Slide 1 - Blog UNPAD

advertisement
Tri Mumpuni - Pahlawan Wanita Penerang Desa
Tri Mumpuni lahir di Semarang pada tanggal 6 Agustus 1964. Perempuan yang biasa dipanggil Puni ini adalah anak ketiga dari delapan bersaudara yang lahir dari pasangan Wiyatno
(almarhum) yang bekerja di BUMN dan Gemiarsih. Puni menikah dengan Ir Iskandar Budisaroso Kuntoadji dan dikaruniai dua orang anak: Ayu Larasati (21), mahasiswi Industrial Design di
Toronto University, Kanada, dan Asri Saraswati (19), mahasiswi Bioprocess Chemical Engineering di University of Technology Malaysia. Suaminya, Ir Iskandar Kuntoadji, adalah sarjana
geologi dari Institut Teknologi Bandung, dan belajar pembangkit mokrohidro di Swiss.
Pendidikan yang pernah beliau tempuh antara lain:
Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Energy and Sustainable Development International Session, Universidad da Costa Rica, 1992,
Trade and Sustainable Development Course, Chiang Mai University, Thailand, 1993,
Leadership for Environment and Development Course, 1993-1995,
LEAD based in New York funded by Rockefeller Foundation; Lead Fellows (Cohort 2).
Puni sekarang menjabat sebagai Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (Ibeka) Subang, lembaga swadaya yang ia dirikan bersama Iskandar (suaminya) pada 17 Agustus 1992. Puni
pernah meraih penghargaan Climate Hero dari World Wildlife Fund for Nature pada tahun 2005.
Sosok Wanita Penerang Desa
Menerangi sebanyak mungkin desa dengan pembangkit listrik mini tenaga air adalah salah satu mimpi Tri Mumpuni. Bagi perempuan yang satu ini mimpi itu bisa diwujudkan dengan
kemauan dan kerja keras. Dan dia telah menunjukkannya dengan menjadi motor pembangunan 60 pembangkit listrik tenaga mikrohidro yang ramah lingkungan di berbagai pelosok desa di
Indonesia.
Berawal dari aktivitas suaminya di bidang kelistrikan, Tri Mumpuni kemudian tertarik untuk terjun ke bidang yang sama. Namun, dia memilih penekanan pada sisi pemberdayaan
masyarakat pada pembangunan pembangkit listrik tenaga air. Menurut Puni hal itu merupakan pembangunan pedesaan yang komprehensif, yang melibatkan pemanfaatan teknologi,
pemeliharaan hutan, dan peningkatan hasil panen. Dengan semangat itulah, Puni memutuskan untuk membantu masyarakat di pedesaan terpencil yang belum menikmati listrik. Dibantu
suaminya, Puni kemudian memanfaatkan sumber daya alam berupa air sebagai energi alternatif. Karena menurut Puni, di Indonesia air sangat melimpah dan relatif murah.
Menurut Puni, suaminya sudah mulai kegiatan serupa sejak tahun 1987 melalui lembaga yang dia dirikan bersama teman-temannya, Yayasan Mandiri, tetapi berjalan sangat lambat.
Suatu ketika suaminya minta tolong Puni untuk mempresentasikan proposal dana listrik mikrohidro. Puni langsung tertarik dan meninggalkan pekerjaan sebelumnya dalam program rumah
untuk orang miskin di perkotaan, perempuan, lingkungan, kesehatan, dan pendidikan. Listrik di pedesaan ini mencakup semua hal itu. Begitu masyarakat punya listrik sendiri, mereka akan
punya uang bersama untuk membiayai pendidikan, program kesehatan, program perempuan, infrastruktur seperti jalan, sampai radio komunitas.
Dalam konteks krisis lingkungan bumi saat ini, dengan pemanasan global yang menimbulkan berbagai perubahan iklim dan cuaca, apa yang dilakukan Puni dan Iskandar menjadi bermakna.
“Agar pembangkit listrik tenaga air itu mampu berfungsi terus-menerus sepanjang tahun, setidaknya daerah tangkapan air di hulu harus dipertahankan seluas 30 kilometer persegi. Artinya,
tidak ada penebangan hutan atau penggundulan vegetasi,” kata Puni.
Pembangkit listrik mikrohidro juga ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar fosil. Artinya, tidak menambah jumlah gas karbon dioksida ke atmosfer yang memperburuk
efek rumah kaca penyebab naiknya suhu muka Bumi secara global.
Atas aktivitasnya yang bersifat swadaya energi ini, Puni kemudian dijuluki sebagai “wanita penerang desa.” Namun, menurut Puni, listrik sebenarnya bukanlah tujuan utamanya, melainkan
membangun potensi desa agar berdaya secara ekonomi. Karena itu, meskipun telah menerangi banyak tempat, Puni terus mengembangkan end use productivity, yaitu bagaimana
masyarakat desa setelah memiliki listrik menggunakan listrik itu untuk kegiatan produktif sesuai potensi desa.
Karena memegang prinsip listrik hanya alat untuk membangunkan potensi masyarakat desa, cara kerja Puni dan Iskandar adalah membangun komunitas, mengajak mereka menyadari
pembangkit listrik itu milik mereka dan mereka harus memelihara bukan hanya turbinnya, tetapi juga rutinitas aliran air sepanjang tahun.
“Awalnya, kami yang memang senang jalan-jalan ke desa melihat ada sungai yang alirannya bagus dan belum ada kabel listrik PLN lalu kami temui kepala desanya. Kami tidak berani
memberi harapan. Biasanya Mas Iskandar akan bilang, kebetulan dia diberi pengetahuan lebih untuk mengadakan listrik. Kemudian saya yang akan mencarikan uangnya,” kata Puni.
Desa-desa yang mereka bantu biasanya terpencil. Beberapa diantaranya adalah Dusun Palanggaran dan Cicemet, enklave di Gunung Halimun, Sukabumi, Jawa Barat, yang mereka terangi
dengan listrik pada tahun 1997. Untuk mencapai tempat itu harus berjalan kaki sembilan jam atau naik motor yang rodanya diberi rantai sebab jalan setapaknya licin. “Uang dari listrik
dipakai membangun jalan berbatu yang bisa dilalui kendaraan. Ini membuka peluang membantu 10 dusun lain,” kata Puni.
Desa lain yang menjadi tempat pembangunan pembangkit listrik mikrohidro ini adalah Desa Curuagung, Subang, Jawa Barat. Dengan memanfaatkan Sungai Ciasem, Puni dan warga desa
setempat membangun pembangkit listrik berkekuatan 13 kilowatt, yang akhirnya dapat menerangi 121 rumah di desa tersebut.
Sebelum membangun pembangkit listrik, Ibeka selalu mengumpulkan data untuk melihat kemungkinannya secara teknis. Iskandar lalu membuat rencana teknik dan menghitung rencana
anggaran biaya. Setelah itu tugas Puni mencari dana. “Kami memang tidak pernah menggunakan dana Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN) karena sistem APBN tidak
mengakomodasi proses pemberdayaan masyarakat. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 mengharuskan adanya tender. Tidak mungkin rakyat kecil mengakses. Selama ini
kami menggunakan dana donor melalui kedutaan dan ada dari perusahaan dalam skema tanggung jawab sosial perusahaan,” kata Puni.
Setelah dana ada, Ibeka lalu mengirim tim sosial yang biasanya tinggal mulai dua minggu sampai satu bulan di desa. Di sini proses membangun komunitas dimulai, saat masyarakat diajak
berdialog.
“Kami akan mencari orang-orang berpengaruh di desa itu lalu membuat pertemuan dengan masyarakat di gereja bila komunitasnya Kristiani, di masjid kalau komunitasnya Muslim, atau di
rumah adat seperti di Kalimantan,” kata Puni.
Masyarakat diminta membuat organisasi yang akan mengurus turbin, menentukan siapa ketua, bendahara, sekretaris, sampai orang yang bisa bongkar-pasang mesin sebagai operator.
Mereka juga diajak menghitung biaya yang harus dibayar pelanggan sebagai dana abadi dan dana untuk memelihara pembangkit listrik itu. “Ternyata orang desa nyambung diajak bicara
hal-hal seperti itu,” kata Puni.
Ketika kemudian tim teknis tiba, mereka sudah tahu siapa operator turbin. Dia akan diajak ikut memasang turbin karena Ibeka selalu mengajak masyarakat bergotong royong membangun.
Perlakuan lain terjadi di Desa Krueng Kala, Kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Menurut Puni, masyarakat di sana sama sekali tidak membantu karena mereka lelah setelah konflik
berkepanjangan dan kemudian disapu tsunami pada 24 Desember 2004. “Di sana tersisa hanya satu desa dengan 215 keluarga,” kata Puni. Lembaga swadaya internasional juga bertanggung
jawab dengan membuat proyek Cash for Work. “Orang dibayar Rp 50.000-100.000 sehari untuk mengangkut batu dan membersihkan sampah di rumah mereka sendiri.”
Ketika enam bulan Puni kembali ke sana, hal tak disangka terjadi. “Kas desa terisi Rp 23 juta. Lalu ada aturan baru desa yang melarang menebang pohon apa pun dalam jarak 50 meter di kiri
dan kanan sungai. Mereka menanam pohon buah-buahan supaya bisa dapat hasil dari buah itu. Padahal, sebelumnya sulit sekali menentukan uang langganan karena mereka merasa tidak
Download