Perbandingan Kemampuan Proses Pemecahan

advertisement
Jurnal Riset Pendidikan
ISSN: 2460-1470
Vol. 2, No. 2, November 2016
Perbandingan Kemampuan Proses Pemecahan Masalah Matematis
Antara Implementasi Strategi Konflik Kognitif Dengan Model
Pembelajaran Discovery Learning
Dian Hadiansyah
Rostina Sundayana
Sukanto Sukandar Madio
Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Garut
e-mail: [email protected]
Abstrak Hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan proses
pemecahan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran strategi
konflik kognitif lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan model
pembelajaran discovery learning, kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan
masalah siswa yang memperoleh pembelajaran strategi konflik kognitif
mendapatkan kriteria baik sedangkan metode pembelajaran discovery learning
mendapatkan kriteria sedang. . Selain itu, sikap siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan metode strategi konflik kognitif memiliki sikap yang
positif terhadap mata pelajaran matematika, metode strategi konflik kognitif,
serta soal-soal kemampuan pemecahan masalah matematis
Kata Kunci: Pemecahan Masalah Matematis, Metode Strategi Konflik Kognitif.
Abstract Results of the study , we concluded that the ability of the process of
solving the problem of students who use the model of learning strategies
cognitive conflict better than students who had learning model of discovery
learning, knowledge quality problem-solving ability of students who acquire
learning strategies cognitive conflict get both criteria while learning methods of
discovery learning gain criteria being . , Moreover , the attitude of students
who obtain teaching methods cognitive conflict strategy has a positive attitude
towards the subjects of mathematics , cognitive conflict strategy method , as
well as problems of mathematical problem solving ability .
Keywords : Mathematical Problem Solving, Cognitive Conflict Strategy
Methods
Pendahuluan
Belajar dan pendidikan merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan dan sangat penting
bagi manusia serta memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan masa depan dalam era globalisasi dan
canggihnya teknologi komunikasi saat ini. Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam
kehidupan. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini tidak terlepas dari kontribusi bidang matematika, karena
matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi yang modern.
Matematika selalu mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin
119
Jurnal Riset Pendidikan
Vol. 2, No. 2, November 2016
canggih. Untuk itu, bila kita ingin hidup di dunia yang selaras dengan teknologi yang semakin
canggih maka kita harus menguasai matematika. Berdasarkan gambaran di atas, maka
pembelajaran matematika di sekolah merupakan bagian yang penting karena jika tidak ada yang
mau menekuni matematika maka dapat dipastikan dalam beberapa tahun tidak akan pernah lagi
mendengar penemuan teknologi canggih yang baru. Pentingnya matematika di sekolah tampak
pada diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi. Matematika diajarkan di sekolah karena matematika memiliki keterkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
Salah satu hal yang memegang peranan penting dalam membantu tercapainya
pembelajaran adalah metode pembelajaran, karena metode pembelajaran merupakan pola
penyelenggaraan interaksi belajar mengajar yang disusun oleh guru dan siswa untuk mencapai
tujuan pengajaran. Dalam pembelajaran matematika, guru sangat dianjurkan untuk menerapkan
model-model pembelajaran. Salah satunya adalah pemecahan masalah. Menurut Wahab (2007:
94) model pembelajaran pemecahan masalah adalah strategi yang dapat mendorong dan
menumbuhkan kemampuan anak dalam menemukan dan mengolah informasi.
Nasution (2008: 170) menyatakan pemecahan masalah dapat dipandang sebagai proses di
mana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya terlebih dahulu yang
digunakannya untuk memecahkan masalah, tidak sekedar aturan-aturan yang diketahui, akan
tetapi juga menghasilkan pelajaran baru. Langkah-langkah yang diikuti dalam pemecahan
masalah yakni:
a. siswa dihadapkan dengan masalah
b. siswa merumuskan masalah tersebut
c. siswa merumuskan hipotesis
d. siswa menguji hipotesis
Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika adalah sebagai berikut:
a. Memahami masalah, yaitu mengidentifikasi kecukupan data untuk menyelesaikan masalah
sehingga memperoleh gambaran lengkap apa yang diketahui dan ditanyakan dalam masalah
tersebut.
b. Merencanakan penyelesaian, yaitu menetapkan langkah-langkah penyelesaian, pemilihan
konsep, persamaan dan teori yang sesuai untuk setiap langkah.
c. Menjalankan rencana, yaitu menjalankan penyelesaian berdasarkan langkah-langkah yang
telah dirancang dengan menggunakan konsep, persamaan serta teori yang dipilih.
d. Melihat kembali apa yang telah dikerjakan yaitu tahap pemeriksaan, apakah langkah-langkah
penyelesaian telah terealisasikan sesuai rencana sehingga dapat memeriksa kembali kebenaran
jawaban yang pada akhirnya membuat kesimpulan akhir.
120
Jurnal Riset Pendidikan
Dian Hadiansyah
Adapun Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif yang merupakan
salah satu strategi untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan meningkatkan
keaktifan siswa di kelas. Pendekatan konflik kognitif adalah seperangkat kegiatan pembelajaran
dengan mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau
berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai
keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi.
Proses pembelajaran matematika di sekolah yang lebih baik dan bermutu adalah suatu
keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan
pendidikan matematika di sekolah, pertama kali yang harus dilaksanakan adalah bagaimana
meningkatkan kembali aktifitas siswa terhadap matematika. Sebab jika aktifitas siswa tinggi maka
hasil belajar siswa juga akan tinggi. Meningkatkan kembali aktifitas siswa terhadap matematika
akan sangat terkait dengan berbagai aspek yang melingkupi proses pembelajaran maatematika
disekolah. Aspek-aspek itu menyangkut pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran
matematika, metode pengajaran, maupun aspek-aspek lain yang mungkin tidak secara langsung
berhubungan dengan prooses pembelajaran matematika, misalnya sikap orangtua (atau
masyarakat pada umumnya) terhadap matematika. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis antara Siswa yang Mendapatkan Model Pembelajaran Strategi Konflik Kognitif dengan
Model Pembelajaran Discovery Learning.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka artikel ini membahas kemampuan
pemecahan masalah siswa. Siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Strategi Konflik
Kognitif dibandingkan kemampuan pemecahan masalahnya dengan siswa yang menggunakan
model pembelajaran Discovery Learning. Lebih lanjut artikel ini mendeskripsikan kualitas
pengetahuan kemampuan pemecahan masalah siswa dari dua model pembelajaran yang
berbeda. Selain itu, dijabarkan juga sikap siswa terhadap pembelajaran matematika
menggunakan masing-masing model.
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan
bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan maupun praktek dan digunakan untuk
mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Sedangkan, pemecahan masalah
merupakan kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan
atau menciptakan maupun menguji konjektur. Kemampuan pemecahan masalah matematika
adalah kecakapan atau potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan soal
121
Jurnal Riset Pendidikan
Vol. 2, No. 2, November 2016
cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan
sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan, menciptakan atau menguji konjektur.
Pemecahan masalah sebagai salah satu aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi. Polya
menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang
sangat tinggi. Pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaiaan
masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki. Pendapat
tersebut didukung oleh pernyataan Branca (dalam Utari, 1994:8), dan dalam Nida dan Fitri
(2008:l) kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran
matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, artinya kemampuan pemecahan masalah
merupakan kemampuan dasar dalam matematika
Strategi Konflik Kognitif
Pendekatan konflik kognitif dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang
mempertentangkan antara struktur atau kemampuan kognisi dengan sumber-sumber belajar
sehingga siswa dapat memahami konsep dengan benar. Dalam situasi ini terjadi konflik antara
apa yang ada pada siswa dengan situasi yang sengaja diciptakan.Interaksi yang aktif antara siswa
dengan guru merupakan hal yang penting dalam konflik kognitif.
Pendekatan
konflik
kognitif
adalah
seperangkat
kegiatan
pembelajaran
dengan
mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda
kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai
keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi.
Teori konstruktivis Piaget menyatakan ketika seorang membangun ilmu pengetahuannya,
maka untuk untuk memahami ilmu yang lebih tinggi diperlukan asimilasi, yaitu proses
penyerapan pengalaman baru berdasarkan pada skema yang sudah dimiliki. Pandangan ini
dapat memberikan indikasi bahwa sebelum belajar secara formal di kelas, siswa sudah
mempunyai gagasan atau ide terhadap peristiwa-peristiwa ilmiah. Gagasan-gagasan siswa ini
merupakan pengetahuan awal (prior knowledge) mereka. Gagasan-gagasan siswa ini pada
umumnya masih diwarnai oleh pengalaman sehari-hari yang kemungkinan mengandung
miskonsepsi. Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh ilmuwan yang bersifat sistematis, konsisten
maupun insidental. Miskonsepsi diartikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan
konsepsi para ilmuwan, hanya dapat diterima pada kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk
kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasikan.
122
Jurnal Riset Pendidikan
Dian Hadiansyah
Model Pembelajaran Discovery Learning
Penemuan (Discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan
berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman
struktur atau ide-ide penting terhadap disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran.
Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang
mendorong siswa untuk mengajukkan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip
umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari
Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secra aktif didalam belajar di kelas. Untuk
itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebut discovery learning yaitu dimana murid
mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir.
Pembelajarn penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam
pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan siswa di dorong untuk
terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip.
Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan
memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep agi diri mereka sendiri.
Pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian
rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery
learning mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa
sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa
apa yang ditemukan, jalan atau proses semata-mata ditemukan oleh siswa sendiri. Berdasarkan
pengertian diatas dapat dsimpulkan bahwa pembelajaran discovery learnng adalah suatu model
untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri,
maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah
dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba
memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan
bermasyarakat.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Subjek populasi
dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 6 Garut kelas VIII. Pengambilan sampel dilakukan
secara Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2011: 85). Dari seluruh kelas VIII yang ada kemudian dipilih 2 kelas untuk dijadikan
123
Jurnal Riset Pendidikan
Vol. 2, No. 2, November 2016
sampel penelitian. Dari dua kelas yang terambil, kelas VIII-B dijadikan sebagai kelas eksperimen
dan kelas VIII-A dijadikan sebagai kelas kontrol.
Penelitian ini menggunakan 2 macam instrumen yaitu tes dan angket. Dalam penelitian ini
instrumen tes yang digunakan penulis adalah bentuk tes uraian, yang digolongkan ke dalam dua
bentuk yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (postest). Soal-soal tersebut terlebih dahulu diuji
cobakan terhadap siswa kelas IX-A SMP Negeri 6 Garut. Setelah itu, dianalisis untuk mengetahui
validitas, reliabilitas, daya pembeda serta tingkat kesukaran soal baik secara keseluruhan maupun
untuk tiap butir soal. Sedangkan untuk instrument angket diperoleh dari hasil perhitungan
dengan menggunakan skala likert.
Hasil dan Pembahasan
Data hasil ternormalisasi yang diperoleh dari kelas metode Strategi Konflik Kognitif dan
kelas Discovery Learning yang terdapat pada lampiran D.3 dideskripsikan pada Tabel 1, maka
diperoleh hasil data sebagai berikut:
Tabel 1: Deskripsi Data Hasil Gain Ternormalisasi
Kelas
Eksperimen
KontKontrol
35
34
Ratarata
0,78
0,73
Persentase
66%
47%
Simpangan
Baku
0,12
0,15
Interpretasi
Tinggi
Sedang
Dari Tabel 1 terlihat bahwa data ternormalisasi yang diperoleh pada kelas metode Strategi
Konflik Kognitif yaitu sebagai berikut: jumlah peserta tes sebanyak 35 orang dengan simpangan
bakunya 0,12 dan rata-rata gainnya 0,78 atau sama dengan 66% sehingga interpretasi
peningkatannya tergolong tinggi. Sedangkan kelas Discovery Learning diperoleh data sebagai
berikut: jumlah peserta tes sebanyak 34 orang dengan simpangan bakunya 0,15 dan rata-rata
gainnya 0,73 atau sama dengan 47% sehingga interpretasi peningkatannya tergolong sedang.
Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data terhadap data gain ternormalisasi pada masingmasing kelas metode Strategi Konflik Kognitif dan kelas Discovery Learning untuk mengetahui
jenis uji statistik yang digunakan
1)
Uji Normalitas
Berdasarkan hasil uji normalitas gain ternormalisasi dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat,
hasilnya kedua data gain ternormalisasi tidak berdistribusi normal, maka dilanjutkan
dengan menggunakan statistik non parametrik dengan uji Mann Whitney.
2)
Uji Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Uji Mann Whitney digunakan jika ada salah satu atau kedua data tidak berdistribusi
normal.
124
Jurnal Riset Pendidikan
Dian Hadiansyah
a. Hipotesis Pengujian
H0: Peningkatan
kemampuan
pemecahan
masalah
matematis
siswa
yang
mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif tidak lebih baik daripada siswa
yang mendapatkan model pembelajaran kelas Discovery Learning.
Ha: Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan kelas
metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model
pembelajaran kelas Discovery Learning.
b. Kriteria pengujian
Jika ztabel  zthitung maka Ho diterima
Hasil uji Mann Whitney menunjukan bahwa. nilai Zhitung 10,37 > Ztabel 1,64S maka berada
di luar daerah penerimaan Ho yaitu Ha diterima, artinya Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi
Konflik Kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran
kelas Discovery Learning.
c. Efektivitas Siswa Terhadap Kelas metode Strategi Konflik Kognitif
Efektivitas siswa ini dilihat dari posttest yang dikaitkan dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yaitu 75 yang sudah ditentukan oleh sekolah, baik kelas metode
Strategi Konflik Kognitif maupun kelas Discovery Learning yang terdapat pada
lampiran D.4 yang dideskripsikan pada Tabel 4.4, maka diperoleh hasil data sebagai
berikut:
Tabel 2: Deskripsi Persentase KKM
Kelas
Kriteria
Tuntas
Tidak Tuntas
Jumlah
Strategi Konflik
Kognitif
Persentase
(%)
30
88%
5
12%
35
100%
Discovery Learning
22
12
34
Persentase
(%)
65%
35%
100%
Efektif atau tidaknya metode yang digunakan, dapat dilihat dari persentase ketuntasan
dari masing-masing kelas. Jika Kurang dari 75% siswa yang tuntas maka metode yang
digunakan dikatakan tidak efektif, namun sebaliknya jika lebih dari 75% banyak siswa
yang tuntas maka metode yang digunakan dikatakan efektif. Berdasarkan Tabel 4.4,
Hal ini dilihat dari persentase ketuntasan masing-masing kelas, dimana kelas metode
Eksperimen sebagai kelas metode Strategi Konflik Kognitif memperoleh 88% dengan
katagori tuntas, sedangkan kelas Discovery Learning hanya mendapat 65% dengan
125
Jurnal Riset Pendidikan
Vol. 2, No. 2, November 2016
katagori tuntas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelas metode Strategi Konflik
Kognitif efektif digunakan untuk proses belajar mengajar dikelas.
Dari hasil pretest kemampuan matematis siswa pemecahan masalah menunjukan bahwa
skor rata-rata pretest kedua kelas tidak berbeda secara signifikan. Begitu juga berdasarkan analisis
data pengujian hipotesis tentang perbedaan kemampuan awal komunikasi matematis siswa pada
pretest dengan taraf signifikasi 5% menunjukan bahwa kemampuan kedua kelompok memiliki
kemampuan yang sama.
Dengan berbekal kemampuan awal yang sama, dilakukan pembelajaran sebanyak 6 kali
pertemuan pada kedua kelompok dengan pendekatan yang berbeda, selanjutnya diberikan
posttest untuk mengetahui kemampuan akhir pemecahan masalah matematis siswa. Dari hasil
posttest kemampuan pemecahan masalah matematis menunjukan kenaikan skor yang diperoleh
kedua kelompok setelah siswa diberi perlakuan, kelompok eksperimen melalui kelas metode
Strategi Konflik Kognitif sedangkan kelompok kontrol melalui pembelajaran kelas metode
Discovery Learning. Dari hasil analisis data, pengujian hipotesis gain ternormalisasi kemampuan
pemecahan masalah matematis disimpulkan
bahwa peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik
dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran kelas metode Discovery Learning. Hal ini
menunjukan bahwa pembelajaran dengan kelas metode Strategi Konflik Kognitif dapat
meningkatkan kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan dapat
meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran matematika. Namun demikian, pembelajaran
secara kelas metode Discovery Learning tentu saja dapat meningkatkan minat dan kualitas
pengetahuan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa walaupun kurang optimal.
Kualitas
peningkatan
kemampuan
pemecahan
masalah
matematis
siswa
dengan
menggunakan kelas metode Strategi Konflik Kognitik cukup baik dilihat dari rata-rata skor pretest
ke posttest yang memperlihatkan adanya kenaikan yang signifikan antara kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapat perlakuan. Besarnya kenaikan rata-rata
untuk kelas metode Strategi Konflik Kognitif dari hasil pretest ke posttest, kualitas peningkatan
dengan menggunakan perhitungan gain ternormalisasi dengan rata-ratanya berinterpretasi tinggi.
Besarnya kenaikan rata-rata untuk kelas Discovery Learning dari pretest ke posttest, kualitas
peningkatan dengan menggunakan perhitungan gain ternormalisasi
dengan rata-ratanya
berinterpretasi sedang.
Berdasarkan hasil angket yang telah diberikan bahwa siswa mempunyai sikap positif
terhadap pelajaran matematika, kelas metode Strategi Konflik Kognitif dan soal-soal yang
126
Jurnal Riset Pendidikan
Dian Hadiansyah
diberikan. Sebagaimana dikatakan Berlin dan Hillen (dalam Ramdani, 2004) bahwa sikap positif
akan menjadi langkah awal untuk menuju kepada lingkungan yang efektif.
Pada umumnya, mereka senang terhadap pelajaran matematika hal ini dapat dilihat dari
siswa berusaha tidak absen jika ada pelajaran matematika, siswa merasa senang belajar
kelompok, dan tidak sungkan mengemukakan pendapat baik didalam diskusi kelas maupun
diskusi kelompok. Siswa senang belajar dengan kelas metode Strategi Konflik Kognitif hal ini
dapat dilihat dari siswa lebih mudah memahami materi dan soal-soal matematika. Siswa juga
merasa senang belajar menggunakan LK dan merasa terbantu untuk memahami materi.
Pandangan siswa terhadap soal-soal pemecahan masalah matematis adalah bahwa soal-soal
pemecahan masalah matematis membantu meningkatkan kreativitas dan membantu siswa
menemukan ide-ide baru.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh selama
menerapkan metode Strategi Konflik Kognitif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa pada materi Teorema Pythagoras diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan metode
Strategi Konflik Kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran
Discovery Learning.
2. Daya serap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dilihat dari hasil persentase
nilai postest yang dihubungkan dengan nilai KKM. Dengan 88% tuntas dan 12% tidak tuntas
pada kelas yang diberikan perlakuan dengan metode Strategi Konflik Kognitif, sedangkan
pada Discovery Learning terlihat 65% tuntas dan 35% tidak tuntas. Hal ini berarti bahwa
metode Strategi Konflik Kognitif efektif dalam proses kegiatan belajar mengajar dikelas .
3. Secara umum, sikap siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode Strategi Konflik
Kognitif memiliki sikap yang positif terhadap pelajaran matematika, metode Strategi Konflik
Kognitif, dan soal-soal pemecahan masalah yang diberikan.
Berdasarkan kesimpulan di atas, dalam rangka perbaikan tindakan pembelajaran serta
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis, khususnya pokok bahasan Teorema
Pythagoras dapat disampaikan saran sebagai berikut:
1. Hambatan dalam menggunakan metode Strategi Konflik Kognitif pada proses belajar
mengajar di kelas antara lain: a) keterbatasan waktu; b) bagi siswa yang tidak memiliki minat
atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan
mereka engga untuk mencoba.
127
Jurnal Riset Pendidikan
Vol. 2, No. 2, November 2016
2. Metode Strategi Konflik Kognitif berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Oleh karena itu, perlu kiranya melakukan penelitian lanjut tentang metode
Strategi Konflik Kognitif ini, misalnya jika diterapkan di kelas yang kemampuannya lebih
rendah dan lebih tinggi. Karena di kelas yang kemampuannya sedang seperti yang telah
dilakukan peneliti, telah terbukti berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematisnya
Daftar Pustaka
Ade,(2011), The Guided Discovery Learning to Improve Student’s Learning Motivation and
Concept Masteries of Colloid System, Disertasi SPs UP,. Bandung.
Arniati & Asmi Yuriana Dewi. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Padang: Universitas
Negeri Padang, Pasca Sarjana.
Djamarah, Syaiful B. Dan Aswan Zain, dkk.(2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka
Cipta.
Firdaus, Ahmad.( 2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.
Gagne, R.M, dkk (1992). Principles of Instructional Design (4nd ed). Orlando: Holt, Rinehart and
Winstone, Inc.
Polya, G (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. Princeton, New
Jersey: Princeton University Press.
Rahadi, M. (2006).Statistik Parametrik. STKIP-Garut: Tidak Dipublikasikan.
Rahadi, M. (2012). Evaluasi Proses Hasil Pembelajaran Matematika (PHPM). STKIP-Garut: Tidak
Dipublikasikan
Sanjaya, Wina.(2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada.
Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:
Prenada Sanjaya.
Sugiyanta, (2011).Pendekatan Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika. Senin 28 Februari 2011.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Cet kedua. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Sundayana, R. (2014). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut : STKIP Garut Press.
Yamin, Martinis. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada.
128
Download