View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
GAMBARAN SITOLOGI ULAS VAGINA KUCING
SELAMA SIKLUS ESTRUS YANG DIINDUKSI
HORMON GONADOTROPIN
SKRIPSI
CHRISTIN LUPITA L.DENGEN
NIM O111 11 269
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
GAMBARAN SITOLOGI ULAS VAGINA KUCING
SELAMA SIKLUS ESTRUS YANG DIINDUKSI
HORMON GONADOTROPIN
CHRISTIN LUPITA L.DENGEN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Skripsi
: Gambaran Sitologi Ulas Vagina Kucing Selama Siklus Estrus
Yang Diinduksi Hormon Gonadotropin
Nama
NIM
: Christin Lupita L.D
: O111 11 269
Disetujui Oleh,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Drh.Fika Yuliza Purba , M.Sc
NIP. 19860720 201012 2 004
Dr.drh. Dwi Kesuma Sari
NIP.19730216 199903 2 001
Diketahui Oleh,
Dekan
Fakultas Kedokteran
Ketua Program Studi
Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp. Bs
NIP. 19551019 198203 1 001
Prof.Dr. Drh. Lucia Muslimin M.Sc
NIP.19480307 197411 2 001
Tanggal lulus : 25 November 2015
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Christin Lupita L.D
NIM
: O111 11 269
Fakultas
: Kedokteran
Program Studi : Kedokteran Hewan
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya susun dengan judul :
Gambaran Sitologi Ulas Vagina Kucing Selama Siklus Estrus Yang Diinduksi
Hormon Gonadotropin
adalah benar-benar hasil karya saya dan bukan merupakan plagiat dari skripsi
orang lain. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab
hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan
dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, 25 November 2015
Pembuat pernyataan,
Christin Lupita L.D
iv
ABSTRAK
CHRISTIN LUPITA L.DENGEN. O11111269. Gambaran Sitologi Ulas Vagina
Kucing Selama Siklus Estrus Yang Diinduksi Hormon Gonadotropin. Dibimbing
oleh FIKA YULIZA PURBA dan DWI KESUMA SARI
Estrus yang dikenal dengan istilah birahi adalah suatu periode secara psikologis
maupun fisiologis pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan untuk
kopulasi. Dalam merangsang estrus dilakukan penyuntikan hormon gonadotropin.
Dasar fisiologik penggunaan hormon Gonadotropin untuk meningkatkan siklus
estrus, ovulasi dan fertilitas ternak betina. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui efek pemberian hormon Gonadotropin dalam menginduksi estrus
kucing betina. Hewan yang digunakan sebanyak enam ekor kucing betina dewasa,
masing-masing hewan diberikan Gonadotropin (Folligon) dengan dosis 100IU per
ekor secara IM (Intramuscular). Pengambilan swab vagina dilakukan 24 jam
setelah pemberian hormon Gonadotropin (Folligon). Pengambilan swab vagina
dilakukan selama 14 hari. Pengamatan dan pencatatan dilakukan dengan
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x40. Analisis data menggunakan
ANOVA, dan bila ada perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Tukey Test.
Dari hasil analisis diperoleh Sel Parabasal menunjukkan bahwa hari ke 4-9
berbeda nyata (P<0,05) terhadapa hari 10-14 tapi tidak berbeda nyata (P>0,05)
terhadap hari 1-3. Sel Intermediet menunjukkan bahwa hari ke 1-3 berbeda nyata
(P<0,05) terhadap hari 4-9 tapi tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap hari 10-14.
Sel Superfisial menunjukkan bahwa nilai rata-rata sel superfisial dari keenam
kucing tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Sel kornifikasi
menunjukkan bahwa hari ke 1-3 berbeda nyata (P<0,05) terhadap hari 4-9 tapi
tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap hari 10-14. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah Gonadotropin memberikan efek induksi estrus pada kucing dan ditemukan
perubahan gambaran sitologi ulas vagina kucing selama siklus estrus.
Kata kunci : Estrus, Gonadotropin Releasing Hormone, kucing
v
ABSTRAK
CHRISTIN LUPITA L.DENGEN. O11111269. The image of vaginal cytology
segment cats during estrus cycle induced gonadotropin hormone. Dibimbing oleh
FIKA YULIZA PURBA dan DWI KESUMA SARI
Estrus known as lust is a period psychologically and physiologically in female
animals who are willing to accept a male for copulation. In inducing estrus / estrus
done injecting gonadotropin hormone. Basic physiological use of gonadotropin
hormone for increasing the estrus cycle, ovulation and fertility of female animals.
The purpose of this study was to determine the effect of gonadotropin hormone in
inducing estrus female cat. Animals used six adult female cats, each animal was
given at a dose of 100IU per gonadotropin hormone IM tail. Sampling was
performed 24 hours after administration of gonadotropin hormone (Folligon).
Sampling was carried out for 14 days. Observation and recording is done by using
a microscope with a magnification of 10x40. Analysis of data using ANOVA, and
if there is a real difference followed by Tukey's Test. The results of analysis
showed that the Day parabasal cells to 49 significantly different (P <0.05) on days
10-14 but not significantly different (P> 0.05) on days 1-3. Intermediates cells
showed that Day 13 significantly different (P <0.05) on days 4-9 but not
significantly different (P> 0.05) on days 10-14. Superficial cells showed that the
average value of the superficial cells of the six cats there are no significant
differences (P> 0.05). Cornification cells showed that day to 1-3 significantly
different (P <0.05) on days 4-9 but not significantly different (P> 0.05) on days
10-14. The conclusion is the estrous cycle can be seen on days 4-9 on a day where
the cell cornification significantly different.
key lock : estrus, gonadotropin hormone,kucing
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Tuhan YME yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Gambaran Sitologi Ulas Vagina Kucing Selama Siklus
Estrus Yang Diinduksi hormon gonadotropin” ini.
Proses penyusunan skripsi ini merupakan sebuah proses dan perjalanan panjang
yang tidak lepas dari dukungan banyak pihak, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc dan Dr. drh. Dwi Kesuma Sari sebagai
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasihat
penuh kesabaran dan rasa semangat selama penelitian penyusunan skripsi
ini.
2. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
3. Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc sebagai Ketua Program Studi
Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
4. Drh. Dini Kurna Ikliptikawati, M.Sc dan Drh. Mona Kusuma H.F sebagai
dosen pembahas dan penguji dalam seminar proposal dan hasil yang telah
memberikan masukan-masukan dan penjelasan untuk perbaikan penulisan
skripsi ini.
5. Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc sebagai pembimbing akademik yang telah
banyak memberi nasihat dan bimbingannya selama penulis kuliah di
Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
6. Seluruh staf Dosen, Pegawai di Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan
dukungan penuh bagi penulis selama kuliah.
7. Keluarga besar saya, ayahanda Ir.Antonius Dengen , M.Si, ibunda
Marliana S.pd, dan adik saya Nanda, Dede, Soyan, Esy. yang tidak hentihentinya memberikan dukungan moril, doa, kasih sayang, dan tentunya
materil sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman yang saya sayangi, yang saya cintai, yang sudah saya anggap
sebagai saudara sendiri(GengTor) Adlend, Christin Lupita, Tresiaty Oriza,
Elvi Susanti, Mely dan Riswulan yang selalu hadir baik susah maupun
senang, memberikan dukungan yang luar biasa hebatnya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
vii
9. Reckan S.Paende teman yang sudah banyak membantu selama proses
penelitian.
10. Teman doa yang saya kasihi Andi Baratu Lestari Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin dan Henrikus Irawan Pendidikan Dokter
Universitas Hasanuddin yang selalu memberikan semangat dalam
menjalankan penelitian.
11. Teman saya Roy, Hanz, yang sudah banyak membantu selama proses
penelitian.
12. Keluarga besar saya “Army Of God” Yusuf, Meltri, Icen, Sam, Andre,
Firson yang sudah banyak membantu selama proses penelitian.
13. Teman saya Ardin, Alif, Zulfikri, John yang sudah banyak membantu
selama proses penelitian.
14. Teman saya Ryan Payung dan Yondri yang sudah banyak membantu
selama proses penelitian.
15. Teman seangkatan 2011, ‘Clavata’, yang telah menjadi teman
seperjuangan dari awal masuk menjadi mahasiswa kedokteran hewan dan
membantu serta memberikan dukungan selama penelitian.
16. Kakak-kakak angkatan 2010 ‘V-Gen’, yang telah memberikan sebagian
ilmunya bagi penulis selama kuliah.
17. Dan penghargaan setinggi – tingginya kepada semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan dan
dukungannya.
Penulis sadar tulisan ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan
ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Makassar, 27 November 2015
Christin Lupita L.D
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
x
1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................
2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................
2
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................
2
1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu...................................................
2
1.4.2 Manfaat Pengembangan Aplikatif ............................................
2
1.5 Hipotesis ................................................................................................
2
1.6 Keaslian Penelitian ................................................................................
2
2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
1.1 Kucing ...................................................................................................
3
1.2 Siklus Estrus pada Kucing .....................................................................
3
1.3 Kontrol hormonal reproduksi pada kucing ............................................
7
1.4 Gambaran Sitologi Ulas Vagina ............................................................
8
1.5 Alur Penelitian ....................................................................................... 10
3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 11
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 11
3.2 Materi Penelitian ................................................................................... 11
3.2.1 Bahan ............................................................................................. 11
3.2.2 Alat ................................................................................................ 11
3.3 Metode Penelitian ...................................................................................... 11
3.3.1 Pengambilan Sampel ..................................................................... 11
3.3.2 Pengamatan Dan Pengumpulan Data ............................................ 11
3.3.3 Analisis Data ................................................................................. 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 12
4.1 Efek induksi estrus dengan Folligon ......................................................... 13
4.2 Morfologi Sel Epitel Vagina ..................................................................... 14
4.3 Distribusi Sel Epitel Vagina ...................................................................... 15
5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Periode Siklus Estrus pada Kucing ..................................................... 5
Gambar 2. Siklus Hormonal pada Sistem Reproduksi Betina .............................. 6
Gambar 3. Gambaran Perubahan Sel Epitel Ulas Vagina Anjing ......................... 9
Gambar 4. Protokol gambaran sitologi ulas vagina...............................................13
Gambar 5. Morfologi sel epitel vagina kucing......................................................14
Gambar 6.Grafik 1 rata-rata jumlah sel parabasal................................................16
Gambar 7.Grafik 2 rata-rata jumlah sel intermediet..............................................17
Gambar 8. Grafik3 rata-rata jumlah sel superficial................................................18
Gambar 9. Grafik4 rata-rata jumlah sel kornifikasi...............................................19
x
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kucing dikenal sebagai hewan kesayangan yang memiliki nilai khusus
bagi manusia. Manusia telah memelihara kucing sejak ribuan tahun yang lalu
melalui proses domestikasi sehingga kucing menjadi hewan peliharaan. Pada
umumnya kucing peliharaan memiliki hubungan erat dengan pemiliknya. Hal ini
karena sifat dasar kucing yang mudah dipelihara dan mudah menyesuaikan diri.
Kucing juga memiliki kecerdasan dan pengabdian yang cukup tinggi pada tuannya
(Susanty, 2006).
Kucing merupakan hewan kesayangan yang cukup populer dibandingkan
hewan kesayangan lainnya, hewan ini dapat ditemukan hampir di setiap keluarga
mulai dari golongan bawah sampai golongan atas baik sebagai hewan kesayangan
yang dipelihara secara baik ataupun sebagai hewan liar yang berkeliaran di jalanjalan. Selain digunakan sebagai hobi kucing juga termasuk hewan peliharaan yang
banyak dikembangbiakkan karena dapat di jadikan sebagai peluang usaha yang
mempunyai prospek menjanjikan jika pemanfaatannya dikelola secara profesional
(Anonim, 2010).
Secara turun temurun informasi tentang hewan ini sudah banyak yang
beredar baik hanya sebagai mitos ataupun sebagai data ilmiah yang masih mentah.
Dari segi reproduksinya masih banyak yang menjadi misteri karena masih
kurangnya informasi tentang data biologi reproduksi dari jenis hewan ini.
Pengetahuan tentang siklus reproduksi terutama pada kucing ras yang banyak
diminati merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan dan
program pemuliaannya dimasa sekarang dan yang akan datang, untuk itu perlu
adanya pengetahuan tentang bagaimana siklus estrus pada kucing karena
sebagaimana diketahui kucing tidak memiliki gejala estrus yang jelas seperti
hewan lain.
Estrus yang dikenal dengan istilah birahi adalah suatu periode secara
psikologis maupun fisiologis pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan
untuk kopulasi. (Frandson, 2003). Kucing rata-rata mencapai pubertas atau
mengalami siklus estrus pertama antara umur 5 dan 9 bulan. Beberapa faktor
mempengaruhi pencapaian pubertas antara lain usia, lingkungan sosial, kesehatan,
dan gizi .
Untuk menentukan siklus reproduksi hewan berbagai metode telah
dikembangkan untuk mendeteksi estrus pada hewan, salah satunya adalah metode
sitologi apus vagina. Prinsip metode sitologi apus vagina adalah menggambarkan
perubahan komposisi sel epitel vagina yang terjadi akibat perubahan hormonal
selama siklus estrus. Metode sitologi apus vagina pernah diterapkan pada kancil
dengan akurasi pendeteksian estrus mencapai 86% (Najamuddin et al., 2010).
Akurasi hasil hingga mencapai 90% juga pernah diperoleh dari aplikasi metode
sitologi apus vagina untuk mendeteksi estrus pada anjing (Reddy et al., 2011).
Dalam merangsang estrus/birahi dilakukan penyuntikan hormon
gonadotropin. Dasar fisiologik penggunaan hormon gonadotropin untuk
meningkatkan siklus estrus, ovulasi dan fertilitas ternak betina (Herbert and Trigg.
2005).
Berdasarkan kerangka pemikiran ini, peneliti ingin melakukan penelitian
gambaran dasar profil sel epitel vagina kucing selama siklus estrus. Dengan
1
menggunakan profil sel epitel vagina selama siklus estrus, estrus dapat dideteksi
dan penentuan waktu optimal perkawinan menjadi lebih mudah. Selain itu,
metode ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu dengan
gangguan siklus estrus.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian adalah bagaimana gambaran sitologi ulas vagina
kucing selama siklus estrus yang diinduksi hormon Gonadotropin ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengamati gambaran sitologi ulas vagina
selama siklus estrus yang diinduksi hormon Gonadotropin
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui efek pemberian hormon
Gonadotropin dalam menginduksi estrus kucing betina dan menentukan fase
estrus berdasarkan gambaran sitologi ulas vagina
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah dan memperkaya ilmu
kedokteran hewan dalam Ilmu Reproduksi hewan kecil dengan menjadi referensi
dalam menentukan siklus estrus berdasarkan gambaran sitologi.
1.4.2 Manfaat Pengembangan Aplikatif
Manfaat dari penelitian ini adalah penentuan waktu optimal kawin pada
kucing dapat dilakukan dengan lebih tepat.
1.5 Hipotesis
Kucing yang diinduksi hormon gonadotropin akan mengalami estrus dan akan
terjadi perubahan gambaran sitologi ulas vagina.
1.6 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai gambaran sitologi ulas vagina kucing selama siklus estrus
yang diinduksi hormon Gonadotropin belum pernah dilakukan. Penelitian serupa
pernah dilakukan tanpa induksi hormon oleh Fahroni pada tahun 2003.
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kucing
Kucing domestik adalah salah satu hewan karnivora sejati yang berada
dalam satu famili Felidae dengan 37 spesies kucing lain yang antara lain
mencakup cheetah, puma, jaguar, macan tutul, singa, lynx, dan harimau
(Lariviere, 2013).
Menurut perhimpunan pencinta kucing dunia terdapat kurang lebih 43 ras
kucing yang sudah diakui (Triastuty, 2006). Kucing lokal atau kucing kampung
(Felis domestica) sulit disebut sebagai kucing bergalur murni secara genetik
karena perkawinan hewan ini sulit diamati dan dikontrol, sehingga keturunan
yang dihasilkan pun sudah tergolong campuran yang tidak jelas (Endrawati,
2005).
Kucing termasuk keluarga Felidae, termasuk di dalamnya spesies
kucing besar seperti singa, harimau dan macan. Kucing tersebar secara luas di selu
ruh Eropa, Asia Selatan dan Tengah, dan Afrika. Saat ini, kucing merupakan salah
satu hewan peliharaan terpopuler di dunia (Suwed and Budiana,2006). Klasifikasi
biologi kucing kampung ( Felis domestica ). Adapun klasifikasi kucing menurut
Linneaus (1758) adalah :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Felidae
Genus
: Felis
Spesies
: Felis domestica
2.2 Siklus Estrus pada Kucing
Pubertas adalah keadaan dimana seekor hewan telah memiliki kemampuan
untuk bereproduksi ditandai dengan berfungsinya organ-organ reproduksi dan
memiliki keinginan untuk kawin. Pubertas menandakan kapasitas reproduksi yang
normal dan sempurna mulai berjalan dan akan mencapai puncaknya beberapa saat
setelah pubertas. Pada hewan betina pubertas ditandai dengan adanya estrus dan
ovulasi (Nalbandov, 1976; Toelihere, 1979).
Masa pubertas pada kucing domestik terjadi rata-rata pada usia 8-10 bulan,
tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi. Masa pubertas yang paling
efektif dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan. Kucing dengan asupan nutrisi yang
baik akan mencapai pubertas lebih awal dibandingkan dengan kucing dengan
asupan nutrisi yang kurang, selain dari asupan nutrisi tingkat pertumbuhan juga
dipengaruhi oleh genetika, riwayat penyakit dan lingkungan sosial (Shile et al.,
1979).
Pada hewan-hewan tertentu peristiwa perkawinan hanya dapat terjadi pada
musim-musim tertentu dalam satu tahun yang disebut musim kawin atau breeding
season. Musim kawin merupakan suatu keadaan dimana seekor hewan
menampakkan aktivitas perkawinan pada suatu musim dalam waktu tertentu.Salah
satu komponen dari aktivitas ini adalah ditandainya keadaan birahi atau estrus
(Nalbandov, 1976; Toelihere, 1979).
Pada kucing domestik musim kawin terjadi dua kali selama setahun antara
3
Januari dan Februari (sebagian besar terjadi saat bulan januari) serta pada bulan
Juli (Andriansyah, 1999). Pada daerah yang memiliki empat musim, musim kawin
pada kucing terjadi pada musim semi (januari sampai maret) dan pada akhir
musim panas atau awal musim gugur (agustus sampai oktober). Ini dikarenakan
adanya faktor cahaya yang sangat berpengaruh terhadap lamanya musim kawin
(Pineda, 1989).
Siklus estrus pada hewan dikendalikan oleh kelenjar atau jaringan utama
yaitu hipothalamus, pituitaria, ovarium dan uterus yang menghasilkan beragam
senyawa kimiawi yang disebut hormon. Beberapa hormon yang berperan dalam
siklus estrus adalah Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH), Follicle
Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone(LH), Estradiol, Progesteron
dan Prostaglandin F2α (PGF2α). Hormon-hormon tersebut bersinergi
mengendalikan estrus, ovulasi, pembentukan dan regresi corpus luteum serta
pertumbuhan dan perkembangan folikel di dalam ovarium. Siklus estrus terdiri
dari proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Proestrus adalah periode di mana
kucing betina menunjukkan aktivitas seksual dengan tanda, kucing betina
berulang kali menyerukan kucing jantan, tapi dia tidak akan membiarkan kucing
jantan mendekatinya. Tanda-tanda proestrus biasanya terjadi digabungkan dengan
hari pertama fase pertumbuhan folikel (Shile et al., 1979).
Estrus adalah suatu periode dimana secara psikologis maupun fisiologis
hewan betina memiliki keinginan untuk kawin dan bersedia menerima pejantan
untuk kopulasi (Donald, 1980). Pada saat pubertas tercapai dan musim reproduksi
telah dimulai estrus terjadi pada hewan tidak bunting menurut siklus ritmik yang
khas ( Toelihere, 1979). Ciri-ciri perilaku kucing dalam fase estrus yaitu kucing
menjadi lebih manja, suka menggosok-gosokkan badan pada benda-benda dan
pemilik secara manja, berguling-guling di lantai, saat punggung bagian belakang
disentuh maka kucing akan menaik-naikkan bagian tersebut, kucing juga menjadi
vocal, terkadang disertai sering urinasi atau menyebar urine di beberapa tempat
sebagai penanda bahwa kucing sedang birahi (Suwed et al., 2006). Untuk kucing
selang antara estrus pertama dengan estrus berikutnya adalah 6 bulan dengan
lamanya estru adalah 5 hari (Sukra, 1989).
Pada kucing ovulasi dapat terjadi bila ada kopulasi atau rangsangan
induksi sehingga apabila tidak ada kopulasi sel telur walaupun sudah matang tidak
akan mengalami pelepasan oleh ovarium (ovulasi). Pada kucing yang mengalami
ovulasi tidak spontan atau tergertak (induced ovulation), memerlukan stimulasi
lebih dulu untuk melepaskan sel telur dari folikel de Graaf yaitu adanya kopulasi
oleh hewan jantan menyebabkan dihasilkannya hormon LH oleh hipofise anterior
dimana mekanismenya adalah stimulasi terhadap serviks akan diteruskan melalui
susunan syaraf he hipotalamus, dan hipotalamus mengeluarkan Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) yang dapat menggertak kelenjar hipofise anterior
untuk menghasilkan hormonnya (Gunanti,2001),
Pada umumnya semua hewan betina memiliki kesamaan dalam pola
estrusnya terus menerus sepanjang tahun apabila tidak terjadi kebuntingan yaitu
fase proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus, dimana fase proestrus berlangsung
selama 1-3 hari, estrus 3-10 hari, metestrus 1-3 hari, diestrus 30-70 hari dan
anestrus 30-40 hari (Pineda, 1989) (gambar.1).
4
Gambar1. Periode siklus estrus (Feldman and Nelson,2004)
Proestrus
Rata-rata fase proestrus pada kucing berlangsung selama 1,2 hari (kisaran
antara 0,4-2 hari). Fase proestrus pada kucing sulit untuk dilihat karena waktunya
yang singkat dan kurangnya tanda-tanda pada alat kelamin eksternalnya. Fase
proestrus terdiri dari pertumbuhan folikel dan sintesis estrogen yang masuk dalam
sirkulasi konsentrasi tinggi (Shille et al., 1979). Kucing mulai menunjukkan
tanda-tanda perilaku estrus seperti bersuara, menggosok kepala dan leher terhadap
benda dan berguling-guling di tanah. Pada fase proestrus kucing betina menolak
jantan untuk menaikinya. Akhir dari fase proestrus ditandai dengan kucing betina
mulai menerima kehadiran jantan (Brown,2011).
Estrus
Estrus adalah fase pembibitan siklus yang biasanya berlangsung selama
rata-rata 7,2 hari dan telah diamati pula pada periode 2-19 hari (Shille et al.,
1979). Tanda-tanda klinis estrus adalah sama seperti pada fase proestrus tetapi
kucing betina mulai menerima kucing jantan untuk menaikinya. Kucing betina
mulai memasuki posisi kawin jika adanya kucing jantan atau saat kucing
mengelus bagian belakang di dasar ekornya (Feldman and Nelson, 2004). Fase
estrus berkaitan erat dengan fase folikular, yang didefinisikan sebagai periode
ketika folikel memproduksi dan mengeluarkan tingkat tinggi estrogen (Verhage et
al., 1976). Dalam sebuah studi oleh Shille et al. (1979), dijelaskan bahwa durasi
fase folikular berkisar 3-16 hari dengan rata-rata 7,4 hari, dan fase panjang itu
tidak diubah oleh kopulasi atau ovulasi. Hanya 8% dari kucing betina
menunjukkan perilaku estrus pada hari pertama dari fase folikuler sementara itu
bisa dilihat pada 100% pada hari ke-5, yang menunjukkan bahwa dua fase tidak
sempurna yang bertepatan (Shille et al., 1979). Tingkat estrogen terus meningkat
5
hingga konsentrasi puncak, rata-rata mencapai pada hari ke-3 dari fase folikuler,
dan kemudian dengan cepat menurun (Bank and Stabenfeldt, 1982), meskipun
sebagian terus menunjukkan perilaku estrus untuk 1-4 hari setelah fase folikular
berakhir (Shille et al., 1979). Bahkan jika ovulasi diinduksi, yang mengarah ke
konsentrasi progesteron mulai meningkat, proses penerimaan seksual akan
melanjutkan ke akhir periode estrus (Paape et al., 1975). Jika saat ovulasi tidak
terjadi penerimaan seksual selama periode estrus, maka kucing akan memasuki
fase anovulasi atau interestrus, dan melanjutkan ke proestrus lagi segera setelah
itu. Jika kucing berovulasi selama estrus, maka akan terjadi kebuntingan baik atau
semu, tergantung pada apakah dia mengandung atau tidak (Feldman and Nelson,
2004).
Interestrus
Kucing betina akan memasuki fase interestrus setelah periode estrus
berakhir. Ini adalah periode reproduksi yang tidak aktif dan juga periode siklus
estrus yang membuat kucing berbeda dari kebanyakan spesies hewan betina
peliharaan lainnya (Feldman and Nelson, 2004). Periode interestrus telah diamati
dapat bertahan selama 1,4-16,6 hari, dengan rata-rata pada 9 hari, tapi berlangsung
lebih lama jika ovulasi diinduksi selama estrus (Kutzler, 2007). Tingkat estrogen
dan progesteron dalam sirkulasi tetap rendah selama fase interestrus saat hormone
dari ovarium dalam keadaan inaktif. Pada fase ini betina kembali ke perilaku
normal dan tidak menarik pejantan (Feldman and Nelson, 2004). Interestrous
kadang-kadang disebut sebagai tiga hasil yang mungkin berbeda setelah estrus:
sebuah fase anovulasi, pseudo-kebuntingan setelah ovulasi atau kehamilan. Jika
interestrus disebut dengan cara ini, diestrus istilah biasanya tidak digunakan
(Paape et al., 1975). Namun dalam studi saat ini, interestrus didefinisikan sebagai
fase anovulasi saja.
Diestrus
Diestrus merupakan fase dimana hormon progesteron mendominasi dan
merupakan fase setelah estrus jika ovulasi diinduksi. Seekor kucing jika berada
pada fase diestrus dapat mengalami kebuntingan atau pseudo-pregnant (bunting
semu), dalam arti lain kucing berovulasi tetapi tidak mengalami kebuntingan.
Corpus luteum berkembang 1-2 hari setelah ovulasi dan mulai mensintesis dan
mensekresi progesteron, yang menghambat sekresi hormon gonadotropinreleasing hormone (GnRH) dari hipotalamus dan melanjutkan dengan
pengeluaran Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH)
dari kelenjar hipofisis (Feldman and Nelson, 2004). Pada akhir diestrus, kucing
betina akan melanjutkan ke fase proestrus atau anestrus, tergantung pada
musimnya.
Anestrus
Anestrus adalah fase siklus reproduksi terhenti di mana konsentrasi plasma
dari kedua estrogen dan progesteron berada pada tingkat basal. Betina tidak
menarik perhatian pejantan atau mengekspresikan perilaku seksual. Pada masa
kesuburan kucing di Swedia, anestrus musiman biasanya dimulai pada akhir
musim panas atau awal musim gugur dan terakhir sampai awal musim semi.
Karena kucing tergantung pada penyinaran untuk siklus estrus nya, dalam waktu
yang singkat dapat memicu timbulnya anestrus bahkan di tengah musim kawin.
6
Hal ini juga telah menunjukkan bahwa suhu yang lebih tinggi memungkinkan
periode anestrus dimulai, seperti yang dapat terjadi selama musim panas yang
tinggi. Oleh karena itu, telah terlihat bahwa musim kawin kadang-kadang dibagi
menjadi dua periode, salah satu di musim semi dan satu di awal musim gugur,
dengan periode anestrus selama bulan-bulan hangat di musim panas (Feldman and
Nelson, 2004). Anestrus adalah hormon yang mirip dengan interestrus dan
keduanya terkadang menunjukkan fase yang sama (Brown, 2011).
2.3 Kontrol hormonal reproduksi pada kucing
Hipotalamus mengeluarkan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)
yang dapat menggertak kelenjar hipofise anterior untuk mengeluarkan hormonnya
yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).
Dimana FSH akan menyebabkan pematangan folikel, dari folikel yang matang
akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan
dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH. Dibawah pengaruh LH, korpus
luteum mengeluarkan estrogen dan progesteron, dengan jumlah progesteron jauh
lebih besar. Kadar progesteron meningkat dan mendominasi dalam fase luteal,
sedangkan estrogen mendominasi fase folikel. Dalam siklus reproduksi, Bila
kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan memberikan umpan balik ke
hipotalamus sehingga kadar GnRH akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
Dalam hal ini GnRH beraksi sebagai neurotransmitter dan neuromodulator pada
sistem saraf pusat dan akan beraksi pada pituitary gonadotrope. Peningkatan level
GnRH akan mengakibatkan peningkatan level LH. Hormon GnRH memengaruhi
secara positif tingkah laku seksual dan terjadinya berahi pada kucing (Hafez,
2008).
Pertumbuhan organ
reproduksi dan
endometrium
Pemeliharaan endometrium
Gambar 2. Siklus Hormonal pada Sistem Reproduksi Betina
7
Sampai saat ini, penggunaan GnRH untuk menginduksi estrus telah terus
dikembangkan karena proses yang dapat menstimulasi kelenjar hipofisis, untuk
mengeluarkan hormon FSH dan LH yang berfungsi dalam pembentukan dan
pematangan folikel (Vanderlip et al.,1997).
Pada kucing, estrus dapat diinduksi dengan meningkatkan penyinaran
cahaya secara buatan selama 24 jam, cara ini dapat merangsang estrus dalam
jangka waktu yang lebih dan meningkatkan folikulogenesis (Leyva et al., 1989;
Michel, 1993). Ada beberapa prosedur untuk induksi estrus pada kucing anestrus,
yaitu Gonadotropin seperti FSH, EcG, hCG dan GnRH dapat digunakan untuk
menginduksi estrus pada kucing (Chakraborty et al., 1979; Romagnoli et al.,
2002). Regimen efektif adalah 2 mg FSH, secara intra muscular setiap hari sampai
timbulnya estrus. Kawin alam (3 kali sehari selama 3 hari pertama estrus) diikuti
oleh 250 IU hCG, intra muscular pada hari ke 2 dan 3 dari berahi dapat
meningkatkan respon ovulasi kucing (Johnston et al,2001; Romagnoli et al.,
2002). Estrus pada kucing dapat diinduksi dengan injeksi FSH, LH, atau PMSG.
Pemberian PMSG dapat diberikan setiap hari selama 3 han atau sekali dengan
pembenan bolus 100111 eCG dan 50 lu hCG.
2.4 Gambaran Sitologi Ulas Vagina
Perubahan sitologi vagina selama siklus estrus pertama kali ditemukan
pada monyet cynomolgus. Pada saat ovulasi, terjadi perubahan rasio sel epitel
kornifikasi dengan sel basal (Attia, 1998). Mayor et al. (2007) melaporkan bahwa
sitologi vagina digunakan sebagai salah satu prediktor siklus estrus pada Pecari
tajacu.
Mayoritas sel yang ditemukan secara normal pada ulas vagina adalah sel
epitel dari vagina. Sedangkan yang dapat ditemukan selain itu adalah
leukosit,eritrosit, bakteri dan beberapa kontaminan lain seperti mikroorganisme
dalam jumlah kecil. Perbandingan jumlah sel-sel epitel berinti, sel-sel tanduk dan
jumlah leukosit dapat digunakan dalam menentukan fase estrus pada hewan.
Pada penelitian ini gambaran sitologi ulas vagina anjing yang digunakan
sebagai contoh. Hal ini dikarenakan anjing mempunyai gambaran sitologi ulas
vagina yang jelas dan khas pada masing-masing fase siklus estrus. Secara umum
sel epitel vagina anjing dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe sel, yaitu sel
parabasal, sel intermediate, dan sel superfisial. Klasifikasi sel epitel vagina kucing
beserta ciri-cirinya (Beimborn et al., 2003) :

Sel Parabasal ( sel epitel berinti besar)
Sel parabasal adalah sel epitel yang paling kecil dari tipe yang ada pada
ulas vagina. Ciri-cirinya adalah mempunyai ukuran inti yang besar dibandingkan
dengan jumlah sitoplasmanya, dan umunya bergerombol saling berdekatan. Sel
parabasal banyak ditemukan pada saat diestrus dan anestrusberlangsung, dan tidak
terdapat secara signifikan pada proestrus dan tidak ditemukan pada kondisi estrus.

Sel Intermediet
Sel intermediet memiliki bentuk dan ukuran yang tidak beraturan dan
memiliki diameter dua sampai tiga kali dari sel parabasal. Para ahli sitologis
membagi sel ini ke dalam dua tipe yaitu sel intermediate kecil dan sel
intermediate besar. Sel intermediet kecil memiliki bentuk hampir bulat atau oval
8
dengan inti mencolok dan besar sedangkan sel intermediet besar memiliki bentuk
poligonal dengan inti kecil dibandingkan dengan jumlah sitoplasmanya.

Sel superfisial/ sel tanduk
Sel superfisial merupakan sel yang terbesar yang terdapat pada ulas
vagina. Berbentuk polygonal dan bertingkat. Intinya sudah tidak ada atau piknotik
(kecil dan gelap), sering dijumpai dalam bentuk untaian-untaian atau helaianhelaian. Keberadaan sel ini dalam jumlah mayoritas merupakan pertanda adanya
produksi estrogen pada hewan betina. Sel ini tidak normal bila ditemukan pada
keadaan anestrus dan baru meningkat pada permulaan proestrus.
Gambar 3. Gambaran Perubahan Sel Epitel Ulas Vagina Anjing pada Fase
(A) proestrus, (B) estrus, (C) diestrus dan (D) anestrus.
(a) sel parabasal, (b) sel intermediet, (c) sel superfisial dan
(d) sel kornifikasi (Bowen 2006)
Konsentrasi Sel Epitel Vagina Pada Siklus Estrus
Berikut gambaran ulas vagina pada masing-masing fase siklus estrus
(Andriansyah, 1999).
 Fase Anestrus
Sel-sel epitel vagina berwarna cerah (bashopil kuat) dengan inti yang
besar, terdapat juga sel-sel superfisial (sel tanduk) dalam jumlah yang sangat
sedikit.
 Fase Proestrus
Inti sel-sel epitel vagina kecil bila dibandingkan dengan sitoplasma dan
mempunyai warna yang pucat Adanya pengaruh estrogen menyebabkan selsel epitel vagina menebal dan inti sel mulai menghilang. Pada saat proestrus
terdapat 75% sel epitel berinti dan 25% sel-sel tanduk.
9



Fase Estrus
Terdapat banyak sekali sel-sel tanduk yang bersifat asidofilik,berinti
piknotik(kecil) dan gelap. Pada fase estrus terjadi peningkatan jumlah sel-sel
tanduk hingga mencapai 75-100% atau 90-100%.
Fase metestrus
Pada fase metestrus, garis-garis luar dari sel tanduk menjadi titik rata dan
berkabut serta terdapat banyak bakteri dan leukosit. Pada akhir metestrus
ukuran sel semakin kecil dan bersifat basofilik dan leukosit masih terdapat
dalam jumlah sangat sedikit.
Fase Diestrus
Pada fase ini sel superfisial(sel tanduk) menurun menjadi 20% dan sel
intermediet (sel epitel kecil) meningkat.
2.5 Alur Penelitian
Kucing 6 ekor
Penyuntikan
Folligon®
100 IU/ekor, IM
Swab vagina
selama 14 hari
Pembuatan preparat
ulas vagina dan
pewarnaan Giemsa
Pengamatan dan
Pengumpulan data
Analisis Data
10
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni hingga Juli 2015. Penelitian
dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Histologi Program Studi Kedokteran
Hewan Universitas Hasanuddin.
3.2 Materi Penelitian
3.2.1 Bahan
Dalam penelitian ini digunakan 6 ekor kucing domestik betina. Kucing yang
digunakan adalah kucing betina dewasa berbobot 3-4 kg yang secara klinis sehat,
dan tidak bunting. Kucing dipelihara dalam satu lokasi dan diberi pakan yang
sama. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Folligon©, methanol
absolut, Giemsa 10%, aquades.
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain handskun, cottonbud,
pipet tetes, gelas objek, cover glass, rak pengering, mikroskop, dan alat
penghitung.
1.3 Metode Penelitian
1.3.1
Penyuntikan hormon
Penyuntikan hormon Folligon diberikan pada ke 6 kucing dengan dosis
100 IU secara intramuscular (IM), setelah itu dilakukan pengambilan sampel ulas
vagina dimulai pada hari ke-1 setelah injeksi Folligon.
3.3.2 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel ulas vagina dengan metode yaitu : kucing di handling
dan restrain dengan posisi baring, kemudian cottonbud dibasahi dengan
menggunakan larutan aquades, setelah itu cottonbud dimasukkan secara perlahan
dengan gerakan melingkar melalui vulva masuk kedalam vagina bagian anterior,
setelah dilakukan pengambilan sampel selanjutnya dilakukan pembuatan preparat
ulas dengan cara mengusap cottonbud secara melingkar pada gelas objek setelah
itu dilakukan pewarnaan dengan menggunakan pewarnaan Giemsa.
3.3.3 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan dan pencatatan gejala estrus yang timbul setelah penyuntikan
hormon Folligon selanjutnya dilakukan pengamatan dan pencatatan dilakukan
dengan menghitung jumlah sel parabasal, sel intermediat, sel superficial,dan sel
kornifikasi menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x40
3.3.3 Analisis Data
Data sitologi ulas vagina dianalisis dengan metode deskriptif untuk
menentukan komposisi dan persentase jumlah sel pada setiap fase dalam siklus
11
estrus. Komposisi sel ditentukan dari hasil pemeriksaan terhadap morfologi setiap
jenis sel, sedangkan persentase jumlah sel dihitung dari 100 sel pada setiap
sediaan yang diamati. ANOVA digunakan untuk melihat signifikan variasi sel
pada setiap fase siklus estrus. Perbedaan dinyatakan signifikan bilamana P<0,05
12
4.HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai gambaran sitologi ulas vagina pada kucing selama
siklus estrus dengan pemberian hormon gonadotropin telah dilaksanakan pada
bulan Juli 2015. Enam ekor kucing yang digunakan sebagai sampel. Kucing yang
digunakan berusia 1-2 tahun dengan siklus estrus yang normal berdasarkan
catatan reproduksinya. Kucing dipelihara dalam satu kandang yang sama dan
diberikan perlakuan makan dan minum yang sama selama penelitian berlangsung.
4.1. Efek induksi estrus dengan Folligon
Folligon
S
P
hari ke-n
0
5
10
14
20
Ulas Vagina
Gambar 4.1 Protokol gambaran sitologi ulas vagina dengan hormon gonadotropin
Pemberian hormon gonadotropin diberikan pada hari ke-0 dengan dosis 100 IU
secara intramuskular (IM). Gambaran ulas vagina pada keenam kucing mulai
dilaksanakan 24 jam pasca injeksi hormon gonadotropin dan dilaksanakan setiap
hari selama 14 hari. Pengamatan gejala klinis juga dilakukan dengan melihat
gejala klinis yang timbul setelah pemberian hormon gonadotropin. Dari enam
sampel kucing yang digunakan pada penelitian ini, gejala klinis estrus yang
diamati pada kucing dapat dilihat pada tabel berikut :
Kode
Kucing
Gejala Estrus
Pembengkakan
Vulva
Suara
Mengeong
1.
Lendir
Pada
Vagina
+
Gelisah
+
MenggosokGosok
Badan
+
+
2.
+
+
-
+
+
3.
+
+
-
+
-
+
13
4.
-
-
-
-
-
5.
-
-
-
-
-
6.
-
-
-
-
-
4.2 Morfologi Sel Epitel Vagina
Berdasarkan hasil pengamatan ulas vagina pada kucing yang dilakukan selama 14
hari pasca injeksi hormon Gonadotropin, ditemukan 4 jenis sel yaitu sel parabasal,
sel intermediet, sel superfisial dan sel kornifikasi dapat dilihat pada gambar 4.2.
PB
IM
SU
KR
Gambar 4.2. Gambaran sel epitel vagina kucing (PB: parabasal; IM:
intermediet superfisial; KR: sel superfisial terkornifikasi)
Karakteristik dan morfologi sel pada ulas vagina adalah :
 Sel parabasal adalah sel epitel kecil yang khas ditemukan pada ulasan vagina,
bentuknya bulat atau membulat dan mempunyai inti yang relatif besar
dibandingkan dengan sitoplasma. Sel-sel parabasal umumnya ditemukan pada
saat diestrus dan anestrus dan tidak umum ditemukan awal proestrus serta
tidak terdapat selama masa estrus. Pada fase proestrus, sel-sel epitel vagina
yang teramati adalah sel-sel parabasal dan sel-sel intermediet.
 Sel intermediet mempunyai bentuk dan ukuran yang bervariasi dan
mempunyai diameter dua atau tiga kali lebih besar dari pada sel parabasal. Sel
intermediet ditemukan pada semua siklus, kecuali pada saat estrus.
14

Sel-sel superfisial atau sel-sel tanduk yaitu sel-sel pipih yang berbentuk
poligonal dan tidak memiliki inti atau inti yang piknosis.
4.3 Distribusi Sel Epitel Vagina
Hasil pengamatan ulas vagina yang dilakukan selama 30 hari dengan
distribusi sel parabasal, intermediet, superficial, kornifikasi dapat dilihat pada
tabel berikut :
Jenis Sel
Hari ke 1-3
Parabasal(%)
13,78±6,72
Intermediet(%) 27,55±8,65
Superfisial(%) 23,44±3,67
Kornifikasi(%) 35,55±15,94
Hari ke 4-9
Hari ke 10-14
0,44±0,65
7,99±5,57
28,77±6,94
62,55±10,46
29,13±3,64
27,13±5,83
23±3,43
20,39±11,99
Distribusi sel parabasal,interediet,superficial, dan kornifikasi dalam bentuk
diagram dapat dilihat pada diagram berikut :
Distribusi Sel Epitel Vagina
70
60
50
Parabasal (%)
40
Superficial (%)
30
Intermediet (%)
Kornifikasi (%)
20
10
0
Hari ke 1-3
Hari ke 4-9
Hari ke 10-14
1. Sel Parabasal
Adapun rata-rata jumlah sel parabasal yang diamati pada hari ke-1 hingga hari ke14 dapat dilihat pada grafik berikut :
15
40
Sel Parabasal
Y
35
30
X = Hari
Y= Jumlah Sel
25
20
Nilai Rata-Rata
Parabasal
15
10
5
X
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14
Grafik1. Rata-rata jumlah sel Parabasal pada kucing domestik
Berdasarkan Grafik 1, menunjukkan bahwa nilai rata-rata sel parabasal pada hari
ke-1 hingga hari ke-14 setelah penyuntikan hormon Gonadotropin adalah pada
hari ke-1 nilai rata-rata sel parabasal adalah 21 %, pada hari ke-2 nilai rata-rata
sel parabasal adalah 7,67 %, dan pada hari ke-3 nilai rata-rata sel parabasal adalah
12,67 %. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa pada hari ke-1
hingga hari ke-3 diduga fase proestrus sedang berlangsung dimana pada fase
proestrus sel-sel epitel vagina yang lebih banyak ditemukan adalah sel-sel
parabasal. Berbeda halnya pada hari ke-4 hingga hari ke-9, pada hari ke-4 nilai
rata-rata sel parabasal adalah 2 % sedangkan pada hari ke-5 hingga ke-9 sel
parabasal mengalami penurunan hingga mencapai 0 %. Hal ini disebabkan pada
hari tersebut kucing diduga memasuki fase estrus, dimana pada fase estrus sel
parabasal mengalami penurunan hingga tidak ditemukan. Pada hari ke-10 nilai
rata-rata sel parabasal adalah 24,34 %, pada hari ke-11 nilai rata-rata sel parabasal
adalah 28 %, pada hari ke-12 nilai rata-rata sel parabasal adalah 30,34 %, pada
hari ke-13 nilai rata-rata sel parabasal adaalah 28,67 % dan pada hari ke-14 nilai
rata-rata sel parabasal adalah 34,34 %. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat
dilihat bahwa nilai rata-rata antara hari ke-10 hingga hari ke-14 mengalami
peningkatan, hal ini disebabkan kucing telah melewati fase estrus dan duga
memasuki fase interestrus. Hasil uji statistik menggunakan analisis data Anova,
menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang nyata (P<0,05). Sedangkan hasil
analisa data dengan menggunakan Tukey Test menunjukkan bahwa antara hari ke
4 hingga hari ke-9 menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadapa hari
ke-10 hingga hari ke-14 tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05)
terhadap hari ke-1 hingga hari ke-3
16
2.Sel Intermediet
Adapun rata-rata jumlah sel Intermediet yang diamati pada hari ke-1 hingga
hari ke-14 dapat dilihat pada grafik berikut :
Sel Intermediet
Y
40
35
30
X = Hari
Y= Jumlah Sel
25
20
Nilai Rata-rata
Intermediet
15
10
5
X
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14
Grafik2. Rata-rata jumlah sel intermediet pada kucing domestik
Berdasarkan grafik 2 menunjukkan bahwa nilai rata rata sel intermediet pada hari
ke-1 hingga hari ke-14 setelah penyuntikan hormon Gonadotropin adalah pada
hari ke-1 nilai rata-rata sel intermediet adalah 37 %. Pada hari ke-2 nilai rata-rata
sel intermediet adalah 25,67 %. Pada hari ke-3 nilai rata-rata sel intermediet
adalah 20 %. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa pada hari
ke-1 hingga hari ke-3 diduga fase proestrus sedang berlangsung dimana sel-sel
intermediet banyak ditemukan pada fase tersebut. Hal yang sama telah dijelaskan
oleh Bowen (2006) bahwa pada fase proestrus, sel intermediet akan mengalami
peningkatan dibandingkan dengan sel-sel yang lain. Pada hari ke-4 sel intermediet
adalah 9,67 %. Pada hari ke-5 nilai rata-rata sel intermediet adalah 5,33 %. Pada
hari ke-6 nilai rata-rata sel intermediet adalah 2,33 %. Berdasarkan nilai rata-rata
tersebut dapat diketahui bahwa pada hari ke-4 hingga hari ke-7 diduga fase estrus
sedang berlangsung yang ditandai dengan sel intermediet dalam jumlah sedikit
atau mengalami penurunan dari hari sebelumnya. Hal tersebut juga dijelaskan
oleh Pineda (1989) Fase estrus terjadi pada hari ke-3 hingga hari ke-9 dimana
pada fase tersebut sel intermediet mulai mengalami penurunan. Begitu pun
menurut Bowen (2006) bahwa selama fase estrus berlangsung komposisi sel
intermediet hanya mencapai 5 % jika dibandingkan dengan sel superfisial yang
komposisinya mencapai 90 %. Pada hari ke-10 nilai rata-rata sel intermediet
adalah 19 %. Pada hari ke-11 nilai rata-rata sel intermediet adalah 23,67 %. Pada
hari ke-12 nilai rata-rata sel intermediet adalah 33 %. Pada hari ke-14 nilai ratarata sel intermediet adalah 28,33 %. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat
17
diketahui bahwa pada hari ke-10 hingga hari ke-14 diduga berada pada fase
interestrus. Berdasarkan uraian diatas, menunjukkan bahwa rata-rata sel
intermediet dari keenam kucing terdapat perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan
dengan hasil uji statistik menggunakan analisis data Anova, menunjukkan bahwa
Hari ke 1-3 berbeda nyata (P<0,05) terhadap hari 4-9 tapi tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap hari 10-14.
3.Sel Superfisial
Adapun rata-rata jumlah sel Superfisial yang diamati pada hari ke-1 hingga hari
ke-14 dapat dilihat pada grafik berikut :
Sel Superfisial
Y
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
X = Hari
Y= Jumlah Sel
Nilai Rata-rata
Superficial
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14
X
Grafik3. Rata-rata jumlah sel superfisial pada kucing domestik
Berdasarkan grafik 3 menunjukkan bahwa nilai rata rata sel superfisial pada hari
ke-1 hingga hari ke-14 setelah penyuntikan hormon Gonadotropin adalah pada
hari ke-1 nilai rata-rata sel superfisial adalah 21,67 %. Pada hari ke-2 nilai ratarata sel superfisial adalah 21 %. Pada hari ke-3 nilai rata-rata sel superfisial adalah
27,67 %. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa pada hari ke-1
hingga hari ke-3 diduga fase proestrus sedang berlangsung.
Hal yang sama telah dijelaskan oleh Andriansyah (1999) bahwa pada fase
proestrus, sel superficial akan terdapat pada fase tersebut tetapi dalam jumlah
yang sedikit. Pada hari ke-4 nilai rata-rata sel superfisial adalah 30 %. Pada hari
ke-5 nilai rata-rata sel superfisial adalah 22,3 %. Pada hari ke-6 nilai rata-rata sel
superfisial adalah 20,67 %. Pada hari ke-7 nilai rata-rata sel superfisial adalah
27,67 %. Pada hari ke-8 nilai rata-rata sel superfisial adalah 32,33 %. Pada hari
ke-9 nilai rata-rata sel superfisial adalah 39,67 %. Berdasarkan nilai rata-rata
tersebut dapat diketahui bahwa pada hari ke-4 hingga hari ke-9 diduga berada
pada fase estrus. Hal yang sama telah dijelaskan oleh Andriansyah (1999) bahwa
pada fase estrus, terdapat banyak sel superficial yang bersifat asidofilik, berinti
18
piknotik (kecil) dan gelap. Pada hari ke-10 nilai rata-rata sel superfisial adalah
17,33 %. Pada hari ke-11 nilai rata-rata sel superfisial adalah 24,66 %. Pada hari
ke-12 nilai rata-rata sel superficial adalah 22,67 %. Pada hari ke-13 nilai rata-rata
sel superfisial adalah 24 %. Pada hari ke-14 nilai rata-rata superfiisial adalah
26,33 %. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa pada hari ke11 hingga hari ke-14 diduga berada pada fase interestrus. Berdasarkan uraian
diatas, Hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistik menggunakan analisis data
Anova, menunjukkan bahwa nilai rata-rata sel superficial dari keenam kucing
tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05).
4.Sel Kornifikasi
Adapun rata-rata jumlah sel kornifikasi yang diamati pada hari ke-1 hingga
hari ke-14 dapat dilihat pada grafik berikut :
Nilai Rata-rata Kornifikasi
80
70
60
50
40
Nilai Rata-rata
Cornifikasi
30
20
10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14
Grafik4. Rata-rata jumlah sel kornifikasi pada kucing domestik
Berdasarkan grafik 4 menunjukkann bahwa nilai rata rata sel kornifikasi pada hari
ke-1 hingga hari ke-14 setelah penyuntikan hormon Gonadotropin adalah pada
hari ke-1 nilai rata-rata sel kornifikasi adalah 18%. Pada hari ke-2 nilai rata-rata
sel kornifikasi adalah 49%. Pada hari ke-3 nilai rata-rata sel kornifikasi adalah
39,67%. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat diketahui bahwa pada hari ke-1
hingga hari ke-3 diduga berada pada fase proestrus, dimana menurut Pineda
(1989) pada hari tersebut menunjukkan fase proestrus.
Hal yang sama telah dijelaskan oleh Andriansyah (1999) bahwa pada fase
proestrus, sel kornifikasi akan terdapat pada fase tersebut tetapi dalam jumlah
yang sedikit. Pada hari ke-4 nilai rata-rata sel kornifikasi adalah 58,33 %. Pada
hari ke-5 nilai rata-rata sel kornifikasi adalah 72,33 %. Pada hari ke-6 nilai ratarata sel kornifikasi adalah 75,33 %. Pada hari ke-7 nilai rata-rata sel kornifikasi
adalah 66,33 %. Pada hari ke-8 nilai rata-rata sel kornifikasi adalah 49 %. Pada
hari ke-9 nilai rata-rata sel kornifikasi adalah 54 %. Berdasarkan nilai rata-rata
19
tersebut dapat diketahui bahwa pada hari ke-4 hingga hari ke-9 diduga berada
pada fase estrus. Jika sel-sel superficial/kornifikasi ini ditemukan dalam jumlah
banyak, menandakan hewan sedang berada dalam kondisi estrus (McDonald,
1980).
Hal yang sama telah dijelaskan oleh Andriansyah (1999) bahwa pada fase
estrus, sel kornifikasi akan mengalami peningkatan. Pada hari ke-10 nilai rata-rata
sel kornifikasi adalah 39,33 %. Pada hari ke-11 nilai rata-rata sel kornifikasi
adalah 25 % . Pada hari ke-12 nilai rata-rata sel kornifikasi adalah 15,33 % . Pada
hari ke-13 nilai rata-rata sel kornifikasi adalah 11,33 % . Pada hari ke-14 nilai
rata-rata sel kornifikasi adalah 11 % . Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dapat
diketahui bahwa pada hari ke-10 hingga hari ke-14 diduga berada pada fase
interestrus. Berdasarkan uraian diatas, menunjukkan bahwa rata-rata sel
kornifikasi dari keenam kucing terdapat perbedaan yang nyata. Hal ini dibuktikan
dengan hasil uji statistik menggunakan analisis data Anova, menunjukkan bahwa
hari ke 1-3 berbeda nyata (P<0,05) terhadap hari 4-9 tapi tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap hari 10-14.
20
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberian
hormon Gonadotropin menimbulkan efek dalam menginduksi estrus pada kucing
betina ditandai dengan perubahan sitologi ulas vagina.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan sebagai berikut :
 Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dibutuhkan penelitian lebih
lanjut yang bisa dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
 Penelitian yang serupa bisa dilakukan dengan penggunaan hormon lain
untuk induksi
21
DAFTAR PUSTAKA
Andiansyah, 1999. Gambaran Sitologi Dan Sebaran Fase Siklus Birahi Hasil
Pengamatan Ulas Vagina Pada Kucing Lokal ( felis catus). Skripsi. FKH
IPB
Anonim.2010.Merawat hewan kesayangan, Jakarta : Agromedia
Bauer-Donton, A.C., J. Weiss, and J.L. Jameson. 1995. Roles of esterogen,
progesteron and Ngr. In the control of pituitary Ngr. Receptor gene
expresión at the time of the preovulatory gonadotropin surges. J.
Endocrinol. 136:1014-1019
Beimborn VR, Tarpley HL, Bain PJ, Latimer KS. 2003. The canine estrous cycle:
staging using vaginal cytological examination. [terhubung berkala].
http://www.vet.uga.edu/vpp/clerk/beimborn/. [1 Februari 2012]
Bowen
RA.
2006.
Vaginal
cytology.
[terhubung
berkala]
http://www.vivo.colostate.edu/hbooks/pathphys/reprod/vc/index.html.
[13Juli 2012]
Chakraborty, P.K., Wildt D.E. and Seager, S.W.J. 1979. Serum luteinizing
hormone and ovulatory response to luteinizing hormone releasing hormone
in the estrous and anestrous domestic cat. Lab Anim Sci 29: 338-344
Cline, E.M., Jenning, L.L., and Sojka, N.J. 1980. Breeding Laboratory Cats
During Artificially Induced Estrus. Lab Anim Sci 30: 1003-1005
Dawson AB.Early estrus in the cat following increased illumination.
Endocrinology 28-907-910,1941
Endrawati, D. 2005. Studi Identifikasi Golongan Darah dan Kemungkinan
Hubungannya Dengan Warna Rmbut Pada Kucing Kampung (Felis
familliaris) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor
Frandson RD, Wilke WL, Fails AD. 2003. Anatomy and Physiology of Farm
Animal. Ed ke-7. Philadelphia (USA): Lippincott Williams & Wilkins
Gunanti, 2001. Metode Laparatomi Dan Gambaran Persembuhan Pasca Bedah
Aspirasi Dan Pencacahan Ovarium Dalam Upaya Produksi Embrio in vitro
Pada Kucing Lokal. Disertai FKH IPB. Bogor
Hafez, E.S.E. 2008. Reproduction in Domestic Animals. Lea and Febiger,
Philadelphia
Herron MA: Feline vaginal cytologic examination. Feline Pruct 1(7):36-39,1977
22
Hurni H: Day length and breeding in the domestic cat. J Lab Anim 15;229233,1981
Johnston, S.D., Johnston, S.D., Kustritz, M.V.R, and Olson, P.S. 2001. The Feline
Estrous Cycle. In: Canine and feline theriogenology. Elsevier Health
Sciences. 396, 398 , 403
Lariviere S. 2013. Feline. Encyclopaedia Britannica [internet]. [diunduh 2014
Feb04]. http://global.britannica.com/EBchecked/topic/98895/feline
Lein DH, in Sherding RG: The cat: Diseases and Clinical Management. Chruchill
Livingstone, New York,1989
Leyva, H., Madley, T. and Stabenfeld, G.H. 1989. Effect of light manipulation on
ovarian activity and melatonin and prolactin secretion in the domestic cat.
J Reprod Fert. 39: 125-133
Linnaeus. 1758. Mammal Species of The World [internet].[diunduh 2014 Mar 11].
http://www.departments.bucknell.edu/biology/resources/msw3/browse.asp
?s=y&d=14000029
Michel, C. 1993. Induction of oestrus in cats by photoperiodic manipulations and
social stimuli. Lab Anim Sci. 27: 278-280
Najamudin, Rusdin, Sriyanto, Amrozi, Agungpriyono S, Yusuf TL. 2010.
Penentuan siklus estrus pada kancil (Tragulus javanicus) berdasarkan
perubahan sitologi vagina. J Veteriner. 11:81-86
Nalbandow, AV., 1976. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia Dan Unggas. Edisi
ketiga. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
Nugroho, Elisa dan Whendrato.1997.Kucing Kesayangan,Pemeliharaan, Penyakit
dan Pengobatannya.Eka Offset:Semarang
Pineda, MH, 1989. Reproduktive Pattern of Domestic Cat. In L.E. Mc Donald, M.
H. Pineda (eds) : Veterynery ndokrinologi and Reproduction. Lea and
Febiger. Philadelphia
Reddy KCS, Raju KGS, Rao KS, Rao KBR. 2011. Vaginal cytology, vaginoscopy
and progesterone profil: breeding tools in bitches. Iraqi J Vet Sci. 25:51-54
Scott PP and Lloyd-Jacob MA: Reduction in the anestrous period of laboratory
cats by increased illumination. Nature 26 (Suppl 184) : 2022,1959
Shile VM et al : follicular funtion in the domestic cat as determined by estradiol 17β concentration in plasma relation to estrous behavior and cornification
of exovoliated vaginal epithelium.Biol Reprod 21:953-963,1979.
Sukra, Y., 1989. Embriologi I. PAU IPB. Bogor
Susanty,Yulian.2006.Memiliki dan Merawat Kucing Kesayangan.Agromedia
Pustaka:Jakarta
23
Toelihere, MR., 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung
Vanderlip S. L., Wing A. E., Felt P., Linkie D., Rivier J., Concannon P. W. and
Lasley B. L. 1987. Ovulation induction in anestrous bitches by pulsatile
administration of gonadotropin-releasing hormone. Lab Anim Sci. 37(4):
459-464.
24
Download