Triwulan I 2009 Triwulan IV-2006 BAB I KONDISI MAKRO EKONOMI

advertisement
Triwulan I 2009
BAB I
KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan
ekonomi
Banten
tahun
2009
diperkirakan hanya mencapai angka 4,90%, atau
sedikit
lebih
rendah
dibandingkan
posisi
triwulan sebelumnya sebesar 5,19%. Perlambatan
tersebut merupakan dampak krisis global yang
sudah sangat dirasakan melalui penurunan angka
ekspor dan impor Banten hingga ke level minus
50%.
Imbas
pelemahan
permintaan
global
berpengaruh terhadap merosotnya omset penjualan
dan laba perusahaan industri yang sebagian besar
produksinya dipasarkan di luar negeri. Kondisi
komponen lainnya pada sisi permintaan juga
mengalami hal yang sama akibat pertumbuhan
ekonomi yang mengalami penurunan.
Struktur ekspor Banten yang didominasi oleh
sektor industri yang saat ini melemah mulai
berdampak cukup signifikan pada 2 triwulan
terakhir. Dampak krisis juga berimbas pada
penurunan
nilai
investasi
baik
investasi
penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman
modal dalam negeri. Turunnya pertumbuhan ekspor
dan impor serta
dan investasi berpengaruh
terhadap turunnya daya beli masyarakat melalui
langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh
perusahaan terhadap karyawannya. Penurunan daya
beli inilah yang menyebabkan konsumsi masyarakat
cenderung turun.
Dari sisi penawaran,
sebagian besar sektor
dominan Propinsi Banten mengalami penurunan,
yaitu sektor industri; perdagangan, hotel dan
restoran;
keuangan;
dan sektor listrik, gas
dan air bersih.
Penurunan terbesar secara
relatif dialami oleh sektor industri. Penurunan
penjualan/order pada akhir triwulan IV 2008 dan
meningkatnya
biaya
pembelian
bahan
baku
menyebabkan pertumbuhan sektor industri semakin
melambat.
Sub sektor industri yang sangat merasakan dampak
dari krisis global antara lain terutama industri
tekstil, kimia, besi dan baja, alas kaki, dan
perlengkapan
industri
otomotif.
Sebaliknya
industri yang masih bertahan terhadap krisis
global adalah industri pada sub sektor makanan
dan minuman, industri hasil pertanian dan
kelautan
serta
industri
pembuatan
peralatan/mesin.
Kapasitas pemakaian utilisasi industri sudah
semakin menurun, dari kisaran 80% pada triwulan
IV 2008 menjadi hanya pada kisaran 50%. Hal
1
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
tersebut
berdampak
pada
semakin
menurunnya
utilisasi seperti listrik, air dan gas. Akibat
pengurangan
penggunaan
kapasitas
tersebut,
beberapa perusahaan melakukan berbagai langkah
efisiensi antara lain berupa pengurangan biaya
pembelian bahan baku yang terindikasi dari
menurunnya
angka
impor
serta
pengurangan
penggunaan jam kerja dan tenaga kerja dengan
cara
merumahkan
sementara
karyawannya
atau
melakukan langkah PHK sebagai jalan terakhir.
A. SISI PERMINTAAN
Semenjak terjadinya krisis global yang dirasakan pada awal
tahun 2008, trend pertumbuhan ekonimi Banten sejak triwulan
II 2008 terus mengalami perlambatan hingga periode ini.
Perekonimian Banten pada triwulan I 2009 diperkirakan
tumbuh sebesar 4,90%. Perlambatan terjadi pada semua jenis
komponen permintaan/pengeluaran. Semakin lemahnya
permintaan yang diindikasikan dari menurunnya daya beli
masyarakat. Sementara itu peranan ekspor sektor industri yang
saat ini melemah mulai berdampak cukup signifikan pada 2
triwulan terakhir.
Rincian
Konsumsi
Investasi
Ekspor
Impor
PDRB
Tabel. 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Banten Sisi Permintaan (%)
2006
2007 Q1-2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008
6,36
6,57
6,72
6,62
6,65
5,70
4,51
5,00
5,07
4,87
4,77
3,50
7,83
7,96
7,90
8,00
6,80
5,75
8,72
8,39
8,45
7,90
6,00
5,80
5,49
5,88
6,04
5,88
5,81
5,19
2008
6,42
4,55
7,11
7,04
5,73
Q1-2009
5,60
3,40
5,00
5,60
4,90
Sumber: BPS, diolah. Data Q1-2009 merupakan perkiraan BI Serang.
Banyaknya perusahaan industri dan perdagangan di
Banten yang melakukan berbagai langkah efisiensi
berdampak pada menurunnya pengeluaran konsumsi
swasta. Searah dengan perkiraan sebelumnya,
konsumsi swasta masih tetap pada level yang
cukup
tinggi
dibandingkan
dengan
triwulan
sebelumnya
meskipun
mengalami
perlambatan
pertumbuhan. Hal ini tercermin dari turunnya
daya
beli
masyarakat
yang
berimbas
pada
penurunan pembelian kendaraan bermotor pribadi
atau
niaga;
pembelian
barang
tahan
lama;
konsumsi energi; dan produk konsumsi lainnya.
Kondisi tersebut diperkuat dari data menurunnya
Indeks Nilai Tukar Petani (INTP) khususnya di
daerah pedesaan dan penurunan pertumbuhan kredit
konsumsi. Namun, kondisi penurunan tersebut
2
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
sedikit
diimbangi
degan
indikator
indeks
keyakinan
konsumen
dan
ekspektasi
konsumen
terutama
di
wilayah
perkotaan
yang
masih
terlihat
optimis
terhadap
kondisi
ekonomi
beberapa periode ke depan.
Banyaknya hari libur serta peningkatan konsumsi
lembaga nirlaba, swasta dan pemerintah menjelang
PEMILU menjadikan konsumsi Banten pada periode
ini diperkirakan akan berada pada level yang
cukup tinggi meski pertumbuhannya melambat.
Dari sisi investasi, hingga Januari 2009,
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Banten
hanya terealisasi sekitar Rp 12,4 miliar atau
menduduki ranking ke-5 setelah Jabar, Jambi,
Jatim, dan Bali. Realisasi Penanaman Modal Asing
(PMA)
tercatat
sebesar
USD
6,7
juta
dan
menduduki peringkat 7 secara nasional. Kondisi
ini sedikit lebih buruk dibandingkan kondisi
yang sama periode sebelumnya atau 1 tahun
sebelumnya. Krisis global menyebabkan banyak
perusahaan mengurungkan rencana investasinya.
Perusahaan
industri
yang
mengimpor
barang
mengalami tekanan biaya produksi yang meningkat
seiring penurunan angka penjualannya, sehingga
langkah yang ditempuh sebagian besar industri di
Banten adalah dengan mengurangi jumlah pembelian
barang impor dan efisiensi biaya yang berimbas
pada pengurangan kapasitas utilitas industri dan
pengurangan jam kerja.
Nilai ekspor pada Januari 2009 ini merupakan
nilai ekspor bulanan yang terendah dalam tiga
tahun terakhir dengan nilai pertumbuhan terendah
pula sebesar -23,77% (y-o-y), sedangkan kondisi
1 tahun sebelumnya mencapai angka 19,36%.
Menurunnya ekspor dan tingginya import content
industri di Banten menyebabkan nilai impor
Banten juga mengalami penurunan pada awal tahun
2009. Impor Banten menurun sebesar 44% (y-o-y)
pada Januari 2009, begitu pula dengan volume
impor yang mengalami penurunan lebih dari 50%.
Penurunan
impor
tersebut
juga
merupakan
penurunan terbesar sepanjang 3 tahun terakhir
ini.
1. Konsumsi
Dampak krisis global mulai mempengaruhi konsumsi
Banten sejak triwulan IV 2008. Setelah mengalami
peningkatan hingga triwulan III 2008, konsumsi
Banten sejak triwulan IV-2008 mulai melambat
hingga periode ini, yaitu dari tumbuh 6,65% pada
triwulan III 2008 menjadi sekitar 5,70% pada
3
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
triwulan IV 2008 dan 5,60% pada triwulan I 2009.
Perlambatan konsumsi tersebut diindikasikan dari
menurunnya pembelian kendaraan bermotor baik
untuk
kendaraan
pribadi
maupun
niaga,
berkurangnya konsumsi penggunaan bahan bakar dan
pembelian
barang
tahan
lama.
Menurunnya
ekspektasi indeks penghasilan dari hasil survei
konsumen akibat adanya pemutusan hubungan kerja
atau
pengurangan
jam
kerja
yang
membawa
konsekuensi
penurunan
pendapatan
karyawan
berdampak pada penurunan konsumsi.
unit
Pembelian Mobil Pribadi
dan Niaga[Baru] di Banten
3500
3000
Pembelian Sepeda Motor[Baru]
di Banten
35000
30000
2500
25000
2000
20000
1500
1000
15000
500
10000
0
5000
3
9
3
2006
9
3
2007
9
2008
sedan,jeep,minibus,microbus[baru]
3
9
pickup dan truk[baru]
1.1 Pendaftaran Mobil di
Banten
(Sumber: DPKAD Banten, diolah)
Pertumbuhan Konsumsi BBM Rumah Tangga
di Banten
%
3
2009
Grafik
40,00
0
3
9
2006
Grafik
3
9
2007
3
2008
2009
1.2
Pendaftaran Motor di
Banten
(Sumber: DPKAD Banten, diolah)
Indeks Ekspektasi Konsumen
Indeks
140,00
120,00
20,00
100,00
0,00
-20,00
-40,00
80,00
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1
2006
2007
2008
2009
g.Kons Premium
Indeks Ekspektasi
Konsumen
60,00
g.Kons M.TANAH
40,00
20,00
-60,00
0,00
-80,00
1
3
diolah)
7
2006
-100,00
Grafik
5
1.3
Konsumsi BBM Rumah
Tangga
(Sumber: Pertamina,
9 11 1
3
5
7
2007
9 11 1
3
5
7
9 11 1
2008
3
2009
Grafik
1.4 Indeks Ekspektasi
Konsumen
(Sumber: Survei Konsumen BI)
Faktor daya beli masyarakat yang relatif menurun
tercermin
dari
indikator
stabil/menurunnya
indeks nilai tukar petani terutama petani
perkebunan akibat menurunnya harga komoditas
perkebunan dan indeks nilai tukar peternak
akibat menurunnya konsumsi rumah tangga terhadap
kebutuhan lauk pauk. Namun, dengan ekspektasi
keyakinan konsumen/masyarakat yang masih cukup
baik dengan kondisi ekonomi saat ini menyebabkan
angka penurunan konsumsi pada triwulan ini tidak
begitu
signifikan
dibandingkan
triwulan
sebelumnya.
4
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Indeks
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks
Indeks Kondisi Ekonomi saat ini
90,00
120,00
80,00
100,00
70,00
60,00
80,00
50,00
40,00
60,00
Indeks Keyakinan
Konsumen
Indeks Kondisi
Ekonomi saat ini
30,00
40,00
20,00
10,00
20,00
0,00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
0,00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2006
2006
2007
2008
Grafik 1.5 Indeks Keyakinan
Konsumen
(Sumber: Survei Konsumen BI)
Ketepatan waktu pembelian (konsumsi) barang tahan lama
Indeks
2007
2008
2009
2009
Grafik 1.6 Kondisi Ekonomi Saat ini
(Sumber: Survei Konsumen BI)
Penghasilan saat ini
Indeks
90,00
140,00
80,00
120,00
70,00
100,00
60,00
80,00
50,00
Penghasilan saat ini
60,00
40,00
30,00
40,00
20,00
Ketepatan waktu pembelian
(konsumsi) barang tahan lama
10,00
20,00
0,00
0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2007
2008
Grafik
2009
1.7 Indeks Konsumsi Barang
Tahan Lama
(Sumber: Survei Konsumen BI)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2007
2008
2009
Grafik 1.8 Ekspektasi Penghasilan
(Sumber: Survei Konsumen BI)
Pada Triwulan I 2009 daya beli masyarakat Banten
diperkirakan
mengalami
penurunan
jika
dibandingkan triwulan lalu. Data dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Banten
mengindikasikan
adanya
peningkatan
konsumsi/permintaan menjelang perayaan Maulid
Nabi
SAW.
Sebaliknya,
penurunan
permintaan
(omset
penjualan)
di
sektor
industri
dan
menurunnya
angka
investasi
menyebabkan
meningkatnya angka PHK terutama di sektor formal
dan meningkatnya jumlah pengangguran di Propinsi
Banten. Dari data Disnakertrans tercatat pada
akhir Februari 2009 terjadi penambahan angka PHK
sebesar 2.481 karyawan dan diperkirakan akan
mencapai angka sekitar 4.091 pegawai hingga
akhir Maret 2009. Selain itu terdapat sekitar
3.481 tenaga kerja yang dirumahkan terutama pada
jenis usaha sepatu, manufaktur, elektronik dan
sparepart.
Dengan
tingginya
potensi
PHK,
daya
beli
masyarakat di Banten terutama golongan ekonomi
lemah seperti kaum buruh dan petani semakin
menurun. Meskipun angka indeksnya relatif di
5
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
atas angka 100, namun trend indeks nilai tukar
petani perkebunan rakyat dan peternak mengalami
penurunan. Sebaliknya, indeks nilai tukar petani
padi palawija dan nelayan serta holtikultur yang
nilainya relatif masih di bawah kisaran angka
100 cenderung meningkat sebagai akibat produksi
dan harga yang membaik. Diharapkan angka indeks
tersebut terus meningkat sehingga kemampuan daya
beli pada masyarakat petani dalam arti luas
semakin
membaik.
Upaya
pemerintah
dalam
menggerakkan
sektor
pertanian
pada
periode
sebelumnya
mulai
menampakkan
hasilnya
pada
periode ini. Himbauan pemda propinsi kepada
GAPOKTAN untuk mengawasi distribusi pupuk secara
bersama setidaknya dapat mencegah kelangkaan
pupuk besubsidi.
Kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam
pemberdayaan masyarakat melalui dana Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebesar
Rp 228,5 miliar yang nilainya lebih besar
dibandingkan tahun sebelumnya, dialokasikan ke
106 kecamatan di empat kabupaten kota di Banten.
Penerima dana bervariasi dari sekitar Rp 1
miliar hingga Rp 5 miliar. Program ini cukup
membantu
ekonomi
masyarakat
khususnya
di
pedesaan.
Indeks Nilai Tukar Petani Banten
140
120
100
80
60
40
20
0
Holtikultur
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Grafik 1.9. Indeks Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat,
Peternakan dan Holtikultur di Banten (Sumber: BPS, diolah)
100
Indeks Nilai Tukar Petani Banten
98
96
94
92
90
88
86
84
Padi Palawija
Nelayan
NTP Total
6
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Grafik 1.10. Indeks Nilai Tukar Petani Total, Nelayan dan Padi
Palawija di Banten
(Sumber: BPS, diolah)
Perkembangan UMP Propinsi Banten
1,000,000
800,000
600,000
515,000
585,000
661613
746,500
837,000
917,500
400,000
200,000
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
UMP Propinsi Banten (Rp)
Grafik 1.11 Upah Minimum Propinsi (UMP) Banten
7
40
6
35
5
30
25
4
20
3
15
2
10
1
5
0
%
(Kredit)
% (PDRB)
Sementara itu, guna mengurangi beban masyarakat
pekerja dan mengimbangi kenaikan laju inflasi,
pemerintah
daerah
beserta
unsur
tripartit
lainnya telah menetapkan kenaikan UMP. Pada
tahun 2009 tercatat UMP Banten sebesar Rp
917.500 atau meningkat 9,62% dibandingkan tahun
sebelumnya. Dengan angka inflasi pada tahun 2008
sebesar 11,46%, maka secara relatif terjadi
penurunan pendapatan riil pekerja sebesar 1,84%.
Hal tersebut berdampak terhadap menurunnya daya
beli
masyarakat
khususnya
pekerja
yang
mendapatkan upah minimum.
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2007
g. PDRB Banten (y-o-y)
2008
2009
g. kredit Konsumsi
Grafik 1.12 Kredit Konsumsi Perbankan Berdasar
(Sumber: BI)
Lokasi Proyek
Di
sisi
lain,
untuk
golongan
masyarakat
berpendapatan tetap seperti pegawai negeri sipil
dan karyawan perusahaan dengan gaji relatif di
atas upah minimum masih terbantu konsumsinya
dengan adanya pinjaman kredit konsumsi dari
perbankan yang masih tumbuh sebesar 25%.
2. Investasi
7
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Pada triwulan I 2009, investasi tumbuh 3,40%,
sedikit melambat dibandingkan triwulan IV 2008
(3,50%). Kecenderungan penurunan investasi ini
diperkirakan berdasarkan informasi bahwa hampir
pada sebagian besar perusahaan yang bergerak di
sektor
industri
pengolahan
belum
memiliki
rencana untuk ekspansi usaha secara signifikan
pada periode ini. Penurunan permintaan utamanya
dari negara-negara partner dagang menyebabkan
ekspektasi dunia usaha terhadap situasi bisnis
menjadi
relatif
rendah
meskipun
mereka
memperkirakan harga jual pada periode yang akan
datang akan meningkat. Terganggunya keuangan
perusahaan,
ditambah
dengan
kondisi
ketidakpastian iklim usaha menyebabkan industri
tertentu seperti tekstil, kimia, besi baja, alas
kaki dan industri barang kebutuhan/keperluan
rumah tangga harus berusaha keras agar bertahan
hidup dan tidak mem-PHK pegawainya. Hal ini
berdampak
pada
merosotnya
investasi
pada
triwulan ini.
Perkiraan penurunan investasi juga terlihat dari
penurunan penggunaan bahan baku seperti semen
dan pembelian kendaraaan truk/alat berat. Hingga
saat inipun, industri yang bergerak di
bidang
properti memberikan potongan harga cukup besar
untuk menarik pembeli agar stok bahan baku untuk
properti yang sedang dan akan tetap dibangun
sesuai rencana periode sebelumnya laku terjual.
Penurunan kapasitas utiliti usaha juga terlihat
masih
berlanjut
dan
berpotensi
terhadap
penurunan penggunaan tenaga kerja. Sebaliknya,
perbaikan
prasarana
infrastruktur
dan
pembangunan pusat layanan pemerintahan yang
terus dijalankan sejak akhir triwulan I 2009
diharapkan mampu menahan penurunan investasi.
g.Semen Banten
200
40,00
150
30,00
Pertumbuhan Pembelian Kendaraan
Pick-up dan Truk (baru) di Banten
20,00
g.pickup dan truk
(baru)
100
10,00
0,00
50
-10,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
-20,00
2006
2007
2008
0
2009
-30,00
3
-40,00
-50,00
9
3
9
3
9
3
-50
2006
g.Semen Banten
-60,00
Grafik 1.13 Konsumsi Semen
Banten
Grafik
(Sumber: Asosiasi Semen Indonesia)
2007
2008
2009
-100
I.
Grafik. 1.14 Pendaftaran Truk
dan Alat Berat (Sumber: DPKAD
Prop. Banten)
8
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
%
100,00
g. total kredit Banten
80,00
g.kredit investasi Banten
60,00
40,00
20,00
0,00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
-20,00
2004
2005
2006
2007
2008
-40,00
Grafik 1.15 Pertumbuhan Kredit
Investasi (Sumber: BI)
%
2009
Grafik 1.16 Konsumsi Listrik
Industri
Tangerang – Jakarta (Sumber: PLN,
diolah)
Kapasitas utilitas industri
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
ekspektasisituasi
situasi
ekspektasi
bisnis Banten
bisnis
Banten
ekspektasi harga jual
ekspektasi
harga jual
di Banten
di Banten
Saldo
Saldo
Bersih
Bersih
80,00
80,00
60,00
60,00
40,00
kapasitas utilitas industri
Banten
40,00
20,00
20,00
0,00
1
2
3
2007
Grafik
Banten
4
1
2
3
4
2008
1
2009
1.17 Utilisasi Kapasitas
-20,00
0,00 1
2
3
4
1
2
3
4
1
-40,00 1
-20,00
2
3
4
1
2
3
4
1
-60,00
-40,00
2007
-80,00
2007
-60,00
2008
2008
2009
2009
-80,00
Grafik 1.18 Ekspektasi Situasi
Bisnis dan Harga Jual
(Sumber: Survei Konsumen BI)
Proyek investasi pemerintah dalam Pembangunan 2
unit PLTU, yaitu di Labuan dan Teluk Naga
masing-masing berkapasitas sebesar 2x300 MW dan
3x315 MW telah mencapai progres yang baik.
Khusus PLTU di Labuan unit 1, saat ini
progresnya telah mencapai 100%. Proyek PLTU unit
1 telah diselesaikan pada Bulan Maret 2009,
sedangkan unit 2 baru akan selesai pada Bulan
September 2009.
Di lain pihak, meskipun realisasi investasi
masih minim, Banten merupakan tempat yang
potensial bagi para investor karena letak yang
strategis dan prasarananya yang relatif memadai.
Perusahaan
PMA
yang
telah
merealisasikan
investasinya selama periode Januari-Desember
2008 sebanyak 69 proyek dengan nilai investasi
sebesar USD 119,82 juta dan Rp 657,56 miliar.
Realisasi investasi di triwulan I 2009 (data
terkini Januari 2009) hanya tercatat sebesar USD
6,7 juta dan menduduki peringkat ke-7 secara
nasional.
9
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Adapun PMA yang melakukan perluasan investasi
dan telah mendapatkan Izin Usaha Tetap (IUT
Perluasan) sepanjang tahun 2008 sebanyak 41
proyek dengan nilai investasi sebesar USD 78,10
juta
dan
Rp
1,99
triliun.
Hal
ini
mengindikasikan adanya sikap optimisme dari
pengusaha
yang
bergerak
di
sektor/industri
tertentu, terlihat dari realisasi perluasan
investasi yang dilakukan.
Sementara itu, PMDN yang telah merealisasikan
investasinya pada tahun 2008 sebanyak 19 proyek
dengan nilai investasi sebesar Rp 488,65 miliar.
Hingga Januari 2009, Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) di Banten hanya terealisasi
sekitar Rp 12,4 miliar atau menduduki ranking
ke-5 setelah Jabar, Jambi, Jatim, dan Bali.
Kondisi ini relatif lebih rendah dibandingkan
posisi yang sama tahun sebelumnya juga periode
triwulan sebelumnya.
Perusahaan PMDN yang melakukan perluasan dan
telah mendapatkan Izin Usaha Tetap pada periode
Januari-Desember 2008 sebanyak 13 proyek dengan
nilai investasi sebesar Rp 1,51 triliun dengan
tenaga kerja terserap sebanyak 2.149. Lokasi
usaha perluasan PMA dan PMDN sebagian besar
berada di Wilayah Kabupaten Tangerang, Kabupaten
Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon yang
merupakan daerah industri.
Tabel 1.2. Realisasi PMDN di Banten Sepanjang
Tahun 2008
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
BIDANG USAHA
Industri Peralatan
Pengontrol &
Pendistribusian Listrik
Industri Kertas, Barang
dari Kertas & Sejenisnya
Industri Alat Angkut
Lainnya
Industri kemasan dan
kotak dari kertas dan
karton
Industri Makanan
7.
Industri Pengolahan
Kembali Pelumas Bekas
Industri Perekat
8.
Industri Perajutan Textil
9.
Industri Logam Dasar Besi
& Baja
Industri Penunjang
Percetakan
Industri Barang-barang
dari Plastik
Industri bahan bangunan
dari semen dan barang
logam lainnya
10
.
11
.
12
.
SEKTOR
JUMLAH
PROYEK
Sekund
er
1
Sekund
er
Sekund
er
Sekund
er
3
Sekund
er
Sekund
er
Sekund
er
Sekund
er
Sekund
er
Sekund
er
Sekund
er
Sekund
er
4
1
1
1
1
3
1
1
1
1
NILAI
INVESTASI
(Rp)
721.175.282
245.264.763.
496
6.000.000.00
0
11.415.000.0
00
23.270.000.0
00
69.865.000.0
00
6.100.000.00
0
46.248.107.4
00
20.000.000.0
00
19.762.657.5
37
15.000.000.0
00
25.000.000.0
00
10
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
JUMLAH
19
488.646.703.
715
Sementara
itu,
jumlah
perluasan
investasi
berdasarkan data terkini Januari 2009 (triwulan
I 2009) yang diperoleh dari BKPMD Provinsi
Banten
untuk
PMA
dan
PMDN
masing-masing
berjumlah USD 12,48 juta dan Rp 18 miliar.
Proyek
PMA
banyak
terealisasi
di
Wilayah
Kabupaten Serang USD 12,25 juta dan di Kabupaten
Tangerang sebesar USD 0,23 juta, sedangkan
proyek
PMDN
hanya
terealisasi
di
Wilayah
Kabupaten Tangerang dengan nilai sebesar Rp 18
miliar.
Di lain pihak, pemerintah Propinsi Banten
melakukan investasi ke sektor keuangan dengan
menganggarkan dana sebesar Rp. 5,5 miliar untuk
penyertaan modal kepada perusahaan daerah Banten
Global Development dan penyertaan Rp 5 miliar
saham untuk pendirian PT. Bank Syariah Jabar
Banten. Pemerintah Provinsi Banten tahun ini
juga telah menganggarkan dana sebesar Rp 70
miliar untuk melanjutkan pembangunan kawasan
pusat pemerintahan Propinsi Banten (KP3B) di
Kecamatan
Curug.
Pembangunan
tersebut
akan
menggunakan dana bertahap/multiyears. Kedelapan
gedung satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang
akan dibangun tahun ini adalah kantor Dinas
Perhubungan
(Dishub),
Badan
Kesbangpol,
Disbudpar, BLHD, Disnakertrans dan Disindag.
Tabel 1. 3.
REKAPITULASI PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PERLUASAN
PMA DAN PMDN DI PROVINSI BANTEN
PERIODE TAHUN 2008-2009
NO.
LOKASI
KABUPATEN/KOTA
1. KAB. SERANG
NILAI INVESTASI JAN 2008
Rp.(RUPIAH)
US$. (DOLAR)
NILAI INVESTASI FEB 2008
Rp.(RUPIAH)
US$. (DOLAR)
NILAI INVESTASI MAR 2008
NILAI INVESTASI APR 2008
Rp.(RUPIAH)
US$. (DOLAR)
Rp.(RUPIAH)
US$. (DOLAR)
0
0
0
127.274
33.736.669.550
127.274
1.172.356.030.420
127.274
2. KAB. TANGERANG
25.585.702.222
0
1.224.585.702.222
0
1.465.777.560.399
0
1.571.348.464.555
600.000
3. KOTA TANGERANG
0
0
27.811.000.000
0
50.290.163.750
0
105.290.163.750
250.000
4. KOTA CILEGON
0
84.287.733.000 84.287.733.000
0
84.287.733.000
0
84.287.733.000
12.875.845
5. KAB. LEBAK
0
0
0
0
0
0
0
0
6. KAB. PANDEGLANG
0
0
0
0
0
0
0
0
127.274
1.634.092.126.699
127.274
2.933.282.391.725
13.725.845
PROPINSI BANTEN
NO.
LOKASI
KABUPATEN/KOTA
25.585.702.222 84.287.733.000 1.336.684.435.222
NILAI INVESTASI MEI 2008
Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR)
1. KAB. SERANG
1.172.356.030.420 5.903.813
2. KAB. TANGERANG 1.585.959.247.607 3.925.000
3. KOTA TANGERANG 127.249.340.565 250.000
4. KOTA CILEGON
84.287.733.000 18.357.384
5. KAB. LEBAK
0
0
6. KAB. PANDEGLANG
0
0
PROPINSI BANTEN
2.969.852.351.592 28.436.197
NILAI INVESTASI JUN 2008
Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR)
1.172.356.030.420
1.585.959.247.607
127.249.340.565
84.287.733.000
0
0
2.969.852.351.592
NILAI INVESTASI JUL 2008
Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR)
NILAI INVESTASI AGT 2008
Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR)
5.903.813 1.172.356.030.420
5.903.813 1.172.356.030.420
472.274
3.925.000 1.683.617.334.861
4.775.537 1.692.417.334.861 5.851.074
250.000
346.194.101.571
4.500.000 346.194.101.571 4.500.000
18.357.384
84.287.733.000 18.357.384 84.287.733.000 18.357.384
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
28.436.197 3.286.455.199.852 33.536.734 3.295.255.199.852 29.180.732
11
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
NILAI INVESTASI DES 2008
NILAI INVESTASI JAN 2009
Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR) Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR)
5
6
1. KAB. SERANG
1.172.356.030.420
472.274 1.172.356.030.420
472.274 1.172.356.030.420
472.274 1.207.306.030.420 5.903.813
0 12.250.000
2. KAB. TANGERANG 1.692.417.334.861 5.851.074 1.692.417.334.861 5.851.074 372.186.574.587 11.001.074 1.698.417.334.861 46.629.451 18.000.000.000 230.000
3. KOTA TANGERANG 431.084.578.528 5.250.000 431.084.578.528 5.250.000 431.084.578.528 5.755.728 479.772.470.994 5.755.728
0
0
4. KOTA CILEGON
84.287.733.000 18.357.384 85.487.733.000 18.357.384 122.287.733.000 18.357.384 123.287.733.000 14.025.845
0
0
5. KAB. LEBAK
0
0
0
0
0
0
0 5.789.431
0
0
6. KAB. PANDEGLANG
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
PROPINSI BANTEN
3.380.145.676.809 29.930.732 3.381.345.676.809 29.930.732 2.097.914.916.535 35.586.460 3.508.783.569.275 78.104.268 18.000.000.000 12.480.000
Sumber: BKPMD Prop. Banten
NO.
LOKASI
NILAI INVESTASI SEP 2008
KABUPATEN/KOTA Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR)
NILAI INVESTASI OKT 2008
Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR)
NILAI INVESTASI NOV 2008
Rp.(RUPIAH) US$. (DOLAR)
Selain itu, akan dilakukan tender proyek pada
tahun
ini
untuk
pembangunan
Pelabuhan
Internasional Bojonegara (PIB). Dana investasi
untuk
pembangunan
pelabuhan
tersebut
akan
menelan biaya sekitar Rp 10,1 triliun. Proyek
PIB ini akan dilakukan selama 3 tahap dan
ditargetkan selesai pada tahun 2025. Tahap I
akan
meliputi
pembangunan
dermaga,
kolam
pelabuhan, dan pemecah gelombang dengan total
investasi sebesar Rp 1,9 triliun. Panjang
dermaga yang akan dibangun sepanjang 300 meter
yang akan diselesaikan oleh Pihak Pelindo II.
Pembangunan selanjutnya akan dilakukan oleh
Pelindo II dan Pemerintah dengan cara tender.
Ada 4 investor/negara yang berminat membangun,
yaitu dari Singapura, Amerika Serikat, Filipina,
dan Norwegia.
Pemerintah
Kabupaten
Pandeglang
sudah
mengalokasikan dana sebesar 19,8 miliar untuk
memperbaiki segala fasilitas rumah sakit milik
Pemda di Pandeglang, termasuk juga di dalamnya
rencana pengadaan sarana air bersihnya.
Pemerintah Kabupaten Serang melakukan penyertaan
modal kepada 5 perusahaan milik daerahnya
sebesar Rp 103,5 miliar secara bervariasi dan
bertahap dari tahun 2008 sampai dengan tahun
2013. Perusahaan daerah tersebut yaitu PT. BPD
Jabar Banten, PT. Serang Berkah Mandiri, PD BPR,
PD Perkreditan Kecamatan Ciomas dan PDAM Serang.
Pengeluaran investasi/belanja modal pemerintah
Kota
Cilegon
juga
banyak
diarahkan
pada
perbaikan kerusakan jalan di berbagai kelurahan.
Selain itu, akan diperbaiki jalan sepanjang 17
km dari Simpang Tiga Cilegon sampai dengan Pasar
Anyer dengan sebagian konstruksinya menggunakan
beton. Anggaran yang akan dikeluarkan untuk
perbaikan jalan dan gorong-gorong di sekitarnya
pada tahun ini sebesar Rp 70 miliar.
Pemerintah
Kota
Serang
sedang
merencanakan
pembangunan proyek instalasi air bersih di Desa
gelam, Kecamatan Cipocok jaya dengan biaya
12
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
sekitar
Rp
120
miliar.
Proyek
ini
perlu
diprioritaskan mengingat baru sekitar 6.000 KK
di 6 kecamatan yang dialiri air bersih dari
103.000 KK yang ada di daerah tersebut.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Tangerang
akan melakukaan renovasi/perombakan 3 pasar
tradisional di Kawasan Bintaro, Balaraja dan
Kecamatan Kelapa Dua dengan anggaran sekitar Rp
100 miliar pada tahun 2009. Pasar tradisional
tersebut
akan
diarahkan
menjadi
pasar
semitradisional menuju pasar yang sehat dan
higienis.
Kerusakan infrastruktur jalan di Kabupaten Lebak
sepanjang 444 km dari total panjang jalan
kabupaten 923 km, mengharuskan Pemda Kabupaten
Lebak mengalokasikan dana investasi dari APBD
sebesar Rp 102 miliar. Dana tersebut hanya mampu
untuk memperbaiki jalan yang rusak sepanjang 56
km.
Paket
stimulus
fiskal
yang
dilakukan
pemerintah pusat untuk Banten lebih diarahkan ke
daerah kabupaten di Lebak:
1. Perbaikan jalan usaha tani Rp 1,5 miliar
2. Perbaikan/perawatan irigasi Rp 1,5 miliar
3. Pengembangan infrastruktur pemukiman Rp 10
miliar
4. Perbaikan jalan dan jembatan Rp 20 miliar
5. Pembangunan irigasi Rp 20 miliar
Dengan demikian total stimulus pemerintah pusat
bagi Kabupaten Lebak adalah sebesar Rp 53
miliar. Program stimulus lainnya di Propinsi
Banten diarahkan untuk penanganan banjir Kali
Cisadane sebesar Rp 10 miliar bagi Kabupaten
Tangerang.
Upaya
pemerintah
daerah
dalam
mengatasi
perlambatan
investasi
dilakukan
melalui
pertemuan dengan calon investor baik dari
beberapa negara termasuk negara di kawasan Arab
dan Afrika terhadap kawasan potensial terutama
sektor
industri,
pariwisata
dan
pertanian.
Sistem pelayanan satu atap yang ditujukan untuk
memberikan kemudahan penyelesaian ijin dunia
usaha dan sekaligus untuk mengurangi ekonomi
biaya tinggi baru-baru ini sedang dirintis.
Upaya ini juga telah dilakukan hingga sampai ke
tingkat
Pemda
Kabupaten
dan
Kota.
Upaya
pemerintah Propinsi Banten lainnya adalah dengan
melakukan
revitalisasi
kawasan
dan
wilayah
dengan menata pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK),
dan
melanjutkan
proses
pembangunan
Kawasan
Pusat
Pemerintahan
Propinsi
Banten
(KP3B), pembangunan PLTU, Daerah Aliran Sungai
13
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
(DAS), penanganan limbah
investasi lainnya.
industri,
dan
proyek
Perusahaan terbesar yang bergerak di produk baja
dan
turunannya
di
wilayah
Cilegon
sedang
melakukan
berbagai
agar
upaya
khususnya
pemerintah menggunakan produk besi baja lokal
dalam proyek-proyek infrastruktur. Upaya ini
dilakukan agar kontinuitas usaha tetap terjaga
dan terhindarnya tindakan merumahkan karyawan.
Indikasi keberhasilan tersebut mulai nampak
ketika pemerintah pusat telah menyetujui usulan
tersebut dan mencanangkan program pengunaan
produk-produk lokal.
Dari sisi pembiayaan investasi, dana perbankan
sebagai salah satu pendorong utama investasi
masih tumbuh cukup tinggi. Namun pada posisi
Januari 2009, pertumbuhan kredit ke sektor
investasi cenderung menurun seiring menurunnya
investasi di sektor riil. Penurunan ini belum
cukup
mengkhawatirkan
mengingat
level
pertumbuhannya masih berada pada kisaran 32,52%
(posisi Januari 2009).
3. Kegiatan Ekspor-Impor
Ekspor
Pertumbuhan ekonomi Banten dari sisi ekspor dan
impor terus menunjukkan perlambatan. Perlambatan
terjadi sejak triwulan III 2008 untuk ekspor dan
sejak triwulan II 2008 untuk impor. Ekspor dan
impor Banten terdiri dari ekspor dan impor luar
negeri serta dalam negeri (luar daerah), maka
peranan ekspor dan impor Banten ke luar daerah
(antar daerah) sangat membantu menahan penurunan
angka pertumbuhan ekonomi sisi ekspor dan impor.
Tabel 1. 4. Struktur PDRB Banten dari Sisi
Permintaan
Komponen
1. Pengeluaran KRT
Struktur
2006
LPE
2007
2006
2007
59,95
61,50
5,12
8,78
2. Pengeluaran KLNP
0,62
0,64
9,61
9,22
3. Pengeluaran Kpem
4,29
4,38
9,33
8,32
4. PMTB
23,46
24,18
7,03
9,32
5. P Stok
8,68
6,63
1,25
(19,08)
(5,58)
6. X netto
3,00
2,67
10,41
70,94
68,40
11,33
2,23
- Antar Negara
19,08
17,17
7,98
(4,58)
- Antar Propinsi
51,86
51,23
12,61
4,74
67,94
65,72
11,37
2,58
- Antar Negara
54,99
52,96
12,84
2,14
- Antar Propinsi
12,95
12,76
5,52
4,43
100,00
100,00
5,57
6,04
7. Ekspor :
8. Impor :
PDRB
Sumber: BPS
14
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Dilihat dari struktur pertumbuhan ekonomi Banten
yang belum mengalami perubahan (menggunakan
tahun 2007), terlihat bahwa dominasi ekspor
antar propinsi relatif lebih tinggi (51,23%)
daripada ekspor luar negerinya (17,17%). Tetapi
sebaliknya, komposisi struktur impor dari luar
negeri (sebesar 52,96%) relatif lebih besar
daripada impor antar propinsi (12,76%). Dengan
demikian, turunnya angka ekspor dan impor luar
negeri secara signifikan belum tentu menurunkan
angka pertumbuhan ekonomi sisi ekspor dan impor
keseluruhan secara signifikan.
Pertumbuhan ekspor PDRB Banten (baik ke luar
daerah di Indonesia maupun luar negeri) pada
triwulan
ini
sedikit
mengalami
perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari
5,75% menjadi 5,00%. Penyebab utamanya adalah
karena penurunan order pembelian dari luar
negeri pada akhir triwulan I 2009 yang jauh
lebih
rendah
dibandingkan
dengan
periode
sebelumnya secara data tahunan (yoy).
Jenis
barang ekspor yang mengalami penurunan order
adalah barang industri dari besi baja, logam
dasar, perlengkapan transportasi dan kendaraan
berat, tekstil, industri kayu terutama dari
beberapa negera industri utama seperti Amerika
Serikat, Cina, Jepang, India, Korea Selatan dan
Singapura.
Sebaliknya
industri
yang
masih
memiliki permintaan yang positif antara lain
adalah industri hasil pertanian, perikanan,
industri makanan dan minuman, dan industri
pembuatan peralatan/mesin.
Seiring
melambatnya
ekspor
dan
tingginya
komponen impor pada barang komoditi ekspor
(sekitar 86,76%), maka angka pertumbuhan impor
pun (baik impor dalam negeri maupun luar negeri)
semakin melambat, dari 5,80% menjadi sekitar
5,60% pada triwulan ini. Baik berdasarkan volume
maupun nilai, angka impor pada triwulan ini
melambat
secara
signifikan.
Penurunannya
mencapai angka 49,14% berdasarkan nilai impor
yoy dan -63,44% berdasarkan volume. Tingginya
abgka tersebut menunjukkan bahwa penurunan bukan
disebabkan oleh gejolak kurs tetapi yang paling
mendasar karena turunnya permintaan dari negara
mitra dagang yang pertumbuhan ekonominya terus
melambat.
Grafik. 1.19
15
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Grafik 1.20. Perkembangan Nilai Tukar Uang
Kertas Asing (Dolar AS)
Grafik 1.21. Pertumbuhan Ekonomi Kelompok Negara
di Dunia
Sebagaimana kelompok negara maju seperti Amerika
Serikat,
negara-negara
di
Asia
yang
juga
merupakan negara mitra dagang Indonesia antara
lain Cina, Singapura, Jepang, Korea Selatan,
Malaysia, Thailand dan Filipina juga mengalami
perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai imbas
krisis global (Grafik 1.21).
Grafik 1.22. Tabel Pertumbuhan Ekonomi Negara di
Asia
16
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Pada umumnya kelompok negara maju dan negara
industrialis di Asia telah mengalami penurunan
pertumbuhan secara signifikan pada awal triwulan
II 2008. Namun dampak kejutan/shock penurunan
pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang
tersebut memerlukan waktu (response time) selama
kurang lebih 2 periode waktu terhadap ekspor
Banten. Dari hasil kajian yang dilakukan Bank
Indonesia Serang, permintaan/order barang ekspor
ke
negara
mitra
dagang
lebih
berpengaruh
dibandingkan
oleh
perubahan
nilai
tukar,
sehingga dampak penurunan pertumbuhan ekonomi
dunia yang berkepanjangan dikhawatirkan akan
turut menurunkan pertumbuhan ekspor Banten dan
pada gilirannya nanti mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi Banten.
Tabel 1.5.
Titik Kritis Penurunan Pertumbuhan Ekspor dan Impor Banten (%)
Uraian
Periode
Des-08
Feb-09
Pertumbuhan nilai ekspor
yoy
-2,97
-49,77
Pertumbuhan nilai ekspor
qtq
-14,8
-46,69
Pertumbuhan volume ekspor
yoy
-26,89
-38,46
Pertumbuhan volume ekspor
qtq
-9,14
-22,76
Pertumbuhan Nilai impor
yoy
30,24
-49,14
Pertumbuhan Nilai impor
qtq
-24,87
-51,25
Pertumbuhan volume impor
yoy
5,14
-63,44
Pertumbuhan volume impor
qtq
-12,97
-54,89
Titik kritis atau dampak shock pertumbuhan
ekonomi dari negara maju, mulai dirasakan pada
akhir triwulan IV 2008. Penurunan tersebut
diperkirakan akan berlangsung hingga periode
keempat dan kemudian diperkirakan akan kembali
pada titik keseimbangan meski belum ke titik
normal sebagaimana sebelum tahun 2008. Dari data
pada tabel titik kritis, yang paling signifikan
penurunannya secara yoy pada triwulan laporan
adalah pertumbuhan volume impor Banten (-63,44%)
dan diikuti pertumbuhan nilai ekspor Banten (46,69%).
17
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
1.200
120
%
juta USD
100
1.000
80
800
60
40
600
20
400
0
Volume
Ekspor (juta
ton)
Pertumbuhan
ekspor (yoy)
Pertumbuhan
ekspor (qtq)
-20
200
-40
0
-60
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
03
04
05
06
07
08
09
Grafik 1.23. Volume dan Pertumbuhan Ekspor
Banten (Sumber: BI)
Sementara itu, yang mendahului turun secara
tajam pada triwulan IV 2008 adalah penurunan
pertumbuhan
volume
ekspor
akibat
turunnya
permintaan dan beberapa kontrak pembelian yang
belum diperpanjang. Dampak kontrak yang tidak
diperpanjang
menyebabkan
akan
berhentinya
operasional/produksi perusahaan yang berdampak
pada kesulitan likuiditas karena harus membiayai
biaya tetap dan meningkatnya harga barang impor.
200,00
2.000
%
1.800
150,00
juta USD
1.600
1.400
100,00
1.200
50,00
1.000
800
0,00
1234123412341234123412341
600
400
-50,00
03
04
05
06
07
Nilai Ekspor
FOB (juta
USD)
Pertumbuhan
ekspor (yoy)
Pertumbuhan
ekspor (qtq)
08 09 200
-100,00
0
Grafik 1.24
Nilai dan Pertumbuhan Ekspor Banten
(Sumber: BI)
200,00
3.500
juta ton
%
3.000
150,00
2.500
100,00
2.000
50,00
1.500
0,00
1234123412341234123412341
-50,00
03
-100,00
04
05
06
07
08 09
1.000
Volume Impor
(juta ton)
Pertumbuhan
impor (yoy)
Pertumbuhan
impor (qtq)
500
0
18
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Grafik 1.25
Volume dan Pertumbuhan Impor Banten
(Sumber: BI)
Dari grafik pertumbuhan ekspor dan impor baik
berdasarkan volume dan nilai secara yoy dan qtq
terlihat arahnya sejalan, yang mengindikasikan
bahwa penurunan bersifat lebih permanen dan
berpotensi terjadi dalam waktu yang relatif agak
lama bahkan terjadi hingga tahun 2010.
200,00
5.000
4.500
150,00
juta USD)
4.000
3.500
100,00
3.000
50,00
2.500
2.000
0,00
1234123412341234123412341
1.500
Nilai Impor
CIF (juta USD)
Pertumbuhan
Impor (yoy)
Pertumbuhan
Impor (qtq)
1.000
-50,00
2003 2004 2005 2006 2007 20082009 500
-100,00
0
Grafik 1.26 Nilai dan Pertumbuhan Impor Banten
(Sumber: BI)
Dari informasi yang diperoleh dari beberapa
perusahaan yang berorientasi ekspor, volume
ekspor turun tajam sejak akhir tahun 2008. Mitra
dagang di luar negeri (seperti Amerika Serikat
dan negara Asia terutama Cina dan Jepang) banyak
yang mengalami kebangkrutan sehingga permintaan
pun terhenti atau berkurang. Hal tersebut
menyebabkan secara rata-rata, permintaan turun
sekitar 40% hingga posisi triwulan I 2009
(sumber: Asosiasi Pengusaha Indonesia/APINDO).
Data Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Januari
2009 menunjukkan bahwa bahan-bahan kimia yang
merupakan salah satu komoditas dengan volume
maupun nilai ekspor terbesar Banten, mengalami
penurunan ekspor hingga sebesar 50% (y-o-y).
Selain itu, data/survei yang dilakukan APINDO
Banten juga memperlihatkan bahwa Industri atau
dunia usaha yang paling tertekan secara berurut
adalah industri tekstil, sepatu, kimia, besi
baja,
manufaktur,
otomotif
dan
properti.
Sementara itu, dunia usaha yang masih bertahan
dan omsetnya relatif baik antara lain di sektor
kesehatan (farmasi), bahan makanan dan minuman
serta produk pertanian dalam arti luas (CPO).
Penurunan impor saat ini merupakan penurunan
impor terbesar sepanjang 3 tahun terakhir. Pada
bulan ini, tercatat defisit perdagangan bulanan
19
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Banten telah mencapai angka USD 276,78 juta.
Penurunan produk impor terbesar antara lain
adalah produk mesin dan alat transportasi, serta
barang manufaktur dan produk kimia dari Cina,
Jepang dan Singapura.
B. SISI PENAWARAN
Perekonomian pada sisi penawaran pada triwulan I
2009 diprakirakan tumbuh melambat searah dengan
perkembangan
pada
sisi
permintaan.
Sektor
perekonomian
pada
triwulan
laporan
yang
diprakirakan tumbuh lebih rendah sebagian besar
adalah sektor dominan, yaitu sektor industri
pengolahan;
listrik,
gas
dan
air
bersih;
restoran, hotel dan perdagangan; serta sektor
keuangan, persewaan dan jasa. Sementara itu,
sektor lainnya masih mampu mengalami kenaikan.
Melemahnya ekspor dan impor pada kisaran -50%
menyebabkan
sektor
industri
mengalami
perlambatan pertumbuhan secara signifikan, yaitu
dari 2,21% pada triwulan IV 2008 menjadi sebesar
1,65%
pada
triwulan
I
2009.
Ekspektasi
masyarakat yang masih cukup baik belum mampu
menaikkan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel
dan restoran.
20
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Tabel 1.6
Uraian
I
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran
2007
2007
II
III
IV
I
Pertanian
-7,21
5,40
8,54
Pertambangan dan Penggalian
11,53 15,62 11,64
Industri Pengolahan
6,73
4,03
1,68
Listrik, Gas dan Air Bersih
-5,52
4,22 14,40
Bangunan
1,54
9,18 13,33
Restoran, Hotel dan perdagangan
10,41 10,03 12,69
Pengangkutan dan Komunikasi
6,74
5,82
5,72
Keuangan, Persewaan dan Jasa
13,94 13,02 13,17
Jasa-Jasa
6,27
8,71 10,45
PDRB TANPA MIGAS
5,62
6,07
6,20
Sumber: BPS diolah, *) Angka Proyeksi Bank Indonesia Serang
12,33
11,91
0,35
6,90
27,32
12,82
8,49
12,91
12,62
6,25
4,22
12,65
3,10
4,73
13,10
11,52
6,71
13,24
9,62
6,04
5,62
13,08
2,49
3,12
10,63
13,60
6,07
13,57
7,78
6,04
2008
II
III
IV
2,61
7,63
2,27
4,57
14,97
11,96
6,63
17,03
10,97
5,88
3,37
12,39
2,28
3,18
7,74
9,47
9,46
17,25
16,91
5,81
1,39
7,50
2,21
7,36
0,33
9,11
7,08
17,72
13,09
5,19
2008
3,25
10,06
2,31
4,57
7,92
10,95
7,34
16,45
12,35
5,73
2009
I*)
2,71
7,93
1,65
5,46
5,42
7,85
8,09
16,97
13,56
4,90
1. Pertanian
Pada
triwulan
I
2009
sektor
pertanian
diperkirakan tumbuh sebesar 2,71% (yoy), lebih
tinggi
dibandingkan
triwulan
sebelumnya.
Indikator–indikator
yang
memperlihatkan
perkembangan tersebut antara lain informasi dari
Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Banten
yang menyatakan keberhasilan proses sertifikasi
dan produksi benih padi dan palawija pada tahun
2008 hingga akhir Januari 2009 mencapai angka
kelulusan 98,73%. Sementara itu banjir yang
melanda daerah-daerah di Propinsi Banten hanya
mencapai 0,61% dari luas tanam (lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama triwulan
sebelumnya ataupun dengan kondisi 1 tahun
sebelumnya) sehingga tidak berdampak signifikan
terhadap jumlah produksi hasil pertanian. Selain
itu juga data BMG Banten Bulan Maret 2009
menunjukkan bahwa daerah rawan banjir hanya
terjadi pada sebagian kecil wilayah di Banten
dengan skala/tingkat potensi yang rendah.
Hasil angka ramalan BPS pada triwulan ini
memperkirakan adanya kenaikan produksi. Bahkan
pada periode triwulan ini, sebagian daerah
pertanian di Banten sudah mengalami musim panen.
Diperkirakan baru pada bulan April 2009 terjadi
panen raya padi. Guna mendorong peningkatan
produksi pertanian dan pencegahan banjir yang
membahayakan
pendapatan
petani,
Pemerintah
Propinsi Banten pada tahun ini menganggarkan
sekitar Rp 33 miliar untuk program pengendalian
banjir dan Rp 17 miliar untuk pemeliharaan jalan
dan jembatan di Wilayah Selatan Banten (yang
banyak terkena banjir dan kondisinya rusak).
Pemerintah Propinsi Banten juga menganggarkan Rp
9,7 miliar untuk Program Tanggap Darurat Jalan
21
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
dan Jembatan, sehingga diperkirakan kinerja
sektor pertanian akan mengalami perbaikan pada
tahun ini. Sementara itu, program stimulus
fiskal pemerintah pusat lebih banyak ditujukan
pada perbaikan sarana jalan usaha tani dan
irigasi khususnya di Wilayah Kabupaten Lebak
yang merupakan basis pertanian.
Tabel 1.7
REALISASI SERTIFIKASI DAN PRODUKSI BENIH PADI DAN PALAWIJA TA. 2008 (s.d Januari 2009)
BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA
PROVINSI BANTEN
No
Kabupaten/Kota
1
Kab. Serang
2
Kab. Pandeglang
3
Kab. Lebak
4
Kab. Tangerang
5
Kota Serang
6
Kota Tangerang
7
Kota Cilegon
Jumlah
Unit
Diajukan
33
97
53
7
23
0
0
213
Lulus
30
94
53
4
23
0
0
204
Padi & Palawija
Luas (Ha)
Diajukan Lulus
GKP
89
81
442.191
509
499
1.838.726
232
232
1.095.004
17
14
16.000
95
95
298.757
0
0
0
0
0
0
941
921
3.690.678
Produksi (Ton)
Diajukan
Lulus
346.905
346.905
1.204.850
1.188.950
794.871
794.871
16.200
16.200
245.695
228.395
0
0
0
0
2.608.521
2.575.321
% Lulus
100,00
98,68
100,00
100,00
92,96
0,00
0,00
98,73
Sumber: Distanak Prop. Banten, diolah
Meskipun sektor pertanian mengalami peningkatan,
namun masih terdapat kendala dalam beberapa hal.
Pupuk Urea bersubsidi sepanjang bulan Januari
dan Februari kurang terserap karena banyaknya
petani yang belum masuk dalam Rencana Definitif
Kebutuhan
Konsumsi
(RDKK)
yang
ditetapkan
melalui Peraturan Menteri Pertanian No.42 Tahun
2008 yang kemudian direvisi menjadi Peraturan
Menteri
Pertanian
No.
5
tahun
2009
yang
dikeluarkan pada tanggal 14 Januari 2009. Pada
bulan Januari baru terserap sebanyak 4.753 ton
atau baru mencapai 31,09% sementara pada bulan
Februari terserap 3.054 ton
atau mencapai
96,89%. Hal ini dapat menyebabkan produksi padi
pada triwulan yang akan datang berpotensi
menurun.
2. Industri
Pada triwulan I 2009, sektor industri mengalami
perlambatan pertumbuhan yang sangat signifikan
menjadi sebesar 1,65% dari triwulan sebelumnya
sebesar 2,21%. Kondisi ini disebabkan oleh
menurunnya order pembelian dari mitra dagang
akibat
krisis
global
yang
berdampak
pada
industri di Banten terutama industri kimia,
tekstil, alas kaki, besi baja, kertas dan
otomotif. Permintaan/order yang merosot tidak
hanya berasal dari pasar ekspor, namun juga dari
pasar domestik terutama dirasakan oleh beberapa
industri seperti besi/baja, tekstil dan kimia.
Kondisi
ini
juga
mencerminkan
menurunnya
konsumsi perusahaan industri sektor terkait
lainnya yang memerlukan bahan baku dari industri
22
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
di Banten. Kurangnya likuiditas yang dimiliki
oleh perusahaan negara di proyek infrastruktur
seperti listrik menyebabkan order bahan baku
besi baja menjadi turun tajam karena tertundanya
proyek.
Dari informasi APINDO, penyebab menurunnya usaha
termasuk sektor industri terbesar adalah karena
masalah permintaan menurun, beban perusahaan
yang makin tinggi, omset dan laba yang semakin
menurun dan berdampak pada menurunnya likuiditas
perusahaan ditambah lagi penundaan pembayaran
dari terutama dari pembeli lokal.
Perlambatan
sektor industri agak tertahan dengan adanya
stabilitas kinerja industri pada sektor bahan
makanan,
produk
pertanian
dan
peralatan
mesin/vessel serta komponen elektrik.
Pertumbuhan Penggunaan
Total BBM Industri Banten
350,00
300,00
g. Total BBM
Industri
250,00
200,00
150,00
100,00
50,00
0,00
-50,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
-100,00
2006
-150,00
Grafik I.27 Pertumbuhan
Konsumsi Listrik
Industri (Sumber: PLN)
ekspektasi situasi
bisnis Banten
ekspektasi harga jual
di Banten
Saldo
Bersih
80,00
40,00
20,00
0,00
-20,00 1
2
3
4
1
2
3
4
1
-40,00
-60,00
2008
-80,00
2009
kapasitas utilitas industri
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
kapasitas utilitas industri
Banten
1
2007
2008
Grafik. I.28
Pertumbuhan BBM
Industri (Sumber:
Pertamina)
%
60,00
2007
2
3
4
1
2
3
4
1
2009
2007
2008
2009
Grafik I.29 Nilai Saldo Bersih
Grafik I.30 Nilai Saldo Bersih
Ekspektasi Bisnis dan Harga Jual
Kapasitas Utilisasi Industri
Sumber: SKDU-BI
Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU),
penggunaan kapasitas utilitas dunia usaha pada
triwulan ini cenderung lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya. Di sisi lain,
penurunan
kapasitas utilisasi tersebut tidak mempengaruhi
23
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
penggunaan BBM dan listrik industri yang pada
titik minimum tertentu tetap harus digunakan
untuk produksi. Hal ini berdampak pada penurunan
laba sektor industri karena penurunan omset
tidak secara langsung dapat menurunkan biaya
operasional/produksi secara paralel. Hasil SKDU
menunjukkan bahwa penggunaan kapasitas oleh
industri-industri yang berlokasi di Banten turun
dari nilai saldo bersih pada kisaran 80% pada
triwulan IV 2008 turun hingga pada kisaran 50%
pada akhir triwulan I 2009. Penurunan yang telah
terjadi utamanya pada industri kimia, tekstil
dan besi baja serta turunannya termasuk industri
kertas
dan
industri
otomotif
dan
perlengkapannya.
Tahun 2009 penjualan mobil diprediksikan akan
mengalami
penurunan. Dari
dua ATPM
besar
di
Indonesia, yaitu Toyota dan Daihatsu, tahun ini
memperkirakan penjualan hanya mencapai 400.000
unit atau mengalami penurunan sekitar 30 persen.
Tabel 1.8
Nilai Penjualan Mobil di 6 Negara ASEAN
Penjualan
Negara
2007
2008
Indonesia
434.473 607.151
Thailand
631.250 625.270
Malaysia
487.176 548.115
Phillipina
117.903 124.449
Vietnam
80.392 110.186
Singapura
97.000
Total
1.870.000 2.112.171
2009
400.000
520.000
480.000
N.A
N.A
N.A
Sumber: www.kompas.com
Pada
sektor
industri
itu
pula
terjadi
pendaftaran PHK atau merumahkan karyawannya
serta
pengurangan
shift
jam
kerja
akibat
penurunan kapasitas. Industri baja da turunannya
rata-rata sebesar 20%-30%, sedangkan industri
kimia dan tekstil sedikit jauh lebih besar,
yaitu pada kisaran 40%-80%.
SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
60
40
20
0
-20
T.II T.III T.IV
-40
2006
T.I
T.II T.III T.IV
T.I
2007
T.II T.III T.IV
2008
T.I
2009
-60
INDUSTRI PENGOLAHAN
24
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Grafik I.31 Nilai Saldo Bersih Kondisi Usaha
Sektor Industri Pengolahan (Sumber: SKDU-BI)
Sementara itu, dari data indeksasi industri baja
dan angka pertumbuhan produksi di Banten,
terjadi trend yang mulai menurun pada triwulan
II 2008 hingga akhir tahun 2008, meskipun pada
triwulan laporan ini nampak ada sedikit tanda
perbaikan. Upaya-upaya yang saat ini dilakukan
oleh industri baja dengan meningkatkan pangsa
pasarnya di dalam negeri dan upaya agar proyekproyek
besar
pemerintah
seperti
proyek
pembangunan
infrastruktur
yang
menggunakan
produk besi/baja dapat seluruhnya atau sebagian
besar memprioritaskan penggunaan produk baja
lokal
terlihat
membuahkan
hasil.
Komitmen
pemerintah untuk menggunakan produk baja lokal
telah disampaikan melalui berbagai media dan
nampaknya program stimulus fiskal yang akan
dilaksanakan pada triwulan II 2009 diharapkan
dapat mampu meningkatkan produksi besi/baja
nasional khususnya dari wilayah Banten.
%
Pertumbuhan Sektor
450,00
Industri Baja Banten
400,00
Angka Indeks Industri
350,00
Baja Banten
300,00
250,00
200,00
150,00
100,00
50,00
0,00
-50,00 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
-100,00
2006
2007
2008
2009
Grafik 1. 32 Pertumbuhan dan Indeksasi Produksi
Baja Banten
3. Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan hotel
dan restoran pada triwulan I 2009 tumbuh sebesar
7,85% (y-o-y), melambat dibandingkan dengan
triwulan IV 2008 sebesar 9,11%. Hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia menunjukkan
bahwa penurunan yang terjadi pada triwulan
laporan disebabkan oleh daya beli masyarakat
yang semakin menurun dan imbas dari sektor
industri yang melemah. Penggunaan listrik di
sektor bisnis pun meskipun berfluktuasi tapi
kecenderungannya pada trend yang menurun.
Beberapa prompt indicators pendukung lainnya
adalah penurunan persentase tingkat hunian hotel
berbintang
di
Banten
secara
yoy,
bahkan
25
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
penurunan triwulan ini lebih buruk dibandingkan
posisi 3 triwulan sebelumnya. Sarana pendukung
kelancaran transportasi menuju lokasi tujuan
wisata yang kurang memadai karena banyak jalan
yang
belum
diperbaiki
menjadi
salah
satu
penghambat
utama
para
wisatawan
datang
berkunjung ke Banten. Hanya kawasan wisata di
sekitar Wilayah Tangerang yang terlihat cukup
baik terutama kegiatan rekreasi. Penurunan juga
terjadi
untuk
kegiatan
meeting/rapat
yang
biasanya dilakukan secara kelompok (grup) di
hotel-hotel
berbintang
di
Banten
khususnya
kawasan Anyer dan Carita. Rusaknya jalan dari
mulai Ciwandan Cilegon hingga ke Anyer dan
Carita
menyebabkan waktu tempuh menuju lokasi
wisata semakin panjang dan kurang nyaman. Hal
tersebut berdampak terhadap kenaikan biaya-biaya
pengadaan
barang
kebutuhan
hotel
yang
menyebabkan rata-rata tarif hotel di Banten
sedikit meningkat.
Perdagangan retail besar dan pemasok ke sektor
industri juga turut mengalami penurunan seiring
berkurangnya
permintaan
perusahaan-perusahaan
industri di luar industri makanan, pertanian dan
peralatan mesin.
Usaha mikro kecil dan menengah pun mulai
merasakan adanya penurunan omset penjualan.
Dengan
adanya
kenaikan
pajak
daerah
bagi
pengusaha makanan dan minuman sekitar 100%,
yaitu dari sekitar 5% menjadi 10% di Kota
Serang, menyebabkan kondisi keuangan pengusaha
restoran semakin berat. Upaya yang dilakukan
para pengusaha ini adalah dengan cara bertahan
agar usahanya tetap dapat berjalan tanpa adanya
kenaikan harga jual akibat lesunya penjualan.
%, y-o-y
g.Kons Listrik Bisnis
SEKTOR PERDAGANGAN,
HOTEL DAN RESTORAN
25
40
20
g.Kons Listrik Bisnis
20
15
0
-20 T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I
10
-40
5
2006
2007
2008
2009
-60
0
3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2
2006
2007
2008
2009
Grafik I. 33 Konsumsi
Listrik
Sektor Bisnis
-80
PERDAGANGAN, HOTEL DAN REST.
Grafik I.34 Realisasi
Kegiatan usaha
(Survei Konsumen-BI)
26
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Tarif kamar rata-rata/malam Hotel Berbintang
di Banten (Rp)
800.000
Tingkat Hunian Kamar Hotel Bintang
3,4 & 5 di Banten (%)
70,00%
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
-
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
I
I
II
III
IV
I
II
III
IV
II
III
2007
2007
2008
IV
I
II
III
IV
I
I
2009
2008
2009
Tarif kamar rata-rata/malam Hotel Berbintang di Banten (Rp)
Grafik I.35 Tingkat Hunian Hotel
BerGrafik
I.36 tarif kamar
Bintang di Banten
rata-rata/malam
Hotel
Berbintang di Banten
Kondisi sektor perdagangan, hotel dan restoran
yang
cenderung
menurun
belum
menyurutkan
perbankan dalam menyalurkan kredit khususnya
modal kerja yang sangat dibutuhkan oleh sektor
ini.
%
80,00
Pertumbuhan Kredit Sektor
Perdagangan di Banten
60,00
40,00
20,00
Jan
Mar
May
Jul
Sep
Nov
Jan
Mar
May
Jul
Sep
Nov
Jan
Mar
May
Jul
Sep
Nov
Jan
0,00
2006
2007
2008
2009
Pertumbuhan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik I.37 Kredit Sektor Perdagangan
Berdasarkan Lokasi Proyek (Sumber: BI)
Pertumbuhan kredit pada sektor perdagangan (yoy)
tumbuh sekitar 50,88% (hingga Februari 2009)
atau meningkat dibandingkan posisi Triwulan IV
2008. Kondisi ini terjadi mengingat angka NPL di
sektor ini yang relatif rendah masih dibawah 5%
sekaligus membantu likuiditas para pengusaha
yang cenderung berusaha untuk tetap eksis
sekaligus untuk mengantisipasi kebutuhan modal
kerja pada triwulan yang akan datang yang
diperkirakan akan meningkat. Kebutuhan modal
kerja
ini
kecenderungannya
dipakai
untuk
menambah
modal
kerja
pembelian
barang
dagangan/stok serta lamanya piutang usaha yang
tertanam pada nasabahnya.
27
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
4. Sektor Keuangan
Secara tahunan (yoy), kinerja Sektor keuangan
pada triwulan ini diperkirakan akan lebih buruk
dibandingkan posisi pada 3 triwulan sebelumnya,
meskipun
beberapa
pelaku
sektor
keuangan
utamanya perbankan yang fokus pada sektor retail
tetap
berusaha
agresif
melakukan
ekspansi
kreditnya. Hal tersebut tercermin dari angka
level pertumbuhan sektor keuangan yang relatif
tinggi yaitu sebesar
16,97% (y-o-y) walau
melambat atau lebih rendah dibandingkan beberapa
triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2008
pertumbuhan sektor keuangan sempat mencapai
angka 17,72%. Penurunan BI rate menyebabkan cost
of fund perbankan menjadi lebih rendah. Respon
penurunan suku bunga kredit antara 3-6 bulan
yang biasa terjadi pada perbankan menyebabkan
perbankan relatif dapat mengkompensasi risiko
kredit dengan ekspansi kredit. Ditambah risiko
kredit bermasalah (NPL) yang relatif rendah
menyebabkan perbankan di Banten dan dari luar
Banten tetap menyalurkan kreditnya ke wilayah
ini.
Tetap
menggeliatnya
beberapa
sektor
industri terutama industri bahan makanan dan
minuman, pertanian, distribusi dan jasa dunia
usaha
menyebabkan
perbankan
akan
lebih
memfokuskan penyaluran kreditnya ke jenis usaha
tersebut.
Tabel 1.9 Perkembangan Kegiatan Bank
Uraian
Unit
Jumlah kantor bank Umum
DPK
Kredit Bank Pelapor
Kredit Lokasi Proyek
LDR
NPL
Kredit MKM Bank Pelapor
Kredit MKM Lokasi Proyek
kantor
Rp Triliun
Rp Triliun
Rp Triliun
%
%
Rp Triliun
Rp Triliun
2007
273
28.31
17.66
44.46
62.36
3.44
14.47
21.83
2008
349
35,86
23,44
58,00
65,37
3,59
18,28
27,06
2009 (Tw I)
367
35,83
25,03
59,32
69,85
2,70
19,04
26,89
Sumber: BI
Dari
paparan
tabel
perkembangan
kegiatan
perbankan, kredit berdasarkan lokasi proyek
mengalami penurunan, sedangka berdasarkan bank
pelapor justru mengalami kenaikan. Fenomena ini
mengindikasikan
bahwa
kredit
yang
berskala
menengah ke bawah (relatif di bawah Rp 5 miliar)
menjadi fokus perhatian utama para bankir di
28
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
wilayah Banten. Sementara itu, kredit korporasi
cenderung menurun seiring kurang kondusifnya
kondisi ekonomi global.
Potensi prospek ekonomi Banten di masa yang akan
datang yang cukup baik dilihat dari kacamata
perbankan diindikasikan dari terus meningkatnya
pembukaan jumlah kantor bank di wilayah Banten.
Meskipun kecenderungan pembukaan kantor bank
masih fokus pada kota besar atau wilayah yang
dekat dengan pusat industri dan pemukiman di
pusat-pusat pertumbuhan wilayah seperti Kota dan
Kabupaten Tangerang, Serang dan Cilegon.
Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank
Indonesia juga terlihat bahwa kecenderungan
sektor keuangan adalah stabil tetapi sedikit
menurun yang tercermin dari nilai saldo bersih
sektor ini yang relatif tetap diandingkan
triwulan sebelumnya.
SEKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA
PERUSAHAAN
150
100
50
0
T.II
-50
-100
T.III
T.IV
T.I
2006
T.II
T.III
T.IV
T.I
T.II
2007
T.III
T.IV
2008
T.I
2009
-150
KEU., PERSEWAAN & JASA PERUS.
Grafik. I.38 Perkembangan Usaha sektor keuangan,
Persewaan & Jasa Perusahaan di Banten (Sumber:
SKDU-BI)
Rp juta
70,00
300,00
60,00
250,00
50,00
200,00
40,00
150,00
30,00
100,00
20,00
50,00
10,00
0,00
-
-50,00
1
3
5
7
9
11
1
2007
Total Kredit di Banten
3
5
7
9
11
1
2008
2009
g.Kredit Bntn (kanan)
Grafik. I.39 Total Kredit Perbankan di Banten
Berdasarkan Lokasi Proyek (Sumber: BI)
29
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Kredit perbankan yang tersalur di wilayah Banten
mencapai Rp 59,32 triliun, padahal pada tahun
2007, kredit yang disalurkan perbankan di
Wilayah Banten baru sekitar Rp 44,46 triliun.
Pangsa dan total kredit yang banyak disalurkan
oleh perbankan terjadi di daerah Kabupaten
Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.
Secara tidak langsung peranan perbankan dalam
mendorong suatu wilayah untuk berkembang sangat
penting. Pengembangan wilayah tanpa dukungan
pendanaan dari perbankan untuk membiayai proyek
pemerintah atau swasta akan berjalan lambat
seperti yang terjadi di Wilayah Kabupaten Lebak
dan Pandeglang. Peranan pemerintah guna membantu
percepatan
pembangunan
suatu
daerah
perlu
dilakukan
melalui
upaya
penciptaan
atau
pemberian stimulan bagi pihak swasta untuk
berkembang melalui pemberian kemudahan fasilitas
dan perijinan
bagi UMKM atau investor dan
membantu proses promosi potensi dan pemasaran
UMKM di daerahnya. Di sisi lain, perbankan perlu
lebih kreatif melihat peluang-peluang usaha yang
potensial terutama sektor pertanian dalam arti
luas
yang
menjadi
andalan
daerah
relatif
tertinggal
seperti
Kabupaten
Lebak
dan
Pandeglang
dibandingkan
daerah
lainnya
di
Propinsi Banten dalam bidang ekonomi.
5. Bangunan
Di tengah melambatnya ekonomi sejak triwulan IV
2008, sektor bangunan di Banten pada triwulan I
2009 mengalami peningkatan menjadi sebesar 5,4%
dari
triwulan
sebelumnya
sebesar
0,33%.
Peningkatan
ini
ditandai
dengan
terus
berjalannya beberapa proyek yang dilakukan oleh
pemerintah
maupun
swasta
meskipun
bukan
merupakan investasi yang baru. Meningkatnya
harga jual dan tarif sewa properti baik bangunan
untuk retail maupun residensial menyebabkan
masih banyak pengembang besar dan skala kecil
melaksanakan pembangunan proyek properti yang
telah direncanakan pada tahun sebelumnya. Faktor
pendorong lainnya adalah tingkat hunian yang
masih
terus
meningkat
terutama
di
daerah
Tangerang.
Tabel 1.10 Tingkat Hunian dan Tarif Retail Sewa
dan Jual Properti Komersial di Banten
30
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
Tangerang
IV-2008
I-2009
Uraian
- Retail Sewa
Tingkat hunian
Tarif Sewa Rent (Rp/m2)
- Retail Jual
Tingkat hunian
Harga Jual (Rp/m2)
90,39%
306.578
Serang & Cilegon
IV-2008
I-2009
90,96%
307.297
96,47%
193.918
Banten
IV-2008
I-2009
96,47%
193.918
91,06%
294.250
91,57%
294.891
78,43%
78,51%
80,61%
80,75%
79,15%
79,42%
34.869.925 34.957.227 33.269.500 33.269.500 34.739.800 34.820.004
Sumber: SPKom-BI
ribu ton
%
Jumlah Pemakaian
80,00
Pert. (yoy)
250
SEKTOR BANGUNAN
150
Pert. (mtm)
100
60,00
200
40,00
50
20,00
150
0,00
100
-20,00
-40,00
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2005
2006
2007
-60,00
2008
2009
50
-50
-100
T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I
2006
2008
2009
BANGUNAN
0
Grafik I.40 Konsumsi Semen
di
Banten (Sumber: Asosiasi
Semen)
2007
Grafik 1.41 Kondisi
Usaha Sektor Bangunan
(Sumber: SKDU-BI)
6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Seiring
peningkatan
pada
sektor
bangunan,
pertanian
dan
meningkatnya
penggunaan
transportasi umum untuk tujuan kampanye PEMILU
legislatif, sektor pengangkutan dan komunikasi
diprakirakan tumbuh sebesar 8,09 % (yoy) pada
triwulan I 2009 atau meningkat dari triwulan
sebelumnya sebesar 7,08%. Maraknya penggunaan
transportasi darat selama kurang lebih 2 bulan
terakhir
pada
triwulan
I
2009
ketika
dilakukannya kampanye PEMILU Legislatif menjadi
salah satu faktor peningkatan pertumbuhan di
sektor ini. Selain itu, meningkatnya penggunaan
sarana
transportasi
dan
komunikasi
untuk
memperlancar
proses
pemenangan
PEMILU
dan
peningkatan kelanjutan proyek pembangunan juga
turut memicu sedikit peningkatan pertumbuhan
sektor
pengangkutan
dan
komunikasi.
Adanya
beberapa libur panjang pada keseluruhan triwulan
I 2009 menyebabkan arus penumpang di Pelabuhan
Penyeberangan Merak mengalami peningkatan hingga
20% dibandingkan hari biasa.
31
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
120
100
80
60
40
20
0
-20
-40
T.II
T.III
T.IV
T.I
T.II
2006
T.III
T.IV
T.I
T.II
2007
T.III
T.IV
2008
T.I
2009
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
Grafik 1. 42 Kondisi Usaha Sektor Pengangkutan
dan Komunikasi (Sumber: SKDU-BI)
Total BBM untuk Transportasi dan
Pertumbuhannya di Banten
kilo ltr
160.000
140.000
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
1
3
5
7
9
11 1
2007
Total BBM Utk Transportasi
3
5
7
2008
9
%
300
250
200
150
100
50
(50)
11 1
3
2009
g. BBM Transportasi (yoy)
Grafik I. 43 Konsumsi BBM Sektor Transportasi
Banten
(Sumber: Pertamina)
Dukungan sarana pembangunan/perbaikan jalan di
berbagai tempat di Banten sepanjang 244 km yang
terus
dilakukan
sejak
beberapa
triwulan
sebelumnya dan seiring
berkembanganya daerah
Banten yang berbatasan dengan Jakarta sebagai
hinterland,
baik
sebagai
kawasan
pemukiman
ataupun
industri,
juga
akan
mendorong
peningkatan
moda
angkutan
alternatif
transportasi seperti kereta api atau penambahan
ruas jalan tol sebagai penghubung antar daerah.
7. Listrik
Penurunan
operasional
di
sektor
industri
menyebabkan terjadinya perlambatan di sektor
listrik, gas dan air bersih, yaitu dari 7,36%
triwulan IV 2008 menjadi 5,46% pada triwulan
laporan. Tingkat kapasitas utilisasi industri
yang semakin menurun dari kisaran 80% menjadi
50% menyebabkan utilisasi penggunaan listrik,
gas dan air pada sektor dominan ini menjadi
berkurang. Begitu pula kegiatan efisiensi yang
dilakukan oleh sektor bisnis maupun rumah tangga
32
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
juga turut medorong perlambatan pertumbuhan
ekonomi pada sektor listrik, gas dan air bersih.
Terjadinya
kebakaran
pada
pusat
pembangkit
tenaga listrik yang memasok kebutuhan Jawa yang
berlokasi
di
Banten
menyebabkan
pemadaman
listrik hampir di seluruh Jawa untuk beberapa
jam. Selama penggantian bahan yang terbakar
tersebut
menyebabkan
terjadinya
pemadaman
listrik secara bergantian dalam beberapa periode
waktu di Triwulan I 2009. Kondisi ini mendorong
pula penurunan omset penjualan listrik di Banten
dan
Jakarta
karena
masih
menjadi
satu
wilayah/divisi.
Grafik 1. 44. Pertumbuhan Konsumsi Listrik
Industri (Sumber: PLN)
%
25,00
g.Kons Listrik Bisnis(%)
g.Jml Pelanggan Listrik Bisnis
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
2006
2007
2008
2009
Grafik 1.45 Konsumsi Listrik Bisnis di Banten
(Sumber: PLN)
Meskipun
mengalami
sedikit
perlambatan,
perbankan tetap memiliki komitmen yang kuat
dalam turut mendorong sektor listrik, gas dan
air bersih yang tergolong ke dalam proyek
infrastruktur
yang
sangat
berperan
dalam
memberikan layanan kepada masyarakat (public
services). Penyaluran kredit ke sektor ini
bersifat
fluktuatif
dan
musiman
dan
pertumbuhannya pada triwulan laporan sebesar
63,80%
(relatif
sangat
signifikan
pertumbuhannya) dengan besarnya kredit yang
disalurkan sebesar Rp 10,2 triliun.
33
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
g. Penjualan Listrik
25,00
%
20,00
g. Penjualan Listrik
15,00
10,00
5,00
0,00
3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1
Pert. Kredit Sektor Listrik,Gas dan Air
160,00
140,00
120,00
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
-20,00 Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan
-40,00
2007
2006
2007
2008
2009
Grafik I. 46 Penjualan
Listrik Jakarta dan
Tangerang
2008
2009
Pert. Kredit Sektor Listrik,Gas dan Air
Grafik. I.47 Kredit Sektor
Listrik, Gas dan Air
8. Sektor Jasa-Jasa
Dengan maraknya kegiatan kampanye PEMILU dan
banyaknya hari libur, pertumbuhan ekonomi sektor
jasa-jasa pun turut terdorong meningkat, dari
13,09% menjadi 13,56% pada triwulan I 2009.
Faktor
pendorong
peningkatan
adalah
jasa
pengiriman
surat/ekspedisi,
jasa
hiburan,
perawatan tubuh dan kebugaran, serta jasa
lainnya.
JASA - JASA
120
100
80
60
40
20
0
-20 T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I T.II T.III T.IV T.I
-40
2006
2007
2008
2009
JASA - JASA
Grafik I.48 Jumlah
Tempat Wisata di
Banten
%
200,00
Pertumbuhan Kredit Sektor Jasa
180,00
160,00
140,00
Pertumbuhan Kredit
Sektor Jasa
120,00
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan
Grafik I.49 Kredit
Sektor Jasa
Berdasarkan Lokasi
Proyek
Kondisi usaha di sektor jasa banyak didukung
oleh sektor perbankan. Sejak awal triwulan III
2009, penyaluran kredit oleh perbankan terhadap
sektor
jasa
terus
mengalami
peningkatan
signifikan hingga mencapai angka pertumbuhan
kredit sebesar 122,37% dan posisi baki debet di
atas Rp 3 triliun. Risiko yang rendah dan hasil
nilai
tambah
yang
dapat
cepat
diperoleh
menyebabkan dunia usaha dan perbankan yang
34
Kajian Ekonomi Regional Banten
Triwulan I 2009
bergerak
di
sektor
ini
keuntungan/profit yang baik.
memperoleh
hasil
35
Kajian Ekonomi Regional Banten
Download