Upload File Hardcover

advertisement
HOTEL BINTANG LIMA DENGAN
PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS
DI KUNINGAN JAKARTA SELATAN
Bernadete Monica
Binus University
Jl. K.H.Syahdan No.9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480
Telp. (62-21)5345830, 5350660 Fax. (62-21)5300244
[email protected]
Michael Tedja
Riva Tomasowa
ABSTRAK
Kemajuan di bidang ekonomi berpengaruh terhadap iklim pariwisata di Indonesia, terlihat dari
peningkatan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara, dengan tujuan wisata atau untuk urusan bisnis.
Perkembangan di sektor pariwisata mendorong usaha penyediaan akomodasi berupa hotel. Lokasi proyek
hotel di Mega Kuningan, Jakarta yang berada dalam kawasan sentra bisnis primer Jakarta, memberikan
potensi tamu hotel berasal dari kalangan pebisnis dan profesional di daerah sekitar yang dikelilingi dengan
deretan perkantoran dan pusat bisnis. Karakteristik lokasi dan manusia mempengaruhi jenis hotel yang
dirancang yaitu hotel bisnis berbintang lima.
Secara astronomis, posisi tapak berada di 6°13 LS dan 106°49 BT, merupakan daerah beriklim tropis.
Permasalahan utama yang dihadapi pada iklim tropis adalah intensitas sinar matahari yang tinggi, sehingga
suhu udara rata-rata relatif tinggi. Sinar matahari yang melimpah dapat dimanfaatkan sebagai sumber
pencahayaan alami, namun tingginya intensitas sinar matahari turut membawa radiasi panas yang dapat
terinduksi ke dalam bangunan. Panas yang terinduki ke dalam bangunan menyebabkan meningkatnya suhu
udara dalam ruang sehingga menurunkan tingkat kenyamanan thermal manusia yang beraktivitas di
dalamnya.
Perancangan hotel bintang lima di Kuningan menggunakan pendekatan arsitektur tropis yang
dilandasi konsep desain berkelanjutan, yakni dengan memecahkan permasalahan di iklim tropis melalui
desain pasif pada bangunan dengan turut mempertimbangkan kelestarian lingkungan sekitar. Dalam
menghadapi permasalahan iklim tropis berupa tingginya intensitas sinar matahari, perancangan hotel
bintang lima di Kuningan menerapkan aplikasi rancangan arsitektur tropis diantaranya orientasi bangunan
terhadap sinar matahari, desain fasad serta penataan lanskap dan vegetasi di sekeliling bangunan.
Kata kunci: Kenyamanan thermal, hotel, Kuningan, arsitektur tropis, orientasi bangunan, fasad
ABSTRACT
Economic progress have affected tourism activity in Indonesia. Statistic shows increasing number of
foreign tourist arrivals, for travel destination or for business affairs. Development of tourism stimulate
business in providing accomodation, such as hotel. This project is located in Mega Kuningan, Jakarta, a
primary business center in Jakarta, having potential guests mostly businessman and professionals from
offices and business center around. Human characteristics and location influence the type of hotel designed,
a five-star business hotel.
The site is located at 6°13 north latitude and 106°49 east longitude, belong to tropical zone. The main
problems in tropic climate is the high intensity of sunlight and high average air temperature. Abundant
sunshine can be utilized as a source of natural lighting, but the high intensity of sunlight bring the heat
radiation which can be induced into the building. Induced heat leading to increased air temperature in the
room and causing the lower thermal comfort for human activity.
The design of five star hotel in Kuningan, South Jakarta using tropical architecture approach based
on the concept of sustainable design, by solving problems in a tropical climate through passive design of the
building and also maintain the surrounding environment. The tropical climate problem such as high intensity
sunlight, can be solved by applying tropical architectural concept design such as building orientation, facade
design and landscape around the building.
Key words: Thermal comfort,hotel, Kuningan,tropic arcitecture,building orientation, facade
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan sektor pariwisata di Indonesia terlihat dari peningkatan jumlah kedatangan
wisatawan mancanegara baik untuk tujuan wisata atau bisnis. Di Jakarta ada peningkatan kedatangan
wisatawan mancanegara sebanyak 162.368 kunjungan per Januari 2012 atau meningkat 11,84% dibanding
periode yang sama di tahun sebelumnya. Peningkatan sektor wisata berdampak kepada usaha penyediaan
akomodasi untuk wisatawan berupa hotel.
Komplek Mega Kuningan dipilih sebagai lokasi perancangan hotel karena letaknya yang strategis,
merupakan kawasan bisnis primer di Jakarta Selatan, dikelilingi oleh perkantoran, pusat bisnis,
pemukiman eksklusif serta dekat dengan kantor kedutaan besar. Berdasarkan kondisi lingkungan
tersebutdapat diketahui target pasar dari kawasan yang meliputi pebisnis dan profesional yang berasal dari
kelas menengah ke atas, sehingga hotel yang dirancang adalah hotel bintang lima.
Secara astronomis, Indonesia terletak di 6º LU dan 11º LS yang merupakan daerah beriklim tropis
basah. Ciri-ciri dari iklim tropis basah diantaranya adalah, sinar matahari yang terik sepanjang tahun,
kecepatan angin yang rendah, suhu udara dan kelembapan relatif tinggi dan adanya curah hujan. Sinar
matahari yang melimpah adalah potensi alam yang dapat dimanfaatkan untuk pencahayaan alami di siang
hari, namun sinar matahari turut memancarkan radiasi panas yang menyebabkan meningkatnya suhu
harian rata-rata lingkungan. Lokasi tapak yang berada di tengah kota Jakarta, dengan banyaknya areal
perkerasan dan minim vegetasi menyebabkan radiasi panas matahari dipantulkan oleh permukaan
perkerasan. Panas yang terakumulasi di udara menyebabkan meningkatnya suhu udara dalam suatu
kawasan atau lebih dikenal dengan heat island effect. Panas dari lingkungan dapat terinduksi ke dalam
bangunan yang berakibat kepada meningkatnya suhu dalam ruangan sehingga tingkat kenyamanan
thermal manusia dalam bangunan menurun.
Perancangan desain bangunan hotel menggunakan pendekatan arsitektur tropis yang dilandasi
konsep desain berkelanjutan yakni, berupaya meminimalkan dampak buruk bangunan terhadap
lingkungan melalui desain bangunan yang dapat menjawab permasalahan dari iklim setempat yang
disesuaikan dengan kondisi dan karakter lingkungan tapak. Sebelum merancang hotel menggunakan
pendekatan arsitektur tropis, perlu diketahui permasalahan utama dari iklim tropis sehingga dapat
ditentukan pemecahan dari permasalahan yang ada melalui survei lokasi dan juga dengan mengumpulkan
data-data yang diperlukan, salah satunya dengan mengkaji jurnal dan buku yang terkait dengan topik.
B. Kajian Pustaka
Berdasarkan hasil kajian pustaka dari jurnal yang ditulis oleh Tri Harso Karyono berjudul Wujud
Kota Tropis di Indonesia : Suatu Pendekatan Iklim, Lingkungan dan Energi, iklim tropis memiliki
problematik utama berupa tingginya suhu rata-rata harian dibanding pada iklim lain. Tingginya suhu
harian rata-rata dikarenakan oleh tingginya intensitas sinar matahari, pancaran radiasi panas serta kondisi
awan. Kondisi awan dapat mempengaruhi sudut jatuh radiasi matahari, dimana radiasi akan mencapai
jumlah maksimum apabila sudut jatuhnya 90°. Selain dari kondisi iklim, yang menjadi permasalahan
adalah keadaan lingkungan berupa elemen-elemen disekitar. Perkotaan--yang dalam hal ini adalah Jakarta-dicirikan dengan kerapatan bangunan yang tinggi, tertutupnya permukaan tanah oleh perkerasan dan
menurunnya jumlah vegetasi, sehingga radiasi matahari yang jatuh dipantulkan ke udara yang
mengakibatkan meningkatnya suhu udara lingkungan atau urban heat island. Panas dari lingkungan yang
terinduksi ke dalam bangunan dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kenyamanan thermal dalam
ruangan, padahal bangunan berfungsi sebagai tempat perlindungan manusia dari iklim yang kurang
bersahabat. Oleh karena itu penulis menyimpulkan aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan
bangunan di daerah tropis adalah perlindungan terhadap cuaca (hujan dan radiasi matahari), penambahan
vegetasi dan penataan massa bangunan. Bentuk perlindungan bangunan terhadap cuaca diantaranya dapat
melalui bentuk atau elemen bangunan yang dapat menutupi area tempat aktivitas manusia, sehingga
tingkat kenyamanan thermal manusia dalam bangunan dapat dicapai.
Menurut jurnal yang ditulis oleh Basaria Talarosha yang berjudul Menciptakan Kenyamanan
Thermal dalam Bangunan, pencapaian tingkat kenyamanan thermal manusia dalam bangunan secara
arsitektural dapat dilakukan dengan pengaturan orientasi bangunan terhadap arah sinar matahari, desain
elemen arsitektur berupa sirip bangunan serta penanaman vegetasi. Sirip pada bangunan atau yang biasa
disebut shading device berguna untuk mengurangi bahkan menghindarkan masuknya radiasi matahari ke
dalam ruangan. Terdapat 6 bentuk shading device, diantaranya cantilever, louver overhang, awnings,
horizontal louver, egg crate dan vertical louver. Egg crate dan vertical louver diklaim sebagai shading
device yang memiliki efektivitas pelindung matahari yang paling tinggi, sehingga dianggap paling sesuai
untuk sisi timur dan barat sebagai area yang menerima panas matahari paling tinggi.
Berdasarkan hasil studi literatur, diketahui sisi timur dan barat adalah sisi yang paling panas,
karena rotasi matahari bergerak dari timur ke barat. Namun seperti yang kita ketahui rotasi matahari
tidaklah bergerak lurus, tapi cenderung miring sebesar 10°. Oleh karena itu pernyataan bahwa sisi timur
dan barat sebagai sisi yang paling panas perlu diteliti lebih lanjut. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini
terdapat software yang dapat mensimulasikan gerak rotasi matahari sesuai dengan lokasi secara
astronomis. Dalam penelitian ini, saya menggunakan software Sketch-up untuk mengetahui gerak rotasi
matahari yang sesungguhnya, yang bertujuan agar desain yang terbentuk lebih akurat.
C. Tinjauan dan Landasan Teori
1. Definisi hotel
 Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan fasilitas
kamar untuk tidur, pelayanan makanan dan minuman kepada orang-orang yang sedang
melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan
pelayanan yang diterima. (Hotel Proprietors Act, 1956)
 Hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan
bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya
bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersial serta memenuhi persyaratan yang
ditetapkan di dalam keputusan pemerintah. (SK Menteri Parpostel Nomor: KM
34/HK103/MPPT 1987)
2. Klasifikasi dan pengelompokkan hotel
Klasifikasi hotel adalah sistem pengelompokan hotel-hotel ke dalam berbagai kelas atau
tingkatan degan ukuran standar tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan, diantaranya ialah
pelayanan hotel, yang ditentukan dalam 5 golongan kelas (bintang) berdasarkan kelengkapan
fasilitas dan kondisi bangunan, perlengkapan dan pengelolaan, serta mutu pelayanan yang telah
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata no. KM 3/KW 001/MKP
02. Kategori hotel di Indonesia tersebut adalah:
 Hotel melati 1
 Hotel melati 2
 Hotel bintang 3
 Hotel bintang 4
 Hotel bintang 5
3. Definisi Desain berkelanjutan
Desain berkelanjutan adalah desain yang menciptakan solusi untuk memecahkan
tantangan ekonomi, sosial dan lingkungan dari sebuah proyek secara bersamaan dan didukung
oleh energi berkelanjutan. (Daniel E William, Sustainable Design : Ecology, Architecture and
Planning, 2007, p.13)
4. Definisi Arsitektur Tropis
Arsitektur Tropis adalah suatu karya arsitektur yang mampu mengantisipasi problematik
yang ditimbulkan iklim tropis (T. H Karyono, 2007)
5. Aplikasi rancangan arsitektur pada iklim tropis yang dilandasi konsep desain berkelanjutan:
 Pengurangan perolehan paparan radiasi panas matahari, dengan pengaturan orientasi
bangunan terhadap garis edar matahari dan melalui desain elemen fasad pada sisi bangunan
yang menghadap arah datang sinar matahari.
 Perancangan bukaan bangunan untuk memperoleh pencahayaan alami secara maksimal.
Upaya memperoleh cahaya dalam bangunan dengan memperhatikan intensitas cahaya yang
dibutuhkan di dalam ruangan agar tidak menimbulkan kesilauan/cahaya masuk yang
berlebihan. Cahaya alami terbagi menjadi dua menurut arah datangnya yaitu cahaya langsung
matahari dan cahaya langit (daylight). Cahaya matahari umumnya dihindari karena
menghantarakan radiasi panas, sehingga pencahayaan alami yang digunakan berasal dari
cahaya langit.
 Pengaturan perletakan ruang, penempatan antara ruang-ruang utama (seperti ruang tidur)
dengan ruang servis. Dalam pengaturan zoning ruang, ruang untuk akses vertikal ditempatkan
pada sisi bangunan yang menghadap timur/barat karena merupakan ruang dalam bangunan
dimana aktivitas pelaku dilakukan dalam waktu relatif singkat (tidak menjadi tempat kegiatan
utama).
 Memaksimalkan vegetasi/penghijauan sekitar tapak, dengan penempatan pepohonan dan
semak-semak untuk mengurangi paparan sinar matahari langsung ke dalam tapak ataupun
bangunan dan untuk menyaring udara dari luar tapak. Vegetasi juga berguna sebagai
penambah estetika dan juga sebagai sound barrier alami yang dapat menahan kebisingan dari
luar tapak.
D. Rumusan Masalah
Gambar 1 Rumusan masalah
1. Bagaimana pemecahan masalah terhadap bentuk tapak yang memanjang dari utara ke
selatan yang terekspos matahari siang lebih banyak
2. Bagaimana menentukan arah orientasi bangunan terhadap arah view terbaik dan potensi
tapak
3. Bagaimana menentukan bentuk fasad yang dapat mengurangi masuknya radiasi matahari ke
dalam bangunan
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diwujudkan guna mengetahui pemecahan secara arsitektural terhadap
permasalahan iklim tropis, yakni mencari tahu pengaruh orientasi bangunan dan desain elemen fasad
terhadap kenyamanan thermal dalam ruangan dalam kaitannya dengan desain hotel bintang lima
yang menggunakan pendekatan arsitektur tropis dan dilandasi desain yang berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan di lokasi tapak dan mencari jurnal
dan buku tekait topik penelitian, lalu melakukan studi matahari. Pengamatan dilakukan pada tanggal 27
Februari 2012 pukul 11.00-13.00 di komplek Mega Kuningan, Jakarta Selatan untuk mengetahui kondisi
eksisting tapak dan lingkungan di sekitarnya.
Studi matahari untuk lokasi perancangan hotel dilakukan menggunakan software Sketch-up dari
Maret 2012 hingga Juli 2012. Studi matahari dilakukan untuk mengetahui arah rotasi matahari pada tapak dan
pembayangan dari elemen yang ada di lingkungan sekitar. Melalui studi matahari, dapat diketahui juga
lamanya paparan sinar matahari terhadap tapak dari arah utara, barat, timur dan selatan untuk selanjutnya
dicari pemecahan bentuk dan elemen arsitektur berupa shading device terhadap sisi yang menerima banyak
paparan sinar matahari.
Data yang dikumpulkan berupa arah rotasi matahari dan lama penyinaran dari keempat arah mata
angin kemudian digunakan sebagai acuan dalam studi bentuk shading device yang akan diaplikasikan pada
bangunan. Studi bentuk shading device dilakukan dengan membandingkan efektivitas dari beberapa jenis
shading device hasil dari penelitian sebelumnya hasil tinjauan dari jurnal terkait. Efektivitas bentuk shading
device ditentukan dari kemampuannya menahan sinar matahari agar tidak masuk ke dalam ruangan.
HASIL DAN BAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi tapak, yakni di komplek Mega Kuningan, diketahui
lingkungan sekitar tapak diisi oleh bangunan bertingkat tinggi berupa gedung perkantoran, apartemen, dan
juga hotel. Hasil analisa rotasi matahari dan lama penyinaran melalui software sketch-up, diketahui bahwa
matahari bergerak dari timur ke barat dan cenderung condong ke arah utara. Sisi utara menerima paparan
sinar matahari selama kira-kira 7 jam, sedangkan sisi timur dan barat masing-masing memperoleh paparan
sinar matahari sekitar 4 jam. Oleh karena itu dalam pengaturan orientasi bangunan, selain sisi timur dan batat,
sisi utara juga dijadikan sebagai pertimbangan untuk meminimalkan permukaan bangunan terpapar sinar
matahari.
Tabel 1 Perbandingan pembayangan sinar matahari
Dalam studi bentuk elemen fasad, ditemukan 4 bentuk shading device yang paling sesuai dengan
arah datang matahari untuk dibandingkan efektivitasnya yakni egg crate, awnings, cantilever, dan bentuk
hasil eksperimen, kombinasi vertikal-horizontal.
Tabel 2 Bentuk shading device yang dianalisa
Tabel 3 Perbandingan jenis shading device sisi utara
Pada sisi utara, bangunan menerima paparan sinar matahari yang melimpah dari arah samping dan
atas, dimulai dari waktu matahari terbit hingga terbenam. Hasil analisa perbandingan antara 3 alternatif
bentuk shading device, dipilih alternatif 3 sebagai bentuk yang paling sesuai untuk sisi utara. Sirip vertikal
yang diletakkan rapat dengan bukaan mampu menahan masuknya sinar yang datang dari samping pada saat
sudut kedatangan sinar matahari yang rendah. Sirip horizontal menahan sinar dari atas, sehingga dapat
meminimalkan masuknya cahaya matahari langsung (radiasi) ke dalam bangunan.
Tabel 4 Perbandingan jenis shading device sisi barat
Pada sisi timur, sinar matahari mulai masuk ke dalam bangunan pada jam 8 pagi.
Pada siang hari (jam 12 siang), posisi matahari naik hingga berada di atas bangunan
sehingga tidak ada sinar yang masuk. Hasil analisa perbandingan antara 3 alternatif bentuk
shading device, ketiganya memiliki kemampuan untuk menahan masuknya sinar matahari,
oleh karena itu penerapan dalam desain bangunan akan mengikuti pertimbangan bentuk
shading device pada sisi bangunan lainnya.
Tabel 5 Perbandingan jenis shading device sisi selatan
Sisi selatan menerima sinar matahari yang paling sedikit. Hasil analisa
perbandingan antara 3 alternatif bentuk shading device, dipilih alternatif 3 sebagai bentuk
yang paling sesuai untuk sisi selatan, karena meminimalkan bentuk shading yaitu hnya
horizontal untuk sebagai tampias air hujan, shingga menghemat penggunaan material yang
tidak diperlukan.
Tabel 6 Perbandingan jenis shading device sisi timur
Pada sisi barat, sinar matahari mulai masuk ke dalam bangunan pada jam 1 siang. Semakin sore,
posisi matahari semakin turun, sehingga sinar matahari yang diradiasikan menyilaukan dan panas. Hasil
analisa perbandingan antara 3 alternatif bentuk shading device, dipilih alternatif 3 sebagai bentuk yang paling
sesuai untuk sisi barat. Sirip horizontal dan vertikal yang diletakkan rapat dengan bukaan meminimalkan
masuknya sinar matahari ke dalam bangunan.
Hasil studi banding bentuk shading device maka didapat 2 bentuk yang akan diaplikasikan pada
desain elemen arsitektur hotel di Kuningan yakni bentuk kombinasi vertikal-horizontal dan cantilever.
Shading device bentuk kombinasi vertikal-horizontal diaplikasikan pada sisi utara, barat dan timur karena
paling efektif menahan sinar matahari sehingga tidak masuk ke dalam ruangan dibandingkan dengan bentuk
egg crate dan awnings. Bentuk kombinasi vertikal-horizontal memiliki tingkat efektivitas yang tinggi saat
diaplikasikan pada sisi utara, barat dan timur karena mampu mengurangi masuknya sinar matahari yang
datang dari arah samping dengan sudut kedatangan yang rendah ke dalam ruangan. Sedangkan cantilever
diaplikasikan pada sisi selatan, karena sisi selatan memperoleh paparan sinar matahari paling sedikit dan arah
datang matahari cenderung dari atas.
SIMPULAN DAN SARAN
Pengembangan konsep arsitektur tropis pada perancangan bangunan sangat diperlukan dalam proses
desain arsitektur di Indonesia yang beriklim tropis, karena iklim tropis memiliki ciri khas iklim yang berbeda
dengan iklim lainnya. Iklim tropis ditandai dengan suhu udara yang relatif tinggi dan sinar matahari yang
melimpah, menyebabkan terbentuknya suatu kondisi yang kurang nyaman untuk aktivitas manusia. Oleh
karena itu desain bangunan pada iklim tropis berbeda dengan desain bangunan pada iklim sub-tropis. Pada
iklim tropis matahari merupakan faktor alam yang dihindari dalam desain bangunan, sedangkan pada iklim
sub-tropis matahari menjadi magnet dalam desain orientasi bangunan.
Berdasarkan hasil analisa dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingginya paparan radiasi matahari bukan hanya berasal dari timur dan barat, namun juga dari
sisi utara, dikarenakan lokasi tapak di Jakarta yang secara geografis berada di sisi selatan garis
khatulistiwa sehingga rotasi sinar matahari dari timur ke barat cenderung condong ke arah utara
2. Orientasi bangunan terhadap arah datang sinar matahari mempengaruhi masuknya radiasi panas
sinar matahari ke dalam bangunan. Salah satu pemecahan desain orientasi bangunan adalah
dengan mengorientasikan bangunan dengan kemiringan tertentu terhadap arah datang sinar
matahari sehingga dapat meminimalkan paparan langsung sinar matahari ke bangunan atau dapat
dengan penyusunan ruang-ruang dalam bangunan, dengan menempatkan area servis pada sisi
yang menerima paparan sinar matahari paling tinggi.
3. Aplikasi shading device merupakan salah satu bentuk pemecahan permasalahan sinar matahari
pada iklim tropis, karena berfungsi meminimalkan masuknya sinar matahari ke dalam bangunan.
Bentuk shading device dapat bervariasi sesuai dengan arah datang sinar matahari.
4. Vegetasi merupakan elemen penting dalam desain, karena vegetasi dapat menyerap panas sinar
matahari sehingga dapat menurunkan suhu lingkungan dan juga berfungsi untuk menyerap air
hujan dalam kaitannya dengan desain berkelanjutan.
Proses desain bangunan sebaiknya senantiasa memperhatikan lingkungan sekitar, salah satunya
adalah dengan membuat desain bangunan yang dapat memecahkan permasalahan lingkungan yang ada secara
arsitektural. Penerapan desain arsitektur tropis patut di pertimbangkan dalam setiap proses desain bangunan di
Indonesia yang beriklim tropis, sehingga terbentuk bangunan yang dapat mengakomodasi kegiatan manusia
dan juga suatu lingkungan binaan yang selaras dengan lingkungan demi keberlangsungan hidup manusia.
REFERENSI
Karyono, Tri Harso. (2001).Wujud Kota Tropis di Indonesia: Suatu Pendekatan Iklim, Lingkungan dan
Energi. Dimensi Teknik Arsitektur, 29(2), 141-146.
Karyono, Tri Harso. (2010). Green Architecture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia.
(Edisi 1). Jakarta: Rajawali Pers.
Talarosha, Basaria. (2005). Menciptakan Kenyamanan Thermal Dalam Bangunan. Jurnal Sistem Teknik
Industri. 6(3). pp.148-158
William, Daniel E. (2007). Sustainable Design : Ecology, Architecture and Planning.
RIWAYAT PENULIS
Bernadete Monica lahir di kota Jakarta pada 1 April 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus
University dalam bidang Arsitektur pada 2012.
Download