HERMENEUTIKA 1. Konsep Dasar Hermeneutika Pada dasarnya, hermeneutika berusaha memahami apa yang dikatakan dengan kembali pada motivasinya atau kepada konteksnya, diperlukan konsep kuno yang bernama “kata batin” – inner word. Hermenetika, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah hermeneutics, berasal dari kata Yunani hermeneutine dan hermeneia yang masing – masing berarti “menafsirkan dan “ penafsiran”. Istilah did dapat dari sebuah risalah yang berjudul Peri Hermeneias (Tentang Penafsiran). Hermeneutica juga bermuatan pandangan hidup dari penggagasnya. Dalam tradisi Yunani, istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios), seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia. Menurut mitos itu, Hermes bertugas menafsirkan kehendak dewata (Orakel) dengan bantuan kata-kata manusia. Tiga makna hermeneutis yang mendasar yaitu : a). Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui katakata sebagai medium penyampaian. b). Menjelaskan secara rasional sesuatu sebelum masih samar- samar sehingga maknanya dapat dimengerti c). Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain. Tiga pengertian tersebut terangkum dalam pengertian ”menafsirkan” – interpreting, understanding. 1 Dengan demikian hermeneutika merupakan proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Definisi lain, hermeneutika metode atau cara untuk menafsirkan simbol berupa teks untuk dicari arti dan maknanya, metode ini mensyaratkan adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudia di bawa ke masa depan. Menurut Carl Braathen hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu kata atau satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna di masa sekarang sekaligus mengandung aturan – aturan metodologis untuk diaplikasikan dalam penafsiran dan asumsi-asumsi metodologis dari aktivitas pemahaman. Semula hermeneutika berkembang di kalangan gereja dan dikenal sebagai gerakan eksegegis (penafsiran teks-teks agama) dan kemudia berkembang menjadi filsafat penafsiran. Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen pokok dalam kegiatan penafsiran yakni teks, konteks dan kontekstualisasi. Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pemahaman mengenai hermeneutika yakni : 1. Sebagai teknik praksis pemahaman atau penafsiran, dekat dengan eksegegis, yakni kegiatan memberi pemahaman tentang sesuatu atau kegiatan untuk mengungkapkan makna tentang sesuatu agar dapat dipahami. 2. Sebagai sebuah metode penafsiran, tentang the conditions of possibility sebuah penafsiran. Hal – hal apa yang dibutuhkan atau langkah-langkah bagaimana harus dilakukan untuk menghindari pemahaman yang keliru terhadap teks. 3. Sebagai penafsiran fisafat. 2 2. Cara Kerja Hermeneutika Pada dasarnya semua objek itu netral, sebab objek adalah objek. Arti atau makna diberikan kepada objek oleh subjek, sesuai dengan cara pandang subjek. Untuk dapat membuat interpretasi, lebih dahulu harus memahami atau mengerti. Mengerti dan interpretasi menimbulkan lingkaran hermeneutik. Mengerti secara sungguh-sungguh hanya akan dapat berkembang bila didasarkan atas pengetahuan yang benar. Hukum Betti tentang interpretasi”Sensus non est inferendus sed efferendus” makna bukan diambil dari kesimpulan tetapi harus diturunkan. Penafsir tidak boleh bersifat pasif tetapi merekonstruksi makna. Alatnya adalah cakrawala intelektual penafsir. Penagalam masa lalu, hidupnya saat ini, latar belakang kebudayaan dan sejarah yang dimiliki. 3. Bahasa Sebagai Pusat Kajian Karena objek utama hermeneutika adalah teks dan teks adalah hasil atau produk praksis berbahasa, maka antara hermeneutika dengan bahasa akan terjalin hubungan sangat dekat. Dalam Gadamer’s Philoshopical hermeneutics dinyatakan, Gadamer places language at the core of understanding. Menurut folosof bahasa Wittgenstein “ Batas bahasaku adalah batas duniaku”. Menurut Gadamer, asal mula bahasa adalah bahasa tutur, yang kemudian disusl bahasa tulis untuk efektivitas dan kelestarian bahasa tutur. 3 4. Hermeneutika Dalam Pandangan Filosofi a). Friedrich Ernst Daniel Schleiermarcher Hermeneutika sebagai metode interpretasi dan menganggap semua teks dapat menjadi objek kajian hermeneutka. Hermeneutika adalah sebuah teori tentang penjabaran dan interpretasi teks mengani konsep-konsep tradisional kitab suci dan dogma. Makna bukan sekedar isyarat yang dibawa oleh bahasa, sebab bahasa dapat mengungkakan sebuah realitas dengan jelas, tetapi pada saat yang sama dapat menyembunyikan rapat-rapat. Schleiermacher menawarkan sebuah metode rekonstruksi histories, objektif dan subjektif terhadap sebuah pernyataan, membahas dengan bahasa secara keseluruhan. Tugas utama hermeneutika adalah memahami teks sebaik atau bahkan lebih baik daripada pengarangnya sendiri dan memahami pengarang teks lebih baik daripada memahami diri sendiri. Model hermeneutika Schleiermacher meliputi dua hal : 1. Pemahaman teks melalui penguasaan terhadap aturan-aturan sintaksis bahasa pengarang sehingga menggunakan pendekatan linguistic. 2. Penangkapan muatan emosional dan batiniah pengarang secara intuitif dengan menempatkan diri penafsir ke dalam dunia batin pengarang. Dengan demikian, terdapat makna autentik dari sebuah teks, sebua teks tidak mungkin bertujuan (telos). 4 b). Wilhelm Dilthey Hermeneutika pada dasarnya bersifat menyejarah, makna tidak pernah berhenti pada satu masa, tetapi selalu berubah menurut modifikasi sejarah. c). Martin Heidgger Pemikiran filsafat Heidgger meliputi dua periode sebagai berikut : 1. Periode 1 meliputi hakikat tentang “ada” dan “waktu”. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menanyakan tentang “ada”. Sebab, manusia pada hakikatnya”ada” tetapi tidak begitu saja ada, melainkan senantiasa secara erat berkaitan dengan “adanya” sendiri. 2. Periode 2 Menjelaskan pengertian”kehre” yang berarti “pembalikan”. Ketidaktersembunyian ”ada” merupakan kejadian asli. Berpikir pada hakikatnya adalah terikat pada arti. Oleh karena itu, manusia bukanlah pengauasa atas apa yang ”ada” melainkan sebagai penjaga padanya. Bahasa bukan sekedar alat untuk menyampaikan dan memperoleh informasi. Bahas pada hakikatnya adalah”bahasa hakikat” artinya berpikir adalah suatu jawaban, tanggapan atau respons dan bukan manipulasi ide yang hakikatnya telah terkandung dalam proses penuturan bahasa dan bukan hanya sebagai alat belaka. Dalam realitas, bahasa lebih menentukan daripada fakta atau perbuatan. Bahasa adalah tempat tinggal ” sang ada”. Bahasa merupakan ruang bagi pengalaman yang bermakna. Pengalaman yang telah diungkapkan adalah pengalaman yang telah mengkristal, sehingga menjadi semacam substansi dan pengaaman menjadi tak bermakna jika tidak menemukan rumahnya dalam bahasa. Sebaliknya, tanpa pengalaman nyata, bahasa adalah ibarat ruang kosong tanpa kehidupan. 5 Pemahaman teks terletak pada kegiatan mendengarkan lewat bahasa manusia perihal apa yang dikatakan dalam ungkapan bahasa. Bahasa adalah suatu proses, suatu dinamika, atau suatu gerakan. d). Hans-Georg Gadamer Konsep Gadamer yang menonjol dalam hermeneutika adalah menekankan apa yang dimaksud ”mengerti”. Lingkaran hermeneutika – hermeneutic circle , bagian teks disa dipahami lewat keseluruhan teks hanya bisa dipahami lewat bagian- bagiannya. Setiap pemahaman merupakan sesuatu yang bersifat historis, dialetik dan peristiwa kabahasaan. Hermeneutika adalah ontologi dan fenomologi pemahaman. e). Jurgen Habermas Hermeneutika bertujuan untuk memahami proses pemahaman – understanding the process of understanding. Pemahaman adalah suatu kegiatan pengalaman dan pnegertian teoritis berpadu menjadi satu. Tidak mungkin dapat memahami sepenuhnya makna sesuatu fakta, sebab selalu ada juga fakta yang tidak dapat diinterpretasikan. Bahasa sebagai unsur fundamental dalam hermeneutika. Sebab, analisis suatu fakta dilakukan melalui hubungan simbol-simbol dan simbol-simbol tersebut sebagai simbol dari fakta. 6 f). Paul Ricoeur Teks adalah otonom atau berdiri sendiri dan tidak bergantung pada maksud pengarang. Otonomi teks ada tiga macam sebagai berikut : a). Intensi atau maksud pengarang. b). Situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan teks. c). Untuk siapa teks dimaksud. Tugas hermeneutika mengarahkan perhatiannya kepada makna objektif dari teks itu sendiri, terlepas dari maksud subjektif pengarang ataupub orang lain. Interpretasi dianggap telah berhasil mencapai tujuannya jika ”dunia teks” dan ” dunia interpreter” telah berbaur menjadi satu. g). Jacques Derrida Dalam filsafat bahasa – dalam kaitan dengan hermeneutika, membedakan antara ”tanda” dan ”simbol”. Setiap tanda bersifat arbitrer. Bahasa menurut kodartnya adalah ”tulis”Objek timbul dalam jaringan tanda, dan jaringan atau rajutan tanda ini disebut ”teks”. Segala sesuatu yang ada selalui ditandai dengan tekstualitas. Tidak ada makna yang melebihi teks. Makna senantiasa tertenun dalam teks. 5. Beberapa Kaidah Hermeneutika a). Dibutuhkan keterlibatan dan atau partisipasi b). Setiap usaha penafsiran, tidak bisa dihindari adanya akibat ikutan dari partisipasi dan latar belakang penafsi. c). Upaya penafsiran harus dilihat sebagao proses pendekatan – approximation kepada makna sejati. 7 d). Walaupun ada wilayah perbedaan karena partisipasi dan latar belakang penafsir, niscaya ada pula wilayah yang mempertemukan atar penafsir, pamahaman bersama – shared understanding, mutual understanding yang melahirkan cross cutting affiiation. 6. Peran Hermeneutika Terhadap Martabat Manusia Manusia selain sebagai makhluk yang berpikir – hayawan al-natiq, hewan yang berpikir, disebut juga sebagai animalsymbolicum, makhluk yang senantiasa bergulat dengan simbol. Hermeneutika memilki tanggungjawab utama dalam menyingkap dan menampilkan makna yang ada di balik simbol-simbol yang menjadi objeknya. Filsafat hermeneutika berkembang dengan dua aliran pemikiran yang berlawanan yakni pragmatika intensionalisme dan hermeneutika gadamerian. Intensionalisme memandang bahwa makna sudah ada karena dibawa oleh penyusun teks – pengarang sehingga tinggal menunggu interpretasi penafsir dan makna berada di beakang teks – behind the teks. Hermeneutika gadamerian memandang bahwa makna harus dikonstruksi dan direkonstruksi oleh penafsir itu sendiri sesuai konteksnya, sehingga makna berada di depan teks – in front of the text. 7. Beberapa Varian Hermeneutika a). Hermeunitka Romantis Dengan tokoh Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher, bapak hermeneutka Makna hermeuneutika berubah dari sekedar kajian teleologis – teks bible menjadi metode memahami dalam pengertian filsafat. 8 Bagaimana pemahaman manusia dan bagaimana ia terjadi. Dua teori pemahaman pertama pemahaman ketatabahasaan – grammayical understanding, terhadap semua ekspresi, kedua pemahaman psikologis terhadap pengarang – dikembangkan menjadi intuitive understanding yang operasionalisasi merupakan rekonstruksi – merekonstruksi pikiran pengarang. Tujuan pemahaman lebih merupakan makna yang muncul dalam pandangan pengarang yang telah direkonstruksi. Tidak hanya melibatkan pemahaman konteks kesejarahan dan budaya pengarang tetapi juga pemahaman terhadap subjektivitas pengarang. Ada lima unsur dalam pemahaman penafsir, teks, ,aksud pengarang, konteks historis dan konteks kultural.Hasil interpretasi akan lebih baik jika penafsir mengatahui latar belakang sejarah pengarang teks. Bagan Hermeneutika Romantisme Konteksi Historis Penafsir Teks Maksud Pengarang Konteks Kultural b). Hermeneutika Metodis Tokoh Wilhem DiltheyManusia sebagai makhluk eksestensial. Manusia adalah makhluk yang memahami dan menafsirkan dalam setiap aspek kehidupan. Makna teks harus ditelusuri dari subjek tif pengarangnya. Merupakan metode pemahaman – interpretative methode. 9 Hermeneutika adalah teknik memahami ekspresi tentang kehidupan yang tersusun dalam bentuk tulisan. Hermeneutika historis. c). Hermeneutika Fenomologis Tokoh Edmund Husserl. Pengetahuan dunia objektif bersifat tidak pasti. Proses pemikiran harus kembali pada data, bukan pada pemikiran, yakni pada halnya sendiri harus menanmpakan diri. Pengetahuan sejati adalah kehadiran data dalam kesadaran budi, bukan rekayasa pikiran untuk membentuk teori. Membebaskan diri dari prasangka, yakni membiarkan teks berbicara sendiri. Teks merefleksikan kerangka mentalnya sendiri dan penafsir harus netral dan menjauhkan diri dari unsur-unsur subjektifnya atas objek. Menafsirkan teks berarti secara metodologis mengisolasi teks dari semua hal yang tak ada hubungannya – termasuk bias –bias subjek penafsir dan membiarkannnya mengkomunikasikan maknanya sendiri pada subjek. Ada tiga langkah yang harus dilakukan : 1. Reduksi fenomologis, dengan menempatkan dunia dalam tanda kurung. 2. Reduksi eiditik yang dikerjakan dengan memusatkan perhatian dan pengamatan pada esensi sesuatu yang coba dipahami. 3. Rekonstruksi dengan menghubungkan hasil reduksi fenomologis dengan hasil reduksi eidetik. d). Hermeneutika Dialektis Dengan eksemplar Martin Heidegger. Prasangka historis atas objek merupakan sumber pemahaman, karena prasangka adalah bagian dari eksistensi yang harus dipahami. 10 Pemahaman adalah sesuatu yang muncul dan sudah ada mendahului kognisi. Keragaman makna dan dinamika eksistensial. Memahami teks yang sama secara baru dengan makna baru. e). Hermeneutika Dialogis Dengan eksemplar Hans-Georg Gadamer. Pemahaman dimuai dengan pra-penilaian – pre-judgement. Pemahaman yang benar adaah pemahaman yang mengarah pada tingkat ontologis. Kebenaran dapat dicapai melalui dialektika denga mengajukan beberapa pertanyaan. Bahasa menjadi medium pendting bagi terjadinya dialog. Pembangkitan kembali makna teks. Proses pemahaman adalah proses peleburan horizon-horizon. f). Hermeneutika Kritis Dengan tokoh Jurgen Habermas. Merupakan teori kritis, menemukan kesalahan dan kekurangan pada kondisi yang ada. Mempertautkan antara beragam domain realitas, antara partikular dan universal, antara kulit dan isi dan antara teori dan praktek. Pemahaman didahului kepentingan, kepentingan sosial dan kepentingan kekuasaan. Merupakan refleksi kritis penafsir. Penafsir mengambil jarak atau melangkah keluar dari tradisi dan prasangka. Setiap penafsiran dipastikan ada bias-bias dan unsur-unsur kepentingan politik, ekonomi, sosial termasuk bias strata kelas, suku dan gender. 11 g). Hermeneutika Integrasi Dialektis Integrasi daliketis antara penjelasan – explanatory dan pemahaman – understanding. Merupakan perbedaan fundamental antara paradigma interpretasi teks tertulis dan wacana – discourse dan percakapan – dialogue. Berbagai interpretasi yang dapat diterima menjadi mungkin. h). Hermeneutika Dekonstruksionis Dengan eksemplar Jacques Derrida. Bahasa merupakan sistem yang tidak stabil. Makna tulisan – teks, selalu mengami perubahan, tergantung pada konteks pembacanya. Menolak makna esensial yang tunggal dan utuh. Lebih menekankan pencarian makna eksistensial. Perkembangan hermenetika dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Scheleiermacher, mengubah makna hermenetika dari sekedar kajian teks keagamaan – bible menjadi kajian pemikiran filsafat. 2. Wilhelm Dilthey, makna herneneutika menjadi kajian sejarah. 3. Edmund Husserl, pengetahuan dunia objektif bersifat tak pasti, karena pengetahuan sesungguhnya diperoleh dari apparatus sensor yang tak sempurna. 4. Martin Heidegger, Hermeneutika sebagai kajian ontologis. 5. Hans –Georg Gadamer, Menekankan dialektika – dialogis. 6. Jurgen Habermas, Menggeser makan hermeneutika kepada pemahaman yang diwarnai oeh kepentingan. 7. Paul Ricoeur, Aspek pandangan hidup interpreter sebagai faktor utama. 12 8. Interpretasi Interpretasi adaah proses memperantarai dan menyampaikan pesan yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam realitas. Interpretator ádalah jurubahasa, penerjemah pesan realitas, pesan yang tidak segera jelas, tidak segera dapat diartikulasikan, yang sering diliputi misteri, yang dapat diungkap hanya sekelumit demi sekelumit, tahap demi tahap. Proses memperantarai dan menyampaikan pesan agar dapat dipahami mencakup tiga arti yang terungkap di dalam tiga kata Kerja yang saling berkaitan satu dengan yang lain : Mengkatakan, Menerangkan Menerjemahkan (dalam arti membawa dari tepi satu ke tepi yang lain. 8.1. Interpretasi adalah mengkatakan Interpretasi berfungsi mengungkapkan, menunjuk membiarkan arti, tampak, mengkatakan, membukakan menuturkan, sesuatu yang merupakan pesan realitas. Metode yang digunakan adalah yang memungkinkan realitas memberita, mengkatakan dirinya, jauh dari segala distorsi dan disonansi. Ukuran kebenaran interpretasi adalah manakala interpretasi bertumbuh, berasuh pada evidensi-evidensi objektif, pada hal-hal yang memang sesungguhnya dapat diidentifikasi merupakan kata realitas, terbukti dapat dikenali terdapat di dalam realitas itu sendiri. 13 Dengan demikian berpikir yang benar-benar berpikir dan semua serta setaip berpikir adalah interperatsi, bukanlah monolog, melainkan dialog. Dan dialog adalah proses, maka kejernihan pandangan yang dicapai, kebenaran yang diperoleh, pesan realitas yang terartikulasikan, memberitakan realitas tidak seketika fina, tidakseketika habis selesai, tetapi juga sesuatu proses. Maka interpretasi bercirikan senantiasa siap dikoreksi lagi dan lagi dikoreksi dan senantiasa merukuskan kembali segalanya yang memang harus dirumuskan kembali. 8,2. Interpretasi sebagai menerangkan. Dimensi ”menerangkan” dari interpretasi adalah sesuatu dibuat terang. Kegiatan interpretasi dilaksanakan dengan memasukkan faktor luar, seperti misalnya menunjuk arti teks yang lebih tua, menunjuk peristiwa yang de facto meliputi, menggelimangi bukan sekedar melatarbelakangi teks. Hal ini tidak berarti bahwa suatu teks senantiasa dijelaskan lewat data diluar teks. Data dari luar hanya relevan manakala dan sejauh pengaruh data tersebut dikenali sebagai terdapat dalam teks. Pengetahuan tentang data dapat membantu memahami teks secara lebih baik. Dimensi interpretasi ini menunjukkan bahwa arti adalah masalah konteks. Karenanya, seluruh kegiatan ditujukan untuk menyediakan ruang pemahaman. Teks tidak begitu saja dpat dipahami, dibutuhkan siatuasi pemahaman agar dua cakrawala bertemu, yakni bilamana interpretator dapat melangkah masuk ke dalam lingkaran interpretasi dan cakrawala teks yang ada. 14 8.3. Interpretasi sebagai menerjemahkan Di dalam bahasa Jerman dipakai istilah Ubersetzen yang berarti menyebrangi sungai dari tepi satu ke tepi yang lain dengan ferry. Tugas interpretasi sebagai ”memindahkan” arti seperti memindahkan arti teks kuno ke dalam kehidupan manusia modern sehingga yang terlihat bukan lagi comedia errorum atau macam-macam hal yang tidak cocok bagi telinga sezaman. Dua cakrawala berhadapan. Menerjemahkan bukan sekedar mengganti yang ada, tanpa menangkap inti isinya, pesan yang disampaikan. Sedangkan menangkap pesan adalah masalah memasuki cakrawala, fusi cakrawala. 15