(1) Syarat pembentukan BUMDes - BPK RI Perwakilan Provinsi

advertisement
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU
NOMOR 11 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN
BADAN USAHA MILIK DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BARRU,
Menimbang
: a.
bahwa dalam rangka meningkatkan pendapatan desa
gunamendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat
desa dan menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat
melalui kesempatanberusaha, pemberdayaan masyarakat,
dan pengelolaan aset milikdesa sesuai kebutuhan dan
potensi desa, maka Pemerintah Desadiberi kewenangan
untuk membentuk dan mengelola Badan UsahaMilik Desa;
b.
bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 81 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desadan
pelaksanaanPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39
Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa, maka perlu
memberikanpedoman
bagi
Pemerintah
Desa
dalam
membentuk dan mengelolaBadan Usaha Milik Desa;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan
Daerah Kabupaten Barru tentangPedoman Tata Cara
Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa;
Mengingat
: 1.
Undang–Undang
Pembentukan
Nomor
29
Tahun
1959
tentang
Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor
74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1822);
2.
Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
1
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
3.
Undang–Undang
Nomor
Perbendaharaan
Negara
1
Tahun
(Lembaran
2004
tentang
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4.
Undang-Undang
Pemerintahan
Nomor
Daerah
32
Tahun
(Lembaran
2004
Negara
tentang
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
5.
Undang-Undang
Nomor
33
Tahun
2004
tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6.
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun
Tambahan
Lembaran
Negara
2011
Nomor 82,
Republik
Indonesia
Nomor 5234);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor
158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4587);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor
Pembagian
Urusan
38 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan
antara
Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
2
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737 );
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010
tentang Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 316);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 2 Tahun 2007
tentang Organisasi Pemerintahan Desa (Lembaran Daerah
Kabupaten Barru Tahun 2007 Nomor 2);
12. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 4 Tahun 2007
tentang Alokasi Dana Desa (Lembaran Daerah Kabupaten
Barru Tahun 2007 Nomor 4);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 3 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan
Pemerintah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten
Barru Tahun 2008 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Barru Nomor 1);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 8 Tahun 2008
tentang
Pokok-Pokok
Pengelolaan
Keuangan
Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Daearah Kabupaten Barru Nomor 6);
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BARRU
dan
BUPATI BARRU
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN
DAERAH
PEMBENTUKAN
DAN
TENTANG PEDOMAN TATA CARA
PENGELOLAAN
BADAN
USAHA
MILIK DESA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1.
Daerah adalah Kabupaten Barru.
2.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-luasnya dalam
3
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
3.
Pemerintah
Daerah
adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4.
Bupati adalah Bupati Barru.
5.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barru.
6.
Perangkat
Daerah
adalah
unsur
pembantu
Kepala
Daerah
dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah,
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Inspektorat,
Bappeda, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.
7.
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan berada di dalam wilayah Kabupaten Barru.
8.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9.
Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa
dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
10. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan desa.
11. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota.
12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDesa
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan
disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, yang ditetapkan dengan
Peraturan Desa.
13. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD
bersama Kepala Desa.
4
14. Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disingkat BUMDes adalah Usaha Desa
yang dibentuk/didirikan oleh Pemerintah Desa yang kepemilikan modal dan
pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Desa dan Masyarakat.
15. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan desa dari usaha desa, hasil
kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lainlain Pendapatan Asli yang sah.
16. Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti
usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian,
serta industri dan kerajinan rakyat.
17. Penasehat/komisaris adalah unsur penasehat/komisaris BUMDes.
18. Direksi adalah unsur pelaksana operasional/Direksi BUMDes.
19. Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah peraturantertulis yang
memuat dan terdiri dari aturan-aturan pokok organisasiyang berfungsi sebagai
pedoman dan kebijakan untuk mencapaitujuan organisasi serta menyusun
aturan-aturan lain.
20. Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat ART adalahaturan tertulis
sebagai bentuk operasional yang lebih terinci dariaturan-aturan pokok dalam
Anggaran Dasar (AD) dalammelaksanakan tata kegiatan organisasi.
21. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnyadisingkat AD/ART
adalah aturan tertulis organisasi yang dibuat dandisepakati bersama oleh
seluruh anggota yang berfungsi sebagaipedoman organisasi dalam mengambil
kebijakan serta menjalankanaktivitas dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkanbersama.
BAB II
PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA
Pasal 2
(1)
Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, Pemerintah Desa
dapat membentuk BUMDes sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.
(2)
Pembentukan BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dengan Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah ini.
(3)
BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berbentuk badan hukum.
Pasal 3
(1)
BUMDes didirikan oleh Pemerintah Desa berdasarkan musyawarah warga
masyarakat dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(2)
Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikitmemuat:
a. maksud dan tujuan pendirian BUMDes;
5
b. pendirian, nama, tempat kedudukan, dan wilayah usaha;
c. asas, fungsi, dan usaha;
d. modal;
e. kepemilikan;
f. organisasi;
g. kewajiban dan hak; dan
h. penetapan dan penggunaan laba.
(3)
Hasil Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
mendapat
persetujuan BPD dan selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan
Desa.
Pasal 4
(1)
Syarat pembentukan BUMDes:
a. atas
inisiatif
pemerintah
desa
dan/atau
masyarakat
berdasarkan
musyawarah warga desa;
b. adanya potensi usaha ekonomi masyarakat;
c. sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama dalam pemenuhan
kebutuhan pokok;
d. tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal,
terutama kekayaan desa;
e. tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha
sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat desa;
f. adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi
warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi;
dan
g. untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Desa.
(2)
Mekanisme pembentukan BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui tahap:
a. rembug desa/musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan;
b. kesepakatan dituangkan dalam AD/ART yang sekurang-kurangnya berisi:
organisasi dan tata kerja, penetapan personil, sistem pertanggung jawaban
dan pelaporan, bagi hasil dan kepailitan;
c. pengusulan materi kesepakatan sebagai draft peraturan desa; dan
d. penerbitan peraturan desa.
6
BAB III
ORGANISASI KEPENGURUSAN
Bagian Kesatu
Organisasi Pengelola
Pasal 5
Organisasi pengelola BUMDes terpisah dari organisasi pemerintahan desa.
Pasal 6
(1)
Organisasi pengelola BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,paling
sedikit terdiri atas:
a. penasihat atau komisaris; dan
b. pelaksana operasional atau direksi.
(2)
Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dijabat
oleh Kepala Desa.
(3)
Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, terdiri atas:
a. direktur atau manajer; dan
b. kepala unit usaha.
(4)
Struktur Organisasi dan Tata Kerja BUMDes lebih lanjut diatur dengan
Peraturan Desa.
(6)
Penjabaran tugas, fungsi dan uraian tugas masing-masing pemangku
jabatan dalam organisasi BUMDes,diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh
Kepala Desa.
Bagian Kedua
Tugas dan Kewenangan
Pasal 7
(1)
Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
a, mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada
pelaksana operasional atau direksi dalam menjalankan kegiatan pengelolaan
usaha desa.
(2)
Penasihat atau komisaris dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana
operasional atau direksi mengenai pengelolaan usaha desa.
7
Pasal 8
Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf b, bertanggung jawab kepada pemerintahan desa atas pengelolaan usaha
desa dan mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban
Pasal 9
BUMDes berhak menghimpun usaha-usaha milik Desa untuk dikelola dalam rangka
meningkatkan pendapatan Masyarakat dan Desa.
Pasal 10
(1)
Kepengurusan BUMDes wajib memperhatikan Sumber Daya Manusia Desa
Setempat.
(2)
BUMDes wajib memberikan kontribusi keuntungannya terhadap Pendapatan
Asli Desa.
(3)
BUMDes berkewajiban melestarikan Barang Inventaris Desa.
BAB IV
PENGELOLAAN
Pasal 11
Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,dilakukan dengan
persyaratan:
a. pengurus yang berpengalaman dan/atau profesional;
b. mendapat pembinaan manajemen;
c.
mendapat pengawasan secara internal maupun eksternal;
d. menganut prinsip transparansi, akuntabel, dapat dipercaya, dan rasional; dan
e. melayani kebutuhan masyarakat dengan baik dan adil.
Pasal 12
(1)
Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, berdasarkan
pada:
a. anggaran dasar; dan
b. anggaran rumah tangga.
(2)
Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat paling
sedikit rincian nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, kepemilikan
8
modal, kegiatan usaha, dan kepengurusan.
(3)
Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat
paling sedikit hak dan kewajiban pengurus, masa bakti kepengurusan, tata
cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus, penetapan operasional jenis
usaha, dan sumber permodalan.
BAB V
JENIS USAHA DAN PERMODALAN
Pasal 13
(1)
BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, terdiri atas jenis-jenis usaha.
(2)
Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dibidang jasa antara lain; jasa keuangan (simpan pinjam) jasa angkutan,
listrik, air minum, penyewaan alat dan jasa lainnya;
b. penyaluran sembilan bahan pokok masyarakat desa;
c. penjualan sarana produksi pertanian;dan/atau
d. perdagangan hasil pertanian kerajinan industri kecil dan rumah tangga.
(3)
Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.
Pasal 14
(1)
Sumber-sumber modal BUMDes berasal dari:
a. pemerintah desa;
b. tabungan masyarakat;
c.
bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah;
d. pinjaman; dan/atau
e. kerja sama usaha dengan pihak lain.
(2) Selain sumber-sumber modal BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Modal BUMDes dapat juga berasal dari dana bergulir program pemerintah
dan/atau pemerintah daerah yang diserahkan kepada desa dan/atau kepada
masyarakat melalui pemerintah desa.
Pasal 15
(1)
Modal BUMDes yang berasal dari pemerintah desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 huruf a, merupakan kekayaan desa yang dipisahkan.
(2)
Modal BUMDes yang berasal dari tabungan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, merupakan simpanan masyarakat.
9
(3)
Modal BUMDes yang berasal dari bantuan pemerintah, pemerintah provinsi,
dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, dapat
berupa dana tugas pembantuan.
(4)
Modal BUMDes yang berasal dari pinjaman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf d, dari pinjaman lembaga keuangan atau pemerintah daerah.
(5)
Modal BUMDes yang berasal dari kerjasama usaha dengan pihak lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e, dapat diperoleh dari pihak
swasta dan/atau masyarakat.
BAB VI
BAGI HASIL USAHA
Pasal 16
(1)
Bagi hasil usaha BUMDes adalah merupakan Pendapatan BUMDes yang
diperoleh selama 1 (satu) tahun buku dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan
selama proses usaha.
(2)
Bagi hasil usaha BUMDesa ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VII
KERJASAMA DENGAN PIHAK KETIGA
Pasal 17
(1)
BUMDes dapat melakukan kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih
dan/atau dengan pihak ketiga.
(2)
Kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam
Daerah.
(3)
Kerjasama antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mendapat persetujuan masing-masing pemerintahan desa.
Pasal 18
(1)
Kerjasama usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dibuat dalam
naskah perjanjian kerjasama.
(2)
Naskah perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. subyek kerjasama;
b. obyek kerjasama;
10
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban;
e. pendanaan
f. keadaan memaksa;
g. penyelesaian permasalahan; dan
h. pengalihan.
Pasal 19
(1)
Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih dalam
satu kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), disampaikan
kepada camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.
(2)
Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih antar
kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), disampaikan
kepada bupati melalui camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak
ditandatangani.
BAB VIII
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 20
(1)
Pelaksana
operasional
atau
direksi
melaporkan
pertanggungjawaban
pelaksanaan BUMDes kepada Kepala Desa.
(2)
Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes kepada BPD dalam
forum musyawarah desa.
(3)
Mekanisme Pengelolaan dan Pertanggungjawaban BUMDes diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1) Bupati melakukan pembinaan, monitoring, evaluasi,
upaya pengembangan
manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang
ada di perdesaan.
(2) Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan BUMDes di wilayah
kerjanya.
11
Pasal 22
(1) BPD dan/atau pengawas internalyang dibentuk melalui musyawarah desa
melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes.
(2) Inspektorat Daerah melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya diatur dengan peraturan
Bupati.
Pasal 24
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten.
Ditetapkan di Barru
pada Tanggal
BUPATI BARRU,
ANDI IDRIS SYUKUR
Diundangkan
pada tanggal
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BARRU,
NASRUDDIN ABDUL MUTTALIB
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR
.
PENJELASAN
12
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU
NOMOR
TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN
BADAN USAHA MILIK DESA
I. UMUM
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepada desa dapat
diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun
pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Maka
otonomi desa yang merupakan hak, wewenang, dan kewajiban untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada
pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri.
Bahwa dalam rangka meningkatkan pendapatan desa guna mendukung
terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa dan menumbuh kembangkan
ekonomi
masyarakat
melalui
kesempatan
berusaha,
pemberdayaan
masyarakat, dan pengelolaan aset milik desa sesuai kebutuhan dan potensi
desa, maka Pemerintah Desa diberi kewenangan untuk membentuk dan
mengelola Badan Usaha Milik Desa.
Landasan pemikiran pengaturan mengenai Badan Usaha Milik Desa dengan
melihat potensi dan kekhususan desa. Pada Prinsipnya Desa yang beragam
memiliki beberapa karakteristik, yaitu;
13
(1)
Keanekaragaman, yang memiliki makna bahwa Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat;
(2)
Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Badan Usaha
Milik Desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar
masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab
terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga
desa;
(3)
Otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa
dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada
hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada
masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif
administrasi
pemerintahan
negara
yang
selalu
mengikuti
perkembangan jaman termasuk dalam penyusunan, pembentukan dan
penyelenggarakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes);
(4)
Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan
dan pelaksanaan pembangunan di Desa harus mengakomodasi
aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui BPD dan
Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa sehingga
pembentukan dan tata pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
merupakan rangkaian yang harus melalui Prisnsip Demoratisasi ini
dengan dibahas bersamanya Pembentukan Peraturan daerah;
(5)
Pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di termasuk Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes)di Desa ditujukan untuk meningkatkan
taraf
hidup
dan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
penetapan
kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah
dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Dalam
rangka
melaksanakan
urusan
pemerintahan
yang
menjadi
kewenangan desa dan untuk peningkatan pelayanan serta pemberdayaan
masyarakat, desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri atas
Pendapatan Asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah
kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah
yang diterima oleh kabupaten/kota, bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah
Daerah serta hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh desa berasal dari Badan
Usaha Milik Desa sehingga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 81 Peraturan
14
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan sebagai pelaksanaan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha
Milik Desa, maka perlu memberikan pedoman bagi Pemerintah Desa dalam
membentuk dan mengelola Badan Usaha Milik Desa.
Permasalahan yang harus diatasi dengan norma-norma dalam peraturan
daerah, adalah:
a. perlunya menyeragamkan langkah dan tindakan yang diperlukan dalam
Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
b. perlunya
pedoman pelaksanaan bagi pemerintah Desayang dapat
dijadikan acuan dalam rangka pembentukan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) ditiap Desa dalam wilayah Kabupaten Barru.
Berdasarkan hal tersebut, maka Peraturan Daerah tentang Pedoman Tata
Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ini
disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mendorong pengembangan ekonomi masyarakat Desa melalui kegiatan
usaha ekonomi produktif;
2. Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat
Desa;
3. Meningkatkan perputaran
roda
perekonomian masyarakat melalui
peningkatan modal, barang dan jasa dilingkungan Desa;
4. Mengelola bantuan hibah yang diperuntukkan bagi usaha ekonomi
produktif dari pemerintah kepada pemerintah Desa, sehingga bantuan
tersebut berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat;
5. Mengelola aset-aset produktif milik desa agar dapat menghasilkan nilai
tambah; dan
6. Menyalurkan modal usaha bagi masyarakat desa untuk mengurangi
dampak negatif sistem ijon, gadai gelap dan rentenir dilingkungan
masyarakat desa.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
15
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup Jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
16
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Peraturan Bupati mengenai Bagi Hasil Usaha Bumdes ditetapkan
paling lama 6 bulan.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR
17
Download