- Universitas Lambung Mangkurat

advertisement
KATA PENGANTAR
Buku yang berjudul Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi ini disusun
sebagai salah satu bahan ajar dan rujukan pelaksanaan pendidikan bahasa
Indonesia bagi mahasiswa di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Selain
itu juga untuk memenuhi kebutuhan bagi mahasiswa yang bukan jurusan bahasa
Indonesia.
Sesuai dengan kurikulum bahasa Indonesia di perguruan tinggi, mata
kuliah bahasa Indonesia sebagai mata kuliah pengembang kepribadian (MPK)
dititikberatkan pada kemampuan berbahasa Indonesia para mahasiswa.
Kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar sangat diperlukan oleh
mahasiswa dalam rangka penulisan makalah atau tugas akhir dan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mencapai sebuah gelar sarjana pada perguruan tinggi.
Dalam era globalisasi bahasa Indonesia bukan hanya sebagai bahasa
pengantar dalam pelaksanaan pendidikan saja tetapi bahasa Indonesia merupakan
bahasa yang sangat berperan penting bagi kehidupan manusia. Bahasa Indonesia
tidak hanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga diperlukan untuk
menjalankan segala pemberitaan bahkan untuk menyampaikan pikiran, pandangan
serta perasaan. Dengan kata lain bahasa Indonesia bisa disebut sebagai alat
komunikasi terpenting bagi manusia, sehingga mempelajarinya dengan lebih
mendalam akan memudahkan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Buku ini berisikan delapan bab, kedelapan bab tersebut adalah: bab I
sejarah, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, bab II ragam bahasa, bab III
diksi atau pilihan kata, bab IV kalimat efektif, bab V paragraf, bab VI penalaran,
bab VII ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan, bab VIII ketentuan
pembentukan istilah.
Bahan penyusnan buku ini telah diujicobakan dan diterapkan sebagai
bahan kuliah yang diberikan di beberapa perguruan tinggi di Banjarmasin, antara
lain (1) di Universitas Lambung Mangkurat, (2) di Universitas Achmad Yani, (3)
di Universitas Muhammad Arsyad Al-Banjari, (4) di IAIN Antasari, (5) di STKIP
PGRI (6) di STKIP Paris Barantai (7) di STIKES Husada Borneo
Akhirnya, kami mengucapkan rasa syukur yang tiada terhingga kepada
Allah SWT, yang telah memberikan nikmat kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan penulisan buku dengan judul Bahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi ini. Kami juga menyadari bahwa buku ini belum sempurna, baik dari segi
teknik penyajian maupun dari segi materi,, oleh karena itu, untuk kesempurnaan
buku ini, kritik dan saran dari para pembaca dan pemakai sangat kami harapkan.
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi kita semua.
Banjarmasin, Januari 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
1. Sejarah Bahasa Indonesia
2. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara
3. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan
4. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni
5. Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa dalam Pembangunan
6. Fungsi Bahasa Indonesia
BAB II RAGAM BAHASA
1. Penggunaan Bahasa
2. Ragam Daerah atau Dialek
3. Ragam Bahasa Terpelajar
4. Ragam Bahasa Resmi dan Ragam Bahasa Tak Resmi
5. Ragam Bahasa Berdasarkan Pokok Persoalan
6. Ragam Bahasa Lisan dan Ragam Bahasa Tulis
7. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
BAB III DIKSI ATAU PILIHAN KATA
1. Pengertian Diksi
2. Makna Denotatif dan Konotatif
3. Kata Umum dan Kata Khusus
4. Kata Kongkret dan Abstrak
5. Sinonim
6. Pembentukan Kata
7. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata
8. Ungkapan Idiomatik
BAB IV KALIMAT EFEKTIF
1. Kalimat Efektif
2. Transformasi Kalimat
3. Kalimat Topik
BAB V PARAGRAF
1. Pengertian Paragraf
2. Kegunaan Paragraf
3. Macam-Macam Paragraf
4. Syarat-Syarat Pembentukan Paragraf
5. Letak Kalimat Utama
6. Pengembangan Paragraf
BAB VI PENALARAN
1. Beberapa pengertian
2. Penalaran Dedukatif
3. Penalaran Indukatif
4. Salah Nalar
BAB VII EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN
1. Pemakaian Huruf
2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
3. Penulisan Kata
4. Penulisan Unsur Serapan
5. Pemakaian Tanda Baca
BAB VIII KETENTUAN PEMBENTUKAN ISTILAH
1.
2.
3.
4.
Pedoman Pembentukan Istilah
Proses Pembentukan Istilah
Aspek Tata Bahasa Peristilahan
Aspek Semantik Peristilahan
BAB I
SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
1. SEJARAH BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu termasuk rumpun bahasa
Austronesia yang telah digunakan sebagai lingua franca di Nusantara sejak
abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya.
Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu pasar. Jenis
ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan
toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari
berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.
Selain Melayu pasar terdapat pula istilah Melayu tinggi. Pada masa lalu
bahasa Melayu tinggi digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar
Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena
penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif bahasa
Melayu pasar. Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan
Melayu pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya. Belanda berusaha
meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu tinggi, di antaranya
dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu tinggi oleh Balai
Pustaka. Tetapi bahasa Melayu pasar sudah terlanjur diambil oleh banyak
pedagang yang melewati Indonesia.
Penamaan istilah “bahasa Melayu” telah dilakukan pada masa sekitar
683-686 M., yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti
berbahasa Melayu kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini
ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan
maritim yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Syailendra juga
meninggalkan beberapa prasasti Melayu kuno di Jawa Tengah. Keping
Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan
keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Awal penamaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres
Nasional Kedua di Jakarta, di canangkanlah penggunaan bahasa Indonesia
sebagai bahasa untuk negara Indonesia pasca-kemerdekaan. Soekarno tidak
memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada
saat itu), namun beliau memilih bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari
bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan negara Republik
Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di
Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang
merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa
Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang
digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun
pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
3. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan bahasa Melayu Pontianak,
Banjarmasin, Samarinda, Maluku, Jakarta (Betawi), ataupun Kutai,
dengan pertimbangan: Pertama, suku Melayu berasal dari Riau, Sultan
Malaka yang terakhir pun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh
Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, bahasa Melayu Riau yang paling
sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio
Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
4. Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia.
Pada 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia yaitu
Malaysia, Brunei, dan Singapura. Pada saat itu, dengan menggunakan
bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negaranegara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa
ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran
di Asia Tenggara.
Dengan memilih bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan
bersatu seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini
dengan tujuan persatuan dan kebangsaan. Bahasa Indonesia yang telah dipilih
ini kemudian dibakukan lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga
diciptakan. Hal ini telah dilakukan pada zaman penjajahan Jepang.
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, antara lain
menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa
Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman
dahulu sudah digunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan
hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia
Tenggara
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad
ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di
Kedukan Bukit, berangka 683 M. (Palembang); Talang Tuwo, berangka 684
M. (Palembang); Kota Kapur, berangka 686 M. (Bangka Barat); dan Karang
Brahi, berangka 688 M. (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari
berbahasa Melayu kuno. Bahasa Melayu kuno itu tidak hanya dipakai pada
zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti
berangka tahun 832 M. dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942
M. yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa
kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga
dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai
bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun
sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar
Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama
Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa
yang bernama Koen-luen (I-Tsing, 63: 159), Kou-luen (I-Tsing, 183), Koenluen (Ferrand, 1919), Kw'enlun (Alisjahbana, 1971: 1089), Kun’lun (Parnikel,
1977: 91), Kun’ lun (Prentice, 1078: 19), yang berdampingan dengan
Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua
franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari
peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis seperti tulisan pada
batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka 1380 M., maupun hasil susastra
(abad ke- 16 dan ke- 17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja
Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan
menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima
oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku,
antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak
mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin
berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai
di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak
budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama
dari bahasa Sanskerta, Persia, Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun
dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara memengaruhi dan
mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.
Komunikasi antar-perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa
Melayu. Pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkurnpulan pergerakan secara
sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa
persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928)
Peristiwa-peristiwa penting berkaitan dengan perkembangan bahasa
Indonesia di antaranya:
1. Pada tahun 1901, disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van
Ophuijsen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2. Pada tahun 1908, pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit bukubuku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman
Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai
Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan
Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa
Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Pada 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan
dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para
pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan
bahasa Indonesia.
4. Pada tahun 1933, secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda
yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan
Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.
5. Pada tarikh 25-28 Juni 1938, dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia
I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
6. Pada 18 Agustus 1945, ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945,
yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara.
7. Pada 19 Maret 1947, diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan
Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku
sebelumnya.
8. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober-2
November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia
untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat
sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
9. Pada 16 Agustus 1972, H.M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan
pula dengan Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1972.
10. Pada 31 Agustus 1972, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di
seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
11. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada 28
Oktober-2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan
bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati
Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak 1928, juga
berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
12. Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 21-6
November 1983. la diselenggarakan dalam rangka memperingati hari
Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan
sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai
semaksimal mungkin.
13. Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan di Jakarta pada
tarikh 28 Oktober-3 November 1988. la dihadiri oleh kira-kira 700
pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
14. Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 28
Oktober-2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari
Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei
Darussalam, Jerman, Hong Kong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura,
Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi
Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang
Bahasa Indonesia.
15. Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia,
Jakarta pada 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya
Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang
mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b. Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status
kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.16. Kongres
Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Jakarta pada 14-17
Oktober 2005.
16. Kongres IX Bahasa Indonesia. Kongres ini akan membahas tiga persoalan
utama: 1) bahasa Indonesia; 2) bahasa daerah; dan 3) penggunaan bahasa
asing. Tempat kongres di Jakarta, pada 28 Oktober-1 November 2008
di Hotel Bumi Karsa, Kompleks Bidakara, Jalan M.T. Haryono, Jakarta
Selatan. Secara umum, Kongres IX Bahasa Indonesia ini bertujuan
meningkatkan peran bahasa dan sastra Indonesia dalam mewujudkan insan
Indonesia cerdas kompetitif menuju Indonesia yang bermartabat,
berkepribadian, dan berperadaban unggul.
2. BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NEGARA
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada 18
Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar
1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. (Bab XV, Pasal 36)
Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, bertambah pula
kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam
segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis.
Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam
bahasa Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa
Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi internasional
(antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato kenegaraan ditulis dan
diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Warga masyarakat
pun dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan peristiwa
kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi
sebagai bahasa negara, bahasa perlu senantiasa dibina dan dikembangkan.
Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang
menentukan dalam pengembangan ketenagaan, baik dalam penerimaan
karyawan atau pegawai baru, kenaikan pangkat, maupun pemberian tugas atau
jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini harus diperjelas dalam
pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan bahasa Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa
Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat
perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya.
Misalnya, surat menyurat antar-instansi pemerintahan, penataran para pegawai
pemerintahan, loka karya masalah pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pegawai ke instansi pemerintah.
Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut
masalah nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan menggunakan
bahasa Indonesi. Apalagi, di antara pelaku komunikasi tersebut terdapat jarak
sosial yang cukup jauh, misalnya antara bawahan-atasan, mahasiswa-dosen,
kepala dinas-bupati atau wali kota, dan kepala desa-camat.
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia
dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan
majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini,
bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di
tingkat pusat maupun daerah.
Sejarah bahasa Indonesia cukup jelas menyebutkan apa fungsi dan
bagaimana kedudukan bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia. Fungsi bahasa
Indonesia bagi bangsa Indonesia ialah sebagai pemersatu suku-suku bangsa di
Republik Indonesia yang beraneka ragam. Setiap suku bangsa yang begitu
menjunjung nilai adat dan bahasa daerahnya masing-masing disatukan dan
disamakan derajatnya dalam sebuah bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, dan
memandang akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, maka setiap
suku bangsa di Indonesia bersedia menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Selain itu, fungsi dari bahasa Indonesia ialah sebagai bahasa ibu yang dapat
digunakan sebagai alat komunikasi bagi yang tidak bisa berbahasa daerah. Seiring
perkembangan zaman, sebagian besar warga negara Indonesia melakukan
transmigrasi atau pindah dari daerah dia berasal ke daerah lain di Indonesia,
sehingga di sinilah peran dan fungsi bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi
antarsuku bangsa yang berbeda, agar mereka tetap dapat saling berinteraksi.
Kedudukan bahasa Indonesia di negara Republik Indonesia selain sebagaibahasa persatuan juga sebagai bahasa negara atau bahasa nasional dan sebagai
budaya. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maksudnya telah
jelas karena fungsi bahasa Indonesia itu sendiri ialah sebagai pemersatu suku
bangsa yang beraneka ragam yang ada di Indonesia.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara atau bahasa Nasional,
maksudnya bahasa Indonesia itu ialah bahasa yang sudah diresmikan menjadi
bahasa bagi seluruh bangsa Indonesia. Adapun bahasa Indonesia sebagai
budaya, maksudnya bahasa Indonesia itu merupakan bagian dari budaya
Indonesia dan merupakan ciri khas atau pembeda dari bangsabangsa lain di
dunia.
3. BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA PERSATUAN
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad
bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada
1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa
nasional.
Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan jempol. Bahasa
Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Dengan
menggunakan bahasa Indonesia, rasa kesatuan dan persatuan bangsa yang
berbagai etnis terpupuk Kehadiran bahasa Indonesia di tengah-tengah ratusan
bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen negatif bagi etnis yang
menggunakannya. Sebaliknya, justru kehadiran bahasa Indonesia dianggap
sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan sebagai penengah ego kesukuan.
Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku yang
mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa Indonesia
justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa
meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial-budaya
serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu,
dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kepentingan nasional
diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk
menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa
Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa
pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok Tanah Air dengan
memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat
adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalam
fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi
karena bertambah baiknya sarana perhubungan, luasnya pernakaian alat
perhubungan umum, banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan banyaknya
perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah
yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
4. BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA ILMU PENGETAHUAN,
TEKNOLOGI, dan SENI
Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia itu telah menempatkan
bahasa Indonesia dalam dua kedudukan penting, yakni sebagai bahasa nasional
dan bahasa negara. Sejak diikrarkan sebagai bahasa nasional dan ditetapkan
sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Perkembangan itu telah mengantarkan bahasa Indonesia sebagai
lambang jati diri bangsa dan sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa yang
berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, agama, dan bahasa daerahnya. Di
samping itu, bahasa Indonesia juga telah mampu mengemban fungsinya sebagai
sarana komunikasi modern dalam penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan,
pengembangan ilmu, dan teknologi, serta seni.
Pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36 UUD 1945,
bahasa Indonesia berkedudukan juga sebagai bahasa budaya dan bahasa
ilmu. Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam hubungannya
sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang
memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa karena bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas
sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini, bahasa
Indonesia digunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial-budaya
nasional pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya
sebagai bahasa budaya.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi untuk kepentingan
pembangunan nasional. Penyebarluasan IPTEK dan pemanfaatannya kepada
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks
serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan
untuk masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya
kepada bahasa-bahasa asing dalam usaha mengikuti perkembangan dan
penerapan IPTEK. Dengan demikian, bahasa Indonesia mempunyai peran
sebagai bahasa pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa Indonesia dipakai pula sebagai alat untuk mengantar dan
menyampaian ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat
pendidikan. Semua jenjang pendidikan dalam penyampaiannya tentu
menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya. Karena itu, bahasa
Indonesia jelas mempunyai peran penting sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam penyebarannya dalam dunia pendidikan.
5. BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA DALAM PEMBANGUNAN
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Republik Indonesia. Pada saat
ini, bahasa Indonesia digunakan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa resmi, dan bahasa pertama yang digunakan, selain
bahasa daerah. Sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia digunakan dalam
berbagai kesempatan dan kegiatan. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
mempunyai fungsi sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional dalam
berbagai kepentingan nasional. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
sebagai kepentingan nasional tentu akan menggunakan bahasa Indonesia.
Karena itulah, bahasa Indonesia akan digunakan dalam hal kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Bahasa Indonesia memiliki peran penting di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perannya tampak di dalam
kehidupan bermasyarakat di berbagai wilayah tanah tumpah darah. Indonesia.
Komunikasi perhubungan pada berbagai kegiatan masyarakat telah
memanfaatkan bahasa Indonesia di samping bahasa daerah sebagai wahana
dan peranti untuk membangun kesepahaman, kesepakatan, dan persepsi yang
memungkinkan terjadinya kelancaran pembangunan masyarakat di berbagai
bidang.
Bahasa Indonesia sebagai milik bangsa, dalam perkembangan dari waktu
ke waktu telah teruji keberadaannya, baik sebagai bahasa persatuan maupun
sebagai bahasa resmi negara. Adanya gejolak dan kerawanan yang mengancam
kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia bukanlah bersumber dari bahasa
persatuannya, bahasa Indonesia yang dimilikinya, melainkan bersumber dari
krisis multidimensional terutama krisis ekonomi, hukum, politik, dan pengaruh
globalisasi. Justru, bahasa Indonesia hingga kini menjadi perisai pemersatu yang
belum pernah dijadikan sumber permasalahan oleh masyarakat pemakainya
yang berasal dari berbagai ragam suku dan daerah. Hal ini dapat terjadi, karena
bahasa Indonesia dapat menempatkan dirinya sebagai sarana komunikasi
efektif, berdampingan dan bersama-sama dengan bahasa daerah yang ada di
Nusantara dalam mengembangkan dan melancarkan berbagai aspek kehidupan
dan kebudayaan, termasuk pengembangan bahasa-bahasa daerah. Dengan
demikian, bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah memiliki peran penting
dalam memajukan pembangunan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan.
6. FUNGSI BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1. Lambang kebanggaan kebangsaan
Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita.
Atas dasar kebangsaan ini, bahasa indonesia kita pelihara dan kita
kembangkan serta rasa kebanggaan pemakainya senantiasa kita bina.
2. Lambang identitas nasional
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung
disamping bendera dan lambang bendera kita. Di dalam melaksanakan fungsi
ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula
sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa
Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya
membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari
unsur-unsur bahasa lain.
3. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah dan antarbudaya
Fungsi bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan antarwarga,
antardaerah, antarsuku bangsa ini adalah sebagai bahasa nasional. Berkat
adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu dengan yang lain
sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar
belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat
bepergian dari pelosok yang satu ke pelosok yang lain di Tanah Air kita
dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat
komunikasi.
4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar
belakang sosial budaya dan bahasanya masing masing ke dalam kesatuan
kebangsaan Indonesia
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai
suku bahasa ini mencapai keserasian hidup sebagai bahasa yang bersatu
dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan da kesetiaan kepada
nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang
bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu kita dapat meletakan
kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.
BAB II
RAGAM BAHASA
1. PENGGUNAAN BAHASA
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia itu, timbul dua masalah
pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan takbaku. Pemakaian bahasa
baku dan takbaku berkaitan dengan situasi resmi dan takresmi. Dalam situasi
resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau dalam pertemuan-pertemuan resmi
digunakan bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi takresmi, seperti di rumah, di
taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku. Penggunaaan
bahasa yang dibedakan oleh faktor-faktor tertentu, seperti situasi resmi dan
takresmi itulah yang akan dibicarakan di bawah ini supaya kita dapat membedabedakan pemakaian bahasa sesuai dengan tuntutan ragamnya. Dengan demikian,
kita tidak akan merampatkan pemakaian bahasa bahwa pengguanaan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar tidak ditafsirkan sebagai pengguanaan bahasa
baku dalam segala situasi.
Ada tiga kriteria penting yang perlu diperhatikan jika kita berbicara tentang
ragam bahasa. Ketiga kriteria itu adalah:
(1) media yang digunakan,
(2) latar belakang penutur, dan
(3) pokok persoalan yang dibicarakan.
Berdasarkan media yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam
bahasa dapat dibedakan atas ragam bahas lisan dan ragam bahasa tulis. Di bagian
lain, kedua ragam itu dibicakan secara tersendiri. Dilihat dari segi penuturnya,
ragam bahasa dibedakan menjadi:
(1) ragam daerah (dialek),
(2) ragam bahasa terpelajar,
(3) ragam bahasa resmi, dan
(4) ragam bahasa takresmi.
Berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat
dibedakan atas bidang-bidang ilmu dan teknologi serta seni, misalnya ragam
bahasa ilmu, ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, ragam bahasa jurnalistik
dan ragam bahasa sastra. Macam-macam ragam bahasa itu tampak pada bagan di
halaman berikut
2. RAGAM DAERAH
Sebagaimana kita ketahui, bahasa Indonesia tersebar luas ke seluruh
Nusantara. Luasnya wilayah pemakaian bahasa itu menimbulkan perbedaan
pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan di suatu daerah berbeda
dengan bahasa Indonesia yang digunakan di daerah lain. Misalnya, bahasa
Indonesia yang digunakan oleh orang Jayapura berbeda dengan bahasa Indonesia
yang digunakan oleh orang Medan, bahasa Indonesia yang dipakai orang
Denpasar berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan orang Jakarta, dan
sebagainya.
RAGAM BAHASA
RAGAM BAHASA
LISAN
TULIS
RAGAM
BAHASA
DIALEK
TERPELAJAR
PENUTURNYA
ILMU
HUKUM
RESMI
TAKRESMI
POKOK PERSOALAN
NIAGA
JURNALISTIK
SASTRA
Penggunaan bahasa yang berbeda-beda karena perbedaan daerah seperti itu
disebut ragam daerah disebut logat. Logat yang paling tampak yang mudah
diamati ialah lafal. Logat bahasa Indonesia orang Jawa tampak dalam pelafalan /b/
pada posisi awal nama-nama kota seperti mBandung, mBanyuwangi, mBangkalan,
mBogor, dan mBesuki, atau realisasi pelafalan kata, seperti pendidi’an, tabra’an,
kenai’an, dan gera’an. Logat bahasa orang Bali dan Aceh akan tampak dalam
realisasi pelafalan /t/ sebagai retrofleks, seperti tampak pada kata thethapi,
canthik, dan kitha. Logat orang Tapanuli tampak realisasi pelafalan /e/ dengan
tekanan kata yang amat jelas, seperti yang tampak dalam kata-kata sementara,
sewenang-wenang, lebaran, dan gelang, ciri-ciri tekanan, turun naiknya nada, dan
panjang pendeknya bunyi bahasa membentuk aksen yang berbeda-beda.
Perbedaan kosakata atau sistem tata bahasa juga menandai perbedaan logat,
tetapi tidak sejelas lafal. Bahasa ibu atau bahasa yang dikuasai pertama, erat
hubungannya dengan logat atau ragam daerah/dialek. Perbedaan logat bahasa
Indonesia antara daerah yang satu dan daerah yang lain biasanya dapat diterima
atau tidak dipermasalahkan selama bahasa yang digunakan itu dapat dipahami dan
tidak mengganggu kelancaran komunikasi. Tidak jarang kita menemukan
perbedaan ragam daerah/logat di antara suku-suku bangsa di Nusanatara ini
dijadikan bahan humor.
3. RAGAM BAHASA TERPELAJAR
Tingkat pendidikan penutur bahasa Indonesia turut mewarnai penggunaan
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang
berpendidikan tampak jelas perbedaannya dengan yang digunakan oleh kelompok
penutur yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari
bahasa asing, misalnya pidio (video), pilem (film), komplek (kompleks), pajar
(fajar), dan pitamin (vitamin). Perbedaan ragam bahasa penutur yang
berpendidikan dan yang tidak berpendidikan juga tampak dalam bidang tata
bahasa, misalnya mbawa (membawa), nyari (mencari). Hal itu menunjukkan
penuturnya kurang dapat memelihara bahasanya. Ragam bahasa yang dituturkan
oleh kelompok penutur berpendidikan memiliki ciri keterpeliharaan. Ragam
bahasa itulah yang digunakan dalam dunia pendidikan, lembaga pemerintahan,
media massa, ilmu, dan teknologi. Ragam bahasa itu memiliki prestise yang
tinggi.
4. RAGAM BAHASA RESMI DAN RAGAM BAHASA TAKRESMI
Ragam bahasa dipengaruhi pula oleh sikap penutur terhadap kawan bicara
(jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembaca (jika dituliskan). Sikap itu antara
lain resmi, akrab, dingin, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca
terhadap penutur atau penulis turut mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita
dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada
atasan atau pimpinannya, bahasa perintah atasan kepada bawahan, bahasa seorang
ibu yang membujuk anaknya, bahsa orang tua yang sedang memarahi anaknya,
atau bahasa anak-anak muda yang sedang berbincang secara santai. Tentu kita
juga dapat mengamati bahasa surat lamaran/permohonan pekerjaan yang berbeda
dengan surat cinta dua remaja. Perbedaan-perbedaan itu tampak dalam pilihan
kata dan penerapan kaidah tata bahasa. Sering pula ragam ini disebut gaya. Pada
dasarnya setiap penutur bahasa mempunyai kemampuan menggunakan bermacam
ragam bahasa itu. Namun, keterampilan menggunakan bermacam ragam bahasa
bukan merupakan warisan, melainkan dapat diperoleh melalui proses belajar, baik
melalui pelatihan maupun pengalaman. Keterbatasan penguasaan ragam/gaya
menimbulkan kesan bahwa penutur itu kurang luas pergaulannya. Misalnya, anak
kecil yang hanya memiliki satu macam gaya, yaitu yang dilakukan dilingkungan
keluarganya akan menggunakan gaya itu dalam segala situasi. Begitu juga, orang
yang hanya menggunakan satu macam gaya, misalnya dalam perintah, untuk
berbagai situasi akan menimbulkan kesan bahwa orang itu tidak mau akrab
dengan kawan bicara.
Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan
pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau yang dikenal dengan bahasa
baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara, akan makin resmi dan berarti
makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah
tingkat keformalannya, makain rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan.
5. RAGAM BAHASA BERDASARKAN POKOK PERSOALAN
Dilihat dari pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahsa dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis. Sehari-hari, kita bergerak didalam bermacam
lingkungan masyarakat. Di lingkungan masyarakat yang berbeda terdapat
penggunaan bahasa yang berbeda. Misalnya, bahasa yang digunakan dalam
lingkungan ilmu dan teknologi berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam
lingkungan niaga serta berbeda pula dengan bahasa yang digunakan dalam
lingkungan seni (kebudayaan). Demikian pula, bahasa yang digunakan dalam
lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan
olahraga, hukum, atau politik. Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau
penggunaan sejumlah kata/istilah/ungkapan yang khusus digunakan dalam
bidang-bidang tersebut. Misalnya, kata-kata zakat, kurban, ibadah digunakan
dalam lingkungan agama; orbit, fosil, atmosfer digunakan dalam dunia ilmu;
kampanye, kontestan, demokrasi banyak digunakan dalam lingkungan politik;
kredit, kontan, laba digunakan dalam dunia niaga; amnesty, pidana, kasasi
digunakan dalam lingkungan hukum.
Variasi dalam bidang tata bahasa sebenarnya juga tampak dalam ragam
bahasa menurut pokok persoalan tersebut. Kita dapat mengenali kalimat-kalimat
dalam khotbah/doa, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam
undang-undang, dan kalimat-kalimat dalam sastra.
6. RAGAM BAHASA LISAN dan RAGAM BAHASA TULIS
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa,
penggunaan bahasa dapat dibedakan dalam dua macam ragam bahasa, yaitu:
1) ragam bahasa lisan dan
2) ragam bahasa tulis.
Bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speech)
dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan
bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur
dasarnya dinamakan ragam bahasa tulis.
RAGAM BAHASA LISAN DAN RAGAM BAHASA TULISAN
(Dilihat dari aspek kebahasaan)
RAGAM
LISAN
RAGAM
BAHASA
LAFAL
TATA BAHASA
KOSA KATA
RAGAM
TULIS
EJAAN
Kita harus hati-hati dengan pernyataan tersebut karena ada bahasa yang
dihasilkan dengan menggunakan alat-alat ucap, tetapi sebelumnya telah
dituliskan, seperti teks pidato yang dibacakan atau siaran berita radio atau televisi.
Sebaliknya, ada bahasa lisan yang dituliskan seperti transkripsi cerita rakyat (yang
belum pernah dituliskan) atau pidato yang ditranskripsikan. Maka, pernyataan itu
masih harus dilengkapi dengan penjelasan perbedaan kedua ragam itu yang dilihat
dari segi struktur bahasa atau segi lain, seperti yang terlihat pada bagan di atas.
Pada bagan itu terlihat bahwa ragam bahasa lisan mencakup aspek lafal, tata
bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosakata. Lafal merupakan aspek
pembeda ragam bahasa lisan dari ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan lafal,
dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan).
Selain itu, aspek tata bahasa dan kosakata dalam kedua jenis ragam itu memiliki
cara yang berbeda walaupun bidangnya sama. Kedua ragam bahasa itu memiliki
hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis, yang unsur dasarnya huruf,
melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa
ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam
bahasa itu telah berkembang menjadi dua sistem bahasa yang memiliki
seperangkat kaidah yang tidak identik benar meskipun ada pula kesamaannya.
Sebagaimana terlihat dalam bagan, walaupun ada keberimpitan aspek tata bahasa
dan kosakata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari
yang lain. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada bagan dan contoh di halaman
berikutnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa dalam ragam bahasa lisan,
penutur dapat memanfaatkan peragaan, seperti gerak tangan, air muka, tinggi
rendah suara atau tekanan, untuk membantu kepahaman pengungkapan diri, ide,
gagasan, pengalaman, sikap, dan rasa, sedangkan dalam ragam bahasa tulis,
peragaan seperti itu tidak dapat digambarkan/dilambangkan dengan tulisan. Oleh
karena itu, dalam ragam bahasa tulis dituntut adanya kelengkapan unsur tata
bahasa, baik bentuk kata maupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, dan
ketepatan penerapan kaidah ejaan, serta pungtuasi (tanda baca) untuk membantu
kejelasan pengungkapan diri ke dalam bentuk ragam bahasa tulis.
PERBEDAAN RAGAM BAHASA LISAN
DAN RAGAM BAHASA TULIS
(Segi Tata Bahasa)
RAGAM BAHASA LISAN
1) Nia sedang baca surat kabar
2) Ari mau nulis surat.
3) Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu
BENTUK KATA
TATA BAHASA
RAGAM BAHASA TULIS
1a) Nia sedang membaca surat kabar
2a) Ari mau menulis surat.
3a) Namun engkau tidak boleh
menolak lamaran itu.
PERBEDAAN RAGAM BAHASA LISAN
DAN RAGAM BAHASA TULIS
(Segi Kosakata)
RAGAM BAHASA LISAN
(7) Ariani bilang kita harus belajar
(8) Kita harus bikin karya tulis
(9) Rasanya masih terlalu pagi buat saya, pak.
Kosa
kata
RAGAM BAHASA TULIS
(7a) Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
(8a) Kita harus membuat karya tulis
(9a) Rasanya masih terlalu muda bagi saya, pak.
Ragam bahasa itulah yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan dan
yang digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan mulai dari pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi. Ragam bahasa itu itu pulalah yang digunakan dalam
pemerintahan. Media massa, ilmu, teknologi, dan seni. Dalam hubungannya
dengan ragam bahasa tulis baku, norma atau kaidahnya dinyatakan secara tertulis
dalam bentuk buku tata bahasa, kamus, dan pedoman ejaan yang memberikan
petunjuk atau kaidah penulisan, termasuk pungtuasi. Semua itu merupakan
pedoman dalam penggunaan bahasa yang baku. Penggunaan bahasa baku dan
takbaku ini bertalian dengan situasi. Penggunaan bahasa baku berkaitan dengan
situasi resmi atau kedinasan (formal), sedangkan penggunaan bahasa takbaku
berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam situasi tidak resmi atau diluar
kedinasan. Di samping itu, jarak antara penutur (pembicara) dan kawan bicara
(pendengar) yang terlihat dari sikap, juga mewarnai penggunaan bahasa. Jarak
antara penutur dan kawan bicara akan melahirkan penggunaan bahasa takbaku.
Sebaliknya, jarak jauh atau sikap resmi antara pembicara dan kawan bicara akan
melahirkan penggunaan bahasa baku. Namun, kita harus berhati-hati bahwa
bahasa dalam situasi resmi tidak mesti baku karena topik pembicaraan juga
menentukan pilihan penggunaan bahasa. Dalam pemilihan penggunaan bahasa
baku itu, selain situasi, perlu di perhatikan juga kawan bicara, latar (setting),
topik, dan tujuan pembicaraan.
RAGAM BAHASA BAKU DAN RAGAM BAHASA TAKBAKU
RAGAM BAHASA BAKU
RAGAM
BAHASA LISAN
RAGAM BAHASA TAKBAKU
RAGAM BAHASA
RAGAM BAHASA BAKU
RAGAM
BAHASA TULIS
RAGAM BAHASA TAKBAKU
Dalam hubungannya ragam bahasa tulis baku, ragam bahasa itu merupakan
hasil penataan secara cermat oleh penggunanya (bukan ekspresi spontan seperti
ragam bahasa lisan) sehingga ragam bahasa tulis itu memenuhi kriteria
1) jelas (bertalian dengan makna yang terkait dengan unsur-unsur gramatikal,
seperti subjek, predikat, atau dan objek/keterangan),
2) tegas (bertalian dengan interpretasi, tidak rancu),
3) tepat (bertalian dengan pilihan kata/istilah),
4) lugas (tidak bermajas dan tidak berpanjang-panjang)
7. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
Selain bermacam ragam bahasa yang telah kita bicarakan, ada lagi ragam
penggunaan bahasa yang khas, yaitu bahasa indonesia yang baik dan benar,
seperti dikemukakan dibawah ini.
1. Bahasa Bukan Sekadar Alat Komunikasi
Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, bahasa itu alat pikir dan alat
ekspresi maka bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekadar
berkomunikasi (asal mengerti/pokoknya mengerti); berbahasa perlu menaati
kaidah atau aturan bahasa yang berlaku. Kaidah bahasa ada yang tersirat dan ada
yang tersurat. Kaidah bahasa yang tersirat berupa intuisi penutur bahasa. Kaidah
ini diperoleh secara resmi sejak penutur belajar berbahasa Indonesia. Kaidah
bahasa yang tersurat adalah sistem bahasa (aturan bahasa) yang dituangkan dalam
berbagai terbitan yang dihasilkan oleh penutur bahasa yang berminat dan ahli
dalam bidang bahasa, baik atas inisiatif sendiri (perseorangan) maupun atas dasar
tugas yang diberikan pemerintah, seperti buku-buku tata bahasa, kamus, dan
berbagai buku pedoman (misalnya pedoman ejaan pedoman pembentuk istilah).
Namun, masalahnya apakah kaidah yang telah dituliskan itu sudah diterapkan
secara benar? Jika kita sudah menerapkan kaidah secara benar, hal itu berarti
bahwa kita telah menggunakan bahasa Indonesia dengan benar. Lalu, bagaimana
penggunaan bahasa Indonesia yang baik? Berikut dikemukakan kriteria yang baik
dan benar itu.
2. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Ungkapan gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar telah
menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru dilingkungan sekolah,
jasa media massa (media cetak, surat kabar, dan majalah ataupun media elektronik
radio, televisi, dan internet) maupun melalui siaran pembinaan bahasa Indonesia.
Apakah sebenarnya makna ungkapan itu? Apakah yang dijadikan alat ukur
(kriteria) bahasa yang baik? Apa pula alat ukur bahasa yang benar? Supaya tidak
hanya mengucapkan slogan itu, tetapi dapat menerapkannya, marilah kita
perhatikan kriteria bahasa yang baik dan benar dibawah ini.
Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang benar
adalah kaidah bahasa. Kaidah itu meliputi aspek:
1) tata bunyi (fonologi)
2) tata bahasa (kata dan kalimat)
3) kosakata (termasuk istilah)
4) ejaan, dan
5) makna.
Pada aspek tata bunyi , misalnya kita telah menerima bunyi /f/, /v/, dan /z/.
Oleh karena itu, kata-kata yang benar adalah fajar, fakir (miskin), motif, aktif,
variabel, vitamin, devaulasi, zakat, zebra, dan izin, bukan pajar, pakir
(miskin),motip, aktip, pariabel, pitamin, depaluasi, jakat, sebra, dan ijin. Masalah
lafal juga termasuk aspek tata bunyi. Pelafalan yang benar adalah kompleks,
korps, transmigrasi,ekspor, bukan komplek, korp, tranmigrasi, dan ekspot.
Pada aspek tata bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar
adalah ubah, mencari, terdesak, mengebut, tegakkan, dan pertanggungjawaban,
bukan obah/robah/rubah, nyari, kedesak, ngebut, tegakan, dan pertanggungan
jawab. Dari segi kalimat, pernyaataan dibawah ini tidak benar karena
mengandung subjek. Kalimat mandiri harus mempunyai subjek, predikat, atau dan
objek/keterangan.
{10} pada tabel diatas memperlihatkan bahwa wanita lebih banyak daipada
pria.
Jika kata pada ditiadakan, unsur tabel di atas menjadi subjek atau kata
memperlihatkan diubah terlihat agar bahwa dan seterusnya menjadi subjek.
Dengan demikian, kalimat itu benar.
Pada aspek kosakata, kata-kata seperti bilang, kasih, entar, dan udah, lebih
baik diganti dengan berkata/mengatakan, memberi, sebentar, dan sudah dalam
penggunaan bahasa indonesia yang benar. Dalam hubungannya dengan
peristilahan, istilah dampak (impact), bandar udara, keluaran (output), dan pajak
tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar daripada istilah pengaruh,
pelabuhan udara, hasil, dan pajak bumi.
Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, hakikat, objek,
jadwal, kualitas, dan hierarki. Dari segi makna, penggunaan bahasa yang benar
bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntunan
makna. Misalnya, dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang
bermakna konotatif (kiasan). Jadi, penggunaan bahasa yang benar adalah
penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam
bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan itu bertalian dengan
topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak bicara (kalau
lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang
baik itu bernalar. Dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai
dengan tata nilai masyarakat kita. Kalimat dibawah ini tidak sesuai dengan tata
nilai masyarakat indonesia karena tidak cocok dengan logika penutur bahasa
indonesia.
{11} gadis itu jalan-jalan disungai.
Bagi orang Afrika yang mengenal musim panas berkepanjangan (sungai
kering) atau orang Eropa/Amerika yang mengenal musim dingin (air sungai
membeku), kalimat tersebut dapat diterima. Tampaknya, maslah logika bertalian
dengan iklim (alam), tradisi, dan pengalaman penutur bahasa. Jadi, kalimat
tersebut tidak baik bagi penutur bahasa indonesia walaupun benar sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia. Selain itu, ukuran baik itu juga bertalian dengan
tersampaikannya informasi yang dinyatakan. Kalimat (10) misalnya, dapat
menyampaikan pesan/informasi, tetapi dilihat dari segi kaidah bahasa tidak
memenuhi syarat sebagai kalimat yang benar. Sebaliknya, kalimat (11), misalnya,
memenuhi kaidah bahasa (subjek, predikat, dan keterangan), tetapi tidak dapat
menyampaikan pesan secara efektif karena orang akan bertanya-tanya tentang
maksudnya. Jadi, penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam penggunaan
kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi kaidah
tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosakata, istilah, dan ejaan. Penggunaan bahasa
yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimatkalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat
BAB III
DIKSI ATAU PILIHAN KATA
1. PENGERTIAN DIKSI
Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat
untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting,
baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari.
Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud,
kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada
kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah
yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan
tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping
itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat
penggunaan kata-kata itu
2. MAKNA DENOTATIF DAN KONOTATIF
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna
wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu
pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna
denotatif disebut makna konseptual. Kata makan, misalnya, bermakna
memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata
makan seperti ini adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai
akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan
pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat
berarti untung atau pukul
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar
kecil mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berarti
juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu
makna kata itu adalah makna denotatif atau konotatif.
Kata rumah monyet mengandung makna konotatif. Akan tetapi, makna
konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain sebab nama lain untuk
kata itu tidak ada yang tepat. Begitu juga dengan istilah rumah asap.
Makna-makna konotatif sifatnya lebih profesional dan operasional
daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan
kata lain, makna konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan suatu kondisi
dan situasi tertentu.
Misalnya:
rumah
penonton
dibuat
sesuai
tukang
pembantu
pekerja
tengah
bunting
mati
wisma, graha, gedung
pemerhati, pemirsa
dirakit, dibikin, disulap
Harmonis
ahli, (menguasai kebisaan)
Asisten
karyawan, pegawai
Madia
mengandung, bunting
wafat, meninggal
Makna konotatif dan makna denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan
pemakaian bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu
makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang
mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa
tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum,
sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus.
Kalimat di bawah ini menunjukkan hal itu.
Dia adalah wanita cantik (denotatif)
Dia adalah wanita manis (konotatif)
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis
terkandung suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata
yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek daripada
bodoh), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek daripada
rumah). Di pihak lain, kata-kata itu dapat pula mengandung arti kiasan yang
terjadi dari makna denotatif referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata
itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak
berperan dalam hal ini.
Perhatikan kalimat di bawah ini.
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh
kepercayaan masyarakat.
Kata membanting tulang (makna denotatif adalah pekerjaan membanting sebuah
tulang) mengandung makna "bekerja keras" yang merupakan sebuah kata kiasan.
Kata membanting tulang dapat kita masukkan ke dalam golongan kata yang
bermakna konotatif.
Kata-kata yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian
seperti ini disebut idiom atau ungkapan. Semua bentuk idiom atau ungkapan
tergolong dalam kata yang bermakna konotatif. Kata-kata idiom atau ungkapan
adalah sebagai berikut:
kepala batu
keras kepala,
panjang tangan,
ringan tangan
sakit hati, dan sebagainya.
3. KATA UMUM DAN KHUSUS
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata nila atau mujair.
Ikan tidak hanya nila atau tidak hanya mujair, tetapi ikan terdiri atas beberapa
macam, seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, ikan koki, dan ikan mas.
Dalam hal ini, kata yang acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan,
sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame,
lele, tawes, dan ikan mas.
Kata umum disebut superordinat, kata khusus disebut hiponim. Contoh
kata bermakna umum yang lain adalah bunga. Kata bunga memiliki acuan yang
lebih luas daripada mawar. Bukan hanya mawar, melainkan juga ros, melati,
dahlia, anggrek, dan cempaka. Sebaliknya, melati pasti sejenis bunga; anggrek
juga tergolong bunga, dahlia juga merupakan sejenis bunga. Kata bunga yang
memiliki acuan yang lebih luas disebut kata umum, sedangkan kata dahlia,
cempaka, melati, atau ros memiliki acuan yang lebih khusus darl disebut kata
khusus.
Pasangan kata umum dan kata khusus harus dibedakan dalam pengacuan
yang generik dan spesifik. Sapi, kerbau, kuda, dan keledai adalah hewan-hewan
yang termasuk segolongan, yaitu golongan hewan mamalia. Dengan demikian,
kata hewan mamalia bersifat umum (generik), sedangkan sapi, kerbau, kuda,
keledai adalah kata khusus (spesifik).
4. KATA KONKRET DAN ABSTRAK
Kata yang acuannya semakin mudah dicerap pancaindra disebut kata
konkret, seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan
sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak,
seperti ide, gagasan, kesibukan, keinginan, angan-angan, kehendak dan perdamaian.
Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu
membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi,
jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hambtirkan dalam suatu karangan,
karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat.
5. SINONIM
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai
makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah
mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.
Sinonim ini dipergunakan tultuk mengalih-alihkan pemakaian kata pada
tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam
pemakaiannya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan
bahasa seseorang dan mengonkretkan bahasa seseorang sehingga kejelasan
komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai
bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk
dipergunakannya, sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapinya.
Kita ambil contoh kata cerdas dan cerdik. Kedua kata itu bersinonim,
tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar.
Kata-kata lain yang bersinonim ialah:
agung, besar, raya
mati, mangkat, wafat, meninggal
cahaya, sinar
ilmu, pengetahuan penelitian, penyelidikan
dan lain-lain.
Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah
denotatif dan makna konotatif suatu kata.
makna
6. PEMBENTUKAN KATA
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam clan dari luar bahasa
Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar
kata yang sudah ada, sedangkan dari luar terbenhik kata baru melalui tuzsur
serapan.
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya
tata
tata buku
tata bahasa
tata rias
tata cara
daya
daya tahan
daya pukul
daya tarik
daya serap
hari
tutup
hari sial
han jadi
hari besar
tutup tahun
tuhip buku
tuhip usia
serba
serba putih
serba plastik
serba kuat
serba tahu
Lepas
lepas tangan
lepas pantai
lepas landas.
Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata,
misalnya:
bank
kredit
valuta
televisi
wisata
santai
nyeri
candak kulak.
Kita sadar bahwa kosakata bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh
bahasa asing. Kontak bahasa memang tidak dapat dielakkan karena kita
berhubungan dengan bangsa lain. Oleh sebab itu, pengaruh-memengaruhi dalam
hal kosakata pasti ada. Dalam hal ini perlu ditata kembali kaidah penyerapan katakata itu. Oleh sebab itu, Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang kini telah
beredar di seluruh Nusantara sangat membantu upaya itu.
Kata-kata pungut adalah kata yang diambil dari katakata asing. Hal ini
disebabkan oleh kebutuhan kita terhadap nama dan penamaan benda atau situasi
tertentu yang belum dimiliki oleh bahasa Indonesia. Pemungutan kata-kata asing
yang bersifat internasional sangat kita perlukan karena kita memerhikan suatu
komunikasi dalam dunia dan teknologi modern, kita memerlukan komunikasi
yang lancar dalam segala macam segi kehidupan.
Kata-kata pungut itu ada yang dipungut tanpa diubah, tetapi ada juga yang
diubah. Kata-kata pungut yang sudah disesuaikan dengan ejaan bahasa
Indonesia disebut bentuk serapan.
Bentuk-bentuk serapan itu ada empat macam:
1) Kita mengambil kata yang sudah sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia.
Yang termasuk kata-kata itu ialah
bank,
opnarne,
golf.
2) Kita mengambil kata dan menyesuaikan kata itu dengan ejaan bahasa
Indonesia. Yang termasuk kata-kata itu ialah
subject
subjek,
apotheek
apotek,
standard
standar,
university
universitas.
3) Kita menerjemahkan dan memadankan istilah-istilah asing ke dalam bahasa
Indonesia. Yang tergolong ke dalam bentuk ini ialah
starting point
titik tolak,
meet the press
jumpa pers,
up to date
mutakhir,
briefing
taklimat,
hearing
dengar pendapat.
4) Kita mengambil istilah yang tetap seperti aslinya karena sifat
keuniversalannya. Yang termasuk golongan ini ialah
de facto,
status quo,
cum laude, dan ad hoc.
5) Kita dapat juga menyerap kata
6) Berikut didaftarkan beberapa kata serapan
ambiguous
taksa
supervision
fulll time
drain
domain
penyelia
purnawaktu
salir
ranah
Dalam menggunakan kata, terutama dalam situasi resmi, kita perlu
memerhatikan beberapa ukuran.
a)
Kata yang lazim dipakai dalam bahasa tutur atau bahasa setempat
dihindari.
Misalnya:
nongkrong
raun
Kata-kata itu dapat dipakai kalau sudah menjadi milik umum.
Contoh:
ganyang
anjangsana
lugas
kelola
heboh
pamrih santai
b) Kata-kata yang mengandtulg nilai rasa hendaknya dipakai secara cermat dan
hati-hati agar sesuai dengan tempat dan suasana pembicaraan.
Contoh:
tunanetra
buta
tuli tunawicara
bisu
c)
Kata yang tidak lazim dipakai dihindari, kecuali kalau sudah dipakai oleh
masyarakat.
Contoh:
konon
puspa
bayu
lepau
laskar
didaulat
Di bawah ini akan dibicarakan beberapa penerapan pilihan kata. Sebuah
kata dikatakan baik kalau tepat arti dan tepat tempatnya, saksama dalam
pengungkapan, lazim, dan sesuai dengan kaidah ejaan.
Beberapa contoh pemakaian kata di bawah ini dapat dilihat.
a) Kata raya tidak dapat disamakan dengan kata besar, agung. Kata-kata itu
tidak selalu dapat dipertukarkan. Contoh: masjid raya, rumah besar,
hakim agung.
b) Kata masing-masing dan tiap-tiap tidak sama dalam pemakaiannya.
Kata tiap-tiap harus diikuti oleh kata benda, sedangkan kata masingmasing tidak boleh diikuti oleh kata benda.
Contoh yang benar:
a) Tiap-tiap kelompok terdiri atas tiga puluh orang.
b) Berbagai gedung bertingkat di Jakarta memiliki gaya arsitektur
masing-masing.
c) Masing-masing mengemukakan keberatannya.
d) Para pemimpin negara APEC yang hadir di Jakarta masing-masing
dijaga ketat oleh pengawal kepresidenan Indonesia.
c) Pemakaian kata dan lain-lain harus dipertimbangkan secara cermat. Kata
dan lain-lain sama kedudukannya dengan seperti, antara lain, misalnya.
d) Pemakaian kata pukul dan jam harus dilakukan secara tepat. Kata pukul
menunjukkan waktu, sedangkan kata jam menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
Seminar tentang kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia berlangsung selama 4 jam, yaitu dari jam
8.00 s.d. 12.00. (Salah)
Seminar tentang kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia berlangsung selama 4 jam, yaitu dari
pukul 8.00 s.d. pukul 12.00. (Benar)
e ) Kata sesuatu dan suatu harus dipakai secara tepat. Kata sesuatu tidak diikuti
oleh kata benda, sedangkan kata suatu harus diikuti oleh kata benda.
Contoh:
a) la mencari sesuatu.
b) Pada suatu waktu ia datang dengan wajah berseri-seri.
f) Kata dari dan daripada tidak sama pemakaiannya. Kata dari dipakai untuk
menunjukkan asal sesuatu, baik bahan maupun arah.
Contoh:
a) la mendapat tugas dari atasannya.
b) Cincin itu terbuat dari emas.
Kata daripada berfungsi membandingkan.
Contoh:
a) Duduk lebih baik daripada berdiri.
b) Indonesia lebih luas daripada Malaysia.
g) Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata di mana
tersebut harus diubah menjadi yang, bahwa, tempat dan sebagainya.
7. KESALAHAN PEMBENTUKAN DAN PEMILIHAN KATA
Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan pembentukan kata, yang
sering kita temukan, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis.
Setelah diperlihatkan bentuk yang salah, diperlihatkan pula bentuk yang benar, yang
merupakan perbaikannya.
a.
Penanggalan Awalan meng-
Penanggalan awalan meng- pada judul berita dalam surat kabar
diperbolehkan. Namun, dalam teks beritanya awalan meng- harus eksplisit. Di
bawah ini diperlihatkan benhik yang salah dan bentuk yang benar.
1) Amerika Serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (Salah)
1a) Amerika Serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (Benar)
2)
Jaksa Agung, Hendarman Supandji, periksa mantan Presiden Soeharto.
(Salah)
2a) Jaksa Agung,` Hendarman Supandji, memeriksa mantan Presiden Soeharto.
(Benar)
b.
Penanggalan Awalan berKata-kata Kata-kata yang berawalan ber- sering menanggalkan awalan ber-.
Padahal, awalan ber- harus dieksplisitkan secara jelas. Di bawah ini dapat dilihat
bentuk salah dan benar dalam pemakaiannya.
1) Sampai jumpa lagi.- (Salah)
1a)
2)
2a)
3)
Sampai berjumpa lagi. (Benar)
Pendapat saya beda dengan pendapatnya. (Salah)
Pendapat saya berbeda dengan pendapatnya. (Benar)
Kalau Saudara tidak keberatan, saya akan meminta saran Saudara tentang
penyusunan proposal penelitian. (Salah)
3a) Kalau Saudara tidak berkeberatan, saya akan meminta saran Saudara
tentang penyusunan proposal penelitian. (Benar)
c.
Peluluhan bunyi /c/
Kata dasar yang diawal bttnyi /c/ sering menjadi luluh apabila mendapat
awalan meng-. Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh apabila mendapat
awalan meng
Di bawah ini diperlihatkan bentuk salah dan bentuk benar.
1) Paino sedang menyuci mobil. (Salah)
1a) Paino sedang mencuci mobil. (Benar)
2) Endah lebih menyintai Boby daripada menyintai Roy. (Salah)
2a) Endah lebih mencintai Boby daripada mencintai Roy. (Benar)
d.
Penyengauan Kata Dasar
Ada lagi gejala penyengauan bunyi awal kata dasar. Penyengauan kata
dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan yang dipakai dalam ragam tulis.
Akhirnya, pencampuradukan antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan
suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian. Kita sering menemukan penggunaan
kata-kata, mandang, ngail, ngantuk, nabrak, nanam, nulis, nyubit, ngepung,
nolak, nyabut, nyuap, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku tulis, kita harus
menggunakan katakata memandang, mengail, mengantuk, menabrak, menanam,
menulis, mencubit, mengepung, menolak, mencabiat, menyuap, dan mencari.
e.
Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang Berimbuhan meng-/peng
Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau / t/ sering tidak luluh
jika mendapat awalan meng- atau peng. Padahal, menurut kaidah baku bunyibunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau. Di bawah ini dibedakan bentuk
salah dan bentuk benar dalam pemakaian sehari-hari.
1) Eksistensi Indonesia sebagai negara pensuplai minyak sebaiknya
dipertahankan. (Salah)
1a) Eksistensi Indonesia sebagai negara penyuplai minyak sebaiknya
dipertahankan. (Benar)
2) Bangsa Indonesia mampu mengkikis habis paham komunis sampai ke akarakarnya. (Salah)
2a) Bangsa Indonesia mampu mengikis habis paham komunis sampai ke akarakamya. (Benar)
f.
Awalan ke- yang Keliru
Pada kenyataan sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan tersering diberi berawalan ke-. Hal itu disebabkan oleh kekurangcermatan dalam
memilih awalan yang tepat. Umumnya, kesalahan itu dipengaruhi oleh bahasa
daerah (Jawa/Sunda). Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar
dalam pemakaian awalan.
1.
Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh metro mini.
(Salah)
1a) Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh metro mini.
(Benar)
2.
Dompet saya tidak kebawa karena waktu berangkat, saya tergesa-gesa.
(Salah)
2a) Dompet saya tidak terbawa karena waktu berangkat, saya tergesa-gesa.
(Benar)
g.
Pemaknian Akhiran -ir
Pemakaian akhiran -ir sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia
sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku, untuk padanan akhiran -ir
adalah -asi atau -isasi. Di bawah ini diungkapkan bentuk yang salah dan bentuk
yang benar.
1)
Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu. (Salah)
1a) Saya sanggup mengoordinasi kegiatan itu. (Benar)
2)
Sukarno-Hatta memproklamirkan negara Republik Indonesia. (Salah)
2a) Sukarno-Hatta memproklamasikan negara Republik Indonesia. (Benar)
h.
Padanan yang Tidak Serasi
Karena pemakai bahasa kurang cermat memilih padanan kata yang serasi, yang
muncul dalam pembicaraan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau
tidak serasi. Hal ihi terjadi karena dua kaidah bahasa bersilang, atau bergabung
dalam sebuah kalimat. Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar,
terutama dalam memakai ungkapan penghubung intrakalimat.
1) Karena modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah
memperoleh kredit. (Salah)
1 a) Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh
kredit. (Benar)
1 b) Modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh
kredit. (Benar)
2) Apabila pada hari itu saya berhalangan hadir, maka rapat akan dipimpin
oleh Sdr. Daud. (Salah)
2a) Apabila pada hari itu saya berhalangan hadir, rapat akan dipimpin oleh Sdr.
Daud. (Benar)
2b) Pada hari itu saya berhalangan hadir, maka rapat akan dipimpin oleh Sdr.
Daud. (Benar)
Bentuk-benhik di atas adalah bentuk yang menggabungkan kata karena dan
sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi. Penggunaan dua
kata itu dalam sebuah kalimat tidak diperlukan.
Bentuk-bentik lainnya yang merupakan padanan yang tidak serasi adalah
disebabkan karena, dan lain sebagainya, karena. . . . maka, untuk . . . maka,
meskiptcn . . . tetapi, kalate . . , maka, dan sebagainya.
Bentuk yang baku untuk mengganti padanan itu adalah disebabkan oleh, dan
lain-lain, atau dan sebagainya; karena/untuk/ kalau saja tanpa diikuti ma k a , atau
ma ka saja tanpa didahului oleh karena/untuk/kalau; meskipun saja tanpa
disusul tetapi atau tetapi saja tanpa didahului meskipun.
i.
Pemakaian Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, daripada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian di, ke,dari, bagi, dan daripada
sering dipertukarkan. Di bawah ini dipaparkan bentuk benar dan bentuk salah dalam
pemakaian kata depan.
1) Putusan daripada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (Salah)
1a) Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (Benar)
2) Meja ini terbuat daripada kayu. (Salah)
2 a) Meja ini terbuat dari kayu. (Benar)
3 Neny lebih cerdas dari Vina (Salah)
3a) Neny lebih cerdas daripada Vina. (Benar)
j.
Pernaluzian Akronim (Singkatan)
Kita membedakan istilah "singkatan" dengan "bentuk singkat". Yang
dimaksud dengan singkatan ialah hasil menyingkat atau memendekkan berupa
huruf atau gabungan huruf seperti PLO, Ul, DPR, KPP, KY, MK, MA,
KBK, dan KTSP. Yang dimaksud dengan bentuk singkat ialah kontraksi bentuk
kata sebagaimana dipakai dalam ucapan cepat, seperti lab (laboratorium), memo
(memorandum), demo (demontrasi) dan lain-lain. Pemakaian akronim dan
singkatan dalam bahasa Indonesia kadang-kadang tidak teratur. Singkatan IBF
mempunyai dua makna, yaitu Internasional Boxing Federation dan Internasional
Badminton Federation. Oleh sebab itu, pemakaian akronim dan singkatan sedapat
mungkin dihindari karena menimbulkan berbagai tafsiran terhadap akronim atau
singkatan itu. Singkatan yang dapat dipakai adalah singkatan yang sudah umum
dan maknanya telah mantap. Walaupun demikian, agar tidak terjadi kekeliruan kalau
hendak dipergunakan bentuk akronim atau singkatan dalam suatu artikel atau
makalah serta sejenis dengan itu, akronim atau singkatan itu lebih baik didahului
oleh bentuk lengkapnya.
k.
Penggunaan Kesimpulan, Keputusan, Penalaran, dan Pemukiman
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan; kata
keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata putusan; kata pemukiman bersaing
dengan kata permukiman; kata penalaran bersaing dengan kata pernalaran. Lalu,
bentukan yang manakah yang sebenarnya paling tepat? Apakah yang tepat
kesimpulan dan yang salah simpulan, ataukah sebaliknya. Apakah yang tepat
keputusan dan yang salah putusan, ataukah sebaliknya. Mana yang benar
penalaran ataukah pernalaran; kata pemukiman ataukah permukiman?
Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang
rapi dan konsisten. Kalau kita perhatikan dengan saksama, bentukan-bentukan kata itu
memiliki hubungan antara yang satu dan yang lain. Dengan kata lain, terdapat
korelasi di antara berbagai bentukan tersebut. Perhatikanlah, misalnya, verba yang
berawalan meng- dapat dibentuk menjadi nomina yang bermakna 'proses' yang
berimbuhan peng-an, dan dapat pula dibentuk menjadi nomina yang bermakna
'hasil' yang berimbuhan -an. Perhatikanlah keteraturan pembentukan kata
berikut.
Verba
Dasar
Anut
tulis,
pilih,
bawa,
pakai,
pukul,
putus,
Verba
Aktif
menganut
menulis,
memilih,
membawa,
memakai,
memukul,
memutuskan,
Pelaku
Proses
penganut
penulis,
pemilih,
pembawa,
pemakai,
pemukul,
pemutus,
penganutan
penulisan,
pemilihan,
pembawaan,
pemakaian,
pemukulan,
pemufusan,
Hasil atau
yang di
anutan
tulisan
pilihan
bawaan
pakaian
pukulan
putusan
Ada lagi pembentukan kata yang mengikuti pola berikut.
Verba
Verba
Pelaku
Hal
Dasar
Aktif
tani,
bertani,
petani,
pertanian
ti nju,
bertinju,
petinju,
pertinjuan
silat,
bersilat,
pesilat,
persilatan
mukim,
bermukim, pemukim,
permukima
npergulatan
gulat,
bergulat,
pegulat,
Kelompok kata di bawah ini mengikuti cara yang lain.
satu, bersatu,
solek, bersolek,
oleh, beroleh,
mempersatukan,
mempersolek,
memperoleh,
pemersatu,
pemersolek,
pemeroleh,
1.
persatuan
persolekan
perolehan
Penggunaan Kata yang Hernat
Salah satu ciri pernakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian
bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun, dalam komunikasi seharihari sering dijumpai pemakaian kata yang tidak hemat (boros). Berikut ini
didaftar kata yang sering digunakan tidak hemat itu.
Boros
1. sejak dari
2. agar supaya
3. demi untuk
4. adalah merupakan
5. seperti... dan sebagainya
6. misalnya... dan lain-lain
7. antara lain... dan seterusnya
8. tujuan daripada pembanguan
9. berbagai faktor-faktor
10. daftar nama-nama peserta
Hemat
sejak atau dari
agar atau supaya
demi atau untuk
adalah atau merupakan
seperti atau dan sebagainya
misalnya atau dan lain-lain
antara lain atau dan seterusnya
tujun pembangunan
berbagai faktor
daftar nama peserta
1)
la)
2)
2a)
3)
3a)
Mari kita lihat perbandingan boros dan hemat berikut.
Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, maka
diperlukan tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih
besar. (Boros, Salah)
Apabila suatu reservoar masih mempunyai cadangan minyak, diperlukan
tenaga dorong buatan untuk memproduksi minyak lebih besar. (Hemat,
Benar)
Untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi di
mana sebagai sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang
terampil di bidang geologi dan perminyakan. (Salah)
Untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi minyak dan gas bumi yang
merupakan sumber devisa negara diperlukan tenaga ahli yang terampil di
bidang geologi dan perminyakan. (Benar)
Karena sumber sembur alam mempunyai tekanan yang tinggi sehingga
mampu mengalirkan fluida reservoar kepermukaan. (Boros, Salah)
Karena sumber minyak sembur alam mempunyai tekanan yang tinggi, sembur
alam tersebut mampu mengalirkan fluida reservoar ke permukaan. (Hemat,
Benar)
m.
Analogi
Di dalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkorelasi
dengan kata bertinju. Kata petinju berarti 'orang yang (biasa) bertinju', bukan
'orang yang (biasa) meninju.
Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju,
seperti pesenam, pesilat, pegolf, peterjun, petenis, dan peboling. Akan tetapi,
apakah semua kata dibentuk dengan cara yang sama dengan pembentukan kata
petinju?
Jika harus dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti berikut ini.
petinju
'orang yang bertinju'
pesenam
'orang yang bersenam'
pesilat
'orang yang bersilat'
peski
'orang yang berski'
peselancar
'orang yang berselancar'
pegolf
'orang yang bergolf
petenis
'orang yang bertenis'
peboling
'orang yang berboling'
Kata bertinju, bersenam, dan bersilat mungkin biasa digunakan, tetapi kata
bergolf, berterjun, bertenis, dan berboling bukan kata yang lazim. Oleh
sebab itu, munculnya kata
peski
peselancar
pegolf petenis
peboling
pada dasarnya tidak dibentuk dari
berski
(yang baku bermain ski)
berselancar
(yang baku bermain selancar)
bergolf
bertenis
n.
(yang baku bermain golf)
(yang baku bermain tenis)
Bentuk jamak dalam Bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari kadang-kadang orang salah menggunakan
bentuk jamak dalam bahasa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau
kacau. Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
1) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan, seperti
kuda-kuda,
meja-meja, dan
buku-buku.
2) Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan, seperti
beberapa
meja,
sekalian
tamu,
semua
buku,
dua
tempat, dan
sepuluh
komputer
3) Bentuk jamak dengan menambah kata bantu jamak, seperti para tamu.
4) Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang, seperti
mereka,
kita, dan
kami,
kalian.
o.
Penggunaan di mana, yang mana, hal mana.
Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata di mana
tersebut harus diubah menjadi yang, bahwa, tempat, dan sebagainya
8. UNGKAPAN IDIOMATIK
Ungkapan idiomatik adalah konstruksi yang khas pada suatu bahasa yang
salah satu unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik
adalah kata-kata yang mempunyai sifat idiom yang tidak terkena kaidah
ekonomi bahasa.
Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang
dapat memperkuat diksi di dalam tulisan.
Beberapa contoh pemakaian ungkapan idiomatik adalah sebagai berikut.
Menteri Dalam Negeri bertemu Presiden SBY. (Salah)
Menteri Dalam Negeri bertemu dengan Presiden SBY. (Benar)
Yang benar ialah bertemu dengan.
Di samping itu, ada beberapa kata yang berbentuk seperti itu, yaitu
sehubungan dengan
berhubungan dengan
sesuai dengan
bertepatan dengan
sejalan dengan
Ungkapan idiomatik lain yang perlu diperhatikan adalah
Salah
terdiri
terjadi atas
disebabkan karena
membicarakan tentang
bergantung kepada
baik... ataupun
antara... dengan
bukan... tetapi
Benar
terdiri atas / dari
terjadi dari
disebabkan oleh
berbicara tentang
bergantung pada
baik... maupun
antara... dan
bukan... melainkan
BAB IV
KALIMAT EFEKTIF
Permasalahan utama dalam penulisan karya ilmiah sering dihadapkan
dengan masalah penulisan kalimat efektif. Kalimat efektif dipahami sebagai
kalimat yang dapat menyampaikan informasi dan informasi tersebut mudah dipahami
oleh pembaca. Pembaca dalam hal ini memang memiliki latar belakang
pengetahuan yang bersangkutan. Karya ilmiah ditulis untuk dipahami oleh pembaca.
Penulis hendaknya memperhatikan kalimat yang disusun. Kalimat sangat penting
dalarn sebuah tulisan. Kalimat yang baik mudah dipahami oleh pembaca.
Kalimat efektif minimal terdiri atas S+P yang disusun hendaknya
memiliki kelengkapan struktur. Struktur kalimat bahasa Indonesia yaitu S P 0
K/Pel. Ide yang disampaikan dalam kalimat lengkap tidak terpotong-potong.
Apabila struktur tersebut tidak dipenuhi, maka kalimat yang disusun menjadi tidak
lengkap strukturnya. Kalimat yang tidak lengkap strukturnya dinamakan kalimat
yang fragmentaris. Kalimat fragmentaris tidak memiliki struktur yang lengkap.
Misalnya:
(1) Ira. (Kalimat Fragmentaris)
(2) Ira belajar. (Kalimat Efektif tidak lengkap)
(3) Ira belajar bahasa Indonesia. (Kalimat Efektif Lengkap)
(4) Ira belajar bahasa Indonesia di kampus (Kalimat Efektif Lengkap)
Merujuk pada paparan di atas perlu dibedakan penulisan kalimat
lengkap dan tidak lengkap dalam menulis karya ilmiah. Penulisan kalimat
dalam karya ilmiah harus mengunakan kalimat efektif dengan tujuan
informasinya jelas kepada pembaca.
1. KALIMAT EFEKTIF
Kal im at di kat akan efekti f apabil a berhasi l menyampaikan
pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si
pembicara atau penulis. Untuk itu penyampaian harus memenuhi syarat sebagai
kalimat yang baik, yaitu strukturnya Benar, pilihan katanya tepat, hubungan
antarbagiannya logis, dan ejaannya pun harus benar. Dengan demikian
akan memenuhi persyaratan, pemakaian kalimat efektif dan efisien yang
mengacu pada pemakaian bahasa yang baik dan benar.
Dalam hal ini hendaknya dipahami pula bahwa situasi terjadinya
komunikasi juga sangat berpengaruh. Kalimat yang dipandang cukup efektif
dalam pergaulan, belum tentu efektif jika dipakai dalam situasi resmi,
demikian pula sebaliknya. Misalnya kalimat yang diucapkan kepada
tukang becak, "Berapa, Bang, ke pasar Klewer?" Kalimat tersebut jelas
lebih efektif daripada kalimat lengkap, "Berapa saya barus membayar Abang,
bila saya menumpang becak Abang ke pasar Klewer?"
Yang perlu diperhatikan dalam membuat karya tulis ilmiah, baik berupa
essai, artikel, atau pun analisis yang bersifat ilmiah adalah penggunaan bahasa
secara tepat, yaitu memakai bahasa baku. Hendaknya disadari bahwa susunan
kata yang tidak teratur dan berbelit -belit, penggunaan kata yang tidak
tepat makna, dan kesalahan ejaan dapat membuat kalimat tidak efektif.
Berikut ini disampaikan beberapa pola kesalahan yang umum terjadi
dalam penulisan serta perbaikannya agar menjadi kalimat yang efektif.
1. Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat.
a. Sejak dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Tidak Efektif)
(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)
(Efektif)
b. Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang
menyenangkan. (Tidak Efektif) (Hal itu disebabkan perilakunya sendiri
yang kurang menyenangkan. (Efektif)
c. Ayahku rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan hidup.
(Tidak Efektif)
(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.) (Efektif)
d. Pada era zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat. (Tidak
Efektif) (Pada zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.)
(Efektif)
e. Berbuat baik kepada orang lain adalah merupakan tindakan terpuji.
(Tidak Efektif)
(Berbuat baik kepada orang lain merupakan tindakan terpuji.) (Efektif)
2. Penggunaan kata berlebih yang 'mengganggu' struktur kalimat.
a. Menurut berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan
segera diubah. (Tidak Efektif) (Berita yang saya dengar
mengabarkan bahwa kurikulum akan segera diubah atau menurut
berita yang saya dengar, kurikulum akan segera diubah.) (Efektif).
b. Kepada yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal. (tidak Efektif)
(Yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.) (Efektif)
3. Penggunaan imbuhan yang kacau.
a. Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan.
(Tidak Efektif)
(Yang meninjau buku di perpustakaan harap harap dikembalikan./
Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan). (Efektif)
b. Ia diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi perbuatannya.
(Tidak Efektif)
(Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar t idak mengulangi
perbuatannya. (Efektif)
c. Operasi yang dijalankan Reagan memberi dampak buruk. (Tidak
Efektif) (Oparasi yang dijalani Reagan berdampak buruk). (Efektif)
d. Dalam pelajaran BI mengajarkan juga teori apresiasi puisi. (Tidak Efektif)
(Dalam pelajaran BI diajarkan juga teori apresiasi puisi./ Pelajaran BI
mengajarkan juga apresiasi puisi.) (Efektif)
4. Kalimat tak selesai
a. Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu ingin
berinteraksi. (Tidak Efektif)
(Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial, selalu ingin
berinteraksi.) (Efektif)
b. Rumah yang besar yang terbakar itu. (Tidak Efektif) (Rumah yang
besar itu terbakar.) (Efektif)
5. Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku.
a. Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk. (Tidak Efektif)
(Kita harus bisa mengubah kebiasaan yang buruk.) (Efektif)
Kata-kata lain yang sejenis dengan itu antara lain : menyolok,
menyuci, menyontoh, menyniptakan, menyintai, menyambuk,
merampok, menyekik, menyampakkan, menyampuri, menyelupkan
dan lain-lain, padahal seharusnya mencolok, mencuci,
mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok, mencekik,
mencampakkan, mencampuri, mencelupkan.
b. Perternuan itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang. (Tidak Efektif)
(Pertemuan itu telah menelorkan ide-ide cemerlang.) (Efektif)
c. Gereja itu dilola oleh para rohaniawan secara professional.
(Tidak Efektif)
(Gereja itu dikelola oleh para rohaniawan secara professional.) (Efektif)
o Tau
o Kepilih
o Ketinggal
o Gimana
o Jaman
o trampil
 Tahu
 Terpilih
 Tertinggal
 Bagaimana
 Zaman
 terampil
o
o
o
o
o
o
Negri
Faham
Himbau
Silahkan
Antri
Disyahkan
 Negeri
 Paham
 Imbau
 Silakan
 Antre
 disahkan
6. Penggunaan tidak tepat kata'di mana' dan'yang mana'.
a. Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik. (Tidak Efektif)
(Saya menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.) (Efektif)
b. Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus selalu
bersih. (Tidak Efektif) (Rumah sakit tempat orang-orang mencari
kesembuhan harus selalu bersih.) (Efektif)
c. Manusia membutuhkan makanan yang mana makanan itu harus
mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. (Tidak Efektif)
(Manusia membutuhkan makanan yang mengandung zat-zat yang
diperlukan oleh tubuh.) (Efektif)
7. Penggunaan kata daripada yang tidak tepat.
a. Seorang daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin. (Tidak
Efektif)
(Seorang di antara pembantunya pulang ke kampung kemarin.)
(Efektif)
b. Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar daripada pengawasannya.
(Tidak Efektif)
(Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar (dari pengawasannya.)
(Efektif)
c. Tendangan
daripada Bambang Pamungkas berhasil mematahkan
perlawanan musuh. (Tidak Efektif)
(Tendangan
Bambang
Pamungkas
berhasil
mematahkan
perlawanan musuh.) (Efektif)
8. Pilihan kata yang tidak tepat.
a. Dalam kunjungan it u Presiden Yudho yono menyempatkan waktu
untuk berbincang-bincang dengan masyarakat. (Tidak Efektif)
(Dal am kunj ungan i t u P resi den Yudho yono menyempatkan diri
untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.) (Efektif)
b. Bukunya ada di saya. (Tidak Efektif)
(Bukunya ada pada saya.) (Efektif)
9. Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti.
a. Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan
untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan pemerintah
yang gagal. (Tidak Efektif)
Kalimat di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa / apa yang
gagal? Pemerintahkah atau pembicaraan damai yang pernah
dilakukan?
(Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan
untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara pihak
komunis dan pihak pemerintah. (Efektif)
b. Sopir Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri. (Tidak Efektif)
Judul berita diatas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa
yang dimaksud santosa? Nama sopir atau nama bus? Yang masuk
jurang busnya atau sopirnya?
(Bus Santosa Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri). (Efektif)
10. Pengulangan kata yang tidak perlu.
a. Dalam setahun ini berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun.
(Tidak Efektif)
(Dalam setahun ini berhasil menerbitkan 5 judul buku.) (Efektif)
b. Film ini menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang saling
menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang Peng Liang dan
kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan. (Tidak Efektif)
(Film ini menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng Liang dan
kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.) (Efektif)
11. Kata 'kalau' yang dipakai secara salah.
a. Dokter itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya.
(Tidak Efektif)
(Dokter itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.)
(Efektif)
b. Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih baik
daripada orang tuanya? (Tidak Efektif)
(Siapa yang dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih baik
daripada orang tuanya?) (Efektif)
2. TRANSFORMASI KALIMAT
Transformasi berasal dari bahasa Inggris transformation yaitu suatu proses
mengubah bentuk bahasa menjadi bentuk-bentuk yang lain, baik dari bentuk yang
sederhana ke bentuk yang kompleks, maupun dari bentuk yang kompleks ke
bentuk yang sederhana (Keraf dalam Natawidjojo, 1986: 37). Berdasarkan
pengertian tersebut, maka transformasi kalimat berupa pengubahan bentuk
kalimat menjadi bentuk kalmat lain. Pengubahan tersebut akan berakibat makna
yang dikandung oleh kalimat mengalami perubahan juga. Perubahan bentuk
kalimat ini untuk memperoleh penggunaan bentuk kalimat yang bervariasi di
samping itu menyangkut informasi yang akan disampaikan kepada pembaca akan
berarah.
Jenis transformasi sebagai berikut.
a. Transformasi jeda yaitu dengan menggunakan jeda.
b. Transformasi aposisi yaitu dengan menggunakan kata tugas yang.
c. Transformasi setara yaitu dengan menggunakan kata tugas dare.
d. Transformasi disyungtif dengan menggunakan kata tugas atau/tetapi
e. Transformasi opini yaitu dengan menggunakan kata tugas benar/tidak benar.
f. Transformasi total yaitu dengan menggunakan bentuk afirmatif dan
negatif.
Transformasi yang dilakukan terhadap kalimat akan menghasilkan daya
kalimat sebagai sarana penyaji informasi kepada pembaca. Pembaca diminta
mengikuti alur pikir yang disajikan oleh penulis. Penulis dapat membius pembaca
melalui kalimat-kalimat yang ditulis. Pembaca dapat memperoleh informasi
seperti yang diinginkan oleh penulis sehingga efektiflah penggunaan kalimat.
1) Transformasi jeda
Jeda adalah perhentian sebentar. Perhentian sebentar ini dalam
kalimat dapat diwujudkan setelah mengucapkan kata-kata yang ada di dalam
kalimat.
Misalnya:
Kalimat tunggal yang ditampilkan dengan beberapa jeda,
(1) Ibu Yuni seorang guru.
(2) Ibu, Yuni seorang guru.
( 3) Ibu Yuni, seorang guru
(4) Ibu, Yuni, seorang guru.
Penempatan jeda mengakibatkan kalimat (1) yang masih meragukan menjadi
kalimat (2), (3), dan (4) yang memiliki maksud berbeda. Kalimat (2) yang berprofesi
sebagai guru adalah Yuni; kalimat (3) yang berprofesi sebagai guru Ibu Yuni; dan
(4) yang berprofesi sebagai guru adalah Ibu dan Yuni. Tanda baca (,) yang
merupakan perhentian sebentar memiliki makna yang dalam.
Penulis sering melupakan bahwa pembaca dalam memahami tulisannya harus
diberi petunjuk yang jelas agar mereka memahami informasi yang disampaikannya.
Informasi yang tidak bisa dipahami oleh pembaca mengakibatkan tulisan
seorang penulis tidak komunikatif.
Perhatikan kalimat berikut.
(a) Istri mandor cantik sarjana pendidikan.
(b) Masalah rumah ditanggung bapak Ponijan.
(c) Kakek Tenty ibu Suparmin seorang penata rambut penghuni kampung ini:
Coba tulislah bentuk transformasinya dan kemukakanlah informasi
yang ditampilkan oleh kalimat harus perubahannya.
Kalimat minor atau minim juga dapat dijadikan menjadi kalimat lain dengan
transformasi jeda.
Misalnya:
(a) Aduh.
Tanda berita
(b) Aduh!
Tanda seru
(c) Aduh?!
Tanda oralis
(d) Aduh ....?
Tanda retoris
(e) Aduh?
Tanda tanya
2) Transformasi aposisi
Perubahan bentuk kalimat antara dua komponen menggunakan kata
tugas yang (monovalen).
Misalnya:
(a) Almari itu dipakai tempat baju.
(b) Almari itu dijual.
Bentuk transformasinya:
(a) Almari yang dipakai tempat baju itu dijual.
(b) Almari yang dijual itu dipakai tempat baju.
Kalimat (a) transformasi primer sebab gagasan pertama menempati
posisi di depan (bagian depan/ kontur depan) sedangkan gagasan kedua
menempati posisi di belakang. Pembentukan kalimat tranformasi aposisi ini
bisa menggunakan tiga gagasan yang berbeda dan dideskripsikan berurutan.
Transformasi aposisi ini dimanfaatkan pada bentuk deskripsi.
Deskripsi yang akurat selalu memperhatikan gagasan utama dulu baru
menyajikan gagasan tambahan. Karangan deskripsi mengandalkan keahlian
penulis dalam membuat bentuk-bentuk kalimat transportasi aposisi.
Perhatikan kalimat berikut.
a) Pemuda ini sering mengantar aku sampai ke kos.
b) Pemuda ini memberi ucapan selamat ulang tahun kepadaku.
c) Pemuda ini diwisuda Agustus 2005.
Buatlah kalimat transformasi aposisinya.
Ramulah menjadi (a)+(b)+(c);(a)+(c)+(b);(b)+(a)+(c);(b)+(c)+(a);(c)+(b)+(a)
dan (c)+(a)+(b).
Pengembangan penalaran penulis tampak dalam kalimat yang disusun.
Kelogisan deskripsi akan menjadi bahan pertimbangan bagi seorang penulis.
3) Transformasi setara
Transformasi setara menggunakan kata tugas dan Pentransformasian ini
akan menghasilkan kalimat majemuk setara/kalimat koordinat. Dua gagasan
yang nilai komunikasinya sama disatukan oleh kata dan.
Misalnya:
a) Hujan turun dan pohon tumbang.
b) Ayah pergi dan ibu pulang.
Hal yang bisa disatukan tentu saja memenuhi syarat nilai sama. Perhatikan
kalimat berikut.
a) Hujan turun dan sudah wisuda.
b) Ibu menjahit dan teroris bergerak.
Ada kendala psikologis dalam penyusunan kalimat tersebut. Penulis
nampak memaksa gagasan yang berbeda disatukan dalam satu kalimat tersebut.
Perhatikan juga contoh:
(a) Rudi mendekatiku.
(b) Rudi menciumku.
(c) Polisi niengejar perampok.
(d) Polisi menembak perampok.
Apakah logis bila dua gagasan (a) dan (b) atau (c) dan (d) disatukan dengan
kata tugas dan? Orientasi yang dimiliki oleh tindakan tersebut berbeda?
Tindakan yang dilakukan tidak sarna nilainya. Tindakan tersebut tentu
dilakukan satu mendahului tindakan yang lain. Penulis perlu menilai
gagasan sebelum menggunakan transformasi setara.
4) Tranformasi disyungtif
Perubahan bentuk kalimat menghasilkan kesamaan atau
ketidaksarnaan. Penggunaan kata atau untuk menghasilkan kesamaan dan
penggunaan tetapi untuk menghasilkan ketidaksamaan.
Misalnya:
a) Ida makan atau Ibu tidur.
b) Ida kanan, tetapi Ibu tidur
c) Saya berbicara keras, tetapi guru menerangkan.
d) Saya berbicara keras, tetapi guru tidak menghiraukan.
Perhatikan kalimat berikut.
Berikan alasan terhadap penggunaan dan dan atau!
(a) Anda boleh beralasan ini dan itu.
(b) Anda boleh beralasan ini atau itu.
Berikan alasan terhadap penggunaan atau dan tetapi!
(a) Amran boleh meminang Anis atau Wati.
(b) Amran boleh memakai baju saja atau celana saja.
(c) Amran boleh meminang Yunita, tetapi Wati.
(d) Amran boleh memakai baju saja, tetapi celana saja.
5) Tranformasi opini
Opini merupakan pandangan yang dimiliki oleh penulis. Transformasi
opini merupakan pendapat subjektif si penulis. Nilai pendapat ditentukan
oleh kepandaian yang dimiliki oleh si penulis. Penulis yang dipercaya tentu
saja berimbas pada kepercayaan terhadap kalimat yang dibuat.
Pendapat yang berorientasi kepada pengakuan menggunakan kata tugas
benar dan opini yang berorientasi kepada pengingkaran atau sanggahan
menggunakan kata tugas tidak benar.
Misalnya:
a) Benar, bahwa Ani mengikut semester pendek ini.
b) Tidak benar, rakyat belum makmur.
Opini sering disajikan berdasarkan pandangan seseorang terhadap hal
yang terjadi di dalam kehidupan. Logika atau penalaran yang menyertai
penyusunan kalimat opini ini adalah kondisi psikologis penulis.
Kalimat ini bisa mendatangkan perdebatan dan adu argumen yang
serius manakala digunakan dalam komunikasi. Komunikasi tulis akan
menimbulkan perang pena.
6) Transformasi total
Transformasi total atau duplik. Penulis menampilkan bentuk
afirmatif dan negasi dalam bentuk kalimat
Misalnya:
a. Ayah pergi atau tidak pergi dan saya harus ada dirumah.
b. Sehat atau tidak sehat, saya harus mengikuti kuliah ini.
c. Penjudi atau bukan penjudi, tetapi mereka tetap ditangkap.
Transformasi total ini juga berdasarkan transformasi disyungtif yang
mempergunakan kata atau dan tetapi
3. KALIMAT TOPIK
Topik ialah pokok pembicaraan atau pikiran. Topik ditentukan sebelum
penulis mulai kegiatannya. Wujud topik yang akan dibicarakan ada dua:
a) topik yang berupa bentuk kata
b) topik yang berupa bentuk kalimat.
a) Topik yang berupa bentuk kata
Misalnya:
1) Terorisme (bentuk kata berimbuhan): teror + isme
2) BBM (bentuk singkatan)
3) Pilkada (bentuk akronim)
4) Antikorupsi (bentuk berimbuhan)
5) Tsunami (bentuk kata)
b) Topik yang berupa kalimat Misalnya:
1) Terorisme sebagai ancaman perdamaian dunia.
2) Krisis BBM
3) Demokrasi rakyat terbentuk melalui pilkada.
4) Kondisi sekolah pascatsunami
5) Dukungan moral terhadap gerakan antikorupsi
Predikat kalimat topik adalah verba tak operasional, artinya bukan
kata kerja transitif. Kata kerja teransitif menghendaki kehadiran objek. Cara
menyusun kalimat topik yaitu dengan mengganti verba transitif dengan kata
tugas.
X
Terorisme
Predikat/Verba transitif
Mengakibatkan
X
Terorisme
Diganti kata tugas
Sebagai
Menjadi
Merupakan
X
X
X
X
X
X
X
Memahami
Bergembira
Menjadi
Mengerti
Adalah
Ialah
Yaitu
Y
perdamaian dunia
terancam.
Y
Ancaman
perdamaian dunia.
Y
Y
Y
Y
Y
Y
Y
X
Yakni
Y
c) Fungsi Kalimat Topik
Kalimat topik mempunyai fungsi sebagai berikut:
1) Dapat dipakai sebagai judul karya tulis,.
2) Dapat dipakai sebagai kalimat utama dalam sebuah paragraf.
3) Dapat dipakai dalam spanduk, leafled, poster, iklan, dan Sebagainya.
d) Cara Menyusun Kalimat Topik
1) Penulisan karya dimulai dengan menentukan pokok pikiran.
2) Pokok pikiran berupa nominal atau kalimat yang dinominalkan.
3) Pokok pikiran yang bernilai menyangkut kehidupan orang banyak.
4) Penulisan skripsi dapat berhubungan dengan pokok
Ilmu pengetahuan, bisa berupa pikiran sebagai penemuan baru.
Pokok
Pikiran
Benda
koperasi
Flu burung
kongkrit
Minyak
Kayu jati
Gajah
Daun sirih
Benda
Keindahan
Keindahan alam
abstrak
Merapi
Kebebasan
Keharmonisan
rumah tangga
Kemerdekaan
Kemerdekaan
Berpendapat
Pendidikan
Keramahan kota Solo
Hal-hal yang faktual dan aktual selalu dipikirkan oleh masyarakat
luas. Penulis dapat mengangkat hal tersebut sebagai topik. Inspirasi
penulis kadang tidak disisihkan dan tidak dijadikan topik. Penulis kadang lebih
mementingkan kebutuhan masyarakat biasa. Topik yang dimikian dapat
diterima oleh pembaca.
(5)
Pokok pikiran tersebut diperluas dengan cara menambah satuan
lingual yang dibutuhkan. Perluasan yang dilakukan ini sebenarnya
sebagai usaha ke arah pemfokusan pembicaraan.
Misalnya:
(1) Koperasi merupakan kekuatan ekonomi rakyat.
"X" + V intransitif + "Y"
(2) Minyak tanah sebagai kebutuhan pokok rumah tangga.
"X" + V intransitif + "Y”
Pokoh Pikiran yang bisa dikembangkan menjadi karya tulis ilmiah dalam
penelitian antara lain sebagai berikut.
Eksploitasi
anak
dalam
siaran Televisi
Pengaruh
buruk
siaran
televisi
Iklan
ditelevisi
pemicu
kebutuhan anak
Siaran
televisi
sebagai
hiburan anak
Siaran televisi
Eksploitasi
anak
dalam
siaran Televisi
Pengaruh
buruk
siaran
televisi
Siaran
televisi
sebagai
hiburan anak
Siaran televisi
Eksploitasi
anak
dalam
siaran Televisi
Pengaruh
buruk
siaran
televisi
Siaran
televisi
sebagai
hiburan anak
Kekerasan terhadap anak
Perdagangan anak
Perlindungan hak anak
Penertipan tempat hiburan
Terorisme
Kekerasan terhadap anak
Iklan
ditelevisi
pemicu
kebutuhan anak
Siaran televisi sebagai hiburan
anak
Terorisme
Kekerasan terhadap anak
Iklan
ditelevisi
pemicu
kebutuhan anak
Siaran televisi sebagai hiburan
anak
Menunjuk pada uraian di atas diharapkan dapat memotivasi para
mahasiswa untuk mencoba menulis. Dengan demikian, perbedaan
memiliki kemauan dan kemampuan untuk menulis karya ilmiah.
BAB V
PENGEMBANGAN PARAGRAF
1. PENGERTIAN PARAGRAF
Paragraf merupakan inti Penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan.
Dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua
kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat utama
atau topik, kalimat-kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup. Himpunan
kalimat ini saling bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah
gagasan (Akhadiah dkk, 1991:144).
Keraf (1977:51), menyebut paragraf dengan istilah alinea. Alinea adalah
kesatuan pikiran yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Ia merupakan
himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk
membentuk sebuah ide.
Paragraf dapat juga dikatakan karangan yang pendek (singkat).
Dengan adanya paragraf, dapat dibedakan suatu gagasan mulai dan
berakhir. Kita akan kelelahan membaca sebuah tulisan atau buku, kalau tidak ada
paragraf, karena seolah-olah dicambuk untuk membaca terus-menerus sampai
selesai. Kita pun susah mengonsentrasikan pikiran dari gagasan ke gagasan
lain. Dengan adanya Paragraf dapat berhenti sebentar, sehingga kita dapat
memusatkan pikiran tentang gagasan yang terkandung dalam paragraf itu.
2. KEGUNAAN PARAGRAF
Kegunaan paragraf yaitu antara lain sebagai berikut.
1. Unt uk m e na nd ai pe m buk a a n t o pi k ba r u , at a u pengembangan lebih
lanjut topik sebelumnya.
2. untuk menambah hal-hal yang penting atau untuk memerinci apa yang
sudah diutarakan dalam paragraf sebelumnya atau paragraf yang terdahulu.
3. MACAM-MACAM PARAGRAF
Berdasarkan tujuannya, paragraf dapat dibedakan menjadi: paragraf
pembuka, penghubung, dan penutup (Akhadiah dkk, 1993: 171).
1. Paragraf Pembuka
Paragraf yang berperan sebagai pengantar untuk sampai kepada masalah
yang akan diuraikan. Sebab itu paragraf pembuka harus dapat menarik
minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran
pembaca kepada masalah yang akan diuraikan. Paragraf pembuka ini
jangan terlalu panjang supaya tidak membosankan.
Paragraf pembuka (awal) mempunyai dua kegunaan, yaitu selain
supaya dapat menarik perhatian pembaca, juga berfungsi menjelaskan
tentang tujuan dari penulisan itu.
2. Paragraf Penghubung
Masalah yang akan diuraikan terdapat dalam paragraf penghubung.
Paragraf penghubung berisi inti persoalan yang akan dikemukakan. Oleh
karena itu, secara kuantitatif paragraf inilah yang paling panjang, dan
antara paragraf dengan paragraf harus saling berhubungan secara logis.
3 . Paragraf Pe n u t u p
Paragraf penutup mengakhiri sebuah karangan. Biasanya paragraf ini
berisi kesimpulan dari paragraf penghubung. Dapat juga paragraf penutup
berisi penegasan kembali mengenai hal-hal yang dianggap penting dalam
paragraf penghubung. Paragraf penutup yang berfungsi mengakhiri sebuah
karangan tidak boleh terlalu panjang. Namun, tidak berarti, paragraf ini
dapat tiba-tiba diputuskan begitu saja. Jadi, seorang penulis harus dapat
menjaga perbandingan antara paragraf pembuka, penghubung, dan
penutup.
4. SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PARAGRAF
Dal am pen gem ban gan par a gra f, ki t a harus menyajikan dan
mengorganisasikan gagasan menjadi suatu paragraf yang memenuhi persyaratan.
Persyaratan itu ialah kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan (Akhadiah dkk,1991:
148).
1. Kesatuan
Tiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok atau sat u
topik. Fungsi paragraf i alah mengembangkan topik tersebut. Oleh
sebab itu, dalam pengembangannya tidak boleh terdapat unsur-unsur
yang sama sekali tidak berhubungan dengan topik atau gagasan pokok
tersebut. Penyimpangan akan menyulitkan pembaca. Jadi, satu paragraf
hanya boleh mengandung satu gagasan pokok atau topik. Semua kalimat
dalam paragraf harus membicarakan gagasan pokok tersebut.
Paragraf dianggap mempunyai kesatuan, jika kalimat-kalimat dalam
paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu relevan dengan topik.
Semua kalimat terfokus pada topik dan mencegah masuknya hal-hal yang
tidak relevan. Penulis yang masih dalam taraf belajar (tahap pemula) sering
mendapat kesulitan dalam memelihara kesatuan ini. Perhatikan contoh
berikut.
Kebutuhan hidup sehari-hari setiap keluarga dalam
masyarakat tidaklah sama. Hal ini sangat tergantung dari
besarnya penghasilan setiap keluarga. Keluarga yang
berpenghasilan sangat rendah, mungkin kebutuhan pokok
pun sulit terpenuhi. Lain halnya dengan keluarga yang
berpenghasilan tinggi. Mereka dapat menyumbangkan sebagian
penghasilannya untuk pembangunan tempat-tempat beribadah,
atau kegiatan sosial lainnya. Tempat -tempat ibadah
memang perlu bagi masyarakat. Pada umumnya
tempat-tempat ibadah ini dibagnun secara bergotong
royong dan sangat mengandalkan sumbangan para
dermawan. Perbedaan penghasilan yang besar dalam
masyarakat telah menimbulkan jurang pemisah antara
si kaya dan si miskin.
Terlepas dari struktur kalimat yang digunakan, Paragraf di atas tidak
didukung oleh kesatuan. Ada kalimat yang sangat jauh hubungannya
dengan gagasan utama. Gagasan pokok tentang penghasilan suatu
keluarga, dalam pengembangannya kita jumpai lagi gagasan-gagasan pokok
yang lain yaitu tempat beribadah. Hubungan antara satu kalimat dengan kalimat
lain tidak merupakan suatu kesatuan yang bulat untuk menunjang gagasan
utama.
Penyimpangan ini mungkin terjadi karena beberapa hal, misalnya
karena penulis melamun, atau busan dengan topik yang sedang
ditangani, atau keinginan untuk mempengaruhi pembaca dengan
memperkenalkan hal-hal yang baru, tetapi tidak relevan dengan isi. Hal ini
tidak mudah membetulkannya. Yang perlu diingat adalah tujuan dari
paragraf yang telah diperkenalkan dalam kalimat topik dan tujuan inilah
yang menjadi pedoman dalam pengembangannya.
2. Kepaduan
Syarat kedua yang harus dipenuhi oleh sebuah paragraf ialah
koherensi atau kepaduan. Satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan
atau tumpukan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri atau terlepas,
tetapi dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan
timbal balik.
Pembaca dapat dengan mudah memahami dan mengikuti jalan
pikiran penulis tanpa hambatan karena adanya loncatan pikiran yang
membingungkan. Urutan pikiran yang teratur, akan memperlihatkan
adanya kepaduan. Jadi, kepaduan atau koherensi dititik beratkan pada
hubungan antara kalimat dengan kalimat.
Kepaduan
dalam
sebuah
paragraf
dibangun
dengan
memperhatikan:
a. Unsur kebahasaan yang digambarkan dengan
1) Repetisi atau pengulangan kata kunci
Contoh pemakaian repetisi:
Dalam mengajarkan sesuatu, langkah pertama yang
perlu kita lakukan ialah menentukan tujuan mengajarkan
sesuatu itu. Tanpa adanya tujuan yang sudah ditetapkan,
materi yang kita berikan, metode yang kita gunakan,
dan evaluasi yang kita susun, tidak akan banyak
memberikan manfaat bagi anak didik dalam menerapkan
hasil proses belajar-mengajar. Dengan mengetahui tujuan
pengajaran, kita dapat menentukan materi yang akan kita ajarkan,
metode yang akan kita gunakan, serta bentuk evaluasinya, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.
Dalarn paragraf di atas, kepaduan didapat dengan mengulang
kata kunci yaitu kata yang dianggap penting dalam sebuah paragraf.
Kata kunci yang mula-mula timbul pada awal paragraf, kemudian
diulang-ulang dalam kalimat berikutnya. Pengulangan ini
berfungsi memelihara kepaduan semua kalimat.
2) kata ganti
Contoh pemakaian kata ganti.
Dengan penuh kepuasan Pak Mijan memandangi
hamparan padi yang tumbuh dengan subur, jerih payahnya
tidak sia-sia. Beberapa bulan lagi ia akan memetik hasilnya.
Sudah terbayang di matanya orang sibuk memotong,
memanggul padi berkarung-karung, dan menimbunnya
dihalaman rumah. Tentu anaknya dan calon menantunya acep
akan ikut bergembira. Hasil panen yang berlimpah itu tentu
dapat mengantarkan mereka ke mahligai perkawinan.
Kepaduan para graf di atas dibina dengan menggunakan
kata ganti. Kata yang mengacu kepada manusia, benda, biasanya
untuk menghindari kebosanan, diganti dengan kata ganti.
Pemakaian kata ganti dalam paragraf di atas berfungsi menjaga
kepaduan antara kalimat-kalimat yang membina paragraf.
3) kata transisi atau ungkapan penghubung
Untuk menyatakan kepaduan dari sebuah paragraf, ada bentuk
lain yang sering digunakan yaitu penggunaan kata atau frase
(kelompok kata) dalam bermacam-macam hubungan.
Contoh pemakaian kata transisi.
Perkuliahan bahasa Indonesia sering kali sangat
membosankan, sehingga tidak mendapat perhatian sama sekali
dari mahusiswa. Hal ini disebabkan oleh bahan kuliah yang
disajikan dosen sebenarnya merupakan masalah yang sudah
diketahui oleh mahasiswa, atau merupakan masalah yang tidak
diperlukan mahasiswa. Di samping itu, mahasiswa yang sudah
mempelajari bahasa Indonesia sejak mereka duduk di bangku
Sekolah Dasar atau sekurang-kurangnya sudah mempelajari
bahasa Indonesia selama sepuluh tahun, merasa sudah mampu
menggunakan bahasa Indonesia. Akibatnya, memilih atau
menentukan bahan kuliah yang akan diberikan kepada
mahasiswa, merupakan kesulitan tersendiri bagi para
pengajar bahasa Indonesia.
b) Pemerincian dan urutan isi paragraf
Bagaimana cara mengembangkan pikiran utama menjadi sebuah
paragraf dan bagaimana hubungan antara pikiran utama dengan
pikiran-pikiran penjelas, dilihat dari urutan perinciannya. perincian ini
dapat diurut secara kronologis (menurut urutan waktu), secara logis
(sebab-akibat, akibat-sebab, khusus-umum, umum-khusus), menurut
urutan ruang, menurut proses, dan dapat juga dari sudut pandangan
yang satu ke sudut pandangan yang lain.
3. Kelengkapan
suatu paragraf dikatakan lengkap, jika berisi kalimat-kalimat
penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik atau kalimat
utama. Sebaliknya suatu paragraf dikatakan tidak lengkap, jika tidak
dikembangkan atau hanya diperluas dengan pengulangan-pengulangan.
Perhatikan contoh berikut:
Suku dayak tidak termasuk suku yang suka bertengkar. Mereka
tidak suka berselisih atau bersengketa.
Paragraf di atas merupakan paragraf merupakan contoh paragraf yang
hanya diperluas dengan pengulangan. Kita lihat ungkapan bertengkar pada
kalimat pertama, hanya diulangi dengan sinonimnya yaitu kata berselisih
dan bersengketa.
5. LETAK KALIMAT UTAMA
Sebuah paragraf dibangun oleh beberapa kalimat yang saling berhubungan
dan hanya mengandung satu pikiran utama dan dijelaskan oleh beberapa
pikiran penjelas. Pikiran utama dituangkan dalam kalimat Utama dan pikiranpikiran penjelas atau perincian dituang kedalam kalimat-kalimat penjelas.
Penempatan kalimat utama dalam pengembangan sebuah paragraf
bermacam-macam. Ada paragraf yang dimulai dengan peristiwa-peristiwa atau
perincian kemudian ditutup dengan kesimpulan yang kemudian baru
perincian-perincian untuk menjelaskan pikiran utama.
Ada empat cara untuk meletakkan kalimat utama, yaitu:
1. Pada awal paragraf;
2. Pada akhir paragraf;
3. Pada awal dan akhir paragraf; dan
4. Tanpa kalimat utama.
Penjelasan atas peletakan kalimat utama di atas diuraikan berikut ini.
1. Pada Awal Paragraf
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau
kalimat utama. kemudian diikuti oleh kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi
menjelaskan pikiran utama. Paragraf ini biasanya bersifat deduktif, dari yang
umum kepada yang khusus.
Kosa kata memegang peranan dan merupakan unsur yang paling mendasar
dalam kemampuan berbahasa, khususnya dalam karang-mengarang. jumlah kosa
kata yang dimiliki seseorang akan menjadi petunjuk tentang pengetahuan
seseorang. Di samping itu jumlah kosa kata yang dikuasai seseorang, juga akan
menjadi indikator bahwa orang itu mengetahui sekian banyak konsep. Semakin
banyak data yang dikuasai, semakin banyak pula pengetahuannya. Dengan
demikian, seorang penulis akan mudah memilih kata-kata yang tepat atau cocok
untuk mengungkapkan gagasan yang ada dalam pikirannya.
2. Pada Akhir Paragraf
Paragraf dimulai dengan kalimat-kalimat penjelas. Kemudian diikuti
oleh kalimat utama. Paragraf ini biasanya bersifat induktif, dari yang khusus
kepada yang umum.
Pada waktu anak didik memasuki dunia pendidikan, pengajaran
bahasa Indonesia secara metodologis dan sistematis bukanlah
merupakan halangan baginya untuk memperluas dan memantapkan
bahasa daerahnya. Setelah anak didik meninggalkan kelas, ia kembali
mempergunakan bahasa daerah, baik dalam pergaulan dengan temantemannya atau dengan orang tuanya. Ia merasa lebih intim, dengan
bahasa daerah. Jam sekolah hanya berlangsung beberapa jam. Baik
waktu istirahat ataupun diantara jam-jam pelajaran, unsur-unsur
bahasa daerah tetap menerobos. Ditambah lagi jika sekolah itu
bersifat homogen dan gurunyanya pun penutur asli bahasa daerah itu.
Faktor-faktor inilah yang menyebabkan pengetahuan si anak terhadap
bahasa daerahnya akan melaju terus engan cepat.
3. Pada awal dan akhir paragraf
Peningkatan taraf pendidikan para petani, dirasakan sama
pentingnya dengan usaha peningkatan taraf hidup mereka. Petani
yang berpendidikan cukup, dapat mengubah sistem pertanian
tradisional misalnya bercocok tanam hanya
untuk memenuhi
kebutuhan pangan, menjadi petani modern yang produktif. Petani yang
berpendidikan cukup, mampu menunjang pembangunan secara
positif. Mereka dapat memberikan umpan balik yang setimpal
terhadap
gagasan-gagasan
yang
dilontarkan
perencana
pembangunan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Itulah
sebabnya peningkatan taraf pendidikan.
4. Tanpa Kalimat Utama
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama. Berarti pikiran utama
terbesar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini
biasanya digunakan dalam karangan yang berbentuk narasi (yang berbentuk
cerita) atau deskripsi (yang berbentuk pelukisan). Pikiran utama didukung
oleh semua kalimat.
Keributan ayam berkeruyuk bersahut-sahutan mengendur.
Kian lama kian berkurang. Akhirnya tinggal satu-satu saja terdengar
kokok yang nyaring. Dan ayam-ayam itu sudah mulai turun dari
kandangnya, pergi ke ladang dan pelataran, Dengung dan ruang
lalu lintas di jalan raya kembali menggila seperti kemarin. Raung
klakson mobil dan desis kereta api bergema-gema menerobos ke
relung-relung rumah disepanjang. Sayup-sayup terdengar
dentang lonceng gereja menyongsong hari baru dan menyatakan
selamat tinggal pada hari kemarin.
Paragraf di atas dibangun oleh beberapa kalimat yang semuanya
menjelaskan tentang suasana di pagi hari. Jadi, pikiran utama tersebar di dalam
beberapa kalimat yang membangun paragraf tersebut.
6. MENGEMBANGKAN PARAGRAF
Pikiran utama dari sebuah paragraf hanya akan jelas kalau diperinci
dengan pikiran-pikiran penjelas. Tiap pikiran penjelas dapat dituang ke
dalam satu kalimat penjelas atau lebih. Malahan ada juga kemungkinan, dua
pikiran penjelas dituang ke dalam sebuah kalimat penjelas. Tetapi sebaiknya
sebuah pikiran penjelas dituang ke dalam sebuah kalimat penjelas. Dalam
sebuah paragraf terdapat satu pikiran utama dan beberapa pikiran penjelas.
Inilah yang dinamakan kerangka paragraf.
Kerangka paragraf :
Pikiran utama : Keindahan alam yang mengecewakan.
Pikiran penjelas :
1. Manusia telah mengubah segala-galanya;
2. Hutan, sawah, dan ladang tergusur
3. Pohon sudah tidak ada;
4. Pagar bunga telah berganti; dan
5. pembangunan gedung-gedung mewah.
Kerangka paragraf di atas dapat dikembangkan menjadi sebuah
paragraf
Bernostalgia tentang indahnya alam di batu malang, hanya
akan menimbulkan kekecewaan. Dalam kurun waktu 30 hari,
dinamika kehidupan anak-anak manusia telah mengubah
segala-galanya. Hutan, sawah dan lading telah tergusur oleh
berbagai bentuk bangunan yang meluncur dari kota. Ranting
dan cabang pohon telah berganti dengan jeruji besi. Pagar
tanaman bunga yang bermekaran dengan indahnya, telah
diterjang tembok beton yang kokoh. Batu-batu gunung telah
menghadirkan gedung plaza megah yang menelan biaya
miliaran. Arus modernisasi dengan angkuhnya telah menelan
kemesraan desa ini dari berbagai penjuru.
Pengembangan paragraf dapat dibedakan berdasarkan teknik dan isi
paragraf.
1. Berdasarkan teknik: a) secara alamiah; (1) urutan ruang, (2) urutan Waktu,
b) klimaks dan antiklimaks, c) umum ke khusus
2. Berdasarkan Isi: a) perbandingan dan pertentangan, b) analog, c) contoh-cantoh,
d) sebab-akibat, e) definisi luas,f) klasifikasi
Berdasarkan Teknik
a) Secara alamiah
Dalam hal ini penulis sekedar menggunakan pola yang sudah ada pada
objek atau kejadian yang dibicarakan. Susunan logis ini mengenal dua macam
urutan :
1) Urutan ruang (spesial) yang membaca dari satu titik ke titik berikutnya
yang berdekatan dalam sebuah ruang. Misalnya gambaran dari depan ke
belakang, dari luar ke dalam, dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri, dan
sebagainya.
2) Urut an wakt u (urutan kronol ogi s) yan g menggambarkan urutan
terjadinya peristiwa, perbuatan atau tindakan.
b) Klimaks dan Antiklimaks
Pikiran utama mula-mula diperinci dengan sebuah gagasan
bawahan yang dianggap paling rendah kedudukannya. Kemudian
berangsur-angsur dengan gagasan-gagasan lain hingga ke gagasan yang
paling tinggi kedudukannya atau kepentingannya.
c) Umum ke Khusus, Khusus ke Umum
Cara ini paling banyak digunakan dalam pengembangan paragraf, baik
dari Umum ke khusus atau sebaliknya dari khusus ke umum. Dalam bentuk
Umum ke khusus, pikiran utama diletakkan pada awal paragraf, kemudian
diikuti dengan perincian -perincian. Sebaliknya dari khusus ke umum,
dimulai dengan perincian-perincian dan diakhiri dengan kalimat utama.
Karya ilmiah umumnya berbentuk deduktif artinya dari umum ke khusus.
Salah satu kedudukun bahasa Indonesia adalah sebagian
bahasa Nasional. Kedudukan ini dimiliki sejak dicetuskannya
sumpah Pernuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedudukan ini
dimungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa Melayu yang mendasari
bahasa Indonesia telah menjadi Lingua Franca selama berabad-abad
di seluruh tanah air kita. Hal ini ditunjang lagi oleh faktor
tidak terjadinya "persaingan bahasa", maksudnya persaingan bahasa
daerah satu dengan bahasa daerah yang lain untuk mencapai
kedudukannya sebagai bahasa Nasional.
Berdasarkan Isi
a) Perbandingan dan Pertentangan.
Untuk menambah kejelasan sebuah paparan, kadang-kadang penulis
berusaha membandingkan atau mempertentangkan. Dalam hal ini penulis
menunjukkan persamaan dan perbedaan antara 2 hal tersebut.
Yang dapat dibandingkan adalah dua hal yang tingkatannya sama dan kedua
hal itu mempunyai persamaan dan perbedaan.
Perhatiakan paragraf berikut ini!
Ratu Elizabeth tidak begitu tertarik dengan mode, tetapi
selalu berusaha tampil di muka umum seperti apa yang
diharapkan rakyatnya. Kalau keluar kota paling senang
mengenakan pakaian yang praktis. Ia menyenangi topi dan
scraf. Lain halnya dengan Margareth Thatcher. Sejak menjadi
pemimpin parta konservatif, ia melembutkan gaya berpakaian
dan rambutnya. Ia membeli pakaian sekaligus dua kali setahun.
Ia lebih cendrung berbelanja di tempat yang agak murah. Ia
hanya memakai topi kepernikahan, ke pemakaman dan upacara
resmi pembukaan parlemen.
b) Analogi
Analogi biasanya digunakan untuk membandingkan sesuatu yang sudah
dikenal umum dengan yang tidak atau kurang dikenal umum. Gunanya untuk
menjelaskan hal yang kurang dikenal tersebut.
Perhatikan paragraf berikut ini!
Perkembangan teknologi sungguh menakjubkun. Kehebatannya
menandingi kesaktian para satria dan dewa dalam cerita
wayang. Kereta-kereta tanpa kuda, tanpa sapi, dan tanpa kerbau.
Jakarta-Surabaya telah dapat ditempuh dalam sehari. Deretan
gerbang yang panjung penuh barang dan orang, hanya ditarik
dengan kekuatan air semata. Jaringan jalan kereta api telah
membelah-belah pulau. Asap yang mewarnai tanah air dengan
garis hitam, semakin pudar untuk hilang ke dalam ketiadaan.
Dunia rasanya tidak berjarak lagi, telah dihilangkan dengan kawat.
Kekuatan bukau lagi monopoli gajah dan badak, tepapi telah diganti
dengan benda-benda kecil buatan manusia.
c) Contoh-contoh
Sebuah generalisasi yang terlalu umum sifatnya agar dapat memberikan
penjelasan kepada pembaca, kadang-kadang memerlukan contoh-contoh
yang konkret. Dalam hal ini sumber pengalaman sangat efektif.
Perhatikan paragraph berikut ini!
Masih berkisar tentang pencemaran lingkungan, gubernur
Jawa Tengah, Mulyadi, memberi contoh tentang jambu mete di
mayong Jepara yang diserang ulat kipat atau cricula
Trifenestrata. Ulat ini timbul akibat berdirinya peternakan ayam
di tengah-tengah perkebunan tersebut. Menurut Gubernur, izin
peternakan ayam di Mayong itu diberikan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
d) Sebab-akibat
Hubungan kalimat dalam sebuah paragraf dapat berbentuk sebab akibat.
Dalam hal ini Sebab dapat berfungsi sebagai pikiran utama, dan akibat
sebagai pikiran penjelas. Dapat juga sebaliknya. Akibat sebagai pikiran utama
dan untuk memahami akibat ini dikemukakan sejumah penyebab sebagai
perinciannya.
Perhatikan paragraf berikut ini!
Jalan kebun jati akhir-akhir ini kembali macet dan
semerawut. Lebih dari separuh jalan kendaraan kembali tersita
oleh kegiatan perdagangan dan kaki lima. Untuk mengatasinya,
pemerintah akan memasang pagar pemisah antara jalan
kendaraan dengan trotoar. Pagar ini juga berfungsi sebagai
batas pemasangan tenda pedagang kaki lima tempat mereka
diijinkan berdagang. Pemasangan pagar ini terpaksa dilakukan
mengingat pelanggaran pedagang kaki lima di lokasi itu sudah
sangat keterlaluan, sehingga menimbulkan
kemacetan lalu
lintas.
e) Definisi Luas
Untuk memberikan batasan tentang sesuatu, kadang-kadang penulis terpaksa
menguraikan dengan beberapa kalimat, bahkan beberapa alinea.
Perhatikan paragraf berikut ini!
Pengajaran mengarang sebagai kegiatan terpadu, biasanya
ditunda sampai siswa agak mampu menggunakan bahasa lisan,
seperti dalam pelajaran membaca. Pada tahap awal , latihan
mengarang itu biasanya digunakan untuk memperkuat kemampuan
dasar seperti : ejaan, pungtuasi, kosa kata, kalimat, dan lain-lain.
Kemudian kemampuan mengarang dijadikan
pelajaran
tersendiri, yakni pengajaran mengarang. Jadi, mengarang
adalah suatu kemampuan yang kompleks yang menggabungkan
sejumlah unsur kemampuan yang berlain-lainan.
f) Klasifikasi
Dalam pengembangan karangan, kadang-kadang kita mengelompokkan
hal-hal yang mempunyai persamaan. Pengelompokkan ini biasanya diperinci
lagi lebih lanjut ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Perhatikan paragraf berikut ini!
Dalam karang-mengarang atau tulis-menulis, dituntut
beberapa kemampuan antara lain kemampuan yang
berhubungan dengan kebahasaan dan kemampuan
pengembangan
at au
penyajian.
Y ang
termasuk
kemampuan kebahasaan adalah kemampuan menerapkan
ejaan, pungtuasi, kosa kata, di ksi, dan kali m at.
Sedangkan
yang
dimaksud
dengan
kemampuan
pengembangan ial ah kemampuan menata paragraf,
kemampuan membedakan pokok bahasa, subpokok
bahasa, dan kemampuan memabagi pokok bahasa dalam
urutan yang sist emat ik.
Berdasarkan Tujuan dari Sifatnya, paragraf dibedakan menjadi lima
macam, yaitu paragraf deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi
(Wiyanto, 2006: 64).
(1)
(2)
Deskripsi berasal dari verba to describe, yang artinya menguraikan,
memerikan, atau melukiskan. Paragraf deskripsi adalah paragraf yang
bertujuan memberikan kesan/impresi kepada pembaca terhadap objek,
gagasan, tempat,peristiwa, dan semacamnya yang ingin disampaikan
penulis. Dengan deskripsi yang baik pembaca dapat dibuat seolaholah melihat, mendengar, merasakan, atau terlihat dalam peristiwa yang
diuraikan penulis.
Contoh:
Wanita itu tampaknya tidak jauh usianya dari dua puluh
tahun. Mungkin ia lebih tua, tapi pakaian dan lagak-lagaknya
mengurangi umurnya. Parasnya cantik. Hidung bangur dan
matanya berkilauan seperti mata seorang india. Tahi lalat di atas
bibirnya dan rambutnya yang ikal bergelombang-lombang
menyempurnakan kecantikannya itu.
Narasi (narration) secara harafiah bermakna kisah atau cerita. Paragraf
narasi bertujuan mengisahkan atau menceritakan. Paragraf narasi
kadang-kadang mirip dengan paragraf deskripsi. Bedanya, narasi
mementingkan urutan dan biasanya ada tokoh yang diceritakan.
Paragraf narasi tidak hanya terdapat dalam karya fiksi (cerpen dan novel),
tetapi sering pula terdapat dalam tulisan nonfiksi.
Contoh:
Supri Menuturkan, siang itu tanggal 6 Mei 2011 ia sedang
bersembahyang di dalam bloknya. Tiba-tiba ia mendengar suara
gaduh, puluhan orang berhamburan keluar lewat pintu gerbang
rutan salemba. Laki-laki yang belum menerima vonis itu langsung
ikut kabur.
(3)
(4)
(5)
Paragraf
eksposisi
bertujuan
memaparkan,
menjelaskan,
menyampaikan informasi, mengajarkan, dan menerangkan sesuatu
tanpa disertai ajakan atau desakan agar pembaca menerima atau
mengikutinya. Paragraf eksposisi biasanya digunakan untuk
menyajikan pengetahuan/ilmu, definisi, pengertian, langkah-langkah
suatu kegiatan, metode, cara, dan proses terjadinya sesuatu.
Contoh:
Dalam tubuh manusia terdapat aktivitas seperti pada mesin
mobil. Tubuh manusia dapat mengubah energi kimiawi yang
terkandung dalam bahan-hahan bakarnya yakni makanan yang
ditelan menjadi energi panas dari energi mekanis. Nasi yang
Anda makan pada waktu sarapan akan dibakar dalam tubuh
persis sebagaimana bensin dibakar daam silinder mesin mobil.
Istilah argumentasi diturunkan dari verba to argue (Ing) yang artinya
membuktikan atau menyampaikan alasan. Paragraf argumentasi
bertujuan menyampaikan suatu pendapat, konsepsi, atau opini tertulis
kepada pembaca. Untuk meyakinkan pembaca bahwa yang disampaikan
itu benar, penulis menyertakan bukti, Contoh, dan berbagai alasan
yang sulit dibantah.
Contoh:
Penebangan hutan harus segera dihentikan. Pohon-pohon
dihutan harus dapat menyerap sisa-sisa pembakaran dari pabrikpabrik dan kendaraan bermotor. Jika hutan ditebang habis, maka
tidak ada mesin yang bisa menyerap sisa-sisa pembakaran. Sisasisa membakaran itu dapat meningkatkan pemanasan global.
Pemanasan global itu akan melelehkan gunung es di kutub.
akibatnya kota-kota di tepi pantai seperti Jakarta, Surabaya,
Singapura, Bangkok, dan lain-lainnya akan terendam air laut.
Jika hutan kita terus ditebang demi kepentingan ekonomi, maka
akan terjadi bahaya yang luar biasa hebatnya. Oleh sebab itu,
hutan harus kita selamatkan sekarang juga.
Persuasi diturunkan dari verba to persuade yang artinya membujuk, atau
menyarankan. Paragraf persuasi merupakan kelanjutan atau
pengembangan paragraf argumentasi. Persuasi mula-mula memaparkan
gagasan dengan alasan, bukti, atau contoh untuk meyakinkan pembaca.
Kemudian diikuti dengan ajakan, bujukan, rayuan, imbauan, atau saran
kepada pembaca. Beda argumentasi dengan persuasi terletak pada sasaran
yang ingin dibidik oleh paragraf tersebut. Argumentasi menitikberatkan
sasaran pada logika pembaca, sedangkan persuasi pada emosi/perasaan
pembaca Walaupun tidak melepaskan logika. Dengan kata lain, yang
digarap paragraf argumentasi adalah benar salahnya gagasan/pendapat.
Sementara itu, paragraf persuasi menggarap pembaca agar mau
mengikuti kehendak penulis.
Contoh:
Praktik berpidato memang luar biasa manfaatnya.
Pengalaman setiap kali praktik merupakan pengalaman batin
Yang sangat berharga. semakin sering praktik, baik dalam
berlatih maupun berpidato yang sesungguhnya, pengalaman
batin itu semakin banyak. Dari pengalamnn itu, pembicara
dapat menemukan cara-cara berpidato yang efektif dan memikat.
Semakin banyak daya pikat ditemukan dan semakin sering
diterapkan dalam praktik, semakin meningkat pula keterampilan
pembicara.
Tidak dapat disangkal bahwa praktik berpidato menjadi
semacam obat kuat untuk membangun rasa percaya diri. Bila
rasa percaya diri itu suduh semakin besar, pembicara dapat
tampil tenang tanpa digoda rasa malu, takut, dan
grogi.ketenangan inilah yang menjadi modal utama untuk
meraih keberhasilan
pidato. Oleh Karena itu, untuk
memperoleh keterampilan atau bahkan kemahiran berpidato,
anda harus melaksanakan praktik berpidato.
BAB VI
PERNALARAN
1. BEBERAPA PENGERTIAN
Pernalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubunghubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data
atau fakta yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Di sinilah
letaknya kerja pernalaran. Orang akan menerima data dan fakta yang benar dan
tentu saja akan menolak fakta yang belum jelas kebenarannya. Data yang
dapat dipergunakan dalam pernalaran untuk mencapai satu simpulan ini harus
berbentuk kalimat pernyataan. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan
sebagai data itu disebut proposisi.
.
1.1 Proposisi dan Term
Terlebih dahulu harus diketahui apa yang dimaksud term dalam
pernalaran. Term adalah kata atau kelompok kata yang dapat dijadikan subjek
atau predikat dalam sebuah kalimat proposisi.
Contoh:
Semua tebu manis.
Semua tebu adalah term.
manis adalah term.
Dalam kalimat Bumi adalah planet, kata bumi dan planet adalah term. Term
dan proposisi mempunyai hubungan yang erat. Proposisi adalah pernyataan tentang
hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi
adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang
membentuk kalimat.
Suatu proposisi mempunyai subjek dan predikat. Dengan demikian, proposisi
pasti berbentuk kalimat, tetapi tidak setiap kalimat dapat digolongkan ke dalam
proposisi. Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Kalimat
tanya, kalimat perintah, kalimat harapan, dan kalimat inversi tidak dapat disebut
proposisi. Kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya
menjadi kalimat berita yang netral.
Kalimat berikut ini bukan proposisi.
a) Bangsa burungkah ayam?
b)
Mudah-mudahan Indonesia menjadi negara makmur.
c)
Berdirilah kamu di pinggir pantai.
Kalimat-kalimat itu dapat diubah menjadi proposisi sebagai berikut
a)
Ayam adalah burung.
b)
Indonesia menjadi negara makmur.
c)
Kamu berdiri di pinggir pantai.
Dari uraian di atas ini dapat dikatakan bahwa proposis itu harus terdiri atas
subjek dan predikat yang masing-masing dapat diwujudkan dalam kelompoknya
sehingga dapat dilihat hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat.
Dalam hal hubungan kelompok subjek dan kelompok predikat dalam
proposisi, seorang ahli logika bangsa Swiss Euler, yang hidup pada abad XVIII
mengemukakan konsepnya dengan empat jenis proposisi dengan lima macam
posisi lingkaran. Lingkaran itu disebut Lingkaran Euler
Keempat jenis proposisi itu adalah sebagai berikut:
1. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek sama dengan perangkat yang
terdapat dalam predikat.
Semua S adalah semua P
Semua sehat adalah semua tidak sakit.
2. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek menjadi bagian dari
perangkat predikat.
Semua S adalah P
Semua sepeda beroda.
Sebaliknya, suatu perangkat predikat merupakan bagian dari perangkat
subjek.
Sebagian S adalah P
Sebagian binatang adalah kera.
3. Suatu perangkat yang tercakup dalam subjek berada di luar perangkat
predikat. Dengan kata lain, antara subjek dan predikat tidak terdapat relasi.
Tidak satu pun S adalah P
Tidak seorang pun manusia adalah binatang.
4. Sebagian perangkat yang tercakup dalam subjek berada di luar perangkat
predikat.
Sebagian S tidaklah P
Sebagian kaca tidaklah bening.
1.2 Jenis-Jenis Proposisi
Proposisi dapat dipandang dari empat kriteria, yaitu berdasarkan
bentuknya, berdasarkan sifatnya, berdasarkan kualitasnya, dan berdasarkan
kuantitasnya. Berdasarkan bentuknya, proposisi dapat dibagi atas proposisi tunggal
dan proposisi majemuk. Proposisi tunggal hanya mengandung satu pernyataan.
Contoh:
Semua petani harus bekerja keras.
Setiap pemuda adalah calon pemimpin.
Proposisi majemuk mengandung lebih dari satu pernyataan.
Contoh:
Semua petani harus bekerja keras dan hemat.
Proposisi majemuk ini sebenarnya terdiri atas dua proposisi, yaitu
Semua petani harus bekerja keras. dan
Semua petani harus hemat.
Berdasarkan sifatnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi kategorial dan
proposisi kondisional. Dalam proposisi kategorial, hubungan antara subjek dan
predikat terjadi dengan tanpa syarat.
Contoh:
Semua bemo beroda tiga.
Sebagian binatang tidak berekor.
Dalam proposisi kondisional, hubungan antara subjek dan predikat
terjadi dengan suatu syarat tertentu. Syarat itu harus dipenuhi atau diingat
sebelum peristiwa dapat berlang
Contoh:
Jika air tidak ada, manusia akan kehausan.
Proposisi ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian sebab dan bagian
akibat. Dalam proposisi jika tidak ada air, manusia akan kehausan unsur sebab
ialah jika air tidak ada dan unsur akibat ialah manusia akan kehausan. Unsur
sebab disebut anteseden dan unsur akibat disebut konsekuen. Anteseden sebuah
proposisi harus selalu mendahului konsekuen. Kalau urutannya dibalik, kalimat
itu bukanlah proposisi. Proposisi kondisional seperti di atas disebut proposisi
kondisional hipotesis. Di samping itu, ada pula proposisi kondisional disjungtif.
Proposisi kondisional disjungtif ini mengemukakan suatu alternatif atau
pilihan.
Contoh:
Amir Hamzah adalah seorang sastrawan atau pahlawan.
Berdasarkan kualitasnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi positif
(afirmatif) dan proposisi negatif. Proposisi positif (afirmatif) adalah proposisi yang
membenarkan adanya persesuaian hubungan antara subjek dan predikat.
Contoh:
`
Semua dokter adalah orang pintar.
Sebagian manusia adalah bersifat sosial.
Proposisi negatif adalah proposisi yang menyatakan bahwa antara subjek dan
predikat tidak mempunyai hubungan. Dengan kata lain, proposisi negatif
meniadakan hubungan antara subjek dan predikat.
Contoh:
Semua harimau bukanlah singa.
Sebagian orang jompo tidaklah pelupa.
Dalam proposisi kondisional hipotesis, pokok persoalan terletak pada
unsur konsekuennya. Kalau konsekuennya pos, tif, proposisi itu juga positif
(afirmatif). Kalau konsekuennya negatif, proposisi itu juga negatif. Unsur
anteseden tidak memberi pengaruh pada kualitas proposisi.
Contoh:
Jika hari panas, petani tidaklah bekerja. (negatif)
Jika hari tidak panas, petani menjadi senang (positif, afirmatif)
Berdasarkan kuantitasnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi universal
(umum) dan proposisi khusus. Pada pra posisi universal (umum), predikat
proposisi membenarkan atau mengingkari seluruh subjeknya.
Contoh:
Semua dokter adalah orang pintar.
Tidak seorang dokter pun adalah orang yang takpintar.
Semua gajah bukanlah kera.
Tidak seekor gajah pun adalah kera.
Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi universal ini ialah
a) universal afirmatif:
semua, setiap, tiap, masing-masing, apapun
b) universal negatif:
tidak satu pun, takseorang pun
Pada proposisi khusus, predikat proposisi hanya membenarkan atau
mengingkari sebagian subjeknya.
Contoh:
Sebagian mahasiswa gemar olahraga.
Tidak semua mahasiswa pandai bernyanyi.
Sebagian Pulau Jawa adalah Jawa Barat.
Tidak semua Pulau Jawa adalah Jawa Barat.
Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi khusus adalah kata sebagian,
sebahagian, banyak, beberapa, sering, kadang-kadang, dalam keadaan tertentu.
1.3 Bentuk-Bentuk Proposisi
Berdasarkan dua jenis proposisi, yaitu berdasarkan kualitas (positif dan negatif)
dan berdasarkan kuantitas (umum dan khusus) ditemukan empat macam
proposisi, yaitu
1} proposisi umum-positif; -- disebut proposisi A
2} proposisi umum-negatif; -- disebut proposisi E
3} proposisi khusus-positif; -- disebut proposisi I
4} proposisi khusus-negatif. -- disebut proposisi O
Proposisi umum-positif adalah proposisi yang predikatnya membenarkan
keseluruhan subjek. (A)
Contoh:
a) Semua mahasiswa adalah lulusan SMTA.
b) Semua karya ilmiah mempunyai daftar pustaka.
Proposisi umum-negatif adalah proposisi yang predikatnya mengingkari
keseluruhan subjek. (E)
Contoh:
a) Tidak seorang mahasiswa pun lulusan SMTP.
b) Tidak seekor gajah pun berekor enam.
Proposisi khusus-positif adalah proposisi yang predikatnya membenarkan
sebagian subjek. (I)
Contoh:
a) Sebagian mahasiswa adalah anak pejabat.
b) Sebagian perguruan tinggi dikelola oleh yayasan.
Proposisi khusus-negatif adalah proposisi yang predikatnya mengingkari
sebagian subjek. (O)
Contoh:
a) Sebagian mahasiswa tidak mempunyai mobil.
b) Sebagian perguruan tinggi tidak dikelola oleh yayasan,
2. PERNALARAN DEDUKTTF
Pernalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang
didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Simpulan yang
diperoleh tidak mungkin lebih umum daripada proposisi tempat menarik simpulan
itu. Proposisi tempat menarik simpulan itu disebut premis.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara
langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.
2.1 Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya,
konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan taklangsung.
Misalnya:
1.
Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2.
Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3.
Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
2.2 Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung
memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah
simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umun dan premis yang
kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu
premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah
tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin,
semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa
berakar serabut.
Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung
sebagai berikut.
a.
Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi
dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi
merupakan simpulan Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan
premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat
subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan
disebut term mayor.
Contoh:
Semua manusia bijaksana.
Semua polisi adalah manusia.
Jadi, semua polisi bijaksana.
Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung
antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme di atas
ialah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada
simpulan. Kalau term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua manusia tidak bijaksana.
Semua kera bukan rnanusia.
Jadi, (tidak ada simpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
a)
Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan
term penengah.
Contoh:
Semua atlet harus giat berlatih.
Gumawan adalah seorang atlet.
Gunawan harus giat berlatih.
Term minor
=
Gunawan.
Term mayor
=
harus giat berlatih.
Term menengah =
atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding,
dan dinding menempel di tiang. Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik
simpulan.
b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan
simpulan.
c)
Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua semut buknn ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah mancrsia.
d) Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e) Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh: Silakan Anda buat penalaran itu.
f) Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
g) Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h)
Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat
ditarik satu simpulan.
Contoh:
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . (tidak ada simpulan)
b.
Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi kondisional hipotesis.
Kalau premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya
membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulannya
juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan. Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai. Besi tidak
dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c.
Silogisme Alternatif
Silogisme altematif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa
proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternatif,
simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang profesor.
Dia adalah seorang kiai atau profesor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang profesor.
d.
Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme
yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah
diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan
simpulan.
Contoh:
Semua sarjana adalah orang cerdas.
Sarno adalah seorang sarjana.
jadi, Sarno adalah orang cerdas.
Dari silogisme int dapat ditarik satu entimen, yaitu "Sarno adalah orang
cerdas karena dia adalah seorang sarjana".
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam
sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya,
sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
1. Tidak ada wanita yang dapat menjadi sopir yang baik karena wanita itu
lebih perasa daripada laki-laki.
2. Mesin itu dapat menghitung. Jadi, ia dapat berpikir.
3. Pendapatmu ini bertentangan dengan pendapat orang banyak. Jadi, jelaslah
bahwa kamu yang salah.
3. PERNALARAN INDUKTIF
Penalaran induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataanpernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan kata
lain, simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus daripada pernyataan (premis).
Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut.
3.1 Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan
yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa "Lulusan sekolah
A pintar-pintar." Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai
pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
Sahib atau tidak sahihnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari halhal yang berikut.
1) Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan,
makin sahih simpulan yang diperoleh.
2) Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan
dihasilkan simpulan yang sahih.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai
sifat khusus tidak dapat dijadikan data.
3.2 Analogi
Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal
yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh:
Winda adalah lulusan akademi A.
Winda dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Haris adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan pernalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1) Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
2) Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
3.3 Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang
saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam
kehidupan kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun
dan jalan jalan becek. Ia kena penyakit kanker darah dan meninggal dunia.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, tiga hubungan antarmasalah, yaitu
sebagai berikut:
a. Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Di samping itu, hubungan ini dapat
pula berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa
yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan
penalaran seseorang untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat
pada suatu penyebab yang tidak jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau
kita melihat sebiji buah mangga jatuh dari batangnya, kita akan
memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu
ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari oleh
anak-anak. Pastilah salah satu kemungkinan itu yang menjadi penyebabnya.
Andaikata angin tiba-tiba bertiup (A), dan hujan yang tiba-tiba turun (B),
ternyata tidak sebuah mangga pun yang jatuh (E), tentu kita dapat
menyimpulkan bahwa jatuhnya buah mangga itu disebabkan oleh lemparan
anak-anak (C).
Pola seperti itu dapat kita lihat pada rancangan berikut.
Angin
hujan
lemparan mangga jatuh
(A)
(B)
(C)
(E)
angin,
hujan
mangga tidak jatuh
(A)
(B)
(E)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.
(C)
(E)
Pola-pola seperti itu sesuai pula dengan metode agreement yang
berbunyi sebagai berikut. Jika dua kasus atau lebih dalam satu gejala
mempunyai satu dan hanya satu kondisi yang dapat mengakibatkan sesuatu,
kondisi itu dapat diterima sebagai penyebab sesuatu tersebut.
teh, gula, garam
(P) ( Q) (R)
gula, lada, bawang
(Q) (S) (U)
Jadi, gula menyebabkan
menyebabkan kedatangan semut
(Y)
menyebabkan kedatangan semut
(Y)
kedatangan semut.
b. Akibat-Sebab
Akibat-sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter.
Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab, jadi mirip dengan
entimen. Akan tetapi, dalam penalaran jenis akibat-sebab ini, peristiwa sebab
merupakan simpulan.
c. Akibat-Akibat
Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya.
Peristiwa "akibat" langsung disimpulkan pada suatu "akibat" yang lain.
Contohnya adalah sebagai berikut.
Ketika pulang dari pasar, Ibu Heni melihat tanah di halamannya becek.
Ibu langsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti
basah.
Dalam kasus itu penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan. Pola
itu dapat dilihat seperti berikut ini.
hujan
menyebabkan tanah becek
(A)
(B)
hujan
menyebabkan kain jemuran basah
(A)
(C)
Dalam proses penalaran, "akibat-akibat", peristiwa tanah becek (B)
merupakan data, dan peristiwa kain jemuran basah (C) merupakan simpulan.
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
(B)
(C)
4. SALAH NALAR
Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang salah, keliru, atau
cacat disebut salah nalar. Salah nalar ini disebabkan oleh ketidaktepatan
orang mengikuti tata cara pikirannya. Apabila kita perhatikan beberapa
kalimat dalam bahasa Indonesia secara cermat, kadang-kadang kita temukan
beberapa pernyataan atau premis tidak masuk akal. Kalimat-kalimat yang seperti itu
disebut kalimat dari hasil salah nalar. Kalau kita pilah-pilah beberapa bentuk salah
nalar itu, kita dapat membagi salah nalar itu dalam beberapa macam, yaitu sebagai
berikut.
4.1 Deduksi yang Salah
Salah nalar yang disebabkan oleh deduksi yang salah merupakan salah nalar
yang amat sering dilakukan orang. Hal ini terjadi karena orang salah mengambil
simpulan dari suatu silogisme dengan diawali oleh premis yang salah atau tidak
memenuhi syarat.
Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
a.
Pak Marjo tidak dapat dipilih sebagai lurah di sini karena dia miskin.
b.
Bunga anggrek sebetulnya tidak perlu dipelihara karena bunga anggrek
banyak ditemukan dalam hutan.
c.
Dia pasti cepat mati karena dia menderita penyakit jantung.
4.2 Generalisasi Terlalu Luas
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung
generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan
yang diambil menjadi salah. Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai
berikut.
a.
Gadis Palangkaraya cantik-cantik.
b.
Kuli pelabuhan jiwanya kasar.
c.
Orang Banjarmasin pandai berdayung.
4.3 Pemilihan Terbatas pada Dua Alternatif
Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan
pemilihan "itu" atau "ini".
Beberapa contoh pernalaran yang salah seperti itu adalah sebagai berikut.
a. Engkau harus mengikuti kehendak ayah, atau engkau harus berangkat dari
rumah ini.
b. Dia membakar rumahnya agar kejahatannya tidak diketahui orang.
c. Engkau harus memilih antara hidup di Banjarmasin dengan serba kekurangan
dan hidup di kampung dengan menanggung malu.
4.4 Penyebab yang Salah Nalar
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga
mengakibatkan terjadi pergeseran maksud. Orang tidak menyadari bahwa yang
dikatakannya itu adalah salah. Beberapa contoh salah nilai yang termasuk jenis ini
adalah sebagai berikut.
a. Matanya buta sejak beberapa waktu yang lalu. Itu tandanya dia melihat gerhana
matahari total.
b. Sejak ia memperhatikan dan membersihkan kuburan para leluhurnya, dia
hamil.
c. Kalau ingin dikenal orang, kita harus memakai kacamata.
.
4.5 Analogi yang Salah
Salah nalar dapat terjadi apabila orang menganalogikan sesuatu dengan yang
lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian
persamaan pada segi yang lain.
Beberapa contoh jenis salah nalar seperti ini adalah sebagai berikut.
a. Sunarti, seorang alumni Universitas Lambung Mangkurat, dapat
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Oleh sebab itu, Dina, seorang alumni
Universitas Lambung Mangkurat, tentu dapat menyelesaikan tugasnya
dengan baik.
b. Pada hari Senin, langit di sebelah barat menghit am angin bertiup
kencang, dan tidak lama kemudian turun hujan. Pada hari Selasa, langit
sebelah barat menghitam, angin bertiup kencang, dan tidak lama
kemudian turun hujan. Pada hari Rabu, langit sebelah barat menghitam,
angin bertiup kencang. Hal ini menandakan bahwa tidak lama lagi
akan turun hujan.
4.6 Argumentasi Bidik Orang
Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang disebabkan oleh sikap
menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya. Dengan kata
lain, sesuatu itu selalu dihubungkan dengan orangnya. Beberapa contoh salah
nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
a. Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena
petugas keluarga berencana itu mempunyai anak enam orang.
b. Kamu tidak boleh kawin dengan Andre karena orang tua Andre itu
bekas penjahat.
c. Dapatkah dia memimpin kita kalau dia sendiri belum lama ini bercerai
dengan istrinya?
4.7 Meniru-niru yang Sudah Ada
Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang berhubungan dengan anggapan
bahwa sesuatu itu dapat kita lakukan kalau atasan kita melakukan hal itu.
Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
a. Peserta penataran boleh pulang sebelum waktuya karena para undangan
yang menghadiri acara pembukaan pun sudah pulang semua.
b. Siswa SMA seharusnya dibenarkan mempergunakan kalkulator ketika
menyelesaikan soal matematika sebab profesor pun menggunakan
kalkulator ketika menyelesaikan soal matematika.
4.8 Penyamarataan Para Ahli
Salah nalar ini disebabkan oleh anggapan orang tentang berbagai ilmu dengan
pandangan yang sama. Hal ini akan mengakibatkan kekeliruan mengambil
simpulan. Beberapa contoh salah nalar jenis ini adalah sebagai berikut.
a. Perkembangan sistem pelayaran kita dapat dibahas secara panjang lebar
oleh Parjono, seorang tukang kayu yang terkenal itu.
b. Pembangunan pasar swalayan itu sesuai dengan saran Tono, seorang ahli
di bidang perikanan.
BAB VII
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN
1. PEMAKAIAN HURUF
a. Huruf Abjad
Abjad dalam ejaan Nama
bahasa Indonesia
Aa
a
Bb
be
Cc
ce
Dd
de
Ee
e
Ff
ef
Gg
ge
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Jj
Kk
Ll
Mm
Nn
Oo
Pp
je
ka
el
em
en
o
pe
Ss
Tt
Uu
Vv
Ww
Xx
Yy
es
te
u
fe
we
eks
ye
Hh
Ii
ha
i
Qq
Rr
ki
er
Zz
zet
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf
a, e, i, o, dan u
Huruf vokal dalam bahasa
Indonesia terdiri atas huruf
a, e, i, o, dan u. Huruf
Vokal
a
e*
e
i
o
u
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
Di
Di
Tengah
Akhir
api
enak
emas
itu
oleh
ulang
c. Huruf Konsonan
Huruf konsonan dalam bahasa
Indonesia terdiri atas huruf-huruf b,
c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t,
v, w, x, y, dan z.
b
c
d
f
g
h
j
k
l
m
n
p
q**
r
s
t
v
w
x**
y
z
d. Huruf Diftong
padi
petak
kena
simpan
kota
bumi
lusa
sore
tipe
murni
radio
ibu
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal
Di
Di
Tengah
Akhir
bahasa
cakap
dua
fakir
guna
hari
jalan
kami
lekas
maka
nama
pasang
Quran
raib
sampai
tali
varia
wanita
xenon
yakin
zeni
sebut
kaca
ada
kafir
tiga
saham
manja
paksa
rakyat*
alas
kami
anak
apa
Furqan
bara
asli
mata
lava
bawa
payung
lazim
adab
abad
maaf
balig
tuah
mikraj
sesak
bapak*
kesal
diam
daun
siap
putar
lemas
rapat
juz
diftong yang dilambangkan
dengan ai, au, dan oi.
ai
au
oi
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah
Di Akhir
ain
syaitan
pandai
aula
saudara
harimau
boikot
amboi
e. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia ada empat
gabungan huruf konsonan, yaitu
kh, ng, ny, dan sy.
kh
ng
ny
sy
Contoh Pemakaian dalam Kata
di Awal
di Tengah
di Akhir
khusus
ngilu
nyata
syarat
akhir
bangun
hanyut
isyarat
tarikh
senang
arasy
f. Pemenggalan Kata *)
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a) Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di
antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah.
b) Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan
kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la
bukan
a-u-la
sau-da-ra
bukan
sa-u-da-ra
am-boi
bukan
am-b-oi
ba-pak
ba-rang
su-lit
la-wan
de-ngan
ke-nyang
mu-ta-khir
c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan
dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan
tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di
som-bong
swas-ta
cap-lok
Ap-ril
bang-sa
makh-luk
d) Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan
dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang
kedua.
Misalnya:
in-stru-men
ul-tra
in-fra
bang-krut
ben-trok
ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami
perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata
dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an
me-rasa-kan
mem-bantu
pergi-lah
Catatan:
a) Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b) Akhiran –i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung,
Bab V, Pasal E, Ayat 1.)
c) Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai
berikut.
Misalnya :
te-lun-juk
si-nam-bung
ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara
unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b,
1c, dan 1d di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
kilo-meter, ki-lo-me-ter
pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus
2. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
b. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal
kalimat.
Misalnya:
Dia mengantuk
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu belum selesai
1. Huruf kapital dipakai sebegai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
Adik bertanya,”Kapan kita pulang?”
Bapak menasihatkan,”Berhati-hatilah, Nak!”
“Kemrin engkau terlambat,”katanya.
“Besok pagi,” kata Ibu,”dia akan berangkat”.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang
berhubungan dengan nama,Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk
Tuhan.
Misalnya:
Allah
Alkitab
Islam
Yang Mahakuasa
Quran
Kristen
Yang Maha Pengasih
Weda
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hama-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahma
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dankeagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat
yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang
tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husen Sastranegera
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat
yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Misalnya:
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan
sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
Mesin diesel
7. Huruf kapital dipakasi sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
mengindonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,
dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
bulan Agustus
hari Natal
Perang Candu
tahun Hijriah
tarikh Masehi
bulan Maulid
hari Galungan
hari Jumat
hari Lebaran
9a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Asia Tenggara
Banyuwangi
Bukit Barisan
Cirebon
Danau Toba
Dataran Tinggi Dieng
Gunung Semeru
Jalan Diponegoro
Jazirah Arab
9b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak
menjadi unsur nama diri.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyeberangi selat
pergi ke arah tenggara
9c.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang
digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
10a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara,
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali
kata seperti dan.
Misalnya :
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972
10b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama
resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama
dokumen resmi.
Misalnya:
Menjadi sebuah republik
Beberapa badan hukum
Kerja sama antara pemerintah dan rakyat
Menurut undang-undang yang berlaku
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang
sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua
unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan
judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang
tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,
pangkat, dan sapaan.
Misalnya:
Dr.
M.A.
S.H.
S.S.
Prof.
Tn.
Ny.
Sdr.
S.Sos.I
doktor
master of arts
sarjana hukum
sarjana sastra
profesor
tuan
nyonya
saudara
sarjana sosial islam
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang
dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto.
Adik bertanya,”Itu apa, Bu?”
Surat Saudara sudah saya terima.
“Silakan duduk, Dik!” kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima.
b. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah,
dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau
ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi „pandangan dunia‟.
Tetapi: Negara itu telah mengalami empat kudeta.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring
diberi satu garis di bawahnya.
3. PENULISAN KATA
a. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Ibu percaya bahwa engkau tahu.
Kantor pajak penuh sesak.
Buku itu sangat tebal
b. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergeletar
dikelola
penetapan
menengok
mempermainkan
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan
garis bawahi
menganak sungai
sebar luaskan
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan
tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
mengggarisbawahi
menyebarluaskan
dilipatgandakan
penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan
kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati
mahasiswa
aerodinamika
mancanegara
Catatan:
a. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di
antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-indonesia
pan-frikanisme
b. Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang
bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih
c. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkat dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak
biri-biri
buku-buku
bumiputra-bumiputra
centang-perenang
hati-hati
hulubalang-hulubalang
kuda-kuda
kupu-kupu
kura-kura
laba-laba
mata-mata
sia-sia
undang-undang
gerak-gerik
huru-hara
lauk- pauk
mondar-mandir
porak-poranda
ramah-tamah
sayur-mayur
d. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim sebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsurunsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar
orang tua
kambing hitam
persegi panjang
model linear
mata pelajaran
simpang empat
meja tulis
kereta api cepat luar biasa
rumah sakit umum
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang
mungkin menimbulkan
kesalahan
pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk
menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar
ibu-bapak kami
anak-istri saya
watt-jam
3. Gabungan kata berikut ditulis serannngkai.
Misalnya:
acapkali
manakala
adakalanya
manasuka
akhirulkalam
mangkubumi
alhamdulillah
matahari
astagfirullah
olahraga
bagaimana
padahal
barangkali
paramasastra
beasiswa
peribahasa
belasungkawa
puspawarna
bilamana
radioaktif
bismillah
saptamarga
bumiputra
saputangan
daripada
saripati
darmabakti
sebagaimana
darmasiswa
sediakala
darmawisata
segitiga
dukacita
sekalipun
halalbihalal
silaturahmi
hulubalang
sukacita
kacamata
sukarela
kasatmata
sukaria
kepada
syahbandar
keratabasa
titimangsa
kilometer
wasalam
e. KATA GANTI -ku, kau-, -mu, dan –nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
f. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di
dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada
dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam semalam di sini.
Di mana Siti sekarang?
Mereka ada di rumah.
Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Ke mana saja ia selama ini?
Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan.
Mari kita berangkat ke pasar.
Saya pergi ke sana-sini mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.
Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad.
Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966.
Bawa kemari gambar itu.
Kemarikan buku itu.
Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu
g. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
h. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke
rumahku.
Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Catatan:
Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun,
sungguhpun, dan walaupun ditulis serangkai.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga akan dicobanya.
Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaan dapat dijadikan pegangan.
Walaupun miskin, ia selalu gembira.
3. Partikel per yang berarti „mulai‟, „demi‟, dan „tiap‟ ditulis terpisah dari bagian
kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
Harga kain ini Rp2.000,00 per helai.
i. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pengkat diikuti dengan
tanda titik.
Misalnya:
A.S. Kramawijaya
Muh. Yamin
Suman Hs.
Sukanto S.A.
B. M.Sc.
master of science
S.E.
sarjana ekonomi
S.Kar
sarjana karawitan
S.K.M.
sarjana kesehatan masyarakat
Bpk.
Bapak
Sdr.
Saudara
Kol.
Kolonel
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR
Dewan Perwakilan Rakyat
PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia
GBHN
Garis-Garis Besar Haluan Negara
SMTP
sekolah menengah tingkat pertama
PT
perseroan terbatas
KTP
kartu tanda pengenal
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya
dll.
dan lain-lain
dsb.
dan sebagainya
dst.
dan seterusnya
hlm.
halaman
sda.
sama dengan atas
yth.
yang terhormat
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda titik.
Cu
kuprum
TNT
trinitrotoluena
cm
sentimeter
kVA
kilovolt-ampere
l
liter
kg
kilogram
Rp
rupiah
2. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan
sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI
Angkatan Bersenjata Republik
LAN
Indonesia
PASI
Lembaga Administrasi Negara
IKIP
Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
SIM
Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Surat izin mengemudi
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata ditulis denganjuruf awal huruf kapital.
Misalnya:
Akabri
Akademi Angkatan Bersenjata
Bappenas
Republik Indonesia
Iwapi
Badan Perencanaan Pembangunan
Kowani
Nasional
Sespa
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kongres Wanita Indonesia
Sekolah Staf Pimpinan Administras
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis
dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu
pemilihan umum
radar
radio detecting and ranging
rapim
rapat pimpinan
rudal
peluru kendali
tilang
bukti pelanggaran
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang
lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia
yang lazim.
j . Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab
: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi
: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100),
D (500), M (1000), V (5 000), M (1.000.000)
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, bobot, luas, dan isi,
(ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. Misalnya:
0,5 sentimeter
1 jam 20 menit
5 kilogram
pukul 15.00
4 meter persegi
tahun 1928
10 liter
17 Agustus 1945
Rp5.000,00
50 dolar Amerika
US$3.50*
10 paun Inggris
$5.10
100 yen
Y100
10 persen
2.000 rupiah
27 orang
* Tanda titik di sini merupakan tanda decimal
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar pada alamat.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka dingunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a. Bilangan utuh Misalnya:
dua belas
12
dua puluh dua
22
dua ratus dua puluh dua
222
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah
tiga perempat
seperenam belas
tiga dua pertiga
seperseratus
½
¾
1
/16
satu persen
satu permil
satu dua persepuluh
/100
1%
1‰
1,2
2
3 /3
1
6 . Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya:
Paku Buwono X
Paku Buwono ke-10
Paku Buwono kesepuluh
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang
berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
Tahun ’50-an
atau
Tahun lima puluhan
Uang 5000-an
atau
Uang lima ribuan
Uang lima 1000-an
atau
Uang lima seribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan,
seperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya:
Amir menononton drama itu sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan
5 orang memberikan suara blangko. Kendaraan yang ditempuh untuk
pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.
Bukan:
15 orang tewas dalam kecelakaan itu.
250 orang tamu diundang Pak Darmo.
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian
supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Bukan:
Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai.
Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus
sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan
puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
4. PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai
bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta,
Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya unsur
pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.
Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa
Indonesia,
seperti reshuffle, shuttle cock, l’exploitation de l’homme par
l’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi
pengucapannya masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya
diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan
dengan bentuk asalnya.
5. PEMAKAIAN TANDA BACA
a. Tanda Titik (.)
1 .Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Hari ini tanggal 6 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
2 . Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
atau daftar.
Misalnya:
a .III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. …
b 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau
ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan
angka atau huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Pustaka.
6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6b. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan
atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD‟45)
Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat
atau (2) nama dan
alamat pengirim surat. Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
1 April 1991
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif 43
Palembang
Kantor Penempatan Tenaga
Jalan Cikini 71
Jakarta
b. Tanda Koma (,)
1a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan. Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
Satu, dua, … tiga!
2a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi,
lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi.
Misalnya:
… Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
… Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan
dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata Ibu,”Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekali,” kata Ibu,”karena kamu lulus.”
7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang
ditulis berurutan.
Misalnya:
Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Surabaya, 10 Mei 1960
Kuala Lumpur, Malaysia
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia, jilid 1
dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dlam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang
(Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau
marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan
sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, bab V, Pasal F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti
latihan paduan suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit
tanda koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
13.
Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca–di belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang
bersungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan
pengembangan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
14.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
c. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik
menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan
siaran “Pilihan Pendengar”.
d. Tanda Titik Dua
1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi umum dan jurusan ekonomi
perusahaan.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan ayng memerlukan
pemerian.
Misalnya:
a. Ketua
: Ahmad Wijaya
Sekretaris
: S. Handayani
Bendahara
: B. Hartawan
b. Tempat
: Ruang 104
Sidang
: Bambang S.
Pengantar
: Senin
Acara
: 09.30
Hari
Waktu
3.
Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara
bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegero, Sutomo. 1968. Tjukupkah Saudara Membina Bahasa
Persatuan Kita? Djakarta: Eresco.
e. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada ju-ga cara yang baru.
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan …
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak …
Atau
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan …
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak …
Bukan
Beberapa pendapat mengenai masalah i-tu telah disampaikan …
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-u beranjak …
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-ngukur kelapa.
Senjata ini merupakan alat pertahan-an yang canggih.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada
pangkal baris.
3. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula,
dan tidak dipakai pada teks karangan.
4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian
kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi
dua puluh lima-ribuan (20 5000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluh-lima-ribuan (1 25000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an,
dan (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama
jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia
se-Jawa Barat
hadiah ke-2
tahun 50-an
mem-PHK-kan
hari-H
sinar-X
Menteri-Sekretaris Negara
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash
pen-tackle-an
f. Tanda Pisah (-)
1. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
di luar bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu–saya yakin akan tercapai–diperjuangkan oleh
bangas itu sendiri.
2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain
sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan
atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti „sampai‟.
Misalnya:
1910–1945
Tanggal 5–10 April 1970
Jakarta–Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung
tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
g. Tanda Elipsis (…)
1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian
yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat
buah titik; tiga buah unuk menandai penghilangan teks dan satu untuk
menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ….
h. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat
yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1683. (?)
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
i. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan
atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun
rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya.
Merdeka!
j. Tanda Kurung ((…))
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan)
kantor itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di
Bali) ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru
dalam pasaran dalam negeri.
3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan
keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c)
modal.
k. Tanda Kurung Siku ([…])
1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda
itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di
dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan keuda proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35–38] tidak
dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.
l. Tanda Petik (“…”)
1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaan dan
naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat.
Misalnya:
Bacalah ”Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi
di SMA” diterbitkan dalam Tempo.
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara ”coba dan ralat” saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama
“cutbrai”.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda
petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada
ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu
ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
m. Tanda Petik Tunggal („…‟)
1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi „kring-kring‟ tadi?”
“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku,‟Ibu, Bapak
pulang‟, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Hamdan.
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata
ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J).
Misalnya:
feed-back „balikan‟
n. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat II/10
tahun anggaran 1985/1986
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap.
Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp150,00/lembar
o. Tanda Penyingkat atau Apostrof („)
Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau
bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali ‟kan kusurati. („kan = akan)
Malam „lah tiba. („lah = telah)
1 Januari ‟88 (‟88 = 1988)
BAB VIII
KETENTUAN PEMBENTUKAN ISTILAH
1. PEDOMAN PEMBENTUKAN ISTILAH
a. Istilah dan Tata Istilah
Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambing dan yang
dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang
khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Tata istilah
(terminologi) adalah perangkat asas dan ketentuan pembentukan istilah serta
kumpulan istilah yang dihasilkannya.
Misalnya:
Anabolisme pasar modal
Demokrasi pemerataan
Laik terbang perangkap electron
b. Istilah Umum dan Istilah Khusus
Istilah umum adalah istilah yang berasal dari bidang tertentu, yang karena dipakai
secara
Misalnya:
Anggaran belanja penilaian
Daya radio
Nikah takwa
Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.
Misalnya:
Apendektomi kurtosis
Bipatride pleistosen
c. Persyaratan Istilah yang Baik
Dalam pembentukan istilah perlu diperhatikan persyaratan dalam pemanfaatan
kosakata bahasa Indonesia yang berikut.
o Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling tepat untuk
mengungkapkan konsep termaksud dan yang tidak menyimpang dari
makna itu,
o Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang paling singkat di antara
pilihan yang tersedia yang mempunyai rujukan sama.Istilah yang dipilih
adalah kata atau frasa yang bernilai rasa (konotasi) baik.
o Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang sedap didengar(eufonik).
o Istilah yang dipilih adalah kata atau frasa yang bentuknya seturut kaidah
bahasa Indonesia.
d. Nama dan Tata Nama
Nama adalah kata atau frasa yang berdasarkan kesepakatan menjadi tanda
pengenal benda, orang, hewan, tumbuhan, tempat, atau hal. Tata nama
(nomenklatur) adalah perangkat peraturan penamaan dalam bidang ilmu tertentu,
seperti kimia dan biologi, beserta kumpulan nama yang dihasilkannya.
Misalnya:
aldehida Primat
natrium klorida oryza sativa
2. PROSES PEMBENTUKAN ISTILAH
a. Konsep Ilmu Pengetahuan dan Peristilahannya
Upaya kecendikiaan ilmuan (scientist) dan pandit (scholar) telah dan terus
menghasilkan konsep ilmiah, yang pengungkapannya dituangkan dalam perangkat
peristilahan. Ada istilah yang sudah mapan dan ada pula istilah yang masih perlu
diciptakan. Konsep ilmiah yang sudah dihasilkan ilmuwan dan pandit Indonesia
dengan sendirinya mempunyai istilah yang mapan. Akan tetapi, sebagian besar
konsep ilmu pengetahuan modern yang dipelajari, digunakan, dan dikembangkan
oleh pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia datang dari luar negeri
dan sudah dilambangkan dengan istilah bahasa asing. Di samping itu, ada
kemungkinan bahwa kegiatan ilmuwan dan pandit Indonesia akan mencetuskan
konsep ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang sama sekali baru sehingga
akan diperlukan penciptaan istilah baru.
b. Bahan Baku Istilah Indonesia
Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosakata yang lengkap
dan tidak memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan, atau rekacipya yang
baru. bahasa Inggris yang kini dianggap bahasa internasional utama, misalnya,
pernah menyerap kata dan ungkapan dari bahasa Yunani, Latin, Prancis, dan
bahasa lain, yang jumlahnya hampir tiga perlima dari seluruh kosakatanya.
Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari berbagai sumber,
terutama dari tiga golongan bahasa yang penting, yakni (1) bahasa Indonesia,
termasuk unsure serapannya, dan bahasa Melayu, (2) bahasa Nusantara yang
serumpun, termasuk bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahsa asing, seperti bhasa Inggris
dan bahasa Arab.
c. Pemantapan Istilah Nusantara
Istilah yang mengungkapkan konsep hasil galian ilmuwan dan pandit
Indonesia, seperti bhinneka tunggal ika, batik, banjar, sawer, gunungan, dan
pamor, telah lama diterima secara luas sehingga dapat dimantapkan dan hasilnya
dikodifikasi.
d. Pemadanan Istilah
Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, dan jika perlu ke
salah satu bahasa serumpun, dilakukan lewat penerjemahan, penyerapan, atau
gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demi keseragaman, sumber rujukan
yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pemakaiannya bersifat internasional
karena sudah dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya. Penulisan istilah
serapan itu dilakukan dengan atau tanpa penyesuaian ejaannya berdasarkan kaidah
fonotaktik, yakni hubungan urutan bunyi yang diizinkan dalam bahasa Indonesia.
1) Penerjemahan Langsung
Istilah Indonesia dapat dibentuk lewat penerjemahan berdasarkan
kesesuaian makna tetapi bentuknya tidak sepadan.
Misalnya:
Supermarket pasar swalayan
Merger gabungan usaha
Penerjemahan dapat pula dilakukan berdasarkan kesesuaian bentuk dan makna.
Misalnya:
Bonded zone kawasan berikat
Skyscraper pencakar langit
Penerjemahan istilah asing memiliki beberapa keuntungan. Selain
memperkaya kosakata Indonesia dengan sinonim, istilah terjemahan juga
meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia. Jika timbul kesulitan dalam
penyerapan istilah asing yang bercorak Anglo-Sakson karena perbedaan antara
lafal dan ejaannya, penerjemahan merupakan jalan keluar terbaik. Dalam
pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan pedoman berikut.
a. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan dengan satu kata.
Misalnya :
Psychologist ahi psikologi
Medical practitioner dokter
b. Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah Indonesia
bentuk positif, sedangkan istilah dalam bentuk negatif diterjemahkan ke dalam
istilah Indonesia bentuk negatif pula.
Misalnya :
Bound form bentuk terikat (bukan bentuk takbebas)
Illiterate niraksara
Inorganic takorganik
c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya dipertahankan
pada istilah terjemahannya.
Misalnya :
Merger (nomina) gabung usaha (nomina)
Transparent (adjektiva) bening (adjektiva)
(to) filter (verba) menapis (verba)
d. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural,pemarkah
tejamakannya ditanggalkan pada istilah Indonesia.
Misalnya :
Alumni lulusan
Master of ceremonies pengatur acara
Charge d’affaires kuasa usaha
2). Penerjemahan dengan Perekaan
Adakalanya upaya pemadanan istilah asing perlu dilakukan dengan
menciptakan isti-lah baru. Istilah factoring, misalnya, sulit diterjemahkan atau
diserap secara utuh. Dalam khazanah kosakata bahasa Indonesia/Melayu terdapat
bentuk anjak dan piutang yang menggambarkan pengalihan hak menagih utang.
Lalu, direka istilah anjak piu-tang sebagai padanan istilah factoring. Begitu pula
pemadanan catering menjadi jasa boga dan invention menjadi rekacipta diperoleh
lewat perekaan.
3). Penyerapan Istilah
Penyerapan istilah asing untuk menjadi istilah Indonesia dilakukan
berdasarkan hal-hal berikut.
a. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa asing
dan bahasa Indonesia secara timbal balik (intertranslatability) mengingat
keperluan masa depan.
b. Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks asing oleh
pembaca Indonesia karena dikenal lebih dahulu.
c. Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika dibandingkan dengan
terjemahan Indonesianya.
d. Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan antarpakar jika
padanan terjemahannya terlalu banyak sinonimnya.
e. Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena tidak
mengandung konotasi buruk.
Proses penyerapn istilah asing, dengan mengutamakan bentuk visualnya,
dilakukan dengan cara yang berikut.
a. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan dan lafal
Misalnya :
Camera …… kamera
Microphone….. mikrofon
System…… sistem
b. Penyerapan dengan penyesuaian ejaan tanpa penyesuaian lafal
Misalnya :
Design….. desain
File …..fail
Science…. sains
c. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan, tetapi dengan penyesuaian lafal
Misalnya :
Bias……bias
Nasal …..nasal
Radar …..(radio detecting radar and ranging)
d. Penyerapan tanpa penyesuaian ejaan dan lafal
1) Penyerapan istilah asing tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika
ejaan dan lafal istilah asing itu tidak berubah dalam banyak bahasa modern,
istilah itu dicetak dengan huruf miring.
Misalnya :
Allegro moderato divide et impera
Aufklarung dulce et utile
Status quo in vitro
Esprit de corps vis-à-vis
2) Penyerapan istilah tanpa penyesuaian ejaan dan lafal dilakukan jika istilah
itu juga dipakai secara luas dalam kosakata umum, istilah itu tidak ditulis
dengan huruf miring (dicetak dengan huruf tegak).
Misalnya :
Golf ……golf
Internet…. internet
Lift …..lift
Orbit……. orbit
Sonar…… (sound navigation and ranging) suara
4). Penyerapan Afiks dan Bentuk Terikat Istilah Asing
a). Penyesuaian Ejaan Prefiks dan Bentuk Terikat
Prefiks asing yang bersumber pada bahasa Indo-Eropa dapat
dipertimbangkan pemakaiannya di dalam peristilahan Indonesia setelah
disesuaikan ejaannya. Prefiks asing itu, antara lain, ialah sebagai berikut.
a-, ab-, abs- („dari‟, „menyimpang dari‟, „menjauhkan dari‟) tetap a-, ab-, abs
amoral amoral
abnormal abnormal
abstract abstrak
a-, an- „tidak, bukan, tanpa‟ tetap a-, an
anemia anemia
aphasia afasia
aneurysm aneurisme
ad-, ac- „ke‟, „berdekatan dengan‟, „melekat pada‟, menjadi ad-, ak
adhesion adhesi
acculturation akulturasi
am-, amb- „sekeliling‟, „keduanya‟ tetap am-, amb
ambivalence ambivalensi
amputation amputasi
ana-, an- „ke atas‟, „ke belakang‟, „terbalik‟ tetap ana-, an
anabolism anabolisme
anatropous anatrop
ante- „sebelum‟, „depan‟ tetap ante
antediluvian antediluvian
anterior anterior
anti-, ant- „bertentangan dengan‟ tetap anti-, ant
anticatalyst antikatalis
anticlinal antiklinal
antacid antacid
apo- „lepas, terpisah‟, „berhubungan dengan‟ tetap apo
apochromatic apokromatik
apomorphine apomorfin
aut-, auto- „sendiri‟,‟bertindak sendiri‟ tetap aut-, auto
autarky autarki
autostrada autostrada
bi- „pada kedua sisi‟, „dua‟ tetap bi
biconvex bikonveks
bisexual biseksual
cata- „bawah‟, „sesuai dengan‟ menjadi kata
cataclysm kataklisme
catalyst katalis
co-, com-, con- „dengan‟, „bersama-sama‟, „berhubungan dengan‟ menjadi ko-,
kom-, kon
coordination koordinasi
commission komisi
concentrate konsentrat
contra- ‘menentang‟, „berlawanan‟ menjadi kontra
contradiction kontradiksi
contraindication kontraindikasi
de- „memindahkan‟, „mengurangi‟ tetap dededehydration dehidrasi
devaluation devaluasi
di- „dua kali‟, „mengandung dua…‟ tetap
didichloride diklorida
dichromatic dikromatik
dia- „melalui‟, „melintas‟ tetap dia
diagonal diagonal
diapositive diapositif
dis- „ketiadaan‟, „tidak‟ tetap dis
disequilibrium disekuilibrium
disharmony disharmoni
eco- „lingkungan‟ menjadi eko
ecology ekologi
ecospecies ekospesies
em-, en- „dalam‟, „di dalam‟ tetap em-, en
empathy empati
encenphalitis ensenfalitis
endo- „di dalam‟ tetap endo
endoskeleton endoskeleton
endothermal endotermal
epi- „di atas‟, „sesudah‟ tetap epi
epigone epigon
epiphyte epifit
ex- „sebelah luar‟ menjadi
eksexclave eksklave
exclusive eksklusif
exo-, ex- „sebelah luar‟, „mengeluarkan‟ menjadi ekso-,
eksexoergic eksoergik
exogamy eksogami
extra- „di luar‟ menjadi ekstra
extradition ekstradisi
extraterrestrial ekstraterestrial
hemi- „separuh‟, „setengah‟ tetap hemi
hemihedral hemihedral
hemisphere hemisfer
hemo- „darah‟ tetap hemo
hemoglobin hemoglobin
hemolysis hemolisis
hepta- „tujuh‟, „mengandung tujuh…‟ tetap hepta
heptameter heptameter
heptarchy heptarki
hetero- „lain‟, „berada‟ tetap hetero
heterodox heterodoks
heterophyllous heterofil
hexa- „enam‟, „mengandung enam…‟ menjadi heksahexachloride
heksaklorida
hexagon heksagon
hyper- „di atas‟, „lewat‟, „super‟ menjadi hiperhyperemia
hiperemia
hypersensitive hipersensitif
hypo- „bawah‟, „di bawah‟ menjadi hipohipoblast
hipoblas
hypochondria hipokondria
im-, in-, il- „tidak‟, „di dalam‟, „ke dalam‟ tetap im-, in-, ilimmigration
imigrasi
induction induksi
illegal ilegal
infra- „bawah‟, „di bawah‟, „di dalam‟ tetap infrainfrasonic
infrasonik
infraspecific infraspesifik
inter- „antara‟, „saling‟ tetap interinterference
interferensi
international internasional
intra- „di dalam‟, „di antara‟ tetap intraintradermal
intradermal
intracell intrasel
intro- „dalam‟, „ke dalam‟ tetap intro23
introjections introjeksi
introvert introvert
iso- „sama‟ tetap isoisoagglutinin
isoaglutinin
isoenzyme isoenzim
meta- „sesudah‟, „berubah‟, „perubahan‟ tetap metametamorphosis
metamorfosis
metanephros metanefros
mono- „tunggal‟, „mengandung satu‟ tetap monomonodrama
monodrama
monoxide monoksida
pan-, pant/panto- „semua‟, „keseluruhan‟ tetap pan-, pant-, pantopanacea
panasea
pantisocracy pantisokrasi
pantograph pantograf
para- „di samping‟, „erat berhubungan dengan‟, „hampir‟ tetap paraparaldehyde
paraldehida
parathyroid paratiroid
penta- „lima‟, „mengandung lima‟ tetap pentapentahedron
pentahedron
pentane pentane
peri- „sekeliling‟, „dekat‟, „melingkupi‟ tetap periperihelion
perihelion
perineurium perineurium
poly- „banyak‟, „berkelebihan‟ menjadi polipolyglotism
poliglotisme
polyphagia polifagia
pre- „sebelum‟, „sebelumnya‟, „di muka‟ tetap prepreabdomen
preabdomen
premature premature
pro- „sebelum‟, „di depan‟ tetap proprothalamion
protalamion
prothorax protoraks
proto- „pertama‟, „mula-mula‟ tetap protoprotolithic
protolitik
prototype prototipe
pseudo-, pseudo- „palsu‟ tetap pseudo-, pseudopseudomorph
pseudomorf
pseudepigraphy pseudepigrafi
quasi- „seolah-olah‟, „kira-kira‟ menjadi kuasiquasihistorical kuasihistoris
quasi-legislative kuasilegislatif
re- „lagi‟, „kembali‟ tetap rereflection
refleksi
rehabilitation rehabilitasi
retro- „ke belakang‟, „terletak di belakang‟ tetap retroretroflex
retrofleks
retroperitoneal retroperitoneal
semi- „separuhnya‟, „sedikit banyak‟, „sebagian‟ tetap semisemifinal
semifinal
semipermanent semipermanen
sub- „bawah‟, „di bawah‟, „agak‟, „hampir‟ tetap subsubfossil
subfosil
submucosa submukosa
super-, sur- „lebih dari‟, „berada di atas‟ tetap super-, sursuperlunar
superlunar
supersonic supersonik
surrealism surealisme
supra- „unggul‟, „melebihi‟ tetap suprasupramolecular
supramolekular
suprasegmental suprasegmental
syn- „dengan‟, „bersama-sama‟, „pada waktu‟ menjadi sinsyndesmosis
sindesmosis
synesthesia sinestesia
tele- „jauh‟, „melewati‟, „jarak‟ tetap teletelepathy
telepati
telescope teleskop
trans- „ke/di seberang‟, „lewat‟, „mengalihkan‟ tetap transtranscontinental
transkontinental
transliteration transliterasi
tri- „tiga‟ tetap tritrichromat
trikromat
tricuspid tricuspid
ultra- „melebihi‟, „super‟ tetap ultraultramodern
ultramodern
ultraviolet ultraviolet
uni- „satu‟, „tunggal‟ tetap uniunicellular
uniseluler
unilateral unilateral
b). Penyesuaian Ejaan Sufiks
Sufiks asing dalam bahasa Indonesia diserap sebagai bagian kata berafiks
yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap secara
utuh di samping kata standar, implemen, dan objek. Berikut daftar kata bersufiks
tersebut.
-aat (Belanda) menjadi -at
Advocaat advokat
Plaat pelat
Tractaat traktat
-able, -ble (Inggris) menjadi -bel
Variable variabel
Flexible flexible
-ac (Inggris) menjadi -ak
Maniac maniak
Cardiac kardiak
Almanac almanac
-age (Inggris) menjadi -ase
Sabotage sabotase
Arbitrage arbitrase
Percentage persentase
-air (Belanda), -ary (Inggris) menjadi -er
Complementair, complementary komplementer
Primair, primary primer
Secundair, secondary sekunder
-al (Inggris) menjadi -al
Credential kredensial
Minimal minimal
Mational nasional
-ance, -ence (Inggris) menjadi -ans, -ens
Ambulance ambulans
Conductance konduktans
Termophosphorescence termosfosforensens
Thermoluminescence termoluminesens
-ancy, -ency (Inggris) menjadi –ansi, -ensi
Efficiency efisiensi
Frequency frekuensi
Relevancy relevansi
-anda, -end, -andum, -endum (Belanda, Inggris) menjadi -anda, -en, -andum, endum
Propaganda propaganda
Divindend dividen
Memorandum memorandum
Referendum referendum
-ant (Belanda, Inggris) menjadi -an
Accountant akuntan
Informant informan
Dominant dominan
-ar (Inggris) menjadi -ar, -er
Curricular kurikuler
Solar solar
-archie (Belanda), -archy (Inggris) menjadi -arki
Anarchie, anarchy anarki
Monarchie, monarchy monarki
-ase, -ose (Inggris) menjadi -ase, -osa
Amylase amilase
Dextrose dekstrosa
-asme (Belanda), asm (Inggris) menjadi -asme
Sarcasm, sarcasm sarkasme
Pleonasme, pleonasm pleonasme
-ate (Inggris) menjadi -at
Emirate emirat
Private privat
-atie (Belanda), -(a)tion (Inggris) menjadi -(a)si
Actie, action aksi
Publicatie, publication publikasi
-cy (Inggris) menjadi -asi, -si
Accountancy akuntansi
Accuracy akurasi
-eel (Belanda) yang tidak ada padanan dalam bahasa Inggris menjadi -el
Materieel materiel
Moreel morel
Principieel prinsipiel
-eel, aal (Belanda), -al (Inggris) menjadi -al
Formeel, formal formal
Ideaal, ideal ideal
Materiaal,material material
-et, ette (Inggris) menjadi -et
Duet duet
Cabinet kabinet
Cassette kaset
-eur (Belanda), -or (Inggris) menjadi -ur
Amateur amatir
Importeur importer
-eur (Belanda) menjadi -ur
Conducteur, conductor kondektur
Directeur, director direktur
Inspecteur, inspector inspektur
-eus (Belanda) menjadi -us
Mesterieus misterius
Serieus serius
-ficatie (Belanda), -fication (Inggris) menjadi -fikasi
Specificatie, specification spesifikasi
Unificatie, unification unifikasi
-fiek (Belanda), -fic (Inggris) menjadi -fik
Specifiek, specific spesifik
Honofifiek, honorific honorific
-iek (Belanda), -ic, -ique (Inggris) menjadi -ik
Perodiek, periodic periodik
Numeriek, numeric numerik
Uniek, unique unik
Techniek, technique teknik
-isch (Belanda), -ic, -ical (Inggris) menjadi -is
Optimistisch, optimistic optimistis
Allergisch, allergic alergis
Symbolisch, symbolical simbolis
Practisch, practical praktis
-icle (Inggris) menjadi -ikel
Article artikel
Particle partikel
-ica (Belanda), -ics (Inggris) menjadi –ika, -ik
Mechanica, mechanics mekanika
Phonetics fonetik
-id, -ide (Inggris) menjadi –id, -ida
Chrysalid krisalid
Oxide oksida
Chloride klorida
-ief (Belanda), -ive (Inggris) menjadi -if
Demonstratief, demonstrative demonstratif
Descriptief, descriptive deskriptif
Depressief, depressive depresif
-iel (Belanda), -ile, -le (Inggris) menjadi -il
Kawrtiel, quartile kuartil
Percentile, percentile persentil
Stabile, stable stabil
-iet (Belanda), -ite (Inggris) menjadi -it
Favorite, favorite favorit
Dolomite, dolomite dolomit
Stalactite, stalactite stalaktit
-in (Inggris) menjadi -in
Penicillin penisilin
Insulin insulin
Protein protein
-ine (Inggris) menjadi –in, -ina
Cocaine kokain
Quarantine karantina
-isatie (Belanda), -ization (Inggris) menjadi -isasi
Naturalisatie, naturalization naturalisasi
Socialisatie, socialization sosialisasi
-isme (Belanda), -ism (Inggris) menjadi -isme
Expressionism, expressionism ekspresionisme
Modernism, modernism modernism
-ist (Belanda, Inggris) menjadi -is
Extremist ekstremisme
Receptionist resepsionis
-iteit (Belanda), -ity (Inggris) menjadi -itas
Faciliteit, facility falisitas
Realiteit, reality realitas
-logie (Belanda), -logy (Inggris) menjadi -logi
Analogie, analogy analogi
Technologie, technology teknologi
-loog (Belanda), -logue (Inggris) menjadi -log
Catalog, catalogue katalog
Dialog, dialogue dialog
-lyse (Belanda), -lysis (Inggris) menjadi -lisis
Analyse, analysis analisis
Paralyse, paralysis paralisis
-oide (Belanda), -oid (Inggris) menjadi -oid
Anthropoide, anthropoid antropoid
Metalloide, metalloid metaloid
-oir(e) (Belanda) menjadi -oar
Repertoire repertoar
Trottoir trotoar
-or (Inggris) menjadi -or
Corrector korektor
Dictator dictator
-ous (Inggris) ditinggalkan
Amorphous amorf
Polysemous polisem
-se (Belanda), -sis (Inggris) menjadi -sis
Synthese, synthesis sintesis
Anamnese, anamnesis anamnesis
-teit (Belanda), -ty (Inggris) menjadi -tas
Qualiteit, quality kualitas
Universiteit, university universitas
-ter (Belanda), -tre (Inggris) menjadi -ter
Diameter, diameter diameter
Theater, theatre teater
-uur (Belanda), -ure (Inggris) menjadi -ur
Proceduur, procedure prosedur
Structuur, structure struktur
-y (Inggris) menjadi -i
Monarchy monarki
philosophy filosofi
5). Gabungan Penerjemahan dan Penyerapan
Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan menerjemahkan dan
menyerap istilah asing sekaligus.
Misalnya :
Bound morpheme morfem terikat
Clay colloid koloid lempung
Subdivision subbagian
6). Perekaciptaan Istilah
Kegiatan ilmuwan, budayawan dan seniman yang bergerak di baris
terdepan ilmu, teknologi, dan seni dapat mencetuskan konsep yang belum ada
selama ini. Istilah baru untuk mengungkapkan konsep itu dapat direkacipta sesuai
dengan lingkungan dan corak bidang kegiatannya. Misalnya, rekacipta istilah
fondasi cakar ayam, penyangga sosrobahu, plasma inti rakyat, dan tebang pilih
Indonesia telah masuk ke dalam khazanah peristilahan.
7). Pembakuan dan Kodifikasi Istilah
Istilah yang diseleksi lewat pemantapan, penerjemahan, penyerapan, dan
perekaciptaan dibakukan lewat kodifikasi yang mengusahakan keteraturan bentuk
seturut kaidah dan adat pemakaian bahasa. Kodifikasi itu tercapai dengan
tersusunnya sistem ejaan, buku tata bahasa, dan kamus yang merekam dan
menetapkan bentuk bakunya.
8). Bagan Prosedur Pembakuan Istilah
Prosedur pembakuan istilah dapat dilihat pada hal berikut.
Konsep yang baru penyesuaian lafal
Allegro modertor
Esprit de corps
Internet (internet)
Orbit (orbit)
Tanpa penyesuaian ejaan dan lafal
Koloid lmpung (clay colloid)
Morfem terikat (bound morpheme)
PerGeakbaucinpgtaan-a npenerjemahan dan penyerapan
Konsep dan istilah yang berasal dari nusantara
(fondasi) cakar ayam
(penyangga) sosrobahu
3. ASPEK TATA BAHASA PERISTILAHAN
Istilah dapat berupa (1) bentuk dasar, (2) bentuk berafiks, (3) bentuk
ulang, (4) bentuk majemuk, (5) bentuk analogi, (6) hasil metanalisis, (7)
singkatan, (8) akronim.
a. Istilah Bentuk Dasar
Istilah bentuk dasar dipilih di antara kelas kata utama, seperti nomina,
verba, adjektiva, dan numeralia.
Misalnya :
Nomina : kaidah rule
busur bow
cahaya light
Verba : keluar out
Uji test
Tekan press
Adjektiva : kenyal elastic
Acak random
Cemas anxious
Numeralia : gaya empat four force
(pukulan) satu-dua one-two
(bus) dua tingkat double decker
b. Istilah Bentuk Berafiks
Istilah bentuk berafiks disusun dari bentuk dasar dengan penambahan
prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks seturut kaidah pementukan kata bahasa
Indonesia, misalnya dari bentuk pirsa menjadi pemirsa, bukan pirsawan ; dari
hantar menjadi keterhantaran, bukan kehantaran. Istilah bentuk berafiks
menunjukkan pertalian yang teratur antara bentuk dan maknanya. Istilah
bentuk berafiks tersebut mengikuti paradigm berikut, yang unsur-unsurnya
demi kejelasan dimasukkan dalam berbagai kotak.
c. Paradigma Bentuk Berafiks berber-tani bertani petani pertanian
bel- ajar belajar pelajar pelajaran
ber- ubah berubah peubah perubahan
Istilah berafiks petani, pelajar, peubah yang mengacu kepada pelaku atau alat,
dan pertanian, pelajaran, perubahan yang mengacu ke hal, keadaan, atau
tempat dibentuk dari verba bertani, belajar, berubah yang berasal dari bentuk
dasar tani, ajar, dan ubah.
d. Paradigma Bentuk Berafiks mengmen-tulis menulis penulis penulisan tulisan
meng- ubah mengubah pengubah pengubahan ubahan
mem- besarkan membesarkan pembesar pembesaran besaran
meng- ajari mengajari pengajar pengajaran ajaran
Istilah berafiks penulis, pengubah, pembesar, pengajar, yang mengacu kepada
pelaku atau alat, dan penulisan, pngubahan, pengajaran yang mengacu ke
proses atau perbuatan serta tulisan, ubahan, besaran, ajaran yang mengacu ke
hasil dijabarkan dari verba menulis, mengubah, membesarkan, mengajar yang
berasal dari bentuk dasar tu-lis, ubah, besar, dan ajar.
mem- berdayakan memberdayakan pemberdaya pemberdayaan
mem- berhentikan memberhentikan pemberhenti pemberhentian
mem- belajarkan membelajarkan pembelajar pembelajaran
Istilah berafiks pemberdaya, pemberhenti, pembelajar yang mengacu kepada
pelaku dan pemberdayaan, pemberhentian, pembelajaran yang mengacu ke
perbuatan dibentuk dari verba memberdayakan, memberhentikan,
membelajarkan yang dibentuk dari berdaya, berhenti, belajar yang berasal dari
bentuk dasar daya, henti, dan ajar.
Mem- persatukan mempersatukan pemersatu pemersatuan persatuan
Istilah berafiks pemersatu, pemeroleh, pemelajar yang mengacu kepada pelaku
dan pemersatuan, pemerolehan, pemelajaran yang mengacu ke perbuatan atau
proses serta persatuan, perolehan, pelajaran yang mengacu ke hasil dibentuk
dari verba mempersatukan, memperoleh, mempelajari yang dibentuka dari
bersatu, beroleh, belajar yang berasal dari bentuk dasar satu, oleh, ajar.
e. Paradigma Bentuk Berkonfiks ke-an
ke-an saksi kesaksian
ke-an bermakna kebermaknaan
ke-an terpuruk keterpurukan
ke-an seragam keseragaman
Istilah berkonfiks ke—an yang mengacu ke hal atau keadaan dibentuk
dari pangkal yang berupa bentuk dasar atau bentuk yang berprefiks ber-, ter-,
se-, seperti saksi, bermakna, terpuruk,dan seragam.
f. Paradigma Bentuk Berinfiks –er-, -el-, -em-, inSabut serabut gigi gerigi
Tunjuk telunjuk gembung gelembung
Kelut kemelut getar gemetar
Kerja kinerja sambung sinambung
Istilah berinfiks –er-, -el-, -em-, -in- seperti serabut, gerigi, telunjuk, gelembung,
kemelut, gemetar, kinerja, sinambung yang mengacu ke jumlah, kemiripan, atau
hasil
dibentuk dari dasar sabut, gigi, tunjuk, gembung, kelut, getar, kerja dan sambung.
g. Istilah Bentuk Ulang
Istilah bentuk ulang dapat berupa ulangan bentuk dasar seutuhnya atau
sebagiannya dengan atau tanpa pengimbuhan dan pengubahan bunyi.
h. Bentuk Ulang Utuh
Istilah bentuk ulang utuh yag mengacu ke kemiripan dapat dilihat pada
contoh berikut.
Ubur-ubur paru-paru anal-anal langit-langit
Undur-undur kanak-kanak kunang-kunang kuda-kuda
i. Bentuk Ulang Suku Awal
Istilah bentuk ulang suku awal (dwipurwa) yang dibentuk melalui
pengulangan konsonan awal dengan penambahan „pepet‟ dapat dilihat pada
contoh berikut.
Laki lelaki rata merata
Tangga tetangga buku bebuku
Jarring jejaring tikus tetikus
j. Bentuk Ulang Berafiks
Istilah bentuk ulang dengan afiksasi dibentuk melalui paradigma berikut.
Daun dedaunan, Pohon pepohonan, Rumput rerumputan. Istilah bentuk ulang
dedaunan, pepohonan, rerumputan yang mengacu ke berbagai macam, keanekaan
dibentuk dari dasar daun, pohon, dan rumput yang mengalami perulangan.
k. Bentuk Ulang Salin Suara
Istilah bentuk ulang salin suara dibentuk melalui pengulangan dengan
perubahan bunyi. Perhatikan contoh berikut.
Sayur sayur-mayur warna warna-warni
Beras beras-petas teka teka-teki
Serta serta-merta balik bolak-balik
Dari segi makna, perulangan dengan cara itu mengandung makna „bermacammacam‟.
l. Istilah Bentuk Majemuk
Istilah bentuk majemuk atau kompositum merupakan hasil penggabungan
dua bentuk atau lebih, yang menjadi satuan leksikal baru. Gabungan kata itu
berupa (1) gabungan bentuk bebas dengan bentuk bebas, (2) bentuk bebas dengan
bentuk terikat, atau (3) bentuk terikat dengan bentuk terikat.
m. Gabungan Bentuk Bebas
Istilah majemuk bentuk bebas merupakan penggabungan dua unsur atau lebih,
yang unsurunsurnya dapat berdiri sendiri sebagai bentuk bebas. Gabungan bentuk
bebas meliputi gabungan (a) bentuk dasar dengan bentuk dasar, (b) bentuk dasar
dengan bentuk berafiks atau sebaliknya, dan (c) bentuk berafiks dengan bentuk
berafiks.
n. Gabungan Bentuk Dasar
Istilah majemuk gabungan bentuk dasar merupakan penggabungan dua
bentuk dasar atau lebih.
Garis lintang kereta api listrik
Masa depan rumah sangat sederhana
Rawat jalan
o. Gabungan Bentuk Dasar dan Bentuk Berafiks
Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk
berafiks dan bentuk berafiks atau sebaliknya.
Misalnya:
Proses berdaur menembak jatuh
Sistem pencernaan tertangkap tangan
p. Gabungan Bentuk Berafiks dan Bentuk Berafiks
Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk
berafiks dan bentuk berafiks.
Misalnya :
Kesehatan lingkungan
Perawatan kecelakaan
Pembangunan berkelanjutan
q. Gabungan Bentuk Bebas dengan Bentuk Terikat
Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan dua
bentuk, atau lebih, yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri. Ada
sejumlah bentuk terikat yang dapat digunakan dalam pembentukan istilah yang
berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Melayu.
Misalnya :
adi- adikarya masterpiece
adikuasa superpower
aneka- anekabahasa multilingual
anekawarna multicolored
antar- antarkota intercity
antarbangsa international
awa- awaair dewater
awalengas dehumidity
catur- caturwulan quarter
caturlarik quatrain
dasa- dasawarsa decade
dasalomba decathlon
dur- durhaka rebellious
dursila unethical
dwi- dwimingguan biweekly
dwibahasa bilingual
eka- ekamatra unidimension
ekasuku monosyllable
lajak- lajaklaku overaction
lajakaktif overactive
lewah- lewahumur overage
lewahbanyak abundant
lir- lirintan diamondike
lirruang spacelike
maha- mahatahu omniscient
maharatu empress
nir- nirlaba non-profit
nirgelar nondegree
panca- pancamuka multifaceted
pancaragam variegated
pasca- pascapanen postharvest
pascasarjana postgraduate
pra- prasejarah prehistory
prasangka prejudice
pramu- pramugari stewardess
pramuniaga salesperson
pramuwisata touristguide
purba- purbawisesa absolute power
purbakalawan archeologist
purna- purnawaktu full-time
purnabakti retirement
su- sujana man of good character
susila good morals
swa- swasembada self-reliance
swalayan self-service
tak- taksa ambiguous
takadil unjust
tan- tansuara soundless
tanwarna colorless
tri- trilipat threefold
triunsur triadic
tuna- tunahargadiri inferiority
tunakarya unemployed
Sementara itu, bentuk terikat yang berasal dari bahasa asing Barat, dengan
beberapa perkecualian, langsung diserap bersama-sama dengan kata lain yang
mengikutinya. Contoh:
Gabungan bentuk asing Barat dengan kata Melayu-Indonesia adalah sebagai
berikut.
Globalization …..globalisasi
Modernization…. modernisasi
Gabungan bentuk bebas dan bentuk terikat seperti –wan dan –wati dapat dilihat
pada contoh berikut.
Ilmuwan scientist
Seniwati woman artist
Mahakuasa omnipotent
r. Gabungan Bentuk Terikat
Istilah majemuk bentuk gabungan ini merupakan penggabungan bentuk
terikat, dan bentuk terikat unsur itu ditulis serangkai, tidak diberi tanda hubung.
Misalnya :
Dasawarsa decade
Swatantra selfgovernment
s. Istilah Bentuk Analogi
Istilah bentuk analogi bertolak dari pola bentuk istilah yang sudah ada,
seperti berdasarkan pola bentuk pegulat, tata bahasa, juru tulis, pramugari,
dengan pola analogi pada istilah tersebut dibentuk berbagai istilah lain.
Misalnya :
Pegolf (golfer) peselancar (surfer)
Tata graham (housekeeping) tata kelola (governance)
Juru masak (cook) juru bicara (spokesman)
Pramuniaga (salesperson) pramusiwi (baby-sitter)
t. Istilah Hasil Metanalisis
Istilah hasil metanalisis terbentuk melalui analisis unsur yang keliru.
Misalnya :
Kata mupakat (mufakat) diuraikan menjadi mu + pakat ; lalu ada kata sepakat.
Kata dasar perinci disangka terdiri atas pe + rinci sehingga muncul istilah
rinci dan rincian.
u. Istilah Bentuk Singkatan
Istilah bentuk singkatan ialah bentuk yang penulisannya dipendekkan
menurut tiga cara berikut.
- Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih yang
dilisankan sesuai dengan bentuk istilah lengkapnya.
Misalnya :
cm yang dilisankan sentimeter
l yang dilisankan liter
sin yang dilisankan sinus
tg yang dilisankan tangent
- Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih yang lazim
dilisankan huruf demi huruf.
Misalnya :
DDT (diklorodifeniltrikloroetana) yang dilisankan de-de-te
KVA(kilovolt-ampere) yang dilisankan ka-ve-a
TL (tube luminescent) yang dilisankan te-el
- Istilah yang sebagian unsurnya ditanggalkan.
Misalnya :
Ekspres yang berasal dari kereta api ekpres
Kawat yang berasal dari surat kawat
Harian yang berasal dari surat kabar harian
Lab yang berasal dari laboratorium
Info yang berasal dari informasi
Demo yang berasal dari demonstrasi
Promo yang berasal dari promosi
v. Istilah Bentuk Akronim
Istilah bentuk akronim ialah istilah pemendekan bentuk majemuk yang
berupa gabungan huruf awal suku kata, gabungan suku kata, ataupun gabungan
huruf awal dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Misalnya :
Air susu ibu asi
Bukti pelanggaran tilang
Pengawasan melekat waskat
Peluru kendali (guided missile) rudal
Cairan alir (lotion) calir
w. Lambang Huruf
Lambang huruf ialah satu huruf atau lebih yang melambangkan konsep
dasar ilmiah seperti kuantitas dan nama unsur. Lambang huruf tidak diikuti tanda
titik.
Misalnya :
F gaya
N nitrogen
Hg raksa (kimia)
m meter
NaCl natrium klorida
Rp rupiah
$ dolar
x. Gambar Lambang
Gambar lambang ialah gambar atau tanda lain yang melambangkan
konsep ilmiah menurut konvensi bidang ilmu yang bersangkutan.
Misalnya :
≅ kongruen (matematika)
≡ identik (matematika)
Σ jumlah beruntun (matematika)
~ setara (matematika)
♂ jantan (biologi)
♀ betina (biologi)
Х disilangkan dengan; hibrida (biologi)
↓ menunjukkan endapan zat (kimia)
◊ cincin benzena (kimia)
✶ bintang (astronomi)
☼ matahari; Ahad (astronomi)
(atau) bulan; Senin (astronomi)
З dram; 3.887 gram (farmasi)
f° folio (ukuran kertas)
4° kuarto (ukuran kertas)
U pon (dagang)
& dan (dagang)
pp pianissimo, sangat lembut (musik)
f forte, nyaring (musik)
* asterisk, takgramatikal, (linguistik)
bentuk rekonstruksi
< dijabarkan dari (linguistik)
y. Satuan Dasar Sistem Internasional (SI)
Satuan dasar sistem Internasional (Système Internasional d'Unités) yang
diperjanjikan secara internasional dinyatakan dengan huruf lambang.
Besaran Dasar Lambang Satuan Dasar
arus listrik/elektrik A ampere
intensitas cahaya cd kandela
kuantitas zat mol mol
massa kg kilogram
panjang m meter
suhu termodinamika K kelvin
waktu s sekon, detik
Satuan Suplementer Lambang Besar Dasar
Lambang satuan yang didasarkan pada nama orang dinyatakan dengan
huruf kapital. Bentuk lengkap satuan ini ditulis dengan huruf kecil untuk
membedakannya dengan nama pribadi orang.
Misalnya :
5A arus 5 ampere hukum Ampere
3C muatan 3 coulomb hukum Coulomb
6N gaya 6 newton hukum Newton
293 K suhu 293 kelvin skala suhu Kelvin
8Ci aktivitas 8 curie suhu curie
z. Kelipatan dan Fraksi Satuan Dasar
Untuk menyatakan kelipatan dan fraksi satuan dasar atau turunan
digunakan nama dan lambang bentuk terikat berikut.
Faktor Lambang Bentuk Terikat Contoh
1012 T tera- terahertz
109 G giga- gigawatt
106 M mega- megaton
103 k kilo- kiloliter
102 h hekto- hektoliter
101 da deka- dekaliter
10ˉ1 d desi- desigram
10ˉ2 c senti- sentimeter
10ˉ3 m mili- milivolt
10-6 ̀μ mikro- mikrometer
10-9 n nano- nanogram
10-12 p piko- pikofarad
10-15 f femto- femtoampere
10-18 a ato- atogram
Sistem Bilangan Besar
Sistem bilangan besar di atas satu juta yang dianjurkan adalah sebagai
berikut.
109 biliun jumlah nol 9
1012 triliun jumlah nol 12
1015 kuadriliunjumlah nol 15
1018 kuintiliun jumlah nol 18
1021sekstiliun jumlah nol 21
1024 septiliun jumlah nol 24
1027 oktiliun jumlah nol 27
1030 noniliun jumlah nol 30
1033 desiliun jumlah nol 33
Sistem yang tersebut di atas antara lain juga digunakan di Amerika Serikat, Rusia,
dan Prancis. Di samping itu, masih ada sistem bilangan besar yang berlaku di
Inggris, Jerman, dan Belanda seperti dibawah ini.
109 miliar jumlah nol 9
1012 biliun jumlah nol 12
1018 triliun jumlah nol 18
1024 kuadriliunjumlah nol 24
1030 kuintiliun jumlah nol 30
Tanda Desimal
Sistem Satuan Internasional menentukan bahwa tanda desimal boleh
dinyatakan dengan koma atau titik. Dewasa ini beberapa negeri, termasuk Belanda
dan Indonesia, masih menggunakan tanda koma desimal.
Misalnya :
3,52 atau 3.52
123,45 atau 123.45
15,000,000,00 atau 15.000.000,00
Bilangan desimal tidak dimulai dengan tanda desimal, tetapi selalu dimulai
dengan angka.
Misalnya :
0,52 bukan ,52
0.52 bukan .52
Jika perlu, bilangan desimal di dalam daftar atau senarai dapat dikecualikan dari
peraturan tersebut di atas.
Misalnya :
,550 234 atau .550 234
,552 76 .552 76
,554 051 .554 051
,556 1 .556 1
Bilangan yang hanya berupa angka yang dituliskan dalam tabel atau daftar dibagi
menjadi kelompok-kelompok tiga angka yang dipisahkan oleh spasi tanpa
penggunaan tanda desimal.
Misalnya :
3 105 724 bukan 3,105,724 atau 3.105.724
5 075 442 5,075,442 5.075.442
17 081 500 17,081,500 17.081.500
158 777 543 158,777,543 158.777.543
666 123 666,123 666.123
catatan :
dengan mengingat kemungkinan bahwa tanda desimal dapat dinyatakan dengan
tanda koma atau titik, penulis karangan hendaknya memberikan catatan cara mana
yang diikutinya.
4. ASPEK SEMANTIK PERISTILAHAN
a. Pemberian Makna Baru
Istilah baru dapat dibentuk lewat penyempitan dan peluasan makna kata
yang lazim dan yang tidak lazim. Artinya, kata itu dikurangi atau ditambah
jangkauan maknanya sehingga penerapannya menjadi lebih sempit atau lebih luas.
b. Penyempitan Makna
Kata gaya yang mempunyai makna „kekuatan‟ dipersempit maknanya
menjadi „dorongan atau tarikan yang akan menggerakkan benda bebas (tak
terikat)‟ dan menjadi istilah baru untuk padanan istilah inggris force. Kata kendala
yang mempunyai makna „penghalang‟, „perintang‟ dipersempit maknanya
menjadi „pembatas keleluasaan gerak‟, yang tidak perlu menghalangi atau
merintangi, untuk dijadikan istilah baru bidang fisika sebagai padanan istilah
Inggris constraint.
Kata tenaga yang mempunyai makna „kekuatan untuk menggerakkan
sesuatu‟ dipersempit maknanya untuk dijadikan istlah baru sebagai padanan
istilah energy dan kata daya menjadi padanan istilah power. Kata ranah dalam
bahasa Minang, yang mempunyai makna „tanah rata, dataran rendah‟ dipersempit
maknanya menjadi „lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan yang
merupakan kombinasi antara partisipan, topic, dan tempat‟ sebagai padanan istilah
domain.
c. Perluasan Makna
Kata garam yang semula bermakna 'garam dapur' (NaCl) diperluas
maknanya sehingga mencakupi semua jenis senyawaan dalam bidang kimia. Kata
canggih yang semula bermakna 'banyak cakap, bawel, ceretwet' diperluas
maknanyauntuk dipakai di bidang teknik, yang berarti 'kehilangan kesedarhanaan
asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang)'. Kata pesawat yang semula
bermakna 'alat, perkakas, mesin' diperluas maknanya di bidang teknik menjadi
'kapal terbang'. Kata luah yang berasal dari bahasa Minang, dengan makna '(1)
rasa mual; (2) tumpah atau limpah (tentang barang cair)', mengalami perluasan
makna menjadi 'volume zat cair yang mengalir melalui permukaan per tahun
waktu'. Kata pamer yang semula dalam bahasa Jawa bermakna 'beraga, berlagak'
bergeser maknanya dalam bahasa Indonesia menjadi 'menunjukkan
(mendemonstrasi) sesuatu yang dimiliki kepada orang banyak dengan maksud
memperlihatkan kelebihan atau keunggulan'.
d. Istilah Sinonim
Dua istilah atau lebih yang maknanya sama atau mirip, tetapi bentuknya
berlainan, disebut sinonim. Di antara istilah sinonim itu salah satunya ditentukan
sebagai istilah baku atau yang diutamakan.
Misalnya :
gulma sebagai padanan weed lebih baik daripada tumbuhan pengganggu
hutan bakau sebagai padanan mangrove forest lebih baik daripada hutan payau
mikro- sebagai padanan micro- dalam hal tertentu lebih baik daripada renik
partikel sebagai padanan particle lebih baik daripada bagian kecil atau zarah
Meskipun begitu, istilah sinonim dapat dipakai di samping istilah baku yang
diutamakan.
Misalnya :
istilah yang Diutamakan Istilah sinonim
absorb serap absorb
acceleration percepatan akselerasi
diameter garis tengah diameter
frequency frekuensi kekerapan
relative relatif nisbi
temperature suhu temperatur
Berikut kelompok istilah sinonim yang menyalahi asas penamaan dan
pengistilahan
Misalnya :
zat lemas dihindarkan karena ada nitrogen
saran diri dihindarkan karena ada autosugesti
ilmu pisah dihindarkan karena ada ilmu kimia
ilmu pasti dihindarkan karena ada matematika
Sinonim asing yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah
Indonesia.
Misalnya :
average, mean rata-rata (rerata, purata)
grounding, earthing pengetanahan
Sinonim asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan
istilah yang berlainan.
Misalnya :
axiom aksioma
law hukum
postulate postulat
rule kaidah
e. Istilah Homonim
Istilah homonim berupa dua istilah, atau lebih, yang sama ejaan dan
lafalnya, tetapi maknanya berbeda, karena asalnya berlainan. Istilah homonim
dapat dibedakan menjadi homograf dan homofon.
f. Homograf
Istilah homograf ialah istilah yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya.
Misalnya :
pedologi ← paedo ilmu tentang hidup dan perkembangan anak
pedologi ← pedon ilmu tentang tanah
teras inti
teras 'lantai datar di muka rumah'
g. Homofon
Istilah homofon ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya.
Misalnya :
bank dengan bang
massa dengan masa
sanksi dengan sangsi
h. Istilah Polisem
Istilah polisem ialah bentuk yang memiliki makna ganda yang bertalian.
Misalnya, kata kepala (orang) 'bagian teratas' dipakai dalam kepala (jawatan),
kepala (sarung). Bentuk asing yang sifatnya polisem diterjemahkan sesuai dengan
arti dalam konteksnya. Karena medan makna yang berbeda, suatu istilah asing
tidak selalu berpadanan dengan kata Indonesia yang sama.
Misalnya :
a. (cushion) head topi (tiang pancang)
head (gate) (pintu air) atas
(nuclear) head hulu (nuklir)
(velocity) head tinggi (tenaga kecepatan)
b. (detonating) fuse sumbu (ledak)
fuse sekering
to fuse melebur, berpadu, melakur, terbakar.
i. Istilah Hiponim
Istilah hiponim ialah bentuk yang maknanya terangkum dalam hiperonim,
atau subordinatnya, atau superordinatnya, yang mempunyai makna yang lebih
luas. Kata mawar, melati, cempaka, misalnya, masing-masing disebut hiponim
terhadap kata bunga yang menjadi hiperonim atau superordinatnya. Di dalam
terjemahan, hiperonim atau superordinat pada umumnya tidak disalin dengan
salah satu hiponimnya, kecuali jika dalam bahasa Indonesia tidak terdapat istilah
superordinatnya. Kata poultry, misalnya diterjemahkan dengan unggas, dan tidak
dengan ayam atau bebek. Jika tidak ada pasangan istilah hiperonimnya dalam
bahasa Indonesia, konteks situasi atau ikatan kalimat suatu superordinat asing
akan menentukan hiponim Indonesia mana yang harus dipilih. Kata rice,
misalnya, dapat diterjemahkan dengan padi, gabah, beras, atau nasi, bergantung
pada konteksnya.
j. Istilah Taksonim
Istilah taksonim ialah hiponim dalam sistem klasifikasi konsep bawahan
dan konsep atasan yang bertingkat-tingkat. Kumpulan taksonim membangun
taksonimi sebagaimana takson membangun taksonomi. Berikut ini adalah bagan
taksonomi makhluk.
Makhluk
Bakteri
mamalia
hewan
burung
anjing sapi
unggas manuk
pudel herder
itik ayam
tumbuhan
ikan
teri tongkol
serangga
semut capung
yang dimaksud dengan hubungan antara kelas atasan dan kelas bawahan dalam
bagan di atas ialah hubungan makhluk dengan bakteri, hewan, damn tumbuhan
atau hubungan hewan dengan mamalia, burung, ikan, dan serangga. Sementara
itu, hubungan kelas bawahan dan kelas atasan ialah hubungan bakteri, hewan dan
tumbuhan dengan makhluk, atau hubungan mamalia, burung, ikan, dan serangga
dengan hewan.
k. Istilah Meronim
Istilah Meronim ialah istilah yang maujud (entity) yang ditunjuknya
merupakan bagian dari maujud lain yang menyeluruh. Istilah yang menyeluruh itu
disebut holonim. Berikut ini adalah bagan meronimi tubuh.
Tubuh
kepala
leher
dada
lengan
tungkai
rambut dahi mata hidung telinga mulut
lidah gigi
bibir
bibir atas
bibir bawah
Bagan di atas memperlihatkan kata yang mengandung makna keseluruhan
yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada kata bagiannya atau makna
keseluruhan dianggap meliputi makna bagian. Kata tubuh mengandung makna
keseluruhan yang mencakupi makna dada, lengan, dan tungkai. Hubungan antara
tubuh dan bagiannya disebut hubungan kemeroniman.
Hubungan kemeroniman dibedakan atas hubungan tubuh dengan
bagiannya, hubungan kumpulan dengan anggotanya, serta hubungan antara massa
dengan unsurnya tubuh adalah keseluruhan yang terjadi dari keutuhan seluruh
bagiannya; kumpulan adalah keseluruhan yang terjadi dari gabungan seluruh
anggotanya; massa merupakan keseluruhan yang terjadi dari peleburan seluruh
unsurnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Muchsin. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang:
Yayasan Asih Asah Asuh.
Akhadiah M.K., Sabarti dkk. 1986. Buku Materi Pokok Bahasa Indonesia.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Alek, Achmad HP. 2010. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Alwi, Hasan 2001. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia: Paragraf. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
................... dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
................... dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Arifin F., Zainal. 1990. Penulisan Karangan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia
yang Benar. Jakarta: PT Mediyatama Sarana Perkasa.
Arifin, Zainal dan Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: PT
Mediyatama Sarana Perkasa.
Arikkunto, Suharsimi dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA. Surabaya:
Usaha Nasional.
Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia
..................... 1985. Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prisma
..................... 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
..................... dan Sultan Mohammad Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusta Sinar Harapan
Budiman, Arief. 2004. Kamus Idiom Lengkap Inggris-Indonesia. Bandung:
Pustaka Grafika.
Daeng Nurjamal, dkk. 2011. Terampil Berbahasa (Menyusun Karya Tulis
Akademik, Memandu Acara dan Menulis Surat). Bandung: Alfabeta
Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Menengah Umum.
Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tentang Sisdiknas. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Menengah Umum.
................... 2004. Panduan Materi Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta:
Puspendik
.................. 2006. Standar Isi Bahasa Indonesia SMA. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Menengah Umum.
.................. 2006. Acuan Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Seminar Nasional Dosen Bahasa
Indonesia
Ghazali, A. Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan
Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama
Gusrizal. 2000. Mari Belajar Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo
Hakim, Lukman dkk. 1978. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Seri
Penyuluhan 9. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Halim, Amran. 1975. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Dalam Majalah
pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun I Nomor 5. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
.......................... 1980. Bahasa Indonesia Baku. Dalam Majalah pengajaran
Bahasa dan Sastra. Tahun VI Nomor 4. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
........................ 1983. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.
Hopkins, David. 1985. A Teacher,s Guide to Classroom Research. Milton
Keynes-Philadelphia: Open University Press.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende-Flores: Nusa Indah.
...................... 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia
...................... 2004. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia
Komaidi, Didik. 2001. Panduan Lengkap Menulis Kreatif Teori dan Praktek.
Yogyakarta: Sabda Media
Kridalaksana, Harimurti 1975. Beberapa Ciri Bahasa Indonesia Standar. Dalam
Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun I Nomor 1. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan pengembangan Bahasa.
....................................... 1982. Pelangi Bahasa. Jakarta: Bhratara.
....................................... 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Marahimin, Ismail. 2001. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Markhamah, dkk. 2009. Analisis Kesalahan dan Kesantunan Berbahasa.
Surakarta: Muhammadiyah University Press
Mawardi. 2006. Bahasa Indonesia. Jakarta: Putra Kertonaton
Marwoto, Ms. dkk. 1985. Komposisi Praktis. Yogyakarta: PT Hanindita Offset.
Mustakim. 1994. Membina Kemampuan Bahasa. Jakarta: Gramedia
Moeliono, Anton.1980. “Bahasa Indonesia dan Ragam-ragamnya: Sebuah
Pengajaran.” Dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia. Jilid I Nomor
1. Jakarta: Bharatara
........................... 1984. Pengembagan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta: Jembatan.
........................... dkk. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nasution, Ahmad. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Ganesa Exact.
Nurhadi, dkk. 2004. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga
Parera, J.D. 1976. “Diksi”. Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Tahun II.
Nomor 3. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Parera, J.D. 1980. “Kalimat Efektif”. Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Tahun IV. Nomor 1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Poerwadarminta, W.J.S. 1979. Bahasa Indonesia untuk Karang Mengarang.
Jakarta: Balai Pustaka.
Pringgawidagda, Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa
Ramlan. M. 1988. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Adi
Offset
................... 1992. Bahasa Indonesia yang Salah dan yang Benar. Yogyakarta:
Andi
Rosidi, Ajip. 2001. Bahasa Indonesia, Bahasa Kita: Sekumpulan Karangan.
Jakarta: Pustaka Jaya
Rozak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif Struktur, Gaya dan Variasinya. Jakarta:
Gramedia
Rumandi Ahmad dan V. Sudiati. 1990. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta
Gramedia
Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya
Sahid, Ichasanu. 2004. Kaji Latih Bahasa Dan Sastra Indonesia 2a. Jakarta: Bumi
Aksara
Siahaan, Bistok A. Dan Ruwiyantoro. 1986. Perencanaan Pengajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sikumbang, Abd. Razak. 1981.”Paragraf dalam Komposisi”. FKSS, IKIP Padang
Situmorang, B.P. 1982. Bahasa Indonesia: Sebagai Bahan Kuliah Dasar Untuk
Perguruan Tinggi. Ende Flores: Nusa Indah
Soedjito dan Mansur Hasan. 1991. Keterampilan Menulis Paragraf. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Soedjito. 1988. Kalimat Efektif. Bandung: Remaja Karya
Sudarno dan Eman A. Rahman. 1986. Teramil Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Hukmat Syahid Indah
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
.......................... 1985. Struktur Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Sunardi, Haris dkk. 1995. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta:
Yudistira
Suherli. 2007. Menulis Karngan Ilmiah. Jakarta: Arya Dua.
Susilawati dkk. 2002. Bahasa Indonesia. Surakarta: CV Grahadi
Sutedja Sumadipura, dan Harmoni Syam. 1996. Mampu Berbahasa Indonesia
Untuk Perguruan Tinggi. Bandung
Syafi‟ie, Imam. 1990. Bahasa Indonesia Profesi. Malang: IKIP Malang
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen
Dikti, Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah.
Widyamartaya.1997. Azas-azas Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta; Gramedia.
Yacub Nasucha dkk. 2009. Bahasa Indonesia Untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
Yogyakarta: Media Perkasa
Zulkifli. 1998. Penuntun Tulis-Menulis. Banjarmasin: Aulia.
............. 2012. Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo
Download