Jurnal Teknologi Budidaya Laut Volume 6 Tahun 2016 POTENSI EKSTRAK DAUN GAMAL Gliricidia sepium SEBAGAI ANTIBAKTERI Vibrio sp. DAN Flexibacter maritimum Oleh : Evri Noerbaeti, Hamida Pattah, Wa Nuraini Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon ABSTRAK Kasus infeksi penyakit menyebabkan kematian masal pada pembenihan maupun pembesaran ikan laut disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. dan Flexibacter maritimus. Kerugian akibat kematian masal perlu diminimalkan dengan menggunakan bahan herbal yang mengandung bio-aktif seperti tanaman gamal, Gliricidia sepium. Kandungan bahan antiseptik perlu di uji dengan tujuan untuk mengetahui potensi bio-aktif terhadap bakteri Vibrio sp. dan Flexibacter maritimus Larutan ektrak diperoleh melalui maserasi dengan ethanol 96% dengan perlakuan konsentrasi sebesar 30%, 40%, 50% dan 60% b/v. Sensitivitas konsentrasi ekstrak dilaksanakan dengan menggunakan metode difusi kertas cakram Kirby Bauer. Analisis potensi dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap dan uji lanjut Least Significance Different Hasil menunjukkan potensi ekstrak daun gamal terhadap pertumbuhan bakteri Vibrio sp. telah bersifat bakteriosidal pada konsentrasi 40% dengan daya hambat 1.5 mm dimana nilai sig. (p-value) sebesar 5.87 (>0.05), konsentrasi 40% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 50% maupun 60%. Potensi ekstrak daun gamal terhadap pertumbuhan bakteri Flexibacter maritimus, bersifat bakteriosida pada konsentrasi 60% dengan daya hambat 2 mm dimana nilai sig. (p-value) sebesar 33.00 (>0.05), konsentrasi 60% berbeda nyata dengan konsentrasi 50%, 40% dan 30%. Disimpulkan bahwa ekstrak daun gamal memiliki potensi sebagai bakteriosida terhadap bakteri Vibrio sp. dan. Kata kunci : Daya hambat, bakteri Vibrio dan Flexibacter maritimus, ekstrak daun gamal 43 Jurnal Teknologi Budidaya Laut Volume 6 Tahun 2016 PENDAHULUAN Salah satu faktor yang menentukan produktivitas usaha budidaya ikan adalah penyakit. Kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik. Timbulnya serangan wabah penyakit tersebut pada dasarnya sebagai akibat terjadinya gangguan keseimbangan dan interaksi antara ikan, lingkungan yang tidak menguntungkan ikan dan berkembangnya patogen penyebab penyakit. Kemungkinan lainnya adalah adanya atau masuknya agen penyakit ikan obligat yang ganas (virulen) meskipun kondisi lingkungannya relatif baik. Salah satu teknik pengobatan yang dikembangkan adalah dengan menggunakan obat tradisional yang berasal dari tanaman. Indonesia merupakan negara dengan spesies tumbuhan berguna yang cukup besar. Pemanfaatan tumbuhan tersebut sudah dipraktekkan dan digunakan baik pada hewan maupun manusia meskipun dengan jumlah yang tidak banyak. Pada dasarnya masing-masing tumbuhan berguna tersebut mengandung zat atau senyawa yang bisa memberikan efek pengobatan atau pencegahan terhadap penyakit. Menurut Sugianto, 2005, bahwa keuntungan penggunaan obat tradisional tersebut adalah relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah biayanya, tidak menimbulkan resistensi dan relatif tidak berbahaya bagi lingkungan sekitarnya. Di antara sekian banyak tanaman, salah satu tanaman obat yang berkhasiat adalah tanaman gamal, Gliricidia sepium. Daun tanaman ini telah dimanfaatkan petani secara luas sebagai insektisida nabati karena mengandung tanin, zat racun dikumerol dan HCN yang toksik terhadap serangga maupun peternak hewan sebagai anti parasit alami dan pakan ternak. Khasiat zat tannin yang dikandung tanaman gamal juga merupakan zat antiseptik nabati yang mampu bersifat bakteriosidal. Vibriosis dan flexibacteriosis merupakan 2 (dua) kasus penyakit yang paling sering terjadi pada budidaya ikan laut. Vibriosis disebabkan oleh bakteri gram negatif dari genus Vibrio sementara Flexibacteriosis pada ikan laut disebabkan oleh infeksi bakteri Flexibacter maritimus. Keduanya diketahui sangat ganas dan berbahaya, memiliki sifat sebagai bakteri oportunistik dan kemampuan yang dapat bertindak sebagai patogen primer maupun sekunder, serta dapat menyebabkan kematian masal pada pembenihan maupun pembesaran ikan. Sebagai patogen primer bakteri masuk tubuh ikan melalui kontak langsung, sedangkan sebagai patogen sekunder bakteri menginfeksi ikan yang telah terserang penyakit lain seperti parasit (Post, 1987; Feliatra, 1999; Nur’aini dkk, 2007). Menurut Sangster dan Smolowitz, (2003), vibriosis masuk dalam unit pembenihan atau pemeliharaan dengan 3 jalur utama : sumber air laut, calon induk dan stok pakan alami (alga). Hal ini disebabkan karena bakteri Vibrio memiliki plasmid sebagai faktor keganasan yang meningkatkan tingkat patogenisitas seperti kemampuan memproduksi toksin, enzim, mengatasi ketahanan inang, serta kecepatan berkembang biak dari bakteri ini terhadap inang (Kamiso, 1996). Infeksi F. maritimus seringkali dipicu oleh kondisi stress yang umumnya ditimbulkan oleh suhu air yang tinggi antara 25-32⁰C, padat tebar tinggi, luka dan kualitas air buruk seperti kandungan oksigen terlarut rendah dan konsentrasi ammonia bebas meningkat. Infeksi bakteri F. maritimus dapat berasosiasi dengan infeksi bakteri lain atau dengan parasit protozoa yang termasuk didalamnya. Gejala klinis yang diperlihatkan berupa lendir yang berlebihan, bintik-bintik merah pada bagian perut, sirip dan gripis sampai busuk serta menyebabkan ekor buntung (Koesharyani et al., 2001). Berkembangnya bakteri Flexibacter dan Vibrio di suatu perairan merupakan indikator perairan yang kurang menguntungkan bagi ikan dengan kandungan nutrien yang tinggi Jensen, 44 Jurnal Teknologi Budidaya Laut Volume 6 Tahun 2016 (1983) dalam Moller et al., (1986). Penularannya dapat melalui air atau kontak langsung antar ikan dan menyebar sangat cepat pada ikan-ikan yang dipelihara pada kepadatan tinggi. Kasus Vibriosis dan flexibacteriosis dapat menyebar dengan cepat ketika ikan dipelihara dengan kepadatan tinggi terutama pada budidaya intensif, sehingga perlu untuk mencari pengendalian berbahan herbal untuk kasus penyakit ini. Kemampuan sebagai bahan antiseptik terhadap beberapa jenis bakteri perlu di uji dengan tujuan untuk mengetahui efikasi zat yang terkandung dalam daun gamal mampu mengendalikan pertumbuhan bakteri terutama bakteri penyebab vibriosis dan flexibacteriosis. BAHAN DAN PROSEDUR KERJA Tabel 1. Bahan yang digunakan dalam kegiatan uji No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nama Bahan Ekstrak daun gamal Bakteri Vibrio spp Bakteri Flexibacter Ethanol TCBS Agar FMM TS Broth Larutan Trisalt, FeCl3 Volume 96% Kegunaan Bahan uji Bakteri uji uji Bakteri uji uji Bahan antiseptik Media Kultur Media Kultur Media Kultur Media Kultur Bahan tambahan Media Kultur Tabel 2. Alat yang digunakan dalam kegiatan uji No 1. Nama Alat Inkubator Volume 1 2. 3. Oven Timbangan Digital 1 1 4. 5. Kertas saring Erlenmeyer 1 1 Kegunaan Digunakan sebagai wadah penyimpan media Digunakan sebagai pengering sampel Digunakan sebagai pengukur berat sampel udang Digunakan sebagai penyaring media Digunakan sebagai wadah media Metode Kerja Penyiapan ekstrak daun gamal Daun segar dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel, kemudian ditiriskan. Daun dirajang halus dan dikeringanginkan hingga kering. Setelah kering daun dihaluskan dengan blender dan diayak dengan saringan dan siap dimaserasi. Penyiapan larutan uji dari ektrak daun gamal Pemilihan konsentrasi larutan uji dari ekstrak daun gamal adalah sebesar 30%, 40%, 50% dan 60% b/v berdasarkan orientasi dimana pada konsentrasi dibawah 30% tidak memberikan diameter daerah hambat dan konsentrasi diatas 60% tidak memberikan penambahan diameter daerah hambat dengan konsentrasi setingkat dibawahnya. Proses penyiapan larutan uji dengan cara menimbang 3 g, 4 g, 5 g dan 6 g simplisia yang masingmasing dimaserasi pada 100 ml ethanol 96%. Proses maserasi dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar (± 25oC). Ekstrak difiltrasi dengan kertas saring dan dipekatkan dengan oven pada suhu dibawah 50oC 45 Jurnal Teknologi Budidaya Laut Volume 6 Tahun 2016 Penyiapan suspensi bakteri Biakan bakteri Vibrio sp. pada media TCBS agar dan F. Maritimus pada media FMM hasil isolasi usia 24 jam diinokulasi sebanyak satu ose kedalam 10 ml TS Broth steril dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam. Pelaksanaan uji a. Uji daya hambat Uji daya hambat untuk melihat sensitivitas konsentrasi ekstrak dilaksanakan dengan menggunakan metode difusi kertas cakram Kirby Bauer. Cotton swab dicelupkan pada suspensi bakteri hasil kultur usia 24 jam kemudian oleskan pada media TCBSA untuk bakteri Vibrio sp. dan F. Maritimus pada media FMM secara merata. Kertas cakram dengan diameter 5,5 milimeter yang telah direndam pada masing-masing ekstrak dan tiriskan, kemudian ditempelkan diatas permukaan agar telah terdapat inokulasi bakteri. Inkubasikan pada suhu 30oC selama 24 jam. Diameter zona hambatan diukur dengan milimeter. Sebagai kontrol digunakan ethanol 96% konsentrasi 0,1% b. Uji Kandungan Bio-aktif Tannin Kurang lebih 1 ml ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 ml air. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl2 dan diamati perubahan warna yang terjadi. Warna hijau hingga biru kehijauan menandakan adanya cathechic tannin atau biru kehitaman yang menandakan adanya gallic tannin (Zohra et al., 2012) Analisa hasil Parameter yang diukur adalah zona hambat masing-masing perlakuan yang ditandai dengan wilayah jernih disekitar kertas cakram dengan rumus : Daya Hambat = diameter zona jernih - diameter paper disk (1) Data Daya Hambat yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis Rancangan Acak Lengkap (α=5%). Efikasi terbaik dianalisis dengan metode Least Significant Difference (LSD). HASIL Ekstrak daun gamal menghasilkan Daerah Hambat Pertumbuhan (DHP) terhadap Vibrio sp. dan F. Maritimus pada konsentrasi 30%, 40%, 50% dan 60% b/v. DHP Rata-rata Ekstrak Daun Gamal (mm) Konsentrasi Vibrio sp. Flexibacter maritimus ekstrak (%) 1 2 3 1 2 3 30 1 0 1 0 0 0 40 1.5 1.5 1.5 0 0 0 50 1.5 1.5 1.5 0 0 1 60 1.5 2 1.5 2 2 2 * DPH dari ethanol 96% sebagai kontrol negatif : nihil 46 Jurnal Teknologi Budidaya Laut Volume 6 Tahun 2016 Hasil uji fitokimia keberadaan bio-aktif tannin menunjukkan daun gamal Gliricidia sepium positif mengandung tannin. Sampel Uji Fitokimia Tannin Hasil Daun Gamal +++ PEMBAHASAN Hasil pengamatan daerah hambat pertumbuhan bakteri Vibrio sp dan Flexibacter maritimus oleh ekstrak daun gamal menunjukkan besarnya konsentrasi ekstrak mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Terdapat perbedaan besaran konsentrasi ekstrak terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Vibrio spp maupun Flexibacter maritimus. Efikasi ekstrak daun gamal terhadap pertumbuhan bakteri Vibrio sp. menunjukkan konsentrasi 40% telah bersifat bakteriosidal dengan daya hambat 1.5 mm. Hal ini terlihat dari nilai sig. (p-value)sebesar 5.87 (>0.05), konsentrasi 40% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 50% maupun 60%. Berbeda dengan potensi daya hambat pertumbuhan bakteri Flexibacter maritimus, efikasi ekstrak daun gamal baru menunjukkan potensi bakteriosidal pada konsentrasi 60% dengan daya hambat 2 mm. Hal ini terlihat dari nilai sig. (p-value)sebesar 33.00 (>0.05), konsentrasi 60% berbeda nyata dengan konsentrasi 50%, 40% dan 30%. Hasil pengujian aktivas antibakteri dikategorikan memiliki potensi “sedang” karena memiliki derah hambat 7-7.5 mm. Davis dan Stout 1971 menyebutkan bahwa bila memiliki daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti memiliki kekuatan antibakteri sangat kuat; bila daerah hambatan berkisar 10-20 mm berarti kuat; bila daerah hambatan berkisar 5-10 mm berarti sedang dan bila daerah hambatan 5 mm maka aktivasi antibakteri tergolong lemah. Pada konsentrasi 30% didapat bahwa diameter zona hambat ekstrak daun gamal terhadap bakteri Vibrio sp. menunjukkan hasil yang sedang (1 mm setara 6.5 mm), sementara terhadap bakteri Flexibacter maritimus menunjukkan hasil yang lemah (0 mm setara 5.5 mm). Pada konsentrasi 40% dan 50% didapat bahwa diameter zona hambat ekstrak daun gamal terhadap bakteri Vibrio spp menunjukkan hasil yang sedang (1.5 mm setara 7 mm), sementara terhadap bakteri Flexibacter maritimus menunjukkan hasil yang lemah (0 mm setara 5.5 mm). Hasil terbaik pada konsentrasi 60% dimana diameter zona hambat ekstrak daun gamal terhadap bakteri Vibrio spp maupun terhadap bakteri Flexibacter maritimus menunjukkan hasil yang sedang (1,5-2 mm setara 7-7.5 mm). Pada konsentrasi 30% terhadap bakteri Vibrio sp. dan konsentrasi 30%,40% dan 50% terhadap bakteri Flexibacter maritimus tidak menunjukkan potensi antibakteri (0 mm setara 5.5 mm). Hal ini diduga kandungan ekstrak terlalu kecil sehingga tidak mampu menghambat aktivitas kedua bakteri tersebut , sebagaimana dinyatakan oleh Zuhud, 2001, bahwa konsentrasi ekstrak yang terlalu kecil umumnya tidak menghasilkan zona hambat karena aktivitas anti bakteri sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya konsentrasi ekstrak yang digunakan. Potensi bakteriosidal terdapat pada konsentrasi 40%, 50% dan 60% terhadap bakteri Vibrio sp. dan konsentrasi 60% terhadap 47 Jurnal Teknologi Budidaya Laut Volume 6 Tahun 2016 bakteri Flexibacter maritimus, yang menurut Untung, 2007, dalam Hendri, 2008, antibakteri yang mengalami peningkatan setelah kemampuan bakteri untuk melindungi dirinya berkurang. Semakin besar konsentrasi maka makin sensitif kedua bakteri terhadap ekstrak daun gamal, diduga semakin banyak bahan aktif tanin yang menunjukkan keberadaannya pada hasil uji fitokimia bioaktif tannin. Menurut Ramsad, 1959, dalam Sumarnie dkk, 2010, tannin merupakan zat anti bakteri yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kedua bakteri tersebut memiliki struktur membran sel yang sangat sensitif terhadap tanin Tannin menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk kompleks dengan protein melalui kekuatan non spesifik seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen dan menginaktifkan adhesion kuman. Cara kerjanya adalah dengan mempengaruhi reaksi metabolisme sel yang dikatalisis oleh enzim yang terbuat dari protein. Bagian sel yang paling rentan terhadap cara kerja antimikroba adalah membran sitoplasma, enzim tertentu dan protein struktural seperti yang terdapat didalam dinding sel. Membran sitoplasma tersusun terutama dari protein dan lemak, karena itu, membran khususnya rentan terhadap agen bio-aktif yang menurunkan tegangan permukaaan. Kerusakan pada membran sitoplasma mangakibatkan ion organik yang penting, nukleotida, koezim dan asam amino merembes keluar sel. Selain itu, kerusakan ini dapat mencegah masuknya bahan-bahan penting ke dalam karena membran sitoplasma juga mengendalikan pengangkutan aktif kedalam sel. Terhalangnya fungsi penting membran sel akan berakibat kematian sel atau ketidakmampuannya untuk tumbuh. Jadi agen kimia yang berkombinasi dengan protein akan menghalangi protein untuk melakukan fungsi normalnya mengeluarkan pengaruh bakteriostatik atau bakteriosida (Wheeler dan Volk, 1993). Kemampuan zat tannin yang terkandung dalam ekstrak daun gamal inilah yang mampu bertindak sebagai bakteriosida bagi kedua bakteri tersebut. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun gamal mampu bersifat bakterisida terhadap bakteri Vibrio sp. pada konsentrai 40% dan terhadap bakteri Flexibacter maritimus pada konsentrasi 60% . DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2010. Antimikroba dari Tumbuhan (Bagian Kedua). (Online). (http://www.kamusilmiah.com/pangan/antimikroba-dari-tumbuhan-bagiankedua/, diakses pada Agustus 2012) Davis and Stout. 1971. Disc plate methode of microbiological antibiotic essay. Journal of Microbiology. Feliatra. 1994. Identifikasi bakteri patogen (Vibrio sp) di perairan Nongsa Batam Propinsi Riau. www.unri/ac.id/jurnal/jurnal-nature ind/vpl 2/5.pdf Hendri, M. 2008. Efektivitas ekstrak Halimeda sp. terhadap bakteri patogen. Program Studi Ilmu Kelautan Inderalaya Kamiso, H.N. 1996. Vaksinasi induk untuk meningkatkan kekebalan bibit lele dumbo (Clarias gariephunus) terhadap serangan Aeromonas hydrophyla. Bul. Ilmu Perikanan (7): 10-18 Koesharyani, I., Des Roza, Ketut Mahardika, Fris Johnny, Zafran dan Kei Yuasa. 2001. Penuntun Diagnosa Penyakit Ikan-II. Penyakit Ikan Laut dan Krustase di Indonesia. JICA. Moller. H., and K. Anders. 1991. Disease And Parasites Of Marine Fishes. Scanner-StudioNord, Germany. 48 Jurnal Teknologi Budidaya Laut Volume 6 Tahun 2016 Nuraini Y. L., 2007. Penyakit viral pada ikan dan udang. Makalah disampaikan pada pelatihan diagnosa penyakit ikan dan udang di BBAP Situbondo tanggal 28 Mei – 2 Juni 2007. Post, G. (1987). Texbook of Fish Health. T.F.H. Publications Inc. USA. 288 pp. Sangster, C.R., Smolowitz, R.M. 2003. Description of Vibrio alginolyticus infection in cultured Sepia officinalis, Sepia apama, and Sepia pharaonis. Biol. Bull., 2003; 205: 233-234. Sugianto, B. 2005. Pemanfaatan tanaman obat tradisional dalam pengendalian penyakit ikan. www.rudyct.com.pps70s-ipb/1024:sugianto pdf Sumarnie, dkk. 2010. Identifikasi senyawa kimia dan aktivitas antibakteri ekstrak Piper sp. asal Papua. Jakarta: Bidang Botani, Puslit.Biologi-LIPI CSC Wheeler dan Volk. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga Zohra, F. S., Meriem, B., Samira, S., & Muner, A. (2012). Phytochemical screening and identification of some compounds from mallow. J. Nat. Prod. Plant. Resour., 2(4), 512-516. Zuhud A.M. 2001. Aktivitas antimikroba ekstrak kedawung terhadap bakteri patogen. Bogor. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol.XII 49