laweyan dalam periode krisis ekonomi hingga menjadi

advertisement
LAWEYAN DALAM PERIODE KRISIS EKONOMI HINGGA
MENJADI KAWASAN WISATA SENTRA INDUSTRI BATIK
TAHUN 1998-2004
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Sejarah
Oleh:
IBNU MAJAH
NIM 3111411014
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
―Bersyukurlah pada yang Maha Kuasa, hargailah orang-orang yang
menyayangimu dan selalu ada setia di sisimu, siapa pun jangan kau
pernah sakiti dalam pencarian jati dirimu dan semua yang kau
impikan, tegarlah Sang Pemimpi‖ – GIGI
―The best feeling in the world is to know that our parents are
smilling because of us” – HITAM PUTIH
PERSEMBAHAN :
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Ibu, Bapak, dan Kakak-kakakku.
2. Sahabat-sahabatku; Ulin, Nadlifa, Fajar,
Zaka, Ucup, dan Ifa.
3. Teman-teman MUSE 2011.
4. Almamater Unnes.
v
SARI
Majah, Ibnu. 2015. Laweyan Dalam Periode Krisis Ekonomi Hingga Menjadi
Kawasan Wisata Sentra Industri Batik Tahun 1998-2004. Skripsi. Jurusan
Sejarah. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing
Romadi, S.Pd., M.Hum.
Kata Kunci: Laweyan, Batik, Wisata, Dinamika Sosial, Ekonomi, Budaya
Laweyan merupakan suatu kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik
dan bersejarah. Unik karena kawasan tersebut merupakan kawasan tempat para
saudagar tinggal, secara spesifik mereka adalah para saudagar batik. Laweyan
sudah ada dan berkembang sebagai sentra industri benang sejak abad XV pada
masa kejayaan Kerajaan Pajang, lalu kawasan tersebut semakin terkenal dan
mengalami kejayaan sebagai pusat perdagangan batik pada awal abad XX. Oleh
karena itu, sampai saat ini Laweyan identik dengan kampung para saudagar batik.
Akibatnya, corak kehidupan serta orientasi nilai masyarakat Laweyan berbeda
dengan masyarakat Surakarta pada umumnya. Seiring perjalanan waktu, para
pengusaha batik Laweyan ikut berproses dari pertumbuhannya pada awal abad
XV sampai masa kemerdekaan Indonesia, bahkan sampai sekarang.
Dalam perkembangan tersebut, Laweyan mengalami berbagai dinamika
dalam kehidupan masyarakat. Pascaketerpurukan akibat masuknya teknologi batik
printing tahun 1970, Laweyan kembali memasuki masa sulit akibat terjadinya
krisis ekonomi pada tahun 1997. Setelah itu, pada era awal Reformasi kondisi
Laweyan berangsur-angsur kembali membaik. Masyarakat kembali bangkit,
hingga pada tahun 2004 Kawasan Laweyan sukses dideklarasikan sebagai
kawasan wisata.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui kondisi secara umum
kehidupan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan; (2) untuk mengetahui dinamika
kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Kampoeng Batik Laweyan
pada masa krisis ekonomi hingga menjadi kawasan wisata; (3) untuk mengetahui
latar belakang penetapan Kampoeng Batik Laweyan sebagai kawasan wisata
sentra industri batik yang dikelola secara terpadu oleh forum masyarakat pada
tahun 2004.
Metode Penelitian yang digunakan berupa metode historis, yang terdiri dari
lima tahap, yaitu penentuan topik, heuristik (mengumpulkan sumber-sumber
sejarah); kritik sumber (penilaian kebenaran sumber); interpretasi (mewujudkan
rangkaian bermakna dari fakta sejarah); dan historiografi (penulisan sejarah).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Laweyan telah ada sejak masa
Kerajaan Pajang sekitar abad XV, dan terkenal sebagai kawasan sentra lawe (kain
bahan pakaian). Kemudian pada awal abad XX Laweyan mengalami
perkembangan pesat hingga mengalami masa kejayaan sebagai kawasan
perdagangan batik, yang berakibat pada profesi masyarakat Laweyan yang
mayoritas menjadi pedagang batik. Dalam kehidupan sosial, terdapat kelompok-
vi
kelompok sosial pada masyarakat Laweyan seperti golongan juragan (pedagang),
wong cilik (rakyat biasa), wong mutihan (ulama), dan priyayi (bangsawan atau
pejabat) yang hidup secara berdampingan dengan damai.
Pascakrisis ekonomi 1997 kondisi Laweyan mengalami berbagai perubahan.
Kondisi perekonomian berangsur-angsur kembali membaik, dengan tumbuhnya
jenis-jenis usaha baru di Laweyan. Masyarakat Laweyan juga menjadi lebih
terbuka, setelah sebelumnya terkenal sebagai kelompok masyarakat yang tertutup.
Di samping itu, Laweyan juga mulai kembali melestarikan berbagai tradisi
kebudayaan setelah sebelumnya hampir hilang. Kondisi tersebut semakin
berkembang setelah terbentuknya Laweyan sebagai kawasan wisata pada tahun
2004. Pembentukan tersebut bermula dari keprihatinan para pengusaha dan tokoh
masyarakat Laweyan terhadap potensi Laweyan. Kemudian terbentuklah sebuah
forum yang bertugas mengelola Laweyan sebagai kawasan wisata. Pascadeklarasi
Kampoeng Batik Laweyan pada 24 Oktober 2004, forum tersebut juga resmi
menjadi forum pengelola kawasan wisata yang disebut Forum Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL).
Pengembangan Laweyan sebagai kawasan wisata mengacu pada tiga aspek,
yaitu (1) sejarah, bangunan, dan lingkungan; (2) industri batik dan industri
lainnya; (3) sosial, seni, dan budaya. Pengembangan tersebut memberikan
berbagai dampak pada kehidupan masyarakat di dalam dan di luar Laweyan, serta
pemerintah Kota Surakarta.
vii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah mengaruniakan
rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
―LAWEYAN DALAM PERIODE KRISIS EKONOMI HINGGA MENJADI
KAWASAN WISATA SENTRA INDUSTRI BATIK TAHUN 1998-2004‖.
Adapun tujuan skripsi ini disusun sebagai bentuk laporan tugas akhir atas
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Penulis di Kampung Batik Laweyan
Surakarta, guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada
Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa tanpa pertolongan dari berbagai pihak, penulisan
dan penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh karenanya,
pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk
menimba ilmu dengan segala kebijakannya.
2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan izin penelitian dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Arif Purnomo, S.Pd., S.S., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan motivasi
yang sangat membangun untuk penyelesaian skripsi ini.
viii
4. Romadi, S.Pd., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, arahan
dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Pemerintah Republik Indonesia lewat Beasiswa Bidikmisi, yang telah
memberikan kesempatan pada Penulis untuk mengenyam pendidikan di
Perguruan Tinggi.
6. Pemerintah Kota Surakarta, yang telah memberikan izin penelitian.
7. Yuyuk Yuniman, S.E., selaku Lurah Laweyan Surakarta beserta
perangkat-perangkatnya, yang telah memberikan bantuan serta informasi
mengenai data yang dibutuhkan Penulis dalam penelitian.
8. Pengurus Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL),
yang turut membantu serta menjadi informan bagi Penulis dalam
penelitian.
9. Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta yang telah bersedia
menjadi informan dalam pelaksanaan penelitian.
10. Segenap dosen dan karyawan pada Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmunya.
11. Seluruh staf dan karyawan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta,
BPS Provinsi Jawa Tengah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota
Surakarta, Monumen Pers Nasional Kota Surakarta, Badan Pemberdayaan
Masyarakat (Bapermas) Kota Surakarta, Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil (Dispendukcapil) Kota Surakarta tempat penulis mendapatkan datadata informasi.
ix
12. Keluarga tercinta Ibuk, Bapak, Kakak-kakak, beserta keluarga besar yang
telah memberikan semangat dan kasih sayang tanpa batas.
13. Adinda Ulin, Nadlifa, Fajar, Zaka, Ucup, dan Ifa, terima kasih atas segala
keceriaan yang telah kalian ciptakan.
14. Teman-teman Ilmu Sejarah 2011 (Gita, Ardi, Sasmi, Azizah, Dion, Sena,
Caesar, Bebet, Kadek, Diah, Anis, Jundi, Adi, Inggrid, Vebio, Yasir,
Kahfi, Susi, Rio, Rizki, Yacobus, Heri, Dita, Martha, Faizal, Yusi, Galih,
Angghi, Bangkit, Bayu, dan Rohmad), yang hampir empat tahun selalu
bersama, terima kasih atas dukungan dan motivasinya.
15. Keluarga besar Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BP2M) Unnes
yang telah memberikan banyak hal bermanfaat pada Penulis.
16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak bisa Penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya atas segala kebaikan yang telah
diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca. Harapan Penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Semarang,
Penyusun
x
April 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iii
PERNYATAAN ..................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...........................................................................v
SARI....................................................................................................................... vi
PRAKATA ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................1
B. Perumusan Masalah ...................................................................................7
C. Tujuan ........................................................................................................8
D. Manfaat ......................................................................................................8
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................9
F. Ruang Lingkup .........................................................................................24
G. Metode Penelitian ....................................................................................26
H. Sistematika Penulisan Skripsi ..................................................................35
BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KAMPOENG BATIK
LAWEYAN SURAKARTA ..................................................................................37
A. Kondisi Geografis Kampoeng Batik Laweyan ........................................37
B. Kondisi Demografis Kampoeng Batik Laweyan .....................................41
C. Sejarah Singkat Kampoeng Batik Laweyan ............................................51
D. Kondisi Perekonomian Masyarakat Laweyan .........................................57
E. Kondisi Sosial Masyarakat Laweyan .......................................................60
F. Kondisi Budaya Masyarakat Laweyan .....................................................64
G. Kondisi Politik Pemerintahan Masyarakat Laweyan ...............................67
BAB III DINAMIKA KEHIDUPAN SOSIAL, EKONOMI, DAN BUDAYA
MASYARAKAT KAMPOENG BATIK LAWEYAN PADA MASA KRISIS
EKONOMI HINGGA MENJADI KAWASAN WISATA....................................70
A. Dinamika Kehidupan Masyarakat Laweyan ............................................70
B. Kondisi Laweyan Pada Periode Krisis Ekonomi Tahun 1997 .................71
C. Kehidupan Masyarakat Laweyan Pascakrisis ..........................................82
D. Dinamika Kebudayaan Pada Masyarakat Laweyan Pascakrisis ..............89
E. Hubungan Antarkelompok Sosial Masyarakat Laweyan .......................108
xi
BAB IV LAWEYAN SEBAGAI KAWASAN WISATA SENTRA
INDUSTRI BATIK ..............................................................................................111
A. Berdirinya Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan .............111
B. Mekanisme Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan ........................116
C. Objek Wisata Kampoeng Batik Laweyan ..............................................119
D. Pengaruh Kampoeng Batik Laweyan Pada Kehidupan Masyarakat .....124
E. Peran Pemerintah Terhadap Perkembangan Kampoeng Batik
Laweyan .................................................................................................129
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................133
A. Simpulan ................................................................................................133
B. Saran.......................................................................................................136
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................137
LAMPIRAN .........................................................................................................141
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Penduduk Laweyan Berdasar Profesi ..........................................43
Tabel 2. Jumlah Penduduk Laweyan Berdasar Agama ..........................................46
Tabel 3. Jumlah Penduduk Laweyan Berdasar Tingkat Pendidikan ......................47
Tabel 4. Jumlah Penduduk Laweyan Berdasar Tahapan Kesejahteraan ................49
Tabel 5. Jumlah Keluarga Laweyan Berdasar Tahapan Kesejahteraan
Tahun 1997 ..............................................................................................79
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Mekanisme Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan ........118
Gambar 2. Foto Sarjono Siswoharjono. ...............................................................166
Gambar 3. Foto bersama H. Achmad Sulaiman ...................................................166
Gambar 4. Foto bersama Harun Muryadi ............................................................166
Gambar 5. Foto bersama Yuyuk Yuniman ..........................................................166
Gambar 6. Foto bersama Eko Margiyanto ...........................................................167
Gambar 7. Foto bersama Arif Budiman Effendi ..................................................167
Gambar 8. Foto bersama M. Aziz Fathony ..........................................................167
Gambar 9. Papan Kota Surakarta .........................................................................176
Gambar 10. Peta Kampoeng Batik Laweyan Surakarta .......................................176
Gambar 11. Gapura masuk kawasan Laweyan ....................................................177
Gambar 12. Jalan di antara dua benteng di Laweyan...........................................177
Gambar 13. Jalan di Laweyan tahun 2004 ...........................................................177
Gambar 14. Kantor Kelurahan Laweyan tahun 2015...........................................177
Gambar 15. Kantor Kelurahan Laweyan tahun 2001...........................................177
Gambar 16. Langgar Merdeka tahun 2006 ..........................................................177
Gambar 17. Masjid Laweyan tahun 2004 ............................................................178
Gambar 18. Masjid Al Ma’moer Laweyan ..........................................................178
Gambar 19. Bungker Laweyan ............................................................................178
Gambar 20. Pengajian warga Laweyan tahun 2008 .............................................178
Gambar 21. Kesenian Keroncong di Laweyan ....................................................178
Gambar 22. Pembatik di Laweyan .......................................................................178
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Statistik Kampoeng Batik Laweyan Surakarta Tahun 19972004 ................................................................................................142
Lampiran 2. Data Pertumbuhan Unit Industri Batik Laweyan ............................144
Lampiran 3. Indikator Keluarga Sejahtera ...........................................................146
Lampiran 4. Struktur Kepengurusan Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan (FPKBL) ..........................................................................147
Lampiran 5. Rata-rata Harga 9 Bahan Pokok di Surakarta Tahun 1997 ..............148
Lampiran 6. SK Penetapan Laweyan Sebagai Kawasan Wisata..........................149
Lampiran 7. SK Penetapan Laweyan Sebagai Kawasan Cagar Budaya ..............150
Lampiran 8. Pedoman Wawancara ......................................................................159
Lampiran 9. Data Narasumber .............................................................................164
Lampiran 10. Foto-foto Narasumber ...................................................................166
Lampiran 11. Arsip Koran ...................................................................................168
Lampiran 12. Foto Kondisi Lingkungan Laweyan ..............................................176
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Laweyan merupakan suatu kawasan sentra industri batik yang unik,
spesifik dan bersejarah. Laweyan juga merupakan sebuah kampung para
saudagar sekaligus pusat perdagangan industri batik yang mulai tumbuh pada
awal abad XV. Jiwa entrepreneurship yang dimiliki masyarakat Laweyan telah
mengantar mereka pada masa kejayaan ekonomi batik dalam abad tersebut
(Baidi, 2006: 241). Kesuksesan dalam bidang ekonomi ternyata memberikan
dampak terhadap predikat yang disandang. Oleh karena itu Kampung Laweyan
identik dengan kampung para saudagar batik. Akibatnya, corak kehidupan serta
orientasi nilai masyarakat Laweyan berbeda dengan masyarakat Surakarta pada
umumnya (Baidi, 2006: 242).
Dalam babad Surakarta disebutkan secara global, Laweyan berasal dari
kata lawe, yang berarti benang yang dipintal. Konon sejak masa sebelum
Dinasti Mataram Islam, kawasan ini memang sudah dikenal sebagai daerah
para saudagar batik. Lantas muncul Panembahan Senapati cucu dari Ki Ageng
Pemanahan yang masa mudanya mempunyai julukan Ngabehi Loring Pasar,
yang banyak menandai artefak-artefak atau situs kawasan sejarah yang
ditinggalkannya (Wawasan, Minggu 8 Agustus 2004).
Pada awal abad ke-20 terjadi gerakan-gerakan sosial di Surakarta yang
telah memberi harapan bagi masyarakat bawah. Salah satunya terjadi di
1
2
Laweyan. Laweyan, menurut Kuntowijoyo (2004: 74) adalah kemantren
(onder distrik) dalam distrik kota Surakarta yang terletak di bagian paling
barat. Kampung ini diberitakan sudah ada sejak zaman Pajang. Laweyan
tercatat dalam tradisi lisan sebagai tempat pelaksanaan hukuman bagi mereka
yang bersalah terhadap kerajaan, dan tubuh mereka yang terhukum akan
dilemparkan ke dalam sungai yang ada di Laweyan.
Pada zaman Pajang dan Kartasura rupanya Laweyan adalah batas timur
kota raja, sedangkan pada zaman Surakarta adalah batas barat kota raja. Letak
yang di pinggir ini ternyata mempunyai arti penting bagi pertumbuhan
masyarakat dan budayanya. Rupanya Laweyan adalah masyarakat marginal
dalam sistem sosial kerajaan-kerajaan Jawa, karena penduduknya adalah
saudagar. Tidak seperti wong cilik pada umumnya, sebagai pedagang mereka
tidak terikat dengan hubungan patrimonium berdasar pemilikan dan
penguasaan tanah. Mereka terlepas dari sistem agro-managerial state, suatu
keadaan yang memungkinkan mereka mengembangkan subkultur mereka
sendiri. Pada awal abad ke-20 mereka sudah mempunyai industri perbatikan
untuk konsumsi masyarakat, kegiatan yang semakin penting pada akhir abad
ke-19 pada waktu mereka menjadi kepanjangan tangan dari perkembangan
industri tekstil di Eropa. Kampung Laweyan juga membentuk komunitas
sendiri, dengan saudagar sebagai pusat hierarki.
Dilihat dari segi sejarah, menurut Mlayadipuro (dalam Pratomo, 2006:
93), Laweyan dengan Pasar Laweyan dan Bandar Kabanaran-nya merupakan
3
pusat perdagangan dan penjualan bahan sandang (lawe) Keraton Pajang yang
ramai dan strategis.
Dilihat dari segi sosial budaya masyarakatnya, Laweyan memiliki ciri
yang khas. Menurut Priyatmono (2004: 44), di Laweyan terdapat beberapa
kelompok sosial dalam kehidupan masyarakatnya. Kelompok tersebut terdiri
dari juragan (pedagang), wong cilik (orang kebanyakan), wong mutihan (Islam
atau alim ulama) dan priyayi (bangsawan atau pejabat). Selain itu, dikenal pula
golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak wanita sebagai pemegang
peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik yang biasa disebut
dengan istilah mbok mase.
Kampung Laweyan tumbuh di tengah-tengah masyarakat birokrat
keraton dan rakyat biasa. Secara sosiologis dapat dikatakan bahwa masyarakat
Laweyan sebagai enclave society. Keberadaan masyarakat tersebut sangat
berbeda dengan komunitas yang lebih besar di sekitarnya, sehingga keberadaan
dan interaksi sosial demikian tertutup (Geertz, 1973; dalam Baidi, 2006: 242).
Karena untuk mempertahankan komunitasnya, lebih banyak bergantung pada
masyarakat Laweyan itu sendiri.
Sesuai dengan perjalanan waktu, maka para pengusaha batik Laweyan
ikut berproses dari pertumbuhannya pada awal abad XV sampai masa
kemerdekaan Indonesia, bahkan sampai sekarang. Sebagai kampung yang
memiliki karakteristik berbeda dengan kampung lain di sekitarnya, tentu saja
memiliki proses perkembangan yang berbeda dengan kampung lain di
sekitarnya (Nakamura, 1983; dalam Baidi, 2006: 242).
4
Profesi kerja para pengusaha batik Laweyan jelas menunjukkan bidang
pekerjaan yang berbeda dengan lapangan pekerjaan masyarakat Surakarta pada
umumnya. Bentuk mata pencaharian yang mereka miliki berada di luar
kebiasaan masyarakat feodal, yang pada umumnya bekerja dalam lapangan
pertanian atau pegawai birokrat keraton.
Dalam sebuah usaha perbatikan, menurut Kuntowijoyo (2004: 75-76) ada
tertib ekonomi-sosial mulai dari pemilik sampai kuli. Gejala yang paling
menonjol adalah bagaimana mereka mengembangkan sendiri hierarki sosial
itu, lengkap dengan gelar-gelarnya. Keluarga pemilik perusahaan menjadi
puncak dari sistem status, dimulai dari kedudukan nenek sebagai mbok mase
sepuh, kakek sebagai mas nganten sepuh, ibu sebagai mbok mase, ayah sebagai
mas nganten, anak perempuan sebagai mas rara, dan anak laki-laki sebagai
mas bagus. Saudagar Laweyan adalah elite dari komunitas tidak mendapat
tempat dalam sistem status resmi kerajaan.
Oleh karena itu, Kampung Laweyan terasa sebagai pemukiman yang
asing dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Masalah yang muncul dari kata
―asing‖ tersebut ternyata merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji,
terutama dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Khususnya pada masa awal
Reformasi tahun 1998-2004. Di mana pada kurun waktu tersebut terjadi
berbagai peristiwa di Indonesia, termasuk di Kota Surakarta yang memiliki
pengaruh besar pada keadaan masyarakat Laweyan baik dari sisi sosial,
ekonomi, budaya, dan politik pemerintahan.
5
Masa Reformasi adalah masa setelah runtuhnya pemerintahan masa Orde
Baru yang ditandai dengan mundurnya Soeharto dari jabatan Presiden
Republik Indonesia pada 21 mei 1998. Sebelumnya telah terjadi berbagai
gejolak dan kerusuhan di daerah-daerah Indonesia. Awal dari kerusuhan dapat
dilihat dari adanya kebijaksanaan pembangunan yang walaupun meningkatkan
perekonomian, tetapi juga meningkatkan perkembangan isu SARA (Suku,
Agama, Ras dan Antargolongan) di Indonesia, sedangkan isu provokasi dalam
hal ini hanya berperan sebagai pendorong agar kerusuhan timbul (Purnomo,
2001: 34). Kerusuhan Mei 1998 di DKI Jakarta mempunyai kaitan yang erat
dengan isu SARA dan krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia, termasuk
kerusuhan yang terjadi di Kota Surakarta. Saat itu di Surakarta juga terjadi
kerusuhan yang tidak kalah besar dengan kerusuhan yang terjadi di DKI
Jakarta yang berpengaruh pada kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan politik
pemerintahan masyarakat setempat, termasuk kondisi masyarakat Laweyan.
Amuk massa di Surakarta terjadi selama dua hari, yaitu pada hari Kamis
dan Jumat tanggal 14 dan 15 Mei 1998. Dalam sebuah surat kabar diberitakan
bahwa kerusuhan di Jakarta meluas, aksi pembakaran melanda Surakarta.
Kerusuhan di Surakarta dan sekitar memuncak pada Kamis, 14 Mei 1998 dan
diwarnai dengan berbagai aksi pembakaran pusat perdagangan, pos polisi,
pusat perbelanjaan, kantor-kantor perbankan, dan kendaraan bermotor.
Kawasan perumahan elit seperti Perumahan Solo Baru juga menjadi sasaran
(Kedaulatan Rakyat, 15 Mei 1998 dalam Brata, 2006: 92). Ternyata Kota
Surakarta sebagai salah satu pusat Kebudayaan Jawa—yang dianggap
6
representasi kebudayaan masyarakat Jawa—yang adiluhung, klasik, dan halus
tidak mampu mencegah perilaku masyarakat bertindak brutal dengan
melakukan amuk massa.
Pascakerusuhan
yang
terjadi
pada
tanggal
14-15
Mei
1998,
Perekonomian Kota Surakarta menjadi semakin hancur karena hampir semua
tempat yang biasa menjadi perputaran ekonomi hancur akibat amuk massa.
Saputro (2009: 87) menjelaskan bahwa dengan tidak beroperasinya unit-unit
usaha di Kota Surakarta pascakerusuhan semakin menjadikan kondisi
perekonomian lumpuh total, para supplyer barang-barang kebutuhan seharihari belum berani memasok ke Kota Surakarta. Tidak hanya unit-unit usaha
milik etnis Tionghoa, namun para pedagang di pasar tradisional pun belum
berani keluar rumah untuk berjualan.
Brata (2006: 99) menjelaskan bahwa krisis yang terjadi di Indonesia
tahun 1997-1998 diawali oleh merosotnya nilai rupiah terhadap US dollar, di
mana 1 US dollar pernah setara dengan Rp 14.000. Padahal sebelum krisis itu
terjadi nilai 1 US dollar biasanya setara dengan Rp 2.600 sampai Rp 2.900.
Krisis yang membuat runyam perekonomian Indonesia ini karena fundamental
ekonomi tidak dibangun, karena uang negara dikorupsi oleh penguasa.
Sehubungan dengan penjelasan tersebut, maka Penulis tertarik untuk
meneliti kondisi dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa reformasi tahun 1998-2004.
Pertumbuhan masyarakat Laweyan kiranya dapat dikategorikan sebagai
kelompok menengah Jawa yang sedang menemukan bentuk dirinya sebagai
7
reformis, terutama dalam bidang etos kerja dan bentuk pekerjaan. Tentu terjadi
dinamika yang menarik di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada saat
terjadi krisis tahun 1997-1998, kemudian pada tahun-tahun berikutnya pun
dinamika yang terjadi di wilayah tersebut usai krisis untuk kembali bangkit pun
menarik untuk diteliti. Oleh sebab itu, maka Penulis mengambil judul
―Laweyan dalam Periode Krisis Ekonomi Hingga Menjadi Kawasan Wisata
Sentra Industri Batik Tahun 1998-2004 (Kajian Historis Dinamika Kehidupan
Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
Pada Masa Reformasi 1998-2004)‖.
B. Perumusan Masalah
Berdasar latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi secara umum kehidupan masyarakat Kampoeng
Batik Laweyan Surakarta?
2. Bagaimana dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada periode krisis
ekonomi hingga menjadi kawasan wisata?
3. Bagaimana latar belakang penetapan Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta sebagai kawasan wisata sentra industri batik yang dikelola
secara terpadu oleh forum masyarakat pada tahun 2004?
8
C. Tujuan
Sebuah penelitian akan efektif apabila sebelum penelitian berlangsung,
penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan tersebut merupakan
penunjuk arah penelitian agar tidak membias pada bidang lain. Sehubungan
dengan ini maka berdasar perumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai oleh
Penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi secara umum kehidupan masyarakat
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta.
2. Untuk mengetahui dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan
budaya masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada
periode krisis ekonomi hingga menjadi kawasan wisata.
3. Untuk mengetahui latar belakang penetapan Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta sebagai kawasan wisata sentra industri batik
yang dikelola secara terpadu oleh forum masyarakat pada tahun
2004.
D. Manfaat
1. Memperkaya khasanah sejarah lokal dalam upaya melengkapi sejarah
nasional.
2. Memberi wawasan dan pengetahuan kepada mahasiswa dan masyarakat
umum tentang sejarah Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa awal
Reformasi.
9
3. Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti–peneliti lain yang meneliti
tentang kondisi kehidupan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
pada masa Reformasi 1998-2004.
4. Memperkenalkan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai salah satu
kawasan wisata sentra industri batik sekaligus kawasan cagar budaya yang
unik dan menarik, sehingga mampu menarik wisatawan, baik lokal maupun
internasional.
5. Sebagai bahan pertimbangan dalam proses penyelesaian masalah akibat
perubahan sosial dalam masyarakat di masa kini atau masa yang akan
datang.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa buku dan hasil
penelitian yang berkaitan dengan tema di atas. Salah satunya adalah penelitian
skripsi yang berjudul ―Sejarah Perkembangan Industri Batik Tradisional di
Laweyan Surakarta Tahun 1965-2000‖ oleh Fajar Kusumawardani (2006).
Penelitian tersebut bertujuan untuk
(1) mengetahui sejarah perkembangan
batik di Laweyan, Surakarta tahun 1965-2000, (2) mengetahui faktor yang
berpengaruh terhadap perkembangan industri batik tradisional di Laweyan,
Surakarta dan (3) mengetahui sejarah perkembangan industri batik tradisional
di Laweyan Surakarta tahun 1965-2000.
10
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa industri batik di Laweyan
mengalami perkembangan yang sangat pesat, akan tetapi lambat laun
mengalami kemunduran. Kemunduran industri batik tradisional di Laweyan,
Surakarta disebabkan oleh banyak faktor. Pemerintah turut berperan dari
kebijakan dan iklim yang diciptakannya, di samping adanya faktor penyebab
yang lain, seperti: munculnya batik printing dan industri tekstil besar,
menurunnya peran koperasi, bahan baku maupun tenaga kerja.
Daerah Laweyan, Surakarta, merupakan salah satu pusat perbatikan, di
daerah tersebut industri batik tradisional tumbuh menjadi industri kerajinan
rakyat yang semakin pesat. Mayoritas masyarakat Laweyan bekerja dibidang
perbatikan. Pada awalnya pekerjaan membatik masih dilakukan dengan cara
tradisional, tetapi lambat laun mengalami perubahan menjadi semakin maju.
Dalam kurun waktu tahun 1950-1960-an industri batik tradisional mengalami
perkembangan yang pesat, akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya semakin
menunjukkan gejala kemunduran.
Penelitian ini relevan dengan skripsi yang Penulis ajukan, penulis akan
membahas gejala-gejala kemunduran yang telah disebutkan oleh peneliti
sebelumnya pada industri batik yang merupakan mata pencaharian utama di
Laweyan melalui penelitian pada kondisi Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
pada masa reformasi 1998-2004. Kemunduran yang mungkin terjadi tersebut
merupakan dinamika kehidupan masyarakat yang berpengaruh pada berbagai
bidang.
11
Kemudian pada Penelitian Baidi (2006) yang berjudul ―Pertumbuhan
Pengusaha Batik Laweyan Surakarta: Suatu Studi Sejarah Sosial Ekonomi‖
menunjukkan hasil sebagai berikut: Pertama,sesungguhnya apa yang terjadi
didalam pertumbuhan ekonomi pengusaha batik di Laweyan pada awal abad
20, adalah keunikan dalam sejarah daerah itu. Agama Islam tidak dapat
berkembang secara baik di sana ketika pertumbuhan ekonomi Laweyan
mengalami pasang naik. Bahkan para pedagang Cina di Solo sebelum bangkit
Serikat Islam memandang perlu menjalin hubungan dengan saudagar-saudagar
Laweyan. Kedua, dengan mempertimbangkan begitu besar peranan pengusaha
Laweyan dalam menumbuhkan sektor ekonomi kota maka kehadiran mereka
dalam masyarakat Solo, tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, trikhotomi
Geertz, dalam melihat masyarakat Jawa atas pembagian abangan, santri dan
priyayi dirasakan tidak cocok, terutama dalam masyarakat Solo. Sekiranya bila
masih bisa disesuaikan dengan masyarakat di kota itu adalah, trikhotomi sosial
berdasarkan struktur kelas: priyayi, pedagang/pengusaha dan wong cilik.
Sementara abangan dan santri, adalah dikhotomi yang seharusnya terpisah dari
pembagian di atas,karena klasifikasinya berdasarkan agama. Ketiga, dengan
mempertimbangkan perubahan arus modernisasi yang begitu cepat menguasai
kota Solo, lewat berbagai media, tak pelak lagi Laweyan masih akan
menghadapi masalah tentang identitasnya.
Ketiga hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa daerah Laweyan
merupakan daerah yang memiliki masyarakat yang beragam. Dalam
keberagaman tersebut terdapat pro kontra atas pembagian kelompok
12
masyarakat
di
dalamnya.
Kemudian
kelompok
tersebut
mengikuti
perkembangan zaman dan mengalami perubahan. Dalam perubahan tersebut,
masyarakat Laweyan masih tetap menghadapi masalah tentang identitasnya.
Hasil penelitian ini relevan dengan skripsi yang Penulis ajukan untuk
membahas dinamika kehidupan masyarakat Laweyan pada masa reformasi
1998-2004. Tentu saja dinamika yang terjadi pada masa tersebut tidak akan
lepas dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu.
Berdasarkan buku yang berjudul ―Budaya dan Masyarakat‖ yang ditulis
oleh Kuntowijoyo (2006). Buku tersebut secara umum menjelaskan soal
perubahan
kehidupan
masyarakat
beserta
kebudayaannya
seiring
perkembangan zaman. Buku ini merupakan pengembaraan intelektual
Kuntowijoyo selama enam tahun dalam kapasitasnya sebagai sejarawan dan
budayawan yang sangat intens dalam mengamati masyarakat.
Menurut Kuntowijoyo, Budaya adalah sebuah sistem yang mempunyai
koherensi. Bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku, mite, sastra,
lukisan, nyanyian, musik, kepercayaan mempunyai kaitan erat dengan konsepkonsep epistemologis dari sistem pengetahuan masyarakatnya. Sistem simbol
dan epistemologi juga tidak terpisahkan dari sistem sosial, organisasi
kenegaraan, dan seluruh perilaku sosial. Demikian juga budaya material yang
berupa bangunan, peralatan, dan persenjataan tidak dapat dilepaskan dari
seluruh konfigurasi budaya. Kemudian, sejarah dan ekologi sebuah
masyarakat, yang keduanya mempunyai peranan besar dalam pembentukan
budaya, perlu ditambahkan ke dalam hubungan tersebut. Oleh karena itu sistem
13
budaya sebenarnya penuh dengan kompleksitas yang tidak mudah dipahami
secara sekilas. Analisa budaya seharusnya mencoba untuk melakukan
pendekatan berbagai disiplin ilmu supaya dapat menjelaskan gejala-gejala
budaya.
Buku ini sebenarnya mengantarkan pembaca ke dalam persoalanpersoalan budaya dan hubungannya dengan masyarakat. Dalam buku ini
banyak ditekankan beberapa hal tentang pembentukan budaya, perubahan, dan
perbenturan
budaya.
Kuntowijoyo
(2006:
12)
menyebutkan
bahwa
Industrialisasi awal rupanya menggoncangkan masyarakat dan kebudayaan.
Hal tersebut seperti yang terjadi di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta, dalam
perkembangannya, daerah ini mengalami berbagai dinamika kehidupan
masyarakat beserta perubahan kebudayaannya.
Perubahan kebudayaan terjadi dalam berbagai unsur. Munculnya massa
dalam masyarakat yang sedang mengalami industrialisasi juga memengaruhi
kesadaran bersama dalam kehidupan beragama. Dari kehidupan beragama yang
berlingkar di sekeliling kyai, guru mengaji, surau, dan pesantren pada abad ke19, kita menemukan kembali organisasi sosial iman dan dalam satuan-satuan
yang lebih besar. Satuan-satuan massal religiositas nampak dalam gerakangerakan agama, sejak Syarekat Islam, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, dan
sebagainya. Lalu, pemassaan agama (akibat perkembangan masyarakat yang
mengakibatkan perubahan kebudayaan) tersebut berakibat pada kehidupan
politik,
sebagaimana
nampak
dalam
munculnya
berdasarkan agama, seperti Masyumi dan sebagainya.
partai-partai
politik
14
Hal ini menunjukkan bahwa dalam perkembangan suatu masyarakat yang
mengakibatkan perubahan kebudayaan dapat mengakibatkan perubahan pada
sendi-sendi lain kehidupan masyarakat.
Buku Budaya dan Masyarakat ini juga mengkaji perubahan kebudayaan
dalam suatu analisa sosial. Di dalamnya membahas mengenai perubahan
sosiokultiral. Seperti dikatakan Kuntowijoyo (2006: 33) bahwa dengan
meluasnya birokrasi kolonial, tumbuhlah satu golongan baru dalam
masyarakat, yaitu golongan priyayi. Golongan ini sudah lepas dari ikatan
keraton, karena subordinasi mereka tidak lagi kepada raja tetapi kepada
pemerintah kolonial. Ini seperti yang terjadi di Laweyan, di sana juga terdapat
beberapa kelompok sosial masyarakat, termasuk priyayi yang merupakan
golongan pejabat publik pemerintahan.
Kuntowijoyo (2006: 34) menjelaskan perubahan sosial selanjutnya terjadi
dengan munculnya kelas menengah di kota-kota, yang terdiri dari golongan
intelektual, pedagang, dan pengusaha. Pada mulanya golongan kelas menengah
ini tidak memusatkan perhatian pada masalah kebudayaan, tetapi pada
masalah-masalah politik dan ekonomis, sehingga hampir tidak mungkin
menjadi patron dari suatu kebudayaan baru. Apalagi kelas menengah yang
tumbuh pada awal abad ke-20 mempunyai tradisi santri yang kuat, dari alam
budaya desa dan santri, tidak tertarik pada gerakan kebudayaan. Sikap mereka
yang puritan adalah tanda protes mereka terhadap keangkuhan yang tinggi dan
dekadensi budaya desa pada zamannya.
15
Pada salah satu bagian buku ini dijelaskan mengenai Perbenturan Nilai
dalam
Proses
Perubahan
Sosial.
Menurut
Emile
Durkheim
(dalam
Kuntowijoyo, 2006: 109) lembaga-lembaga sosial sebagai hasil perkembangan
wajar dari masyarakat dan karena itu harus diberi tempat yang kukuh,
mengajukan konsep tentang anomie. Durkheim menambahkan anomie tersebut
akan terjadi bila pembagian kerja tidak menghasilkan solidaritas, yaitu jika
hubungan antara organ-organ tidak menuntut aturan.
Dalam proses perubahan sosial tentu terjadi pebenturan nilai-nilai dalam
masyarakat. Hal ini terjadi karena nilai-nilai pun turut mengalami perubahan
seiring perubahan sosial yang terjadi. Dalam Kasus Yogyakarta, sebagai salah
satu kota di Jawa, Kuntowijoyo menjelaskan ada beberapa gejala-gejala
terasingan akibat pergeseran nilai dalam proses perubahan sosial, seperti pada
hal teknologi, pasar tradisional dan pasar modern, jimat, protes pemuda, dan
lain-lain. Pergeseran nilai tersebut dapat berdampak positif atau pun negatif
dalam perkembangan kehidupan masyarakat.
Secara singkat, buku ini membahas pengalaman masyarakat dalam masa
transisi menuju masayarakat industri—dengan mengganti barbagai atribut dari
masyarakat tradisional agraris menuju suatu masyarakat yang bertatanan baru
sama sekali. Di sini dipaparkan berbagai faktor pendukung dan kendala, dan
dalam
batas-batas
tertentu
dibicarakan
pula
perbandingan
sejarah
perkembangan masyarakat yang kini tergolong maju.
Buku ―Budaya dan Mayarakat‖ sangat relevan dengan tema penelitian
skripsi ini. Buku ini banyak membahas mengenai perubahan kebudayaan dalam
16
kehidupan
masyarakat.
Perubahan
kebudayaan
selalu
mengakibatkan
perubahan pada bidang-bidang kehidupan lain dalam masyarakat. Penelitian ini
pun akan membahas mengenai perubahan kebudayaan berikut perubahanperubahan lain yang mengikuti pada masyarakat Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta pada masa reformasi 1998-2004. Adanya dinamika kehidupan
masyarakat pada kurun waktu tersebut tentu saja mengakibatkan suatu
perubahan, dan buku Budaya dan Masyarakat ini dapat menunjang beberapa
informasi dan teori-teori penting terkait dinamika tersebut.
Buku selanjutnya adalah buku yang berjudul ―Sosiologi Perubahan
Sosial‖ karya Piotr Sztompka (2008). Buku ini banyak membahas mengenai
perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat dengan tujuan menyediakan
peralatan intelektual dasar untuk menganalisis, menafsirkan, dan memahami
perubahan sosial tersebut, terutama pada skala historis atau teori sosiologi
makro. Peralatan intelektual ini sebenarnya dapat dicari di tiga bidang, yaitu
(1) di dalam pemikiran berdasarkan akal sehat (common sense), (2) di dalam
filsafat sosial dan politik, (3) di dalam ilmu sosial.
Penelitian skripsi ini adalah untuk mengkaji secara historis dinamika
kehidupan dalam suatu masyarakat, yaitu masyarakat Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dinamika
diartikan sebagai ―gerak‖, sedangkan dinamika sosial adalah gerak masyarakat
secara terus-menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup
masyarakat yang bersangkutan. Perubahan akibat pergerakan tersebut
merupakan suatu perubahan sosial. Dalam penelitian ini, kajian historis
17
dinamika adalah suatu kajian terhadap perubahan sosial pada suatu masyarakat
dalam kurun waktu tertentu di masa lalu.
Ada beberapa definisi perubahan sosial, salah satunya adalah definisi
menurut Macionis (1987), yang mengatakan bahwa ―perubahan sosial adalah
transformasi dalam organisasi masyarakat, dalam pola berpikir dan dalam
perilaku pada waktu tertentu.‖ Sedangkan menurut Farley (1990), ―perubahan
sosial adalah perubahan pola perilaku, hubungan sosial, lembaga dan struktur
sosial pada waktu tertentu.‖
Pendapat lain diungkapkan oleh Persell (1987), yang menjelaskan bahwa
―perubahan
sosial
adalah
modifikasi
atau
transformasi
dalam
pengorganisasian masyarakat.‖ Lalu Ritzer (1987) mengatakan bahwa
―perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan antarindividu, kelompok,
organisasi, kultur dan masyarakat pada waktu tertentu.‖
Bagi Toynbee (1963), mempelajari kehidupan manusia di saat tertentu
jelas lebih bermanfaat, kerana lebih realistis, ketimbang mempelajarinya
dengan membayangkan berada dalam keadaan diam. Membayangkan bahwa
objek tertentu selalu mengalami perubahan akan mengubah pemikiran
selanjutnya. Masyarakat tak lagi dipandang sebagai sebuah sistem yang kaku
atau ―keras‖ melainkan dipandang sebagai antarhubungan yang ―lunak‖.
Isu perubahan sosial telah menjadi sasaran kajian sosiologi sejak awal
kelahirannya. Sosiologi lahir pada abad 19 sebagai upaya memahami
transformasi fundamental dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern,
yakni munculnya tatanan masyarakat urban, industrial dan kapitalis. Bagian
18
terbesar buku ini menyajikan dan menjelaskan teori sosiologi tentang
perubahan. Argumentasinya sebagian besar tetap berada pada tingkat konsepsi
dan wawasan. Fakta historis kongkret hanya dimasukkan sejauh menyediakan
ilustrasi bagi konsep, model dan teori perubahan sosial tertentu. Karena itu
pembaca akan mampu mempelajari secara tak langsung mengenai masyarakat
kontemporer atau masyarakat masa lalu, hanya dengan menemukan fakta dan
datanya.
Bagian awal buku ini banyak membahas mengenai konsep-konsep
fundamental dalam perubahan sosial. Kemudian dalam salah satu bagian pada
buku ini dibahas pula mengenai asal tradisi sejarah. Bagian ini membahas
kaitan ke belakang, yakni kaitan antara keadaan masyarakat kini dan sejarah
sebelumnya. Tradisi sejarah terbentuk sebab masyarakat selalu berproses.
Menurut Edward Shils (dalam Sztompka, 2008: 65) masyarakat adalah
fenomena antarwaktu. Masyarakat terjelma bukan karena keberadaannya di
satu saat dalam perjalanan waktu. tetapi ia hanya ada melalui waktu. Ia adalah
jelmaan waktu.
Berbicara mengenai tradisi, buku ini menjelaskan bahwa hubungan
antara masa lalu dan masa kini haruslah lebih dekat. Tradisi mencakup
kelangsungan masa lalu di masa kini ketimbang sekadar menunjukkan fakta
bahwa masa kini berasal dari masa lalu. Kelangsungan masa lalu di masa kini
mempunyai dua bentuk: material dan gagasan, atau objektif dan subjektif.
Menurut arti yang lebih lengkap, tradisi adalah keseluruhan benda
material dan gagasan yang berasal dari masa masa lalu namun benar-benar
19
masih ada kini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang, atau dilupakan
(Sztompka, 2008: 69-70). Tradisi muncul melalui dua cara. Cara pertama,
muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan tak
diharapkan serta melibatkan rakyat banyak. Cara kedua, muncul dari atas
melalui mekanisme paksaan.
Sejarah merupakan produk manusia. Sejak awal sejarah, menurut
Sztompka (2008: 223) manusia telah berupaya memikirkan penyebab utama
kejadian, motor penggerak fenomena dan proses, dan kekuatan yang
bertanggungjawab atas nasib mereka sendiri. Pemikiran inilah yang dimaksud
di sini sebagai faktor yang melandasi dan mendorong dinamika sosial dan yang
menyebabkan transformasi masyarakat.
Buku ―Sosiologi Perubahan Sosial‖ ini sangat relevan dengan penelitian
skripsi yang Penulis ajukan. Buku ini dapat memberikan informasi mengenai
teori-teori dan konsep terkait perubahan sosial. Penelitian skripsi Penulis pun
secara umum akan membahas mengenai perubahan sosial dalam suatu
masyarakat, yakni masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa
reformasi tahun 1998-2004. Buku ini dapat Penulis jadikan sebagai acuan
untuk membarikan pembatasan-pembatasan dalam penulisan hasil penelitian
terkait perubahan sosial.
Kemudian, pada buku yang berjudul ―Perubahan Sosial di Yogyakarta‖
karya Selo Soemardjan (1986) diuraikan mengenai perubahan-perubahan sosial
di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Setiap daerah yang berkembang tentu
mengalami perubahan sosial dalam berbagai sendi kehidupan masyarakatnya.
20
Dalam buku ini dijelaskan perubahan-perubahan sosial di DIY sejak akhir
zaman kolonial Belanda, zaman pendudukan Jepang, revolusi nasional untuk
kemerdekaan, dan zaman nation and character building sampai tahun 1958 di
mana penulis buku ini tengah melakukan penelitian kualitatif di DIY.
Dalam kurun waktu yang tak sedikit tersebut, kurang lebih 20 tahun,
perubahan-perubahan sosial yang terjadi amat banyak dan meliputi hampir
semua bidang kehidupan masyarakat. Perubahan-perubahan tersebut diawali
pada tingkat pemerintahan nasional, akan tetapi dengan cepat menimbulkan
perubahan-perubahan pada pemerintahan dan masyarakat di DIY dan daerahdaerah lain.
Menurut Soemardjan (1986) dalam kehidupan bermasyarakat lebih
banyak terjadi perubahan yang bersifat unintended change atau perubahan
yang tidak disengaja. Kemudian, karena tidak disengaja tersebut maka acapkali
perubahan-perubahan itu juga tidak dapat diduga lebih dahulu, sehingga
banyak perubahan sosial yang membingungkan masyarakat, bahkan ditentang
oleh banyak orang. Setiap perubahan sosial pada pokoknya mengikuti proses
integrasi disusul dengan disintegrasi dan kemudian reintegrasi.
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam kurun waktu yang
digambarkan dalam buku ini bersumber pada pergantian pemerintah, yaitu
mula-mula pemerintahan Belanda, kemudian Jepang, dan akhirnya Indonesia.
Dalam salah satu bagian pada buku ini dibahas mengenai perubahan sosial dan
pembangunan ekonomi yang menjelaskan tentang kehidupan pertanian rakyat
beserta perubahan-perubahannya seiring perkembangan zaman, hingga muncul
21
perusahaan-perusahaan asing beserta masalah sosial suatu perubahan ekonomi.
Kemudian, adanya pendidikan dalam masyarakat pun juga menimbulkan
perubahan sosial.
Relevansi buku ―Perubahan Sosial di Yogyakarta‖ ini terhadap penulisan
skripsi ini adalah sama-sama akan dibahas perubahan sosial yang terjadi akibat
pergantian pemerintah. Dalam penelitian skripsi ini akan mulai dibahas
perubahan sosial dalam dinamika kehidupan masyarakat mulai masa perubahan
pemerintahan pemerintahan dari orde baru ke masa reformasi.
Buku selanjutnya yang Penulis gunakan adalah buku yang masih
berkaitan dengan perubahan di DIY. Meski demikian, DIY dan Surakarta
adalah daerah yang acapkali disebut sebagai saudara kembar. Sehingga tidak
jauh berbeda dalam corak perubahan kehidupan masyarakatnya. Buku tersebut
berjudul ―Perubahan Pola Kehidupan Masyarakat Akibat Pertumbuhan Industri
di Daerah Istimewa Yogyakarta‖. Buku ini merupakan hasil penelitian Heddy
Shri Ahimsa Putra, dkk (1990), yang bertujuan untuk mengumpulkan berbagai
data serta informasi dengan berbagai analisa perubahan yang terjadi untuk
dapat disumbangkan bagi usaha pembinaan dan pengembangan masyarakat
industri sehingga proses perubahan dari masyarakat pertanian ke masyarakat
industri akan dapat berjalan dengan lancar dan baik, mengingat seiring
perkembangan zaman, masyarakat yang selama ini bergantung pada tanah
sebagai modal utama pertanian mulai dihadapkan pada munculnya industriindustri yang mulai tumbuh dalam kehidupan para petani ini. Hal ini
menimbulkan perubahan-perubahan dari yang relatif homogen menuju yang
22
relatif kompleks, baik dalam pola tingkah laku, pranata maupun sistem budaya
mereka.
Sistematika buku ini memiliki relevansi untuk dijadikan sebagai acuan
dalam penulisan skripsi ini. Pada Bab II buku ini diuraikan mengenai gambaran
umum daerah penelitian, yang menguraikan secara rinci terkait daerah
penelitian tersebut. Sedangkan isi buku ini pun banyak membahas tentang
perubahan sosial akibat pertumbuhan industri, hal ini juga relevan dengan
penulisan skrispsi, sebab dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai
pertumbuhan industri-industri batik di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
beserta pengaruhnya terhadap perubahan masyarakatnya.
Buku berikutnya berjudul Perubahan Sosial dan Pendidikan, karya
H.A.R. Tilaar (2002). Buku ini banyak membahas soal perubahan sosial dalam
masyarakat yang diakibatkan oleh pendidikan. Tilaar (2002) menyadari bahwa
krisis masyarakat Indonesia yang dimulai dengan krisis finansial dan ekonomi
tahun 1997 telah melahirkan krisis total kehidupan masyarakat Indonesia.
Krisis total tersebut merupakan suatu krisis kemanusiaan yang juga berarti
krisis pendidikan. Pendidikan memang merupakan bagian dari perubahan
sosial.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa pengalaman bangsa dan
masyarakat Indonesia di dalam masa pascakrisis tahun 1997 menunjukkan,
betapa upaya pendidikan seolah-olah tidak membuahkan hasil sebagaimana
yang diharapkan. Pendidikan seakan-akan menjadi tidak berdaya. Masyarakat
dilanda ―budaya‖ kekerasan, seakan-akan kekerasan telah menjadi milik
23
masyarakat Indonesia. Ketika masyarakat Indonesia tenggelam di dalam krisis
total, dunia sekitar terus-menerus berubah.
Buku ini sebenarnya merupakan suatu pengantar, untuk mengembangkan
suatu pedagogik dalam perspektif baru. Pembahasan ini pun tidak terlepas dari
kehidupan masyarakat yang telah mengalami banyak perubahan. Terutama
perubahan akibat krisis yang telah melanda Indonesia. Sehingga buku ini
sangat relevan dengan penulisan skripsi yang penulis ajukan. Dalam penulisan
skripsi tersebut Penulis juga membahas suatu dinamika kehidupan masyarakat
pada masa pascakrisis, dan tentu saja pendidikan juga menjadi salah satu aspek
yang dapat diangkat sebagai salah satu faktor pendukung penyebab perubahan
masyarakat.
Buku lain yang digunakan dalam tinjauan pustaka ini adalah ―Agama
Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa‖ yang ditulis Clifford
Geertz (2013). Menurut pendapat Geertz (2013: 329) priyayi adalah golongan
ningrat dari para kaum abangan yang merupakan petani Jawa. Kaum priyayi
umumnya selalu berada di kota-kota; bahkan salah satu ciri Jawa modern yang
secara sosiologis paling menarik adalah besarnya jumlah priyayi di kota.
Geertz melanjutkan bahwa priyayi pada awalnya merujuk kepada orang yang
bisa menelusur balik asal usulnya sampai kepada raja-raja besar Jawa pada
zaman sebelum penjajahan yang setengah mitos. Namun, karena Belanda yang
memerintah Jawa selama beberapa tahun itu, mempekerjakan kaum ini sebagai
instrumen administratif dari kebijakan mereka, pengertian istilah itu meluas
24
mencakup orang kebanyakan yang ditarik ke dalam birokrasi akibat persediaan
aristokrasi yang asli sudah habis.
Orientasi priyayi dan abangan, dari segi isi budaya, untuk sebagian hanya
merupakan
versi
halus
dan
kasar
dari
masing-masing,
keduanya
diorganisasikan di sekitar tipe struktur sosial yang agak berbeda serta
mengungkap jenis-jenis nilai yang sangat berbeda.
Di sini dijelaskan bahwa antara abangan dan priyayi terdapat berbagai
perbedaan tipe struktur sosial. Begitu pula dengan santri. Sehingga relevansi
buku ini dengan penelitian skripsi yang Penulis ajukan terletak pada hubungan
antargolongan yang sama-sama menjadi pembahasan. Dalam buku ini
diuraikan mengenai abangan, santri dan priyayi. Mereka memiliki aturan
masing-masing dalam menjalani kehidupan. Dalam penelitian ini juga akan
dibahas mengenai hubungan beberapa antarkelompok sosial yang berada di
Laweyan. Tentu saja mereka juga memiliki aturan masing-masing dalam
menjalani kehidupan bermasayarakat. Sehingga buku ini dapat digunakan
sebagai acuan penelitian.
F. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan penelitian skripsi ini perlu adanya pembatasan
wilayah penelitian yang disebut scope spatial dan lingkup waktu yang disebut
scope temporal. Scope spatial berkaitan dengan daerah atau tempat yang
dijadikan objek penelitian. Tempat yang dijadikan objek penelitian adalah
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta yang merupakan sebutan dari Desa
25
Laweyan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah.
Kampung ini memiliki identitas sebagai kampung saudagar. Karakteristik
kampung ini tampak berbeda dengan kampung-kampung lainnya yang ada di
Surakarta. Masyarakat Surakarta menyebut komunitas Laweyan sebagai
kampung dagang dengan masyarakat yang masih memiliki semangat dagang
yang cukup baik, dengan profesi mayoritas sebagai pedagang batik. Bentuk
mata pencaharian yang mereka miliki berada di luar kebiasaan masyarakat
feodal, yang pada umumnya bekerja dalam lapangan pertanian atau pegawai
birokrat keraton.
Untuk scope temporal atau lingkup waktu, berkaitan dengan pembatasan
waktu yang dibuat. Kurun waktu dalam penelitian ini adalah tahun 1998-2004.
Tahun 1998 merupakan tahun berakhirnya masa Orde Baru dan berganti
menjadi masa Reformasi yang ditandai dengan adanya krisis ekonomi sejak
tahun 1997 yang menimpa Indonesia hingga lengsernya Soeharto dari posisi
Presiden Republik Indonesia setelah berkuasa selama 32 tahun. Pada tahun
tersebut di Indonesia, termasuk di Kota Surakarta, terjadi kerusuhan yang amat
besar yang menyebabkan kondisi perekonomian di berbagai daerah tidak stabil.
Kondisi itu tentu saja menciptakan suatu dinamika dalam kehidupan
masyarakat pada Kampoeng Batik Laweyan Surakarta yang telah tumbuh
sebagai kampung saudagar batik sejak lama.
Kemudian tahun 2004 adalah tahun di mana Desa Laweyan mulai
mendeklarasikan diri sebagai kawasan wisata sentra industri batik dengan
dibentuknya Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL)
26
sebagai pengelola kampung tersebut, dan kawasan tersebut mulai dikenal
dengan sebutan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta. Sehingga antara tahun
1998-2004 terjadi suatu dinamika yang sangat unik untuk dikaji. Dimulai dari
masa di mana keadaan tengah kacau karena terjadi kerusuhan di mana-mana,
dan dalam kondisi krisis ekonomi, hingga pada masa di mana Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta kembali bangkit dengan mendeklarasikan diri sebagai
kawasan wisata sentra industri batik, dan pada masa tersebut kondisi
perekonomian
masyarakat
Laweyan
berangsur-angsur
kembali
pulih
pascakrisis moneter, tentu dinamika tersebut tak lepas dari peranan perubahan
kehidupan masyarakat di dalamnya.
Adapun judul ―Laweyan dalam Periode Krisis Ekonomi Hingga Menjadi
Kawasan Wisata Sentra Industri Batik Tahun 1998-2004‖ tersebut merupakan
pengembangan dari tematikal tentang ―Dinamika Kehidupan Masyarakat
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada Masa Reformasi 1998-2004‖.
Penulis ingin mengetahui berbagai gerakan kehidupan yang menyebabkan
perubahan dalam masyarakat yang terjadi pada tahun 1998 hingga 2004 di
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta. Perubahan-perubahan sosial, ekonomi,
dan budaya, seperti apa yang di hasilkan oleh masyarakat yang selalu berproses
tersebut.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode historis. Menurut
Gottschalk (1975: 32) metode historis adalah proses menguji dan menganalisa
27
secara historis rekaman peninggalan masa lampau. Metode historis, menurut
Wiyono (1900: 2) juga dapat diartikan sebagai suatu kumpulan yang sistematis
dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang dimaksudkan untuk membantu
dengan secara efektif dalam pengumpulan bahan-bahan sumber dari sejarah,
dalam menilai atau mengkaji sumber-sumber itu secara kritis dan menyajikan
suatu hasil sintesis dari hasil-hasil yang dicapai. Dengan menggunakan metode
sejarah, diusahakan merekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau kemudian
menyampaikan
rekonstruksi
sesuai
dengan
jejak-jejak
masa
lampau.
Rekonstruksi dalam sejarah harus disusun secara sistematis dan objektif
dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi dan mensintesiskan bukti-bukti
untuk
menetapkan
fakta
dan
mencapai
kesimpulan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam pelaksanaan metode historis, terdapat empat tahapan yang
dilakukan oleh Peneliti, yaitu tahap heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan
historiografi. Sebelum masuk ke dalam empat tahapan metode historis, Peneliti
telah terlebih dahulu menentukan topik penelitian.
a. Heuristik
Notosusanto (1971: 18) menjelaskan bahwa heuristik adalah proses
atau usaha untuk mendapatkan dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah
yang ada hubungannya dengan permasalahan yang akan diteliti berupa
jejak-jejak masa lampau, dapat berupa kejadian, benda peninggalan masa
lampau dan bahasa tulisan. Adapun langkah-langkah heuristik yang telah
dilakukan Peneliti adalah sebagai berikut,
28
1) Menentukan tempat penelitian.
Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah di kawasan
sentra industri batik Kampoeng Batik Laweyan Surakarta, Jawa Tengah.
2) Menentukan jenis data yang diperlukan, meliputi:
a. Data dokumen, yaitu data yang berupa catatan tertulis serta foto-foto
atau gambar. Data dokumen yang telah Peneliti temukan adalah datadata monografi penduduk Laweyan, arsip-arsip dalam media massa
cetak terkait Laweyan, buku-buku dan hasil penelitian terdahulu
terkait Laweyan, serta dokumen-dokumen pemerintahan terkait
Laweyan. Data-data tersebut Penulis temukan melalui penelusuran ke
berbagai lokasi, Penulis melakukan penelusuran sumber di lokasi
utama penelitian utama yaitu Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
dengan mengambil data-data di Kantor Kelurahan Laweyan, dan di
beberapa rumah pengusaha batik seperti pada Gerai Batik Mahkota
Laweyan yang sekaligus menjadi Kantor Sekretariat FPKBL, selain
itu Penulis juga menemukan data-data sumber di Perpustakaan,
Gedung Monumen Pers, Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surakarta,
Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surakarta, Badan
Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) Kota Surakarta, dan Kantor
Arsip.
29
b. Data informasi lisan, yaitu data yang berupa informasi dari para
informan yang diperoleh melalui proses wawancara. Dalam penelitian
ini Peneliti telah berhasil mewawancarai beberapa narasumber, seperti
anggota masyarakat Laweyan, pengusaha batik Laweyan, Kepala Desa
Laweyan, dan pengurus FPKBL. Narasumber-narasumber tersebut
telah merepresentasikan topik penelitian ini, sebab mereka adalah
subjek yang berhubungan langsung dengan dinamika kehidupan
masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta.
c. Data artefak, yaitu pengumpulan data yang berupa benda peninggalan
masa lampau. Peneliti telah mengamati beberapa artefak dari masa
lampau yang terdapat di Laweyan, seperti kondisi bangunannya yang
telah berusia tua, bungker, dan makam-makam kuno.
Kemudian, dari langkah-langkah di atas diperoleh sumber sejarah
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Sumber Primer
Menurut Gottschalk (1975: 36) sumber primer yaitu sumber yang
berasal dari saksi hidup yang mengalami atau mengambil bagian dalam
suatu kejadian atau yang hidup sezaman dengan kejadian itu. Sumber
primer merupakan sumber asli, karena kesaksiannya tidak bersumber
dari sumber lain, tetapi dari tangan pertama. Dalam penelitian ini,
sumber primer diperoleh dari hasil wawancara dengan Sarjono
Siswoharjono (87 tahun), Achmad Sulaiman (66 tahun), dan Harun
Muryadi (66 tahun), ketiganya merupakan warga asli Laweyan yang
30
menjadi pelaku sekaligus saksi sejarah. Sumber primer yang diperoleh
tidak diterima mentah (diambil apa adanya) tetapi juga melalui prosedur
kritik sumber yang telah ditentukan sebagai alat analisis dalam ilmu
sejarah.
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah kesaksian dari siapa pun yang bukan
merupakan saksi pandangan mata dari seseorang yang tidak hadir pada
peristiwa yang dikisahkan. Dalam penelitian ini Peneliti memperoleh
sumber dari hasil wawancara dengan Yuyuk Yuniman (54 tahun),
Lurah Laweyan saat ini; Eko Margiyanto (45 tahun), Pengelola
sekretariat FPKBL; Arif Budiman Effendi (36 tahun), Ketua Bidang
Informasi dan Teknologi FPKBL; dan M. Aziz Fathony (28 tahun),
Karyawan Gerai Batik Putra Laweyan. Di samping itu, Peneliti juga
mempergunakan buku, Surat Kabar Kompas dan Wawasan, hasil
penelitian, dan arsip yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.
Dalam usaha untuk mencari dan mengumpulkan data yang dibutuhkan
maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut,
a) Teknik Lisan
Teknik lisan adalah alat pengumpulan data yang berupa informasi
dari para informan atau responden. Sumber lisan dalam penelitian ini
telah diperoleh melalui wawancara, yaitu metode yang digunakan dalam
rangka pengumpulan data dengan mengadakan wawancara secara
langsung dengan masyarakat setempat yang telah dipilih menjadi objek
31
penelitian dan masyarakat yang banyak memberikan penerangan atau
keterangan. Hasilnya berupa sumber lisan yang dapat dilanjutkan
menjadi sejarah lisan. Menurut Kuntowijoyo (2003: 26-27) Sejarah lisan
sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan dapat pula
sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal, sejarah lisan tidak
kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Banyak sekali
permasalahan sejarah, bahkan dalam zaman modern ini yang tidak
tertangkap dalam dokumen-dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi
dari kejadian-kejadian penting menurut kepentingan pembuat dokumen
dan zamannya, tetapi tidak melestarikan kejadian-kejadian individual dan
yang unik yang dialami oleh seseorang atau segolongan.
b) Teknik Studi Kepustakaan
Nawawi (1990: 133) mengungkapkan bahwa studi pustaka adalah
cara pengumpulan data melalui buku-buku yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti, melalui peninggalan tertulis berupa arsiparsip dan termasuk juga bahan tentang pendapat, teori, dalil dan
sebagainya yang berhubungan dengan masalah yang diselidiki. Peneliti
telah berhasil mengumpulkan sumber-sumber sejarah terkait penelitian
ini dalam buku-buku sejarah, sosiologi, ekonomi, kebudayaan, politik,
dan lain-lain serta dalam hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para
peneliti terdahulu dalam bentuk laporan penelitian, skripsi, tesis, jurnal
dan sebagainya. Selain itu Peneliti juga telah melakukan penelusuran
pada arsip-arsip media cetak.
32
b. Kritik Sumber
Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan
kredibilitas sumber (Pranoto, 2010: 35). Ada dua langkah yang harus
ditempuh untuk membuktikan validitas sumber, yaitu (1) Mengadakan kritik
intern yang bertujuan untuk mencari kebenaran isinya, dan (2) Mengadakan
kritik ekstern yang bertujuan untuk membuktikan keaslian dan kebenaran
suatu sumber.
Kritik sumber, menurut Wiyono (1990: 2) merupakan tahap penilaian
atau pengujian terhadap bahan-bahan sumber yang telah penulis peroleh dari
sudut pandang kebenarannya. Kritik atau analisa merupakan cara untuk
menilai sumber atau bahan yang memberikan informasi dapat dipercaya
atau tidak, apakah dokumen atau bahan itu dapat dipertanggungjawabkan
keasliannya (keautentikannya) atau tidak.
Kritik intern dilakukan terhadap informasi atau sumber itu sendiri,
sedangkan kritik ekstern dilakukan terhadap data dengan menganalisa
kebenaran sumber atau hubungan dengan persoalan apakah sumber itu asli
atau tidak. Dalam penelitian ini lebih banyak ditekankan pada kritik intern.
Hal ini dilakukan karena Peneliti ingin memperoleh jawaban dengan nilai
pembuktian dari isi atau sumber tersebut. Apakah relevan dengan penelitian
yang dimaksud atau tidak. Cara melakukan kritik intern di sini ialah dengan
cara membandingkan data yang diperoleh di lapangan dari hasil wawancara
dengan sumber tertulis. Selain itu, dalam melakukan kritik sumber melalui
wawancara dilakukan pengecekan silang antar sumber. Sebagai pendukung
33
perlu juga diketahui situasi, baik di dalam memberikan keterangan,
bagaimana kemampuan serta daya ingat dan juga bagaimana tingkah laku
informan dalam keseharian.
Dalam menentukan kriteria asli maupun tidaknya sumber tersebut di
lapangan adalah diperoleh dari seorang informan yang lainnya mengenai
suatu peristiwa yang sama. Sebab kadangkala informasi yang diberikan oleh
informan yang satu dengan informan yang lainnya tidak sama. Dalam hal ini
perlu dicari terlebih dahulu persamaan persepsi dan informasi. Selanjutnya
dibandingkan dengan sumber tertulis yang ada.
Dalam hal ini, kritik sumber dilakukan kepada (1) pemilihan informan
yang memberikan keterangan mengenai dinamika kehidupan masyarakat
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa Reformasi 1998-2004.
Keadaan informan juga perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, (2) data
atau sumber tertulis yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini.
Adapun cara melakukan kritik dalam penelitian ini adalah membandingkan
antar data dokumen yang berhasil dikumpulkan, dan membandingkan data
hasil wawancara antar informan, serta membandingkan antara data dokumen
dengan data hasil wawancara.
c. Interpretasi
Interpretasi adalah menentukan makna saling berhubungan antara
fakta-fakta yang diperoleh. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu
rangkaian peristiwa yang bermakna. Interpretasi merupakan cara untuk
menentukan maksud saling berhubungan dalam fakta-fakta yang diperoleh
34
setelah terkumpul sejumlah informasi mengenai peristiwa sejarah yang
sedang diteliti. Suatu peristiwa sejarah agar dapat menjadi kisah sejarah
yang baik maka perlu diinterpretasikan (disintesiskan). Berbagai fakta yang
lepas satu sama lain itu harus dirangkaikan dan dihubung-hubungkan
sehingga menjadi suatu kesatuan yang bermakna.
Menurut Widja (1989: 25) interpretasi adalah usaha untuk
mewujudkan rangkaian bermakna dari fakta-fakta sejarah. Fakta-fakta yang
telah diwujudkan perlu dihubung-hubungkan dan dikait-kaitkan satu sama
lain sedemikian rupa sehingga antara fakta satu dengan fakta lainnya
kelihatan sebagai suatu rangkaian yang masuk akal, dalam arti menunjukkan
kecocokan satu sama lainnya.
Pada umumnya proses interpretasi meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) seleksi fakta yang memilih fakta-fakta yang relevan dengan kepentingan
penelitian tersebut, (2) periodisasi, yaitu penyusunan fakta sesuai dengan
urutan waktu terjadinya.
d. Historiografi
Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan
hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Abdurahman, 1999: 67).
Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah itu
hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses
penelitian, sejak dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhirnya
(penarikan kesimpulan).
35
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahap akhir dari
metode sejarah. Hasil penafsiran atau interpretasi atas fakta-fakta sejarah
yang telah dilakukan kemudian dituliskan menjadi suatu kisah yang selaras.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi berjudul ―Laweyan Dalam Periode Krisis
Ekonomi Hingga Menjadi Kawasan Wisata Sentra Industri Batik Tahun 19982004‖ adalah sebagai berikut,
BAB I
PENDAHULUAN,
yang
berisi
Latar
Belakang
Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan, Manfaat, Kajian Pustaka, Ruang
Lingkup, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi.
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KAMPOENG BATIK
LAWEYAN SURAKARTA, yang berisi Kondisi Geografis,
Kondisi Demografi, Sejarah Singkat Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta serta Kondisi Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Politik
Pemerintahan Masyarakat.
BAB III
DINAMIKA
KEHIDUPAN
MASYARAKAT
KAMPOENG
BATIK LAWEYAN SURAKARTA PADA MASA KRISIS
EKONOMI HINGGA MENJADI KAWASAN WISATA, yang
berisi Kondisi Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada saat krisis
ekonomi, Pengaruh krisis ekonomi terhadap kehidupan sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta, Strategi Masyarakat untuk keluar dari keterpurukan
36
pascakrisis,
Kehidupan
Masyarakat
pascakrisis,
Hubungan
antarkelompok sosial di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada
masa Reformasi 1998-2004.
BAB IV
KAMPOENG BATIK LAWEYAN SURAKARTA SEBAGAI
KAWASAN WISATA SENTRA INDUSTRI BATIK, yang berisi
Sejarah terbentuknya Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai
kawasan wisata sentra industri batik yang diawali dengan
terbentuknya Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
(FPKBL), Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta,
Kondisi fisik dan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
sebagai kawasan wisata sentra industri batik, Pengaruh keberadaan
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai kawasan wisata
sentra industri batik terhadap kehidupan masyarakat di dalam dan
sekitarnya serta terhadap pemerintah kota, dan Peran pemerintah
terhadap perkembangan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta.
BAB V
PENUTUP, yang berisi Simpulan dan Saran.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kondisi umum kehidupan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
dapat diketahui dengan menjabarkannya ke dalam beberapa pembahasan.
Secara geografis kawasan Kampoeng Batik Laweyan masuk dalam
pemerintahan Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.
Dalam sejarah, kawasan Laweyan telah ada sejak abad 15 M pada masa
Kerajaan Pajang. Sejak saat itu, Laweyan sudah terkenal dengan sentra
perdagangan lawe (kain bahan pakaian), dan pada awal abad 20 kawasan
Laweyan mengalami perkembangan pesat sebagai sentra perdagangan
batik. Hal tersebut membuat mayoritas masyarakat Laweyan berprofesi
sebagai pedagang batik. Dalam kehidupan sosial, masyarakat Laweyan
dikenal tertutup. Mereka juga memiliki kelompok-kelompok sosial seperti
golongan juragan (pedagang), wong cilik (rakyat biasa), wong mutihan
(ulama), dan priyayi (bangsawan atau pejabat). Kemudian dalam kehidupan
budaya, masyarakat Laweyan tidak memiliki tradisi yang khas, namun
masyarakat di sana masih menjalankan banyak tradisi seperti masyarakat
Jawa pada umumnya. Kondisi budaya Laweyan tidak dipengaruhi oleh
kehidupan budaya keraton, meskipun lokasinya masih dalam lingkup
birokrasi keraton. Hal tersebut sekaligus memengaruhi kehidupan politik
pemerintahan Laweyan yang sama sekali terlepas dari politik keraton.
133
134
2. Laweyan mengalami berbagai dinamika dalam kehidupan sosial, ekonomi,
dan budaya pada masa krisis ekonomi hingga menjadi kawasan wisata.
Seiring perkembangan zaman, kondisi perekonomian Laweyan selalu
mengalami pasang dan surut, hingga pada masa krisis ekonomi tahun 1997
kondisi Laweyan menjadi semakin terpuruk, banyak pengusaha batik yang
beralih profesi. Setelah keluar dari masa krisis ekonomi dan memasuki
masa Reformasi, kondisi perekonomian Laweyan berangsur-angsur pulih.
Sejak saat itu, terjadi banyak perubahan pada kondisi masyarakat Laweyan.
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Laweyan menjadi lebih terbuka akibat
berubahnya pemerintahan. Hal ini tak lepas dari peran pemerintah baru
yang semakin peduli dengan masyarakat Laweyan. Kondisi tersebut
mengakibatkan perubahan sikap dalam kehidupan masyarakat Laweyan
menjadi lebih peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar yang membuat
kelompok-kelompok sosial pada masyarakat Laweyan dapat hidup
berdampingan dengan baik. Keadaan tersebut tidak lepas dari kondisi
ekonomi masyarakat yang berangsur-angsur membaik. Dalam kehidupan
budaya,
masa
Reformasi
membawa
perubahan
pada
semakin
berkembangnya beragam tradisi di Laweyan. Masyarakat Laweyan mulai
kembali melestarikan budaya-budaya tradisional yang hampir hilang
sebelumnya yang kemudian menjadi sesuatu yang layak dijual dalam
perwujudan Laweyan sebagai kawasan wisata. Selain itu, dalam kehidupan
kelompok sosial ditemukan adanya kaum abangan pada masyarakat
Laweyan secara tradisi, namun tidak secara profesi.
135
3. Terbentuknya Laweyan sebagai kawasan wisata industri batik berawal dari
perhatian dan keprihatinan masyarakat Laweyan yang terdiri dari para
pengusaha batik dan tokoh masyarakat atas kondisi Laweyan yang sempat
mengalami keterpurukan. Setelah memasuki masa Reformasi, masyarakat
melihat adanya potensi dari Laweyan yang memungkinkan kawasan
tersebut dapat kembali berjaya. Akhirnya keprihatinan tersebut membuat
masyarakat membentuk Forum Pengembangan Kampoeng Batik (FPKBL)
yang merupakan forum penggagas terbentuknya Laweyan sebagai kawasan
wisata. Seiring berjalannya waktu, perjuangan FPKBL yang didukung oleh
para peneliti yang mengangkat Laeyan sebagai objek penelitiannya,
akhirnya berbuah manis. Pemerintah Kota Surakarta akhirnya memberikan
Surat Keputusan penetapan Laweyan sebagai kawasan wisata yang dikelola
oleh FPKBL pada tanggal 24 Oktober 2004. Dalam mekanisme
pengembangannya sebagai kawasan wisata, Laweyan memiliki tiga aspek
yang berpotensi, yaitu; (1) sejarah, bangunan, dan lingkungan; (2) industri
batik dan industri lainnya; (3) sosial, seni, dan budaya. Keberadaan
Laweyan sebagai kawasan wisata telah membuatnya bermanfaat bagi
berbagai pihak dalam segala bidang kehidupan. Hal tersebut tidak lepas
dari peran pemerintah yang telah memberikan berbagai bantuan, baik
dalam bentuk fisik maupun dukungan, sehingga Laweyan menjadi semakin
terkenal sebagai kawasan wisata.
136
B. Saran
1. Keberadaan Kampoeng Batik Laweyan saat ini sudah semakin bagus,
sehingga sangat cocok bagi masyarakat luas yang ingin melakukan wisata.
Dengan
mengunjungi
Kampoeng
Batik
Laweyan,
selain
dapat
meningkatkan kesejahteraan kawasan tersebut juga dapat menambah
wawasan masyarakat terkait nilai-nilai warisan sejarah dan budaya.
2. Masih banyak hal yang dapat dieksplor untuk mengembangkan kawasan
Kampoeng Batik Laweyan, sehingga bagi Pemerintah diharapkan dapat
berkontribusi dalam pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dengan
melakukan sosialisasi sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat
Laweyan atas kawasan tempat tinggal mereka yang kini telah menjadi
kawasan wisata, sehingga masyarakat dapat turut serta dalam berbagai hal
yang mendukung perkembangan Laweyan sebagai kawasan wisata.
3. Masyarakat Laweyan diharapkan semakin peduli dan sadar terhadap
keberadaan Laweyan sebagai kawasan wisata, sehingga jalan pemerintah
untuk mengembangkan wisata Laweyan dapat berjalan lancar dengan
adanya dukungan dari masyarakat setempat yang sebagian besar adalah ahli
waris atas bangunan-bangunan tua di Laweyan.
4. Bagi peneliti-peneliti yang hendak meneliti Kampoeng Batik Laweyan,
masih banyak hal yang dapat diteliti. Seperti penelitian terkait kondisi
psikologis masyarakat Laweyan, kehidupan masyarakat Laweyan sebelum
adanya keraton, serta penelitian yang lebih mendalam pada artefak-artefak
peninggalan bersejarah yang berada di daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Ciputat: PT Logos
Wacana Ilmu.
Anonim. 2013. Sejarah Nilai Tukar Rupiah Dari Tahun Ke Tahun.
http://berilmu.com/blog/sejarah-nilai-tukar-rupiah-dari-tahun-ke-tahun/
(Diunduh pada 11 Maret 2015 pukul 10.31 WIB).
Baidi. 2006. ―Pertumbuhan Pengusaha Batik Laweyan Surakarta (Suatu Studi
Sejarah Sosial Ekonomi)‖. Dalam Jurnal Bahasa Dan Seni, Tahun 34,
Nomor 2, Hal. 241-253. Surakarta: STAIN Surakarta.
BPS. 1998. Laporan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kotamadya
Surakarta. Hlm. 30.
Brata, Nugroho Trisnu. 2006. Prahara Reformasi Mei 1998: Jejak-Jejak
Kesaksian. Semarang: Titian Masa Pustaka bekerja sama dengan UPT
UNNES Press.
Chrisnayani, Amelia Ari. 2009. ―Integrated Marketing Communication
(Komunikasi Pemasaran Terpadu) Kampoeng Batik Laweyan Surakarta‖.
Skripsi. Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Esten, Mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Penerbit Angkasa.
FPKBL dan Pemerintah Kelurahan Laweyan. Buku Profil Kampoeng Laweyan.
Surakarta.
Geertz, Clifford. 2013. Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam
Kebudayaan Jawa. Depok: Komunitas Bambu.
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto.
Jakarta: UI Press.
Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
--------------------. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah – Edisi Kedua. Yogyakarta: Kerjasama
Jurusan Sejarah FIB UGM dengan PT Tiara Wacana Yogya.
137
138
---------------. 2004. Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta, 1900-1915. Jogjakarta:
Ombak.
---------------. 2006. Budaya dan Masyarakat, Edisi Paripurna. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Kusuma, Mawar, dan Frans Sartono. 2013. ―Dari Kesultanan Pajang Ke
Kampoeng Batik‖. Dalam Kompas. No. 042. Tahun ke 49. 11 Agustus.
Hal. 13.
Kusumawardani, Fajar. 2006. ―Sejarah Perkembangan Industri Batik Tradisional
di Laweyan Surakarta Tahun 1965-2000‖. Skripsi. Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Nawawi, Hadari. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogjakarta: Gajah
Mada University Press.
Ndraha, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notosusanto, Nugroho. 1971. Norma-Norma Dasar Penelitian dan Penulisan
Sejarah. Jakarta: Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah ABRI.
Pendit, Nyoman S. 2006. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta:
PT Pradnya Paramita.
Pitana, I Gde, dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Pitana, I Gde, dan I Ketut Surya Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Pratomo, Andri Satrio, dkk. 2006. ―Pelestarian Kawasan Kampoeng batik
laweyan Kota Surakarta‖. Dalam Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Vol.
34, No. 2, Desember 2006, Hal. 93-105. Surabaya: Universitas Kristen
Petra.
Priyatmono, Alpha Fabela. 2004. ―Studi Kecenderungan Perubahan Morfologi
Kawasan di Kampung Laweyan Surakarta‖. Tesis. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Purnomo, Agus Budi. Analisa Spasial Kerusuhan Mei 1998 di DKI Jakarta.
Sejarah Pemikiran, Rekontruksi, Persepsi 10, Tahun 2001, Hal. 29-45.
139
Putra, Heddy Shri Ahimsa, dkk. 1990. Perubahan Pola Kehidupan Masyarakat
Akibat Pertumbuhan Industri di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan
Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
Putri, An Nuur Sakhaa Hazmitha. 2011. ―Saudagar Laweyan Abad XX (Peran dan
Eksistensi dalam Membangun Perekonomian Muslim)‖. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Rajiman. 1984. Sejarah Mataram Kartasura Sampai Surakarta Hadiningrat.
Surakarta: Penerbit Krida.
Salim, Agus. Stratifikasi Etnik: Kajian Mikro Sosiologi Interaksi Etnis Jawa dan
Cina. Yogyakarta: Kerjasama FIP dan Jurusan Sosiologi dan Antropologi
FIS Unnes dengan Penerbit Tiara Wacana.
Santosa, Slamet. 2006. Dinamika Kelompok – Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Saputro, Handono. 2009. ―Kerusuhan Sosial di Surakarta Tahun 1998‖. Skripsi.
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Soedarmono. 2006. Mbok Mase: Pengusaha Batik di Laweyan Solo Awal Abad
20. Jakarta: Yayasan Warna Warni Indonesia.
Soemardjan, Selo. 1986. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Sztompka, Piotr. 2008. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik
Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.
Wasino. 2006. Wong Jawa dan Wong Cina: Liku-liku Hubungan Sosial Antara
Etnis Tionghoa dengan Jawa di Solo Tahun 1911-1998. Semarang: Unnes
Press.
Wawasan. 2004. Romantisme Kampung Saudagar Batik Solo. 8 Agustus. Hal. 7.
Wicaksono, Bangkit Budi. 2013. ―Masyarakat Kampung Batik Laweyan Bangkit
(Strategi Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL)
dalam Memberdayakan Masyarakat Kampung Batik Laweyan Melalui
Model Kemitraan Linier Collaborative of Partnership)‖. Skripsi.
Surakarta: Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret.
140
Widja, I Gde. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah.
Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Perguruan Tinggi.
Wijayakusuma, H. M. Hembing. 2005. Pembantaian Massal 1740: Tragedi
Berdarah Angke. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Wiyono. 1990. Metode Penulisan Sejarah. Semarang: FPIPS Jurusan Sejarah
IKIP Semarang.
Yoeti, Oka A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Penerbit Angkasa.
LAMPIRAN
141
142
LAMPIRAN 1
DATA STATISTIK KAMPOENG BATIK LAWEYAN SURAKARTA
TAHUN 1997-2004
No
Kategori
1.
Luas penggunaan
tanah (Ha)
2.
Banyaknya RT, RW,
dan KK
3.
Luas wilayah,
Jumlah penduduk,
Sex ratio, dan
tingkat kepadatan
Banyaknya
penduduk menurut
kelompok umur dan
jenis kelamin (jiwa)
4.
5.
Banyaknya
penduduk menurut
jenis kelamin,
dewasa dan anak
(jiwa)
6.
Banyaknya
kelahiran dan
Perumahan
Jasa
Perusahaan
Industri
Lain-lain
Luas wilayah
RT
RW
KK
Luas wilayah (Km)
Jumlah penduduk
Sex ratio
Tingkat kepadatan
0-4 tahun
Lk
Pr
Jml
5-9 tahun
Lk
Pr
Jml
10-14 tahun
Lk
Pr
Jml
15-19 tahun
Lk
Pr
Jml
20-24 tahun
Lk
Pr
Jml
25-29 tahun
Lk
Pr
Jml
30-39 tahun
Lk
Pr
Jml
40-49 tahun
Lk
Pr
Jml
50-59 tahun
Lk
Pr
Jml
60+ tahun
Lk
Pr
Jml
Total
Lk
Pr
Jml
Dewasa
Lk
Pr
Jml
Anak
Lk
Pr
Jml
Dewasa dan
Lk
anak
Pr
Jml
Kelahiran
Lk
Pr
1997
16,96
0,52
2,67
0,50
4,18
24,83
10
3
530
0,248
2.275
871
9.173
57
60
117
115
130
245
117
131
248
119
135
254
119
136
255
117
135
252
118
137
255
117
137
254
115
138
253
65
77
142
1.059
1.216
2.275
770
895
1.665
289
321
610
1.059
1.216
2.275
18
15
1998
16,96
0,52
2,67
0,50
4,18
24,83
10
3
525
0,248
2.296
883
9.184
63
68
131
115
130
245
116
131
247
117
131
248
119
133
252
119
134
253
118
134
252
119
134
253
119
134
253
72
90
162
1.077
1.219
2.296
783
890
1.673
294
329
623
1.077
1.219
2.296
17
18
1999
16,96
0,52
2,67
0,50
4,18
24,83
10
3
525
0,248
2.315
899
9.335
50
45
95
115
130
245
116
131
247
116
131
247
117
131
248
118
132
250
118
133
251
119
133
252
120
134
254
107
119
226
1.096
1.219
2.315
815
913
1.728
281
306
587
1.096
1.219
2.315
17
7
Tahun
2000
2001
16,96
16,96
0,52
0,52
2,67
2,67
0,50
0,50
4,18
4,18
24,83
24,83
10
10
3
3
523
523
0,248
0,248
2.369
2.404
904
907
9.552
9.694
31
45
43
45
74
90
80
75
95
81
175
156
115
115
117
124
232
239
120
121
130
134
250
255
131
131
132
142
263
273
138
136
144
150
282
286
143
141
150
154
293
295
144
142
153
156
297
298
137
141
139
150
276
291
113
91
114
130
227
221
1.152
1.138
1.217
1.266
2.369
2.404
926
903
962
1.016
1.888
1.919
226
235
225
250
451
485
1.152
1.138
1.217
1.266
2.369
2.404
12
11
26
10
2002
16,96
0,52
2,67
0,50
4,18
24,83
10
3
520
0,248
2.425
2003
16,96
0,52
2,67
0,50
4,18
24,83
10
3
2004
16,96
0,52
2,67
0,50
4,18
24,83
10
3
30
36
66
56
76
132
100
126
226
124
136
260
132
145
277
148
156
304
156
157
313
158
147
325
165
169
334
83
105
188
1.152
1.273
2.425
966
1.035
2.001
186
238
424
1.152
1.273
2.425
0
0
42
41
83
58
79
137
100
126
226
135
149
284
133
147
280
145
155
300
155
151
306
156
164
320
163
165
328
82
100
182
1169
1277
2446
45
41
86
59
80
139
109
180
289
135
149
284
137
146
283
146
153
299
153
157
310
156
164
320
167
171
338
82
100
182
1189
1341
2530
1
0
3
0
143
kematian (jiwa)
Kematian
7.
Banyaknya
penduduk datang
dan pindah (jiwa)
Datang
Pindah
8.
Banyaknya
penduduk menurut
mata pencaharian
9.
Banyaknya
penduduk menurut
agama (jiwa)
10.
Banyaknya
penduduk menurut
tingkat pendidikan
(usia 5 tahun ke
atas)
11.
Banyaknya
Keluarga Sejahtera
(KS) menurut
tahapan
12.
Banyaknya
kendaraan bermotor
dan tidak bermotor
13.
Banyaknya Radio
dan televisi
Jml
Lk
Pr
Jml
Lk
Pr
Jml
Lk
Pr
Jml
Pengusaha
Buruh Industri
Buruh bangunan
Pedagang
Pengangkutan
PNS/ABRI
Pensiunan
Lain-lain
Jumlah
Islam
Kristen Katholik
Kristen Protestan
Budha
Hindu
Jumlah
Tamat Akademi/
Perguruan Tinggi
Tamat SLTA
Tamat SLTP
Tamat SD
Tidak tamat SD
Belum tamat SD
Tidak sekolah
Jumlah
Pra
Ekonomi
KS
Non ekonomi
KS I
Ekonomi
Non ekonomi
KS II
KS III
KS III Plus
Mobil dinas
Mobil pribadi
Taksi
Oplet/Colt
Bus
Truk
Sepeda
Sepeda motor
Andong
Gerobak
Becak
Radio
Televisi
33
9
5
14
25
29
54
25
30
55
22
447
368
50
15
77
45
387
1.411
2.122
75
65
5
5
2.275
387
35
14
10
24
38
28
66
23
33
56
22
450
336
50
20
77
50
420
1.425
2.143
75
68
5
5
2.296
400
24
9
10
19
30
26
56
19
23
42
22
450
350
90
20
100
75
620
1.727
2.158
79
68
5
5
2.315
210
38
4
14
18
30
36
66
9
23
32
22
600
350
100
30
100
75
611
1.888
2.212
79
68
5
5
2.369
215
21
3
3
6
9
16
25
9
11
20
22
500
150
200
25
75
25
1.161
2.158
2.247
79
68
5
5
2.404
230
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
22
600
200
150
25
75
40
1.115
2.227
2.265
80
70
5
5
2.425
230
1
0
1
1
4
0
4
4
4
8
22
600
200
150
25
75
25
1111
2208
2288
80
70
5
3
2446
487
3
0
0
0
0
0
0
2
0
2
22
600
200
150
27
75
28
1111
2213
2370
82
70
5
3
2530
487
380
594
466
100
226
5
2.158
0
0
20
0
38
291
104
0
22
0
15
0
1
409
195
9
2
3
394
590
459
97
220
5
2.165
85
0
101
18
84
117
56
0
22
0
15
0
1
385
200
10
2
6
196
190
575
555
520
100
255
5
2.220
22
6
52
47
87
159
60
607
586
590
70
222
5
2.295
19
0
67
43
84
166
61
0
50
0
20
0
0
200
300
10
5
10
618
611
600
50
200
5
2.314
8
3
46
37
79
209
89
0
50
0
20
0
0
200
300
10
5
10
598
578
548
50
350
5
2.359
10
3
50
42
66
206
89
408
570
546
145
143
5
2304
12
0
50
34
70
201
79
0
50
0
20
0
0
200
300
3
5
5
150
500
404
475
546
145
149
5
2211
6
0
60
30
63
214
82
0
50
0
20
0
0
200
300
3
5
5
150
500
200
200
Sumber: Diolah dari Buku Surakarta dalam Angka tahun 1997-2002 (Data BPS
Kota Surakarta dan BPS Provinsi Jawa Tengah), sedangkan data tahun 20032004 diperoleh dan diolah dari data-data di Dispendukcapil Surakarta, Bapermas
Surakarta, dan Monografi Kelurahan Laweyan.
144
LAMPIRAN 2
DATA PERTUMBUHAN UNIT INDUSTRI BATIK LAWEYAN
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
Nama Perusahaan
Batik Saud Effendi
Batik Cahaya Putra
Batik Luar Biasa
Batik Putra Laweyan
Batik Merak Manis
Tjokrosumarto
Batik Adityan
Batik Merak Ati
Batik Multisari
Batik Gress Tenan
Batik Amelia
Batik Gunawan Design
Batik Cempaka
Batik Puspa Kencana
Batik Nurlan
Batik Molina
Batik Lawasan
Batik Sidoluhur
Batik Surya Pelangi
Batik Putri Solo
Batik Anna Collection
Batik Oke (Bp. Suyadi)
Batik Nugroho
Batik Nesa Noer
Batik Mahkota Laweyan
Batik Doyohadi
Batik Candi Kencana
Batik Tjahaja Baru
Batik Purworaharjo
Batik Catleya
Batik Santika
Batik Mustika
Batik Marin
Batik Farhan
Batik Supriyarso
Batik Putro Hadi
Batik Kencana Murni
Batik Laweyan Art
Batik Ivy
Batik Romanza
Batik Sindjang SG
Batik Putra Pelangi
Batik Griya Pendapi
Batik Mbah Zaini
Batik Galery Merpati
Batik 75
Tahun
2004
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
F
F
B
C
B
C
C
B
Tahun
2005
A
A
A
A
A
B
B
B
B
B
B
A
A
A
F
F
B
C
B
C
C
B
E
E
A
C
E
E
B
Tahun
2006
A
A
A
A
A
B
A
A
B
A
B
A
A
A
F
F
B
D
B
D
C
B
E
A
C
E
E
B
C
C
C
C
C
D
F
B
Tahun
2007
A
D
A
A
A
B
A
A
B
A
A
A
A
A
F
F
B
D
A
D
C
B
E
A
C
E
E
B
B
C
C
D
F
B
Tahun
2008
A
D
A
A
A
B
A
A
B
A
A
A
A
A
F
F
B
D
A
D
C
B
E
A
C
E
E
B
A
C
C
D
F
B
C
E
A
E
A
E
E
E
E
E
E
Klasifikasi
Unit Usaha
Menengah
Menengah
Kecil
Menengah
Besar
Menengah
Menengah
Menengah
Menengah
Menengah
Menengah
Besar
Menengah
Besar
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Menengah
Kecil
Kecil
Besar
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Besar
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Kecil
Besar
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Kecil
Menengah
145
47.
48.
49.
50.
51.
52.
Batik Satrio Luhur
Batik Isti
Batik Pratama
Batik Tiga Negeri
Batik Sidomulyo
Laweyan HY
Jumlah
22
32
33
Keterangan:
A. Industri batik (proses sampai dengan showroom)
B. Industri batik (proses)
C. Industri batik (konveksi)
D. Industri batik (konveksi sampai dengan showroom)
E. Showroom
F.
Pedagang batik
Sumber: Data Kantor Kelurahan Laweyan.
34
D
E
A
E
E
E
52
Kecil
Kecil
Menengah
Kecil
Kecil
Kecil
146
LAMPIRAN 3
INDIKATOR KELUARGA SEJAHTERA
No.
1.
Kategori/Golongan
Keluarga Pra
Sejahtera
2.
Keluarga Sejahtera I
3.
Keluarga Sejahtera II
4.
Keluarga Sejahtera III
5.
Keluarga Sejahtera III
Plus
Indikator
Yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal,
seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan,
kesehatan dan pendidikan.
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat
memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya
(soscio psychological needs), seperti kebutuhan ibadah,
makan protein hewani, pakaian, ruang untuk interaksi
keluarga, dalam keadaan sehat, mempunyai penghasilan,
bisa baca tulis latin dan keluarga berencana.
Yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat
memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, akan
tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
pengembangannya (developmental needs) seperti
kebutuhan untuk peningkatan agama, menabung,
berinteraksi dalam keluarga, ikut melaksanakan kegiatan
dalam masyarakat, dan mampu memperoleh informasi.
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh
kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan
kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat
memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal
terhadap masyarakat, seperti secara teratur (waktu
tertentu) memberikan sumbangan dalam bentuk material
dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan
serta berperan serta secara aktif dengan menjadi
pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan-yayasan
sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan, dan
sebagainya.
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial
psikologis, maupun yang bersifat pengembangan serta
telah dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan
berkelanjutan bagi masyarakat.
Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) Kota Surakarta.
147
LAMPIRAN 4
STRUKTUR KEPENGURUSAN FORUM PENGEMBANGAN
KAMPOENG BATIK LAWEYAN (FPKBL)
Sumber: Data FPKBL.
148
LAMPIRAN 5
RATA-RATA HARGA 9 BAHAN POKOK DI SURAKARTA TAHUN 1997
Sumber: Data BPS Kota Surakarta.
149
LAMPIRAN 6
SK PENETAPAN LAWEYAN SEBAGAI KAWASAN WISATA
150
LAMPIRAN 7
SK PENETAPAN LAWEYAN SEBAGAI KAWASAN CAGAR BUDAYA
151
152
153
154
155
156
157
158
159
LAMPIRAN 8
PEDOMAN WAWANCARA
A. Untuk mengetahui gambaran umum Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa
Reformasi 1998-2004.
Narasumber: Pejabat pemerintahan (Perangkat desa: Lurah), Orang yang dituakan.
Pertanyaan:
1.
Bagaimana kondisi geografis Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada tahun 19982004? (meliputi: luas wilayah, batas wilayah, dll).
2.
Berapa jumlah warga Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada tahun 1998-2004?
(beserta data tingkat pendidikan, pekerjaan, kelahiran, kematian, dll).
3.
Bagaimana kondisi umum kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik pemerintahan
masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta?
4.
Bagaimana kondisi umum kehidupan sosial masyarakat Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta? Bagaimana hubungan antarkelompok dan hubungan antara masyarakat
Laweyan dengan lingkungan sekitar?
5.
Bagaimana kondisi umum kehidupan ekonomi masyarakat Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta? Bagaimana pertumbuhan pengusaha batik? Bagaimana kondisi produksi dan
penjualan batik?
6.
Bagaimana kondisi umum kehidupan budaya masyarakat Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta?
7.
Bagaimana kondisi umum kehidupan politik pemerintahan masyarakat Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta?
8.
Bagaimana kondisi bangunan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada tahun 19982004?
B. Untuk mengetahui dinamika kehidupan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta pada masa Reformasi 1998-2004.
Narasumber: Orang yang dituakan, Pengusaha batik, Anggota FPKBL, masyarakat Laweyan.
B.1. Kondisi Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada saat Krisis Ekonomi.
Pertanyaan:
1. Bagaimana kondisi ekonomi masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa
krisis ekonomi tahun 1997?
2. Bagaimana produksi dan penjualan batik pada masa krisis?
3. Bagaimana kondisi bangunan fisik Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa
krisis?
160
4. Bagaimana masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta menyikapi (menghadapi)
kondisi krisis ekonomi pada 1997?
5. Bagaimana kondisi sosial, budaya, dan politik pemerintahan masyarakat Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta pada masa krisis?
6. Perubahan apa yang terjadi terhadap kehidupan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta akibat dampak krisis ekonomi?
7. Bagaimana keterlibatan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta dalam
kerusuhan pada saat krisis?
8. Bagaimana kondisi pemerintahan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa krisis?
B.2. Pengaruh Krisis Ekonomi terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya pada
Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta; Kehidupan masyarakat pascakrisis;
Hubungan antarkelompok sosial pada masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada
masa Reformasi 1998-2004.
Pertanyaan:
1. Bagaiamana kehidupan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa awal
Reformasi tahun 1998?
2. Apakah terjadi perubahan signifikan yang terjadi di Kampung Batik Laweyan Surakarta
pada masa sebelum dan sesudah terjadinya kerusuhan di Surakarta tahun 1998?
3. Perubahan-perubahan dalam hal apa saja dan seperti apa yang terjadi akibat adanya
kerusuhan di Surakarta tahun 1998?
4. Bagaimana hubungan antarkelompok sosial di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada
masa awal reformasi 1998 hingga tahun 2004?
5. Apakah ada pertemuan-pertemuan khusus antarkelompok sosial untuk membahas suatu
hal?
6. Apakah pernah terjadi pertentangan di antara kelompok-kelompok sosial tersebut?
Biasanya pertentangan disebabkan oleh apa? Lalu bagaimana cara menanggulanginya?
7. Bagaimana dampak krisis ekonomi (kerusuhan Mei 1998) terhadap kehidupan masyarakat
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta?
8. Bagaimana kondisi produksi dan penjualan batik pada masa awal Reformasi 1998 hingga
tahun 2004?
9. Bagaimana persaingan antarpedagang batik di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta?
10. Apakah pernah terjadi konflik antarpedagang batik di Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta? Bagaimana cara menanggulanginya?
11. Apakah ada peraturan khusus yang mengatur perdagangan batik di Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta supaya tidak menimbulkan konflik antara pedagang satu dengan yang
lain? Seperti apa peraturan tersebut?
161
12. Apakah banyak pedagang batik yang alih profesi ketika produksi batik menurun? Profesi
apakah yang banyak dipilih? Atau jika tidak alih profesi, bagaimana cara mereka
memenuhi kebutuhan hidupnya?
13. Bagaimana kondisi fisik Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa Reformasi
1998-2004? Apakah terjadi pembangunan? Seperti apa?
14. Bagaimana kondisi pendidikan pada masa tersebut?
15. Bagaimana kehidupan sosial kemasyarakatan pada masa awal Reformasi? Apakah krisis
ekonomi
memengaruhi
kehidupan
sosial
kemasyarakatan?
Serta
bagaimana
perkembangannya?
16. Menurut informasi dari beberapa sumber, masyarakat Kampoeng Batik Laweyan terkenal
sebagai masyarakat yang tertutup, mengapa demikian?
17. Apa sajakah fungsi bungker-bungker yang berada di bawah rumah-rumah kuno Laweyan?
Mengapa sekarang banyak yang ditutup?
18. Bagaimana pembagian tugas antara pria dan wanita pada masyarakat Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta?
19. Bagaimana hubungan antara masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta dengan
lingkungan sekitar?
20. Bagaimana kondisi pemerintahan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa
Reformasi 1998-2004?
21. Bagaiamana pengaruh krisis terhadap kehidupan budaya masyarakat Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta? Budaya apa saja yang masih tetap berjalan dan apa saja yang hilang
sebab krisis? Mengapa demikian?
22. Bagaimana kehidupan politik masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada masa
awal Reformasi? Dan bagaimana perkembangannya?
23. Organisasi politik apa saja yang berkembang di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta,
serta bagaimana kondisi dan kontribusinya pada masa Reformasi 1998-2004?
24. Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap para pemimpin pada masa Reformasi 19982004?
B.3. Strategi Masyarakat untuk keluar dari keterpurukan pascakrisi, peran pemerintah
terhadap perkembangan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta.
Pertanyaan:
1.
Bagaimana strategi yang dilakukan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta
untuk keluar dari keterpurukan pascakrisis?
2.
Apa saja mata pencaharian masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada
pascakrisis, dan bagaimana kondisinya?
3.
Ada berapa pengusaha batik yang bertahan pada pascakrisis dan bagaimana kondisinya?
162
4.
Bagaimana peran pemerintah terhadap kondisi masyarakat pada masa Reformasi 19982004?
5.
Bagaimana pengaruh Kampoeng Batik Laweyan Surakarta terhadap masyarakat sekitar?
C. Untuk mengetahui awal mula Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai Kawasan
Wisata.
Narasumber: Anggota FPKBL, masyarakat Laweyan.
Pertanyaan:
1.
Bagaimana awal mula terbentuknya Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai
Kawasan Wisata?
2.
Apa hal yang melatarbelakangi terbentuknya Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan (FPKBL)?
3.
Bagaimana peran pemerintah terhadap pembentukan Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta sebagai Kawasan Wisata?
4.
Bagaimana perubahan kondisi fisik pada saat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta telah
menjadi Kawasan Wisata?
5.
Seperti apa pembangunan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai Kawasan Wisata?
6.
Bagaimana pengaruh Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai Kawasan Wisata
terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat?
7.
Bagaimana pengaruh Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai Kawasan Wisata
terhadap kehidupan masyarakat Surakarta?
8.
Bagaimana pengaruh Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai Kawasan Wisata
terhadap pemerintah Kota?
9.
Bagaimana manajemen Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai Kawasan Wisata?
10. Bagaimana kondisi produksi dan penjualan batik pasca Kampoeng Batik Laweyan
Surakarta ditetapkan sebagai Kawasan Wisata?
11. Apa saja yang ditawarkan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai Kawasan Wisata
terhadap masyarakat luas supaya tertarik untuk mengunjungi kawasan tersebut?
12. Bagaimana tanggapan masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta atas dibentuknya
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta sebagai Kawasan Wisata, apakah pro atau kontra,
mengapa?
Narasumber: masyarakat Laweyan yang mengalami peristiwa Reformasi 1998.
Pertanyaan:
1.
Apakah pekerjaan Anda sehari-hari?
2.
Sejak kapan Anda menjalani profesi tersebut?
3.
Mengapa Anda memilih profesi tersebut?
163
4.
Bagaimana cara Anda menghadapi persaingan dengan orang lain yang seprofesi dengan
Anda?
5.
Bagaimana kondisi kehidupan Anda pada saat terjadi kerusuhan di Surakarta tahun 1998
lalu?
6.
Bagaimana cara Anda memenuhi kebutuhan Anda pascakerusuhan tersebut?
7.
Seperti apa bentuk sosialisasi yang Anda lakukan dalam masyarakat yang terbagi dalam
beberapa kelompok sosial?
8.
Apakah ada semacam perkumpulan atau komunitas tertentu dalam masyarakat?
9.
Seperti apa perkumpulan tersebut? Siapa saja anggotanya? Lalu kapan waktu untuk
berkumpul, dan hal apa saja yang kerap dibahas dalam perkumpulan itu?
10. Apakah ada budaya khas daerah Kampung Batik Laweyan Surakarta yang tidak
terpengaruh oleh kebudayaan keraton? Seperti apa itu?
11. Apakah pernah terjadi konflik antarkelompok sosial masyarakat di Kampung Batik
Laweyan Surakarta? Biasanya dipicu oleh apa konflik tersebut? Lalu bagaimana
masyarakat menyikapinya? Bagaimana penyelesaiannya?
164
LAMPIRAN 9
DATA NARASUMBER
1. Nama
: Sarjono Siswoharjono
TTL
: Surakarta, 28 November 1927
Umur
: 87 tahun
Pekerjaan
: Pensiunan PNS Inspeksi Sekolah Rakyat (Dikpora Solo)
Pendidikan
: Sekolah Guru Desa
No. Telp.
:-
Alamat
: Kp. Sayangan Kulon RT.01/RW.III, Laweyan, Solo.
2. Nama
: Achmad Sulaiman
TTL
: Surakarta, 12 Juli 1948
Umur
: 66 tahun
Pekerjaan
: Pengusaha (Pemilik Batik Puspa Kencana Laweyan)
Pendidikan
: SMA
No. Telp.
: 08122972710
Alamat
: Jl. Sidoluhur 75 Kampoeng Batik Laweyan, Solo.
3. Nama
: Harun Muryadi
TTL
: Surakarta, 08 Agustus 1948
Umur
: 66 tahun
Pekerjaan
: Pedagang
Pendidikan
: STM
No. Telp.
:-
Alamat
: Setono RT.II/RW.II Laweyan, Laweyan, Solo.
165
4. Nama
: Yuyuk Yuniman, S.E.
TTL
: Purworejo, 06 Juni 1961
Umur
: 54 tahun
Pekerjaan
: Lurah Laweyan
Pendidikan
: S1
No. Telp.
: 08172845045
Alamat
: Jl. Dr. Radjiman 521 Solo.
5. Nama
: Eko Margiyanto
TTL
: Surakarta, 30 Juli 1969
Umur
: 45 tahun
Pekerjaan
: Karyawan Batik Mahkota/Pengelola sekretariat FPKBL
Pendidikan
: SMA
No. Telp.
: 02717985127
Alamat
: Kp. Panularan RT.5/RW.2 Laweyan, Solo.
6. Nama
: Arif Budiman Effendi
TTL
: 21 Oktober 1978
Umur
: 36 tahun
Pekerjaan
: Swasta/Staf Bidang Informasi dan Teknologi FPKBL
Pendidikan
: SMA
No. Telp.
: 0271712078/085293342241
Alamat
: Jl. Nitik No. 3 Laweyan, Solo.
7. Nama
: M. Aziz Fathony
TTL
: Surakarta, 21 Desember 1987
Umur
: 28 tahun
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: D3
No. Telp.
: 085647115449
Alamat
: Jl. Sido Asih Barat, Purwosari, Laweyan, Solo.
166
LAMPIRAN 10
FOTO-FOTO NARASUMBER
Gambar 2. Foto Sarjono Siswoharjono
(Warga Asli Laweyan/Pensiunan PNS)
– Selasa, 13 Januari 2015.
Gambar 3. Foto bersama H. Achmad
Sulaiman (Pengusaha/Pemilik Gerai
Batik Halus Puspa Kencana Laweyan)
– Kamis, 08 Januari 2015.
Gambar 4. Foto bersama Harun
Muryadi (Pemilik Rumah dengan
Bungker di dalamnya yang Dibuka
untuk Umum) – Senin, 09 Februari
2015.
Gambar 5. Foto bersama Yuyuk
Yuniman, S.E. (Lurah Laweyan) Rabu, 07 Januari 2015.
167
Gambar 6. Foto bersama Eko
Margiyanto (Karyawan Batik Mahkota
Laweyan & Pengelola Sekretariat
FPKBL) – Rabu, 07 Januari 2015.
Gambar 8. Foto bersama M. Aziz
Fathony (Karyawan Gerai Batik Putra
Laweyan dan Batik Bintang Laweyan)
– Selasa, 13 Januari 2015.
Gambar 7. Foto bersama Arif
Budiman Effendi (Pengusaha/Pemilik
Gerai Marin Rumah Mode dan Batik,
Karunia
Travel/
Ketua
Bidang
Informasi dan Teknologi FPKBL) –
Selasa, 13 Januari 2015.
168
LAMPIRAN 11
ARSIP KORAN
Wawasan, 08 Agustus 2004 hlm. 7.
169
Lanjutan...
170
Lanjutan...
171
Lanjutan...
172
Lanjutan...
173
Kompas, 11-08-2013 hlm. 13.
174
Lanjutan...
175
Lanjutan...
176
LAMPIRAN 12
FOTO KONDISI LINGKUNGAN LAWEYAN
Gambar 9. Peta Kota Surakarta (Dok. wikipedia.org).
Gambar 10. Peta Kampoeng Batik Laweyan Surakarta (Dok. Pribadi).
177
Gambar 11. Gapura masuk kawasan
Gambar
Laweyan (Dok. Pribadi).
Laweyan tahun 2015 (Dok. Pribadi).
Gambar 12. Jalan di antara dua
Gambar
benteng di Laweyan (Dok. Pribadi)
Laweyan tahun 2001 (Dok. Kelurahan
14.
15.
Kantor
Kantor
Kelurahan
Kelurahan
Laweyan).
Gambar 13. Jalan di Laweyan tahun
Gambar 16. Langgar Merdeka tahun
2004 (Dok. FPKBL).
2006 (Dok. FPKBL).
178
Gambar 17. Masjid Laweyan tahun
Gambar 20. Pengajian warga Laweyan
2004 (Dok. FPKBL).
tahun 2008 (Dok. FPKBL).
Gambar 18. Masjid Al Ma’moer
Gambar 21. Kesenian Keroncong di Laweyan
Laweyan (Dok. Pribadi).
(Dok. kampoengbatiklaweyan.org).
Gambar 19. Bungker Laweyan (Dok.
Gambar 22. Pembatik di Laweyan
Pribadi).
(Dok. Pribadi).
Download