SECRET CHURCH 6 Salib Kristus Dr. David Platt Kalau anda membawa Alkitab, silahkan membuka Matius 26. Yang akan kita lakukan adalah kita akan mengambil tiga langkah mendalami narasi kasih ini. Kita sudah memulai dengan Perjamuan Terakhir dan kita akan masuk ke Taman. Dan kemudian kita akan pergi ke kayu salib untuk melihat dua hal di dalam kayu salib itu. Seruan kepedihan, “Allah-Ku, Allah-Ku mengapa Engkau meninggalkan Aku.” Dan kemudian pernyataan kemenangan, “Sudah selesai.” Jadi Matius 26 ayat 36. Saya ingin kita membaca bagian ini. Sinclair Ferguson pernah mengatakan, “Taman Getsemani adalah salah satu bagian yang paling sakral dan khidmat di dalam Alkitab.” Salah satu bagian yang paling sakral dan khidmat di dalam Alkitab. Matius 26:36, “Maka sampailah Yesus bersama-sama murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa." Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus serta-Nya. Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” Ayat selanjutnya. Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" Dan ketika Ia kembali pula, Ia mendapati mereka sedang tidur, sebab mata mereka sudah berat.” “Ia membiarkan mereka di situ lalu pergi dan berdoa untuk ketiga kalinya dan mengucapkan doa yang itu juga. Sesudah itu Ia datang kepada murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Lihat, saatnya sudah tiba, bahwa Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat.” Tema yang saya ingin untuk kita perhatikan di Taman Getsemani adalah sebuah istilah theologis yang disebut propitiation, pendamaian. Ini adalah sebuah istilah yang sangat penting, yang perlu kita pahami. Kebenarannya adalah bahwa Yesus menanggung hukuman kita dan saya sudah mendaftarkan ayat-ayat di dalam Perjanjian Baru yang menggambarkan pendamaian ini. Dan kita akan melihat, saya akan menunjukkannya bagaimana Taman Getsemani menunjukkan bahwa Yesus menahan hukuman bagi kita dan apa artinya pendamaian itu. Pendamaian, Yesus menanggung hukuman kita. Anda ingat Roma 3:25, ketika Alkitab mengatakan seperti yang dituliskan Paulus, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman.” Silahkan anda perhatikan ayat itu, Allah menetapkan Yesus untuk menjadi korban pendamaian.” Memang ada banyak penjelasan mengenai ayat ini. Salah satu penjelasan yang pernah saya baca adalah bahwa Allah menetapkan Yesus sebagai korban pendamaian, dan kemudian kata pendamaian itu sendiri dijelaskan artinya di dalam Perjanjian Baru. Penjelasan itu mengatakan bahwa korban pendamaian sebagai “Pribadi yang akan membalikkan murka Allah, yang memikul dosa.” Dan itu penjelasan yang saya inginkan untuk anda ingat. Allah menetapkan Yesus sebagai Pribadi yang akan memalingkan murka, yang akan memikul dosa. Dan memang kebenarannya adalah, dosa membangkitkan murka, kemarahan Allah. Dosa membangkitkan murka dan kemarahan Allah. Paulus banyak berbicara mengenai hal itu, sejak pasal 1 ayat 18 sampai pasal 3 ayat 19, tentang keberdosaan manusia dan murka Allah atas dosa. Dosa membangkitkan murka dan kemarahan Allah. Sebagai orang-orang berdosa, itu berarti bahwa kita layak menerima murka Allah atas dosa. Dosa membangkitkan murka, kemarahan Allah. Kita adalah orang-orang berdosa, jadi kita layak menerima murka itu. Karena itu, Yesus menjadi pengganti bagi kita. Sekali lagi, kita mengambil intan ini, pemuasan melalui penggantian. Kita kembali memandang intan dari sudut yang berbeda untuk bisa melihat bagaimana Yesus sang pengganti kita menjadi sasaran bagi kemarahan dan murka Allah sehingga kita tidak lagi harus mengalaminya. Dan inilah yang terjadi, di kayu salib dan khususnya di Taman Getsemenani. Yesus di kayu salib memalingkan murka Allah, mengambil segala dosa kita. Dalam bagian ini sebenarnya ada dua istilah theologi. Yang pertama adalah expiation, yang artinya, dosa kita disingkirkan, dosa kita dihapuskan, bagian kedua dari istilah itu. Yesus menghapuskan dosa kita. Dosa dihapuskan artinya dosa dihilangkan, dibuang. Propitiation artinya murka Allah dipuaskan. Jadi apa artinya hal itu dan apa hubungannya dengan Taman Getsemani? Ketika kita melihat Yesus pergi ke taman dan tiga kali ia berdoa, Bapa, kalau mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku. Ini memunculkan pertanyaan, cawan apa yang dibicarakan Yesus? Jawabannya mungkin cukup mengejutkan kita. Cawan di kayu salib itu bukan hanya berkaitan dengan penderitaan fisik saja. Ketika kita melihat Yesus mengeluarkan keringat darah dari pori-pori-Nya karena kepedihan yang begitu mendalam, ini bukan karena Dia berpikir mengenai penderitaan dan kesakitan fisik yang berkaitan dengan Penyaliban. Cawan kayu salib ini lebih berkaitan dengan penderitaan rohani. Ada kenyataan rohani yang diangkat di dalam doa itu, “Bapa, apabila mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku.” Ini sangat penting. Saudara seiman, Yesus bukan seorang pengecut yang ketakutan di hadapan tentara Romawi. Kalau Ia memang seorang pengecut, kalau kepedihan-Nya di Taman Getsemani adalah mengenai apa yang akan dilakukan tentara Romawi terhadap-Nya, lalu bagaimana dengan para martir yang tak terhitung banyaknya yang sejak saat itu sudah memberikan nyawa mereka dan menjalani kematian sambil bernyanyi? Seorang martir di India yang dikuliti hidup-hidup memandang kepada penyiksanya dan mengatakan, “Ambil saja pakaian luarku, hari ini aku akan mengenakan pakaian yang baru.” Christopher Love saat ia sedang dibawa ke pemancungan dan istrinya menyemangati dia dengan mengatakan, “Hari ini mereka memenggal kepala jasmanimu, tetapi mereka tidak bisa memenggal kepala rohanimu.” Dan kemudian ia menuju penghukumannya dengan bernyanyi, apakah mereka lebih berani dibandingkan Yesus Juruselamat mereka? Tentu saja tidak. Jadi yang menyebabkan kepedihan yang harus dihadapi Yesus bukanlah karena harus menghadapi tentara Romawi. Hal itu adalah karena Yesus sang Juruselamat harus menghadapi murka Allah. Saya ingin mengajak anda melihat penjelasan Perjanjian Lama mengenai cawan. Mazmur 75:8, “Sebab sebuah piala ada di tangan TUHAN, berisi anggur berbuih, penuh campuran bumbu; Ia menuang dari situ; sungguh, ampasnya akan dihirup dan diminum oleh semua orang fasik di bumi.” Perhatikan baik-baik apa yang dijelaskan di dalam Yesaya 51, “Terjagalah, terjagalah, bangunlah, hai Yerusalem, hai engkau yang telah meminum dari tangan TUHAN isi piala” Apa? “Kehangatan murka-Nya, engkau yang telah meminum, menghirup habis isi cangkir yang memusingkan! Dari semua anak-anak yang dilahirkannya tidak ada yang membimbing dia dan dari semua anak-anak yang dibesarkannya tidak ada yang memegang tangannya. Kedua hal ini telah menimpa engkau -- siapakah yang akan turut berdukacita dengan engkau? Kebinasaan dan keruntuhan, kelaparan dan pedang -- siapakah yang akan menghibur engkau? Anak-anakmu sudah terlentang kelesuan di semua ujung jalan seperti lembu hutan kena jaring; mereka diliputi kehangatan murka TUHAN dan hardik Allahmu. Sebab itu, dengarlah ini, hai engkau yang tertindas, hai engkau yang mabuk, tetapi bukan karena anggur! Beginilah firman Tuhanmu, TUHAN, Allahmu yang memperjuangkan perkara umat-Nya: "Sesungguhnya, Aku mengambil dari tanganmu piala dengan isinya yang memusingkan, dan isi cangkir kehangatan murka-Ku tidak akan kauminum lagi. Yeremia 25, “Beginilah firman TUHAN, Allah Israel, kepadaku: "Ambillah dari tangan-Ku piala berisi anggur kehangatan amarah ini dan minumkanlah isinya kepada segala bangsa yang kepadanya Aku mengutus engkau, supaya mereka minum, menjadi terhuyung-huyung dan bingung karena pedang yang hendak Kukirimkan ke antaranya.” Ini perkataan yang tidak menyenangkan ketika kita berpikir tentang Allah. Yehezkiel 23, “Beginilah firman Tuhan ALLAH: Engkau harus minum dari piala kakakmu, piala yang dalam dan lebar mulutnya, yaitu piala yang banyak isinya; menjadi tertawaan dan olok-olok engkau. Engkau akan penuh kemabukan dan dukacita. Piala kengerian disertai kesunyian.” Habakuk 2, “Telah engkau kenyangkan dirimu dengan kehinaan ganti kehormatan. Minumlah juga engkau dan terhuyung-huyunglah. Kepadamu akan beralih piala dari tangan kanan TUHAN, dan cela besar akan meliputi kemuliaanmu.” Wahyu, beberapa penjelasan yang sangat membuat kita rendah hati mengenai murka Allah, Wahyu 14, “maka ia akan minum dari anggur murka Allah, yang disediakan tanpa campuran dalam cawan murka-Nya; dan ia akan disiksa dengan api dan belerang di depan mata malaikatmalaikat kudus dan di depan mata Anak Domba.” Wahyu 18, “Balaskanlah kepadanya, sama seperti dia juga membalaskan, dan berikanlah kepadanya dua kali lipat menurut pekerjaannya, campurkanlah baginya dua kali lipat di dalam cawan pencampurannya.” Gambaran ini muncul berulangkali, di Perjanjian Lama, di Perjanjian Baru, cawan yang penuh dengan kehangatan murka Allah. Perjanjian Lama. Kita akan melihatnya dengan cepat, tetapi kita akan mencoba melihat gambaran tentang murka Allah. Ingat, kita sering meremehkan murka Allah, yang membuat kita mengentengkan murka Allah, dan meremehkan kekudusan Allah. Kita tidak ingin meremehkan kekudusan-Nya. Di dalam Perjanjian Lama, murka Allah sangat jelas. Ada lebih dari 20 kata yang berbeda untuk menjelaskan tentang murka Allah di dalam Perjanjian Lama. Lebih dari 20 kata. Lebih dari 580 penyebutan di dalam Perjanjian Lama mengenai murka Allah. Dan saya mendaftarkan beberapa di antaranya dan gambarannya sangatlah mengerikan. “Sebaiknya matanya sendiri melihat kebinasaannya, dan ia sendiri minum dari murka Yang Mahakuasa. TUHAN datang menyatakan diri-Nya dari tempat-Nya yang jauh -- murka-Nya menyala-nyala, Ia datang dalam awan gelap yang bergumpal-gumpal, bibir-Nya penuh dengan amarah, dan lidah-Nya seperti api yang memakan habis; hembusan nafas-Nya seperti sungai yang menghanyutkan, yang airnya sampai ke leher.” Kemudian Yehezkiel 7:8-9, “Sekarang dengan segera Aku akan mencurahkan amarah-Ku atasmu dan melampiaskan murka-Ku kepadamu.” Yehezkiel 22, “Aku akan mengumpulkan kamu di tengah-tengah Yerusalem. Seperti orang mengumpulkan perak, tembaga, besi, timah hitam dan timah putih di dalam peleburan dan mengembus api di bawahnya untuk meleburnya, demikianlah Aku akan mengumpulkan kamu dalam murka-Ku dan amarah-Ku dan menaruh kamu di dalamnya dan melebur kamu. Aku akan mengumpulkan kamu dan menyemburkan api kemurkaan-Ku kepadamu, sehingga kamu dilebur di dalamnya. Seperti perak dilebur dalam peleburan, begitulah kamu dilebur di dalamnya. Dan kamu akan mengetahui, bahwa Aku, TUHAN, yang mencurahkan amarah-Ku atasmu.” Ini sangat nyata. Murka Allah sangat pribadi, sangat pribadi. Allah berbicara langsung kepada umat-Nya. Keluaran 32, “biarkanlah Aku, supaya murka-Ku bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka.” Ulangan 6, “sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau, sehingga Ia memunahkan engkau dari muka bumi.” Ini di antara umat-Nya. Murka Allah bersifat pribadi. Dan sangat tegas. Murka-Nya sangat tegas dan kalau anda tidak melihat ketegasan-Nya, perhatikan gambaran di dalam Yesaya 13, “TUHAN semesta alam sedang memeriksa pasukan perang. Mereka datang dari negeri yang jauh, ya dari ujung langit, yaitu TUHAN serta yang melaksanakan amarah-Nya untuk merusakkan seluruh bumi. Merataplah, sebab hari TUHAN sudah dekat, datangnya sebagai pemusnahan dari Yang Mahakuasa, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar. Sebab itu semua tangan akan menjadi lemah lesu, setiap hati manusia akan menjadi tawar, dan mereka akan terkejut. Sakit mulas dan sakit beranak akan menyerang mereka, mereka akan menggeliat kesakitan seperti perempuan yang melahirkan. Mereka akan berpandang-pandangan dengan tercengang-cengang, muka mereka seperti orang yang demam. Sungguh, hari TUHAN datang dengan kebengisan, dengan gemas dan dengan murka yang menyala-nyala, untuk membuat bumi menjadi sunyi sepi dan untuk memunahkan dari padanya orang-orang yang berdosa.” Yehezkiel 5 juga sama, murka Allah sangat tegas. Allah dengan tegas membenci dosa. Jangan melakukan hal-hal kekejian yang kubenci, kata Allah. Ia dengan tegas membenci dosa dan seperti yang sudah kita bicarakan, Allah di dalam murka-Nya yang kudus, dengan tegas membenci orang-orang berdosa. Ini yang dikatakan Alkitab. Kita tidak boleh menjadikannya lembek. Jangan melembekkannya. Tuhan menguji orang-orang benar, tetapi orang-orang jahat yang mengasihi kejahatan, Ia membenci mereka. Murka-Nya sangat tegas, dan murka-Nya berdaulat. Murka-Nya memiliki otoritas. Ketika bencana datang ke suatu tempat, bukan Tuhan yang menyebabkannya. Murka Allah itu terkendali. Murka Allah bukan kalap dan gelap mata, saudara. Murka itu terkendali. Murka itu juga konsisten. Ia bisa ditebak. Kejahatan selalu membawa kepada murka Allah. Allah adalah hakim yang adil yang menyatakan murka-Nya setiap hari. Murka Allah terkendali, dan suci. Mata-Mu terlalu suci untuk membiarkan kejahatan. Engkau tidak bisa membiarkan kesalahan. Murka-Nya mengalir dari kekudusan-Nya. Murka Allah penuh dengan kasih. Apa maksudnya murka penuh dengan kasih? Bayangkan tentang orang-orang yang anda kasihi. Bayangkan tentang anak atau pasangan anda, atau orangtua anda, atau siapapun yang anda kasihi, kalau ada sesuatu atau seseorang yang mengancam keselamatan mereka dan akan mencelakakan mereka maka anda akan melawan dengan segenap kekuatan anda. Saya mengasihi istri saya. Saya mengasihi anak-anak saya. Sebagai akibatnya, apa saja yang mengancam untuk mencelakakan mereka akan memunculkan tanggapan dari saya, yang tidak baik untuk mereka yang melakukannya. Ada banyak hal juga yang muncul dalam budaya jaman sekarang, yang atasnya saya sungguh-sungguh berharap, akan muncul murka yang suci. Saya tidak bermaksud mendorong orang melakukan sesuatu. Saya hanya menggambarkan tentang murka Allah, yang penuh kasih, dan itu yang muncul dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Baru. Murka Allah berkelanjutan. Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya. Murka Allah dinyatakan, dan senantiasa dinyatakan. Murka Allah akan datang. Yesus mengatakan, “Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? Di dalam surat Roma Paulus mengatakan, engkau menumpukkan murka Allah atas dirimu sendiri sampai hari murka Allah dinyatakan. Murka itu akan datang. Murka itu layak diterima. Di dalam Roma 3 dibicarakan mengenai kebinasaan, yang layak didapatkan, kita layak dibinasakan oleh Allah. Layak, murka Allah itu kekal. Mengapa Ia mengatakan hal yang begitu serius mengenai dosa? Yesus. Ia mengatakan kalau tanganmu atau kakimu menyebabkan engkau melakukan dosa, potong dan buanglah. Lebih baik menjalani kehidupan cacat dua tangan atau kaki daripada engkau dilemparkan ke dalam neraka. Cungkillah matamu, buang kalau hal itu membuatmu berdosa karena ada sebuah tempat bernama nereka dimana cacing tidak mati dan api tidak padam. Kekal. Murka Allah itu kekal. Ia akan menghukum mereka yang tidak mengenal Allah dan tidak taat kepada Injil Tuhan kita Yesus Kristus. Mereka akan dihukum dalam kebinasaan kekal dan dibuang dari kehadiran Tuhan dan keagungan kuasa-Nya. Murka Allah itu mengerikan. Wahyu 6, mereka akan berseru kepada gunung dan batu, jatuhlah ke atas kami agar kami bisa menyembunyikan diri dari Dia yang duduk di tahta dan dari murka Anak Domba, karena hebatlah murka yang akan datang dan siapa yang bisa bertahan? Dan murka Allah, saudara, tidak bisa dibatalkan. Tidak bisa dibatalkan. Dalam Wahyu 14:9-11 dibicarakan mengenai api siksaan yang menyala selama-lamanya. Di dalam bahasa Perjanjian Baru, tidak ada yang lebih lama dari itu, selama-lamanya. Wahyu 20 berbicara mengenai penghakiman, kalau nama seseorang tidak ditemukan di dalam Kitab Kehidupan, maka ia akan dilemparkan ke Lautan Api. Tidak bisa dibatalkan. Jadi inilah gambaran yang kita lihat di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Hukuman yang nyata, tegas, pribadi, akan datang, terus menerus, mengerikan, tidak bisa diubah, kekal, murka, di kayu salib kita mendapati seorang Pribadi yang memalingkan murka Allah. Penggantian, bergantung kepada kehendak Allah, inilah kuncinya di sini. Allah menetapkan Dia sebagai Pribadi yang akan memalingkan Dia dari murka-Nya. Ada agama suku yang memiliki konsep penggantian dimana ilah, atau sekumpulan ilah menjadi marah dan karena itu perlu ada hal lain untuk meredakannya, untuk memuasan kemarahan dari ilah-ilah itu. Bukan itu yang diajarkan oleh Perjanjian Baru. Karena kenyataannya adalah, kita memang sasaran murka dan tidak ada yang bisa kita lakukan yang bisa memuaskan murka itu. Tidak perduli berapa banyak kesalehan kita. Tidak perduli berapapun perbuatan baik kita tidak akan bisa menutupi dosa yang sudah memancing murka dan kemarahan dari Allah yang kudus terhadap dosa-dosa kita dan terhadap diri kita di dalam dosa-dosa kita dan karena itu Allah memulai penggantian itu. Bukan kita yang mencari-cari cara, apa yang bisa kita lakukan untuk berdamai dengan Allah yang murka. Allah sediri yang mengatakan, Aku akan memulai penggantian. Penggantian ini adalah inisiatif yang mandiri dari Allah. Hal itu digenapkan oleh Anak Allah. Ini adalah yang kita lihat di dalam Roma 3, Yesus adalah yang benar, dan Ia adalah korban pengganti bagi dosa-dosa kita. Itulah gambarannya, korban pengganti. Kita tidak memiliki waktu untuk melihat Yohanes 3 dan Bilangan 21. Tetapi bagian itu adalah gambaran mengenai orang-orang berdosa yang layak menerima murka Allah. Sayangnya kita tidak ada waktu untuk membahasnya. Penggantian adalah sebuah demonstrasi. Jadi hal itu digenapkan oleh Anak Allah, dimulai oleh Bapa, dan pertunjukkan dari kasih Allah. Sekarang, di sinilah kita melihat keseluruhan gambarannya. 1 Yohanes 4:9, “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” Yang bisa kita lihat adalah adanya Allah yang Tritunggal, Bapa, Anak dan Roh Kudus, tiga Pribadi yang berbeda, semua Allah, satu Allah, tiga Pribadi. Yang perlu kita lihat di dalam Bapa dan Anak adalah bahwa Bapa dan Anak bekerja dalam kesamaan. Gambaran dalam penggantian bukanlah Anak yang penuh kasih yang berusaha meredakan murka sang Bapa. Kita justru melihat Bapa yang penuh kasih. Kita tidak melihat Bapa dan Anak saling bersitegang. Keduanya bertindak sama dalam gambaran ini. Anak Allah diutus, Yesus diutus oleh Bapa dalam kasih-Nya. Bapa mengutus Anak, dalam kasih-Nya. Jadi, kasih Bapa yang memungkinkan penggantian itu terjadi. Empat puluh kali di dalam Injil Yohanes kita melihat penyebutan mengenai Bapa mengutus Anak. Yesus berbicara mengenai bagaimana Bapa mengutus Dia. Dan jelas sekali hal itu disimpulkan dalam Yohanes 3:16. Allah memberikan Anak Tunggal-Nya. Dan yang kita lihat adalah Allah Anak diutus oleh Bapa dengan penuh kasih, bukan hanya kepada kita, tetapi juga kepada Anak-Nya, Bapa mengasihi Anak-Nya. Bapa mengasihi Anak-Nya dan memberikan segala sesuatu ke dalam tangan-Nya. Jadi yang kita lihat adalah kasih Bapa yang mengutus Anak-Nya dan kemudian murka Allah ditanggung oleh kasih sang Anak. Anak Allah diutus oleh kasih Bapa. Murka Allah ditanggung oleh kasih Anak. Anda tidak akan melihat sang Anak terpaksa melakukannya, melakukannya dengan terpaksa sambil mengatakan, “Baiklah kalau memang harus demikian.” Ini bukan sekedar sebuah kecelakaan. Bukan itu gambarannya. Kita sering mendengar kisah pengorbanan yang dilakukan oleh seorang ayah yang bekerja sebagai penjaga hidrolik jembatan kereta api. Anak lak-lakinya saat itu bermain tetapi semakin menjauh dari sang ayah, karena memang ia mengikuti ayahnya bekerja. Lalu sang ayah melihat kereta sudah mendekat, sedangkan anaknya sedang bermain-main di jalur yang akan dilewati kereta itu. Akhirnya sang ayah memutuskan bahwa ia tetap menurunkan jembatan yang akan dilewati kereta supaya banyak orang di kereta itu tidak harus mati. Ia diperhadapkan kepada pilihan yang sangat sulit. Apakah harus menyelamatkan anaknya dengan mengorbankan penumpang kereta itu, atau mengorbankan anaknya untuk menyelamatkan banyak penumpang itu. Kisah ini sering dipakai untuk menjadi ilustrasi tentang kayu salib. Tetapi sebenarnya ada perbedaan yang sangat besar antara salib dengan kisah ini. Salib bukan karena sang Anak yang semakin menjauh dari Bapa, dan kemudian terjebak di dalam sesuatu yang tidak seharusnya dan situasi menjadi sangat sulit dan kemudian sang Bapa harus mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu. Bukan demikian sama sekali. Bapa mengutus Anak dan Anak taat kepada Bapa. Inilah sebabnya Ia naik ke kayu salib. Dan murka Allah ditanggung oleh sang Anak karena Ia taat kepada Bapa. Di sini kita perlu memahami, bahwa kita bukan diselamatkan dari dosa karena sekelompok pasukan Romawi menangkap Yesus dan memukuli serta mengejek Dia dan memakukan-Nya ke kayu salib. Kita bukan diselamatkan karena apa yang dilakukan oleh pengadilan Roma atas diri Yesus. Kita diselamatkan dari segala dosa karena Bapa dan Anak di dalam kesatuan yang sempurna dengan rela naik ke kayu salib dan Kristus mengambil cawan yang dipenuhi dengan kehangatan murka Allah. Seorang hamba Tuhan berkata, hal itu seperti Anda dan saya berdiri di depan sebuah bendungan setinggi 20.000 kilometer dan 20.000 kilometer lebarnya diisi sampai penuh dengan air. Dan sekejap, bendungan itu dibuka dan air yang penuh itu ditumpahkan langsung menerjang ke arah kita. Dengan cara yang sama, kehangatan aliran murka Allah ditumpahkan kepada kita. Sekarang, bayangkan bahwa saat air itu semakin mendekat, tiba-tiba tanah di depan anda terbuka dan semua air yang menerjang hebat itu ditelan tanah sampai habis. Demikianlah, Kristus naik ke kayu salib. Ia mengambil kepenuhan cawan murka Allah dan meminumnya sampai habis, membalikannya dan mengatakan, "Sudah selesai." Itu yang terjadi di kayu salib. Ia menahan hukuman kita. Ia menanggung murka yang harus kita tanggung. Orang yang penuh Penderitaan, gelar yang luar biasa bagi Anak Allah yang akan datang. Menyelamatkan orang-orang berdosa yang harus binasa, Haleluya! Juruselamat yang luar biasa! Menanggung malu dan penganiayaan, menggantikan kita, dan menanggung hukuman. Memeteraikan pengampunan kita dengan darah-Nya. Haleluya! Juruselamat yang luar biasa. Kita bersalah, keji dan tak berdaya. Ia adalah Anak Domba yang tak bercacat, penuh dengan pengurapan. Haleluya. Juruselamat yang luar biasa. Disalibkan Ia sampai mati. Sudah selesai, itu seruan-Nya. Sekarang Ia di surga, naik di tempat tinggi. Haleluya! Juruselamat yang luar biasa! Dan ketika Ia datang sang raja mulia Ia membawa tebusan-Nya pulang. Lalu nyanyian baru kita naikkan, Haleluya! Juruselamat yang luar biasa! Baik, mari kita lanjutkan. Jadi ketika kita melihat gambaran di Taman Getsemani, Yesus bukanlah seorang pengecut. Ia adalah Juruselamat, yang akan menanggung murka Ilahi. Kemudian, mari kita miringkan sedikit lagi intan yang berpendar cahaya itu, untuk melihat seruan kepedihan-Nya. Dari jam keenam sampai jam kesembilan hari itu, kegelapan menyelimuti tanah itu. Sekitar jam ke sembilan, yaitu jam tiga sore, Yesus berseru dengan suara nyaring, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” yang artinya, “AllahKu, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Bisakah anda membayangkan peristiwanya, di tengah hari, tiba-tiba kegelapan melanda seluruh tanah itu. Kegelapan tiba-tiba melanda dan Yesus berseru dengan suara nyaring, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Apa artinya? Kata kunci, rekonsiliasi. Rekonsiliasi dan kebenaran di sini bahwa Yesus menderita keterpisahan kita. Ia menjadi pengganti untuk menderita keterpisahan karena kita. Rekonsiliasi, di dalam dosa kita, kita terpisah dari Allah sebagai seteru-Nya. Permusuhan terhadap Allah, menjadi sahabat dunia, kata Yakobus 4. Jadi, di pihak mana sebenarnya yang memusuhi? Apakah pihak kita atau pihak Allah? Dan jawabannya di dalam Alkitab jelas, kedua belah pihak. Manusia memusuhi Allah, Roma 1 mengatakan bahwa kita menjadi pembenci Allah. Pikiran yang berdosa, manusia yang berdosa adalah musuh Allah, Roma 8. Pada saat yang sama, Allah juga memusuhi manusia. Sebagaimana yang kita lihat bahwa murka-Nya tertuju kepada orang-orang berdosa. Dan karena itu, di dalam dosa kita, kita terpisah dari Allah sebagai seteru, kemudian melalui pengganti, karena pengganti kita kemudian kita mendapatkan rekonsiliasi dengan Allah dan menjadi sahabat. Dua ayat kunci di dalam II Korintus 5 dan Roma 5. Kalau seseorang ada di dalam Kristus, maka Ia adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Semua itu karena Allah yang sudah merekonsiliasikan dunia dengan diri-Nya di dalam Kristus, tanpa memperhitungkan dosa-dosa manusia terhadap-Nya. Kemudian dikatakan, “Berilah dirimu diperdamaikan dengan Allah. Allah menjadikan Dia yang tidak berdosa menjadi berdosa supaya kita bisa menjadi benar di hadapan Allah.” Dan kemudian, Roma 5 sampai pasal 11. Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita dalam hal ini, yaitu bahwa ketika kita masih berdosa, Kristus mati bagi kita. Dan karena kita sudah dibenarkan dengan darah-Nya, betapa lebih lagi kita akan diselamatkan dari murka Allah melaluiNya. Karena, kalau kita masih seteru Allah, Allah mau mengutus Anak-Nya, betapa lebih lagi bahwa karena kita sudah diselamatkan, kita akan diselamatkan melalui hidup-Nya. Roma 5:9-11. Jadi, gambarannya di sini adalah mengenai pengganti yang memperdamaikan kita dengan Allah sebagai sahabat Allah, kita yang dahulu seteru, sekarang menjadi sahabat Allah, karena adanya penggantian itu. Bagaimana hal itu bisa terjadi dan bagaimana hubungannya dengan seruan, Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Kita perlu memikirkan apa yang terjadi di kayu salib itu, ketika ia mengatakan hal itu, apa artinya. Kita mulai dengan apa yang tidak termasuk di dalam arti seruan itu. Ketika Yesus berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” ini bukan seruan ketidakpercayaan. Beberapa orang mengatakan, sama seperti banyak orang menganggap Yesus sebagai pengecut di Taman Getsemani, ada yang berpikir bahwa di masa-masa pengorbanan terbesar ini, Yesus berkurang kepercayaan kepada Bapa, tetapi itu sama sekali tidak benar. Yesus sudah mengatakan, Ia tahu apa yang akan terjadi. Aku akan pergi dan Aku akan kembali lagi kepadamu. Ia sangat yakin, ini bukan seruan ketidakpercayaan. Yesus bukan sedang bertanya-tanya, mengapa Aku harus mati, apa yang terjadi? Ia sudah mengatakan bahwa memang hal itu akan terjadi. Jadi ini bukan seruan kebingungan, dan bukan seruan keputusasaan. Apa yang dikatakan Ibrani 12:2, “Mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia.” Sukacita yang disediakan bagi Dia, Dia tekun memikul salib. Ia mengatakan kepada para murid-Nya kemana Ia akan pergi, Matius 27 mengatakan, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” yang dikutip dari Mazmur 22:1. Dan kita melihat, ketika kita memperhatikan Mazmur itu, pemazmur berseru, “”Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” ia sampai kepada kesimpulan bahwa Allah tidak membuang atau membiarkannya. Tidak menyembunyikan wajah-Nya, tetapi mendengar kepada seruan-Nya minta tolong. Jadi, itu bukan seruan ketidakpercayaan, keputus-asaan, kehilangan harapan. Lalu seruan apa? Saya mau mendorong kita untuk melihat seruan di kayu salib ini dari tiga sudut pandang. Yang pertama, sudut pandang kepedihan rohani. Ia mengutip dari Mazmur 22:1, seperti yang sudah kita lihat tadi. Dalam hal ini, Kristus mengalami kepenuhan murka Allah. Kalau anda mengingatnya, Yesus bahkan sampai mencucurkan keringat darah saat Ia menantikan hal ini. Bagaimana rasanya bagi Allah atas semesta alam, yang di dalam dagingnya mengalami kepenuhan kehangatan murka, murka yang tak terbatas. Jadi, ada kepedihan rohani yang terjadi karena berlimpahnya penghukuman atas dosa yang ditumpahkan kepada-Nya pada saat itu. Yang kedua, seruan keterpisahan dalam hubungan. Ada keterpisahan yang nyata dari Bapa, yang akan kita bahas nanti. Kita akan kembali ke sini. Keterpisahan ini digambarkan dalam kegelapan, adanya tiga jam kegelapan, dan jangan sampai melewatkan gambarannya di sini. Beberapa pengkhotbah pernah mengatakan, Allah memandang kepada Anak-Nya dan tidak tahan melihat apa yang dilakukan prajurit-prajurit itu kepada Anak-Nya dan karena itu Ia berpaling. Menurut saya tidak demikian. Allah memandang kebawah dan tidak tahan melihat dosa-dosa anda dan saya yang sedang ditanggung oleh Anak-Nya dan karena dosa-dosa kita maka Ia berpaling. Dosa kita menusuk Anak-Nya, dan ada seruan keterpisahan. Terasing dari manusia dan terasing dari Allah. Ini memiliki paralel dalam Mazmur 22 yang berkaitan dengan catatan Injil tentang kematian Yesus. Anda melihat di dalam mazmur 22:7, “Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak. Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya: "Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?” Dan kemudian anda melihat gambarannya di dalam Matius 27, “orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!” Anda melihat ada paralelnya, dan anda bisa melihat hal itu lebih lanjut lagi. Yang kita lihat di dalam catatan Injil mengenai kematian Yesus di kayu salib adalah hal itu merefleksikan apa yang ditulis di dalam Mazmur 22. Terasing dari semua yang dikasihi-Nya. Petrus, para murid-Nya, gambaran tentang keterasingan itu, dari Bapa dan dari manusia, sangat nyata di sana. Kepedihan rohani, keterpisahan hubungan, dan yang ketiga, penderitaan fisik. Kita berbicara mengenai rahasia teologis dan kebenarannya, tetapi kita jangan sampai melupakan juga adanya penderitaan fisik. Memang ada juga kecenderungan, yang menurut saya berbahaya, untuk mengagungkan gambaran fisik dari penyaliban. Inilah yang kita bicarakan setiap kali kita berbicara mengenai salib. Kita berbicara mengenai semua kejadian yang berkaitan dengan penderitaan itu, dan kadangkala kita terlalu mengagungkan hal itu, tetapi juga harus ingat bahwa kita tidak boleh lupa akan kenyataan itu. Ia dipaku, tangan dan kaki-Nya, ke kayu salib, kepala-Nya berhiaskan mahkota duri yang melukai kepala-Nya. Mati karena penyaliban pada dasarnya adalah mati tercekik secara brutal. Karena untuk mengambil nafas maka si korban harus menumpu pada kakinya yang terpaku itu. Ia juga harus menahan dengan tangan yang terpaku, jadi menumpu pada tangan dan kaki yang terpaku, dan harus mengangkat tubuh untuk mengambil nafas, dan setelah itu, tubuhnya akan merosot lagi, terjuntai di salib, dan harus berjuang dalam kesakitan untuk mengambil nafas. Dan itulah yang dialami sang Juruselamat. Dan karena itu maka penyaliban adalah kepedihan rohani, itu yang paling utama, kepedihan rohani, tetapi juga keterpisahan hubungan dan kesakitan fisik, dan itulah penderitaan di kayu salib. Lalu, bagaimana hal itu mendatangkan keselamatan? Keselamatan dari kutuk? Di sinilah gambaran rekonsiliasi itu. Allah adalah penggagas rekonsiliasi. Allah yang menjadi penggagas rekonsiliasi. Semuanya dari Allah, yang memperdamaikan diri-Nya dengan kita melalui Kristus. Saya suka dengan apa yang dikatakan oleh William temple. Ia mengatakan, “Semuanya dari Allah. Satu-satunya hasil peran saya dalam penebusan adalah adanya dosa yang membuat saya harus ditebus.” Allah adalah pemberi Injil. Ia yang melakukan pendamaian. Setiap kali anda melihat kata pendamaian ini muncul dalam Perjanjian Baru, maka kata itu selalu menunjuk kepada Allah sebagai pelaku dari pendamaian itu, Allah yang memperdamaikan, atau berbicara mengenai kita, sebagai sasaran pendamaian yang memakai kata kerja pasif. diperdamaikan, kita diperdamaikan. Allah yang menjadi subyeknya. Kita Kita tidak memperdamaikan diri kita dengan Allah. Kita tidak melihat hal itu di dalam Alkitab. Yang anda lihat adalah Allah memperdamaikan diri-Nya dengan kita. Anda melihat kita diperdamaikan dengan Allah. Ia adalah pemberi Injil. Yang kedua, Ia adalah anugerah di dalam Injil. Ia memperdamaikan diri-Nya dengan kita. Inilah sebabnya kita tidak bisa menjelaskan dalam pemberitaan Injil, percayalah kepada Kristus dan anda akan menerima pengampunan dosa dan mendapatkan kehidupan yang terbaik dan kehidupan kekal dan semua hal itu. Tidak, anda datang kepada Kristus dan anda akan mendapatkan Allah dan semua yang mengalir dari Allah, tetapi sayangnya kita sering menghilangkan Allah di dalam pemberitaan kita tentang salib dan Injil dan hanya menawarkan pemberian-Nya saja. Ia memperdamaikan kita dengan diri-Nya dan Ia adalah harta yang paling berharga. Bukan pemberian-Nya. Allah adalah harta yang paling berharga yang diberikan bagi kita. Kita diperdamaikan dengan pribadi Allah. Ia adalah anugerah dari Injil dan tujuan dari Injil. Allah merencanakan semuanya ini sehingga Dia yang memberikan anugerah akan mendapatkan kemuliaan. Dan kalau kita menambahkan sesuatu apapun di dalam hal ini, maka kehormatan bagi kita dan bukan itu yang dirancang melalui kayu salib dan yang ada di dalam Injil. Allah adalah penggagas dari rekonsiliasi itu. Kristus adalah pelaksana dari rekonsiliasi itu. Ia adalah yang memungkinkan hal itu bisa terjadi. Dia yang memperdamaikan manusia dengan Allah. Dan inilah yang dimaksud di dalam Galatia 3:10. Teks kunci. Galatia 3:10 mengatakan, kita ada di bawah kutuk Hukum Taurat, Galatia 3:10, “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat.” Ini kutipan langsung dari Ulangan 27 ayat 26. Dan gambarannya adalah, semua orang yang tidak taat kepada Allah sepenuhnya, ada di bawah penghukuman, sepenuhnya. Hukum Allah bukanlah kantin rohani dimana anda bisa memilih ini atau itu dan kemudian meninggalkan yang ini dan yang itu. Dan anda memutuskan apa yang terbaik untuk diri anda. Bukan demikian cara kerja hukum Allah. Anda tidak taat pada satu sisi, maka anda tidak taat kepada keseluruhannya dan anda ada di bawah kutuk karena hal itu. Jadi, ketika anda kembali kepada Ulangan 27 dan 28, anda melihat di sana ada berkat dan kutuk, terkutuklah orang yang melakukan hal ini, terkutuklah orang yang melakukan hal itu. Terkutuklah orang yang melakukan hal itu. Diberkatilah orang yang melakukan hal ini dan hal itu. Itulah yang dijelaskan di dalam Ulangan 27 dan 28. Sekarang ketika anda berpikir tentang gambaran mengenai berkat dan kutuk, maka diberkati menunjukkan pengalaman akan perkenanan Allah. Mendapatkan berkat adalah pengalaman mendapatkan hadirat perkenanan Allah. Bilangan 6:2426, gambaran yang agung mengenai hal ini, “TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.” Inilah berkat. Inilah pandangan yang indah di hadapan Allah, inilah gambarannya, berkat. Gambaran yang sangat luar biasa di sini. Dan berkat di sepanjang Perjanjian Lama adalah upah dari ketaatan. Ulangan 28, “Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.” Berkat, mengalami perkenanan kehadiran Allah, ini adalah upah karena ketaatan karena anda berjalan dengan Allah. Di sisi lain, kutuk, kutuk untuk terpisah dari hadirat perkenanan Allah. Kutuk adalah lawan dari berkat. Jadi apa artinya dikutuk, bukannya Allah menghadapkan wajah-Nya kepadamu, Allah justru membelakingmu dan memalingkan wajah-Nya darimu. Menghentikan sinar perkenanan kehadiran-Nya. Inilah yang dikatakan Allah di dalam Keluaran 33. Ia mengatakan kepada orangorang berdosa, “Kalau Aku berjalan bersama-sama dengamu, Aku akan membinasakanmu di jalan.” Kamu tidak akan mendapatkan perkenanan kehadiran-Ku. Inilah gambaran yang kita lihat di dalam II Raja-Raja 23 dan 24. Sekarang alasan saya mengatakan perkenanan kehadiran Allah adalah karena kita kadangkala salah paham di sini. Kita hampir selalu berpikir ketika kita melihat di dalam Alkitab tentang kehadiran Allah, maka itu selalu merupakan gambaran tentang berkat Allah. Ini juga gambaran tentang perkenanan kehadiran-Nya. Dan ketika kita berbicara mengenai kehadiran Allah, kita berbicara mengenai perkenanan-Nya. Kita menghubungkan keduanya. Namun, kita perlu memahami, Allah itu mahahadir, bukan? Karena itu ketika kita berbicara mengenai dibuang dari hadapan-Nya, bagaimana hal itu bisa terjadi? Tidak mungkin, Ia hadir di segala tempat. Dan karena itu ketika kita mengatakan bahwa kita adalah seseorang yang dibuang dari hadirat-Nya, maka kita berbicara mengenai pengalaman ini, bukannya perkenanan di dalam kehadiran Allah, tetapi justru yang muncul, ketidakberkenanan di dalam kehadiran. Dan itulah gambaran yang dijelaskan oleh Allah kepada umat-Nya di dalam Keluaran 33. Kalau kehadiran-Ku menyertai kamu, Aku akan membinasakan kamu di jalan. Allah menyertai kita tidak senantiasa memiliki arti yang menyenangkan bagi kita. Sekarang, perhatikan hal ini mengenai Allah, pikirkan mengenai penghukuman kekal, pikirkan mengenai neraka, apakah Allah hadir di sana? Kalau jawabannya tidak, artinya Ia tidak mahahadir. Nereka menjadi pertunjukkan dari murka Allah dan penghukuman Allah. Tetap ada hakekat dari kehadiran-Nya. Lalu, terjadi ada yang dibuang dari hadirat-Nya, yaitu dikutuk, tetapi tidak sepenuhnya, itulah sebabnya kita berbicara mengenai perkenanan kehadiran-Nya. Gambarannya adalah mengenai kutuk. Artinya, bukan bahwa kehadiran Allah sepenuhnya hilang, tetapi bahwa Ia membelakangi orang itu dan kutuknya ada di atas orang itu. Kutuknya ada di atas orang itu dan itu adalah akibat dari ketidaktaatan. Kalau anda tidak taat kepada Tuhan Allah, dan tidak setia metaati perintah dan aturan yang diberikan-Nya, semua kutuk itu akan menimpa dan menguasai anda. Dengan kata lain, anda akan melihat kehadiranNya di dalam kegelepan dan kita masuk ke dalam inti dari apa yang terjadi di kayu salib. Kita ada di bawah kutuk hukum Allah. Kita layak menerima kehadiran-Nya dalam kegelapan dan yang terjadi di kayu salib adalah Kristus datang dan menanggung hukuman dari Allah. Kristus menebus kita dari kutuk Hukum Taurat dengan menjadi terkutuk bagi kita. Karena ada tertulis, terkutuklah orang yang mati di kayu salib. Ini kutipan dari Perjanjian Lama di dalam Ulangan 21. Kita perlu memahami ini, karena ini yang terjadi, Kristus mati pada suatu saat ketika orang-orang Yahudi ada di bawah penjajahan Romawi. Orang-orang Romawi yang merancang penyaliban. Yesus tidak dirajam, tetapi di salibkan di kayu salib. Untuk memberikan kepada kita gambaran tentang kutuk Allah. Saya mendaftarkan Ibrani 13 dalam bagian ini karena Yesus dipisahkan dari perkenanan kehadiran Allah. Ibrani 13 berbicara mengenai bagaimana Ia mati di luar pintu gerbang. Dan anda melihat di dalam Imamat dimana di luar pintu gerbang melambangkan dosa manusia dan kenajisan manusia. Kalau anda memiliki penyakit yang menajiskan, maka anda harus keluar dari kota, di luar pintu gerbang. Kalau seseorang mau dirajam karena menghujat, Imamat 24, maka ia harus dibawa keluar dari perkemahan dan inilah yang terjadi kepada Yesus. Dan ini gambaran mengenai Dia yang mengalami kutuk, terpisah dari perkenanan kehadiran Allah dan Yesus membayar semua akibat dari ketidaktaatan kita. Sekarang kita bisa merasakan apa yang ada di dalam 2 Korintus 5, Allah membuat Dia yang tidak berdosa menjadi berdosa karena kita. Kutuk, yang harusnya kita tanggung diletakkan kepada Anak-Nya. Saya suka apa yang dikatakan Marthin Luther, “Bapa yang penuh kasih, yang melihat kita tertindas dan terikat oleh kutuk Hukum Taurat dan tidak mungkin bisa lepas dari kutuk itu dengan kekuatan kita sendiri, mengutus Anak-Nya dan meletakkan ke atas diri-Nya segala dosa manusia, termasuk, dosa Petrus, sang penyangkal. Dosa Paulus sang penganiaya, penghujat dan penindas yang kejam. Dosa Daud sang pejinah dan dosa orang yang memakan buah yang dilarang di Taman Eden. Dosa pencuri yang tergantung di kayu salib dan dosa semua orang yang melakukan segala dosa manusia. Allah Bapa kemudian melihat pembayaran itu dan puas atas semua pembayaran atas dosa itu.” Ini gambarannya. Ia mengambil kutuk sepenuhnya. Kita harus sungguh-sungguh berhati-hati ketika berpikir mengenai keselamatan, karena kita harus sungguh-sungguh menjaga pemikiran kita agar jangan sampai kita berpikir tentang sesuatu yang harus kita lakukan untuk bisa diselamatkan. Karena dalam kenyataannya, keselamatan itu didasarkan sepenuhnya kepada apa yang sudah dilakukan Kristus dan kita hanya sekedar penerima dari pendamaian itu. Ia menebus kita supaya berkat yang diberikan kepada Abraham bisa sampai kepada orang-orang bukan Yahudi melalui Yesus Kristus sehingga dengan iman kita bisa menerima janji Roh Kudus. Dalam kenyataannya kita sendiri tidak akan bisa menanggalkan kutuk itu. Kita tidak akan bisa menanggalkan kutuk. Tidak ada kotak yang bisa kita centang, tidak ada lorong yang bisa kita jalani, tidak ada sesuatupun yang bisa kita lakukan, tidak ada kebiasaan yang bisa kita lanjutkan yang bisa melepaskan kita dari kutuk. Yang bisa kita lakukan hanya menerima salib itu saja. Kita memiliki tiga pilihan dalam hal ini. Yang pertama, kita bisa mengabaikan kutuk itu. Kita bisa berpura-pura seolah-olah tidak ada kutuk di hadapan Allah dan kita hidup dalam dunia fantasi yang menyangkal adanya hukuman atas dosa kita. Yang kedua, ini yang banyak dibuat orang Kristen. Dan saya yakin bahwa kemungkinan ada di antara kita juga yang mendapati diri ada dalam pikiran ini, kita mau berusaha untuk mengatasi kutuk itu. Kita bisa pergi ke gereja. Dan kita bisa melakukan yang terbaik dan berdoa serta membaca Alkitab. Dan kita bisa berusaha memberikan tanda kepada semua isian tentang apa yang seharusnya kita jauhi, tetapi kita mendapati diri kita terus menerus jatuh di dalamnya, kemudian kita akan berusaha lebih keras lagi di lain waktu dan merasa sangat tertekan dan merasa seolaholah kita tidak bisa melakukannya, tetapi tetap saja kita berusaha semakin keras dan semakin keras. Dan kita mau berjuang untuk mengalahkan kutuk itu. Kalau anda mendapati diri anda dalam pilihan yang pertama atau yang kedua ini, nasehat saya adalah agar anda mengambil pilihan yang ketiga. Pilihan yang ketiga adalah tidak mengabaikan kutuk dan tidak berusaha sendiri untuk mengalahkan kutuk, dan pilihan ketiga ini. Rangkul kutuk itu. Rangkul kutuk itu. Artinya? Katakan ya, saya memang terkutuk di hadapan Allah dan tidak ada sesuatupun yang bisa saya lakukan. Rangkul kutuk itu dan kemudian larilah ke kayu salib. Dan terima bahwa Ia sudah menanggung kutuk itu bagi anda. Dan karena itu anda tidak perlu berusaha lebih keras lagi di lain waktu karena kutuk itu sudah dipikul-Nya, dan karena itu tidak ada lagi kutuk bagi mereka yang ada di dalam Kristus karena hukum roh kehidupan sudah memerdekakan anda dari dosa dan maut. Ia menderita keterpisahan sehingga anda bisa menerima kayu salib saja. Biarkan diri anda diperdamaikan dengan Allah. Biarkan diri anda diperdamaikan dengan Allah. Itulah gambarannya. Allah mengubahkan kegelapan, kutuk, upah untuk ketidaktaatan dan menanggungkan semua itu kepada Anak-Nya dan bukan kepada kita sehingga kita bisa diperdamaikan dengan Allah, yang tadinya adalah seteru, menjadi sahabat. Gambaran terakhir di kayu salib. Setelah Ia menerima minuman itu, Yesus berkata, “Sudah selesai. Sudah selesai.” Satu kata saja dalam bahasa aslinya, yang memiliki arti ini, “Sudah selesai.” Lalu ada pertanyaan yang muncul. Yesus sudah mati, tetapi Ia bahkan belum bangkit kembali dari kematian. Apakah itu memang sungguh-sungguh sudah selesai? Tentu saja, sudah selesai. Kunci di sini adalah penebusan. Penebusan. Yesus membayar hutang dosa kita. Ketika Yesus berseru sudah selesai, Ia sedang menyatakan bahwa Ia sudah membayar lunas seluruh hukuman atas dosa. Tidak ada lagi hutang, tidak ada lagi hukuman yang harus dibayar. Pembayaran atas dosa sudah lunas. Saya suka sekali apa yang dikatakan Anselmus, “Hutang itu teramat besar sehingga meski hanya manusia yang berhutang, hanya Allah yang bisa membayarnya.” Jadi apa artinya ketika kita berbicara mengenai penebusan? Apa arti kata itu? Kita sudah melihat ada penggantian, pendamaian, penebusan. Apa arti kata itu? Artinya, Yesus membayar hutang dosa kita, karena dosa kita, kita hidup dalam keadaan terbelenggu. Kita adalah budak diri kita sendiri. Kita budak dosa, budak diri kita sendiri, budak hakekat dosa, budak kedagingan, dan budak Iblis. Kita harus berhati-hati mengenai hal ini, kita akan membahasnya nanti, kita harus berhati-hati agar tidak terlalu jauh sampai masuk kepada teori penebusan dimana Iblis dianggap bisa menuntut sesuatu kepada Allah, bukan demikian. Dalam kenyataannya, kita memang dibutakan oleh Iblis. Karena itu kita mengikuti jalan dunia dan pemerintahan dunia. Budak, Hukum Taurat, ditawan oleh Hukum Taurat, Paulus mengatakan di dalam Galatia 3 dan kita juga budak maut. Semua orang yang hidupnya ada dalam perbudakan karena ketakutan mereka akan kematian. Jadi kita ada dalam keadaan sebagai budak dosa. Karena harga penggantian kita sudah dibayar, kita dibebaskan untuk bisa menjalani kehidupan yang dibebaskan dari perbudakan menuju kemerdekaan, dari belenggu menuju kebebasan Inilah yang dijelaskan dalam Markus 10:45. Ini mengenai kenyataan bahwa kita adalah budak dan membutuhkan Juruselamat. Diperlukan adanya pertolongan Ilahi. Anak Manusia bukan datang untuk dilayani, tetapi untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Kata yang sama dipakai dalam 1 Timotius 2:5 dan 6, tebusan bagi banyak orang. Kata yang sangat luar biasa dalam bahasa Yunani adalah “lutron”, tebusan. Kalau anda mengikuti pelajaran bahasa Yunani, anda melihat kata ini terdiri dari dua kata dasar, leu, yang artinya lepas, melepaskan sesuatu, dan memang ini gambarannya, melepaskan, memerdekakan. Inilah inti dari salib. Intinya adalah mengenai melepaskan. Intinya adalah memerdekakan. Karena kayu salib maka kita bebas dari dosa. Barangsiapa yang sudah mati bebas dari dosa. Anda sudah dibebaskan dari dosa. Kita sudah dibebaskan dari diri kita sendiri. Kristus sudah menaklukan kedagingan, hakekat dosa. Kita dibebaskan dari Iblis. Sekali lagi, bukan dalam arti bahwa Iblis bisa menuntut sesuatu dari Allah, gambarannya adalah ketika tebusan dibayarkan, bukan karena tuntutan Iblis kepada Allah. Ini harus kita ingat. Jangan sampai menyimpang ke sana, tetapi dalam kenyataannya, di dalam Kitab Suci, kita dibebaskan dari perbudakan kepada kuasa jahat. Dibebaskan dari Iblis. Kita dibebaskan dari kutuk Hukum Taurat. Di sini kita juga harus berhati-hati. Karena kita bisa salah paham ketika mengatakan kalau kita dibebaskan dari kutuk Hukum Taurat. Hukum Taurat itu kudus, benar dan adil, Roma 7. Dan khusunya kalau berbicara mengenai hukum Kristus. Kita dibebaskan untuk mendapatkan kesempatan taat kepada hukum Kristus. Itulah sebabnya dinubuatkan di dalam Yeremia 31 dan Ibrani 10 mengatakan bahwa nubuat itu sudah digenapi sehingga kita bebas dari Hukum Taurat dalam artian kita bebas dari kutuk Hukum Taurat. Kita bebas dari maut. Saudara, maut adalah musuh yang sudah dikalahkan dan kita tidak lagi takut kepadanya. Bebas dari maut. Sekarang, agar bisa melihat gambaran ini di kayu salib, kita harus melihat sejarah penebusan itu sendiri. Di dalam Perjanjian Lama, penebusan itu dinantikan. Yesaya 43, Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Kita menemukan banyak pola di dalam Perjanjian Lama. Orang membayar harga untuk membeli tanah. Saya akan memberikan gambaran tentang penebusan di dalam Perjanjian Lama, untuk membeli tanah, untuk membebaskan sanak keluarga. Anda bisa membebaskan sanak keluarga dari perbudakan mereka, dengan membayar sejumlah harga penebusan. Untuk membebaskan budak, anda bisa melakukannya dengan membayar harga tebusannya. Anda bisa membebaskan orang-orang buangan, ini gambaranya, Allah membebaskan umat-Nya dari pembuangan. Perhatikan semua peristiwa pembuangan, ada sebuah keharusan, ada harga yang mahal yang harus dibayar. Jadi penebusan mencakup membayar harga, menebus adalah membayar harga. Allah membayar harga untuk bisa membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir ketika Ia berbicara mengenai membawa mereka keluar dari perbudakan yang kita lihat terjadi di hari Paskah. Keluaran 6 berbicara mengenai Allah menebus mereka dengan tangan teracung. Ia membayar harga untuk membebaskan umat-Nya, membebaskan umat-Nya dari penawanan di Babel. Untuk menolong umat-Nya dari akibat dosa. Dan gambaran yang menonjol adalah bahwa kita memiliki Allah di dalam Perjanjian Lama, yang ketika berkaitan dengan penebusan, Allah sebagai Penebus, itu adalah kuasa-Nya dan anugerah-Nya yang tergabung bersama-sama. Allah menunjukkan kuasa-Nya sebagai Penebus, anda melihat dalam ayat-ayat yang saya daftarkan, perhatikan 2 Samuel 7, Mazmur 77 dan seterusnya, dan anda akan melihat Allah menunjukkan kuasa-Nya dalam menebus umat-Nya. Ini adalah mengenai Allah membelah Laut Merah dalam Keluaran 14, menebus umat-Nya dan mereka akan tahu Akulah Tuhan ketika Aku menunjukkan kuasa-Ku dengan cara ini. Dan kemudian umat Allah menjadi ilustrasi akan anugerah-Nya sebagai orang-orang yang sudah ditebus. Jadi, kita bisa melihat kuasa dan anugerah di dalam gambaran penebusan. Allah memiliki kuasa untuk menebus dan anugerah yang menyebabkan-Nya melakukan penebusan. Dua kisah dalam Perjanjian Lama akan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi. Kisah yang pertama dari dalam Perjanjian Lama adalah mengenai Boas, penebus dari kaum keluarganya. Ini adalah mengenai Rut. Rut adalah seorang wanita Moab. Bangsa Moab sangat dibenci oleh Israel. Rut pindah ke Israel setelah suaminya mati. Ia belum melahirkan setelah menikah selama 10 tahun, tidak memiliki anak. Tidak memiliki keturunan untuk menyambung garis keturunan suaminya. Ia mandul, yang dianggap sebagai kaum terbuang di Israel, di Betlehem. Lalu yang terjadi dalam Rut pasal 2, ia pergi dan mendapati dirinya bekerja di ladang Boas, dan Boas adalah penebus dari kaum keluarganya. Kalau anda melihat kembali ke Imamat 25 anda akan melihat pemeliharaan yang Allah lakukan kepada seseorang, kalau sesuatu yang seperti ini terjadi, maka seseorang yang dekat, seorang penebus kaum keluarga bisa membayarnya, membeli orang itu, membayar harga tebusan untuk membawa orang itu ke dalam keluarganya. Dan karena itu Rut mendapati dirinya di ladang Boas. Dan kemudian ada gambaran yang kita lihat mengenai penebus kaum keluarga, dan terjadilah kisah yang sangat romantis di sini. Apa yang dilakukan Boas? Pertama-tama, ia berusaha mencari orang terbuang itu sebagai keluarganya. Ia mencari orang terbuang itu. Boas berkata kepada Rut, “Dengarlah dahulu, anakku! Tidak usah engkau pergi memungut jelai ke ladang lain dan tidak usah juga engkau pergi dari sini, tetapi tetaplah dekat pengerja-pengerjaku perempuan. Lihat saja ke ladang yang sedang disabit orang itu. Ikutilah perempuan-perempuan itu dari belakang. Sebab aku telah memesankan kepada pengerja-pengerja lelaki jangan mengganggu engkau. Jika engkau haus, pergilah ke tempayan-tempayan dan minumlah air yang dicedok oleh pengerja-pengerja itu.” Boas mengambil inisiatif di sini. Ia memakai istilah-istilah yang sangat menunjukkan keperduliannya. Ia meyakinkan bahwa Rut bisa tetap ada di ladangnya. Ia menyelamatkan orang buangan itu dari bahaya. Saat Rut bangkit untuk memungut jelai, Boas memberikan perintah kepada orang-orangnya, “Dari antara berkas-berkas itu pun ia boleh memungut, janganlah ia diganggu; bahkan haruslah kamu dengan sengaja menarik sedikit-sedikit dari onggokan jelai itu untuk dia dan meninggalkannya, supaya dipungutnya; janganlah berlaku kasar terhadap dia." Wanita dalam posisi seperti Rut biasanya dihina atau diperlakukan kasar. Dan Boas memastikan bahwa hal itu tidak terjadi kepada Rut. Dan akhirnya, ia melayani orang buangan itu di mejanya sendiri. Ia memberikan kepada Rut hak untuk mengambil air di tempat pengerja-pengerjanya kapan saja Rut memerlukannya. Dan kemudian Rut diundang untuk makan di meja makan. Pada saat makan itulah Boas berkata kepadanya, “Datanglah ke mari, makanlah roti ini dan celupkanlah suapmu ke dalam cuka ini.” Suasananya menjadi sangat romantis. Lalu duduklah ia di sisi penyabit-penyabit itu, dan Boas mengunjukkan bertih gandum kepadanya; makanlah Rut sampai kenyang, bahkan ada sisanya. Jadi dalam gambaran ini, Boas mengundang Rut ke mejanya. Dan kemudian kita melihat di pasal 3 kitab Rut dan melihat bahwa ternyata ada kaum keluarga yang lebih dekat kepada keluarga Rut, dan karena itu, Boas harus berbicara dengan orang itu. Lalu terjadilah peristiwa di dalam pasal 4 dan anda melihat ada harga penebusan yang harus dibayar oleh penebus kaum keluarga. Dan pada dasarnya, untuk menebus seseorang, anda harus memiliki beberapa hal, yang pertama, anda harus memiliki hak untuk menebus. Dan itulah sebabnya Boas harus berbicara dengan orang yang lebih berhak daripadanya itu. Yang kedua, ia harus memiliki kemampuan untuk menebus. Anda harus memiliki sumber daya sejumlah harga yang harus dibayarkan untuk membeli warisan yang ditinggalkan itu dan kemudian anda harus memiliki kemauan untuk melakukan penebusan. Dan di situlah, kita melihat hal itu di dalam diri Boas. Dan inilah gambaran dari Perjanjian Lama tentang penebusan kaum keluarga yang membayar harga untuk membawa wanita itu ke dalam jalur keluarganya dan keseluruhan gambaran di dalam Rut pasal 4, memberikan kepada kita gambaran tentang bagaimana hal itu akan sampai kepada Kristus di dalam silsilah yang dituliskan dalam Matius 1. Itu gambaran yang pertama. Yang kedua, Hosea, sang suami setia. Saya akan menjelaskannya dengan cepat. Hosea, kisah ini bercerita mengenai dua jalur. Ini adalah kisah mengenai seorang pribadi dan kisah mengenai sebuah bangsa. Suami yang setia, Allah memerintahkan kepada Hosea, untuk menikahi Gomer. Namun ada masalah. Masalah yang pertama, namanya adalah Gomer. Itu masalah yang pertama, bukan? Coba kalau namanya lebih baik, mungkin lebih menarik, tetapi nama istrinya adalah Gomer. Baik itu masalah yang pertama, lalu masalah yang kedua adalah karena Gomer itu seorang perempuan sundal. Kita tidak tahu sejak kapan Gomer menjadi seorang sundal, tetapi yang pasti setelah mereka menikah ia memang seorang perempuan sundal. Masih ada perdebatan mengenai hal ini, tetapi kenyataannya gambaran yang memang sedang diangkat adalah mengenai seorang istri yang tidak setia. Dan di situlah umat Allah ditunjukkan sebagai pengantin perempuan yang tidak setia. Dan dalam perjalanan kisahnya, kita melihat ada dua unsur. Kisah ini adalah mengenai bangsa yang tidak setia, Adukanlah ibumu, adukanlah, sebab dia bukan isteri-Ku, dan Aku ini bukan suaminya. Kita akan membahasnya cepat saja. Perempuan ini berjinah. Wanita itu, Alkitab berbicara mengenai dosa dalam kaitannya dengan perjinahan rohani. Ketika anda dan saya pergi dan mencari kepuasan dari dunia ini, dan bukannya dari kebesaran Allah kita, maka kita sedang melakukan perjinahan rohani. Jadi, hal itu merupakan dosa yang sangat serius. Perjinahan, penyembahan berhala, menyembah ilah bangsa Kanaan, Baal. Kemunafikan, karena ia masih mengambil bagian dalam ibadah-ibadah, seperti yang dilakukan bangsa Israel. Ini menjadi gambaran, kisah tentang pribadi Hosea dan Gomer yang melambangkan kisah mengenai suatu bangsa. Munafik dan cepat melupakan kesetiaan. Aku akan menghukum dia. Ini yang menjadi klimaks di sini, Hosea 2:13. “Aku akan menghukum dia karena hari-hari ketika dia membakar korban untuk para Baal, berhias dengan anting-antingnya dan kalungnya, dan mengikuti para kekasihnya dan melupakan Aku," demikianlah firman TUHAN. Perhatikan ayat itu. Jangan beralih ke ayat lain dulu. Perhatikan. Sebenarnya tuduhan Allah disini adalah terhadap umat-Nya, yang berjinah, menyembah berhala, munafik dan cepat melupakan. Berpaling sepenuhnya dari Aku. Sekarang mari kita lihat ayat selanjutnya, Hosea 2:14, ayat selanjutnya. Saya ingin kita berpikir tentang apa yang akan terjadi. Pengantin perempuanku sudah berjinah, menyembah berhala, munafik. Ia sudah meninggalkan Aku dan sepenuhnya melupakan aku. Lari kepada laki-laki lain dan bukannya setia kepadaku. Ini yang dikatakan Allah tentang umat-Nya. Lalu, apa yang kita bayangkan? Dalam kaitannya dengan semua yang sudah kita lihat, kita membayangkan akan datang penghukuman, kemudian murka, kemudian penghukuman. Namun, yang sangat luar biasa, salah satu bagian yang paling indah di dalam Perjanjian Lama, dikatakan dalam Hosea 2:13, “Sebab itu, sesungguhnya, Aku ini akan membujuk dia.” Wow. Aku akan membawa dia ke padang gurun, dan berbicara menenangkan hatinya. Umat yang tidak setia dan kisa mengenai Allah yang tidak masuk akal. Ia mengatakan, Aku akan membujuk dia. Kata ini dalam bahasa aslinya sangat romantis sekali. Kata ini dipakai untuk menjelaskan seorang remaja yang mau merayu gadis yang disukainya agar ia tertarik. Inilah gambaran yang dipakai Allah, Aku akan membujuk dia. Aku akan membawanya. Aku akan berbicara menenangkan hatinya. Aku akan memberi kepadanya. Aku akan memulihkannya. Dia tidak akan memanggilku tuannya. Dia akan memanggil aku suaminya. Aku akan melindungi dan menjaganya dan peduli kepadanya. Dan aku akan meneguhkan dia dan kemudian anda melihat salah satu pasal yang paling indah di dalam Perjanjian Lama, Hosea 3, aku akan membeli dia dengan harga yang ditentukan. Saat itu Allah mengatakan kepada Hosea, pergilah, pergilah dan bayarlah harga untuk membawa Gomer kembali kepadamu. Pergilah membayar harga budak untuk membawa Gomer kembali kepadamu. Jadi itulah yang ada di dalam Perjanjian Lama, penebusan dinantikan. Di dalam Perjanjian Baru, penebusan diterima. Di sini kita melihat, Kristus Penebus kita. Kristus Penebus kita. Ia adalah yang membayar harganya. Pembayaran-Nya dirayakan. Anda melihat Zakharia, lalu nabiah Hana gambaran tentang saat kedatangan Kristus mulai nampak. Di sinilah penebusan dari Allah, yang sudah dinantikan. Pembayaran yang dilakukan-Nya sangat mahal. Kata yang dipakai berulangkali di dalam Perjanjian Baru untuk menjelaskan pembayaran Kristus bukanlah bahwa Ia memberikan hidup-Nya, Ia memberikan diri-Nya. Tetapi Ia memberikan darah-Nya. Darah adalah harga yang dibayarkan. Pembayarannya sangat mahal dan pembayarannya sudah lengkap. Yesus tidak harus melakukan pembayaran itu. Tetapi pembayaran itu sudah dilakukan dan lengkap. Kristus adalah Penebus kita dan Kristus adalah Kemenangan kita. Ya, Dia adalah sang Penakluk. Dan kemenangan ini adalah kemenangan yang dijanjikan. Kejadian 3, sejak awal, sejak masuknya dosa ke dalam dunia. Allah mengatakan, Aku akan mengutus Dia, dan Dia akan meremukkan kepala Iblis. Kemenangan dijanjikan sejak awal. Kemenangan dimulai. Matius 12, ketika Yesus datang kita melihat ada pernyataan kuasa-Nya atas roh-roh jahat. Kedaulatan-Nya atas segala sesuatu. Kemenangan digenapi, perhatikan ini, Kolose 2, “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita.” Perhatikan ini, Ia menghapuskan semuanya dengan memakukan semua itu di kayu salib dan sudah melucuti kuasa-kuasa dan pemerintahan, menjadikan mereka sebagai tontonan, mengalahkan mereka, semuanya di kayu salib. Perhatikan hal ini, orang-orang berdosa diampuni di kayu salib dan kuasa-kuasa rohani ditaklukkan. Orang-orang berdosa diampuni, kuasa-kuasa rohani ditaklukkan. Kristus sudah melucuti semuanya. Ia sudah mempermalukan mereka. Ia sudah mengalahkan mereka. Orang berdosa diampuni. Kuasa-kuasa rohani ditaklukkan dan kuasa-kuasa rohani dikalahkan. Ia sudah mengalahkan semuanya. Penebus kita, Kristus, memiliki kita sampai selamanya. Kemenangan digenapkan, kemenangan diumumkan. Di saat itulah terjadi kebangkitan itu. Kebangkitan adalah stempel, pemulihan, ya, dan pembayarannya sudah lengkap. Dan di kayu salib itulah, Yesus beseru, “Sudah selesai.” Dan artinya adalah, memang sudah selesai. Semua sudah selesai, harganya sudah dibayar. Hutang sudah ditutupi, sepenuhnya dilunaskan. Dan kebangkitan adalah pengumuman dari Allah bahwa pembayaran sudah diselesaikan, anda tidak harus membayar apapun, tidak harus melakukan apapun, dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk membayar. Kemenangan dinantikan. Kemenangan dinantikan. Ini bukan berarti bawa proses penebusan sudah lengkap. Kita belum sampai di rumah kita. Kita belum pulang ke asal kita. Tetapi hal itu sudah dijanjikan. Kita akan pulang kembali. Dan penebusan tubuh kita akan sepenuhnya terjadi.