi keterbukaan perdagangan suatu negara, maka negara tersebut akan mendapatkan penerimaan dari kegiatan perdagangan, sehingga mengurangi jumalah utang luar negeri, begitu juga sebaliknya. 4. LIBOR berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin tinggi international interest rate, maka semakin besar jumlah bunga utang luar negeri yang harus dibayar, begitu juga sebaliknya. 5. Real Exchange Rate berhubungan positif terhadap beban utang luar negeri. Rupiah yang terdepresiasi terhadap nilai mata uang negara lain menyebabkan harga domestik lebih murah dibanding harga luar negeri, jumlah ekspor meningkat, hal ini akan meningkatkan penerimaan pemerintah atas ekspor sehingga mengurangi utang luar negeri, begitu juga sebaliknya. 6. GDP berhubungan positif terhadap beban utang luar negeri. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara, maka semakin tinggi pula utang luar negeri yang digunakan untuk pembangunan negara tersebut, begitu juga sebaliknya. 7. GDP mempunyai kontribusi terbesar terhadap utang luar negeri Indonesia. 8. Implikasi kebijakan utang luar negeri yaitu dengan pengelolaan dan manajemen utang luar negeri yang baik.