Resume Diskusi Kemarin Tentang Disability Awareness. Definisi dari Disability Awareness sendiri adalah kesadaran terhadap penyandang disabilitas. Istilah “Disabilitas” mungkin selama ini kurang akrab di sebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan “Penyandang Cacat”, istilah ini banyak yang mengetahui atau sering digunakan di tengah masyarakat. Istilah Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. . Disabilitas adalah istilah baru pengganti Penyandang Cacat. Penyandang Disabilitas dapat diartikan sebagai individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental/intelektual. Dalam UU RI No. 4 tahun 1977 disebutkan tentang “Penyandang Cacat”. Penyandang cacat seakan subyek hukum yang dipandang kurang diberdayakan. Istilah “Cacat” berkonotasi sesuatu yang negatif. Kata “penyandang” memberikan predikat kepada seseorang dengan tanda atau label negatif yaitu cacat pada keseluruhan pribadinya. Namun kenyataan bisa saja seseorang penyandang disabilitas hanya mempunyai kekurangan fisik tertentu, bukan disabilitas secara keseluruhan. Untuk itu istilah “cacat” dirubah menjadi “disabilitas” yang lebih berarti ketidakmampuan secara penuh. Jenis dari disabilitas ada tiga yaitu cacat fisik, cacat mental dan keduanya. Permasalahan yang timbul diantaranya adalah jangkauan pelayanan bagi penyandang disabilitas yang belum merata, sebagian penyandang disabilitas belum memiliki kompetensi yang memadai untuk memperoleh pekerjaan, pandangan sebagian masyarakat terhadap kompetensi penyandang disabilitas masih meragukan atau underestimate, dan sebagian penyandang disabilitas belum memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensinya dan berpartisipasi dalam pembangunan. Keterbatasan akan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, yang disebabkan oleh: •Belum mengetahui UU Penca No.4 Thn 1997 tentang Quota 1% bagi pekerja penyandang •Disabilitas dan Peraturan Pemerintah No.43 Thn 1998 •Keterbatasan jenis pekerjaan yang dapat diberikan kepada penyandang disabilitas •Belum mengetahui jenis pekerjaan yang friendly bagi penyandang disabilitas •Belum adanya aksesibilitas yang memadai perusahaan •Kurangnya kesadaran dan sikap penerimaan masyarakat dalam dunia kerja terhadap tenaga kerja penyandang disabilitas •Munculnya underestimate terhadap tenaga kerja penyandang disabilitas karena kondisi kecacatannya •Belum adanya standar dalam menerima pekerja baru, apakah standar bagi penyandang disabilitas disetarakan dengan orang yang tidak memiliki kedisabilitasan atau tidak Sedangkan dari Pemerintah: 1.Belum optimalnya sosialisasi kepada masyarakat maupun perusahaan tentang: 2.UU Penyandang Cacat No.4 Thn 1997 tentang Quota 1% bagi pekerja penyandang disabilitas, dan 3.Peraturan Pemerintah No. 43 Thn 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial 4.Penyandang Cacat, meliputi, kesamaan kesempatan, rehabilitasi, pemberian bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh dan menjadi.tanggung jawab bersama dari Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat sendiri. 5.Adanya hambatan dalam kerjasama dan keterpaduan antar instansi/ lembaga yang memiliki hubungan keterkaitan dalam pengelolaan tenaga kerja penyandang disabilitas Namun juga terdapat hambatan intern pribadi dari tenaga kerja penyandang disabilitas sendiri yang disebabkan mental anak yang belum siap untuk beradaptasi dengan dunia kerja, dengan lingkungan baru, dan sarana prasarana yang kurang memadai Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1997 Pasal 14 : Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekrjakan penyandang cacat di perusahaannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan an/atau kualifikasi perusahaan. Pasal 28 : Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam( bulan dan/atau pidana denda setinggitingginya Rp 200.000.000, (dua ratus juta rupiah) PP No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat Pasal 8 –11 menyebutkan mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat di sarana dan prasarana umum Pasal 28 : Pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja pada perusahaannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja perusahaannya. Selama ini pandangan orang apabila ditanya tentang penyandang disabilitas, dalam benaknya yang muncul adalah perasaan kasihan, underestimate, beda kemampuan, kurang beruntung, punya kebutuhan khusus, terdapat jarak/ berjarak, dsb. Tuhan menciptakan manusia dalam keadaan yang sama hanya berbeda pada prosesnya. Secara UU manusia penyandang disabilitas juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Orang-orang sosial menganggap bahwa disabilitas hanya berbeda secara proses untuk melakukan atau mencapai sesuatu hal dan kemampuan. Sedangkan orang-orang kesehatan mengatakan bahwa difabel bukan merupakan penyakit. Hal yang harus menjadi perhatian saat ini adalah adanya pemberdayaan terhadap orang-orang difabel. Antara orang normal secara fisik dan mental tidak ada perbedaan dengan penyandang disabilitas. Sebenarnya sama hanya beda dalam kemampuannya, berbeda pada proses perjalanannya dalam melakukan sesuatu hal atau dalam mencapai sesuatu. Contoh sederhananya adalah arti sebenarnya dari kata berjalan yang artinya adalah pindah tempat. Perbedaan antara orang normal dengan penyandang disabilitas dengan kata berjalan adalah proses dan cara yang ditempuh untuk menjalani berjalan tersebut tetapi pada akhirnya keduanya sama-sama berpindah tempat. Penyandang disabilitas atau yang sering disebut Difabel berasal dari bahasa inggris yaitu diffable yang merupakan kependekan dari differenly able atau yang juga sering disebut sebagai different ability. Beberapa hal umum namun banyak yang belum mengetahui tetapi yang harus diketahui sebagai salah satu bentuk aware terhadap penyandang disabilitas adalah etika ketika akan membantu penyandang disabilitas yaitu dengan menawarkan dahulu agar tidak terjadi kesalahpahaman. Hal yang harus diperhatikan adalah mereka tidak suka apabila ada orang yang ingin membantu namun diawali dengan kata “Maaf” karena menurut mereka tidak ada kesalahan dan tidak ada yang harus dimaafkan, orang tunarungu tidak suka disebut tunarungu tetapi lebih nyaman disebut dengan tuli. Menurut mereka itu lebih aware karena arti dari tunarungu adalah tidak bisa mendengar sedangkan arti dari tuli adalah kurang dalam hal pendengaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pemerintah dalam skala nasional dan LSM/ Swasta menyatakan bahwa masyarakat yang aware terhadap penyandang disabilitas sebesar 47% dan sisanya sebesar 53% belum aware. Para penyandang disability juga perlu mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah namun mereka tidak ingin dipandang sebagai orang yang sakit, underestimate, merasa dikasihani dan diperlakukan secara berlebihan yang seakan-akan terlalu membedakan mereka dengan orang normal lainnya. Penyandang disability tidak berbeda dengan orang normal lainnya mereka hanya memiliki kebutuhan khusus. Jadi sebagai masyarakat kita harusnya lebih aware terhadap para penyandang disability karena sampai sejauh permasalahannya adalah peraturan yang tidak mentaati peraturan dan pemerintah dan masyarakat yang kurang memperhatikan para penyandang disabilitas. Disabled people are people too.