HOTEL BINTANG LIMA DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS DI KUNINGAN JAKARTA SELATAN Bernadete Monica Binus University Jl. K.H.Syahdan No.9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480 Telp. (62-21)5345830, 5350660 Fax. (62-21)5300244 [email protected] Michael Tedja Riva Tomasowa ABSTRAK Kemajuan di bidang ekonomi berpengaruh terhadap iklim pariwisata di Indonesia, terlihat dari peningkatan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara, dengan tujuan wisata atau untuk urusan bisnis. Perkembangan di sektor pariwisata mendorong usaha penyediaan akomodasi berupa hotel. Lokasi proyek hotel di Mega Kuningan, Jakarta yang berada dalam kawasan sentra bisnis primer Jakarta, memberikan potensi tamu hotel berasal dari kalangan pebisnis dan profesional di daerah sekitar yang dikelilingi dengan deretan perkantoran dan pusat bisnis. Karakteristik lokasi dan manusia mempengaruhi jenis hotel yang dirancang yaitu hotel bisnis berbintang lima. Secara astronomis, posisi tapak berada di 6°13 LS dan 106°49 BT, merupakan daerah beriklim tropis. Permasalahan utama yang dihadapi pada iklim tropis adalah intensitas sinar matahari yang tinggi, sehingga suhu udara rata-rata relatif tinggi. Sinar matahari yang melimpah dapat dimanfaatkan sebagai sumber pencahayaan alami, namun tingginya intensitas sinar matahari turut membawa radiasi panas yang dapat terinduksi ke dalam bangunan. Panas yang terinduki ke dalam bangunan menyebabkan meningkatnya suhu udara dalam ruang sehingga menurunkan tingkat kenyamanan thermal manusia yang beraktivitas di dalamnya. Perancangan hotel bintang lima di Kuningan menggunakan pendekatan arsitektur tropis yang dilandasi konsep desain berkelanjutan, yakni dengan memecahkan permasalahan di iklim tropis melalui desain pasif pada bangunan dengan turut mempertimbangkan kelestarian lingkungan sekitar. Dalam menghadapi permasalahan iklim tropis berupa tingginya intensitas sinar matahari, perancangan hotel bintang lima di Kuningan menerapkan aplikasi rancangan arsitektur tropis diantaranya orientasi bangunan terhadap sinar matahari, desain fasad serta penataan lanskap dan vegetasi di sekeliling bangunan. Kata kunci: Kenyamanan thermal, hotel, Kuningan, arsitektur tropis, orientasi bangunan, fasad ABSTRACT Economic progress have affected tourism activity in Indonesia. Statistic shows increasing number of foreign tourist arrivals, for travel destination or for business affairs. Development of tourism stimulate business in providing accomodation, such as hotel. This project is located in Mega Kuningan, Jakarta, a primary business center in Jakarta, having potential guests mostly businessman and professionals from offices and business center around. Human characteristics and location influence the type of hotel designed, a five-star business hotel. The site is located at 6°13 north latitude and 106°49 east longitude, belong to tropical zone. The main problems in tropic climate is the high intensity of sunlight and high average air temperature. Abundant sunshine can be utilized as a source of natural lighting, but the high intensity of sunlight bring the heat radiation which can be induced into the building. Induced heat leading to increased air temperature in the room and causing the lower thermal comfort for human activity. The design of five star hotel in Kuningan, South Jakarta using tropical architecture approach based on the concept of sustainable design, by solving problems in a tropical climate through passive design of the building and also maintain the surrounding environment. The tropical climate problem such as high intensity sunlight, can be solved by applying tropical architectural concept design such as building orientation, facade design and landscape around the building. Key words: Thermal comfort,hotel, Kuningan,tropic arcitecture,building orientation, facade PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sektor pariwisata di Indonesia terlihat dari peningkatan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara baik untuk tujuan wisata atau bisnis. Di Jakarta ada peningkatan kedatangan wisatawan mancanegara sebanyak 162.368 kunjungan per Januari 2012 atau meningkat 11,84% dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Peningkatan sektor wisata berdampak kepada usaha penyediaan akomodasi untuk wisatawan berupa hotel. Komplek Mega Kuningan dipilih sebagai lokasi perancangan hotel karena letaknya yang strategis, merupakan kawasan bisnis primer di Jakarta Selatan, dikelilingi oleh perkantoran, pusat bisnis, pemukiman eksklusif serta dekat dengan kantor kedutaan besar. Berdasarkan kondisi lingkungan tersebutdapat diketahui target pasar dari kawasan yang meliputi pebisnis dan profesional yang berasal dari kelas menengah ke atas, sehingga hotel yang dirancang adalah hotel bintang lima. Secara astronomis, Indonesia terletak di 6º LU dan 11º LS yang merupakan daerah beriklim tropis basah. Ciri-ciri dari iklim tropis basah diantaranya adalah, sinar matahari yang terik sepanjang tahun, kecepatan angin yang rendah, suhu udara dan kelembapan relatif tinggi dan adanya curah hujan. Sinar matahari yang melimpah adalah potensi alam yang dapat dimanfaatkan untuk pencahayaan alami di siang hari, namun sinar matahari turut memancarkan radiasi panas yang menyebabkan meningkatnya suhu harian rata-rata lingkungan. Lokasi tapak yang berada di tengah kota Jakarta, dengan banyaknya areal perkerasan dan minim vegetasi menyebabkan radiasi panas matahari dipantulkan oleh permukaan perkerasan. Panas yang terakumulasi di udara menyebabkan meningkatnya suhu udara dalam suatu kawasan atau lebih dikenal dengan heat island effect. Panas dari lingkungan dapat terinduksi ke dalam bangunan yang berakibat kepada meningkatnya suhu dalam ruangan sehingga tingkat kenyamanan thermal manusia dalam bangunan menurun. Perancangan desain bangunan hotel menggunakan pendekatan arsitektur tropis yang dilandasi konsep desain berkelanjutan yakni, berupaya meminimalkan dampak buruk bangunan terhadap lingkungan melalui desain bangunan yang dapat menjawab permasalahan dari iklim setempat yang disesuaikan dengan kondisi dan karakter lingkungan tapak. Sebelum merancang hotel menggunakan pendekatan arsitektur tropis, perlu diketahui permasalahan utama dari iklim tropis sehingga dapat ditentukan pemecahan dari permasalahan yang ada melalui survei lokasi dan juga dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, salah satunya dengan mengkaji jurnal dan buku yang terkait dengan topik. B. Kajian Pustaka Berdasarkan hasil kajian pustaka dari jurnal yang ditulis oleh Tri Harso Karyono berjudul Wujud Kota Tropis di Indonesia : Suatu Pendekatan Iklim, Lingkungan dan Energi, iklim tropis memiliki problematik utama berupa tingginya suhu rata-rata harian dibanding pada iklim lain. Tingginya suhu harian rata-rata dikarenakan oleh tingginya intensitas sinar matahari, pancaran radiasi panas serta kondisi awan. Kondisi awan dapat mempengaruhi sudut jatuh radiasi matahari, dimana radiasi akan mencapai jumlah maksimum apabila sudut jatuhnya 90°. Selain dari kondisi iklim, yang menjadi permasalahan adalah keadaan lingkungan berupa elemen-elemen disekitar. Perkotaan--yang dalam hal ini adalah Jakarta-dicirikan dengan kerapatan bangunan yang tinggi, tertutupnya permukaan tanah oleh perkerasan dan menurunnya jumlah vegetasi, sehingga radiasi matahari yang jatuh dipantulkan ke udara yang mengakibatkan meningkatnya suhu udara lingkungan atau urban heat island. Panas dari lingkungan yang terinduksi ke dalam bangunan dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kenyamanan thermal dalam ruangan, padahal bangunan berfungsi sebagai tempat perlindungan manusia dari iklim yang kurang bersahabat. Oleh karena itu penulis menyimpulkan aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan bangunan di daerah tropis adalah perlindungan terhadap cuaca (hujan dan radiasi matahari), penambahan vegetasi dan penataan massa bangunan. Bentuk perlindungan bangunan terhadap cuaca diantaranya dapat melalui bentuk atau elemen bangunan yang dapat menutupi area tempat aktivitas manusia, sehingga tingkat kenyamanan thermal manusia dalam bangunan dapat dicapai. Menurut jurnal yang ditulis oleh Basaria Talarosha yang berjudul Menciptakan Kenyamanan Thermal dalam Bangunan, pencapaian tingkat kenyamanan thermal manusia dalam bangunan secara arsitektural dapat dilakukan dengan pengaturan orientasi bangunan terhadap arah sinar matahari, desain elemen arsitektur berupa sirip bangunan serta penanaman vegetasi. Sirip pada bangunan atau yang biasa disebut shading device berguna untuk mengurangi bahkan menghindarkan masuknya radiasi matahari ke dalam ruangan. Terdapat 6 bentuk shading device, diantaranya cantilever, louver overhang, awnings, horizontal louver, egg crate dan vertical louver. Egg crate dan vertical louver diklaim sebagai shading device yang memiliki efektivitas pelindung matahari yang paling tinggi, sehingga dianggap paling sesuai untuk sisi timur dan barat sebagai area yang menerima panas matahari paling tinggi. Berdasarkan hasil studi literatur, diketahui sisi timur dan barat adalah sisi yang paling panas, karena rotasi matahari bergerak dari timur ke barat. Namun seperti yang kita ketahui rotasi matahari tidaklah bergerak lurus, tapi cenderung miring sebesar 10°. Oleh karena itu pernyataan bahwa sisi timur dan barat sebagai sisi yang paling panas perlu diteliti lebih lanjut. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini terdapat software yang dapat mensimulasikan gerak rotasi matahari sesuai dengan lokasi secara astronomis. Dalam penelitian ini, saya menggunakan software Sketch-up untuk mengetahui gerak rotasi matahari yang sesungguhnya, yang bertujuan agar desain yang terbentuk lebih akurat. C. Tinjauan dan Landasan Teori 1. Definisi hotel Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan fasilitas kamar untuk tidur, pelayanan makanan dan minuman kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima. (Hotel Proprietors Act, 1956) Hotel adalah salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersial serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan di dalam keputusan pemerintah. (SK Menteri Parpostel Nomor: KM 34/HK103/MPPT 1987) 2. Klasifikasi dan pengelompokkan hotel Klasifikasi hotel adalah sistem pengelompokan hotel-hotel ke dalam berbagai kelas atau tingkatan degan ukuran standar tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan, diantaranya ialah pelayanan hotel, yang ditentukan dalam 5 golongan kelas (bintang) berdasarkan kelengkapan fasilitas dan kondisi bangunan, perlengkapan dan pengelolaan, serta mutu pelayanan yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata no. KM 3/KW 001/MKP 02. Kategori hotel di Indonesia tersebut adalah: Hotel melati 1 Hotel melati 2 Hotel bintang 3 Hotel bintang 4 Hotel bintang 5 3. Definisi Desain berkelanjutan Desain berkelanjutan adalah desain yang menciptakan solusi untuk memecahkan tantangan ekonomi, sosial dan lingkungan dari sebuah proyek secara bersamaan dan didukung oleh energi berkelanjutan. (Daniel E William, Sustainable Design : Ecology, Architecture and Planning, 2007, p.13) 4. Definisi Arsitektur Tropis Arsitektur Tropis adalah suatu karya arsitektur yang mampu mengantisipasi problematik yang ditimbulkan iklim tropis (T. H Karyono, 2007) 5. Aplikasi rancangan arsitektur pada iklim tropis yang dilandasi konsep desain berkelanjutan: Pengurangan perolehan paparan radiasi panas matahari, dengan pengaturan orientasi bangunan terhadap garis edar matahari dan melalui desain elemen fasad pada sisi bangunan yang menghadap arah datang sinar matahari. Perancangan bukaan bangunan untuk memperoleh pencahayaan alami secara maksimal. Upaya memperoleh cahaya dalam bangunan dengan memperhatikan intensitas cahaya yang dibutuhkan di dalam ruangan agar tidak menimbulkan kesilauan/cahaya masuk yang berlebihan. Cahaya alami terbagi menjadi dua menurut arah datangnya yaitu cahaya langsung matahari dan cahaya langit (daylight). Cahaya matahari umumnya dihindari karena menghantarakan radiasi panas, sehingga pencahayaan alami yang digunakan berasal dari cahaya langit. Pengaturan perletakan ruang, penempatan antara ruang-ruang utama (seperti ruang tidur) dengan ruang servis. Dalam pengaturan zoning ruang, ruang untuk akses vertikal ditempatkan pada sisi bangunan yang menghadap timur/barat karena merupakan ruang dalam bangunan dimana aktivitas pelaku dilakukan dalam waktu relatif singkat (tidak menjadi tempat kegiatan utama). Memaksimalkan vegetasi/penghijauan sekitar tapak, dengan penempatan pepohonan dan semak-semak untuk mengurangi paparan sinar matahari langsung ke dalam tapak ataupun bangunan dan untuk menyaring udara dari luar tapak. Vegetasi juga berguna sebagai penambah estetika dan juga sebagai sound barrier alami yang dapat menahan kebisingan dari luar tapak. D. Rumusan Masalah Gambar 1 Rumusan masalah 1. Bagaimana pemecahan masalah terhadap bentuk tapak yang memanjang dari utara ke selatan yang terekspos matahari siang lebih banyak 2. Bagaimana menentukan arah orientasi bangunan terhadap arah view terbaik dan potensi tapak 3. Bagaimana menentukan bentuk fasad yang dapat mengurangi masuknya radiasi matahari ke dalam bangunan E. Tujuan Penelitian Penelitian ini diwujudkan guna mengetahui pemecahan secara arsitektural terhadap permasalahan iklim tropis, yakni mencari tahu pengaruh orientasi bangunan dan desain elemen fasad terhadap kenyamanan thermal dalam ruangan dalam kaitannya dengan desain hotel bintang lima yang menggunakan pendekatan arsitektur tropis dan dilandasi desain yang berkelanjutan. METODE PENELITIAN Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan di lokasi tapak dan mencari jurnal dan buku tekait topik penelitian, lalu melakukan studi matahari. Pengamatan dilakukan pada tanggal 27 Februari 2012 pukul 11.00-13.00 di komplek Mega Kuningan, Jakarta Selatan untuk mengetahui kondisi eksisting tapak dan lingkungan di sekitarnya. Studi matahari untuk lokasi perancangan hotel dilakukan menggunakan software Sketch-up dari Maret 2012 hingga Juli 2012. Studi matahari dilakukan untuk mengetahui arah rotasi matahari pada tapak dan pembayangan dari elemen yang ada di lingkungan sekitar. Melalui studi matahari, dapat diketahui juga lamanya paparan sinar matahari terhadap tapak dari arah utara, barat, timur dan selatan untuk selanjutnya dicari pemecahan bentuk dan elemen arsitektur berupa shading device terhadap sisi yang menerima banyak paparan sinar matahari. Data yang dikumpulkan berupa arah rotasi matahari dan lama penyinaran dari keempat arah mata angin kemudian digunakan sebagai acuan dalam studi bentuk shading device yang akan diaplikasikan pada bangunan. Studi bentuk shading device dilakukan dengan membandingkan efektivitas dari beberapa jenis shading device hasil dari penelitian sebelumnya hasil tinjauan dari jurnal terkait. Efektivitas bentuk shading device ditentukan dari kemampuannya menahan sinar matahari agar tidak masuk ke dalam ruangan. HASIL DAN BAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi tapak, yakni di komplek Mega Kuningan, diketahui lingkungan sekitar tapak diisi oleh bangunan bertingkat tinggi berupa gedung perkantoran, apartemen, dan juga hotel. Hasil analisa rotasi matahari dan lama penyinaran melalui software sketch-up, diketahui bahwa matahari bergerak dari timur ke barat dan cenderung condong ke arah utara. Sisi utara menerima paparan sinar matahari selama kira-kira 7 jam, sedangkan sisi timur dan barat masing-masing memperoleh paparan sinar matahari sekitar 4 jam. Oleh karena itu dalam pengaturan orientasi bangunan, selain sisi timur dan batat, sisi utara juga dijadikan sebagai pertimbangan untuk meminimalkan permukaan bangunan terpapar sinar matahari. Tabel 1 Perbandingan pembayangan sinar matahari Dalam studi bentuk elemen fasad, ditemukan 4 bentuk shading device yang paling sesuai dengan arah datang matahari untuk dibandingkan efektivitasnya yakni egg crate, awnings, cantilever, dan bentuk hasil eksperimen, kombinasi vertikal-horizontal. Tabel 2 Bentuk shading device yang dianalisa Tabel 3 Perbandingan jenis shading device sisi utara Pada sisi utara, bangunan menerima paparan sinar matahari yang melimpah dari arah samping dan atas, dimulai dari waktu matahari terbit hingga terbenam. Hasil analisa perbandingan antara 3 alternatif bentuk shading device, dipilih alternatif 3 sebagai bentuk yang paling sesuai untuk sisi utara. Sirip vertikal yang diletakkan rapat dengan bukaan mampu menahan masuknya sinar yang datang dari samping pada saat sudut kedatangan sinar matahari yang rendah. Sirip horizontal menahan sinar dari atas, sehingga dapat meminimalkan masuknya cahaya matahari langsung (radiasi) ke dalam bangunan. Tabel 4 Perbandingan jenis shading device sisi barat Pada sisi timur, sinar matahari mulai masuk ke dalam bangunan pada jam 8 pagi. Pada siang hari (jam 12 siang), posisi matahari naik hingga berada di atas bangunan sehingga tidak ada sinar yang masuk. Hasil analisa perbandingan antara 3 alternatif bentuk shading device, ketiganya memiliki kemampuan untuk menahan masuknya sinar matahari, oleh karena itu penerapan dalam desain bangunan akan mengikuti pertimbangan bentuk shading device pada sisi bangunan lainnya. Tabel 5 Perbandingan jenis shading device sisi selatan Sisi selatan menerima sinar matahari yang paling sedikit. Hasil analisa perbandingan antara 3 alternatif bentuk shading device, dipilih alternatif 3 sebagai bentuk yang paling sesuai untuk sisi selatan, karena meminimalkan bentuk shading yaitu hnya horizontal untuk sebagai tampias air hujan, shingga menghemat penggunaan material yang tidak diperlukan. Tabel 6 Perbandingan jenis shading device sisi timur Pada sisi barat, sinar matahari mulai masuk ke dalam bangunan pada jam 1 siang. Semakin sore, posisi matahari semakin turun, sehingga sinar matahari yang diradiasikan menyilaukan dan panas. Hasil analisa perbandingan antara 3 alternatif bentuk shading device, dipilih alternatif 3 sebagai bentuk yang paling sesuai untuk sisi barat. Sirip horizontal dan vertikal yang diletakkan rapat dengan bukaan meminimalkan masuknya sinar matahari ke dalam bangunan. Hasil studi banding bentuk shading device maka didapat 2 bentuk yang akan diaplikasikan pada desain elemen arsitektur hotel di Kuningan yakni bentuk kombinasi vertikal-horizontal dan cantilever. Shading device bentuk kombinasi vertikal-horizontal diaplikasikan pada sisi utara, barat dan timur karena paling efektif menahan sinar matahari sehingga tidak masuk ke dalam ruangan dibandingkan dengan bentuk egg crate dan awnings. Bentuk kombinasi vertikal-horizontal memiliki tingkat efektivitas yang tinggi saat diaplikasikan pada sisi utara, barat dan timur karena mampu mengurangi masuknya sinar matahari yang datang dari arah samping dengan sudut kedatangan yang rendah ke dalam ruangan. Sedangkan cantilever diaplikasikan pada sisi selatan, karena sisi selatan memperoleh paparan sinar matahari paling sedikit dan arah datang matahari cenderung dari atas. SIMPULAN DAN SARAN Pengembangan konsep arsitektur tropis pada perancangan bangunan sangat diperlukan dalam proses desain arsitektur di Indonesia yang beriklim tropis, karena iklim tropis memiliki ciri khas iklim yang berbeda dengan iklim lainnya. Iklim tropis ditandai dengan suhu udara yang relatif tinggi dan sinar matahari yang melimpah, menyebabkan terbentuknya suatu kondisi yang kurang nyaman untuk aktivitas manusia. Oleh karena itu desain bangunan pada iklim tropis berbeda dengan desain bangunan pada iklim sub-tropis. Pada iklim tropis matahari merupakan faktor alam yang dihindari dalam desain bangunan, sedangkan pada iklim sub-tropis matahari menjadi magnet dalam desain orientasi bangunan. Berdasarkan hasil analisa dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingginya paparan radiasi matahari bukan hanya berasal dari timur dan barat, namun juga dari sisi utara, dikarenakan lokasi tapak di Jakarta yang secara geografis berada di sisi selatan garis khatulistiwa sehingga rotasi sinar matahari dari timur ke barat cenderung condong ke arah utara 2. Orientasi bangunan terhadap arah datang sinar matahari mempengaruhi masuknya radiasi panas sinar matahari ke dalam bangunan. Salah satu pemecahan desain orientasi bangunan adalah dengan mengorientasikan bangunan dengan kemiringan tertentu terhadap arah datang sinar matahari sehingga dapat meminimalkan paparan langsung sinar matahari ke bangunan atau dapat dengan penyusunan ruang-ruang dalam bangunan, dengan menempatkan area servis pada sisi yang menerima paparan sinar matahari paling tinggi. 3. Aplikasi shading device merupakan salah satu bentuk pemecahan permasalahan sinar matahari pada iklim tropis, karena berfungsi meminimalkan masuknya sinar matahari ke dalam bangunan. Bentuk shading device dapat bervariasi sesuai dengan arah datang sinar matahari. 4. Vegetasi merupakan elemen penting dalam desain, karena vegetasi dapat menyerap panas sinar matahari sehingga dapat menurunkan suhu lingkungan dan juga berfungsi untuk menyerap air hujan dalam kaitannya dengan desain berkelanjutan. Proses desain bangunan sebaiknya senantiasa memperhatikan lingkungan sekitar, salah satunya adalah dengan membuat desain bangunan yang dapat memecahkan permasalahan lingkungan yang ada secara arsitektural. Penerapan desain arsitektur tropis patut di pertimbangkan dalam setiap proses desain bangunan di Indonesia yang beriklim tropis, sehingga terbentuk bangunan yang dapat mengakomodasi kegiatan manusia dan juga suatu lingkungan binaan yang selaras dengan lingkungan demi keberlangsungan hidup manusia. REFERENSI Karyono, Tri Harso. (2001).Wujud Kota Tropis di Indonesia: Suatu Pendekatan Iklim, Lingkungan dan Energi. Dimensi Teknik Arsitektur, 29(2), 141-146. Karyono, Tri Harso. (2010). Green Architecture: Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia. (Edisi 1). Jakarta: Rajawali Pers. Talarosha, Basaria. (2005). Menciptakan Kenyamanan Thermal Dalam Bangunan. Jurnal Sistem Teknik Industri. 6(3). pp.148-158 William, Daniel E. (2007). Sustainable Design : Ecology, Architecture and Planning. RIWAYAT PENULIS Bernadete Monica lahir di kota Jakarta pada 1 April 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Binus University dalam bidang Arsitektur pada 2012.