I. PENDAHULUAN Bagian terpenting pembangunan sektor pertanian adalah pembangunan sub sektor tanaman pangan. Penilaian kinerja dari pembangunan sub sektor tanaman pangan ini salah satunya dapat dilihat dari kinerja produksi dan produktivitas tanaman pangan utama yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia yaitu tanaman padi. Produktivitas padi masih perlu ditingkatkan. Salah satu permasalahannya adalah disaat luas areal persawahan terus berkurang karena digunakan untuk kepentingan lain, kita dihadapkan pada kebutuhan konsumsi beras kita yang terus meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk. Selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras, produktivitas padi perlu ditingkatkan demi kesejahteraan petani karena padi merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia, sehingga banyak petani yang menggantungkan pendapatannya pada usahatani tanaman ini. Program Dinas Pertanian Kabupaten Jombang melalui Visinya Menuju Budaya Pertanian Organik Tahun 2013 yang dijabarkan dalam beberapa misi: 1. Meningkatkan SDM Petani dan Aparatur 2. Menata kelembagaan Petani dan Aparatur 3. Mengembangkan Inovasi teknologi 4. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, Terpacu dengan visi dan misi dinas dan sebagai satu sentra produksi padi, kabupaten Jombang menerapkan cara tanam SRI dalam budidaya padinya. Untuk potensi usahatani padi yang telah dilakukan kabupaten Jombang, dapat dilihat dari data file : statistik pertanian padi. Keunggulan cara tanam SRI (System of Rice Intensification) selain mampu memudahkan proses pemeliharaan tanaman padi, mengurangi kebutuhan pupuk kimia, meningkatkan daya dukung lahan, juga dapat meningkatkan populasi pertanaman. Hal ini sangat penting karena dalam budidaya tanaman padi akan mengurangi pemborosan biaya sehingga bisa dicapai efektifitas dan efisiensi usaha tani. II. Tinjauan Umum Padi 1. Klasifikasi Padi Regnum : Plantae Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Familia : Poaceae Genus : Oryza Spesies : Oryza sativa 2. Ciri-Ciri Umum Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae. Sejumlah ciri famili ini juga menjadi ciri padi, misalnya a. Berakar serabut, b. Daun berbentuk lanset (sempit memanjang), c. Urat daun sejajar, d. Memiliki pelepah daun, e. Bunga tersusun sebagai bunga majemuk dengan satuan bunga berupa floret, f. Floret tersusun dalam spikelet, khusus untuk padi satu spikelet hanya memiliki satu floret, g. Buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir atau kariopsis. 3. Cara Tanam 3.1 Pengertian Cara Tanam SRI SRI (System of Rice Intensification) adalah salah satu cara tanam model budidaya padi intensif dan efisien dengan management sistim perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanaman, tanah dan air dengan mengutamakan produktivitas tinggi dan nilai ekologis. 3.2 Teknik Penerapan SRI (System of Rice Intensification) a) Tanah sehat cukup bahan organik b) Bibit muda 5 – 7 Hari c) Tanam tunggal, dangkal, membentuk huruf L, pindah tanam kurang dari 15 menit. d) Jarak tanam lebar. e) Penyiangan 4 kali (umur 10, 20, 30, 40 HST). f) Air macak-macak. 1. Pengolahan lahan. Pengolahan tanah secara sempurna yaitu tanah dibajak sedalam 25-30 cm sambil membenamkan sisa tanaman dan rerumputan, kemudian digemburkan dengan garu sampai terbentuk struktur lumpur yang sempurna lalu diratakan sebaik mungkin sehingga saat diairi, ketinggian air bisa merata. Perlakuan pengembalian sisa bahan organik ketanah disertai penambahan bakteri pengurai. 2. Penaburan Kompos Penaburan kompos atau bahan organik lain 5-7 ton/ ha atau sesuai tingkat kesuburan tanah. 3. Pemilihan benih Sediakan air dalam ember dan beri garam. Selanjutnya aduk sampai larut. Masukkan telur itik sebagai indikator sampai telur mengapung. Air siap digunakan untuk pemilihan benih bernas. Selanjutnya masukkan benihyang diuji. Aduk-aduk, selanjutnya benih yang tenggelam adalah benih yang bermutu. Cuci dengan air biasa benih hasil seleksi sampai bersih. 4. Perendaman dan Penganginan Benih - Benih bernas direndam selama 24-48 Jam. - Untuk menghindari hama belalang dan lainnya, dalam perendaman diberi daun mahoni yang sudah ditumbuk. - Setelah direndam, dianginkan (ditiris) selama 24-48 jam sampai berkecambah. - Jika penanaman di wilayah endemis Xantomonas orizae, perendaman benih bisa ditambahkan dengan Corine Bacterium dalam air rendaman dengan dosis 5 cc/liter. 5. Persemaian - Media persemaian dari campuran tanah dan pupuk organic dengan perbandingan 1 : 1 atau bisa campuran tanah, kompos, pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1 - Masukkan media pada baki/ talam setebal 3-4 cm dengan alas dari daun pisang atau lainnya yang sudah dilemaskan. - Taburkan benih secara ,merata dan tutup dengan abu dapur/ pupuk organic/ tanah tipis-tipis. - Siram dengan sprayer asal basah dan ulangi penyiraman bila media kering - Hindari persemaian dari air hujan - Umur 7 (tujuh) hari sudah siap tanam. - Persemaian bisa dilakukan dilahan seluas 1/5 dari luas lahan yang akan ditanami dengan penambahan pupuk organik/ kompos sebagai lapisan/ campuran media tanam. 6. Tanam - Jarak tanam lebar (30 x 30 cm atau 40 x 40 cm atau 50 x 50 cm), air macak-macak - Pindah tanam tidak lebih dari 15 menit - Tanam tunggal, dangkal (sekitar 1 cm dalam tanah), dengan posisi perakaran membentuk huruf “L” - Dibuat saluran air dipinggir maupun tengah lahan, sesuai kondisi lahan. - Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma pada 1 HST dengan 14 lembar/ Ha. - Untuk daerah yang sulit pengairan, saat penanaman sekaligus bisa ditambahkan fungi Mikoriza pertanaman sebanyak 1 (satu) sendok makan / sesuai kebutuhan lapang. 10 HST 7. Penyulaman - Penyulaman dilakukan sesuai kebutuhan 8. Pengamatan Agroekosistem I - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangan antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 9. Penyiangan I - Penyiangan baik dengan mesin ataupun manual. 10. Pemupukan I Pemupukan Anorganik diberikan sesuai rekomendasi Dinas Pertanian atau kebiasaan petani setempat. Salah satu contoh rekomendasi pemupukan pada usia tanaman 7-15 HST adalah : Urea 100 kg/Ha, SP-36 50 kg/Ha 11. Penggenangan air (2 cm) - Penyiraman dilakukan dengan menggenang air 12. Penggunaan MOL I - Aplikasi MOL Hijauan/ bonggol pisang/ rebung bambu/ keong mas 400 cc/10 ltr air. - Aplikasi MOL I ini bisa juga dengan MOL dari daun Gamal dengan dosis 14 liter/ Ha 13. Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha. 14. Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman. 15. Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang (Pengendalian dengan konsep PHT) 20 HST 16. Pengamatan Agroekosistem II - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangan antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 17. Pengamatan Biota Tanah - Dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan mikroorganisme dalam tanah yang mampu mendukung kesuburan biologis tanah. 18. Penyiangan II - Penyiangan baik dengan mesin ataupun manual. 19. Pemupukan II Pemupukan Anorganik diberikan sesuai rekomendasi Dinas Pertanian atau kebiasaan petani setempat. Salah satu contoh rekomendasi pemupukan pada usia tanaman 25-30 HST adalah : Urea 50 kg/Ha, Phonska 100 kg/Ha 20. Penggenangan (2 cm diatas permukaan tanah) - Penggenangan 21. Penggunaan Mol II - Aplikasi MOL Hijauan/ bonggol pisang/ rebung bambu/ keong mas 400 cc/10 ltr air. - Aplikasi MOL II ini juga bisa dilakukan dengan pemberian MOL bonggol pisang saja dengan dosis 30 liter/Ha 22. Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter 23. Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman. 24. Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang. 30 HST 25. Pengamatan Agroekosistem III - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 26. Penyiangan III 27. Penggenangan (2 cm diatas permukaan tanah) 28. Penggunaan MOL III - Aplikasi MOL Hijauan/ bonggol pisang/ rebung bambu/ keong mas 400 cc/10 ltr air. - Aplikasi MOL III ini juga bisa diberikan MOL dari urine sapi saja dengan dosis 30 liter/ Ha. 29. Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma pada dengan 14 lembar/ Ha. dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter 30. Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman. 31. Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang. 40 HST 32. Pengamatan Agroekosistem IV - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 33. Penyiangan IV 34. Pemupukan III Pemupukan Anorganik diberikan sesuai rekomendasi Dinas Pertanian atau kebiasaan petani setempat. Salah satu contoh rekomendasi pemupukan pada usia tanaman 40-45 HST adalah : Urea 50 kg/Ha, ZA 50 kg/Ha 35. Penggenangan (2 cm diatas permukaan tanah) 36. Penggunaan MOL IV - Aplikasi MOL buah-buahan 400 cc/100 ltr. Air. - Aplikasi MOL IV ini juga bisa digunakan MOL dari buah maja dengan dosis 30 liter/ Ha. 37. Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter 38. Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman. 39. Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang. 50 HST 40. Pengamatan Agroekosistem V - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 41. Penggunaan MOL V - Aplikasi MOL V ini sebagai tambahan pemberian MOL sebelumnya yaitu dengan MOL dari daun gamal dan terasi dengan dosis 30 liter/ Ha. 42. Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter 43. Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman. 44. Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang. 45. Pengeringan air ekstrim 60 HST 46. Pengamatan Agroekosistem VI - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 47. Penggunaan MOL V - Aplikasi MOL V ini sebagai tambahan pemberian MOL sebelumnya yaitu dengan MOL dari bonggol pisang dan terasi dengan dosis 30 liter/ Ha. 48. Untuk wilayah endemis hama Penggerak batang, dilakukan aplikasi Pias Tricogramma dengan 14 lembar/ Ha, dan jika terjadi serangan bisa diaplikasikan NEP (Nematoda Enthomopatogen) dengan dosis 1 ampul / 500 m2 untuk 1 tangki kapasitas 14 liter 49. Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman. 50. Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang. 51. Pengairan macak-macak 70 HST 52. Pengamatan Agroekosistem VII - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 53. Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman. 54. Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang. 55. Pengairan air macak-macak 56. Aplikaksi MOL Buah-buahan 80 HST 57. Pengamatan Agroekosistem VIII - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 58. Jika kondisi tanaman ada serangan bakteri Xantomonas, perlu dilakukan aplikasi Corine Bacterium, Beauveria bassiana untuk serangga terutama belalang, Metharizium untuk serangga terutama wereng, Verticillium untuk serangga terutama kutu-kutuan, serta fungi Tricoderma untuk mengatasi busuk batang, akar, rebah kecambah, ataupun rebah tanaman. 59. Aplikasi pestisida kimia bisa dilakukan pada alternatif terakhir setelah aplikasi agens hayati dan pestisida nabati yang tidak bisa menguasai keadaan lapang. 60. Pengairan macak-macak 90 HST 61. Pengamatan Agroekosistem IX - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 62. Pengairan macak-macak 95 HST 63. Pengamatan Agroekosistem X. - Dilakukan dengan pertimbangan keseimbangna antara hama dan musuh alami di ekosistem lahan. 64. Pengeringan Ekstrim 110 HST 65. Panen (Umur panen sesuai varietas). DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG File : cara tanam padi SRI