PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pendapatan desa gunamendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa dan menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat melalui kesempatanberusaha, pemberdayaan masyarakat, dan pengelolaan aset milikdesa sesuai kebutuhan dan potensi desa, maka Pemerintah Desadiberi kewenangan untuk membentuk dan mengelola Badan UsahaMilik Desa; b. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desadan pelaksanaanPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa, maka perlu memberikanpedoman bagi Pemerintah Desa dalam membentuk dan mengelolaBadan Usaha Milik Desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Barru tentangPedoman Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa; Mengingat : 1. Undang–Undang Pembentukan Nomor 29 Tahun 1959 tentang Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 2. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 1 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang–Undang Nomor Perbendaharaan Negara 1 Tahun (Lembaran 2004 tentang Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Pemerintahan Nomor Daerah 32 Tahun (Lembaran 2004 Negara tentang Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Tambahan Lembaran Negara 2011 Nomor 82, Republik Indonesia Nomor 5234); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 9. Peraturan Pemerintah Nomor Pembagian Urusan 38 Tahun 2007 tentang Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia 2 Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737 ); 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 316); 11. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 2 Tahun 2007 tentang Organisasi Pemerintahan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2007 Nomor 2); 12. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 4 Tahun 2007 tentang Alokasi Dana Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2007 Nomor 4); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Barru (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 24, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Barru Nomor 1); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Barru Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Barru Tahun 2008 Nomor 29, Tambahan Lembaran Daearah Kabupaten Barru Nomor 6); Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BARRU dan BUPATI BARRU MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH PEMBENTUKAN DAN TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Barru. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-luasnya dalam 3 sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Bupati adalah Bupati Barru. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Barru. 6. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Inspektorat, Bappeda, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan. 7. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di dalam wilayah Kabupaten Barru. 8. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 10. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 11. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota. 12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. 13. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa. 4 14. Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disingkat BUMDes adalah Usaha Desa yang dibentuk/didirikan oleh Pemerintah Desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Desa dan Masyarakat. 15. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan desa dari usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lainlain Pendapatan Asli yang sah. 16. Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat. 17. Penasehat/komisaris adalah unsur penasehat/komisaris BUMDes. 18. Direksi adalah unsur pelaksana operasional/Direksi BUMDes. 19. Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah peraturantertulis yang memuat dan terdiri dari aturan-aturan pokok organisasiyang berfungsi sebagai pedoman dan kebijakan untuk mencapaitujuan organisasi serta menyusun aturan-aturan lain. 20. Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat ART adalahaturan tertulis sebagai bentuk operasional yang lebih terinci dariaturan-aturan pokok dalam Anggaran Dasar (AD) dalammelaksanakan tata kegiatan organisasi. 21. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnyadisingkat AD/ART adalah aturan tertulis organisasi yang dibuat dandisepakati bersama oleh seluruh anggota yang berfungsi sebagaipedoman organisasi dalam mengambil kebijakan serta menjalankanaktivitas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkanbersama. BAB II PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA Pasal 2 (1) Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, Pemerintah Desa dapat membentuk BUMDes sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. (2) Pembentukan BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Desa dengan berpedoman pada Peraturan Daerah ini. (3) BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berbentuk badan hukum. Pasal 3 (1) BUMDes didirikan oleh Pemerintah Desa berdasarkan musyawarah warga masyarakat dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. (2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikitmemuat: a. maksud dan tujuan pendirian BUMDes; 5 b. pendirian, nama, tempat kedudukan, dan wilayah usaha; c. asas, fungsi, dan usaha; d. modal; e. kepemilikan; f. organisasi; g. kewajiban dan hak; dan h. penetapan dan penggunaan laba. (3) Hasil Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapat persetujuan BPD dan selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Desa. Pasal 4 (1) Syarat pembentukan BUMDes: a. atas inisiatif pemerintah desa dan/atau masyarakat berdasarkan musyawarah warga desa; b. adanya potensi usaha ekonomi masyarakat; c. sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok; d. tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal, terutama kekayaan desa; e. tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat desa; f. adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; dan g. untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Desa. (2) Mekanisme pembentukan BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap: a. rembug desa/musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan; b. kesepakatan dituangkan dalam AD/ART yang sekurang-kurangnya berisi: organisasi dan tata kerja, penetapan personil, sistem pertanggung jawaban dan pelaporan, bagi hasil dan kepailitan; c. pengusulan materi kesepakatan sebagai draft peraturan desa; dan d. penerbitan peraturan desa. 6 BAB III ORGANISASI KEPENGURUSAN Bagian Kesatu Organisasi Pengelola Pasal 5 Organisasi pengelola BUMDes terpisah dari organisasi pemerintahan desa. Pasal 6 (1) Organisasi pengelola BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,paling sedikit terdiri atas: a. penasihat atau komisaris; dan b. pelaksana operasional atau direksi. (2) Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dijabat oleh Kepala Desa. (3) Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. direktur atau manajer; dan b. kepala unit usaha. (4) Struktur Organisasi dan Tata Kerja BUMDes lebih lanjut diatur dengan Peraturan Desa. (6) Penjabaran tugas, fungsi dan uraian tugas masing-masing pemangku jabatan dalam organisasi BUMDes,diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Desa. Bagian Kedua Tugas dan Kewenangan Pasal 7 (1) Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada pelaksana operasional atau direksi dalam menjalankan kegiatan pengelolaan usaha desa. (2) Penasihat atau komisaris dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional atau direksi mengenai pengelolaan usaha desa. 7 Pasal 8 Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, bertanggung jawab kepada pemerintahan desa atas pengelolaan usaha desa dan mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan. Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Pasal 9 BUMDes berhak menghimpun usaha-usaha milik Desa untuk dikelola dalam rangka meningkatkan pendapatan Masyarakat dan Desa. Pasal 10 (1) Kepengurusan BUMDes wajib memperhatikan Sumber Daya Manusia Desa Setempat. (2) BUMDes wajib memberikan kontribusi keuntungannya terhadap Pendapatan Asli Desa. (3) BUMDes berkewajiban melestarikan Barang Inventaris Desa. BAB IV PENGELOLAAN Pasal 11 Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,dilakukan dengan persyaratan: a. pengurus yang berpengalaman dan/atau profesional; b. mendapat pembinaan manajemen; c. mendapat pengawasan secara internal maupun eksternal; d. menganut prinsip transparansi, akuntabel, dapat dipercaya, dan rasional; dan e. melayani kebutuhan masyarakat dengan baik dan adil. Pasal 12 (1) Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, berdasarkan pada: a. anggaran dasar; dan b. anggaran rumah tangga. (2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat paling sedikit rincian nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, kepemilikan 8 modal, kegiatan usaha, dan kepengurusan. (3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat paling sedikit hak dan kewajiban pengurus, masa bakti kepengurusan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus, penetapan operasional jenis usaha, dan sumber permodalan. BAB V JENIS USAHA DAN PERMODALAN Pasal 13 (1) BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, terdiri atas jenis-jenis usaha. (2) Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. dibidang jasa antara lain; jasa keuangan (simpan pinjam) jasa angkutan, listrik, air minum, penyewaan alat dan jasa lainnya; b. penyaluran sembilan bahan pokok masyarakat desa; c. penjualan sarana produksi pertanian;dan/atau d. perdagangan hasil pertanian kerajinan industri kecil dan rumah tangga. (3) Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Pasal 14 (1) Sumber-sumber modal BUMDes berasal dari: a. pemerintah desa; b. tabungan masyarakat; c. bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah; d. pinjaman; dan/atau e. kerja sama usaha dengan pihak lain. (2) Selain sumber-sumber modal BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Modal BUMDes dapat juga berasal dari dana bergulir program pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang diserahkan kepada desa dan/atau kepada masyarakat melalui pemerintah desa. Pasal 15 (1) Modal BUMDes yang berasal dari pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, merupakan kekayaan desa yang dipisahkan. (2) Modal BUMDes yang berasal dari tabungan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, merupakan simpanan masyarakat. 9 (3) Modal BUMDes yang berasal dari bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, dapat berupa dana tugas pembantuan. (4) Modal BUMDes yang berasal dari pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, dari pinjaman lembaga keuangan atau pemerintah daerah. (5) Modal BUMDes yang berasal dari kerjasama usaha dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e, dapat diperoleh dari pihak swasta dan/atau masyarakat. BAB VI BAGI HASIL USAHA Pasal 16 (1) Bagi hasil usaha BUMDes adalah merupakan Pendapatan BUMDes yang diperoleh selama 1 (satu) tahun buku dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses usaha. (2) Bagi hasil usaha BUMDesa ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB VII KERJASAMA DENGAN PIHAK KETIGA Pasal 17 (1) BUMDes dapat melakukan kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih dan/atau dengan pihak ketiga. (2) Kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam Daerah. (3) Kerjasama antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan masing-masing pemerintahan desa. Pasal 18 (1) Kerjasama usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama. (2) Naskah perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. subyek kerjasama; b. obyek kerjasama; 10 c. jangka waktu; d. hak dan kewajiban; e. pendanaan f. keadaan memaksa; g. penyelesaian permasalahan; dan h. pengalihan. Pasal 19 (1) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih dalam satu kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), disampaikan kepada camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani. (2) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih antar kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), disampaikan kepada bupati melalui camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani. BAB VIII LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 20 (1) Pelaksana operasional atau direksi melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes kepada Kepala Desa. (2) Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes kepada BPD dalam forum musyawarah desa. (3) Mekanisme Pengelolaan dan Pertanggungjawaban BUMDes diatur lebih lanjut dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 21 (1) Bupati melakukan pembinaan, monitoring, evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di perdesaan. (2) Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan BUMDes di wilayah kerjanya. 11 Pasal 22 (1) BPD dan/atau pengawas internalyang dibentuk melalui musyawarah desa melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes. (2) Inspektorat Daerah melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya diatur dengan peraturan Bupati. Pasal 24 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten. Ditetapkan di Barru pada Tanggal BUPATI BARRU, ANDI IDRIS SYUKUR Diundangkan pada tanggal Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BARRU, NASRUDDIN ABDUL MUTTALIB LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR . PENJELASAN 12 ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA I. UMUM Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepada desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Maka otonomi desa yang merupakan hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri. Bahwa dalam rangka meningkatkan pendapatan desa guna mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa dan menumbuh kembangkan ekonomi masyarakat melalui kesempatan berusaha, pemberdayaan masyarakat, dan pengelolaan aset milik desa sesuai kebutuhan dan potensi desa, maka Pemerintah Desa diberi kewenangan untuk membentuk dan mengelola Badan Usaha Milik Desa. Landasan pemikiran pengaturan mengenai Badan Usaha Milik Desa dengan melihat potensi dan kekhususan desa. Pada Prinsipnya Desa yang beragam memiliki beberapa karakteristik, yaitu; 13 (1) Keanekaragaman, yang memiliki makna bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat; (2) Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan Badan Usaha Milik Desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa; (3) Otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman termasuk dalam penyusunan, pembentukan dan penyelenggarakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes); (4) Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui BPD dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai mitra Pemerintah Desa sehingga pembentukan dan tata pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan rangkaian yang harus melalui Prisnsip Demoratisasi ini dengan dibahas bersamanya Pembentukan Peraturan daerah; (5) Pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di termasuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)di Desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk peningkatan pelayanan serta pemberdayaan masyarakat, desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri atas Pendapatan Asli Desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh desa berasal dari Badan Usaha Milik Desa sehingga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 81 Peraturan 14 Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa, maka perlu memberikan pedoman bagi Pemerintah Desa dalam membentuk dan mengelola Badan Usaha Milik Desa. Permasalahan yang harus diatasi dengan norma-norma dalam peraturan daerah, adalah: a. perlunya menyeragamkan langkah dan tindakan yang diperlukan dalam Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. perlunya pedoman pelaksanaan bagi pemerintah Desayang dapat dijadikan acuan dalam rangka pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ditiap Desa dalam wilayah Kabupaten Barru. Berdasarkan hal tersebut, maka Peraturan Daerah tentang Pedoman Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ini disusun dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mendorong pengembangan ekonomi masyarakat Desa melalui kegiatan usaha ekonomi produktif; 2. Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat Desa; 3. Meningkatkan perputaran roda perekonomian masyarakat melalui peningkatan modal, barang dan jasa dilingkungan Desa; 4. Mengelola bantuan hibah yang diperuntukkan bagi usaha ekonomi produktif dari pemerintah kepada pemerintah Desa, sehingga bantuan tersebut berdaya guna dan berhasil guna dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat; 5. Mengelola aset-aset produktif milik desa agar dapat menghasilkan nilai tambah; dan 6. Menyalurkan modal usaha bagi masyarakat desa untuk mengurangi dampak negatif sistem ijon, gadai gelap dan rentenir dilingkungan masyarakat desa. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. 15 Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup Jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. 16 Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Peraturan Bupati mengenai Bagi Hasil Usaha Bumdes ditetapkan paling lama 6 bulan. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 17