KATA PENGANTAR Buku yang berjudul Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi ini disusun sebagai salah satu bahan ajar dan rujukan pelaksanaan pendidikan bahasa Indonesia bagi mahasiswa di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan bagi mahasiswa yang bukan jurusan bahasa Indonesia. Sesuai dengan kurikulum bahasa Indonesia di perguruan tinggi, mata kuliah bahasa Indonesia sebagai mata kuliah pengembang kepribadian (MPK) dititikberatkan pada kemampuan berbahasa Indonesia para mahasiswa. Kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar sangat diperlukan oleh mahasiswa dalam rangka penulisan makalah atau tugas akhir dan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai sebuah gelar sarjana pada perguruan tinggi. Dalam era globalisasi bahasa Indonesia bukan hanya sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan pendidikan saja tetapi bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sangat berperan penting bagi kehidupan manusia. Bahasa Indonesia tidak hanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga diperlukan untuk menjalankan segala pemberitaan bahkan untuk menyampaikan pikiran, pandangan serta perasaan. Dengan kata lain bahasa Indonesia bisa disebut sebagai alat komunikasi terpenting bagi manusia, sehingga mempelajarinya dengan lebih mendalam akan memudahkan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Buku ini berisikan delapan bab, kedelapan bab tersebut adalah: bab I sejarah, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, bab II ragam bahasa, bab III diksi atau pilihan kata, bab IV kalimat efektif, bab V paragraf, bab VI penalaran, bab VII ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan, bab VIII ketentuan pembentukan istilah. Bahan penyusnan buku ini telah diujicobakan dan diterapkan sebagai bahan kuliah yang diberikan di beberapa perguruan tinggi di Banjarmasin, antara lain (1) di Universitas Lambung Mangkurat, (2) di Universitas Achmad Yani, (3) di Universitas Muhammad Arsyad Al-Banjari, (4) di IAIN Antasari, (5) di STKIP PGRI (6) di STKIP Paris Barantai (7) di STIKES Husada Borneo Akhirnya, kami mengucapkan rasa syukur yang tiada terhingga kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan buku dengan judul Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi ini. Kami juga menyadari bahwa buku ini belum sempurna, baik dari segi teknik penyajian maupun dari segi materi,, oleh karena itu, untuk kesempurnaan buku ini, kritik dan saran dari para pembaca dan pemakai sangat kami harapkan. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi kita semua. Banjarmasin, Januari 2013 Penulis, DAFTAR ISI BAB I SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA 1. Sejarah Bahasa Indonesia 2. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara 3. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan 4. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni 5. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa dalam Pembangunan 6. Fungsi Bahasa Indonesia BAB II RAGAM BAHASA 1. Penggunaan Bahasa 2. Ragam Daerah atau Dialek 3. Ragam Bahasa Terpelajar 4. Ragam Bahasa Resmi dan Ragam Bahasa Tak Resmi 5. Ragam Bahasa Berdasarkan Pokok Persoalan 6. Ragam Bahasa Lisan dan Ragam Bahasa Tulis 7. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar BAB III DIKSI ATAU PILIHAN KATA 1. Pengertian Diksi 2. Makna Denotatif dan Konotatif 3. Kata Umum dan Kata Khusus 4. Kata Kongkret dan Abstrak 5. Sinonim 6. Pembentukan Kata 7. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata 8. Ungkapan Idiomatik BAB IV KALIMAT EFEKTIF 1. Kalimat Efektif 2. Transformasi Kalimat 3. Kalimat Topik BAB V PARAGRAF 1. Pengertian Paragraf 2. Kegunaan Paragraf 3. Macam-Macam Paragraf 4. Syarat-Syarat Pembentukan Paragraf 5. Letak Kalimat Utama 6. Pengembangan Paragraf BAB VI PENALARAN 1. Beberapa pengertian 2. Penalaran Dedukatif 3. Penalaran Indukatif 4. Salah Nalar BAB VII EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN 1. Pemakaian Huruf 2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring 3. Penulisan Kata 4. Penulisan Unsur Serapan 5. Pemakaian Tanda Baca BAB VIII KETENTUAN PEMBENTUKAN ISTILAH 1. 2. 3. 4. Pedoman Pembentukan Istilah Proses Pembentukan Istilah Aspek Tata Bahasa Peristilahan Aspek Semantik Peristilahan BAB I SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA 1. SEJARAH BAHASA INDONESIA Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu termasuk rumpun bahasa Austronesia yang telah digunakan sebagai lingua franca di Nusantara sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya. Selain Melayu pasar terdapat pula istilah Melayu tinggi. Pada masa lalu bahasa Melayu tinggi digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif bahasa Melayu pasar. Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya. Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi bahasa Melayu pasar sudah terlanjur diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia. Penamaan istilah “bahasa Melayu” telah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M., yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya. Awal penamaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional Kedua di Jakarta, di canangkanlah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pasca-kemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari bahasa Melayu yang dituturkan di Riau. Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia. 2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar. 3. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan bahasa Melayu Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Maluku, Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan: Pertama, suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhir pun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya. 4. Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia yaitu Malaysia, Brunei, dan Singapura. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negaranegara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara. Dengan memilih bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa Indonesia yang telah dipilih ini kemudian dibakukan lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini telah dilakukan pada zaman penjajahan Jepang. Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, antara lain menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah digunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit, berangka 683 M. (Palembang); Talang Tuwo, berangka 684 M. (Palembang); Kota Kapur, berangka 686 M. (Bangka Barat); dan Karang Brahi, berangka 688 M. (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu kuno. Bahasa Melayu kuno itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M. dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M. yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara. Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-luen (I-Tsing, 63: 159), Kou-luen (I-Tsing, 183), Koenluen (Ferrand, 1919), Kw'enlun (Alisjahbana, 1971: 1089), Kun’lun (Parnikel, 1977: 91), Kun’ lun (Prentice, 1078: 19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka 1380 M., maupun hasil susastra (abad ke- 16 dan ke- 17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin. Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, Persia, Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara memengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antar-perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkurnpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928) Peristiwa-peristiwa penting berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia di antaranya: 1. Pada tahun 1901, disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu. 2. Pada tahun 1908, pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit bukubuku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas. 3. Pada 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia. 4. Pada tahun 1933, secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan. 5. Pada tarikh 25-28 Juni 1938, dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. 6. Pada 18 Agustus 1945, ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. 7. Pada 19 Maret 1947, diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya. 8. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober-2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara. 9. Pada 16 Agustus 1972, H.M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1972. 10. Pada 31 Agustus 1972, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara). 11. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada 28 Oktober-2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. 12. Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 21-6 November 1983. la diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin. 13. Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 28 Oktober-3 November 1988. la dihadiri oleh kira-kira 700 pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. 14. Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 28 Oktober-2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hong Kong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia. 15. Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut: a. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra. b. Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.16. Kongres Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Jakarta pada 14-17 Oktober 2005. 16. Kongres IX Bahasa Indonesia. Kongres ini akan membahas tiga persoalan utama: 1) bahasa Indonesia; 2) bahasa daerah; dan 3) penggunaan bahasa asing. Tempat kongres di Jakarta, pada 28 Oktober-1 November 2008 di Hotel Bumi Karsa, Kompleks Bidakara, Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan. Secara umum, Kongres IX Bahasa Indonesia ini bertujuan meningkatkan peran bahasa dan sastra Indonesia dalam mewujudkan insan Indonesia cerdas kompetitif menuju Indonesia yang bermartabat, berkepribadian, dan berperadaban unggul. 2. BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NEGARA Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. (Bab XV, Pasal 36) Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, bertambah pula kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis. Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi internasional (antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Warga masyarakat pun dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan peristiwa kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa perlu senantiasa dibina dan dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan ketenagaan, baik dalam penerimaan karyawan atau pegawai baru, kenaikan pangkat, maupun pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini harus diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan bahasa Indonesia. Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, surat menyurat antar-instansi pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan, loka karya masalah pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pegawai ke instansi pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan menggunakan bahasa Indonesi. Apalagi, di antara pelaku komunikasi tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh, misalnya antara bawahan-atasan, mahasiswa-dosen, kepala dinas-bupati atau wali kota, dan kepala desa-camat. Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini, bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sejarah bahasa Indonesia cukup jelas menyebutkan apa fungsi dan bagaimana kedudukan bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia. Fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia ialah sebagai pemersatu suku-suku bangsa di Republik Indonesia yang beraneka ragam. Setiap suku bangsa yang begitu menjunjung nilai adat dan bahasa daerahnya masing-masing disatukan dan disamakan derajatnya dalam sebuah bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, dan memandang akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, maka setiap suku bangsa di Indonesia bersedia menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Selain itu, fungsi dari bahasa Indonesia ialah sebagai bahasa ibu yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi bagi yang tidak bisa berbahasa daerah. Seiring perkembangan zaman, sebagian besar warga negara Indonesia melakukan transmigrasi atau pindah dari daerah dia berasal ke daerah lain di Indonesia, sehingga di sinilah peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi antarsuku bangsa yang berbeda, agar mereka tetap dapat saling berinteraksi. Kedudukan bahasa Indonesia di negara Republik Indonesia selain sebagaibahasa persatuan juga sebagai bahasa negara atau bahasa nasional dan sebagai budaya. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maksudnya telah jelas karena fungsi bahasa Indonesia itu sendiri ialah sebagai pemersatu suku bangsa yang beraneka ragam yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara atau bahasa Nasional, maksudnya bahasa Indonesia itu ialah bahasa yang sudah diresmikan menjadi bahasa bagi seluruh bangsa Indonesia. Adapun bahasa Indonesia sebagai budaya, maksudnya bahasa Indonesia itu merupakan bagian dari budaya Indonesia dan merupakan ciri khas atau pembeda dari bangsabangsa lain di dunia. 3. BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA PERSATUAN Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan jempol. Bahasa Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia, rasa kesatuan dan persatuan bangsa yang berbagai etnis terpupuk Kehadiran bahasa Indonesia di tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen negatif bagi etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru kehadiran bahasa Indonesia dianggap sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan sebagai penengah ego kesukuan. Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial-budaya serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kepentingan nasional diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan. Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok Tanah Air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya sarana perhubungan, luasnya pernakaian alat perhubungan umum, banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan banyaknya perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri. 4. BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, dan SENI Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia itu telah menempatkan bahasa Indonesia dalam dua kedudukan penting, yakni sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sejak diikrarkan sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu telah mengantarkan bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa dan sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, agama, dan bahasa daerahnya. Di samping itu, bahasa Indonesia juga telah mampu mengemban fungsinya sebagai sarana komunikasi modern dalam penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan, pengembangan ilmu, dan teknologi, serta seni. Pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36 UUD 1945, bahasa Indonesia berkedudukan juga sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam hubungannya sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa karena bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini, bahasa Indonesia digunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial-budaya nasional pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya sebagai bahasa budaya. Dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi untuk kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan IPTEK dan pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan untuk masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa asing dalam usaha mengikuti perkembangan dan penerapan IPTEK. Dengan demikian, bahasa Indonesia mempunyai peran sebagai bahasa pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia dipakai pula sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan. Semua jenjang pendidikan dalam penyampaiannya tentu menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya. Karena itu, bahasa Indonesia jelas mempunyai peran penting sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyebarannya dalam dunia pendidikan. 5. BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA DALAM PEMBANGUNAN Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Republik Indonesia. Pada saat ini, bahasa Indonesia digunakan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi, dan bahasa pertama yang digunakan, selain bahasa daerah. Sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai kesempatan dan kegiatan. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional dalam berbagai kepentingan nasional. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sebagai kepentingan nasional tentu akan menggunakan bahasa Indonesia. Karena itulah, bahasa Indonesia akan digunakan dalam hal kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Bahasa Indonesia memiliki peran penting di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perannya tampak di dalam kehidupan bermasyarakat di berbagai wilayah tanah tumpah darah. Indonesia. Komunikasi perhubungan pada berbagai kegiatan masyarakat telah memanfaatkan bahasa Indonesia di samping bahasa daerah sebagai wahana dan peranti untuk membangun kesepahaman, kesepakatan, dan persepsi yang memungkinkan terjadinya kelancaran pembangunan masyarakat di berbagai bidang. Bahasa Indonesia sebagai milik bangsa, dalam perkembangan dari waktu ke waktu telah teruji keberadaannya, baik sebagai bahasa persatuan maupun sebagai bahasa resmi negara. Adanya gejolak dan kerawanan yang mengancam kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia bukanlah bersumber dari bahasa persatuannya, bahasa Indonesia yang dimilikinya, melainkan bersumber dari krisis multidimensional terutama krisis ekonomi, hukum, politik, dan pengaruh globalisasi. Justru, bahasa Indonesia hingga kini menjadi perisai pemersatu yang belum pernah dijadikan sumber permasalahan oleh masyarakat pemakainya yang berasal dari berbagai ragam suku dan daerah. Hal ini dapat terjadi, karena bahasa Indonesia dapat menempatkan dirinya sebagai sarana komunikasi efektif, berdampingan dan bersama-sama dengan bahasa daerah yang ada di Nusantara dalam mengembangkan dan melancarkan berbagai aspek kehidupan dan kebudayaan, termasuk pengembangan bahasa-bahasa daerah. Dengan demikian, bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah memiliki peran penting dalam memajukan pembangunan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. 6. FUNGSI BAHASA INDONESIA Bahasa Indonesia di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: 1. Lambang kebanggaan kebangsaan Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebangsaan ini, bahasa indonesia kita pelihara dan kita kembangkan serta rasa kebanggaan pemakainya senantiasa kita bina. 2. Lambang identitas nasional Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung disamping bendera dan lambang bendera kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain. 3. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah dan antarbudaya Fungsi bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah, antarsuku bangsa ini adalah sebagai bahasa nasional. Berkat adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari pelosok yang satu ke pelosok yang lain di Tanah Air kita dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi. 4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bahasa ini mencapai keserasian hidup sebagai bahasa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan da kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu kita dapat meletakan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan. BAB II RAGAM BAHASA 1. PENGGUNAAN BAHASA Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia itu, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan takbaku. Pemakaian bahasa baku dan takbaku berkaitan dengan situasi resmi dan takresmi. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau dalam pertemuan-pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi takresmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku. Penggunaaan bahasa yang dibedakan oleh faktor-faktor tertentu, seperti situasi resmi dan takresmi itulah yang akan dibicarakan di bawah ini supaya kita dapat membedabedakan pemakaian bahasa sesuai dengan tuntutan ragamnya. Dengan demikian, kita tidak akan merampatkan pemakaian bahasa bahwa pengguanaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidak ditafsirkan sebagai pengguanaan bahasa baku dalam segala situasi. Ada tiga kriteria penting yang perlu diperhatikan jika kita berbicara tentang ragam bahasa. Ketiga kriteria itu adalah: (1) media yang digunakan, (2) latar belakang penutur, dan (3) pokok persoalan yang dibicarakan. Berdasarkan media yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa dapat dibedakan atas ragam bahas lisan dan ragam bahasa tulis. Di bagian lain, kedua ragam itu dibicakan secara tersendiri. Dilihat dari segi penuturnya, ragam bahasa dibedakan menjadi: (1) ragam daerah (dialek), (2) ragam bahasa terpelajar, (3) ragam bahasa resmi, dan (4) ragam bahasa takresmi. Berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat dibedakan atas bidang-bidang ilmu dan teknologi serta seni, misalnya ragam bahasa ilmu, ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, ragam bahasa jurnalistik dan ragam bahasa sastra. Macam-macam ragam bahasa itu tampak pada bagan di halaman berikut 2. RAGAM DAERAH Sebagaimana kita ketahui, bahasa Indonesia tersebar luas ke seluruh Nusantara. Luasnya wilayah pemakaian bahasa itu menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan di suatu daerah berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di daerah lain. Misalnya, bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang Jayapura berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang Medan, bahasa Indonesia yang dipakai orang Denpasar berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan orang Jakarta, dan sebagainya. RAGAM BAHASA RAGAM BAHASA LISAN TULIS RAGAM BAHASA DIALEK TERPELAJAR PENUTURNYA ILMU HUKUM RESMI TAKRESMI POKOK PERSOALAN NIAGA JURNALISTIK SASTRA Penggunaan bahasa yang berbeda-beda karena perbedaan daerah seperti itu disebut ragam daerah disebut logat. Logat yang paling tampak yang mudah diamati ialah lafal. Logat bahasa Indonesia orang Jawa tampak dalam pelafalan /b/ pada posisi awal nama-nama kota seperti mBandung, mBanyuwangi, mBangkalan, mBogor, dan mBesuki, atau realisasi pelafalan kata, seperti pendidi’an, tabra’an, kenai’an, dan gera’an. Logat bahasa orang Bali dan Aceh akan tampak dalam realisasi pelafalan /t/ sebagai retrofleks, seperti tampak pada kata thethapi, canthik, dan kitha. Logat orang Tapanuli tampak realisasi pelafalan /e/ dengan tekanan kata yang amat jelas, seperti yang tampak dalam kata-kata sementara, sewenang-wenang, lebaran, dan gelang, ciri-ciri tekanan, turun naiknya nada, dan panjang pendeknya bunyi bahasa membentuk aksen yang berbeda-beda. Perbedaan kosakata atau sistem tata bahasa juga menandai perbedaan logat, tetapi tidak sejelas lafal. Bahasa ibu atau bahasa yang dikuasai pertama, erat hubungannya dengan logat atau ragam daerah/dialek. Perbedaan logat bahasa Indonesia antara daerah yang satu dan daerah yang lain biasanya dapat diterima atau tidak dipermasalahkan selama bahasa yang digunakan itu dapat dipahami dan tidak mengganggu kelancaran komunikasi. Tidak jarang kita menemukan perbedaan ragam daerah/logat di antara suku-suku bangsa di Nusanatara ini dijadikan bahan humor. 3. RAGAM BAHASA TERPELAJAR Tingkat pendidikan penutur bahasa Indonesia turut mewarnai penggunaan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan tampak jelas perbedaannya dengan yang digunakan oleh kelompok penutur yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya pidio (video), pilem (film), komplek (kompleks), pajar (fajar), dan pitamin (vitamin). Perbedaan ragam bahasa penutur yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan juga tampak dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa (membawa), nyari (mencari). Hal itu menunjukkan penuturnya kurang dapat memelihara bahasanya. Ragam bahasa yang dituturkan oleh kelompok penutur berpendidikan memiliki ciri keterpeliharaan. Ragam bahasa itulah yang digunakan dalam dunia pendidikan, lembaga pemerintahan, media massa, ilmu, dan teknologi. Ragam bahasa itu memiliki prestise yang tinggi. 4. RAGAM BAHASA RESMI DAN RAGAM BAHASA TAKRESMI Ragam bahasa dipengaruhi pula oleh sikap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembaca (jika dituliskan). Sikap itu antara lain resmi, akrab, dingin, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis turut mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasan atau pimpinannya, bahasa perintah atasan kepada bawahan, bahasa seorang ibu yang membujuk anaknya, bahsa orang tua yang sedang memarahi anaknya, atau bahasa anak-anak muda yang sedang berbincang secara santai. Tentu kita juga dapat mengamati bahasa surat lamaran/permohonan pekerjaan yang berbeda dengan surat cinta dua remaja. Perbedaan-perbedaan itu tampak dalam pilihan kata dan penerapan kaidah tata bahasa. Sering pula ragam ini disebut gaya. Pada dasarnya setiap penutur bahasa mempunyai kemampuan menggunakan bermacam ragam bahasa itu. Namun, keterampilan menggunakan bermacam ragam bahasa bukan merupakan warisan, melainkan dapat diperoleh melalui proses belajar, baik melalui pelatihan maupun pengalaman. Keterbatasan penguasaan ragam/gaya menimbulkan kesan bahwa penutur itu kurang luas pergaulannya. Misalnya, anak kecil yang hanya memiliki satu macam gaya, yaitu yang dilakukan dilingkungan keluarganya akan menggunakan gaya itu dalam segala situasi. Begitu juga, orang yang hanya menggunakan satu macam gaya, misalnya dalam perintah, untuk berbagai situasi akan menimbulkan kesan bahwa orang itu tidak mau akrab dengan kawan bicara. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau yang dikenal dengan bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara, akan makin resmi dan berarti makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makain rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. 5. RAGAM BAHASA BERDASARKAN POKOK PERSOALAN Dilihat dari pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahsa dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Sehari-hari, kita bergerak didalam bermacam lingkungan masyarakat. Di lingkungan masyarakat yang berbeda terdapat penggunaan bahasa yang berbeda. Misalnya, bahasa yang digunakan dalam lingkungan ilmu dan teknologi berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan niaga serta berbeda pula dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan seni (kebudayaan). Demikian pula, bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan olahraga, hukum, atau politik. Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/istilah/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang-bidang tersebut. Misalnya, kata-kata zakat, kurban, ibadah digunakan dalam lingkungan agama; orbit, fosil, atmosfer digunakan dalam dunia ilmu; kampanye, kontestan, demokrasi banyak digunakan dalam lingkungan politik; kredit, kontan, laba digunakan dalam dunia niaga; amnesty, pidana, kasasi digunakan dalam lingkungan hukum. Variasi dalam bidang tata bahasa sebenarnya juga tampak dalam ragam bahasa menurut pokok persoalan tersebut. Kita dapat mengenali kalimat-kalimat dalam khotbah/doa, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam undang-undang, dan kalimat-kalimat dalam sastra. 6. RAGAM BAHASA LISAN dan RAGAM BAHASA TULIS Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, penggunaan bahasa dapat dibedakan dalam dua macam ragam bahasa, yaitu: 1) ragam bahasa lisan dan 2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya dinamakan ragam bahasa tulis. RAGAM BAHASA LISAN DAN RAGAM BAHASA TULISAN (Dilihat dari aspek kebahasaan) RAGAM LISAN RAGAM BAHASA LAFAL TATA BAHASA KOSA KATA RAGAM TULIS EJAAN Kita harus hati-hati dengan pernyataan tersebut karena ada bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat-alat ucap, tetapi sebelumnya telah dituliskan, seperti teks pidato yang dibacakan atau siaran berita radio atau televisi. Sebaliknya, ada bahasa lisan yang dituliskan seperti transkripsi cerita rakyat (yang belum pernah dituliskan) atau pidato yang ditranskripsikan. Maka, pernyataan itu masih harus dilengkapi dengan penjelasan perbedaan kedua ragam itu yang dilihat dari segi struktur bahasa atau segi lain, seperti yang terlihat pada bagan di atas. Pada bagan itu terlihat bahwa ragam bahasa lisan mencakup aspek lafal, tata bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosakata. Lafal merupakan aspek pembeda ragam bahasa lisan dari ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu, aspek tata bahasa dan kosakata dalam kedua jenis ragam itu memiliki cara yang berbeda walaupun bidangnya sama. Kedua ragam bahasa itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis, yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu telah berkembang menjadi dua sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar meskipun ada pula kesamaannya. Sebagaimana terlihat dalam bagan, walaupun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosakata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada bagan dan contoh di halaman berikutnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa dalam ragam bahasa lisan, penutur dapat memanfaatkan peragaan, seperti gerak tangan, air muka, tinggi rendah suara atau tekanan, untuk membantu kepahaman pengungkapan diri, ide, gagasan, pengalaman, sikap, dan rasa, sedangkan dalam ragam bahasa tulis, peragaan seperti itu tidak dapat digambarkan/dilambangkan dengan tulisan. Oleh karena itu, dalam ragam bahasa tulis dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa, baik bentuk kata maupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, dan ketepatan penerapan kaidah ejaan, serta pungtuasi (tanda baca) untuk membantu kejelasan pengungkapan diri ke dalam bentuk ragam bahasa tulis. PERBEDAAN RAGAM BAHASA LISAN DAN RAGAM BAHASA TULIS (Segi Tata Bahasa) RAGAM BAHASA LISAN 1) Nia sedang baca surat kabar 2) Ari mau nulis surat. 3) Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu BENTUK KATA TATA BAHASA RAGAM BAHASA TULIS 1a) Nia sedang membaca surat kabar 2a) Ari mau menulis surat. 3a) Namun engkau tidak boleh menolak lamaran itu. PERBEDAAN RAGAM BAHASA LISAN DAN RAGAM BAHASA TULIS (Segi Kosakata) RAGAM BAHASA LISAN (7) Ariani bilang kita harus belajar (8) Kita harus bikin karya tulis (9) Rasanya masih terlalu pagi buat saya, pak. Kosa kata RAGAM BAHASA TULIS (7a) Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar (8a) Kita harus membuat karya tulis (9a) Rasanya masih terlalu muda bagi saya, pak. Ragam bahasa itulah yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan dan yang digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Ragam bahasa itu itu pulalah yang digunakan dalam pemerintahan. Media massa, ilmu, teknologi, dan seni. Dalam hubungannya dengan ragam bahasa tulis baku, norma atau kaidahnya dinyatakan secara tertulis dalam bentuk buku tata bahasa, kamus, dan pedoman ejaan yang memberikan petunjuk atau kaidah penulisan, termasuk pungtuasi. Semua itu merupakan pedoman dalam penggunaan bahasa yang baku. Penggunaan bahasa baku dan takbaku ini bertalian dengan situasi. Penggunaan bahasa baku berkaitan dengan situasi resmi atau kedinasan (formal), sedangkan penggunaan bahasa takbaku berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam situasi tidak resmi atau diluar kedinasan. Di samping itu, jarak antara penutur (pembicara) dan kawan bicara (pendengar) yang terlihat dari sikap, juga mewarnai penggunaan bahasa. Jarak antara penutur dan kawan bicara akan melahirkan penggunaan bahasa takbaku. Sebaliknya, jarak jauh atau sikap resmi antara pembicara dan kawan bicara akan melahirkan penggunaan bahasa baku. Namun, kita harus berhati-hati bahwa bahasa dalam situasi resmi tidak mesti baku karena topik pembicaraan juga menentukan pilihan penggunaan bahasa. Dalam pemilihan penggunaan bahasa baku itu, selain situasi, perlu di perhatikan juga kawan bicara, latar (setting), topik, dan tujuan pembicaraan. RAGAM BAHASA BAKU DAN RAGAM BAHASA TAKBAKU RAGAM BAHASA BAKU RAGAM BAHASA LISAN RAGAM BAHASA TAKBAKU RAGAM BAHASA RAGAM BAHASA BAKU RAGAM BAHASA TULIS RAGAM BAHASA TAKBAKU Dalam hubungannya ragam bahasa tulis baku, ragam bahasa itu merupakan hasil penataan secara cermat oleh penggunanya (bukan ekspresi spontan seperti ragam bahasa lisan) sehingga ragam bahasa tulis itu memenuhi kriteria 1) jelas (bertalian dengan makna yang terkait dengan unsur-unsur gramatikal, seperti subjek, predikat, atau dan objek/keterangan), 2) tegas (bertalian dengan interpretasi, tidak rancu), 3) tepat (bertalian dengan pilihan kata/istilah), 4) lugas (tidak bermajas dan tidak berpanjang-panjang) 7. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR Selain bermacam ragam bahasa yang telah kita bicarakan, ada lagi ragam penggunaan bahasa yang khas, yaitu bahasa indonesia yang baik dan benar, seperti dikemukakan dibawah ini. 1. Bahasa Bukan Sekadar Alat Komunikasi Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, bahasa itu alat pikir dan alat ekspresi maka bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekadar berkomunikasi (asal mengerti/pokoknya mengerti); berbahasa perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku. Kaidah bahasa ada yang tersirat dan ada yang tersurat. Kaidah bahasa yang tersirat berupa intuisi penutur bahasa. Kaidah ini diperoleh secara resmi sejak penutur belajar berbahasa Indonesia. Kaidah bahasa yang tersurat adalah sistem bahasa (aturan bahasa) yang dituangkan dalam berbagai terbitan yang dihasilkan oleh penutur bahasa yang berminat dan ahli dalam bidang bahasa, baik atas inisiatif sendiri (perseorangan) maupun atas dasar tugas yang diberikan pemerintah, seperti buku-buku tata bahasa, kamus, dan berbagai buku pedoman (misalnya pedoman ejaan pedoman pembentuk istilah). Namun, masalahnya apakah kaidah yang telah dituliskan itu sudah diterapkan secara benar? Jika kita sudah menerapkan kaidah secara benar, hal itu berarti bahwa kita telah menggunakan bahasa Indonesia dengan benar. Lalu, bagaimana penggunaan bahasa Indonesia yang baik? Berikut dikemukakan kriteria yang baik dan benar itu. 2. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Ungkapan gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar telah menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru dilingkungan sekolah, jasa media massa (media cetak, surat kabar, dan majalah ataupun media elektronik radio, televisi, dan internet) maupun melalui siaran pembinaan bahasa Indonesia. Apakah sebenarnya makna ungkapan itu? Apakah yang dijadikan alat ukur (kriteria) bahasa yang baik? Apa pula alat ukur bahasa yang benar? Supaya tidak hanya mengucapkan slogan itu, tetapi dapat menerapkannya, marilah kita perhatikan kriteria bahasa yang baik dan benar dibawah ini. Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah itu meliputi aspek: 1) tata bunyi (fonologi) 2) tata bahasa (kata dan kalimat) 3) kosakata (termasuk istilah) 4) ejaan, dan 5) makna. Pada aspek tata bunyi , misalnya kita telah menerima bunyi /f/, /v/, dan /z/. Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif, variabel, vitamin, devaulasi, zakat, zebra, dan izin, bukan pajar, pakir (miskin),motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, sebra, dan ijin. Masalah lafal juga termasuk aspek tata bunyi. Pelafalan yang benar adalah kompleks, korps, transmigrasi,ekspor, bukan komplek, korp, tranmigrasi, dan ekspot. Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban, bukan obah/robah/rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan, dan pertanggungan jawab. Dari segi kalimat, pernyaataan dibawah ini tidak benar karena mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat, atau dan objek/keterangan. {10} pada tabel diatas memperlihatkan bahwa wanita lebih banyak daipada pria. Jika kata pada ditiadakan, unsur tabel di atas menjadi subjek atau kata memperlihatkan diubah terlihat agar bahwa dan seterusnya menjadi subjek. Dengan demikian, kalimat itu benar. Pada aspek kosakata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar, dan udah, lebih baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam penggunaan bahasa indonesia yang benar. Dalam hubungannya dengan peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh, pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi. Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, hakikat, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki. Dari segi makna, penggunaan bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntunan makna. Misalnya, dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang bermakna konotatif (kiasan). Jadi, penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa. Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan itu bertalian dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak bicara (kalau lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar. Dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita. Kalimat dibawah ini tidak sesuai dengan tata nilai masyarakat indonesia karena tidak cocok dengan logika penutur bahasa indonesia. {11} gadis itu jalan-jalan disungai. Bagi orang Afrika yang mengenal musim panas berkepanjangan (sungai kering) atau orang Eropa/Amerika yang mengenal musim dingin (air sungai membeku), kalimat tersebut dapat diterima. Tampaknya, maslah logika bertalian dengan iklim (alam), tradisi, dan pengalaman penutur bahasa. Jadi, kalimat tersebut tidak baik bagi penutur bahasa indonesia walaupun benar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Selain itu, ukuran baik itu juga bertalian dengan tersampaikannya informasi yang dinyatakan. Kalimat (10) misalnya, dapat menyampaikan pesan/informasi, tetapi dilihat dari segi kaidah bahasa tidak memenuhi syarat sebagai kalimat yang benar. Sebaliknya, kalimat (11), misalnya, memenuhi kaidah bahasa (subjek, predikat, dan keterangan), tetapi tidak dapat menyampaikan pesan secara efektif karena orang akan bertanya-tanya tentang maksudnya. Jadi, penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosakata, istilah, dan ejaan. Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimatkalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat BAB III DIKSI ATAU PILIHAN KATA 1. PENGERTIAN DIKSI Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu 2. MAKNA DENOTATIF DAN KONOTATIF Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan, misalnya, bermakna memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif. Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata itu adalah makna denotatif atau konotatif. Kata rumah monyet mengandung makna konotatif. Akan tetapi, makna konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain sebab nama lain untuk kata itu tidak ada yang tepat. Begitu juga dengan istilah rumah asap. Makna-makna konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu. Misalnya: rumah penonton dibuat sesuai tukang pembantu pekerja tengah bunting mati wisma, graha, gedung pemerhati, pemirsa dirakit, dibikin, disulap Harmonis ahli, (menguasai kebisaan) Asisten karyawan, pegawai Madia mengandung, bunting wafat, meninggal Makna konotatif dan makna denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum, sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus. Kalimat di bawah ini menunjukkan hal itu. Dia adalah wanita cantik (denotatif) Dia adalah wanita manis (konotatif) Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita. Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek daripada bodoh), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek daripada rumah). Di pihak lain, kata-kata itu dapat pula mengandung arti kiasan yang terjadi dari makna denotatif referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini. Perhatikan kalimat di bawah ini. Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaan masyarakat. Kata membanting tulang (makna denotatif adalah pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna "bekerja keras" yang merupakan sebuah kata kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukkan ke dalam golongan kata yang bermakna konotatif. Kata-kata yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian seperti ini disebut idiom atau ungkapan. Semua bentuk idiom atau ungkapan tergolong dalam kata yang bermakna konotatif. Kata-kata idiom atau ungkapan adalah sebagai berikut: kepala batu keras kepala, panjang tangan, ringan tangan sakit hati, dan sebagainya. 3. KATA UMUM DAN KHUSUS Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata nila atau mujair. Ikan tidak hanya nila atau tidak hanya mujair, tetapi ikan terdiri atas beberapa macam, seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, ikan koki, dan ikan mas. Dalam hal ini, kata yang acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas. Kata umum disebut superordinat, kata khusus disebut hiponim. Contoh kata bermakna umum yang lain adalah bunga. Kata bunga memiliki acuan yang lebih luas daripada mawar. Bukan hanya mawar, melainkan juga ros, melati, dahlia, anggrek, dan cempaka. Sebaliknya, melati pasti sejenis bunga; anggrek juga tergolong bunga, dahlia juga merupakan sejenis bunga. Kata bunga yang memiliki acuan yang lebih luas disebut kata umum, sedangkan kata dahlia, cempaka, melati, atau ros memiliki acuan yang lebih khusus darl disebut kata khusus. Pasangan kata umum dan kata khusus harus dibedakan dalam pengacuan yang generik dan spesifik. Sapi, kerbau, kuda, dan keledai adalah hewan-hewan yang termasuk segolongan, yaitu golongan hewan mamalia. Dengan demikian, kata hewan mamalia bersifat umum (generik), sedangkan sapi, kerbau, kuda, keledai adalah kata khusus (spesifik). 4. KATA KONKRET DAN ABSTRAK Kata yang acuannya semakin mudah dicerap pancaindra disebut kata konkret, seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak, seperti ide, gagasan, kesibukan, keinginan, angan-angan, kehendak dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hambtirkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat. 5. SINONIM Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Sinonim ini dipergunakan tultuk mengalih-alihkan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan bahasa seseorang dan mengonkretkan bahasa seseorang sehingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakannya, sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapinya. Kita ambil contoh kata cerdas dan cerdik. Kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar. Kata-kata lain yang bersinonim ialah: agung, besar, raya mati, mangkat, wafat, meninggal cahaya, sinar ilmu, pengetahuan penelitian, penyelidikan dan lain-lain. Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah denotatif dan makna konotatif suatu kata. makna 6. PEMBENTUKAN KATA Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam clan dari luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbenhik kata baru melalui tuzsur serapan. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya tata tata buku tata bahasa tata rias tata cara daya daya tahan daya pukul daya tarik daya serap hari tutup hari sial han jadi hari besar tutup tahun tuhip buku tuhip usia serba serba putih serba plastik serba kuat serba tahu Lepas lepas tangan lepas pantai lepas landas. Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata, misalnya: bank kredit valuta televisi wisata santai nyeri candak kulak. Kita sadar bahwa kosakata bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa asing. Kontak bahasa memang tidak dapat dielakkan karena kita berhubungan dengan bangsa lain. Oleh sebab itu, pengaruh-memengaruhi dalam hal kosakata pasti ada. Dalam hal ini perlu ditata kembali kaidah penyerapan katakata itu. Oleh sebab itu, Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang kini telah beredar di seluruh Nusantara sangat membantu upaya itu. Kata-kata pungut adalah kata yang diambil dari katakata asing. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan kita terhadap nama dan penamaan benda atau situasi tertentu yang belum dimiliki oleh bahasa Indonesia. Pemungutan kata-kata asing yang bersifat internasional sangat kita perlukan karena kita memerhikan suatu komunikasi dalam dunia dan teknologi modern, kita memerlukan komunikasi yang lancar dalam segala macam segi kehidupan. Kata-kata pungut itu ada yang dipungut tanpa diubah, tetapi ada juga yang diubah. Kata-kata pungut yang sudah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia disebut bentuk serapan. Bentuk-bentuk serapan itu ada empat macam: 1) Kita mengambil kata yang sudah sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk kata-kata itu ialah bank, opnarne, golf. 2) Kita mengambil kata dan menyesuaikan kata itu dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk kata-kata itu ialah subject subjek, apotheek apotek, standard standar, university universitas. 3) Kita menerjemahkan dan memadankan istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia. Yang tergolong ke dalam bentuk ini ialah starting point titik tolak, meet the press jumpa pers, up to date mutakhir, briefing taklimat, hearing dengar pendapat. 4) Kita mengambil istilah yang tetap seperti aslinya karena sifat keuniversalannya. Yang termasuk golongan ini ialah de facto, status quo, cum laude, dan ad hoc. 5) Kita dapat juga menyerap kata 6) Berikut didaftarkan beberapa kata serapan ambiguous taksa supervision fulll time drain domain penyelia purnawaktu salir ranah Dalam menggunakan kata, terutama dalam situasi resmi, kita perlu memerhatikan beberapa ukuran. a) Kata yang lazim dipakai dalam bahasa tutur atau bahasa setempat dihindari. Misalnya: nongkrong raun Kata-kata itu dapat dipakai kalau sudah menjadi milik umum. Contoh: ganyang anjangsana lugas kelola heboh pamrih santai b) Kata-kata yang mengandtulg nilai rasa hendaknya dipakai secara cermat dan hati-hati agar sesuai dengan tempat dan suasana pembicaraan. Contoh: tunanetra buta tuli tunawicara bisu c) Kata yang tidak lazim dipakai dihindari, kecuali kalau sudah dipakai oleh masyarakat. Contoh: konon puspa bayu lepau laskar didaulat Di bawah ini akan dibicarakan beberapa penerapan pilihan kata. Sebuah kata dikatakan baik kalau tepat arti dan tepat tempatnya, saksama dalam pengungkapan, lazim, dan sesuai dengan kaidah ejaan. Beberapa contoh pemakaian kata di bawah ini dapat dilihat. a) Kata raya tidak dapat disamakan dengan kata besar, agung. Kata-kata itu tidak selalu dapat dipertukarkan. Contoh: masjid raya, rumah besar, hakim agung. b) Kata masing-masing dan tiap-tiap tidak sama dalam pemakaiannya. Kata tiap-tiap harus diikuti oleh kata benda, sedangkan kata masingmasing tidak boleh diikuti oleh kata benda. Contoh yang benar: a) Tiap-tiap kelompok terdiri atas tiga puluh orang. b) Berbagai gedung bertingkat di Jakarta memiliki gaya arsitektur masing-masing. c) Masing-masing mengemukakan keberatannya. d) Para pemimpin negara APEC yang hadir di Jakarta masing-masing dijaga ketat oleh pengawal kepresidenan Indonesia. c) Pemakaian kata dan lain-lain harus dipertimbangkan secara cermat. Kata dan lain-lain sama kedudukannya dengan seperti, antara lain, misalnya. d) Pemakaian kata pukul dan jam harus dilakukan secara tepat. Kata pukul menunjukkan waktu, sedangkan kata jam menunjukkan jangka waktu. Misalnya: Seminar tentang kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berlangsung selama 4 jam, yaitu dari jam 8.00 s.d. 12.00. (Salah) Seminar tentang kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berlangsung selama 4 jam, yaitu dari pukul 8.00 s.d. pukul 12.00. (Benar) e ) Kata sesuatu dan suatu harus dipakai secara tepat. Kata sesuatu tidak diikuti oleh kata benda, sedangkan kata suatu harus diikuti oleh kata benda. Contoh: a) la mencari sesuatu. b) Pada suatu waktu ia datang dengan wajah berseri-seri. f) Kata dari dan daripada tidak sama pemakaiannya. Kata dari dipakai untuk menunjukkan asal sesuatu, baik bahan maupun arah. Contoh: a) la mendapat tugas dari atasannya. b) Cincin itu terbuat dari emas. Kata daripada berfungsi membandingkan. Contoh: a) Duduk lebih baik daripada berdiri. b) Indonesia lebih luas daripada Malaysia. g) Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata di mana tersebut harus diubah menjadi yang, bahwa, tempat dan sebagainya. 7. KESALAHAN PEMBENTUKAN DAN PEMILIHAN KATA Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan pembentukan kata, yang sering kita temukan, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis. Setelah diperlihatkan bentuk yang salah, diperlihatkan pula bentuk yang benar, yang merupakan perbaikannya. a. Penanggalan Awalan meng- Penanggalan awalan meng- pada judul berita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun, dalam teks beritanya awalan meng- harus eksplisit. Di bawah ini diperlihatkan benhik yang salah dan bentuk yang benar. 1) Amerika Serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (Salah) 1a) Amerika Serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (Benar) 2) Jaksa Agung, Hendarman Supandji, periksa mantan Presiden Soeharto. (Salah) 2a) Jaksa Agung,` Hendarman Supandji, memeriksa mantan Presiden Soeharto. (Benar) b. Penanggalan Awalan berKata-kata Kata-kata yang berawalan ber- sering menanggalkan awalan ber-. Padahal, awalan ber- harus dieksplisitkan secara jelas. Di bawah ini dapat dilihat bentuk salah dan benar dalam pemakaiannya. 1) Sampai jumpa lagi.- (Salah) 1a) 2) 2a) 3) Sampai berjumpa lagi. (Benar) Pendapat saya beda dengan pendapatnya. (Salah) Pendapat saya berbeda dengan pendapatnya. (Benar) Kalau Saudara tidak keberatan, saya akan meminta saran Saudara tentang penyusunan proposal penelitian. (Salah) 3a) Kalau Saudara tidak berkeberatan, saya akan meminta saran Saudara tentang penyusunan proposal penelitian. (Benar) c. Peluluhan bunyi /c/ Kata dasar yang diawal bttnyi /c/ sering menjadi luluh apabila mendapat awalan meng-. Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh apabila mendapat awalan meng Di bawah ini diperlihatkan bentuk salah dan bentuk benar. 1) Paino sedang menyuci mobil. (Salah) 1a) Paino sedang mencuci mobil. (Benar) 2) Endah lebih menyintai Boby daripada menyintai Roy. (Salah) 2a) Endah lebih mencintai Boby daripada mencintai Roy. (Benar) d. Penyengauan Kata Dasar Ada lagi gejala penyengauan bunyi awal kata dasar. Penyengauan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis. Akhirnya, pencampuradukan antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian. Kita sering menemukan penggunaan kata-kata, mandang, ngail, ngantuk, nabrak, nanam, nulis, nyubit, ngepung, nolak, nyabut, nyuap, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku tulis, kita harus menggunakan katakata memandang, mengail, mengantuk, menabrak, menanam, menulis, mencubit, mengepung, menolak, mencabiat, menyuap, dan mencari. e. Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang Berimbuhan meng-/peng Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau / t/ sering tidak luluh jika mendapat awalan meng- atau peng. Padahal, menurut kaidah baku bunyibunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau. Di bawah ini dibedakan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian sehari-hari. 1) Eksistensi Indonesia sebagai negara pensuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (Salah) 1a) Eksistensi Indonesia sebagai negara penyuplai minyak sebaiknya dipertahankan. (Benar) 2) Bangsa Indonesia mampu mengkikis habis paham komunis sampai ke akarakarnya. (Salah) 2a) Bangsa Indonesia mampu mengikis habis paham komunis sampai ke akarakamya. (Benar) f. Awalan ke- yang Keliru Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan tersering diberi berawalan ke-. Hal itu disebabkan oleh kekurangcermatan dalam memilih awalan yang tepat. Umumnya, kesalahan itu dipengaruhi oleh bahasa daerah (Jawa/Sunda). Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian awalan. 1. Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh metro mini. (Salah) 1a) Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh metro mini. (Benar) 2. Dompet saya tidak kebawa karena waktu berangkat, saya tergesa-gesa. (Salah) 2a) Dompet saya tidak terbawa karena waktu berangkat, saya tergesa-gesa. (Benar) g. Pemaknian Akhiran -ir Pemakaian akhiran -ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku, untuk padanan akhiran -ir adalah -asi atau -isasi. Di bawah ini diungkapkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar. 1) Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu. (Salah) 1a) Saya sanggup mengoordinasi kegiatan itu. (Benar) 2) Sukarno-Hatta memproklamirkan negara Republik Indonesia. (Salah) 2a) Sukarno-Hatta memproklamasikan negara Republik Indonesia. (Benar) h. Padanan yang Tidak Serasi Karena pemakai bahasa kurang cermat memilih padanan kata yang serasi, yang muncul dalam pembicaraan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau tidak serasi. Hal ihi terjadi karena dua kaidah bahasa bersilang, atau bergabung dalam sebuah kalimat. Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar, terutama dalam memakai ungkapan penghubung intrakalimat. 1) Karena modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (Salah) 1 a) Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (Benar) 1 b) Modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (Benar) 2) Apabila pada hari itu saya berhalangan hadir, maka rapat akan dipimpin oleh Sdr. Daud. (Salah) 2a) Apabila pada hari itu saya berhalangan hadir, rapat akan dipimpin oleh Sdr. Daud. (Benar) 2b) Pada hari itu saya berhalangan hadir, maka rapat akan dipimpin oleh Sdr. Daud. (Benar) Bentuk-benhik di atas adalah bentuk yang menggabungkan kata karena dan sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi. Penggunaan dua kata itu dalam sebuah kalimat tidak diperlukan. Bentuk-bentik lainnya yang merupakan padanan yang tidak serasi adalah disebabkan karena, dan lain sebagainya, karena. . . . maka, untuk . . . maka, meskiptcn . . . tetapi, kalate . . , maka, dan sebagainya. Bentuk yang baku untuk mengganti padanan itu adalah disebabkan oleh, dan lain-lain, atau dan sebagainya; karena/untuk/ kalau saja tanpa diikuti ma k a , atau ma ka saja tanpa didahului oleh karena/untuk/kalau; meskipun saja tanpa disusul tetapi atau tetapi saja tanpa didahului meskipun. i. Pemakaian Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian di, ke,dari, bagi, dan daripada sering dipertukarkan. Di bawah ini dipaparkan bentuk benar dan bentuk salah dalam pemakaian kata depan. 1) Putusan daripada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (Salah) 1a) Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (Benar) 2) Meja ini terbuat daripada kayu. (Salah) 2 a) Meja ini terbuat dari kayu. (Benar) 3 Neny lebih cerdas dari Vina (Salah) 3a) Neny lebih cerdas daripada Vina. (Benar) j. Pernaluzian Akronim (Singkatan) Kita membedakan istilah "singkatan" dengan "bentuk singkat". Yang dimaksud dengan singkatan ialah hasil menyingkat atau memendekkan berupa huruf atau gabungan huruf seperti PLO, Ul, DPR, KPP, KY, MK, MA, KBK, dan KTSP. Yang dimaksud dengan bentuk singkat ialah kontraksi bentuk kata sebagaimana dipakai dalam ucapan cepat, seperti lab (laboratorium), memo (memorandum), demo (demontrasi) dan lain-lain. Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa Indonesia kadang-kadang tidak teratur. Singkatan IBF mempunyai dua makna, yaitu Internasional Boxing Federation dan Internasional Badminton Federation. Oleh sebab itu, pemakaian akronim dan singkatan sedapat mungkin dihindari karena menimbulkan berbagai tafsiran terhadap akronim atau singkatan itu. Singkatan yang dapat dipakai adalah singkatan yang sudah umum dan maknanya telah mantap. Walaupun demikian, agar tidak terjadi kekeliruan kalau hendak dipergunakan bentuk akronim atau singkatan dalam suatu artikel atau makalah serta sejenis dengan itu, akronim atau singkatan itu lebih baik didahului oleh bentuk lengkapnya. k. Penggunaan Kesimpulan, Keputusan, Penalaran, dan Pemukiman Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata putusan; kata pemukiman bersaing dengan kata permukiman; kata penalaran bersaing dengan kata pernalaran. Lalu, bentukan yang manakah yang sebenarnya paling tepat? Apakah yang tepat kesimpulan dan yang salah simpulan, ataukah sebaliknya. Apakah yang tepat keputusan dan yang salah putusan, ataukah sebaliknya. Mana yang benar penalaran ataukah pernalaran; kata pemukiman ataukah permukiman? Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten. Kalau kita perhatikan dengan saksama, bentukan-bentukan kata itu memiliki hubungan antara yang satu dan yang lain. Dengan kata lain, terdapat korelasi di antara berbagai bentukan tersebut. Perhatikanlah, misalnya, verba yang berawalan meng- dapat dibentuk menjadi nomina yang bermakna 'proses' yang berimbuhan peng-an, dan dapat pula dibentuk menjadi nomina yang bermakna 'hasil' yang berimbuhan -an. Perhatikanlah keteraturan pembentukan kata berikut. Verba Dasar Anut tulis, pilih, bawa, pakai, pukul, putus, Verba Aktif menganut menulis, memilih, membawa, memakai, memukul, memutuskan, Pelaku Proses penganut penulis, pemilih, pembawa, pemakai, pemukul, pemutus, penganutan penulisan, pemilihan, pembawaan, pemakaian, pemukulan, pemufusan, Hasil atau yang di anutan tulisan pilihan bawaan pakaian pukulan putusan Ada lagi pembentukan kata yang mengikuti pola berikut. Verba Verba Pelaku Hal Dasar Aktif tani, bertani, petani, pertanian ti nju, bertinju, petinju, pertinjuan silat, bersilat, pesilat, persilatan mukim, bermukim, pemukim, permukima npergulatan gulat, bergulat, pegulat, Kelompok kata di bawah ini mengikuti cara yang lain. satu, bersatu, solek, bersolek, oleh, beroleh, mempersatukan, mempersolek, memperoleh, pemersatu, pemersolek, pemeroleh, 1. persatuan persolekan perolehan Penggunaan Kata yang Hernat Salah satu ciri pernakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun, dalam komunikasi seharihari sering dijumpai pemakaian kata yang tidak hemat (boros). Berikut ini didaftar kata yang sering digunakan tidak hemat itu. Boros 1. sejak dari 2. agar supaya 3. demi untuk 4. adalah merupakan 5. seperti... dan sebagainya 6. misalnya... dan lain-lain 7. antara lain... dan seterusnya 8. tujuan daripada pembanguan 9. berbagai faktor-faktor 10. daftar nama-nama peserta Hemat sejak atau dari agar atau supaya demi atau untuk adalah atau merupakan seperti atau dan sebagainya misalnya atau dan lain-lain antara lain atau dan seterusnya tujun pembangunan berbagai faktor daftar nama peserta 1) la) 2) 2a) 3) 3a) Mari kita lihat perbandingan boros dan hemat berikut. Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, maka diperlukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (Boros, Salah) Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, diperlukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (Hemat, Benar) Untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi di mana sebagai sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (Salah) Untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi yang merupakan sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di bidang geologi dan perminyakan. (Benar) Karena sumber sembur alam mempunyai tekanan yang tinggi sehingga mampu mengalirkan fluida reservoar kepermukaan. (Boros, Salah) Karena sumber minyak sembur alam mempunyai tekanan yang tinggi, sembur alam tersebut mampu mengalirkan fluida reservoar ke permukaan. (Hemat, Benar) m. Analogi Di dalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi dengan kata bertinju. Kata petinju berarti 'orang yang (biasa) bertinju', bukan 'orang yang (biasa) meninju. Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti pesenam, pesilat, pegolf, peterjun, petenis, dan peboling. Akan tetapi, apakah semua kata dibentuk dengan cara yang sama dengan pembentukan kata petinju? Jika harus dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti berikut ini. petinju 'orang yang bertinju' pesenam 'orang yang bersenam' pesilat 'orang yang bersilat' peski 'orang yang berski' peselancar 'orang yang berselancar' pegolf 'orang yang bergolf petenis 'orang yang bertenis' peboling 'orang yang berboling' Kata bertinju, bersenam, dan bersilat mungkin biasa digunakan, tetapi kata bergolf, berterjun, bertenis, dan berboling bukan kata yang lazim. Oleh sebab itu, munculnya kata peski peselancar pegolf petenis peboling pada dasarnya tidak dibentuk dari berski (yang baku bermain ski) berselancar (yang baku bermain selancar) bergolf bertenis n. (yang baku bermain golf) (yang baku bermain tenis) Bentuk jamak dalam Bahasa Indonesia Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan, seperti kuda-kuda, meja-meja, dan buku-buku. 2) Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan, seperti beberapa meja, sekalian tamu, semua buku, dua tempat, dan sepuluh komputer 3) Bentuk jamak dengan menambah kata bantu jamak, seperti para tamu. 4) Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang, seperti mereka, kita, dan kami, kalian. o. Penggunaan di mana, yang mana, hal mana. Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata di mana tersebut harus diubah menjadi yang, bahwa, tempat, dan sebagainya 8. UNGKAPAN IDIOMATIK Ungkapan idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik adalah kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa. Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang dapat memperkuat diksi di dalam tulisan. Beberapa contoh pemakaian ungkapan idiomatik adalah sebagai berikut. Menteri Dalam Negeri bertemu Presiden SBY. (Salah) Menteri Dalam Negeri bertemu dengan Presiden SBY. (Benar) Yang benar ialah bertemu dengan. Di samping itu, ada beberapa kata yang berbentuk seperti itu, yaitu sehubungan dengan berhubungan dengan sesuai dengan bertepatan dengan sejalan dengan Ungkapan idiomatik lain yang perlu diperhatikan adalah Salah terdiri terjadi atas disebabkan karena membicarakan tentang bergantung kepada baik... ataupun antara... dengan bukan... tetapi Benar terdiri atas / dari terjadi dari disebabkan oleh berbicara tentang bergantung pada baik... maupun antara... dan bukan... melainkan BAB IV KALIMAT EFEKTIF Permasalahan utama dalam penulisan karya ilmiah sering dihadapkan dengan masalah penulisan kalimat efektif. Kalimat efektif dipahami sebagai kalimat yang dapat menyampaikan informasi dan informasi tersebut mudah dipahami oleh pembaca. Pembaca dalam hal ini memang memiliki latar belakang pengetahuan yang bersangkutan. Karya ilmiah ditulis untuk dipahami oleh pembaca. Penulis hendaknya memperhatikan kalimat yang disusun. Kalimat sangat penting dalarn sebuah tulisan. Kalimat yang baik mudah dipahami oleh pembaca. Kalimat efektif minimal terdiri atas S+P yang disusun hendaknya memiliki kelengkapan struktur. Struktur kalimat bahasa Indonesia yaitu S P 0 K/Pel. Ide yang disampaikan dalam kalimat lengkap tidak terpotong-potong. Apabila struktur tersebut tidak dipenuhi, maka kalimat yang disusun menjadi tidak lengkap strukturnya. Kalimat yang tidak lengkap strukturnya dinamakan kalimat yang fragmentaris. Kalimat fragmentaris tidak memiliki struktur yang lengkap. Misalnya: (1) Ira. (Kalimat Fragmentaris) (2) Ira belajar. (Kalimat Efektif tidak lengkap) (3) Ira belajar bahasa Indonesia. (Kalimat Efektif Lengkap) (4) Ira belajar bahasa Indonesia di kampus (Kalimat Efektif Lengkap) Merujuk pada paparan di atas perlu dibedakan penulisan kalimat lengkap dan tidak lengkap dalam menulis karya ilmiah. Penulisan kalimat dalam karya ilmiah harus mengunakan kalimat efektif dengan tujuan informasinya jelas kepada pembaca. 1. KALIMAT EFEKTIF Kal im at di kat akan efekti f apabil a berhasi l menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik, yaitu strukturnya Benar, pilihan katanya tepat, hubungan antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar. Dengan demikian akan memenuhi persyaratan, pemakaian kalimat efektif dan efisien yang mengacu pada pemakaian bahasa yang baik dan benar. Dalam hal ini hendaknya dipahami pula bahwa situasi terjadinya komunikasi juga sangat berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif dalam pergaulan, belum tentu efektif jika dipakai dalam situasi resmi, demikian pula sebaliknya. Misalnya kalimat yang diucapkan kepada tukang becak, "Berapa, Bang, ke pasar Klewer?" Kalimat tersebut jelas lebih efektif daripada kalimat lengkap, "Berapa saya barus membayar Abang, bila saya menumpang becak Abang ke pasar Klewer?" Yang perlu diperhatikan dalam membuat karya tulis ilmiah, baik berupa essai, artikel, atau pun analisis yang bersifat ilmiah adalah penggunaan bahasa secara tepat, yaitu memakai bahasa baku. Hendaknya disadari bahwa susunan kata yang tidak teratur dan berbelit -belit, penggunaan kata yang tidak tepat makna, dan kesalahan ejaan dapat membuat kalimat tidak efektif. Berikut ini disampaikan beberapa pola kesalahan yang umum terjadi dalam penulisan serta perbaikannya agar menjadi kalimat yang efektif. 1. Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat. a. Sejak dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya. (Tidak Efektif) (Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.) (Efektif) b. Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan. (Tidak Efektif) (Hal itu disebabkan perilakunya sendiri yang kurang menyenangkan. (Efektif) c. Ayahku rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup. (Tidak Efektif) (Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.) (Efektif) d. Pada era zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat. (Tidak Efektif) (Pada zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.) (Efektif) e. Berbuat baik kepada orang lain adalah merupakan tindakan terpuji. (Tidak Efektif) (Berbuat baik kepada orang lain merupakan tindakan terpuji.) (Efektif) 2. Penggunaan kata berlebih yang 'mengganggu' struktur kalimat. a. Menurut berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah. (Tidak Efektif) (Berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah atau menurut berita yang saya dengar, kurikulum akan segera diubah.) (Efektif). b. Kepada yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal. (tidak Efektif) (Yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.) (Efektif) 3. Penggunaan imbuhan yang kacau. a. Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan. (Tidak Efektif) (Yang meninjau buku di perpustakaan harap harap dikembalikan./ Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan). (Efektif) b. Ia diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya. (Tidak Efektif) (Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar t idak mengulangi perbuatannya. (Efektif) c. Operasi yang dijalankan Reagan memberi dampak buruk. (Tidak Efektif) (Oparasi yang dijalani Reagan berdampak buruk). (Efektif) d. Dalam pelajaran BI mengajarkan juga teori apresiasi puisi. (Tidak Efektif) (Dalam pelajaran BI diajarkan juga teori apresiasi puisi./ Pelajaran BI mengajarkan juga apresiasi puisi.) (Efektif) 4. Kalimat tak selesai a. Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin berinteraksi. (Tidak Efektif) (Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu ingin berinteraksi.) (Efektif) b. Rumah yang besar yang terbakar itu. (Tidak Efektif) (Rumah yang besar itu terbakar.) (Efektif) 5. Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku. a. Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk. (Tidak Efektif) (Kita harus bisa mengubah kebiasaan yang buruk.) (Efektif) Kata-kata lain yang sejenis dengan itu antara lain : menyolok, menyuci, menyontoh, menyniptakan, menyintai, menyambuk, merampok, menyekik, menyampakkan, menyampuri, menyelupkan dan lain-lain, padahal seharusnya mencolok, mencuci, mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok, mencekik, mencampakkan, mencampuri, mencelupkan. b. Perternuan itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang. (Tidak Efektif) (Pertemuan itu telah menelorkan ide-ide cemerlang.) (Efektif) c. Gereja itu dilola oleh para rohaniawan secara professional. (Tidak Efektif) (Gereja itu dikelola oleh para rohaniawan secara professional.) (Efektif) o Tau o Kepilih o Ketinggal o Gimana o Jaman o trampil Tahu Terpilih Tertinggal Bagaimana Zaman terampil o o o o o o Negri Faham Himbau Silahkan Antri Disyahkan Negeri Paham Imbau Silakan Antre disahkan 6. Penggunaan tidak tepat kata'di mana' dan'yang mana'. a. Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik. (Tidak Efektif) (Saya menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.) (Efektif) b. Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih. (Tidak Efektif) (Rumah sakit tempat orang-orang mencari kesembuhan harus selalu bersih.) (Efektif) c. Manusia membutuhkan makanan yang mana makanan itu harus mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. (Tidak Efektif) (Manusia membutuhkan makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh.) (Efektif) 7. Penggunaan kata daripada yang tidak tepat. a. Seorang daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin. (Tidak Efektif) (Seorang di antara pembantunya pulang ke kampung kemarin.) (Efektif) b. Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar daripada pengawasannya. (Tidak Efektif) (Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar (dari pengawasannya.) (Efektif) c. Tendangan daripada Bambang Pamungkas berhasil mematahkan perlawanan musuh. (Tidak Efektif) (Tendangan Bambang Pamungkas berhasil mematahkan perlawanan musuh.) (Efektif) 8. Pilihan kata yang tidak tepat. a. Dalam kunjungan it u Presiden Yudho yono menyempatkan waktu untuk berbincang-bincang dengan masyarakat. (Tidak Efektif) (Dal am kunj ungan i t u P resi den Yudho yono menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.) (Efektif) b. Bukunya ada di saya. (Tidak Efektif) (Bukunya ada pada saya.) (Efektif) 9. Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti. a. Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan pemerintah yang gagal. (Tidak Efektif) Kalimat di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa / apa yang gagal? Pemerintahkah atau pembicaraan damai yang pernah dilakukan? (Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara pihak komunis dan pihak pemerintah. (Efektif) b. Sopir Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri. (Tidak Efektif) Judul berita diatas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa yang dimaksud santosa? Nama sopir atau nama bus? Yang masuk jurang busnya atau sopirnya? (Bus Santosa Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri). (Efektif) 10. Pengulangan kata yang tidak perlu. a. Dalam setahun ini berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun. (Tidak Efektif) (Dalam setahun ini berhasil menerbitkan 5 judul buku.) (Efektif) b. Film ini menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan. (Tidak Efektif) (Film ini menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.) (Efektif) 11. Kata 'kalau' yang dipakai secara salah. a. Dokter itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya. (Tidak Efektif) (Dokter itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.) (Efektif) b. Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya? (Tidak Efektif) (Siapa yang dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih baik daripada orang tuanya?) (Efektif) 2. TRANSFORMASI KALIMAT Transformasi berasal dari bahasa Inggris transformation yaitu suatu proses mengubah bentuk bahasa menjadi bentuk-bentuk yang lain, baik dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks, maupun dari bentuk yang kompleks ke bentuk yang sederhana (Keraf dalam Natawidjojo, 1986: 37). Berdasarkan pengertian tersebut, maka transformasi kalimat berupa pengubahan bentuk kalimat menjadi bentuk kalmat lain. Pengubahan tersebut akan berakibat makna yang dikandung oleh kalimat mengalami perubahan juga. Perubahan bentuk kalimat ini untuk memperoleh penggunaan bentuk kalimat yang bervariasi di samping itu menyangkut informasi yang akan disampaikan kepada pembaca akan berarah. Jenis transformasi sebagai berikut. a. Transformasi jeda yaitu dengan menggunakan jeda. b. Transformasi aposisi yaitu dengan menggunakan kata tugas yang. c. Transformasi setara yaitu dengan menggunakan kata tugas dare. d. Transformasi disyungtif dengan menggunakan kata tugas atau/tetapi e. Transformasi opini yaitu dengan menggunakan kata tugas benar/tidak benar. f. Transformasi total yaitu dengan menggunakan bentuk afirmatif dan negatif. Transformasi yang dilakukan terhadap kalimat akan menghasilkan daya kalimat sebagai sarana penyaji informasi kepada pembaca. Pembaca diminta mengikuti alur pikir yang disajikan oleh penulis. Penulis dapat membius pembaca melalui kalimat-kalimat yang ditulis. Pembaca dapat memperoleh informasi seperti yang diinginkan oleh penulis sehingga efektiflah penggunaan kalimat. 1) Transformasi jeda Jeda adalah perhentian sebentar. Perhentian sebentar ini dalam kalimat dapat diwujudkan setelah mengucapkan kata-kata yang ada di dalam kalimat. Misalnya: Kalimat tunggal yang ditampilkan dengan beberapa jeda, (1) Ibu Yuni seorang guru. (2) Ibu, Yuni seorang guru. ( 3) Ibu Yuni, seorang guru (4) Ibu, Yuni, seorang guru. Penempatan jeda mengakibatkan kalimat (1) yang masih meragukan menjadi kalimat (2), (3), dan (4) yang memiliki maksud berbeda. Kalimat (2) yang berprofesi sebagai guru adalah Yuni; kalimat (3) yang berprofesi sebagai guru Ibu Yuni; dan (4) yang berprofesi sebagai guru adalah Ibu dan Yuni. Tanda baca (,) yang merupakan perhentian sebentar memiliki makna yang dalam. Penulis sering melupakan bahwa pembaca dalam memahami tulisannya harus diberi petunjuk yang jelas agar mereka memahami informasi yang disampaikannya. Informasi yang tidak bisa dipahami oleh pembaca mengakibatkan tulisan seorang penulis tidak komunikatif. Perhatikan kalimat berikut. (a) Istri mandor cantik sarjana pendidikan. (b) Masalah rumah ditanggung bapak Ponijan. (c) Kakek Tenty ibu Suparmin seorang penata rambut penghuni kampung ini: Coba tulislah bentuk transformasinya dan kemukakanlah informasi yang ditampilkan oleh kalimat harus perubahannya. Kalimat minor atau minim juga dapat dijadikan menjadi kalimat lain dengan transformasi jeda. Misalnya: (a) Aduh. Tanda berita (b) Aduh! Tanda seru (c) Aduh?! Tanda oralis (d) Aduh ....? Tanda retoris (e) Aduh? Tanda tanya 2) Transformasi aposisi Perubahan bentuk kalimat antara dua komponen menggunakan kata tugas yang (monovalen). Misalnya: (a) Almari itu dipakai tempat baju. (b) Almari itu dijual. Bentuk transformasinya: (a) Almari yang dipakai tempat baju itu dijual. (b) Almari yang dijual itu dipakai tempat baju. Kalimat (a) transformasi primer sebab gagasan pertama menempati posisi di depan (bagian depan/ kontur depan) sedangkan gagasan kedua menempati posisi di belakang. Pembentukan kalimat tranformasi aposisi ini bisa menggunakan tiga gagasan yang berbeda dan dideskripsikan berurutan. Transformasi aposisi ini dimanfaatkan pada bentuk deskripsi. Deskripsi yang akurat selalu memperhatikan gagasan utama dulu baru menyajikan gagasan tambahan. Karangan deskripsi mengandalkan keahlian penulis dalam membuat bentuk-bentuk kalimat transportasi aposisi. Perhatikan kalimat berikut. a) Pemuda ini sering mengantar aku sampai ke kos. b) Pemuda ini memberi ucapan selamat ulang tahun kepadaku. c) Pemuda ini diwisuda Agustus 2005. Buatlah kalimat transformasi aposisinya. Ramulah menjadi (a)+(b)+(c);(a)+(c)+(b);(b)+(a)+(c);(b)+(c)+(a);(c)+(b)+(a) dan (c)+(a)+(b). Pengembangan penalaran penulis tampak dalam kalimat yang disusun. Kelogisan deskripsi akan menjadi bahan pertimbangan bagi seorang penulis. 3) Transformasi setara Transformasi setara menggunakan kata tugas dan Pentransformasian ini akan menghasilkan kalimat majemuk setara/kalimat koordinat. Dua gagasan yang nilai komunikasinya sama disatukan oleh kata dan. Misalnya: a) Hujan turun dan pohon tumbang. b) Ayah pergi dan ibu pulang. Hal yang bisa disatukan tentu saja memenuhi syarat nilai sama. Perhatikan kalimat berikut. a) Hujan turun dan sudah wisuda. b) Ibu menjahit dan teroris bergerak. Ada kendala psikologis dalam penyusunan kalimat tersebut. Penulis nampak memaksa gagasan yang berbeda disatukan dalam satu kalimat tersebut. Perhatikan juga contoh: (a) Rudi mendekatiku. (b) Rudi menciumku. (c) Polisi niengejar perampok. (d) Polisi menembak perampok. Apakah logis bila dua gagasan (a) dan (b) atau (c) dan (d) disatukan dengan kata tugas dan? Orientasi yang dimiliki oleh tindakan tersebut berbeda? Tindakan yang dilakukan tidak sarna nilainya. Tindakan tersebut tentu dilakukan satu mendahului tindakan yang lain. Penulis perlu menilai gagasan sebelum menggunakan transformasi setara. 4) Tranformasi disyungtif Perubahan bentuk kalimat menghasilkan kesamaan atau ketidaksarnaan. Penggunaan kata atau untuk menghasilkan kesamaan dan penggunaan tetapi untuk menghasilkan ketidaksamaan. Misalnya: a) Ida makan atau Ibu tidur. b) Ida kanan, tetapi Ibu tidur c) Saya berbicara keras, tetapi guru menerangkan. d) Saya berbicara keras, tetapi guru tidak menghiraukan. Perhatikan kalimat berikut. Berikan alasan terhadap penggunaan dan dan atau! (a) Anda boleh beralasan ini dan itu. (b) Anda boleh beralasan ini atau itu. Berikan alasan terhadap penggunaan atau dan tetapi! (a) Amran boleh meminang Anis atau Wati. (b) Amran boleh memakai baju saja atau celana saja. (c) Amran boleh meminang Yunita, tetapi Wati. (d) Amran boleh memakai baju saja, tetapi celana saja. 5) Tranformasi opini Opini merupakan pandangan yang dimiliki oleh penulis. Transformasi opini merupakan pendapat subjektif si penulis. Nilai pendapat ditentukan oleh kepandaian yang dimiliki oleh si penulis. Penulis yang dipercaya tentu saja berimbas pada kepercayaan terhadap kalimat yang dibuat. Pendapat yang berorientasi kepada pengakuan menggunakan kata tugas benar dan opini yang berorientasi kepada pengingkaran atau sanggahan menggunakan kata tugas tidak benar. Misalnya: a) Benar, bahwa Ani mengikut semester pendek ini. b) Tidak benar, rakyat belum makmur. Opini sering disajikan berdasarkan pandangan seseorang terhadap hal yang terjadi di dalam kehidupan. Logika atau penalaran yang menyertai penyusunan kalimat opini ini adalah kondisi psikologis penulis. Kalimat ini bisa mendatangkan perdebatan dan adu argumen yang serius manakala digunakan dalam komunikasi. Komunikasi tulis akan menimbulkan perang pena. 6) Transformasi total Transformasi total atau duplik. Penulis menampilkan bentuk afirmatif dan negasi dalam bentuk kalimat Misalnya: a. Ayah pergi atau tidak pergi dan saya harus ada dirumah. b. Sehat atau tidak sehat, saya harus mengikuti kuliah ini. c. Penjudi atau bukan penjudi, tetapi mereka tetap ditangkap. Transformasi total ini juga berdasarkan transformasi disyungtif yang mempergunakan kata atau dan tetapi 3. KALIMAT TOPIK Topik ialah pokok pembicaraan atau pikiran. Topik ditentukan sebelum penulis mulai kegiatannya. Wujud topik yang akan dibicarakan ada dua: a) topik yang berupa bentuk kata b) topik yang berupa bentuk kalimat. a) Topik yang berupa bentuk kata Misalnya: 1) Terorisme (bentuk kata berimbuhan): teror + isme 2) BBM (bentuk singkatan) 3) Pilkada (bentuk akronim) 4) Antikorupsi (bentuk berimbuhan) 5) Tsunami (bentuk kata) b) Topik yang berupa kalimat Misalnya: 1) Terorisme sebagai ancaman perdamaian dunia. 2) Krisis BBM 3) Demokrasi rakyat terbentuk melalui pilkada. 4) Kondisi sekolah pascatsunami 5) Dukungan moral terhadap gerakan antikorupsi Predikat kalimat topik adalah verba tak operasional, artinya bukan kata kerja transitif. Kata kerja teransitif menghendaki kehadiran objek. Cara menyusun kalimat topik yaitu dengan mengganti verba transitif dengan kata tugas. X Terorisme Predikat/Verba transitif Mengakibatkan X Terorisme Diganti kata tugas Sebagai Menjadi Merupakan X X X X X X X Memahami Bergembira Menjadi Mengerti Adalah Ialah Yaitu Y perdamaian dunia terancam. Y Ancaman perdamaian dunia. Y Y Y Y Y Y Y X Yakni Y c) Fungsi Kalimat Topik Kalimat topik mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) Dapat dipakai sebagai judul karya tulis,. 2) Dapat dipakai sebagai kalimat utama dalam sebuah paragraf. 3) Dapat dipakai dalam spanduk, leafled, poster, iklan, dan Sebagainya. d) Cara Menyusun Kalimat Topik 1) Penulisan karya dimulai dengan menentukan pokok pikiran. 2) Pokok pikiran berupa nominal atau kalimat yang dinominalkan. 3) Pokok pikiran yang bernilai menyangkut kehidupan orang banyak. 4) Penulisan skripsi dapat berhubungan dengan pokok Ilmu pengetahuan, bisa berupa pikiran sebagai penemuan baru. Pokok Pikiran Benda koperasi Flu burung kongkrit Minyak Kayu jati Gajah Daun sirih Benda Keindahan Keindahan alam abstrak Merapi Kebebasan Keharmonisan rumah tangga Kemerdekaan Kemerdekaan Berpendapat Pendidikan Keramahan kota Solo Hal-hal yang faktual dan aktual selalu dipikirkan oleh masyarakat luas. Penulis dapat mengangkat hal tersebut sebagai topik. Inspirasi penulis kadang tidak disisihkan dan tidak dijadikan topik. Penulis kadang lebih mementingkan kebutuhan masyarakat biasa. Topik yang dimikian dapat diterima oleh pembaca. (5) Pokok pikiran tersebut diperluas dengan cara menambah satuan lingual yang dibutuhkan. Perluasan yang dilakukan ini sebenarnya sebagai usaha ke arah pemfokusan pembicaraan. Misalnya: (1) Koperasi merupakan kekuatan ekonomi rakyat. "X" + V intransitif + "Y" (2) Minyak tanah sebagai kebutuhan pokok rumah tangga. "X" + V intransitif + "Y” Pokoh Pikiran yang bisa dikembangkan menjadi karya tulis ilmiah dalam penelitian antara lain sebagai berikut. Eksploitasi anak dalam siaran Televisi Pengaruh buruk siaran televisi Iklan ditelevisi pemicu kebutuhan anak Siaran televisi sebagai hiburan anak Siaran televisi Eksploitasi anak dalam siaran Televisi Pengaruh buruk siaran televisi Siaran televisi sebagai hiburan anak Siaran televisi Eksploitasi anak dalam siaran Televisi Pengaruh buruk siaran televisi Siaran televisi sebagai hiburan anak Kekerasan terhadap anak Perdagangan anak Perlindungan hak anak Penertipan tempat hiburan Terorisme Kekerasan terhadap anak Iklan ditelevisi pemicu kebutuhan anak Siaran televisi sebagai hiburan anak Terorisme Kekerasan terhadap anak Iklan ditelevisi pemicu kebutuhan anak Siaran televisi sebagai hiburan anak Menunjuk pada uraian di atas diharapkan dapat memotivasi para mahasiswa untuk mencoba menulis. Dengan demikian, perbedaan memiliki kemauan dan kemampuan untuk menulis karya ilmiah. BAB V PENGEMBANGAN PARAGRAF 1. PENGERTIAN PARAGRAF Paragraf merupakan inti Penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama atau topik, kalimat-kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan (Akhadiah dkk, 1991:144). Keraf (1977:51), menyebut paragraf dengan istilah alinea. Alinea adalah kesatuan pikiran yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Ia merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah ide. Paragraf dapat juga dikatakan karangan yang pendek (singkat). Dengan adanya paragraf, dapat dibedakan suatu gagasan mulai dan berakhir. Kita akan kelelahan membaca sebuah tulisan atau buku, kalau tidak ada paragraf, karena seolah-olah dicambuk untuk membaca terus-menerus sampai selesai. Kita pun susah mengonsentrasikan pikiran dari gagasan ke gagasan lain. Dengan adanya Paragraf dapat berhenti sebentar, sehingga kita dapat memusatkan pikiran tentang gagasan yang terkandung dalam paragraf itu. 2. KEGUNAAN PARAGRAF Kegunaan paragraf yaitu antara lain sebagai berikut. 1. Unt uk m e na nd ai pe m buk a a n t o pi k ba r u , at a u pengembangan lebih lanjut topik sebelumnya. 2. untuk menambah hal-hal yang penting atau untuk memerinci apa yang sudah diutarakan dalam paragraf sebelumnya atau paragraf yang terdahulu. 3. MACAM-MACAM PARAGRAF Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan menjadi: paragraf pembuka, penghubung, dan penutup (Akhadiah dkk, 1993: 171). 1. Paragraf Pembuka Paragraf yang berperan sebagai pengantar untuk sampai kepada masalah yang akan diuraikan. Sebab itu paragraf pembuka harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan diuraikan. Paragraf pembuka ini jangan terlalu panjang supaya tidak membosankan. Paragraf pembuka (awal) mempunyai dua kegunaan, yaitu selain supaya dapat menarik perhatian pembaca, juga berfungsi menjelaskan tentang tujuan dari penulisan itu. 2. Paragraf Penghubung Masalah yang akan diuraikan terdapat dalam paragraf penghubung. Paragraf penghubung berisi inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh karena itu, secara kuantitatif paragraf inilah yang paling panjang, dan antara paragraf dengan paragraf harus saling berhubungan secara logis. 3 . Paragraf Pe n u t u p Paragraf penutup mengakhiri sebuah karangan. Biasanya paragraf ini berisi kesimpulan dari paragraf penghubung. Dapat juga paragraf penutup berisi penegasan kembali mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam paragraf penghubung. Paragraf penutup yang berfungsi mengakhiri sebuah karangan tidak boleh terlalu panjang. Namun, tidak berarti, paragraf ini dapat tiba-tiba diputuskan begitu saja. Jadi, seorang penulis harus dapat menjaga perbandingan antara paragraf pembuka, penghubung, dan penutup. 4. SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PARAGRAF Dal am pen gem ban gan par a gra f, ki t a harus menyajikan dan mengorganisasikan gagasan menjadi suatu paragraf yang memenuhi persyaratan. Persyaratan itu ialah kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan (Akhadiah dkk,1991: 148). 1. Kesatuan Tiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok atau sat u topik. Fungsi paragraf i alah mengembangkan topik tersebut. Oleh sebab itu, dalam pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik atau gagasan pokok tersebut. Penyimpangan akan menyulitkan pembaca. Jadi, satu paragraf hanya boleh mengandung satu gagasan pokok atau topik. Semua kalimat dalam paragraf harus membicarakan gagasan pokok tersebut. Paragraf dianggap mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan dengan topik. Semua kalimat terfokus pada topik dan mencegah masuknya hal-hal yang tidak relevan. Penulis yang masih dalam taraf belajar (tahap pemula) sering mendapat kesulitan dalam memelihara kesatuan ini. Perhatikan contoh berikut. Kebutuhan hidup sehari-hari setiap keluarga dalam masyarakat tidaklah sama. Hal ini sangat tergantung dari besarnya penghasilan setiap keluarga. Keluarga yang berpenghasilan sangat rendah, mungkin kebutuhan pokok pun sulit terpenuhi. Lain halnya dengan keluarga yang berpenghasilan tinggi. Mereka dapat menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk pembangunan tempat-tempat beribadah, atau kegiatan sosial lainnya. Tempat -tempat ibadah memang perlu bagi masyarakat. Pada umumnya tempat-tempat ibadah ini dibagnun secara bergotong royong dan sangat mengandalkan sumbangan para dermawan. Perbedaan penghasilan yang besar dalam masyarakat telah menimbulkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Terlepas dari struktur kalimat yang digunakan, Paragraf di atas tidak didukung oleh kesatuan. Ada kalimat yang sangat jauh hubungannya dengan gagasan utama. Gagasan pokok tentang penghasilan suatu keluarga, dalam pengembangannya kita jumpai lagi gagasan-gagasan pokok yang lain yaitu tempat beribadah. Hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain tidak merupakan suatu kesatuan yang bulat untuk menunjang gagasan utama. Penyimpangan ini mungkin terjadi karena beberapa hal, misalnya karena penulis melamun, atau busan dengan topik yang sedang ditangani, atau keinginan untuk mempengaruhi pembaca dengan memperkenalkan hal-hal yang baru, tetapi tidak relevan dengan isi. Hal ini tidak mudah membetulkannya. Yang perlu diingat adalah tujuan dari paragraf yang telah diperkenalkan dalam kalimat topik dan tujuan inilah yang menjadi pedoman dalam pengembangannya. 2. Kepaduan Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf ialah koherensi atau kepaduan. Satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan atau tumpukan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri atau terlepas, tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan timbal balik. Pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengikuti jalan pikiran penulis tanpa hambatan karena adanya loncatan pikiran yang membingungkan. Urutan pikiran yang teratur, akan memperlihatkan adanya kepaduan. Jadi, kepaduan atau koherensi dititik beratkan pada hubungan antara kalimat dengan kalimat. Kepaduan dalam sebuah paragraf dibangun dengan memperhatikan: a. Unsur kebahasaan yang digambarkan dengan 1) Repetisi atau pengulangan kata kunci Contoh pemakaian repetisi: Dalam mengajarkan sesuatu, langkah pertama yang perlu kita lakukan ialah menentukan tujuan mengajarkan sesuatu itu. Tanpa adanya tujuan yang sudah ditetapkan, materi yang kita berikan, metode yang kita gunakan, dan evaluasi yang kita susun, tidak akan banyak memberikan manfaat bagi anak didik dalam menerapkan hasil proses belajar-mengajar. Dengan mengetahui tujuan pengajaran, kita dapat menentukan materi yang akan kita ajarkan, metode yang akan kita gunakan, serta bentuk evaluasinya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalarn paragraf di atas, kepaduan didapat dengan mengulang kata kunci yaitu kata yang dianggap penting dalam sebuah paragraf. Kata kunci yang mula-mula timbul pada awal paragraf, kemudian diulang-ulang dalam kalimat berikutnya. Pengulangan ini berfungsi memelihara kepaduan semua kalimat. 2) kata ganti Contoh pemakaian kata ganti. Dengan penuh kepuasan Pak Mijan memandangi hamparan padi yang tumbuh dengan subur, jerih payahnya tidak sia-sia. Beberapa bulan lagi ia akan memetik hasilnya. Sudah terbayang di matanya orang sibuk memotong, memanggul padi berkarung-karung, dan menimbunnya dihalaman rumah. Tentu anaknya dan calon menantunya acep akan ikut bergembira. Hasil panen yang berlimpah itu tentu dapat mengantarkan mereka ke mahligai perkawinan. Kepaduan para graf di atas dibina dengan menggunakan kata ganti. Kata yang mengacu kepada manusia, benda, biasanya untuk menghindari kebosanan, diganti dengan kata ganti. Pemakaian kata ganti dalam paragraf di atas berfungsi menjaga kepaduan antara kalimat-kalimat yang membina paragraf. 3) kata transisi atau ungkapan penghubung Untuk menyatakan kepaduan dari sebuah paragraf, ada bentuk lain yang sering digunakan yaitu penggunaan kata atau frase (kelompok kata) dalam bermacam-macam hubungan. Contoh pemakaian kata transisi. Perkuliahan bahasa Indonesia sering kali sangat membosankan, sehingga tidak mendapat perhatian sama sekali dari mahusiswa. Hal ini disebabkan oleh bahan kuliah yang disajikan dosen sebenarnya merupakan masalah yang sudah diketahui oleh mahasiswa, atau merupakan masalah yang tidak diperlukan mahasiswa. Di samping itu, mahasiswa yang sudah mempelajari bahasa Indonesia sejak mereka duduk di bangku Sekolah Dasar atau sekurang-kurangnya sudah mempelajari bahasa Indonesia selama sepuluh tahun, merasa sudah mampu menggunakan bahasa Indonesia. Akibatnya, memilih atau menentukan bahan kuliah yang akan diberikan kepada mahasiswa, merupakan kesulitan tersendiri bagi para pengajar bahasa Indonesia. b) Pemerincian dan urutan isi paragraf Bagaimana cara mengembangkan pikiran utama menjadi sebuah paragraf dan bagaimana hubungan antara pikiran utama dengan pikiran-pikiran penjelas, dilihat dari urutan perinciannya. perincian ini dapat diurut secara kronologis (menurut urutan waktu), secara logis (sebab-akibat, akibat-sebab, khusus-umum, umum-khusus), menurut urutan ruang, menurut proses, dan dapat juga dari sudut pandangan yang satu ke sudut pandangan yang lain. 3. Kelengkapan suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat utama. Sebaliknya suatu paragraf dikatakan tidak lengkap, jika tidak dikembangkan atau hanya diperluas dengan pengulangan-pengulangan. Perhatikan contoh berikut: Suku dayak tidak termasuk suku yang suka bertengkar. Mereka tidak suka berselisih atau bersengketa. Paragraf di atas merupakan paragraf merupakan contoh paragraf yang hanya diperluas dengan pengulangan. Kita lihat ungkapan bertengkar pada kalimat pertama, hanya diulangi dengan sinonimnya yaitu kata berselisih dan bersengketa. 5. LETAK KALIMAT UTAMA Sebuah paragraf dibangun oleh beberapa kalimat yang saling berhubungan dan hanya mengandung satu pikiran utama dan dijelaskan oleh beberapa pikiran penjelas. Pikiran utama dituangkan dalam kalimat Utama dan pikiranpikiran penjelas atau perincian dituang kedalam kalimat-kalimat penjelas. Penempatan kalimat utama dalam pengembangan sebuah paragraf bermacam-macam. Ada paragraf yang dimulai dengan peristiwa-peristiwa atau perincian kemudian ditutup dengan kesimpulan yang kemudian baru perincian-perincian untuk menjelaskan pikiran utama. Ada empat cara untuk meletakkan kalimat utama, yaitu: 1. Pada awal paragraf; 2. Pada akhir paragraf; 3. Pada awal dan akhir paragraf; dan 4. Tanpa kalimat utama. Penjelasan atas peletakan kalimat utama di atas diuraikan berikut ini. 1. Pada Awal Paragraf Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. kemudian diikuti oleh kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan pikiran utama. Paragraf ini biasanya bersifat deduktif, dari yang umum kepada yang khusus. Kosa kata memegang peranan dan merupakan unsur yang paling mendasar dalam kemampuan berbahasa, khususnya dalam karang-mengarang. jumlah kosa kata yang dimiliki seseorang akan menjadi petunjuk tentang pengetahuan seseorang. Di samping itu jumlah kosa kata yang dikuasai seseorang, juga akan menjadi indikator bahwa orang itu mengetahui sekian banyak konsep. Semakin banyak data yang dikuasai, semakin banyak pula pengetahuannya. Dengan demikian, seorang penulis akan mudah memilih kata-kata yang tepat atau cocok untuk mengungkapkan gagasan yang ada dalam pikirannya. 2. Pada Akhir Paragraf Paragraf dimulai dengan kalimat-kalimat penjelas. Kemudian diikuti oleh kalimat utama. Paragraf ini biasanya bersifat induktif, dari yang khusus kepada yang umum. Pada waktu anak didik memasuki dunia pendidikan, pengajaran bahasa Indonesia secara metodologis dan sistematis bukanlah merupakan halangan baginya untuk memperluas dan memantapkan bahasa daerahnya. Setelah anak didik meninggalkan kelas, ia kembali mempergunakan bahasa daerah, baik dalam pergaulan dengan temantemannya atau dengan orang tuanya. Ia merasa lebih intim, dengan bahasa daerah. Jam sekolah hanya berlangsung beberapa jam. Baik waktu istirahat ataupun diantara jam-jam pelajaran, unsur-unsur bahasa daerah tetap menerobos. Ditambah lagi jika sekolah itu bersifat homogen dan gurunyanya pun penutur asli bahasa daerah itu. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan pengetahuan si anak terhadap bahasa daerahnya akan melaju terus engan cepat. 3. Pada awal dan akhir paragraf Peningkatan taraf pendidikan para petani, dirasakan sama pentingnya dengan usaha peningkatan taraf hidup mereka. Petani yang berpendidikan cukup, dapat mengubah sistem pertanian tradisional misalnya bercocok tanam hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan, menjadi petani modern yang produktif. Petani yang berpendidikan cukup, mampu menunjang pembangunan secara positif. Mereka dapat memberikan umpan balik yang setimpal terhadap gagasan-gagasan yang dilontarkan perencana pembangunan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Itulah sebabnya peningkatan taraf pendidikan. 4. Tanpa Kalimat Utama Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama. Berarti pikiran utama terbesar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasanya digunakan dalam karangan yang berbentuk narasi (yang berbentuk cerita) atau deskripsi (yang berbentuk pelukisan). Pikiran utama didukung oleh semua kalimat. Keributan ayam berkeruyuk bersahut-sahutan mengendur. Kian lama kian berkurang. Akhirnya tinggal satu-satu saja terdengar kokok yang nyaring. Dan ayam-ayam itu sudah mulai turun dari kandangnya, pergi ke ladang dan pelataran, Dengung dan ruang lalu lintas di jalan raya kembali menggila seperti kemarin. Raung klakson mobil dan desis kereta api bergema-gema menerobos ke relung-relung rumah disepanjang. Sayup-sayup terdengar dentang lonceng gereja menyongsong hari baru dan menyatakan selamat tinggal pada hari kemarin. Paragraf di atas dibangun oleh beberapa kalimat yang semuanya menjelaskan tentang suasana di pagi hari. Jadi, pikiran utama tersebar di dalam beberapa kalimat yang membangun paragraf tersebut. 6. MENGEMBANGKAN PARAGRAF Pikiran utama dari sebuah paragraf hanya akan jelas kalau diperinci dengan pikiran-pikiran penjelas. Tiap pikiran penjelas dapat dituang ke dalam satu kalimat penjelas atau lebih. Malahan ada juga kemungkinan, dua pikiran penjelas dituang ke dalam sebuah kalimat penjelas. Tetapi sebaiknya sebuah pikiran penjelas dituang ke dalam sebuah kalimat penjelas. Dalam sebuah paragraf terdapat satu pikiran utama dan beberapa pikiran penjelas. Inilah yang dinamakan kerangka paragraf. Kerangka paragraf : Pikiran utama : Keindahan alam yang mengecewakan. Pikiran penjelas : 1. Manusia telah mengubah segala-galanya; 2. Hutan, sawah, dan ladang tergusur 3. Pohon sudah tidak ada; 4. Pagar bunga telah berganti; dan 5. pembangunan gedung-gedung mewah. Kerangka paragraf di atas dapat dikembangkan menjadi sebuah paragraf Bernostalgia tentang indahnya alam di batu malang, hanya akan menimbulkan kekecewaan. Dalam kurun waktu 30 hari, dinamika kehidupan anak-anak manusia telah mengubah segala-galanya. Hutan, sawah dan lading telah tergusur oleh berbagai bentuk bangunan yang meluncur dari kota. Ranting dan cabang pohon telah berganti dengan jeruji besi. Pagar tanaman bunga yang bermekaran dengan indahnya, telah diterjang tembok beton yang kokoh. Batu-batu gunung telah menghadirkan gedung plaza megah yang menelan biaya miliaran. Arus modernisasi dengan angkuhnya telah menelan kemesraan desa ini dari berbagai penjuru. Pengembangan paragraf dapat dibedakan berdasarkan teknik dan isi paragraf. 1. Berdasarkan teknik: a) secara alamiah; (1) urutan ruang, (2) urutan Waktu, b) klimaks dan antiklimaks, c) umum ke khusus 2. Berdasarkan Isi: a) perbandingan dan pertentangan, b) analog, c) contoh-cantoh, d) sebab-akibat, e) definisi luas,f) klasifikasi Berdasarkan Teknik a) Secara alamiah Dalam hal ini penulis sekedar menggunakan pola yang sudah ada pada objek atau kejadian yang dibicarakan. Susunan logis ini mengenal dua macam urutan : 1) Urutan ruang (spesial) yang membaca dari satu titik ke titik berikutnya yang berdekatan dalam sebuah ruang. Misalnya gambaran dari depan ke belakang, dari luar ke dalam, dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri, dan sebagainya. 2) Urut an wakt u (urutan kronol ogi s) yan g menggambarkan urutan terjadinya peristiwa, perbuatan atau tindakan. b) Klimaks dan Antiklimaks Pikiran utama mula-mula diperinci dengan sebuah gagasan bawahan yang dianggap paling rendah kedudukannya. Kemudian berangsur-angsur dengan gagasan-gagasan lain hingga ke gagasan yang paling tinggi kedudukannya atau kepentingannya. c) Umum ke Khusus, Khusus ke Umum Cara ini paling banyak digunakan dalam pengembangan paragraf, baik dari Umum ke khusus atau sebaliknya dari khusus ke umum. Dalam bentuk Umum ke khusus, pikiran utama diletakkan pada awal paragraf, kemudian diikuti dengan perincian -perincian. Sebaliknya dari khusus ke umum, dimulai dengan perincian-perincian dan diakhiri dengan kalimat utama. Karya ilmiah umumnya berbentuk deduktif artinya dari umum ke khusus. Salah satu kedudukun bahasa Indonesia adalah sebagian bahasa Nasional. Kedudukan ini dimiliki sejak dicetuskannya sumpah Pernuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa Melayu yang mendasari bahasa Indonesia telah menjadi Lingua Franca selama berabad-abad di seluruh tanah air kita. Hal ini ditunjang lagi oleh faktor tidak terjadinya "persaingan bahasa", maksudnya persaingan bahasa daerah satu dengan bahasa daerah yang lain untuk mencapai kedudukannya sebagai bahasa Nasional. Berdasarkan Isi a) Perbandingan dan Pertentangan. Untuk menambah kejelasan sebuah paparan, kadang-kadang penulis berusaha membandingkan atau mempertentangkan. Dalam hal ini penulis menunjukkan persamaan dan perbedaan antara 2 hal tersebut. Yang dapat dibandingkan adalah dua hal yang tingkatannya sama dan kedua hal itu mempunyai persamaan dan perbedaan. Perhatiakan paragraf berikut ini! Ratu Elizabeth tidak begitu tertarik dengan mode, tetapi selalu berusaha tampil di muka umum seperti apa yang diharapkan rakyatnya. Kalau keluar kota paling senang mengenakan pakaian yang praktis. Ia menyenangi topi dan scraf. Lain halnya dengan Margareth Thatcher. Sejak menjadi pemimpin parta konservatif, ia melembutkan gaya berpakaian dan rambutnya. Ia membeli pakaian sekaligus dua kali setahun. Ia lebih cendrung berbelanja di tempat yang agak murah. Ia hanya memakai topi kepernikahan, ke pemakaman dan upacara resmi pembukaan parlemen. b) Analogi Analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang sudah dikenal umum dengan yang tidak atau kurang dikenal umum. Gunanya untuk menjelaskan hal yang kurang dikenal tersebut. Perhatikan paragraf berikut ini! Perkembangan teknologi sungguh menakjubkun. Kehebatannya menandingi kesaktian para satria dan dewa dalam cerita wayang. Kereta-kereta tanpa kuda, tanpa sapi, dan tanpa kerbau. Jakarta-Surabaya telah dapat ditempuh dalam sehari. Deretan gerbang yang panjung penuh barang dan orang, hanya ditarik dengan kekuatan air semata. Jaringan jalan kereta api telah membelah-belah pulau. Asap yang mewarnai tanah air dengan garis hitam, semakin pudar untuk hilang ke dalam ketiadaan. Dunia rasanya tidak berjarak lagi, telah dihilangkan dengan kawat. Kekuatan bukau lagi monopoli gajah dan badak, tepapi telah diganti dengan benda-benda kecil buatan manusia. c) Contoh-contoh Sebuah generalisasi yang terlalu umum sifatnya agar dapat memberikan penjelasan kepada pembaca, kadang-kadang memerlukan contoh-contoh yang konkret. Dalam hal ini sumber pengalaman sangat efektif. Perhatikan paragraph berikut ini! Masih berkisar tentang pencemaran lingkungan, gubernur Jawa Tengah, Mulyadi, memberi contoh tentang jambu mete di mayong Jepara yang diserang ulat kipat atau cricula Trifenestrata. Ulat ini timbul akibat berdirinya peternakan ayam di tengah-tengah perkebunan tersebut. Menurut Gubernur, izin peternakan ayam di Mayong itu diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. d) Sebab-akibat Hubungan kalimat dalam sebuah paragraf dapat berbentuk sebab akibat. Dalam hal ini Sebab dapat berfungsi sebagai pikiran utama, dan akibat sebagai pikiran penjelas. Dapat juga sebaliknya. Akibat sebagai pikiran utama dan untuk memahami akibat ini dikemukakan sejumah penyebab sebagai perinciannya. Perhatikan paragraf berikut ini! Jalan kebun jati akhir-akhir ini kembali macet dan semerawut. Lebih dari separuh jalan kendaraan kembali tersita oleh kegiatan perdagangan dan kaki lima. Untuk mengatasinya, pemerintah akan memasang pagar pemisah antara jalan kendaraan dengan trotoar. Pagar ini juga berfungsi sebagai batas pemasangan tenda pedagang kaki lima tempat mereka diijinkan berdagang. Pemasangan pagar ini terpaksa dilakukan mengingat pelanggaran pedagang kaki lima di lokasi itu sudah sangat keterlaluan, sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. e) Definisi Luas Untuk memberikan batasan tentang sesuatu, kadang-kadang penulis terpaksa menguraikan dengan beberapa kalimat, bahkan beberapa alinea. Perhatikan paragraf berikut ini! Pengajaran mengarang sebagai kegiatan terpadu, biasanya ditunda sampai siswa agak mampu menggunakan bahasa lisan, seperti dalam pelajaran membaca. Pada tahap awal , latihan mengarang itu biasanya digunakan untuk memperkuat kemampuan dasar seperti : ejaan, pungtuasi, kosa kata, kalimat, dan lain-lain. Kemudian kemampuan mengarang dijadikan pelajaran tersendiri, yakni pengajaran mengarang. Jadi, mengarang adalah suatu kemampuan yang kompleks yang menggabungkan sejumlah unsur kemampuan yang berlain-lainan. f) Klasifikasi Dalam pengembangan karangan, kadang-kadang kita mengelompokkan hal-hal yang mempunyai persamaan. Pengelompokkan ini biasanya diperinci lagi lebih lanjut ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. Perhatikan paragraf berikut ini! Dalam karang-mengarang atau tulis-menulis, dituntut beberapa kemampuan antara lain kemampuan yang berhubungan dengan kebahasaan dan kemampuan pengembangan at au penyajian. Y ang termasuk kemampuan kebahasaan adalah kemampuan menerapkan ejaan, pungtuasi, kosa kata, di ksi, dan kali m at. Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan pengembangan ial ah kemampuan menata paragraf, kemampuan membedakan pokok bahasa, subpokok bahasa, dan kemampuan memabagi pokok bahasa dalam urutan yang sist emat ik. Berdasarkan Tujuan dari Sifatnya, paragraf dibedakan menjadi lima macam, yaitu paragraf deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi (Wiyanto, 2006: 64). (1) (2) Deskripsi berasal dari verba to describe, yang artinya menguraikan, memerikan, atau melukiskan. Paragraf deskripsi adalah paragraf yang bertujuan memberikan kesan/impresi kepada pembaca terhadap objek, gagasan, tempat,peristiwa, dan semacamnya yang ingin disampaikan penulis. Dengan deskripsi yang baik pembaca dapat dibuat seolaholah melihat, mendengar, merasakan, atau terlihat dalam peristiwa yang diuraikan penulis. Contoh: Wanita itu tampaknya tidak jauh usianya dari dua puluh tahun. Mungkin ia lebih tua, tapi pakaian dan lagak-lagaknya mengurangi umurnya. Parasnya cantik. Hidung bangur dan matanya berkilauan seperti mata seorang india. Tahi lalat di atas bibirnya dan rambutnya yang ikal bergelombang-lombang menyempurnakan kecantikannya itu. Narasi (narration) secara harafiah bermakna kisah atau cerita. Paragraf narasi bertujuan mengisahkan atau menceritakan. Paragraf narasi kadang-kadang mirip dengan paragraf deskripsi. Bedanya, narasi mementingkan urutan dan biasanya ada tokoh yang diceritakan. Paragraf narasi tidak hanya terdapat dalam karya fiksi (cerpen dan novel), tetapi sering pula terdapat dalam tulisan nonfiksi. Contoh: Supri Menuturkan, siang itu tanggal 6 Mei 2011 ia sedang bersembahyang di dalam bloknya. Tiba-tiba ia mendengar suara gaduh, puluhan orang berhamburan keluar lewat pintu gerbang rutan salemba. Laki-laki yang belum menerima vonis itu langsung ikut kabur. (3) (4) (5) Paragraf eksposisi bertujuan memaparkan, menjelaskan, menyampaikan informasi, mengajarkan, dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan atau desakan agar pembaca menerima atau mengikutinya. Paragraf eksposisi biasanya digunakan untuk menyajikan pengetahuan/ilmu, definisi, pengertian, langkah-langkah suatu kegiatan, metode, cara, dan proses terjadinya sesuatu. Contoh: Dalam tubuh manusia terdapat aktivitas seperti pada mesin mobil. Tubuh manusia dapat mengubah energi kimiawi yang terkandung dalam bahan-hahan bakarnya yakni makanan yang ditelan menjadi energi panas dari energi mekanis. Nasi yang Anda makan pada waktu sarapan akan dibakar dalam tubuh persis sebagaimana bensin dibakar daam silinder mesin mobil. Istilah argumentasi diturunkan dari verba to argue (Ing) yang artinya membuktikan atau menyampaikan alasan. Paragraf argumentasi bertujuan menyampaikan suatu pendapat, konsepsi, atau opini tertulis kepada pembaca. Untuk meyakinkan pembaca bahwa yang disampaikan itu benar, penulis menyertakan bukti, Contoh, dan berbagai alasan yang sulit dibantah. Contoh: Penebangan hutan harus segera dihentikan. Pohon-pohon dihutan harus dapat menyerap sisa-sisa pembakaran dari pabrikpabrik dan kendaraan bermotor. Jika hutan ditebang habis, maka tidak ada mesin yang bisa menyerap sisa-sisa pembakaran. Sisasisa membakaran itu dapat meningkatkan pemanasan global. Pemanasan global itu akan melelehkan gunung es di kutub. akibatnya kota-kota di tepi pantai seperti Jakarta, Surabaya, Singapura, Bangkok, dan lain-lainnya akan terendam air laut. Jika hutan kita terus ditebang demi kepentingan ekonomi, maka akan terjadi bahaya yang luar biasa hebatnya. Oleh sebab itu, hutan harus kita selamatkan sekarang juga. Persuasi diturunkan dari verba to persuade yang artinya membujuk, atau menyarankan. Paragraf persuasi merupakan kelanjutan atau pengembangan paragraf argumentasi. Persuasi mula-mula memaparkan gagasan dengan alasan, bukti, atau contoh untuk meyakinkan pembaca. Kemudian diikuti dengan ajakan, bujukan, rayuan, imbauan, atau saran kepada pembaca. Beda argumentasi dengan persuasi terletak pada sasaran yang ingin dibidik oleh paragraf tersebut. Argumentasi menitikberatkan sasaran pada logika pembaca, sedangkan persuasi pada emosi/perasaan pembaca Walaupun tidak melepaskan logika. Dengan kata lain, yang digarap paragraf argumentasi adalah benar salahnya gagasan/pendapat. Sementara itu, paragraf persuasi menggarap pembaca agar mau mengikuti kehendak penulis. Contoh: Praktik berpidato memang luar biasa manfaatnya. Pengalaman setiap kali praktik merupakan pengalaman batin Yang sangat berharga. semakin sering praktik, baik dalam berlatih maupun berpidato yang sesungguhnya, pengalaman batin itu semakin banyak. Dari pengalamnn itu, pembicara dapat menemukan cara-cara berpidato yang efektif dan memikat. Semakin banyak daya pikat ditemukan dan semakin sering diterapkan dalam praktik, semakin meningkat pula keterampilan pembicara. Tidak dapat disangkal bahwa praktik berpidato menjadi semacam obat kuat untuk membangun rasa percaya diri. Bila rasa percaya diri itu suduh semakin besar, pembicara dapat tampil tenang tanpa digoda rasa malu, takut, dan grogi.ketenangan inilah yang menjadi modal utama untuk meraih keberhasilan pidato. Oleh Karena itu, untuk memperoleh keterampilan atau bahkan kemahiran berpidato, anda harus melaksanakan praktik berpidato. BAB VI PERNALARAN 1. BEBERAPA PENGERTIAN Pernalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubunghubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Di sinilah letaknya kerja pernalaran. Orang akan menerima data dan fakta yang benar dan tentu saja akan menolak fakta yang belum jelas kebenarannya. Data yang dapat dipergunakan dalam pernalaran untuk mencapai satu simpulan ini harus berbentuk kalimat pernyataan. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut proposisi. . 1.1 Proposisi dan Term Terlebih dahulu harus diketahui apa yang dimaksud term dalam pernalaran. Term adalah kata atau kelompok kata yang dapat dijadikan subjek atau predikat dalam sebuah kalimat proposisi. Contoh: Semua tebu manis. Semua tebu adalah term. manis adalah term. Dalam kalimat Bumi adalah planet, kata bumi dan planet adalah term. Term dan proposisi mempunyai hubungan yang erat. Proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Suatu proposisi mempunyai subjek dan predikat. Dengan demikian, proposisi pasti berbentuk kalimat, tetapi tidak setiap kalimat dapat digolongkan ke dalam proposisi. Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat harapan, dan kalimat inversi tidak dapat disebut proposisi. Kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral. Kalimat berikut ini bukan proposisi. a) Bangsa burungkah ayam? b) Mudah-mudahan Indonesia menjadi negara makmur. c) Berdirilah kamu di pinggir pantai. Kalimat-kalimat itu dapat diubah menjadi proposisi sebagai berikut a) Ayam adalah burung. b) Indonesia menjadi negara makmur. c) Kamu berdiri di pinggir pantai. Dari uraian di atas ini dapat dikatakan bahwa proposis itu harus terdiri atas subjek dan predikat yang masing-masing dapat diwujudkan dalam kelompoknya sehingga dapat dilihat hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat. Dalam hal hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat dalam proposisi, seorang ahli logika bangsa Swiss Euler, yang hidup pada abad XVIII mengemukakan konsepnya dengan empat jenis proposisi dengan lima macam posisi lingkaran. Lingkaran itu disebut Lingkaran Euler Keempat jenis proposisi itu adalah sebagai berikut: 1. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek sama dengan perangkat yang terdapat dalam predikat. Semua S adalah semua P Semua sehat adalah semua tidak sakit. 2. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek menjadi bagian dari perangkat predikat. Semua S adalah P Semua sepeda beroda. Sebaliknya, suatu perangkat predikat merupakan bagian dari perangkat subjek. Sebagian S adalah P Sebagian binatang adalah kera. 3. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek berada di luar perangkat predikat. Dengan kata lain, antara subjek dan predikat tidak terdapat relasi. Tidak satu pun S adalah P Tidak seorang pun manusia adalah binatang. 4. Sebagian perangkat yang tercakup dalam subjek berada di luar perangkat predikat. Sebagian S tidaklah P Sebagian kaca tidaklah bening. 1.2 Jenis-Jenis Proposisi Proposisi dapat dipandang dari empat kriteria, yaitu berdasarkan bentuknya, berdasarkan sifatnya, berdasarkan kualitasnya, dan berdasarkan kuantitasnya. Berdasarkan bentuknya, proposisi dapat dibagi atas proposisi tunggal dan proposisi majemuk. Proposisi tunggal hanya mengandung satu pernyataan. Contoh: Semua petani harus bekerja keras. Setiap pemuda adalah calon pemimpin. Proposisi majemuk mengandung lebih dari satu pernyataan. Contoh: Semua petani harus bekerja keras dan hemat. Proposisi majemuk ini sebenarnya terdiri atas dua proposisi, yaitu Semua petani harus bekerja keras. dan Semua petani harus hemat. Berdasarkan sifatnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi kategorial dan proposisi kondisional. Dalam proposisi kategorial, hubungan antara subjek dan predikat terjadi dengan tanpa syarat. Contoh: Semua bemo beroda tiga. Sebagian binatang tidak berekor. Dalam proposisi kondisional, hubungan antara subjek dan predikat terjadi dengan suatu syarat tertentu. Syarat itu harus dipenuhi atau diingat sebelum peristiwa dapat berlang Contoh: Jika air tidak ada, manusia akan kehausan. Proposisi ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian sebab dan bagian akibat. Dalam proposisi jika tidak ada air, manusia akan kehausan unsur sebab ialah jika air tidak ada dan unsur akibat ialah manusia akan kehausan. Unsur sebab disebut anteseden dan unsur akibat disebut konsekuen. Anteseden sebuah proposisi harus selalu mendahului konsekuen. Kalau urutannya dibalik, kalimat itu bukanlah proposisi. Proposisi kondisional seperti di atas disebut proposisi kondisional hipotesis. Di samping itu, ada pula proposisi kondisional disjungtif. Proposisi kondisional disjungtif ini mengemukakan suatu alternatif atau pilihan. Contoh: Amir Hamzah adalah seorang sastrawan atau pahlawan. Berdasarkan kualitasnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi positif (afirmatif) dan proposisi negatif. Proposisi positif (afirmatif) adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian hubungan antara subjek dan predikat. Contoh: ` Semua dokter adalah orang pintar. Sebagian manusia adalah bersifat sosial. Proposisi negatif adalah proposisi yang menyatakan bahwa antara subjek dan predikat tidak mempunyai hubungan. Dengan kata lain, proposisi negatif meniadakan hubungan antara subjek dan predikat. Contoh: Semua harimau bukanlah singa. Sebagian orang jompo tidaklah pelupa. Dalam proposisi kondisional hipotesis, pokok persoalan terletak pada unsur konsekuennya. Kalau konsekuennya pos, tif, proposisi itu juga positif (afirmatif). Kalau konsekuennya negatif, proposisi itu juga negatif. Unsur anteseden tidak memberi pengaruh pada kualitas proposisi. Contoh: Jika hari panas, petani tidaklah bekerja. (negatif) Jika hari tidak panas, petani menjadi senang (positif, afirmatif) Berdasarkan kuantitasnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi universal (umum) dan proposisi khusus. Pada pra posisi universal (umum), predikat proposisi membenarkan atau mengingkari seluruh subjeknya. Contoh: Semua dokter adalah orang pintar. Tidak seorang dokter pun adalah orang yang takpintar. Semua gajah bukanlah kera. Tidak seekor gajah pun adalah kera. Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi universal ini ialah a) universal afirmatif: semua, setiap, tiap, masing-masing, apapun b) universal negatif: tidak satu pun, takseorang pun Pada proposisi khusus, predikat proposisi hanya membenarkan atau mengingkari sebagian subjeknya. Contoh: Sebagian mahasiswa gemar olahraga. Tidak semua mahasiswa pandai bernyanyi. Sebagian Pulau Jawa adalah Jawa Barat. Tidak semua Pulau Jawa adalah Jawa Barat. Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi khusus adalah kata sebagian, sebahagian, banyak, beberapa, sering, kadang-kadang, dalam keadaan tertentu. 1.3 Bentuk-Bentuk Proposisi Berdasarkan dua jenis proposisi, yaitu berdasarkan kualitas (positif dan negatif) dan berdasarkan kuantitas (umum dan khusus) ditemukan empat macam proposisi, yaitu 1} proposisi umum-positif; -- disebut proposisi A 2} proposisi umum-negatif; -- disebut proposisi E 3} proposisi khusus-positif; -- disebut proposisi I 4} proposisi khusus-negatif. -- disebut proposisi O Proposisi umum-positif adalah proposisi yang predikatnya membenarkan keseluruhan subjek. (A) Contoh: a) Semua mahasiswa adalah lulusan SMTA. b) Semua karya ilmiah mempunyai daftar pustaka. Proposisi umum-negatif adalah proposisi yang predikatnya mengingkari keseluruhan subjek. (E) Contoh: a) Tidak seorang mahasiswa pun lulusan SMTP. b) Tidak seekor gajah pun berekor enam. Proposisi khusus-positif adalah proposisi yang predikatnya membenarkan sebagian subjek. (I) Contoh: a) Sebagian mahasiswa adalah anak pejabat. b) Sebagian perguruan tinggi dikelola oleh yayasan. Proposisi khusus-negatif adalah proposisi yang predikatnya mengingkari sebagian subjek. (O) Contoh: a) Sebagian mahasiswa tidak mempunyai mobil. b) Sebagian perguruan tinggi tidak dikelola oleh yayasan, 2. PERNALARAN DEDUKTTF Pernalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum daripada proposisi tempat menarik simpulan itu. Proposisi tempat menarik simpulan itu disebut premis. Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung. 2.1 Menarik Simpulan secara Langsung Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan taklangsung. Misalnya: 1. Semua S adalah P. (premis) Sebagian P adalah S. (simpulan) Contoh: Semua ikan berdarah dingin. (premis) Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan) 2. Tidak satu pun S adalah P. (premis) Tidak satu pun P adalah S. (simpulan) Contoh: Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis) Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan) 3. Semua S adalah P. (premis) Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan) Contoh: Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis) Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan) 2.2 Menarik Simpulan secara Tidak Langsung Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umun dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus. Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut. Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut. a. Silogisme Kategorial Yang dimaksud dengan silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor. Contoh: Semua manusia bijaksana. Semua polisi adalah manusia. Jadi, semua polisi bijaksana. Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme di atas ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil. Contoh: Semua manusia tidak bijaksana. Semua kera bukan rnanusia. Jadi, (tidak ada simpulan). Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut. a) Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah. Contoh: Semua atlet harus giat berlatih. Gumawan adalah seorang atlet. Gunawan harus giat berlatih. Term minor = Gunawan. Term mayor = harus giat berlatih. Term menengah = atlet. Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah. Contoh: Gambar itu menempel di dinding. Dinding itu menempel di tiang. Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan dinding menempel di tiang. Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik simpulan. b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan. c) Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan. Contoh: Semua semut buknn ulat. Tidak seekor ulat pun adalah mancrsia. d) Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif. Contoh: Tidak seekor gajah pun adalah singa. Semua gajah berbelalai Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai. e) Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif. Contoh: Silakan Anda buat penalaran itu. f) Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan. Contoh: Sebagian orang jujur adalah petani. Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur. Jadi, . . . (tidak ada simpulan) g) Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus. Contoh: Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA. Sebagian pemuda adalah mahasiswa. Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA. h) Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu simpulan. Contoh: Beberapa manusia adalah bijaksana. Tidak seekor binatang pun adalah manusia. Jadi, . . . (tidak ada simpulan) b. Silogisme Hipotesis Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis. Kalau premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Contoh: Jika besi dipanaskan, besi akan memuai. Besi dipanaskan. Jadi, besi memuai. Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai. Besi tidak dipanaskan. Jadi, besi tidak akan memuai. c. Silogisme Alternatif Silogisme altematif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh: Dia adalah seorang kiai atau profesor. Dia seorang kiai. Jadi, dia bukan seorang profesor. Dia adalah seorang kiai atau profesor. Dia bukan seorang kiai. Jadi, dia seorang profesor. d. Entimen Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan. Contoh: Semua sarjana adalah orang cerdas. Sarno adalah seorang sarjana. jadi, Sarno adalah orang cerdas. Dari silogisme int dapat ditarik satu entimen, yaitu "Sarno adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana". Beberapa contoh entimen: Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu. Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme. 1. Tidak ada wanita yang dapat menjadi sopir yang baik karena wanita itu lebih perasa daripada laki-laki. 2. Mesin itu dapat menghitung. Jadi, ia dapat berpikir. 3. Pendapatmu ini bertentangan dengan pendapat orang banyak. Jadi, jelaslah bahwa kamu yang salah. 3. PERNALARAN INDUKTIF Penalaran induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataanpernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan kata lain, simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis). Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut. 3.1 Generalisasi Generalisasi ialah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa "Lulusan sekolah A pintar-pintar." Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu. Contoh: Jika dipanaskan, besi memuai. Jika dipanaskan, tembaga memuai. Jika dipanaskan, emas memuai. Jadi, jika dipanaskan, logam memuai. Sahib atau tidak sahihnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari halhal yang berikut. 1) Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makin sahih simpulan yang diperoleh. 2) Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang sahih. 3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data. 3.2 Analogi Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama. Contoh: Winda adalah lulusan akademi A. Winda dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Haris adalah lulusan akademi A. Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Tujuan pernalaran secara analogi adalah sebagai berikut. 1) Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan. 2) Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan. 3) Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi. 3.3 Hubungan Kausal Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu sebagai berikut: a. Sebab-Akibat Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Di samping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga jatuh dari batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari oleh anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinan itu yang menjadi penyebabnya. Andaikata angin tiba-tiba bertiup (A), dan hujan yang tiba-tiba turun (B), ternyata tidak sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu kita dapat menyimpulkan bahwa jatuhnya buah mangga itu disebabkan oleh lemparan anak-anak (C). Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut. Angin hujan lemparan mangga jatuh (A) (B) (C) (E) angin, hujan mangga tidak jatuh (A) (B) (E) Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh. (C) (E) Pola-pola seperti itu sesuai pula dengan metode agreement yang berbunyi sebagai berikut. Jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut. teh, gula, garam (P) ( Q) (R) gula, lada, bawang (Q) (S) (U) Jadi, gula menyebabkan menyebabkan kedatangan semut (Y) menyebabkan kedatangan semut (Y) kedatangan semut. b. Akibat-Sebab Akibat-sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter. Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan entimen. Akan tetapi, dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab merupakan simpulan. c. Akibat-Akibat Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa "akibat" langsung disimpulkan pada suatu "akibat" yang lain. Contohnya adalah sebagai berikut. Ketika pulang dari pasar, Ibu Heni melihat tanah di halamannya becek. Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah. Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola itu dapat dilihat seperti berikut ini. hujan menyebabkan tanah becek (A) (B) hujan menyebabkan kain jemuran basah (A) (C) Dalam proses penalaran, "akibat-akibat", peristiwa tanah becek (B) merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan. Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah. (B) (C) 4. SALAH NALAR Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut salah nalar. Salah nalar ini disebabkan oleh ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya. Apabila kita perhatikan beberapa kalimat dalam bahasa Indonesia secara cermat, kadang-kadang kita temukan beberapa pernyataan atau premis tidak masuk akal. Kalimat-kalimat yang seperti itu disebut kalimat dari hasil salah nalar. Kalau kita pilah-pilah beberapa bentuk salah nalar itu, kita dapat membagi salah nalar itu dalam beberapa macam, yaitu sebagai berikut. 4.1 Deduksi yang Salah Salah nalar yang disebabkan oleh deduksi yang salah merupakan salah nalar yang amat sering dilakukan orang. Hal ini terjadi karena orang salah mengambil simpulan dari suatu silogisme dengan diawali oleh premis yang salah atau tidak memenuhi syarat. Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut. a. Pak Marjo tidak dapat dipilih sebagai lurah di sini karena dia miskin. b. Bunga anggrek sebetulnya tidak perlu dipelihara karena bunga anggrek banyak ditemukan dalam hutan. c. Dia pasti cepat mati karena dia menderita penyakit jantung. 4.2 Generalisasi Terlalu Luas Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah. Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut. a. Gadis Palangkaraya cantik-cantik. b. Kuli pelabuhan jiwanya kasar. c. Orang Banjarmasin pandai berdayung. 4.3 Pemilihan Terbatas pada Dua Alternatif Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan "itu" atau "ini". Beberapa contoh pernalaran yang salah seperti itu adalah sebagai berikut. a. Engkau harus mengikuti kehendak ayah, atau engkau harus berangkat dari rumah ini. b. Dia membakar rumahnya agar kejahatannya tidak diketahui orang. c. Engkau harus memilih antara hidup di Banjarmasin dengan serba kekurangan dan hidup di kampung dengan menanggung malu. 4.4 Penyebab yang Salah Nalar Salah nalar jenis ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga mengakibatkan terjadi pergeseran maksud. Orang tidak menyadari bahwa yang dikatakannya itu adalah salah. Beberapa contoh salah nilai yang termasuk jenis ini adalah sebagai berikut. a. Matanya buta sejak beberapa waktu yang lalu. Itu tandanya dia melihat gerhana matahari total. b. Sejak ia memperhatikan dan membersihkan kuburan para leluhurnya, dia hamil. c. Kalau ingin dikenal orang, kita harus memakai kacamata. . 4.5 Analogi yang Salah Salah nalar dapat terjadi apabila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain. Beberapa contoh jenis salah nalar seperti ini adalah sebagai berikut. a. Sunarti, seorang alumni Universitas Lambung Mangkurat, dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Oleh sebab itu, Dina, seorang alumni Universitas Lambung Mangkurat, tentu dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. b. Pada hari Senin, langit di sebelah barat menghit am angin bertiup kencang, dan tidak lama kemudian turun hujan. Pada hari Selasa, langit sebelah barat menghitam, angin bertiup kencang, dan tidak lama kemudian turun hujan. Pada hari Rabu, langit sebelah barat menghitam, angin bertiup kencang. Hal ini menandakan bahwa tidak lama lagi akan turun hujan. 4.6 Argumentasi Bidik Orang Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya. Dengan kata lain, sesuatu itu selalu dihubungkan dengan orangnya. Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut. a. Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas keluarga berencana itu mempunyai anak enam orang. b. Kamu tidak boleh kawin dengan Andre karena orang tua Andre itu bekas penjahat. c. Dapatkah dia memimpin kita kalau dia sendiri belum lama ini bercerai dengan istrinya? 4.7 Meniru-niru yang Sudah Ada Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang berhubungan dengan anggapan bahwa sesuatu itu dapat kita lakukan kalau atasan kita melakukan hal itu. Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut. a. Peserta penataran boleh pulang sebelum waktuya karena para undangan yang menghadiri acara pembukaan pun sudah pulang semua. b. Siswa SMA seharusnya dibenarkan mempergunakan kalkulator ketika menyelesaikan soal matematika sebab profesor pun menggunakan kalkulator ketika menyelesaikan soal matematika. 4.8 Penyamarataan Para Ahli Salah nalar ini disebabkan oleh anggapan orang tentang berbagai ilmu dengan pandangan yang sama. Hal ini akan mengakibatkan kekeliruan mengambil simpulan. Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut. a. Perkembangan sistem pelayaran kita dapat dibahas secara panjang lebar oleh Parjono, seorang tukang kayu yang terkenal itu. b. Pembangunan pasar swalayan itu sesuai dengan saran Tono, seorang ahli di bidang perikanan. BAB VII EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN 1. PEMAKAIAN HURUF a. Huruf Abjad Abjad dalam ejaan Nama bahasa Indonesia Aa a Bb be Cc ce Dd de Ee e Ff ef Gg ge Huruf Nama Huruf Nama Jj Kk Ll Mm Nn Oo Pp je ka el em en o pe Ss Tt Uu Vv Ww Xx Yy es te u fe we eks ye Hh Ii ha i Qq Rr ki er Zz zet b. Huruf Vokal Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u Huruf vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u. Huruf Vokal a e* e i o u Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Di Tengah Akhir api enak emas itu oleh ulang c. Huruf Konsonan Huruf konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. b c d f g h j k l m n p q** r s t v w x** y z d. Huruf Diftong padi petak kena simpan kota bumi lusa sore tipe murni radio ibu Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Di Tengah Akhir bahasa cakap dua fakir guna hari jalan kami lekas maka nama pasang Quran raib sampai tali varia wanita xenon yakin zeni sebut kaca ada kafir tiga saham manja paksa rakyat* alas kami anak apa Furqan bara asli mata lava bawa payung lazim adab abad maaf balig tuah mikraj sesak bapak* kesal diam daun siap putar lemas rapat juz diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi. ai au oi Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir ain syaitan pandai aula saudara harimau boikot amboi e. Gabungan Huruf Konsonan Di dalam bahasa Indonesia ada empat gabungan huruf konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. kh ng ny sy Contoh Pemakaian dalam Kata di Awal di Tengah di Akhir khusus ngilu nyata syarat akhir bangun hanyut isyarat tarikh senang arasy f. Pemenggalan Kata *) 1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut. a) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah. b) Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu. Misalnya: au-la bukan a-u-la sau-da-ra bukan sa-u-da-ra am-boi bukan am-b-oi ba-pak ba-rang su-lit la-wan de-ngan ke-nyang mu-ta-khir c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan. Misalnya: man-di som-bong swas-ta cap-lok Ap-ril bang-sa makh-luk d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Misalnya: in-stru-men ul-tra in-fra bang-krut ben-trok ikh-las 2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris. Misalnya: makan-an me-rasa-kan mem-bantu pergi-lah Catatan: a) Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal. b) Akhiran –i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 1.) c) Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut. Misalnya : te-lun-juk si-nam-bung ge-li-gi 3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas. Misalnya: bio-grafi, bi-o-gra-fi foto-grafi, fo-to-gra-fi intro-speksi, in-tro-spek-si kilo-gram, ki-lo-gram kilo-meter, ki-lo-me-ter pasca-panen, pas-ca-pa-nen Keterangan: Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus 2. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING b. Huruf Kapital atau Huruf Besar 1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya: Dia mengantuk Apa maksudnya? Kita harus bekerja keras. Pekerjaan itu belum selesai 1. Huruf kapital dipakai sebegai huruf pertama petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya,”Kapan kita pulang?” Bapak menasihatkan,”Berhati-hatilah, Nak!” “Kemrin engkau terlambat,”katanya. “Besok pagi,” kata Ibu,”dia akan berangkat”. 2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama,Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: Allah Alkitab Islam Yang Mahakuasa Quran Kristen Yang Maha Pengasih Weda Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya. Bimbinglah hama-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahma 3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya: Mahaputra Yamin Sultan Hasanuddin Haji Agus Salim Imam Syafii Nabi Ibrahim Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dankeagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya: Dia baru saja diangkat menjadi sultan. Tahun ini ia pergi naik haji. 4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya: Wakil Presiden Adam Malik Perdana Menteri Nehru Profesor Supomo Laksamana Muda Udara Husen Sastranegera Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian Gubernur Irian Jaya Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat. Misalnya: Siapa gubernur yang baru dilantik itu? Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal. 6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya: Amir Hamzah Dewi Sartika Wage Rudolf Supratman Halim Perdanakusumah Ampere Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya: Mesin diesel 7. Huruf kapital dipakasi sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Misalnya: bangsa Indonesia suku Sunda bahasa Inggris Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya: mengindonesiakan kata asing keinggris-inggrisan 8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya: bulan Agustus hari Natal Perang Candu tahun Hijriah tarikh Masehi bulan Maulid hari Galungan hari Jumat hari Lebaran 9a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya: Asia Tenggara Banyuwangi Bukit Barisan Cirebon Danau Toba Dataran Tinggi Dieng Gunung Semeru Jalan Diponegoro Jazirah Arab 9b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya: berlayar ke teluk mandi di kali menyeberangi selat pergi ke arah tenggara 9c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis. Misalnya: garam inggris gula jawa kacang bogor pisang ambon 10a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Misalnya : Republik Indonesia Majelis Permusyawaratan Rakyat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972 10b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. Misalnya: Menjadi sebuah republik Beberapa badan hukum Kerja sama antara pemerintah dan rakyat Menurut undang-undang yang berlaku 11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Rancangan Undang-Undang Kepegawaian 12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra. 13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misalnya: Dr. M.A. S.H. S.S. Prof. Tn. Ny. Sdr. S.Sos.I doktor master of arts sarjana hukum sarjana sastra profesor tuan nyonya saudara sarjana sosial islam 14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya: “Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto. Adik bertanya,”Itu apa, Bu?” Surat Saudara sudah saya terima. “Silakan duduk, Dik!” kata Ucok. Besok Paman akan datang. Mereka pergi ke rumah Pak Camat. Para ibu mengunjungi Ibu Hasan. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. Misalnya: Kita harus menghormati bapak dan ibu kita. Semua kakak 15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Misalnya: Sudahkah Anda tahu? Surat Anda telah kami terima. b. Huruf Miring 1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: majalah Bahasa dan Kesusastraan buku Negarakertagama karangan Prapanca surat kabar Suara Karya 2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya: Huruf pertama kata abad ialah a. Dia bukan menipu, tetapi ditipu. Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital. 3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya: Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana. Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini. Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi „pandangan dunia‟. Tetapi: Negara itu telah mengalami empat kudeta. Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya. 3. PENULISAN KATA a. Kata Dasar Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya: Ibu percaya bahwa engkau tahu. Kantor pajak penuh sesak. Buku itu sangat tebal b. Kata Turunan 1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya: bergeletar dikelola penetapan menengok mempermainkan 2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: bertepuk tangan garis bawahi menganak sungai sebar luaskan 3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: mengggarisbawahi menyebarluaskan dilipatgandakan penghancurleburan 4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: adipati mahasiswa aerodinamika mancanegara Catatan: a. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: non-indonesia pan-frikanisme b. Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. Misalnya: Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih c. Bentuk Ulang Bentuk ulang ditulis secara lengkat dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya: anak-anak biri-biri buku-buku bumiputra-bumiputra centang-perenang hati-hati hulubalang-hulubalang kuda-kuda kupu-kupu kura-kura laba-laba mata-mata sia-sia undang-undang gerak-gerik huru-hara lauk- pauk mondar-mandir porak-poranda ramah-tamah sayur-mayur d. Gabungan Kata 1. Gabungan kata yang lazim sebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsurunsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar orang tua kambing hitam persegi panjang model linear mata pelajaran simpang empat meja tulis kereta api cepat luar biasa rumah sakit umum 2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya: alat pandang-dengar ibu-bapak kami anak-istri saya watt-jam 3. Gabungan kata berikut ditulis serannngkai. Misalnya: acapkali manakala adakalanya manasuka akhirulkalam mangkubumi alhamdulillah matahari astagfirullah olahraga bagaimana padahal barangkali paramasastra beasiswa peribahasa belasungkawa puspawarna bilamana radioaktif bismillah saptamarga bumiputra saputangan daripada saripati darmabakti sebagaimana darmasiswa sediakala darmawisata segitiga dukacita sekalipun halalbihalal silaturahmi hulubalang sukacita kacamata sukarela kasatmata sukaria kepada syahbandar keratabasa titimangsa kilometer wasalam e. KATA GANTI -ku, kau-, -mu, dan –nya Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa yang kumiliki boleh kauambil. Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan. f. Kata Depan di, ke, dan dari Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari. Bermalam semalam di sini. Di mana Siti sekarang? Mereka ada di rumah. Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan. Ke mana saja ia selama ini? Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan. Mari kita berangkat ke pasar. Saya pergi ke sana-sini mencarinya. Ia datang dari Surabaya kemarin. Catatan: Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai. Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad. Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya. Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi. Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966. Bawa kemari gambar itu. Kemarikan buku itu. Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu g. Kata si dan sang Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil. Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim. h. Partikel 1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik. Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia. Apakah yang tersirat dalam surat itu? Siapakah gerangan dia? Apatah gunanya bersedih hati? 2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus. Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan. Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku. Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi. Catatan: Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun ditulis serangkai. Misalnya: Adapun sebab-sebabnya belum diketahui. Bagaimanapun juga akan dicobanya. Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi. Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaan dapat dijadikan pegangan. Walaupun miskin, ia selalu gembira. 3. Partikel per yang berarti „mulai‟, „demi‟, dan „tiap‟ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April. Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu. Harga kain ini Rp2.000,00 per helai. i. Singkatan dan Akronim 1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pengkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya: A.S. Kramawijaya Muh. Yamin Suman Hs. Sukanto S.A. B. M.Sc. master of science S.E. sarjana ekonomi S.Kar sarjana karawitan S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat Bpk. Bapak Sdr. Saudara Kol. Kolonel b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya: DPR Dewan Perwakilan Rakyat PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara SMTP sekolah menengah tingkat pertama PT perseroan terbatas KTP kartu tanda pengenal c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya dll. dan lain-lain dsb. dan sebagainya dst. dan seterusnya hlm. halaman sda. sama dengan atas yth. yang terhormat d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Cu kuprum TNT trinitrotoluena cm sentimeter kVA kilovolt-ampere l liter kg kilogram Rp rupiah 2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya: ABRI Angkatan Bersenjata Republik LAN Indonesia PASI Lembaga Administrasi Negara IKIP Persatuan Atletik Seluruh Indonesia SIM Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surat izin mengemudi b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis denganjuruf awal huruf kapital. Misalnya: Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Bappenas Republik Indonesia Iwapi Badan Perencanaan Pembangunan Kowani Nasional Sespa Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Kongres Wanita Indonesia Sekolah Staf Pimpinan Administras c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: pemilu pemilihan umum radar radio detecting and ranging rapim rapat pimpinan rudal peluru kendali tilang bukti pelanggaran Catatan: Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim. j . Angka dan Lambang Bilangan 1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1000), V (5 000), M (1.000.000) 2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, bobot, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. Misalnya: 0,5 sentimeter 1 jam 20 menit 5 kilogram pukul 15.00 4 meter persegi tahun 1928 10 liter 17 Agustus 1945 Rp5.000,00 50 dolar Amerika US$3.50* 10 paun Inggris $5.10 100 yen Y100 10 persen 2.000 rupiah 27 orang * Tanda titik di sini merupakan tanda decimal 3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15 Hotel Indonesia, Kamar 169 4. Angka dingunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252 Surah Yasin: 9 5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut. a. Bilangan utuh Misalnya: dua belas 12 dua puluh dua 22 dua ratus dua puluh dua 222 b. Bilangan pecahan Misalnya: setengah tiga perempat seperenam belas tiga dua pertiga seperseratus ½ ¾ 1 /16 satu persen satu permil satu dua persepuluh /100 1% 1‰ 1,2 2 3 /3 1 6 . Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya: Paku Buwono X Paku Buwono ke-10 Paku Buwono kesepuluh 7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: Tahun ’50-an atau Tahun lima puluhan Uang 5000-an atau Uang lima ribuan Uang lima 1000-an atau Uang lima seribuan 8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya: Amir menononton drama itu sampai tiga kali. Ayah memesan tiga ratus ekor ayam. Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko. Kendaraan yang ditempuh untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo. 9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu. Pak Darmo mengundang 250 orang tamu. Bukan: 15 orang tewas dalam kecelakaan itu. 250 orang tamu diundang Pak Darmo. Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo. 10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah. Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang. 11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya: Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai. Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah. Bukan: Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai. Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah. 12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah). Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah. 4. PENULISAN UNSUR SERAPAN Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l’exploitation de l’homme par l’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. 5. PEMAKAIAN TANDA BACA a. Tanda Titik (.) 1 .Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Ayahku tinggal di Solo. Biarlah mereka duduk di sana. Dia menanyakan siapa yang akan datang. Hari ini tanggal 6 April 1973. Marilah kita mengheningkan cipta. 2 . Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya: a .III. Departemen Dalam Negeri A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa B. Direktorat Jenderal Agraria 1. … b 1. Patokan Umum 1.1 Isi Karangan 1.2 Ilustrasi 1.2.1 Gambar Tangan 1.2.2 Tabel 1.2.3 Grafik Catatan: Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf. 3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik) 4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya: 1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik) 0.0.30 jam (30 detik) 5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Pustaka. 6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang. Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa. 6b. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Lihat halaman 2345 dan seterusnya. Nomor gironya 5645678. 7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya: Acara Kunjungan Adam Malik Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD‟45) Salah Asuhan 8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat pengirim surat. Misalnya: Jalan Diponegoro 82 Jakarta 1 April 1991 Yth. Sdr. Moh. Hasan Jalan Arif 43 Palembang Kantor Penempatan Tenaga Jalan Cikini 71 Jakarta b. Tanda Koma (,) 1a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko. Satu, dua, … tiga! 2a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan. Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim. 3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan datang. Karena sibuk, ia lupa akan janjinya. 3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya tidak akan datang kalau hari hujan. Dia lupa akan janjinya karena sibuk. Dia tahu bahwa soal itu penting. 4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi. Misalnya: … Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. … Jadi, soalnya tidak semudah itu. 5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya: O, begitu? Wah, bukan main! Hati-hati, ya, nanti jatuh. 6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.) Misalnya: Kata Ibu,”Saya gembira sekali.” “Saya gembira sekali,” kata Ibu,”karena kamu lulus.” 7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya: Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta. Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor Surabaya, 10 Mei 1960 Kuala Lumpur, Malaysia 8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya: Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia, jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat. 9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dlam catatan kaki. Misalnya: W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4 10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A. 11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: 12,5 m Rp12,50 12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, bab V, Pasal F.) Misalnya: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali. Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih. Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara. Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma: Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia. 13. Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih. Bandingkan dengan: Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa. Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus. 14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: “Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim. “Berdiri lurus-lurus!” perintahnya. c. Tanda Titik Koma (;) 1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya: Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga. 2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya: Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”. d. Tanda Titik Dua 1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya: Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati. 1b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi umum dan jurusan ekonomi perusahaan. 2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan ayng memerlukan pemerian. Misalnya: a. Ketua : Ahmad Wijaya Sekretaris : S. Handayani Bendahara : B. Hartawan b. Tempat : Ruang 104 Sidang : Bambang S. Pengantar : Senin Acara : 09.30 Hari Waktu 3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya: Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!” Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk) Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar) 4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya: Tempo, I (1971), 34:7 Surah Yasin:9 Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit. Tjokronegero, Sutomo. 1968. Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Djakarta: Eresco. e. Tanda Hubung (-) 1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya: Di samping cara-cara lama itu ada ju-ga cara yang baru. Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris. Misalnya: Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan … Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak … Atau Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan … Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak … Bukan Beberapa pendapat mengenai masalah i-tu telah disampaikan … Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-u beranjak … 2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk meng-ukur panas. Kukuran baru ini memudahkan kita me-ngukur kelapa. Senjata ini merupakan alat pertahan-an yang canggih. Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris. 3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: anak-anak berulang-ulang kemerah-merahan Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan. 4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a 8-4-1973 5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi dua puluh lima-ribuan (20 5000) tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial Bandingkan dengan: be-revolusi dua-puluh-lima-ribuan (1 25000) tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial 6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, dan (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap. Misalnya: se-Indonesia se-Jawa Barat hadiah ke-2 tahun 50-an mem-PHK-kan hari-H sinar-X Menteri-Sekretaris Negara 7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: di-smash pen-tackle-an f. Tanda Pisah (-) 1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu–saya yakin akan tercapai–diperjuangkan oleh bangas itu sendiri. 2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta. 3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti „sampai‟. Misalnya: 1910–1945 Tanggal 5–10 April 1970 Jakarta–Bandung Catatan: Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya. g. Tanda Elipsis (…) 1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak. 2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut. Catatan: Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah unuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat. Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati …. h. Tanda Tanya (?) 1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan ia berangkat? Saudara tahu, bukan? 2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Ia dilahirkan pada tahun 1683. (?) Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang. i. Tanda Seru (!) Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu! Bersihkan kamar itu sekarang juga! Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya. Merdeka! j. Tanda Kurung ((…)) 1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu. 2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962. Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri. 3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a). Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya. 4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal. k. Tanda Kurung Siku ([…]) 1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik. 2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya: Persamaan keuda proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35–38] tidak dibicarakan) perlu dibentangkan di sini. l. Tanda Petik (“…”) 1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya: “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!” Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.” 2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Bacalah ”Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat. Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo. Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu. 3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara ”coba dan ralat” saja. Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”. 4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata Tono, “Saya juga minta satu.” 5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”. Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya. Catatan: Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris. m. Tanda Petik Tunggal („…‟) 1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun dalam petikan lain. Misalnya: Tanya Basri, “Kau dengar bunyi „kring-kring‟ tadi?” “Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku,‟Ibu, Bapak pulang‟, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Hamdan. 2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J). Misalnya: feed-back „balikan‟ n. Tanda Garis Miring (/) 1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin. Misalnya: No. 7/PK/1973 Jalan Kramat II/10 tahun anggaran 1985/1986 2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap. Misalnya: mahasiswa/mahasiswi harganya Rp150,00/lembar o. Tanda Penyingkat atau Apostrof („) Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Ali ‟kan kusurati. („kan = akan) Malam „lah tiba. („lah = telah) 1 Januari ‟88 (‟88 = 1988) BAB VIII KETENTUAN PEMBENTUKAN ISTILAH 1. PEDOMAN PEMBENTUKAN ISTILAH a. Istilah dan Tata Istilah Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambing dan yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Tata istilah (terminologi) adalah perangkat asas dan ketentuan pembentukan istilah serta kumpulan istilah yang dihasilkannya. Misalnya: Anabolisme pasar modal Demokrasi pemerataan Laik terbang perangkap electron b. Istilah Umum dan Istilah Khusus Istilah umum adalah istilah yang berasal dari bidang tertentu, yang karena dipakai secara Misalnya: Anggaran belanja penilaian Daya radio Nikah takwa Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja. Misalnya: Apendektomi kurtosis Bipatride pleistosen c. Persyaratan Istilah yang Baik Dalam pembentukan istilah perlu diperhatikan persyaratan dalam pemanfaatan kosakata bahasa Indonesia yang berikut. o Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling tepat untuk mengungkapkan konsep termaksud dan yang tidak menyimpang dari makna itu, o Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling singkat di antara pilihan yang tersedia yang mempunyai rujukan sama.Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bernilai rasa (konotasi) baik. o Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang sedap didengar(eufonik). o Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bentuknya seturut kaidah bahasa Indonesia. d. Nama dan Tata Nama Nama adalah kata atau frasa yang berdasarkan kesepakatan menjadi tanda pengenal benda, orang, hewan, tumbuhan, tempat, atau hal. Tata nama (nomenklatur) adalah perangkat peraturan penamaan dalam bidang ilmu tertentu, seperti kimia dan biologi, beserta kumpulan nama yang dihasilkannya. Misalnya: aldehida Primat natrium klorida oryza sativa 2. PROSES PEMBENTUKAN ISTILAH a. Konsep Ilmu Pengetahuan dan Peristilahannya Upaya kecendikiaan ilmuan (scientist) dan pandit (scholar) telah dan terus menghasilkan konsep ilmiah, yang pengungkapannya dituangkan dalam perangkat peristilahan. Ada istilah yang sudah mapan dan ada pula istilah yang masih perlu diciptakan. Konsep ilmiah yang sudah dihasilkan ilmuwan dan pandit Indonesia dengan sendirinya mempunyai istilah yang mapan. Akan tetapi, sebagian besar konsep ilmu pengetahuan modern yang dipelajari, digunakan, dan dikembangkan oleh pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia datang dari luar negeri dan sudah dilambangkan dengan istilah bahasa asing. Di samping itu, ada kemungkinan bahwa kegiatan ilmuwan dan pandit Indonesia akan mencetuskan konsep ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang sama sekali baru sehingga akan diperlukan penciptaan istilah baru. b. Bahan Baku Istilah Indonesia Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosakata yang lengkap dan tidak memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau rekacipya yang baru. bahasa Inggris yang kini dianggap bahasa internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan dari bahasa Yunani, Latin, Prancis, dan bahasa lain, yang jumlahnya hampir tiga perlima dari seluruh kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai sumber, terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni (1) bahasa Indonesia, termasuk unsure serapannya, dan bahasa Melayu, (2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahsa asing, seperti bhasa Inggris dan bahasa Arab. c. Pemantapan Istilah Nusantara Istilah yang mengungkapkan konsep hasil galian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti bhinneka tunggal ika, batik, banjar, sawer, gunungan, dan pamor, telah lama diterima secara luas sehingga dapat dimantapkan dan hasilnya dikodifikasi. d. Pemadanan Istilah Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, dan jika perlu ke salah satu bahasa serumpun, dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pemakaiannya bersifat internasional karena sudah dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya. Penulisan istilah serapan itu dilakukan dengan atau tanpa penyesuaian ejaannya berdasarkan kaidah fonotaktik, yakni hubungan urutan bunyi yang diizinkan dalam bahasa Indonesia. 1) Penerjemahan Langsung Istilah Indonesia dapat dibentuk lewat penerjemahan berdasarkan kesesuaian makna tetapi bentuknya tidak sepadan. Misalnya: Supermarket pasar swalayan Merger gabungan usaha Penerjemahan dapat pula dilakukan berdasarkan kesesuaian bentuk dan makna. Misalnya: Bonded zone kawasan berikat Skyscraper pencakar langit Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain memperkaya kosakata Indonesia dengan sinonim, istilah terjemahan juga meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia. Jika timbul kesulitan dalam penyerapan istilah asing yang bercorak Anglo-Sakson karena perbedaan antara lafal dan ejaannya, penerjemahan merupakan jalan keluar terbaik. Dalam pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman berikut. a. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan dengan satu kata. Misalnya : Psychologist ahi psikologi Medical practitioner dokter b. Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk positif, sedangkan istilah dalam bentuk negatif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia bentuk negatif pula. Misalnya : Bound form bentuk terikat (bukan bentuk takbebas) Illiterate niraksara Inorganic takorganik c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan pada istilah terjemahannya. Misalnya : Merger (nomina) gabung usaha (nomina) Transparent (adjektiva) bening (adjektiva) (to) filter (verba) menapis (verba) d. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural,pemarkah tejamakannya ditanggalkan pada istilah Indonesia. Misalnya : Alumni lulusan Master of ceremonies pengatur acara Charge d’affaires kuasa usaha 2). Penerjemahan dengan Perekaan Adakalanya upaya pemadanan istilah asing perlu dilakukan dengan menciptakan isti-lah baru. Istilah factoring, misalnya, sulit diterjemahkan atau diserap secara utuh. Dalam khazanah kosakata bahasa Indonesia/Melayu terdapat bentuk anjak dan piutang yang menggambarkan pengalihan hak menagih utang. Lalu, direka istilah anjak piu-tang sebagai padanan istilah factoring. Begitu pula pemadanan catering menjadi jasa boga dan invention menjadi rekacipta diperoleh lewat perekaan. 3). Penyerapan Istilah Penyerapan istilah asing untuk menjadi istilah Indonesia dilakukan berdasarkan hal-hal berikut. a. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa asing dan bahasa Indonesia secara timbal balik (intertranslatability) mengingat keperluan masa depan. b. Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks asing oleh pembaca Indonesia karena dikenal lebih dahulu. c. Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya. d. Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan antarpakar jika padanan terjemahannya terlalu banyak sinonimnya. e. Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena tidak mengandung konotasi buruk. Proses penyerapn istilah asing, dengan mengutamakan bentuk visualnya, dilakukan dengan cara yang berikut. a. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan dan lafal Misalnya : Camera …… kamera Microphone….. mikrofon System…… sistem b. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal Misalnya : Design….. desain File …..fail Science…. sains c. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan, tetapi dengan penyesuaian lafal Misalnya : Bias……bias Nasal …..nasal Radar …..(radio detecting radar and ranging) d. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal 1) Penyerapan istilah asing tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika ejaan dan lafal istilah asing itu tidak berubah dalam banyak bahasa modern, istilah itu dicetak dengan huruf miring. Misalnya : Allegro moderato divide et impera Aufklarung dulce et utile Status quo in vitro Esprit de corps vis-à-vis 2) Penyerapan istilah tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika istilah itu juga dipakai secara luas dalam kosakata umum, istilah itu tidak ditulis dengan huruf miring (dicetak dengan huruf tegak). Misalnya : Golf ……golf Internet…. internet Lift …..lift Orbit……. orbit Sonar…… (sound navigation and ranging) suara 4). Penyerapan Afiks dan Bentuk Terikat Istilah Asing a). Penyesuaian Ejaan Prefiks dan Bentuk Terikat Prefiks asing yang bersumber pada bahasa Indo-Eropa dapat dipertimbangkan pemakaiannya di dalam peristilahan Indonesia setelah disesuaikan ejaannya. Prefiks asing itu, antara lain, ialah sebagai berikut. a-, ab-, abs- („dari‟, „menyimpang dari‟, „menjauhkan dari‟) tetap a-, ab-, abs amoral amoral abnormal abnormal abstract abstrak a-, an- „tidak, bukan, tanpa‟ tetap a-, an anemia anemia aphasia afasia aneurysm aneurisme ad-, ac- „ke‟, „berdekatan dengan‟, „melekat pada‟, menjadi ad-, ak adhesion adhesi acculturation akulturasi am-, amb- „sekeliling‟, „keduanya‟ tetap am-, amb ambivalence ambivalensi amputation amputasi ana-, an- „ke atas‟, „ke belakang‟, „terbalik‟ tetap ana-, an anabolism anabolisme anatropous anatrop ante- „sebelum‟, „depan‟ tetap ante antediluvian antediluvian anterior anterior anti-, ant- „bertentangan dengan‟ tetap anti-, ant anticatalyst antikatalis anticlinal antiklinal antacid antacid apo- „lepas, terpisah‟, „berhubungan dengan‟ tetap apo apochromatic apokromatik apomorphine apomorfin aut-, auto- „sendiri‟,‟bertindak sendiri‟ tetap aut-, auto autarky autarki autostrada autostrada bi- „pada kedua sisi‟, „dua‟ tetap bi biconvex bikonveks bisexual biseksual cata- „bawah‟, „sesuai dengan‟ menjadi kata cataclysm kataklisme catalyst katalis co-, com-, con- „dengan‟, „bersama-sama‟, „berhubungan dengan‟ menjadi ko-, kom-, kon coordination koordinasi commission komisi concentrate konsentrat contra- ‘menentang‟, „berlawanan‟ menjadi kontra contradiction kontradiksi contraindication kontraindikasi de- „memindahkan‟, „mengurangi‟ tetap dededehydration dehidrasi devaluation devaluasi di- „dua kali‟, „mengandung dua…‟ tetap didichloride diklorida dichromatic dikromatik dia- „melalui‟, „melintas‟ tetap dia diagonal diagonal diapositive diapositif dis- „ketiadaan‟, „tidak‟ tetap dis disequilibrium disekuilibrium disharmony disharmoni eco- „lingkungan‟ menjadi eko ecology ekologi ecospecies ekospesies em-, en- „dalam‟, „di dalam‟ tetap em-, en empathy empati encenphalitis ensenfalitis endo- „di dalam‟ tetap endo endoskeleton endoskeleton endothermal endotermal epi- „di atas‟, „sesudah‟ tetap epi epigone epigon epiphyte epifit ex- „sebelah luar‟ menjadi eksexclave eksklave exclusive eksklusif exo-, ex- „sebelah luar‟, „mengeluarkan‟ menjadi ekso-, eksexoergic eksoergik exogamy eksogami extra- „di luar‟ menjadi ekstra extradition ekstradisi extraterrestrial ekstraterestrial hemi- „separuh‟, „setengah‟ tetap hemi hemihedral hemihedral hemisphere hemisfer hemo- „darah‟ tetap hemo hemoglobin hemoglobin hemolysis hemolisis hepta- „tujuh‟, „mengandung tujuh…‟ tetap hepta heptameter heptameter heptarchy heptarki hetero- „lain‟, „berada‟ tetap hetero heterodox heterodoks heterophyllous heterofil hexa- „enam‟, „mengandung enam…‟ menjadi heksahexachloride heksaklorida hexagon heksagon hyper- „di atas‟, „lewat‟, „super‟ menjadi hiperhyperemia hiperemia hypersensitive hipersensitif hypo- „bawah‟, „di bawah‟ menjadi hipohipoblast hipoblas hypochondria hipokondria im-, in-, il- „tidak‟, „di dalam‟, „ke dalam‟ tetap im-, in-, ilimmigration imigrasi induction induksi illegal ilegal infra- „bawah‟, „di bawah‟, „di dalam‟ tetap infrainfrasonic infrasonik infraspecific infraspesifik inter- „antara‟, „saling‟ tetap interinterference interferensi international internasional intra- „di dalam‟, „di antara‟ tetap intraintradermal intradermal intracell intrasel intro- „dalam‟, „ke dalam‟ tetap intro23 introjections introjeksi introvert introvert iso- „sama‟ tetap isoisoagglutinin isoaglutinin isoenzyme isoenzim meta- „sesudah‟, „berubah‟, „perubahan‟ tetap metametamorphosis metamorfosis metanephros metanefros mono- „tunggal‟, „mengandung satu‟ tetap monomonodrama monodrama monoxide monoksida pan-, pant/panto- „semua‟, „keseluruhan‟ tetap pan-, pant-, pantopanacea panasea pantisocracy pantisokrasi pantograph pantograf para- „di samping‟, „erat berhubungan dengan‟, „hampir‟ tetap paraparaldehyde paraldehida parathyroid paratiroid penta- „lima‟, „mengandung lima‟ tetap pentapentahedron pentahedron pentane pentane peri- „sekeliling‟, „dekat‟, „melingkupi‟ tetap periperihelion perihelion perineurium perineurium poly- „banyak‟, „berkelebihan‟ menjadi polipolyglotism poliglotisme polyphagia polifagia pre- „sebelum‟, „sebelumnya‟, „di muka‟ tetap prepreabdomen preabdomen premature premature pro- „sebelum‟, „di depan‟ tetap proprothalamion protalamion prothorax protoraks proto- „pertama‟, „mula-mula‟ tetap protoprotolithic protolitik prototype prototipe pseudo-, pseudo- „palsu‟ tetap pseudo-, pseudopseudomorph pseudomorf pseudepigraphy pseudepigrafi quasi- „seolah-olah‟, „kira-kira‟ menjadi kuasiquasihistorical kuasihistoris quasi-legislative kuasilegislatif re- „lagi‟, „kembali‟ tetap rereflection refleksi rehabilitation rehabilitasi retro- „ke belakang‟, „terletak di belakang‟ tetap retroretroflex retrofleks retroperitoneal retroperitoneal semi- „separuhnya‟, „sedikit banyak‟, „sebagian‟ tetap semisemifinal semifinal semipermanent semipermanen sub- „bawah‟, „di bawah‟, „agak‟, „hampir‟ tetap subsubfossil subfosil submucosa submukosa super-, sur- „lebih dari‟, „berada di atas‟ tetap super-, sursuperlunar superlunar supersonic supersonik surrealism surealisme supra- „unggul‟, „melebihi‟ tetap suprasupramolecular supramolekular suprasegmental suprasegmental syn- „dengan‟, „bersama-sama‟, „pada waktu‟ menjadi sinsyndesmosis sindesmosis synesthesia sinestesia tele- „jauh‟, „melewati‟, „jarak‟ tetap teletelepathy telepati telescope teleskop trans- „ke/di seberang‟, „lewat‟, „mengalihkan‟ tetap transtranscontinental transkontinental transliteration transliterasi tri- „tiga‟ tetap tritrichromat trikromat tricuspid tricuspid ultra- „melebihi‟, „super‟ tetap ultraultramodern ultramodern ultraviolet ultraviolet uni- „satu‟, „tunggal‟ tetap uniunicellular uniseluler unilateral unilateral b). Penyesuaian Ejaan Sufiks Sufiks asing dalam bahasa Indonesia diserap sebagai bagian kata berafiks yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata standar, implemen, dan objek. Berikut daftar kata bersufiks tersebut. -aat (Belanda) menjadi -at Advocaat advokat Plaat pelat Tractaat traktat -able, -ble (Inggris) menjadi -bel Variable variabel Flexible flexible -ac (Inggris) menjadi -ak Maniac maniak Cardiac kardiak Almanac almanac -age (Inggris) menjadi -ase Sabotage sabotase Arbitrage arbitrase Percentage persentase -air (Belanda), -ary (Inggris) menjadi -er Complementair, complementary komplementer Primair, primary primer Secundair, secondary sekunder -al (Inggris) menjadi -al Credential kredensial Minimal minimal Mational nasional -ance, -ence (Inggris) menjadi -ans, -ens Ambulance ambulans Conductance konduktans Termophosphorescence termosfosforensens Thermoluminescence termoluminesens -ancy, -ency (Inggris) menjadi –ansi, -ensi Efficiency efisiensi Frequency frekuensi Relevancy relevansi -anda, -end, -andum, -endum (Belanda, Inggris) menjadi -anda, -en, -andum, endum Propaganda propaganda Divindend dividen Memorandum memorandum Referendum referendum -ant (Belanda, Inggris) menjadi -an Accountant akuntan Informant informan Dominant dominan -ar (Inggris) menjadi -ar, -er Curricular kurikuler Solar solar -archie (Belanda), -archy (Inggris) menjadi -arki Anarchie, anarchy anarki Monarchie, monarchy monarki -ase, -ose (Inggris) menjadi -ase, -osa Amylase amilase Dextrose dekstrosa -asme (Belanda), asm (Inggris) menjadi -asme Sarcasm, sarcasm sarkasme Pleonasme, pleonasm pleonasme -ate (Inggris) menjadi -at Emirate emirat Private privat -atie (Belanda), -(a)tion (Inggris) menjadi -(a)si Actie, action aksi Publicatie, publication publikasi -cy (Inggris) menjadi -asi, -si Accountancy akuntansi Accuracy akurasi -eel (Belanda) yang tidak ada padanan dalam bahasa Inggris menjadi -el Materieel materiel Moreel morel Principieel prinsipiel -eel, aal (Belanda), -al (Inggris) menjadi -al Formeel, formal formal Ideaal, ideal ideal Materiaal,material material -et, ette (Inggris) menjadi -et Duet duet Cabinet kabinet Cassette kaset -eur (Belanda), -or (Inggris) menjadi -ur Amateur amatir Importeur importer -eur (Belanda) menjadi -ur Conducteur, conductor kondektur Directeur, director direktur Inspecteur, inspector inspektur -eus (Belanda) menjadi -us Mesterieus misterius Serieus serius -ficatie (Belanda), -fication (Inggris) menjadi -fikasi Specificatie, specification spesifikasi Unificatie, unification unifikasi -fiek (Belanda), -fic (Inggris) menjadi -fik Specifiek, specific spesifik Honofifiek, honorific honorific -iek (Belanda), -ic, -ique (Inggris) menjadi -ik Perodiek, periodic periodik Numeriek, numeric numerik Uniek, unique unik Techniek, technique teknik -isch (Belanda), -ic, -ical (Inggris) menjadi -is Optimistisch, optimistic optimistis Allergisch, allergic alergis Symbolisch, symbolical simbolis Practisch, practical praktis -icle (Inggris) menjadi -ikel Article artikel Particle partikel -ica (Belanda), -ics (Inggris) menjadi –ika, -ik Mechanica, mechanics mekanika Phonetics fonetik -id, -ide (Inggris) menjadi –id, -ida Chrysalid krisalid Oxide oksida Chloride klorida -ief (Belanda), -ive (Inggris) menjadi -if Demonstratief, demonstrative demonstratif Descriptief, descriptive deskriptif Depressief, depressive depresif -iel (Belanda), -ile, -le (Inggris) menjadi -il Kawrtiel, quartile kuartil Percentile, percentile persentil Stabile, stable stabil -iet (Belanda), -ite (Inggris) menjadi -it Favorite, favorite favorit Dolomite, dolomite dolomit Stalactite, stalactite stalaktit -in (Inggris) menjadi -in Penicillin penisilin Insulin insulin Protein protein -ine (Inggris) menjadi –in, -ina Cocaine kokain Quarantine karantina -isatie (Belanda), -ization (Inggris) menjadi -isasi Naturalisatie, naturalization naturalisasi Socialisatie, socialization sosialisasi -isme (Belanda), -ism (Inggris) menjadi -isme Expressionism, expressionism ekspresionisme Modernism, modernism modernism -ist (Belanda, Inggris) menjadi -is Extremist ekstremisme Receptionist resepsionis -iteit (Belanda), -ity (Inggris) menjadi -itas Faciliteit, facility falisitas Realiteit, reality realitas -logie (Belanda), -logy (Inggris) menjadi -logi Analogie, analogy analogi Technologie, technology teknologi -loog (Belanda), -logue (Inggris) menjadi -log Catalog, catalogue katalog Dialog, dialogue dialog -lyse (Belanda), -lysis (Inggris) menjadi -lisis Analyse, analysis analisis Paralyse, paralysis paralisis -oide (Belanda), -oid (Inggris) menjadi -oid Anthropoide, anthropoid antropoid Metalloide, metalloid metaloid -oir(e) (Belanda) menjadi -oar Repertoire repertoar Trottoir trotoar -or (Inggris) menjadi -or Corrector korektor Dictator dictator -ous (Inggris) ditinggalkan Amorphous amorf Polysemous polisem -se (Belanda), -sis (Inggris) menjadi -sis Synthese, synthesis sintesis Anamnese, anamnesis anamnesis -teit (Belanda), -ty (Inggris) menjadi -tas Qualiteit, quality kualitas Universiteit, university universitas -ter (Belanda), -tre (Inggris) menjadi -ter Diameter, diameter diameter Theater, theatre teater -uur (Belanda), -ure (Inggris) menjadi -ur Proceduur, procedure prosedur Structuur, structure struktur -y (Inggris) menjadi -i Monarchy monarki philosophy filosofi 5). Gabungan Penerjemahan dan Penyerapan Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan menerjemahkan dan menyerap istilah asing sekaligus. Misalnya : Bound morpheme morfem terikat Clay colloid koloid lempung Subdivision subbagian 6). Perekaciptaan Istilah Kegiatan ilmuwan, budayawan dan seniman yang bergerak di baris terdepan ilmu, teknologi, dan seni dapat mencetuskan konsep yang belum ada selama ini. Istilah baru untuk mengungkapkan konsep itu dapat direkacipta sesuai dengan lingkungan dan corak bidang kegiatannya. Misalnya, rekacipta istilah fondasi cakar ayam, penyangga sosrobahu, plasma inti rakyat, dan tebang pilih Indonesia telah masuk ke dalam khazanah peristilahan. 7). Pembakuan dan Kodifikasi Istilah Istilah yang diseleksi lewat pemantapan, penerjemahan, penyerapan, dan perekaciptaan dibakukan lewat kodifikasi yang mengusahakan keteraturan bentuk seturut kaidah dan adat pemakaian bahasa. Kodifikasi itu tercapai dengan tersusunnya sistem ejaan, buku tata bahasa, dan kamus yang merekam dan menetapkan bentuk bakunya. 8). Bagan Prosedur Pembakuan Istilah Prosedur pembakuan istilah dapat dilihat pada hal berikut. Konsep yang baru penyesuaian lafal Allegro modertor Esprit de corps Internet (internet) Orbit (orbit) Tanpa penyesuaian ejaan dan lafal Koloid lmpung (clay colloid) Morfem terikat (bound morpheme) PerGeakbaucinpgtaan-a npenerjemahan dan penyerapan Konsep dan istilah yang berasal dari nusantara (fondasi) cakar ayam (penyangga) sosrobahu 3. ASPEK TATA BAHASA PERISTILAHAN Istilah dapat berupa (1) bentuk dasar, (2) bentuk berafiks, (3) bentuk ulang, (4) bentuk majemuk, (5) bentuk analogi, (6) hasil metanalisis, (7) singkatan, (8) akronim. a. Istilah Bentuk Dasar Istilah bentuk dasar dipilih di antara kelas kata utama, seperti nomina, verba, adjektiva, dan numeralia. Misalnya : Nomina : kaidah rule busur bow cahaya light Verba : keluar out Uji test Tekan press Adjektiva : kenyal elastic Acak random Cemas anxious Numeralia : gaya empat four force (pukulan) satu-dua one-two (bus) dua tingkat double decker b. Istilah Bentuk Berafiks Istilah bentuk berafiks disusun dari bentuk dasar dengan penambahan prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks seturut kaidah pementukan kata bahasa Indonesia, misalnya dari bentuk pirsa menjadi pemirsa, bukan pirsawan ; dari hantar menjadi keterhantaran, bukan kehantaran. Istilah bentuk berafiks menunjukkan pertalian yang teratur antara bentuk dan maknanya. Istilah bentuk berafiks tersebut mengikuti paradigm berikut, yang unsur-unsurnya demi kejelasan dimasukkan dalam berbagai kotak. c. Paradigma Bentuk Berafiks berber-tani bertani petani pertanian bel- ajar belajar pelajar pelajaran ber- ubah berubah peubah perubahan Istilah berafiks petani, pelajar, peubah yang mengacu kepada pelaku atau alat, dan pertanian, pelajaran, perubahan yang mengacu ke hal, keadaan, atau tempat dibentuk dari verba bertani, belajar, berubah yang berasal dari bentuk dasar tani, ajar, dan ubah. d. Paradigma Bentuk Berafiks mengmen-tulis menulis penulis penulisan tulisan meng- ubah mengubah pengubah pengubahan ubahan mem- besarkan membesarkan pembesar pembesaran besaran meng- ajari mengajari pengajar pengajaran ajaran Istilah berafiks penulis, pengubah, pembesar, pengajar, yang mengacu kepada pelaku atau alat, dan penulisan, pngubahan, pengajaran yang mengacu ke proses atau perbuatan serta tulisan, ubahan, besaran, ajaran yang mengacu ke hasil dijabarkan dari verba menulis, mengubah, membesarkan, mengajar yang berasal dari bentuk dasar tu-lis, ubah, besar, dan ajar. mem- berdayakan memberdayakan pemberdaya pemberdayaan mem- berhentikan memberhentikan pemberhenti pemberhentian mem- belajarkan membelajarkan pembelajar pembelajaran Istilah berafiks pemberdaya, pemberhenti, pembelajar yang mengacu kepada pelaku dan pemberdayaan, pemberhentian, pembelajaran yang mengacu ke perbuatan dibentuk dari verba memberdayakan, memberhentikan, membelajarkan yang dibentuk dari berdaya, berhenti, belajar yang berasal dari bentuk dasar daya, henti, dan ajar. Mem- persatukan mempersatukan pemersatu pemersatuan persatuan Istilah berafiks pemersatu, pemeroleh, pemelajar yang mengacu kepada pelaku dan pemersatuan, pemerolehan, pemelajaran yang mengacu ke perbuatan atau proses serta persatuan, perolehan, pelajaran yang mengacu ke hasil dibentuk dari verba mempersatukan, memperoleh, mempelajari yang dibentuka dari bersatu, beroleh, belajar yang berasal dari bentuk dasar satu, oleh, ajar. e. Paradigma Bentuk Berkonfiks ke-an ke-an saksi kesaksian ke-an bermakna kebermaknaan ke-an terpuruk keterpurukan ke-an seragam keseragaman Istilah berkonfiks ke—an yang mengacu ke hal atau keadaan dibentuk dari pangkal yang berupa bentuk dasar atau bentuk yang berprefiks ber-, ter-, se-, seperti saksi, bermakna, terpuruk,dan seragam. f. Paradigma Bentuk Berinfiks –er-, -el-, -em-, inSabut serabut gigi gerigi Tunjuk telunjuk gembung gelembung Kelut kemelut getar gemetar Kerja kinerja sambung sinambung Istilah berinfiks –er-, -el-, -em-, -in- seperti serabut, gerigi, telunjuk, gelembung, kemelut, gemetar, kinerja, sinambung yang mengacu ke jumlah, kemiripan, atau hasil dibentuk dari dasar sabut, gigi, tunjuk, gembung, kelut, getar, kerja dan sambung. g. Istilah Bentuk Ulang Istilah bentuk ulang dapat berupa ulangan bentuk dasar seutuhnya atau sebagiannya dengan atau tanpa pengimbuhan dan pengubahan bunyi. h. Bentuk Ulang Utuh Istilah bentuk ulang utuh yag mengacu ke kemiripan dapat dilihat pada contoh berikut. Ubur-ubur paru-paru anal-anal langit-langit Undur-undur kanak-kanak kunang-kunang kuda-kuda i. Bentuk Ulang Suku Awal Istilah bentuk ulang suku awal (dwipurwa) yang dibentuk melalui pengulangan konsonan awal dengan penambahan „pepet‟ dapat dilihat pada contoh berikut. Laki lelaki rata merata Tangga tetangga buku bebuku Jarring jejaring tikus tetikus j. Bentuk Ulang Berafiks Istilah bentuk ulang dengan afiksasi dibentuk melalui paradigma berikut. Daun dedaunan, Pohon pepohonan, Rumput rerumputan. Istilah bentuk ulang dedaunan, pepohonan, rerumputan yang mengacu ke berbagai macam, keanekaan dibentuk dari dasar daun, pohon, dan rumput yang mengalami perulangan. k. Bentuk Ulang Salin Suara Istilah bentuk ulang salin suara dibentuk melalui pengulangan dengan perubahan bunyi. Perhatikan contoh berikut. Sayur sayur-mayur warna warna-warni Beras beras-petas teka teka-teki Serta serta-merta balik bolak-balik Dari segi makna, perulangan dengan cara itu mengandung makna „bermacammacam‟. l. Istilah Bentuk Majemuk Istilah bentuk majemuk atau kompositum merupakan hasil penggabungan dua bentuk atau lebih, yang menjadi satuan leksikal baru. Gabungan kata itu berupa (1) gabungan bentuk bebas dengan bentuk bebas, (2) bentuk bebas dengan bentuk terikat, atau (3) bentuk terikat dengan bentuk terikat. m. Gabungan Bentuk Bebas Istilah majemuk bentuk bebas merupakan penggabungan dua unsur atau lebih, yang unsurunsurnya dapat berdiri sendiri sebagai bentuk bebas. Gabungan bentuk bebas meliputi gabungan (a) bentuk dasar dengan bentuk dasar, (b) bentuk dasar dengan bentuk berafiks atau sebaliknya, dan (c) bentuk berafiks dengan bentuk berafiks. n. Gabungan Bentuk Dasar Istilah majemuk gabungan bentuk dasar merupakan penggabungan dua bentuk dasar atau lebih. Garis lintang kereta api listrik Masa depan rumah sangat sederhana Rawat jalan o. Gabungan Bentuk Dasar dan Bentuk Berafiks Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk berafiks dan bentuk berafiks atau sebaliknya. Misalnya: Proses berdaur menembak jatuh Sistem pencernaan tertangkap tangan p. Gabungan Bentuk Berafiks dan Bentuk Berafiks Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk berafiks dan bentuk berafiks. Misalnya : Kesehatan lingkungan Perawatan kecelakaan Pembangunan berkelanjutan q. Gabungan Bentuk Bebas dengan Bentuk Terikat Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan dua bentuk, atau lebih, yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri. Ada sejumlah bentuk terikat yang dapat digunakan dalam pembentukan istilah yang berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Melayu. Misalnya : adi- adikarya masterpiece adikuasa superpower aneka- anekabahasa multilingual anekawarna multicolored antar- antarkota intercity antarbangsa international awa- awaair dewater awalengas dehumidity catur- caturwulan quarter caturlarik quatrain dasa- dasawarsa decade dasalomba decathlon dur- durhaka rebellious dursila unethical dwi- dwimingguan biweekly dwibahasa bilingual eka- ekamatra unidimension ekasuku monosyllable lajak- lajaklaku overaction lajakaktif overactive lewah- lewahumur overage lewahbanyak abundant lir- lirintan diamondike lirruang spacelike maha- mahatahu omniscient maharatu empress nir- nirlaba non-profit nirgelar nondegree panca- pancamuka multifaceted pancaragam variegated pasca- pascapanen postharvest pascasarjana postgraduate pra- prasejarah prehistory prasangka prejudice pramu- pramugari stewardess pramuniaga salesperson pramuwisata touristguide purba- purbawisesa absolute power purbakalawan archeologist purna- purnawaktu full-time purnabakti retirement su- sujana man of good character susila good morals swa- swasembada self-reliance swalayan self-service tak- taksa ambiguous takadil unjust tan- tansuara soundless tanwarna colorless tri- trilipat threefold triunsur triadic tuna- tunahargadiri inferiority tunakarya unemployed Sementara itu, bentuk terikat yang berasal dari bahasa asing Barat, dengan beberapa perkecualian, langsung diserap bersama-sama dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh: Gabungan bentuk asing Barat dengan kata Melayu-Indonesia adalah sebagai berikut. Globalization …..globalisasi Modernization…. modernisasi Gabungan bentuk bebas dan bentuk terikat seperti –wan dan –wati dapat dilihat pada contoh berikut. Ilmuwan scientist Seniwati woman artist Mahakuasa omnipotent r. Gabungan Bentuk Terikat Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk terikat, dan bentuk terikat unsur itu ditulis serangkai, tidak diberi tanda hubung. Misalnya : Dasawarsa decade Swatantra selfgovernment s. Istilah Bentuk Analogi Istilah bentuk analogi bertolak dari pola bentuk istilah yang sudah ada, seperti berdasarkan pola bentuk pegulat, tata bahasa, juru tulis, pramugari, dengan pola analogi pada istilah tersebut dibentuk berbagai istilah lain. Misalnya : Pegolf (golfer) peselancar (surfer) Tata graham (housekeeping) tata kelola (governance) Juru masak (cook) juru bicara (spokesman) Pramuniaga (salesperson) pramusiwi (baby-sitter) t. Istilah Hasil Metanalisis Istilah hasil metanalisis terbentuk melalui analisis unsur yang keliru. Misalnya : Kata mupakat (mufakat) diuraikan menjadi mu + pakat ; lalu ada kata sepakat. Kata dasar perinci disangka terdiri atas pe + rinci sehingga muncul istilah rinci dan rincian. u. Istilah Bentuk Singkatan Istilah bentuk singkatan ialah bentuk yang penulisannya dipendekkan menurut tiga cara berikut. - Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih yang dilisankan sesuai dengan bentuk istilah lengkapnya. Misalnya : cm yang dilisankan sentimeter l yang dilisankan liter sin yang dilisankan sinus tg yang dilisankan tangent - Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih yang lazim dilisankan huruf demi huruf. Misalnya : DDT (diklorodifeniltrikloroetana) yang dilisankan de-de-te KVA(kilovolt-ampere) yang dilisankan ka-ve-a TL (tube luminescent) yang dilisankan te-el - Istilah yang sebagian unsurnya ditanggalkan. Misalnya : Ekspres yang berasal dari kereta api ekpres Kawat yang berasal dari surat kawat Harian yang berasal dari surat kabar harian Lab yang berasal dari laboratorium Info yang berasal dari informasi Demo yang berasal dari demonstrasi Promo yang berasal dari promosi v. Istilah Bentuk Akronim Istilah bentuk akronim ialah istilah pemendekan bentuk majemuk yang berupa gabungan huruf awal suku kata, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf awal dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. Misalnya : Air susu ibu asi Bukti pelanggaran tilang Pengawasan melekat waskat Peluru kendali (guided missile) rudal Cairan alir (lotion) calir w. Lambang Huruf Lambang huruf ialah satu huruf atau lebih yang melambangkan konsep dasar ilmiah seperti kuantitas dan nama unsur. Lambang huruf tidak diikuti tanda titik. Misalnya : F gaya N nitrogen Hg raksa (kimia) m meter NaCl natrium klorida Rp rupiah $ dolar x. Gambar Lambang Gambar lambang ialah gambar atau tanda lain yang melambangkan konsep ilmiah menurut konvensi bidang ilmu yang bersangkutan. Misalnya : ≅ kongruen (matematika) ≡ identik (matematika) Σ jumlah beruntun (matematika) ~ setara (matematika) ♂ jantan (biologi) ♀ betina (biologi) Х disilangkan dengan; hibrida (biologi) ↓ menunjukkan endapan zat (kimia) ◊ cincin benzena (kimia) ✶ bintang (astronomi) ☼ matahari; Ahad (astronomi) (atau) bulan; Senin (astronomi) З dram; 3.887 gram (farmasi) f° folio (ukuran kertas) 4° kuarto (ukuran kertas) U pon (dagang) & dan (dagang) pp pianissimo, sangat lembut (musik) f forte, nyaring (musik) * asterisk, takgramatikal, (linguistik) bentuk rekonstruksi < dijabarkan dari (linguistik) y. Satuan Dasar Sistem Internasional (SI) Satuan dasar sistem Internasional (Système Internasional d'Unités) yang diperjanjikan secara internasional dinyatakan dengan huruf lambang. Besaran Dasar Lambang Satuan Dasar arus listrik/elektrik A ampere intensitas cahaya cd kandela kuantitas zat mol mol massa kg kilogram panjang m meter suhu termodinamika K kelvin waktu s sekon, detik Satuan Suplementer Lambang Besar Dasar Lambang satuan yang didasarkan pada nama orang dinyatakan dengan huruf kapital. Bentuk lengkap satuan ini ditulis dengan huruf kecil untuk membedakannya dengan nama pribadi orang. Misalnya : 5A arus 5 ampere hukum Ampere 3C muatan 3 coulomb hukum Coulomb 6N gaya 6 newton hukum Newton 293 K suhu 293 kelvin skala suhu Kelvin 8Ci aktivitas 8 curie suhu curie z. Kelipatan dan Fraksi Satuan Dasar Untuk menyatakan kelipatan dan fraksi satuan dasar atau turunan digunakan nama dan lambang bentuk terikat berikut. Faktor Lambang Bentuk Terikat Contoh 1012 T tera- terahertz 109 G giga- gigawatt 106 M mega- megaton 103 k kilo- kiloliter 102 h hekto- hektoliter 101 da deka- dekaliter 10ˉ1 d desi- desigram 10ˉ2 c senti- sentimeter 10ˉ3 m mili- milivolt 10-6 ̀μ mikro- mikrometer 10-9 n nano- nanogram 10-12 p piko- pikofarad 10-15 f femto- femtoampere 10-18 a ato- atogram Sistem Bilangan Besar Sistem bilangan besar di atas satu juta yang dianjurkan adalah sebagai berikut. 109 biliun jumlah nol 9 1012 triliun jumlah nol 12 1015 kuadriliunjumlah nol 15 1018 kuintiliun jumlah nol 18 1021sekstiliun jumlah nol 21 1024 septiliun jumlah nol 24 1027 oktiliun jumlah nol 27 1030 noniliun jumlah nol 30 1033 desiliun jumlah nol 33 Sistem yang tersebut di atas antara lain juga digunakan di Amerika Serikat, Rusia, dan Prancis. Di samping itu, masih ada sistem bilangan besar yang berlaku di Inggris, Jerman, dan Belanda seperti dibawah ini. 109 miliar jumlah nol 9 1012 biliun jumlah nol 12 1018 triliun jumlah nol 18 1024 kuadriliunjumlah nol 24 1030 kuintiliun jumlah nol 30 Tanda Desimal Sistem Satuan Internasional menentukan bahwa tanda desimal boleh dinyatakan dengan koma atau titik. Dewasa ini beberapa negeri, termasuk Belanda dan Indonesia, masih menggunakan tanda koma desimal. Misalnya : 3,52 atau 3.52 123,45 atau 123.45 15,000,000,00 atau 15.000.000,00 Bilangan desimal tidak dimulai dengan tanda desimal, tetapi selalu dimulai dengan angka. Misalnya : 0,52 bukan ,52 0.52 bukan .52 Jika perlu, bilangan desimal di dalam daftar atau senarai dapat dikecualikan dari peraturan tersebut di atas. Misalnya : ,550 234 atau .550 234 ,552 76 .552 76 ,554 051 .554 051 ,556 1 .556 1 Bilangan yang hanya berupa angka yang dituliskan dalam tabel atau daftar dibagi menjadi kelompok-kelompok tiga angka yang dipisahkan oleh spasi tanpa penggunaan tanda desimal. Misalnya : 3 105 724 bukan 3,105,724 atau 3.105.724 5 075 442 5,075,442 5.075.442 17 081 500 17,081,500 17.081.500 158 777 543 158,777,543 158.777.543 666 123 666,123 666.123 catatan : dengan mengingat kemungkinan bahwa tanda desimal dapat dinyatakan dengan tanda koma atau titik, penulis karangan hendaknya memberikan catatan cara mana yang diikutinya. 4. ASPEK SEMANTIK PERISTILAHAN a. Pemberian Makna Baru Istilah baru dapat dibentuk lewat penyempitan dan peluasan makna kata yang lazim dan yang tidak lazim. Artinya, kata itu dikurangi atau ditambah jangkauan maknanya sehingga penerapannya menjadi lebih sempit atau lebih luas. b. Penyempitan Makna Kata gaya yang mempunyai makna „kekuatan‟ dipersempit maknanya menjadi „dorongan atau tarikan yang akan menggerakkan benda bebas (tak terikat)‟ dan menjadi istilah baru untuk padanan istilah inggris force. Kata kendala yang mempunyai makna „penghalang‟, „perintang‟ dipersempit maknanya menjadi „pembatas keleluasaan gerak‟, yang tidak perlu menghalangi atau merintangi, untuk dijadikan istilah baru bidang fisika sebagai padanan istilah Inggris constraint. Kata tenaga yang mempunyai makna „kekuatan untuk menggerakkan sesuatu‟ dipersempit maknanya untuk dijadikan istlah baru sebagai padanan istilah energy dan kata daya menjadi padanan istilah power. Kata ranah dalam bahasa Minang, yang mempunyai makna „tanah rata, dataran rendah‟ dipersempit maknanya menjadi „lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan yang merupakan kombinasi antara partisipan, topic, dan tempat‟ sebagai padanan istilah domain. c. Perluasan Makna Kata garam yang semula bermakna 'garam dapur' (NaCl) diperluas maknanya sehingga mencakupi semua jenis senyawaan dalam bidang kimia. Kata canggih yang semula bermakna 'banyak cakap, bawel, ceretwet' diperluas maknanyauntuk dipakai di bidang teknik, yang berarti 'kehilangan kesedarhanaan asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang)'. Kata pesawat yang semula bermakna 'alat, perkakas, mesin' diperluas maknanya di bidang teknik menjadi 'kapal terbang'. Kata luah yang berasal dari bahasa Minang, dengan makna '(1) rasa mual; (2) tumpah atau limpah (tentang barang cair)', mengalami perluasan makna menjadi 'volume zat cair yang mengalir melalui permukaan per tahun waktu'. Kata pamer yang semula dalam bahasa Jawa bermakna 'beraga, berlagak' bergeser maknanya dalam bahasa Indonesia menjadi 'menunjukkan (mendemonstrasi) sesuatu yang dimiliki kepada orang banyak dengan maksud memperlihatkan kelebihan atau keunggulan'. d. Istilah Sinonim Dua istilah atau lebih yang maknanya sama atau mirip, tetapi bentuknya berlainan, disebut sinonim. Di antara istilah sinonim itu salah satunya ditentukan sebagai istilah baku atau yang diutamakan. Misalnya : gulma sebagai padanan weed lebih baik daripada tumbuhan pengganggu hutan bakau sebagai padanan mangrove forest lebih baik daripada hutan payau mikro- sebagai padanan micro- dalam hal tertentu lebih baik daripada renik partikel sebagai padanan particle lebih baik daripada bagian kecil atau zarah Meskipun begitu, istilah sinonim dapat dipakai di samping istilah baku yang diutamakan. Misalnya : istilah yang Diutamakan Istilah sinonim absorb serap absorb acceleration percepatan akselerasi diameter garis tengah diameter frequency frekuensi kekerapan relative relatif nisbi temperature suhu temperatur Berikut kelompok istilah sinonim yang menyalahi asas penamaan dan pengistilahan Misalnya : zat lemas dihindarkan karena ada nitrogen saran diri dihindarkan karena ada autosugesti ilmu pisah dihindarkan karena ada ilmu kimia ilmu pasti dihindarkan karena ada matematika Sinonim asing yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah Indonesia. Misalnya : average, mean rata-rata (rerata, purata) grounding, earthing pengetanahan Sinonim asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan istilah yang berlainan. Misalnya : axiom aksioma law hukum postulate postulat rule kaidah e. Istilah Homonim Istilah homonim berupa dua istilah, atau lebih, yang sama ejaan dan lafalnya, tetapi maknanya berbeda, karena asalnya berlainan. Istilah homonim dapat dibedakan menjadi homograf dan homofon. f. Homograf Istilah homograf ialah istilah yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya. Misalnya : pedologi ← paedo ilmu tentang hidup dan perkembangan anak pedologi ← pedon ilmu tentang tanah teras inti teras 'lantai datar di muka rumah' g. Homofon Istilah homofon ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya. Misalnya : bank dengan bang massa dengan masa sanksi dengan sangsi h. Istilah Polisem Istilah polisem ialah bentuk yang memiliki makna ganda yang bertalian. Misalnya, kata kepala (orang) 'bagian teratas' dipakai dalam kepala (jawatan), kepala (sarung). Bentuk asing yang sifatnya polisem diterjemahkan sesuai dengan arti dalam konteksnya. Karena medan makna yang berbeda, suatu istilah asing tidak selalu berpadanan dengan kata Indonesia yang sama. Misalnya : a. (cushion) head topi (tiang pancang) head (gate) (pintu air) atas (nuclear) head hulu (nuklir) (velocity) head tinggi (tenaga kecepatan) b. (detonating) fuse sumbu (ledak) fuse sekering to fuse melebur, berpadu, melakur, terbakar. i. Istilah Hiponim Istilah hiponim ialah bentuk yang maknanya terangkum dalam hiperonim, atau subordinatnya, atau superordinatnya, yang mempunyai makna yang lebih luas. Kata mawar, melati, cempaka, misalnya, masing-masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi hiperonim atau superordinatnya. Di dalam terjemahan, hiperonim atau superordinat pada umumnya tidak disalin dengan salah satu hiponimnya, kecuali jika dalam bahasa Indonesia tidak terdapat istilah superordinatnya. Kata poultry, misalnya diterjemahkan dengan unggas, dan tidak dengan ayam atau bebek. Jika tidak ada pasangan istilah hiperonimnya dalam bahasa Indonesia, konteks situasi atau ikatan kalimat suatu superordinat asing akan menentukan hiponim Indonesia mana yang harus dipilih. Kata rice, misalnya, dapat diterjemahkan dengan padi, gabah, beras, atau nasi, bergantung pada konteksnya. j. Istilah Taksonim Istilah taksonim ialah hiponim dalam sistem klasifikasi konsep bawahan dan konsep atasan yang bertingkat-tingkat. Kumpulan taksonim membangun taksonimi sebagaimana takson membangun taksonomi. Berikut ini adalah bagan taksonomi makhluk. Makhluk Bakteri mamalia hewan burung anjing sapi unggas manuk pudel herder itik ayam tumbuhan ikan teri tongkol serangga semut capung yang dimaksud dengan hubungan antara kelas atasan dan kelas bawahan dalam bagan di atas ialah hubungan makhluk dengan bakteri, hewan, damn tumbuhan atau hubungan hewan dengan mamalia, burung, ikan, dan serangga. Sementara itu, hubungan kelas bawahan dan kelas atasan ialah hubungan bakteri, hewan dan tumbuhan dengan makhluk, atau hubungan mamalia, burung, ikan, dan serangga dengan hewan. k. Istilah Meronim Istilah Meronim ialah istilah yang maujud (entity) yang ditunjuknya merupakan bagian dari maujud lain yang menyeluruh. Istilah yang menyeluruh itu disebut holonim. Berikut ini adalah bagan meronimi tubuh. Tubuh kepala leher dada lengan tungkai rambut dahi mata hidung telinga mulut lidah gigi bibir bibir atas bibir bawah Bagan di atas memperlihatkan kata yang mengandung makna keseluruhan yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada kata bagiannya atau makna keseluruhan dianggap meliputi makna bagian. Kata tubuh mengandung makna keseluruhan yang mencakupi makna dada, lengan, dan tungkai. Hubungan antara tubuh dan bagiannya disebut hubungan kemeroniman. Hubungan kemeroniman dibedakan atas hubungan tubuh dengan bagiannya, hubungan kumpulan dengan anggotanya, serta hubungan antara massa dengan unsurnya tubuh adalah keseluruhan yang terjadi dari keutuhan seluruh bagiannya; kumpulan adalah keseluruhan yang terjadi dari gabungan seluruh anggotanya; massa merupakan keseluruhan yang terjadi dari peleburan seluruh unsurnya. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Muchsin. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh. Akhadiah M.K., Sabarti dkk. 1986. Buku Materi Pokok Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka. Alek, Achmad HP. 2010. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Alwi, Hasan 2001. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia: Paragraf. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. ................... dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. ................... dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arifin F., Zainal. 1990. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT Mediyatama Sarana Perkasa. Arifin, Zainal dan Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: PT Mediyatama Sarana Perkasa. Arikkunto, Suharsimi dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA. Surabaya: Usaha Nasional. Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia ..................... 1985. Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prisma ..................... 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. ..................... dan Sultan Mohammad Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusta Sinar Harapan Budiman, Arief. 2004. Kamus Idiom Lengkap Inggris-Indonesia. Bandung: Pustaka Grafika. Daeng Nurjamal, dkk. 2011. Terampil Berbahasa (Menyusun Karya Tulis Akademik, Memandu Acara dan Menulis Surat). Bandung: Alfabeta Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tentang Sisdiknas. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. ................... 2004. Panduan Materi Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Puspendik .................. 2006. Standar Isi Bahasa Indonesia SMA. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum. .................. 2006. Acuan Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Seminar Nasional Dosen Bahasa Indonesia Ghazali, A. Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama Gusrizal. 2000. Mari Belajar Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo Hakim, Lukman dkk. 1978. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Seri Penyuluhan 9. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Halim, Amran. 1975. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Dalam Majalah pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun I Nomor 5. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. .......................... 1980. Bahasa Indonesia Baku. Dalam Majalah pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun VI Nomor 4. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. ........................ 1983. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Hopkins, David. 1985. A Teacher,s Guide to Classroom Research. Milton Keynes-Philadelphia: Open University Press. Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende-Flores: Nusa Indah. ...................... 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia ...................... 2004. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Komaidi, Didik. 2001. Panduan Lengkap Menulis Kreatif Teori dan Praktek. Yogyakarta: Sabda Media Kridalaksana, Harimurti 1975. Beberapa Ciri Bahasa Indonesia Standar. Dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun I Nomor 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa. ....................................... 1982. Pelangi Bahasa. Jakarta: Bhratara. ....................................... 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Marahimin, Ismail. 2001. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya. Markhamah, dkk. 2009. Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa. Surakarta: Muhammadiyah University Press Mawardi. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Putra Kertonaton Marwoto, Ms. dkk. 1985. Komposisi Praktis. Yogyakarta: PT Hanindita Offset. Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Bahasa. Jakarta: Gramedia Moeliono, Anton.1980. “Bahasa Indonesia dan Ragam-ragamnya: Sebuah Pengajaran.” Dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia. Jilid I Nomor 1. Jakarta: Bharatara ........................... 1984. Pengembagan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta: Jembatan. ........................... dkk. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasution, Ahmad. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Ganesa Exact. Nurhadi, dkk. 2004. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga Parera, J.D. 1976. “Diksi”. Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun II. Nomor 3. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Parera, J.D. 1980. “Kalimat Efektif”. Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun IV. Nomor 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Poerwadarminta, W.J.S. 1979. Bahasa Indonesia untuk Karang Mengarang. Jakarta: Balai Pustaka. Pringgawidagda, Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa Ramlan. M. 1988. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Adi Offset ................... 1992. Bahasa Indonesia yang Salah dan yang Benar. Yogyakarta: Andi Rosidi, Ajip. 2001. Bahasa Indonesia, Bahasa Kita: Sekumpulan Karangan. Jakarta: Pustaka Jaya Rozak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif Struktur, Gaya dan Variasinya. Jakarta: Gramedia Rumandi Ahmad dan V. Sudiati. 1990. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta Gramedia Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya Sahid, Ichasanu. 2004. Kaji Latih Bahasa Dan Sastra Indonesia 2a. Jakarta: Bumi Aksara Siahaan, Bistok A. Dan Ruwiyantoro. 1986. Perencanaan Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka. Sikumbang, Abd. Razak. 1981.”Paragraf dalam Komposisi”. FKSS, IKIP Padang Situmorang, B.P. 1982. Bahasa Indonesia: Sebagai Bahan Kuliah Dasar Untuk Perguruan Tinggi. Ende Flores: Nusa Indah Soedjito dan Mansur Hasan. 1991. Keterampilan Menulis Paragraf. Bandung: Remaja Rosdakarya. Soedjito. 1988. Kalimat Efektif. Bandung: Remaja Karya Sudarno dan Eman A. Rahman. 1986. Teramil Berbahasa Indonesia. Jakarta: Hukmat Syahid Indah Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama .......................... 1985. Struktur Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Sunardi, Haris dkk. 1995. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Yudistira Suherli. 2007. Menulis Karngan Ilmiah. Jakarta: Arya Dua. Susilawati dkk. 2002. Bahasa Indonesia. Surakarta: CV Grahadi Sutedja Sumadipura, dan Harmoni Syam. 1996. Mampu Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Bandung Syafi‟ie, Imam. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: IKIP Malang Tarigan, Henry Guntur. 1984. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah. Widyamartaya.1997. Azas-azas Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta; Gramedia. Yacub Nasucha dkk. 2009. Bahasa Indonesia Untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Media Perkasa Zulkifli. 1998. Penuntun Tulis-Menulis. Banjarmasin: Aulia. ............. 2012. Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Aswaja Pressindo