1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya perlu ditingkatkan. Ternak domba mempunyai beberapa kelebihan diantaranya dapat berkembangbiak dengan cepat, dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, serta dagingnya relatif digemari masyarakat baik di dalam maupun luar negri. Seperti yang telah diketahui kebanyakan pemotongan domba di tempat pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk domba jantan lebih sering dijadikan hewan qurban dan aqiqah karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi dibandingkan dengan hewan yang dipotong di TPH. Domba betina umur produktif merupakan aset penting dalam usaha pembudidayaan ternak potong sehingga dapat meningkatkan populasi ternak di masa yang akan datang. Pada dasarnya sudah tertulis dalam UU No. 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan yang telah mengatur dilarangnya ternak betina umur produktif untuk dipotong. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan materi genetik domba betina tersebut yaitu dengan cara memanfaatkan ovariumnya. Ovarium domba bisa diperoleh dengan sangat mudah dari TPH. Umumnya ovarium dari hewan yang dipotong sering tidak dimanfaatkan sehingga langsung dibuang atau dikonsumsi dengan organ lain. 2 Melalui kemajuan teknologi di bidang reproduksi, pemanfaatan limbah ovarium yang diperoleh dari TPH sebagai sumber penghasil oosit dapat menjadi produk yang berharga berupa embrio in vitro dengan cara memanfaatkan folikel folikel yang terkandung di dalam ovarium. Folikel - folikel tersebut dapat menyediakan oosit dalam jumlah yang cukup banyak. Kemudian oosit difertilisasi diluar tubuh melalui teknik In Vitro Fertilization (IVF). Embrio yang dihasilkan tersebut dapat dipindahkan kedalam organ reproduksi domba betina resipien yang telah disiapkan sebagai tempat pertumbuhan embrio sehingga dapat menghasilkan keturunan yang memiliki karakteristik yang mirip seperti induknya yang telah dipotong. Teknologi pemindahan embrio di atas biasa disebut dengan Embrio Transfer (ET). Keberhasilan teknik IVF sangat tergantung kepada kualitas oosit yang dihasilkan. Kualitas oosit yang baik akan menunjang fertilitas oosit tersebut pada proses IVF. Umumnya umur domba lokal betina yang berada di TPH sangat beragam, hal ini dikarenakan domba lokal dipasok dari beberapa daerah dengan jenis pemeliharaannya yang berbeda. Umur memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan organ reproduksi ternak terutama pada ovarium sebagai sumber oosit. Untuk mengetahui kualitas oosit yang baik maka diperlukan pengkajian mengenai pengaruh umur ternak tersebut, sehingga didapatka kriteria yang dapat menjelaskan pada umur berapa domba lokal yang dipotong di TPH dapat menghasilkan kualitas oosit yang baik. Kajian mengenai pengaruh umur terhadap potensi ovarium domba lokal yang sudah dipotong di TPH masih sangat terbatas dibandingkan dengan ternak sapi. Hal ini mungkin menjadi salah satu penghambat dalam pengembangan teknologi produksi embrio secara in vitro. Berdasarkan uraian diatas penulis 3 terdorong untuk mengkaji dan melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Umur terhadap Bobot dan Diameter Ovarium serta Kualitas Oosit pada Domba Lokal”. Diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah terkait dengan potensi oosit hasil koleksi dari ovarium domba lokal yang dipotong di TPH. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat ditarik beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana pengaruh umur terhadap bobot dan diameter ovarium serta kualitas oosit pada domba lokal. 2. Pada umur domba lokal berapa yang menghasilkan bobot dan diameter ovarium serta kualitas oosit yang terbaik. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk : 1. Mengetahui pengaruh umur terhadap bobot dan diameter ovarium serta kualitas oosit pada domba lokal. 2. Mengetahui umur domba lokal yang menghasilkan bobot dan diameter ovarium serta kualitas oosit yang terbaik. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberi informasi ilmiah kepada para peneliti yang akan menggunakan metode IVF untuk menentukan kualitas ovarium yang baik dengan cara melihat umur dari ternak itu sendiri. 4 1.5 Kerangka Pemikiran Ovarium adalah organ generatif hewan betina yang terdiri dari sepasang terletak di kiri dan kanan uterus dalam rongga pelvis (Toelihere, 1985). Ovarium tersusun dari bagian-bagian medula yang terletak di bagian dalam dan korteks yang terletak dibagian luar. Pada bagian medula terdapat jaringan ikat fibroelastik, jaringan syaraf dan pembuluh darah yang berhubungan dengan ligamentum mesovarium melalui hilus. Bagian korteks berisi folikel-folikel antral dan preantral, corpus luteum, stroma, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut otot polos. Pada saat dilahirkan, ovarium mamalia diperkirakan mengandung 200.000 oosit, tetapi hanya sekitar 300 oosit yang mencapai tahap pematangan dan dapat diovulasikan (Gordon, 1994). Struktur, bentuk, dan ukuran ovarium masing-masing hewan sangat bervariasi tergantung kepada spesies, umur, tahap siklus seksual, dan jumlah anak yang dilahirkan (Hafez dan Hafez, 2000). Faktor fisiologik seperti perubahan umur dapat mempengaruhi keseimbangan sistem endrokin pada ternak yang menyebabkan perubahan tingkat hormon pengendali. Pada sapi betina dara umumnya fertilitas akan meningkat secara berkesinambungan sampai berumur empat tahun, mendatar sampai umur enam tahun, dan akhirnya menurun secara bertahap seiring pertambahan usia (Salisbury dan Van Demark, 1985). Kinerja reproduksi ternak betina sangat berhubungan dengan status ovarium, karena ovarium selain berfungsi menghasilkan sel kelamin betina juga memproduksi hormon-hormon reproduksi yang sangat mempengaruhi kinerja reproduksi. Besarnya ukuran ovarium berkolerasi dengan umur dan ukuran tubuh ternak (Winugroho dkk, 1991). Semakin besar ovarium maka semakin besar pula aktivitasnya, seperti sekresi hormon estrogen dan progesteron yang besar 5 peranannya dalam siklus estrus (Hardjopranjoto, 1995). Besarnya ovarium akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur, selain itu jumlah anak yang dilahirkan akan mempengaruhi kenaikan bobot ovarium pula. Ovarium sapi yang telah beberapa kali beranak tampak lebih besar dibandingkan dengan sapi betina muda (Arthur dkk, 2005). Hasil penelitian pada ovarium sapi didapatkan bahwa bobot rata - rata ovarium tertinggi yaitu pada umur 4 tahun sedangkan bobot rata - rata ovarium terendah yaitu pada umur < 1 tahun (Hamdani dkk, 2008). Peningkatan bobot ovarium mulai dari terendah yang dihasilkan oleh sapi dengan umur dua tahun, sapi dengan umur tiga tahun, hingga bobot ovarium tertinggi yang dihasilkan oleh sapi dengan umur empat tahun. Ini membuktikan bahwa umur memberikan pengaruh nyata terhadap bobot ovarium (Hidayatulloh, 2014). Kenaikan bobot ovarium terjadi pada sapi yang menginjak umur tua, hal tersebut disebabkan karena pertumbuhan tenunan pengikat akibat pertumbuhan ovarium yang tidak terhenti saat pubertas (Salisbury dan Van Demark, 1985). Penentuan umur ternak biasanya didasarkan pada pencatatan, namun apabila catatan umur tidak tersedia dapat dilakuan pendugaan yang didasarkan atas beberapa kriteria diantaranya penilikan lepasnya tali pusar, penilikan cincin tanduk, dan penilaian gigi geligi. Diantara ketiga metode tersebut penilaian gigi geligi adalah yang paling mudah dan biasa dilakukan (Santosa, 2009). Kualitas oosit dari ternak betina yang dipotong di TPH tergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah umur ternak itu sendiri. Diketahui bahwa ternak yang sudah memasuki masa pubertas akan mengalami perkembangan dan pertambahan ukuran pada organ-organ reproduksi secara bertahap, yang meliputi pertambahan berat ovarium, lebar ovarium, dan diameter folikel. Dengan 6 bertambahnya berat ovarium, lebar ovarium dan diameter folikel, maka ini akan berpengaruh terhadap kualitas oosit yang dihasilkan. Semakin berkembang ukuran folikel dapat menyebabkan kualitas dan ukuran oosit semakin meningkat (Marks dkk, 2000). Folikel yang berukuran besar akan mempunyai kualitas oosit dan kemampuan maturasi in vitro yang lebih baik dibandingkan folikel yang berukuran kecil, karena oosit sudah mengalami perkembangan sehingga mempunyai micro environment yang lebih baik (Lonergan dkk, 1991). Pertumbuhan dan perkembangan organ - organ kelamin betina sewaktu pubetas dipengaruhi oleh hormon - hormon gonadotropin dan gonadal. Pelepasan FSH ke dalam aliran darah menjelang pubertas menyebabkan pertumbuhan folikel - folikel yang ada dalam ovarium. Sewaktu folikel - folikel tersebut tumbuh dan menjadi matang, berat ovarium akan meningkat (Toelihere, 1985). Klasifikasi kualitas oosit dikelompokkan dalam beberapa kelas, yaitu: kelas I (terdapat beberapa lapisan sel kumulus utuh dan kompak, ooplasma rata tidak bergranula), kelas II (terdapat lapisan sel kumulus tidak utuh, ooplasma rata), kelas III (oosit gundul tanpa lapisan sel kumulus), dan kelas IV (oosit dikelilingi oleh fibrin yang menyerupai sarang laba-laba) (Gordon dkk, 1994). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik hipotesis bahwa perbedaaan umur ternak berpengaruh terhadap bobot dan diameter ovarium serta kualitas oosit pada domba lokal. 7 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 - 28 April 2015 dengan waktu pengambilan ovarium berkisar antara pukul 18.00 - 20.00 WIB. Lokasi pengambilan ovarium domba lokal yaitu di tempat pemotongan hewan (TPH) Babakan Caringin Desa Sayang Kecamatan Jatinangor Sumedang. Tempat dilaksanakannya evaluasi ovarium bertempat di Laboratorium Reproduksi Ternak dan Inseminasi Buatan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.