use style: paper title

advertisement
Makna Profesi Guru dalam Prespektif Guru Honorer
MAKNA PROFESI GURU DALAM PRESPEKTIF GURU HONORER
DI YAYASAN PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL-MUNIROH
KECAMATAN UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK
Nurul Arham
11040254050 (S1 PPKn, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya) [email protected]
Totok Suyanto
0004046307 (S1 PPKn, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya)
[email protected]
Abstrak
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui makna profesi guru dalam prespektif guru honorer di
YPPP Al-Muniroh. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis penlitian
deskriptif eksploratif. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam serta observasi. Jumlah
informannya yaitu 12 orang. Teknis analisisnya menggunakan model Miles dan Huberman yang dimulai
dari reduksi data, penyajian data dan verifikasi. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa guru honorer di
YPPP Al-Muniroh memaknai profesi guru secara spritual dan secara sosial. Pertama secara spiritual
profesi guru adalah panggilan jiwa, amanah kiyai dan ladang ibadah. Sedangkan yang kedua secara sosial
profesi guru dimaknai sebagai penanggung jawab generasi masa depan, pembuka rezeki dan figur desa.
Kata Kunci: Makna Profesi, Guru Honorer
Abstract
The purpose of this study is to determine the meaning of the teaching profession in the perspective of the
temporary teacher in YPPP Al-Muniroh. The method used in this study is qualitative research with
descriptive exploratory type of research. The data obtained through interviews and observation. The
number of informant is twelve people. It used Miles and Huberman’s model to analysis the data, which
starting from data reduction, data presentation, and verification. Reseach shows that the temporary teacher
at YPPP Al-Muniroh interpret the teaching profession spiritually and socially. First, teaching profession
spiritually is the profession as a calling (devotion), a mandate chaplain and a worship fields. While the
latter is socially, the teaching profession is defined as the person in charge of future generations, an
appetizer sustenance and the figure of the village.
Keywords: Profession’s Meaning, Temporary Teacher.
nilai-nilai luhur kemanusiaan, padahal seharusnya
pendidikan memberikan pencerahan terhadap penciptaan
nilai-nilai luhur. Dalam menciptakan nilai-nilai luhur
tersebut, maka dibutuhkan kontribusi yang luar biasa dari
berbagai pihak salah satunya adalah guru. Menurut
Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005,
guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru berperan dalam pelaksanaan pendidikan
yang peduli terhadap filosofi dan konsepsi dasar tentang
pendidikan. Guru adalah komponen utama. Dalam proses
pendidikan guru merupakan salah satu komponen sangat
penting selain komponen-komponen yang lain seperti,
kurikulum, tujuan, sarana prasarana, lingkungan dan
evaluasi. Untuk mendapatkan kualitas pendidikan dan
hasil pendidikan yang berkualitas tentunya di butuhkan
pula guru sebagai sumber daya manusia (guru) yang
berkualitas pula sehingga sangat pentingnya guru ini
membuat tidak semua orang bisa menjadi guru. Butuh
kualifikasi tertentu dengan berbagai syarat untuk bisa
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman (UU. NO 20 Tahun 2003).
Menurut (Hamzah, 2012: 9-14) pendidikan
sebagai proses pembelajaran, sebagai proses pencerdasan,
pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak dan
pendidikan menghasilkan tindak perdamaian.
Muslich (2011:2), pendidikan merupakan
mekanisme
institusional
yang
mengakselerasi
pembinaaan potensi dan karakter generasi muda penerus
bangsa. Upaya pendidikan nasional belum mampu
mencerahkan bangsa ini. Pendidikan kita kehilangan
547
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2016, 547-561
menjadi guru karena tanggung jawab guru yang begitu
besar dan sentral. Peran pendidikan dalam penguatan
basis negara merupakan sebuah fenomena yang terlihat
jelas berusaha untuk dikembangkan.
Selama
ini proses pendidikan yang
berlangsung di berbagai satuan pendidikan tidak
dirancang
dan
dilaksanakan
sebagai
proses
pembudayaan yang, memungkinkan terjadinya proses
transformasi budaya menuju suatu bangsa Indonesia
yang cerdas kehidupannya, yaitu yang maju (modern,
yang rasional dan berorientasi IPTEK), yang
demokratis, yang sejahtera, dan berkeadilan, serta
mampu menghadapi masalah sebagai tantangan, dan
tantangan sebagai kesempatan untuk maju (problem as a
challenge, and challenge as a chance to progress.
(Soedjiarto, 2014).
Kegiatan belajar dewasa ini mengalami
perubahan yang begitu pesat. Dari pendidikan dan
pembelajaran yang bersifat konservatif dimana guru
menjadi pusat dari segala kegiatan pembelajaran sampai
pada paradigma berpusat pada siswa (siswa sentris).
Hubungan antara guru dan siswa bukan lagi sebagai
patron and client melainkan sebagai teman belajar yang
saling bekerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tidak ada lagi seperti itu keadaan pendidikan di
Indonesia. Setidaknya wajah baru pendidikan Indonesia
sudah berubah dan tidak sekolot dulu.
Mutu pendidikan yang rendah disebabkan berbagai
hal baik secara input maupun proses, salah satu yaitu
peranan guru. Guru merupakan aktor utama yang bertugas
untuk memproses input yang ada sehingga bisa
menghasilkan output yang bagus yang dapat
mempengaruhi mutu lulusan. Guru pun tidak bisa
sembarangan, harus juga memiliki kualitas dan
kompetensi yang mumpuni. Hal ini diperkuat, dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Blazely dkk (dalam
Sudrajat,2004), yang melaporkan bahwa pembelajaran di
sekolah cenderung sangat tekstual atau bergantung pada
teori-teori bukan pembelajaran yang kontekstual yang
sesuai dengan zaman dan lingkungan mereka sehingga
mengakibatkan ketidakmampuan peserta didik dalam
memecahkan masalah yang ada di dalam dunia nyata
dengan apa yang telah dia pelajari di sekolah.
Selepas diberlakukakan UU Sisdiknas Nomor 20
Tahun 2003 dan UU. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, seakan-akan tenaga pendidikan di Indonesia
diberi angin segar. Konsekuensi logis adanya Undangundang tersebut adalah penambahan kesejahteraan
sebesar satu kali gaji pokok bila telah mengantongi
sertifikat profesi. Konsekuensi logis lainnya munculnya
undang-undang Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen
adalah pemerintah telah mengakui guru sebagai bagian
dari profesi kependidikan. Dalam hal ini secara tidak
langsung mengakui bahwa pemerintah mengakui
eksistensi keberadan tenaga profesional pendidikan. Ini
adalah salah satu inovasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia.
Zaman dulu, guru disebut sebagai pahlawan tanpa
tanda jasa. Sebutan itu melekat berkat dedikasi dirinya
terhadap dunia pendidikan. Produk yang dikeluarkan dari
dunia pendidikan itulah tidak sedikit orang menjadi
pintar, kaya, bermoral, dan bertanggung jawab. (Shoimin,
2013:187). Guru memiliki pedoman hidup untuk
menyatukan nilai-nilai yang kuat dalam kehidupan. Guru
dengan ciri ini biasanya memiliki kematangan dalam
membangun pemahaman tentang tujuan hidup. (Suyanto,
2013:17)
Guru di zaman sekarang adalah garda terdepan
yang dituntut untuk profesional dan memiliki tanggung
jawab yang lebih besar daripada profesi lainnya sebab
guru yang membentuk dan menentukan seperti apa
generasi penerus bangsa Indonesia kedepannya. Oleh
karena itu saat ini guru dituntut mengembangkan
profesionalisme tidak hanya sebatas transfer ilmu saja
melainkan pembentukan karakter, nilai dan moral serta
pemenuhan akan motivasi dan prestasi. Namun guru juga
harus mampu mengubah tantangan di masa depan yang
semakin lama semakin kompleks menjadi peluang
sehingga guru juga harus memiliki orientasi kedepan.
Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai
tenaga profesional. Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi (UU Guru dan Dosen). Hal ini
berhubungan dengan keharusan seorang guru untuk
memiliki sertifikat profesi yang dikenal dengan PLPG dan
atau PPG.
Hal demikian akan menjadi berbeda bagi guru
honorer yang harus dituntut untuk professional dengan
tingkat kesejahteraan yang rendah. Guru honorer
menganggap profesi guru hanya sebagai profesi yang
kurang bisa memenuhi batas kelayakan hidup bulanan
sehingga profesi guru bagi guru honorer merupakan
profesi sampingan dan memiliki profesi lain untuk dapat
memenuhi kebutuhan. Dalam hal ini, fokus yang dimiliki
oleh guru honorer kurang karena harus berprofesi lain
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terlebih dengan
sistem gaji yang dihitung per satuan jam mengajar dengan
berbagai ketentuan dan konsekuensi yang harus diterima.
Ketika profesi guru bagi guru honorer bukan menjadi
pekerjaan utama yang menjanjikan, maka pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar ditakutkan tidak sepenuh hati
karena guru sebagai salah satu pelaku pembelajar jauh
dari kata sejahtera. Apabila Indonesia memiliki ribuan
guru honorer dengan kondisi seperti yang ada di atas
maka dapat dipastikan pendidikan kita tidak akan pernah
maju.
Makna Profesi Guru dalam Prespektif Guru Honorer
Istilah guru honorer adalah guru tidak tetap yang
belum berstatus atau minimal berstatus sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dengan sistem penggajian
per jam pelajaran atau bisa jadi mereka digaji dengan
sukarela atau bisa saja dibawah Upah Minimum Regional
(UMR). Guru honorer ini terikat kontrak baik di sekolah
swasta maupun sekolah negeri. Dalam hal seorang guru
honorer menganggap profesi guru hanya sebatas sambilan
(kerja sampingan) atau bahkan hanya menjadikan profesi
guru honorer itu sebagai batu loncatan untuk bisa diangkat
menjadi PNS. Bukan sebagi profesi yang mulia yang
harus diperjuangkan untuk merubah wajah pendidikan
Indonesia.
Permasalahnnya ketika banyak guru honorer di
Indonesia dengan tingkat kesejahteraan yang kurang
mencukupi, maka bagaimana pelaksanaan UU.No. 20
Tahun 2003 dan UU. No. 14 tahun 2005 bisa berjalan
efektif? Urgensi dari penelitian ini adalah peran dan posisi
guru sebagai kunci dalam proses pemberdayaan dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Dengan kata lain kualitas
pendidikan di Indonesia sangatlah ditentukan oleh faktor
guru sebagai unsur dinamis dalam proses pendidikan.
Oleh karena itu, perhatian terhadap Guru sebagai Profesi
atau pribadi menjadi satu bagian penting dalam proses
peningkatan mutu layanan dan kualitas lulusan pendidikan
(Babari dan Prijono : 1996: 79).
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini
akan dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang
telah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian yang peneliti
lakukan telah dilakukan oleh beberapa ahli, antara laian :
Dewi Marlina dan Ikhsan Gunawan.Perbedaan penelitian
dengan beberapa ahli lainnya adalah pada variabel
penelitianya.
Penelitian yang di lakukan oleh (Marlina : 2013)
dalam jurnal administrasi pendidikan yang berjudul: “
Semangat guru honorer kota Sawah Lunto”. Fokus
penelitian ini lebih kepada semangat guru honorer di kota
Sawah Lunto. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
semangat guru honorer di kota Sawah Lunto ini tergolong
memiliki semangat yang tinggi dengan indikator sebagai
berikut: antusiasme, loyalitas, kreatifitas, kerja sama dan
partisipasi. Menurut Marlina ditemukan bahwa semangat
guru honorer yang tinggi ini diharapkan terus
dipertahankan dan ditingkatkan. Berdasarkan referensi
yang digunakan dalam penelitian ini ternyata semangat
guru honorer di kota Sawah Lunto memang tinggi namun
hasil penelitian tersebut tidak dapat dijadikan acuan di
berbagai kota lainnya di Indonesia.
Kajian penelitian kedua yang dilakukan oleh
(Gunawan: 2010) yang berjudul : “Motivasi Kerja Guru
Tidak Tetap di SMA Swasta di Kota Semarang”. Kajian
kedua yang dilakukan oleh (Gunawan,2010) menjelaskan
bahwa motivasi dan semangat guru honorer sangat tinggi
walaupun dalam masa jabatan yang lama tidak
menyurutkan motivasi kerja mereka. Hasil yang diperoleh
dari penelitian ini menyatakan bahwa motivasi kerja
seorang GTT dipengaruhi oleh faktor persepsi yang
terbentuk dari nilai-nilai kerja, karakteristik biografi, serta
karakteristik pribadi para responden.
Penelitian ini dilakukan di yayasan pendidikan
pondok pesantren Al-Muniroh yang terletak di kecamatan
Ujung Pangkah, kabupaten Gresik. Berdasarkan observasi
awal, di sekolah ini sebagian besar status gurunya sebagai
guru honorer. Faktor kesejahteraan yang menjadi alasan
bagi guru honorer mengapa profesi guru hanya dijadikan
sambilan. Profesi utama dari para guru honorer lebih
kepada sektor pertanian, peternakan dan perdagangan.
Oleh sebab itu berdasar pada latar belakang di atas
peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Makna Profesi
Guru dalam Prespektif Guru Honorer di YPPP AlMuniroh Ujung Pangkah Gresik”.
Menurut UU. No 14 tahun 2008 tentang Guru dan
Dosen, status guru dibagi menjadi dua yaitu Guru Tetap
dan Guru Dalam Jabatan. Guru Tetap adalah Guru yang
diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
penyelenggara pendidikan, atau satuan pendidikan untuk
jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun secara terusmenerus dan tercatat pada satuan administrasi pangkal di
satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah serta melaksanakan
tugas pokok sebagai Guru. Guru dalam jabatan adalah
guru PNS dan uru swasta yang sudah mengajar pada
satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, maupun penyelenggara pendidikan
yang sudah mempunyai perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama.
Guru honorer ini juga memiliki tanggung jawab
sama besar seperti guru yang lainnya. Namun mereka
memiliki tingkat kesejahteraan berbeda daripada guru
yang lainnya. Tentunya kualitas dan kemampuan guru
honorer juga berbeda. Fokus akan pencapaian tujuan
pendidikan, motivasi dan prestasi tentunya berbeda. Dari
pemaparan latar belakang diatas peneliti menarik rumusan
masalah, “Bagaimana prespektif guru honorer dalam
memaknai profesi guru?” Berdasarkan rumusan masalah
diatas penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perspektif guru honorer dalam memaknai profesi guru.
Melalui UU No 14 tentang Guru dan Dosen, Guru
adalah jabatan profesional, karena ada payung hukum
mendapatkan tunjangan profesi dan sistem karirnya. Guru
adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya
merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut suatu
keahlian khusus, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu
profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang
tidak memiliki keahlian atau kemampuan di bidangnya
jadi perlu ada persiapan dan pelatihan untuk bisa menjadi
guru. Sebagai sebuah profesi, guru bekerja berdasarkan
payung hukum yang jelas (Bulletin PPPG, Edisi
September 2002:19). Pada Undang-undang No. 14 tahun
549
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2016, 547-561
2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 1 butir 1),
menyebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional
dengan
tugas
utama
mendidik,
mengajar,
mengembangkan,
mendesain,
membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, memotivasi dan
mengevaluasi peserta didik mulai pendidikan anak usia
dini, jalur pendidikan formal dan non formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah. Dalam sebuah karya
(Kusumah, 2012:3) secara terminologi, guru adalah G =
Gagasan dan ilmunya sangat dibutuhkan, U = Untuk
mencerdasakan kehidupan bangsa, R = Rupa-rupanya
setelah diusut-usut dan U = Usahanya besar gajinya kecil.
Bahkan menurutnya, banyak guru yang bergaji kecil
justru memiliki tenaga yang luar biasa. Hal ini
dikarenakan matematika Allah tak bisa dihitung dengan
matematika duniawi.
Meskipun guru sudah dianggap sebagai profesi dan
bukan pekerjaan sambilan, tanggung jawab untuk
mencerdaskan anak bangsa seperti yang di amanatkan
UUD 1945 melalui pendidikan karakter menjadi
tantangan dan tuntutan tersendiri bagi guru. Semakin lama
tantangan dan tuntutan guru akan semakin kompleks dan
membawa dampak di berbagai bidang sehingga tidak bisa
dianggap remeh. Dengan menjadi suatu profesi, guru
sekarang lebih mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Materi ataupun penghasilan yang menjanjikan adalah
tantangan kehidupan dikemudian hari sehingga tanggung
jawabnya lebih besar.
Konsep guru yang dikatakan sebagai profesi
mencakup beberapa prinsip di antaranya adalah Melayani
masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan
sepanjang hayat (tidak bergantian-ganti pekerjaan).
Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di
luar jangkauan khalayak ramai (tindak setiap orang dapat
melakukannya). Menggunakan hasil penelitian dan
aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan
dari hasil penelitian). (Soetjipto,2009:15).
Tanggung Jawab Guru setiap guru harus
memenuhi
persyaratan
sebagai
manusia
yang
bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru
sebagai pendidik bertanggung jawab untuk mewariskan
nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi berikutnya
sehingga terjadi proses konservasi nilai, karena melalui
proses pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai baru.
Tanggung jawab guru dapat dijabarkan kedalam sejumlah
kompetensi yang lebih khusus yaitu Tanggung jawab
moral, bahwa setiap guru harus mampu menghayati
perilaku dan etika yang sesuai dengan moral Pancasila
dan mengamalkan kedalam pergaulan hidup sehari-hari.
Tanggung jawab dalam pendidikan di sekolah, bahwa
setiap guru harus menguasai cara belajar mengajar yang
efektif, mampu mengembangkan kurikulum, silabus,
RPP, menjadi model bagi peserta didik, memberikan
nasehat, melaksanakan evaluasi hasil belajar dan
mengembangkan peserta didik. Tanggung jawab dalam
bidang kemasyarakatan, bahwa setiap guru harus turut
serta mensukseskan pembangunan, kompeten dalam
membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat.
Tanggung jawab dalam bidang keilmuan, bahwa setiap
guru harus turut serta dalam memajukan ilmu, terutama
yang menjadi spesifikasinya, dengan melaksanakan
penelitian dan pengembangan (Mulyasa, 2012:18)
Peran dan Fungsi Guru peran dan fungsi guru
berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Di antara peran dan fungsi guru tersebut adalah sebagai
pendidik dan pengajar, bahwa setiap guru harus memiliki
kestabilan emosi, ingin memajukan peserta didik,
bersikap realitas, jujur dan terbuka, serta peka terhadap
perkembangan terutama inovasi pendidikan. Sebagai
anggota masyarakat, bahwa setiap guru harus pandai
bergaul dengan masyarakat. Sebagai pemimpin, bahwa
setiap guru adalah pemimpin yang harus memiliki
kepribadian, menguasai ilmu kepemimpinan, prinsip
hubungan antar manusia, teknik berkomunikasi, serta
menguasai berbagai aspek kegiatan organisasi sekolah.
Sebagai administrator, bahwa setiap guru akan
dihadapkan pada berbagai tugas administrasi yang harus
dikerjakan di sekolah. Sebagai pengelola pembelajaran,
bahwa setiap guru harus mampu dan menguasai berbagai
metode pembelajaran dan memahami situasi belajar
mengajar di dalam maupun di luar kelas. (Mulyasa,
2012:19-20).
Teori Fenomenologi Alfred Schutz menurut
Schutz kehidupan yang bermakna adalah tindakan
manusia secara sosial tidak hanya dipandang atau
dianggap bermakna secara subjektif, melainkan secara
objektif dengan berpedoman pada komunitas dan makna
yang dilahirkan secara bersama-sama oleh komunitas.
Makna dilahirkan secara subjektif kemudian didukung
oleh pengalaman yang sama yang dikonsepsikan oleh
orang lain, sehinggga menjadi sekumpulan pengalaman
yang banyak, yang sama kemudian melahirkan
objektivitas dari realitas komunitas tersebut.
Schutz melihat fenomenologi sebagai tindakan
sosial pada pengalaman, makna dan kesadaran. Manusia
mengkonstruksi makna di luar arus utama pengalamannya
melalui proses ‘tipikasi’ dalam konteks fenomenologi di
Indonesia dimaknai dangkal sebagai pengelompokan
pengalam manusia. Pada prinsipnya tipikasi ialah sebuah
pengelolaan, produksi makna yang di kelola,
diorganisasikan
berdasarkan
hubungan
dengan
pengelolaaninformasi atau pengalaman lain yang diterima
oleh manusia pada masa sebelumnya. Dalam bahasa
fenomenologi disebut dengan “stock of knowledge”,
proses pengumpulan pengalaman tersebut kemudian
mempengaruhi makna yang terkonstruksi dalam pola
Makna Profesi Guru dalam Prespektif Guru Honorer
pikir, gerak, sikap, perilaku dan dapat diaplikasikan,
diimplementasikan secara nyata dalam realitas.
Pemikiran makna yang dilahirkan manusia yang
sangat subjektif dalam mengeksplorasi perilaku dirinya
yang berghubungan dengan realitas sosial melahirkan
perilaku-perilaku yang lain. Sehingga manusia
menggunakan intuisi dan logikanya untuk memahami dan
menelusuri dunia sosial sebagai dunia yang bukan
bersifat monolitik akan tetapi bersifat plural. Artinya
manusia pada tataran ini adalah manusia yang
intersubjektif, dimana manusia yang dinamis dan
bertindak. Hubungan intersubjektif-intersubjektif adalah
konsep yang melahirkan hubungan manusia yang dapat
mengkonstruksikan objektivitas bagi realitas itu sendiri
atau bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Lebih lanjut, Schutz menyebutnya dengan konsep
motif, yang oleh Schutz dibedakan menjadi dua
pemaknaan dalam konsep motif. Pertama, motif in order
to, yang dijadikan pijakan oleh seseorang untuk
melakukan sesuatu yang bertujuan mencapai hasil. Kedua,
motif because yaitu motif yang melihat kebelakang.
Secara sederhana motif because ini bisa dikatakan
pengidentifikasian masa lalu sekaligus menganalisisnya,
sampai seberapa memberikan kontribusi dalam tindakan
selanjutnya.
Berdasarkan fenomena profesi guru yang dikaji
untuk mengungkapkan makna profesi guru bagi para guru
honorer. Menurut pandangan Alfred Schutz makna dalam
penelitian ini adalah maksud atau arti. Jadi yang dimaksud
dengan makna dalam penelitian ini adalah proses
penggalian ide dari informan dari arti sebuah profesi guru
bagi guru honorer yang dilihat dari segi perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, tugas dan kewajiban guru honorer
dalam menjalankan profesi di yayasan pendidikan pondok
pesantren Al-Muniroh kecamatan Ujung Pangkah
Kabupaten Gresik. Sesuai dengan teori Fenomenologi
Alfred Schutz dalam penelitian yang bertujuan untuk
mengungkapkan dan menguraikan makna profesi guru
yang sesungguhnya bagi guru honorer di yayasan
pendidikan pondok pesantren Al-Muniroh kecamatan
Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. Makna profesi guru
bagi guru honorer apabila ditinjau dari pengabdian dan
loyalitas, peluang pengembangan, dukungan pemerintah,
perilaku, motivasi, tindakan guru dan tupoksi guru.
Selanjutnya akan dianalisis melalui teori makna atau
fenomenologi dari Alfred Schutz.
kualitatif
deskriptif
eksploratif
adalah
untuk
mendeskripsikan dengan cara menggali data mengenai
prespektif guru honorer dalam memaknai profesi guru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
guru honorer di yayasan pendidikan pondok pesantren
Al-Muniroh dalam memaknai profesi guru.
Penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji
hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan “apa
adanya” tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.
Setelah gejala, keadaan, variable dan gagasan
dideskripsikan, maka kemudian mencoba menganalisis
secara kritis bagaimana permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini hanya
menggambarkan dan menganalisis secara kritis terhadap
suatu permasalahan yang dikaji, yaitu tentang “Makna
Profesi Guru dalam Prespektif Guru Honorer”.
Penelitian ini dilakukan di lingkungan Yayasan
Pendidikan Pondok Pesantren (YPPP) Al-Muniroh
Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. Adapun
alasan pemilihan tempat penelitian ini adalah YPPP AlMuniroh ini sekolah swasta yang berbasis pondok
pesantren yang memiliki jenjang pendidikan yang
lengkap dari MI, MTs, MA dan SMA. Terdapat
kecocokan kriteria guru honorer yang ingin di teliti yakni
berdasarkan observasi secara langsung, kriteria guru
memenuhi kriteria antara lain : (a) Gajinya masih jauh di
bawah UMR (b) Memiliki pekerjaan lain selain
berprofesi Guru. (c) Gurunya memiliki tingkat
pendidikan strata 1 atau lebih.
Waktu penelitian adalah waktu yang diperlukan
untuk kegiatan penelitian berlangsung. Waktu penelitian
ini mulai dari konsultasi judul hingga penyusunan
laporan penelitian. Kemudian pengumpulan data dimulai
dengan melakukan pendekatan dengan para guru di
masing-masing jenjang. Pertama-tama, peneliti mencari
data tentang sekolah yang akan dijadikan sasaran
penelitian.
Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara
dengan para guru honorer. Para guru honorer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mereka yang sudah
bekerja selama kurang lebih 5 tahun mengabdi kepada
yayasan pendidikan Al-Muniroh.
Data pelengkap berikutnya yaitu data yang didapat
dari pihak sekolah terkait dengan tingkat pendidikan guru,
penghasilan, beban mengajar dan administrasi guru. Semua
data tersebut didapatkan dari kepala sekolah selaku
supervise dan bagian tata usaha selaku bagian administrasi.
Dalam penelitian ini, digunakan teknik purposive
sample (sample bertujuan). Teknik ini merupakan teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan dan tujuan
tertentu, dengan memilih subjek penelitian dengan
beberapa pertimbangan yang didasarkan atas ciri-ciri,
sifat-sifat, atau karakteristik tertentu (Sugiyono,
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif eksploratif yaitu penelitian
yang dilaksanakan untuk menggali data dan informasi
tentang topik atau isu-isu baru yang ditujukan untuk
kepentingan pendalaman. Alasan pilihan pendekatan
551
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2016, 547-561
2013:300-304). Karakteristik informan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut (1) guru yang telah bekerja
kurang lebih 5 tahun dalam YPPP Al-Muniroh. (2) guru
yang standart gajinya di bawah UMR gresik dan tetap
loyal terhadap profesi keguruannya. (3) guru yang
memiliki pekerjaan sambilan namun tetap loyal terhadap
profesi keguruannya. (4) guru sekaligus kepala sekolah
yang bisa menjadi narasumber tambahan dalam proses
triangulasi.
Berdasarkan kriteria di atas, telah ditemukan
beberapa guru honorer selingkung YPPP Al-Muniroh
yang bersedia untuk menjadi informan. Informan terdiri
dari 4 guru dari SMA Al-Muniroh, 4 Guru dari MTs AlMuniroh dan 4 guru dari MA Al-Muniroh. Dalam
memilih informan telah dilakukan pendekatan emosional
pada saat penyusunan proposal sampai penelitian
berlangsung sehingga ketika proses pengambilan data
tidak begitu sulit. Bahkan sekolah tersebut pernah
menjadi almamater dari peneliti. Pengambilan data
berjalan dengan lancar dan kegiatan belajar mengajar
berhasil untuk diikuti sehingga dalam kurun waktu yang
bersamaan, proses pengumpulan data melalui wawancara
dan observasi langsung dapat dilakukan secara
bersamaan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
yaitu wawancara mendalam (in-depth interview) agar
dapat mengumpulkan data secara lengkap dan terperinci.
Kegiatan wawancara mendalam digunakan untuk
menggali data yang diperlukan untuk menjawab rumusan
masalah peenelitian. Wawancara mendalam dalam
penelitian ini dilakukan secara directif, dalam artian
peneliti berusaha mengarakan pembicaraan sesuai dengan
fokus permasalahan yang akan dipecahkan, yaitu tentang
makna profesi guru bagi guru honorer. Wawancara
mendalam ini ingin mencari data tentang makna profesi
guru. Pertama peneliti, memilih satu key informan dan
selanjutnya data itu menjadi pedoman untuk memilih
informan selanjutnya.
Teknik pengumpulan data selanjutnya yaitu
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
jalan mengadakan pengamatan langsung terhadap
kegiatan yang sedang berlangsung (Sugiyono, 2010:310).
Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
melakukan pengamatan secara langsung terhadap
kegiatan belajar mengajar. Observasi bisa dilakukan pada
saat proses wawancara berlangsung atau sebelum peneliti
berinterkasi dengan informan yakni ketika pencarian
informan di sekolah. Dalam penelitian ini, dilakukan
observasi non partisipan. Informan tidak terlibat secara
penuh dalam aktivitas kegiatan belajar mengajar.
Peneliti digunakan sebagai pedoman untuk
melakukan wawancara dalam penelitian yang berjudul
“makna profesi guru dilihat dari prespektif guru
honorer”. Dalam penelitian kualitatif merupakan
pendekatan yang menekankan pada hasil pengamatan
peneliti. Pada pendekatan kualitatif, peneliti merupakan
instrumen utama dalam pengumpulan data. Manusia
sebagai instrumen utama dalam penelitian kualitatif tidak
hanya berperan dalam pengumpulan data tetapi juga
berperan sebagai sumber data dan pengelola penelitian
kualitatif. Peneliti terjun sendiri untuk berpartisipasi
dengan mendatangi subjek dan meluangkan waktu untuk
mengamati aktivitas yang dilakukan subjek penelitian,
maka dari itu kehadiran peneliti secara langsung sangat
penting dalam penelitian kualitatif, agar informasi yang
didapat relevan dengan tujuan penelitian yang dapat
dipertanggung jawabkan keabsahan data yang telah
diperoleh.
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, peneliti
bersifat pasif artinya peneliti hanya ingin memperoleh
gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan. Untuk
membantu peneliti dalam mengumpulkan data makan
dibawah ini telah dijelaskan tentang pokok yang akan
dijadikan dalam proses penggalian data. Berikut
pemaparannya lebih lanjut (1) cara guru honorer
memaknai profesi guru. (2) cara guru honorer memaknai
penghasilan guru. (3) cara guru honorer memenuhi
kesejahteraan keluarga. (4) cara guru honorer
melaksankan tugas sebagai seorang guru. (5) Perilaku,
motivasi, persepsi harapan guru dan pengabdian yang
dilakukan oleh guru honorer. (6) persepsi guru honorer
terhadap dukungan pemerintah.
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif,
yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh
selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau
menjadi hipotesis. Analisis data dalam penelitian
kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,
selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
Dalam hal ini menurut Nasution dalam (Sugiyono,
2013:336) menyatakan “Analisis telah dimulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun
ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan
hasil penelitian”. Dalam kenyataannya, analisis data
kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data
dari pada setelah selesai pengumpulan data. (Sugiyono,
2013:336). Milles and Huberman dalam Sugiyono
(1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung terus menerus sampai tuntas. (Sugiyono,
2013:337). Langkah analisisnya yaitu (1) reduksi data
yang diperolah dari lapangan jumlahnya banyak, untuk
itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah
dikemukakan, makin lama peneliti ke lapangan, maka
jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit.
Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui
reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
Makna Profesi Guru dalam Prespektif Guru Honorer
memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang
yang tidak perlu. (Sugiyono, 2013:338).
Reduksi
yang
pertama
adalah
reduksi
fenomenologi yaitu mengumpulkan data berdasarkan
fenomena yang ada pada subjek penelitian berdasarkan
realitas yang ada agar masuk dalam kesadaran. Reduksi
yang kedua adalah reduksi eiditas yaitu merupakan
proses menyaring data berdasarkan pengalaman dari
segala hal yang bukan merupakan merupakan intisari dari
data tersebut. Reduksi yang ketiga adalah reduksi
transendental-fenomenologis
yaitu
melakukan
penyaringan data terhadap eksistensi yang tidak ada
hubungan timbal balik dengan kesadaran murni sesuai
dengan data yang diperoleh dari subjek.
(2) penyajian data setelah data direduksi, maka
langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Penyajian data yang paling sering digunakan adalah
adalah dengan teks yang bersifat naratif dan diikuti proses
pemolaan tentang makna profesi guru dilihat dari
prespektif guru honorer (Sugiyono, 2013:341).
Selanjutnya yaitu (3) verifikasi pengumpulan data dan
ketiga tahap teknik analisis diatas semua saling berkaitan.
Pertama peneliti mengumpulkan data dengan cara
wawancara, wawancara mendalam dan observasi. Ketiga
data yang diperoleh akan direduksi dengan memilah halhal yang pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang
penting. Semua aktivitas dicatat dan dikategorikan dalam
makna profesi guru bagi guru honorer. Terakhir makna
profesi guru bagi guru honorer dianalisis dengan
menggunakan teori fenomenologi dari Alfred Schutz.
guru honorer pada umumnya. dalam lingkungan yayasan
pendidikan pondok pesantren. Ternyata lingkungan
pendidikan pondok pesantren membuat para guru honorer
ini lebih legowo (ikhlas) dalam menerima kenyataan
tentang kesajahteraan dalam hidupnya. Dari sini
timbullah dua kecenderungan makna profesi guru yang
dimaknai oleh guru honorer. Makna tersebut adalah
makna spiritual dan sosial (aktualisasi diri). Untuk
memudahkan pemahaman terdapat bagan 4.1 tentang
bagan keseluruhan hasil penelitian
Makna Spiritual
Profesi guru dimaknai secara spiritual oleh beberapa
informan, dimana profesi guru dimaknai sebagai sesuatu
kegiatan yang filosofinya jauh lebih tinggi dibandingkan
hanya sebatas suatu profesi saja. Guru dalam hal ini
adalah suatu jalan atau cara untuk menemukan arti dan
tujuan hidup sehingga dalam hal ini para guru honorer,
begitu meyakini bahwa dengan mereka menjadi guru,
mereka bisa menemukan jiwa mereka sesungguhnya
dibandingkann dengan profesi yang lainnya. Yaitu (1)
Makna profesi guru sebagai panggilan jiwa (2) Makna
Profesi Guru sebagai amanah kiyai dan (3) makna profesi
guru sebagai ladang ibadah.
Makna profesi guru sebagai panggilan jiwa adalah
mengamalkan ilmu selama kuliah agar tidak sia-sia serta
menjadi suatu manfaat makna profesi guru bagi guru
honorer semata-mata adalah panggilan jiwa untuk terus
mengamalkan ilmu. Berikut penuturan Izza salah satu
informan yang mewakili pemaknaan profesi guru secara
spiritual sebagai panggilan jiwa.
“… saya jadi guru sejak lulus mas. Tahun
2013
pada
bulan
oktober
saya
memutuskan untuk mengajar. Awalnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Guru adalah sebuah profesi yang memiliki tanggung
jawab pengembangan sumber daya manusia melalui
pendidikan di lingkungan sekolah. Proses pendidikan
yang dilakukan oleh guru dapat memberikan arti bagi
generasi penerus dan masa depan negara. Oleh sebab itu,
tuntutan akan tugas dan kewajiban yang diemban melalui
tugas pokok dan fungsi guru harus dilaksanakan dengan
baik dan penuh tanggung jawab. Dengan tugas dan
kewajiban yang begitu besar sudah seharusnya guru
mendapatkan gaji yang layak. Namun fakta di lapangan
menunjukkan bahwasanya gaji guru honorer masih jauh
dari kata sejahtera. Namun yang demikian tidak
mengurangi sedikit pun kualitas dan kinerja guru honorer
dalam menjalankan profesinya.
Dalam penelitian yang dilakukan di yayasan
pendidikan pondok pesantren terdapat sesuatu hal yang
menarik dalam memaknai sebuah profesi guru di
kabupaten gresik yang memiliki lingkungan agamis dan
julukan kota santri membuat para guru dalam YPPP AlMuniroh memiliki pandangan yang berbeda dari pada
553
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2016, 547-561
saya
Cuma
menggantikan
guru
matematikanya untuk naik haji, terus saya
yang menggantikan. Nah tidak tahu
kenapa tahun ajaran baru pas januari 2014
saya masih di suruh ngajar. Bahkan jam
ngajar saya ditambah. Awalnya Cuma 8
jam jadi 18 jam. Nah sebelumnya saya itu
kerja diperusahaan mas. Pas masa training
3 bulan, saya merasa kurang srek mas.
Kayake saklek banget. Penuh tuntutan dan
saya tidak enjoy disitu. Saya merasa apa
yang saya pelajari waktu kuliah kuk
mlenceng semua, jadi karena itu saya
merenung dan saya putuskan untuk resign
mas. Nah pada akhirnya saya melamar
dan keterima di yayasan Al-Muniroh ini
mas. Jadi guru akhirnya. Dari awal
masuk, saya merasa sangat tertarik
dengan dunia pendidikan. Saya merasa ini
bagian saya. Saya merasa terpanggil
menjadi seorang pendidik meskipun saya
sadar kalau menjadi guru muda alias
honorer bukan harta yang dikejar tapi
pengabdian dan panggilan jiwalah yang
mendasari langkah ini. Dari situ saya
merasa harus menata hati dna niat buat
menjadi
seorang
pendidik
atau
guru…”(wawancara 16-09-2015)
Lebih lanjut walaupun alumni salah satu perguruan
tinggi negeri ternama dengan jurusan ilmu murni tidak
lantas membuat izza minder atau berkecil hati ketika
memutuskan menjadi guru berikut penuturan beliau.
“…kalau tanggapan masyarakat sangat
beragam mas, sebab saya kan lulusan ITS
kenapa harus menjadi seorang guru?
Namun lambat tahun masyarakat mulai
mengerti, sadar bahkan mendukung
keputusan saya mas. Saya selalu
menekankan kepada orang lain termasuk
diri saya jika motivasi saya menjadi guru
iku meg siji mas. Ngamalke ilmu. Kerja
jadi guru iku nyaman banget mas. Saya
pernah ngelamar kerja di perusahaan dan
masih dalam masa percobaan alias
training. Rasae aku ora nyaman blas.
Penuh dengan tekanan dan tuntutan pula.
Apalagi ilmuku selama kuliah sepertinya
gak kepakek mas kalau kerja di
perusahan. Nah apalagi saya ini cewe.
Motivasi lain untuk memutuskan jadi
guru karena saya ini wanita yang suatu
saat nanti akan menikah dan punya anak.
Kalau kerja diperusahaan kita Cuma
dikasih waktu terbatas gitu mas buat
mengurusi keluarga. Apalagi kalau hamil
dan melahirkan sepertinya tidak bisa
perpanjangan cuti. Apalagi jarang sekali
ada perusahaan yang memperbolehkan
membawa anak ke perusahaan. Kalau
posisi kita cewek lo mas, nanti kalau
ndelalah anak kita rewel ta apa kan ya
sapa ngerti. Perusahaan mana pengertian
mas…” (wawancara 16-09-2015)
Pendapat Izza diperkuat oleh pendapat dari nailul
bahwa menjadi guru itu sudah merupakan takdir dan
panggilan dari dalam hati dan jiwa agar terus bisa
istiqomah menjadi guru dan fokus menjalani profesi
guru melalui ucapan beliau.
“..saya pernah mas mencoba beralih
profesi menjadi peternak ayam potong
mas awalnya cuman 1 kandang dengan
4000 ayam musim pertama sukses musim
berikutnya saya tambah 2 kandang 8000
ayam sukses musim berikutnya saya
tambah 3 kandang 1200 ayam sukses
sampai akhirnya 4 kandang dengan 1600
ayam dan disni Allah mengingatkan saya
semua kandang habis ludes dihajar angin
beliung mas bangkrut total maksut hati
awalnya agar apabila Al-Muniroh butuh
dana bisa membantu dan awal ternak
ayam ini hasilnya lumayan mas tapi
setelah bangkrut hati saya berkata
sudahlah Allah menginginkan saya untuk
kembali ngulang bukan ternak ayam
walaupun dari segi gaji seadanya jadi saya
menjadi semakin mantap dan yakin
mengabdi menjadi guru..” (wawancara
12-09-2015)
Makna profesi guru sebagai amanah kyai, menjadi
seorang guru di kota santri berbeda dengan kota-kota
yang lainnya. Hal ini disebabkan figur Kyai di kalangan
masyarakat Gresik sangat mempengaruhi pola pikir dan
pola sikap warganya karena basis pendidikan yang
diadakan di kota Gresik lebih kepada sistem pendidikan
pondok pesantren. Dimana kekuasaan Kyai sangat
berpengaruh besar dalam kualitas pendidikan di kota
tersebut. Kekuataan mereka dalam memegang teguh
keyakinan yang diajarkan oleh Kyai, membuat mereka
bertahan dengan profesi sebagai guru. Berikut penuturan
Ulin salah satu informan yang mewakili pemaknaan
profesi guru secara spiritual dari segi amanah Kyai.
“..saya ingat pesan beliau gaji guru itu
lebih daripada hanya sekedar uang sebab
kata beliau menurut imam Al-Gazali gaji
guru itu tideak di dunia tapi di akhirat dan
Allah sendiri yang memberi sehingga
saya tidak pernah memikirkan gaji..”
(wawancara 13-09-2015)
Penuturan tersebut juga diperkuat dengan penuturan
informan yang lain yaitu Fajar beliau mengatakan
bahwa
“...saya menyadari mas gaji disini tidak
seberapa namun saya selalu memegang
amanah kiyai dan saya berharap barokahe
pak yai sehingga saya tidak terlalu
memikirkan persoalan gaji sebab Allah
Makna Profesi Guru dalam Prespektif Guru Honorer
akan membalasnya beribu kali lipat.
Bahkan profesi guru itu bergaji ganda
mas. Gaji dari manusia dan Allah itu
sendiri. Saya mencari barokahe mas sebab
beliau yang menjadi panutan saya
mas.walaupun gaji sedikit namun saya
tidak pernah merasa kekurangan..”
(wawancara 13-09-2015)
Hal senada juga disampaikan oleh nailul selaku guru
yang juga alumni pondok pesantren Al-Muniroh sejak
kecil sudah belajar dan menjadi santri di Al-Muniroh
berikut ucapan beliau
“..saya sekolah bisa sampai lulus itu
berkat pak yai saya mas sejak kecil saya
hidup di pondok saya sekolah di biayai
pondok dan di sanguni pak yai bahkan
saya waktu lulus SMA gak boleh cuman
mengajar dan belajar di pondok saya
malah di suruh pergi k ndresmo untuk
menambah ilmu sambil kuliah sejak saya
di pondok sudah aktif ngajar juga di
amanahi pak yai megang ngajar ngaji
kitab kuning tertentu di pondok. Begitu
besarnya jasa pondok dan pak yai inilah
saya merasa tidak bisa membalas dengan
apapun hanya dengan mengabdikan diri
menjadi guru di Al-Muniroh karena
berkat Al-Muniroh saya bisa memiliki
ilmu yang saya miliki...”
Makna profesi guru sebagai ladang ibadah. Profesi
sebagai guru adalah mutlak untuk kepentingan ibadah.
Hal ini lah yang mendasari beliau untuk mengajar dengan
gaji yang relatif rendah dibandingkan dengan Upah
Minimum Kota (UMK) Gresik. Bagi beberapa guru
honorer yang mengajar di YPPP Al-Muniroh mengajar
adalah sebuah tempat untuk bisa mengamalkan ilmu.
Ilmu yang diamalkan ada dijadikan sebagai bekal untuk
menuju kepada kehidupan selanjutnya. Jadi orientasi
Nailul salah satu informan untuk menjadi seorang guru
honorer adalah semata-mata sebagai bentuk ibadah bukan
yang lain.
“...Dengan mengajar mas dan menjadi
guru maka saya punya banyak waktu
untuk beribadah serta bisa memberikan
sesuatu yang bermanfaat seperti sholat 5
waktu saya terjaga bisa di tambah dhuha
dan amalan2 sholat lainnya berbeda
seandainya saya bekerja di pabrik maka
waktu saya lebih banyak di pakai bekerja.
Selain itu juga di sekolah kita bisa
memberikan bantuan- bantuan yang
semisal ada pembangunan gedung atau
pembangunan sarana prasarana dll...”
(wawancara 12-09-2015).
karena mayoritas dari mereka menghayati bahwasanya
menjadi guru adalah tugas mulia. Jenjang kebutuhan
manusia yang paling tinggi adalah aktualisasi diri. Makna
sosial yang dihayati dari profesi guru bagi guru honorer
adalah bentuk dari kebutuhan yang dapat membentuk
kepribadian dan kepuasan diri. Profesi guru dimaknai
secara sosial yaitu (1) makna profesi guru sebagai
penanggung jawab generrasi masa depan, (2) makna
profesi guru sebagai pembuka pintu rezeki dan (3) makna
profesi guru sebagai tokoh atau figur desa.
Makna profesi guru sebagai penanggung jawab
generasi masa depan. Menjadi guru honorer di sekolah
swasta sangat berbeda dengan sekolah negeri. Perbedaan
yang membuat berbeda adalah input yang ada dalam
sebuah sekolah tersebut. Kita tahu bahwasanya untuk
masuk ke sekolah negeri lebih sulit daripada di sekolah
swasta. Untuk masuk di sekolah negeri butuh serentetan
tes sehingga dapat disimpulkan bahwa anak-anak yang
masuk ke sekolah negeri adalah anak-anak pilihan dan
anak-anak yang memiliki semangat serta motivasi dalam
belajar. Berbeda dengan kualitas murid yang ada di
swasta, terlebih swasta yang pinggiran. Kualitas mereka
jauh dari kata sempurna, apabila di ukur dari siswa ideal
yang ada di sekolah negeri. Dari kondisi demikian
muncullah tantangan yang lebih besar untuk membenahi
semangat dan motivasi anak-anak dalam belajar yang
tidak dimiliki oleh guru yang mengajar di sekolah negeri.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap
guru honorer yang ada di sekolah swasta pinggiran,
mereka menuturkan bahwa tantangan yang mereka
hadapi ketika mendidik anak-anak tersebut jauh lebih
besar dibandingkan dengan guru yang mengajar di
sekolah negeri atau sekolah swasta ternama, sebab anakanak di sekolah mereka adalah anak-anak buangan dari
negeri atau anak-anak yang memiliki masalah sosial di
lingkungannya. Anak-anak seperti ini sering terlibat
dalam kenakalan remaja seperti balapan liar dan tawuran
dan lain-lain. Semangat belajar mereka pun sangat
rendah. Antusias mereka terhadap sekolah sangatlah
rendah. Bahkan dengan adanya SMA Al-Muniroh,
keberadaan anak-anak seperti mereka dapat terpenuhi
kebutuhannya. SMA Al-Muniroh memberikan tempat
dan perhatian yang besar terhadap anak-anak seperti
mereka. Bahkan orang tua mereka pun merasa tidak
sanggup untuk mendidik anaknya. Di bawah ini
dipaparkan cuplikan wawancara dengan Anam terkait
penjelasan di atas.
“..menjadi guru di Al-muniroh adalah
sesuatu yang luar biasa mas sebab ngajar
di sini penuh dengan ujian dan tantangan
yang luar biasa sehingga dapat dikatakan
tanggung jawabnya luar biasa. Sebab
siswa yang sekolah disini rata-rata dari
Makna Sosial
Profesi guru yang dimaknai secara sosial dalam
penelitian ini adalah Profesi guru dimaknai secara sosial
555
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2016, 547-561
ekonomi menengah kebawah dan juga
motivasi serta tingkat kepandaian yang
pas-pasan. Berbeda dengan guru yang
ngajar di negeri selain siswanya hasil
seleksian,
motivasi
dan
tingkat
kepandaian siswanya lebih sehingga
mengajarnya lebih ringan dengan d bantu
berbagai macam fasilitas. kalau bukan
guru Al-Muniroh, siapa lagi yang
bertugas mendidik anak-anak Ujung
Pangkah yang notabenenya adalah anak
yang berwatak keras karena lingkungan
yang dekat pantai dan dengan basis
ekonomi menengah kebawah. Nah dari
sini tentunya tanggung jawab guru AlMuniroh lebih besar daripada di sekolah
negeri. Kalau di sekolah negeri siswa
yang masuk didalamnya adalah siswa
hasil seleksi yang ketat. Nah kalau disini,
siswa yang masuk disini dari background
yang berbeda dan sangat menantang
tentunya mas ditambah dengan fasilitas
yang seadanya..” (wawancara 17-092015).
Hal senada juga di ucapkan oleh syafiul bahwa guru
honorer di YPPP Al-Muniroh tidak hanya sekedar
mengajar saja beliau menuturkan.
“… guru mata pelajaran apapun harus
bisa menampilkan karakter yang baik.
Jadi guru harus menyisipkan karakter
yang baik dalam setiap kegiatan belajar
mengajar. Seperti ketika saya sedang
mengajarkan yang namanya tata surya,
harus saya kaitkan dengan agama dan
kematian dimana tempat manusia itu
berkumpul. sebab guru adalah tauladan.
Guru adalah tempat untuk mendidik
generasi muda bangsa. Agen Guru
sebagai agen positif yang diharapkan
dapat menjaga moral bangsa mas.
Seumpama tidak ada guru siapa yang
akan peduli terhadap upaya pemfilteran
karakter anak bangsa karena kita tahu
pemerintah sendiri saja masih belum bisa
turun tangan langsung menghadapi
karakter anak bangsa. Pemerintah hanya
melihat dari atas dan membuat kebijakan
yang menurutnya cocok. Bukan menurut
daerah tersebut. Jadi saya sangat setuju.
Namun ujung tombak moral bangsa selain
guru, pendidikan dan sekolah adalah
pihak orang tua dan keluarga sebab
mereka paling penting mas. Setelah orang
tua dan keluarga barulah guru. Jangan
sampai semua tugas guru, karena interaksi
terbesar anak ada didalam lingkungan
masyarakat bukan di sekolah. Jadi semua
ikut berperan. Guru dan orang tua yang
memfilter pengaruh buruk tersebut supaya
tidak berkembang…” (wawancara 17-092015).
Makna profesi guru sebagai pembuka rezeki,
penuturan profesi guru sebagai pembuka rezeki adalah
ungkapan yang menjadi motif beliau untuk bertahan
menjadi seorang guru, ditengah kebutuhan ekonomi yang
sulit dikendalikan. Apabila dilihat dari segi honor
ataupun gaji, kesejahteraan seorang guru honorer sangat
jauh dari kata sejahtera namun motivasi yang selalu
beliau tekankan bahwasanya profesi seorang guru akan
membuka rezeki pada pintu yang lainnya, adalah sesuatu
hal yang realistis dan nyata. dalam wawancara yang
dilakukan dengan beberapa informan, hal ini identik
dengan konsep keberkahan hidup. profesi seorang guru
dimaknai sebagai ibadah dan dikerjakan dengan ikhlas
maka akan selalu ada pintu rezeki yang terbuka untuk
menyambung hidup. Hal ini beliau rasakan berdasarkan
pengalaman beliau sendiri. Selama ini beliau belum
pernah merasa kekurangan ataupun usaha yang beliau
kerjakan menjadi sesuatu hal yang sia-sia. Hal ini
dikarenakan profesi guru telah membuka pintu rezeki
dilain tempat dan dilain bentuk. Di bawah ini dipaparkan
cuplikan wawancara dengan Kuderi terkait penjelasan di
atas.
“...ada cerita lucu ketika saya kredit motor
pihak yang survey ke rumah saya tidak
percaya bahkan hampir ditolak kreditnya
ketika melihat slip gaji saya sebagai guru
di Al-Muniroh katanya jelas tidak cukup
untuk bayar angsuran bulanan motor dan
bertanya lantas mau dibayar pakai
apa?namun saya jawab saya tunjukkan
sumur bor saya yang akan membayar
kreditan motor tersebut. Sejarah dari
sumur bor itu yaitu gaji pertama saya
ngajar di Al-Muniroh itu yang saya
gunakan untuk membuat sumur bor
kebetulan di daerah Ujung Pangkah dekat
dengan laut dan banyak sumur yang
airnya asin sehingga banyak yang
membeli air tawar dari sumur bor saya
jadi saya katakan gaji guru itu barokah
dan Allah memberikan rezeki dari banyak
pintu rezeki ketika kita selalu ikhlas dan
bersyukur tidak mengeluh dengan gaji
yang seadanya Allah sendiri yang akan
mencukupi rezeki kita bahkann saya bisa
menyekolahkan anak saya sampai ke
perguruan tinggi...” (wawancara 15-092015)
Cerita lucu kuderi tersebut juga di tambahkan
dengan cerita lucu oleh anam cerita dan pengalaman
tersebut terjadi karena beliau adalah seorang guru
berikut penuturan dari Anam.
”..ketika saya digaji hanya sekitar Rp
200.000,- plus tunjangan yang tidak
seberapa, kalau dipikir pakai logika dan
Makna Profesi Guru dalam Prespektif Guru Honorer
nalar manusia yang pasti tidak akan ada
cukupnya. Namun kalau kita mau berpikir
luas dan jauh dari kebiasaan kita dalam
artian konsep rezeki itu tak terbatas pada
materi ataupun uang semata maka yang
muncul adalah rasa syukur dan takjiub
mas. Saya mengatakan demikian sebab,
dengan saya menjadi seorang guru di
SMA Al-Muniroh selama kurang lebih 30
tahun saya merasa dalam tubuh saya tidak
pernah menderita sakit parah bahkan
kronis. Penyakit yang saya derita dan
keluarga selama ini hanya sakit paling
parah ada tifus selebihnya adalah penyakit
ringan. Bahkan beliau mengatakan
seandainya saya dulu bukan guru
mungkin istri saya yang sekarang ini saya
lamar pasti tidak mau mas dan
Alhamdulillah saya bersyukur as istri saya
seorang PNS. Menurut beliau inilah yang
dinamakan pembuka pintu rezeki yang
lain. Rezeki yang selanjutnya adalah
adalah usaha toko yang saya jalankan itu
rame mas bahkan baru-baru ini saya
berjualan ikan untuk lauk pauk ya
alhamdulillah lancar. Bahkan anak saya
dilamar sama TNI mas. Di masyarakat
saya diberdayakan, saya di anggap ada
bahkan dalam kegiatan tertentu terkadang
ada saja pintu rezeki yang datang diluar
dugaan. Jadi dari situ saya merasa bahwa
selama mengajar di SMA AL-Muniorh,
rezeki saya dilain tempat jadi lancar
mas...” (wawancara 17-09-2015).
Makna profesi guru sebagai figur desa menjalani
profesi guru di pedesaan sangat berbeda dengan
menjalani profesi di perkotaan sebab tuntutan sosial yang
diberikan kepada guru sangat berbeda. Bagi masyarakat
pedesaan, guru adalah sebuah status sosial yang tinggi
dimana mereka dianggap orang yang berjasa bagi
pendidikan anak-anaknya,
meskipun dari segi
kesejahteraan, sangat jauh dari kata sempurna. Para guru
honorer dalam memaknai profesi pada kesempatan kali
ini sangat berbeda dari sebelumnya. Profesi guru di
lingkungan sekolah menjadikan mereka memiliki figur
ganda di lingkungan masyarakat. Figur guru di
lingkungan masyarakat dianggap penting dan tinggi
setelah figur Kyai. Para guru honorer di masing-masing
lingkungannya di amanahi menjadi seorang pemimpin
atau figure politik desa. Mereka dipercaya menduduki
kekuasaan di tingkat RT/RW/Desa dan Kecamatan.
Ketika ada pemilihan calon pemimpin, peluang jabatan
ditawarkankepada para guru terlebih dahulu daripada
yang lain. Tanpa meminta jabatan, mereka akan dinomor
satukan bahkan mereka dituntut untuk menjadi pemimpin
dalam suatu acara, kegiatan atau sektor perpolitikan desa.
Di bawah ini dipaparkan cuplikan wawancara dengan
Ulum terkait penjelasan di atas.
“…sangat
banyak
mas
mereka
menganggap bahwa dengan menjadi
seorang guru, saya harus bisa banyak hal.
Saya disuruh mimpin tahlil, ceramah,
pengawas lapangan dsb. Saya ya tidak
tahu mengapa mereka terus pengen saya
yang mimpin tahlil pada waktu itu
padahal mereka tahu saya ya tidak pernah
mimpin didepan umum. Gergogi iya mas,
tapi ya Alhamdulillah bisa terlewati. Saya
juga didaulat menjadi ketua remas desa,
pengawas kegiatan lapangan buat pilkada
dengan rentang waktu 6 bln mas. Saya
juga merasa dimana saya berada disitu
keberadaan saya diharapkan dan di
butuhkan…” ( wawancara 16-09-2015).
Hal itu diperkuat dengan pendapat Anam yang
mengatakan bahwa dengan sendiri dan tanpa meminta
beliau di tokohkan di masyarakat berikut penuturan
beliau.
“..dengan menjadi guru masyarakat sangat
menghargai profesi saya sehinggga di
masyarakat kerap saya dipercaya untuk
mengisi posisi seperti RT/RW bahkan
juga di berbagai kegiatan politik seperti
pemilu, pemilukada, pilkades dll saya
dipercaya jadi panitianya. Bahkan tak
jarang juga saya dimintai pendapat
mengenai berbagai permasalahan dan
problem desa...” (wawancara 17-092015).
Pendapat selanjutnya dari kuderi juga mengatakan
bahwa.
“...sejak saat saya menjadi guru derajat
saya semakin dinaikkan sama Alllah
terbukti dengan janji Allah bahwa orang
yang berilmu itu akan dinaikkan
derajatnya oleh Allah. saya di percaya
masyarakat untuk menjadi imam masjid
desa mengisi sambutan, ceramah, khutbah
dan menjadi pemimpin di majelis
taklim...” (wawancara 15-09-2015)
Berdasarkan paparan penjelasan di atas ternyata tidak
hanya dalam acara atau kegiatan politik saja namun acara
keagamaan dan acara sosial beberapa informan ini sering
di ikut sertakan bahkan menjadi pemimpinnya. dengan
menjadi seorang guru, tanpa beliau sadari posisi jabatan
apapun akan mengikuti dirinya. Keikhlasan sebagai
seorang guru honorer membuat dirinya menjadi
seseorang yang berguna bagi orang lain. Bahkan dimana
pun dirinya berada, selalu saja mendapatkan kepercayaan
untuk memimpin suatu majelis, kegiatan, rapat, atau
kepemimpinan apapun. Beliau menuturkan bahwa makna
profesi guru yang dijalani dengan sepenuh hati
557
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2016, 547-561
mendatangkan sebuah kharismatik untuk menjadi seorang
pemimpin di lingkup desa.
Pembahasan
Dalam pembahasan ini rumusan masalah akan dianalisis
menggunakan teori Fenomenologi. Teori Fenomenologi
dari Alfred Schutz. Dimana teori ini berusaha untuk
mengetahui bagaimana manusia mengkonstruksi makna
dan konsep penting dalam kerangka intersubyektifitas
(pemahaman guru honorer mengenai profesi guru yang
dibentuk oleh hubungan pribadi dengan orang lain) di
YPPP Al-Muniroh.
Schutz menyebutnya dengan konsep motif,
yang oleh Schutz dibedakan menjadi dua pemaknaan
dalam konsep motif. Pertama, motif in order to, yang
dijadikan pijakan oleh seseorang untuk melakukan
sesuatu yang bertujuan mencapai hasil. Kedua, motif
because yaitu motif yang melihat kebelakang. Secara
sederhana motif because ini bisa dikatakan
pengidentifikasian masa lalu sekaligus menganalisisnya,
sampai seberapa memberikan kontribusi dalam tindakan
selanjutnya.
Motif pertama, in order to adalah konsep yang
menjelaskan tentang bagaimana seseorang melakukan
sesuatu yang bertujuan pencapaian hasil. Motif in order
to apabila dikaitkan dengan hasil penelitian, menjelaskan
bahwa konstruksi makna guru honorer dalam memaknai
profesi guru didasarkan pada hasil. Hasil disini adalah
bentuk pencapaian dari apa yang telah dilakukan oleh
guru honorer dalam menjalankan profesi guru.
Pencapaian hasil dalam motif in order to ini mengacu
pada makna sosial aktualisasi diri. Guru honorer yang ada
di YPPP Al-Muniroh memaknai profesi guru sebagai
hakikat dari keberadaan adanya manusia. Dimana
seorang manusia ini adalah makhluk sosial yang
dianugerahi otak yang bisa memenuhi kebutuhan paling
tinggi yang diharapkan oleh manusia pada umumnya.
Hakikat kebutuhan manusia yang paling tinggi adalah
aktualisasi diri. Secara tidak langsung, profesi guru
dimaksudkan
sebagai
proses
untuk
bisa
mengaktualisasikan diri mereka melalui bentuk
pengajaran ataupun kegiatan berbagi ilmu kepada
sesama.
Orientasi pencapaian hasil ini dikaitkan dengan
posisi mereka sebagai tenaga pendidikan, yang tidak lain
adalah untuk mencetak agen penerus yang berguna,
pembuka rezeki di tempat lain, serta sebagai tokoh atau
figur desa. Semua pemaknaan ini lahir dan muncul
seketika dengan lahirnya jiwa pendidik dalam diri guru
honorer di YPP AL-Muniroh.
Motif kedua, motif because yaitu motif yang
melihat kebelakang. Secara sederhana motif because ini
bisa dikatakan pengidentifikasian masa lalu sekaligus
menganalisisnya,
sampai
seberapa
memberikan
kontribusi dalam tindakan selanjutnya. Dalam memaknai
profesi guru honorer, mayoritas guru honorer di YPPP
Al-Muniroh dalam memaknai profesi guru melihat pada
backgroud pendidikan mereka. Background atau latar
belakang pendidikan seorang santriwan dan santriwati
menjadi pedoman bagi para guru honorer di YPPP AlMuniroh untuk selalu memegang teguh ajaran dari para
Kyai. Mereka meyakini bahwasanya masa lalu menjadi
alumni santri sangat memberikan pemahaman bahwa
amanah Kyai adalah salah satu nasehat yang menjadi
dasar untuk mereka ikhlas mengabdi menjadi guru
honorer bertahun-tahun meskipun dengan gaji yang kecil.
Salah satu amanah Kyai yang masih diyakini adalah gaji
seorang guru semata-mata tidak berasal dari uang dan
aspek duniawi saja namun ganjarannya langsung dari
Allah. Dari sini bisa dikatakan bahwa motif because yang
dikemukakan oleh Schutz telah tercakup dalam makna
spiritual yang diambil dalam penelitian ini.
Selain menganalisis tentang kajian teori yang
dikemukakan oleh Alfred Schutz, juga dilakukan analisis
dari segi perilaku, persepsi, motivasi, tugas dan
kewajiban guru honorer dalam menjalankan profesi di
yayasan pendidikan pondok pesantren Al-Muniroh
kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik. Oleh sebab
itu dalam pembahasan kali ini berusaha untuk
menganalisis bagaimana perilaku mereka selaku guru
honorer, persepsi atau motivasi mereka menjadi guru
honorer dan bagaimana tugas dan kewajiban guru
honorer di lingkungan ini akan menjadi sesuatu yang
berbeda apabila dianalisis di lingkungan pendidikan
negeri ataupun swasta non YPPP. Semua itu akan coba
dikaitkan dengan teori fenomenologi yang berisi tentang
motif in dan motif because.
Guru merupakan salah satu status sosial yang
menjadi perhatian masyarakat. Guru adalah bagian
penting dalam struktur masyarakat, baik dalam
pengertian lembaga pendidikan, masyarakat pada
umumnya, maupun dalam struktur kenegaraan. Dari
pernyataan ini, profesi guru memiliki konsekuensi logis
untuk bisa berperilaku sesuai dengan harapan
masyarakat, bangsa dan negara.
Analisis pertama, dilihat dari segi perilaku dan
tindakan. Dari segi perilaku dan tindakan segala sesuatu
yang dilakukan oleh guru menjadi perhatian peserta
didik. Baik itu perilaku yang terpuji ataupun yang tercela.
Semua perilaku tersebut menjadi fokus perhatian para
peserta didik. Dalam menjalankan profesinya sebagai
guru. Guru harus memaknai segala hal yang berkaitan
dengan profesinya sebagai bagian dari contoh. Contoh
yang harus diberikan dari guru kepada muridnya. Jadi
salah satu makna yang mendasari dari segi perilaku
adalah bagaimana guru tersebut bisa menjadi contoh.
Makna Profesi Guru dalam Prespektif Guru Honorer
Perilaku yang diperlihatkan oleh guru honorer yang ada
di YPPP Al-Muniroh telah sesuai dengan kode etik
profesi dari guru itu sendiri. Meskipun mereka hanya
sebagai guru honorer di lingkungan yayasan namun
perilaku mereka dalam menjalankan profesi guru
sangatlah bertanggung jawab. Beban mengajar yang telah
diberikan kepada mereka telah dipenuhi. Bahkan perilaku
yang terwujud telah sesuai dengan konsep guru yang
sesungguhnya, yakni: digugu lan ditiru. Bagi mereka
meskipun tingkat kesejahteraan mereka minim namum
perilaku mereka harus sesuai dengan filosofi guru “di
gugu lan di tiru”.
Mengapa segala perilaku yang dilakukan oleh
guru sesuai dengan filosofi “di gugu lan di tiru”, hal ini
dikarenakan guru dijadikan sebagai ujung tombak
kualitas pranata sosial yang kita miliki. Berbicara tentang
profesi
guru tidak bisa dilepaskan dari konteks
pendidikan sebagai pranata sosial (sosial institution).
Oleh karena itu pula, dalam menjelaskan posisi guru pun
perlu didudukkan dalam peta pranata sosial yang saat ini.
Risiko dari pendekatan sperti ini, yaitu melahirkan
pemahaman yang berbeda, dan atau peta-posisi yang
berbeda, karena adanya perbedaan struktur sosial
masyarakat itu pulalah, kita akkan memahami harga guru
dan atau posisi guru yang sebenarnya. Sebagai contoh,
kita tidak bisa menyamakan antara posisi guru di
lembaga pendidikan formal (sekolah), dengan
seorangguru ngaji di lingkungan pondok pesantren di
Indonesia walau bagaimanapun juga, posisi guru ngaji
yang biasa disebut ustad atau kiai, masih tetap memiliki
prestise yang tinggi di bandingkan dengan guru yang
mengajar di sekolah. Hal itu terjadi di komunitas muslim
pesantren.
Analisis kedua, dilihat dari segi persepsi dan
motivasi. Persepsi dan motivasi dalam konteks penelitian
ini, mengandung makna yang sama. Persepsi membahas
tentang anggapan para guru honorer dalam menjalani
sebuah profesi sedangkan konsep motivasi ini sudah
disinggung dalam motif in dan motif because dari Schutz.
Mayoritas dari mereka yang mengabdi menjadi guru
honorer di lingkungan YPPP Al-Muniroh sangatlah unik
dibandingkan dengan lingkungan sekolah lainnya.
Persepsi dan Motivasi mereka menjadi guru di YPPP AlMuniroh semata-mata berorientasi kepada segi spiritual
dan akhirat. Hal ini disebabkan karena mayoritas guru
honorer yang ada dalam lingkungan YPPP Al-Muniroh
adalah mantan santri sehingga ajaran yang ada dalam
lingkungan pondok pada waktu itu sangat diamalkan dan
dipraktekkan secara langsung. Orientasi motivasi yang
dilakukan lebih bersifat panggilan jiwa dan ladang
ibadah. Dari keseluruhan informan yang diwawancarai,
mereka menjelaskan bahwa motif terbesar mereka adalah
untuk mengamalkan ilmu dan berbagi kebaikan sesuai
dengan ajaran dan amanah Kyai. Bahkan persepsi mereka
untuk menjadi guru dengan gaji yang minim adalah
profesi guru adalah sebagai bentuk pengabdian yang
nantinya akan mendapatkan gaji yang luar biasa dari sang
Khalik.
Analisis terakhir, tugas dan kewajiban guru.
Pada point ini yang bisa ditinjau adalah bagaimana guru
honorer menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai guru honorer. Data menunjukkan bahwa
minimnya honor yang diterima oleh guru honorer AlMuniroh tidak menyurutkan niat mereka untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya selayaknya
seorang guru. Pioritas utama mereka adalah mengajar
bukan yang lain, meskipun kebanyakan dari mereka
memiliki pekerjaan sambilan namun dalam proses
pengguguran tanggung jawab, para guru yang ada di
YPPP Al-Muniroh sangat baik dalam mengemban
amanah sebagai seorang guru. Tugas dan kewajiban
mereka paling utama adalah mengajar bukan mencari
penghasilan tambahan untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi
ketika datang sebuah pilihan yang mengharuskan
meninggalkan kegiatan mengajar, sikap yang ditunjukan
para guru honorer di YPPP Al-Muniroh adalah memilih
dan mengusahakan supaya kewajiban mengajar pioritas
mereka. Bahkan dengan gaji di bawah UMR, tidak
pernah ada tindakan yang hengkang dari tugas dan
kewajibannya sebagai guru.
Tanggung jawab guru moral honorer ini
tercermin dari segi kedisiplinan guru baik segi pakaian,
waktu, ucapan dan tindakan. Guru juga mampu
memberikan contoh yang baik kepada siswa bahkan juga
mampu berkomunikasi dengan baik dengan wali murid.
Jadi tanggung jawab itu muncul tidak hanya di dalam
sekolah atau kelas melainkan tanggung jawab moral guru
tercermin dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
masyarakat.
Tanggung jawab guru dalam pendidikan juga
tercermin dalam proses belajar mengajar dalam kelas
tidak hanya menggunakan ceramah saja namun sebisa
mungkin melakukan proses belajar mengajar yang efektif
dan efisien dengan mengembangkan kurikulum, silabus,
RPP dan mampu menjadi tauladan untuk siswa didik
serta bisa melaksanakan evaluasi belajar.
Tanggung jawab di bidang kemasyarakatan juga
mampu dipegang secara amanah oleh para guru honorer
sebab selain menjadi guru fakta di lapangan
menunjukkan guru-guru honorer juga menjalani peran
ganda sebagai tokoh masyarakat seperti imam sholat,
penceramah, pemimpin jamiyah, bahkan menjadi kiyai.
Begitupula dengan tanggung jawab keilmuan yang terus
menerus belajar untuk bisa meningkatkan kualitas
keilmuan serta mengembangkan dan memanfaatkan
keilmuan dengan sebaik-baiknya.
559
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2016, 547-561
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya
walaupun haknya sebagai guru dalam artian gaji minim
namun dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
guru-guru honorer berupaya memberikan semaksimal
mungkin dalam mendidik, mengajar, membimbing dan
melatih siswa agar mampu mencapai potensi
maksimalnya. Tidak hanya itu guru-guru juga ikut
membantu pengelolaan dan pengembangan progam
sekolah berupa sikap saling kontrol yang dilakukan antara
guru melalui sekolah dengan orang tua. selain itu tugas
para guru yang tidak dilupakan adalah meningkatkan
keprofesionalannya sebagai guru melalui progam PLPG.
Untuk memudahkan pemahaman, bagan 4.2 tentang Peta
Konsep Pembahasan disajikan pada akhir paragraph ini
PENUTUP
Simpulan
Profesi Guru dimaknai oleh guru honorer di YPPP AlMuniroh secara spiritual dan secara sosial (aktualisasi
diri), dimana orientasi pencapaian hasil ini dikaitkan
dengan posisi mereka sebagai tenaga pendidikan, yang
tidak lain adalah untuk mencetak generasi penerus yang
berguna, pembuka rezeki di tempat lain, serta sebagai
tokoh atau figur desa. Semua pemaknaan ini lahir dan
muncul seketika dengan lahirnya jiwa pendidik dalam diri
guru honorer di YPPP Al-Muniroh.
Sedangkan profesi guru secara spiritual melihat
dipengaruhi background atau latar belakang pendidikan
berbasis pesantren serta lingkungan yang masih kuat
budaya religiusnya dibuktikan dengan selalu memegang
teguh ajaran dari para kiyai. Untuk selalu beribadah serta
mengabdikan untuk sesuatu yang bermanfaat bagi bagi
banyak orang. Jadi profesi guru dijadikan tempat untuk
mengabdikandiri serta profesi yang dipenuhi dengan nilai
ibadah.
Dari segi perilaku dan tindakan profesi guru ini
juga harus senantiasa menerapkan filosofi di gugu lan di
tiru yaitu di percaya serta ditunggu nasehat-nasehatnya
serta bisa di jadikan contoh atau tauladan dalam tingkah
lakunya. Dari segi persepsi dan motivasi profesi guru ini
senantiasa harus dicontoh keikhlasan dan kesabaranya,
karena menjalani profesi guru semata niatnya ibadah dan
mengabdikan diri bukan untuk memikirkan besarnya gaji.
Dari segi Tanggung jawab dan kewajibanya hal ini di
cerminkan dalam kedisiplinan dalam segala bidang
termasuk tatacara berpakaian, waktu, ucapan dan
tindakannya. Dalam hal tanggung jawab dan kewajiban
ini juga bisa dilihat
dari keistiqomahan dalam
menjalankan amanah sebagai guru tidak ada niatan lantas
untuk meninggalkan profesi guru atau menjadi guru
dengan asal-asalan. Tanggung jawab dan kewajiban itu
tidak hanya di dalam sekolah atau kelas melainkan dengan
masyarakat juga. Tanggung jawab guru dalam pendidikan
juga tercermin dalam proses belajar mengajar dalam kelas
melakuukan proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien. Tanggung jawab di bidang kemasyarakatan juga
menjalani peran ganda sebagai tokoh masyarakat seperti
imam sholat, penceramah, pemimpin jamiyah, bahkan
menjadi kiyai. Tanggung jawab keilmuan yang terus
menerus belajar untuk bisa meningkatkan kualitas
keilmuan serta mengembangkan dan memanfaatkan
keilmuan dengan sebaik-baiknya. Tidak hanya itu guruguru juga ikut membantu pengelolaan dan pengembangan
progam sekolah berupa sikap saling kontrol yang
dilakukan antara guru melalui sekolah dengan orang tua.
selain itu tugas para guru yang tidak dilupakan adalah
meningkatkan keprofesionalannya sebagai guru melalui
progam PLPG.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dalam penelitian
ini dapat menyimpulkan beberapa saran, yaitu: (1) bagi
penelitian yang akan datang diharapkan dapat memperluas
lingkup penelitian selain yang ada di YPPP. Diharapkan
peneliti selanjutnya dapat mencari konsep makna bagi
guru honorer di sekolah negeri, swasta dari berbagai
lapisan sehingga dapat memperluas kajian penelitian. (2)
bagi guru muda, semoga penelitian ini dapat menjadi
renungan untuk memperbaiki niat untuk senantiasa
mempertahankan idealisme dan jiwa dari sebuah
pendidikan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Barbari, J& Oni S. Prijono. 1996. Pendidikan Sebagai
Sarana Pemberdayaan. Dalam Pemberdayaan :
Konsep, Kebijakan, dan Implementasi Onny
Makna Profesi Guru dalam Prespektif Guru Honorer
S.Prijono dan AMW Pranarka(ed). Jakarta :
CSIS.
Hamzah. 2012. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Kusuma,Wijaya. 2012. Menjadi Guru Tangguh Berhati
Cahaya. Jakarta: Indeks.
Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi (fenomena
pengemis kota bandung).Bandung: Widya
Padjadjaran.
Mullyasa, E. 2012. Standar Kompetensi dan Sertifikasi
Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter (Menjawab
Krisis Multidimensional). Bandung : Bumi
Aksara
Schutz, Alfred dalam John Wild dkk. 1967. The
Phenomenology of the Social World. Illinois:
Northon University Press.
Schutz, Alfred. 1967, The Phenomenology of The Social
World. German: Der Sinnhafie Aufbau Der
Sozialen.
Shoimin, Aris., 2013. Execellent Teacher. Semarang:
Effhar Offset.
Soedjiarto, 2014. “Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Nasional
dan
Implikasinya
Terhadap
Pendidikan Guru Berderajat Profesional”.
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional
Pendidikan ISPI di Surabaya, 5-7 Desember.
Soetjipto, dkk. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sudrajat, Hari. 2004. Implementasi Competence Based
Training. Bandung: CV. Cekas.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Bandung: Alfabeta.
Suyanto, 2013. Menjadi Guru Profesional. Jakarta:
Erlangga.
Buletin PPG Edisi September 2002.
Marlina, D. (2013). Semangat Guru Honorer Kota Sawah
lunto. Jurnal Administrasi Pendidikan/ Bahana
Manajemen Pendidikan, 322-461.
Gunawan, Ikhsan. 2010. Motivasi Kerja Guru Tidak
Tetap Di SMA Swasta Di Kota Semarang.
Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : Univesitas
Negeri Diponegoro
UUD Negara Republik Indonesia 1945.
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Peraturan Gubernur No. 72 Tahun 2014 Tentang Upah
Minimum Kabupaten / Kota di Jawa Timur
Tahun 2015.
561
Download