Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Vol. 2, No. 2, November 2016 Perbandingan Kemampuan Proses Pemecahan Masalah Matematis Antara Implementasi Strategi Konflik Kognitif Dengan Model Pembelajaran Discovery Learning Dian Hadiansyah Rostina Sundayana Sukanto Sukandar Madio Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Garut e-mail: [email protected] Abstrak Hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan proses pemecahan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran strategi konflik kognitif lebih baik dibanding siswa yang mendapatkan model pembelajaran discovery learning, kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran strategi konflik kognitif mendapatkan kriteria baik sedangkan metode pembelajaran discovery learning mendapatkan kriteria sedang. . Selain itu, sikap siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode strategi konflik kognitif memiliki sikap yang positif terhadap mata pelajaran matematika, metode strategi konflik kognitif, serta soal-soal kemampuan pemecahan masalah matematis Kata Kunci: Pemecahan Masalah Matematis, Metode Strategi Konflik Kognitif. Abstract Results of the study , we concluded that the ability of the process of solving the problem of students who use the model of learning strategies cognitive conflict better than students who had learning model of discovery learning, knowledge quality problem-solving ability of students who acquire learning strategies cognitive conflict get both criteria while learning methods of discovery learning gain criteria being . , Moreover , the attitude of students who obtain teaching methods cognitive conflict strategy has a positive attitude towards the subjects of mathematics , cognitive conflict strategy method , as well as problems of mathematical problem solving ability . Keywords : Mathematical Problem Solving, Cognitive Conflict Strategy Methods Pendahuluan Belajar dan pendidikan merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan dan sangat penting bagi manusia serta memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan masa depan dalam era globalisasi dan canggihnya teknologi komunikasi saat ini. Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini tidak terlepas dari kontribusi bidang matematika, karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi yang modern. Matematika selalu mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin 119 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 canggih. Untuk itu, bila kita ingin hidup di dunia yang selaras dengan teknologi yang semakin canggih maka kita harus menguasai matematika. Berdasarkan gambaran di atas, maka pembelajaran matematika di sekolah merupakan bagian yang penting karena jika tidak ada yang mau menekuni matematika maka dapat dipastikan dalam beberapa tahun tidak akan pernah lagi mendengar penemuan teknologi canggih yang baru. Pentingnya matematika di sekolah tampak pada diajarkannya matematika di setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Matematika diajarkan di sekolah karena matematika memiliki keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu hal yang memegang peranan penting dalam membantu tercapainya pembelajaran adalah metode pembelajaran, karena metode pembelajaran merupakan pola penyelenggaraan interaksi belajar mengajar yang disusun oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam pembelajaran matematika, guru sangat dianjurkan untuk menerapkan model-model pembelajaran. Salah satunya adalah pemecahan masalah. Menurut Wahab (2007: 94) model pembelajaran pemecahan masalah adalah strategi yang dapat mendorong dan menumbuhkan kemampuan anak dalam menemukan dan mengolah informasi. Nasution (2008: 170) menyatakan pemecahan masalah dapat dipandang sebagai proses di mana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya terlebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah, tidak sekedar aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru. Langkah-langkah yang diikuti dalam pemecahan masalah yakni: a. siswa dihadapkan dengan masalah b. siswa merumuskan masalah tersebut c. siswa merumuskan hipotesis d. siswa menguji hipotesis Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika adalah sebagai berikut: a. Memahami masalah, yaitu mengidentifikasi kecukupan data untuk menyelesaikan masalah sehingga memperoleh gambaran lengkap apa yang diketahui dan ditanyakan dalam masalah tersebut. b. Merencanakan penyelesaian, yaitu menetapkan langkah-langkah penyelesaian, pemilihan konsep, persamaan dan teori yang sesuai untuk setiap langkah. c. Menjalankan rencana, yaitu menjalankan penyelesaian berdasarkan langkah-langkah yang telah dirancang dengan menggunakan konsep, persamaan serta teori yang dipilih. d. Melihat kembali apa yang telah dikerjakan yaitu tahap pemeriksaan, apakah langkah-langkah penyelesaian telah terealisasikan sesuai rencana sehingga dapat memeriksa kembali kebenaran jawaban yang pada akhirnya membuat kesimpulan akhir. 120 Jurnal Riset Pendidikan Dian Hadiansyah Adapun Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif yang merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan meningkatkan keaktifan siswa di kelas. Pendekatan konflik kognitif adalah seperangkat kegiatan pembelajaran dengan mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. Proses pembelajaran matematika di sekolah yang lebih baik dan bermutu adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan pendidikan matematika di sekolah, pertama kali yang harus dilaksanakan adalah bagaimana meningkatkan kembali aktifitas siswa terhadap matematika. Sebab jika aktifitas siswa tinggi maka hasil belajar siswa juga akan tinggi. Meningkatkan kembali aktifitas siswa terhadap matematika akan sangat terkait dengan berbagai aspek yang melingkupi proses pembelajaran maatematika disekolah. Aspek-aspek itu menyangkut pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika, metode pengajaran, maupun aspek-aspek lain yang mungkin tidak secara langsung berhubungan dengan prooses pembelajaran matematika, misalnya sikap orangtua (atau masyarakat pada umumnya) terhadap matematika. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis antara Siswa yang Mendapatkan Model Pembelajaran Strategi Konflik Kognitif dengan Model Pembelajaran Discovery Learning. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka artikel ini membahas kemampuan pemecahan masalah siswa. Siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Strategi Konflik Kognitif dibandingkan kemampuan pemecahan masalahnya dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Lebih lanjut artikel ini mendeskripsikan kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan masalah siswa dari dua model pembelajaran yang berbeda. Selain itu, dijabarkan juga sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan masing-masing model. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan maupun praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Sedangkan, pemecahan masalah merupakan kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan atau menciptakan maupun menguji konjektur. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kecakapan atau potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam menyelesaikan soal 121 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan membuktikan, menciptakan atau menguji konjektur. Pemecahan masalah sebagai salah satu aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi. Polya menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang sangat tinggi. Pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaiaan masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki. Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Branca (dalam Utari, 1994:8), dan dalam Nida dan Fitri (2008:l) kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, artinya kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam matematika Strategi Konflik Kognitif Pendekatan konflik kognitif dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang mempertentangkan antara struktur atau kemampuan kognisi dengan sumber-sumber belajar sehingga siswa dapat memahami konsep dengan benar. Dalam situasi ini terjadi konflik antara apa yang ada pada siswa dengan situasi yang sengaja diciptakan.Interaksi yang aktif antara siswa dengan guru merupakan hal yang penting dalam konflik kognitif. Pendekatan konflik kognitif adalah seperangkat kegiatan pembelajaran dengan mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi. Teori konstruktivis Piaget menyatakan ketika seorang membangun ilmu pengetahuannya, maka untuk untuk memahami ilmu yang lebih tinggi diperlukan asimilasi, yaitu proses penyerapan pengalaman baru berdasarkan pada skema yang sudah dimiliki. Pandangan ini dapat memberikan indikasi bahwa sebelum belajar secara formal di kelas, siswa sudah mempunyai gagasan atau ide terhadap peristiwa-peristiwa ilmiah. Gagasan-gagasan siswa ini merupakan pengetahuan awal (prior knowledge) mereka. Gagasan-gagasan siswa ini pada umumnya masih diwarnai oleh pengalaman sehari-hari yang kemungkinan mengandung miskonsepsi. Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh ilmuwan yang bersifat sistematis, konsisten maupun insidental. Miskonsepsi diartikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan, hanya dapat diterima pada kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasikan. 122 Jurnal Riset Pendidikan Dian Hadiansyah Model Pembelajaran Discovery Learning Penemuan (Discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukkan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secra aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebut discovery learning yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Pembelajarn penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan siswa di dorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep agi diri mereka sendiri. Pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa apa yang ditemukan, jalan atau proses semata-mata ditemukan oleh siswa sendiri. Berdasarkan pengertian diatas dapat dsimpulkan bahwa pembelajaran discovery learnng adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Subjek populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 6 Garut kelas VIII. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011: 85). Dari seluruh kelas VIII yang ada kemudian dipilih 2 kelas untuk dijadikan 123 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 sampel penelitian. Dari dua kelas yang terambil, kelas VIII-B dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-A dijadikan sebagai kelas kontrol. Penelitian ini menggunakan 2 macam instrumen yaitu tes dan angket. Dalam penelitian ini instrumen tes yang digunakan penulis adalah bentuk tes uraian, yang digolongkan ke dalam dua bentuk yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir (postest). Soal-soal tersebut terlebih dahulu diuji cobakan terhadap siswa kelas IX-A SMP Negeri 6 Garut. Setelah itu, dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda serta tingkat kesukaran soal baik secara keseluruhan maupun untuk tiap butir soal. Sedangkan untuk instrument angket diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan skala likert. Hasil dan Pembahasan Data hasil ternormalisasi yang diperoleh dari kelas metode Strategi Konflik Kognitif dan kelas Discovery Learning yang terdapat pada lampiran D.3 dideskripsikan pada Tabel 1, maka diperoleh hasil data sebagai berikut: Tabel 1: Deskripsi Data Hasil Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen KontKontrol 35 34 Ratarata 0,78 0,73 Persentase 66% 47% Simpangan Baku 0,12 0,15 Interpretasi Tinggi Sedang Dari Tabel 1 terlihat bahwa data ternormalisasi yang diperoleh pada kelas metode Strategi Konflik Kognitif yaitu sebagai berikut: jumlah peserta tes sebanyak 35 orang dengan simpangan bakunya 0,12 dan rata-rata gainnya 0,78 atau sama dengan 66% sehingga interpretasi peningkatannya tergolong tinggi. Sedangkan kelas Discovery Learning diperoleh data sebagai berikut: jumlah peserta tes sebanyak 34 orang dengan simpangan bakunya 0,15 dan rata-rata gainnya 0,73 atau sama dengan 47% sehingga interpretasi peningkatannya tergolong sedang. Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data terhadap data gain ternormalisasi pada masingmasing kelas metode Strategi Konflik Kognitif dan kelas Discovery Learning untuk mengetahui jenis uji statistik yang digunakan 1) Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas gain ternormalisasi dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat, hasilnya kedua data gain ternormalisasi tidak berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan menggunakan statistik non parametrik dengan uji Mann Whitney. 2) Uji Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Uji Mann Whitney digunakan jika ada salah satu atau kedua data tidak berdistribusi normal. 124 Jurnal Riset Pendidikan Dian Hadiansyah a. Hipotesis Pengujian H0: Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif tidak lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran kelas Discovery Learning. Ha: Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran kelas Discovery Learning. b. Kriteria pengujian Jika ztabel zthitung maka Ho diterima Hasil uji Mann Whitney menunjukan bahwa. nilai Zhitung 10,37 > Ztabel 1,64S maka berada di luar daerah penerimaan Ho yaitu Ha diterima, artinya Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran kelas Discovery Learning. c. Efektivitas Siswa Terhadap Kelas metode Strategi Konflik Kognitif Efektivitas siswa ini dilihat dari posttest yang dikaitkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75 yang sudah ditentukan oleh sekolah, baik kelas metode Strategi Konflik Kognitif maupun kelas Discovery Learning yang terdapat pada lampiran D.4 yang dideskripsikan pada Tabel 4.4, maka diperoleh hasil data sebagai berikut: Tabel 2: Deskripsi Persentase KKM Kelas Kriteria Tuntas Tidak Tuntas Jumlah Strategi Konflik Kognitif Persentase (%) 30 88% 5 12% 35 100% Discovery Learning 22 12 34 Persentase (%) 65% 35% 100% Efektif atau tidaknya metode yang digunakan, dapat dilihat dari persentase ketuntasan dari masing-masing kelas. Jika Kurang dari 75% siswa yang tuntas maka metode yang digunakan dikatakan tidak efektif, namun sebaliknya jika lebih dari 75% banyak siswa yang tuntas maka metode yang digunakan dikatakan efektif. Berdasarkan Tabel 4.4, Hal ini dilihat dari persentase ketuntasan masing-masing kelas, dimana kelas metode Eksperimen sebagai kelas metode Strategi Konflik Kognitif memperoleh 88% dengan katagori tuntas, sedangkan kelas Discovery Learning hanya mendapat 65% dengan 125 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 katagori tuntas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelas metode Strategi Konflik Kognitif efektif digunakan untuk proses belajar mengajar dikelas. Dari hasil pretest kemampuan matematis siswa pemecahan masalah menunjukan bahwa skor rata-rata pretest kedua kelas tidak berbeda secara signifikan. Begitu juga berdasarkan analisis data pengujian hipotesis tentang perbedaan kemampuan awal komunikasi matematis siswa pada pretest dengan taraf signifikasi 5% menunjukan bahwa kemampuan kedua kelompok memiliki kemampuan yang sama. Dengan berbekal kemampuan awal yang sama, dilakukan pembelajaran sebanyak 6 kali pertemuan pada kedua kelompok dengan pendekatan yang berbeda, selanjutnya diberikan posttest untuk mengetahui kemampuan akhir pemecahan masalah matematis siswa. Dari hasil posttest kemampuan pemecahan masalah matematis menunjukan kenaikan skor yang diperoleh kedua kelompok setelah siswa diberi perlakuan, kelompok eksperimen melalui kelas metode Strategi Konflik Kognitif sedangkan kelompok kontrol melalui pembelajaran kelas metode Discovery Learning. Dari hasil analisis data, pengujian hipotesis gain ternormalisasi kemampuan pemecahan masalah matematis disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan kelas metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran kelas metode Discovery Learning. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan kelas metode Strategi Konflik Kognitif dapat meningkatkan kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan dapat meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran matematika. Namun demikian, pembelajaran secara kelas metode Discovery Learning tentu saja dapat meningkatkan minat dan kualitas pengetahuan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa walaupun kurang optimal. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan kelas metode Strategi Konflik Kognitik cukup baik dilihat dari rata-rata skor pretest ke posttest yang memperlihatkan adanya kenaikan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapat perlakuan. Besarnya kenaikan rata-rata untuk kelas metode Strategi Konflik Kognitif dari hasil pretest ke posttest, kualitas peningkatan dengan menggunakan perhitungan gain ternormalisasi dengan rata-ratanya berinterpretasi tinggi. Besarnya kenaikan rata-rata untuk kelas Discovery Learning dari pretest ke posttest, kualitas peningkatan dengan menggunakan perhitungan gain ternormalisasi dengan rata-ratanya berinterpretasi sedang. Berdasarkan hasil angket yang telah diberikan bahwa siswa mempunyai sikap positif terhadap pelajaran matematika, kelas metode Strategi Konflik Kognitif dan soal-soal yang 126 Jurnal Riset Pendidikan Dian Hadiansyah diberikan. Sebagaimana dikatakan Berlin dan Hillen (dalam Ramdani, 2004) bahwa sikap positif akan menjadi langkah awal untuk menuju kepada lingkungan yang efektif. Pada umumnya, mereka senang terhadap pelajaran matematika hal ini dapat dilihat dari siswa berusaha tidak absen jika ada pelajaran matematika, siswa merasa senang belajar kelompok, dan tidak sungkan mengemukakan pendapat baik didalam diskusi kelas maupun diskusi kelompok. Siswa senang belajar dengan kelas metode Strategi Konflik Kognitif hal ini dapat dilihat dari siswa lebih mudah memahami materi dan soal-soal matematika. Siswa juga merasa senang belajar menggunakan LK dan merasa terbantu untuk memahami materi. Pandangan siswa terhadap soal-soal pemecahan masalah matematis adalah bahwa soal-soal pemecahan masalah matematis membantu meningkatkan kreativitas dan membantu siswa menemukan ide-ide baru. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh selama menerapkan metode Strategi Konflik Kognitif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi Teorema Pythagoras diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan metode Strategi Konflik Kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran Discovery Learning. 2. Daya serap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dilihat dari hasil persentase nilai postest yang dihubungkan dengan nilai KKM. Dengan 88% tuntas dan 12% tidak tuntas pada kelas yang diberikan perlakuan dengan metode Strategi Konflik Kognitif, sedangkan pada Discovery Learning terlihat 65% tuntas dan 35% tidak tuntas. Hal ini berarti bahwa metode Strategi Konflik Kognitif efektif dalam proses kegiatan belajar mengajar dikelas . 3. Secara umum, sikap siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode Strategi Konflik Kognitif memiliki sikap yang positif terhadap pelajaran matematika, metode Strategi Konflik Kognitif, dan soal-soal pemecahan masalah yang diberikan. Berdasarkan kesimpulan di atas, dalam rangka perbaikan tindakan pembelajaran serta peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis, khususnya pokok bahasan Teorema Pythagoras dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1. Hambatan dalam menggunakan metode Strategi Konflik Kognitif pada proses belajar mengajar di kelas antara lain: a) keterbatasan waktu; b) bagi siswa yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan mereka engga untuk mencoba. 127 Jurnal Riset Pendidikan Vol. 2, No. 2, November 2016 2. Metode Strategi Konflik Kognitif berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Oleh karena itu, perlu kiranya melakukan penelitian lanjut tentang metode Strategi Konflik Kognitif ini, misalnya jika diterapkan di kelas yang kemampuannya lebih rendah dan lebih tinggi. Karena di kelas yang kemampuannya sedang seperti yang telah dilakukan peneliti, telah terbukti berhasil meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematisnya Daftar Pustaka Ade,(2011), The Guided Discovery Learning to Improve Student’s Learning Motivation and Concept Masteries of Colloid System, Disertasi SPs UP,. Bandung. Arniati & Asmi Yuriana Dewi. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Padang: Universitas Negeri Padang, Pasca Sarjana. Djamarah, Syaiful B. Dan Aswan Zain, dkk.(2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Firdaus, Ahmad.( 2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Gagne, R.M, dkk (1992). Principles of Instructional Design (4nd ed). Orlando: Holt, Rinehart and Winstone, Inc. Polya, G (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. Princeton, New Jersey: Princeton University Press. Rahadi, M. (2006).Statistik Parametrik. STKIP-Garut: Tidak Dipublikasikan. Rahadi, M. (2012). Evaluasi Proses Hasil Pembelajaran Matematika (PHPM). STKIP-Garut: Tidak Dipublikasikan Sanjaya, Wina.(2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada. Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Sanjaya. Sugiyanta, (2011).Pendekatan Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika. Senin 28 Februari 2011. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Cet kedua. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sundayana, R. (2014). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut : STKIP Garut Press. Yamin, Martinis. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada. 128