Nama Pemrasaran/NIM : Maulidani Tresnaputri/ I34100085

advertisement
Nama Pemrasaran/NIM
Departemen
Pembahas 1
Dosen Pembimbing/NIP
Judul Rencana Penelitian
:
:
:
:
:
Tanggal dan Waktu
:
Maulidani Tresnaputri/ I34100085
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Siti Chaakimah / I34100043
Dr.Ir.Anna Fatchiya, M.Si/ 19681121 199702 2 001
Analisis Efektivitas Komunikasi Pada Pola Kemitraan di Unit
Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN) di Desa
Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor
04 Maret 2014, 15.00-16.00 WIB
1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Hutan merupakan salah satu sumber devisa bagi negara, sehingga dapat memberi
kontribusi yang tinggi dalam pelaksanaan pembangunan nasional secara berkesinambungan.
Selain itu, Hutan perlu dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariaannya karena
memberikan manfaat dalam kehidupan. Hutan sebagai salah satu penentu ekosistem penyangga
kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat.Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha)
dengan luas daratan sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan
kawasan hutan. Kawasan hutan tersebut dibagi dalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan Lindung
dan Hutan Produksi. Hutan perlu dijaga kelestariaannya karena memberikan manfaat dalam
kehidupan. Manfaat yang diperoleh masyarakat dengan adanya hutan yaitu hasil hutan kayu dan
hasil hutan non kayu. Selain itu, sektor kehutanan juga dapat menjadi peluang usaha yang
menggiurkan, dengan berkembangnya produksi hasil hutan seperti kayu bulat, kayu gergajian,
kayu lapis dan pulp. Tak hanya produksi hasil hutan ternyata produksi hasil hutan non-kayu juga
berkembang dengan jenis komoditas seperti, rotan, gondorukem, damar, sagu, terpentin, sutera,
Kopal, minya kayu putih, getah pinus, kopi, cengkeh bunga, bambu, kelapa, madu lain sebagainya.
Kebutuhan bahan baku kayu untuk kepentingan industri perkayuan (kayu lapis, pulp, kayu
gergajian, dll) di Indonesia diperkirakan sebesar 58,24 juta m3 berdasarkan dari kapasitas
terpasang industri perkayuan. Data konsumsi kayu untuk kepentingan domestik (masyarakat)
sebesar 0.9 m3 per kapita per tahun (berdasarkan ITTO tahun 1990) secara signifikan akan terus
meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk (Kemenhut, 2002). Namun, perkembangan
industri hasil hutan mengalami hambatan karena ketersediaan kayu yang semakin langka
khususnya kayu jati. Hal ini disebabkan produktivitas kayu jati di hutan alam semakin menurun
akibat adanya kegiatan penebangan liar, kebakaran, maupun konversi dari hutan menjadi
perkebunan sawit. Kondisi ini tidak sebanding dengan permintaan terhadap kayu jati yang terus
meningkat baik dalam maupun luar negeri. Kebutuhan dalam negeri sampai saat ini belum
terpenuhi seluruhnya. Dari kebutuhan sebesar 2,5 juta m3 per tahun baru dapat dipenuhi oleh
Perum Perhutani sebesar 0,75 juta m3 pertahun sehingga masih ada kekurangan sekitar 1,75 juta
m3 (Sumarna, 2003).
Timbulnya kesadaran akan bahaya eksploitasi kayu yang berlebihan pada hutan alam
mendorong pemerintah untuk melaksanakan program hutan rakyat melalui budidaya kayu jati.
Agar eksistensi kayu jati diberdayakan dan dikembalikan fungsinya agar mampu berkelanjutan
untuk masa depan. Kegiatan penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) ini dilakukan dalam rangka
menunjang pengembangan budidaya jati unggul. Oleh karena itu, diperlukan sistem usaha yang
dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan. Sistem usaha ini diharapkan dapat memenuhi
permintaan jati yang berkesinambungan. Salah satu pelaku usaha budidaya jati unggul yang
memiliki sistem usaha terpadu dan ramah lingkungan adalah Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul
Nusantara (UBH-KPWN). UBH-KPWN merupakan salah satu unit usaha yang dimiliki oleh
Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) Departemen Kehutanan. Unit Usaha Bagi
Hasil ini dibentuk oleh dan berada di bawah KPWN untuk melaksanakan usaha yang bergerak di
bidang buddiaya jati unggul dengan pola bagi hasil. UBH-KPWN dalam melakukan usaha kegiatan
penanaman JUN tersebar di Pulau Jawa salah satunya di daerah Kabupaten Bogor. Kegiatan
budidaya JUN selama ini berlangsung dengan menjalin mitra kerjasama dengan stakeholder
lainnya agar stok komoditas kayu tetap stabil. Stakeholder yang terkait yaitu, investor, petani
penggarap, pemilik lahan, pamong desa, dan fasilitator. Masing-masing pihak akan mendapat hasil
secara proporsional sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya sehingga dinamakan pola bagi
hasil.
1
Kemitraan dalam budidaya kayu Jati Unggul ini dapat terbentuk melalui hutan rakyat.
Karena pengembangan hutan rakyat akan mendorong berkembangnya usaha rakyat perdesaan.
Hal ini selaras dengan Kementerian Kehutanan yang telah mencadangkan areal pembangunan
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 657.117,73 Ha yang tersebar pada 104 Kabupaten/Kota di
seluruh Indonesia. Menteri Kehutanan menerbitkan Permenhut No.P 55 Tahun 2011 bahwa izin
HTR untuk koperasi dibatasi maksimal 700 Ha, agar lebih adil bagi masyarakat dan kembali ke
filosofi kebijakan HTR yang ada dalam PP No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008. Hutan
Tanaman Rakyat dibentuk untuk membangun jiwa kewirausahan masyarakat (Kemenhut 2012).
Salah satu hutan rakyat yang berada di Kabupaten Bogor adalah hutan rakyat di Desa Ciaruteun
Ilir Kecamatan Cibungbulang dengan komoditas utamanya adalah Jati. Hal ini disebabkan kayu jati
merupakan kayu komersial yang memiliki nilai jual tinggi, sehingga nantinya dapat digunakan
untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Penghasilan yang diperoleh dari hasil hutan rakyat dapat
dianggap penting walaupun jumlahnya tidak besar apabila dapat memberikan kontribusi dalam
pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang bersangkutan baik dari segi waktu dan jumlah.
Salah satu stakeholder yang menjadi mitra dalam kegiatan budidaya Jati Unggul Nusantara
(JUN) adalah petani. Pentingnya menjalin hubungan dengan petani dapat memberikan dampak
signifikan terhadap usaha kayu yang dijalani. Karena petani lah yang menanam, merawat hingga
memanen suatu komoditas usaha kayu tersebut. Sehingga lembaga UBH-KPWN dan petani
sebagai salah satu stakeholder yang memiliki peran penting terikat saling ketergantungan satu
sama lain. Kegiatan budaya JUN ini diharapkan dapat saling menguntungkan dan membangun
komunikasi yang efektif diantara petani dengan lembaga UBH-KPWN. Sehingga hubungan yang
terbangun menjadi kuat dan menciptakan kemitraan yang berkelanjutan.Definisi komunikasi
menurut Black dan Bryant (1992) adalah proses orang-orang berbagi makna, dimana seorang
(komunikator) mengirimkan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan) karena
adanya pengalihan pesan sehingga orang saling mempengaruhi. Selain itu, menurut Osgood
komunikasi dapat terjadi bila suatu sistem (sumber) mempengaruhi yang lain (tujuan) dengan
memanfaatkan simbol yang disampaikan melalui saluran yang menghubungkan mereka.
Komunikasi dapat berjalan efektif apabila makna antara komunikan (petani) dan
komunikator (pengurus UBH-KPWN) akan sesuatu hal telah sama, sehingga mampu
mempengaruhi perilaku mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendy (2001) yang
menyatakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak:(1)
kognitif yaitu meningkatnya pengetahuan komunikan, (2) afektif yaitu perubahan sikap dan
pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi dan (3) konatif yaitu perubahan
perilaku atau tindakan yang terjadipada komunikan. Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan
kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Pada afektif meliputi efek yang berhubungan
dengan emosi, perasaan dan sikap. Sedangkan efek pada konatif berhubungan dengan perilaku
dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Ini berarti apa yang mereka (petani)
ketahui, rasakan, dan lakukan memiliki akibat terhadap kemitraan dengan organisasi begitupula
sebaliknya.
1.2. MASALAH PENELITIAN
Sektor kehutanan merupakan sektor yang penting dalam pembangunan suatu negara
terutama di Indonesia yang mayoritas wilayahnya merupakan kawasan hutan. Pengembangan
industri hasil hutan khususnya kayu jati seringkali mengalami hambatan disebabkan produktivitas
kayu jati di hutan alam semakin menurun akibat adanya kegiatan penebangan liar, kebakaran,
maupun konversi dari hutan menjadi perkebunan sawit. Kondisi ini tidak sebanding dengan
permintaan terhadap kayu jati yang terus meningkat. Timbulnya kesadaran akan bahaya
eksploitasi kayu yang berlebihan pada hutan alam mendorong pemerintah untuk melaksanakan
program hutan rakyat melalui budidaya kayu jati. Agar eksistensi kayu jati diberdayakan dan
dikembalikan fungsinya agar mampu berkelanjutan untuk masa depan. Salah satu pelaku usaha
budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha terpadu dan ramah lingkungan adalah Unit Usaha
Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN).
Kegiatan budidaya JUN selama ini berlangsung dengan menjalin mitra kerjasama dengan
para stakeholder agar stok komoditas kayu tetap stabil. Salah satu stakeholder yang menjadi mitra
dalam kegiatan budidaya Jati Unggul Nusantara (JUN) adalah petani. Pentingnya menjalin
hubungan dengan petani dapat memberikan dampak signifikan terhadap usaha kayu yang dijalani.
2
Kegiatan budaya JUN ini diharapkan dapat saling menguntungkan dan mampu membangun
komunikasi yang efektif diantara petani dengan lembaga UBH-KPWN. Sehingga hubungan yang
terbangun menjadi kuat dan menciptakan kemitraan yang berkelanjutan.Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian adalah:
1. Bagaimana karakteristik internal petani yang bermitra dengan lembaga UBH-KPWN
dalam kegiatan budidaya Jati Unggul Nasional (JUN), karakteristik pemandu lapang,
keterampilan komunikasi pemandu lapang, dan kegiatan budidaya JUN selaku inovasi
yang baru bagi petani ?
2. Bagaimana efektivitas komunikasi antara petani dengan pengurus UBH-KPWN dilihat
dari tingkat pengetahuan, sikap, maupun perilaku petani mitra dalam budidaya JUN dan
faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan,sikap, maupun
perilaku petani tersebut?
1.3.
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristik internal petani yang bermitra dengan lembaga UBH-KPWN
dalam kegiatan budidaya Jati Unggul Nasional (JUN), karakteristik pemandu lapang,
dan keterampilan komunikasi pemandu lapang.
2. Mengetahui efektivitas komunikasi antara petani dengan lembaga UBH-KPWN selaku
mitra dalam budidaya JUN dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
efektivitas komunikasi tersebut.
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak, anatra lain:
1. Bagi instansi terkait. hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dan
perbaikan bagi Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN) dalam
meningkatkan kualitas kemitraan dengan petani melalui komunikasi yang efektif. Agar
antara pengurus UBH-KPWN dan petani dapat meminimalisir terjadinya
kesalahpahaman diantara kedua belah pihan. Sehingga kemitraan yang terjalin dapat
terus berkelanjutan dan berkesinambungan dan lebih produktif dari sebelumnya.
2. Bagi masyarakat umum pada umumnya dan petani baik yang sudah bermitra dengan
UBH-KPWN maupun yang belum bermitra pada khussunya. Melalui penelitian ini dapat
diketahui sejauh mana efektivitas komunikasi yang terjalin selama ini anatara petani
dengan lembaga UBH-KPWN yang ditimbulkan dengan adanya perubahan pada aspek
kognitif, afektif, dan konatif pada petani. Serta, faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi antara petani dengan lembaga UBH-KPWN.
3. Para peneliti
Bagi para peneliti, penelitian ini dijadikan sebagai salah satu bahan referensi bagi
penelitian beriktunya dengan topik sejenis. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam penelitian ini.
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi
Pola kemitraan yang terjalin antara petani dengan lembaga usaha kayu tidak terlepas dari
proses komunikasi. Komunikasi diperlukan untuk mentransmisikan pesan-pesan yang berkaitan
dengan kegiatan penanaman, pemupukan tepat waktu dan ukuran, serta perawatan intensif.
Komunikasi harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Karena
kegiatan-komuniksi bukan hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga
persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu faham atau keyakinan, melakukan
sesuatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.
3
Definisi komunikasi menurut Black dan Bryant (1992) dalam Lubis D.P (2010) dalam
adalah proses orang-orang berbagi makna, dimana seorang (komunikator) mengirimkan
rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan) karena adanya pengalihan pesan
sehingga orang saling mempengaruhi. Selain itu, menurut Osgood komunikasi dapat terjadi bila
suatu sistem (sumber) mempengaruhi yang lain (tujuan) dengan memanfaatkan simbol yang
disampaikan melalui saluran yang menghubungkan mereka.
Menurut Effendy (2000), komunikasi perseorangan dinilai paling ampuh dan lebih efektif
dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya adalah
komunikasi perseorangan umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face), sehingga
terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika. Komunikator dapat mengetahui
secara langsung tanggapan komunikan terhadappesan yang disampaikan. Keampuhan dalam
mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan, komunikasi perseorangan seringkali
digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif, yaitu agar orang lain (komunikan) bersedia
menerima suatu faham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan.
Komunikasi memiliki tujuan-tujuan, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh David K.
Berlo dalam Lubis D.P (2010) yang menyatakan ada tiga tujuan komunikasi, yaitu: (a)
Memberitahu; artinya kita berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu hal (gagasan, pemikiran,
perasaan, dan sejenisnya). Agar komunikasi efektif informasi yang disampaikan adalah faktual dan
obyektif, (b) Membujuk; artinya komunikasi dipergunakan untuk mengubah perasaan, dari tidak
suka menjadi suka. Komunikasi tidak hanya mengubah emosi seseorang, (c) Menghibur, artinya
komunikasi dipergunakan untuk menghibur atau menyenangkan seseorang.
Komunikasi berarti proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain
untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung maupun
tidak langsung melalui media. Jadi tujuannya adalah menginformasikan atau mengubah sikap ,
pendapat atau perilaku (Effendy 2001). Jadi, apabila tujuan komunikasi telah tercapai dilihat dari
adannya perubahan yang terjadi pada diri komunikan akibat pengaruh dari komunikator, baik itu
perubahan pengetahuan, sikap, maupun tingkah laku. Dalam pola kemitraan antara petani dengan
lembaga usaha kayu, tujuan komunikasi dapat tercapai apabila adanya peningkatan pengetahuan
petani tentang usaha kayu, perubahan sikap petani sehingga mau bermitra dan menanam kayu
sebagai bentuk kemitraan dengan lembaga usaha kayu.
Komunikasi memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan untuk membangun suatu proses
komunikasi. Harold Lasswell dalam Mulyana (2005) menggambarkan komunikasi dengan cara
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut,”Who Says What In Which Channel To Whom What
Effect?” (atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh
bagaimana)”. Berdasarkan definisi komunikasi ini Laswell ini dapat diturunkan lima unsur
komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu: pertama sumber (source), sering juga
disebut pengirim (sender), peyandi (encoder), komunikator (communicator) dan lainnya.
1. Sumber, pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber
boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara.
Kebutuhannya bervariasi, mulai dari sekedar memlihara hubungan yang sudah dibangun,
menyampaikan informasi, menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi,
keyakinan agama dan perilaku pihak lain. Pengalaman masa lalu, rujukan nilai,
pengetahuan, presepsi, pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhinya dalam
merumuskan pesan tersebut. Peran sumber dalam pola kemitraan usaha kayu adalah
lembaga usaha kayu dimana lembaga usaha kayu tersebut harus mengubah perasaan atau
pikiran petani ke dalam sebuah perangkat simbol verbal/non verbal yang idealnya dipahami
oleh petani sebagai penerima pesan. Proses inilah yang disebut penyandian (encoding).
2. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan
seperangkat simbol verbal dan/ atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau
maksud sumber tadi.
3. Saluran, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya
kepada penerima. Saluran juga merujuk pada cara penyampaian pesan yaitu dengan
langsung (tatap muka), lewat media cetak, multimedia. Komunikasi langsung melalui bahasa
baik itu verbal maupun non verbal adalah saluran komunikasi yang paling dominan untuk
digunakan.
4
4. Penerima (receiver), sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), komunikate
(communicatee), dan lain-lain. Mereka dalam pola kemitraan adalah petani, yaitu orang yang
menerima pesan dari lembaga usaha kayu sebagai sumber, berdasarkan pengalaman masa
lalu, rujukan nilai, pengetahuan, presepsi, pola pikir, dan perasaan, penerima pesan ini
menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal dan/atau non verbal yang ia
terima menjadi gagasan yang dapat ia pahami. Proses ini disebut penyandian-balik
(decoding).
5. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya
penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari
tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku (dari tidak bersedia
menjadi bersedia).
Proses komunikasi yaitu, pertama-tama komunikator meyandi (encode) pesan yang akan
disampaikan kepada komunikan, Ini berrarti ia memformulasikan pikiran dan/atau perasaannya ke
dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Selanjutnya, giliran
komunikan untuk mengawa-sandi (decode) pesan dari komunikator itu. Ini berarti ia menafsirkan
lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi ke dalam konteks
pengertiannya, (Mulyana 2005). Selain itu, proses komunikasi terjadi karena terdapat unsur yang
melakukan proses komunikasi tersebut. Model komunikasi yang dikemukakan David K. Berlo
dalam Lubis (2010 merupakan model komunikasi yang mudah dipahami. Model komunikasi ini
dikenal sebagai Model SMCR, Source Message Channel dan Receiver. Berlo
mengemukakan terdapat elemen-elemen dasar komunikasi yang relevan meliputi enam
komponen, sehingga dapat menciptakan komunikasi secara efektif, diantaranya:
1. Sumber-Encoder (penyandi), yaitu orang atau sekelompok orang yang sengaja dan
bertujuan untuk berkomunikasi. Sumber dapat disebut dengan berbagai istilah seperti
encoder, pengirim, sumber informasi, atau komunikator.
2. Pesan merupakan sesuatu yang dikirimkan oleh sumber kepada penerima. Sesuatu
yang disalurkan dalam bentuk pesan.
3. Saluran mencakup tiga pengertian, yaitu moda membuat kode (encoding) dan
menerjemahkan kode (decoding) dari pesan, kendaraan pesan, dan pembawa
pesan.
4. Penerima-Decoder (penerjemah), yaitu orang atau sekelompok orang yang menjadi
sasaran komunikasi.
Menurut Lubis (2010) proses komunikasi terjadi karena terdapat unsur yang melakukan
proses komunikasi tersebut. Model komunikasi yang dikemukakan David K. Berlo merupakan
model komunikasi yang mudah dipahami. Model komunikasi ini dikenal sebagai Model
SMCR, Source Message Channel dan Receiver. Berlo mengemukakan terdapat elemenelemen dasar komunikasi yang relevan meliputi enam komponen, sehingga dapat menciptakan
komunikasi secara efektif, diantaranya: Sumber-Encoder(penyandi), yaitu orang atau sekelompok
orang yang sengaja dan bertujuan untuk berkomunikasi.
1. Sumber, dapat disebut dengan berbagai istilah seperti encoder, pengirim, sumber
informasi, atau komunikator.
2. Pesan merupakan sesuatu yang dikirimkan oleh sumber kepada penerima. Sesuatu
yang disalurkan dalam bentuk pesan.
3. Saluran, mencakup tiga pengertian, yaitu moda membuat kode (encoding) dan
menerjemahkan kode (decoding) dari pesan, kendaraan pesan, dan pembawa
pesan.
4. Penerima-Decoder (penerjemah), yaitu orang atau sekelompok orang yang menjadi
sasaran komunikasi.
5
Gambar 1. Model komunikasi SMCR dan faktor-faktor penentu ketepatan komunikasi
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi sumber dan penerima terhadap keefektivan
komunikasi, yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, sistem sosialbudaya. Keterampilan berkomunikasi penting bagi sumber dan penerima. Bagi sumber
keterampilan berkomunikasi penting karena sumber dapat mengembangkan dan menyandi
pesan, sedangkan bagi penerima karena mampu menerjemahkan dan membuat keputusankeputusan tentang suatu pesan. Sikap diartikan sebagai predisposisi atau kecenderungan
individu untuk suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Pada sumber dan penerima sikapnya
mempengaruhi ketepatan komunikasi meliputi, sikap terhadap diri sendiri, sikap terhadap isi
pesan, sikap terhadap penerima. Tingkat pengetahuan menjelaskan bahwa seorang sumber
mampu memahami materi yang disampaikan sehingga dapat berkomunikasi dengan efektif.
Jika dapat menguasai materi maka dapat mentransmisikan pengetahuannya secara efektif.
Bagi penerima jika dia mengetahui kode yang digunakan sumber maka dia akan mengerti
pesan yang dikirim sumber. Sistem sosial-budaya menggambarkan terdapat hubungan antara
sistem sosial budaya dengan komunikasi. Sumber mampu berbahasa sesuai dengan
kemampuan penerima. Bagi penerima budaya yang dimiliki akan berpengaruh terhadap
pemaknaan pesan yang disampaikan oleh sumber. Faktor-faktor yang mempengaruhi pesan
adalah elemen dan struktur pesan, kode pesan, isi pesan, dan perlakuan pesan. Elemen dan
struktur pesan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Elemen adalah bagian atau
unit terkecil dari pesan, sementara jika bagian atau unit pesan itu disusun ke dalam suatu
bentuk pesan tertentu yang bermakna disebut sebagai struktur.
Kode pesan diartikan sebagai kelompok simbol-simbol yang dapat distrukturkan dengan
cara tertentu sehingga bermakna bagi sejumlah orang. Isi pesan diartikan sebagai materi
pesan yang telah diseleksi oleh sumber untuk mengekspresikan tujuannya berkomunikasi.
Perlakuan pesan adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh sumber untuk memilih
metode untuk menyusun dan mengirimkan kode dan isi pesan. Faktor-faktor pada saluran
yaitu sumber harus memutuskan atau memilih saluran komunikasi mana yang akan
digunakannya. Sumber harus memahami tiga aspek saluran komunikasi, yaitu sebagai
mekanisme yang berpasangan, sebagai kendaraan, dan sebagai kendaraan pembawa. Dapat
dikatakan saluran merupakan media pembawa pesan.
Berlo menjelaskan model komunikasi berupa model SMCR, model komunikasi SMCR
disempurnakan oleh Rogers dan Shoemaker dengan melihat efek atau pengaruh dari proses
komunikasi yang dikenal dengan Model SMCRE. Terdapat proses inovasi (gagasan atau
teknologi) yang disebarluaskan kepada suatu sistem sosial agar diadopsi atau diaplikasikan
oleh anggota sistem sosial tersebut. Difusi inovasi dipandang Roger dan Soemaker sebagai
suatu tipe komunikasi khusus, yakni suatu proses dimana inovasi (baik itu gagasan ataupun
teknologi) disebarluaskan kepada suatu sistem sosial agar diadopsi atau diaplikasikan oleh
anggota tim sosial tersebut. Menurut mereka terdapat empat elemen dasar yang menentukan
proses difusi inovasi, yakni (1) inovasi (innovation) yang dikomunikasikan melalui (2) saluran
komunikasi (channel) tertentu, (3) dalam waktu tertentu dan (4) di kalangan anggota-anggota
sistem sosial (social system).
6
Gambar 2. Elemen-elemen dalam model SMCRE
Elemen-elemen dalam model SMCRE meliputi: (1) sumber yang terdiri atas orang atau
lembaga dari mana inovasi berasal, dalam usaha kayu sumber inovasi disini adalah pihak yang
memiliki pengetahuan dan kapasitas dalam budidaya kayu, (2) pesan-pesan (messages), yakni
inovasi (innovations) baik itu berupa teknologi maupun gaagsan/ide-ide, dengan segala
karakteristik yang ditawarkannya (keuntungan rekatuf, kesesuaian, kesulitan, kemudahan dicoba,
dan kemudahan untuk diamati hasilnya, pesan dalam usaha kayu berkaitan dengan pengetahuan
dalam penanaman, perawatan, dan pemanenan pohon (3) saluran komunikasi (channels), yang
bisa: (a) melalui orang, sekelompok orang atau lembaga (petugas penyuluh, fasilitator mahasiswa,
dan lainnya) dan atau (b) media massa, saluran komunikasi dalam usaha kayu disini mayoritas
adalah pemandu dengan didukung oleh media massa berupa leaflet maupun brosur (4) penerima,
yang terdiri dari anggota sistem sosial; dalam hal ini petani laki-laki maupun perempuan, baik
sebagai individu, anggota rumah tangga, atau keluarga petani atau kelompok tani, penerima dalam
usaha kayu ini adalah petani baik petani yang telah tergabung dalam usaha budidaya kayu
maupun yang belum bergabung (5) pengaruh (effects) berupa perubahan-perubahan yang terjadi
di kalangan petani berupa perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku
terbuka (overt behavior) untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang ditawarkan oleh sumber.
Efektifitas Komunikasi
Komunikasi antara petani dengan lembaga usaha kayu diharapkan dapat berjalan efektif
agar kemitraan yang sudah dibangun dapat berkelanjutan dan saling menguntungkan karena
minimnya kesalahpahaman dan prasangka. Komunikasi dalam pola kemitraan dapat dikatakan
efektif bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh lembaga usaha kayu sebagai
pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh
petani sebagai penerima pesan. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud oleh lembaga usaha
kayu (komunikator) dapat di respons oleh petani (komunikan), maka semakin efektif pula
komunikasi yang dilaksanakan. Selain itu, indikator komunikasi dapat dikatakan efektif jika dilihat
dari aspek perubahan yang terjadi yaitu aspek efek dalam proses komunikasi. Selaras yang
dikemukakan oleh Effendy (2001) menyatakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif, jika
dapat menimbulkan dampak:
1. Kognitif, yaitu meningkatnya pengetahuan komunikan. Dampak kognitif adalah yang timbul
pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya. Di
sini pesan yang disampaikan komunikator ditujukan kepada pemikiran si komunikan. Dengan
kata lain, tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran diri komunikan.
2. Afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat
komunikasi. Dampak afektif lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif. Di sini tujuan
komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya;
menimbulkan perasan tertentu.
3. Konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efek pada arah
kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Pada afektif
meliputi efek yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap. Sedangkan efek
padakonatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara
tertentu.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi
Proses komunikasi yang efektif disertai oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi proses komunikasi. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri komunikan sebagai orang yang diberikan
pengaruh oleh komunikator. Sedangkan faktor eksternal adalah hal-hal di luar komunikan dan
komunikator yang memiliki pengaruh dalam proses komunikasi. Faktor-faktor komunikasi memiliki
Sebab faktor-faktor yang terdapat dalam proses komunikasi adalah hal-hal yang menunjang
tercapainya efek yang diharapkan pada situasi, kondisi, waktu, dan tempat (Effendy 1993). Berikut
penjelasan yang berkaitan dengan faktor internal maupun eksternal dalam proses komunikasi.
7
Faktor Internal
Petani sebagai suatu komunitas dalam pedesaan memiliki beberapa karakteristik khusus
dalam dirinya yang khas dan berpengaruh ketika mereka menjalin komunikasi dengan pihak lain di
luar komunitasnya. Sehingga karakteristik personal petani menjadi salah satu faktor internal yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi.
Menurut Mulyana dan Nelly (1988) karakteristik personal adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang
dimiliki oleh seseorang (individu) atau masyarakat, yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap
dan pola tindak terhadap lingkungannya. Ia sering kali digunakan untuk membedakan seseorang
atausuatu kelompok masyarakat dengan yang lainnya. McQuail dan Windahl (1981) menyatakan
bahwa orang berbeda akan memberikan respons yang berlainan, karena individu-individu memiliki
tingkat predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan respon. umur, jenis kelamin,
pendapatan, pekerjaan, pendidikan, suku dan agama diasumsikan turut menentukan seleksivitas
seseorang individu terhadap komunikasi. Setiawan (2006) menyatakan bahwa karakteristik
personal yang meliputi umur, pendidikan, gender, kesehatan, suku, agama dan faktor komunitas,
serta karakteristik sumberdaya usahatani yang meliputi luas lahan usahatani, modal, alat atau
mesin pertanian dan penguasaan lahan, sangat mempengaruhi kemampuan seseorang atau
masyarakat dalam menerima dan menerapkan suatu informasi atau inovasi.
Sedangkan menurut Sumardjo (1999) karakteristik personal yang patut diperhatikan adalah
umur, pendidikan, pengalaman, kekosmopolitan, keterampilan, persepsi, gender, motivasi,
kesehatan dan fasilitas informasi. Banyak penelitian lain membuktikan bahwa beberapa
karakteristik personal (tingkat pendidikan) sangat mempengaruhi tingkat pemahaman, perubahan
sikap dan perubahan perilaku petani terhadap informasi-informasi yang diperoleh, baik secara
langsung maupun melalui media massa. Semakin tinggi pendapatan maka semakin terpenuhi
kebutuhan hidupnya, sehingga petani tidak menerapkan sistem tebasan. Hasil review beberapa
pustaka juga menunjukkan bahwa karakteristik personal dapat merubah pengetahuan, sikap,
dan perilaku seseorang. Hasil Penelitian Firmanto Noviar Suwanda (2008), Nia Rachmawati
(2010), Erna Ernawati (2011), S. Oktarina , Sumardjo, dan E. Rustiadi (2008), serta Saleh dan N.
Rizkawati (2009) menunjukan adanya perubahan perilaku petani akibat pengaruh faktor internal
(faktor internal) yaitu pada aspek Kognitif dan afektif. Faktor internal dalam penelitian ini meliputi
umur, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata per
bulan, pola usaha tani, status usaha tani, luas lahan, orientasi berusaha tani,status petani, jenis
kelamin, dan pekerjaan. Sedangkan untuk aspek konatif, hasil penelitian E. Rosana, A. Saleh, dan
Hadiyanto (2010) menunjukan timgkat kekosmopolitan yang mampu mempengaruhi aspek konatif
petani. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh faktor internal terhadap perubahan pada aspek
kognitif dan aspek afektif seseorang belum tentu mampu merubah aspek konatifnya.
Faktor Eksternal
Komunikator sebagai pihak yang menyampaikan pesan ikut menentukan berhasilnya
komunikasi. Karena sekumpulan faktor kompleks yang mempengaruhi penerimaan informasi
bekerja bersama-sama untuk mempengaruhi keputusan penerima pesan untuk memilih pesan
tertentu dan bagaimana memahaminya serta memperoleh manfaat dari informasi tersebut. Faktorfaktor tersebut adalah faktor penerima, pesan, sumber, medium, dan lingkungan. Berikut
penjelasan faktor-faktor eksternal apa saja yang mampu mempengaruhi penerimaan informasi
menurut Lubis D.P dan kawan-kawan (2010):
1.
Pengaruh penerima
Tujuh hal yang mempengaruhi faktor penerima dalam penerimaan informasi adalah faktor
kebutuhan, sikap-kepercayaan dan nilai, tujuan, kemampuan, penggunaan, gaya komunikasi,
serta pengalaman dan kebiasaan. Uraian faktor-faktor tersebut sebagai berikut: Kebutuhan,
Kebutuhan atau alasan lain, adalah meliputi kontak sosial, eksplorasi realitas, sosialisasi, dan
hiburan yang meiliki pengaruh terhadap aspek psikologis, aspek sosial, dan komunikasi.
Sikap, kepercayaan, dan nilai, memainkan peran penting pada aktivias penerimaan pesan
dan hasil penerimaan pesan tersebut. Individu umumnya tertarik dan cenderung senang terhadap
8
pesan baru, sumber atau penafsiran yang mendukung pandangan mereka sebelum mereka
mempertimbangkan pesan, sumber, atau kesimpulan yang tidak mendukung. Nilai dapat diartikan
seagai prinsip dasar yang dipegang dalam hidup, dan perasaan murni mengenai apa yang
harusnya dilakukan dan apa yang tidak dilakukan pada hubungan seseorang dengan lingkungan
dan orang-orang di dalamnya. Sama seperti sikap dan kepercayaan, nilai secara subtansial dapat
mempengaruhi pemilihan, penafsiran, dan pengingatan. Oleh karena itu, pesan yang tidak
konsisten dan tidak mendukung sikap, keperayaan, atau nilai penerima pesan sehingga membuat
penerima menjadi tidak tertarik dengan pesan yang disampaikan.
Tujuan, disini tidak hanya pesan yang diterimanya melainkan juga penafsirn dari pesan
tersebut: Pertama, tujuan yang ingin dicapai memperbesar kemungkinan seorang individu
memperlihatkan jati dirinya pada satu pesan yang menyinggung masalah tertentu yang digelutinya
secara khusus. Kedua, tujuan tersebut memperbesar kemungkinan individu untuk berhubungan
dengan orang lain yang memiliki ketertarikan pada bidang yang sama, dimana hal ini menambah
pengaruh pada proses penerimaan pesan.Kemampuan, tingkat kecerdasan seseorang,
pengalaman sebelumnya mengenal suatu masalah tertentu, dan kemampuan berbahasa yang
dimilki berdampak penting pada saat berbagai macam pesan muncul dan bagaimana pesan
tersebut ditafsirkan.
Penggunaan, seseorang akan lebih peduli dan berusaha keras untuk memahami dan
mengingat pesan yang dipikirnya akan diperlukan atau dapat digunakan. Gaya komunikasi, dapat
mempengaruhi dinamika penerimaan pesan dengan dua cara: pertama, tergantung kepada
kebiasaan dan pilihannya, yaitu mungkin menjauhi perlahan atau mungkin dengan aktif
menghindari kesempatan untuk berurusan dengan orang lain. Banyak sedikitnya pengaruh
langsung terhadap gaya komunikasi pada penerimaan informasi mempengaruhi etika yang
diperlihatkan pada orang lain. Bagaimana cara berhubungan, dan dengan siapa saling berinteraksi
dapat memiliki dampak substansial terhadap bagaimana tanggapan mereka, dan ini juga akan
mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari informasi yang akan mereka berikan, Pengalaman dan
kebiasaan, pengembangan sejumlah kecenderungan penerimaan informasi merupakan kumpulan
hasil pengalaman. Kebiasaan tidaklah diragukan lagi menjadi pengaruh utama bagaimana
seseorang memulihkan, menafsirkan, atau mengingatkan pada suatu pesan pada suatu waktu.
Pola komunikasi yang dapat dikembangkan dari hasil pengalaman ini mampu mempengaruhi inti
dari pesan dan penerimaan kita
Selain itu, menurut Effendi peranan komunikator dalam komunikasi efektif ditentukan etos
kerja dan sikap komunikator. Etos kerja adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dari
kognisi (cognition), afeksi (affection), dan konasi (conation). Kognisi adalah proses memahami
(process of knowing) yang bersangkutan dengan pikiran; afeksi adalah perasaan yang ditimbulkan
oleh perangsang dari luar; dan konasi adalah aspek psikologis yang berkaitan dengan upaya atau
perjuangan. Di muka telah disinggung bahwa ciri-ciri efektif tidaknya komunikasi ditunjukan oleh
dampak kognitif, dampak afketif, dan dampak behavioral yang timbul pada komunikan. Dengan
kata lain, informasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan itu setala (in tune). Situasi
komunikatif seperti itu akan terjadi bila terdapat etos pada diri komunikator. Etos yang timbul pada
diri seorang komunikator dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: kesiapan (preparedness),
kesungguhan (seriousness), ketulusan (sincerity), kepercayaan (confidence), ketenangan (poise),
keramahan (friendship), dan , kesederhanaan (moderation).
2.
Pengaruh Pesan
Lima hal yang mempengaruhi faktor pesan dalam penerimaan informasi adalah faktor
sumber, mode, karakteristik fisik, pengorganisasian, dan hal-hal baru. Uraian dari faktor-faktor
tersebut sebagai berikut: (a) Sumber, beberapa pesan dapat berasal atau bersumber pada
lingkungan fisik manusia. Selain itu, dapat juga menggunakan pesan yang diciptakan melalui
proses yang disebut komunikasi intrapersonal berulang kali, (b) Mode, berbagai penerimaan pesan
bergantung kepada apakah pesan tersebut tampak secara visual, dapat diraba, dapat didengar,
dapat dicicipi atau dapat dicium aromanya, (c) karakteristik fisik, seperti ukuran, warna, kecerahan,
dan intensitas juga dapat menjadi sangat penting bagi pemrosesan suatu pesan, (d)
pengorganisasian, banyak penelitian yang difokuskan pada bidang persuasi telah diarahkan untuk
menentukan cara bagaimana susunan ide dan opini mempengaruhi penerimaan, (e) hal-hal baru,
sering kali pesan yang baru, tidak dikenali, atau tidak biasa, justru merebut perhatian walaupun
sebentar.
9
3.
Pengaruh Sumber
Beberapa keputusan yang dibuat mengenai penerimaan informasi yang menarik dan
kompleks akan melibatkan sumber pesan yang berasal dari hubungan antarpribadi. Dalam hal ini,
keputusannya akan tergantung pada sejumlah faktor termasuk: proximity, daya-pikat, kesamaan.
kredibilitas, kewenangan, motivasi, maksud, penyampaian, status, kekuatan, dan kekuasaan.
Proximity, jarak dari sumber pesan memiliki pengaruh utama pada kemungkinan penerima pesan
dapat menangkap atau menerima pesan. Penerima biasanya akan lebih terbuka kepada sumber
yang dekat dibandingkan dengan sumber yang jauh, karena semakin dekat, semakin sedikit
waktu, upaya, dan uang yang harus dikeluarkan untuk menerima pesan tersebut. Arti penting dari
jarak sebagai faktor bagi penerimaan pesan digambarkan dengan melihat fungsi dari media
komunikasi. Daya pikat, bagaimana cara suatu pesan antarpribadi diproses seringkali terkait
dengan semenarik apa pesan yang diberikan oleh sumber. Ketika penerima pesan telah tertarik
dengan pesan yang disampaikan sumber, maka kemungkinan orang tersebut akan lebih
mendengarkan, mengingat, dan memberikan pengertian spasial, yang sering kali sulit dipisahkan,
da berperan di dalam mempengaruhi sifat alami pemilihan, penafsiran, dan mengingat pesan
tersebut.
Seseorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, akan mampu ,mengubah sikap,
opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik jika pihak lain komunikan merasa
bahwa komunikator ikut serta dengannya. Dengan kata lain, komunikan merasa ada kesamaan
antara komunikator dengannya sehingga komunikan bersedia taat pada isi poesan yang
dilancarkan komunikator.Kesamaan, semakin sumber pesan menyerupai penerima pesan, maka
semakin besar kemungkinan penerima pesan memberi perhatian kepadanya, apapun yang
dikatakannya. Kadangkala kesamaan yang membuat ketertarikan tersebut merupakan karakteristik
standar seperti jenis kelamin, tingkat pendidkan, umur, agama, latar belakang, ras, hobi, atau
bahasa. credibility dan kekuasaan, bisa menyebabkan komunikasi berhasil ialah kepercayaan
komunikan pada komunikator. Kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau
keahlian yang dimilki seseorang komunikator. Dalam hubungan ini faktor source credibility
komunikator memegang peranan sangat penting.
Motivasi dan tujuan, etika dimana penerima pesan bereaksi pada sumber pesan
antarpribadi tertentu juga bergantung pada bagaimana dia menjelaskan aksinya kepada dirinya
sendiri.Tergantung pada motivasinya di dalam memberikan atribut pada seseorang, dan
tanggapannya yang juga bervariasi. Penyampaian, etika bagaimana sumber pesan menyampaikan
pesannya merupakan faktor penting pada proses dan penerimaan pesan. Beberapa faktor yang
memiliki peran pada pengiriman pesan verbal adalah volume suara, kecepatan berbicara, alunan
suara, pengucapan kata-kata, dan faktor jeda. Faktor visual lain yang berpengaruh adalah gerakgerik tubuh, ekspresi wajah dan tatapan mata atau kontak mata. Status, kekuatan, dan wewenang,
kekuatan atau otoritas dari sumber pesan, menambah kemampuannya untuk memberikan imbalan
atau hukuman sebagai akibat dari memilih, mengingat atau menafsirkan pesan dengan cara
tertentu. Hal ini akan berpengaruh pada pengolahan informasi.
Selain itu, seseorang komunikator dalam menghadapi komunikan lain harus bersikap
empatik (emphaty), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan
orang lain.Seorang komunikator harus bersikap empatik ketika ia berkomunikasi dengan
komunikan.
4.
Pengaruh Medium dan Lingkungan
Media, atau saluran yang digunakan pesan untuk menjangkau penerima pesan dapat
menjadi faktor berpengaruh pada penerimaan informasi. Perbedan seperti apakah pesan disajikan
melalui media cetak atau ilustrasi, gerak-gerik atau pakaian, film, siaran radio atau kata yang
terucap dari teman, memiliki pengaruh langsung pada beberapa kasus. Berdasarkan
kemampuannya, beberapa media memiliki kelebihan dalam menyajikan informasi dibanding
dengan media lainnya. Etika dimana pesan disajikan melalui media juga memiliki hubungan
dengan pengolahan informasi.
Pengaruh lingkungan yang memiliki dampak penting pada pemilihan, penafsiran dan
10
penyimpanan pesan adalah unsur konteks, pengulangan, serta konsistensi dan kompetisi. Beriku
penjelasan unur pengaruh lingkungan selengkapnya: (a) Konteks, etika dimana seseorang atau
peristiwa tertentu bereaksi. Kehadiran orang lain seringkali mempunyai hubungan langsung
bagaimana seseorang memilih untuk menginterpretasikan dan menyimpan informasi, yaitu
bagaimana dia mau melihat, bagaimana dia memikirkan orang lain melihat dirinya, apa yang
diyakininya mengenai harapan orang lain terhadap dirinya, dan apa yang dipikirkannya mengenai
pikiran mengenai keadannya di antara pertimbangan bagaimana seharusnya dia bereaksi dalam
keadaan sosial, (b) Pengulangan, pesan yangs ering diulang-ulang akan mungkin untuk
dipertimbangkan dan diingat, (c) konsistensi dan kompetisi, mempertimbangkan bentuk pesn yang
tidak terlalu ekstrim perubahannya, dan proses pendidikan menggunakan prinsip yang sama
adalah bentuk konsistensi pesan.
Hasil penelitian Firmanto Noviar Suwanda (2008) yang
melihat adanya perubahan pada aspek kognitif, afektif dan konatif melalui faktor eksternal yang
digunakan yaitu keragaan kelompok tani, aksesbilitas, syarat mutlak dan pelancar dalam
pemanfaatan media komunikasi Prima Tani di Desa Citarik Kabupaten Karawang Jawa
Barat.Sedangkan Nurhayati (2011) melalui hasil penelitiannya melihat adamya perubahan aspek
kognitif, afektif, dan koantif petani akibat adanya pengaruh dari faktor eksternal. Faktor eksternal
yang terdapat dalam penelitian ini adalah karakteristik pemadu sebagai sumber pesan yang
mempengaruhi partisipasi petani dan karakteristik inovasi. Karakteristik pemandu dalam penelitian
ini yaitu penguasaan materi Sekolah Lapang Padi, pengalaman pemandu lapang, dan kemampuan
berkomunikasi. Sedangkan untuk karaktersitik inovasinya adalah keuntungan relatif (Relative
Knowledge), kesesuaian(Compatibility), kerumitan (Complexity), kemungkinan dicoba (Triability)
,dan kemungkinan diamati (Observability).
Konsep Kemitraan
Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan menengah atau dengan usaha
besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau
usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan. Secara harfiah kemitraan
diartikan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka
waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling
membesarkan (Hafsah 2000).Adapun definisi kemitraan secara resmi diatur dalam UndangUndang Usaha Kecil No. 9 Tahun 1995 pasal 1 ayat 8 yang menyatakan bahwa kemitraan
merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Sementara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT.210/10/97 yang
dimaksud dengan kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra
dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Konsep kemitraan perusahaan-masyarakat
atas dasar kontrak kesepakatan dan kerjasama mampu menyediakan pendekatan-pendekatan
efektif yang mampu menjamin ketersediaan bahan pasokan kayu disamping berbagi manfaat,
keuntungan dan juga resiko dengan masyarakat lokal sekitarnya (Mayers 2000). Menurut Mayers
dan Vermeulen (2002), beberapa istilah yang sering digunakan dalam pelaksanaan kemitraan
adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan, mencakup badan hukum berskala besar, dapat berupa perusahaan swasta
yang dikelola dengan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan.
2. Masyarakat, termasuk didalamnya petani, masyarakat lokal yang berada pada tingkattingkat sosial yang berada pada organisasi-organisasi sosial seperti kelompok-kelompok
tani dan kelompok-kelompok pengguna produk yang pada suatu saat tertentu melakukan
kegiatan dengan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan saja.
3. Kehutanan, merupakan seni menanam, memelihara serta mengelola hutan dan tegakan
dengan tujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa.
4. Kemitraan, hubungan atau kerjasama yang secara aktif dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dengan ekspektasi penerimaan manfaat.
5. Konsep kemitraan perusahaan-masyarakat, mencakup tempat bekerjasama, bentuk dari
sisi kehutanannya, serta tipe-tipe hubungan antara dua atau lebih pihak.
11
Menurut Mayers dan Vermeulen (2002), beberapa gambaran mengenai konsep kemitraan
yang kuat adalah sebagai berikut :
1. Adanya dialog. Pihak-pihak yang terlibat setuju dan bersedia untuk saling berkonsultasi
dan berinteraksi selama dalam tahap persiapan rencana.
2. Kesepakatan bersama. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk tidak bertindak tanpa
persetujuan dari pihak lain. Dengan kata lain, adanya suatu sikap saling pengertian yang
tinggi antar pihak terhadap tindakan yang akan dilakukan.
3. Adanya kontrak kerjasama. Pihak-pihak yang terlibat paham bahwa salah satu pihak
memberikan pelayanan atas dasar kontrak terhadap pihak lain.
4. Berbagi rencana kerja. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk membahas serta
mengimplementasikan rencana kerja yang telah dibuat secara bersama-sama menuju
pada suatu tujuan yang telah direncanakan.
5. Berbagi tanggung jawab dan juga resiko. Pihak-pihak yang terlibat setuju untuk samasama bertanggung jawab secara penuh terhadap rencana yang telah dibuat.
Karakteristik umum kemitraan cenderung untuk menggabungkan kedekatan hubungan
antar taraf, dimana para partner dapat bekerjasama dan mencapai kesamaan dari hubungan itu,
sehingga dapat diketahui seberapa kuat keseimbangan hubungan mereka. Sebagai contoh,
dimana salah satu definisi kemitraan adalah sebagai suatu persekutuan individu-individu
masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat ataupun organisasi/lembaga yang sepakat untuk
bekerjasama dalam menjalankan suatu kegiatan, berbagi resiko, dan berbagi manfaat/keuntungan
serta menilai kembali hubungan tersebut secara periodik dan merevisi kesepakatan apabila
diperlukan (Tennyson 1998 dalam Mayers & Vermeulen 2002). Tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan kemitraan, adalah (1) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, (2)
meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan
pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan,
wilayah dan nasional, (5) memperluas kesempatan kerja, dan (6) meningkatkan ketahanan
ekonomi nasional (Hafsah 2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan bisnis yang
terjadi dalam kemitraan harus mampu menghasilkan integrasi bisnis yang saling berkaitan dan
menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, keterpaduan yang dilandasi saling
menguntungkan, saling membutuhkan dan saling membesarkan. Di samping itu, kemitraan harus
mengandung konsekuensi peningkatan nilai lebih pada semua elemen mulai dari pengadaan
sarana produksi, usaha tani, pengolahan hasil, distribusi, dan pemasaran. Dengan kata lain,
kemitraan seharusnya mengandung makna kerjasama sinergi yang menghasilkan nilai tambah
(Hafsah 2000).
Hutan Rakyat
Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan
rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang
dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan Negara,yaitu hutan
yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah Negara. Dalam pengertian ini,
tanah Negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan
ketentuanketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (Suharjito 2000).
Definisi hutan rakyat menurut Hardjanto (2000) adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat
yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik
dengan luas minimal 0,25 hektar. Hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang
memenuhi luasan sesuai dengan definisi hutan rakyat. Hal tersebut karena rata-rata pemilikan
lahan di jawa sangat sempit. Departemen Kehutanan (1999) menyebutkan bahwa hutan rakyat
adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha dan penutupan
tajuknya didominasi tanaman perkayuan dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 pohon.
12
2.2.
KERANGKA PEMIKIRAN
Efektivitas komunikasi dalam kemitraan antara Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul
Nusantara (UBH-KPWN) dengan petani di Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor harus
dibangun dengan memperhatikan lima unsur penting yaitu sumber, pesan, saluran, penerima,
dan efek. Tujuan akhir dari suatu proses komunikasi adalah efek yang diterima petani sebagai
khalayak. Oleh karena itu, unsur sumber, pesan, saluran, dan penerima mempengaruhi
efek yang akan ditimbulkan. Komuniaksi yang efektif dapat menimbulkan efek perubahan
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan petani terhadap program Jati Unggul Nasional (JUN)
maupun pengurus UBH-KPWN.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi tersebut ialah faktor internal
dan faktor eksternal atau lingkungan. Faktor internal adalah yang berhubungan dengan faktor
demografis penerima yaitu, usia, tingkat pendidikan formal, pengalaman usaha tani, tingkat
pendapatan rata-rata per bulan, dan luas lahan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor
pemandu lapang dan faktor keterampilan komunikasi pemandu lapang yang berpengaruh terhadap
efektivitas komunikasi yang terjalin dalam kemitraan ini. Karena salah satu peran pemandu lapang
adalah sebagai sumber informasi yang menjembatani antara UBH-KPWN dengan petani.
Karakteristik serta peran pemandu lapang sebagai salah satu faktor eksternal menjadi
sangat penting terkait dengan penyebaran informasi terkait teknis penerapan program Jati Unggul
Nasional (JUN) yakni penanaman, perawatan hingga pemanenan, sistem bagi hasil, profil JUN,
dan lain sebagainya. Karakteristik pemandu lapang dilihat dari kedekatan (proximity), kredibilitas
(credibility), sikap (attitudes), dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani. Faktor eksternal lainnya
yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antara UBH-KPWN dengan petani, yaitu faktor
keterampilan komunikasi pemandu lapang yang dilihat dari penguasaan materi program, kejelasan
informasi program, dan kesesuaian metode penyuluhan. Fakor internal dan faktor eksternal ini
memiliki pengaruh terhadap komunikasi yang efektif. Indikator komunikasi yang efektif dilihat dari
perubahan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku. Selaras yang dikemukakan oleh Effendy (2001)
menyatakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak kognitif,
afektif, dan konatif. Komuniaksi yang efektif dalam pola kemitraan antara petani dengan UBHKPWN dilihat dari peningkatan pengetahuan petani, sikap petani terhadap program JUN
/pengelola UBH-KPWN (afektif) dan keterampilan petani dalam kegiatan JUN dari UBH-KPWN.
KarakteristikPetani (X1)
X1.1 Usia
X1.2 Tingkat Pendidikan formal
X1.3 Pengalaman Usaha Tani
X1.4 Tingkat Pendapatan ratarata per bulan
X1.5 Luas lahan
X1.6 Frekuensi keikutsertaan
dalam pertemuan/diskusI
Karakteristik Pemandu Lapang
(X2)
X2.1 Kedekatan (Proximity)
X2.2 Kredibilitas (Credibility)
X2.3 Sikap (Attitudes)
X2.4 Frekuensi kunjungan ke
kelompok tani
Keterampilan Komunikasi
Pemandu (X3)
X3.1 Penguasaan materi
program
X3.2 Kejelasan informasi
program
X3.3 Kesesuaian metode
penyuluhan
Efektivitas Komunikasi antara
Petani dengan
UBH-KPWN (Y)
 Kognitif
 Afektif
 Psikomotorik
Keterangan:
: Mempengaruhi
13
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran
2.2.
HIPOTESIS PENELITIAN
1. Terdapat hubungan nyata yang positif antara Faktor internal yaitu karakteristik petani (usia,
tingkat pendidikan formal, pengalaman usaha tani, tingkat pendapatan rata-rata per bulan,
keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan, dan luas lahan) dengan efektivitas komunikasi
antara petani dengan Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN)
2. Terdapat hubungan nyata yang positif antara karakteristik pemandu lapang (kedekatan
(proximity), kredibilitas (credibility), sikap (attitudes), dan frekuensi kunjungan ke kelompok
tani) dengan efektivitas komunikasi antara petani dengan Usaha Bagi Hasil Jati Unggul
Nusantara (UBH-KPWN).
3. Terdapat hubungan nyata yang positif antara faktor keterampilan komunikasi pemandu
(penguasaan materi program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode
penyuluhan) dengan efektivitas komunikasi antara petani dengan Usaha Bagi Hasil Jati
Unggul Nusantara (UBH-KPWN).
2.3.
DEFINISI OPERASIONAL
1. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan karakteristik petani yaitu
ciri-ciri yang melekat pada diri petani dan ditetapkan dengan 5 karakteristik, yaitu usia, tingkat
pendidikan formal, pengalaman usaha tani, tingkat pendapatan rata-rata per bulan, dan luas
lahan.
a. Usia adalah lama hidup responden yang dihitung sejak tanggal kelahiran hingga saat
penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun. Umur dikategorikan muda, dewasa, dan
tua
b. Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh
responden. Tingkat pendidikan diukur menggunakan skala ordinal. Kategori jenjang
pendidikan yaitu rendah, sedang, dan tinggi
c. Pengalaman usahatani adalah lamanya seseorang berprofesi sebagai petani dalam satuan
tahun. Diukur dengan skala ordinal yaitu rendah, sedang, dan tinggi
d. Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh petani baik dari on-farm dan off-farm
dengan rata-rata tiap bulan dalam satuan rupiah. Pendapatan dikategorikan menjadi
rendah, sedang, dan tinggi.
e. Luas lahan yang ditanami pohon jati adalah luas area yang digarap petani untuk
melakukan budidaya tanaman jati dalam satuan hektar, diukur dengan skala ordinal. Luas
lahan dikategorikan yaitu luas dan sempit.
f. Frekuensi keikutsertaan dalam pertemuan/diskusi adalah intensitas keikusertaan
responden dalam kegiatan penyuluhan. Kriteria ini di kategorikan kedalam tiga kategori
dimana skor untuk masing-masing kategori akan ditentukan nanti berdasarkan rumus
interval. kategori frekuensi keikutsertaan dalam pertemuan/diskusi adalah tinggi, Sedang,
rendah.
g.
2. Karakteristik pemandu lapang adalah ciri-ciri pemandu lapang yang dapat menggambarkan
kemampuannya dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai pemandu UBH-KPWN.
Peubah ini diukur berdasarkan penilaian petani dan hasilnya digolongkan ke dalam beberapa
kategori, yaitu: rendah, sedang dan tinggi. Pengukuran faktor pemandu lapang
menggunakan lima indikator yaitu kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap
(attitudes), dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani.
a. Frekuensi kunjungan ke kelompok tani intensitas pemandu lapang dalam berinteraksi
ataupun bertatap muka dengan petani bimbingannya. Kriteria ini di kategorikan kedalam
tiga kategori dimana skor untuk masing-masing kategori akan ditentukan nanti berdasarkan
rumus interval. kategori kriteria ini adalah tinggi, Sedang, rendah.
14
b. Kedekatan (proximity) adalah pendapat responden tentang sejauh mana hubungan
yang terjalin antara pemandu lapang selaku sumber pesan dengan responden yang
ternyata memiliki pengaruh pada kemungkinan responden selaku penerima pesan
dapat menangkap atau menerima pesan. Kedekatan ini dilihat dari keakraban, suasana
kekeluargaan, rasa solidaritas, tali silaturahmi, dan intensitas pertememuan yang rutin
contohnya kegiatan diskusi. Kedekatan diukur menggunakan skala Likert berskala
empat terhadap delapan pertanyaan. Kriteria kedekatan (proximity) di kategorikan
kedalam tiga kategori dimana skor untuk masing-masing kategori akan ditentukan nanti
berdasarkan rumus interval. kategori untuk kedekatan (proximity) adalah :
 Tinggi
 Sedang
 Rendah
c. Kredibilitas (credibility) pemandu lapang adalah pendapat responden tentang
kemampuan, pengalaman ataupun pengetahuan pemandu lapang selaku sumber
pesan yang dipercayai keahlian dalam bidang pertanian. Selain itu kredibiltas pemandu
diliat dari penggunaan bahasa yang digunakan, kebenaran informasi yang
disampaikan, kemampuan menjawab pertanyaan dari petani, dan kemampuan dalam
melakukan metode demonstrasi cara. Kredibilitas pemandu lapang diukur dengan
menggunakan skala Likert berskala empat terhadap delapan pertanyaan. Kriteria
Kredibilitas (credibility) di kategorikan kedalam tiga kategori dimana skor untuk masingmasing kategori akan ditentukan nanti berdasarkan rumus interval. Kriteria kredibiltas
sumber pesan adalah
 Tinggi
 Sedang
 Rendah
d. Sikap (attitudes) adalah pendapat responden tentang sikap pemandu lapang ketika
berkomunikasi maupun berinteraksi dengan petani dalam kegiatan JUN. Sikap
pemandu yang dimaksud mengenai keramahan, kejujuran, terbuka, tanggung jawab,
kesabaran, memperhatikan tata krama dan sopan santun, berbaur dengan petani,dan
mampu membangun sifat yang positif dengan petani. Sikap pemandu lapang ini diukur
menggunakan skala Likert berskala empat terhadap delapan pertanyaan. Kriteria Sikap
(attitudes) di kategorikan kedalam tiga kategori dimana skor untuk masing-masing
kategori akan ditentukan nanti berdasarkan rumus interval. Kriteria sikap pemandu
lapang saat berkomunikasi dengan petani adalah
 Baik
 Cukup Baik
 Tidak Baik
e. Frekuensi kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani adalah tingkat keseringan
pemandu lapang mengunjungi kelompok tani dalam rentang waktu setiap hari,
seminggu sekali, dan sebulan sekali. skala Likert berskala empat terhadap delapan
pertanyaan. Kriteria ini di kategorikan kedalam tiga kategori dimana skor untuk masingmasing kategori akan ditentukan nanti berdasarkan rumus interval. Frekuensi
kunjungan kelompok tani ini dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
 Tinggi
 Sedang
 Rendah
15
3. Keterampilan komunikasi pemandu adalah pendapat responden tentang kemampuan
pemandu lapang dalam melakukan proses komunikasi dengan petani dalam kegiatan Jati
Unggul Nasional (JUN) yang meliputi penguasaan materi program, kejelasan informasi
program, dan kesesuaian metode penyuluhan.
a) Kemampuan penguasaan materi adalah penilaian responden tentang pemandu lapang
JUN menyangkut wawasan pengetahuan pemandu lapang tentang materi yang
disampaikan. Materi yang disampaikan yaitu sosialisasi kegiatan JUN, teknis penanaman,
teknis penyiraman di awal pananaman bila terjadi kekeringan, teknis pemupukan, teknis
penanggulangan hama penyakit, materi tumpang sari, sistem pola bagi hasil, dan teknis
pemanenan. bagaimana penyampaian materi kepada petani. Kemampuan penguasaan
materi diukur menggunakan skala Likert berskala empat terhadap delapan pertanyaan.
Kriteria ini di kategorikan kedalam tiga kategori dimana skor untuk masing-masing
kategori akan ditentukan nanti berdasarkan rumus interval. Kategori kemampuan
penguasaan materi dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu
 Tinggi
 Sedang
 Rendah
b) Kejelasan informasi program adalah penilaian responden terhadap kejelasan informasi
program yang disampaikan oleh pemandu lapang Kejelasan informasi program terkait
materi diberikan secara lengkap, terperinci, mudah dipahami, penggunaan kosakata yang
sederhana, serta menarik. Kejelasan informasi diukur dengan menggunakan skala Likert
berskala empat terhadap delapan pertanyaan. Kejelasan informasi dikategorikan kedalam
tiga kategori dimana skor untuk masing-masing kategori akan ditentukan nanti
berdasarkan rumus interval. Kriteria pengukuran yang digunakan adalah
 Jelas
 Cukup jelas
 Tidak jelas
c) Kesesuaian metode penyuluhan adalah penilaian responden terhadap kesesuaian
metode penyuluhan yang digunakan penyuluh lapang dengan keinginan responden.
Metode penyuluhan yang digunakan berupa pembinaan teknis yakni metode kunjungan
rumah, metode demonstrasi cara, metode pertemuan diskusi, metode pertemuan kuliah,
dan metode demonstrasi hasil. Kesesuaian metode penyuluhan diukur dengan
menggunakan skala Likert berskala empat terhadap delapan pertanyaan. Kesesuaian
metode dikategorikan kedalam tiga kategori dimana skor untuk masing-masing kategori
akan ditentukan nanti berdasarkan rumus interval. Kriteria pengukuran yang digunakan
adalah
 Sesuai
 Cukup sesuai
 Tidak sesuai
4. Efektivitas komunikasi perubahan yang terjadi pada diri petani setelah terterpa informasi
dari UBH-KPWN selaku sumber pesan. Pesan yang disampaikan oleh UBH-KPWNM yakni
terkait teknis budidaya JUN yaitu teknis penanaman, teknis penyiraman di awal
pananaman bila terjadi kekeringan, teknis pemupukan, teknis penanggulangan hama
penyakit, materi tumpang sari, sistem pola bagi hasil, dan teknis pemanenan. Indikator
komunikasi dapat dikatakan efektif jika dilihat dari aspek perubahan yang terjadi yaitu
aspek efek dalam proses komunikasi yakni mencakup pngetahuan (kognitif), sikap (afektif),
dan keterampilan petani (psikomotorik).di lokasi Jati Unggul Nasional (JUN). Efektivitas
komunikasi diukur dengan skala ordinal.
16
a) Aspek kognitif adalah tingkat pengetahuan responden tentang teknologi inovatif yang
diaseminasikan dalam kegiatan Jati Unggul Nusantara sebagai pesan. Kriteria aspek
kognitif diukur dengan menggunakan skala Likert berskala empat terhadap delapan
pertanyaan. Kriteria ini dikategorikan kedalam tiga kategori dimana skor untuk masingmasing kategori akan ditentukan nanti berdasarkan rumus interval. Kriteria aspek kognitif
petani adalah
 Tinggi
 Sedang
 Rendah
:
b) Aspek afektif adalah sikap responden terhadap materi teknis terkait teknologi inovatif
yang dikomunikasikan oleh pemandu lapang dalam kegiatan Jati Unggul Nusantara.
Kriteria ini diukur dengan menggunakan skala Likert berskala empat terhadap delapan
pertanyaan. Kriteria aspek afektif kemudian dikategorikan kedalam tiga kategori dimana
skor untuk masing-masing kategori akan ditentukan nanti berdasarkan rumus interval.
Kriteria aspek afektif petani adalah
 Tinggi
 Sedang
 Rendah
c) Aspek psikomotorik adalah tindakan responden terampil dalam menerapkan teknis-teknis
terkait teknologi inovatif yang diberikan. Tindakan diukur berdasarkan terampil atau tidak
teknologi inovatif dalam kegiatan Jati Unggul Nusantara. Kriteria aspek diukur dengan
menggunakan skala Likert berskala empat terhadap delapan pertanyaan. Kriteria ini
dikategorikan kedalam tiga kategori dimana skor untuk masing-masing kategori akan
ditentukan nanti berdasarkan rumus interval. Kriteria ini dikategorikan kedalam tiga
kategori dimana skor untuk masing-masing kategori akan ditentukan nanti berdasarkan
rumus interval. Kriteria aspek konatif petani adalah
 Tinggi
 Sedang
 Rendah
17
3.
PENDEKATAN LAPANGAN
3.1.
LOKASI DAN WAKTU
Penelitian ini akan dilakukan di Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN)
Kabupaten Bogor (Desa Ciaruteun Ilir). Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa penanaman JUN di Desa Ciaruteun Ilir memiliki umur tanaman jati
empat tahun dan lima tahun sehingga dampak positif yang diberikan kegiatan JUN sudah mulai
dirasakan oleh masyarakat. penelitian dilaksanakan selama lima bukan yaitu sejak dari bulan
februari 2014 sampai dengan Juli 2014.
Tabel 1. Jadwal pelaksanaan penelitian
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal Skripsi
Kolokium
Perbaikan Proposal
Pengambilan Data
Lapang
Pengolahan dan
Analisis Data
Penulisan Draft
Skripsi
Uji Petik
Sidang Skripsi
Perbaikan Laporan
Skripsi
3.2.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh melalui penelitian langsung dilapangan dengan menggunakan instrumen berupa
kuisioner dan panduan pertanyaan (Lampiran 1). Selain menggunakan kuesioner, data primer
juga diperoleh dengan melakukan wawancara tidak terstruktur dengan responden untuk menggali
lebih dalam pendapat mereka mengenai efektivitas komunikasi yang dilakukan oleh pemandu
selaku bagian dari pengurus UBH-KPWN dalam sistem bagi hasil Jati Unggul Nasional (JUN).
Wawancara juga dilakukan dengan pihak UBH-KPWN Kota Bogor untuk menggali lebih banyak
tentang efektivitas komunikasi dengan petani dalam kegiatan JUN yang telah dilaksanakan selama
ini. Selain itu, data sekunder diperoleh dari kantor desa mengenai profil desa, jumlah masyarakat
yang bekerja di bidang pertanian dan non pertanian serta data sekunder yang diperoleh dari pihak
Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN yaitu mengenai profil UBH-KPWN ,
struktur organisasi, dan tentang kegiatan sistem bagi hasil Jati Unggul Nasional (JUN) yang
dilakukan oleh UBH-KPWN.
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Gabungan Kelompok Tani
(GAPOKTAN) Jati Unggul Nasional (JUN) di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Bogor.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja karena penanaman JUN di Desa Ciaruteun Ilir memiliki
umur tanaman jati empat tahun dan lima tahun sehingga dampak positif yang diberikan dalam
sistem bagi hasil di kegiatan JUN sudah mulai dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, sebagian
besar masyarakat di desa Ciaruteun Ilir bermata pencaharian sebagai petani dan memiliki
kelompok-kelompok tani. Petani-petani tersebut telah menerima bentuk komunikasi dari
pemandu JUN maupun pengurus UBH-KPWN. Unit analisis pada penelitian ini adalah individu.
Responden dipilih secara acak sederhana (simple random sampling) dengan menggunakan tabel
angka acak. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik probabilita yaitu suatu teknik
penarikan sampel yang mendasarkan diri bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Prasetyo dan Jannah 2005).
18
Peneliti membuat kerangka sampling berdasarkan waktu pengambilan data yaitu siapa
saja petani individu yang telah menerima bentuk komunikasi dari pemandu ataupun pengurus
UBH-KPWN. Kerangka sampling petani padi yang didapat sebanyak 75 orang. Setelah itu
peneliti menyebarkan kuesioner kepada petani padi atau responden yang menjadi sasaran
pemandu ataupun pengurus UBH-KPWN. Jumlah responden yang akan diteliti berjumlah 40
orang. Data yang telah dikumpulkan nantinya akan diolah dan disimpulkan. Seluruh hasil
penelitian dituliskan dalam rancangan skripsi (Lampiran 2).
3.3.
TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan kuisioner setelah
seluruh data terkumpul dilakukan pengkodean data. Analisa data ini dimaksudkan untuk
menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Effendi
dan Manning 1989). Data yang telah terkumpul tersebut kemudian diolah secara statistik deskriptif
menggunakan SPSS for Windows versi 18.0 dan Microsoft Excel 2007. Penelitian ini
menggunakan teknik analisis tabel frekuensi, tabulasi silang, dan uji statistik non-parametrik.
Pengolahan data untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dan variabel
terikat dengan data yang berskala ordinal maka diolah dengan menggunakan uji Korelasi Rank
Spearman. Hipotesis yang digunakan adalah Ho: tidak ada hubungan dan H1: ada hubungan.
Analisis data kualitatif tidak menggunakan model matematik, hanya terbatas pada teknik
pengolahan data seperti membaca grafik, tabel, dan lain-lain, yang kemudian dilakukan penafsiran
atau analisis. Rumus Rank Spearman sebagai berikut:
Keterangan:
rs
= Nilai Koefisien Rank Spearman
d
= jumlah selisih antara peringkat bagi x dan y
n
= jumlah data/sampel
Koefisien korelasi Rank Spearman (rxy)
menunjukkan kuat tidaknya antara indikator x terhadap variabel X dengan indikator y terhadap
variabel Y maupun variabel X terhadap variabel Y
19
DAFTAR PUSTAKA
[Deptan] Departemen Pertanian. 1997. Kemitraan Pemasaran Dalam Agribisnis. Departemen
Pertanian RI. Jakarta
Effendy. O.U. 1992. Dinamika komunikasi. Cetakan kedua. Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya.
214 hal.
----------. O.U. 2000. Ilmu, teori, dan filsafat komunikasi. Bandung [ID]: Citra Aditya Bakti. 421 hal.
----------. O.U. 2001. Ilmu komunikasi: teori dan praktek. Cetakan kedua puluh dua. Bandung [ID]:
Remaja Rosdakarya.181 hal
----------. 2005. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Cetakan kedelapan.Bandung [ID]: Remaja
Rosdakarya. 410 hal.
Effendi S dan Manning C. Prinsip-prinsip analisa data. Dalam: Masri Singarimbun dan Sofian
Effendi, editor. Metode penelitian survai. Jakarta [ID]: LP3ES
Ernawati, E. 2011. Efektivitas komunikasi dalam sosialisasi kegiatan program Posdaya di desa
binaan IPB. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 6 November 2013]. Bogor [ID]: Institut Pertanian
Bogor. 95 hal. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51495
Hafsah MJ. 2000. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Hardjanto. 2003. Keragaan Dan Pengembangaan Usaha Kayu Rakyat Di Pulau Jawa
[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
[Kemenhut] Kementrian Kehutanan (ID). 1999. Panduan kehutanan Indonesia. Jurnal Hutan
Rakyat 7 (1) : 18-19.
-----------------. 2012. Peran sektor kehutanan dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional.
[Internet].
[dikutip
tanggal
01
Oktober
2013].Dapat
diunduh
dari:
http://ppid.dephut.go.id/pidato_kemenhut/browse/3
Lubis DP, Mugniesyah SS, Purnaningsih N, Riyanto S, Kusumastuti YI, Hadiyanto, Saleh A,
Sumardjo, Sarwititi, Amanah S, Fatchiya A. 2010. Dasar-dasar komunikasi. Bogor (ID): Sains
KPM IPB Press.
Mayers J, Vermeulen S. 2002. Company-Community Forestry Partnership: from raw deals to
mutual gians? Instrumen for Sustainable Private Sector 67Forestry Series. Forestry and Land
Use Program. London: International Institute for Environment an Development (IIED).
McQuail, D. dan Windahl, S. 1987. Teori komunikasi massa. Edisi kedua. Jakarta [ID]: Erlangga.
Mugniesyah, S. S. 2006. Ilmu penyuluhan. Bogor [ID]: Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat IPB
Mulayana, D. 2005. Ilmu Komunikasi: suatu pengantar. Cetakan kedelapan.Bandung [ID]: Remaja
Rosdakarya. 410 hal.
Nelly, Minar. 1988.Hubungan karakteristik sosial ekonomi dan perilaku petani mengadopsi rumput
unggul di daerah Jawa Barat. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Nurhayati. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi di dalam sekolah lapang
padi. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 6 November 2013]. Bogor [ID]: Institut Pertanian
Bogor. 136 hal. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/46765
20
Oktarina S, Sumardjo, dan Rustiadi E. 2008. Keefektivan komunikasi dalam pengembangan
peran-peran kelembagaan agropolitan. Komunikasi Pembangunan. [internet]. [dikutip tanggal
3
November
2013].
06(2):
23-42.
Dapat
diunduh
dari:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5666/4297
Prasetyo B dan Jannah LM, 2005. Metode penelitian kuantitatif. Jakarta [ID]: PT RajaGrafindo
Persada. 239 hal.
Setiawan, I. 2006. Analisis tingkat keberdayaan komunikasi petani dan faktorfaktor yang
mempengaruhi.[Tesis].Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: LP3ES.
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian.Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Suharjito, D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa Perannya Dalam Perekonomian Desa. Program
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM) Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor.
Sumardjo. 1999. Transformasi model penyuluhan pertanian menuju pengembangan kemandirian
petani (Kasus di Provinsi Jawa Barat). [Disertasi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.
Tubss, S. dan Moss, S. 2000. Human Communication: Prinsip-prinsip dasar. Bandung [ID]:
Remaja Rosdakarya. 256 hal
[UU] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil
21
Lampiran 1. Kuisioner
No. Responden:
KUESIONER SURVEI Analisis Efektivitas Komunikasi pada Pola Kemitraan di Unit
Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN) Di Desa Ciaruteun Ilir,
Cibungbulang, Bogor
Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data
dari responden dalam rangka penulisan skripsi program sarjana yang dilakukan oleh:
Nama/NRP
: Maulidani Tresnaputri/I34100085
Departemen/Fakultas
: Departemen
Sains
Komunikasi
dan
Pengembangan
Masyarakat/Fakultas Ekologi Manusia
Universitas
: Institut Pertanian Bogor
Peneliti meminta kesediaan Anda untuk meluangkan waktu mengisi kuesioner ini secara jujur,
jelas, dan benar. Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya
digunakan untuk keperluan akademik. Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.
Nama
Alamat
No. Telepon
Petunjuk
:
:
:
:
Jawablah pertanyaan dengan mengisi titik-titik yang tersedia dan
berilah tanda ( x ) pada salah satu pilihan jawaban yang sesuai.
I. Karakteristik Responden
1. Umur
2. Pendidikan Terakhir
e. lainnya ….
3. Pengalaman Bertani
4. Pengeluaran rata-rata per bulan
:
: a. SD
b. SMP
c. SMA
d. D3
Tahun
:
: Rp.
Tahun
5. Luas Lahan yang dikelola
:
6. Frekuensi keikutsertaan
dalam kegiatan penyuluhan UBH-KPWN :
ha
kali
II. Karakteristik Pemandu Lapang
7. Frekuensi kunjungan pemandu lapang
ke kelompok tani
: a. Setiap hari
b. Seminggu sekali
c. Sebulan sekali
Petunjuk
:Pilihlah jawaban dari pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda (√)
sesuai dengan keyakinan Anda
Keterangan : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat
Tidak Setuju)
No.
Pernyataan
SS
S
TS
STS
Kedekatan (Proximity)
Saya merasa akrab dengan pemandu lapang
8.
Saya merasa dekat dengan pengurus UBH-KPWN yang pernah
9.
berkunjung ke desa
10. Pemandu lapang menciptakan suasana kekeluargaan
11. Pengurus UBH-KPWN menumbuhkan suasana kekeluargaan
12. Pemandu lapang tidak menumbuhkan rasa solidaritas dengan
22
petani
Pengurus UBH-KPWN kurang bersilaturahmi dengan petani
13.
mitranya
Kegiatan diskusi bersama dengan pengurus UBH-KPWN
14. dilaksanakan secara rutin sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati bersama
Intensitas kegiatan diskusi bersama yang rutin mampu
15.
membangun keakraban petani dengan pemandu lapang
Kredibilitas (Credibility)
16. Pemandu lapang memiliki pengalaman di bidang pertanian
Pemandu lapang memiliki pengetahuan yang luas di bidang
17.
pertanian
18. Pemandu lapang menggunakan bahasa yang sopan
19. Pemandu lapang memberikan informasi yang benar
Pemandu lapang dapat menjawab pertanyaan dari petani
dengan benar
20. Pemandu lapang memberikan informasi yang terpercaya
Pemandu lapang mampu mendemonstrasikan teknis menenam
21.
jati dengan baik
Pemandu lapang mampu memperagakan penanggulangan hama
22.
penyakit dengan baik dan jelas
Pemandu lapang memiliki kemampuan yang baik dalam
23.
budidaya tanaman Jati
Sikap (Attitudes)
24. Pemandu lapang bersikap ramah dengan petani
Pemandu lapang bersikap jujur dengan menyampaikan
25.
kelebihan dan kelemahan program JUN
Pemandu lapang bersikap terbuka kepada petani mengenai
26.
sistem bagi hasil
27. Pemandu lapang bertanggung jawab terhadap petani
28. Pemandu lapang bersikap sabar saat membimbing petani
Pemandu lapang memperhatikan tata krama dan sopan santun
29.
saat berinterkasi
30. Pemandu lapang tidak berbaur dengan petani
31. Pemandu lapang membangun sikap yang positif dengan petani
III. Faktor keterampilan komunikasi Pemandu
Kemampuan Penguasaan Materi
32.
Pemandu lapang mensosialisasikan kegiatan JUN dengan baik
Pemandu lapang tidak paham materi penanaman jati dengan
33.
baik
Pemandu lapang menguasai teknis penyiraman di awal
34.
pananaman bila terjadi kekeringan
Pemandu lapang mahir dalam materi pemupukan
35.
36.
Pemandu lapang menguasai materi hama penyakit
Pemandu lapang paham materi tumpang sari
37.
38.
Pemandu lapang mahir dalam materi pola bagi hasil
39.
Pemandu lapang menguasai materi pemanenan dengan baik
Kejelasan informasi program
Informasi yang disampaikan pemandu lapang lengkap
40.
41.
Informasi yang dijelaskan pemandu lapang terperinci
42.
Informasi yang diterangkan pemandu lapang mudah dipahami
Informasi yang dipaparkan oleh pemandu lapang menggunakan
43.
kata-kata yang sederhana
23
44.
45.
46.
Informasi disampaikan dengan oleh pemandu lapang
menggunakan kosakata yang tidak saya mengerti
Saya lebih mengerti informasi yang dijelaskan dengan campuran
bahasa sunda
Informasi yang disajikan secara menarik oleh pemandu lapang
Informasi yang disampaikan sering diulang-ulang
47.
Kesesuaian metode penyuluhan
Metode kunjugan rumah mampu menumbuhkan kepercayaan
48.
petani
Metode kunjugan rumah belum mempu mengidentifikasi masalah
49.
yang belum disadari sebelumnya
Metode demonstrasi cara mampu menyakinkan petani bahwa
50.
budidaya JUN mudah dilakukan
Metode demonstrasi cara efektif untuk mengajarkan keterampilan
51.
budidaya JUN
Metode pertemuan diskusi mampu mengajak petani untuk
52.
membicarakan masalah yang dihadapinya
Metode pertemuan diskusi mampu mengajak petani mencari
53.
solusi permasalahan yang dihadapi
Metode pertemuan kuliah mampu menjelaskan masalah teknis
54.
secara mendalam
Metode demonstrasi hasil mampu membuktikan manfaat dari
55.
budidaya JUN
IV. Efektivitas komunikasi
Tingkat Pengetahuan Petani
56.
Saya menjadi paham bagaimana teknis penanaman JUN
Saya menjadi tahu bagaimana teknis penyiraman di awal
57.
pananaman bila terjadi kekeringan
58.
Saya mengerti bagaimana teknis pemumupukan JUN
59.
Saya tpaham bagaimana mengendalikan hama penyakit
60.
Saya menjadi tahu bagaimana melakukan tumpang sari
Saya tidak mengerti bagaimana menanggulangi kebakaran
61.
Saya menjadi mengerti teknis pemanenan tanaman jati
62.
Saya menjadi tahu sistem bagi hasil dalam kegiatan JUN
63.
Tingkat Sikap Petani
Penanaman JUN mampu meningkatkan keterampilan petani
64.
dalam bidang pertanian
Penyiraman di awal pananaman JUN efektif mengatasi
65.
kekeringan
Pemumupukan yang rutin tidak efisien dalam memperbesar
66.
diameter pohon JUN
Pengendalian hama penyakit mampu meminimalisir jumlah pohon
67.
yang mati
68.
Teknis tumpang sari memberikan manfaat lebih bagi petani
Penanggulangan kebakaran efektif mengantisipasi kemungkinan
69.
terjadinya kebakaran hutan
Pemanenan JUN mampu meningkatkan keuntungan petani
70.
Sistem bagi hasil efisisen meningkatkan pengetahuan petani
71.
mengenai informasi pasar
Tingkat Keterampilan Petani
72.
Petani terampil dalam teknis penanaman JUN
Petani cakap dalam teknis pentyiraman di awal pananaman bila
73.
terjadi kekeringan
24
74.
75.
76.
77.
78.
79.
Petani menguasai teknis pemupukan tanaman jati
Petani terampil dalam menanggulangi hama penyakit
Petani cakap dalam melakukan tumpang sari
Petani menguasai teknis penanggulangan kebakaran
Petani terampil dalam memanen JUN
Petani tidak terampil dalam perhitungan sistem pola bagi hasil
Panduan Pertanyaan Wawancara Informan Gambaran tentang kegiatan budidaya Jati
Unggul Nasional (JUN)
1. Bagaimana latar belakang UBH-KPWN sehingga terwujudnya kegiatan budidaya Jati
Unggul Nasional (JUN)?
2. Bagaimana profil dan kelembagaan di UBH-KPWN?
3. Apa visi, misi, dan tujuan UBH-KPWN dengan dibentuknya kegiatan budidaya JUN?
4. Apa arti dari nama Jati Unggul Nasional itu sendiri?
5. Ada berapa jumlah pegawai di kantor Supervisor unit UBH-KPWN Bogor?
6. Ada berapa jumlah pemandu lapang UBH-KPWN Bogor?
7. Ada berapa jumlah petani yang menjadi mitra UBH-KPWN Bogor?
8. Apa saja persyaratan tempat tumbuh dan luas lahan yang diperlukan untuk kegiatan JUN?
9. Apa saja persyaratan perlakuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan JUN?
10. Dimana saja penyebaran perkembangan tanaman JUN UBH-KPWN Bogor?
11. Bagaimana bentuk kerjasama antara petani desa Ciaruteun Ilir dengan UBH-KPWN?
12. Ada berapa jumlah petani di Desa Ciaruteun Ilir yang menjadi mitra UBH-KPWN Bogor?
13. Siapa saja stakeholder dalam kegiatan JUN?
14. Bagaimana sistem pola bagi hasil UBH-KPWN dengan para stakeholder?
15. Apa saja hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam usaha JUN UBH-KPWN?
16. Apa saja materi maupun informasi yang disampaikan UBH-KPWN kepada petani?
17. Apa saja metode yang digunakan dalam memberikan penyuluhan kepada petani?
18. Apa manfaat dan keunggulan dari Jati Unggul Nasional?
19. Apa saja kegiatan yang dilakukan untuk mensosialisasikan atau mempromosikan JUN
kepada para stakeholder?
20. Berapa omset yang didapatkan dari penjualan JUN?
Panduan Pertanyaan Wawancara Responden
1. Apa pekerjaan bapak selain menjadi petani mitra UBH-KPWN?
2. Sudah berapa tahun bapak bergabung menjadi mitra UBH-KPWN?
3. Siapa saja sumber informasi yang memberikan informasi kepada Bapak mengenai
kegiatan budidaya JUN ini?
4. Menurut pendapat Bapak bagaimana bentuk kerja sama kerjasama antara Bapak dengan
UBH-KPWN?
5. Bagaimana sistem pola bagi hasil antara UBH-KPWN dengan petani?
6. Apa saja hak dan kewajiban petani dalam usaha JUN UBH-KPWN?
7. Apa manfaat yag dirasa menguntungkan dengan menjadi mitra UBH-KPWN dalam
budidaya JUN ini?
8. Apa keunggulan dari Jati Unggul Nasional dibanding jenis tanaman jati lainnya?
9. Apakah Bapak berencana untuk melanjutkan kembali kemitraan dengan UBH-KPWN
untuk periode penanaman selanjutan? Serta sebutkan alasannya.
10. Apa harapan dan pesan bapak untuk kemitraan antara petani dan UBH-KPWN agar terus
berkelanjutan?
25
Lampiran 2. Rancangan Skripsi
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Masalah Penelitian
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.2. Kerangka Pemikiran
2.3. Hipotesis
2.4. Definisi Operasional
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1. Lokasi dan Waktu
3.2. Teknik Pengumpulan Data
3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi
4.1.1. Kondisi Geografi
4.1.2. Kondisi Ekomoni
4.1.3. Kondisi Sosial
4.2. Profil Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN)
4.2.1. Sejarah Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN)
4.2.2. Struktur Organisasi Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara (UBH-KPWN)
4.2.3. Sistem Pola Bagi Hasil UBH-KPWN
4.2.4. Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN
4.2.5. Kegiatan Jati Unggul Nasional (JUN)
4.2.6. Keadaan Umum Desa Ciaruteun Ilir
4.2.7. Karakteristik Responden Petani di Desa Ciaruteun Ilir
5. KARAKTERISTIK INTERNAL PETANI MITRA UBH-KPWN, FAKTOR PEMANDU LAPANG,
DAN FAKTOR KETERAMPILAN KOMUNIKASI PEMANDU LAPANG UBH-KPWN
5.1. Faktor Internal Petani Mitra UBH-KPWN
5.2. Faktor Pemandu Lapang UBH-KPWN
5.3. Faktor Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang UBH-KPWN
6. EVEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA POLA KEMITRAAN DI UNIT USAHA BAGI HASIL JATI
UNGGUL NUSANTARA (UBH-KPWN)
6.1. Tingkat Pengetahuan Petani Mitra UBH-KPWN
6.2. Tingkat Sikap Petani Mitra UBH-KPWN
6.3. Tingkat Keterampilan Petani Mitra UBH-KPWN
6.4. Hubungan Faktor Internal dengan Efektivitas Komunikasi antara Petani dengan
UBH-KPWN
6.5. Hubungan Faktor Pemandu Lapang dengan Efektivitas Komunikasi antara Petani
denganUBH-KPWN
6.6. Hubungan Faktor Keterampilan Komunikasi Pemandu dengan Efektivitas Komunikasi
antara Petani denganUBH-KPWN
7. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
8. LAMPIRAN
26
Download