Sosiologi Agama Emile Durkheim Robert M.Z. Lawang Kuliah - 2 I. Definisi Agama 1. Bagaimana caranya dia mendefinisikan agama ? 1. Bukan berdasarkan isinya, karena variasinya akan sangat tidak terbatas. 2. Berdasarkan pada hal-hal yang bersifat eksterior dan bentukbentuk nyata gejala beragama. Mengikuti Robertson Smith : agama seluruhnya terdiri dari institusi dan praktek 2. Praktek agama terkait dengan konsep penting / utama dalam sosiologi Durkheim : cara bertindak. Cara bertindak : inti fakta sosial : Fakta sosial adalah setiap cara bertindak, fiks atau tidak, yang mampu memaksa individu dari luar; atau, setiap cara bertindak yang umumnya berlaku dalam suatu masyarakat tertentu, sekaligus memiliki eksistensinya sendiri dan bebas dari manifestasi individu 3. Cara bertindak : 1) Termasuk juga cara berpikir, berperasaan. 2) Ada dua macam : yang fiks dan tidak fiks : a. Cara bertindak yang fiks diatur oleh norma yang bersifat eksternal, memaksa dan umum. b. Cara bertindak yang tidak fiks diatur oleh norma kelompok yang walaupun bersifat sesaat (social currents) tetap memiliki sifat eksternal, memaksa dan umum. 4. Cara bertindak dalam agama masuk dalam pokok permasalahan sosiologi : fakta sosial. 5. Norma : kaidah perilaku yang seharusnya dilakukan (das Sollen) supaya masyarakat itu dapat bertahan : orang hidup. 6. Norma agama, moral dan hukum 1) Inti norma : keharusan 2) Keharusan bertindak tidak harus selalu mengacu pada Tuhan. 3) Ada agama tanpa Tuhan. Malah kalau dasar agama adalah tuhan, harus ada sesuatu di balik itu : kepercayaan akan tuhan. Kalau kepercayaan tidak ada, maka apa yang dikatakan tentang tuhan itu, “tidak ada”. 4) Adalah masyarakat yang menekan (paksa) pada anggotanya untuk tetap berkeyakinan, tidak menyimpang dari keyakinan. 5) Inti agama : kewajiban. 7. Tentang agama dan kewajiban Durkheim membedakannya dari : 1) (a) Hukum dan moralitas : kewajiban terkait praktek, tanpa kepercayaan. (b) Ilmu pengetahuan : kewajiban untuk berpikir sehat, berakal, bijaksana. Tetapi tidak ada keharusan untuk percaya. (c) Demokrasi : kewajiban untuk menerima perbedaan pendapat, tetapi tidak ada patokan perilaku yang pasti untuk itu. 2) Inti agama : kesatuan pikiran dan tindakan. 3) Semua yang bersifat mengharuskan (obligatory) mempunyai akar sosial. a. Perasaan keberagamaan : ikatan individu dengan agama yang diharuskan oleh masyarakat. b. Ritus : kesatuan tindakan resmi agama c. Dogma : ajaran resmi agama. 4) Penyebab utama yang menimbulkan perkembangan kehidupan beragama : 1) Masyarakat : organisasi sosialnya berkembang. 2) Dalam kehidupan beragama ada representasi agama : agama ada dalam individu. Tetapi inti representasi agama itu sama dengan pikiran kolektif (collective mind) : orang berpikir karena mereka berpikir kolektif. 8. Kesimpulan Durkheim : 1) Agama itu bersifat eksternal, impersonal dan publik. Ini yang primer. 2) Yang bersifat individual, pribadi berasal dari masyarakat. 3) Kehidupan beragama : murni sosiologik. 4) Yang harus dicari dalam sosiologi agama : a. Kekuatan sosial yang menguasai penganut agama b. Kekuatan itu adalah produk langsung dari sentimen kolektif. c. Sentimen kolektif itu sudah memiliki bentuk materilnya d. Yang diteliti : kondisi-kondisi eksistensi kolektif. 9. Cara bertindak yang tidak fiks : 1) Disebut social currents : arus sosial sesewaktu : a. Individu yang ada dalam kelompok bertindak diluar kendalinya sendiri. b. Dia bertindak mengikuti arus kelompok yang bekerja dalam dirinya sendiri. 2) Walaupun bersifat sementara, arus sosial sesewaktu itu merupakan fakta sosial dengan tiga karakteristik : a. Eksternal : tidak mampu mengontrol diri b. Memaksa : tidak mampu mengelak c. Umum : Kelompok. 10.Definisi Durkheim tentang agama : 1) Suatu sistem kepercayaan yang terpadu 2) Praktek-praktek yang berhubungan dengan benda-benda suci. 3) Benda-benda yang disendirikan dan terlarang. 4) Kepercayaan dan praktik-praktik [butir 1) dan 2)] menyatu dalam satu komunitas moral. 5) Komunitas moral : jemaah, gereja, umat. Bagan konseptual agama : Sistem Kepercayaan terpadu AGAMA Benda suci Praktek resmi/ Liturgi, tidak resmi Jemaah Gereja 11.Relevansi definisi Durkheim 1) Memberikan inspirasi bagi ahli sosiologi masa kini dalam melihat agama dari segi sosiologik. 2) Kalau dilihat dengan cermat, agama apapun dapat dipahami dengan definisi itu. 3) Termasuk dalam definisi itu : agama lokal di Indonesia, yang tidak dianggap agama oleh sebagian orang Indonesia (pemerintah / negara). 4) Dasar agama : masyarakat. II. Totem : agama klan asli di Australia 1. Beberapa aborigin di Australia dikaji Durkheim untuk basis sosiologi agamanya. 2. Menggunakan secara konsisten definisi agama sebagai kerangka acuan. 3. Yang dilakukan Durkheim : 1) 2) 3) 4) Klan dan totem Sistem kepercayaan totem Praktek keagamaan (ritual) Kelompok masyarakat : umat, jemaah, masyarakat. Totem sebagai Nenek moyang Sistem kepercayaan Sistem kepercayaan Totemik : AGAMA Totem : Benda suci Menghormati Totem, memakai emblem Klan totem : Jemaah 4. Klan dan totem 1) Klan : kelompok kekerabatan yang bersifat unilinear (satu garis keturunan) dan biasanya bersifat eksogami : a. Garis keturunan patrilineal b. Garis keturunan matrilineal. 2) Totem : benda yang dihormati : a. Berhubungan dengan nenek moyang klan. b. Benda itu suci. c. Nam sama untuk semua anggota keluarga. 3) Klan dan totem menyatu : 1) Nama totem : primer : 1) Orang mendefinisikan dirinya bukan karena hubungan darah, melainkan karena nama totem yang digunakan. 2) Totem digambar dalam bentuk emblem. 3) Bentuk totem : semua yang terkait dengan alam seperti : 1) Pelbagai jenis binatang di udara, laut, darat. 2) Awan, hujan, petir, matahari, bulan, bintang, dsb. 2) Hubungan darah : sekunder 3) Totem mempersatukan anggota klan. 5. Sistem kepercayaan totem : 1) 2) 3) 4) Totem itu suci Nenek moyang Totem menyelamatkan Totem digunakan, dihormati, disembah 5) Totem : masyarakat : agama 6. Praktek keagamaan (ritual) 1) Ada ritual khusus untuk menghormati totem 2) Ada pantangan terhadap totem 3) Atau totem dimakan, digunakan untuk memperoleh kekuatan dari nenek moyang. 7. Klan : masyarakat / jemaah 1) 2) 3) 4) 5) Nilai – norma Kontrol sosial Sanksi sosial Sosialisasi Institusi sosial : a. Keluarga b. Perkawinan c. Pengetahuan : a) b) c) d) Utara – selatan Luar – dalam Baik – buruk Dsb.