8_Jurnal FKH_Respon HMG Terhadap

advertisement
Jurnal Ilmiah Kedokteran Hewan Vol. 4,No. 1, Februari 2011
Respon hMG Terhadap Perkembangan Ovarium Kambing Peranakan Etawah (PE)
Respon hMG Toward Ovarium Development In Goat
Hermadi H A, Indah Norma T, Abdul Samik, Trilas Sarjito , Suzanita U
1
Fakultas Kedokteran Hewan Unair
PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Unair
2
Kampus C Unair, Jl. Mulyorejo Surabaya-60115
Telp. 031-5992785, Fax. 031-5993015
Email : [email protected]
Abstract
hMG can be used as another alternative for superovulation apart from the other FSH-LH Like, hMG usually
for superovulation is always profitable when the dosage is too high.
The research is to be able to give any constribution of the transfer embryo of goat by selecting the qualified
ova cells of egg cells resulting from superovulation.It used 4 female goats that devided into hMG defferent dosage are
injected 75 IU hMG, 150 IU hMG ,225 IU hMG and 300 IU hMG.
The result show that injected of hMG showed the sign of oestrus ( 66 ± 2,5819) hours, produce ovulation
(corpus luteum) (5,25 ± 0,5), an ovulated dominan follicles (2,25 ± 0,5.00) and flushed embryos in day 2nd averages in
4 cells stages embryos.
The conclution by using variation dosage hMG can be influenced the ovarium development in goat
Keywords : hMG superovulation
Pendahuluan
Penyediaan protein hewani di Indonesia,
hingga sekarang ini dinilai kurang mencukupi
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk
yang demikian pesatnya. Tingkat konsumsi protein
hewani asal ternak yangdigariskan oleh pemerintah
adalah lima gram perkapita per hari (Anonimus,
1989). Target ini belum dapat dipenuhi, karena
banyaknya kendala yang harus dihadapi, dinataranya
adalah tingkat produktifitas ternak yang belum
optimal baik kuantitas maupun kualitasnya.
Sebagai salah satu sumber protein hewani
yang cukup digemari masyarakat, ternak kambing
kacang di Indonesia saat ini mengalami
perkembangan yang kurang menggembirakan. Dari
laporan Direktorat Jenderal Peternakan pada Pelita
IV terjadi penurunan populasi ternak kambing 4.63%
per tahunnya (Anonimus, 1989). Hal ini disebabkan
masih rendah nya tingkat efisiensi reproduksi ternak
kambing di Indonesia, disamping tingginya tingkat
konsumsi daging kambing di masyarakat. Kenyataan
seperti ini perlu mendapat penanganan yang serius
dari pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk para
dokter hewan.
Berbagai teknologi mutakhir telah
diciptakan dan digunakan untuk mengatasi
permasalahan tersebut, diantaranya adalah teknologi
Inseminasi Buatan. Pada awal mulanya, penerapan
teknologi Inseminasi Buatan diperhitungkan sebagai
suatu cara yang paling praktis dan cepat untuk
mencapai maksud tersebut. Akan tetapi sejak sepuluh
tahun terakhir ini, yakni pada tahun 1984, di
Indonesia telah diperkenalkan teknologi tinggi yang
baru yakni Transfer Embrio (Martojo, 1987:
Toelihere, 1987; Ismudiono, 1991). Transfer embrio
adalah serangkaian teknik pengambilan embrio dari
alat reproduksi seekor induk donor dan
menempatkan kembali alat reproduksi seekor induk
donor dan menempatkan kembali pada alat
reproduksi induk lain sebagai resipien, di mana status
reproduksi induk resipien pada waktu transfer sama
dengan induk donor (Hardjopranjoto, 1987). Salah
satu keunggulan dari transfer embrio adalah dapat
melipatgandakan bangsa ternak unggul, lebih cepat
dibandingkan dengan inseminasi buatan
(Hardjopranjoto, 1987).
hMG yang dihasilkan dari urin perempuan
menopause memberikan efek terapi yang baik dan
relevan pada perempuan resipien atau penderita
infertil, bahkan setelah terapi hMG dapat langsung
terjadi proses in vivo maturasi dan dilanjutkan in
vitro fertilisasi (IVF) pada manusia (Daya et al.,
1995; Daya and Gunby., 1999; Kubo, 2005). Terapi
dengan hMG menghasilkan oosit dan perkembangan
embrio yang sangat memuaskan, yang hampir sama
bila dibandingkan dengan menggunakan recombinant
human FSH (rhFSH). Pemberian hMG yang
dilanjutkan dengan perlakuan IVF dapat memicu
43
Respon HMG Terhadap ......
mitosis oosit hingga fase metafase (Agarwal et al.,
2000; Imthurn, et al. 1996; Mercan et al., 1997).
hMG efektif untuk terapi infertilitas maupun untuk
perlakuan sebelum IVF guna merangsang proses
maturasi folikel, ovulasi dan respon ovarium, serta
pertumbuhan embrio yang dihasilkan, disamping itu
harganya yang jauh lebih murah (Huang et al., 2004;
Westergaard et al., 1996). hMG mempunyai peluang
untuk dikembangkan karena sumbernya yang mudah
diperoleh (Alcivar et al., 1992).
Sumber hMG diperoleh saat perempuan
memasuki usia 50 tahun. Diperkirakan menopause
pada perempuan terjadi saat usia 50 tahun yang
ditandai dengan penurunan aktivitas ovarium karena
folikel primordial tidak ada lagi, sedangkan kelenjar
hypofisa anterior tetap memproduksi FSH-LH. Saat
itu pada perempuan memasuki gejala perimenopause dan berakhir pada kondisi postmenopause. Kondisi menopause menyebabkan kadar
hormon estrogen dan progesteron menurun karena
tidak ada proses steroidogenesis dan disertai dengan
peningkatan kadar hormon FSH-LH yang tinggi
dalam serum darah terekspresi di dalam urin, disebut
sebagai hormon kombinasi FSH-LH like atau dikenal
sebagai hMG.
Human FSH-LH adalah glikoprotein
mempunyai struktur dan berat molekul hampir sama
dengan Bovine FSH-LH pada sapi. Berat molekul
Bovine FSH dan LH masing-masing adalah 30 kDa.
hMG adalah hormon glikoprotein yang terdiri dari
gabungan dua hormon FSH dan LH, sehingga
disebut sebagai FSH–LH like. Human FSH
mempunyai berat molekul sekitar 30 kDa dan LH
28,5-30 kDa. Struktur hFSH terdiri dari subunit dan
Sub unit mempunyai 92 asam amino dan 111 asam
amino. Sub unit dan, masing-masing mempunyai dua
ikatan karbohidrat. Dua ikatan karbohidrat ini
berperan untuk mempertahankan waktu paruh (halflife) aktivitas biologisnya di dalam darah (Motta et
al., 1996).
Penggunaan hMG untuk infertlitas belum
banyak dilakukan penelitian oleh para peneliti
terdahulu. Hormon hMG ternyata mempunyai fungsi
fisiologis yang hampir sama dengan campuran
fungsi fisiologis yang hampir sama dengan campuran
antara Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH) dari hipofisa anterior.
Tetapi pengaruh utamanya menurut Turner dan
Bagnara (1988) lebih menyerupai FSH, yaitu mampu
memacu pertumbuhan dan terbentuknya folikelfolikel pada ovarium. Sedangkan pengaruh LH pada
44
hMG uang berfungsi untuk menggertak terjadinya
ovulasi terutama pada kambing, menurut Ratnani
Hermadi (1997) kurang begitu efektif, sehingga
untuk menggertak terjadinya ovulasi, pemberian
hMG perlu diiukuti dengan pemberian hormon HCG
atau LH
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas
maka dapat dirumuskan sebagai berikut: Seberapa
jauh pengaruh pemberian hormon hMG pada
perkembangan ovarium kambing PE terhadap jumlah
korpus luteum dan folikel yang tidak diovulasikan
pada ovarium kambing PE, setelah penyuntikan
hormon hMG.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian hormon hMG dalam
menginduksi perkembangan ovarium kambing PE.
Di samping itu juga untuk mengetahui perbedaan
pengaruh pemberian hormon-hormon tersebut
terhadap respon ovarium kanan dan ovarium kiri
pada kambing PE. Adapun hasil yang diperoleh dari
penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan dasar untuk
penggunaan hormon hMG dalam pengembangan
infertilitas pada ternak kambing di Indonesua dan
kemungkinan penerapannya pada hewan besar di
masa-masa yang akan datang, sehingga dapat
memberikan informasi data tentang prosedur
pemberian hormon hMG pada kambing PE untuk
menginduksi birahi dan ovulasi.
Materi dan Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei
2009 dan berakhir bulan Juli 2009 di Laboratorium
Ilmu Kemajiran Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga. Adapun kambing-kambing
untuk penelitian dipelihara di kandang milik Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kandang kambing sistem panggung,
tempat pakan dan air minum serta alat-alat operasi
yang terdiri dari : alat suntik disposable berukuran
3cc, 5 cc dan 10 cc, meja operasi, arteri klem, pisau
cukur, pinset, skalpel, nedle holder, kain steril,
introducer, jarum infus, jarum operasi, drapping,
sarung tangan dan lampu.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hMG hasil extraksi (Hermadi,
2009), PGF 2 @ Glandin, infus, alkohol 70%,
Aquades, NaCl fisilogis, Ketamin Hidrochlorid
(Ketalar, Parke Davis), Rivanol, larutan jodium,
Clorpromazin HCl (Ethibernal, Ethica), Procain HCl
(Ethica), Penicillin procain (Meiji), Streptomicin
Jurnal Ilmiah Kedokteran Hewan Vol. 4,No. 1, Februari 2011
(Meiji), Oxytetraciclin (Terramycin, Pfizer), kain
steril, kapas, plester, sulfanilamide (Nufarindo), cat
gut (Braun Melsungen AG) dan benang nilon.
Pakan untuk kambing selama penelitian
berupa rumput, kangkung, dedak serta konsentrat
yang diberikan secara bergantian, dalam jumlah ad
libitum. Air minum selama penelitian berasal dari
PDAM Surabaya yang diberikan secara ad libitum.
Hewan percobaan yang dipakaidalam
penelitian ini adalah kambing PE betina yang
berumur 1,5 sampai 2 tahun, yang diperoleh dari
pasar hewan sebanyak 4 ekor dan dinyatakan
mempunyai kondisi tubuh yang sehat secara klinis.
Semua kambing dalam penelitian ini diberi
perlakuan sama baik makanan maupun cara
pemeliharaan dan lingkungannya.
Tahapan Penelitian
Persiapan
Sebelum dilakukan perlakuan, ke 4 ekor
kambing PE betina diadaptasikan dengan lingkungan
setempat selama 4 minggu. Selama beradaptasi, ke –
5 ekor kambing dipantau dan dicatat mengenai
siklus birahinya. Kemudian dilakukan pembagian
dosis hMG dengan tiap ekor dipilih secara acak.
Masing-masing diberi suntikan hMG 75, 150, 225
dan 300 IU secara intra muskular pada hari ke 17
dari siklus birahinya. 1 ekor kambing diberikan
PGF2 7,5 mg.
Deteksi Birahi
Deteksi birahi dilakukan dua kali sehari,
yaitu pagi pukul 07.00 – 08.00 WIB dan sore hari
pukul 16.30 – 17.30 WIB, dengan menggunakan
seekor pejantan pemancing. Tanda – tanda birahi
pada kambing antara lain; alat kelamin luar tampak
membengkak, basah, merah dan hangat; menggerakgerakkan ekornya; diam bila dikawini atau dinaiki
oleh pejantan atau ternak lain; gelisah dan nafsu
makan menurun (Ludgate, 1989).
Pengamatan Struktur Ovarium dan Flushing Embrio
Pada hari kedua setelah kambing
menunjukkan tanda – tanda birahi, dilakukan
pengamatan struktur pada kedua ovariumnya untuk
menghitung jumlah korpus luteum dan folikel masak
yang tidak diovulasikan. Pengamatan ini dilakukan
dengan teknik pembedahan (laparotomy).
Sebelum dilakukan pembedahan, kambing
dipuaskan terlebih dahulu selama kurang lebih 12
jam. Pembedahan dilakukan dengan metoda rebah
dorsal (dorsal recumbency), di mana punggung
kambing terletak di atas meja operasi dengan
keempat kakinya diikat pada meja operasi guna
mempertahankan posisi tubuh. Setelah itu, kambing
dipremedikasi dengan ethibernal 1 miligram per
kilogram berat badan secara intra muskular.
Persiapan daerah yang akan dilakukan
operasi meliputi pencukuran bulu yang dilakukan
seluas tiga kali panjang sayatan, membersihkan
daerah operasi dengan air hangat dan sabun lalu
mengeringkan daerah operasi dengan air hangat dan
sabun lalu menberingkannya dengan handuk.
Kemudian daerah operasi dibersihkan dengan
tampon yang telah dibasahi dengan alkohol 70%
dan setelah itu diolesi dengan larutan jodium.
Anestesi umum yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ketamin hidrochlorid (Ketalar,
Parke Davis) dengan dosis 5,0 miligram per kilogram
berat badan secara intravena pada vena jugularis.
Kemudian diikuti anestesi lokal dengan procsin
HCl 2 % secara sub kutan pada daerah sekitar
operasi. Prosedur pembedahan adalah sayatan yang
dilakukan pada linea alba di daerah posterior dari
umbilikalis ke belakang sepanjang kurang lebih 5
cm. Setelah sayatan menembus peritonium, sayatan
diperlebar dengan bantuan introducer secukupnya.
Kemudian alat kelamin dikeluarkan dari rongga
abdomen melalui lubang sayatan dan dicari ovarium
kenan maupun ovarium kiri untuk dihitung dan
dicatat jumlah korpus luteum dan folikel masak
yang tidak diovulasikan. Setelah penghitungan
selesai, alat kelamin dimasukkan kembali ke dalam
rongga abdomen dan kemudian dimasukkan kembali
ke rongga abdomen dan kemudian dilakukan
penutupan lubang sayatan. Penutupan lubang
sayatan dilakukan dengan menjahit secara terputus
dan menerus dengan cat gut pada lapisan
peritonium, kemudian dilanjutkan dengan menjahit
secara menerus pada lapisan otot-otot dinding perut.
Kulit dijahit secara terputus dengan menggunakan
benang nilon. Pemberian antibiotik pada bagian yang
disayat diberikan dalam bentuk bubukan, yaitu
campuran antara Streptomicin dan Penicilin Prokain.
Setelah selesai dioperasi, kambing diberi kain gurita
steril untuk melindungi jahitan dan pada akhir
operasi, kambing disuntik dengan oxytetraciclin
secara intramuskular dengan dosis 10 miligram per
kilogram berat badan. Pemberian suntikan antibiotik
ini diulang seharu sekali selama empat hari. Jahitan
45
Respon HMG Terhadap ......
pada kulit dilepas pada hari ke 10 sampai 14 setelah
operasi.
Flushing Embrio
Flushing embrio yang dimaksud adalah
memeberikan cairan media embrio TCM 199
sebanyak yang dibutuhkan dimasukka kedalam
uterus dari arah cornua ke ovarium dan hasil flushing
ditampung dalam petri dish dan di amati stage
pertumbuhan embrio metode selanjutnya dapat
dilihat pada lampiran 2.
Analis Data
Data yang diperoleh disusun dalam bentuk
tabel dan dianalisis secara deskriptip.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan
Respon hMG Terhadap Perkembangan ovarium
Kambing PE dapat dilihat pada data sebagai berikut:
Tabel 1. Waktu timbulnya Birahi Setelah Pemberian
Berbagai Dosis hMG
WAKTU TIMBULNYA BIRAHI
No.
Kambing
Waktu timbulnya birahi
setelah PGF2 @ ke dua
1.
75 IU hMG
63 jam
2.
150 IU hMG
65 jam
3.
225 IU hMG
69 jam
4.
300 IU hMG
67 jam
X ± SD
(66 ± 2,5819)
Adapun jumlah korpus luteum setelah
pemberian berbagai dosis hMG dapat dilihat pada
tabel di bawah ini dengan pemberian dosis 75 IU
hMG, 150 IU hMG 225 IU hMG dan 300 IU hMG.
Tabel 2. Jumlah Korpus Luteum Setelah Pemberian
Berbagai Dosis hMG
KELOMPOK
No.
Kambing
Ovarium
Kanan
Ovarium
Kiri
Jumlah
Korpus
Luteum
1.
75 IU
hMG
1
4
5
2.
150 IU
hMG
2
3
5
3.
225 IU
hMG
1
4
5
4.
300 IU
hMG
2
4
6
(5,25 ±
0,5)
X ± SD
Setelah mengetahui jumlah korpus luteum
berikut menghitung jumlah folikel dominan yang
masih tersisa karena tidak di ovulasikan.
Tabel 3. Jumlah Folikel Dominan Sisa Setelah
Pemberian Berbagai Dosis hMG
KELOMPOK
No.
Kambing
Ovarium
Kanan
Ovarium
Kiri
Jumlah
Folikel
Sisa
1.
75 IU
hMG
1
1
2
2.
150 IU
hMG
1
1
2
3.
225 IU
hMG
1
2
3
4.
300 IU
hMG
1
1
2
X ± SD
(2,25 ±
0,5)
Setelah duhitung jumlah korpus luteum dan
folikel sisa atau folikel dominan yang tidak
diovulasikan dengan metoda flushing embrio
diperoleh hasil flushing 4 sel embrio.
46
Jurnal Ilmiah Kedokteran Hewan Vol. 4,No. 1, Februari 2011
Gambar 1. Embrio Hasil Flushing Hari Ke – 2
Pasca inseminasi
Waktu timbulnya Birahi Setelah Pemberian
Berbagai Dosis hMG menunjukkan waktu hampir
bersamaan sesuai dengan hasil penelitian Hermin
dan Hermadi (1997) rata – rata timbulnya birahi 66
jam setelah PGF2@ ke dua.
Adanya respon ovarium akibat pemberian
hMG pada pengamatan menunjukkan korpus luteum
sejumlah banyaknya korpus luteum pada permukaan
ovarium menunjukkan adanya ovulasi yang terjadi.
FSH - LH like yang terkandung di dalam hMG
secara sinergis bekerja sama untuk saling
menimbulkan aktivitas di ovarium yaitu
menumbuhkan folikel dan ovulasi. Setelah
pengamatan korpus luteum dilanjutkan dengan
pemeriksaan jumlah folikel dominan sisa yang tidak
terovulasikan, folikel dominan yang dimaksud adalah
folikel yang berukuran diatas 8 mm yang belum
sempat ovulasi terpantau saat pembedahan
dilakukan pengukuran secara manual. Armstrong dkk
(1982) menyatakan bahwa adanya folikel sisa
menunjukkan fluktuasi perkembangan folikel yang
tidak bersamaan atau mungkin ketidak mampuan LH
untuk menimbulkan ovulasi. Pemberian hMG pada
kambing PE pada penelitian ini menunjukkan respon
yang sama pada perbedaan dosis yang diberikan,
demikian pula jumlah folikel sisa diperoleh jumlah
yang sama seperti yan tertulis pada data di Tabel 2.
Berbagai alasan ilmiah justru folikel
dominan sisa dapat berpengaruh pada proses
kejadian kebuntingan jika terlalu banyak, sesuai
dengan hasil penelitian Hermin dan Hermadi (1997)
rata – rata timbulnya folikel dominant yang belum
terovulasi hingga 6 jika diberikan dosis normal 1000
IU pada penelitian ini diperoleh rata – rata 2 folikel
dominan saja.
Beberapa jam setelah tanda-tanda estrus
mulai terlihat, kambing diinseminasi buatan dengan
semen beku. Selanjutnya dilakukan flushing embrio
pada hari ke 2 - 3 pasca inseminasi. Teknik flushing
embrio pada kambing dengan cara pembedahan ini
mengikuti prosedur dari pengalaman yang telah
dilakukan di Laboratorium kebidanan Veteriner.
Flushing embrio pada kambing dilakukan secara
terbuka yaitu dengan cara melakukan pencucian
uterus sampai ovarium. Selanjutnya flushing
(pembilasan) uterus dilakukan dengan menggunakan
cairan flushing (media PBS) untuk menemukan
embrio. Embrio diperoleh dari sejumlah korpus
luteum yang ada 21 korpus luteum diperoleh 18
embrio saja karena keterbatasan dalam pengamatan
embrio dengan adanya faktor debris pada plate saat
pengamatan dan flushing.
Kesimpulan
Dari hasil penelelitian dapat disimpulkan
bahwa waktu timbulnya birahi (66 ± 2,5819),
terdapat perkembangan ovarium dengan adanya
sejumlah korpus luteum (5,25 ± 0,5), folikel masak
yang tidak diovulasikan (2,25 ± 0,5.00) serta hasil
flushing embrio hari ke 2 menunjukkan tingkat
perkembangan 4 sel pada ovarium kambing PE,
setelah penyuntikan berbagai dosis hormon hMG.
Daftar Pustaka
Agarwal, R., J Holmes and H.S. Jacobs. 2000.
Follicle-stimulating hormone or human
menopausal gonadotrophin for ovarian
stimulation in in vitro fertilization cycles : a
metaanalysis. Fertil. Steril., 73, 338-343.
Alcivar. A.A, R.R Maurer and L.L Anderson 1992.
Endocrine changes in beef Heifers
Supewrovulated with Follicle stimulating
Hormone (FSH.P) or Human Menopausal
Gonadotropin. Department of Animal
Science Iowa State University and Roman
Lhruskaus. Dept. of agriculture clay center.
J. Anim Sci 70: 224-231.
Anonimus, 1989. Laporan Tahunan Dinas Peternakan
Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
1989/ 1990
Armstrong, D.T., B.G. Miller, E.A. Walton, A.P.
Pfitzner and G.M. Warnes. 1982. Endocrine
Response And Factor Which Limit The
Response of Follicles To PMSG And FSH.
MRC Roup in Reproduction Biology
University of Western Ontario, London,
Canada and Departement of Obstetriccs &
Gynaecology, University of Adelaide,
Adelaide, Uastralia. 8-14.
Daya, S., J.Gunby and E.G. Hughes. (1995). Folliclestimulating hormone versus human
menopausal gonadotrophin for in vitro
fertilization cycles: a meta-analysis. Fertil.
Steril. 64 : 347-354.
47
Respon HMG Terhadap ......
Daya, S and Gunby, J. (1999). Recombinant versus
urinary follicle stimulating hormone for
ovarian stimulation in assisted
reproduction. Hum.Reprod., 14:207-2215.
Hardjopranjoto, S., 1987. Fisiologi Reproduksi. Ed.
11. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga. 19 – 28 ; 130 – 160.
Hung Yu Ng E. Estella Yee LL. William SBY and
Pak Chung Ho 2000. hMG is as good as
recombinant human FSH in term of oocyte
and embryo quality: a prospective
randomized trial Dept. of obstetrics and
gynaecology, quen mary hospital, the
University of Hongkong.
Hunter, R. H. F., 1995. Fisiologi dan Teknologi
Reproduksi Hewan Betina Domestik.
Penerbit ITB Bandung.p: 42, 51 – 56, 73 –
97.
Imthurn, B., Macas, E., Rosselli, M. et al. (1996).
Nuclear maturity and oocyte morphology
after stimulation with highly purified
follicle stimulating hormone compared to
human menopausal gonadotrophin. Hum.
Reprod., 11, 2387-2391. [Abstract].
Ismudiono, 1991. Upaya Meningkatkan Angka
Kebuntingan Melalui Inseminasi Dalam
Upaya Penyerentakan Birahi Pada Sapi
Perah. Lembaga Penelitian UNAIR.
Ludgate, P. J. 1989. Penelitian Ternak Kambing dan
Domba di Pedesaan. Cet. II. Balai
Penelitian Ternak. Ciawi, Jawa Barat. 10.
48
Ludgate, P. J. 1989. Kumpulan Peragaan dalam
Rangka Penelitian Ternak Kambing dan
Domba di Pedesaan. Cet. II. Balitnak.
Departemen Pertanian.
Martojo, H. 1987. Pengaruh Faktor-faktor
Pendukung Terhadap Keberhasilan Transfer
Embrio dan Rekayasa Genetik dalam
Peningkatan Mutu dan Produksi Ternak.
Interuniversity Center for Live Sciences.
Bogor Agricultural University.6
Mercan, R., J.F.Mayer and D. Walker. 1997.
Improved oocyte is obtained with follicle
stimulating hormone alone than with
follicle stimulating hormone/human
menapausal gonadotrophin combination.
Hum. Reprod., 12, 1886-1889. [Abstract].
Ratnani H dan A.H. Hermadi. 1997. Pengaruh hMG
Pergonal Serono terhadap Birahi dan
Kebuntingan pada Kambing. Fakultas
Kedokteran Hewan Unair.
Toelihere, M.R. 1987. Ilmu Kebidanan pada Ternak
Sapi dan Kerbau. Universitas Indonesia. P.
40 – 44.
Westergaad L.G. 1996. Monotropin LH Content and
Assisted Reproduction Out Come. The First
world congrees on controversies in
obstetrics. Gynecology and Infertility
Prague, Czech Reprublik.
Download