BAB I PENDAHULUAN Hipertensi pulmonal (HP) adalah suatu kondisi dimana tekanan pada sirkulasi pulmo abnormal, dengan tekanan rata-rata a. pulmonalis lebih tinggi dari 25 mmHg, terlepas dari mekanisme yang mendasari. HP punya andil yang besar dalam kegagalan jantung kanan, yang pada gilirannya punya andil yang besar dalam morbiditas dan mortalitas pasien. Pada beberapa kasus HP berujung pada keharusan transplantasi jantung dan atau paru untuk menyelamatkan pasien. HP primer tidak diketahui penyebabnya dan HP sekunder diketahui penyebabnya seperti penyakit jantung bawaan sianotik maupun asianotik. HP sekunder juga dapat disebabkan oleh penyakit paru maupun tromboemboli.1,2,3 Klasifikasi klinis hipertensi pulmonal (HP) telah diperbarui pada Fourth World Symposium on Pulmonary Hypertention di California pada tahun 2008. Karena interaksi kompleks antara jantung kanan, paru-paru, dan jantung kiri sebagai unit fungsional kardiorespirasi, diagnosis klinis dan klasifikasi menurut WHO menjadi penting. Dari sudut pandang diagnostik, perbedaan hemodinamik antara hipertensi pulmonal prekapiler dan hipertensi pulmonal postkapiler mungkin lebih praktis, terutama untuk penggunaan klinis. Hipertensi pulmonal prekapiler termasuk hipertensi arteri pulmonalis (WHO kelas 1). Hipertensi pulmonal lainnya adalah hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit jantung (WHO kelas 2), hipertensi pulmonal karena penyakit parenkim paru (WHO kelas 3), hipertensi pulmonal tromboembolik kronis (WHO kelas 4), dan 1 2 lain-lain penyebab (WHO kelas 5). Postkapiler hipertensi pulmonal termasuk hipertensi vena pulmonalis yang berhubungan dengan penyakit jantung kiri .1,2,3,4 Pada pasien yang diduga hipertensi pulmonal, pendekatan diagnostik meliputi empat tingkat : kecurigaan, deteksi, klasifikasi, dan evaluasi fungsional. Hal ini penting untuk memahami keuntungan dan kerugian dari pencitraan yang berbeda dan yang tersedia untuk penegakan diagnosis dan tindak lanjut pasien dengan hipertensi pulmonal. Banyak sekali kondisi yang menyebabkan hipertensi pulmonal dapat terdiagnosis pada kombinasi foto toraks dan MSCT atau MRI; sehingga dapat ditentukan terapi yang adekuat sesuai kondisi dan penyebab hipertensi pulmonal tersebut.1-4 Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dokter spesialis radiologi sangat berperan dalam penegakan diagnosis dan evaluasi pasien dengan hipertensi pulmonal. Hal tersebut yang menjadi latar belakang pemilihan referat ini. Sedangkan tujuan referat ini adalah untuk menambah pemahaman tentang gambaran foto Toraks dan MSCT Toraks pada hipertensi pulmonal sehingga dapat mendiagnosis dan mengklasifikasikan hipertensi pulmonal dengan tepat dan cepat sehingga penanganan menjadi lebih baik.1-4 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hipertensi pulmonal (HP) adalah suatu kondisi tekanan arteri pulmonalis > 25 mmHg saat beristirahat dan > 30 mmHg saat beraktivitas, apapun sebabnya. Hipertensi arteri pulmonal adalah suatu kondisi tekanan arteri pulmonalis > 25 mmHg saat beristirahat dan tekanan kapiler < 15 mmHg. Sedangkan hipertensi vena pulmonal adalah suatu kondisi tekanan arteri pulmonalis > 25 mmHg saat beristirahat dan tekanan kapiler > 15 mmHg. HP primer tidak diketahui penyebabnya dan HP sekunder diketahui penyebabnya seperti penyakit jantung bawaan sianotik maupun asianotik. HP sekunder juga dapat disebabkan oleh penyakit paru maupun tromboemboli.1,2,3 Anatomi paru-paru Sistem pernapasan terdiri atas sepasang paru-paru, saluran napas yang dilalui udara menuju lokasi pertukaran udara, bagain-bagian tertentu dari sistem saraf pusat serta otot-otot dinding dada dan diafragma yang bertanggung jawab atas mengembang dan mengempisnya paru-paru. Saluran napas tersusun atas serangkaian pipa yang bercabang sekitar 25 kali, yang semakin ke ujung semakin sempit dan pendek serta berjumlah semakin banyak seiring semakin jauh masuk ke dalam paru-paru. Setiap percabangan diberi nomor yang berurutan semakin ke ujung, dengan trakhea diberi nomor 0. 4 Saluran ini dimulai dari hidung, faring dan laring, trakhea, bronkhus, bronkhiolus sampai ke bronkhiolus terminalis.5 Selanjutnya bronkhiolus terminalis berlanjut sebagai bronkhiolus respiratorius, yang bersama-sama dengan duktus alveolar dan alveoli membentuk terminal respiratory unit (TRU), unit fungsional terkecil yang melaksanakan fungsi pertukaran gas. TRU sering juga disebut sebagai asinus paru-paru. Saluran napas ini masuk ke dalam paru-paru melalui hilus paru-paru (gambar 1A).5 Manusia memiliki sepasang paru-paru, kanan dan kiri. Paru-paru kanan tersusun atas tiga lobus sementara paru-paru kiri tersusun atas dua buah lobus. Setiap lobus tersusun atas beberapa segmen dan setiap segmen terdiri atas banyak lobulus. Satu lobulus dengan lobulus yang lain dipisahkan oleh septum interlobularis. Setiap lobulus terdiri atas beberapa asinus dan ruangan-ruangan di antara asinus-asinus tersebut diisi oleh jaringan interstisial paru paru(Gambar 1B). Pada bayi, terutama bayi-bayi preterm, jaringan interstisial ini lebih padat dibandingkan dengan bayi yang aterm, terlebih lagi dibandingkan dengan paruparu orang dewasa. Setiap paru-paru dibungkus oleh pleura. Terdapat dua macam pleura, yaitu pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis menempel pada dinding dalam thoraks. Di sebelah medial/mediastinal, di sekitar hilus paruparu, pleura parietalis melipat ke arah dalam dan berlanjut sebagai pleura visceralis yang menempel pada permukaan paru-paru.5 Paru-paru diperdarahi oleh 2 buah sistem sirkulasi. Arteri pulmonalis, yang berjalan mengikuti cabang-cabang bronkhus, mengalirkan darah yang akan dioksigenasi menuju alveoli. Setelah mengalami pertukaran gas di anyaman 5 kapiler alveoli, selanjutnya darah dialirkan kembali ke jantung melalui vena pulmonalis yang berjalan di dalam septum interlobularis (Gambar 2). Alveoli mendapatkan kebutuhan oksigennya dari proses ini. Jaringan paru-paru yang lain memperoleh oksigenasi dan nutrisi melalui arteri bronkhialis. Arteri ini dipercabangkan langsung dari aorta descenden. Seperti arteri pulmonalis, arteri bronkhialis berjalan mengikuti cabang-cabang bronkhus, namun tidak seperti arteri pulmonalis yang membentuk anyaman kapiler di dinding alveoli, arteri bronkhialis berjalan melalui ruang interstisial paru-paru. Darah dari arteri bronkhialis didrainase melalui beberapa jalur. Di area sekitar bronkhus dan cabang-cabangnya, darah akan didrainase ke dalam vena bronkhialis yang selanjutnya berlanjut ke vena azygos—untuk hemithoraks kanan—atau vena hemiazygos—untuk hemithoraks kiri. Darah dari area-area di perifer atau superfisial akan didrainase melalui vena pulmonalis, setelah sebelumnya melewati pleura visceralis.6 Klasifikasi Klasifikasi klinis hipertensi pulmonal (HP) telah diperbarui pada Fourth World Symposium on Pulmonary Hypertention di, California pada tahun 2008. Karena interaksi kompleks antara jantung kanan, paru-paru, dan jantung kiri sebagai unit fungsional kardiorespirasi, diagnosis klinis dan klasifikasi menurut WHO menjadi penting. Dari sudut pandang diagnostik, perbedaan hemodinamik antara hipertensi pulmonal prekapiler (rata-rata tekanan arteri pulmonalis> 25 mmHg, tekanan kapiler paru ≤ 15 mm Hg) dan hipertensi pulmonal postkapiler 6 (tekanan arteri pulmonalis> 25mm Hg, tekanan kapiler paru > 15mm Hg) mungkin lebih praktis, terutama untuk penggunaan klinis. Hipertensi pulmonal prekapiler termasuk hipertensi arteri pulmonalis (WHO kelas 1). Hipertensi pulmonal lainnya adalah hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit jantung (WHO kelas 2), hipertensi pulmonal karena penyakit parenkim paru (WHO kelas 3), hipertensi pulmonal tromboembolik kronis (WHO kelas 4), dan lain-lain penyebab (WHO kelas 5). Postkapiler hipertensi pulmonal termasuk hipertensi vena pulmonalis yang berhubungan dengan penyakit jantung kiri (WHO kelas 2). Klasifikasi WHO dapat dilihat pada tabel 1. 1,2,3,4 Epidemiologi HP primer banyak mengenai usia 20-40 tahun , walaupun dapat mengenai usia lain. Pada anak perbandingannya seimbang antara pria dan wanita, setelah pubertas lebih sering pada wanita dibandingkan pria (1,7:1). HP sekunder berhubungan dengan penyakit yang mendasari. Sehingga prevalesi sulit ditentukan.4 Etiologi Beberapa penyakit yang tergolong HP primer seperti pulmonary arteriopathy, pulmonary veno-occlusive disease, pulmonary capillary hemangiomatosis dan alveoler capillary dysplasia.15-19 Penyebab HP sekunder adalah penyakit jantung bawaan (PJB), kor pulmonale ataupun kelainan rongga 7 dada seperti kifoskoliosis.7-12 PJB menyebabkan peningkatan aliran darah ke arteri pulmonalis.7,13 Ada beberapa kondisi pada jantung yang menyebabkan HP yaitu 1: Pirau dari kiri ke kanan seperti Defek Septum Ventrikel (VSD), Defek Septum Atrioventrikularis (AVSD), defek septum atrium (ASD), Duktus Arteriosus Persisten (PDA), aorta pulmonary window. Kemudian 2: Peningkatan tekanan pada vena pulmonalis seperti kardiomiopati, koartasio aorta, hypoplastic left heart syndrome, shone complex, stenosis mitral, supravalvular mitral ring, cor triatrium, stenosis vena pulmonalis, anomali total drainase vena pulmonalis. Trus 3: Penyakit jantung sianotik: Transposisi arteri besar, trunkus arteriosus. Berikutnya 4: Anomali dari arteri atau vena pulmonalis. Dan 5: Operasi shunting paliatif seperti Potts anastomosis, Waterston anastomosis dan Blalock-Taussig anastomosis HP juga terjadi pada penyakit paru yang menyebabkan hipoksia seperti penyakit parenkim paru, obstruksi saluran napas bagian atas, berkurangnya ventilasi dan hipoksia (misalnya karena ketinggian).7,8,9 Tromboemboli juga dilaporkan sebagai penyebab HP, seperti tromboemboli pulmoner, hemoglobinopati (penyakit sickle cell), fibrosis dan tumor mediastinum,emboli tumor, benda asing, ventriculovenous shunt untuk hidrocephalus, sepsis dan dehidrasi. HP juga disebabkan penyakit collagen vascular dan penyakit granulomatosa seperti skleroderma, lupus eritematosus sistemik, artritis rematoid dan sarkoidosis.7,8 8 Patofisiologi Patofisiologi HP disebabkan peningkatan aliran darah yang melalui arteri pulmonalis atau peningkatan resistensi arteri pulmonalis. Patofisiologi yang paling dipahami adalah HP yang terjadi karena PJB yang menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, seperti VSD, AVSD atau PDA. HP juga dapat terjadi pada penderita ASD, namun dalam waktu lebih lama. Peningkatan volume darah yang menuju ke arteri pulmonalis menyebabkan perubahan pada dinding arteri pulmonalis. Di samping akibat peningkatan aliran darah, juga terjadinya kompensasi vasokonstriksi arteri pulmonalis. HP hiperkinetik pada PJB merupakan respon kompensasi akibat peningkatan aliran darah dari kiri ke kanan dan biasanya reversibel jika penyebabnya dikoreksi sebelum terjadi perubahan permanen pada arteri pulmonalis. Sindrom Eisenmenger terjadi jika HP berat dan akan timbul sianosis akibat aliran darah berbalik dari kanan ke kiri yang menandakan perubahan ireversibel pada arteri pulmonalis, atau telah terjadi pulmonary vascular obstructive disease (PVOD). Onset timbulnya HP hiperkinetik bervariasi dari masa bayi sampai dewasa, namun paling sering terjadi pada awal masa adolesen. Secara umum anak dengan VSD atau PDA belum berkembang menjadi PVOD dalam tahun pertama kehidupannya, namun jika sejak awal lesi jantung disertai penyakit paru kronis akan mempercepat perkembangan menuju ke PVOD. Anak AVSD akan menderita PVOD lebih awal dari lesi jantung dengan pirau dari kiri ke kanan yang lain. Sindroma Down dengan pirau dari kiri ke kanan yang besar akan 9 menderita PVOD lebih awal dari anak yang tidak menderita sindroma Down dengan kelainan yang sama. Hipoksemia yang terjadi pada PJB sianotik seperti transposisi arteri besar dan trunkus arteriosus dengan peningkatan pirau adalah stimulus yang sangat poten untuk terjadinya HP. Kebanyakan pasien dengan transposisi arteri besar berkembang menjadi PVOD dalam tahun pertama kehidupan. Lesi pada arteri pulmonalis dimulai dari hipertrofi tunika media, kemudian diikuti tunika intima dan fibrosis. Proses selanjutnya menyebabkan dilatasi arteri, pembentukan nekrosis fibrinoid dan lesi fleksiform yang menyebabkan perkembangan penyakit menuju sindrom Eisenmenger. Peningkatan aliran darah menyebabkan peningkatan tekanan pada arteri pulmonalis. Sebagai respon terhadap peningkatan afterload, ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Pada awalnya ventrikel kanan dapat menjaga aliran darah yang cukup selama keadaan istirahat, namun ventrikel kanan tidak mampu meningkatkan cardiac output (CO) saat beraktivitas. Dengan berkembangnya HP maka ventrikel kanan gagal untuk mempertahankan CO dan pada akhirnya CO akan menurun dan terjadi kegagalan jantung kanan. Perubahan gambaran histopatologi pembuluh darah yang terjadi pada HP sekunder akibat penyakit jantung kongenital, juga terjadi pada HP primer.7,8,13 Pada hipertensi vena pulmonalis terjadi peningkatan tekanan pada vena pulmonalis mengakibatkan refleks vasokonstriksi pada arteri pulmonalis dan selanjutnya menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis. Hipoksia alveolar yang terjadi akibat udem pulmonal juga berkontribusi terhadap terjadinya HP. 10 Walaupun arteri pulmonalis menunjukkan hipertrofi tunika media berat yang disertai fibrosis, proses primer sebenarnya terjadi pada vena pulmonalis berupa penebalan tunika media.7,8,9 HP dapat terjadi akibat penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) pada daerah kapiler alveolus (alveolar hypoxia), bukan penurunan PO2 pada darah sistemik atau PO2 pada arteri pulmonalis. Alveolar hipoxia terjadi pada penyakit parenkim paru, PPOK, penyakit paru interstitiel, tidak adekuatnya pengaturan ventilasi (penyakit pada sistem saraf pusat), penyakit pada otot dinding dada, gangguan bernapas saat tidur, alveolar hipoventilation disorder, paparan kronis dari tempat ketinggian, penyakit paru pada neonatus serta hipoplasia paru.7,8,9 Mekanisme pasti penyebab HP pada alveolar hypoxia belum sepenuhnya dipahami. Vasokonstriksi mungkin disebabkan efek langsung penurunan PO2 pada arteriol pulmoner yang menyebabkan peningkatan permeabilitas membran terhadap kalsium, tapi mungkin juga disebabkan pelepasan agen humoral lokal yang terdapat atau diaktifasi di paru. Paru-paru dapat mengaktifkan hormon vasoaktif seperti angiostensin I dan menginaktivasi hormon lainnya seperti bradikinin, serotonin serta beberapa prostaglandin. Agen vasoaktif yang dilepaskan karena alveolar hypoxia adalah prostaglandin F, tromboksan, endoproksida, angiostensin, ketekolamin, dan slow reacting substances of anaphylaxis (SRSA). Akhir-akhir ini ditemukan penurunan sintesis dari nitric oxide (NO), suatu endothelium derived relaxing factor yang diakibatkan oleh efek metabolik yang timbul karena hipoksia lama atau transien.7,14,15 11 Diagnosis HP Diagnosis dan evaluasi pasien dengan HP meliputi 4 tahap yaitu curiga, deteksi, klasifikasi, dan evaluasi fungsi. 1 Curiga hipertensi pulmonal pada kondisi dengan manifestasi gejala tidak spesifik seperti exertional dyspnea, kelelahan, dan sinkop, dan gejala yang menunjukkan ketidakmampuan meningkatkan cardiac output selama aktivitas. Hal ini penting untuk memikirkan kemungkinan hipertensi pulmonal pada pasien muda dengan exertional dyspnea dan kondisi seperti gangguan jaringan ikat, emboli paru sebelumnya, dan penyakit jantung bawaan, yang dikaitkan dengan risiko berkembang menjadi HP.2 Gejala klinik pada bayi dan anak mungkin berbeda dengan dewasa. Bayi menunjukkan gejala akibat penurunan CO, seperti nafsu makan menurun, gagal tumbuh, letargi, diaporesis, takipneu, takikardi, mual muntah dan iritabel. Bayi atau anak mungkin sianosis saat beraktivitas atau saat beristirahat akibat aliran darah dari kanan ke kiri. Pada anak, sesak napas adalah gejala yang paling sering, terutama saat aktifitas fisik akibat kegagalan meningkatkan CO saat kebutuhan oksigen jaringan meningkat. Episode sinkop lebih sering dijumpai pada anak-anak daripada dewasa karena terbatasnya CO yang timbul baik saat aktifitas maupun saat istirahat akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Dilatasi pembuluh darah perifer saat aktifitas juga memperberat sinkop. Saat menginjak awal masa kanakkanak gejala HP akhirnya mirip dengan dewasa, berupa sesak napas saat beraktifitas dan nyeri dada akibat iskemia otot jantung kanan. Gejala gagal jantung kanan seperti udem perifer dan hepatomegali jarang ditemukan pada usia 12 kurang dari 10 tahun. Hemoptisis yang menandakan pecahnya pembuluh darah yang distensi atau akibat infark paru dengan trombosis arteri yang terjadi sekunder, sangat jarang terjadi.7,10,12 Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan adanya distorsi dinding dada akibat hipertrofi ventrikel kanan yang berat. Temuan dari pemeriksaan fisik yang paling penting dan konsisten adalah peningkatan komponen pulmonal pada auskultasi. Bunyi jantung 2 terdengar keras dengan splitting yang tidak lebar pada pirau interventrikuler dan aorta pulmonal, namun splitting terdengar lebar apabila pirau terdapat pada tingkat interatrial. Klik ejeksi dan murmur ejeksi sistolik dapat didengar di sela iga 2-3 parasternal kiri, kadang disertai murmur awal diastolik dari insufisiensi pulmonal dan murmur pansistolik dari regurtisasi trikuspid. Tanda-tanda adanya kegagalan jantung kanan seperti hepatomegali, udem perifer, akrosianosis jarang ditemukan pada anak kecil. Jari tabuh bukan gejala tipikal dari HP, namun pada beberapa pasien yang menderita penyakit dalam waktu lama jari tabuh dapat ditemukan. Keberadaan jari tabuh menandakan adanya hipoksemia kronis sekunder akibat adanya pirau dari kanan ke kiri.7,10 Deteksi dini hipertensi pulmonal sangat penting untuk pengobatan yang sesuai. Tahap awal dan sederhana dalam mendeteksi HP adalah dengan melakukan kombinasi foto toraks, ECG dan echocardiografi doppler transthoracic. Tahap selanjutnya adalah ventilation-perfusion (V/Q) scanning, CT Scan dada, cardiac MRI dan catheterisasi .2,4,7 Klasifikasi HP dilakukan setelah HP terdeteksi dan harus dilakukan pendekatan sistematis sesuai klasifikasi HP menurut WHO (tabel 1), sehingga 13 dapat ditentukan grup menurut kondisi klinis seperti adanya penyakit jantung sebelah kiri, penyakit paru, chronic thromboembolic pulmonary hypertension (CTEPH). Hal ini harus ditetapkan karena terapi HP berdasarkan penyebab.4 Algoritma pencintraan pada pasien HP dapat dilihat pada gambar 3 dan 4.1 Foto toraks Pada foto thorak normal akan terlihat gambaran arteri pulmonalis dari hilus sampai sekitar 2 cm dari tepi lateral, beriringan dengan vena pulmonalis. Rasio arteri-vena pada percabangan/lobus adalah 1: 1 dan pembuluh darah lobus bawah lebih besar dibanding lobus atas (gambar 5 dan 6). Pada HP akan terjadi perubahan pembuluh darah, dari yang khas berupa konus pulmonalis yang sangat menonjol yg disebut inverted coma sign, sampai yang kurang khas seperti ukuran hilus yang lebar, vaskularisasi paru yang meningkat sekitar hilus namun berkurang di perifer (pruning), diameter arteri interlobular yang lebar, dan rasio hilus: toraks yang membesar.Keadaan pembuluh darah di daerah hilus harus diperhatikan dengan baik. Hilus kiri biasanya sulit dinilai karena tertutup oleh bagian arteri pulmonalis. Sulit untuk menentukan perubahan minimal vaskularisasi paru.1,2,4,16 Elektrokardiografi Rekaman elektrokardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan hipertrofi atrium kanan karena beban tekanan berlebih sedangkan ventrikel kiri dan atrium kiri berada dalam batas-batas normal, kecuali apabila terdapat kelainan 14 jantung lainnya. Makin tinggi tekanan dalam arteri pulmonalis makin sensitif pemeriksaan EKG dalam mendiagnosis HP.2,7 Echocardiografi Echocardiografi adalah screening yang baik untuk pasien yang diduga HP, dengan mengukur tekanan sistolik a. pulmonal dan jet regurgitasi trikuspid. Echocardiografi dilaporkan memiliki sensitivitas 79% -100% dan spesifisitas 68% -98% untuk mendeteksi HP.2,7 Gambaran ekokardiografi berupa hipertrofi ventrikel kanan dan atrium kanan, sementara ventrikel kiri dan atrium kiri tampak normal. Gerakan septum biasanya normal, kecuali bila terdapat pirau interatrial dari kiri ke kanan atau regurtisasi trikuspid dan regurtisasi pulmonal, maka gerakan septum tampak paradok karena beban volume berlebih yang dihadapi ventrikel kanan. Katup pulmonal tampak hipertensif, dengan gelombang “a” yang hilang pada saat diastol dan timbulnya midsystolic notch pada saat sistol. Dengan ekokardiagrafi Doppler, pada posisi aksis lintang parasternal kiri, dapat direkam dan diketahui besarnya tekanan rerata arteri pulmonalis. Rekaman aliran darah pulmonal tampak terjal ke bawah menjauhi tranduser. Rekaman aliran darah pulmonal yang normal menyerupai bentuk peluru, dengan waktu akselerasi lebih dari 120 msec dan tekanan rata-rata arteri pulmonalis kurang dari 20 mmHg. Hendaknya dicari pula kelainan yang mendasari timbulnya HP. 7 15 Ventilation- Perfusion Ventilation- Perfusion (V/Q) adalah modalitas untuk menyingkirkan CTEPH, bila hasil V/Q normal, menyingkirkan kemungkinan CTEPH karena pada CTEPH ditemukan perfusi yang mismatched pada 1segmen atau lebih dan hal ini harus diteruskan dengan pemeriksaan CT Scan Pulmonary Artery(CTPA).4 CT Scan toraks/High resolution CT(HRCT) Pemerikasaan CT Scan toraks (CTPA) juga dapat lebih mengarahkan diagnosis HP. Gambaran HP pada CT scan berupa: 1) Tanda vaskular seperti peningkatan diameter A. Pulmonalis (spesifisitas 100%), dapat juga dinilai rasio main arteri-aorta descenden.. Oligemia pada vaskular perifer pulmo juga dapat dilihat. Dapat juga ditemukan pelebaran main pulmonary artery. 2) Tanda jantung seperti hipertrofi ventrikel kanan (tebal dinding lebih dari 4mm), dilatasi ventrikel dextra dengan bowing interventricular septum, dilatasi vena cava inferior dan V. hepatika . 3) . Tanda parenkim paru: sentrilobular ground glass. CT scan dengan kontras juga dapat mengindentifikasi beberapa etiologi pada jantung seperti CTEPH, long-standing left-to-right shunt, medisatinal disorder, dan dapat melihat kelainan parenkim paru, baik karena kelainan pada paru atau akibat dari pulmonary veno-occlusive disease (PVOD) dan pulmonary capilary hemangiomatosis (PCH). HRCT juga dapat mendeteksi Intestitial Lung Disease (ILD), dan penyakit tromboemboli.1,2,3,4 16 Cardiac MRI Cardiac MRI digunakan untuk menilai volume ventrikel, karakteristik morfologi, massa, fungsi, dan perubahan pada sirkulasi pulmonal. Perubahan morfologi yang dapat ditemukan pada HP adalah dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan, pembesaran atrium kanan, pendataran septum interventrikel atau leftward bowing, regurgitasi trikuspid (gambar 7).1 Kateterisasi jantung Kateterisasi jantung harus dikerjakan terutama pada HP yang tidak diketahui penyebabnya dan merupakan baku emas penegakan diagnosis HP. Kateterisasi juga berguna untuk menentukan adanya penyebab yang tidak terdeteksi, penyakit jantung kongenital dan stenosis arteri pulmonalis bagian distal. 1,7 17 BAB III PEMBAHASAN Telah dibahas pada bab sebelumnya tentang algoritma pencitraan untuk mendiagnosis HP. Terdapat berbagai jenis pencitraan yang dapat dilakukan untuk diagnosis HP seperti foto toraks polos, echocardiografi, CT Scan toraks, V/Q scanning, Cardiac MRI, dan arteriografi . CT scan Toraks dengan kontras adalah pencitraan yang banyak dipakai karena berguna untuk mengidentifikasi kelainan dasar dan membedakan variasi penyebab pada HP sekunder. Selain itu Ct Scan juga tersedia luas, sehingga banyak dipakai. Foto toraks polos juga mempunyai peranan yang tidak kalah penting dalam deteksi HP karena merupakan pemeriksaan awal pada deteksi HP, disamping tersedianya pencitraan foto toraks polos sangat luas.1,2,3,4,15 Berdasarkan hal tersebut referat ini menitik beratkan pada foto toraks polos dan CT Scan toraks dengan kontras. Foto toraks Gambaran foto thorak pada HP akan berbeda antara Hipertensi arteri pulmonalis dan hipertensi vena pulmonalis. Pada hipertensi arteri pulmonalis, yang khas berupa konus pulmonalis yang sangat menonjol, dan berkelok membentuk gambaran inverted coma sign, diikuti gambaran lainnya yaitu ratio arteri:vena bisa sampai 3:1 sehingga vena terlihat jauh lebih kecil dari arteri (gambar 8). Gambaran lainnya adalah corakan vascular yang lebih sepi di perifer dan terlihat meningkat di hilus (pruning). Pada hipertensi vena pulmonalis akan terlihat pelebaran vena pulmonalis terutam di lobus atas. Basis pulmo biasanya 18 terlihat udem. Ratio arteri:vena menurun, yang merupakan kebalikan dari hipertensi arteri pulmonalis (gambar 9). Gambaran yang lebih umum untuk HP adalah hilus yang lebar, atau rasio hilus: toraks ≥ 0,44% dan diameter A. interlobular pulmonalis dextra ≥ 16mm. Ini adalah spesifik untuk diagnosis HP tapi tidak sensitif diantaranya karena hilus kiri biasanya sulit dinilai karena tertutup oleh bagian arteri pulmonalis . 4,16 CT Scan toraks/ High Resolution CT (HRCT) Pemerikasaan HRCT toraks bukan hanya dapat mengidentifikasi adanya HP, tapi juga mengarahkan diagnosis etiologi dan mengklasifikasikan HP berdasar etiologi sesuai klasifikasi WHO. CT scan dengan kontras dapat mengindentifikasi adanya CTEPH, long-standing left-to-right shunt, medisatinal disorder, dan dapat melihat kelainan parenkim paru, baik karena kelainan pada paru atau akibat dari pulmonary veno-occlusive disease (PVOD) dan pulmonary capilary hemangiomatosis (PCH). HRCT toraks juga dapat mendeteksi ILD, dan penyakit tromboemboli.1,2,3,4 Banyak pasien dengan gejala tidak spesifik atau untuk mengetahui kondisi yang mendasari untuk terjadinya hipertensi pulmonal secara rutin menjalani CT scan toraks. Dengan demikian, dokter spesialis radiologi mungkin menjadi yang pertama menyarankan diagnosis HP.1,2 Gambaran HP pada CT scan berupa; Pertama:Tanda vaskular seperti peningkatan diameter A. pulmonalis, dimana ratio arteri:bronkus ≥ 1:1 pada 3 lobus atau lebih (spesifisitas 100%), dapat juga dinilai rasio main arteri 19 pulmonalis:aorta descenden. Jika ≥ 1:1 merupakan tanda HP. Selain itu juga tampak oligemia di vaskular perifer paru. Dapat juga diukur dengan tepat pelebaran main pulmonary artery dengan diameter ≥ 29mm (gambar 10). Kedua : Tanda jantung seperti hipertrofi ventrikel kanan (tebal dinding lebih dari 4mm), dilatasi ventrikel kanan dimana rasio diameter ventrikel kanan dibanding ventrikel kiri ≥ 1:1 pada setinggi level midventricular, dengan bowing interventricular septum, dilatasi vena cava inferior dan V. hepatika (gambar 11). Ketiga: Tanda parenkim paru berupa sentrilobular ground glass.1-4, Pulmonary Arterial Hypertension (Grup 1) Termasuk dalam group1 ini adalah: 1.1; Idiopathic, 1.2; Familial, 1.3; Associated with other diseases: collagen vascular disease (e.g., scleroderma), congenital shunts between the systemic and pulmonary circulation, portal hypertension, HIV infection, drugs, toxins, other diseases or disorders, 1.4; Associated with marked venous or capillary disease (including pulmonary venoocclusive disease and pulmonary capillary hemangiomatosis), 1.5 Persistent pulmonary hypertension of the newborn. Etiologi hipertensi arteri pulmonalis meliputi longstanding cardiac left-toright shunt due to congenital anomaly, chronic thromboembolic pulmonary disease, tumor emboli, parasitic emboli, talc crystals and other foreign materials, human immunodeficiency virus (HIV) infection, liver disease, pulmonary vasculitis (grup 2), chronic alveolar hypoxia due to chronic obstructive pulmonary disease & chronic interstitial lung disease (grup 3). 20 Longstanding cardiac left-to-right shunt Dokter spesialis radiologi harus menyadari bahwa beberapa shunt-sistemik dengan pulmonal kongenitalyang mungkin diterapi dengan operasi atau diobati dengan teknik endovaskular dapat didiagnosis pada CTPA. Meskipun sebagian besar intrakardial shunt (misalnya atrium septal dan ventrikel septal defek) dapat diidentifikasi pada ekokardiografi,beberapa shunt kiri ke kanan seperti defek sinus venosus, paten duktus arteriosus, dan anomali tempat kembalinya vena pulmonalis mungkin tak terdeteksi.1,3 Perhatian khusus harus diberikan kepada septum interatrial dan interventrikular untuk menyingkirkan defek pada septum inter atrium dan ventrikel (Gambar 12). Perbatasan vena kava superior dan atrium kanan harus diperiksa untuk menyingkirkan defek sinus venosus, dan aspek inferolateral dextra dari arcus aorta harus diteliti dengan seksama untuk menyingkirkan patent ductus arteriosus (Gambar 13, 14). Selain itu, drainase dari empat vena pulmonalis ke dalam atrium kiri harus dikonfirmasi untuk menyingkirkan anomali aliran balik vena pulmonalis.1 Sindrom Eisenmenger terjadi ketika resistensi vaskular paru mendekati atau melebihi resistensi vaskular sistemik dan shunt menjadi dua arah atau terbalik. Pada kondisi ini, koreksi shunt tidak memungkinkan dan pasien harus menjalani transplantasi jantung atau paru-paru. Sindroma eisenmenger mungkin dikaitkan dengan dilatasi aneurisma masif dari A. pulmonalis sentral; pembentukan trombus in situ, yang mungkin dengan kalsifikasi; dan atheromatous kalsifikasi pada arteri (Gambar 15) .1 21 Pulmonary Capillary Hemangiomatosis dan Veno-occlusive Disease Pulmonary Capillary Hemangiomatosis dan Veno-occlusive Disease adalah penyebab langka hipertensi pulmonal dan ditandai oleh perubahan patologis tertentu yang menyebabkan obliterasi vena postcapillary. Paling sering mengenai anak-anak atau dewasa muda. HRCT dapat memperlihatkan penebalan septa interlobular, nodul ground glass sentrilobular dengan batas tak tegas, efusi pleura, dan limfadenopati yang mengarah pada Pulmonary Capillary Hemangiomatosis dan Veno-occlusive Disease (Gambar 16).1,2,3 Pulmonary Hypertension Associated With Left-Heart Disease (Grup 2) Termasuk dalam grup 2 ini adalah: Atrial or ventricular disease dan Valvular disease (e.g., mitral stenosis) . Ada literatur yg menyatakan bahwa Leftsided Heart Disease ini adalah penyebab terbanyak dari HP, tapi literatur lain menyatakan yg berbeda. HP disini disebabkan aliran balik ke sirkulasi v. pulmonalis akibat peningkatan tekanan atrium kiri. Penyebab yang paling umum adalah disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri, kelainan katup, dan tumor atrium kiri.1,2,3 Pulmonary Hypertension Associated With Lung Disease or Hypoxemia(Grup 3) Termasuk dalam grup 3 ini adalah: 3.1. Chronic obstructive pulmonary disease, interstitial lung disease, 3.2. Sleep-disordered breathing, alveolar hypoventilation, 3.3. Chronic exposure to high altitude 3.4. Developmental lung abnormalities. 22 HP dideteksi pada banyak pasien dengan penyakit paru restriktif dan obstruktif, seperti PPOK, intertitial lung disease, sarcoidosis, dan pulmonary Langerhans cell Histiocytosis dan menjadi indikator morbiditas dan mortalitas. Sekitar 50% pasien dengan PPOK didiagnosis HP. Pada HRCT emfisema pada lobus atas dan fibrosis pada lobus bawah berhubungan dengan prevalensi HP. Terdapat literatur yang menyatakan bahwa ini jenis HP tersering, tp literatur lain menyatakan lain.1,2,3 Pulmonary Hypertension Due to Chronic Thrombotic or Embolic Disease (Grup 4) Termasuk dalam grup 4 ini adalah : Pulmonary embolism in the proximal or distal pulmonary arteries dan Embolization of other matter, such as tumor cells and parasites. Hipertensi pulmonal karena tromboemboli kronis (CTEPH) Pasien dengan CTEPH biasanya belum menunjukan gejala sampai 60% dari pulmonary vascular bed mengalami obstruksi. CTEPH dapat diterapi dengan pulmonary thromboendarterectomy. Pada CTPA dapat terlihat gambaran CTEPH, dimana terdapat tanda parenkimal dan tanda vaskular (Gambar 17,18; tabel 2).1 Tanda parenkimal berupa scar yang menunjukan infark sebelumnya; mosaic pattern; dilatasi bronchial yang silindris. Tanda vaskular berupa obstruksi komplit; partial filling defect (obtuse mural margin); adanya suplai kolateral; partial filling defect (web/band). CTPA juga membantu menentukan terapi. Pada 23 lokasi kelainan di arteri utama, lobar atau segmental proximal , diterapi dengan operatif, sedangkan bila kelainan di perifer, biasanya diterapi dengan terapi medikamentosa.1,2,3 Terdapat beberapa penyakit yang menyerupai CTEPH, seperti primary pulmonary artery sarcoma, takayasu arteritis. Pada pulmonary artery sarcoma ditemukan unilateral pada arteri pulmonalis utama, dapat berkembang retrograde ke ventrikel kanan, filling defect bentuk nodul, acute angle (mirip emboli akut), massanya dapat meluas ke parenkim dan mediastinum, dan delayed enhancement pada pemberian kontras ( gambar 19). Sedangkan chronic thromboemboli biasanya bilateral, obtuse angle.1,2,3 Pada arteritis takayasu akan ditemukan kelainan yang mengenai pembuluh darah sedang dan besar, biasa mengenai aorta dan percabangannya; penebalan mural arterial atau oklusi yang konsentrik, licin dan delayed enhancement (gambar 20).1,2,3 Emboli tumor sentral dan perifer Pulmonary intravaskular tumor emboli bisa terjadi pada pasien dengan malignansi, tumor primer yang paling umum adalah primary renal cell, HCC, mammae, gaster, dan prostat. Pada HRCT akan ditemukan intravascular filling defect pada a. pulmonalis sentral. Selain itu juga ditemukan limfadenophati, limfangitis carcinomatosis dan massa intra abdominal.1,2,3 24 Miscellaneous : Unclear and multifactorial mechanisms (Grup 5) Kelainan dalam grup ini yang paling sering adalah fibrosis mediastinitis, suatu kondisi hasil reaksi fibrosis dari infeksi granulomatous yang menyebabkan penyempitan arteri/ vena pulmonalis. Dapat juga mengenai airway (gambar 21). Gambarannya sulit dibedakan dengan chronic thromboemboli.1,2,3 25 BAB IV KESIMPULAN Hipertensi pulmonal (HP) adalah peningkatan tekanan di sirkulasi pulmo yang abnormal, dengan tekanan rata-rata A. pulmonalis lebih dari 25mmHg pada saat istirahat dan lebih dari 30mmHg pada saat aktifitas, apapun etiologinya. Etiologi dari hipertensi pulmonal sangat bervariasi meliputi proses di pulmo, proses di jantung, atau diluar keduanya yang mempengaruhi pulmo dan jantung ( sistemik). Klasifikasi HP terkait etiologi tersebut dikelompokan menjadi 5 group/kelas oleh WHO. HP tersering masih belum jelas, ada yang menyatakan Pulmonary Hypertension Associated With Left-Heart Disease (Grup 2) sebagai yang tersering, sementara literatur lain menyatakan grup 3 (terkait dengan penyakit paru restriktif dan obstruktif) sebagai yang tersering. Foto toraks cukup memberikan informasi adanya HP termasuk mengarahkan apakah suatu HP arteri atau vena namun tidak cukup untuk mengklasifikasikan sesuai klasifikasi WHO. High resolution CT Toraks mampu memberikan informasi yang lebih banyak dan cukup banyak etiologi HP yg dapat diketahui sehingga mempermudah mengklasifikasikan. CT Scan toraks bukan hanya mampu menunjukan suatu HP, lebih dari itu mampu menunjukan kelainan pada pulmo dan jantung sehingga lebih membantu dalam mengklasifikasikan HP berdasarkan etiologinya sesuai kriteria WHO. Baku emas untuk diagnosis HP tetaplah cathetherisasi jantung dan pembuluh darah pulmo, dan pemeriksaan lain tetap mutlak diperlukan untuk etiologi tertentu. 26 Pemeriksaan multimodalitas tetap lebih baik dilakukan untuk segera menentukan HP dan etiologi serta klasifikasinya, sehingga pasien bisa mendapatkan penanganan segera sesuai etiologinya. 27 DAFTAR PUSTAKA 1. Pena E, Dennie C, Veinot J, Muniz SH. Pulmonary Hypertention: How Radiologist Can Help. Radiographics.rsna.org.2012;32(4):9-32. 2. Barbosa EJ, Gupta NK, Torigian DA, Gefter WB. Current Role of Imaging in the Diagnosis and Management of Pulmonary Hypertension. AJR. 2012;198: 1320-31. 3. Grosse C, Grosse A. CT Finding in Disease Associated with Pulmonary Hypertension: A Current Review. RadioGraphics. 2010;30:1753-77. 4. Nauser TD, Stites SW. Diagnosis and treatment of pulmonary Hypertension. American Family Physician. 2001;63(9):1789-98. 5. Meschan I. The upper air passages and lungs. Dalam: Roentgen Sign in Diagnostic Imaging. Second edition. Volume 4. Philadelphia : W.B. Saunders Company. 1987: 1-119. 6. Uflacker R. Pulmonary Arterial Circulation. Dalam: Atlas of Vascular anatomy: An Angiographic Approch, 2nd Edition. Lippincott : William and Wilkins, 2007: 112-25. 7. Hartawan NB, Winaya BA. Hipertensi Pulmonal pada Anak. Maj Kedokt Indon. 2008;58(3):86-93. 8. Barst RJ. Recent advances in the treatment of pediatric pulmonary artery hypertension. Dalam: Berger S, Davis C, penyunting. The pediatrics clinics. Edisi ke-2. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1999. h. 33146. 9. Park MK, Troxler RG. Pediatric cardiology for practitioners. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby, 2002. h. 417-26. 10. Walditz A, Barst RJ. Pulmonary arterial hypertension in children. Eur Respir J 2003;21:155-76. 11. Oudiz RJ. Pulmonary hypertension, primary. [diakses 20 Maret 2014]. Diunduh dari: URL:www.emedicine.com/med/topic1962.htm. 12. Sharma S. Pulmonary hypertension, secondary. [diakses 20 Maret 2014]. Diunduh dari: URL: www.emedicine.com/med/topic2946.htm. 13. Rhasid A, Ivy D. Severe pediatrics pulmonary hypertension: a new management strategies. Arch Dis Child 2005;90:92-8. 14. Farber HW, Loscalzo J. Pulmonary arterial hypertension. N Engl J Med 2004;351:1655-65. 15. Rabinovitch M. Pathophysiology of pulmonary hypertension. Dalam: Allen HD, Clarck EB, Gutgesell HP, Driscoll DJ, penyunting. Heart disease in infant, children, and adolescents including the fetus and young adult. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2001.h.1311-46. 16. Milne EN. Forgotten Gold in Diagnosing Pulmonary Hypertension: The Plain Chest Radiograph. Radiographics.rsna.org.2012;32(4):1085-7. 17. Budev M, Arroliga A, Jennings CA. Diagnosis and Evaluation of Pulmonary Hypertension. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2003;70(1):9-17. 28 LAMPIRAN Gambar 1. A. Lobus primer pada paru. B. Anatomi alveolus (panah panjang dan pendek menunjukkan pneumocyte dan makropag ke alveolius).4 Gambar 2. Mikrosirkulasi Pulmonal menunjukan hubungan A. pulmonalis, A. bronkialis, kapiler alveolus, V. Pulmonalis dan sistem limfatik. 5 29 Tabel 1. Klasifikasi WHO tahun 2003 dan tahun 2008 30 Gambar 3. Diagram menunjukan algoritma pencitraan pada pasien dengan HP. CHD = congenital heart disease, cMRI = cardiac MR imaging, CTEPH = chronic thromboembolic pulmonary hypertension, MDCTPA = multidetector CTPA, PAH = pulmonary arterial hypertension, PCH = pulmonary capillary hemangiomatosis, PVOD = pulmonary venoocclusive disease, RHC = catheterization of the right side of the heart, RV = right ventricle, V/Q = ventilation-perfusion.1 Gambar 4. Algoritma pencitraan pada HP.1 31 Gambar 5. Foto toraks normal (a) dan skema (b) Tampak gambaran arteri pulmonalis dari hilus sampai sekitar 2 cm dari tepi lateral, beriringan dengan vena pulmonalis (panah putih pada a dan hitam pada b). Rasio arterivena pada percabangan/lobus adalah 1: 1 dan pembuluh darah lobus bawah lebih besar dibanding lobus atas. Gambar 6. Anatomi normal vaskular pulmonalis. Diameter A. interlobular pulmonais dextra ≥ 16mm, atau rasio hilus: toraks ≥ 0,44% spesifik tapi tidak sensitif untuk diagnosis HP. 4 32 Gambar 7. Cardiac MRI pada pasien 62 tahun dengan HP sekunder pada chronic thromboembolicdisease. Tampak right ventricular dilatation (*) dan hypertrophy (panah hitam) dan D-shaped left ventricle (panah putih) akibat sekunderdari leftward bowing septum interventrikuler (kepala panah).1 Gambar 8. Pulmonary arterial hypertension. Radiograph (a) sketsa (b) tampak: A.Pulmonalis tampak membesar dan tortuous dengan tortuos dari cabang kecil bila tekanan mencapai 60–65mm Hg; V. Pulmonalis tampak sangat kecil (panah) a); dan rasio arteri-vena 3:1, tampak hilangnya gambaran vaskular perifer (“pruning”).16 33 Gambar 9. Hipertensi vena pulmonalis A. Foto toraks dan B. Skema Tampak pelebaran vena di lobus superior yang masif dengan penurunan ratio arteri:vena (kebalikan dari hipertensi arteri pulmonalis). Juga tampak gambaran interstitial udem di basal pulmo Gambar 10. Vascular signs HP. Pada CT angiogram tampak dilatasi main pulmonary artery (29 mm atau lebih). Rasio diameter main pulmonary arterial dengan ascending aorta adalah ≥ 1.1 Gambar 11. Gambaran Cardiac pada HP. (a) Axial multidetector CT angiogram tampak ventricular myocardium dextra (panah putih) > 4 mm, ventricular hypertrophy dextra. Septum interventricular melurus (panah hitam).(b) Dilatasi ventrikel dextra dimana rasio diameter ventrikel dextra (panah hitam) banding ventrikel sinistra (panah putih) ≥ 1:1 setinggi level midventricular. Tampak bowing interventricular septum. (c) tampak reflux kontras ke vena cava inferior yang dilatasi dan V. hepatika (panah). 34 Gambar 12. Eisenmenger syndrome pada pria 35tahun VSD yang besar. Tampak dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan (panah). Gambar 13, 14. (12) Sinus venosus pada wanita 26 tahun dengan dyspnea effort dan pada echocardiografi ditemukan HP. Axial multidetector CT angiogram tampak anomali drainase vena pulmonalis superior ke vena cava superior (panah putih) dan berhubungan dengan sinus venosus defect (panah hitam). (13) Patent ductus arteriosus pada wanita 44 tahun dengan HP. Potongan sagital, tampak struktur vaskular yang tubular (panah) menghubungkan aspek inferior proximal descending aorta (Ao) dengan aspek superior a. pulmonary utama bagian distal (PA).1 Gambar 15. Eisenmenger syndrome. (a) Axial multidetector CT angiogram pada pria 39 th dengan hemoptysis tampak dilatasi arteri pulmonalis sentral oleh ateroma dengan kalsifikasi dan trombus (panah) akibat dari ASD yang besar.1 35 Gambar 16. (a) Wanita 26 tahun dengan dyspnea effort, atenuasi centrilobuler, batas tak tegas yang luas (panah), temuan ini mengarah pada pulmonary capillary hemangiomatosis. (b) wanita 29 tahun dengan riwayat bone marrow transplantation, memperlihatkan interlobular septal thickening (panah putih), groundglass attenuation (panah), dan efusi pleura kecil di kanan (panah hitam), temuin ini menunjukan PVOD. Pada pasien PVOD, ground-glass attenuation merupakn sekunder dari perdarahan dan oedema alveolar dari oklusi vena. 1 Gambar 17. Temuan Parenkimal pada chronic thromboembolic pulmonaryhypertension. (a, b) Preoperatif axial multidetector CT image (a) Pria 58 tahun, tampak parenchymal bands (kepala panah) dan mild cylindrical bronchial dilatation (panah). (b) Coronal multiplanar reformation image memperlihatkan atenuasi triangular subpleural (panah), hasil dari scar dari pulmonary infarction.(c,d) Preoperatif (c) wanita 31 tahun, tampak foci ground-glass attenuation pada lobus kiri atas (panah) akibat systemic perfusion of the peripheral lung, temuan ini mengindikasikan CTEPH. (d) tampak area of mosaic attenuation dan sharply demarcated areas of decreased attenuation (kepala panah) merupakan muara pembuluh darah kecil akibat dari hipoperfusi dan oklusi arterial kronik. Daerah yang attenuasinya lebih tinggi mewakili hiperperfusi paru yang merupakan muara pembuluh darah besar (panah).1 Gambar 18. Temuan Vascular pada CTEPH. (a) wanita 55 tahun menunjukan eccentric mural thickening (panah), khususnya arteri kanan dan interlobar,temuan ini mengarah pada CTEPH. (b) Coronal multiplanar reformation image, tampak cut-off arteri mendadak dan reduksi ukuran arteri (panah). (c)Wanita 66 tahun dengan severe pulmonary hypertension dan gagal jantung kanan, tampak intraarterial web (panah), temuan ini mengarah pada CTEPH. (d) Coronal multiplanar reformation image tampak dilatasi (diameter >1.5 mm) arteri bronchialis (panah), merupakan systemic collateral supply.1 36 Tabel 2. Temuan MSCT pada CTEPH1 Gambar 19. Gambar 20 Gambar 19. Pulmonary artery sarcoma pada wanita 47 tahun dengan progressif dyspnea dan pulmonary hypertension. (a) Axial multidetector CT angiogram tampak nodul besar filling defect yang mengisi penuh dan melebarkan lumen A. pulmonalis dextra dan meluaske kiri (panah) dan main pulmonary arteries, temuan ini mengarah pulmonary artery sarcoma, mirip CTEPH (b) Coronal gadolinium contrast-enhanced T1weighted MR image tampak enhancing nodule pada a. pulmonalis kanan (panah), temuan mengindikasikan tumor daripada trombus.1 Gambar 20. Takayasu arteritis pada wanita 46 tahun dengan riwayat chest pain dan aortic regurgitation dan temuan ini konsisten dengan aortitis pada aortic valve replacement dan coronary artery bypass grafting. (a) Tampak oklusi hampir komplit, penebalan mural, dan penyempitan a. pulmonalis dari lobus bawah kiri(panah), mengarah Takayasu arteritis, yang mirip dengan CTEPH.1(b) Tampak stenosis dan penebalan mural a. carotis komunis kiri (panah), gambaran yang membedakan pada Takayasu arteritis.1 Gambar 21. Fibrosing mediastinitis pada pria 77 tahun dengan riwayat stenosis a. pulmonalis kanan dan histoplasmosis. Axial multidetector CT angiogram tampak penyempitan yang jelas pada a. kanan dan interlobar hasil dari calcified soft tissue mass (panah), temuan ini mengindikasikan fibrosing mediastinitis.1