PERKEMBANGAN HARGA, JUMLAH UANG BEREDAR, PERKREDITAN BANK DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN B A B III PERKEMBANGAN HARGA, JUMLAH UANG BEREDAR, PERKREDITAN BANK DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN A. PENDAHULUAN Di samping kebijaksanaan fiskal, maka kebijaksanaan moneter selama periode 1973/74 - 1977/78 juga terus berperan sebagai a1at kebijaksanaan Pemerintah yang penting dalam rangka melaksanakan trilogi pembangunan yaitu stabilitas nasional yang mantap termasuk stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan kearah tercapainya keadilan sosial. Selama lima tahun terakhir ini usaha menegakkan stabilitas ekonomi mengalami tantangan-tantangan yang besar oleh karena gejolak ekonomi dunia, krisis PERTAMINA dan hambatan dalam produksi pangan. Sejak tahun 1967 sampai dengan tahun 1971/72 harga barangbarang dan jasa-jasa pada umumnya memperlihatkan perkembangan yang semakin stabil. Laju inflasi yang lazim diukur dengan persentase kenaikan angka indeks biaya hidup di Jakarta terus mengalami penu runan sejak tahun 1967 hingga mencapai titik terendah pada tahun 1971/72 yaitu hanya sebesar 0,9%. Namun pada tahun -tahun berikutnya yaitu pada tahun 1972/73 dan t ahun 1973/74 harga barangbarang kembali menunjukkan kenaikan -kenaikan yang berarti yaitu dengan masing-masing sebesar; 20,7% dan 47,4%, hal mana telah menimbulkan gangguan-gangguan pada usaha stabilisasi dan pembangunan ekonomi. Kenaikan laju inflasi tersebut terutama disebabkan oleh karena rendahnya produksi padi akibat musim kemarau yang luar biasa serta krisis pangan dan krisis -krisis ekonomi lainnya yang melanda seluruh dunia. Sehubungan dengan meningginya kembali laju inflasi tersebut telah dilaksanakan kebijaksanaan ekonomi keuangan pada tanggal 9 April 1974 yang kemudian disesuaikan pada tanggal 28 Desember 163 1974. Pada dasarnya kebijaksanaan ini ditujukan untuk mengatasi kegoncangan-kegoncangan moneter yang bersumber baik dari luar maupun dari dalam negeri. Dalam rangka ini,, kebijaksanaan yang ditempuh untuki mengurangi laju inflasi sampai tingkat yang wajar terutama dilakukan dengan merencanakan dan membatasi pertam bahan uang beredar dan likwiditas perekonomian sedemikian rupa sehingga tingkat inflasi dapat ditekan sedangkan di lain pihak kelan caran dan perluasan kegiatan produksi tidak terganggu. Dengan demikian, maka tingkat kenaikan uang beredar yang dalam tahun 1973/74 adalah sebesar 47,9% menurun menjadi masing-masing 31,0%, 39,0% dan 27,1 % dalam tahun 1974/75, 1975/76, 1976/77, dan dalam tahun 1977/78 hingga akhir bulan Desember, jumlah uang beredar baru meningkat dengan 14,0%. Sejalan dengan itu laju inflasi juga menurun dari 47,4%o menjadi masing-masing 20,1%, 19,8%, 12,1 % dan 9,3 % di dalam masa-masa yang bersangkutan. Hingga akhir Pebruari 1978, laju inflasi baru mencapai 9,5 % sehingga u ntuk seluruh tahun 1977/78 diharapkan akan dapat dikendalikan di bawah 10% sedangkan untuk tahun 1978/79 akan diusahakan agar laju inflasi tidak melebihi tahun 1977/78. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan uang beredar yang sebagian besar berasal dari pemberian kredit telah semakin digunakan untuk membiayai kegiatan -kegiatan yang produktif dipelbagai sektor seperti pertanian, pertambangan dan perindustrian dan menggambarkan pula meningkatnya keper ca yaan masyarakat terhadap nilai rupiah. Kebijaksanaan Pemerintah tintuk mengendalikan jumlah uang ber edar dalam rangka pengendalian inflasi tersebut di - atas juga dilakukan bersama-sama dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi lainnya seperti kebijaksanaan fiskal dan perdagangan serta kebijaksanaan moneter lainnya yang bertujuan untuk mendorong kegiatan usaha khususnya kegiatan golongan ekonomi lemah dan perluasan kesem patan kerja dalam rangka pemerataan hasil-hasil pembangunan. Usaha ini dilaksanakan terutama melalui pelbagai program perkreditan yang hingga saat ini telah meliputi program kredit jangka pendek, kredit lnvestasi, Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Mini, kredit candak kulak serta kredit pembangunan 164 dan pemugaran pasar. Program kredit investasi diberikan sebagai kredit jangka menengah untuk membiayai keperluan rehabilitasi dan peningkatan produksi di pelbagai sektor dunia usaha. Bagi pengusaha kecil disediakan fasilitas KIK, KMKP, dan kredit mini, semuanya dengan persyaratan yang lebih sederhana daripada kredit investasi biasa. Kredit candak kulak adalah kredit yang dimaksudk an untuk membantu para pengusaha dan pedagang kecil di desa-desa di dalam memenuhi kebutuhan mereka akan modal. Sedangkan kredit pemba ngunan dan pemugaran pasar diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kotamadya yang juga bertujuan untuk membantu peda gang kecil. Selama periode 1973/174 hingga akhir Desember 1977/78 jumlah seluruh kredit perbankan telah meningkat dari Rp. 770,2 milyar pada akhir tahun 1972/73 menjadi Rp. 3.717,6 milyar pada akhir tahun 1976/77. Kemudian sampai dengan akhir Desember tah un 1977/78 meningkat lagi menjadi Rp. 3.989,2 milyar, yang berarti telah menjadi kurang lebih 5 kali lipat dari pada akhir tahun 1972/73. Khususnya jumlah kredit investasi kecil (KIK) dan kredit modal kerja permanen (KMKP) yang telah disetujui. sejak dimulainya program-program tersebut pada bulan Januari 1974 terus menunjukkan peningkatan. Sampai dengan akhir Desember 1977/78 jumlah KIK yang telah dise tujui telah mencapai Rp. 74.186,0 juta dan meliputi 39.737 permo honan sedangkan nilai KMKP telah mencapai Rp. 114.990,0 juta dengan 322.391 jumlah permohonan. Dalam rangka menunjang kegiatan pembangunan sambil meng usahakan stabilitas ekonomi maka kebijaksanaan pemberian kredit perbankan selalu dikaitkan dengan kebijaksanaan pengerahan dana perkreditan dari masyarakat dan kebijaksanaan pengaturan suku bunga, baik suku bunga kredit maupun suku bunga dana perkreditan. Kebijaksanaan pengerahan dana yang diteunpuh Pemerintah sejak tahun 1973/74 sampai dengan tahun 197 7/78 pada dasarnya merupakan kelanjutan diri kebijaksanaan yang dilaksanakan pada masa-masa sebelumnya yaitu meningkatkan dana yang dihimpun dari masyarakat untuk membiayai kegiatan pembangunan yang semakin 165 meningkat. Di samping itu pengerahan dana tersebut dimaksudkan pula untuk mengurangi pengaruh terhadap harga (price effect) dari pembiayaan pembangunan dari dana Bank Sentral. Agar tetap efektif, kebijaksanaan tersebut secara teratur ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan moneter. Sebagai salah satu alat kebijaksanaan moneter, pengaturan suku bunga kredit serta suku bunga deposito dan tabungan selalu disesuai kan dengan perkembangan keadaan ekonomi dan moneter serta skala prioritas usaha-usaha pembangunan. Sejak 1 April tahun 1973/74 kebijaksanaan suku bunga telah mengalami lima kali penyesuaian. Yang pertama diadakan pada tanggal 12 April 1973 dan yang kedua pada tanggal 9 April 1974 untuk mengurangi laju inflasi yang telah meninggi kembali. Kemudian setelah laju inflasi mulai menurun pada bulan-bulan berikutnya, maka diadakan lagi beberapa penyesuaian pada tanggal 28 Desember 1974 untuk mendorong kegiatan ekonomi dan mempergiat usaha-usaha pembangunan. Selanjutnya dalam rangka lebih mendorong kegiatan ekspor yang agak melesu dalam tahun 1975 dan 1976, suku bunga pinjaman untuk ekspor dan produksi barang ekspor diturunkan pada tanggal 1 April 1976 di samping pemberian beberapa perangsang lainnya. Dengan diturunkannya suku bunga pinjaman untuk ekspor tersebut, penggolongannya juga dirubah dari golongan IB menjadi IA dan suku bunga kredit likwiditas di turunkan dari 10% menjadi 5 % setahun. Penyesuaian yang terakhir mulai barlaku pada tanggal 1 Januari 1978 yaitu berupa penurunan suku bunga pinjaman bank-bank Pemerintah, baik pinjaman untuk investasi maupun pinjaman untuk modal kerja. Sehubungan dengan itu juga diadakan penurunan suku bunga kredit likwiditas Bank Indo nesia serta besarnya bagian Bank Indonesia. Suku bunga dan bagian pembiayaan yang disediakan melalui pinjaman Bank Indonesia tersebut telah mengalami beberapa penyesuaian sejak akhir Maret 1973. Suku bunga kredit likwiditas yang semula berkisar antara 3% 10% setahun, sejak 1 Januari 1978 disesuaikan menjadi berki sar antara 3% - 6% setahun. Di samping memupuk dana tabungan masyarakat dan mengarah kan pemberian kredit kepada sektor -sektor yang diprioritaskan, maka 166 kebijaksanaan moneter juga diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem moneter yang sehat sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik untuk melancarkan kegiatan ekonomi dan pembangunan. Sehubungan dengan itu kebijaksanaan Pemerintah dalam membina dan mengembangkan lembaga-lembaga keuangan diarahkan pada pemulihan dan pemupukan kepercayaan masyarakat kepada lembagalembaga perbankan serta mendorong pertumbuhan lembaga -lembaga keuangan lainnya, yang kedua-duanya merupakan prasarana institusionil yang penting dan sebagai penunjang kegiatan ekonomi dan usaha-usaha pembangunan. Dalam pada itu untuk dapat menggali dan memanfaatkan lebih banyak potensi tabungan masyarakat yang semestinya: disalurkan me lalui lembaga-lembaga keuangan bukan bank maka diadakan usahausaha penumbuhan dan pembinaan lembaga-lembaga keuangan bukan bank. Sampai dengan akhir Desember 1977, jumlah lembaga keuangan bukan bank telah ada sebanyak 15 buah dan terdiri atas 10 lembaga perantara penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga (Investment Finance Corporation), 2 lembaga pembiayaan pembang unan (Development Finance Corporation) dan 3 kantor perwakilan lem baga keuangan bukan bank di luar negeri. Dalam rangka usaha membantu memenuhi kebutuhan kredit para pengusaha golongan ekonomi lemah, juga dikembangkan lembaga lembaga keuangan khusus bukan bank seperti PT Bahana, PT Askrindo dan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi. PT Askmindo mempunyai fungsi menjamin kredit bank yang diberikan kepada pengusaha go longan ekonomi lemah. Lembaga Jaminan Kredit Koperasi berfungsi memberikan jaminan terhadap kredit yang diberikan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) kepada koperasi-koperasi. Sedangkan PT Bahana bertugas memberikan bantuan berupa penyertaan modal, pengelolaan manajemen, dan pengembangan pemasaran. Khususnya dalam rangka usaha pembinaan pasar uang dan modal, sejak tahun 1974 telah dirintis adanya pasar uang antar bank. 167 Selanjutnya telah dikeluarkan pengaturan dan ketantuan pelaksanaan tentangg tata cara penawaran efek-efek di pasar modal. Pada akhir tahun 1976 dikeluarkan serangkaian peraturan mengenai pasar uang dan modal untuk melindungi kepentingan para penanaman modal dalam perusahaan-perusahaan yang akan menjual saham-sahamaya di pasar modail. Di samping atu pada tanggal 27 Desember 1976 didirikan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) yang bertugas mengendalikan serta melaksanakan pasar modal sesuai dengan kebi jaksanaan Peinerintah. Selanjutnya dalam waktu yang bersamaan telah didirikan PT Danareksa. Badan ini bertugas membeli dan memecah saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan menjadi sertifikat saham dengan nilai nominal yang lebih kecil agar terjangkau oleh penanam modal kecil. Sejalan dengan laju pembangunan nasional dan kemantapan yang telah dicapai dalam tata kehidupan perekonomian maka dalam tahun 1977/788 ini usaha perasuransian di Indonesia telah pula menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Selama periode 1973/74 1977/78 telah dilaksanakan berbagai kebijaksanaan untuk mewujudkan adanya usaha perasuransian yang sehat dan kuat, baik ditinjau dari segi kemampuan keuangan maupun teknis asuransi. Dalam usaha meningkatkan kemampuan keuangan di sektor usaha asuransi kerugian, telah didorong perusahaan-perusahaan asuransi nasional untuk membentuk diri sedemikian rupa sehingga dapat merupakan unit -unit usaha yang lebih besar. Dalam usaha meningkatkan kemampuan teknis perasuransian juga telah diperhatikan dan dibantu usaha-usaha pendidikan di bidang perasuransian yang diharapkan akan dapat meng hasilkan tenaga-tenaga ahli untuk menangani perasuransian di Indonesia. Di samping itu untuk memberikan tempat kepada perusahaan-perusahaan asuransi kerugian asing yang telah ada di Indonesia, perusahaan-perusahaan tersebut telah didorong untuk beralih bentuk menjadi perusahaan asuransi bersama (joint venture). Selanjutnya untuk lebih meningkatkan kemampuan asuransi kerugian nasional sendiri maka sejak bulan Juli 1974 diadakan keharusan untuk meningkatkan modal setor perusahaan secara bertahap sehingga minimal sebesar Rp. 100,- juta pada akhir Maret 1978. 168 B. PERKEMBANGAN HARGA Sampai dengan tahun 1971/72 (tahun ketiga Repelita I), harga barang-barang dan jasa-jasa telah memperlihatkan perkembangan yang semakin stabil. Pada tahun 1971/72 laju inflasi yang lazim diukur dengan persentase kenaikan angka indeks biaya hidup di Jakarta hanyalah 0,9%. Dalam tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 1972/73 an tahun 1973/74 harga barang-barang kembali menunjukkan kenaikan-kenaikan yang berarti, hal mana telah menimbulkan gangguan gangguan pada usaha stabilisasi dan pembangunan ekonomi. Kenaikan tersebut kecuali disebabkan oleh faktor-faktor luar negeri seperti krisis pangan, krisis moneter internasional, dan krisis energi yang manyebabkan kenaikan harga-harga barang impor, juga diakibatkan oleh perkembangan di dalam negeri terutama oleh karena produksi padi yang rendah akibat musim kemarau yang panjang. Da lam tahun 1972 /73 dan tahun 1973/74 tersebut laju inflasi mencapai masing masing 20,7% dan 47,4% (lihat Tabel III - 1 dan Grafik III - 1). TABEL III – 1 PERSENTASE KENAIKAN INDEKS BIAYA HIDUP, 1971 – 1977/78 (September 1996 = 100) Tahun 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 % Kenaikan Tahun 2,6 25,7 27,4 33,3 19,7 14,2 11,8 % Kenaikan 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 0,9 20,7 47,4 20,1 19,8 12,1 9,5 1) 1) Perhitungan sampai dengan akhir Pebruari 1978. 169 GRAFIK III – 1 BEBERAPA INDIKSTOR EKONOMI INDONESIA, 1972/73 – 1977/78 170 Untuk mengendalikan laju inflasi yang tinggi tersebut, pada tang gal 9 April 1974 telah diambil tindakan-tindakan di bidang moneter, fiskal dan perdagangan, dalam rangka program stabilisasi Pemerintah. Di bidang-moneter, kebijaksanaan antara lain dijalankan dengan mem perketat pertambahan kredit serta aktiva netto perbankan. Di bidang fiskal diadakan beberapa penyesuaian terhadap tarif pa jak penjualan, sedangkan di bidang perdagangan ditempuh kebijaksanaan untuk mamperbesar cadangan barang-barang pokok (stock nasional) berupa beras, pupuk, terigu, gula pasir, semen, kertas koran, besi beton dan benang tenun. Pelaksanaan kebijaksanaan 9 April 1974 berhasil mengendalikan perkerbangan harga dalam bulan-bulan berikutnya sehingga pada tanggal 28 Desember 1974 dapat diadakan lagi beberapa penyesuaian untuk mendorong kegiatan ekonomi dan mempergiat usaha-usaha pembangunan. Rangkaian kebijaksanaan tersebut terus memperlihatkan hasilhasil yang diharapkan seperti tercermin pada menurunnya tingkat inflasi menjadi 20,1% pada tahun 1974/75, 19,8% pada tahun 1975/ 76 dan 12,1 % pada tahun 1976/77. Dalam tahun 1977/78 sampai dengan akhir Pebruari, laju inflasi mencapai 9,5 % dan diharapkan akan dapat dikendadikan di bawah 10% untuk seluruh tahun. Selan jutnya dalam tahun 1978/79 akan diusahakan agar laju inflasi tidak melebihi tahun 1977/78. Perkembangan harga yang semakin mantap tersebut disebabkan antara lain oleh : (a) berhasilnya usaha untuk menekan laju perkem bangan jumlah uang beredar dari 47,9% dalam-tahun 1973/74 menjadi 31,0% dalam tahun 1974/75, 39,0% dalam tahun 1975/76, 27,1 % dalam tahun 1976/77 dan 14,0% sampai dengan bulan Desember 1977,/78; dan (b) peningkatan pengadaan dan penyaluran barang barang kebutuhan pokok seperti beras, tepung terigu, gula pasir, pupuk dan semen. Secara lebih terperinci perkembangan harga dapat dilihat pada Tabel III-2 dan Grafik III-2. Angka indeks biaya hidup di Jakarta yang meliputi 62 macam barang dan jasa dalam tahun 1973/74 meng - 171 TABEL III - 2 INDEKS BIAYA HIDUP, 1972 – 1977/78 (September 1966 = 100 ) 1) Perhitungan sampai dengan akhir Pebruari 1978 172 GRAFIK III – 2 INDEKS BIAYA HIDUP, 1972/73 – 1977/78 (September 1966 = 100) 173 alami kenaikan tertinggi selama pelaksanaan Repelita I. Dalam tahun tersebut kenaikan angka indeks tercatat sebesar 47,4%. Kenaikan ang ka indeks tersebut terutama disebabkan karena naiknya indeks sektor makanan, sektor perumahan, sektor pakaian dan sektor lain -lain masing-masing sebesar 52,4%%, 32,2%, 55,3% dan 43,4% Dalam tahun 1974/75 kenaikan angka indeks biaya hidup menurun menjadi 20,1 %, terutama disebabkan oleh berhasilnya program stabilisasi ekonomi yang mulai dilaksanakan dalam bulan April 1974. Dalam tahum 1975/76 persentase kenaikan angka indeks biaya hidup menurun lagi menjadi 19,8%. Kenaikan angka indeks selama periode ini terutama disebabkan oleh karena naiknya indeks sektor makanan sebesar 23,0% dan sektor perumahan sebesar 28,1%. Ke naikan indeks sektor perumahan disebabkan oleh memingkabnya sewa rumah dan harga minyak tanah sebagai akibat penyesuaian harga ba han bakar dalam bulan April 1975. Kenaikan indeks sektor makanam terutama disebabkan oleh naiknya harga beras bertepatan dengan musim paceklik. Di samping itu dalam rangka meningkatkan penda patan petani, pada bulan Oktober 1975 Pemerintah telah meningkat kan harga pembelian padi/beras. Tindakan tersebut ternyata mem punyai pengaruh pula terhadap kenaikan harga beras. Dalam tahun 1976/77 indeks biaya hidup naik dengan 12,1 %. Kenaikan indeks ini terutama disebabkan karena maiknya indeks se ktor makanan sebesar 10,7 %, indeks sektor peruanahan 26,5 %, indeks sektor pakaian sebesar 11,6 % dan indeks sektor lain -lain sebesar 11,7%. Kenaikan indeks sektar perumahan terutama disebabkan oleh meningkatnya harga air pikulan, sewa rumah dan minyak tanah. Kenaikan harga harga tersebut ada hubungannya dengan tindakan penye suaian harga hasil minyak bumi dalam bulan April 1976. Di lain pihak, indeks sektor makanan mengalami kenaikan yang terkecil di bandingkan dengan sektor-sektor lainnya, terutama disebabkan karena menurunnya harga beras. Dalam tahun 1977/78 sampai dengan akhir Pebruari 1978, ke naikan angka indeks biaya hidup baru mencapai 9,5 %. Selama se mester pertama tahun 1977/78 indeks biaya hidup meningkat dengan 6,4% atau setiap bulannya naik dengan rata rata 1,0%. Kenaikan ter - 174 tinggi terjadi pada bulan September 1977 yaitu sebesar 1,6% hal mana disebabkan oleh kenaikan harga-harga yang umumnya terjadi menjelang Hari Raya Lebaran. Walaupun hampir semua bahan makanan harganya naik dengan pesat, namun harga beras menurun dengan 1,5% sehingga sektor makanan hanya mengalami kenaikan sebesar 6,5% dalam semester 1977/78. Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh faktor harga beras dalam perhitungan indeks b iaya hidup, baik sektor makanan maupun indeks sebagai keseluruhan. Kenaikan sektor perumahan dalam semester tersebut adalah sebesar 4,7 %. Kenaikan itu tertutama disebabkan oleh naiknya harga air pikulan, sewa rumah dan arang/kayu bakar. Kenaikan sebesar 5,6% disektor pakaian terjadi dalam semua jenis barang yang termasuk kelompok ini. Kenaikan di sektor lain-lain sebesar 7,1 % pada umumnya disebabkan oleh kenaikan harga rokok dan biaya pengangkutan. Selama semester kedua tahun 1977/78 (sampai dengan akhir Pebruari 1978) indeks biaya hidup hanya meningkat dengan 2,9%. Secara rata-rata persentase kenaikan indeks biaya hidup di Jakar ta dalam tahun 1973/74 adalah 3,3% setiap bulan dibandingkan dengan 1,5% dalam tahun 1974/75. Selanjutnya dalam tahun-tahun 1975/76, 1976/77 dan 1977/78 (sampai dengan akhir Pebruari) rata rata kenaikan setiap bulannya terus menurun menjadi masing -masing 1,5%, 1,0% dan 0,8%. Perkembangan laju inflasi dapat juga dinilai dari perkembangan indeks harga 9 macam bahan pokok yang terdiri dari beras, ikan asin, minyak goreng, gula pasir, garam, minyak tanah, sabun cuci, tekstil dan batik di Jakarta. Mengenai perkembangan angka indeks 9 macam bahan pokok da pat dilihat pada Tabel III-3. Angka indeks harga 9 bahan pokok dalam tahun 1972/73 mengalami kenaikan yang terbesar yaitu 47,9%. Ke naikan ini terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga beras dalam bulan-bulan Oktober, Nopember dan Desember 1972 sebagai akibat dari musim kemarau panjang yang menyebabkan hasil p anen buruk dan naiknya harga impor beras di luar negeri. Dalam tahun 1973/74 dan tahun 1974/75 kenaikan angka indeks 9 bahan pokok masing-masing mencapai 31,2% dan 11,2%. Penurunan daripada 175 TABEL III – 3 PERKEMBANGAN 9 MACAM BAHAN POKOK, 1972 – 1977/78 (Oktober 1966 = 100) 1) Perhitungan sampai akhir Pebruari 1978 176 persentase kenaikan indeks 9 bahan pokok yang demikian menunjukkan bahwa program stabilisasi ekonomi dalam tahun 1974 telah ber hasil menurunkan persentase kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Dalam tahun 1975/76 kenaikan indeks 9 bahan pokok yang meningkat lagi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu menjadi 19,8% terutama disebabkan karena adanya kenaikan harga minyak tanah, beras dan gula pasir. Kenaikan harga minyak tanah disebabkan oleh tindakan penyesuaian harga bahan bakar pada bulan April 1975. Sedangkan kenaikan harga beras dan gula pasir terjadi karena tindakan penyesuaian harga yang berlaku sejak akhir Oktober 1975 bagi gula pasir dan sejak Pebruari 1976 bagi beras. Dalam tahun 1976/77 angka indeks 9 bahan pokok mengalami kenaikan yang jauh lebih kecil yaitu hanya 0,9%. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya indeks harga beras sebesar 3,8%, sebagai akibat cukupnya persediaan beras di pasaran. Di lain pihak harga minyak tanah dan minyak goreng serta sabun cuci mengalami kenaikan yang berarti. Kenaikan harga minyak goreng dan sabun cuci terutama disebabkan oleh meningkatnya harga kopra sebagai akibat menipisnya persediaan kopra dipasaran. Sedangkan kenaikan harga minyak tanah disebabkan oleh peraturan 1 April 1976 di mana diadakan penyesuaian lagi terhadap harga jual bahan bakar minyak bumi. Dalam tahun 1977/78 sampai dengan akhir Pebruani 1978 angka indeks bahan pokok hanya mengalami kenaikan sebesar 4,1% yaitu dari 1.520 pada akhir Maret 1977 menjadi 1.583 pada akhir Pebruari 1978. Dalam semester pertama 1977/78 angka indeks 9 macam bahan pokok menunjukkan kenaikan sebesar 0,2%. Dalam semester ini harga minyak tanah tidak mengalami perubahan. Harga gula pasir naik 7,7%, garain naik sebesar 4,2% dan tekstil sedikit mengalami kenaikan sebesar 1,9% serta harga ikan asin naik dengan 2,4%. Harga minyak goreng meningkat cukup besar yaitu sebesar 6,8%. Indeks harga beras dalam semester ini menurun dengan 1,4%. Kestabilan harga beras dan beberapa bahan pokok yang sebagian 177 dikendalikan oleh Pemerintah, merupakan faktor penting yang mem pengaruhi laju inflasi. Dalam semester kedua 1977/78 sampai dengan akhir Pebruari 1978, kenaikan indeks 9 bahan pokok mencapai 3,9% yang disebab kan oleh karena kenaikan indeks harga beras, gula pasir, sabun cuci dan batik. Perkembangan harga beberapa barang ekspor Indonesia di pasar an dunia selama periode 1973/74 1977/78 mengalami proses kenaikan dan penurunan. Dalam tahun 1972/73 keadaan harga dari be berapa barang ekspor terpenting Indonesia kelihatan menaik kembali. Terutama harga karet meningkat disebabkan karena pulihnya kemba li industri Amerika Serikat dari resesi dan telah meningkatkan per mintaan akan karet alam. Dalam tahun 1973 /74 juga terjadi kegon cangan moneter internasional, krisis pangan dan krisis energi yang menyebabkan kenaikan harga barang-barang di pasaran internasional. Di satu pihak hal-hal tersebut telah menyebabkan melonjaknya harga barang-barang ekspor kita di pasaran dunia serta sangat menguntung kan bagi cadangan devisa negara. Namun di lain pihak harga berbagai barang impor juga turut meningkat sebagai akibat dari kenaikan harga-harga di pasaran dunia tersebut. Dalam tahun 1974/75 terjadi resesi di negara-negara industri yang turut mempengaruhi harga beberapa jenis barang ekspor In donesia. Harga beberapa barang ekspor seperti karet, minyak sawit, timah, dan kopi memperlihatkan perkembangan yang menurun. Dalam tahun 1975/76 harga barang-barang ekspor Indonesia umumnya meningkat. Hal ini disebabkan karena keadaan ekonomi di negaraa negara industri mulai pulih kembali dari suasana resesi. Sejak bulan Juni 1975 harga barang-barang seperti karet, kayu, timah dan kopi menunjukkan trend yang menaik. Sebaliknya harga lada dan minyak sawit menunjukkan trend yang menurun, sedangkan harga teh memperlihatkan perkembangan yang turun naik. Harga barang-barang ekspor Indonesia di pasaran dunia terus menunjukkan kenaikan-kenaikan selama tahun 1976/77. Perkambangan harga karet antara lain dipengaruhi oleh perkembangan harga 178 minyak OPEC. Kenaikan harga minyak mengakibatkan kenaikan harga karet sintetis dan selanjutnya meningkatkan pula harga karet alam. Faktor lain adalah karena dinaikkannya cadangan penyangga karet alam oleh Amerika Serikat. Harga kopi mengalami kenaikan tetus sebagai akibat berkurangnya penawaran kopi Brazilia di pasaran dunia karena kegagalan panen sebagai akibat musim dingin yang tajam di Brazilia. Harga minyak sawit yang dalam tahun 1975/76 memperlihatkan penurunan, sejak juni 1976 meningkat kembali. Demikian pula harga lada, teh, kopra dan kayu mengalami kenaikan yang menggembirakan. Dalam tahun 1977/78 sampai dengan akhir Desember 1977, harga karet dan timah di pasaran dunia terus meningkat. Sebaliknya harga barang-barang lain seperti kopi, lada, minyak sawit, teh dan kayu cenderung menurun. C. PEREDARAN UANG Kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter ditujukan untuk menunjang kegiatan ekonomi dan pembangunan serta sekaligus mengusahakan adanya stabilitas harga-harga. Kebijaksanaan tersebut dilaksanakan dengan mengatur perkembangan likwiditas perekonomi an, yang terdiri dari uang beredar serta deposito berjangka dan tabungan, sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan perekonomian itu sendiri. Dalam rangka ini, penambahan uang beredar sebagai salah satu komponen penting likwiditas perekonomian dilaksanakan teru tama melalui perluasan kredit perbankan dan diarahkan untuk mem biayai usaha-usaha yang praduktif. Perbandingan antara perkembangan jumlah uang beredar dan perkembangan laju inflasi dapat diikuti pada Tabel III -4 dan Grafik III-3. Jumlah uang beredar yang pada akhir Maret 1973 adalah sebesar Rp. 530,3 milyar telah meningkat menjadi Rp. 2.070,2 milyar pada akhir Desember 1977, yang berarti suatu kenaikan sebesar Rp. 1.539,9 milyar atau 290,4%. Dengan demikian maka persentase kenaikan rata-rata adalah 33,2% per tahun. Di lain pihak dalam periode yang sama indeks hargaa naik hanya dengan 159,8% , atau rata rata 22,7% per tahun. Pensentase kenaikan jumlah uang beredar yang 179 TABEC III- 4 FERBANDINGAN ANTARA TINGKAT KENAIKAN HARGA DENGAN- TINGKAT PERTAMBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1972 - DESEMBER 1977 Tahun Tingkat Kenaikan Harga (%) 1972 1973 1974 1975 1976 1977 25,7 27,4 33,3 19,7 14,2 11,8 Tingkat Pertambahan Jumlah Uang beredar (%) 47,9 41,0 40,1 33,3 28,2 29,2 Tahun Tingkat Kenaikan Harga (%) 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 ¹) 20,7 47,4 20,1 19,8 12,1 9,3 Tingkat Pertambahan Jumlah Uang beredar (%) 47,2 47,9 31,0 39,0 27,1 14,0 1) Perhitungan sampai dengan akhir Desember 1977. lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan harga selama periode tahun 1973/74 sampai dengan akhir Desember 1977/78 tersebut berarti bahwa sebagian besar daripada pertambahan jumlah uang beredar telah digunakan untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan yang produktif. Di samping itu, hal ini juga merupakan cermin dari pada semakin mantapnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang rupiah. Dalam tahun 1972/73 tingkat kenaikan harga sebesar 20,7% adalah jauh di bawah Lngkat pertambahan jumlah uang beredar sebesar 47,2%. Pada tahun 1973/74 tingkat pertambahan jumlah uang beredar meningkat sedikit menjadi 47,9%, sedangkan tingkat kenaikan harga meningkat dengan pesat menjadi 47,4% dan hampir menyamai laju pertambahan uang beredar. Sehubungan dengan tingginya laju inflasi tersebut, maka ditempuhlah kebijaksanaan ekonomi keuangan pada tanggal 9 April 1974 yang kemudian disesuaikan pada tanggal 28 Desember 1974. Pada dasarnya kabijaksanaan ini ditujukan untuk mengatasi kegoncangan-kegoncangan moneter yang bersumber baik dari luar maupun dari dalam negeri dan terutama dilakukan dengan me - 180 GRAFIK III – 1 PERBANKAN ANTARA TINGKAT KENAIKAN HARGA DENGAN TINGKAT PERTAMBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1972 – 1977/78 181 rancanakan dani membatasi pertambahan uang beredar dan likwiditas parekonomian sedemikian rupa, sehingga tingkat inflasi dapat ditekan sedangkan di lain pihak kelancaran dan petluasan kegiaten produksi tidak terganggu. Dengan demikian, maka dalam tahun 1974/75 dan 1975/76 tingkat kenaikan uang beredar menurun menjadi masing masing 31,0% dan 39,0% sedangkan laju inflasi menurun menjadi masing-masing 20,1% dan 19,8%. Dalam tahun 1976/77 perbandingan antara laju inflasi dengan tingkat kenaikan uang beredar menjadi semakin lebih baik lagi yaitu masing-masing 12,1 % dan 27,1%. Selama tahun 1977/78 hingga akhir Desember 1977, tingkat pertambahan uang beredar adalah 14,0% sedangkan laju inflasi adalah 9,3%. Untuk seluruh tahun 1977/78 diharapkan bahwa perbandingan antara laju inflasi dan tingkat per tambahan uang beredar yang wajar akan dapat dipertahankan. Secara lebih terperinci perkembangan jumlah uang beredar dapat diikuti pada Tabel III - 5. Dari tabel ini tampak bahwa perkembangan komposisi jumlah uang beredar selama periode tahum 1972/73 sampai dengan akhir Desember tahun 1977/78 menunjukkan semakin meluasnya penggunaan jasa-jasa perbankan oleh masyarakat, seperti terlihat dari kenaikan persentase uang giral dari tahun ke tahun. Peningkatan persentase uang giral tersebut merupakan indikasi adanya kenaikan pendapatan riil masyarakat di samping kepercayaan terhadap mata uang rupiah yang semakin baik. Sampai dengan tahun per mulaan Repelita II proporsi uang kartal sebagai persentase dari jumlah uang beredar masih lebih besar dibandingkan dengan uang giral, yaitu masing-masing 54,0% pada akhir tahun 1973/74 dan 52,0% pada akhir tahun 1974/75 Akan tetapi mulai tahun 1975/76 peranan uang giral mulai menggeser kedudukan uang kartal sebagai alat pembayaran dan penyimpan kekayaan yang utama. Pada akhir tahun tersebut proporsi uang giral sebagai persentase dari jumlah uang beredar mencapai 54,0% dan tetap merupakan bagian yang dominan untuk masa-masa selanjutnya. Proporsi uang giral yang relatif tinggi ini mencerminkan bahwa kebiasaan masyarakat dalam menggunakan uang giral semakin me ningkat. Hal ini juga menunjukkan bahwa sejalan dengan berkem - 182 TABEL III – 5 PERKEMBANGAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1972/75 – 1977/78 (dalam milyar rupiah) 1) Perhitungan sampai dengan akhir Desember 1977, 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara 183 bangnya dunia usaha maka keperluan dan kepercayaan masyarakat akan jasa-jasa lembaga perbankan juga semakin bertambah. Tabel III - 6 memperlihatkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan jumlah uang beredar. Di antara faktor-faktor yang menyebabkan pertambahan jumlah uang beredar, sektor kegiatan perusa haan selalu menduduki tempat utama selama periode tahun 1973/74 sampai dengan 1976/77. Hal tersebut disebabkan oleh karena pem berian kredit kepada perusahaan-perusahaan negara maupun perusahaan-perusahaan swasta dan perorangan yang mencapai Rp. 470,0 milyar dalam tahun 1973/74, Rp. 547,8 milyar dalam tahun 1974/75, Rp. 1.265,4 milyar dalam tahun 1975/76 dan Rp. 672,1 milyar pada tahun 1976/77. Kenaikan yang sangat besar pada te.hun 1975/76 sebagian besar merupakan pemberian kredit kepada perusahaan-perusahaan negara, terutama Pertamina, yang memerlukan kredit dalam jumlah yang besar untuk penyelesaian hutang-hutang dalam dan luar negerinya. Sektor aktiva luar negeri menimbulkan efek kontraktif yang sangat besar yaitu sejumlah Rp. 319,7 milyar dalam tahun 1975/76. Sebaliknya dalam tahun 1976/77 terjadi kenaikan sektor aktiva luar negeri bersih pada bank-bank yang menyumbang kepada pertambahan uang beredar sebesar Rp. 476,3 milyar. Perkembangan ini erat kaitannya dengan telah terbayarnya hutang-hutang luar negeri Pertamina yang sekaligus menyebabkan pula turunnya kebutuhan pemberian kredit kepada perusahaan-perusahaan negara. Dalam tahun 1977/78, sampai dengan akhir bulan Desember, sektor luar negeri menggantikan kedudukan sektor kegiatan perusahaan sebagai penyebab utama pertambahan uang beredar dengan pengaruh ekspansif sebesar Rp. 459,4 milyar. Sektor Pemerintah, terkecuali dalam tahun 1974/75, selalu mempunyai efek kontraktif terhadap perkembangan uang beredar selama periode tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1976/77. Dalam hu bungan ini perlu dikemukakan bahwa efek kontraktif sektor Peme rintah sejumlah Rp. 410,1 milyar dalam tahun 1975/76 sebagian besar merupakan pembukuan nilai lawan pinjaman luar negeri Pemerintah untuk pelunasan hutang-hutang luar negeri Pertamina. 184 TABEL III – 6 SEBAB-SEBAB PERUBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1972/73 – 1977/78 (dalam milyar rupiah) 185 Dalam tahun 1976/77 Pemerintah Pusat, di samping tetap mem pertahankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang berim bang, telah dapat pula melunasi sebagian kewajibannya pada Bank Sentral yang timbul karena pembiayaan Bank Sentral (bridging finance) atas beberapa pengeluaran negara dalam tahun-tahun sebelumnya. Sektor Pemerintah dengan demikian memperlihatkan efek kontraktif yang cukup besar dalam tahun tersebut, yaitu sejumlah Rp. 371,5 milyar. Kebijaksanaan pengerahan dana dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan merupakan faktor lain yang penting dalam rangka pe ngendalian inflasi. Melalui kebijaksanaan tersebut sebagian besar pem berian kredit kepada sektor perusahaan dapat dibiayai dengan k elebihan likwiditas yang ditarik dari sektor-sektor lain, sehingga pertambahan likwiditas dalam masyarakat tidak banyak berpengaruh pada kenaikan harga. Dengan demikian maka dari segi uang beredar ke naikan deposito berjangka dan tabungan mempunyai efek kontraktif, yang dalam tahun 1973/74, 1974/75 dan 1975/76 masing -masing berjumlah Rp. 180,4 milyar, Rp. 138,1 milyar dan Rp. 277,2 milyar. Dalam tahun 1976/77 dan selama tiga triwulan tahun 1977/78 per tambahan deposito berjangka dan tabungan, yang masing -masing mencapai Rp. 195,0 milyar dan Rp. 118,6 milyar menunjukkan sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini terutama adalah akibat diturunkannya suku bunga deposito berjangka dan tabungan (Tabanas dan Taska) pada bulan Januari 1977. D. PERKREDITAN 1. Kebijaksanaan Perkreditan Kebijaksanaan perkreditan merupakan salah satu komponen kebijaksanaan moneter yang penting di dalam melaksanakan trilogi pembangunan dan meliputi pengaturan dan pengarahan kwantitatif dan kwalitatif dari perkreditan. Selama periode 1973/74 - 1977/78, penyusunan serta penyempurnaan kebijaksanaan perkreditan yang diadakan selalu didasari oleh pertimbangan-pertimbangan mengenai perkembangan perekonomian yang sedang berlangsung. Dalam tahun 186 1974/75 kebijaksanaan perkreditan ditujukan terutama untuk mengen dalikan laju inflasi. Dalam hubungan ini diadakan paket paraturan 9 April 1974 dengan mana diadakan pembatasan ekspansi pemberian kredit melalui sistem penetapan plafon kredit perbankan, pengetata n pelaksanaan ketentuan likwiditas minimum, penyesuaian suku bunga, baik suku bunga kredit maupun suku bunga deposito dan pembatasan penerimaan dana luar negeri yang boleh diterima baik oleh bank bank devisa maupun oleh lembaga-lembaga keuangan bukan bank. Setelah laju inflasi semakin dapat dikendalikan dalam bulan bulan berikutnya inaka pada tanggal 28 Desember 1974 diadakan beberapa penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan tersebut dengan maksud agar lebih melancarkan pelaksanaan progr am pembangunan. Dalam tahun 1975/76 dan 1976/77, di samping memantapkan kestabilan moneter yang telah dicapai, kebijaksanaan perkreditan juga tetap diarahkan untuk meningkatkan pembangunan secara lebih merata. Dalam tahun 1977/78 yaitu pada tanggal 1 Januari 1978 diadakan lagi beberapa penyesuaian antara lain berupa penurunan suku bunga kredit bank-bank Pemerintah, baik kredit investasi maupun krredit modal kerja. Sehubungan dengan itu juga diadakan penurunan suku bunga kredit likwiditas Bank Indonesia serta perubahan besarnya bagian dana Bank Indonesia. Penyesuaian penyesuaian tersebut ditujukan untuk mendorong ekspor dan menu runkan ongkos produksi di dalam negeri. Program pemberian kredit investasi yang dimulai pada tanggal 1 April 1969 terutama diarahkan kepada rehabilitasi maupun per luasan dripada alat-alat produksi di sektor-sektor pertanian, industri, pertambangan, perhubungan/pariwisata dan lain-lain. Dalam tahun 1972 diadakan penggolongan terhadap kredit investasi menj adi 4 golongan berdasarkan besarnya kredit. Golongan I sampai dengan Rp. 25 juta, golongan II di atas Rp. 255 juta sampai dengan Rp. 100 juta, golongan III di atas Rp. 100 juta sampai dengan Rp. 300 juta dan golongan IV di atas Rp. 300 juta. Ketentuan mengenai pembiayaan sendiri oleh nasabah bagi golongan I sampai dengan III adalah 25 % untuk proyek prioritas dan 50% untuk proyek non -prioritas. Sedangkan untuk golongan IV adalah 35% untuk proyek prioritas dan 50% untuk proyek non-prioritas. Penggolongan ini dimaksudkan agar kredit 187 investasi dapat diberikan secara lebih merata dan lebih banyak diarah kan untuk mendorong kegiatan pengusaha kecil terutama yang ba nyak menggunakan tenaga kerja. Bahkan mulai bulan Januari 1974 diadakan ketentuan bahwa kredit investasi hanya dapat dipertimbangkan bagi perusahaan-perusahaan pribumi saja. Untuk lebih memanfastkan pemberian kredit sesuai dengan kemampuan dana perkreditan maka dikeluarkan pula ketentuan bahwa kredit investasi yang meliputi jumlah di atas Rp. 300 juta harus dibiayai bersama oleh bank-bank Pemerintah. Dalam tahun 1975 berlaku ketentuan untuk memperpanjang jangka waktu kredit investasi menjadi lebih dari 5 tahun sepanjang ada jaminan Pemerintah. Lain dari pada itu untuk proyek-proyek Pemerintah yang besar diberikan kesempatan untuk mendapat kredit investasi sebesar lebih dari nilai lawan US $ 2,5 juta. Sampai dengan tahun 1977/78 ketentuan -ketentuan itersebut tidak mengalami perubahan dan masih tetap berlaku. Selanjutnya sejak 1 Januari 1978 diadakan penyesuaian dalam jumlah pinjaman untuk tiap-tiap golongan kredit investasi menjadi sebagai berikut : Golongan I : sampai dengan Rp. 75 juta Golongan II : di atas Rp. 75 juta sampai dengan Rp. 200 juta Golongan III : di atas Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 500 juta Golongan IV di atas Rp. 500 juta. Untuk lebih membantu para pengusaha kecil mulai bulan Januari 1974 diberikan kesempatan untuk mendapatkan Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dengan jumlah kredit maksimum Rp. 5 juta. Jangka waktu maksimum untuk KIK adaleah. 5 tahun sedangkan untuk KMKP adalah 3 tahun. Besarnya suku bunga ditetapkan 12% setahun untuk KIK dan 15% setahun untuk KMKP. Di samping KIK/KMKP disediakan pula fasilitas kredit mini yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jumlah kredit mini tersebut berkisar antara Rp. 10.000, - 188 sampai dengan Rp. 100.000,- dan disediakan bagi para pengusaha kecil terutama yang berada di pedesaan. Kredit mini ini disalurkan melalui Bank Rakyat Indonesia sejak tahun 1974. Akhirnya dalam tahun 1976/77 dilaksanakan pula program pemberian kredit candak kulak dengan syarat yang sangat lunak kepada para pengusaha kecil di desa-desa serta kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota madya yang juga bertujuan untuk membantu para pedagang kecil. 2. Jumlah dan Arah Penggunaan Kredit Selama periode 1973/74 - 1977/78 (Desember) peranan kredit perbankan sebagai salah sabu sumber pembiayaan pembangunan terus menjadi semakin besar. Hal ini dapat dilihat dari persentase kredit perbankan terhadap produk domestik bruto yang selalu meningkat. Dalam tahun 1973/74 jumlah kredit perbankan meningkat dengan 58,0%. Dalam tahun 1974/75 persentase kenaikan kredit perbankan tersebut menurun menjadi hanya sebesar 44,4%. Penurunan ini merupakan hasil kebijaksanaan Pemerintah tanggal 9 April 1974 dalam rangka menekan laju inflasi, yang dilakukan antara lain melalui pembatasan pertambahan pemberian kredit dan aktiva lainnya dari perbankan. Pembatasan tersebut untuk pertama kali dilaksanakan pada tahun 1974/75 dan masih terus dilanjutkan hingga sekarang Dalam tahun 1975/76 jumlah kredit perbankan mencatat kenaikan yang cukup besar yaitu 70,2%, yang terutama disebabkan oleh meningkatnya pemberian kredit kepada PERTAMINA, baik dalam rangka pembayaran hutang-hutang luar negeri maupun untuk keperluan di dalam negeri perusahaan tersebut. Sebagaimana diketahui dalam usaha mengatasi kasulitan keuangan yang dihadapi oleh PERTAMINA, Bank Indonesia telah memberikan kredit langsung kepada PERTAMINA, baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing. Di samping itu persentase kenaikam yang tinggi tersebut , mencerminkan pula semakin meningkatnya pemberian kredit kepada golongan pengusaha kecil dan ekonomi lemah yang dimulai sejak tahun 1974. 189 Dalam tahun 1976/77 jumlah pemberian kredit lianya meningkat dengan 24,4% sehingga mencapai jumlah Rp. 3.717,6 milyar. Pe nurunan persentase kenaikan jumlah kredit perbankan tersebut dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya terutama disebabkan oleh berkurangnya kredit Bank Indones ia kepada PERTAMINA, serta menurunnya kredit kepada BULOG untuk keperluan pengadaan pangan, di samping pengaruh dari sistem penetapan batas maksimum pertambahan pemberian kredit. Untuk tahun 1977/78 batas maksimum pertambahan kredit per bankan sementara ditetapkan sebesar 20 % dari posisi akhir tahun 1976/77. Realisasi pertambahan jumlah kredit selama tiga kwartal dalam tahun 1977/78 adalah sebesar Rp. 2,71, , 6 milyar (7,3%), dibandingkan dengan kenaikan untuk masa yang sama dalam tahun sebelumnya sebesar Rp. 585,2 milyar atau 19,6%. Penurunan dari pada persentase kenaikan jumlah kredit tersebut antara lain disebab kan oleh sikap berhati-hati dari bank-bank dalam pemberian pinjaman, dan juga disebabkan karena pinjaman kepada sektor perusahaan negara yang semakin menurun. Secara menyeluruh, selama periode 1973/74 - 1977/78 (Desember) jumlah kredit perbankan telah meningkat dari Rp. 1.216,6 milyar menjadi Rp. 3.989,2 milyar (lihat Tabel III-7, Tabel III-8, dan Grafik III-4). Dilihat dari segi perkembangan kredit menurut sektor perbankan (lihat Tabel III-7), maka kredit yang diberikan oleh bank-bank umum Pemerintah merupakan komponen yang terbesar. Pada akhir tahun 1973/74 dan tahun 1974/75 jumlah kredit yang diberikan oleh bank bank umum Pemerintah masing-masing meliputi 72,5% dan 72,0% dari seluruh kredit perbankan. Peranan bank-bank umum Pemerintah ini keruiudiann menurun menjadi 58,1%, 56,7% dan 57,8% masing masing pada akhir tahun 1975/76, 1976/77 dan sampai dengan akhir Desember tahun 1977/78. Hal ini disebabkan oleh semakin selektifnya bank-bank umum Pemerintah dalam pemberian kredit sesuai dengan pengarahan Pemerintah dan meningkatnya peranan kredit langsung Bank Indonesia. 190 TABEL III – 7 PERKEMBANGAN KREDIT 1) MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1972 – 1977/78 (dalam milyar rupiah) 191 Lanjutan Tabel III – 7 1) Kredit datam rupiah maupun valuta asing. Termasuk kredit investasi, KIK dan KMKP, tetapi tidak termasuk kredit antar bank serta kredit kepada Pemerintah Pusat dan bukan penduduk. 2) Termasuk kredit yang dibiayai oleh dana-kredit likwiditas Bank Indonesia. 3) Angka diperbaiki. 4) Perhitungan sampai dengan akhir Desember 1977. 5) Angka sementara. 5) Angka perkiraan. 192 TABEL III - 8 PERKEMBANGAN KREDIT 1) MENURUT SEKTOR PERBANKAN, 1972 - 1977/78 (dalam milyar rupiah) 193 Lanjutan Tabel III – 8 194 GRAFIK III –4 PERKEMBANGAN KREDIT MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1972/73 – 1977/78 195 Sesungguhnya sesuai dengan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral di mana ditetapkan bahwa Bank Indonesia tidak lagi berfungsi sebagai bank umum tetapi hanya berfungsi sebagai Bank Sentral, maka kredit langsung oleh Bank Indonesia seharusnya merupakan proporsi yang setnakin kecil dan menurun. Namun proporsi kredit langsung Bank Indonesia yang pada akhir tahun 1973/744 dan 1974/75 masing-masing adalah 11,4% dan 15,1% dari seluruh kredit, melonjak menjadi masing-masing 32,4% dan 33,2% pada akhir tahun 1975/76 dan 1976/77. Meningkatnya peranan kredit Bank Indonesia mencerminkan besarnya pemberian kredit kepada per usahaan pern tambangan minyak dan gas bumi negara (PERTAMINA) baik dalam rangka menanggulangi masalah hutang luar negeri mau pun untuk keperluan dalam negeri perusahaan tersebut. Sampai akhir semester pertama tahun 1977/78 proporsi kredit langsung adalah 32,3 % dari seluruh kredit perbankan, yang kemudian menurun men jadi 31,0% pada akhir Desember 1977. Hal ini sejalan dengan semakin berkurangnya kebutuhan kredit PERTAMINA untuk pelunasan hutang-hutang jangka pendek perusahaan tersebut terhadap luar negeri, serta semakin baiknya pengelolaan keuangannya. Bagian pemberian kredit bank-bank swasta (bank-bank swasta nasional dan bank-bank asing) terhadap jumlah kredit perbankan menurun dari 16,1 % pada akhir Maret 1974 menjadi 9,6% pada akhir Maret 1976, sebagai akibat dari melonjaknya peranan kredit langsung Bank Indonesia. Namun pada akhir semester pertama tahun 1977 / 78 peranan kredit bank bank swasta. kembali meningkat menjadi 10,7%, untuk kemudian meningkat lagi menjadi 11,2% pada akhir Desember 1977. Dalam pemberian kredit, bank-bank Pemerintah dan bank-bank swasta nasional mendapat bantuan berupa kredit likwiditas dari Bank Indonesia. Bantuan tersebut semula dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan bank-bank dalam pemberian kredit. Kemudian jumlah kredit likwiditas inipun berangsur-angsur dibatasi untuk hal-hal tertentu serta sektor-sektor yang penting. Hal ini dimaksudkan agar bankbank meningkatkan pengerahan dan penggunaan dana sendiri di dalam pemberian kreditnya. Dewasa ini sekitar dua pertiga dari kredit per bankan merupakan dana yang dihimpun dari masyarakat. 196 Ditinjau secara sektor demi sektor maka kredit perbankan dibe rikan untuk membiayai kegiatan-kegiatan dalam sektor produksi, sektor perdagangan dan sektor lain-lain. Kredit untuk sektor produksi terutama disediakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan dalam sektorsektor perindustrian, pertankan dan pertambangan. Kredit untuk sektor perdagangan disediakan untuk membiayai kegiatan ekspor, impor dan perdagangan dalam negeri. Sedangkan kredit untuk sektor lain -lain sebagian besar digunakan untuk membiayai usaha-usaha di bidang jasa-jasa, seperti pengangkutan, perhubungan dan perhotelan (lih at Tabel III-8 dan Grafik III-4). Dari Tabel III-8 dan Grafik III-4 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar dari kredit perbankan diarahkan kepada sektor pro duksi dan sektor perdagangan. Pada akhir tahun 1973/74 kredit untuk sektor produksi adalah sebesar Rp. 453,7 milyar. Dalam tahun 1975/76 kredit tersebut mengalami peningkatan yang sangat besar.dibandingkan dengan tahun, sebelumnya. Jumlah kredit untuk sektor produksi dalam tahun itu me ningkat dengan Rp. 520,5 milyar yang disebabkan oleh meningka tnya kredit untuk sektor industri tekstil dan logam dasar. Pada akhir tahun 1976/77 kredit untuk sektor produksi mencapai Rp. 1.376,1 milyar atau 37,0% dari seluruh kredit perbankan. Sampai-akhir Desember tahun 1977/78 kredit untuk sektor produksi terus mengalami kenaikan menjadi Rp. 1.455,1 milyar dan merupakan 36,5% dari seluruh kredit perbankan. Proporsi kredit di sektor perdagangan terhadap seluruh kredit per bankan mengalami penurunan selama periode 1973/74 sampai akhir Desember tahun 1977/78. Jumlah kredit untuk sektor perdagangan yang pada akhir tahun 1973/74 berjumlah Rp. 425,7 milyar atau 35,0% dari seluruh kredit, meningkat nienjadi, Rp. 789,8 milyar atau 26,4% dari jumlah kredit untuk tahun 1975/76. Sampai dengan akhir Desember tahun 1977/78 kredit untuk sektor perdagangan mencapai Rp. 955,8 milyar atau hanya 24,0% dari seluruh kredit perbankan. Kredit untuk sektor lain-lain mengalami peningkatan-peningkatan dari tahun ke tahun. Dalam tahun 1973/74 kiedit untuk sektor lain lain yang berjumlah Rp. 337,2 milyar telah meningkat menjadi 197 Rp. 606,3 milyar dalam tahun berikutnya Dalam tahun 1975/76 dan tahun 1976/77 kreditt tersebut meningkat dengan pesat masing-masing menjadi Rp. 1.141,6 milyar dan Rp. 1.530,5 milyar, terutama karena penyediaan kredit untuk PERTAMINA. Sampai dengan akhir De sember tahun 1977/78 jumlah kredit untuk sektor lain-lain meliputi Rp. 1.578,3 milyar atau 39,6% dari seluruh kredit perbankan. 3. Dana Perkreditan Bank. Kebijaksanaan di bidang dana perkreditan bank sejak tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1977/ 78 ditujukan untuk meningkat kan dana yang tersedia bagi pembiayaan kegiatan pembangunan yang semakin meningkat. Kebijaksanaan ini juga dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh atas harga (price effect) dari pembiayaan pemba ngunan yang bersumber dari dana Bank Sentral. Dalam hubungan ini ketentuan-ketentuan mengenai dana perkreditan, baik deposito berjangka maupun tabungan, senantiasa disesuaikan dengan perkem bangan ekonomi dan moneter, agar kestabilan ekonomi dan moneter tetap terpelihara. Tabel III-9 memperlihatkan perkembangan dana perkreditan bank dari masyarakat yang terdiri dari-dana giro, deposito dan tahungan dan lain-lain. Dana perkreditan tersebut diperoleh melalui per bankan, baik dalam bentuk rupiah maupun dalam bentuk valuta asing. Pada akhir tahun 1973/74 dan 1974/75 jtimlah dana perkreditan bank masing-masing mencapai Rp. 1.163,3 milyar dan Rp. 1.676,1 milyar. Kemudian jumlah dana perkreditan berkembang lagi menjadi Rp. 1.970,7 milyar pada akhir tahun 1975/76 dan Rp. 2.491,3 milyar pada akhir tahun 1976/77. Pada akhir Desember tahun 1977/78 posisi dana perkreditan bank seluruhnya berjumlah Rp. 2.772,0 milyar, yang berarti suatu kenaikan sebesar Rp. 2.053.5 milyar atau 285,8% dibandingkan dengan posisi dana perkreditan pada akhir Maret 1973 atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 32,9% per tahun. Di lain pihak indeks biaya hidup dalam periode yang sama mengalami kenaikan rata-rata dengan tingkat yang lebih rendah yaitu sebesar 22,3% per tahun. Dari perbandingan kedua angka tersebut dapat ditar ik kesim- 198 pulan bahwa nilai dana perkreditan dari masyarakat secara riil telah meningkat. Sejak tahun 1974/75 terlihat bahwa dana perkreditan yang ber asal dari deposito dan tabungan telah menggantikan kedudukan dana yang berasal dari giro, sejak mana dana deposito dan tabungan merupakan komponen utama dana perkreditan bank. Seperti diketahui, usaha pengerahan dana giro dirangsang antara lain melalui Undang undang No. 12 tahun 1971. Sedangkan usaha pengerahan deposito dan tabungan didorong melalui gerakan deposito berjangka, gerakan TABANAS dan TASKA serta pengeluaran sertifikat deposito dan lain-lain. Dari Tabel III-9 dapat dilihat bahwa selama periode 1973/74 sampai dengan Desember tahun 1977/78 jumlah kenaikan dana per kreditan bank, berasal dari kenaikan deposito berjangka dan tabungan sebesar Rp. 963,8 milyar, kenaikan giro sebesar Rp. 846,8 milyar dan kenaikan, dana lain-lain sebesar Rp. 242,9 milyar. Komponen deposito berjangka dan tabungan, giro dan dana lain-lain masing-masing mengalami kenaikan sebesar 338,8%, 281,0%, dan 183,0%. Adapun kenaikan rata-rata per tahun adalah 36,5%, 32,5% dan 24,5%. Bergesernya preferensi masyarakat ke arah bentuk simpanan yang kurang likwid (deposito dan tabungan) rnerupakan akibat langsung dari suku bunga yangg menarik dan beberapa pcrangsang lainnya yang diberikan oleh Pemerintah. Kenaikan yang pesat dari jumlah deposito dan tabungan terutama terjadi pada tahun 1973/74 dan tahun 1974/75 yaitu masing-masing sebesar 62,0% dan 51,3%. Hal ini disebabkan oleh tingginya suku bunga deposito berjangka dan TABANAS teru tama dalam rangka kebijaksanaan 9 April 1974. Persentase kenaikan dari deposito dan tabungan tersebut kemudian menurun menjadi 28,5% dan 28,6% masing-masing dalam tahun 1975/76 dan 1976/ 77, sejalan dengan penurunan suku bunga yang dilakukan dalam bulan Desember 1974 dan bulan Januari 1977. Pada akhir Desember 1977 jumlah deposito berjangka dan tabungan melebihi Rp. 1.200 milyar dan mampu membiayai 60% dari kredit yang diberikan oleh perbankan. Kenaikan deposito berjangka dan tabungan yang terjadi dalam tahun 1973/74 sebesar 62,0% sebagian besar dipengaruhi oleh ke 199 TABEL III - 9 PERKEMBANGAN DANA PERKREDITAN BANK, 1) 1972 - 1977/78 (dalam milyar rupiah) 1) Baik dalam rupiah maupun valuta asing. Tidak termasuk rekening-rekening antar bank 2) Termasuk sertifikat deposito 3) Termasuk Tabanas dan Taska 4) Terdiri dari simpanan lainnya termasuk pinjaman yang diterima dan setoran jaminan 5) Angka diperbaiki 6) Perhitungan sampai dengan akhir Desember 1977 7) Angka perkiraan 200 naikan deposito dan tabungan dalam valuta asing yang meningkat dengan 101,0%. Dalam tahun berikutnya deposito berjangka dan ta bungan dalam valuta asing naik dengan persentase yang lebih rendah sebesar 51,3%. Dalam usaha untuk mencegah pengaruh moneter dan neraca pembayaran yang tidak dikehendaki serta untuk menghindar kan gangguan likwiditas bagi bank-bank sebagai akibat mengalirnya dana-dana jangka pendek dari luar negeri, maka sejak tahun 1972 diadakan ketentuan mengenai pembatasan penerimaan dana yang berasal dari luar negeri oleh bank-bank. Ketentuan tersebut terus disempurnakan sehingga mulai tahun 1975/76 peranan deposito maupun giro dalam valuta asing dapat dibatasi. Pada akhir Desember 1977 jenis dana tersebut hanya meliputi 16,2% dari deposito dan tabungan dan 8,35 dari giro. Dana yang berasal dari giro selama tahun 1973/74, 1974/75, 1975/76 dan 1976/77 mengalami kenaikan masing-masing sebesar 65,5%, 25,3%, 40,0%, dan 26,0%. Dalam tahun 1977/78 sampai dengan akhir bulan Desember jumlah giro hanya meningkat dengan 4,2 %. Turun naiknya pertambahan dana giro tersebut adalah sejalan dengan perubahan-perubahan yang diadakan terhadap suku bunga deposito berjangka dan tabungan, serta pembatasan-pembatasan penerimaan dana dari luar negeri. 4. Deposito berjangka, TABANAS dan TASKA Perkembangan deposito berjangka pada bank-bank Pemerintah yang diatur berdasarkan Inpres No. 28 tahun 1968 dapat dilihat pada Tabel III-10. Jumlah deposito berjangka mengalami sedikit penurunan dalam tahun 1973/74, akan tetapi menunjukkan peningkatan kembali dengan pesat dalam tahun 1974/75 yaitu sehesar 86,6% sehingga mencapai Rp. 268,5 milyar. Kenaikan ini bertalian erat dengan kenaikan suku bunga deposito yang diadakan sejak 9 April 1974 dan diperkenalkan nya deposito yang berjangka 18 bulan dan 24 bulan dengan tingkat bunga yang cukup menarik. Dalam tahun 1975/76 dan 1976/77 jumlah deposito berjangka mengalami kenaikan dengan persentase yang semakin menurun yaitu masing-masing sebesar 66,3% dan 41,2%. Menurunnya laju kenaikan tersebut disebabkan menurunnya suku bu 201 TABEL III – 10 PERKEMBANGAN DEPOSITO BERJANGKA BANK-BANK PEMERINTAH, 1972 – 1977/1978 (dalam milyar rupiah) 1). Perhitungan sampai dengan akhir Desember 1977 202 nga deposito berjangka 18 bulan dan 24 bulan sejak 28 Desember 1974. Dalam tahun 1977/78 sampai dengan akhir bulan Desember, deposito berjangka hanya bertambah dengan Rp. 61,3 milyar atau 9,7% menjadi Rp. 691,8 milyar. Menurunnya laju kenaikan ini dibanding kan dengan tahun-tahun sebelumnya, adalah akibat dari penurunan suku bunga deposito untuk semua jangka waktu yang mulai berlaku sejak tanggal 13 Januari 1977. Pada saat yang bersamaan pula Peme rintah telah meniadakan deposito berjangka 18 bulan, mengingat deposito tersebut kurang menarlk bagi masyarakat. Sejak waktu diperkenalkannya, deposito barjangka 24 bulan selalu merupakan bagian yang terbesar dalam komposisi deposito me nurut jangka waktu. Jenis deposito ini juga mengalami kenaikan yang paling pesat dibandingkan dengan jenis deposito lainnya, sehingga pada akhir Desember 1977 jenis deposito berjangka 24 bulan tersebut mencapai 87,4% dari seluruh deposito berjangka bank-bank Pemerintah. Gerakan TABANAS dan TASKA yang dimulai sejak tahun 1971, dimaksudkan untuk mendidik masyarakat terutama yang berpengha silan rendah, agar mau meningkatkan kebiasaannya untuk menabung. Perkembangan TABANAS, dan TASKA dapat diikuti pada Tabel III - 11. Tabel tersebut menunjukkan bahwa perkembangan TABANAS dan TASKA sangat menggembirakan, baik dalam jumlah penabung maupun dilihat dari nilainya. Jumlah penabung telah meningkat dari hampir 2,6 juta orang pada akhir tahun 1972/73 menjadi hampir 6,6 juta penabung pada akhir tahun 1976/77. Pada akhir Desember tahun 1977/78 jumlah penabung TABANAS dan TASKA mencapai 6,9 juta orang. Nilai tabungan meningkat, dari Rp. 30,5 milyar pada akhir tahun 1972/73 menjadi Rp. 148,1 milyar pada akhir Desember 1977. Jadi selama periode akhir Maret 1973 sampai dengan akhir Desember tahun 1977/78 telah terjadi kenaikan nilai tabungan sebesar 386,8% atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 39,5% per tahun. TABANAS adalah suatu bentuk tabungan yang tidak terikat oleh jumlah dan jangka waktu, baik jumlah dan waktu penyetoran maupun jumlah dari waktu pengambilan. 203 TABEL III – 11 PERKEMBANGAN TABANAS DAN TASKA, 1 ) 204 TASKA merupakan bentuk tabungan yang dikaitkan dengan asuransi jiwa dengan jaminan, kepada penabung. Apabila penabung meninggal dunia maka walaupun penabung belum menyetor seluruh tabungannya akhli warisnya akan menerima sejumlah uang yang seharusnya diterima oleh penabung pada akhir jangka waktu tabungan. Perkembangan TASKA tidak seperti yang diharapkan karena ternyata bahwa bentuk perangsang pada TASKA (yaitu asuransi) masih kurang menarik bagi masyarakat dibandingkan dengan perangsang berupa suku bunga. Selama periode akhir Maret 1973 sampai akhir semester pertama tahun 1977/78 jumlah tabungan ini hanya mencapai Rp. 151 juta atau meningkat dengan 75,6%, sedangkan jumlah penabung m encapai 8.727 orang atau menurun dengan 41,8%. Pada akhir Desember 1977/78 baik jumlah tabungan maupun penabung menurun masing-masing menjadi Rp. 143,0 juta dan 8.653 orang. Di samping TABANAS dan TASKA, telah dilaksanakan pula kebijaksanaan tabungan melalui pelaksanaan urusan Haji dan program tabungan Pelajar, Pemuda, Pramuka (PERATA P3). Program tabungan Pelajar, Pemuda dan Pramuka ini dimulai sejak tahun 1974 dengan tujuan untuk meningkatkan kebiasaan menabung di kalangan pelajar, pemuda dan pramuka. Dengan maksud yang sama telah dilakukan pula gerakan tabungan pegawai mulai tahun 1976/77. Tabungan pelajar, pemuda dan pramuka yang pada akhir Maret 1976 berjumlah Rp. 318,5 juta menurun menjadi Rp. 314,0 juta pada akhir Maret 1977, sedangkan jumlah penabung meningkat dari 744.863 orang menjadi 854.846 orang. Pada akhir Desember 1977 jumlah tabungan meningkat menjadi Rp. 413,5 milyar sedangkan jumlah pe nabung menurun menjadi 833.088 orang. Tabungan pegawai yang pada akhir Maret 1976 belum ada, meningkat-dari Rp. 3.236 juta pada akhir Maret 1977 menjadi Rp. 5.202,4 juta pada akhir Desember 1977. Jumlah penabung juga meningkat dari 694.752 orang pada akhir Maret 1977 menjadi 765.489 orang pada akhir Desember 1 977. Program ongkos Naik Haji (ONH) merupakan program angsuran penyetoran ongkos untuk naik haji pada bank dengan pemberian dis konto yang dimaksudkan sebagai perangsang untuk menyetorkan biaya 205 ibadah haji seawal mungkin. Selama tidak perlu dikeluarkan dalam jangka waktu yang relatif singkat, dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh bank yang menyimpan untuk keperluan kegiatannya. Jumlah ONH yang disetor selama tahun-tahun 1973 /74, 1974/75, 1975/76 dan 1976/77 masing-masing adalah Rp. 17 milyar, Rp. 38 milyar, Rp.39 milyar dan Rp. 23 milyar. Angka-angka ini terus menunjukkan peningkatan kecuali pada tahun 1976/77. Rendahnya penerimaan ONH pada tahun 1976/77 disebabkan oleh menurunnya jumlah jemaah haji pada tahun tersebut dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu menurun sekitar 53%. Jumlah penerimaan ONH pada akhir Oktober 1977 adalah Rp. 27,0 milyar. 5. Suku Bunga Selama periode tahun 1973/74 1977/78 kebijaksanaan suku bunga adalah untuk menciptakan suku bunga yang realistis, yang disatu fihak mendorong tabungan masyarakat dan mengurangi tekanan inflasi, sedangkan dilain fihak menggairahkan kegiatan eko nomi terutama bagi golongan ekonomi lemah. Sejak akhir Maret 1973 kebijaksanaan suku bunga telah lima kali mengalami penyesuaian. Yang pertama diadakan pada tanggal 12 April 1973 dan yang kedua pada tanggal 9 April 1974 untuk mengurangi laju inflasi yang telah meninggi kembali. Di dalam penyesuaian 9 April 1974 tersebut suku bunga kredit jangka pendek bankbank Pemerintah telah dinaikkan secara selektif dengan tetap mempertahankan suku bunga untuk kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan seperti kredit untuk BIMAS dan KMKP, serta kredit peng adaan pangan dan produksi. Dengan mulai-menurunnya laju inflasi maka pada tanggal 28 Desember 1974 diadakan lagi penyesuaian untuk mendorong kegiatan ekonomi dan mempergiat usaha-usaha pembangunan. Kemudian dalam rangka lebih naendorong kegiatan ekspor, yang agak melesu dalam tahun 1975 dan 1976, suku bunga kredit ekspor dan produksi barang ekspor diturunkan lagi pada 1 April 1976 di samping pemberian beberapa perangsang lainnya. Dengan diturun kannya suku bunga kredit untuk ekspor dan produksi barang ekspor 206 tersebut, Bank Indonesia juga menurunkan suku bunga kredit likwiditasnya dari 10% menjadi 5% setahun. Yang terakhir pada tanggal 1 Januari 1978 diadakan lagi penyesuaian berupa penurunan suku bunga kredit bank-bank Pemerintah baik kredit investasi maupun kredit modal kerja. Sehubungan dengan, itu juga diadakan penurunan suku bunga kredit lakwiditas Bank Indonesia serta perubahan besarnya bagian dana Bank Indo nesia. Perkembangan mengenai suku bunga kredit bank-bank Pemerintah tersebut dapat dilihat pada Tabel III - 12. Seperti diketahui fasilitas kredit likwiditas Bank Indonesia me rupakan suatu sarana untuk mengarahkan pembernan pinjaman oleh bank-bank umum Pemerintah kepada sektor-sektor yang diprioritaskan. Semakin penting suatu sektor, maka semakin rendah tingkat suku bunga kredit likwiditas dan semakin besar bagian dana Bank Indonesia dalam pemberian pinjaman untuk membiayai usaha terse but. Untuk sektor-sektor yang dianggap sangat vital, seluruh pembiayaan pinjaman dapat berasal dari Bank Indonesia, seperti halnya pinjaman untuk BIMAS dan pembiayaan impor dalam rangka PL -480. Suku bunga dan bagian pembiayaan yang disediakan melalui kredit likwiditas Bank- Indonesia tersebut sejak akhir Maret 1973 juga mengalami penyesuaian, sehingga suku bunga kredit likwiditas yang semula berkisar antara 3% - 10% setahun, menjadi berkisar antara 3% - 6% setahun sejak 1 Januari 1978. Suku bunga kredit investasi yang semula ditetapkan 12% se tahun untuk semua golongan, pada 9 April, 1974 dirubah menjadi 15% setahun untuk golongan III dan IV sedangkan untuk golongan I dan I I suku bunganya tetap 12% setahun. Sampai dengan akhir tahun 1977 kebijaksanaan suku bunga kredit investasi ini tidak mengalami perubahan. Pada 1 Januari 1978 terjadi penyesuaian baik dalam suku bunga kredit investasi maupun jumlah pinjaman untuk tiap-tiap golongan. Suku Bunga kredit investasi untuk golongan I dan II yang semula dikenakan bunga 12% setahun diturunkan menjadi 10,5% setahun, sedangkan untuk golongan III dan IV yang semula sebesar 15% setahun menjadi 13,5% setahun. 207 TABEL III – 12 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DAN GOLONGAN SUKU BUNGA PINJAMAN 1) MENURUT SEKTOR-SEKTOR EKONOMI, 1973/74 – 1977/78 208 (Lanjutan Tabel III – 12) 209 209 Adapun besarnya kredit investasi menurut golongannya dirubah menjadi sebagai berikut : Golongan I : s/d Rp. 75 juta. Golongan II : di atas Rp. 75 juta s/d Rp. 200 juta Golongan III : di atas Rp. 200 juta s /d Rp. 500 juta Gvlongsn IV : di atas Rp. 500 juta. Untuk Kredit Investasi Kecil (KIK) yang semula dikenakan bunga 12% setahun dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) 15% setahun, pada 1 Januari 1978 dirubahh masing-masing menjadi 10,5% dan 12 % setahun. Dengan terjadinya beberapa kali penyesuaian tersebut maka tingkat suku bunga pinjaman bank-bank Pemerintah yang terendah dan tertinggi mengalami perubahan yaitu dari antara 9% - 24% pada tahun 1973/74. menjadi sekitar 9% - 21 % setahun pada triwulan terakhir tahun 1977 / 78. Seperti halnya dengan suku bunga perkreditan, suku bunga deposito dan tabungan, khususnya deposito berjangka berdasarkan Inpres No. 28/1968 serta TABANAS dan TASKA juga mengalami beberapa penyesuaian sejalan dengan perkembangan dan perubahan kebijaksanaan yang terjadi di bidang lainnya. Perubahan suku bunga deposito berjangka Inpres No. 28/1968 sejak 12 April 1973 dapat dilihat pada Tabel III - 13, dan Grafik III – 5. Selama periode 1973/74 - 1977/78 suku bunga sertifikat deposito juga diturunkan dari sekitar 6% 15 % setahun pada tahun 1973/74 menjadi sekitar 3% - 12 % setahun pada tahun 1977/78. Perubahan suku minga dalam rangka kebijaksanaan 9 April 1974 dimaksudkan untuk lebih merangsang masyarakat mendoposi tokan uangnya untuk jangka waktu yang lebih panjang sehingga dana-dana yang kurang produktuf dalam masyarakat dapat lebih banyak disalurkan kepada dunia usaha tanpa menambah tekanan inflasi. Selanjutnya perubahan yang terjadi pada 28 Desember 1974, 13 Januari 1977 dan l Januari 1978 adalah sejalan dengan penurunan tingkat inflasi dan penurunan-penurunan dalam suku bunga kredit. Bersamaan 210 TABEL III - 13 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DEPOSITO BERJANGKA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH, 1972 - 1977/78 (bunga bulanan dalam persentase) 1) 2) untuk simpanan sampai dengan Rp. 2.500.000,untuk simpanan diatas Rp. 2.500.000,- dengan perubahan tersebut, deposito berjangka dengan jangka waktu 18 bulan dihapuskan, karena ternyata kurang menarik bagi masyarakat. Selanjutnya untuk lebih mendorong penabung penabung kecil dalam rangka usaha pemerataan pendapatan maka sejak 1 Januari 1978 untuk simpanan 24 bulan dengan nilai di bawah Rp, 2,5 juta diberikan bunga 15 % setahun sedangkan untuk simpanan di atas Rp. 2,5 juta hanya diberikan bunga 12% setahun. Suku bunga tabungan, khususnya TABANAS dan TASKA, juga mengalami perubahan. Sejak 12 April 1973 suku bunga TABANAS adalah 15% setahun untuk saldo tabungan Rp. 100.000,- yang pertama dan 9% setahun untuk saldo di atas Rp. 100.000, -. Untuk lebih mendorong kabiasaan menabung sambil menunjang pembangun an, sejak 9 April 1974 suku bunga TABANAS dinaikkan menjadi 18% setahun untuk saldo tabungan Rp. 200.000,- yang pertama, sedangkan untuk saldo tabungan di atas Rp. 200.000,- suku bunganya tetap 9% setahun. Namun karena menurunnya laju inftasi, maka sejak 13 Januari 1977 suku bunganya diturunkan lagi menjadi 15% 211 GRAFIK III – 5 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA DEPOSITO BERJANGKA BANK-BANK UMUM PEMERINTAH, 1972/73 – 1977/78 212 setahun untuk saldo tabungan Rp. 200.000,- yang pertama dan 6% untuk saldo selebihnya. Berdasarkan kebijaksanaan 1 Januari 1978, suku bunga TABANAS tidak mengalami perubahan, tetapi bagi bank penyelenggara diberikan subsidi sebesar 4,5% untuk setiap pemba yaran bunga TABANAS yang besarnya 15% setahun. Dalam hal TASKA, sejak 13 Januari 1977 suku bunganya diturunkan dari 15% menjadi 9% setahun yang diberikan kepada penabung yang telah mengangsur penuh. Dalam rangka menjaga keseimbangan antara tingkat bunga pin jaman yang ditetapkan dengan beban bunga pengumpulan da na, khususnya deposito, maka di samping bantuan berupa, kredit likwiditas Bank Indonesia, Pemerintah juga memberikan subsidi kepada bank bank penyelenggara deposito Inpres berupa premi bunga bagi deposito yang berjangka 18 bulan dan 24 bulan. Sejalan dengan penurunan suku bunga, besarnya subsidi ini berangsur-angsur dikurangi dari 15 % setahun untuk jangka waktu 24 bulan sejak 9 April 1974, menjadi 9% setahun sejak 28 Desember 1974, dan 6% setahun sejak 13 Januari 1977. Pada 1 Januari 1g78 besarnya . subsidi diturunkan lagi menjadi 4,5 % setahun untuk simpanan sampai dengan Rp. 2,5 juta sedangkan untuk simpanan di atas Rp. 2,5 juta besarnya subsidi adalah 1,5 % setahun. Untuk deposito dengan jangka waktu 18 bulan, subsidi diberikan sebesar 8% setahun sejak 9 April 1974, dan b % setahun sejak 28 Desember 1974 sampai dihapuskannya deposito berjangka tersebut sejak 13 Januari 1977. Kredit Investasi untuk pertama kalinya diberikan atas dasar Peraturan Bank Indonesia tanggal 7 Maret 1969 yang dimaksudkan untuk membiayai rehabilitasi, ekspansi dan pendirian-proyek-proyek baru. Program ini merupakan program kredit jangka menengah yang pada waktu itu berkisar antara 3 sampai 5 tahun dengan suku bunga 12 % setahun. Peraturan kredit investasi menentukan bahwa nasabah diharuskan untuk ikut membiayai sekurang-kurangnya 25% dari jumlah investasi dengan dana sendiri. 213 Pada bulan April 1973 diadakan kebijaksanaan baru untuk memberikan prioritas yang lebih tingg kepada proyek-proyek atau usaha-usaha yang relatif kecil, sehingga dapat membantu pemerataan pembagian-pendapatan masyarakat. Kebkjaksanaan ini dilaksanakan dengan jalan membedakan kredit investasi ke dalam 4 golongan berdasarkan besarnya pinjaman. Bagi kredit investasi golongan I (sampai dengan Rp. 25 juta) dan golongan II (di atas Rp. 25 juta s/d Rp. 100 juta) bunganya ditetapkan 12 % setahun, sedangkan untuk golongan III (di atas Rp. 100 juta s/d Rp. 300 juta) dan golongan IV (di atas Rp. 300 juta) dikenakan bunga 15% setahun. Adapun bagfan investasi yang harus dibiayai dengan dana sendiri disesuaikan dengan skala prioritas proyek yang dibiayai dengan kredit investasi tersebut. Bagi proyek-proyek prioritas yang termasuk golongan I, II dan III bagian yang harus dibiayai dengan dana sendiri adalah sebesar 25%, sedangkan yang termasuk golongan IV 35% dari jumlah investasi. Untuk proyek-proyek non prioritas dari semua golongan nasabah diharuskan membiayai 50% dari jumlah investasi dengan dana sendiri. Guna memberi bantuan yang lebih besar kepada para pengusaha kecil, yang kebanyakan adalah pengusaha-pengusaha pribumi, maka sejak bulan Januari 1974 kredit investasi dari bank-bank Pemerintah hanya diberikan kepada perusahaan-perusahaan pribumi. Di samping itu, mulai tahun anggaran 1976/77 Pemerintah Pusat telah memberikan bantuan keuangan dalam rangka pembangun an dan pemugaran pasar (INPRES Pasar) kepada Pemerintah Daerah/ Kabupaten/Kotamadya. Bantuan keuangan tersebut dimaksudkan untuk memungkinkan Pemerintah Daerah mendapatkan kr edit investasi yang bunganya dibayar oleh Pemerintah Pusat dan kredit tersebut berjangka waktu 10 tahun. Untuk tahun anggaran 1976/77 dan 1977/ 78 telah disediakan dana untuk keperluan tersebut masing masing se besar Rp. 20,0 milyar dan Rp. 23,0 milyar. Kebijaksanaan kredit investasi yang terbaru berdasarkan per aturan 1 Januari 1978 dimaksudkan untuk lebih menyesuaikan be sarnya kredit investasi beserta bunganya dengan kebutuhan dan kemampuan para pengusaha golongan ekonomi lemah. 214 Realisasi pemberian kredit investasi yang dimulai sejak awal tahun 1969/70, mencapai jumlah Rp. 96,8 milyar pada akhir tahun 1972/73, dan kemudian terus meningkat hingga mencapai Rp. 275,6 milyar pada akhir Desember tahun 1977/78. Realisasi ini menunjuk kan kenaikan sebesar 184,7 % selama waktu empat tahun tiga triwulan atau rata-rata 24,6% per tahun. Perkembangan kredit investasi yang semakin meningkat itu dise babkan oleh kegiatan pembangunan yang semakin meningkat dan dimungkinkan oleh stabilitas ekonomi yang semakin mantap dan pelaksanaan pemberian kredit yang semakin lancar serta persyaratan persyaratan yang semakin ringan. Sektor-sektor ekonomi utama yang mendapat pembiayaan kredit investasi adalah sektor industri, sektor perhubungan dan pariwisata, dan sektor pertanian. Hingga akhir tahun 1975/76 sektor perindustri an paling banyak mendapat kredit investasi dengan jumlah Rp. 81,9 milyar atau 41,7% pada akhir tahun 1975/76. Sedangkan pada akhir tahun 1976/77 dan akhir Desember tahun 1977/78 bagian kredit investasi yang terbesar diterima oleh sektor perhubungan dan pariwi sata yaitu masing-masing sebesar Rp. 110,6 milyar (42,1%) dan Rp. 109,7 milyar (39,8%). Pergeseran komposisi kredit investasi ini terutama disebabkan oleh karena semakin meningkatnya pemberian kredit investasi untuk Perum Telekom sejak bulan Nopember 1976. Peningkatan dari kredit untuk sektor lain-lain antara lain disebabkan oleh karena mulai dilaksanakannya pemberian kredit Inpres Pasar sejak tahun anggaran 1976/77. Perkembangan pemberian Kredit Investasi dapat dilihat pada Tabel III-14, dan Grafik III-6. 7 . Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permaiiea (KMKP), Kredit Mini dan Kredit Candak Kulak Guna lebih memperluas kesempmtan bagi para pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya dalam rangka pemerataan hasil -hasil pembangunan maka sejak awal tahun 1974 telah dilaksanakan pem berian kredit dalam jumlah yang relatif kecil dengan prosedur yang sederhana serta persyaratan yang lebih lunak berupa Kredit Investasi 215 TABEL III – 14 PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI MENURUT SEKTOR EKONOMI 1) 1972/73 – 1977/78 (dalam milyar rupiah) 216 GRAFIK III – 6 PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI SEKTOR EKONOMI, 1972/73 – 1977/78 217 Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Semuda KIK merupakan kredit investasi yang berjumlah setinggi-tingginya Rp. 5 juta dan berjangka waktu maksimum 5 tahun dengan suku bunga 12% setahun, sedangkan KMKP adalah kredit untuk modal kerja yang ber jumlah setinggi-tingginya Rp. 5 juta dengan jangka waktu maksimum 3 tahun dan dikenakan bunga sebesar 15 % setahun. Pada bulan Pebruari 1977 ditetapkan bahwa batas maksimum jumlah KIK dan KMKP bagi tiap nasabah dinaikkan menjadi Rp. 10 juta, berhubung dengan meningkatnya kegiatan pengusaha kecil. Selanjutnya pada bulan Januari 1978, terhadap suku bunga KIK diadakan perubahan dari 12 % menjadi 10,5 % setahun dan bagi KMKP dari 15 % menjadi 12 %a setahun. Meningkatnya jumlah pemberian KIK dan KMKP dimungkinkan pula oleh adanya penyederhanaan-penyederhanaan prosedur serta penyempurnaan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya. Selanjutnya untuk meningkatkan partisipasi bank-bank swasta dalam pembangunan pada umumnya dan pemberian kredit kepada pengusahapengusaha pribumi khususnya, maka bank-bank tersebut telah diikutsertakan dalam penyaluran KIK dan KMKP, baik melalui pembiayaan bersama dengan bank-bank Pemerintah maupun secara langsung oleh bank swasta yang bersangkutan. Untuk pemberian kredit ini disediakan kredit likwiditas dari Bank Indonesia sebesar 809 untuk KIK dan 70 % untuk KMKP. Perkembanganpemberian KIK dan KMKP selama periode 1973/ 74 hingga akhir Desember 1977/78 dapat diikuti pada Tabel III -15. Realisasi KIK yang pada akhir tahun 1973/74 baru berjumlah Rp. 4,0 milyar telah mengalami kenaikan sebesar Rp. 46,5 milyar sehingga menjadi hampir 13 kali dan mencapai Rp. 50,5 milyar pada akhir Desenaber 1977. Jumlah KIK sebesar Rp. 50,5 milyar tersebut diberikan untuk 39.737 nasabah dari nilai yang disetujui sebesar Rp. 74,2 milyar. Realisasi KMKP juga meningkat dengan pesat yaitu dari Rp. 2,9 milyar pada akhir 1973/74 menjadi Rp. 61,8 milyar pada akhir De sember 1977. Jumlah KMKP sebesar Rp. 61,8 milyar tersebut diberikan untuk 322.391 nasabah dan merupakan realisasi dari Rp. 115,0 milyar nilai permohonan yang disetujui. 218 TABEL III – 15 PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI KECIL DAN KREDIT MODAL KERJA PERMANEN 1973/74 – 1977/78 219 Untuk membantu usaha rakyat yang dilakukan secara kecilkecilan, terutama yang berada di pedesaan, sejak tahun 1974/75 telah dilaksanakan pemberian kredit kecil (Kredit Mini), baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja. Besarnya kredit bagi tiap nasabah dalam program rni adalah antara. Rp. 10.000,- sampai maksimum Rp. 100.000,- dengan bunga 12% setahun untuk keperluan investasi dan 15 % setahun untuk keperluan modal kerja. Jangka waktu kredit untuk investasi ditetapkan 3 tahun, sedangkan untuk kredit modal kerja maksimum 1 tahun bagi usaha perdagangan dan industri serta satu musim bagi usaha pertanian. Adapun dana kredit mini. tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan disalurkan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI). Khusus untuk propinsi Irian Jaya penyalurannya dilakukan oleh Bank Ekspor Impor Indonesia. Kredit Mini yang pada akhir tahun 1974/75 berjumlah Rp. 2,1 milyar dengan 61.824 nasabah telah meningkat menjadi Rp. 8,2 milyar dengan 207.773 nasabah pada akhir tahun 1976/77 (lihat Tabel -III-16). Sampai akhir Oktober 1977 jumlah kredit mini telah mencapai Rp. 10,1 milyar yang terdiri atas kredit untuk investasi sebesar Rp. 1,5 milyar dan kredit untuk modal kerja sebesar Rp. 8,6 milyar. Sejak permulaan tahun 1977 juga disediakan dana kredit candak kulak (KCK) untuk membantu para pedagang kecil terutama yang berada di pedesaan. Pemberian kredit candak kulak ini dilakukan dengan syarat yang sangat lunak dan dengan prosedure yang seder hana dengan maksud utama untuk melindungi pedagang kecil dari lintah darat. Sebagaimana halnya dengan Kredit Mini, dana KCK seluruhnya berasal dari APBN dan disalurkan malalui Bank Rakyat Indonesia dengan penyaluran kepada para nasabah oleh BUUD/KUD dengan bimbingan dan pengawasan dari Direktorat Jenderal Koperasi. Jumlah pinjaman untuk tiap nasabah berkisar antara Rp. 2.000,- sampai dengan Rp. 15.000,dan dikenakan suku bunga 12% setahun. Jangka waktu KCK adalah minimum 5 hari dan maksimum 7 bulan serta diberikan tanpa jaminan. Dalam tahun anggaran 1976/77 dan 1977/78 untuk tujuan ini telah disediakan dana anggaran masing 220 TABEL III - 16 PERKEMBANGAN KREDIT MINI, 1974/75 - 1977/78 - 1)Data baru tersedia sampai dengan akhir Juli 1977 2)Angka diperbaiki 3)Angka sementara 221 masing sebesar Rp. 1.500 juta dan-Rp. 1.750 juta. Sampai dengan akhir Nopember 1977 telah disalurkan sebesar Rp. 750 juta kepada 1.500 unit BUUD/KUD. 8. Sertifikat Deposito Program sertifikat deposito merupakan kelanjutan dari program sertifikat Bank Indonesia. Sejak September 1971 pengeluaran sertifikat Bank Indonesia dihentikan dan diganti dengan bentuk sertifikat deposito. Adapun maksud daripada sertifikat bank ataupun sertifikat deposito tersebut adalah untuk memulihkan kepercayaan terhadap surat-surat berharga dan merintis pembentukan pasar uang dan modal. Di samping itu juga sebagai alat pengerahan dana perbankan. Bank-bank yang mengeluarkan sertifikat deposito adalah Bank Bumi Daya, Bank Negara Indonesia 1946, Bank Ekspor Impor Indo nesia, Bank Dagang Negara, Bank Rakyat Indonesia, City Bank N.A., American Express International Banking Corp, Algemene Bank Neder land, Bangkok Bank Ltd., The Hongkong & Shanghai Banking Corp., The Chase Manhattan Bank N.A. dan Bank of Tokyo. Sertifikat deposito terdiri atas sertifikat yang berjangka waktu seminggu sampai dengan sertifikat yang berjangka waktu 12 bulan, dengan suku bunga berkisar antara 3% - 12% setahun. Ketentuan mengenai pembebasan pajak atas dividen, bunga dan royalty yang diperoleh dari beberapa surat berharga yang lazimnya diperdagangkan di pasar uang berlaku pula bagi sertifikat deposito. Di samping itu sertifikat deposito diperdagangkan dan tidak tertutup bagi bukan-penduduk Indonesia. Ketentuan-ketentuan tersebut dimaksudkan agar penanaman uang dalam sertifikat deposito menjadi menarik bagi masyarakat. Pelaksanaan program sertifikat deposito menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dalam tahun 1975/76. Pada akhir tahun 1974/75 nilai sertifikat deposito meliputi Rp. 79.531 juta. Pada akhir . 1975/76 meningkat.dengan 18,7% menjadi Rp 94.393 juta. Dan pada akhir 1976/77 nilai surat berharga tersebut 222 menurun dengan 50,5% menjadi Rp. 46.732 juta (lihat Tabel III -17 dan Tabel III-18). Penurunan tersebut disebabkan sertifikat deposito yang dikeluarkan oleh bank-bank Pemerintah menurun dengan sangat besar sedangkan sertifikat deposito yang dikeluarkan bank-bank asing menunjukkan sedikit, kenaikan. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa bank-bank Pemarintah dalam tahun 1976/77 mengalami kelebihan dana sebaliknya bank-bank asing mengalanii kekurangan dana. Dalam tahun 1977/78 sampai dengan bulan Desember jumlah sertifikat deposito meningkat lsembali dengan 11,7% menjadi Rp. 52.209 juta. E. PERKEMBANGAN LEMBAGA PERBANKAN DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA Kebijaksanaan moneter di samping menjaga kemantapan stabilisasi ekonomi, memupuk dana tabungan masyarakat dan mengarah kan pemberian kredit sesuai dengan prioritas pembangunan, juga di arahkan untuk mengembangkan suatu sistem moneter yang sehat yang dapat memberikan pelayanan yang baik, bagi kelancaran kegiatan ekonomi dan pembangunan. Sehubungan dengan itu dilaksa nakan pembinaan dan pengembangan lembaga-lembaga keuangan yang diarahkan pada pemulihan dan pemupulcan kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan serta mendorong pertumbuhan lembagalembaga keuangan lainnya, sebagai prasarana institusionil yang pen ting dan sebagai penunjang kegiatan ekonomi dan pembangunan. Pemulihan dan pemupukan kepercayaan masyarakat kepada perbankan dilakukan dengan membina tingkat kesehatan bank-bank nasional, sehingga tercipta jaminan keamanan dan efisiensi penggunaan dana dana masyarakat serta pelayanan lalu lintas pembayaran secara cepat dan efisien. Perluasan pemberian jasa-jasa bank secara geografis sampai tingkat kabupaten juga mendapatkan perhatian sejak tahun 1975. Untuk meningkatkan peranan bank-bank swasta nasional, diberikan fasilitas perpanjangan jangka waktu kelonggaran pajak bagi bank-bank yang ingin mengadakan penggabungan usaha mengingat proses penggabungan memakan waktu yang cukup tama. Bank-bank devisa dilarang menerbitkan cek/giro bilyet dalam bentuk valuta 223 TABEL III –17 PERKEMBANGAN SERTIFIKAT DEPOSITO BANK-BANK, 1973 – 1977 (dlam jutaan rupiah) 224 TABEL III – 18 POSISI SERTIFIKAT DEPOSITO BANK -BANK, 1973/74 – 1977/78 (dalam jutaan rupiah) 1) Bank Bumi Daya, Bank Negara Indonesia 1946, Bank Ekspor Impor Indonesia, Bank, Dagang Negara dan Bank Rakyat Indonesia. 2) City Bank, American Express International Banking Corporation, Algemene Rank Nederland, Bangkok Bank Ltd., The Hongkong and Shanghai Banking Corporation, The Chase Manhattan Bank N.A. dan Bank of Tokyo. 225 asing untuk memelihara fungsi uang rupiah sebagai alat pembayaran di dalam masyarakat. Selanjutnya bank-bank diharuskan untuk. mengumumkan neracanya di dalam surat-surat kabar atau tempattempat yang dapat dilihat oleh masyarakat luar agar para nasabah dapat memperoleh informasi yang jelas mengenai keadaan keuangan bank. Dalam pada itu untuk dapat menggali dan memanfaatkan lebih banyak potensi tabungan masyarakat yang semestinya disalurkan me lalui lembaga keuangan bukan bank, maka diadakan. usaha -usaha penumbuhan dan pembinaan lembaga-lembaga keuangan bukan bank. Usaha tersebut disertai dengan usaha memulihkan kepercayaan ma syarakat terhadap surat-surat berharga yang antara lain dimulai dengan pengeluaran Sertifikat Bank Indonesia dan kemudian dilanjut kan dengan pengeluaran sertifikat deposito. Sejak akhir Maret 1973 sampai dengan akhir Agustus 1977 jumlah bank-bank umum menurun, tetapi jumlah kantor-kantornya yang terdiri dari kantor-kantor pusat dan kantor-kantor cabang bertambah, yaitu dari 130 bank dengan 897 kantor menjadi 101 bank dengan 964 kantor. Perubahan ini disebabkan oleh adanya bank bank yang dicabut izin usahanya, di samping adanya penggabungan usaha (merger) di kalangan bank swasta nasional sesuai dengan anjuran Pemerintah. Jumlah bank-bank swasta nas.ional yang telah melaksanakan anjuran Pemerintah untuk melakukan penggabungan usaha (merger) sejak tahun 1971 tercatat sebanyak 61 bank swasta nasional menjadi 22 bank baru. Dalam rangka mendorong bankbank melakukan penggabungan usaha (merger), Pemerintah mem berikan kelonggaran perpajakan bagi bank-bank swasta nasional yang bergabung, kelonggaran mana telah 5 kali diperpanjang sejak masa berlakunya yaitu sejak tahun 1971. Perpanjangan terakhir ber laku s/d 31 Desember 1977, yang kemudian diperpanjang lagi sampai dengan akhir Maret 1978. Jumlah bank-bank pembangunan masih tetap 28 buah, tetapi jumlah kantor-kantornya bertambah dari 118 kantor pada akhir 226 Maret 1973 menjadi 147 kantor pada akhir Agustus 1977. Bertam bahnya jumlah kantor disebabkan kantor-kantor cabang baru yang didirikan lebih banyak dari jumlah kantor cabang yang ditutup sejak akhir tahun 1972/73, hal mana mencerminkan adanya perkembangan usaha bank-bank pembangunan. Jumlah bank-bank tabungan dan kantor-kantornya menurun dari 11 bank dengan 17 kantor-kantor cabangnya pada akhir Maret 1973 menjadi 8 bank dengan 14 kantor pada, akhir Agustus 1977. Penu runan ini disebabkan oleh karena ditutupnya 3 bank tabungan swasta yang tidak dapat memenuhi ketentuan Undang-undang Pokok Perbankan Tahun 1967 tentang bank tabungan. Hingga saat ini masih tetap diadakan pembatasan terhadap jumlah kantor cabang bank asing yaitu sebanyak 10 buah ditambah dengan 1 bank campuran (joint veuture) dan hanya boleh meng adakan kegiatan di Jakarta. Kegiatan pemberian jasa -jasa bank oleh kantor cabang bank asing tersebut kepada usaha -usaha di luar Jakarta hanya dapat dilakukan melalui kerja sama dengan bank-bank nasional. Pembatasan ini dimaksudkan untuk melindungi bank -bank nasional dari persaingan yang terlalu tajam dari bank -bank asing. Sampai akhir Maret 1977 bank-bank tersebut mempunyai 10 kantor cabang pembantu, dibandingkan dengan 7 kantor cabang pembantu pada akhir Maret 1973. Di lain pihak guna memperluas kesempatan bank -bank asing yang tidak beroperasi di Indonesia untuk ikut serta dalam usaha pembangunan Indonesia, bank-bank asing tersebut telah diizinkan untuk membuka kantor-kantor perwakilan yang fungsinya terbatas sebagai penghubung dalam melancarkan transaksi antara pihak -pihak di Indonesia dengan kantor pusatnya di luar negeri. Jumlah bank asing yang membuka perwakilannya di Indonesia telah meningkat dari 21 pada akhir Maret 1973 menjadi 46 pada akhir Agustus 1977. Hingga akhir September 1977 telah ada 8 (delapan) bank swasta nasianai yang telah ditunjuk sebagai bank devisa, 4 (empat) di anta ranya ditunjuk sesudah akhir Maret 1973. Dalam hubungan ini pada bulan September 1977 Bank Sentral telah mengeluarkan ketentuan 227 baru mengenai persyaratan dan prosedur penunjukan bank swasta sebagai bank devisa. Persyaratan-persyaratan yang baru ditetapkan tersebut dikaitkan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan Bank Sentral lainnya mengenai pembinaan bank-bank swasta nasional, yang antara lain meliputi pemilikan (sedikitnya 50% saham oleh golongan pribumi), golongan atau timgkat kesehatan bank, persyaratan penggabungan usaha (merger) dan keharusan penjualan saham kepada umum. Untuk membantu dan lebih melibatkan bank umum swasta nasio nal dalam pelaksanaan program Pemerintah, beberapa bank swasta ber sama-sama dengan bank-bank Pemerintah telah diikut sertakan dalam pemberian Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) kepada golongan pengusaha ekonomi lemah dengan menerima fasilitas kredit likwiditas dari Bank Indonesia. Selanjutnya dalam rangka pembinaan bank-bank swasta nasional menjadi bank yang sehat serta peningkatan kepercayaan masyarakat kepada bank-bank tersebut, Bank Sentral telah mengeluarkan keten tuan tentang golongan-golongan bank swasta yang dapat dinilai sehat, kurang sehat dan tidak sehat, berdasarkan kriteria atau persyaratan persyaratan yang ditetapkan. Penentuan golongan ini dikaitkan deng an fasilitas-fasilitas dan kebijaksanaan Bank Sentral lainnya terhadap bank-bank swasta tersebut. Faktor yang dinilai dalam menentukan tingkat kesehatan tersebut meliputi keadaan keuangan, cara kerja yang ditempuh dalam mencapai keadaan keuangan tersebut ( dengan berpedoman pada azas perbankan yang sehat) serta kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Lembaga-lembaga keuangan bukan bank didirikan dengan tujuan untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut melalui pasar uang dan modal. Lembaga-lembaga keuangan tersebut bergerak di bidang pembiayaan pembangunan, sebagai perantara dalam penerbitan dan perdagangan surat -surat berharga serta bertindak sebagai perwakilan lembaga-lembaga keuangan bukan bank di luar negeri. Sampai dengan akhir Desember 1977 jumlah lembaga keuangan bukan bank telah ada sebanyak 15 buah dan terdiri atas 10 lembaga 228 perantara penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga (Investment Finance-Corporation), 2 lembaga pembiayaan pembangunan (Devel opment Finance Corporation) dan 3 kantor perwakilan lembaga keuangan bukan bank di luar negeri. Dalam rangka usaha membantu memenuhi kebutuhan kredit para pengusaha golongan ekonomi lemah, selama ini juga dikembangkan lembaga-lembaga keuangan bukan bank yang khusus, seperti PT Bahana, PT Askrindo dan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi. PT Bahana yang didirikan dalam tahun 1973 berkewajiban membantu perseroan-perseroan terbatas golongan kecil dan menengah dalam hal permodalan serta dalam pengelolaan manajemen perusahaan. P.T. Bahana telah mengadakan kerjasama dengan bank-bank Pemerintah dan dengan Bancom Development Corporation dari Philipina. Hingga bulan September 1977 jumlah investasi yang telah dilakukan oleh PT Bahana mencapai jumlah Rp. 470,2 juta. Dalam mengembangkan usahanya PT Bahana masih menghadapi kesulitan -kesulitan yang timbul karena pada umumnya perusahaan-perusahaan kecil belum berbentuk Perseroan Terbatas. PT Askrindo didirikan dalam tahun 1971 dan bertugas membe rikan, jaminan kredit untuk perusahaan-perusahaan kecil dan pengusaha-pengusaha golongan ekonomi lemah. Besarnya asuransi dapat mencapai 75% dari jumlah kredit yang dijamin. Asuransi ini dapat diperoleh dengan biaya premi sebesar 3 % setahun. Sampai dengan akhir Maret 1977 kredit yang dijamin oleh PT Askrindo telah mencapai Rp. 88.458,0 juta atau suatu kenaikan se besar 49,0% dibandingkan dengan posisi akhir Maret 1976 sebesar Rp. 59.365,5 juta. Pada akhir Juni 1977 kreditt yang dijamin oleh PT Askrindo meningkat menjadi Rp. 194.5 24,0 juta yang berarti suatu kenaikan sebesar 120,1 % dibandingkan dengan akhir Maret 1977. Lembaga Jaminan Kredit Koperasi yang dibentuk dalam tahun 1970 berfungsi memiberikan. jaminan terhadap kredit yang diberikan oleh BRI kepada koperasi-koperasi. Jaminan kredit yang dikeluarkan oleh Lembaga Jaminan Kredit Koperasi sejak berdirinya sampai 229 akhir Maret 1976 berjumlah Rp. 15.304,9 juta, dan sampai dengan akhir Maret 1977 berjumlah Rp 17.377,7 juta atau meningkat dengan 13,5 % dalam, tahun 1976/77. Sampai akhir Agustus 1977 jumlah jaminan yang diberikan kepada koperasi mencapai Rp. 18.127 juta. Kebijaksanaan ekonomi terpimpin pada tahun 1958 dan tingkat inflasi yang sangat tinggi hingga tahun 1968, telah menyebabkan mundurnya perdagangan surat-surat berharga. Untuk meningkatkan kembali perdagangan surat-surat berharga tersebut telah diambil langkah-langkah antara lain sebagai berikut : a. meninjau ketnbali besarnya kurs obligasi Pemerintah serta besarnya kurs polis asuransi, dan b. membentuk dan membina pasar uang dan modal serta mendirikan lembaga-lembaga keuangan bukan bank seperti PT Bahana, PT Askrindo, Lembaga Jaminan Kredit Koperasi dan lain -lain. Khususnya dalam rangka usaha pembinaan pasar uang dan modal, sejak tahun 1974 telah dirintis adanya pasar uang antar bank. Selanjutnya telah dikeluarkan pengaturan dan ketentuan pelaksanaan ten tang tata cara penawaran efek-efek di pasar modal. Di dalamnya terdapat persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang akan menawarkan sahamnya di pasar modal seperti pernyataan pendaftaran, penyusunan prospektus, penyampaian laporan keuangan yang diperiksa oleh akuntan publik yang menunjukkan keuntungan selama 3 tahun berturut-turut dan sebagainya. Dalam tahun 1975 dikeluarkan ketentuan mengenai pembebasan pajak atas bunga, dividen dan royalty yang diperoleh dari beberapa surat berharga yang akan diperdagangkan di pasar uang. Pada akhir tahun 1976 telah dikeluarkan serangkaian peraturan mengenai pasar uang dan modal untuk melindungi kepentingan para penanam modal dalam perusahaan-perusahaan yang akan menjual saham-sahamnya di pasar modal. Disamping itu didirikan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) yang bertugas mengendalikan iserta melaksanakan pasar modal sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. 230 Adapun fungsi BAPEPAM sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 52/1976 adalah mengadakan penilaian terhadap perusahaan yang akan menjual saham-sahamnya melalui pasar modal, menyelenggarakan bursa pasar modal, dan mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual saham-sahamnya di pasar modal. Selanjutnya pada waktu yang bersamaan telah didirikan PT Danareksa. Badan ini bertugas memecah saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan menjadi sertifikat saham dengan nilai nominal lebih kecil agar terjangkau oleh penanam modal kecil. Kebijak sanaan ini ditempuh dalam rangka usaha pemerataan pendapatan masyarakat melalui pemilikan saham perusahaan oleh masyarakat luas, serta untuk mengumpulkan dana masyarakat yang akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Sejak Agustus 1977 PT Danareksa telah menjamin emisi saham dari pabrik semen Cibinong, dan selanjutnya menjual saham-saham tersebut kepada masyarakat dalam bentuk sertifikat saham dengan nilai Rp. 10.000,- setiap lembar. Sektor perasuransian di Indonesia meliputi perusahaan asuransi sosial, asuransi jiwa dan asuransi kerugian. Sejalan dengan keman tapan yang telah terjadi dalam tata kehidupan perekonomian dan lajunya pembangunan nasional, maka usaha perusahaan perasuransian juga telah mengalami perkembangan yang menggembirakan. Perkembangan usaha perasuransian tidak dapat dilihat sebagai suatu kegiatan yang berdiri sendiri tetapi hendaknya dilihat sebagai sarana penunjang bagi kelangsungan lajunya pembangunan. Di samping itu, usaha asuransi jiwa dan asuransi sosial selain merupakan sarana penggerak modal masyarakat ke arah pembiayaan pembangunan, juga merupakan usaha yang berperan sebagai salah satu wahana untuk meningkatkan kesejahteraah masyarakat. Dari sebab itu, selalu diusahakan untuk mendorong perkembangan usaha perusahaan per asuransian. Posisi investasi dana asuransi yang pada akhir Desember 1969 adalah sebesar Rp. 2.693, - juta telah meningkat menjadi R p . 10.192, juta pada akhir Desember 1972. Kemudian meningkat setiap tahunnya hingga mencapai jumlah Rp. 72.641, - juta pada 231 akhir Desember 1976. Meningkatnya jumlah dana asuransi tersebut setiap tahun merupakan cermin daripada makin berkembangnya ke giatan usaha di bidang perasuransian dan meningkatnya kesadaran berasuransi masyarakat sebagai hasil dari bimbingan dan penyuluh an yang terus dilakukan. Dalam pada itu, perusahaan asuransi sosial tetap )ditangani Pe merintah sedangkan asuransi jiwa dan asuransi kerugian sebagian besar berada di tangan swasta nasional dan dalam bentuk gabungan dengan perusahaan asuransi asing. Perusahaan asuransi yang tergabung dalam sektor asuransi so sial adalah Perum Taspen, Perum Asabri, Perum Jasa Raharja dan Asuransi Kesehatan. Dalam rangka usaha meningkatkan asuransi sosial, Pemerintah telah membentuk Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang bertujuan menyediakan jaminan sosial untuk tenaga kerja, khususnya jaminan sosial yang secara minimum dan mutlak diperlukan. Program ASTEK meliputi Program Asuransi Kesehatan Kerja dan Program Tabungan Hari Tua, yang dikaitkan dengan Asu ransi Kematian. Di sektor asuransi jiwa berlaku ketentuan larangan beroperasi nya perusahaan asuransi jiwa asing. Dari 12 perusahaan yang berke cimpung di sektor asuransi ini, 11 perusahaan adalah milik swasta nasional dan satu perusahaan milik negara. Sementara itu, dalam rangka mendorong asuransi kerugian untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture), Pemerintah mem berikan kelonggaran perpajakan bagi perusahaan asuransi kerugian asing yang membentuk perusahaan patungan dengan perusahaan asu ransi kerugian nasional. Hingga saat ini perusahaan yang melakukan kegiatan di sektor asuransi kerugian terdiri dari satuu perusahaan asuransi kerugian milik negara, 3 perusahaan reasuransi, 39 perusahaan asuransi kerugian swasta nasional dan 12 perusahaan asuransi kerugian asing. Sesuai dengan anjuran Pemerintah, maka 11 dari per usahaan asuransi kerugian asing tersebut telah mengalihkan bentuk usahanya menjadi perusahaan patungan dengan perusahaan asuransi kerugian nasional, sedangkan satu perusahaan lagi masih dalam taraf 232 penyelesaian. Selanjutnya untuk lebih meningkatkan kemanipuan asu ransi kerugian, maka sejak bulan Juli 1974 diadakan keharusan untuk meningkatkan modal setor perusahaan secara bertahap sehingga pada akhir Maret 1978 semua perusahaan asuransi kerugian diharapkan telah mempunyai modal setor perusahaan minimal sebesar Rp. 100, juta. 233