ANALISIS MAKNA KONOTASI WARNA HITAM DALAM SHUUGI BUKURO DIHUBUNGAN DENGAN KONSEP GOSHIKI Hendry, Himawan Pratama Universitas Bina Nusantara, Jl. Kemanggisan Ilir III No.45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276730 [email protected] Abstract The research deploys about connotation of the black color in shuugi bukuro using the color goshiki concept. The purpose of this research was to answer the meaning of black color in fu-shuugi bukuro. Research method applied were literature methods and qualitative approaches. The research used by connotation of black color at daruma and mofuku. After that, those connotation meaning connect it with semiosphere method. The theory that used are semiotic concept, relation of syntagmatic paradigmatic, denotation and connotation system, with semiosphere concept then goshiki theory from Buddhist. The research show that the black color in fu shuugi bukuro is significant and has meaning in soushiki (death ceremony). Keywords : connotation, black color, shuugi bukuro, semiotic Abstrak Penelitian ini menjelaskan tentang pemaknaan konotasi warna hitam dalam fu-shuugi bukuro dihubungkan dengan konsep goshiki. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab makna warna hitam yang terkandung dalam fu-shuugi bukuro. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode perpustakaan dan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil makna konotasi warna hitam dari boneka daruma dan mofuku. Setelah itu, makna konotasi tersebut dikaitkan dengan menggunakan metode medan makna. Teori yang dipakai adalah konsep semiotik, relasi sintagmatik paradigmatik, sistem denotasi konotasi, medan makna serta teori goshiki dari ajaran agama Buddha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna hitam dalam fu-shuugi bukuro merupakan signifikan dan memiliki makna dalam soushiki. Kata Kunci : konotasi, warna hitam, shuugi bukuro, semiotik PENDAHULUAN Tradisi adalah sebuah kebiasaan yang masih dijalankan di masyarakat secara turun temurun. Setiap negara memiliki tradisi masing-masing yang khas. Jepang sebagai salah satu negara di Asia juga memiliki beberapa tradisi khas, yaitu tradisi membungkuk ala Jepang atau disebut dengan ojiki (お辞儀), tradisi memberi salam atau disebut dengan aisatsu (挨拶), tradisi melihat bunga atau disebut dengan hanami (花見), tradisi o-matsuri (お祭り) serta tradisi pemberian yang disebut dengan zoutou bunka (贈答文化). Zoutou bunka (贈答文化) adalah sebuah tradisi di mana masyarakat saling bertukar pemberian yang telah menjadi alat interaksi sosial dalam masyarakat. Pemberian hadiah pada tradisi zoutou bunka dapat berupa pemberian uang maupun barang. Pemberian hadiah berupa uang pada umumnya terjadi pada upacara pernikahan, kelahiran dan pemakaman, yang telah dibungkus dengan shuugi bukuro. Shuugi bukuro adalah sebuah kebiasaan memberi hadiah berupa uang yang telah dibungkusi dengan amplop tertentu yang bernama noshibukuro (熨斗袋) dan telah diikat dengan benang hiasan yang disebut dengan mizuhiki (水引). Berdasarkan pada suasana upacara, shuugi bukuro dibagi menjadi dua macam, yaitu shuugi bukuro ( 祝儀袋) dan fu-shuugi bukuro(不祝儀袋). Komponen shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro memiliki berbagai macam perbedaan, yaitu arah chuutsutsumi;ada tidak adanya noshi, perbedaan warna mizuhiki serta arah melipat fukusa. Dari sekian banyak perbedaan yang terdapat dalam shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro, penulis berminat untuk meneliti warna mizuhiki terutama akan fokus dalam penelitian warna mizuhiki pada fu-shuugi bukuro, yaitu warna hitam. Pada hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ranny Rastati dengan judul “Penggunaan Warna Maskulin dan Feminin pada Hadiah Ulang Tahun Anak-Anak Jepang” yang meneliti tentang pilihan warna dalam hadiah ulang tahun yang dilakukan berdasarkan golongan maskulin dan feminin. Dalam penelitian tersebut, Ranny Rastaty telah menyimpulkan bahwa : a. Pilihan warna pada pemberian hadiah ulang tahun anak-anak Jepang telah dikelompokan menjadi 2 jenis berdasarkan warna yang mendominasi, yaitu : a. Warna maskulin, yaitu warna hijau dan biru digunakan sebagai warna dominasi atau warna utama pada hadiah ulang tahun anak laki-laki. b. Warna feminim, yaitu warna merah, kuning, pink dan ungu digunakan sebagai warna utama pada hadiah ulang tahun anak perempuan. b. Selain warna maskulin dan feminim, pemilihan warna pada hadiah ulang tahun juga dapat dipilih berdasarkan makna yang dikandung agar rasa yang ingin disampaikan pemberi kepada penerima, makna warna dikelompokan menjadi 2, yaitu : a. Makna simbolis , yaitu makna warna berdasarkan kemiripan warna dengan alam. b. Makna psikologis, yaitu makna warna berdasarkan asosiasi psikologis yang ditentukan oleh kesepakatan masyarakat. Sama halnya dengan penelitian terdahulu, penulis juga meneliti tentang warna yang ada di masyarakat Jepang, namun penulis berfokus pada penelitian makna konotasi warna hitam dalam shuugi bukuro dengan metode semiotika. Seperti yang dikatakan oleh Benny H.Hoed (2008) yang menulis dalam bukunya “Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya”, menyatakan bahwa semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Semua tanda yang ada di kehidupan manusia memiliki makna atau arti, dengan kata lain ilmu semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang makna yang ada dalam sebuah tanda. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna konotasi warna hitam dalam shuugi bukuro yang terdapat dalam upacara pemakaman (soushiki, 葬式). METODE PENELITIAN Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini. Penulis juga menggunakan metode kepustakaan untuk mengumpulkan teori yang akan digunakan dan mengumpulkan objek penelitian yang akan dianalisis seperti, kuro no daruma (boneka daruma berwarna hitam) serta mofuku. Kemudian menganalisis data tersebut dengan konsep semiotika, yaitu makna denotasikonotasi Roland Bathes sehingga menghasilkan makna konotasi warna hitam pada kedua objek tersebut. Setelah itu, penulis mengkaitkan objek penelitian (kuro no daruma dan mofuku) dengan fu- shuugi bukuro dengan konsep semiosphere sehingga mendapatkan makna konotasi warna hitam dalam fu-shuugi bukuro yang merupakan kesimpulan dari penelitian ini. HASIL DAN BAHASAN Untuk mengungkapkan makna konotasi warna hitam dalam fu-shuugi bukuro, penulis akan mengkaitkan dengan dua objek penelitian, yaitu boneka daruma yang berwarna hitam dan mofuku. Dimana dua objek penelitian ini memiliki tiga titik kesamaaan, yaitu semuanya merupakan warna hitam, benda yang berkaitan dengan ajaran Buddha serta benda yang ada di budaya Jepang. 1. Analisis makna konotasi warna hitam dalam boneka kuro daruma (黒達磨) Daruma adalah boneka mainan asal Jepang dengan bentuk badan yang bulat dan bagian dalam yang kosong serta tidak memiliki kaki dan tangan. Model boneka ini adalah pendeta Bodhidharma legendaris beragama Buddha yang bernama Daruma (達磨). Di Jepang, boneka daruma pada awalnya hanya berwarna merah. Kemudian boneka daruma dibuat menjadi lima warna atau goshiki (五色) , yaitu warna hijau, kuning, merah, putih dan hitam. Di mana pada masing-masing warna memiliki makna-makna tertentu. Dari kelima warna tersebut, terdapat perbedaan fungsi dalam penggunaan warna daruma. Warna daruma 赤 (aka, merah) 黄 (ki, kuning) 青 (ao, biru) 黒 (kuro, hitam) 白 (shiro, putih) Kegunaan 大願成就 (daigan jyoujyu) 開運 (kaiun) 学業成就 (gakugyou jyoujyu) 厄除け (yakuyoke) 恋愛・良縁 (ren ai・ ryou en) Harapan akan ambisi yang besar Harapan akan keberuntungan yang lebih baik Harapan akan prestasi yang baik Harapan agar terhindar dari bencana/kesialan Harapan akan hubungan cinta dan jodoh yang baik Tabel 1 Fungsi dan Penggunaan Goshiki no Daruma Dari data di atas, peneliti akan menganalisi warna yang akan berpengaruh terhadap makna daruma dengan menggunakan struktur sintagmatik-paradigmatik, analisisnya sebagai berikut ini : Relasi paradigmatik (Vertikal) Warna bagian tubuh daruma Putih Putih Putih Putih Putih Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Merah Kuning Biru Hitam Putih Ambisi Keberuntungan Prestasi Menghindar dari bencana Cinta dan jodoh yang baik Mata kumis Kepala dan badan Kegunaan Tabel 2 Analisis bagian-bagian daruma dengan relasi sintagmatik paradigmatik Relasi sintagmatik (Horizontal ) Setelah melalui tahap analisis relasi sintagmatik-paradigmatik, penulis telah menemukan bahwa warna hitam pada daruma merupakan tanda yang signifikan, sehingga untuk menemukan makna yang terkandung di dalam warna hitam daruma, penulis melanjutkan analisis tahap kedua, yaitu analisis makna denotasi dan konotasi. Makna denotasi adalah pemaknaan sistem pertama dimana makna tanda sudah diketahui secara umum oleh pengguna tanda. Sedangkan makna konotasi adalah pemaknaan sistem kedua yang dapat berubah sesuai sudut pandang masing-masing pengguna tanda yang berbeda-beda. Dalam penelitian selanjutnya, peneliti akan melanjutkan tahap analisis makna denotasi-konotasi. Berikut ini adalah analisis terhadap makna denotasi-konotasi terhadap warna hitam dalam boneka daruma. Sistem kedua E2 黒 (kuro) E1 黒 (kuro) C2 厄除け (yakuyoke) C1 色の名 (iro no na) Sistem pertama Tabel 3 Analisis terhadap warna hitam dalam boneka daruma Dalam sistem pertama, sebagai expression 1 (E1) adalah warna hitam (kuro,黒). Kuro atau warna hitam sebagai content 1 (C1) yang sudah diketahui secara umum oleh masyarakat bahwa maknanya adalah “nama dari warna (色の名)”, seperti yang dikatakan dalam kamus koujien edisi 4 (koujien daiyonhan,広辞苑第四版) (1992, 768). Setelah pemaknaan sistem pertama atau pemaknaan yang sudah diketahui secara umum, pemaknaan warna hitam dalam daruma akan dilanjutkan ke dalam sistem kedua (konotasi) atau pemaknaan yang dapat berubah sesuai sudut pandang pengguna tanda. Dalam sistem kedua (konotasi), sebagai expression 2 (E2) yaitu warna hitam (kuro, 黒), sedangkan content 2 (C2) adalah makna konotasi atau makna warna hitam yang dianalisis oleh penulis. Dalam website penjualan daruma (sumber : http://toi-daruma.jp/?mode=f1 (Akses 15 Juni 2014 19:23)) terdapat penjelasan terhadap warna dan cara penggunaan daruma hitam. Berikut ini adalah penjelasannya terhadap daruma hitam. “黒は仏教の五大で地を、そして人体では足を意味します。古来よりあらゆることをため込 み、守りの力を持っているとされ、魔除け、厄除けの効果があるとされています。また、黒 の達磨は「難除だるま」の厄除けの御礼が付きます。” Terjemahan : “Hitam memiliki makna tanah dalam lima elemen Buddha dan makna kaki dalam organ tubuh manusia. Dari zaman dahulu kala, hitam telah dipercaya memiliki kekuatan melindungi, mengusir setan, hal-hal sial. Selain itu, daruma hitam juga dijuluki sebagai istilah “nanjyo daruma” yang dapat mengusir kesialan. Seperti yang dikatakan oleh Sano Daigi (1918-1972) tentang konsep goshiki, yang menyatakan bahwa : “青は空を、黄は風を、赤は火を、白は水を、黒は地を象徴する。これを五大とも言ふ。 宇宙生成、発展、消滅の五大要素です。” Terjemahan : “Biru melambangkan langit, kuning melambangkan angin, merah melambangkan api, putih melambangkan air, hitam melambangkan bumi. Kelima elemen ini disebut sebagai godai (五大). Godai atau lima unsur elemen ini telah melahirkan, mengembangkan serta memlenyapkan alam semesta ini.” Oleh karena itu, hasil dari analisis makna warna hitam pada daruma adalah warna hitam (kuro,黒) memiliki kekuatan untuk memlenyapkan kesialan yang ada di alam semesta ini. E2 C2 (kuro no daruma,黒の達磨) Daruma Hitam Yakuyoke (厄除け) Kekuatan mengusir kesialan Tabel 4 Hasil analisis makna konotasi warna hitam dalam boneka daruma 2. Analisis makna konotasi warna hitam dalam mofuku (喪服) Mofuku (喪服) terdiri dari dua kata, yaitu sou/mo (喪) dan fuku(服). Mo(喪) berarti pemakaman dan fuku memiliki arti baju, pakaian. Jadi mofuku (喪服) artinya adalah baju atau pakaian yang dipakai pada saat upacara pemakaman berlangsung. Di Jepang, upacara pemakaman atau soushiki (葬式), biasanya baik anggota keluarga, saudara atau teman-teman yang datang berkunjung diharuskan wajib memakai seragam yang berwarna hitam . Hal ini terjadi karena upacara masyarakat Jepang mayoritas menggunakan upacara pemakaman agama Buddha. Seperti yang dikatakan dalam (Sumber: http://rock77.fc2web.com/main/color-cul/black.html (Akses 17 Juli 2014, 13:08)) tentang penjelasan tentang warna hitam atau dalam bahasa Jepang disebut dengan kuro (黒) yang ada di Jepang. 日本では黒は仏教の色であり、葬式で黒の喪服が着られるのは、葬式が仏教様式である ためです。もっとも最近は仏教様式にこだわらず、無宗教様式で行われることもありますが、 やはり喪服は黒を着用するが多いです、一度培われた習慣を、急に帰るのは、国難である事 がわかりまし。 Terjemahan : “ Di Jepang, warna hitam merupakan warna dalam ajaran Buddha, in dikarenakan upacara pemakaman Jepang biasanya diadakan dengan upacara pemakaman ajaran Buddha, jadi pada upacara pemakaman harus mengenakan mofuku yang berwarna hitam. Walaupun sekitar ini juga ada upacara pemakaman tanpa ajaran agama atau tidak mempedulikan upacara pemakaman Buddha, tetapi masyarakat Jepang tetap mengenakan mofuku berwarna hitam pada upacara pemakaman. Ini merupakan kebiasaan yang telah dibudayakan, jika terjadi perubahan mungkin akan menyebabkan keribetan terhadap masyarakat Jepang.” Dengan kata lain, pemakaian mofuku yang berwarna hitam bukan hanya dikarenakan ajaran agama Buddha, tetapi sudah menjadi sebuah kebiasaan yang sudah dilaksanakan oleh masyarakat Jepang. Jika terjadi perubahan pemakaian mofuku yang berwarna lain, mungkin akan menyebabkan ketidakpuasan bagi masyarakat Jepang. Walaupun pada zaman sekarang pemakaian mofuku pada saat mengikuti upacara pemakaman masyarakat Jepang sudah menjadi sebuah kebiasaan yang tidak memandang agama, tetapi pada awal mulanya pemakaian mofuku yang berwarna hitam telah dilatarbelakangi ajaran agama Buddha. Seperti yang dijelaskan berikut ini. 黒が「仏教の色」になった背景を述べます。仏教が伝来する6世紀時、僧侶は赤や紫の ような華やかな色彩の服を着用していました。僧侶の服が黒になったのは、武家政権が誕生 してからです。武家政権によって、質実剛健がキーワードになり、黒や地味な色が好まれ、 花やかな色は疎まれるようになりました。 Terjemahan : “Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hitam merupakan “warna agama Buddha”. Pada abad ke 6, ketika ajaran agama Buddha masuk dan disebarluaskan di Jepang, Jepang telah didatangi oleh para biksu yang memakai baju berwarna mewah seperti merah dan ungu. Tetapi pada zaman pemerintahan samurai, pakaian yang dikenakan oleh para biksu menjadi warna hitam. Ini dikarenakan pemerintah samurai menyatakan bahwa warna-warna yang polos dan hitam dapat melambangkan kata kunci dari shitsujitsugouken (keadaaan jasmani dan rohani yang kuat dan sehat serta menggandung nilai kejujuran yang tanpa perhiasan apapun) dan karena warna hitam dan warna polos yang disukai sehingga warna-warna cantik seperti motif bunga menjadi tidak dipakai.” Warna hitam menjadi umum sejak pada zaman kekuasaan pemerintahan samurai di mana menurut pemerintah samurai, para biksu harus memiliki nilai shitsujitsugouken (質実剛健) atau nilai kejujuran serta jasmani dan rohani yang kuat dan sehat. Sejak itu, para biksu yang membawakan ajaran ke Jepang hanya bisa memakai pakaian yang polos dan hitam yang tanpa bermotif. このため黒は、次弟に仏教の色として、用いられるようになったのです。また布を、黒 という色に染めると、他の色に染まることはなく、どのような染料を用いても、布は黒のま まです。つまり黒は「もう他の色には染まらない」「仏教に帰依したからには改宗しな い。」といった「忠誠心」や「誠実さ」を示す色でもあるのです。 Terjemahan : “Oleh karena itu, hitam digunakan sebagai warna ajaran agama Buddha. Seperti kain hitam yang diwarnai bagaimana pun dan diberikan pewarna apapun tetap tidak akan terwarnai, warna hitam tetap sebagai warna hitam. Jadi warna hitam dapat melambangkan chuuseishin (kesetiaan) dan seijitsusa (tingkat kejujuran) seperti yang telah dikatakan : (warna hitam tidak dapat diwarnai dengan warna lain) dan (setelah mempercayai ajaran agama Buddha maka sejak saat itu tidak akan ganti agama lagi)” Dengan melatarbelakangi penjelasan tentang latar belakang warna hitam di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa warna hitam memiliki makna-makna berikut ini dalam mofuku (喪服). Berikut ini, ilustrasi analisis terhadap makna konotasi warna hitam dalam mofuku. Sistem kedua C2 質実剛健(shitsujitsugouken) 忠誠心 (chuuseishin) 誠実さ(seijitsusa) E2 黒 (kuro) E1 喪服の黒 (mofuku no kuro) C1 色の名 (iro no na) Sistem pertama Tabel 5 Analisis makna konotasi warna hitam dalam mofuku Dalam analisis pemaknaan denotasi konotasi, Dalam sistem pertama, sebagai expression 1 (E1) adalah warna hitam (kuro,黒) dari mofuku (喪服). Kuro atau warna hitam sebagai content 1 (C1) yang sudah diketahui secara umum oleh masyarakat bahwa maknanya adalah “nama dari warna (色の名)”, seperti yang dikatakan dalam kamus koujien edisi 4 (koujien daiyonhan,広辞苑第四版) (1992, 768). Sedangkan pada sistem kedua (konotasi), sesuai dengan sudut pandang pengguna tanda (hitam) oleh masyarakat Jepang, dapat disimpulkan bahwa warna hitam expression 2 (E2) adalah warna hitam (kuro,黒) yang memiliki content 2(C2) atau makna konotasinya yaitu kejujuran dan jasmani rohani yang kuat (shitsujitsugouken, 質実剛健), kesetiaan (chuuseichin,忠誠心) serta tingkat kejujuran (seijitsusa, 誠実さ). Kesimpulan dari analisis tersebut dapat ditunjukan melalu bagan di bawah ini : shitsujitsugouken, 質実剛健 (Kejujuran dan jasmani rohani yang kuat) Mofuku no kuro ,喪服の黒 chuuseichin,忠誠心 (warna hitam dari mofuku) (kasetiaan) seijitsusa, 誠実さ (tingkat kejujuran) Tabel 6 Hasil analisis makna konotasi warna hitam dalam mofuku 3. Analisis makna konotasi warna hitam dalam fu-shuugi bukuro dengan konsep semiosphere Analisis ini dilakukan dengan cara menggunakan konsep semiosphere Lotman dan mengkaitkan dengan makna konotasi warna hitam pada boneka daruma (黒) dan makna konotasi hitam pada mofuku (喪服). Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan makna konotasi warna hitam dalam fu-shuugi bukuro. Fu-shuugi bukuro, boneka daruma dan mofuku merupakan benda-benda yang berkairan dengan ajaran agama Buddha serta sama-sama adalah benda budaya masyarakat Jepang. Jadi dalam kedua ruang lingkup yang sama ini, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa makna konotasi warna hitam pada fu-shuugi bukuro memiliki kesamaan dengan makna konotasi warna hitam pada boneka daruma dan mofuku. Seperti yang dikatakan oleh Lotman(1990: 125), semiosphere, adalah “unit semiosis, sebagai mekanisme fungsional yang paling kecil, tetapi mampu menjelaskan seluruh ruang semiosis budaya. Berikut ini ilustrasi konsep semiosphere terhadap fu-shuugi bukuro, boneka daruma dan mofuku. Gambar 1 Semiosphere pada fu-shuugi bukuro, boneka daruma dan mofuku Dari ilustrasi di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa fu-shuugi bukuro memiliki kesamaan dengan boneka daruma dan mofuku. Oleh karena itu, makna konotasi warna hitam pada fushuugi bukuro dapat berupa sebagai berikut ini : Boneka daruma (黒) Yakuyoke (厄除け) Fu-shuugi bukuro(黒) Mofuku (黒) Shitsujitsugouken (質実剛健) Chuuseichin (忠誠心) Seijitsusa (誠実さ) Tabel 7 Makna konotasi warna hitam dalam fu-shuugi bukuro Jadi, makna konotasi warna hitam pada fu-shuugi bukuro adalah : 1. Yakuyoke (厄除け) : kekuatan akan mengusir bencana atau kesialan 2. Shitsujitsugouken (質実剛健) : nilai kejujuran dan jasmani rohani yang kuat 3. 4. Chuuseishin (忠誠心): nilai kesetiaan Seijitsusa (誠実さ) : tingkat kejujuran SIMPULAN DAN SARAN Zoutou bunka (贈答文化) adalah sebuah tradisi di mana masyarakat saling bertukar pemberian yang telah menjadi alat interaksi sosial dalam masyarakat. Dengan dilatarbelakangi konsep hidup on, giri dan nijyou sehingga zoutou bunka sudah menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan dalam seharihari. Shuugi bukuro merupakan salah satu macam dari zoutou bunka yaitu sebuah tradisi dimana masyarakat Jepang melakukan pemberian kepada orang pada saat perayaan (memiliki rasa mengucapkan selamat) dan orang yang terkena malapetaka( rasa ikut turut berduka cita). Karena adanya perbedaaan perasaan saat memberian hadiah, maka shuugi bukuro dibagi menjadi dua macam, yaitu shuugi bukuro (mengadung rasa ingin mengucapkan selamat atau dalam bahasa Jepang disebut dengan yorokobigoto,喜びごと) dan fu-shuugi bukuro (mengandung rasa ikut turut berduka cita atau dalam bahasa Jepang disebut dengan okuyamigoto, お悔やみごと). Dari analisis yang telah diteliti, peneliti mendapatkan makna konotasi warna hitam boneka daruma yaitu memiliki kekuatan untuk mengusir hal-hal yang buruk atau kesialan (yakuyoke, 厄除け). Selain makna konotasi dari boneka daruma, peneliti juga menganalisis makna konotasi warna hitam pada mofuku. Dalam analisisnya, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa warna hitam pada mofuku memiliki makna kejujuran dan jasmani rohani yang kuat (shitsujitsugouken, 質実剛健), kesetiaan (chuuseishin,忠誠心) dan tingkat kejujuran (seijitsusa, 誠実さ). Dengan mendapatkan makna konotasi dari warna hitam boneka daruma dan mofuku. Penulis mengkaitkan makna-makna konotasi tersebut dengan objek penelitian, yaitu makna konotasi warna hitam dalam fu-shuugi bukuro. Dengan memiliki hubungan yang sama, yaitu sama-sama merupakan benda yang mengandung ajaran Buddha dan merupakan benda yang dimiliki dalam masyarakat Jepang, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa makna konotasi warna hitam pada fu-shuugi bukuro memiliki keterkaitan dengan makna warna hitam pada boneka daruma dan mofuku. Jadi, makna konotasi warna hitam dalam fu-shuugi bukuro memiliki makna yang sama dengan makna konotasi warna hitam pada boneka daruma dan mofuku. Oleh karena itu, makna konotasi hitam dalam fu-shuugi bukuro terdiri dari empat macam yaitu sebagai berikut ini : 1. Yakuyoke (厄除け) : kekuatan akan mengusir bencana atau kesialan 2. Shitsujitsugouken (質実剛健) : nilai kejujuran dan jasmani rohani yang kuat 3. 4. Chuuseishin (忠誠心) Seijitsusa (誠実さ) : nilai kesetiaan : tingkat kejujuran Saran : Menurut penulis, shuugi bukuro dan fu-shuugi bukuro merupakan sebuah tradisi yang sangat menarik dan pantas untuk ditelusuri. Dalam penelitian ini, penulis berfokus pada warna hitam yang terdapat pada fu-shuugi bukuro, sehingga untuk perbedaan warna antara shuugi bukuro dan fu shuugi bukuro yang satu lagi masih patut untuk diteliti, yaitu makna konotasi warna merah dalam shuugi bukuro. REFERENSI Akiko, Nagano.(2010).Giri wa Nihon Bunka ni Koyuu no Monoka (義理は日本文化に固有のもの か). Tokyo: Touyou Daigaku (東洋大学) Danesi, Marcel. (2004). Message, Signs, and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics and Communication Theory,3rd Edition. Canada : CSPI. Daruma Hanbaisho. (2014). Goshiki Gankake Daruma to wa (五色願かけ達磨とは) ( http://toi-daruma.jp/?mode=f1 Akses 15-07-2014 11.03) Emmeche, Claus dan Kaleci Kull (Eds). (2011). Towards a Semiotic Biology: Life is the Action of Signs. London : Imperial College Press. Gakken Kyouiku Shuppan (Eds). (2010). Ketteiban Otona no Jyoushiki to Manner (決定版 の常識とマナー). Tokyo: Gakken Kyouiku Shuppan (学研教育出版) 大人 Hissha Fumei. (2014). Kuro (黒) ( http://rock77.fc2web.com/main/color-cul/black.html Akses 17-07-2014 17:13) Hoed, Benny. H. (2011). Semiotika & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu. Izumi, Shinmura (Ed). (1992). Koujien Daiyonhan (広辞苑第四版). Jepang: Iwanami Shoten. Noriyuki, Kondo dan Komatsu Katsuhito (Eds). (2008). Shi no Gihou: Zaitakushi ni Miru Sou no Reisetsu, Shiseikan (死の儀法:在宅死に見る葬の礼節・死生観). Kyoto: Mineruva Shobou (ミネルヴァ書房). Rastati, Ranny. (2008). Penggunaan Warna Maskulin dan Feminin pada Hadiah Ulang Tahun AnakAnak Jepang. Depok: FIB UI. Suyana, Yayan. (1994). Budaya Pemberian dalam Masyarakat Jepang Telaah atas Konsep ON, Giri dan Ninjo Sabagai Latar Belakang Budaya Pemberian dalam Masyarakat Jepang. Depok: FIB UI Yuzuru, Katagiri. (1969). Imiron Nyūmon (意味論入門). Tokyo: Shichousha. RIWAYAT PENULIS Hendry lahir di Panipahan pada tanggal 05 Februari 1993. Menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang pada tahun 2014. Himawan Pratama lahir di Surabaya pada tanggal 15 April 1986. Menamatkan pendidikan S1 di Program Studi Jepang FIB UI tahun 2009, dan S2 di Kajian Wilayah Jepang Program Pascasarjana UI tahun 2013. Saat ini mengajar di Universitas Indonesia, Universitas Bina Nusantara, dan Universitas Al Azhar Indonesia.