Metode Teknik Serangga Mandul (TSM) Terbukti

advertisement
Hari, Tanggal: Senin, 01 Oktober 2012
Hal/Kol : http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=312416
Sumber: WWW.SUARAKARYA-ONLINE.COM
Metode Teknik Serangga Mandul (TSM) Terbukti Efisienkan Biaya,
TSM Layak Dijadikan Program Nasional
Senin, 1 Oktober 2012
Bisa saja sebagian masyarakat merasa trauma jika berhubungan dengan teknologi nuklir lantaran hanya
mendengar efek buruk akibat terjadinya kebocoran reaktor nuklir di suatu wilayah. Tanpa mengetahui
secara utuh tenaga nuklir yang sebenarnya. Namun sejatinya, jika tenaga nuklir dikelola dengan baik dan
profesional, manfaat nuklir sesungguhnya luar biasa besar untuk perdamaian dan kesejahterana umat
manusia.
Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
memberikan terobosan dengan mengenalkan apa yang disebut dengan metode Teknik Serangga Mandul
(TSM) sebagai usaha untuk memberantas nyamuk Demam Berdarah Dengue (DBD).
Komitmen untuk pengembangan TSM diwujudkan dengan penandatanganan antara BATAN dan Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir (B2P2VRP) diwakili Kepala B2P2VRP Drs
Bambang Herjanto, M Kes, Kepala Pusat Aplikasi Teknologi Isotop Radiasi (PATIR) BATAN Dr Hendig
Winarno, MSc dan Kepala Pusat Diseminasi Iptek Nuklir (PDIN) Ir Ruslan, Direktur Pengendalian Penyakit
Bersumber Binatang Kementerian Kesehatan Drs Winarno, MSc dan Kadinas Kesehatan Kota Salatiga dr
Sovie Hariyanti, M Kes di Salatiga, Jawa Tengah, minggu lalu.
Menurut Kepala B2P2VRP Bambang Herjanto, TSM adalah produk inovasi terbaru dalam pengendalian
nyamuk yang sangat layak dijadikan andalan pengendalian DBD.
Sementara itu Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kemenkes Winarno menyebut TSM
yang telah diujicobakan di tiga wilayah, Salatiga, Banjarnegara dan Bangka Barat secara signifikan
mampu menurunkan populasi vektor (nyamuk) meski dalam hal penurunan kasus DBD masih perlu
pembuktian lebih lanjut. Meski baru diujicobakan dalam skala kecil, Bambang meyakini teknik TSM pun
akan menuai sukses jika dilakukan secara nasional.
Meski ia pun menyadari untuk menjadikan program nasional TSM masih membutuhkan pengkajian lebih
luas lagi. Misalnya soal apakah sarana yang dibutuhkan dalam TSM bisa diadakan secara massal.
Efisien
Kepala PATIR BATAN Hendig Winarno menjelaskan bahwa BATAN sendiri mengembangkan TSM sejak
tahun 2003 yang dimulai dari permintaan Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang untuk
mengkaji kemungkinan penggunaan TSM dalam pengendalian vector (nyamuk) di Indonesia. Konsep
TSM sendiri secara eksperimen telah dibuktikan keberhasilannya melalui program eradikasi lalat ternak
Cochliomyia hominivorax coq yang dilakukan di Pulau Curacao Amerika Serikat yang kala itu menelan
biaya sebesar US $ 10 juta atau setara 100 miliar rupiah. Namun, hasil yang dipetik dari penggunaan
teknik itu juga luar biasa besar karena mampu menghemat biaya pengendalian hingga US $ 140 juta
atau setara Rp. 1,4 T !!!!.
Dengan fakta itu, Dr Hendig mengharapkan pemerintah layak mempertimbangkan penggunaan TSM
untuk diaplikasikan sebagai program nasional mengingat manfaat yang akan dipetik akan sangat besar
karena mampu menurunkan jumlah kasus Demam Berdarah.
Senada hal itu, Kepala PDIN Ir Ruslan juga sependapat, "Pada dasarnya BATAN siap jika diminta untuk
menerapkan TSM dalam skala yang lebih luas. Tentu dukungan dari pemerintah dengan stakeholder
terkait dan dukungan masyarakat mutlak kita butuhkan."
Sementara itu, Peneliti senior BATAN dalam program TSM Ali Rahayu yang memperkenalkan metode
TSM, menunjukkan efektifitas kemampuan TSM yang mampu menekan populasi nyamuk (sterilitas)
cukup tinggi. Data menunjukkan di Salatiga rata-rata sampai 84,62 persen, di Banjarnegara 79,58 persen
dan di Bangka Barat sampai 53,03 persen.
TSM juga disebut sebagai metoda yang lebih ramah lingkungan dibanding fogging yang bersifat toksik
bagi lingkungan. "Penggunaan TSM juga lebih lebih murah dimana satu paket untuk satu RT sekitar Rp75
ribu dibandingkan metode fogging yang satu paketnya untuk satu RT Rp 1,5 juta," jelas peneliti ahli
entomologist ini.
Ali Rahayu juga menambahkan dari sisi efektifitas, TSM mampu bertahan 3-6 buan terhadap munculnya
kasus baru sementara fogging hanya bertahan beberapa hari saja. "Penggunaan TSM kedepan menjadi
kebutuhan yang tak terelakkan, tak hanya dari kepentingan untuk menekan wabah Demam Berdarah
namun juga dari sisi efisiensi biaya mengingat penggunaan metoda ini paling murah jika dibandingkan
dengan metoda yang lain," tambahnya.
Peneliti Ali Rahayu menjelaskan TSM menggunakan serangga hama hasil biakan massal di laboratorium
yang telah dimandulkan dengan iradiasi sinar gama kemudian dilepas di lapangan dan bersaing kawin
dengan serangga hama di lapangan. Hama jantan mandul yang kawin dengan betina lapangan tidak
menghasilkan keturunan, sehingga setelah beberapa generasi berturut-turut dilepaskan hama mandul
maka populasi hama akan terus menurun sampai angka nol.
Seperti diketahui Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan suatu cara pengendalian vektor yang
ramah lingkungan, efektif, dan potensial. Teknik ini disebut juga sebagai pengendalian spesifik species,
yaitu membunuh vektor dengan vektor itu sendiri (autocidal technique). Cara kerja teknik inipun relatif
mudah, yaitu mengiradiasi koloni serangga jantan di laboratorium, kemudian melepaskannya ke habitat
secara periodik. Akibat pelepasan serangga ke habitat, maka lama kelamaan di lokasi pelepasan tersebut
akan terjadi penurunan populasi, yang secara otomatis akan menurunkan jumlah penderita DBD, karena
tingkat kebolehjadian perkawinan antara serangga mandul dan serangga fertil menjadi makin besar dari
generasi pertama ke generasi berikutnya. Akibatnya presentase fertilitas populasi serangga di lapangan
akan semakin menurun, teoritis pada generasi ke-4 persentase fertilitas mencapai titik terendah
menjadi 0% atau dengan kata lain jumlah populasi serangga pada generasi ke-5 nihil. (Sofyan)
Download