BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah bangsa
majemuk yang penduduknya
terdiri dari berbagai suku, bahasa, budaya ataupun adat istiadat serta
agama. Bangsa Indonesia terkenal sebagai masyarakat yang religius, yang
setiap aktifitas kehidupannya bertitik-tolak pada ajaran agama yang
dianutnya. Oleh karena itu, setiap manusia harus memiliki agama dan
melaksanakan ajaran agamanya masing-masing. Agama terdiri dari dua
suku kata, yaitu ”A” yang berarti tidak, dan ”Gamma” artinya kacau, jadi
agama berarti tidak kacau. Dengan adanya agama diharapkan dapat
membuat suatu keadaan menjadi damai, baik dari ajaran maupun dari tata
peribadatannya. Tata peribadatan tiap-tiap agama berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Melalui tata peribadatan dari tiap agama masingmasing itulah menunjukkan ciri khas suatu bangsa manusia Indonesia
yang mengekspresikan keagungan pesona estetika sebuah keberagaman
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, baik dalam hal ritual
keagamaan maupun ajaran-ajaran agamanya. Penulis terpanggil untuk
meneliti dan mengkaji salah satu ciri khas dari perayaan ibadah
keagamaan Katolik selain disebabkan adanya pro kontra polemik tentang
masuknya musik pop ke dalam liturgi yang berpengaruh menurunkan arti
1
2
teks rohani tersebut sudah dipersembahkan ke dalam dunia hiburan dan Tuhan
diberi sisanya (Prier dan Paul Widyawan, 2011:78).
Prokontra musik liturgi sudah lama dipersoalkan sejak masuknya musik
pop ke dalam liturgi. Pusat Musik Liturgi (PML) di Yogyakarta mencatat tiga
pendapat. Pendapat pertama cenderung menerima lagu pop rohani agar tidak dicap
kolot dan kurang peka pada selera zaman. Pendapat kedua menolak lagu pop,
karena jika tidak, maka musik Gereja akan merosot, makin kurang bermutu dan
kehilangan daya membentuk manusia. Pendapat ketiga cenderung kompromi.
Mereka berpendapat, lebih baik menciptakan lagu pop rohani bermutu yang dapat
dipakai sebagai sarana pendidikan iman di luar liturgi.
Penulis beranggapan bahwa musik liturgi belum mendapatkan tempat
utamanya pada hati umat katolik kebanyakan. Umat kehilangan makna
sesungguhnya di balik musik liturgi yang merupakan cikal bakal Gereja Katolik,
karena musik gereja bukan sekadar seni, tapi ungkapan pujian kepada Tuhan. Paus
Benediktus XVI pun mempertimbangkan musik dan lagu pop masuk ke dalam
liturgi. Paus mengingatkan, musik dan lagu Gereja adalah Umat Allah yang
bernyanyi menyatakan identitas. Maka, hendaknya dihindari musik dangkal
masuk dalam perayaan liturgis dan jangan menciptakan musik liturgi demi
kepentingan pragmatisme pastoral. Tidak seenaknya memasukkan musik dan lagu
pop ke dalam perayaan liturgi, terutama perayaan Ekaristi. Kelonggaran boleh
ditolerir untuk ibadat di luar liturgi.
Berangkat dari berbagai macam sekelumit persoalan tentang musik dan
lagu liturgi, juga keheranan beberapa orang bahwa dunia ritual keagamaan umat
3
Katolik yang bersinggungan dengan musik dan begitu juga sebaliknya.
Penulis tertantang dan tertarik mengangkat musik dan lagu atau nyanyian
liturgi sebagai bagian yang tidak lepas keterkaitannya dengan upacara
keagamaan dalam Gereja Katolik secara filosofis dalam perspektif
estetika.
Katolik berarti umum, memiliki pengertian terbuka secara umum
bagi siapa saja tanpa memandang suku, warna kulit, latar belakang, dan
kebiasaannya. Dalam lingkup gereja Katolik, ibadat hampir sama dengan
liturgi, yang sering disebut ibadat resmi gereja. Istilah ibadat gereja
menitikberatkan pada aspek kultus lahiriah dari liturgi, yaitu upacara dan
kebaktian lainnya yang dilakukan oleh umat Allah sebagai Tubuh Mistik
Yesus Kristus yang disusun secara hirarkis di hadapan umum umat yang
meluhurkan Tuhan, bersyukur serta menyatakan bakti kepada-Nya. Dalam
kehidupan sehari-hari, umat Katolik berkumpul atas nama Kristus yang
bertindak sebagai anggota Tubuh Kristus. Segala aktivitas kegiatan profan
(duniawi) sehari-hari dipersembahkan dihadapan Tuhan, dimurnikan dan
diperteguh dalam ibadat. Maka ibadat, khususnya ekaristi merupakan
ungkapan iman yang paling jelas menjadi dasar dan puncak semua
kegiatan Allah. Dalam arti luas, ibadat mencakup aneka ragam bentuk
kebaktian bersama sehingga dapat dikatakan bahwa ibadat merupakan
suatu kesatuan, semua unsur yang berupa musik maupun bukan musik
dikaitkan yang satu dengan yang lain. Maka musik ibadat Kristiani tidak
4
dapat dipisahkan dari tempat orang berkumpul dari gereja pembangunan, dari seni
rupa, bahasa, gerak-gerik, musik dan tari.
Perayaan Ekaristi atau liturgi dapat menjadi lebih agung apabila dirayakan
dengan nyanyian yang meriah, dilayani oleh para petugas Liturgi dan umat
berpartisipasi secara aktif. Liturgi adalah karya Allah, namun suasana liturgi
terbentuk juga oleh sikap manusia yang merayakannya. Gereja bersifat manusiawi
sekaligus ilahi, apa yang ada sekarang kepada kota yang akan datang. Umat
Katolik biasanya melakukan peribadatan di gereja. Gereja adalah tempat
persekutuan orang beriman melaksanakan ritual agama seperti berdoa, bernyanyi,
dan bermazmur setiap hari Minggu. Banyak perbedaan antara ajaran Katolik
dengan ajaran agama Kristen lainnya baik dalam tata cara ibadah maupun lagulagu pujian. Nyanyian rohani berhubungan dengan Agama Kristen namun
diciptakan untuk keperluan-keperluan keagamaan selain ibadat, misalnya sebagai
lagu hiburan rohani, lagu yang enak dinyanyikan dalam pertemuan, dan bisa juga
sebagai lagu pelajaran dalam sekolah Minggu. Batasan antara musik Liturgi dan
nyanyian rohani tidak begitu jelas, keduanya mempunyai tujuan yang berbeda
yaitu dalam hal penggunaan istilah musik Gereja. Bentuk musik vokal serta
instrumental liturgi Kristiani itulah disebut musik Ibadat Kristiani. Musik rohani
adalah musik yang sengaja diciptakan untuk keperluan diluar ibadat liturgi,
misalnya: pertemuan mudika, arisan-arisan, rekreasi, pelatihan, pentas musik
rohani, rekaman, sinetron, nongkrong di café bahkan sampai dengan usaha
membentuk suasana rohani di rumah. Berdasarkan uraian di atas, penulis
membahasnya secara detail dalam sebuah skripsi dengan judul: Musik dan Lagu
5
Liturgi Dalam Ekaristi di Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru
Yogyakarta : Sebuah Kajian Estetika.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain:
a.
Bagaimana peran musik dan lagu liturgi dalam Ekaristi di Gereja Katolik?
b.
Apa tujuan musik dan lagu liturgi dalam Ekaristi di Gereja Katolik?
c.
Apa sajakah aspek yang terkandung dalam musik dan lagu liturgi Gereja
Katolik Santo Antonius Kotabaru secara filosofis, khususnya ke dalam
perspektif Estetika?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penulis telusuri berbagai penelitian tentang kajian filsafati musik
gereja katolik belum pernah diteliti oleh mahasiswa filsafat UGM, namun penulis
lebih banyak menemukan penelitian yang berhubungan ke dalam ranah inkulturasi
antara lain sebagai berikut:
a.
Penelitian Sukatmi Susantina berupa tesis tentang ”Inkulturasi Gamelan
Jawa di Gereja-Gereja Katolik Yogyakarta” lebih bercorak pengaruh
kebudayaan terhadap penerapan musik di gereja katolik. (Fakultas Filsafat
UGM, 1996).
b.
Penelitian Hans J Daeng berupa disertasi tentang ”Upaya Inkulturasi
Gereja Katolik Di Manggarai Dan Ngada” (Flores) lebih bercorak
antropologi sosial (Fakultas Sastra UGM, 1989).
6
c.
Tulisan Inkulturasi yang lebih mengait dengan evangelisasi dilakukan oleh
Ancetus B.Sinaga dengan judul ”Gereja dan Inkulturasi” (Kanisius,
Yogyakarta,1984) dan Hubertus Muda dengan judul “Inkulturasi”
(Candraditya, Flores, 1992).
d.
Tulisan S. Reksosusilo berjudul ”Inkulturasi Gereja di Alam Jawa”
(Kanisius, Yogyakarta, 1977) lebih menitikberatkan bagaimana wujud
Gereja yang sudah terinkulturasikan.
e.
Hari Kustanto berjudul ”Inkulturasi Agama Katolik Dalam Kebudayaan
Jawa” (Pusat Pastoral , Yogyakarta, 1989) lebih berorientasi pada simbol.
Namun dalam tulisan ini belum menyinggung sama sekali, apa dan
bagaimana keberadaan penggunaan musik di gereja dari segi estetikanya.
Berdasarkan penelitian ataupun tulisan-tulisan seperti yang telah
disebutkan, maka penelitian tentang ”Musik dan Lagu Liturgi Dalam Ekaristi Di
Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta: Sebuah Kajian Estetika”
belum pernah dilakukan, oleh karena itu layak untuk diteliti. Objek penelitian
yang akan diteliti penulis adalah lagu Ordinarium (musik pokok yang paling
sering dinyanyikan pada setiap ekaristi) yaitu : Kyrie (Tuhan Kasihanilah kami),
Gloria (Kemuliaan), Sanctus (Kudus), Pater Noster (Bapa Kami), dan Agnus Dei
(Anak Domba Allah) yang bersifat universal, mengandung aspek pengalaman
spiritual maupun religius dan estetik, khususnya tentang musik dan lagu liturgi.
3. Manfaat penelitian
a.
Bagi peneliti
Memberikan semangat untuk meneliti hal-hal yang belum banyak dikaji.
7
b. Bagi perkembangan ilmu dan filsafat
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan paradigma baru yang lebih
radikal berkaitan dengan persoalan hidup manusia, khususnya tentang
musik. Selain itu, dengan adanya penelitian ini pula diharapkan akan
muncul terobosan-terobosan inovatif, baik dalam bentuk karya ilmiah
maupun lainnya, yang membahas musik melalui pendekatan estetika.
c.
Bagi insan musik dan bagi pembangunan
Adanya karya-karya ilmiah yang menyangkut tentang musik, secara tidak
langsung dapat memberikan kontribusi terhadap dunia musik. Musik tidak
lagi dianggap hanya sebatas hiburan dan sarana bisnis semata tetapi
diharapkan bisa pula menjadi sarana membangun pendekatan religius
kepada Tuhan dan sesama, kontemplatif maupun yang sifatnya mendidik,
bahkan menjadi sebuah motivasi bagi pendengarnya.
B. Tujuan Penelitian
Sebagai sebuah penelitian ilmiah, penelitian ini secara khusus bertujuan:
1.
Memaparkan dan menguraikan tentang peran musik dan lagu liturgi dalam
prosesi upacara keagamaan Gereja Katolik.
2.
Menjelaskan tentang tujuan dari musik dan lagu liturgi umat Gereja Katolik.
3.
Memahami aspek yang terkandung dalam musik dan lagu liturgi perayaan
keagamaan umat Katolik Gereja Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta ke
dalam kajian estetika.
8
C. Tinjauan Pustaka
Dalam bahasa Inggris, istilah aesthetic muncul pertama kali pada abad 19.
Istilah aesthetic ini masuk ke dalam bahasa Inggris lewat bahasa Jerman, yang
sebelumnya berasal dari bahasa Yunani. Baumgarten memberikan pengertian
“menyerap keindahan dengan panca-indra”. Imannuel Kant memperluas
pengertian untuk istilah tersebut yaitu dalam pengertian yang lebih berpusat pada
masalah-masalah “keindahan” dalam kesenian (Wiryamantara, 1986:88).
Musik dan lagu Gereja berkembang di kalangan Kristen (juga pada zaman
sebelum kekristenan: Yahudi), terutama dilihat dari penggunaannya dalam ibadat
gereja. Seorang tokoh musik gereja, Mawene (seorang Teolog Perjanjian Lama
Indonesia) namun perhatian dalam musik liturgi, dalam bukunya: “Gereja yang
bernyanyi”, menyebutkan musik liturgi merupakan ungkapan hati orang percaya
(Kristen) yang diungkapkan dalam bunyi-bunyian yang bernada dan berirama
secara harmonis, antara lain dalam bentuk lagu dan nyanyian. Sama dengan musik
secara umum, dua unsur; vokal dan instrumental harus diperhatikan, dan
khususnya dalam bermusik di gereja yang sarat dengan makna teologis dan
berkenaan dengan iman umat. Dua hal itu sangat penting untuk disajikan secara
tepat agar umat mampu menghayati imannya dengan bantuan musik. Musik
sangat penting dalam peribadatan gereja sebab sebagian besar porsi peribadatan
gereja memiliki unsur musik; baik lirik atau syair ,vokal maupun instrumental.
Begitu pentingnya musik di dalam gereja, sehingga Marthin Luther, tokoh Gereja
Protestan era reformasi menyatakan bahwa gereja yang baik adalah gereja yang
bernyanyi (http://id.wikipedia.org/wiki/Musik_Gereja).
9
Musik dalam liturgi membuang jauh gagasan bahwa musik hanya berarti
melagukan madah, entah kuno entah modern, klasik atau kontemporer.
Sebaliknya, mencoba menganalisis bunyi kata-kata Latin yang lembut, bunyi bel,
bunyi pintu tabernakel ditutup, bunyi pedupaan diayun, bunyi sendok yang beradu
dengan piala, bunyi orang berdiri dan berlutut, bunyi musik dari kor atau organis.
Semua itu menuntut bunyi yang dapat lebih keras atau lebih lembut. Lebih tinggi
atau lebih rendah, lebih cepat atau lebih lambat daripada cara bicara sehari-hari
(Huck, 2001:49-50).
Nyanyian dan musik mendapat tempat yang istimewa dalam liturgi : Suatu
perayaan (misalnya 17 Agustus, pesta pengantin di kampung, HUT di rumah) mau
tidak mau disertai musik dan nyanyian untuk menunjukkan bahwa perayaan
merupakan saat yang istimewa di samping acara-acara harian yang lainnya.
Liturgi adalah perayaan keselamatan, namun tuntutan diatas adalah sama : saat
istimewa ini perlu ditunjukkan dengan adanya musik dan nyanyian, dalam hal ini
ditentukan menurut tingkat perayaannya (Prier, 1987: 3-4).
Dalam pernyataan tentang musik dalam liturgi, para uskup di Amerika
Serikat berkata, “Musik hendaklah membantu himpunan jemaat beriman untuk
mengungkapkan dan membagikan karunia iman yang terkandung di dalamnya.
Musik hendaklah memupuk dan menguatkan keyakinan iman jemaat. Musik
haruslah menunjang syair sehingga setiap kata berbicara lebih mantap dan lebih
menyentuh. Hanya musiklah yang mampu meningkatkan mutu sukacita dan
gairah jemaat yang beribadat. Musik membangkitkan rasa kebersamaan di
kalangan jemaat, dan menciptakan suasana yang cocok untuk perayaan tertentu.
10
Musik juga mampu menyingkap makna dan rasa, ide dan intuisi, yang tidak dapat
diungkap melulu oleh kata-kata” (Dokpen KWI, 1998:23-23).
D. Landasan Teori
Gereja merupakan orang-orang yang beriman kepada Kristus. Warga gereja
itu adalah orang-orang yang konkret, yang terikat pada budaya lokal dan manusia
dari kelompok tertentu. Maka sejak semula gereja tidak pernah bisa melepaskan
diri dari musik. Liturgi yang merupakan perayaan iman gereja senantiasa tidak
dapat lepas dari unsur musik, musiknya pun ialah musik dari tradisi setempat
(Martasudjita dan Kristanto, 2007:12).
Sejak awal perkembangannya, Gereja Katolik telah memaknai musik
sebagai suatu bentuk komunikasi iman dalam perayaan liturgi. Oleh karena itu
untuk menghayati musik sebagai sarana doa yang berdaya guna, dibutuhkan juga
corak musik yang menunjang ibadat atau perayaan liturgi, yang mampu
memperdalam sikap batin kepada Allah. Prinsip fundamental yang menjadikan
musik liturgi dinilai penting adalah relasi musik dengan aspek kebatinan dan
kejiwaan manusia. Hal ini menegaskan bahwa dalam kehidupan religius dari
berbagai agama, musik memainkan peranan penting dalam ritus-ritus keagamaan,
entah lewat bunyi-bunyian instrumen musik maupun lewat nyanyian-nyanyian
ritual. Dari fenomena ini, maka adalah penting untuk mengetahui makna dan
sejarah apresiasi Gereja terhadap musik sebagai sebuah sarana peribadatan yang
kini telah dikenal dengan sebutan musik liturgi.
Thomas Aquinas sebagai penggagas estetika skolastik (abad pertengahan)
menguraikan pandangannya tentang keindahan. Rumusan yang paling terkenal
11
adalah: ”Keindahan berkaitan dengan pengetahuan, pengalaman si subjek
terhadap objek (aposteriori-empiris), kontemplasi, pengalaman keindahan
mencakup tiga kualitas, yaitu: integritas atau kelengkapan, proporsi atau
keselarasan yang benar, dan kecemerlangan”. Unsur-unsur itu sudah berulang
kali mewarnai sejarah” (Sutrisno dan Verhaak, 1993:33-34).
Keindahan suatu karya seni tertentu pada dasarnya mempunyai bentuk
estetis dan mencakup ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri dari bentuk estetis dibahas oleh
ahli estetika De Witt H. Parker dalam bukunya Analysis Of Art. Dalam ciri-ciri
pokok itu, ahli pikir menyatakan bahwa keindahan tersusun dari pelbagai kesatuan
organis, tema, variasi menurut tema, keseimbangan, perkembangan, dan
tatajenjang (Gie, 1996:76).
E. Metode Penelitian
1. Bahan dan materi penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Bahan dan materi yang
ada di dalam penelitian ini menyangkut studi pustaka berupa literatur dan musik
yang menjadi objek penelitian dalam skripsi ini. Bahan literatur yang dijadikan
pustaka dalam penelitian ini antara lain:
a.
Data Primer yaitu data yang dijadikan rujukan utama dalam penelitian ini.
Sumber-sumber yang dijadikan data primer adalah:
1) Martasudjita dan J. Kristanto, 2007, Panduan Memilih Nyanyian
Liturgi, Kanisius, Yogyakarta.
2) Martasudjita, 2011, Pengantar Untuk Studi dan Praksis Liturgi, Revisi
Buku Pengantar Liturgi, Kanisius, Yogyakarta.
12
3) Andalas, 2011, Bertumbuh Untuk Berbagi, Gereja Santo Antonius
Kotabaru, Yogyakarta.
4) The Liang Gie, 1996, Filsafat Keindahan, Edisi Pertama, Cetakan ke-1
: PUBIB: Yogyakarta
5) Mudji Sutrisno dan Verhaak, 1993, Estetika Filsafat Keindahan,
Kanisius, Yogyakarta
6) Mudji Sutrisno, 2005, Estetika dan Religiusitas dalam Islah Gusmian
(ed),Teks-Teks Kunci Estetika, Filsafat Seni, Galang Press: Yogyakarta
b.
Data sekunder yaitu referensi yang menunjang penelitian ini berupa
dokumen resmi vatikan, kamus, jurnal seminar, serta bahan lainnya yang
berkaitan dengan penelitian yang diangkat.
2. Jalan penelitian
Adapun tahap-tahap yang digunakan dalam melakukan penelitian ini
adalah:
a.
Pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian seperti kumpulan
pustaka tentang musik liturgi, Gereja Kotabaru, ekaristi, dan estetika.
b.
Menganalisis data yang sudah diklasifikasikan dengan menggunakan
metode filsafat yang telah dipilih. Setelah data dikumpulkan, kemudian
dikategorisasikan sesuai dengan topik penelitian.
c.
Menuangkan hasil analisis data ke dalam bentuk laporan penelitian secara
sistematis.
3. Analisa hasil
13
Penelitian ini menggunakan metode hermeneutika filosofis dengan unsurunsur metodis, antara lain:
a.
Deskripsi
Data-data musik liturgi, diuraikan secara sistematis supaya diperoleh
sebuah gambaran yang lebih jelas tentang topik penelitian.
b.
Induksi dan deduksi
Untuk memahami suatu pemikiran secara jelas dan menyeluruh, maka
diperlukan suatu analisis yang tidak hanya penyimpulan, tapi juga
pengujian.
c.
Interpretasi
Digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas, luas dan mendalam
berdasarkan data yang diperoleh tentang musik liturgi dalam Ekaristi
Gereja Katolik Kotabaru, selanjutnya dianalisis menggunakan pisau
analisis Estetika.
d.
Holistika
Data yang ada dilihat dalam rangka keseluruhan bahasan tentang musik
liturgi dalam ekaristi gereja katolik di Yogyakarta terkait hubungannya
dengan estetika.
e.
Kesinambungan historis
Data yang ada dilihat dari pengembangan pemikiran untuk memahami
musik liturgi dalam Ekaristi Gereja Katolik di Yogyakarta melalui kajian
Estetika.
f.
Refleksi
14
Untuk mendapatkan pengertian tentang estetika yang terkandung dalam
musik liturgi secara akurat dan sah. Oleh karena itu, peneliti mengadakan
refleksi terhadap musik liturgi yang dikidungkan dalam Ekaristi Gereja
Katolik.
F. Hasil yang Dicapai
1.
Mendapatkan pemahaman dan deskripsi tentang peran musik dan lagu dalam
Ekaristi Gereja Katolik.
2.
Mengetahui tujuan dari musik dan lagu dalam Ekaristi Gereja Katolik.
3.
Mampu Menjelaskan nilai-nilai estetika yang terkandung di dalam musik dan
lagu liturgi pada tata peribadatan umat Katolik Gereja Santo Antonius
Kotabaru Yogyakarta.
G. Sistematika Penulisan
Bab I mengenai pendahuluan yang meliputi pembahasan latar belakang
permasalahan, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
landasan teori, dan metode yang digunakan dalam penelitian.
Bab II menguraikan tentang eksplorasi musik liturgi, latar belakang musik
dan lagu liturgi, pengertian musik secara luas, aliran-aliran dalam musik secara
luas, pengertian musik liturgi, jenis-jenis musik dalam liturgi, sejarah musik
liturgi, dan aplikasi musik dan lagu liturgi dalam praktek peribadatan di Gereja
Santo Antonius Kotabaru Yogyakarta.
Bab III berisi tentang kajian estetika (pengertian estetika, teori estetika,,
dan seni).
15
Bab IV menjelaskan tentang estetika musik dan lagu dalam liturgi Gereja
Kotabaru, estetika yang menjadi landasan musik liturgi Gereja Kotabaru, makna
filosofis pada musik dan lagu liturgi, sakralitas musik liturgi Gereja Katolik.
Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang didapat
dari penelitian.
Download