Triwulan I 2009 BAB I KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Banten tahun 2009 diperkirakan hanya mencapai angka 4,90%, atau sedikit lebih rendah dibandingkan posisi triwulan sebelumnya sebesar 5,19%. Perlambatan tersebut merupakan dampak krisis global yang sudah sangat dirasakan melalui penurunan angka ekspor dan impor Banten hingga ke level minus 50%. Imbas pelemahan permintaan global berpengaruh terhadap merosotnya omset penjualan dan laba perusahaan industri yang sebagian besar produksinya dipasarkan di luar negeri. Kondisi komponen lainnya pada sisi permintaan juga mengalami hal yang sama akibat pertumbuhan ekonomi yang mengalami penurunan. Struktur ekspor Banten yang didominasi oleh sektor industri yang saat ini melemah mulai berdampak cukup signifikan pada 2 triwulan terakhir. Dampak krisis juga berimbas pada penurunan nilai investasi baik investasi penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri. Turunnya pertumbuhan ekspor dan impor serta dan investasi berpengaruh terhadap turunnya daya beli masyarakat melalui langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan terhadap karyawannya. Penurunan daya beli inilah yang menyebabkan konsumsi masyarakat cenderung turun. Dari sisi penawaran, sebagian besar sektor dominan Propinsi Banten mengalami penurunan, yaitu sektor industri; perdagangan, hotel dan restoran; keuangan; dan sektor listrik, gas dan air bersih. Penurunan terbesar secara relatif dialami oleh sektor industri. Penurunan penjualan/order pada akhir triwulan IV 2008 dan meningkatnya biaya pembelian bahan baku menyebabkan pertumbuhan sektor industri semakin melambat. Sub sektor industri yang sangat merasakan dampak dari krisis global antara lain terutama industri tekstil, kimia, besi dan baja, alas kaki, dan perlengkapan industri otomotif. Sebaliknya industri yang masih bertahan terhadap krisis global adalah industri pada sub sektor makanan dan minuman, industri hasil pertanian dan kelautan serta industri pembuatan peralatan/mesin. Kapasitas pemakaian utilisasi industri sudah semakin menurun, dari kisaran 80% pada triwulan IV 2008 menjadi hanya pada kisaran 50%. Hal 1 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 tersebut berdampak pada semakin menurunnya utilisasi seperti listrik, air dan gas. Akibat pengurangan penggunaan kapasitas tersebut, beberapa perusahaan melakukan berbagai langkah efisiensi antara lain berupa pengurangan biaya pembelian bahan baku yang terindikasi dari menurunnya angka impor serta pengurangan penggunaan jam kerja dan tenaga kerja dengan cara merumahkan sementara karyawannya atau melakukan langkah PHK sebagai jalan terakhir. A. SISI PERMINTAAN Semenjak terjadinya krisis global yang dirasakan pada awal tahun 2008, trend pertumbuhan ekonimi Banten sejak triwulan II 2008 terus mengalami perlambatan hingga periode ini. Perekonimian Banten pada triwulan I 2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,90%. Perlambatan terjadi pada semua jenis komponen permintaan/pengeluaran. Semakin lemahnya permintaan yang diindikasikan dari menurunnya daya beli masyarakat. Sementara itu peranan ekspor sektor industri yang saat ini melemah mulai berdampak cukup signifikan pada 2 triwulan terakhir. Rincian Konsumsi Investasi Ekspor Impor PDRB Tabel. 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Banten Sisi Permintaan (%) 2006 2007 Q1-2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008 6,36 6,57 6,72 6,62 6,65 5,70 4,51 5,00 5,07 4,87 4,77 3,50 7,83 7,96 7,90 8,00 6,80 5,75 8,72 8,39 8,45 7,90 6,00 5,80 5,49 5,88 6,04 5,88 5,81 5,19 2008 6,42 4,55 7,11 7,04 5,73 Q1-2009 5,60 3,40 5,00 5,60 4,90 Sumber: BPS, diolah. Data Q1-2009 merupakan perkiraan BI Serang. Banyaknya perusahaan industri dan perdagangan di Banten yang melakukan berbagai langkah efisiensi berdampak pada menurunnya pengeluaran konsumsi swasta. Searah dengan perkiraan sebelumnya, konsumsi swasta masih tetap pada level yang cukup tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan. Hal ini tercermin dari turunnya daya beli masyarakat yang berimbas pada penurunan pembelian kendaraan bermotor pribadi atau niaga; pembelian barang tahan lama; konsumsi energi; dan produk konsumsi lainnya. Kondisi tersebut diperkuat dari data menurunnya Indeks Nilai Tukar Petani (INTP) khususnya di daerah pedesaan dan penurunan pertumbuhan kredit konsumsi. Namun, kondisi penurunan tersebut 2 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 sedikit diimbangi degan indikator indeks keyakinan konsumen dan ekspektasi konsumen terutama di wilayah perkotaan yang masih terlihat optimis terhadap kondisi ekonomi beberapa periode ke depan. Banyaknya hari libur serta peningkatan konsumsi lembaga nirlaba, swasta dan pemerintah menjelang PEMILU menjadikan konsumsi Banten pada periode ini diperkirakan akan berada pada level yang cukup tinggi meski pertumbuhannya melambat. Dari sisi investasi, hingga Januari 2009, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Banten hanya terealisasi sekitar Rp 12,4 miliar atau menduduki ranking ke-5 setelah Jabar, Jambi, Jatim, dan Bali. Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat sebesar USD 6,7 juta dan menduduki peringkat 7 secara nasional. Kondisi ini sedikit lebih buruk dibandingkan kondisi yang sama periode sebelumnya atau 1 tahun sebelumnya. Krisis global menyebabkan banyak perusahaan mengurungkan rencana investasinya. Perusahaan industri yang mengimpor barang mengalami tekanan biaya produksi yang meningkat seiring penurunan angka penjualannya, sehingga langkah yang ditempuh sebagian besar industri di Banten adalah dengan mengurangi jumlah pembelian barang impor dan efisiensi biaya yang berimbas pada pengurangan kapasitas utilitas industri dan pengurangan jam kerja. Nilai ekspor pada Januari 2009 ini merupakan nilai ekspor bulanan yang terendah dalam tiga tahun terakhir dengan nilai pertumbuhan terendah pula sebesar -23,77% (y-o-y), sedangkan kondisi 1 tahun sebelumnya mencapai angka 19,36%. Menurunnya ekspor dan tingginya import content industri di Banten menyebabkan nilai impor Banten juga mengalami penurunan pada awal tahun 2009. Impor Banten menurun sebesar 44% (y-o-y) pada Januari 2009, begitu pula dengan volume impor yang mengalami penurunan lebih dari 50%. Penurunan impor tersebut juga merupakan penurunan terbesar sepanjang 3 tahun terakhir ini. 1. Konsumsi Dampak krisis global mulai mempengaruhi konsumsi Banten sejak triwulan IV 2008. Setelah mengalami peningkatan hingga triwulan III 2008, konsumsi Banten sejak triwulan IV-2008 mulai melambat hingga periode ini, yaitu dari tumbuh 6,65% pada triwulan III 2008 menjadi sekitar 5,70% pada 3 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 triwulan IV 2008 dan 5,60% pada triwulan I 2009. Perlambatan konsumsi tersebut diindikasikan dari menurunnya pembelian kendaraan bermotor baik untuk kendaraan pribadi maupun niaga, berkurangnya konsumsi penggunaan bahan bakar dan pembelian barang tahan lama. Menurunnya ekspektasi indeks penghasilan dari hasil survei konsumen akibat adanya pemutusan hubungan kerja atau pengurangan jam kerja yang membawa konsekuensi penurunan pendapatan karyawan berdampak pada penurunan konsumsi. unit Pembelian Mobil Pribadi dan Niaga[Baru] di Banten 3500 3000 Pembelian Sepeda Motor[Baru] di Banten 35000 30000 2500 25000 2000 20000 1500 1000 15000 500 10000 0 5000 3 9 3 2006 9 3 2007 9 2008 sedan,jeep,minibus,microbus[baru] 3 9 pickup dan truk[baru] 1.1 Pendaftaran Mobil di Banten (Sumber: DPKAD Banten, diolah) Pertumbuhan Konsumsi BBM Rumah Tangga di Banten % 3 2009 Grafik 40,00 0 3 9 2006 Grafik 3 9 2007 3 2008 2009 1.2 Pendaftaran Motor di Banten (Sumber: DPKAD Banten, diolah) Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks 140,00 120,00 20,00 100,00 0,00 -20,00 -40,00 80,00 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 2006 2007 2008 2009 g.Kons Premium Indeks Ekspektasi Konsumen 60,00 g.Kons M.TANAH 40,00 20,00 -60,00 0,00 -80,00 1 3 diolah) 7 2006 -100,00 Grafik 5 1.3 Konsumsi BBM Rumah Tangga (Sumber: Pertamina, 9 11 1 3 5 7 2007 9 11 1 3 5 7 9 11 1 2008 3 2009 Grafik 1.4 Indeks Ekspektasi Konsumen (Sumber: Survei Konsumen BI) Faktor daya beli masyarakat yang relatif menurun tercermin dari indikator stabil/menurunnya indeks nilai tukar petani terutama petani perkebunan akibat menurunnya harga komoditas perkebunan dan indeks nilai tukar peternak akibat menurunnya konsumsi rumah tangga terhadap kebutuhan lauk pauk. Namun, dengan ekspektasi keyakinan konsumen/masyarakat yang masih cukup baik dengan kondisi ekonomi saat ini menyebabkan angka penurunan konsumsi pada triwulan ini tidak begitu signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. 4 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Indeks Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Indeks Kondisi Ekonomi saat ini 90,00 120,00 80,00 100,00 70,00 60,00 80,00 50,00 40,00 60,00 Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi saat ini 30,00 40,00 20,00 10,00 20,00 0,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 0,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2006 2006 2007 2008 Grafik 1.5 Indeks Keyakinan Konsumen (Sumber: Survei Konsumen BI) Ketepatan waktu pembelian (konsumsi) barang tahan lama Indeks 2007 2008 2009 2009 Grafik 1.6 Kondisi Ekonomi Saat ini (Sumber: Survei Konsumen BI) Penghasilan saat ini Indeks 90,00 140,00 80,00 120,00 70,00 100,00 60,00 80,00 50,00 Penghasilan saat ini 60,00 40,00 30,00 40,00 20,00 Ketepatan waktu pembelian (konsumsi) barang tahan lama 10,00 20,00 0,00 0,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2007 2008 Grafik 2009 1.7 Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama (Sumber: Survei Konsumen BI) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2007 2008 2009 Grafik 1.8 Ekspektasi Penghasilan (Sumber: Survei Konsumen BI) Pada Triwulan I 2009 daya beli masyarakat Banten diperkirakan mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan lalu. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Banten mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi/permintaan menjelang perayaan Maulid Nabi SAW. Sebaliknya, penurunan permintaan (omset penjualan) di sektor industri dan menurunnya angka investasi menyebabkan meningkatnya angka PHK terutama di sektor formal dan meningkatnya jumlah pengangguran di Propinsi Banten. Dari data Disnakertrans tercatat pada akhir Februari 2009 terjadi penambahan angka PHK sebesar 2.481 karyawan dan diperkirakan akan mencapai angka sekitar 4.091 pegawai hingga akhir Maret 2009. Selain itu terdapat sekitar 3.481 tenaga kerja yang dirumahkan terutama pada jenis usaha sepatu, manufaktur, elektronik dan sparepart. Dengan tingginya potensi PHK, daya beli masyarakat di Banten terutama golongan ekonomi lemah seperti kaum buruh dan petani semakin menurun. Meskipun angka indeksnya relatif di 5 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 atas angka 100, namun trend indeks nilai tukar petani perkebunan rakyat dan peternak mengalami penurunan. Sebaliknya, indeks nilai tukar petani padi palawija dan nelayan serta holtikultur yang nilainya relatif masih di bawah kisaran angka 100 cenderung meningkat sebagai akibat produksi dan harga yang membaik. Diharapkan angka indeks tersebut terus meningkat sehingga kemampuan daya beli pada masyarakat petani dalam arti luas semakin membaik. Upaya pemerintah dalam menggerakkan sektor pertanian pada periode sebelumnya mulai menampakkan hasilnya pada periode ini. Himbauan pemda propinsi kepada GAPOKTAN untuk mengawasi distribusi pupuk secara bersama setidaknya dapat mencegah kelangkaan pupuk besubsidi. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam pemberdayaan masyarakat melalui dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebesar Rp 228,5 miliar yang nilainya lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, dialokasikan ke 106 kecamatan di empat kabupaten kota di Banten. Penerima dana bervariasi dari sekitar Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar. Program ini cukup membantu ekonomi masyarakat khususnya di pedesaan. Indeks Nilai Tukar Petani Banten 140 120 100 80 60 40 20 0 Holtikultur Perkebunan Rakyat Peternakan Grafik 1.9. Indeks Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat, Peternakan dan Holtikultur di Banten (Sumber: BPS, diolah) 100 Indeks Nilai Tukar Petani Banten 98 96 94 92 90 88 86 84 Padi Palawija Nelayan NTP Total 6 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Grafik 1.10. Indeks Nilai Tukar Petani Total, Nelayan dan Padi Palawija di Banten (Sumber: BPS, diolah) Perkembangan UMP Propinsi Banten 1,000,000 800,000 600,000 515,000 585,000 661613 746,500 837,000 917,500 400,000 200,000 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 UMP Propinsi Banten (Rp) Grafik 1.11 Upah Minimum Propinsi (UMP) Banten 7 40 6 35 5 30 25 4 20 3 15 2 10 1 5 0 % (Kredit) % (PDRB) Sementara itu, guna mengurangi beban masyarakat pekerja dan mengimbangi kenaikan laju inflasi, pemerintah daerah beserta unsur tripartit lainnya telah menetapkan kenaikan UMP. Pada tahun 2009 tercatat UMP Banten sebesar Rp 917.500 atau meningkat 9,62% dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan angka inflasi pada tahun 2008 sebesar 11,46%, maka secara relatif terjadi penurunan pendapatan riil pekerja sebesar 1,84%. Hal tersebut berdampak terhadap menurunnya daya beli masyarakat khususnya pekerja yang mendapatkan upah minimum. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2007 g. PDRB Banten (y-o-y) 2008 2009 g. kredit Konsumsi Grafik 1.12 Kredit Konsumsi Perbankan Berdasar (Sumber: BI) Lokasi Proyek Di sisi lain, untuk golongan masyarakat berpendapatan tetap seperti pegawai negeri sipil dan karyawan perusahaan dengan gaji relatif di atas upah minimum masih terbantu konsumsinya dengan adanya pinjaman kredit konsumsi dari perbankan yang masih tumbuh sebesar 25%. 2. Investasi 7 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Pada triwulan I 2009, investasi tumbuh 3,40%, sedikit melambat dibandingkan triwulan IV 2008 (3,50%). Kecenderungan penurunan investasi ini diperkirakan berdasarkan informasi bahwa hampir pada sebagian besar perusahaan yang bergerak di sektor industri pengolahan belum memiliki rencana untuk ekspansi usaha secara signifikan pada periode ini. Penurunan permintaan utamanya dari negara-negara partner dagang menyebabkan ekspektasi dunia usaha terhadap situasi bisnis menjadi relatif rendah meskipun mereka memperkirakan harga jual pada periode yang akan datang akan meningkat. Terganggunya keuangan perusahaan, ditambah dengan kondisi ketidakpastian iklim usaha menyebabkan industri tertentu seperti tekstil, kimia, besi baja, alas kaki dan industri barang kebutuhan/keperluan rumah tangga harus berusaha keras agar bertahan hidup dan tidak mem-PHK pegawainya. Hal ini berdampak pada merosotnya investasi pada triwulan ini. Perkiraan penurunan investasi juga terlihat dari penurunan penggunaan bahan baku seperti semen dan pembelian kendaraaan truk/alat berat. Hingga saat inipun, industri yang bergerak di bidang properti memberikan potongan harga cukup besar untuk menarik pembeli agar stok bahan baku untuk properti yang sedang dan akan tetap dibangun sesuai rencana periode sebelumnya laku terjual. Penurunan kapasitas utiliti usaha juga terlihat masih berlanjut dan berpotensi terhadap penurunan penggunaan tenaga kerja. Sebaliknya, perbaikan prasarana infrastruktur dan pembangunan pusat layanan pemerintahan yang terus dijalankan sejak akhir triwulan I 2009 diharapkan mampu menahan penurunan investasi. g.Semen Banten 200 40,00 150 30,00 Pertumbuhan Pembelian Kendaraan Pick-up dan Truk (baru) di Banten 20,00 g.pickup dan truk (baru) 100 10,00 0,00 50 -10,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 -20,00 2006 2007 2008 0 2009 -30,00 3 -40,00 -50,00 9 3 9 3 9 3 -50 2006 g.Semen Banten -60,00 Grafik 1.13 Konsumsi Semen Banten Grafik (Sumber: Asosiasi Semen Indonesia) 2007 2008 2009 -100 I. Grafik. 1.14 Pendaftaran Truk dan Alat Berat (Sumber: DPKAD Prop. Banten) 8 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 % 100,00 g. total kredit Banten 80,00 g.kredit investasi Banten 60,00 40,00 20,00 0,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 -20,00 2004 2005 2006 2007 2008 -40,00 Grafik 1.15 Pertumbuhan Kredit Investasi (Sumber: BI) % 2009 Grafik 1.16 Konsumsi Listrik Industri Tangerang – Jakarta (Sumber: PLN, diolah) Kapasitas utilitas industri 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 ekspektasisituasi situasi ekspektasi bisnis Banten bisnis Banten ekspektasi harga jual ekspektasi harga jual di Banten di Banten Saldo Saldo Bersih Bersih 80,00 80,00 60,00 60,00 40,00 kapasitas utilitas industri Banten 40,00 20,00 20,00 0,00 1 2 3 2007 Grafik Banten 4 1 2 3 4 2008 1 2009 1.17 Utilisasi Kapasitas -20,00 0,00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 -40,00 1 -20,00 2 3 4 1 2 3 4 1 -60,00 -40,00 2007 -80,00 2007 -60,00 2008 2008 2009 2009 -80,00 Grafik 1.18 Ekspektasi Situasi Bisnis dan Harga Jual (Sumber: Survei Konsumen BI) Proyek investasi pemerintah dalam Pembangunan 2 unit PLTU, yaitu di Labuan dan Teluk Naga masing-masing berkapasitas sebesar 2x300 MW dan 3x315 MW telah mencapai progres yang baik. Khusus PLTU di Labuan unit 1, saat ini progresnya telah mencapai 100%. Proyek PLTU unit 1 telah diselesaikan pada Bulan Maret 2009, sedangkan unit 2 baru akan selesai pada Bulan September 2009. Di lain pihak, meskipun realisasi investasi masih minim, Banten merupakan tempat yang potensial bagi para investor karena letak yang strategis dan prasarananya yang relatif memadai. Perusahaan PMA yang telah merealisasikan investasinya selama periode Januari-Desember 2008 sebanyak 69 proyek dengan nilai investasi sebesar USD 119,82 juta dan Rp 657,56 miliar. Realisasi investasi di triwulan I 2009 (data terkini Januari 2009) hanya tercatat sebesar USD 6,7 juta dan menduduki peringkat ke-7 secara nasional. 9 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Adapun PMA yang melakukan perluasan investasi dan telah mendapatkan Izin Usaha Tetap (IUT Perluasan) sepanjang tahun 2008 sebanyak 41 proyek dengan nilai investasi sebesar USD 78,10 juta dan Rp 1,99 triliun. Hal ini mengindikasikan adanya sikap optimisme dari pengusaha yang bergerak di sektor/industri tertentu, terlihat dari realisasi perluasan investasi yang dilakukan. Sementara itu, PMDN yang telah merealisasikan investasinya pada tahun 2008 sebanyak 19 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 488,65 miliar. Hingga Januari 2009, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Banten hanya terealisasi sekitar Rp 12,4 miliar atau menduduki ranking ke-5 setelah Jabar, Jambi, Jatim, dan Bali. Kondisi ini relatif lebih rendah dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya juga periode triwulan sebelumnya. Perusahaan PMDN yang melakukan perluasan dan telah mendapatkan Izin Usaha Tetap pada periode Januari-Desember 2008 sebanyak 13 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 1,51 triliun dengan tenaga kerja terserap sebanyak 2.149. Lokasi usaha perluasan PMA dan PMDN sebagian besar berada di Wilayah Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon yang merupakan daerah industri. Tabel 1.2. Realisasi PMDN di Banten Sepanjang Tahun 2008 NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. BIDANG USAHA Industri Peralatan Pengontrol & Pendistribusian Listrik Industri Kertas, Barang dari Kertas & Sejenisnya Industri Alat Angkut Lainnya Industri kemasan dan kotak dari kertas dan karton Industri Makanan 7. Industri Pengolahan Kembali Pelumas Bekas Industri Perekat 8. Industri Perajutan Textil 9. Industri Logam Dasar Besi & Baja Industri Penunjang Percetakan Industri Barang-barang dari Plastik Industri bahan bangunan dari semen dan barang logam lainnya 10 . 11 . 12 . SEKTOR JUMLAH PROYEK Sekund er 1 Sekund er Sekund er Sekund er 3 Sekund er Sekund er Sekund er Sekund er Sekund er Sekund er Sekund er Sekund er 4 1 1 1 1 3 1 1 1 1 NILAI INVESTASI (Rp) 721.175.282 245.264.763. 496 6.000.000.00 0 11.415.000.0 00 23.270.000.0 00 69.865.000.0 00 6.100.000.00 0 46.248.107.4 00 20.000.000.0 00 19.762.657.5 37 15.000.000.0 00 25.000.000.0 00 10 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 JUMLAH 19 488.646.703. 715 Sementara itu, jumlah perluasan investasi berdasarkan data terkini Januari 2009 (triwulan I 2009) yang diperoleh dari BKPMD Provinsi Banten untuk PMA dan PMDN masing-masing berjumlah USD 12,48 juta dan Rp 18 miliar. Proyek PMA banyak terealisasi di Wilayah Kabupaten Serang USD 12,25 juta dan di Kabupaten Tangerang sebesar USD 0,23 juta, sedangkan proyek PMDN hanya terealisasi di Wilayah Kabupaten Tangerang dengan nilai sebesar Rp 18 miliar. Di lain pihak, pemerintah Propinsi Banten melakukan investasi ke sektor keuangan dengan menganggarkan dana sebesar Rp. 5,5 miliar untuk penyertaan modal kepada perusahaan daerah Banten Global Development dan penyertaan Rp 5 miliar saham untuk pendirian PT. Bank Syariah Jabar Banten. Pemerintah Provinsi Banten tahun ini juga telah menganggarkan dana sebesar Rp 70 miliar untuk melanjutkan pembangunan kawasan pusat pemerintahan Propinsi Banten (KP3B) di Kecamatan Curug. Pembangunan tersebut akan menggunakan dana bertahap/multiyears. Kedelapan gedung satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang akan dibangun tahun ini adalah kantor Dinas Perhubungan (Dishub), Badan Kesbangpol, Disbudpar, BLHD, Disnakertrans dan Disindag. Tabel 1. 3. REKAPITULASI PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PERLUASAN PMA DAN PMDN DI PROVINSI BANTEN PERIODE TAHUN 2008-2009 NO. LOKASI KABUPATEN/KOTA 1. KAB. SERANG NILAI INVESTASI JAN 2008 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) NILAI INVESTASI FEB 2008 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) NILAI INVESTASI MAR 2008 NILAI INVESTASI APR 2008 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) 0 0 0 127.274 33.736.669.550 127.274 1.172.356.030.420 127.274 2. KAB. TANGERANG 25.585.702.222 0 1.224.585.702.222 0 1.465.777.560.399 0 1.571.348.464.555 600.000 3. KOTA TANGERANG 0 0 27.811.000.000 0 50.290.163.750 0 105.290.163.750 250.000 4. KOTA CILEGON 0 84.287.733.000 84.287.733.000 0 84.287.733.000 0 84.287.733.000 12.875.845 5. KAB. LEBAK 0 0 0 0 0 0 0 0 6. KAB. PANDEGLANG 0 0 0 0 0 0 0 0 127.274 1.634.092.126.699 127.274 2.933.282.391.725 13.725.845 PROPINSI BANTEN NO. LOKASI KABUPATEN/KOTA 25.585.702.222 84.287.733.000 1.336.684.435.222 NILAI INVESTASI MEI 2008 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) 1. KAB. SERANG 1.172.356.030.420 5.903.813 2. KAB. TANGERANG 1.585.959.247.607 3.925.000 3. KOTA TANGERANG 127.249.340.565 250.000 4. KOTA CILEGON 84.287.733.000 18.357.384 5. KAB. LEBAK 0 0 6. KAB. PANDEGLANG 0 0 PROPINSI BANTEN 2.969.852.351.592 28.436.197 NILAI INVESTASI JUN 2008 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) 1.172.356.030.420 1.585.959.247.607 127.249.340.565 84.287.733.000 0 0 2.969.852.351.592 NILAI INVESTASI JUL 2008 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) NILAI INVESTASI AGT 2008 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) 5.903.813 1.172.356.030.420 5.903.813 1.172.356.030.420 472.274 3.925.000 1.683.617.334.861 4.775.537 1.692.417.334.861 5.851.074 250.000 346.194.101.571 4.500.000 346.194.101.571 4.500.000 18.357.384 84.287.733.000 18.357.384 84.287.733.000 18.357.384 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 28.436.197 3.286.455.199.852 33.536.734 3.295.255.199.852 29.180.732 11 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 NILAI INVESTASI DES 2008 NILAI INVESTASI JAN 2009 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) 5 6 1. KAB. SERANG 1.172.356.030.420 472.274 1.172.356.030.420 472.274 1.172.356.030.420 472.274 1.207.306.030.420 5.903.813 0 12.250.000 2. KAB. TANGERANG 1.692.417.334.861 5.851.074 1.692.417.334.861 5.851.074 372.186.574.587 11.001.074 1.698.417.334.861 46.629.451 18.000.000.000 230.000 3. KOTA TANGERANG 431.084.578.528 5.250.000 431.084.578.528 5.250.000 431.084.578.528 5.755.728 479.772.470.994 5.755.728 0 0 4. KOTA CILEGON 84.287.733.000 18.357.384 85.487.733.000 18.357.384 122.287.733.000 18.357.384 123.287.733.000 14.025.845 0 0 5. KAB. LEBAK 0 0 0 0 0 0 0 5.789.431 0 0 6. KAB. PANDEGLANG 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 PROPINSI BANTEN 3.380.145.676.809 29.930.732 3.381.345.676.809 29.930.732 2.097.914.916.535 35.586.460 3.508.783.569.275 78.104.268 18.000.000.000 12.480.000 Sumber: BKPMD Prop. Banten NO. LOKASI NILAI INVESTASI SEP 2008 KABUPATEN/KOTA Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) NILAI INVESTASI OKT 2008 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) NILAI INVESTASI NOV 2008 Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) Selain itu, akan dilakukan tender proyek pada tahun ini untuk pembangunan Pelabuhan Internasional Bojonegara (PIB). Dana investasi untuk pembangunan pelabuhan tersebut akan menelan biaya sekitar Rp 10,1 triliun. Proyek PIB ini akan dilakukan selama 3 tahap dan ditargetkan selesai pada tahun 2025. Tahap I akan meliputi pembangunan dermaga, kolam pelabuhan, dan pemecah gelombang dengan total investasi sebesar Rp 1,9 triliun. Panjang dermaga yang akan dibangun sepanjang 300 meter yang akan diselesaikan oleh Pihak Pelindo II. Pembangunan selanjutnya akan dilakukan oleh Pelindo II dan Pemerintah dengan cara tender. Ada 4 investor/negara yang berminat membangun, yaitu dari Singapura, Amerika Serikat, Filipina, dan Norwegia. Pemerintah Kabupaten Pandeglang sudah mengalokasikan dana sebesar 19,8 miliar untuk memperbaiki segala fasilitas rumah sakit milik Pemda di Pandeglang, termasuk juga di dalamnya rencana pengadaan sarana air bersihnya. Pemerintah Kabupaten Serang melakukan penyertaan modal kepada 5 perusahaan milik daerahnya sebesar Rp 103,5 miliar secara bervariasi dan bertahap dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013. Perusahaan daerah tersebut yaitu PT. BPD Jabar Banten, PT. Serang Berkah Mandiri, PD BPR, PD Perkreditan Kecamatan Ciomas dan PDAM Serang. Pengeluaran investasi/belanja modal pemerintah Kota Cilegon juga banyak diarahkan pada perbaikan kerusakan jalan di berbagai kelurahan. Selain itu, akan diperbaiki jalan sepanjang 17 km dari Simpang Tiga Cilegon sampai dengan Pasar Anyer dengan sebagian konstruksinya menggunakan beton. Anggaran yang akan dikeluarkan untuk perbaikan jalan dan gorong-gorong di sekitarnya pada tahun ini sebesar Rp 70 miliar. Pemerintah Kota Serang sedang merencanakan pembangunan proyek instalasi air bersih di Desa gelam, Kecamatan Cipocok jaya dengan biaya 12 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 sekitar Rp 120 miliar. Proyek ini perlu diprioritaskan mengingat baru sekitar 6.000 KK di 6 kecamatan yang dialiri air bersih dari 103.000 KK yang ada di daerah tersebut. Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tangerang akan melakukaan renovasi/perombakan 3 pasar tradisional di Kawasan Bintaro, Balaraja dan Kecamatan Kelapa Dua dengan anggaran sekitar Rp 100 miliar pada tahun 2009. Pasar tradisional tersebut akan diarahkan menjadi pasar semitradisional menuju pasar yang sehat dan higienis. Kerusakan infrastruktur jalan di Kabupaten Lebak sepanjang 444 km dari total panjang jalan kabupaten 923 km, mengharuskan Pemda Kabupaten Lebak mengalokasikan dana investasi dari APBD sebesar Rp 102 miliar. Dana tersebut hanya mampu untuk memperbaiki jalan yang rusak sepanjang 56 km. Paket stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah pusat untuk Banten lebih diarahkan ke daerah kabupaten di Lebak: 1. Perbaikan jalan usaha tani Rp 1,5 miliar 2. Perbaikan/perawatan irigasi Rp 1,5 miliar 3. Pengembangan infrastruktur pemukiman Rp 10 miliar 4. Perbaikan jalan dan jembatan Rp 20 miliar 5. Pembangunan irigasi Rp 20 miliar Dengan demikian total stimulus pemerintah pusat bagi Kabupaten Lebak adalah sebesar Rp 53 miliar. Program stimulus lainnya di Propinsi Banten diarahkan untuk penanganan banjir Kali Cisadane sebesar Rp 10 miliar bagi Kabupaten Tangerang. Upaya pemerintah daerah dalam mengatasi perlambatan investasi dilakukan melalui pertemuan dengan calon investor baik dari beberapa negara termasuk negara di kawasan Arab dan Afrika terhadap kawasan potensial terutama sektor industri, pariwisata dan pertanian. Sistem pelayanan satu atap yang ditujukan untuk memberikan kemudahan penyelesaian ijin dunia usaha dan sekaligus untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi baru-baru ini sedang dirintis. Upaya ini juga telah dilakukan hingga sampai ke tingkat Pemda Kabupaten dan Kota. Upaya pemerintah Propinsi Banten lainnya adalah dengan melakukan revitalisasi kawasan dan wilayah dengan menata pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dan melanjutkan proses pembangunan Kawasan Pusat Pemerintahan Propinsi Banten (KP3B), pembangunan PLTU, Daerah Aliran Sungai 13 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 (DAS), penanganan limbah investasi lainnya. industri, dan proyek Perusahaan terbesar yang bergerak di produk baja dan turunannya di wilayah Cilegon sedang melakukan berbagai agar upaya khususnya pemerintah menggunakan produk besi baja lokal dalam proyek-proyek infrastruktur. Upaya ini dilakukan agar kontinuitas usaha tetap terjaga dan terhindarnya tindakan merumahkan karyawan. Indikasi keberhasilan tersebut mulai nampak ketika pemerintah pusat telah menyetujui usulan tersebut dan mencanangkan program pengunaan produk-produk lokal. Dari sisi pembiayaan investasi, dana perbankan sebagai salah satu pendorong utama investasi masih tumbuh cukup tinggi. Namun pada posisi Januari 2009, pertumbuhan kredit ke sektor investasi cenderung menurun seiring menurunnya investasi di sektor riil. Penurunan ini belum cukup mengkhawatirkan mengingat level pertumbuhannya masih berada pada kisaran 32,52% (posisi Januari 2009). 3. Kegiatan Ekspor-Impor Ekspor Pertumbuhan ekonomi Banten dari sisi ekspor dan impor terus menunjukkan perlambatan. Perlambatan terjadi sejak triwulan III 2008 untuk ekspor dan sejak triwulan II 2008 untuk impor. Ekspor dan impor Banten terdiri dari ekspor dan impor luar negeri serta dalam negeri (luar daerah), maka peranan ekspor dan impor Banten ke luar daerah (antar daerah) sangat membantu menahan penurunan angka pertumbuhan ekonomi sisi ekspor dan impor. Tabel 1. 4. Struktur PDRB Banten dari Sisi Permintaan Komponen 1. Pengeluaran KRT Struktur 2006 LPE 2007 2006 2007 59,95 61,50 5,12 8,78 2. Pengeluaran KLNP 0,62 0,64 9,61 9,22 3. Pengeluaran Kpem 4,29 4,38 9,33 8,32 4. PMTB 23,46 24,18 7,03 9,32 5. P Stok 8,68 6,63 1,25 (19,08) (5,58) 6. X netto 3,00 2,67 10,41 70,94 68,40 11,33 2,23 - Antar Negara 19,08 17,17 7,98 (4,58) - Antar Propinsi 51,86 51,23 12,61 4,74 67,94 65,72 11,37 2,58 - Antar Negara 54,99 52,96 12,84 2,14 - Antar Propinsi 12,95 12,76 5,52 4,43 100,00 100,00 5,57 6,04 7. Ekspor : 8. Impor : PDRB Sumber: BPS 14 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Dilihat dari struktur pertumbuhan ekonomi Banten yang belum mengalami perubahan (menggunakan tahun 2007), terlihat bahwa dominasi ekspor antar propinsi relatif lebih tinggi (51,23%) daripada ekspor luar negerinya (17,17%). Tetapi sebaliknya, komposisi struktur impor dari luar negeri (sebesar 52,96%) relatif lebih besar daripada impor antar propinsi (12,76%). Dengan demikian, turunnya angka ekspor dan impor luar negeri secara signifikan belum tentu menurunkan angka pertumbuhan ekonomi sisi ekspor dan impor keseluruhan secara signifikan. Pertumbuhan ekspor PDRB Banten (baik ke luar daerah di Indonesia maupun luar negeri) pada triwulan ini sedikit mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 5,75% menjadi 5,00%. Penyebab utamanya adalah karena penurunan order pembelian dari luar negeri pada akhir triwulan I 2009 yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya secara data tahunan (yoy). Jenis barang ekspor yang mengalami penurunan order adalah barang industri dari besi baja, logam dasar, perlengkapan transportasi dan kendaraan berat, tekstil, industri kayu terutama dari beberapa negera industri utama seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, India, Korea Selatan dan Singapura. Sebaliknya industri yang masih memiliki permintaan yang positif antara lain adalah industri hasil pertanian, perikanan, industri makanan dan minuman, dan industri pembuatan peralatan/mesin. Seiring melambatnya ekspor dan tingginya komponen impor pada barang komoditi ekspor (sekitar 86,76%), maka angka pertumbuhan impor pun (baik impor dalam negeri maupun luar negeri) semakin melambat, dari 5,80% menjadi sekitar 5,60% pada triwulan ini. Baik berdasarkan volume maupun nilai, angka impor pada triwulan ini melambat secara signifikan. Penurunannya mencapai angka 49,14% berdasarkan nilai impor yoy dan -63,44% berdasarkan volume. Tingginya abgka tersebut menunjukkan bahwa penurunan bukan disebabkan oleh gejolak kurs tetapi yang paling mendasar karena turunnya permintaan dari negara mitra dagang yang pertumbuhan ekonominya terus melambat. Grafik. 1.19 15 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Grafik 1.20. Perkembangan Nilai Tukar Uang Kertas Asing (Dolar AS) Grafik 1.21. Pertumbuhan Ekonomi Kelompok Negara di Dunia Sebagaimana kelompok negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara di Asia yang juga merupakan negara mitra dagang Indonesia antara lain Cina, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Thailand dan Filipina juga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai imbas krisis global (Grafik 1.21). Grafik 1.22. Tabel Pertumbuhan Ekonomi Negara di Asia 16 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Pada umumnya kelompok negara maju dan negara industrialis di Asia telah mengalami penurunan pertumbuhan secara signifikan pada awal triwulan II 2008. Namun dampak kejutan/shock penurunan pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang tersebut memerlukan waktu (response time) selama kurang lebih 2 periode waktu terhadap ekspor Banten. Dari hasil kajian yang dilakukan Bank Indonesia Serang, permintaan/order barang ekspor ke negara mitra dagang lebih berpengaruh dibandingkan oleh perubahan nilai tukar, sehingga dampak penurunan pertumbuhan ekonomi dunia yang berkepanjangan dikhawatirkan akan turut menurunkan pertumbuhan ekspor Banten dan pada gilirannya nanti mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Banten. Tabel 1.5. Titik Kritis Penurunan Pertumbuhan Ekspor dan Impor Banten (%) Uraian Periode Des-08 Feb-09 Pertumbuhan nilai ekspor yoy -2,97 -49,77 Pertumbuhan nilai ekspor qtq -14,8 -46,69 Pertumbuhan volume ekspor yoy -26,89 -38,46 Pertumbuhan volume ekspor qtq -9,14 -22,76 Pertumbuhan Nilai impor yoy 30,24 -49,14 Pertumbuhan Nilai impor qtq -24,87 -51,25 Pertumbuhan volume impor yoy 5,14 -63,44 Pertumbuhan volume impor qtq -12,97 -54,89 Titik kritis atau dampak shock pertumbuhan ekonomi dari negara maju, mulai dirasakan pada akhir triwulan IV 2008. Penurunan tersebut diperkirakan akan berlangsung hingga periode keempat dan kemudian diperkirakan akan kembali pada titik keseimbangan meski belum ke titik normal sebagaimana sebelum tahun 2008. Dari data pada tabel titik kritis, yang paling signifikan penurunannya secara yoy pada triwulan laporan adalah pertumbuhan volume impor Banten (-63,44%) dan diikuti pertumbuhan nilai ekspor Banten (46,69%). 17 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 1.200 120 % juta USD 100 1.000 80 800 60 40 600 20 400 0 Volume Ekspor (juta ton) Pertumbuhan ekspor (yoy) Pertumbuhan ekspor (qtq) -20 200 -40 0 -60 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 03 04 05 06 07 08 09 Grafik 1.23. Volume dan Pertumbuhan Ekspor Banten (Sumber: BI) Sementara itu, yang mendahului turun secara tajam pada triwulan IV 2008 adalah penurunan pertumbuhan volume ekspor akibat turunnya permintaan dan beberapa kontrak pembelian yang belum diperpanjang. Dampak kontrak yang tidak diperpanjang menyebabkan akan berhentinya operasional/produksi perusahaan yang berdampak pada kesulitan likuiditas karena harus membiayai biaya tetap dan meningkatnya harga barang impor. 200,00 2.000 % 1.800 150,00 juta USD 1.600 1.400 100,00 1.200 50,00 1.000 800 0,00 1234123412341234123412341 600 400 -50,00 03 04 05 06 07 Nilai Ekspor FOB (juta USD) Pertumbuhan ekspor (yoy) Pertumbuhan ekspor (qtq) 08 09 200 -100,00 0 Grafik 1.24 Nilai dan Pertumbuhan Ekspor Banten (Sumber: BI) 200,00 3.500 juta ton % 3.000 150,00 2.500 100,00 2.000 50,00 1.500 0,00 1234123412341234123412341 -50,00 03 -100,00 04 05 06 07 08 09 1.000 Volume Impor (juta ton) Pertumbuhan impor (yoy) Pertumbuhan impor (qtq) 500 0 18 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Grafik 1.25 Volume dan Pertumbuhan Impor Banten (Sumber: BI) Dari grafik pertumbuhan ekspor dan impor baik berdasarkan volume dan nilai secara yoy dan qtq terlihat arahnya sejalan, yang mengindikasikan bahwa penurunan bersifat lebih permanen dan berpotensi terjadi dalam waktu yang relatif agak lama bahkan terjadi hingga tahun 2010. 200,00 5.000 4.500 150,00 juta USD) 4.000 3.500 100,00 3.000 50,00 2.500 2.000 0,00 1234123412341234123412341 1.500 Nilai Impor CIF (juta USD) Pertumbuhan Impor (yoy) Pertumbuhan Impor (qtq) 1.000 -50,00 2003 2004 2005 2006 2007 20082009 500 -100,00 0 Grafik 1.26 Nilai dan Pertumbuhan Impor Banten (Sumber: BI) Dari informasi yang diperoleh dari beberapa perusahaan yang berorientasi ekspor, volume ekspor turun tajam sejak akhir tahun 2008. Mitra dagang di luar negeri (seperti Amerika Serikat dan negara Asia terutama Cina dan Jepang) banyak yang mengalami kebangkrutan sehingga permintaan pun terhenti atau berkurang. Hal tersebut menyebabkan secara rata-rata, permintaan turun sekitar 40% hingga posisi triwulan I 2009 (sumber: Asosiasi Pengusaha Indonesia/APINDO). Data Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Januari 2009 menunjukkan bahwa bahan-bahan kimia yang merupakan salah satu komoditas dengan volume maupun nilai ekspor terbesar Banten, mengalami penurunan ekspor hingga sebesar 50% (y-o-y). Selain itu, data/survei yang dilakukan APINDO Banten juga memperlihatkan bahwa Industri atau dunia usaha yang paling tertekan secara berurut adalah industri tekstil, sepatu, kimia, besi baja, manufaktur, otomotif dan properti. Sementara itu, dunia usaha yang masih bertahan dan omsetnya relatif baik antara lain di sektor kesehatan (farmasi), bahan makanan dan minuman serta produk pertanian dalam arti luas (CPO). Penurunan impor saat ini merupakan penurunan impor terbesar sepanjang 3 tahun terakhir. Pada bulan ini, tercatat defisit perdagangan bulanan 19 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Banten telah mencapai angka USD 276,78 juta. Penurunan produk impor terbesar antara lain adalah produk mesin dan alat transportasi, serta barang manufaktur dan produk kimia dari Cina, Jepang dan Singapura. B. SISI PENAWARAN Perekonomian pada sisi penawaran pada triwulan I 2009 diprakirakan tumbuh melambat searah dengan perkembangan pada sisi permintaan. Sektor perekonomian pada triwulan laporan yang diprakirakan tumbuh lebih rendah sebagian besar adalah sektor dominan, yaitu sektor industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; restoran, hotel dan perdagangan; serta sektor keuangan, persewaan dan jasa. Sementara itu, sektor lainnya masih mampu mengalami kenaikan. Melemahnya ekspor dan impor pada kisaran -50% menyebabkan sektor industri mengalami perlambatan pertumbuhan secara signifikan, yaitu dari 2,21% pada triwulan IV 2008 menjadi sebesar 1,65% pada triwulan I 2009. Ekspektasi masyarakat yang masih cukup baik belum mampu menaikkan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran. 20 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Tabel 1.6 Uraian I Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran 2007 2007 II III IV I Pertanian -7,21 5,40 8,54 Pertambangan dan Penggalian 11,53 15,62 11,64 Industri Pengolahan 6,73 4,03 1,68 Listrik, Gas dan Air Bersih -5,52 4,22 14,40 Bangunan 1,54 9,18 13,33 Restoran, Hotel dan perdagangan 10,41 10,03 12,69 Pengangkutan dan Komunikasi 6,74 5,82 5,72 Keuangan, Persewaan dan Jasa 13,94 13,02 13,17 Jasa-Jasa 6,27 8,71 10,45 PDRB TANPA MIGAS 5,62 6,07 6,20 Sumber: BPS diolah, *) Angka Proyeksi Bank Indonesia Serang 12,33 11,91 0,35 6,90 27,32 12,82 8,49 12,91 12,62 6,25 4,22 12,65 3,10 4,73 13,10 11,52 6,71 13,24 9,62 6,04 5,62 13,08 2,49 3,12 10,63 13,60 6,07 13,57 7,78 6,04 2008 II III IV 2,61 7,63 2,27 4,57 14,97 11,96 6,63 17,03 10,97 5,88 3,37 12,39 2,28 3,18 7,74 9,47 9,46 17,25 16,91 5,81 1,39 7,50 2,21 7,36 0,33 9,11 7,08 17,72 13,09 5,19 2008 3,25 10,06 2,31 4,57 7,92 10,95 7,34 16,45 12,35 5,73 2009 I*) 2,71 7,93 1,65 5,46 5,42 7,85 8,09 16,97 13,56 4,90 1. Pertanian Pada triwulan I 2009 sektor pertanian diperkirakan tumbuh sebesar 2,71% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator–indikator yang memperlihatkan perkembangan tersebut antara lain informasi dari Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Banten yang menyatakan keberhasilan proses sertifikasi dan produksi benih padi dan palawija pada tahun 2008 hingga akhir Januari 2009 mencapai angka kelulusan 98,73%. Sementara itu banjir yang melanda daerah-daerah di Propinsi Banten hanya mencapai 0,61% dari luas tanam (lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama triwulan sebelumnya ataupun dengan kondisi 1 tahun sebelumnya) sehingga tidak berdampak signifikan terhadap jumlah produksi hasil pertanian. Selain itu juga data BMG Banten Bulan Maret 2009 menunjukkan bahwa daerah rawan banjir hanya terjadi pada sebagian kecil wilayah di Banten dengan skala/tingkat potensi yang rendah. Hasil angka ramalan BPS pada triwulan ini memperkirakan adanya kenaikan produksi. Bahkan pada periode triwulan ini, sebagian daerah pertanian di Banten sudah mengalami musim panen. Diperkirakan baru pada bulan April 2009 terjadi panen raya padi. Guna mendorong peningkatan produksi pertanian dan pencegahan banjir yang membahayakan pendapatan petani, Pemerintah Propinsi Banten pada tahun ini menganggarkan sekitar Rp 33 miliar untuk program pengendalian banjir dan Rp 17 miliar untuk pemeliharaan jalan dan jembatan di Wilayah Selatan Banten (yang banyak terkena banjir dan kondisinya rusak). Pemerintah Propinsi Banten juga menganggarkan Rp 9,7 miliar untuk Program Tanggap Darurat Jalan 21 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 dan Jembatan, sehingga diperkirakan kinerja sektor pertanian akan mengalami perbaikan pada tahun ini. Sementara itu, program stimulus fiskal pemerintah pusat lebih banyak ditujukan pada perbaikan sarana jalan usaha tani dan irigasi khususnya di Wilayah Kabupaten Lebak yang merupakan basis pertanian. Tabel 1.7 REALISASI SERTIFIKASI DAN PRODUKSI BENIH PADI DAN PALAWIJA TA. 2008 (s.d Januari 2009) BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI BANTEN No Kabupaten/Kota 1 Kab. Serang 2 Kab. Pandeglang 3 Kab. Lebak 4 Kab. Tangerang 5 Kota Serang 6 Kota Tangerang 7 Kota Cilegon Jumlah Unit Diajukan 33 97 53 7 23 0 0 213 Lulus 30 94 53 4 23 0 0 204 Padi & Palawija Luas (Ha) Diajukan Lulus GKP 89 81 442.191 509 499 1.838.726 232 232 1.095.004 17 14 16.000 95 95 298.757 0 0 0 0 0 0 941 921 3.690.678 Produksi (Ton) Diajukan Lulus 346.905 346.905 1.204.850 1.188.950 794.871 794.871 16.200 16.200 245.695 228.395 0 0 0 0 2.608.521 2.575.321 % Lulus 100,00 98,68 100,00 100,00 92,96 0,00 0,00 98,73 Sumber: Distanak Prop. Banten, diolah Meskipun sektor pertanian mengalami peningkatan, namun masih terdapat kendala dalam beberapa hal. Pupuk Urea bersubsidi sepanjang bulan Januari dan Februari kurang terserap karena banyaknya petani yang belum masuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Konsumsi (RDKK) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian No.42 Tahun 2008 yang kemudian direvisi menjadi Peraturan Menteri Pertanian No. 5 tahun 2009 yang dikeluarkan pada tanggal 14 Januari 2009. Pada bulan Januari baru terserap sebanyak 4.753 ton atau baru mencapai 31,09% sementara pada bulan Februari terserap 3.054 ton atau mencapai 96,89%. Hal ini dapat menyebabkan produksi padi pada triwulan yang akan datang berpotensi menurun. 2. Industri Pada triwulan I 2009, sektor industri mengalami perlambatan pertumbuhan yang sangat signifikan menjadi sebesar 1,65% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,21%. Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya order pembelian dari mitra dagang akibat krisis global yang berdampak pada industri di Banten terutama industri kimia, tekstil, alas kaki, besi baja, kertas dan otomotif. Permintaan/order yang merosot tidak hanya berasal dari pasar ekspor, namun juga dari pasar domestik terutama dirasakan oleh beberapa industri seperti besi/baja, tekstil dan kimia. Kondisi ini juga mencerminkan menurunnya konsumsi perusahaan industri sektor terkait lainnya yang memerlukan bahan baku dari industri 22 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 di Banten. Kurangnya likuiditas yang dimiliki oleh perusahaan negara di proyek infrastruktur seperti listrik menyebabkan order bahan baku besi baja menjadi turun tajam karena tertundanya proyek. Dari informasi APINDO, penyebab menurunnya usaha termasuk sektor industri terbesar adalah karena masalah permintaan menurun, beban perusahaan yang makin tinggi, omset dan laba yang semakin menurun dan berdampak pada menurunnya likuiditas perusahaan ditambah lagi penundaan pembayaran dari terutama dari pembeli lokal. Perlambatan sektor industri agak tertahan dengan adanya stabilitas kinerja industri pada sektor bahan makanan, produk pertanian dan peralatan mesin/vessel serta komponen elektrik. Pertumbuhan Penggunaan Total BBM Industri Banten 350,00 300,00 g. Total BBM Industri 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 -50,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 -100,00 2006 -150,00 Grafik I.27 Pertumbuhan Konsumsi Listrik Industri (Sumber: PLN) ekspektasi situasi bisnis Banten ekspektasi harga jual di Banten Saldo Bersih 80,00 40,00 20,00 0,00 -20,00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 -40,00 -60,00 2008 -80,00 2009 kapasitas utilitas industri 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 kapasitas utilitas industri Banten 1 2007 2008 Grafik. I.28 Pertumbuhan BBM Industri (Sumber: Pertamina) % 60,00 2007 2 3 4 1 2 3 4 1 2009 2007 2008 2009 Grafik I.29 Nilai Saldo Bersih Grafik I.30 Nilai Saldo Bersih Ekspektasi Bisnis dan Harga Jual Kapasitas Utilisasi Industri Sumber: SKDU-BI Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), penggunaan kapasitas utilitas dunia usaha pada triwulan ini cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, penurunan kapasitas utilisasi tersebut tidak mempengaruhi 23 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 penggunaan BBM dan listrik industri yang pada titik minimum tertentu tetap harus digunakan untuk produksi. Hal ini berdampak pada penurunan laba sektor industri karena penurunan omset tidak secara langsung dapat menurunkan biaya operasional/produksi secara paralel. Hasil SKDU menunjukkan bahwa penggunaan kapasitas oleh industri-industri yang berlokasi di Banten turun dari nilai saldo bersih pada kisaran 80% pada triwulan IV 2008 turun hingga pada kisaran 50% pada akhir triwulan I 2009. Penurunan yang telah terjadi utamanya pada industri kimia, tekstil dan besi baja serta turunannya termasuk industri kertas dan industri otomotif dan perlengkapannya. Tahun 2009 penjualan mobil diprediksikan akan mengalami penurunan. Dari dua ATPM besar di Indonesia, yaitu Toyota dan Daihatsu, tahun ini memperkirakan penjualan hanya mencapai 400.000 unit atau mengalami penurunan sekitar 30 persen. Tabel 1.8 Nilai Penjualan Mobil di 6 Negara ASEAN Penjualan Negara 2007 2008 Indonesia 434.473 607.151 Thailand 631.250 625.270 Malaysia 487.176 548.115 Phillipina 117.903 124.449 Vietnam 80.392 110.186 Singapura 97.000 Total 1.870.000 2.112.171 2009 400.000 520.000 480.000 N.A N.A N.A Sumber: www.kompas.com Pada sektor industri itu pula terjadi pendaftaran PHK atau merumahkan karyawannya serta pengurangan shift jam kerja akibat penurunan kapasitas. Industri baja da turunannya rata-rata sebesar 20%-30%, sedangkan industri kimia dan tekstil sedikit jauh lebih besar, yaitu pada kisaran 40%-80%. SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN 60 40 20 0 -20 T.II T.III T.IV -40 2006 T.I T.II T.III T.IV T.I 2007 T.II T.III T.IV 2008 T.I 2009 -60 INDUSTRI PENGOLAHAN 24 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Grafik I.31 Nilai Saldo Bersih Kondisi Usaha Sektor Industri Pengolahan (Sumber: SKDU-BI) Sementara itu, dari data indeksasi industri baja dan angka pertumbuhan produksi di Banten, terjadi trend yang mulai menurun pada triwulan II 2008 hingga akhir tahun 2008, meskipun pada triwulan laporan ini nampak ada sedikit tanda perbaikan. Upaya-upaya yang saat ini dilakukan oleh industri baja dengan meningkatkan pangsa pasarnya di dalam negeri dan upaya agar proyekproyek besar pemerintah seperti proyek pembangunan infrastruktur yang menggunakan produk besi/baja dapat seluruhnya atau sebagian besar memprioritaskan penggunaan produk baja lokal terlihat membuahkan hasil. Komitmen pemerintah untuk menggunakan produk baja lokal telah disampaikan melalui berbagai media dan nampaknya program stimulus fiskal yang akan dilaksanakan pada triwulan II 2009 diharapkan dapat mampu meningkatkan produksi besi/baja nasional khususnya dari wilayah Banten. % Pertumbuhan Sektor 450,00 Industri Baja Banten 400,00 Angka Indeks Industri 350,00 Baja Banten 300,00 250,00 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 -50,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 -100,00 2006 2007 2008 2009 Grafik 1. 32 Pertumbuhan dan Indeksasi Produksi Baja Banten 3. Perdagangan, Hotel dan Restoran Pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan hotel dan restoran pada triwulan I 2009 tumbuh sebesar 7,85% (y-o-y), melambat dibandingkan dengan triwulan IV 2008 sebesar 9,11%. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi pada triwulan laporan disebabkan oleh daya beli masyarakat yang semakin menurun dan imbas dari sektor industri yang melemah. Penggunaan listrik di sektor bisnis pun meskipun berfluktuasi tapi kecenderungannya pada trend yang menurun. Beberapa prompt indicators pendukung lainnya adalah penurunan persentase tingkat hunian hotel berbintang di Banten secara yoy, bahkan 25 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 penurunan triwulan ini lebih buruk dibandingkan posisi 3 triwulan sebelumnya. Sarana pendukung kelancaran transportasi menuju lokasi tujuan wisata yang kurang memadai karena banyak jalan yang belum diperbaiki menjadi salah satu penghambat utama para wisatawan datang berkunjung ke Banten. Hanya kawasan wisata di sekitar Wilayah Tangerang yang terlihat cukup baik terutama kegiatan rekreasi. Penurunan juga terjadi untuk kegiatan meeting/rapat yang biasanya dilakukan secara kelompok (grup) di hotel-hotel berbintang di Banten khususnya kawasan Anyer dan Carita. Rusaknya jalan dari mulai Ciwandan Cilegon hingga ke Anyer dan Carita menyebabkan waktu tempuh menuju lokasi wisata semakin panjang dan kurang nyaman. Hal tersebut berdampak terhadap kenaikan biaya-biaya pengadaan barang kebutuhan hotel yang menyebabkan rata-rata tarif hotel di Banten sedikit meningkat. Perdagangan retail besar dan pemasok ke sektor industri juga turut mengalami penurunan seiring berkurangnya permintaan perusahaan-perusahaan industri di luar industri makanan, pertanian dan peralatan mesin. Usaha mikro kecil dan menengah pun mulai merasakan adanya penurunan omset penjualan. Dengan adanya kenaikan pajak daerah bagi pengusaha makanan dan minuman sekitar 100%, yaitu dari sekitar 5% menjadi 10% di Kota Serang, menyebabkan kondisi keuangan pengusaha restoran semakin berat. Upaya yang dilakukan para pengusaha ini adalah dengan cara bertahan agar usahanya tetap dapat berjalan tanpa adanya kenaikan harga jual akibat lesunya penjualan. %, y-o-y g.Kons Listrik Bisnis SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 25 40 20 g.Kons Listrik Bisnis 20 15 0 -20 T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I 10 -40 5 2006 2007 2008 2009 -60 0 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 2006 2007 2008 2009 Grafik I. 33 Konsumsi Listrik Sektor Bisnis -80 PERDAGANGAN, HOTEL DAN REST. Grafik I.34 Realisasi Kegiatan usaha (Survei Konsumen-BI) 26 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Tarif kamar rata-rata/malam Hotel Berbintang di Banten (Rp) 800.000 Tingkat Hunian Kamar Hotel Bintang 3,4 & 5 di Banten (%) 70,00% 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% I I II III IV I II III IV II III 2007 2007 2008 IV I II III IV I I 2009 2008 2009 Tarif kamar rata-rata/malam Hotel Berbintang di Banten (Rp) Grafik I.35 Tingkat Hunian Hotel BerGrafik I.36 tarif kamar Bintang di Banten rata-rata/malam Hotel Berbintang di Banten Kondisi sektor perdagangan, hotel dan restoran yang cenderung menurun belum menyurutkan perbankan dalam menyalurkan kredit khususnya modal kerja yang sangat dibutuhkan oleh sektor ini. % 80,00 Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan di Banten 60,00 40,00 20,00 Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan 0,00 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan Grafik I.37 Kredit Sektor Perdagangan Berdasarkan Lokasi Proyek (Sumber: BI) Pertumbuhan kredit pada sektor perdagangan (yoy) tumbuh sekitar 50,88% (hingga Februari 2009) atau meningkat dibandingkan posisi Triwulan IV 2008. Kondisi ini terjadi mengingat angka NPL di sektor ini yang relatif rendah masih dibawah 5% sekaligus membantu likuiditas para pengusaha yang cenderung berusaha untuk tetap eksis sekaligus untuk mengantisipasi kebutuhan modal kerja pada triwulan yang akan datang yang diperkirakan akan meningkat. Kebutuhan modal kerja ini kecenderungannya dipakai untuk menambah modal kerja pembelian barang dagangan/stok serta lamanya piutang usaha yang tertanam pada nasabahnya. 27 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 4. Sektor Keuangan Secara tahunan (yoy), kinerja Sektor keuangan pada triwulan ini diperkirakan akan lebih buruk dibandingkan posisi pada 3 triwulan sebelumnya, meskipun beberapa pelaku sektor keuangan utamanya perbankan yang fokus pada sektor retail tetap berusaha agresif melakukan ekspansi kreditnya. Hal tersebut tercermin dari angka level pertumbuhan sektor keuangan yang relatif tinggi yaitu sebesar 16,97% (y-o-y) walau melambat atau lebih rendah dibandingkan beberapa triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2008 pertumbuhan sektor keuangan sempat mencapai angka 17,72%. Penurunan BI rate menyebabkan cost of fund perbankan menjadi lebih rendah. Respon penurunan suku bunga kredit antara 3-6 bulan yang biasa terjadi pada perbankan menyebabkan perbankan relatif dapat mengkompensasi risiko kredit dengan ekspansi kredit. Ditambah risiko kredit bermasalah (NPL) yang relatif rendah menyebabkan perbankan di Banten dan dari luar Banten tetap menyalurkan kreditnya ke wilayah ini. Tetap menggeliatnya beberapa sektor industri terutama industri bahan makanan dan minuman, pertanian, distribusi dan jasa dunia usaha menyebabkan perbankan akan lebih memfokuskan penyaluran kreditnya ke jenis usaha tersebut. Tabel 1.9 Perkembangan Kegiatan Bank Uraian Unit Jumlah kantor bank Umum DPK Kredit Bank Pelapor Kredit Lokasi Proyek LDR NPL Kredit MKM Bank Pelapor Kredit MKM Lokasi Proyek kantor Rp Triliun Rp Triliun Rp Triliun % % Rp Triliun Rp Triliun 2007 273 28.31 17.66 44.46 62.36 3.44 14.47 21.83 2008 349 35,86 23,44 58,00 65,37 3,59 18,28 27,06 2009 (Tw I) 367 35,83 25,03 59,32 69,85 2,70 19,04 26,89 Sumber: BI Dari paparan tabel perkembangan kegiatan perbankan, kredit berdasarkan lokasi proyek mengalami penurunan, sedangka berdasarkan bank pelapor justru mengalami kenaikan. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kredit yang berskala menengah ke bawah (relatif di bawah Rp 5 miliar) menjadi fokus perhatian utama para bankir di 28 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 wilayah Banten. Sementara itu, kredit korporasi cenderung menurun seiring kurang kondusifnya kondisi ekonomi global. Potensi prospek ekonomi Banten di masa yang akan datang yang cukup baik dilihat dari kacamata perbankan diindikasikan dari terus meningkatnya pembukaan jumlah kantor bank di wilayah Banten. Meskipun kecenderungan pembukaan kantor bank masih fokus pada kota besar atau wilayah yang dekat dengan pusat industri dan pemukiman di pusat-pusat pertumbuhan wilayah seperti Kota dan Kabupaten Tangerang, Serang dan Cilegon. Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia juga terlihat bahwa kecenderungan sektor keuangan adalah stabil tetapi sedikit menurun yang tercermin dari nilai saldo bersih sektor ini yang relatif tetap diandingkan triwulan sebelumnya. SEKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN 150 100 50 0 T.II -50 -100 T.III T.IV T.I 2006 T.II T.III T.IV T.I T.II 2007 T.III T.IV 2008 T.I 2009 -150 KEU., PERSEWAAN & JASA PERUS. Grafik. I.38 Perkembangan Usaha sektor keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan di Banten (Sumber: SKDU-BI) Rp juta 70,00 300,00 60,00 250,00 50,00 200,00 40,00 150,00 30,00 100,00 20,00 50,00 10,00 0,00 - -50,00 1 3 5 7 9 11 1 2007 Total Kredit di Banten 3 5 7 9 11 1 2008 2009 g.Kredit Bntn (kanan) Grafik. I.39 Total Kredit Perbankan di Banten Berdasarkan Lokasi Proyek (Sumber: BI) 29 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Kredit perbankan yang tersalur di wilayah Banten mencapai Rp 59,32 triliun, padahal pada tahun 2007, kredit yang disalurkan perbankan di Wilayah Banten baru sekitar Rp 44,46 triliun. Pangsa dan total kredit yang banyak disalurkan oleh perbankan terjadi di daerah Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon. Secara tidak langsung peranan perbankan dalam mendorong suatu wilayah untuk berkembang sangat penting. Pengembangan wilayah tanpa dukungan pendanaan dari perbankan untuk membiayai proyek pemerintah atau swasta akan berjalan lambat seperti yang terjadi di Wilayah Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Peranan pemerintah guna membantu percepatan pembangunan suatu daerah perlu dilakukan melalui upaya penciptaan atau pemberian stimulan bagi pihak swasta untuk berkembang melalui pemberian kemudahan fasilitas dan perijinan bagi UMKM atau investor dan membantu proses promosi potensi dan pemasaran UMKM di daerahnya. Di sisi lain, perbankan perlu lebih kreatif melihat peluang-peluang usaha yang potensial terutama sektor pertanian dalam arti luas yang menjadi andalan daerah relatif tertinggal seperti Kabupaten Lebak dan Pandeglang dibandingkan daerah lainnya di Propinsi Banten dalam bidang ekonomi. 5. Bangunan Di tengah melambatnya ekonomi sejak triwulan IV 2008, sektor bangunan di Banten pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan menjadi sebesar 5,4% dari triwulan sebelumnya sebesar 0,33%. Peningkatan ini ditandai dengan terus berjalannya beberapa proyek yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta meskipun bukan merupakan investasi yang baru. Meningkatnya harga jual dan tarif sewa properti baik bangunan untuk retail maupun residensial menyebabkan masih banyak pengembang besar dan skala kecil melaksanakan pembangunan proyek properti yang telah direncanakan pada tahun sebelumnya. Faktor pendorong lainnya adalah tingkat hunian yang masih terus meningkat terutama di daerah Tangerang. Tabel 1.10 Tingkat Hunian dan Tarif Retail Sewa dan Jual Properti Komersial di Banten 30 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 Tangerang IV-2008 I-2009 Uraian - Retail Sewa Tingkat hunian Tarif Sewa Rent (Rp/m2) - Retail Jual Tingkat hunian Harga Jual (Rp/m2) 90,39% 306.578 Serang & Cilegon IV-2008 I-2009 90,96% 307.297 96,47% 193.918 Banten IV-2008 I-2009 96,47% 193.918 91,06% 294.250 91,57% 294.891 78,43% 78,51% 80,61% 80,75% 79,15% 79,42% 34.869.925 34.957.227 33.269.500 33.269.500 34.739.800 34.820.004 Sumber: SPKom-BI ribu ton % Jumlah Pemakaian 80,00 Pert. (yoy) 250 SEKTOR BANGUNAN 150 Pert. (mtm) 100 60,00 200 40,00 50 20,00 150 0,00 100 -20,00 -40,00 0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2005 2006 2007 -60,00 2008 2009 50 -50 -100 T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I 2006 2008 2009 BANGUNAN 0 Grafik I.40 Konsumsi Semen di Banten (Sumber: Asosiasi Semen) 2007 Grafik 1.41 Kondisi Usaha Sektor Bangunan (Sumber: SKDU-BI) 6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Seiring peningkatan pada sektor bangunan, pertanian dan meningkatnya penggunaan transportasi umum untuk tujuan kampanye PEMILU legislatif, sektor pengangkutan dan komunikasi diprakirakan tumbuh sebesar 8,09 % (yoy) pada triwulan I 2009 atau meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 7,08%. Maraknya penggunaan transportasi darat selama kurang lebih 2 bulan terakhir pada triwulan I 2009 ketika dilakukannya kampanye PEMILU Legislatif menjadi salah satu faktor peningkatan pertumbuhan di sektor ini. Selain itu, meningkatnya penggunaan sarana transportasi dan komunikasi untuk memperlancar proses pemenangan PEMILU dan peningkatan kelanjutan proyek pembangunan juga turut memicu sedikit peningkatan pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi. Adanya beberapa libur panjang pada keseluruhan triwulan I 2009 menyebabkan arus penumpang di Pelabuhan Penyeberangan Merak mengalami peningkatan hingga 20% dibandingkan hari biasa. 31 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 T.II T.III T.IV T.I T.II 2006 T.III T.IV T.I T.II 2007 T.III T.IV 2008 T.I 2009 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI Grafik 1. 42 Kondisi Usaha Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (Sumber: SKDU-BI) Total BBM untuk Transportasi dan Pertumbuhannya di Banten kilo ltr 160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 1 3 5 7 9 11 1 2007 Total BBM Utk Transportasi 3 5 7 2008 9 % 300 250 200 150 100 50 (50) 11 1 3 2009 g. BBM Transportasi (yoy) Grafik I. 43 Konsumsi BBM Sektor Transportasi Banten (Sumber: Pertamina) Dukungan sarana pembangunan/perbaikan jalan di berbagai tempat di Banten sepanjang 244 km yang terus dilakukan sejak beberapa triwulan sebelumnya dan seiring berkembanganya daerah Banten yang berbatasan dengan Jakarta sebagai hinterland, baik sebagai kawasan pemukiman ataupun industri, juga akan mendorong peningkatan moda angkutan alternatif transportasi seperti kereta api atau penambahan ruas jalan tol sebagai penghubung antar daerah. 7. Listrik Penurunan operasional di sektor industri menyebabkan terjadinya perlambatan di sektor listrik, gas dan air bersih, yaitu dari 7,36% triwulan IV 2008 menjadi 5,46% pada triwulan laporan. Tingkat kapasitas utilisasi industri yang semakin menurun dari kisaran 80% menjadi 50% menyebabkan utilisasi penggunaan listrik, gas dan air pada sektor dominan ini menjadi berkurang. Begitu pula kegiatan efisiensi yang dilakukan oleh sektor bisnis maupun rumah tangga 32 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 juga turut medorong perlambatan pertumbuhan ekonomi pada sektor listrik, gas dan air bersih. Terjadinya kebakaran pada pusat pembangkit tenaga listrik yang memasok kebutuhan Jawa yang berlokasi di Banten menyebabkan pemadaman listrik hampir di seluruh Jawa untuk beberapa jam. Selama penggantian bahan yang terbakar tersebut menyebabkan terjadinya pemadaman listrik secara bergantian dalam beberapa periode waktu di Triwulan I 2009. Kondisi ini mendorong pula penurunan omset penjualan listrik di Banten dan Jakarta karena masih menjadi satu wilayah/divisi. Grafik 1. 44. Pertumbuhan Konsumsi Listrik Industri (Sumber: PLN) % 25,00 g.Kons Listrik Bisnis(%) g.Jml Pelanggan Listrik Bisnis 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 2006 2007 2008 2009 Grafik 1.45 Konsumsi Listrik Bisnis di Banten (Sumber: PLN) Meskipun mengalami sedikit perlambatan, perbankan tetap memiliki komitmen yang kuat dalam turut mendorong sektor listrik, gas dan air bersih yang tergolong ke dalam proyek infrastruktur yang sangat berperan dalam memberikan layanan kepada masyarakat (public services). Penyaluran kredit ke sektor ini bersifat fluktuatif dan musiman dan pertumbuhannya pada triwulan laporan sebesar 63,80% (relatif sangat signifikan pertumbuhannya) dengan besarnya kredit yang disalurkan sebesar Rp 10,2 triliun. 33 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 g. Penjualan Listrik 25,00 % 20,00 g. Penjualan Listrik 15,00 10,00 5,00 0,00 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 Pert. Kredit Sektor Listrik,Gas dan Air 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 -20,00 Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan -40,00 2007 2006 2007 2008 2009 Grafik I. 46 Penjualan Listrik Jakarta dan Tangerang 2008 2009 Pert. Kredit Sektor Listrik,Gas dan Air Grafik. I.47 Kredit Sektor Listrik, Gas dan Air 8. Sektor Jasa-Jasa Dengan maraknya kegiatan kampanye PEMILU dan banyaknya hari libur, pertumbuhan ekonomi sektor jasa-jasa pun turut terdorong meningkat, dari 13,09% menjadi 13,56% pada triwulan I 2009. Faktor pendorong peningkatan adalah jasa pengiriman surat/ekspedisi, jasa hiburan, perawatan tubuh dan kebugaran, serta jasa lainnya. JASA - JASA 120 100 80 60 40 20 0 -20 T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I -40 2006 2007 2008 2009 JASA - JASA Grafik I.48 Jumlah Tempat Wisata di Banten % 200,00 Pertumbuhan Kredit Sektor Jasa 180,00 160,00 140,00 Pertumbuhan Kredit Sektor Jasa 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Grafik I.49 Kredit Sektor Jasa Berdasarkan Lokasi Proyek Kondisi usaha di sektor jasa banyak didukung oleh sektor perbankan. Sejak awal triwulan III 2009, penyaluran kredit oleh perbankan terhadap sektor jasa terus mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai angka pertumbuhan kredit sebesar 122,37% dan posisi baki debet di atas Rp 3 triliun. Risiko yang rendah dan hasil nilai tambah yang dapat cepat diperoleh menyebabkan dunia usaha dan perbankan yang 34 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I 2009 bergerak di sektor ini keuntungan/profit yang baik. memperoleh hasil 35 Kajian Ekonomi Regional Banten