GEOMORFOLOGI INDONESIA

advertisement
GEOMORFOLOGI INDONESIA
BENTUK GEOMORFOLOGI DASAR LAUT PADA TEPIAN LEMPENG
AKTIF DI LEPAS PANTAI BARAT SUMATERA DAN SELATAN JAWA,
INDONESIA
• Tatanan tektonik sebelah barat Sumatera dan selatan
Jawa, didominasi oleh pergerakan ke utara dari tepian
aktif lempeng samudera Hindia dan lempeng benua
Australia terhadap lempengan Sunda dengan
kecepatan sekitar 6-7 cm/tahun.
• Komponen gerakan lempengan yang relatif tegak lurus
terhadap arah batas lempeng sebagian besar
membentuk sesar-sesar naik di sepanjang zona
subduksi Sumatera dan Java, sedangkan komponen
lempeng yang parallel terhadap batas lempeng
didominasi oleh terbentuknya sesar-sesar geser pada
zona sesar.
Bidang kontak antara 2 blok
disebut sesar.
SESAR NAIK
Diagram blok sesar mendatar
• Kajian tepian tektonik aktif difokuskan untuk
mengidentifikasi bentuk geomorfologi dasar laut dari
masing-masing segmen lempeng.
• Empat bentuk morfologi utama dapat diidentifikasi,
seperti:
• zona subduksi,
• palung laut,
• prisma akresi, dan
• cekungan busur muka.
Gambaran bentuk geomorfologi dasar laut ini kemungkinan
merupakan contoh morfologi dasar laut yang terbaik di
dunia.
• Batas-batas bentuk geomorfologi dasar laut ini
sangat jelas terlihat pada rekaman seismic dan
citra. Makin kearah selatan, dasar laut makin
banyak mengalami pensesaran normal. Sesarsesar ini nampaknya lebih intensif makin jauh
dari palung laut. Pada sumbu palung, bentuk
kerak samudera telah banyak mengalami
pensesaran dan membentuk pola-pola horst
dan graben secara luas.
. TATANAN GEOLOGI KELAUTAN
INDONESIA
• Tatanan geologi kelautan Indonesia merupakan bagian yang sangat unik
dalam tatanan kelautan dunia, karena berada pada pertemuan paling
tidak tiga lempeng tektonik: Lempeng Samudera Pasifik, Lempeng Benua
Australia-Lempeng Samudera India serta Lempeng Benua Asia.
• Berdasarkan karakteristik geologi dan kedudukan fisiografi regional,
wilayah laut Indonesia dibagi menjadi zona dalam (inboard) dan luar
(outboard) yang menempati regim zona tambahan (contiguous), Zona
Ekonomi Eksklusif dan Landan Kontinen. Bagian barat zona dalam
ditempati oleh Paparan Sunda (Sunda Shelf) yang merupakan sub-sistem
dari lempeng benua Eurasia, dicirikan oleh kedalaman dasar laut
maksimum 200 m yang terletak pada bagian dalam gugusan pulau-pulau
utama yaitu Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
• Bagian tengah zona dalam merupakan zona transisi dari sistem paparan
bagian barat dan sistim laut dalam di bagian timur. Kedalaman laut pada
zona transisi ini mencapai lebih dari 3.000 meter yaitu laut Bali, Laut
Flores dan Selat Makasar. Bagian paling timur zona dalam adalah zona
sistem laut Banda yang merupakan cekungan tepian (marginal basin)
dicirikan oleh kedalaman laut yang mencapai lebih dari 6.000 m dan
adanya beberapa keratan daratan (landmass sliver) yang berasal dari
tepian benua Australia (Australian continental margin) seperti pulau Timor
dan Wetar (Curray et al, 1982, Katili, 2008).
•
•
Zona bagian luar ditempati oleh sistem Samudera Hindia, Laut Pasifik, Laut Timor, laut
Arafura, laut Filipina Barat, laut Sulawesi dan laut Cina Selatan. Menurut Hamilton (1979),
kerumitan dari tatanan fisiografi dan geologi wilayah laut Nusantara ini disebabkan oleh
adanya interaksi lempeng-lempeng kerak bumi Eurasia (utara), Hindia-Australia (selatan),
Pasifik-Filipina Barat (timur) dan Laut Sulawesi (utara).
Proses geodinamika global (More et al, 1980), selanjutnya berperan dalam membentuk
tatanan tepian pulau-pulau Nusantara tipe konvergen aktif (Indonesia maritime continental
active margin), dimana bagian luar Nusantara merupakan perwujudan dari zona penunjaman
(subduksi) dan atau tumbukan (kolisi) terhadap bagian dalam Nusantara, yang akhirnya
membentuk fisiografi perairan Indonesia (Gambar 1).
Gambar 1. Fisiografi perairan Indonesia akibat proses tektonik
. MODEL TEKTONIK TEPIAN LEMPENG
AKTIF
•
•
Lempeng samudera bergerak menunjam lempeng benua membentuk zona penunjaman aktif,
sehingga wilayah perairan Indonesia di bagian barat Sumatera dan selatan Jawa disamping
mempunyai potensi aspek geologi dan sumberdaya mineral juga berpotensi terjadinya
bencana geologi (gempabumi, tsunami, longsoran pantai dan gawir laut).
Di bagian tengah kerak samudera India ini terbentuk suatu jalur lurus yang disebut Mid
Oceanic Ridge (Pematang Tengah Samudra), sedangkan dibagian timurnya atau sebalah barat
terbentuk jalur punggungan lurus utara – selatan yang disebut Ninety East Ridge (letaknya
hampir berimpit dengan bujur 90 timur) merupakan daerah mineralisasi (Usman, 2006).
Bagian yang dalam membentuk cekungan kerak samudera yang terisi oleh sedimen yang
berasal dari dataran India membentuk Bengal Fan hingga ke perairan Nias dengan ketebalan
sedimen antara 2.000 – 3.000 meter (Ginco, 1999). Daerah Pematang Tengah Samudra pada
Lempeng Indo-Australia merupakan implikasi dari proses Sea Floor Spereading (Pemekaran
Lantai Samudera) yang mencapai puncaknya pada Miosen Akhir dengan kecepatan 6-7
cm/tahun, sebelumnya pada Oligosen awal hanya 5 cm/tahun (Katili, 2008).
Gambar 2. Memperlihatkan bentuk ideal geomorfologi pada tepian lempeng aktif adalah
• mengikuti proses-proses penunjaman yaitu
palung samudera (trench), prisma akresi
(accretionary prism), punggungan busur muka
(forearc ridge), cekungan busur muka (forearc
basin), busur gunungapi (volcanic arc), dan
cekungan busur belakang (backarc basin).
Busur gunungapi dan cekungan busur
belakang lazimnya berada di bagian daratan
atau kontinen (Lubis et al, 2007).
•
Gambar 2. Komponen tektonik ideal pada penunjaman tepian lempeng aktif
(Hamilton, 1979)
• Hasil identifikasi bentuk dasar laut dari beberapa lintasan
seismik, citra seabeam dan foto dasar laut maka dapat
dikenali beberapa bentuk geomorfologi utama yang umum
terdapat pada kawasan subduksi lempeng aktif. Empat bentuk
morfologi utama dapat diidentifikasi, yaitu zona subduksi,
palung laut, prisma akresi, dan cekungan busur muka.
Gambaran bentuk geomorfologi dasar laut ini kemungkinan
merupakan contoh morfologi dasar laut yang terbaik di dunia
karena batas-batasnya yang jelas dan mudah dikenali.
SATUAN GEOMORFOLOGI TEPIAN LEMPENG
AKTIF
1. Geomorfologi Zona Subduksi
2. Geomorfologi Palung Laut
3. Geomorfologi Prisma Akresi
4. Geomorfologi Cekungan Busur Muka
1. Geomorfologi Zona Subduksi
• Lempeng Samudera India merupakan kerak yang tipis
yang ditutupi laut dengan kedalaman antara 1.000 –
5.000 meter. Lempeng Samudera dan lempeng
benua (Continental Crust) dipisahkan oleh
Subduction Zone (Zona Penunjaman) dengan
kedalaman antara 6.000-7.000 meter yang
membujur dari barat Sumatera, selatan Jawa hingga
Laut Banda bagian barat yang disebut Java Trench
(Parit Jawa).
• Geomorfologi zona subduksi ini merupakan
gabungan yang erat antara proses-proses yang terjadi
pada tepian kerak samudera, tepian kerak benua dan
proses penunjaman itu sendiri. Sebagai konsekuansi
dari tepian aktif, maka banyak proses tektonik yang
mungkin terjadi diantaranya, sesar-sesar mendatar,
sesar-sesar normal yang biasanya membentuk horst
dan graben, serta kemunginan aktivitas gunung api
(hot spot?).
• Salah satu diantaranya adalah terbentuknya
gunungapi (submarine volcano atau seamount?) di
luar busur volkanik. Indikasi adanya gunungapi atau
tinggian seperti yang ditemukan Tim ekspedisi CGG
Veritas (BPPT-LIPI-PPPGL-Berlin University) pada
bulan Mei 2009 yang lalu sebenarnya bukan
merupakan gunungapi baru. Beberapa peta batimetri
dan citra satelit telah mencantumkan adanya
tinggian tersebut, hanya sampai saat ini belum
diberikan nama resmi (toponimi) yang tepat (PPPGL,
2008).
submarine volcano atau seamount
• Lintasan survei deep-seismic CGGV-04 telah mendeteksi
adanya puncak gunung bawah laut pada posisi koordinat
4°21.758 LU, 99°25,002 BT. Puncak gunung bawah laut ini
berada pada kedalaman 1.285 m dengan dasar atau kaki
gunung pada kedalaman 5.902 m. Hasil interpretasi data
memperlihatkan bahwa gunung bawah laut ini memiliki
ketinggian 4.617 m dan Lebar kaki gunung sekitar 50 km.
Lokasi gunung bawah laut yang terdeteksi ini berada pada
jarak 320 km sebelah barat dari Kota Bengkulu (Gambar 3).
Namun demikian, berdasarkan konsepsi tektonik, gunungapi
di Lantai Samudera tidak seberbahaya dibandingkan
gunungapi yang terbentuk di tepian benua aktif.
Gambar 3. Gambaran geomorfologi pada zona subduksi dan
kenampakan seamount di kerak samudera India, sumbu palung
laut dan prisma akresi di lepas pantai Bengkulu.
2. Geomorfologi Palung Laut
• Palung laut merupakan bentuk paritan memanjang
dengan kedalaman mencapai lebih dari 6.500 meter.
Umumnya palung laut ini merupakan batas antara
kerak samudera India dengan tepian benua Eurasia
sebagai bentuk penunjaman yang menghasilkan
celah memanjang tegak lurus terhadap arah
penunjaman (Gambar 4).
Gambar 4. Satuan geomorfologi palung samudra di
sebelah selatan Jawa (PPPGL, 2008).
•
•
Beberapa patahan yang muncul di sekitar palung laut ini dapat reaktif kembali
seperti yang diperlihatkan oleh hasil plot pusat-pusat gempa di sepanjang lepas
pantai pulau Sumatera dan Jawa. Sesar mendatar Mentawai yang ditemukan pada
Ekspedisi Mentawai Indonesia-Prancis tahun 1990-an terindikasi sebagai sesar
mendatar yang berpasangan namun di berarapa bagian memperihatkan bentuk
sesar naik. Hal ini merupakan salah satu sebab makin meningkatnya tekanan
kompresif dan seismisitas yang menimbulkan kegempaan.
Di bagian barat pulau Sumatera, pergerakan lempeng samudera India
mengalibatkan terangkatnya sedimen (seabed) di kerak samudera dan prismaprisma akresi yang merupakan bagian terluar dari kontinen. Sesar-sesar normal
yang terbentuk di daerah bagian dalam yang memisahkan prisma akresi dengan
busur kepulauan (island arc) mengakibatkan peningkatan pasokan sedimen yang
lebih besar (Lubis et al, 2007). Demikian pula akibat terjadinya pengangkatan
tersebut maka morfologi palung laut di kawasan ini memperlihatkan bentuk lereng
yang terjal dan sempit dibandingkan dengan palung yang terbentuk di kawasan
timur Indonesia.
3. Geomorfologi Prisma Akresi
• Pembentukan prisma akresi di dasar laut dikontrol oleh
aktifitas tektonik sesar-sesar naik (thrusting) yang
mengakibatkan proses pengangkatan (uplifting). Proses ini
terjadi karena konsekuensi dari proses tumbukan antar
segmen kontinen yang menyebabkan bagian tepian lempeng
daerah tumbukan tersebut mengalami proses pengangkatan.
Proses ini umumnya terjadi di kawasan barat Indonesia yaitu
di samudra Hindia.
• Pulau-pulau prisma akresi merupakan prisma akresi yang
terangkat sampai ke permukaan laut sebagai konsekuensi
desakan lempeng Samudera Hindia ke arah utara dengan
kecepatan 6-7 cm/tahun terhadap lempeng Benua Asia-Eropa
sebagai benua pasif menerima tekanan (Hamilton, 1979).
Oleh sebab itulah pengangkatan dan sesar-sesar naik di
beberapa tempat, seperti yang terjadi di Kep. Mentawai,
Enggano, Nias, sampai Simelueu yang terangkat membentuk
gugusan pulau-pulau memanjang parallel terhadap arah zona
subduksi (Lubis, 2009).
•
Prisma akresi merupakan wilayah yang paling rawan terhadap kegempaan karena
pusat-pusat gempa berada di bawahnya. Batuan prisma akresi memiliki ke-khasan
tersendiri yaitu ditemukannya batuan campur-aduk (melange, ofiolit) yang
umumnya berupa batuan Skist berumur muda. Sejarah kegempaan di kawasan ini
membuktikan bahwa episentrum gempa-gempa kuat umumnya terletak pada
prisma akresi ini karena merupakan gempa dangkal (kedalaman < 30 Km). Gempa
kuat yang pernah tercatat mencapai skala 9 Richter pada tagl 26 Desember 2004.
Beberapa ahli geologi juga masih mengkhawatirkan suatu saat akan terulang
gempa sebesar ini di kawasan barat Bengkulu, karena prisma akresi di kawasan ini
masih belum melepaskan energi kegempaan (locked zone) sementara kawasan
disekitarnya sudah terpicu dan melepaskan energi melalui serangkaian gempagempa sedang-kuat.
• Di Sumatera ditemukan dua prisma akresi, yaitu accretionary wedge 1 di
bagian luar & accretionary wedge 2 di bagian dalam outer arc high yang
memisahkan prisma akresi dengan cekungan busur muka (Mentawai
forearc asin). Adanya outer arc high yang memisahkan dua prisma akresi
tersebut mengalibatkan sedimen yang berasal dari daratan induknya tidak
dapat menerus ke bagian barat tetapi terendapkan di cekungan busur
muka.
• Gambar 5. memperlihatkan prisma akresi yang naik ke
permukaan laut membentuk pulau-pulau prisma akresi di
lepas pantai Aceh, sedangkan contoh prisma akresi yang
belum naik ke permukaan laut diperlihatkan pada Gambar 6.
yaitu prisma akresi di lepas pantai selatan Jawa.
• Selain itu proses pembentukan lainnya yang lazim terjadi di
kawasan ini adalah aktifnya patahan (sesar) dan amblasan
(subsidensi) di sekitar pantai sehingga pulau-pulau akresi yang
terbentuk terpisah dari daratan utamanya (Cruise Report
SO00-2, 2009).
Gambar 5. Geomorfologi prisma akresi yang naik kepermukaan
sebagai pulau prisma akresi di lepas pantai sebelah barat Aceh.
Gambar 6. Geomorfologi prisma akresi di selatan Jawa
yang belum muncul ke permukaan laut
4. Geomorfologi Cekungan Busur Muka
• Survey kemitraan Indonesia-Jerman Sonne Cruise
186-2 SeaCause-II dilaksanakan pada tahun 2006 di
perairan barat Aceh sampai ke wilayah Landas
Kontinen di luar 200 mil. Hasil interpretasi lintasanlintasan seismik yang memotong cekungan Simeulue
yaitu lintasan 135-139 memperlihatkan indikasi
cekungan busur muka Simelue merupakan cekungan
a-symetri laut dalam dengan kedalaman laut antara
1.000-1.500m, makin ke barat ketebalan sedimen
makin tebal mencapai 5.000m lebih.
• Di sisi barat cekungan ini ditemukan sesar-sesar mendatar (kelanjutan
Sesar Mentawai?) yang mengontrol aktifnya sesar-sesar tumbuh (growth
fault) sehingga mengakibatkan deformasi struktur batuan sedimen pada
tepian cekungan. Berdasarkan seismik stratigrafi, umur sedimen pengisi
cekungan ini relatif muda (Miocene) sehingga kurang memungkinkan
terjadi pematangan sebagai source rock (IPA, 2002). Selain itu, tingkat
pematangan (maturitas) batuan reservoar relatif rendah karena laju
pengendapan yg relatif cepat di laut dalam, demikian pula dengan
pengaruh proses pematangan diagenesa volkanisme di bagian timur yang
jaraknya terlalu jauh.
• Salah satu contoh terbaik terbentuknya cekungan busur muka adalah
cekungan Lombok yang telah teridentifikasi memiliki komponen toponimi
yang lengkap, seperti koordinat (x,y,z), batas-batas cekungan, luas,
kedalaman, dsb. (Gambar 7).
Gambar 7. Geomorfologi cekungan Lombok sebagai cekungan busur muka
(PPPGL, 2008)
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil re-interpretasi rekaman seismic, citra seabeam, serta data
batimetrik dari beberapa lintasan yang memotong zona subduksi pada system
tektonik tepian lempeng aktif, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan,
diantaranya:
• Batas penunjaman lempeng samudera India dengan lempeng Eurasia secara tegas
membentuk satuan geomorfologi palung samudera dengan kedalaman antara
6.000-7.000 meter yang arahnya tegak lurus terhadap arah penunjaman.
• Sebagai konsekuensi logis penunjaman lempeng samudera yang mempunyai
densitas lebih tinggi dibandingkan lempeng benua maka terbentuk satuan
geomorfologi prisma akresi yang merupakan proses campur-aduk dimana terjadi
deformasi dasar laut secara besar-besaran. Proses geologi yang umum terjadi
adalah perlipatandan sesar-sesar naik yang disertai dengan proses pengangkatan.
Sesar-sesar normal dan mendatar banyak dijumpai pada daerah yang jauh dari
palung samudera terutama pada punggungan dan tepian cekungan.
• Cekungan busur muka terbentuk antara punggungan busur muka dan busur
gunungapi dimana proses sedimentasi dominan berasal dari bagian kontinen,
sehingga umumnya membentuk geomorfologi cekungan memanjang a-symetri.
• Gambaran geomorfologi dasar laut di tepian lempeng aktif di barat Sumatera dan
selatan Jawa memperlihatkan batas satuan yang jelas dan tegas sehingga
merupakan contoh bentuk geomorfologi zona penunjaman yang terbaik di dunia.
Download