SECRET CHURCH 6 Salib Kristus Dr. David Platt

advertisement
SECRET CHURCH 6
Salib Kristus
Dr. David Platt
Kalau anda membawa Alkitab, silahkan membuka Matius 26. Yang akan kita lakukan adalah kita
akan mengambil tiga langkah mendalami narasi kasih ini. Kita sudah memulai dengan
Perjamuan Terakhir dan kita akan masuk ke Taman. Dan kemudian kita akan pergi ke kayu salib
untuk melihat dua hal di dalam kayu salib itu. Seruan kepedihan, “Allah-Ku, Allah-Ku mengapa
Engkau meninggalkan Aku.” Dan kemudian pernyataan kemenangan, “Sudah selesai.”
Jadi Matius 26 ayat 36. Saya ingin kita membaca bagian ini. Sinclair Ferguson pernah
mengatakan, “Taman Getsemani adalah salah satu bagian yang paling sakral dan khidmat di
dalam Alkitab.” Salah satu bagian yang paling sakral dan khidmat di dalam Alkitab. Matius
26:36, “Maka sampailah Yesus bersama-sama murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama
Getsemani. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke
sana untuk berdoa." Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus serta-Nya. Maka
mulailah Ia merasa sedih dan gentar, lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih,
seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” Ayat selanjutnya.
Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin,
biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti
yang Engkau kehendaki." Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati
mereka sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu
jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam
pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan
berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku
meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" Dan ketika Ia kembali pula, Ia mendapati mereka sedang
tidur, sebab mata mereka sudah berat.”
“Ia membiarkan mereka di situ lalu pergi dan berdoa untuk ketiga kalinya dan mengucapkan doa
yang itu juga. Sesudah itu Ia datang kepada murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka:
"Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Lihat, saatnya sudah tiba, bahwa Anak Manusia diserahkan
ke tangan orang-orang berdosa. Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku
sudah dekat.”
Tema yang saya ingin untuk kita perhatikan di Taman Getsemani adalah sebuah istilah theologis
yang disebut propitiation, pendamaian. Ini adalah sebuah istilah yang sangat penting, yang perlu
kita pahami. Kebenarannya adalah bahwa Yesus menanggung hukuman kita dan saya sudah
mendaftarkan ayat-ayat di dalam Perjanjian Baru yang menggambarkan pendamaian ini.
Dan kita akan melihat, saya akan menunjukkannya bagaimana Taman Getsemani menunjukkan
bahwa Yesus menahan hukuman bagi kita dan apa artinya pendamaian itu. Pendamaian, Yesus
menanggung hukuman kita. Anda ingat Roma 3:25, ketika Alkitab mengatakan seperti yang
dituliskan Paulus, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman.”
Silahkan anda perhatikan ayat itu, Allah menetapkan Yesus untuk menjadi korban pendamaian.”
Memang ada banyak penjelasan mengenai ayat ini. Salah satu penjelasan yang pernah saya
baca adalah bahwa Allah menetapkan Yesus sebagai korban pendamaian, dan kemudian kata
pendamaian itu sendiri dijelaskan artinya di dalam Perjanjian Baru. Penjelasan itu mengatakan
bahwa korban pendamaian sebagai “Pribadi yang akan membalikkan murka Allah, yang memikul
dosa.” Dan itu penjelasan yang saya inginkan untuk anda ingat. Allah menetapkan Yesus
sebagai Pribadi yang akan memalingkan murka, yang akan memikul dosa. Dan memang
kebenarannya adalah, dosa membangkitkan murka, kemarahan Allah. Dosa membangkitkan
murka dan kemarahan Allah.
Paulus banyak berbicara mengenai hal itu, sejak pasal 1 ayat 18 sampai pasal 3 ayat 19, tentang
keberdosaan manusia dan murka Allah atas dosa. Dosa membangkitkan murka dan kemarahan
Allah. Sebagai orang-orang berdosa, itu berarti bahwa kita layak menerima murka Allah atas
dosa. Dosa membangkitkan murka, kemarahan Allah. Kita adalah orang-orang berdosa, jadi kita
layak menerima murka itu. Karena itu, Yesus menjadi pengganti bagi kita. Sekali lagi, kita
mengambil intan ini, pemuasan melalui penggantian. Kita kembali memandang intan dari sudut
yang berbeda untuk bisa melihat bagaimana Yesus sang pengganti kita menjadi sasaran bagi
kemarahan dan murka Allah sehingga kita tidak lagi harus mengalaminya. Dan inilah yang
terjadi, di kayu salib dan khususnya di Taman Getsemenani. Yesus di kayu salib memalingkan
murka Allah, mengambil segala dosa kita.
Dalam bagian ini sebenarnya ada dua istilah theologi. Yang pertama adalah expiation, yang
artinya, dosa kita disingkirkan, dosa kita dihapuskan, bagian kedua dari istilah itu. Yesus
menghapuskan dosa kita. Dosa dihapuskan artinya dosa dihilangkan, dibuang. Propitiation
artinya murka Allah dipuaskan.
Jadi apa artinya hal itu dan apa hubungannya dengan Taman Getsemani? Ketika kita melihat
Yesus pergi ke taman dan tiga kali ia berdoa, Bapa, kalau mungkin, biarlah cawan ini lalu dari
pada-Ku. Ini memunculkan pertanyaan, cawan apa yang dibicarakan Yesus? Jawabannya
mungkin cukup mengejutkan kita. Cawan di kayu salib itu bukan hanya berkaitan dengan
penderitaan fisik saja. Ketika kita melihat Yesus mengeluarkan keringat darah dari pori-pori-Nya
karena kepedihan yang begitu mendalam, ini bukan karena Dia berpikir mengenai penderitaan
dan kesakitan fisik yang berkaitan dengan Penyaliban. Cawan kayu salib ini lebih berkaitan
dengan penderitaan rohani. Ada kenyataan rohani yang diangkat di dalam doa itu, “Bapa,
apabila mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku.”
Ini sangat penting. Saudara seiman, Yesus bukan seorang pengecut yang ketakutan di hadapan
tentara Romawi. Kalau Ia memang seorang pengecut, kalau kepedihan-Nya di Taman
Getsemani adalah mengenai apa yang akan dilakukan tentara Romawi terhadap-Nya, lalu
bagaimana dengan para martir yang tak terhitung banyaknya yang sejak saat itu sudah
memberikan nyawa mereka dan menjalani kematian sambil bernyanyi? Seorang martir di India
yang dikuliti hidup-hidup memandang kepada penyiksanya dan mengatakan, “Ambil saja pakaian
luarku, hari ini aku akan mengenakan pakaian yang baru.” Christopher Love saat ia sedang
dibawa ke pemancungan dan istrinya menyemangati dia dengan mengatakan, “Hari ini mereka
memenggal kepala jasmanimu, tetapi mereka tidak bisa memenggal kepala rohanimu.”
Dan kemudian ia menuju penghukumannya dengan bernyanyi, apakah mereka lebih berani
dibandingkan Yesus Juruselamat mereka? Tentu saja tidak. Jadi yang menyebabkan kepedihan
yang harus dihadapi Yesus bukanlah karena harus menghadapi tentara Romawi. Hal itu adalah
karena Yesus sang Juruselamat harus menghadapi murka Allah. Saya ingin mengajak anda
melihat penjelasan Perjanjian Lama mengenai cawan. Mazmur 75:8, “Sebab sebuah piala ada di
tangan TUHAN, berisi anggur berbuih, penuh campuran bumbu; Ia menuang dari situ; sungguh,
ampasnya akan dihirup dan diminum oleh semua orang fasik di bumi.”
Perhatikan baik-baik apa yang dijelaskan di dalam Yesaya 51, “Terjagalah, terjagalah,
bangunlah, hai Yerusalem, hai engkau yang telah meminum dari tangan TUHAN isi piala” Apa?
“Kehangatan murka-Nya, engkau yang telah meminum, menghirup habis isi cangkir yang
memusingkan! Dari semua anak-anak yang dilahirkannya tidak ada yang membimbing dia dan
dari semua anak-anak yang dibesarkannya tidak ada yang memegang tangannya. Kedua hal ini
telah menimpa engkau -- siapakah yang akan turut berdukacita dengan engkau? Kebinasaan dan
keruntuhan, kelaparan dan pedang -- siapakah yang akan menghibur engkau? Anak-anakmu
sudah terlentang kelesuan di semua ujung jalan seperti lembu hutan kena jaring; mereka diliputi
kehangatan murka TUHAN dan hardik Allahmu. Sebab itu, dengarlah ini, hai engkau yang
tertindas, hai engkau yang mabuk, tetapi bukan karena anggur! Beginilah firman Tuhanmu,
TUHAN, Allahmu yang memperjuangkan perkara umat-Nya: "Sesungguhnya, Aku mengambil
dari tanganmu piala dengan isinya yang memusingkan, dan isi cangkir kehangatan murka-Ku
tidak akan kauminum lagi.
Yeremia 25, “Beginilah firman TUHAN, Allah Israel, kepadaku: "Ambillah dari tangan-Ku piala
berisi anggur kehangatan amarah ini dan minumkanlah isinya kepada segala bangsa yang
kepadanya Aku mengutus engkau, supaya mereka minum, menjadi terhuyung-huyung dan
bingung karena pedang yang hendak Kukirimkan ke antaranya.” Ini perkataan yang tidak
menyenangkan ketika kita berpikir tentang Allah. Yehezkiel 23, “Beginilah firman Tuhan ALLAH:
Engkau harus minum dari piala kakakmu, piala yang dalam dan lebar mulutnya, yaitu piala yang
banyak isinya; menjadi tertawaan dan olok-olok engkau. Engkau akan penuh kemabukan dan
dukacita. Piala kengerian disertai kesunyian.” Habakuk 2, “Telah engkau kenyangkan dirimu
dengan kehinaan ganti kehormatan. Minumlah juga engkau dan terhuyung-huyunglah.
Kepadamu akan beralih piala dari tangan kanan TUHAN, dan cela besar akan meliputi
kemuliaanmu.”
Wahyu, beberapa penjelasan yang sangat membuat kita rendah hati mengenai murka Allah,
Wahyu 14, “maka ia akan minum dari anggur murka Allah, yang disediakan tanpa campuran
dalam cawan murka-Nya; dan ia akan disiksa dengan api dan belerang di depan mata malaikatmalaikat kudus dan di depan mata Anak Domba.” Wahyu 18, “Balaskanlah kepadanya, sama
seperti dia juga membalaskan, dan berikanlah kepadanya dua kali lipat menurut pekerjaannya,
campurkanlah baginya dua kali lipat di dalam cawan pencampurannya.” Gambaran ini muncul
berulangkali, di Perjanjian Lama, di Perjanjian Baru, cawan yang penuh dengan kehangatan
murka Allah.
Perjanjian Lama. Kita akan melihatnya dengan cepat, tetapi kita akan mencoba melihat
gambaran tentang murka Allah. Ingat, kita sering meremehkan murka Allah, yang membuat kita
mengentengkan murka Allah, dan meremehkan kekudusan Allah. Kita tidak ingin meremehkan
kekudusan-Nya. Di dalam Perjanjian Lama, murka Allah sangat jelas. Ada lebih dari 20 kata
yang berbeda untuk menjelaskan tentang murka Allah di dalam Perjanjian Lama. Lebih dari 20
kata. Lebih dari 580 penyebutan di dalam Perjanjian Lama mengenai murka Allah. Dan saya
mendaftarkan beberapa di antaranya dan gambarannya sangatlah mengerikan.
“Sebaiknya matanya sendiri melihat kebinasaannya, dan ia sendiri minum dari murka Yang
Mahakuasa. TUHAN datang menyatakan diri-Nya dari tempat-Nya yang jauh -- murka-Nya
menyala-nyala, Ia datang dalam awan gelap yang bergumpal-gumpal, bibir-Nya penuh dengan
amarah, dan lidah-Nya seperti api yang memakan habis; hembusan nafas-Nya seperti sungai
yang menghanyutkan, yang airnya sampai ke leher.” Kemudian Yehezkiel 7:8-9, “Sekarang
dengan segera Aku akan mencurahkan amarah-Ku atasmu dan melampiaskan murka-Ku
kepadamu.” Yehezkiel 22, “Aku akan mengumpulkan kamu di tengah-tengah Yerusalem. Seperti
orang mengumpulkan perak, tembaga, besi, timah hitam dan timah putih di dalam peleburan dan
mengembus api di bawahnya untuk meleburnya, demikianlah Aku akan mengumpulkan kamu
dalam murka-Ku dan amarah-Ku dan menaruh kamu di dalamnya dan melebur kamu. Aku akan
mengumpulkan kamu dan menyemburkan api kemurkaan-Ku kepadamu, sehingga kamu dilebur
di dalamnya. Seperti perak dilebur dalam peleburan, begitulah kamu dilebur di dalamnya. Dan
kamu akan mengetahui, bahwa Aku, TUHAN, yang mencurahkan amarah-Ku atasmu.”
Ini sangat nyata. Murka Allah sangat pribadi, sangat pribadi. Allah berbicara langsung kepada
umat-Nya. Keluaran 32, “biarkanlah Aku, supaya murka-Ku bangkit terhadap mereka dan Aku
akan membinasakan mereka.” Ulangan 6, “sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu
di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga
Ia memunahkan engkau dari muka bumi.” Ini di antara umat-Nya. Murka Allah bersifat pribadi.
Dan sangat tegas. Murka-Nya sangat tegas dan kalau anda tidak melihat ketegasan-Nya,
perhatikan gambaran di dalam Yesaya 13, “TUHAN semesta alam sedang memeriksa pasukan
perang. Mereka datang dari negeri yang jauh, ya dari ujung langit, yaitu TUHAN serta yang
melaksanakan amarah-Nya untuk merusakkan seluruh bumi. Merataplah, sebab hari TUHAN
sudah dekat, datangnya sebagai pemusnahan dari Yang Mahakuasa, tetapi engkau akan Kubuat
menjadi bangsa yang besar.
Sebab itu semua tangan akan menjadi lemah lesu, setiap hati manusia akan menjadi tawar, dan
mereka akan terkejut. Sakit mulas dan sakit beranak akan menyerang mereka, mereka akan
menggeliat kesakitan seperti perempuan yang melahirkan. Mereka akan berpandang-pandangan
dengan tercengang-cengang, muka mereka seperti orang yang demam. Sungguh, hari TUHAN
datang dengan kebengisan, dengan gemas dan dengan murka yang menyala-nyala, untuk
membuat bumi menjadi sunyi sepi dan untuk memunahkan dari padanya orang-orang yang
berdosa.” Yehezkiel 5 juga sama, murka Allah sangat tegas. Allah dengan tegas membenci
dosa. Jangan melakukan hal-hal kekejian yang kubenci, kata Allah. Ia dengan tegas membenci
dosa dan seperti yang sudah kita bicarakan, Allah di dalam murka-Nya yang kudus, dengan
tegas membenci orang-orang berdosa.
Ini yang dikatakan Alkitab. Kita tidak boleh menjadikannya lembek. Jangan melembekkannya.
Tuhan menguji orang-orang benar, tetapi orang-orang jahat yang mengasihi kejahatan, Ia
membenci mereka. Murka-Nya sangat tegas, dan murka-Nya berdaulat. Murka-Nya memiliki
otoritas. Ketika bencana datang ke suatu tempat, bukan Tuhan yang menyebabkannya. Murka
Allah itu terkendali. Murka Allah bukan kalap dan gelap mata, saudara. Murka itu terkendali.
Murka itu juga konsisten. Ia bisa ditebak. Kejahatan selalu membawa kepada murka Allah.
Allah adalah hakim yang adil yang menyatakan murka-Nya setiap hari. Murka Allah terkendali,
dan suci. Mata-Mu terlalu suci untuk membiarkan kejahatan. Engkau tidak bisa membiarkan
kesalahan.
Murka-Nya mengalir dari kekudusan-Nya. Murka Allah penuh dengan kasih. Apa maksudnya
murka penuh dengan kasih? Bayangkan tentang orang-orang yang anda kasihi. Bayangkan
tentang anak atau pasangan anda, atau orangtua anda, atau siapapun yang anda kasihi, kalau
ada sesuatu atau seseorang yang mengancam keselamatan mereka dan akan mencelakakan
mereka maka anda akan melawan dengan segenap kekuatan anda. Saya mengasihi istri saya.
Saya mengasihi anak-anak saya. Sebagai akibatnya, apa saja yang mengancam untuk
mencelakakan mereka akan memunculkan tanggapan dari saya, yang tidak baik untuk mereka
yang melakukannya. Ada banyak hal juga yang muncul dalam budaya jaman sekarang, yang
atasnya saya sungguh-sungguh berharap, akan muncul murka yang suci. Saya tidak bermaksud
mendorong orang melakukan sesuatu. Saya hanya menggambarkan tentang murka Allah, yang
penuh kasih, dan itu yang muncul dalam Perjanjian Lama.
Perjanjian Baru. Murka Allah berkelanjutan. Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh
hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup,
melainkan murka Allah tetap ada di atasnya. Murka Allah dinyatakan, dan senantiasa
dinyatakan. Murka Allah akan datang. Yesus mengatakan, “Hai kamu keturunan ular beludak.
Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang
akan datang? Di dalam surat Roma Paulus mengatakan, engkau menumpukkan murka Allah
atas dirimu sendiri sampai hari murka Allah dinyatakan. Murka itu akan datang. Murka itu layak
diterima. Di dalam Roma 3 dibicarakan mengenai kebinasaan, yang layak didapatkan, kita layak
dibinasakan oleh Allah. Layak, murka Allah itu kekal.
Mengapa Ia mengatakan hal yang begitu serius mengenai dosa? Yesus. Ia mengatakan kalau
tanganmu atau kakimu menyebabkan engkau melakukan dosa, potong dan buanglah. Lebih baik
menjalani kehidupan cacat dua tangan atau kaki daripada engkau dilemparkan ke dalam neraka.
Cungkillah matamu, buang kalau hal itu membuatmu berdosa karena ada sebuah tempat
bernama nereka dimana cacing tidak mati dan api tidak padam. Kekal. Murka Allah itu kekal. Ia
akan menghukum mereka yang tidak mengenal Allah dan tidak taat kepada Injil Tuhan kita Yesus
Kristus. Mereka akan dihukum dalam kebinasaan kekal dan dibuang dari kehadiran Tuhan dan
keagungan kuasa-Nya.
Murka Allah itu mengerikan. Wahyu 6, mereka akan berseru kepada gunung dan batu, jatuhlah
ke atas kami agar kami bisa menyembunyikan diri dari Dia yang duduk di tahta dan dari murka
Anak Domba, karena hebatlah murka yang akan datang dan siapa yang bisa bertahan? Dan
murka Allah, saudara, tidak bisa dibatalkan. Tidak bisa dibatalkan. Dalam Wahyu 14:9-11
dibicarakan mengenai api siksaan yang menyala selama-lamanya. Di dalam bahasa Perjanjian
Baru, tidak ada yang lebih lama dari itu, selama-lamanya.
Wahyu 20 berbicara mengenai penghakiman, kalau nama seseorang tidak ditemukan di dalam
Kitab Kehidupan, maka ia akan dilemparkan ke Lautan Api. Tidak bisa dibatalkan. Jadi inilah
gambaran yang kita lihat di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Hukuman yang nyata,
tegas, pribadi, akan datang, terus menerus, mengerikan, tidak bisa diubah, kekal, murka, di kayu
salib kita mendapati seorang Pribadi yang memalingkan murka Allah. Penggantian, bergantung
kepada kehendak Allah, inilah kuncinya di sini. Allah menetapkan Dia sebagai Pribadi yang akan
memalingkan Dia dari murka-Nya.
Ada agama suku yang memiliki konsep penggantian dimana ilah, atau sekumpulan ilah menjadi
marah dan karena itu perlu ada hal lain untuk meredakannya, untuk memuasan kemarahan dari
ilah-ilah itu. Bukan itu yang diajarkan oleh Perjanjian Baru. Karena kenyataannya adalah, kita
memang sasaran murka dan tidak ada yang bisa kita lakukan yang bisa memuaskan murka itu.
Tidak perduli berapa banyak kesalehan kita. Tidak perduli berapapun perbuatan baik kita tidak
akan bisa menutupi dosa yang sudah memancing murka dan kemarahan dari Allah yang kudus
terhadap dosa-dosa kita dan terhadap diri kita di dalam dosa-dosa kita dan karena itu Allah
memulai penggantian itu. Bukan kita yang mencari-cari cara, apa yang bisa kita lakukan untuk
berdamai dengan Allah yang murka.
Allah sediri yang mengatakan, Aku akan memulai penggantian. Penggantian ini adalah inisiatif
yang mandiri dari Allah. Hal itu digenapkan oleh Anak Allah. Ini adalah yang kita lihat di dalam
Roma 3, Yesus adalah yang benar, dan Ia adalah korban pengganti bagi dosa-dosa kita. Itulah
gambarannya, korban pengganti. Kita tidak memiliki waktu untuk melihat Yohanes 3 dan
Bilangan 21. Tetapi bagian itu adalah gambaran mengenai orang-orang berdosa yang layak
menerima murka Allah. Sayangnya kita tidak ada waktu untuk membahasnya.
Penggantian adalah sebuah demonstrasi. Jadi hal itu digenapkan oleh Anak Allah, dimulai oleh
Bapa, dan pertunjukkan dari kasih Allah. Sekarang, di sinilah kita melihat keseluruhan
gambarannya. 1 Yohanes 4:9, “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita,
yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup
oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah
mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.”
Yang bisa kita lihat adalah adanya Allah yang Tritunggal, Bapa, Anak dan Roh Kudus, tiga
Pribadi yang berbeda, semua Allah, satu Allah, tiga Pribadi.
Yang perlu kita lihat di dalam Bapa dan Anak adalah bahwa Bapa dan Anak bekerja dalam
kesamaan. Gambaran dalam penggantian bukanlah Anak yang penuh kasih yang berusaha
meredakan murka sang Bapa. Kita justru melihat Bapa yang penuh kasih. Kita tidak melihat
Bapa dan Anak saling bersitegang. Keduanya bertindak sama dalam gambaran ini. Anak Allah
diutus, Yesus diutus oleh Bapa dalam kasih-Nya. Bapa mengutus Anak, dalam kasih-Nya. Jadi,
kasih Bapa yang memungkinkan penggantian itu terjadi. Empat puluh kali di dalam Injil Yohanes
kita melihat penyebutan mengenai Bapa mengutus Anak. Yesus berbicara mengenai bagaimana
Bapa mengutus Dia. Dan jelas sekali hal itu disimpulkan dalam Yohanes 3:16. Allah
memberikan Anak Tunggal-Nya. Dan yang kita lihat adalah Allah Anak diutus oleh Bapa dengan
penuh kasih, bukan hanya kepada kita, tetapi juga kepada Anak-Nya, Bapa mengasihi Anak-Nya.
Bapa mengasihi Anak-Nya dan memberikan segala sesuatu ke dalam tangan-Nya.
Jadi yang kita lihat adalah kasih Bapa yang mengutus Anak-Nya dan kemudian murka Allah
ditanggung oleh kasih sang Anak. Anak Allah diutus oleh kasih Bapa. Murka Allah ditanggung
oleh kasih Anak. Anda tidak akan melihat sang Anak terpaksa melakukannya, melakukannya
dengan terpaksa sambil mengatakan, “Baiklah kalau memang harus demikian.” Ini bukan
sekedar sebuah kecelakaan.
Bukan itu gambarannya.
Kita sering mendengar kisah
pengorbanan yang dilakukan oleh seorang ayah yang bekerja sebagai penjaga hidrolik jembatan
kereta api. Anak lak-lakinya saat itu bermain tetapi semakin menjauh dari sang ayah, karena
memang ia mengikuti ayahnya bekerja.
Lalu sang ayah melihat kereta sudah mendekat, sedangkan anaknya sedang bermain-main di
jalur yang akan dilewati kereta itu. Akhirnya sang ayah memutuskan bahwa ia tetap menurunkan
jembatan yang akan dilewati kereta supaya banyak orang di kereta itu tidak harus mati. Ia
diperhadapkan kepada pilihan yang sangat sulit. Apakah harus menyelamatkan anaknya dengan
mengorbankan penumpang kereta itu, atau mengorbankan anaknya untuk menyelamatkan
banyak penumpang itu. Kisah ini sering dipakai untuk menjadi ilustrasi tentang kayu salib.
Tetapi sebenarnya ada perbedaan yang sangat besar antara salib dengan kisah ini. Salib bukan
karena sang Anak yang semakin menjauh dari Bapa, dan kemudian terjebak di dalam sesuatu
yang tidak seharusnya dan situasi menjadi sangat sulit dan kemudian sang Bapa harus
mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu. Bukan demikian sama sekali. Bapa mengutus
Anak dan Anak taat kepada Bapa. Inilah sebabnya Ia naik ke kayu salib.
Dan murka Allah ditanggung oleh sang Anak karena Ia taat kepada Bapa. Di sini kita perlu
memahami, bahwa kita bukan diselamatkan dari dosa karena sekelompok pasukan Romawi
menangkap Yesus dan memukuli serta mengejek Dia dan memakukan-Nya ke kayu salib. Kita
bukan diselamatkan karena apa yang dilakukan oleh pengadilan Roma atas diri Yesus. Kita
diselamatkan dari segala dosa karena Bapa dan Anak di dalam kesatuan yang sempurna dengan
rela naik ke kayu salib dan Kristus mengambil cawan yang dipenuhi dengan kehangatan murka
Allah.
Seorang hamba Tuhan berkata, hal itu seperti Anda dan saya berdiri di depan sebuah
bendungan setinggi 20.000 kilometer dan 20.000 kilometer lebarnya diisi sampai penuh dengan
air. Dan sekejap, bendungan itu dibuka dan air yang penuh itu ditumpahkan langsung menerjang
ke arah kita. Dengan cara yang sama, kehangatan aliran murka Allah ditumpahkan kepada kita.
Sekarang, bayangkan bahwa saat air itu semakin mendekat, tiba-tiba tanah di depan anda
terbuka dan semua air yang menerjang hebat itu ditelan tanah sampai habis. Demikianlah,
Kristus naik ke kayu salib. Ia mengambil kepenuhan cawan murka Allah dan meminumnya
sampai habis, membalikannya dan mengatakan, "Sudah selesai."
Itu yang terjadi di kayu salib. Ia menahan hukuman kita. Ia menanggung murka yang harus kita
tanggung. Orang yang penuh Penderitaan, gelar yang luar biasa bagi Anak Allah yang akan
datang. Menyelamatkan orang-orang berdosa yang harus binasa, Haleluya! Juruselamat yang
luar biasa! Menanggung malu dan penganiayaan, menggantikan kita, dan menanggung
hukuman. Memeteraikan pengampunan kita dengan darah-Nya. Haleluya! Juruselamat yang
luar biasa. Kita bersalah, keji dan tak berdaya. Ia adalah Anak Domba yang tak bercacat, penuh
dengan pengurapan. Haleluya. Juruselamat yang luar biasa. Disalibkan Ia sampai mati. Sudah
selesai, itu seruan-Nya. Sekarang Ia di surga, naik di tempat tinggi. Haleluya! Juruselamat yang
luar biasa!
Dan ketika Ia datang sang raja mulia Ia membawa tebusan-Nya pulang. Lalu nyanyian baru kita
naikkan, Haleluya! Juruselamat yang luar biasa! Baik, mari kita lanjutkan. Jadi ketika kita
melihat gambaran di Taman Getsemani, Yesus bukanlah seorang pengecut. Ia adalah
Juruselamat, yang akan menanggung murka Ilahi. Kemudian, mari kita miringkan sedikit lagi
intan yang berpendar cahaya itu, untuk melihat seruan kepedihan-Nya. Dari jam keenam sampai
jam kesembilan hari itu, kegelapan menyelimuti tanah itu. Sekitar jam ke sembilan, yaitu jam tiga
sore, Yesus berseru dengan suara nyaring, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” yang artinya, “AllahKu, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Bisakah anda membayangkan peristiwanya,
di tengah hari, tiba-tiba kegelapan melanda seluruh tanah itu. Kegelapan tiba-tiba melanda dan
Yesus berseru dengan suara nyaring, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Apa artinya?
Kata kunci, rekonsiliasi. Rekonsiliasi dan kebenaran di sini bahwa Yesus menderita keterpisahan
kita. Ia menjadi pengganti untuk menderita keterpisahan karena kita. Rekonsiliasi, di dalam
dosa kita, kita terpisah dari Allah sebagai seteru-Nya. Permusuhan terhadap Allah, menjadi
sahabat dunia, kata Yakobus 4. Jadi, di pihak mana sebenarnya yang memusuhi? Apakah pihak
kita atau pihak Allah? Dan jawabannya di dalam Alkitab jelas, kedua belah pihak. Manusia
memusuhi Allah, Roma 1 mengatakan bahwa kita menjadi pembenci Allah. Pikiran yang
berdosa, manusia yang berdosa adalah musuh Allah, Roma 8. Pada saat yang sama, Allah juga
memusuhi manusia.
Sebagaimana yang kita lihat bahwa murka-Nya tertuju kepada orang-orang berdosa. Dan karena
itu, di dalam dosa kita, kita terpisah dari Allah sebagai seteru, kemudian melalui pengganti,
karena pengganti kita kemudian kita mendapatkan rekonsiliasi dengan Allah dan menjadi
sahabat. Dua ayat kunci di dalam II Korintus 5 dan Roma 5. Kalau seseorang ada di dalam
Kristus, maka Ia adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah
datang. Semua itu karena Allah yang sudah merekonsiliasikan dunia dengan diri-Nya di dalam
Kristus, tanpa memperhitungkan dosa-dosa manusia terhadap-Nya. Kemudian dikatakan,
“Berilah dirimu diperdamaikan dengan Allah. Allah menjadikan Dia yang tidak berdosa menjadi
berdosa supaya kita bisa menjadi benar di hadapan Allah.”
Dan kemudian, Roma 5 sampai pasal 11. Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita dalam hal
ini, yaitu bahwa ketika kita masih berdosa, Kristus mati bagi kita. Dan karena kita sudah
dibenarkan dengan darah-Nya, betapa lebih lagi kita akan diselamatkan dari murka Allah melaluiNya. Karena, kalau kita masih seteru Allah, Allah mau mengutus Anak-Nya, betapa lebih lagi
bahwa karena kita sudah diselamatkan, kita akan diselamatkan melalui hidup-Nya. Roma 5:9-11.
Jadi, gambarannya di sini adalah mengenai pengganti yang memperdamaikan kita dengan Allah
sebagai sahabat Allah, kita yang dahulu seteru, sekarang menjadi sahabat Allah, karena adanya
penggantian itu. Bagaimana hal itu bisa terjadi dan bagaimana hubungannya dengan seruan,
Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Kita perlu memikirkan apa yang terjadi
di kayu salib itu, ketika ia mengatakan hal itu, apa artinya. Kita mulai dengan apa yang tidak
termasuk di dalam arti seruan itu. Ketika Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau
meninggalkan Aku?” ini bukan seruan ketidakpercayaan. Beberapa orang mengatakan, sama
seperti banyak orang menganggap Yesus sebagai pengecut di Taman Getsemani, ada yang
berpikir bahwa di masa-masa pengorbanan terbesar ini, Yesus berkurang kepercayaan kepada
Bapa, tetapi itu sama sekali tidak benar.
Yesus sudah mengatakan, Ia tahu apa yang akan terjadi. Aku akan pergi dan Aku akan kembali
lagi kepadamu. Ia sangat yakin, ini bukan seruan ketidakpercayaan. Yesus bukan sedang
bertanya-tanya, mengapa Aku harus mati, apa yang terjadi? Ia sudah mengatakan bahwa
memang hal itu akan terjadi. Jadi ini bukan seruan kebingungan, dan bukan seruan keputusasaan. Apa yang dikatakan Ibrani 12:2, “Mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita
dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan
mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia.” Sukacita
yang disediakan bagi Dia, Dia tekun memikul salib.
Ia mengatakan kepada para murid-Nya kemana Ia akan pergi, Matius 27 mengatakan, “Allah-Ku,
Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” yang dikutip dari Mazmur 22:1. Dan kita
melihat, ketika kita memperhatikan Mazmur itu, pemazmur berseru, “”Allah-Ku, Allah-Ku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?” ia sampai kepada kesimpulan bahwa Allah tidak
membuang atau membiarkannya. Tidak menyembunyikan wajah-Nya, tetapi mendengar kepada
seruan-Nya minta tolong. Jadi, itu bukan seruan ketidakpercayaan, keputus-asaan, kehilangan
harapan. Lalu seruan apa?
Saya mau mendorong kita untuk melihat seruan di kayu salib ini dari tiga sudut pandang. Yang
pertama, sudut pandang kepedihan rohani. Ia mengutip dari Mazmur 22:1, seperti yang sudah
kita lihat tadi. Dalam hal ini, Kristus mengalami kepenuhan murka Allah. Kalau anda
mengingatnya, Yesus bahkan sampai mencucurkan keringat darah saat Ia menantikan hal ini.
Bagaimana rasanya bagi Allah atas semesta alam, yang di dalam dagingnya mengalami
kepenuhan kehangatan murka, murka yang tak terbatas. Jadi, ada kepedihan rohani yang terjadi
karena berlimpahnya penghukuman atas dosa yang ditumpahkan kepada-Nya pada saat itu.
Yang kedua, seruan keterpisahan dalam hubungan. Ada keterpisahan yang nyata dari Bapa,
yang akan kita bahas nanti. Kita akan kembali ke sini. Keterpisahan ini digambarkan dalam
kegelapan, adanya tiga jam kegelapan, dan jangan sampai melewatkan gambarannya di sini.
Beberapa pengkhotbah pernah mengatakan, Allah memandang kepada Anak-Nya dan tidak
tahan melihat apa yang dilakukan prajurit-prajurit itu kepada Anak-Nya dan karena itu Ia
berpaling. Menurut saya tidak demikian. Allah memandang kebawah dan tidak tahan melihat
dosa-dosa anda dan saya yang sedang ditanggung oleh Anak-Nya dan karena dosa-dosa kita
maka Ia berpaling. Dosa kita menusuk Anak-Nya, dan ada seruan keterpisahan. Terasing dari
manusia dan terasing dari Allah. Ini memiliki paralel dalam Mazmur 22 yang berkaitan dengan
catatan Injil tentang kematian Yesus. Anda melihat di dalam mazmur 22:7, “Tetapi aku ini ulat
dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak. Semua yang melihat aku
mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya: "Ia menyerah
kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah
Dia berkenan kepadanya?” Dan kemudian anda melihat gambarannya di dalam Matius 27,
“orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, mereka
berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam
tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!” Anda melihat
ada paralelnya, dan anda bisa melihat hal itu lebih lanjut lagi.
Yang kita lihat di dalam catatan Injil mengenai kematian Yesus di kayu salib adalah hal itu
merefleksikan apa yang ditulis di dalam Mazmur 22. Terasing dari semua yang dikasihi-Nya.
Petrus, para murid-Nya, gambaran tentang keterasingan itu, dari Bapa dan dari manusia, sangat
nyata di sana. Kepedihan rohani, keterpisahan hubungan, dan yang ketiga, penderitaan fisik.
Kita berbicara mengenai rahasia teologis dan kebenarannya, tetapi kita jangan sampai
melupakan juga adanya penderitaan fisik. Memang ada juga kecenderungan, yang menurut
saya berbahaya, untuk mengagungkan gambaran fisik dari penyaliban. Inilah yang kita
bicarakan setiap kali kita berbicara mengenai salib. Kita berbicara mengenai semua kejadian
yang berkaitan dengan penderitaan itu, dan kadangkala kita terlalu mengagungkan hal itu, tetapi
juga harus ingat bahwa kita tidak boleh lupa akan kenyataan itu. Ia dipaku, tangan dan kaki-Nya,
ke kayu salib, kepala-Nya berhiaskan mahkota duri yang melukai kepala-Nya.
Mati karena penyaliban pada dasarnya adalah mati tercekik secara brutal. Karena untuk
mengambil nafas maka si korban harus menumpu pada kakinya yang terpaku itu. Ia juga harus
menahan dengan tangan yang terpaku, jadi menumpu pada tangan dan kaki yang terpaku, dan
harus mengangkat tubuh untuk mengambil nafas, dan setelah itu, tubuhnya akan merosot lagi,
terjuntai di salib, dan harus berjuang dalam kesakitan untuk mengambil nafas. Dan itulah yang
dialami sang Juruselamat. Dan karena itu maka penyaliban adalah kepedihan rohani, itu yang
paling utama, kepedihan rohani, tetapi juga keterpisahan hubungan dan kesakitan fisik, dan itulah
penderitaan di kayu salib.
Lalu, bagaimana hal itu mendatangkan keselamatan? Keselamatan dari kutuk? Di sinilah
gambaran rekonsiliasi itu. Allah adalah penggagas rekonsiliasi. Allah yang menjadi penggagas
rekonsiliasi. Semuanya dari Allah, yang memperdamaikan diri-Nya dengan kita melalui Kristus.
Saya suka dengan apa yang dikatakan oleh William temple. Ia mengatakan, “Semuanya dari
Allah. Satu-satunya hasil peran saya dalam penebusan adalah adanya dosa yang membuat
saya harus ditebus.” Allah adalah pemberi Injil. Ia yang melakukan pendamaian. Setiap kali
anda melihat kata pendamaian ini muncul dalam Perjanjian Baru, maka kata itu selalu menunjuk
kepada Allah sebagai pelaku dari pendamaian itu, Allah yang memperdamaikan, atau berbicara
mengenai kita, sebagai sasaran pendamaian yang memakai kata kerja pasif.
diperdamaikan, kita diperdamaikan. Allah yang menjadi subyeknya.
Kita
Kita tidak memperdamaikan diri kita dengan Allah. Kita tidak melihat hal itu di dalam Alkitab.
Yang anda lihat adalah Allah memperdamaikan diri-Nya dengan kita. Anda melihat kita
diperdamaikan dengan Allah. Ia adalah pemberi Injil. Yang kedua, Ia adalah anugerah di dalam
Injil. Ia memperdamaikan diri-Nya dengan kita. Inilah sebabnya kita tidak bisa menjelaskan
dalam pemberitaan Injil, percayalah kepada Kristus dan anda akan menerima pengampunan
dosa dan mendapatkan kehidupan yang terbaik dan kehidupan kekal dan semua hal itu. Tidak,
anda datang kepada Kristus dan anda akan mendapatkan Allah dan semua yang mengalir dari
Allah, tetapi sayangnya kita sering menghilangkan Allah di dalam pemberitaan kita tentang salib
dan Injil dan hanya menawarkan pemberian-Nya saja.
Ia memperdamaikan kita dengan diri-Nya dan Ia adalah harta yang paling berharga. Bukan
pemberian-Nya. Allah adalah harta yang paling berharga yang diberikan bagi kita. Kita
diperdamaikan dengan pribadi Allah. Ia adalah anugerah dari Injil dan tujuan dari Injil. Allah
merencanakan semuanya ini sehingga Dia yang memberikan anugerah akan mendapatkan
kemuliaan. Dan kalau kita menambahkan sesuatu apapun di dalam hal ini, maka kehormatan
bagi kita dan bukan itu yang dirancang melalui kayu salib dan yang ada di dalam Injil. Allah
adalah penggagas dari rekonsiliasi itu. Kristus adalah pelaksana dari rekonsiliasi itu. Ia adalah
yang memungkinkan hal itu bisa terjadi. Dia yang memperdamaikan manusia dengan Allah. Dan
inilah yang dimaksud di dalam Galatia 3:10. Teks kunci. Galatia 3:10 mengatakan, kita ada di
bawah kutuk Hukum Taurat, Galatia 3:10, “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala
sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat.” Ini kutipan langsung dari Ulangan 27 ayat 26.
Dan gambarannya adalah, semua orang yang tidak taat kepada Allah sepenuhnya, ada di bawah
penghukuman, sepenuhnya. Hukum Allah bukanlah kantin rohani dimana anda bisa memilih ini
atau itu dan kemudian meninggalkan yang ini dan yang itu. Dan anda memutuskan apa yang
terbaik untuk diri anda. Bukan demikian cara kerja hukum Allah. Anda tidak taat pada satu sisi,
maka anda tidak taat kepada keseluruhannya dan anda ada di bawah kutuk karena hal itu. Jadi,
ketika anda kembali kepada Ulangan 27 dan 28, anda melihat di sana ada berkat dan kutuk,
terkutuklah orang yang melakukan hal ini, terkutuklah orang yang melakukan hal itu. Terkutuklah
orang yang melakukan hal itu. Diberkatilah orang yang melakukan hal ini dan hal itu. Itulah yang
dijelaskan di dalam Ulangan 27 dan 28. Sekarang ketika anda berpikir tentang gambaran
mengenai berkat dan kutuk, maka diberkati menunjukkan pengalaman akan perkenanan Allah.
Mendapatkan berkat adalah pengalaman mendapatkan hadirat perkenanan Allah. Bilangan 6:2426, gambaran yang agung mengenai hal ini, “TUHAN memberkati engkau dan melindungi
engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;
TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.” Inilah
berkat. Inilah pandangan yang indah di hadapan Allah, inilah gambarannya, berkat. Gambaran
yang sangat luar biasa di sini. Dan berkat di sepanjang Perjanjian Lama adalah upah dari
ketaatan.
Ulangan 28, “Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan
dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN,
Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang
kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.” Berkat,
mengalami perkenanan kehadiran Allah, ini adalah upah karena ketaatan karena anda berjalan
dengan Allah. Di sisi lain, kutuk, kutuk untuk terpisah dari hadirat perkenanan Allah. Kutuk
adalah lawan dari berkat.
Jadi apa artinya dikutuk, bukannya Allah menghadapkan wajah-Nya kepadamu, Allah justru
membelakingmu dan memalingkan wajah-Nya darimu.
Menghentikan sinar perkenanan
kehadiran-Nya. Inilah yang dikatakan Allah di dalam Keluaran 33. Ia mengatakan kepada orangorang berdosa, “Kalau Aku berjalan bersama-sama dengamu, Aku akan membinasakanmu di
jalan.” Kamu tidak akan mendapatkan perkenanan kehadiran-Ku. Inilah gambaran yang kita
lihat di dalam II Raja-Raja 23 dan 24. Sekarang alasan saya mengatakan perkenanan kehadiran
Allah adalah karena kita kadangkala salah paham di sini. Kita hampir selalu berpikir ketika kita
melihat di dalam Alkitab tentang kehadiran Allah, maka itu selalu merupakan gambaran tentang
berkat Allah.
Ini juga gambaran tentang perkenanan kehadiran-Nya. Dan ketika kita berbicara mengenai
kehadiran Allah, kita berbicara mengenai perkenanan-Nya. Kita menghubungkan keduanya.
Namun, kita perlu memahami, Allah itu mahahadir, bukan? Karena itu ketika kita berbicara
mengenai dibuang dari hadapan-Nya, bagaimana hal itu bisa terjadi? Tidak mungkin, Ia hadir di
segala tempat. Dan karena itu ketika kita mengatakan bahwa kita adalah seseorang yang
dibuang dari hadirat-Nya, maka kita berbicara mengenai pengalaman ini, bukannya perkenanan
di dalam kehadiran Allah, tetapi justru yang muncul, ketidakberkenanan di dalam kehadiran. Dan
itulah gambaran yang dijelaskan oleh Allah kepada umat-Nya di dalam Keluaran 33. Kalau
kehadiran-Ku menyertai kamu, Aku akan membinasakan kamu di jalan. Allah menyertai kita
tidak senantiasa memiliki arti yang menyenangkan bagi kita.
Sekarang, perhatikan hal ini mengenai Allah, pikirkan mengenai penghukuman kekal, pikirkan
mengenai neraka, apakah Allah hadir di sana? Kalau jawabannya tidak, artinya Ia tidak
mahahadir. Nereka menjadi pertunjukkan dari murka Allah dan penghukuman Allah. Tetap ada
hakekat dari kehadiran-Nya. Lalu, terjadi ada yang dibuang dari hadirat-Nya, yaitu dikutuk, tetapi
tidak sepenuhnya, itulah sebabnya kita berbicara mengenai perkenanan kehadiran-Nya.
Gambarannya adalah mengenai kutuk. Artinya, bukan bahwa kehadiran Allah sepenuhnya
hilang, tetapi bahwa Ia membelakangi orang itu dan kutuknya ada di atas orang itu.
Kutuknya ada di atas orang itu dan itu adalah akibat dari ketidaktaatan. Kalau anda tidak taat
kepada Tuhan Allah, dan tidak setia metaati perintah dan aturan yang diberikan-Nya, semua
kutuk itu akan menimpa dan menguasai anda. Dengan kata lain, anda akan melihat kehadiranNya di dalam kegelepan dan kita masuk ke dalam inti dari apa yang terjadi di kayu salib. Kita
ada di bawah kutuk hukum Allah. Kita layak menerima kehadiran-Nya dalam kegelapan dan
yang terjadi di kayu salib adalah Kristus datang dan menanggung hukuman dari Allah.
Kristus menebus kita dari kutuk Hukum Taurat dengan menjadi terkutuk bagi kita. Karena ada
tertulis, terkutuklah orang yang mati di kayu salib. Ini kutipan dari Perjanjian Lama di dalam
Ulangan 21. Kita perlu memahami ini, karena ini yang terjadi, Kristus mati pada suatu saat ketika
orang-orang Yahudi ada di bawah penjajahan Romawi. Orang-orang Romawi yang merancang
penyaliban. Yesus tidak dirajam, tetapi di salibkan di kayu salib. Untuk memberikan kepada kita
gambaran tentang kutuk Allah. Saya mendaftarkan Ibrani 13 dalam bagian ini karena Yesus
dipisahkan dari perkenanan kehadiran Allah. Ibrani 13 berbicara mengenai bagaimana Ia mati di
luar pintu gerbang. Dan anda melihat di dalam Imamat dimana di luar pintu gerbang
melambangkan dosa manusia dan kenajisan manusia. Kalau anda memiliki penyakit yang
menajiskan, maka anda harus keluar dari kota, di luar pintu gerbang.
Kalau seseorang mau dirajam karena menghujat, Imamat 24, maka ia harus dibawa keluar dari
perkemahan dan inilah yang terjadi kepada Yesus. Dan ini gambaran mengenai Dia yang
mengalami kutuk, terpisah dari perkenanan kehadiran Allah dan Yesus membayar semua akibat
dari ketidaktaatan kita. Sekarang kita bisa merasakan apa yang ada di dalam 2 Korintus 5, Allah
membuat Dia yang tidak berdosa menjadi berdosa karena kita. Kutuk, yang harusnya kita
tanggung diletakkan kepada Anak-Nya. Saya suka apa yang dikatakan Marthin Luther, “Bapa
yang penuh kasih, yang melihat kita tertindas dan terikat oleh kutuk Hukum Taurat dan tidak
mungkin bisa lepas dari kutuk itu dengan kekuatan kita sendiri, mengutus Anak-Nya dan
meletakkan ke atas diri-Nya segala dosa manusia, termasuk, dosa Petrus, sang penyangkal.
Dosa Paulus sang penganiaya, penghujat dan penindas yang kejam. Dosa Daud sang pejinah
dan dosa orang yang memakan buah yang dilarang di Taman Eden. Dosa pencuri yang
tergantung di kayu salib dan dosa semua orang yang melakukan segala dosa manusia. Allah
Bapa kemudian melihat pembayaran itu dan puas atas semua pembayaran atas dosa itu.”
Ini gambarannya. Ia mengambil kutuk sepenuhnya. Kita harus sungguh-sungguh berhati-hati
ketika berpikir mengenai keselamatan, karena kita harus sungguh-sungguh menjaga pemikiran
kita agar jangan sampai kita berpikir tentang sesuatu yang harus kita lakukan untuk bisa
diselamatkan. Karena dalam kenyataannya, keselamatan itu didasarkan sepenuhnya kepada
apa yang sudah dilakukan Kristus dan kita hanya sekedar penerima dari pendamaian itu. Ia
menebus kita supaya berkat yang diberikan kepada Abraham bisa sampai kepada orang-orang
bukan Yahudi melalui Yesus Kristus sehingga dengan iman kita bisa menerima janji Roh Kudus.
Dalam kenyataannya kita sendiri tidak akan bisa menanggalkan kutuk itu.
Kita tidak akan bisa menanggalkan kutuk. Tidak ada kotak yang bisa kita centang, tidak ada
lorong yang bisa kita jalani, tidak ada sesuatupun yang bisa kita lakukan, tidak ada kebiasaan
yang bisa kita lanjutkan yang bisa melepaskan kita dari kutuk. Yang bisa kita lakukan hanya
menerima salib itu saja. Kita memiliki tiga pilihan dalam hal ini. Yang pertama, kita bisa
mengabaikan kutuk itu. Kita bisa berpura-pura seolah-olah tidak ada kutuk di hadapan Allah dan
kita hidup dalam dunia fantasi yang menyangkal adanya hukuman atas dosa kita. Yang kedua,
ini yang banyak dibuat orang Kristen. Dan saya yakin bahwa kemungkinan ada di antara kita
juga yang mendapati diri ada dalam pikiran ini, kita mau berusaha untuk mengatasi kutuk itu.
Kita bisa pergi ke gereja. Dan kita bisa melakukan yang terbaik dan berdoa serta membaca
Alkitab. Dan kita bisa berusaha memberikan tanda kepada semua isian tentang apa yang
seharusnya kita jauhi, tetapi kita mendapati diri kita terus menerus jatuh di dalamnya, kemudian
kita akan berusaha lebih keras lagi di lain waktu dan merasa sangat tertekan dan merasa seolaholah kita tidak bisa melakukannya, tetapi tetap saja kita berusaha semakin keras dan semakin
keras. Dan kita mau berjuang untuk mengalahkan kutuk itu. Kalau anda mendapati diri anda
dalam pilihan yang pertama atau yang kedua ini, nasehat saya adalah agar anda mengambil
pilihan yang ketiga.
Pilihan yang ketiga adalah tidak mengabaikan kutuk dan tidak berusaha sendiri untuk
mengalahkan kutuk, dan pilihan ketiga ini. Rangkul kutuk itu. Rangkul kutuk itu. Artinya?
Katakan ya, saya memang terkutuk di hadapan Allah dan tidak ada sesuatupun yang bisa saya
lakukan. Rangkul kutuk itu dan kemudian larilah ke kayu salib. Dan terima bahwa Ia sudah
menanggung kutuk itu bagi anda. Dan karena itu anda tidak perlu berusaha lebih keras lagi di
lain waktu karena kutuk itu sudah dipikul-Nya, dan karena itu tidak ada lagi kutuk bagi mereka
yang ada di dalam Kristus karena hukum roh kehidupan sudah memerdekakan anda dari dosa
dan maut. Ia menderita keterpisahan sehingga anda bisa menerima kayu salib saja. Biarkan diri
anda diperdamaikan dengan Allah. Biarkan diri anda diperdamaikan dengan Allah. Itulah
gambarannya.
Allah mengubahkan kegelapan, kutuk, upah untuk ketidaktaatan dan
menanggungkan semua itu kepada Anak-Nya dan bukan kepada kita sehingga kita bisa
diperdamaikan dengan Allah, yang tadinya adalah seteru, menjadi sahabat.
Gambaran terakhir di kayu salib. Setelah Ia menerima minuman itu, Yesus berkata, “Sudah
selesai. Sudah selesai.” Satu kata saja dalam bahasa aslinya, yang memiliki arti ini, “Sudah
selesai.” Lalu ada pertanyaan yang muncul. Yesus sudah mati, tetapi Ia bahkan belum bangkit
kembali dari kematian. Apakah itu memang sungguh-sungguh sudah selesai? Tentu saja, sudah
selesai. Kunci di sini adalah penebusan. Penebusan. Yesus membayar hutang dosa kita.
Ketika Yesus berseru sudah selesai, Ia sedang menyatakan bahwa Ia sudah membayar lunas
seluruh hukuman atas dosa. Tidak ada lagi hutang, tidak ada lagi hukuman yang harus dibayar.
Pembayaran atas dosa sudah lunas. Saya suka sekali apa yang dikatakan Anselmus, “Hutang
itu teramat besar sehingga meski hanya manusia yang berhutang, hanya Allah yang bisa
membayarnya.” Jadi apa artinya ketika kita berbicara mengenai penebusan? Apa arti kata itu?
Kita sudah melihat ada penggantian, pendamaian, penebusan. Apa arti kata itu? Artinya, Yesus
membayar hutang dosa kita, karena dosa kita, kita hidup dalam keadaan terbelenggu. Kita
adalah budak diri kita sendiri. Kita budak dosa, budak diri kita sendiri, budak hakekat dosa,
budak kedagingan, dan budak Iblis.
Kita harus berhati-hati mengenai hal ini, kita akan membahasnya nanti, kita harus berhati-hati
agar tidak terlalu jauh sampai masuk kepada teori penebusan dimana Iblis dianggap bisa
menuntut sesuatu kepada Allah, bukan demikian. Dalam kenyataannya, kita memang dibutakan
oleh Iblis. Karena itu kita mengikuti jalan dunia dan pemerintahan dunia. Budak, Hukum Taurat,
ditawan oleh Hukum Taurat, Paulus mengatakan di dalam Galatia 3 dan kita juga budak maut.
Semua orang yang hidupnya ada dalam perbudakan karena ketakutan mereka akan kematian.
Jadi kita ada dalam keadaan sebagai budak dosa. Karena harga penggantian kita sudah
dibayar, kita dibebaskan untuk bisa menjalani kehidupan yang dibebaskan dari perbudakan
menuju kemerdekaan, dari belenggu menuju kebebasan
Inilah yang dijelaskan dalam Markus 10:45. Ini mengenai kenyataan bahwa kita adalah budak
dan membutuhkan Juruselamat. Diperlukan adanya pertolongan Ilahi. Anak Manusia bukan
datang untuk dilayani, tetapi untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi
banyak orang. Kata yang sama dipakai dalam 1 Timotius 2:5 dan 6, tebusan bagi banyak orang.
Kata yang sangat luar biasa dalam bahasa Yunani adalah “lutron”, tebusan. Kalau anda
mengikuti pelajaran bahasa Yunani, anda melihat kata ini terdiri dari dua kata dasar, leu, yang
artinya lepas, melepaskan sesuatu, dan memang ini gambarannya, melepaskan, memerdekakan.
Inilah inti dari salib. Intinya adalah mengenai melepaskan. Intinya adalah memerdekakan.
Karena kayu salib maka kita bebas dari dosa.
Barangsiapa yang sudah mati bebas dari dosa. Anda sudah dibebaskan dari dosa. Kita sudah
dibebaskan dari diri kita sendiri. Kristus sudah menaklukan kedagingan, hakekat dosa. Kita
dibebaskan dari Iblis. Sekali lagi, bukan dalam arti bahwa Iblis bisa menuntut sesuatu dari Allah,
gambarannya adalah ketika tebusan dibayarkan, bukan karena tuntutan Iblis kepada Allah. Ini
harus kita ingat. Jangan sampai menyimpang ke sana, tetapi dalam kenyataannya, di dalam
Kitab Suci, kita dibebaskan dari perbudakan kepada kuasa jahat. Dibebaskan dari Iblis. Kita
dibebaskan dari kutuk Hukum Taurat.
Di sini kita juga harus berhati-hati. Karena kita bisa salah paham ketika mengatakan kalau kita
dibebaskan dari kutuk Hukum Taurat. Hukum Taurat itu kudus, benar dan adil, Roma 7. Dan
khusunya kalau berbicara mengenai hukum Kristus. Kita dibebaskan untuk mendapatkan
kesempatan taat kepada hukum Kristus. Itulah sebabnya dinubuatkan di dalam Yeremia 31 dan
Ibrani 10 mengatakan bahwa nubuat itu sudah digenapi sehingga kita bebas dari Hukum Taurat
dalam artian kita bebas dari kutuk Hukum Taurat. Kita bebas dari maut. Saudara, maut adalah
musuh yang sudah dikalahkan dan kita tidak lagi takut kepadanya. Bebas dari maut. Sekarang,
agar bisa melihat gambaran ini di kayu salib, kita harus melihat sejarah penebusan itu sendiri. Di
dalam Perjanjian Lama, penebusan itu dinantikan.
Yesaya 43, Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau
dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Kita menemukan banyak pola di dalam Perjanjian
Lama. Orang membayar harga untuk membeli tanah. Saya akan memberikan gambaran tentang
penebusan di dalam Perjanjian Lama, untuk membeli tanah, untuk membebaskan sanak
keluarga. Anda bisa membebaskan sanak keluarga dari perbudakan mereka, dengan membayar
sejumlah harga penebusan. Untuk membebaskan budak, anda bisa melakukannya dengan
membayar harga tebusannya. Anda bisa membebaskan orang-orang buangan, ini gambaranya,
Allah membebaskan umat-Nya dari pembuangan. Perhatikan semua peristiwa pembuangan, ada
sebuah keharusan, ada harga yang mahal yang harus dibayar.
Jadi penebusan mencakup membayar harga, menebus adalah membayar harga. Allah
membayar harga untuk bisa membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir ketika Ia
berbicara mengenai membawa mereka keluar dari perbudakan yang kita lihat terjadi di hari
Paskah. Keluaran 6 berbicara mengenai Allah menebus mereka dengan tangan teracung. Ia
membayar harga untuk membebaskan umat-Nya, membebaskan umat-Nya dari penawanan di
Babel. Untuk menolong umat-Nya dari akibat dosa. Dan gambaran yang menonjol adalah
bahwa kita memiliki Allah di dalam Perjanjian Lama, yang ketika berkaitan dengan penebusan,
Allah sebagai Penebus, itu adalah kuasa-Nya dan anugerah-Nya yang tergabung bersama-sama.
Allah menunjukkan kuasa-Nya sebagai Penebus, anda melihat dalam ayat-ayat yang saya
daftarkan, perhatikan 2 Samuel 7, Mazmur 77 dan seterusnya, dan anda akan melihat Allah
menunjukkan kuasa-Nya dalam menebus umat-Nya. Ini adalah mengenai Allah membelah Laut
Merah dalam Keluaran 14, menebus umat-Nya dan mereka akan tahu Akulah Tuhan ketika Aku
menunjukkan kuasa-Ku dengan cara ini. Dan kemudian umat Allah menjadi ilustrasi akan
anugerah-Nya sebagai orang-orang yang sudah ditebus. Jadi, kita bisa melihat kuasa dan
anugerah di dalam gambaran penebusan. Allah memiliki kuasa untuk menebus dan anugerah
yang menyebabkan-Nya melakukan penebusan. Dua kisah dalam Perjanjian Lama akan
memberikan gambaran tentang apa yang terjadi.
Kisah yang pertama dari dalam Perjanjian Lama adalah mengenai Boas, penebus dari kaum
keluarganya. Ini adalah mengenai Rut. Rut adalah seorang wanita Moab. Bangsa Moab sangat
dibenci oleh Israel. Rut pindah ke Israel setelah suaminya mati. Ia belum melahirkan setelah
menikah selama 10 tahun, tidak memiliki anak. Tidak memiliki keturunan untuk menyambung
garis keturunan suaminya. Ia mandul, yang dianggap sebagai kaum terbuang di Israel, di
Betlehem. Lalu yang terjadi dalam Rut pasal 2, ia pergi dan mendapati dirinya bekerja di ladang
Boas, dan Boas adalah penebus dari kaum keluarganya.
Kalau anda melihat kembali ke Imamat 25 anda akan melihat pemeliharaan yang Allah lakukan
kepada seseorang, kalau sesuatu yang seperti ini terjadi, maka seseorang yang dekat, seorang
penebus kaum keluarga bisa membayarnya, membeli orang itu, membayar harga tebusan untuk
membawa orang itu ke dalam keluarganya. Dan karena itu Rut mendapati dirinya di ladang
Boas. Dan kemudian ada gambaran yang kita lihat mengenai penebus kaum keluarga, dan
terjadilah kisah yang sangat romantis di sini. Apa yang dilakukan Boas? Pertama-tama, ia
berusaha mencari orang terbuang itu sebagai keluarganya. Ia mencari orang terbuang itu. Boas
berkata kepada Rut, “Dengarlah dahulu, anakku! Tidak usah engkau pergi memungut jelai ke
ladang lain dan tidak usah juga engkau pergi dari sini, tetapi tetaplah dekat pengerja-pengerjaku
perempuan. Lihat saja ke ladang yang sedang disabit orang itu. Ikutilah perempuan-perempuan
itu dari belakang. Sebab aku telah memesankan kepada pengerja-pengerja lelaki jangan
mengganggu engkau. Jika engkau haus, pergilah ke tempayan-tempayan dan minumlah air yang
dicedok oleh pengerja-pengerja itu.”
Boas mengambil inisiatif di sini.
Ia memakai istilah-istilah yang sangat menunjukkan
keperduliannya. Ia meyakinkan bahwa Rut bisa tetap ada di ladangnya. Ia menyelamatkan
orang buangan itu dari bahaya. Saat Rut bangkit untuk memungut jelai, Boas memberikan
perintah kepada orang-orangnya, “Dari antara berkas-berkas itu pun ia boleh memungut,
janganlah ia diganggu; bahkan haruslah kamu dengan sengaja menarik sedikit-sedikit dari
onggokan jelai itu untuk dia dan meninggalkannya, supaya dipungutnya; janganlah berlaku kasar
terhadap dia." Wanita dalam posisi seperti Rut biasanya dihina atau diperlakukan kasar. Dan
Boas memastikan bahwa hal itu tidak terjadi kepada Rut. Dan akhirnya, ia melayani orang
buangan itu di mejanya sendiri. Ia memberikan kepada Rut hak untuk mengambil air di tempat
pengerja-pengerjanya kapan saja Rut memerlukannya. Dan kemudian Rut diundang untuk
makan di meja makan. Pada saat makan itulah Boas berkata kepadanya, “Datanglah ke mari,
makanlah roti ini dan celupkanlah suapmu ke dalam cuka ini.” Suasananya menjadi sangat
romantis. Lalu duduklah ia di sisi penyabit-penyabit itu, dan Boas mengunjukkan bertih gandum
kepadanya; makanlah Rut sampai kenyang, bahkan ada sisanya.
Jadi dalam gambaran ini, Boas mengundang Rut ke mejanya. Dan kemudian kita melihat di
pasal 3 kitab Rut dan melihat bahwa ternyata ada kaum keluarga yang lebih dekat kepada
keluarga Rut, dan karena itu, Boas harus berbicara dengan orang itu. Lalu terjadilah peristiwa di
dalam pasal 4 dan anda melihat ada harga penebusan yang harus dibayar oleh penebus kaum
keluarga. Dan pada dasarnya, untuk menebus seseorang, anda harus memiliki beberapa hal,
yang pertama, anda harus memiliki hak untuk menebus. Dan itulah sebabnya Boas harus
berbicara dengan orang yang lebih berhak daripadanya itu.
Yang kedua, ia harus memiliki kemampuan untuk menebus. Anda harus memiliki sumber daya
sejumlah harga yang harus dibayarkan untuk membeli warisan yang ditinggalkan itu dan
kemudian anda harus memiliki kemauan untuk melakukan penebusan. Dan di situlah, kita
melihat hal itu di dalam diri Boas. Dan inilah gambaran dari Perjanjian Lama tentang penebusan
kaum keluarga yang membayar harga untuk membawa wanita itu ke dalam jalur keluarganya dan
keseluruhan gambaran di dalam Rut pasal 4, memberikan kepada kita gambaran tentang
bagaimana hal itu akan sampai kepada Kristus di dalam silsilah yang dituliskan dalam Matius 1.
Itu gambaran yang pertama. Yang kedua, Hosea, sang suami setia. Saya akan menjelaskannya
dengan cepat. Hosea, kisah ini bercerita mengenai dua jalur. Ini adalah kisah mengenai
seorang pribadi dan kisah mengenai sebuah bangsa. Suami yang setia, Allah memerintahkan
kepada Hosea, untuk menikahi Gomer. Namun ada masalah. Masalah yang pertama, namanya
adalah Gomer. Itu masalah yang pertama, bukan? Coba kalau namanya lebih baik, mungkin
lebih menarik, tetapi nama istrinya adalah Gomer. Baik itu masalah yang pertama, lalu masalah
yang kedua adalah karena Gomer itu seorang perempuan sundal. Kita tidak tahu sejak kapan
Gomer menjadi seorang sundal, tetapi yang pasti setelah mereka menikah ia memang seorang
perempuan sundal. Masih ada perdebatan mengenai hal ini, tetapi kenyataannya gambaran
yang memang sedang diangkat adalah mengenai seorang istri yang tidak setia. Dan di situlah
umat Allah ditunjukkan sebagai pengantin perempuan yang tidak setia.
Dan dalam perjalanan kisahnya, kita melihat ada dua unsur. Kisah ini adalah mengenai bangsa
yang tidak setia, Adukanlah ibumu, adukanlah, sebab dia bukan isteri-Ku, dan Aku ini bukan
suaminya. Kita akan membahasnya cepat saja. Perempuan ini berjinah. Wanita itu, Alkitab
berbicara mengenai dosa dalam kaitannya dengan perjinahan rohani. Ketika anda dan saya
pergi dan mencari kepuasan dari dunia ini, dan bukannya dari kebesaran Allah kita, maka kita
sedang melakukan perjinahan rohani. Jadi, hal itu merupakan dosa yang sangat serius.
Perjinahan, penyembahan berhala, menyembah ilah bangsa Kanaan, Baal. Kemunafikan, karena
ia masih mengambil bagian dalam ibadah-ibadah, seperti yang dilakukan bangsa Israel.
Ini menjadi gambaran, kisah tentang pribadi Hosea dan Gomer yang melambangkan kisah
mengenai suatu bangsa. Munafik dan cepat melupakan kesetiaan. Aku akan menghukum dia.
Ini yang menjadi klimaks di sini, Hosea 2:13. “Aku akan menghukum dia karena hari-hari ketika
dia membakar korban untuk para Baal, berhias dengan anting-antingnya dan kalungnya, dan
mengikuti para kekasihnya dan melupakan Aku," demikianlah firman TUHAN. Perhatikan ayat
itu. Jangan beralih ke ayat lain dulu. Perhatikan. Sebenarnya tuduhan Allah disini adalah
terhadap umat-Nya, yang berjinah, menyembah berhala, munafik dan cepat melupakan.
Berpaling sepenuhnya dari Aku.
Sekarang mari kita lihat ayat selanjutnya, Hosea 2:14, ayat selanjutnya. Saya ingin kita berpikir
tentang apa yang akan terjadi. Pengantin perempuanku sudah berjinah, menyembah berhala,
munafik. Ia sudah meninggalkan Aku dan sepenuhnya melupakan aku. Lari kepada laki-laki lain
dan bukannya setia kepadaku. Ini yang dikatakan Allah tentang umat-Nya. Lalu, apa yang kita
bayangkan? Dalam kaitannya dengan semua yang sudah kita lihat, kita membayangkan akan
datang penghukuman, kemudian murka, kemudian penghukuman. Namun, yang sangat luar
biasa, salah satu bagian yang paling indah di dalam Perjanjian Lama, dikatakan dalam Hosea
2:13, “Sebab itu, sesungguhnya, Aku ini akan membujuk dia.” Wow.
Aku akan membawa dia ke padang gurun, dan berbicara menenangkan hatinya. Umat yang
tidak setia dan kisa mengenai Allah yang tidak masuk akal. Ia mengatakan, Aku akan membujuk
dia. Kata ini dalam bahasa aslinya sangat romantis sekali. Kata ini dipakai untuk menjelaskan
seorang remaja yang mau merayu gadis yang disukainya agar ia tertarik. Inilah gambaran yang
dipakai Allah, Aku akan membujuk dia. Aku akan membawanya. Aku akan berbicara
menenangkan hatinya. Aku akan memberi kepadanya. Aku akan memulihkannya. Dia tidak
akan memanggilku tuannya. Dia akan memanggil aku suaminya. Aku akan melindungi dan
menjaganya dan peduli kepadanya. Dan aku akan meneguhkan dia dan kemudian anda melihat
salah satu pasal yang paling indah di dalam Perjanjian Lama, Hosea 3, aku akan membeli dia
dengan harga yang ditentukan. Saat itu Allah mengatakan kepada Hosea, pergilah, pergilah dan
bayarlah harga untuk membawa Gomer kembali kepadamu. Pergilah membayar harga budak
untuk membawa Gomer kembali kepadamu.
Jadi itulah yang ada di dalam Perjanjian Lama, penebusan dinantikan. Di dalam Perjanjian Baru,
penebusan diterima. Di sini kita melihat, Kristus Penebus kita. Kristus Penebus kita. Ia adalah
yang membayar harganya. Pembayaran-Nya dirayakan. Anda melihat Zakharia, lalu nabiah
Hana gambaran tentang saat kedatangan Kristus mulai nampak. Di sinilah penebusan dari Allah,
yang sudah dinantikan. Pembayaran yang dilakukan-Nya sangat mahal. Kata yang dipakai
berulangkali di dalam Perjanjian Baru untuk menjelaskan pembayaran Kristus bukanlah bahwa Ia
memberikan hidup-Nya, Ia memberikan diri-Nya. Tetapi Ia memberikan darah-Nya. Darah
adalah harga yang dibayarkan. Pembayarannya sangat mahal dan pembayarannya sudah
lengkap.
Yesus tidak harus melakukan pembayaran itu. Tetapi pembayaran itu sudah dilakukan dan
lengkap. Kristus adalah Penebus kita dan Kristus adalah Kemenangan kita. Ya, Dia adalah sang
Penakluk. Dan kemenangan ini adalah kemenangan yang dijanjikan. Kejadian 3, sejak awal,
sejak masuknya dosa ke dalam dunia. Allah mengatakan, Aku akan mengutus Dia, dan Dia akan
meremukkan kepala Iblis. Kemenangan dijanjikan sejak awal. Kemenangan dimulai. Matius 12,
ketika Yesus datang kita melihat ada pernyataan kuasa-Nya atas roh-roh jahat. Kedaulatan-Nya
atas segala sesuatu. Kemenangan digenapi, perhatikan ini, Kolose 2, “Kamu juga, meskipun
dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan
Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan
menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam
kita.” Perhatikan ini, Ia menghapuskan semuanya dengan memakukan semua itu di kayu salib
dan sudah melucuti kuasa-kuasa dan pemerintahan, menjadikan mereka sebagai tontonan,
mengalahkan mereka, semuanya di kayu salib.
Perhatikan hal ini, orang-orang berdosa diampuni di kayu salib dan kuasa-kuasa rohani
ditaklukkan. Orang-orang berdosa diampuni, kuasa-kuasa rohani ditaklukkan. Kristus sudah
melucuti semuanya. Ia sudah mempermalukan mereka. Ia sudah mengalahkan mereka. Orang
berdosa diampuni. Kuasa-kuasa rohani ditaklukkan dan kuasa-kuasa rohani dikalahkan. Ia
sudah mengalahkan semuanya. Penebus kita, Kristus, memiliki kita sampai selamanya.
Kemenangan digenapkan, kemenangan diumumkan. Di saat itulah terjadi kebangkitan itu.
Kebangkitan adalah stempel, pemulihan, ya, dan pembayarannya sudah lengkap.
Dan di kayu salib itulah, Yesus beseru, “Sudah selesai.” Dan artinya adalah, memang sudah
selesai. Semua sudah selesai, harganya sudah dibayar. Hutang sudah ditutupi, sepenuhnya
dilunaskan. Dan kebangkitan adalah pengumuman dari Allah bahwa pembayaran sudah
diselesaikan, anda tidak harus membayar apapun, tidak harus melakukan apapun, dan tidak ada
yang bisa dilakukan untuk membayar. Kemenangan dinantikan. Kemenangan dinantikan. Ini
bukan berarti bawa proses penebusan sudah lengkap. Kita belum sampai di rumah kita. Kita
belum pulang ke asal kita. Tetapi hal itu sudah dijanjikan. Kita akan pulang kembali. Dan
penebusan tubuh kita akan sepenuhnya terjadi.
Download