POTENSI PEMULIHAN KOMUNITAS KARANG BATU PASCA GEMPA DAN TSUNAMI DI PERAIRAN PULAU NIAS, SUMATRA UTARA RIKOH MANOGAR SIRINGORINGO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Pemulihan Komuitas Karang Batu Pasca Gempa dan Tsunami di Perairan Pulau Nias, Sumatra Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2009 Rikoh Manogar Siringoringo NIM. C551060111 ABSTRACT RIKOH MANOGAR SIRINGORINGO. Recovery Potential of Coral Reef Communities Post Earthquake and Tsunami in Nias Island Waters. Under direction of NEVIATY P. ZAMANI and I WAYAN NURJAYA Tsunami and earthquake caused damage in coastal ecosystem especially on coral reefs. Coral which is unique benthic biota which have several strategy to survive depends on its environmental condition. The purpose of the present study was to observes the recovery potential of coral reef communities post earthquake and tsunami. Line Intercept Transect (LIT) and quadrant transect were applied in this study. The result of this study show that percent cover of live coral from 2004 was 48,31%, 2005 (t1) was 20,45%, 2007 (t2)17,20% and 2008 (t3) 19,82%. The Percentage of coral increased by 2,62% from 2007 to 2008. Proving that the recovery was occurred. It has been followed by the increasing biology index such us : diversity index, evenness index and dominance index. The number of coral recruitment was found different in every location, its depends on geography condition. The average number of recruitment colony was 8,4 colony/ m2. Pavona varians 11,66 ind./transect, Montipora danae 10,54 ind./transect and Porites lutea 6,95 ind./transek were the main recruitment in coral community. Detected variability was explained by different causal agents, such us condition of substrata, sediment, turbidity. The result show that the total number of coral recruitment was 69 species belong to 11 family. Keywords: Tsunami, earthquake, recovery, coral reefs, Nias RINGKASAN RIKOH MANOGAR SIRINGORINGO. Potensi Pemulihan Komunitas Karang Batu Pasca Gempa dan Tsunami di Perairan Pulau Nias. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI and I WAYAN NURJAYA Peristiwa gempa dan tsunami yang terjadi di pesisir Barat Sumatra telah mengakibatan kerusakan yang cukup parah baik di darat maupun di daerah pesisir pantai hingga ke terumbu karang. Kerusakan pada terumbu karang berbeda-beda antar lokasi tergantung kondisi geografisnya. Pada beberapa lokasi terlihat kerusakan yang cukup parah, namun pada lokasi yang letak karangnya lebih dalam, juga terkena dampak namun tidak terlalu parah. Biota karang adalah biota bentik utama terumbu yang terpengaruh langsung akibat peristiwa gempa dan tsunami. Kematian massal biota karang dan biota lainya terlihat jelas akibat terpapar lama di atas permukaan air dan sebagian terdampar oleh terjangan gelombang tsunami. Sapuan gelombang tsunami telah membawa berbagai material dan sedimen dalam jumlah besar dari daratan kemudian diendapkan di dasar perairan termasuk terumbu karang. Kematian biota karang akan diikuti oleh penurunan populasi biota lainnya terutama yang berassosiasi kuat dengan terumbu karang. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat potensi pemulihan karang setelah gempa dan tsunami dengan membandingkan data komunitas karang batu dengan data sebelumnya Biota karang adalah biota yang unik dan dapat pulih dari gangguan namun tergantung dari kondisi lingkungannya. Pemulihan terumbu karang ditandai dengan kemunculan biota karang dalam ukuran kecil (juvenil karang) serta biota-biota predator dan kompetitor lainnya.. Pengumpulan data-data mengenai struktur komunitas dan pemulihan karang serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi sangat penting dilakukakan sebagai penyusunan perencanaan dan kebijakan pengelolaan kawasan pesisir bagi daerah yang terkena dampak gempa dan tsunami. Penelitian ini dilaksanakan sebelum kejadian gempa dan tsunami yaitu pada tahun 2004. Secara periodik, monitoring dilakukan pada tahun 2005, 2007 dan Agustus 2008. Kegiatan penelitian dilakukan pada 6 stasiun yang mewakili daerah terumbu karang di sepanjang Pantai Utara, Pulau Nias, Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Line Intercept Transect (LIT) dan transek kwadrat. Dengan metode tersebut dapat diperoleh data struktur komunitas dan data juvenil karang Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa perbedaan persentase tutupan terjadi untuk kategori Live Coral (LC), Non Acropora (NA) dan Rubble (R). Dari uji perbandingan berganda Tukey dengan family error 5%, untuk kategori LC maupun NA terlihat bahwa persentase tutupan pada saat t0 berbeda signifikan dengan persentase tutupan pada saat-saat selanjutnya (t1,t2 dan t3), dimana persentase tutupan pada saat t0 (LC=48,31% dan NA=47,79%) menurun drastis lebih dari separuhnya pada saat t1 LC= 20,45%, dan relatif tidak berubah secara signifikan pada t2(LC= 17,20%) hingga saat t3 (LC= 19,82%). Hal sebaliknya terjadi pada kategori R dimana persentase tutupannya yang hanya sebesar 1,73% pada saat t0 meningkat menjadi 15,54% pada saat t1, 15,54% (t2) dan 17,12% (t3). Hal ini disebabkan oleh kejadian gempa yang diikuti oleh tsunami pada akhir 2004, dimana karang hidup (LC) yang sangat didominasi oleh Non Acropora (NA) menjadi mati dan hancur menjadi pecahan karang (R). Dilihat dari data persentase tutupan Live Coral (LC) dari tahun 2007 ke 2008 menunjukkan adanya peningkatan persentase sebesar 2,62%. Peningkatan nilai persentase ini diikuti pula dengan peningkatan jumlah jenis dan jumlah suku karang batu dari tahun 2004 hingga tahun 2008. Jumlah jenis karang batu pada tahun 2004 tercatat sebesar 62 jenis, pada tahun 2005 mnjadi 33, tahun 2007 masih sama yaitu 33 jenis, namun pada tahun 2008 jenisnya bertambah menjadi 57. Hal ini menunjukkan adanya trend kenaikan dan proses pemulihan secara alami meski belum kembali pada kondisi semula. Pengamatan rekrutmen telah dilakukan untuk pertama kalinya pada lokasi ini. Hasil transek kwadrat di masing-masing lokasi menunjukkan perbedaan yang nyata baik dari jumlah jenis maupun ukuran jenis. Hasil pengamatan rekrutmen ini secara umum menunjukkan bahwa kondisi substrat dan kwalitas perairan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis karang batu yang dijumpai pada lokasi ini. Hasil pengamatan jumlah juvenil karang di lokasi ini berkorelasi negatif dengan koloni karang dewasa. Hal ini kemungkinan memberikan ruang yang baru bagi juvenile karang tanpa adanya kompetisi perebutan ruang dengan biota lain. Namun beberapa pendapat menyebutkan bahwa rekrutmen karang tidak menunjukkan adanya hubungan yang kuat dengan karang dewasa yang berada disekitarnya, hal ini menunjukkan bahwa proses rekrutmen merupakan proses yang kompleks. Faktor fisik dan biologi sangat menentukan jumlah juvenil karang hingga tahap dewasa atau ukuran tertentu. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa sedimen dan TSS (Total Suspended Solid) mempunyai pengaruh terhadap jumlah individu rekruitmen. Dari hasil pengamatan terhadap juvenil karang, jumlahnya berbeda antar lokasi, tergantung pada kondisi geografis wilayah tersebut. Rerata rekruitmen karang sebesar 8,4 koloni/m2. Pavona varians merupakan jenis yang paling banyak dijumpai yaitu sebesar 11,66 koloni/m2, kemudian Montipora danae sebesar 10,54 koloni/m2 dan Porites lutea 6,95 koloni/ m2. Hasil pengamatan terhadap juvenil karang, diperoleh 69 jenis karang batu yang termasuk kedalam 11 suku. Karang batu secara alami mampu untuk pulih yang ditinjau dari dua aspek, yaitu kemampuan karang dewasa untuk pulih kembali (resilience) dan karangkarang anakan (rekruitment). Dilihat dari trend peningkatan persentasi tutupan dan nilai indeks komunitas karang batu serta data rekruitmen menunjukkan bahwa kondisi seperti ini sedang mengalami proses pemulihan, untuk itu pengelolaan secara intensif terhadap kawasan pesisir sangat perlu untuk dilakukan. Kata kunci: Tsunami, Gempa bumi, pemulihan, terumbu karang, Nias © Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB. POTENSI PEMULIHAN KOMUNITAS KARANG BATU PASCA GEMPA DAN TSUNAMI DI PERAIRAN PULAU NIAS, SUMATRA UTARA RIKOH MANOGAR SIRINGORINGO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 Judul Tesis Nama NIM : Potensi Pemulihan Komunitas Karang Batu Pasca Gempa dan Tsunami di Perairan Pulau Nias, Sumatra Utara : Rikoh Manogar Siringoringo : C551060111 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc. Ketua Dr. I Wayan Nurjaya, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc. M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, Tanggal Ujian: 18 Februari 2009 Tanggal lulus: 26 Februari 2009 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karuniaNya tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah potensi pemulihan karang batu pasca kejadian gempa dan tsunami di Pulau Nias, Sumatra Utara, Desember 2004 dan Maret 2005. Dengan selesainya penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA yang banyak memberikan masukan dan saran pada saat ujian tesis. 3. Bapak Prof. Dr. Suharsono, Kapuslit Oseanografi - LIPI yang memberikan dukungan dan arahan dalam penyelesaian tesis ini. 4. Staf peneliti (Ibu Dra. Anna Manuputy, M.Si., Bpk. Giyanto, S.Si., M.Sc.) Lab. Coralia Puslit oseanografi - LIPI yang memberikan bantuan dalam pengambilan data dan pengolahannya. 5. Staf CRITC, COREMAP - LIPI yang memberikan dukungan moril maupun materil dalam pelaksanaan penelitian ini. 6. Pogram Mitra Bahari COREMAP II, yang telah memberikan bantuan penulisan tesis dalam penyelesaian tesis ini 7. Istri tercinta dr. Merdina Manik, yang telah meberikan semangat dan doa agar tesis ini terselesaikan. 8. Ayahanda J. Siringoringo, Ibunda R. Br. Sinaga dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa selama menempuh pendidikan. 9. Rekan-rekan yang telah banyak membantu (Bpk. Agus Budiyanto, M. Abrar, Bpk Rubiman, Bpk Edi Kusmanto) 10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan namun tidak dituliskan satu persatu. Semoga apa yang ditulis dalam tesis ini dapat memberikan manfaat terutama bidang ekologi terumbu karang. Bogor, Februari 2009 Rikoh Manogar Siringoringo RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Samosir (Sumatra Utara) pada tanggal 7 Januari 1977 sebagai anak ke 2 dari 5 bersaudara dari Bapak J.Siringoringo dan Ibu R. Sinaga. Pada tahun 1996 penulis diterima sebagai Pegawai negeri sipil di Puslitbang Oseanologi – LIPI, dan tahun 1997 melanjutkan studi S1 di Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mpu Tantular Jakarta, lulus tahun 2002. Pada tahun 2004 penulis diangkat penjadi Asisten peneliti Muda di Lab Coral, bidang Sumber Daya Laut, Puslit oseanografi LIPI. Pada tahun 2006 Penulis meneruskan pendidikan pasca sarjana di IPB dengan program studi Ilmu Kelautan, untuk penulisan tesis mendapat beasiswa dari program mitra bahari, COREMAP II. Selama menjadi mahasiswa Pascasarjana, penulis ikut menjadi anggota kegiatan kemahasiswaan Wahana Interaksi Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan (WATERMAS). Untuk menyelesaikan studi dan mempeloreh gelar Magister Sains, Penulis melakukan penelitian yang berjudul ” Potensi Pemulihan Komunitas Karang Batu Paca Gempa dan Tsunami di Perairan Pulau Nias, Sumatra Utara. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... v PENDAHULUAN ............................................................................................ Latar Belakan .......................................................................................... Perumusan Masalah ................................................................................ Kerangka Pemikiran ............................................................................... Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 1 1 3 3 4 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. Pengertian terumbu karang ..................................................................... Anatomi karang ....................................................................................... Struktur skeleton ..................................................................................... Asosiasi karang dengan Zooxanthellae ................................................... Siklus reproduksi karang ................................................................. Fungsi biofisik terumbu karang ............................................................... Faktor pengontrol terumbu karang .......................................................... Interaksi biologi karang dengan lingkungannya ..................................... Fenomena Gempa dan tsunami ............................................................... Keberadaan terumbu karang penting untuk mengurangi kerusakan tsunami ................................................................................... Kondisi terumbu karang di Pulau Nias ................................................... Monitoring terumbu karang .................................................................... Pengertian rekrutmen karang ................................................................... Faktor yang mempengaruhi rekrutmen ................................................... 6 6 6 8 10 10 11 12 13 15 16 METODE PENELITIAN .............................................................................. Waktu dan lokasi ..................................................................................... Alat dan bahan ....................................................................................... Tahapan penelitian .................................................................................. Metode pengambilan data ....................................................................... Transek garis (Line Intercept Transect) ..................................... Transek Kwadrat ........................................................................ Analisis data ............................................................................................ Struktur komunitas ................................................................... Perbandingan antara pengamatan waktu t0, t1, t2 dan t3 ......... Analisa lanjutan ........................................................................ Transek permanen .................................................................... 21 21 23 23 24 24 25 25 26 28 29 29 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... Kondisi fisik lokasi pengamatan ........................................................... Kondisi terumbu karang ........................................................................ 30 30 34 17 18 19 20 Perbedaan persentase tutupan substrat pada masing-masing waktu ....... Perubahan live form (bentuk pertumbuhan) ........................................... Perubahan indeks keragaman, kemerataan dan dominansi ………… Dominansi jenis dan ranking spesies ....................................................... Jumlah jenis dan suku karang .................................................................. Kepadatan karang batu ............................................................................ Perubahan jenis karang batu .................................................................... Potensi pemulihan karang (rekruitmen) .................................................. Uji anova untuk perbedaan individu dan ukuran antar lokasi .. Indeks keragaman dan similaritas ............................................ Hubungan antara persentase dan jumlah rekruitmen karang .... Grafik jumlah rekrutmen karang pada tipe substrat ................. 37 40 41 43 44 45 46 50 52 52 55 56 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 59 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61 LAMPIRAN ..................................................................................................... 65 DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4. 5. Peralatan untuk pengambilan data parameter perairan .............................. Parameter lingkungan di Pantai Utara, Perairan Nias ................................ Nilai p berdasarkan hasil uji one-way Anova ............................................ Jumlah jenis dan suku karang batu di P. Nias ............................................ Sepuluh besar jumlah koloni karang tertinggi pada masing-masing waktu pengamatan di keenam lokasi transek ............................................. 6. Jumlah suku dan jumlah jenis karang batu pada masing-masing waktu pengamatan di Pantai Utara P. Nias ........................................................... 7. Rerata jumlah rekruitmen/ transek pada masing-masing stasiun ............... 8. Sepuluh besar rerata jenis karang rekrutmen yang dijumpai disetiap Lokasi transek ........................................................................................... 9. Uji One way Anova terhadap jumlah jenis dan size di 6 lokasi transek kwadrat .......................................................................................... 10. Perbedaan jumlah dan ukuran rekruitmen pada keenam lokasi ................. 11. Jumlah jenis (S), jumlah individu (N), indeks keragaman (H’), indeks kemerataan (E’) dan indeks dominansi (C’) di keenam lokasi .................. 12. Matriks korelasi antara sedimen dan TSS terhadap jumlah rekrutmen...... 23 32 38 45 46 49 50 51 52 53 54 56 DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Halaman Kerangka pemikiran ......................................................................................... Struktur polip dan kerangka kapur ................................................................... Bentuk koralit pada koloni karang dan bentuk percabangan koloni dan radial koralit dari marga Acropora ................................................................... Siklus reproduksi karang secara umum ........................................................... Skema terjadinya tsunami ................................................................................ Metode pemantauan terhadap terumbu karang ................................................ Lokasi pengamatan komunitas karang batu ..................................................... Pengamatan dengan metode transek garis (LIT) ............................................. Pengamatan dengan transek kwadrat (kwadrat transect) ................................. Transek permanen yang sudah terpasang dengan pelampung ......................... Profil morfologi pantai yang dibuat melalui BM13, BM14, dan BM15 di Pulau Nias. Gambar panah menunjukkan magnitual pengangkatan berkisar antara 250-260cm .............................................................................. Terumbu karang yang mengalami pengangkatan di Pantai Utara Pulau Nias ........................................................................................................................... Profil temperatur dan salinitas di perairan bagian barat pantai utara Pulau Nias .................................................................................................................. Vektor arus di pantai utara Pulau Nias ............................................................ Karang anakan yang mulai tumbuh (jenis Acropora sp dan Porites cylindrica) ........................................................................................................ Pertumbuhan karang anakan pada substrat yang keras di Pantai Utara Pulau Nias ........................................................................................................ Persentase tutupan karang dan kategori bentik lainnya di keenam lokasi ................................................................................................................ Plot interval nilai rerata kategori bentik selang waktu pengamatan T0, T1, T2 dan T3 dengan CI = 95% ……………………………………………. 19. Plot garis untuk kategori nilai rerata LC= Live coral, NA = Non Acropora dan R = Rubble pada masing-masing waktu pengamatan …………………... 20. Plot persentase tutupan karang hidup dan standard error pada masing-masing waktu pengamatan (to, t1, t2 dan t3) ...................................... 21. Bentuk pertumbuhan karang hidup di keenam lokasi ……………………….. 22. Nilai indeks keragaman (H’) pada masing-masing lokasi di Pulau Nias ........ 23. Nilai indeks kemerataan (J’) pada masing-masing lokasi di Pulau Nias ........ 24. Nilai indeks dominasi (C’) pada masing-masing lokasi di P. Nias ................. 25. Plot dominasi karang batu pada masing-masing waktu pengamatan .............. 26. Jumlah suku karang batu pada waktu pengamatan (t0, t1, t2, t3) …………… 27. Jumlah juvenil karang berdasarkan ukuran ...................................................... 28. Dendogram pengelompokan jenis antar stasiun .............................................. 29. Hubungan jumlah jenis karang rekrutmen dengan penutupan karang dewasa .............................................................................................................. 30. Diagram jumlah koloni karang rekrutmen dengan tipe substrat ...................... 4 7 9 11 16 19 22 25 25 29 30 31 32 33 35 35 36 37 39 40 41 42 42 43 44 47 52 54 55 57 LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 5. 6. 7. 7. Posisi pengamatan di Nias , Sumatra Utara...................................................... Pengambilan data karang dan parameter fisik ...................... .......................... Data parameter temperatur dan salinitas .......................................................... Persentase tutupan karang dan kategori bentik lainnya Nilai indeks keragaman (H’), kemerataan (J’), dominansi (J’), jumlah jenis (S) dan jumlah individu (N) ............................................................................. Distribusi jenis karang batu yang dijumpai pada lokasi dan waktu yang berbeda ............................................................................................................. Distribusi jenis rekruitmen pada masing-masing stasiun ................................. Beberapa jenis dan ukuran juvenil karang ....................................................... Analisis ragam kelimpahan rekrut karang pada masing-masing lokasi ........... 65 66 67 68 70 71 76 78 79 PENDAHULUAN Latar Belakang Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di sepanjang pesisir dan pulaupulau kecil Samudera Hindia pada Desember 2004 telah memberikan dampak yang buruk bagi daratan dan daerah pesisir. Serangkaian ombak telah menghantam daerah pesisir yang mengakibatkan korban jiwa berjatuhan dan kerusakan infrastruktur yang luar biasa. Terumbu karang juga menunjukkan kerusakan yang cukup parah. Peristiwa ini merupakan bencana nasional bagi bangsa Indonesia dan juga beberapa negara tetangga yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Gempa bumi tanpa disertai tsunami kemudian terjadi di daerah Nias pada Maret 2005. Gempa yang cukup dahsyat di daerah ini mengakibatkan terjadinya pengangkatan terumbu karang mulai 2,5 m - 2,9 m sehingga daratan menjadi bertambah sepanjang 100 – 300 m ke arah laut (Wilknson et al., 2006). Hal ini berarti selain mengurangi luasan terumbu karang, gempa tersebut juga mengakibatkan perubahan pada kondisi dasar terumbu karang. CRITC-LIPI (2006) melaporkan bahwa kondisi karang sebelum gempa dan tsunami dibeberapa lokasi masih sedang dan baik, namun setelah kejadian gempa kondisinya menurun drastis. Kabupaten Nias berada di sebelah barat Pulau Sumatra, termasuk kedalam Propinsi Sumatra Utara. Secara geografis, Pulau Nias berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sehingga perairan di kepulauan ini mempunyai sistem arus dan karakteristik massa air yang sangat dipengaruhi oleh sistem yang berkembang di Samudera Hindia. Topografi pantai landai, kemudian sekitar 50 – 100 m dari pantai langsung curam baik di sisi Samudera Hindia maupun pada sisi yang menghadap daratan Sumatera. Perubahan kondisi perairan yang diakibatkan oleh perubahan fungsi hutan untuk peruntukan lahan di daratan P. Nias, terutama pada penebangan hutan yang intensif akan mengubah kondisi lingkungan. Perubahan sekecil apapun yang terjadi di daratan akan membawa pengaruh yang signifikan pada kualitas perairannya. Pengaruhnya disamping terjadi di daerah tersebut juga akan terdistribusi ke daerah lain yang terbawa oleh gerakan massa air melalui sistem arus yang berkembang di daerah ini. Selama ini kejadian pemutihan karang oleh peningkatan suhu dan serangan biota buluh seribu (Achantaster planchi) dianggap sebagai gangguan ekologis paling besar terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang (Engelhardt, 2001; Brown, B.E. and Suharsono, 1990). Kenyataan lain menunjukan bahwa gempa dan tsunami pada Desember 2004 di sepanjang pesisir dan pulau-pulau kecil Samudera Hindia telah memberikan dampak yang cukup serius bagi kerusakan ekosistem terumbu karang. Kerusakan terumbu karang oleh gempa dan tsunami pada lokasi-lokasi tertentu sangat tinggi sekali. Hasil penilaian kerusakan terumbu karang yang dilaporkan oleh Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPPENAS, 2005) memperkirakan bahwa 30% dari 97,250 ha terumbu karang telah mengalami kerusakan dengan kerugian ditaksir mendekati $US 333,4 juta. Diperkirakan perikanan skala kecil oleh masyarakat lokal berkurang sampai 65-70%. Biota karang adalah biota bentik utama terumbu yang terpengaruh langsung akibat peristiwa gempa dan tsunami. Kematian massal biota karang dan biota lainya terlihat jelas akibat terpapar lama di atas permukaan air dan sebagian terdampar oleh terjangan gelompang tsunami ( Wilkinson et. al., 2006). Sapuan gelombang tsunami telah membawa berbagai material dan sedimen dalam jumlah besar dari daratan kemudian diendapkan di dasar perairan termasuk terumbu karang. Kematian biota karang akan diikuti oleh penurunan populasi biota lainnya terutama yang berassosiasi kuat dengan terumbu karang. Pemulihan terumbu karang dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain aspek pemulihan yang kembali pada kondisi semula (resilience) dan aspek rekrutmen karang. Rekrutmen ditandai dengan kemunculan biota karang dalam ukuran kecil (juvenil karang) serta biota-biota predator dan kompetitor lainnya. Pengamatan terhadap struktur komunitas dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan jumlah jenis dan jumlah individu karang sebelum dan sesudah peristiwa gempa dan tsunami. Pengumpulan data-data mengenai struktur komunitas dan pemulihan karang serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi sangat penting dilakukakan sebagai penyusunan perencanaan dan kebijakan pengelolaan kawasan pesisir bagi daerah yang terkena dampak gempa dan tsunami. Perumusan Masalah Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Pulau Nias dan sekitarnya telah mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem terumbu karang. Seperti kita ketahui bahwa karang merupakan spesies yang unik yang memiliki kemampuan untuk pulih secara alami. Pemulihan ini sangat dipengaruhi oleh kualitas perairan dan kondisi lingkungannya. Pengamatan secara periodik terhadap struktur komunitas ekosistem terumbu karang yang mengalami kerusakan oleh gempa maupun yang disebabkan oleh manusia sangat perlu dilakukan dalam pengelolaan terumbu karang. Pengamatan terhadap rekrutmen karang akan mengungkapkan karakteristik dan melihat sejauh mana kemampuannya untuk pulih secara alami. Sejauh ini penelitian tentang koloni karang yang mengalami pemulihan masih sedikit sehingga data dasar yang tersedia sangat jarang. Dengan mengamati struktur komunitas dan rekrutmen karang akan memberikan informasi sejauh mana perubahan yang terjadi pada karang sebelum dan setelah gempa. Objek penelitian lebih ditekankan pada struktur komunitas dan rekruitmen karang sebagai indikasi telah terjadinya pemulihan populasi karang (recovery). Data hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan mendukung penyusunan rencana dan kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah-daerah terumbu yang mengalami kerusakan khususnya oleh gempa dan tsunami Kerangka pemikiran Berdasarkan permasalahan yang ada, maka disusun suatu kerangka berpikir yang dapat digunakan dalam penyelesaian terhadap masalah tersebut sehingga mendapatkan tujuan yang dicapai. Kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 1. TEKANAN ALAMI (Gempa dan tsunami) EKOSISTEM TERUMBU KARANG SEBELUM DAN SESUDAH GEMPATSUNAMI PERUBAHAN EKOSISTEM PENGAMATAN REKRUITMEN KARANG • Jumlah koloni rekruitmen karang • Jumlah jenis rekruitmen karang • Ukuran koloni • Kondisi substrat • kualitas perairan Karang: • Persentase tutupan • Life form • Jumlah jenis • JumlahIndividu POTENSI PEMULIHAN KOMUNITAS KARANG BATU PASCA GEMPA DAN TSUNAMI, DESEMBER 2004 Gambar 1. Kerangka pemikiran Tujuan dan manfaat penelitian Tujuan Penelitian mengenai studi ekologi dan pemulihan karang di ekosistem terumbu karang Pulau Nias, Sumatera Utara ialah: 1. Mengetahui potensi pemulihan karang pasca gempa dan tsunami, dengan melihat persentasi dan indeks keragaman karang dan rekrutmen karang. 2. Mengetahui jenis-jenis karang yang bertahan (survive) sebelum dan sesudah gempa. 3. Menganalisis hubungan rekruItmen karang dengan kondisi substrat. Manfaat yang diharapkan adalah: • Diketahui potensi pemulihan komunitas karang batu pasca kejadian gempa • Memberikan gambaran kondisi karang setelah gempa dan tsunami di lokasi ini. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian terumbu karang Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria, yang sangat sederhana berbentuk tabung, memiliki mulut yang di kelilingi oleh tentakel. Karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Veron, 2000). Konstruksi terumbu karang yang dibentuk satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter. Ekositem terumbu karang adalah unik dan spesifik karena pada umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan, terutama suhu, salinitas, sedimentasi dan eutrofikasi serta memerlukan kualitas perairan alami (Veron, 1995) dan Wallace (1998). Seperti hewan laut lainnya karang akan mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk kesinambungan keturunannya. Untuk mempertahankan keturunanya, karang akan berkembang biak dengan cara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual dilakukan dengan cara fragmentasi (pembelahan), reproduksi seksual dilakukan dengan pembentukan gamet melalui peristiwa gametogenesis. Anatomi karang Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari : 1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri. 2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan gastrovascular) 3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan dua lapisan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur) (Gambar 2) cilia nematocy ectodermi tentacle mesogl gastrodermi Oral disc corallites Body cavity mout gonads mesenteri cost sept pali coenosteu wall Gambar 2. Struktur polip dan kerangka kapur (Veron, 2000) Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat kekuning-kuningan. Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari tentekel ditarik masuk ke dalam rangka. Di ektodermis tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas), yang merupakan ciri khas semua hewan Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat (nematosita) beserta racun di dalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif, dan alat sengat berada di dalam sel. Bila ada zooplankton atau hewan lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan. Struktur Skeleton Pemberian nama karang adalah berdasarkan skeleton atau cangkangnya yang terbuat dari kapur. Menurut (Suharsono, 2004), pengenalan morfologi dari skeleton tersebut umumnya digunakan untuk mengidentifikasi karang. Lempeng dasar yang merupakan lempeng yang terletak di dasar sebagai fondasi septa yang muncul memberikan struktur yang tegak dan melekat pada dinding yang disebut Epitheca (Epiteka). Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip disebut Coralit (Koralit), sedangkan keseluruhan skeleton yang dibentuk oleh keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni disebut Corallum (Koralum). Permukaan koralit yang tebuka disebut Calyx (Kalik). Septa dibedakan menjadi septa utama, kedua, ketiga dan seterusnya tergantung dari besar kecilnya dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit disebut sebagai Costae (Kosta). Pada dasar sebelah dalam dari septa tertentu sering dilanjutkan suatu struktur yang disebut Pali. Struktur yang berada di dasar dan ditengah koralit yang sering merupakan kelanjutan dari septa disebut Columella (Kolumela). Selanjutnya (Suharsono, 2004) menyebutkan bahwa dari cara terbentuknya, koralit dibedakan menjadi dua, yaitu extra tentacular dan Intra tentacular. Extra tentacular (Koralit terbentuk dari luar koralit lama). Intra tentacular (koralit yang baru terbentuk dari koralit lama). Cara pembentukan koloni karang yang demikian akhirnya membentuk berbagai koloni yang dibedakan berdasarkan konfigurasi koralit. Bentuk koralit terdiri dari hydnoporoid, dendroid, phaceloid, plocoid, flabellate, cerioid dan meandroid. Lebih jelasnya bentuk-bentuk koralit pada karang Non Acropora dan bentukbentuk percabangan koloni dan radial koralit dari marga Acropora sajikan dalam Gambar 3. Gambar 3. Bentuk koralit pada koloni karang dan bentuk percabangan koloni dan radial koralit dari marga Acropora Asosiasi karang dengan Zooxanthellae Karang hidup berasosiasi dengan biota lainnya. Dalam kehidupan berasosiasi ini karang berperan sebagai produsen yang sekaligus sebagai konsumen. Kedudukan yang unik ini disebabkan oleh karena karang bersimbiosis dengan zooxanthelae yang menghasilkan bahan organik. Menurut Nyabakken (1992 ) zooxanthellae merupakan sel-sel yang berwarna coklat, kuning emas, atau kuning kecoklatan, yang merupakan spesies utama dari Dinoflagellata, termasuk beberapa diatom dan kriptomona. Terapan fungsional simbiosis pertama-tama dapat ditinjau dari kaitannya dengan transfer nutrisi diantara keduanya. Dalam memenuhi nutrisinya semua karang dapat menggunakan tentakel-nya untuk menangkap mangsa (plankton). Proses penangkapannya mempergunakan bantuan nematocyte suatu bentuk protein spesifik yang mampu kemampuan proteksi dan melumpuhkan biomassa tertentu seperti zooplankton. Meskipun mempunyai kemampuan feeding active, akan tetapi kebanyakan proporsi terbesar makanan karang berasal dari simbiosis yang unik, yaitu zooxanthellae. Zooxanthellae ini merupakan algae uniselluler yang bersifat mikroskopik hidup dalam berbagai jaringan tubuh karang yang transparan dan menghasilkan energi langsung dari cahaya matahari melalui fotosintesis (Levinton , 1995). Siklus reproduksi karang Siklus reproduksi karang secara umum adalah sebagai berikut: Telur dan sperma dilepaskan ke kolom air, fertilisasi menjadi zigot terjadi di permukaan air dan dijumpai predator, terjadi pembelahan sel setelah 1 – 2 jam, zygot berkembang menjadi larva planula yang kemudian mengikuti pergerakan air. Menurut (Barnes dan Hughes, 1973), larva karang mempunyai kebiasaan untuk terapung di permukaan, setelah itu berenang kembali ke dasar. Bila menemukan dasaran yang sesuai, maka planula akan menempel di dasar. Planula akan tumbuh menjadi polip kemudian planula mencari substrat membentuk koloni karang (rekrutmen), kemudian koloni mulai tumbuh dengan sempurna. Sikslus reproduksi karang secara umum ditampilkan pada Gambar4. Gambar 4. Siklus reproduksi karang secara umum, (Heward et. al., 1996) Sebagian besar spesies karang zooxanthellae akan melepaskan telur dan spermanya atau dikenal dengan memijahkan (spawning) dibandingkan dengan cara mengerami larva (brooding) (Veron, 1995). Hasil pengamatan Richmond dan Hunter (1990) mengatakan bahwa dari 210 spesies karang yang sudah dipelajari sifat reproduksinya, sebagian besar (131)spesies dari mereka adalah hermaprodit broadcast spawners, 11 spesies bersifat hermaprodit brooders, 37 spesies gonochoris broadcaster dan tujuh spesies gonochoris brooders. Fungsi biofisik terumbu karang Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai gudang keaekaragaman hayati laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan (feeding ground), tempat berpijah (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang berfungsi sebagai biofisik dimana siklus biologi kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktifitas yang sangat tinggi. Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung dan sumber obat-obatan. Terumbu karang sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan konstruksi. Disamping itu terumbu karang juga mempunyai nilai yang penting sebagai pendukung dan penyedia bagi perikanan pantai termasuk didalamnya sebagai penyedia lahan dan tempat budidaya berbagai hasil laut. Terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi, baik rekreasi pantai maupun rekreasi bawah laut lainnya. Terumbu karang juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta sebagai tempat perlindungan biota-biota langka. Faktor pengontrol terumbu karang Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan laut seperti cahaya, gelombang, arus, salinitas suhu, sedimentai, ketersediaan makanan (nutrien), pasang surut, dan tipe substrat. Tingkat kejernihan air dipengaruhi oleh partikel tersuspensi antara lain akibat dari pelumpuran dan ini akan berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang masuk ke dalam laut, sementara cahaya sangat diperlukan oleh zooxanthella yang fotosintetik dan hidup di dalam jaringan tubuh binatang pembentuk terumbu karang (Veron, 1995). Gelombang laut umumnya menentukan pola dan dominasi suatu jenis karang yang hidup pada suatu daerah. Pada daerah yang energi gelombangnya kuat akan didominasi oleh jenis Pociloporoid, energi gelombang yang lemah dan terlindung akan didominasi oleh karang Acroporoid, sedangkan energi yang lemah didominasi oleh kelompok Porites. Sedimentasi yang berada disekitar terumbu karang sangat berpengaruh terhadap terumbu karang. Sumber sedimen dapat dipengaruhi oleh pola arus dan gelombang yang ada pada suatu daerah. Karang yang tumbuh dekat dengan daratan, sedimen dapat berasal dari aliran sungai. Abrasi pantai juga akan mengakibatkan sedimentasi yang dapat secara langsung merusak jaringan karang (Hubbard, 1992) Sedimen akan menghambat penetrasi sinar matahari yang menyebabkan karang bekerja ekstra untuk membersihkannya. Demikian juga sedimen dapat mengganggu proses rekrutmen, pada karang anakan bahkan bisa membunuh karang tersebut. Secara keseluruhan sedimen dapat mempengaruhi pertumbuhan karang (Veron, 1995). Salinitas berpengaruh terhadap karang yang tumbuh di sekitar teluk yang dangkal. Penurunan salinitas mempunyai efek yang lebih buruk dari pada kenaikan salinitas. Banjir akan menurunkan salinitas dan berpengaruh terhadap karang apalagi bersamaan saat air surut dan hujan turun lebat. Kejadian ini dapat mematikan karang yang ada disekitarnya. Pasang surut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan karang, karena pertumbuhan karang ke atas, dipengaruhi oleh pasang surut. Hal ini dapat dilihat pada bagian karang yang mati pada bagian atas, sedangkan pada bagian bawah masih hidup, selanjutnya pertumbuhan karang akhirnya melebar ke arah samping (Guzman dan Cortes, 1992). Pola pasang surut juga berpengaruh terhadap ketersediaan nutrien dan zat hara anorganik bagi pertumbuhan karang. Interaksi biologi karang dengan lingkungannya Faktor fisik dan lingkungan mempunyai pengaruh terhadap keberadaan karang dan keanekaragaman jenis. Karang juga dipengaruhi oleh faktor biologi yang sangat mempengaruhi kesehatan karang untuk tetap hidup. Kekomplekan dan keanekaragaman ini akan tetap ada jika kesetimbangan secara ekologis dapat tercapai diantara karang dan biota yang berasosiasi dengannya. Asosiasi ini misalnya dengan echinodermata, ikan jarang, lamun, alga, Acanthaster planci dan biota lainnya. Karang mempunyai strategi tersendiri untuk dapat bertahan hidup. Pengaturan strategi seperti bentuk pertumbuhan, kemampuan berreproduksi. Masing-masing karang juga mempunyai respon yang berbeda terhadap ketahanan terhadap penyakit, predator, kompetisi dalam perebutan ruang. Interaksi secara biologi meliputi: Agregasi: Karang secara alami dapat saling serang-menyerang sesamanya dan secara alami terbentuk suatu hirarki dimana karang yang satu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari karang yang lain. Hal ini terlihat jelas pada karang yang hidup saling berdekatan mereka dapat mengeluarkan jaringan perutnya untuk mencerna karang yang lain. Agresi dapat juga dilakukan dengan tumbuh saling menutupi satu sama lain bagi karang-karang yang tidak mempunyai sifat agresif. Bentuk pertumbuhan dan kecepatan tumbuh juga merupakan strategi karang untuk tetap bertahan. Karang bercabang mempunyai kecapatan tumbuh yang jauh lebih cepat, sedangkan karang dengan bentuk pertumbuhan folios merupakan adaptasi untuk menutupi karang yang lain dalam memperebutkan sinar matahari. Predator : Sifat predasi sudah dimulai pada saat karang masih tigkat larva. Anakan karang sering dimakan oleh moluska atau oleh ikan sedangkan pada tingkat dewasa, karang dimakan oleh Acanthaster planci (bulu seribu). Karang yang dimakan oleh Acanthaster planci bisa berakibat fatal jika jumlahnya melebihi 100 individu/ kilometer2. Pada terumbu karang dengan populasi Acanthaster planci kurang dari 20 individu/ kilometer2 masih dianggap normal (Brown, 1997). Pada waktu terjadi ledakan populasi Acanthaster planci jumlahnya dapat mencapai 20 individu/ m2. Untuk pulih kembali dari serangan Acanthaster planci memerlukan waktu sekitar 10 – 15 tahun. Selain itu karang juga mempunyai strategi untuk faktor alami yang disebut dengan r - strategi dan k – strategi (Sorokin, 1993) Karang dengan sifat r-strategi mempunyai kemampuan untuk menempati daerah yang terbuka dalam waktu yang relatif singkat, mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi, menjadi dewasa lebih awal dan mempunyai siklus reproduksi sepanjang tahun dan mempunyai sebaran vertikal dan horizontal yang sangat luas. Karang yang tumbuh cepat dengan bentuk perumbuhan bercabang. Bentuk reproduksi secara vgetatif, memungkinkan karang dengan tipe r-strategi ini berpeluang hidup dalam lingkungan fisik tercemar, dimana mereka sering mendominasi Akan tetapi jenis-jenis karang ini juga mempunyai sifat yang lemah dalam berkompetisi, mempunyai ukuran yang relaif kecil dan harapan hidup yang rendah. Jenis karang yang demikian diwakili dengan karang dari kelompok Pociloporoid. Sedangkan karang dengan bentuk pertumbuhan masif dan kolumnar (K-strategi) mempunyai siklus reproduksi tahunan. Contoh karang dengan karang K-strategi adalah anggota Poritidae dan fungiidae. Kebanyakan dari mereka adalah memijahkan dan hanya sedikit yang bersifat vivipar. Setelah mencapai kematangan sex, mereka sangat subur dan larva planulanya mampu hidup lamadalam kolom air sebelum menempel. Mekanisme reproduksi dengan memijahkan memungkinkan mereka melakukan fertilisasi silang dan juga menghasilkan larva heterozigot yang lebih mampu bertahan hidup dan kompeten sehingga mampu beradaptasi lbih baik pada habitat baru ditempat penempelan. Predator secara fisik tidak akan mampu memangsa habis merea dalam waktu singkat selama mereka terakumulasi di dalam kolom air (Sorokin, 1993). Sifatsifat kebalikan yang umumnya dimiliki karang-karang massive yaitu mempunyai daya komepetisi tinggi, dengan harapan hidup yang panjang, mempunyai kemampuan penyebaran yang terbatas dan kecepatan pertumbuhan yang lambat serta siklus reproduksi terbatas. Karang seperti ini disebut sebagai karang dengan sifat k-strategis. Fenomena gempa bumi dan tsunami Gempa Bumi bukanlah suatu hal yang baru bagi rakyat kita. Gempa bumi bisa disebabkan oleh berbagai sumber, antara lain (1) letusan gunung berapi (erupsi vukalnik), (2) tubrukan meteor, (3) ledakan bawah tanah (seperti uji nuklir), dan (4) pergerakan kulit Bumi. Yang paling sering kita rasakan adalah karena pergerakan kulit Bumi, atau disebut gempa tektonik. Berdasarkan seismology, gempa tektonik dijelaskan oleh “Teori Lapisan Tektonik” Teori ini menyebutkan bahwa lapisan bebatuan terluar yang disebut lithosphere mengandung banyak lempengan. Di bawah lithospere ada lapisan yang disebut athenosphere, lapisan ini seakan-akan melumasi bebatuan tersebut sehingga mudah bergerak. Tsunami berasal dari kata dalam bahasa Jepang - tsu: pelabuhan dan nami: gelombang yang sekarang digunakan di seluruh dunia untuk menyebut gelombang laut besar yang terjadi akibat perpindahan permukaan laut secara mendadak. Perpindahan air bisa disebabkan oleh gempa bawah laut, longsor, letusan gunung berapi, atau dampak hantaman meteor yang besar. Saat sejumlah besar lautan terpindahkan secara vertikal, gangguan menyebar luas dalam bentuk tsunami karena laut mencoba untuk kembali pada keseibangan gravitasinya. Saat skala horizontal gangguan jauh lebih besar dibandingkan kedalaman air, seluruh kolom air dari permukaan sampai ke dasar laut bergerak koheren dalam arah horizontal. Biasanya tsunami besar akan melintasi laut dalam sebagai gelombang kecil, bahkan sering kurang dari satu meter, tetapi kecepatannya 600 km/ jam atau lebih. Sehingga dapat melewati kapal tanpa diketahui, karena itu para nelayan jepang menamainya tsunami untuk menggambarkan gelombang yang dapat menghancurkan rumah mereka di darat, tanpa dapat diketahui kedatangannya saat di laut. Saat tsunami mendekati perairan dangkal, gelombang melambat dan ukurannya meningkat secara dramatis, kadang mencapai ketinggian sepuluh meter. Secara umum skema terjadinya tsunami disajikan dalam Gambar 5 skema tsunami Gambar 5. skema terjadinya tsunami (http://www.wikipedia.org) Keberadaan terumbu karang penting untuk mengurangi kerusakan tsunami Terumbu karang memainkan peran penting dalam perlindungan garis pantai dari abrasi gelombang terutama mengurangi dampak gelombang dan gelombang badai tropis. Hal ini sangat jelas terlihat pada pulu-pulau tropis dengan pantai berpasir, hamparan rumput laut, dan hutan mangrove di belakang terumbu karang. Fungsi perlindungan ini menjadi penting terutama dimasa depan karena adanya perkiraan bahwa perubahan iklim akan mengakibatkan naiknya permukaan laut serta meningkatnya frekwensi dan tingkat kedashyatan badai tropis. Fungsi perlindungan dari terumbu karang ini akan menjadi penting bagi keberlangungan hidup masyarakat yang hidup dikawasan atol karang (seperti Maladewa, Kiribati dan Tuvalu). Kawasan-kawasan tersebut terdiri dari pulaupulau karang yang tingginya jarang lebih dari 2 m diatas permukaan laut saat pasang. Bukti-bukti yang dikumpulkan pasca tsunami Desember 2004 menunjukkan bahwa gelombang besar biasanya lebih tinggi dari 10 m, lewat begitu saja didaerah terumbu karang tanpa mengalami penurunan kecepatan Wilkinson et al., (2006). Analisis awal dari ilmuwan-ilmuwan UNEP (United Nations Environment Programme) menunjukkan minimya perlindungan daratan yang langsung berada di balik terumbu-terumbu karang di Indonesia, Thailand dan Srilangka. Namun, kerusakan yang lebih besar terjadi pada kawasan dengan terumbu karang yang telah mengalami kerusakan akibat penambangan karang (misal: Srilangka dan kemungkinan Maladewa) dibandingkan pada kawasan yang terumbu karangnya tidak di tambang. Bukti ini kebanyakan masih berupa indikasi dan mungkin tidak akan pernah dapat diverifikasi lebih lanjut, karena tsunami merupakan kejadian yang cukup langka. Nampaknya, terumbu karang sangat penting dalam perlindungan garis pantai dari gelombang badai. Fungsi ini akan menjadi lebih penting dimasa depan. Gelombang yang terjadi pada tanggal 26 Deseber 2004 tersebut jauh lebih tinggi dari kebanyakan badai tropis yang pernah terjadi. Hal ini menyebabkan beban terumbu karang dalam melindungi daratan juga menjadi jauh lebih berat. Kondisi Terumbu karang di Pulau Nias Tekanan ekologis akibat kejadian gempa dan tsunami Desember 2004 telah menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang di sepanjang pesisir dan pulau-pulau kecil. Kerusakan paling hebat terlihat di perairan barat-utara Sumatera meliputi Pulau Nias, Simeulue dan pulau-pulau kecil di utara Sumatera. Karang batu merupakan komponen utama terumbu yang mengalami kematian massal setelah kejadian gempa dan tsunami Desember 2004 khususnya di Perairan Pulau Nias Sumatera Utara. Terjadinya pengangkatan terhadap karang setinggi 2,5 – 2,9 m, mengakibatkan daratan bertambah kearah laut dan luasan terumbu karang semakin tipis. Hal ini mengakibatkan persentase tutupan karang hidup mengalami penurunan yang sangat signifikan dan diikuti dengan penurunan biota lain yang bersosiasi dengannya. Kondisi karang di Pulau Nias saat ini dalam keadaan rusak CRITC-COREMAP-LIPI, 2006. Hal serupa juga dilaporkan oleh (Allen and Erdmann, 2005) bahwa terdapat perbedaan karang sebelum dan sesudah tsunami dengan kerusakan terparah di bagian teluk atau selat antar pulau. Meskipun karang merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui, namun memakan waktu yang cukup lama untuk pulih kembali. Oleh sebab itu jika terjadi kerusakan karang yang cukup serius melanda suatu area terumbu karang maka untuk pulih memerlukan waktu hingga berpuluh-puluh tahun. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia mempunyai andil terjadinya kerusakan karang disamping kerusakan alami Secara alami populasi karang batu yang mengalami kematian akibat gempa dan tsunami Desember 2004 akan pulih kembali. Indikasi pemulihan mulai terlihat dengan kemunculan karang-karang muda dengan kuran relatif kecil atau dikenal juga dengan juvenil karang. Penambahan koloni karang-karang muda sangat membantu pembentukan komunitas karang baru setelah terjadi kerusakan khususnya akibat gempa dan tsunmai Desember 2004 (Wallace, 1985). Monitoring terumbu karang Kegiatan monitoring terumbu karang sangat perlu dilakukan untuk mengevaluasi kondisi terumbu karang pada suatu wilayah. Metode dalam monitoring ekologi (biologi dan fisik) khususnya lingkungan biologi untuk hewan karang dan invertebrata dapat digunakan untuk menilai kondisi ekosistem terumbu karang. Skala monitoring sangat menentukan metode yang digunakan dan hasil yang dicapai. Menurut Hill dan Wilkinson (2004) ada 3 metode yang dapat digunakan untuk pemantauan terhadap terumbu karang yaitu : Manta Tow, untuk memantau area dengan skala luas (broad scale)dengan resolusi rendah; metode transek garis, untuk memantau area dengan skala yang sedang dengan resolusi yang lebih tinggi (medium scale); Metode rekrutmen, skala kecil (finescale) pada area yang kecil dengan resolusi lebih tinggi. Lebih jelas, ke tiga metode desajikan dalam Gambar 6. Pengertian rekrutmen karang Juvenil karang yang planktonik akan menempel pada substrat yang cocok, kemudian tumbuh menjadi karang anakan dengan ukuran yang kecil, penambahan karang anakan ini kemudian disebut rekrutmen. Menurut Harriot dan Banks (1995) telah membuktikan bahwa proses ini tidak harus berhubungan dengan kelimpahan karang dewasa yang ada pada komunitas lokal. Selain itu juga terlihat adanya variasi dalam skala spasial baik dalam suatu lokasi maupun antar lokasi yang berbeda serta variabilitas musiman. Richmond dan Hunter (1990) menyatakan bahwa proses rekrutmen karang merupakan indikator yang penting untuk regenerasi terumbu karang dan potensi pertumbuhannya. Gambar 6. Metode pemantauan terhadap terumbu karang (Hill dan Wilkinson, 2004) Faktor yang mempengaruhi rekrutmen Proses-proses rekrutmen dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kelimpahan individu karang dewasa, baik dari komunitas lokal maupun dari komunitas yang jaraknya jauh, kondisi substrat, kualitas perairan, sirkulasi air laut, topografi pantai, pola arus, cahaya matahari, polusi dan sedimetasi (Van Moorsel, 1989), intensitas pemangsaan/ herbivora (Richmond dan Hunter, 1990; Thacker et al., 2001) dan kompetisi ruang dengan makro alga (McCook, 2001). Hasil pengamatan rekrutmen ini dapat memberikan gambaran potensi pemulihan terhadap terumbu karang. Potensi pemulihan serta bagaimana perubahan kondisi terumbu karang yang ditimbulkan sangat penting untuk diketahui dalam penyusunan perencanaan dan kebijakan pengelolaan terumbu karang setelah kejadian gempa dan tsunmai. Disamping itu informasi kondisi terumbu karang juga sangat membantu dalam upaya pelestarian dan konservasi terumbu karang. Aspek dasar yang perlu diamati adalah perkembangan populasi karang batu (Scleractinian) sesudah kejadian gempa dan tsunami Desember 2004. Pengamatan perkembangan populasi karang dapat dilakukan dengan mengadakan serangkaian pemantauan secara teratur dan dalam waktu yang cukup lama. METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian untuk mengetahui potensi pemulihan terumbu karang pasca kejadian gempa dan tsunami di perairan Pulau Nias, Sumatera Utara telah dilakukan pada stasiun trasek permanen yang telah ada sebelum kejadian gempa dan tsunami. Waktu dan lokasi Penelitian ini telah dilakukan sebelum kejadian gempa dan tsunami yaitu pada bulan Mei - Juni 2004. Pada Desember 2004 atau 6 bulan setelah pengamatan terjadi bencana gempa dan tsunami, kemudian disusul dengan gempa yang lebih kuat dari gempa sebelumnya yaitu gempa di Nias Bulan Maret 2005. Penelitian serupa kembali dilakukan pada Juli 2005 dan monitoring dilanjutkan pada Mei 2007. Kegiatan terakhir dilakukan pada bulan Agustus 2008, kegiatan dilakukan di sepanjang perairan terumbu karang Pulau Nias, Sumatera Utara. (Gambar 7). Gambar 7. Lokasi pengamatan karang batu (Scleractinia) Alat dan bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari perahu karet (perahu motor kecil), pita berskala (roll meter 100m), GPS (Global Positioning System), kamera digital bawah air, alat tulis bawah air dan perlengkapan selam dengan menggunakan SCUBA (Self Contained Underwater Buoyancy Apparatus). Peralatan untuk pengambilan data parameter perairan disajikan dalam tabel 1 dan Lampiran 2. Tabel 1. Peralatan untuk pengambilan data parameter perairan Parameter Unit Alat Keterangan Kecepatan arus m/det Pelampung Sedimen cm/ 24 jam Sedimen trap TSS mg/l Botol sampel Suhu 0 C CTD In situ Salinitas ppt CTD In situ Kedalaman M Deep Gauge In situ Kecerahan M Secchi disc In situ In situ In Situ Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan antara lain: • rangka kuadrat ukuran 1 x 1 meter • Sedimen trap • Patok besi, tali nilon • Pelampung • Botol sampel Tahapan penelitian Tahapan pertama dalam penelitian ini : Untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan karang, biota bentik dan substrat di terumbu karang pada setiap stasiun penelitian digunakan metode Rapid Reef Resources Inventory (RRI) (Long et al., 2004). Dengan metode ini, di setiap titik pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya, seorang pengamat berenang selama sekitar 5 menit dan mengamati biota dan substrat yang ada di sekitarnya. Kemudian pengamat memperkirakan persentase tutupan dari masing-masing biota dan substrat yang dilihatnya selama kurun waktu tersebut dan mencatatnya ke kertas tahan air yang dibawanya. Tahap berikutnya : Pada beberapa stasiun penelitian dipasang transek permanen di kedalaman antara 3-5 m yang diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. Pengamatan terhadap kondisi karang batu (scleractinian), ikan herbivor, mega bentos dan rekrutmen karang dilakukan pada beberapa lokasi yang ditentukan. Kemudian data tersebut di analisis dengan menggunakan statistik meliputi kondisi terumbu karang, indeks keragaman, kemerataan, dominasi, hubungan antar rekrutmen karang dengan komponen abiotik dan biotik sebelum dan sesudah peristiwa gempa dan tsunami. Metode pengambilan data Pengamatan terhadap kondisi dan potensi pemulihan karang batu (scleractinia) dilaksanakan di perairan Pulau Nias Sumatera Utara. Kegiatan pengamatan terumbu karang dilakukakan pada sebaran terumbu yang mengalami dampak kerusakan langsung akibat gempa dan tsunami. Adapun metode yang digunakan antara lain: 1. Transek garis (Line Intercept Transect) Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) menurut ENGLISH et al. (1997) yang meliputi sebaran jenis, keanekaragaman dan persentase tutupan karang batu dan persentase tutupan abiotik. Transek dilakukan dengan menarik pita berskala sepanjang 70 meter yang diletakkan sejajar garis pantai pada kedalaman 5 meter dengan 3 kali ulangan untuk setiap stasiun. (Gambar 8). Semua kategori biota dan substrat yang berada tepat di bawah garis transek dicatat dan dihitung panjangnya. Khusus untuk karang batu juga dicatat jenisnya. Untuk jenis karang batu yang sulit diidentifikasi di lapangan, sampelnya diambil untuk diidentifikasi di laboratorium dengan mengacu pada buku Veron & Pichon (1976) dan Veron (2000a, b dan c). Transects dipasang secara paralel terhadap kemiringan karang (70 m) Replikasi 1 Replikasi 2 10 m Replikasi 3 10 m 10 m 20 m 20 m Gambar. 8 Pengamatan dengan metode transek garis (LIT) 2. Transek Kwadrat Pengamatan terhadap rekruitmen karang digunakan metode benthic quadrate sampling dengan ukuran 1 x 1 meter untuk karang ukuran 0.5 – 10 cm sebanyak 9 x ulangan pada kedalaman yang sama (Gambar 9) Transects dipasang secara paralel terhadap kemiringan karang (70 m) 0m 5m 10 m 30 m 35 m 40 m 60 m 65 m 70 m Gambar 9. Pengamatan dengan transek kwadrat (kwadrat transect) Analisis data Persentase tutupan. Menghitung persentase tutupan dari masing-masing kategori karang hidup dan biota bentik lainnya juga kategori abiotik. Kategori benthos yang dihitung adalah LC : Karang hidup (AC : Acropora dan NA: Non Acropora), DC : Karang mati, DCA : Karang mati ditutupi alga, SC : karang lunak, SP : spons, FS : alga, OT : Fauna lain , R : pecahan karang mati, S : Pasir, SI : lumpur, RK : batuan Rumus yang dipakai untuk setiap SAMP_sub ID adalah sebagai berikut: Total “LENGTH” kategori benthos x 100% % tutupan dari suatu kategori Panjang garis transek Menghitung SD, SE atau 95%CI masing-masing kategori benthos untuk setiap lokasi. ⇒ dihitung berdasarkan nilai persentase tutupan suatu kategori benthos pada semua stasiun transek permanen LIT yang ingin dihitung. ∑ (X n i = St 1 SD = SE = −X i ) 2 (n − 1) dimana i = St 1, St 2, … n SD n 95% CI = X = (1.96).SE ; nilai 1.96 dipakai bila n besar. Bila n kecil, gunakan tabel distribusi t (α/2)=0.025 dengan derajat bebas (n-1). Struktur komunitas Analisis untuk menggambarkan struktur komunitas karang batu telah dilakukan dengan menghitung dan mengidentifikasi jenis karang batu pada masingmasing lokasi. Berdasarkan keragaman dan kepadatannya kemudian diperoleh nilai indeks keragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi. Indeks keragaman Indeks keragaman menggambarkan kekayaan dan kelimpahan taksa dalam komunitas, yang diperoleh berdasarkan indeks keragaman ShannonWiener (Krebs, 1989) dengan persamaan: s H' = − ∑ pi log 2 pi i =1 keterangan: H’ pi ni N s = = = = = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni/N jumlah individu jenis ke-i jumlah total individu seluruh jenis jumlah jenis dengan kriteria (Zar, 1996): H’ < 1.0 1.0 < H’ < 3.0 H’ > 3.0 = = = Keanekaragaman rendah Keanekaragaman sedang Keanekaragaman tinggi, Indeks keseragaman. Indeks ini menggambarkan keseimbangan (evenness) penyebaran individu jenis dalam suatu komunitas, yang dihitung dengan membandigkan indeks keragaman yang diperoleh dengan indeks keragaman maksimumnya (Krebs 1989) dengan persamaan : E= H' H max keterangan: E H’ Hmax S = = = = indeks keseragaman indeks keanekaragaman Shannon-Wienner log2 S jumlah jenis dengan kriteria: 0.00 < E < 0.50 0.50 < E < 0.75 0.75 < E < 1.00 = = = komunitas tertekan komunitas labil komunitas stabil Indeks dominansi. Indeks ini digunakan untuk mengetahui adanya dominansi jenis tertentu dalam komunitas, digunakan indeks dominansi Simpson (Krebs, 1989) dengan persamaan : s C = ∑ ( pi ) 2 i =1 keterangan: C = Indeks dominansi pi = Perbandingan jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah total individu (ni /N) dengan kriteria: 0.00 < E < 0.50 0.50 < E < 0.75 0.75 < E < 1.00 = = = komunitas tertekan komunitas labil komunitas stabil Perbandingan antara pengamatan waktu T0, T1, …, Tk Dalam hal ini, telah dilakukan pengambilan data pada k selang waktu yang berbeda pada stasiun trasnek permanen yang sama di suatu lokasi. Karena data merupakan data dengan pengukuran berulang (repeated measurement), maka untuk membandingkan apakah %tutupan suatu kategori (misalkan kategori X) pada waktu T0 sama atau tidak dengan waktu T1 dan atau waktu Tk, maka lakukan ANOVA (Analysis of variance) untuk pengukuran berulang (repeated measurement) dimana perhitungannya bisa dilakukan dengan program statistik seperti SPSS, menggunakan analisa GLM (General Linear Model). Pada analisa GLM ini, sebagai “ response” adalah % tutupan kategori X, sedangkan waktu pengambilan data sebagai faktor pertama, dan stasiun penelitian sebagai faktor kedua. Hipotesa dari pengujiannya tergantung pada berapa kali pemantauan dilakukan pada waktu yang berbeda. ⇒ Hipotesa untuk pengujian data yang diambil pada 2 selang waktu yang berbeda (k=1) pada stasiun transek permanen yang sama di suatu lokasi adalah: Ho: %tutupan kategori X pada T0 = %tutupan kategori X pada T1 Ha: %tutupan kategori X pada T0 ≠ %tutupan kategori X pada T1 Bila ternyata Ho ditolak bisa dilihat %tutupan kategori X pada waktu yang mana yang lebih tinggi didasarkan pada nilai rerata % tutupan kategori X pada waktu pengamatan mana yang tertinggi. ⇒ Hipotesa untuk pengujian data yang diambil pada k selang waktu yang berbeda pada stasiun transek permanen yang sama di suatu lokasi adalah: Ho: %XT0 = %XT1 = … = %XTk Ha: Tidak semuanya t memiliki %X yang sama untuk setiap waktu pengamatan. (Jadi mungkin saja %XT0 = %XT1 , tapi %XT1 ≠ %XTK , atau beberapa kemungkinan lainnya). Bila ternyata Ho ditolak bisa dilakukan uji lanjutan menggunakan perbandingan berpasangan (pairwase comparisons) dengan metode Tukey. Analisa Lanjutan Pengamatan pada rekruitmen karang meliputi : jumlah, jenis, ukuran, dan faktor biotis lainya seperti predator, kompetitor dan biota pengganggu lainnya. Data yang ada diolah dan dianalisa meliputi antara lain presentase tutupan bentik terumbu (biotis dan abiotis), tutupan karang hidup, sebaran, kelimpahan dan keragaman rekruitmen karang, analisa kualitas air dan sedimen. Untuk melihat perbedaan rekrutmen karang antar stasiun juga dilakukan ANOVA. Analisa dilakukan dengan bantuan program statistik primer-5 . Analisa tambahan seperti analisa regresi (Supranto, 1991; Neter et al. 1996; Dietriech 2000), analisa korelasi (Supranto, 1991; Neter et al. 1996; Dietriech 2000), analisa pengelompokan (Cluster analysis) dan Multi Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke, 2001) juga dilakukan. Transek Permanen Pengamatan ini dilakukan tepat pada transek permanen yang telah terpasang sebelumnya. Pada kegiatan monitoring tiap tahun, patok dan tali nilon diperiksa. Jika ada yang rusak maka diganti dengan tanda atau patok yang baru namun penempatannya persis sama dengan posisi semula. Transek permanen dengan tali nilon, patok besi dan pelampung disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10. Transek permanen yang sudah terpasang dengan pelampung HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisik lokasi pengamatan Profil pantai Pulau Nias umumnya landai dan pantai yang dulunya hampir semua ditumbuhi oleh mangrove kini menjadi batuan karang mati yang terangkat setinggi 2,5 2,6 m (lifting) akibat gempa bumi tahun 2005 (Gambar 11). Kondisi pantai pada stasiun pengamatan umumnya seperti pada (Gambar 12.) Pada Gambar tersebut terlihat karang yang terangkat umumnya karang dengan bentuk pertumbuhan seperti bongkahan (massive) warnanya menjadi gelap kehitaman dan sebagian sudah ditumbuhi tumbuhan pantai. Sebelumnya dilokasi tersebut ditumbuhi oleh mangrove namun setelah kejadian gempa, mangrove tersebut sudah mati dan hanya sedikit yang tersisah. Kondisi pantai seperti ini merupakan pemandangan yang umum diseluruh pantai di pesisir utara dan pesisir barat Pulau Nias. Gambar 11. Profil morfologi pantai yang dibuat melalui BM13, BM14, dan BM15 di Pulau Nias. Gambar panah menunjukkan magnitual pengangkatan berkisar antara 250-260cm. Gambar 12. Pantai Utara Nias yang mengalami pengangkatan Parameter lingkungan yang diamati disekitar pantai utara Pulau Nias terdiri dari: suhu, salinitas, kecepatan arus, kecerahan, ketebalan sedimen dan zat padat tersuspensi (TSS) (Tabel 2). Zat pada teruspensi berupa partikel-partikel anorganik, organik maupun keduanya. Zat padat tersuspensi ini merupakan pencemaran umum yang hampir dijumpai diseluruh perairan. Dari hasil kadar TSS di lokasi ini relatif rendah dan belum menimbulkan pengaruh terhadap terumbu karang. Kantor MNLH (2004) menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk padatan tersuspensi sebesar 20 ppm untuk terumbu karang dan wisata bahari. Dari data sekunder untuk parameter nitrat dan fosfat, kadar nitrat dilokasi ini rata-rata 6,314 mg.at/l dan kadar fosfat sebesar 2,540 mg.at/l (Anonimus, 2006). Kantor MNLH (1988) memberikan NAB nitrat sebesar 26,27 mg.at/l untuk biota dan wisata bahari. Kantor MNLH (2004) memberikan NAB fosfat 4,9 mg.at/l untuk biota dan wisata bahari. Nitrat dan fosfat merupakan nutrisi bagi organisme perairan sehingga diperkirakan tidak memberikan dampak negatif terhadap karang. Berdasarkan Liaw (1969) perairan ini termasuk kategori subur. Tabel 2. Parameter lingkungan di Pantai utara, Perairan Nias Lokasi Pantai Timur Parameter Unit Pantai Barat St. St. NIAL 1 NIAL 2 St. NIALSt. 3 NIAL 4 St. NIAL 5 St. NIAL 6 Temperatur 0 C 29,87 29,90 29,72 29,70 29,88 29,75 Salinitas psu 33,70 33,30 33,71 33,41 33,89 33,78 Arus m/s 0,33 0,04 0,08 0,07 0,07 0,03 Kecerahan m 18,50 9,50 15,00 13,50 14,50 10,50 1,51 2,02 1,03 0,73 1,30 1,11 16,47 16,73 16,80 17,13 15,80 15,07 mm/ Ketebalan 24 jam sedimen Zat Padat Tersuspensi (TSS) mg/ltr Kehadiran massa air dari Perairan Samudra Hindia dengan salinitas yang relatif tinggi ditemukan di periran pantai utara P. Nias mulai dari kedalaman 35 m hingga ke lepas pantai. Karakteristik massa air dilokasi ini merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi stabilitas massa air di pesisir ini. Hal ini dapat dilihat pada peraiaran yang berada disekitar muara sungai, dimana perairannya memiliki temperatur yang tinggi namun memiliki salinitas yang rendah (Gambar 13 dan Gambar 14) Gambar 13. Profil temperatur dan salinitas di perairan bagian barat pantai utara P. Nias Gambar 14. Profil temperatur dan salinitas di perairan bagian timur pantai utara P. Nias Pada pengamatan arus yang dilakukan di pantai utara Pulau Nias selama 8 jam mulai dari kondisi surut hingga pasang menunjukkan bahwa pasang surut tidak begitu berpengaruh terhadap kondisi arus di lokasi ini. Kecepatan arus yang terekam selama pengamatan relatif lemah sekitar 25 cm/detik. Vektor arus berubah-ubah sesuai dengan lokasi perairan. Umumnya pada musim barat, di lokasi ini arah angin dan gelombang besar, namun karena terhalang dari sisi barat, sehingga arus cenderung lemah dan memungkinkan untuk penempelan larva karang yang berasal dari terumbu di bagian utara. Vektor arus di utara Pulau Nias disajikan dalam Gambar 15. Gambar 15. Vektor arus di pantai utara Pulau Nias. Kondisi terumbu karang Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT (Line Intercept Transect) telah dilakukan di 6 stasiun yang berada di Pantai utara Pulau Nias. Pengamatan kali ini dilakukan untuk memonitor perkembangan karang empat tahun sebelumnya di lokasi yang sama dan dengan metode yang sama. Karang batu yang dijumpai pada masingmasing lokasi berupa ”patches” (kelompok) kecil dan umumnya masih berukuran kecil. Dasar perairan terdiri dari pecahan karang mati yang sudah menjadi ”Turf Alga” dan sebagian berpasir. Pertumbuhan karang dari jenis Porites Cylindrica dan jenis Acropora mulai tubuh (Gambar 16). Pada substrat yang keras, pertumbuhan karang mulai banyak dijumpai dilokasi ini yang umumnya dari family Acroporidae dan Poritidae (Gambar 17). Family Acroporidae, Poritidae tersebut merupakan family yang sangat sering dijumpai diseluruh perairan Indonesia (Suharsono, 2007). Pada substrat yang labil seperti pecahan karang, pertumbuhan karang jarang dijumpai. Pertumbuhan karang umumnya berada pada kedalaman antara 7 – 9 m, setelah itu semakin ke bawah pasir lebih mendomiasi. Dari hasil pengamatan dengan metode LIT pada ke enam stasiun, diperoleh rerata persentase tutupan karang hidup sebesar 19,82%. Persentase tutupan karang tertinggi berada pada stasiun NIAL 03 yaitu sebesar 43,30% dan terrendah pada Stasiun NIAL 02 sebesar 2,23% (Lampiran.) Rerata persentase tutupan karang hidup disajikan dalam Gambar 18. Persentase tertinggi tutupan karang Acropora dijumpai pada stasiun NIAL 5, sedangkan di stasiun NIAL 3 dan NIAL 4 tidak dijumpai. Menurut (Gomez dan Yap 1988), kondisi seperti ini masih dikategorikan rusak. Gambar 16. Karang anakan yang mulai tumbuh (jenis Acropora sp dan Porites cylindrica) Gambar 17. Pertumbuhan karang anakan pada substrat yang keras di Pantai Utara Pulau Nias Pada beberapa stasiun pengamatan tercatat persentasi tutupan pecahan karang terlihat meningkat, hal ini akibat gempa yang menghancurkan karang di lokasi tersebut. Pecahan karang jenis Helipora coerulea terlihat sangat mendominasi dengan luasan yang rusak sepanjang 6 m. Wilkinson et al (2006) melaporkan bahwa barisan karang Heliopora hancur akibat gempa sepanjang 7 KM di Sumatra. Namun pada beberapa lokasi yang umumnya bentuk pertumbuhannya massive (seperti bongkahan), pecahan karang jarang dijumpai melainkan bongkahan karang yang terbalik. Bongkahan karang yang terbalik tersebut sebagian masih ada yang bertahan hidup, umumnya jenis yang bertahan adalah Porites sp.. Gambar 18. Persentase tutupan karang dan kategori bentik lainnya di keenam lokasi Perbedaan persentase tutupan substrat pada maing-masing waktu. Pada penelitian yang dilakukan di wilayah Kabupaten Nias pada tahun 2008 ini (t3), berhasil dilakukan pengambilan data pada 6 stasiun penelitian yang sama seperti yang dilakukan pada penelitian tahun 2004 (t0), 2005 (t1) dan 2007 (t1). Plot interval untuk masing-masing biota dan substrat berdasarkan waktu pemantauan dengan menggunakan interval kepercayaan 95 % disajikan dalam Gambar 19. Untuk melihat apakah ada perbedaan persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat antar waktu pengamatan (t0=tahun 2004, t1=2005, t2=2007 dan t3=2008) digunakan uji one-way ANOVA, dimana data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua dari data (y’=arcsin√y) sebelum dilakukan pengujian. Untuk data Batuan (RK), tidak dilakukan uji karena selama pengamatan tahun 2004, 2005, 2007 dan 2008 tidak dijumpai. Dari pengujian tersebut diperoleh nilai p, atau nilai kritis untuk menolak Ho. Bila nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan persentase tutupan untuk kategori tersebut antar empat waktu pengamatan yang berbeda (2004, 2005, 2007 dan 2008). NIAS Plot interval untuk nilai rerata biota dan substrat berdasarkan waktu pemantauan (t0,t1,t2 dan t3) dengan interval kepercayaan 95 % 70 Persentase tutpan (%) 60 50 40 30 20 10 0 WAKTU 0 1 2 3 0 1 2 3 01 2 3 01 2 3 01 2 3 0 12 3 0 12 3 0 12 3 0 1 23 0 1 23 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 LC AC NA DC D CA SC SP FS O B R S SI RK Gam bar 19. Plot interval nilai rerata kategori bentik selang waktu pengamatan T0, T1, T2 dan T3 dengan CI = 95%. Dari Tabel 3, terlihat bahwa perbedaan persentase tutupan terjadi untuk kategori LC, NA dan R. Dari uji perbandingan berganda Tukey dengan family error 5%, untuk kategori LC maupun NA terlihat bahwa persentase tutupan pada saat t0 berbeda signifikan dengan persentase tutupan pada saat-saat selanjutnya (t1,t2 dan t3), dimana persentase tutupan pada saat t0 (LC=48,31% dan NA=47,79%) menurun drastis lebih dari separuhnya pada saat t1, dan relatif tidak berubah secara signifikan hingga saat t3. Hal sebaliknya terjadi pada kategori R dimana persentase tutupannya yang hanya sebesar 1,73% pada saat t0 meningkat menjadi 15,54% pada saat t1, 15,54% (t2) dan 17,12% (t3). Hal ini disebabkan oleh kejadian gempa yang diikuti oleh tsunami pada akhir 2004, dimana karang hidup (LC) yang sangat didominasi oleh Non Acropora (NA) menjadi mati dan hancur menjadi pecahan karang (R). Gambar 20 merupakan plot garis untuk kategori LC, NA dan R berdasarkan nilai reratanya . Tabel 3. Nilai p berdasarkan hasil uji one-way ANOVA. Tanda *) berarti Ho ditolak. Kategori Nilai p Karang hidup (LC) 0,002 *) Acropora (AC) 0,636 Non Acropora (NA) 0,002 *) Karang mati (DC) 0,557 Karang mati dgn alga (DCA) 0,134 Karang lunak (SC) 0,259 Sponge (SP) 0,113 Fleshy seaweed (FS) 0,701 Biota lain (OB) 0,530 Pecahan karang (R) 0,050 *) Pasir (S) 0,909 Lumpur (SI) 0,065 Batuan (RK) Tidak diuji NIAS Plot garis untuk kategori LC, NA dan R berdasarkan nilai rataannya 50 Persentase tutupan (%) 40 30 20 10 Kategori LC NA R 0 t0=2004 t1=2005 t2=2007 t3=2008 WAKTU Gambar 20. Plot garis untuk kategori nilai rerata LC= Live coral, NA = Non Acropora dan R = Rubble pada masing-masing waktu pengamatan Perbedaan persentase tutupan karang hidup pada masing-masing waktu. Secara umum, untuk karang hidup (LC), dari 6 stasiun yang diamati dalam selang waktu t0(2004), t1(2005), t2(2007) dan t3(2008), terlihat adanya fluktuasi persentase tutupan dari t0 ke t3, meskipun tidak berbeda secara signifikan. Jika dilihat dari nilai persentase tutupan, dari 17,2 % pada waktu t2 menjadi 19,82% pada waktu t3 menunjukkan adanya proses peningkatan meski nilainya belum menyerupai kondisi awal (Gambar 21). Kondisi seperti ini perlu mendapatkan perhatian agar dapat melihat trend kerusakan secara alami yang dapat pulih secara alami pula. Menurut (Wilkinson et al., 2006) kondisi karang yang terkena gempa dan tsunami di pesisir barat Sumatra, secara alami akan melakukan pemulihan namun sangat tergantung dari campur tangan manusia yang dapat merusak atau memperlambat pemulihan tersebut. 60 50 48.31 40 30 20.45 17.2 20 19.82 10 0 2004 2005 2007 2008 Tahun Gambar 21. Plot persentase tutupan karang hidup dan standard error pada masing-masing waktu pengamatan (to, t1, t2 dan t3) Perubahan live form (bentuk pertumbuhan) Bentuk pertumbuhan karang sangat berpengaruh untuk dapat bertahan menghadapi perubahan alam. Berdasarkan metode LIT yang diamati pada waktu t0 (tahun 2004), umumnya bentuk pertumbuhan karang didominasi oleh karang bercabang (Coral Branching), namun dengan adanya gempa dan tsunami, bentuk pertumbuhan yang dominan adalah coral massive. Hal ini terjadi karena coral branching sangat sensitif terhadap gangguan dibandingkan dengan yang massive. Meskipun demikian coral massive juga tidak luput dari gangguan. (UVI, 2001). Bentuk pertumbuhan pada masingmasing lokasi disajikan pada Gambar 22. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa setelah peristiwa gempa dan tsunami, terlihat peningkatan persentase pada tiap bentuk pertumbuhan. 2004 2005 2007 2008 14 12 10 8 6 4 2 0 ACB ACD ACE ACS ACT CB CE CF CHL CM CME CMR CS Life form Gambar 22. Bentuk pertumbuhan karang hidup di keenam lokasi. Perubahan Indeks keragaman, kemerataan dan dominansi Berdasarkan jumlah individu karang batu yang dijumpai pada masing-masing lokasi di Pulau Nias, terlihat adanya perbedaan jumlah sebelum dan sesudah gempa. Perbedaan ini ditunjukan oleh adanya fluktuasi dari jumlah indeks keragaman, keseragaman dan indeks dominansi. Perbedaan nilai indeks keragaman, indeks kemerataan dan indeks dominansi pada masing-masing lokasi pada selang waktu pengamatan ditampilkan pada Gambar 23, Gambar 24, Gambar 25. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa setelah peristiwa gempa, ada kecenderungan peningkatan. Secara keseluruhan penurunan persentase tutupan karang pada waktu t1 diikuti pula dengan menurunnya nilai indeks keragaman. Pada grafik terlihat bahwa setelah terjadi penurunan, pada tahun berikutnya terjadi peningkatan. Bahkan pada waktu pengamatan t3 (tahun 2008) nilai indeks keragaman justru lebih tinggi dari nilai sebelum terjadi peristiwa gempa dan tsunami. Hal ini menggambarkan bahwa perubahan secara alami pada struktur komunitas justru menciptakan suatu yang baru pada komunitas tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai keragaman jenis karang pada lokasi ini. Indeks keragaman 3.5 th 2004 th 2005 th 2007 th 2008 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 St. Nial 1 St. Nial2 St. Nial 3 St. Nial 4 St. Nial 5 St. Nial 6 Stasiun Gambar 23. Nilai indeks keragaman (H’) pada masing-masing lokasi di P. Nias Indeks keseragaman (evenness) Th 2004 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Nial 1 Nial 2 Th 2005 Th 2007 Nial 3 Nial 4 Th 2008 Nial 5 Nial 6 Stasiun Gambar 24. Nilai indeks kemerataan (J’) pada masing-masing lokasi di P. Nias Nilai indeks keseragaman pada waktu setelah gempa dan tsunami mengalami penurunan. Hal ini lebih disebabkan hilang atau rusaknya beberapa jenis karang yang tidak tahan terhadap perubahan lingkungan yang disebabkan oleh gempa tersebut. Namun pada waktu pengamatan pada tahun berikutnya telah menunjukkan perbaikan. Demikian halnya dengan dominansi yang mengalami peningkatan setelah kejadian gempa dan tsunami atau pada tahun 2005. Dari enam stasiun seluruhnya menunjukkan kecenderungan pemulihan meski ada satu stasiun yang berbeda dengan yang lainnya yaitu stasiun NIAL 3. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh kondisi geografis yang kurang mendukung untuk pemulihan. Indeks dominansi 0.7 Th 2004 Th 2005 Th 2007 Th 2008 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Nial 1 Nial 2 Nial 3 Nial 4 Nial 5 Nial 6 Stasiun Gambar 25. Nilai indeks dominasi (C’) pada masing-masing lokasi di P. Nias Dominasi jenis dan ranking spesies Plot dominasi karang batu sebelum terjadi gempa atau tahun 2004 terdapat satu jenis karang batu yang mendominasi sebesar 14,82 % dari keseluruhan karang batu yang dijumpai di lokasi ini yaitu dari jenis Porites cylindrica. Sedangkan jenis karang batu yang mendominasi pada tahun 2005 sebesar 33,92 % dari keseluruhan karang batu yang dijumpai di stasiun ini yaitu jenis Porites lutea. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa gempa mengakibatkan hancurnya karang bercabang dari jenis Porites cylindrica tersebut kemudian setelah peristiwa gempa tersebut, karang batu didominasi oleh bentuk pertumbuhan massive (bongkahan) yang lebih kuat, dari jenis Porites lutea. Plot dominasi jenis karang tahun 2004 hingga tahun 2008 disajikan dalam Bila diamati dari gambar tersebut, menunjukkan trend penurunan dominasi setelah kejadian gempa tahun 2005 dan kondisinya cenderung kembali mendekati ke kondisi awal (tahun 2004). Hal ini menunjukkan adanya pemulihan meski belum kembali pada kondisi semula. Selanjutnya plot dominasi pada masing masing waktu pengamatan di keenam lokasi disajikan pada Gambar 26 100 2004 Cumulative Dominance% 80 2005 60 40 2007 20 2008 0 1 10 100 Species rank Gambr 26. Plot dominasi karang batu pada masing-masing waktu pengamatan Jumlah jenis dan suku karang Berdasarkan kehadiran karang batu yang diperoleh dari seluruh stasiun pengamatan di keenam lokasi pengamatan pada tahun 2004, diperoleh jumlah jenis 62 jenis dan 13 suku. Kemudian nilai ini menurun derastis pada tahun berikutnya menjadi 33 jenis dan 9 suku. Pada tahun berikutnya jumlah jenis menunjukkan trend peningkatan. Jumlah jenis dan suku karang batu pada masing-masing stasiun dan waktu pengamatan disajikan pada Tabel 4. Akibat dari gempa pada tahun 2005, jumlah jenis dan suku karang mengalami pengurangan, namun secara alami jumlah jenis dan suku mulai naik kembali meski belum sama seperti kondisi semula. Hal ini berarti pemulihan secara alami telah terlihat. Tabel 4. Jumlah jenis dan suku karang batu di P. Nias Th. 2004 62 13 Jenis Suku Th. 2005 33 9 Th. 2007 33 11 Th. 2008 57 12 Kepadatan karang batu Dari hasil pengamatan dengan berdasarkan LIT sebelum gempa (Juni 2004), diperoleh kepadatan karang batu tertinggi yaitu jenis Porites cylyndrica sebesar 59 koloni/ transek, kemudian dari jenis Heliopora coerulea sebesar 42 koloni/ transek. Jumlah koloni karang setelah gempa (Juli 2005) mengalami perubahan, yaitu jenis Porites lutea sebesar 58 koloni/transek yang diikuti oleh jenis Porites cylindrica sebesar 30 koloni /transek. Pada tahun berikutnya perubahan terus berlangsung dan mulai ada trend kenaikan jumlah koloni/transek. Sepuluh besar kelimpahan koloni karang tertinggi pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Sepuluh besar jumlah koloni karang tertinggi pada masing-masing waktu pengamatan di keenam lokasi LIT Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 No 1 2 3 4 5 6 Jenis karang Porites cylindrica Heliopora coerulea Porites lutea Montipora sp Porites lobata Montipora incrassata Porites rus Porites sp Favia sp Fungia sp. Tahun 2007 Jenis karang porites cylindrica porites lutea heliopora coerulea Porites lobata porites nigrescens montipora sp. Tahun 2005 Jlh koloni /transek 59 42 41 31 27 20 19 9 8 7 Jlh koloni /transek 33 24 22 19 10 9 Jenis karang Porites lutea Porites cylindrica Porites lobata Heliopora coerulea Porites rus Porites lichen Coeloseris mayeri Favites pentagona Favia speciosa Favia veroni Tahun 2008 Jenis karang Porites cylindrica Porites lutea Heliopora coerulea Porites lobata Acropora sp1 Porites rus Jlh koloni /transek 38 30 21 21 12 10 4 3 2 2 Jlh koloni /transek 57 30 27 25 11 11 7 8 9 10 turbinaria frond 7 montipora monasteriata 5 acropora sp. 4 porites rus 4 Dari table tersebut terlihat bahwa pada Montipora danae 10 Montipora venosa 8 Pocillopora verrucosa 8 Porites annae 7 waktu pengamatan t3 (2008) jumlah individu dan kehadiran jenis karang mulai mendekati kondisi awal t0 (2004). Kelimpahan karang tertinggi saat ini kembali didominasi oleh jenis Porites cylindrica. Hal ini disebabkan bahwa karang dari jenis ini merupakan karang dengan bentuk pertumbuhan bercabang yang termasuk pada kelompok fast grow (tumbuh cepat). Untuk jenis Pocillopora verucosa terlihat mendominasi pada waktu pengamatan t3 sedangkan jenis Fungia sp. belum ditemukan. Hal ini terkait dengan strategi karang yang berbeda-beda untuk menempati suatu daerah (Sorokin, 1993) Perubahan jenis karang batu Dari hasil pengamatan terhadap karang batu pada masing-masing lokasi di pantai utara Pulau Nias, terlihat adanya perbedaan jumlah marga sebelum dan sesudah gempa. Perubahan jumlah tersebut disajikan pada Gambar 27 dan lebih jelas ditampilkan pada Tabel 6 dan Lampiran 3. Dari gambar tersebut menunjukkan adanya fluktuasi antara kehadiran suku baik sebelum maupun setelah peristiwa gempa. Hal yang menarik terlihat pada marga Acropora, dimana setelah terjadi gempa dan tsunami justru jenisnya semakin bertambah. Hal ini disebabkan kondisi perairan antara lain substrat sangat mendukung dan larva karang yang tersedia. Marga Acropora pada waktu t0 hanya dijumpai beberapa jenis, sedangkan kondisi terakhir (t3) menunjukkan bahwa jenis ini bertambah, sedangkan jenis Montipora, pada waktu (t0) kehadirannya cukup banyak namun pada waktu berikutnya baik t1 maupun t2 menurun derastis, pada waktu t3 jenis ini mulai tumbuh namun belum serupa dengan kondisi semula. Menurut (Jordan et al., 1981) bahwa jenis Montipora memiliki daya tahan yang rendah terhadap perubahan lingkungan. Hal ini lah yang mungkin menyebabkan lambatnya pemulihan dari jenis ini. Selanjutnya Suharsono (1995) menyebutkan bahwa jenis Acropora dan Pocillopora tumbuh sangat cepat dan mendominasi pertumbuhan karang di bekas muntahan lahar Pulau Gunung Api di Banda 18 16 t0 t1 t2 t3 14 12 10 8 6 4 2 0 E E E E E AE AE IDA DAE DAE DAE IDAE IIDA AE DAE IDAE IDA IDA DA RID D I I L E I I I ID I I I R R N L R N R I T N I I S I O C I G O Y V O T S N ST PO OP RI UL PH LL FA POR LIOP LEP FU PEC ER MU O RO ILL CU ERA AGA L R C E I O M C D D A H M N SI PO DE Gambar 22. Jumlah suku karang batu pada waktu pengamatan (t0, t1, t2, t3) Untuk Jenis Pocilloporoid, terlihat mulai kembali seperti semula. Diketahui bahwa jenis ini mempunyai sifat khas yang mengeluarkan larva sepanjang tahun dan jenis ini mempunyai sifat oportunis. Pocillopora dilaporkan mendominasi daerah yang terbuka pada awal proses suksesi pada muntahan lahar gunung di Hawaii (Grigg dan Maragos 1974). Menurut (UVI, 2001) meskipun karang masif tak luput dari gangguan alam namun jenis ini masih dapat bertahan. Jenis ini termasuk kedalam kelompok karang dengan pertumbuhan lambat sehingga kemungkinan ditumbuhi oleh alga pada bagian koloninya sebelum ia pulih kembali. Jika dilihat dari jumlah jenis karang, suku Faviidae menunjukkan kondisi yang lebih stabil dibandingkan dengan jenis lain. Pada pengamatan t1, jumlah sukunya menurun, namun pada waktu t3 sudah mulai meningkat. Untuk suku Poritidae, setelah gempa mengalami penurunan, namun kemudian jumlah jenis pada suku ini mengalami peningkatan, bahkan lebih tinggi dari kondisi semula. Karang dari jenis Porites sp. mempunyai mempunyai mekanisme sendiri untuk membersihkan diri dari sedimen. Kajian Stafford-Smith (1933) menyebutkan bahwa Porites lobata dan Porites lutea dapat mentolerir sedimen sampai pada laju tertentu selama 6 hari. Tabel 6. Jumlah suku dan jumlah jenis karang batu pada masing-masing waktu pengamatan di Pantai Utara P. Nias N0 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Suku Jenis ACROPORIDAE - Acropora - Montipora POCILLOPORIDAE - Pocillopora - Seriatopora OCULLINIDAE - Galaxea SIDERASTREIDAE - Pseudosiderastrea - Psammocora AGARICIIDAE - Pavona - Coeloseris - Pachyseris FUNGIIDAE - Fungia PECTINIDAE - Oxypora - Pectinia MERULINIDAE - Hydnopora - Merulina DENDROPHYLLIIDAE - Turbinaria 10. MUSSIDAE - Symphyllia 11. FAVIIDAE - Caulastrea - Favia - Favites - Goniastrea - Platygyra - Montastrea - Leptastrea - Cyphastrea 12. PORITIDAE - Porites 2004 Tahun 2005 2007 2008 2 11 3 3 1 6 11 6 3 2 0 0 2 1 2 0 3 0 0 2 0 1 0 1 0 1 1 1 4 1 1 3 1 1 0 1 1 4 0 0 1 3 2 2 0 2 0 0 1 0 2 1 1 2 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 5 1 2 1 3 1 3 1 3 1 1 1 0 1 1 0 2 2 0 0 0 0 3 0 5 2 2 1 0 0 3 7 6 8 8 13 14 HELIOPORIDAE - Heliopora 1 1 1 1 MILLEPORIDAE - Millepora 2 0 0 0 POTENSI PEMULIHAN KARANG (REKRUTMEN) Pengamatan rekrutmen (karang anakan yang baru tumbuh) telah dilakukan untuk pertama kalinya pada lokasi ini. Dari hasil transek kwadrat di masing-masing lokasi menunjukkan perbedaan yang nyata baik dari jumlah jenis maupun ukuran jenis. Hasil pengamatan rekrutmen ini secara umum menunjukkan bahwa kondisi substrat dan kwalitas perairan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis karang batu yang dijumpai pada lokasi ini. Rerata jumlah koloni antar stasiun disajikan dalam Tabel 7, distribusi jenis karang diseluruh lokasi disajikan pada Lampiran 4. Tabel 7. Rerata jumlah rekruitmen/transek pada masing-masing stasiun Jumlah Ind. Jumlah jenis Rerata koloni/m2 St.Nial St.Nial St.Nial St.Nial St.Nial St.Nial 1 2 3 4 5 6 112 50 31 47 124 82 41 30 11 17 38 22 12,44 5,56 3,44 5,22 13,78 9,11 Dari tebel diatas terlihat bahwa jumlah individu juvenil karang tertinggi di St. Nial 5, namun yang paling tinggi jenisnya adalah St. Nial 1. Pada stasiun Nial 3, merupakan rekruit karang yang paling rendah yaitu sebesar 3,44 koloni/ m2. Dari keseluruhan lokasi yang diamati, jumlah rerata rekruitmen karang adalah sebesar 8,25 koloni/m2, dengan kisaran 3,44 koloni/m2 – 13,78 koloni/m2. Jumlah jenis rekrutmen karang tertinggi dari seluruh rekrutmen karang adalah dari jenis Pavona varians dengan jumlah individu sebesar 11,66, kemudian Montipora danae sebesar 10,4 dan Porites lutea 6,95 Individu/transek. Sepuluh besar jenis karang dengan jumlah individu tertinggi disajikan pada Tabel 8. Jenis Pavona varians merupakan jenis yang paling banyak dijumpai yang diikuti oleh jenis Montipora danae dan Porites lutea. Penelitian (Ruiz-Zarate, M.A. and J.E. Arias-Gonzales 2004) menyebutkan bahwa Agaricia spp., Siderastrea spp. dan Porites spp. merupakan kelimpahan tertinggi diantara juvenile karang yang diamati di sebelah selatan Q. Roo State, Mexico. Hal yang serupa dilaporkan di Florida, Virgi Island terdapat 80% rekrutmen karang sebanyak 80% dari jumlah total rekrut karang adalah jenis Agaricia, Porites dan Siderastrea (Edmunds et al. 1998). Tabel 8. Sepuluh besar rerata jenis karang rekrutmen yang dijumpai disetiap lokasi transek kwadrat No Jenis Suku 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Agaricidae Acroporidae Poritidae Pocilloporidae Poritidae Acroporidae Acroporidae Acroporidae Acroporidae Acroporidae Pavona varians Montipora danae Porites lutea Pocillopora verrucosa Porites sp Montipora informis Montipora verrucosa Montipora venosa Acropora sp Montipora undata Jumlah Ind. 11.66 10.54 6.95 5.61 5.38 4.04 3.59 3.14 2.69 2.69 Sedangkan di Jamaica, rekrutmen karang yang paling sering ditemukan adalah dari taksa Agaricia spp. (n = 915) Siderastrea ciderea (n=323) dan Porites Spp. (n=167). Kemungkinan faktor yang menyebabkan hal ini adalah kelimpahan individu dan kondisi geografis suatu wilayah. Tingginya jenis Pavona varians ini kemungkinan disebabkan oleh bentuk pertumbuhan yang mengerak (encrusting) lebih stabil dibanding bentuk bercabang, selain itu habitatnya berada pada tempat yang lebih dalam. Akibat terjadinya pengangkatan sehingga jenis ini semakin banyak dijumpai di rataan terumbu. Hal lain menyebutkan bahwa dalam kompetisi jenis, jika Pocillopora ketemu dengan Pavona, maka Pavona akan mengeluarkan mesentri filament untuk membunuh Pocillopora (Barnes and Huges 1999) Ukuran rekrutmen karang dibagi dalam 3 kelompok (Engelhart, 2000), yaitu (0<2 cm), (2-5 cm) dan (6-15 cm). Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum juvenile karang adalah berukuran (2 – 5 cm). Pada tahap ini juvenile sudah mulai mantap untuk melekat pada substrat, namun masih rentan terhadap kematian. Kelompok ukuran juvenil karang pada masing-masing lokasi disajikan dalam Gambar 28. Perbandingan ukuran rekruitmen karang 80 70 60 50 40 30 20 10 0 St.Nial 1 St.Nial 2 St.Nial 3 St.Nial 4 St.Nial 5 St.Nial 6 Lokasi (0 - <2) (2 - 5) (6 - 15) Gambar 28. Jumlah juvenil karang berdasarkan ukuran Uji anova untuk perbedaan jumlah individu dan ukuran antar lokasi Untuk melihat adanya perbedaan antar lokasi (stasiun Nial 01 sampai Nial 06) maka uji one way anova dilakukan. Hasil anova disajikan pada Tabel 9. Dari pengujian tersebut diperoleh nilai p, atau nilai kritis untuk menolak Ho. Bila nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan jumlah jenis dan jumlah Size untuk karang anakan (rekruitmen) pada 6 lokasi yang berbeda. Tabel 9. Uji one way Anova terhadap jumlah jenis dan Size di 6 lokasi transek kwadrat Parameter Nilai P Jumlah individu .000 Size .006 Dari Tabel 8, terlihat bahwa perbedaan jumlah individu maupun jumlah ukuran (size) pada masing-masing lokasi. Dari uji perbandingan berganda Tukey dengan family error 5%, jumlah jenis berbeda antar lokasi. Stasiun Nial 5 tingkat perbedaan untuk kategori jumlah dan ukuran merupakan yang paling tinggi dari seluruh stasiun. Kondisi substrat pada lokasi tersebut cukup mendukung untuk pertumbuhan karang rekruitmen, kemudian pola arus yang tidak begitu kuat memungkinkan untuk penempelan larva karang. Nilai tingkat perbedaan antar stasiun untuk kategori jumlah dan ukuran disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Perbedaan jumlah dan ukuran rekrutmen pada keenam lokasi Stasiun Jumlah individu Ukuran( Size) Nial 1 4, 88 a 22,22 ab Nial 2 5,11 a 15,31 a Nial 3 2,11 a 11,53 a Nial 4 3,66 a 18,40 a Nial 5 8,33 b 47,25 b Nial 6 4,88 a 22,22 ab Keterangan: Huruf kecil dibelakang angka yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Indeks keragaman dan similaritas Dari hasil pengamatan terhadap juvenil karang, diperoleh jumlah individu, jumlah jenis, indeks keragaman, kemerataan dan dominansi yang ditunjukkan pada Tabel 11. Jumlah jenis tertinggi berada pada stasiun Nial 1 dan Nial 5 yaitu sebesar 41 dan 38. Indeks keragaman tertinggi berada pada Stasiun Nial 1 sebesar 3,358 dan terrendah pada stasiun Nial 3 sebesar 1,863. Indeks kemerataan tertinggi berada pada stasiun Nial 2 yaitu 0.940, dan Indeks dominansi tertinggi berada pada stasiun Nial 3 yaitu 0.215. Jumlah jenis, jumlah individu, indeks keragaman, indeks kemerataan dan indeks dominansi mempunyai hubungan satu sama lain. Jika jumlah jenis bertambah dan perbandingan (proporsi) jumlah individu antar jenis tetap atau seimbang maka indeks keragaman akan semakin tinggi. Rendahnya indeks keragaman pada stasiun Nial 3 menunjukkan bahwa perbandingan antara jumlah individu dengan jumlah jenis tidak seimbang atau ada jenis yang mendominasi. Jika dilihat dari data mentahnya, jenis Montipora sp yang mendominasi. Indeks keseragaman dan indeks dominansi mencerminkan ada atau tidak jenis yang mendominasi. Nilai indeks keseragaman dan indeks dominansi berkisar 0 – 1. Bila indeks keseragaman mendekati 0, maka menandakan adanya ketidak seimbangan antara proporsi jumlah individu antar jenis atau ada jenis tertentu yang mendominasi. Sebaliknya jika nilainya mendekati 1 berarti proporsi jumlah individu antar jenis relatif seimbang atau dengan kata lain tidak ada jenis yang mendominasi. Untuk indeks dominansi merupakan kebalikan dari indeks kemerataan. Bila nilainya mendekati 0 maka tidak ada jenis yang mendominasi, namun jika nilainya mendekati 1 menandakan adanya jenis tertentu yang mendominasi. Selanjutnya hasil matriks similaritas dari keenam lokasi ditunjukkan pada Gambar 29. Dari gambar tersebut terlihat bahwa stasiun Nial 1, Nial 2 dan Nial 5 memiliki kemiripan. Sedangkan stasiun Nial 3 dan Nial 4 menunjukkan nilai similaritas yang rendah. Tabel 11. Jumlah jenis (S), jumlah individu (N), indeks keragaman (H’), indeks kemerataan (E’) dan indeks dominansi (C’) di keenam lokasi Lokasi St. Nial 1 St. Nial 2 St. Nial 3 St. Nial 4 St. Nial 5 St. Nial 6 S 41 30 10 17 38 22 N 112 52 31 52 124 82 H’ 3.358 3.198 1.863 2.482 3.151 2.325 E’ 0.904 0.940 0.809 0.876 0.866 0.752 C’ 0.049 0.050 0.215 0.110 0.068 0.169 Gambar 29 Dendogram pengelompokan jenis antar stasiun Hubungan antara persentase dan jumlah rekrutmen karang Jumlah individu karang anakan (rekruitmen)yang ditemukan, berbeda untuk setiap lokasi. Faktor ketersediaan larva dari karang induk berhubungan dengan jumlah larva karang yang akan menempel pada suatu substrat. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa jumlah jenis rekrutmen karang berkorelasi negatif dengan persentase karang dewasa. Hal ini berarti karang anakan yang baru tumbuh akan lebih leluasa menempati suatu area yang kosong atau bebas dibandingkan dengan area yang tutupan karangnya tinggi. Karang memerlukan substrat yang bebas untuk bisa penempel dan dengan leluasa untuk tumbuh namun juga memiliki strategi untuk bisa berkompetisi dengan biota lainnya. Hubungan antara jumlah rekrutmen karang dengan persentase tutupan karang disajikan dalam Gambar 30. Namun hasil penelitian Yeemin (2000) mengatakan bahwa karang dewasa dengan tutupan yang baik, tidak menentukan jumlah juvenil karang atau tidak harus ada hubungan. Faktor yang paling penting dalam mengetahui pola distribusi dan laju kematian koloni juvenil adalah posisi substrat yang tersedia, sedimen, aktifitasi grazing bulu babi (Diadema setosum) dan daerah teritorial ikan karang Pomacentridae (damselfish). Hubungan Juvenil karang dengan Persentase penutupan. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0.00 y = -0.6271x + 38.93 R2 = 0.5522 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 Persentase tutupan karang Gambar 30. Hubungan jumlah jenis karang rekrutmen dengan penutupan karang dewasa Tabel. 12 Matriks korelasi antara sedimen dan tss terhadap jumlah rekrutmen Pada tabel 11 terlihat bahwa sedimen berpengaruh terhadap jumlah jenis, yang diperlihatkan dengan nilai koefisien 0.771. Terjadinya sedimentasi akan memberikan efek terhadap distribusi karang, dimana karang dewasa akan mati dan menghambat rekruitmen (Szmant , 2002). Demikian juga dengan TSS juga berpengaruh terhadap jumlah Individu. Total suspendid solid berpengaruh kepada transparansi cahaya matahari untuk kebutuhan zooxanthela yang bersimbiosis pada karang. Grafik jumlah rekrutmen karang pada tipe substrat. Tipe substrat dapat mempengaruhi rekruitmen, pertumbuhan dan kelulusan hidup karang. Pada penelitian penempelan karang di laboratorium, dilaporkan bahwa planula tidak akan menempel pada sedimen yang longar dan tidak stabil atau pada substrat yang sedimen nya tinggi (Richmond, 1997). Hal ini dibuktikan dengan rendahnya rekruitmen karang pada substrat yang labil. Sedangkan pada substrat yang stabil(keras) umumnya juvenil karang menempel lebih banyak (Gambar 31) Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa substrat keras paling banyak ditemukan rekrutmen karang. Pada Stasiun NIAL 5 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya tipe substrat merupakan substrat keras. Pada lokasi ini diperoleh jumlah rekrutmen karang pada substrat keras sebesar 13,33 individu/m2, pada substrat labil tidak ada sedangkan substrat campuran sebesar 0,4 individu/m2. Hal ini mungkin yang menyebabkan tingginya jumlah individu karang rekrutmen di lokasi ini. Meskipun demikian dibeberapa stasiun terdapat substrat campuran yang lebih tinggi. St. NIAL 2 4 7 6 5 4 3 2 1 0 Jumlah kolon ju m lah ko lo n St. NIAL 1 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 keras labil 0 campuran keras Kategori substrat St. NIAL 3 campuran St. NIAL 4 1.8 3 1.6 2.5 Jumlah Kolo 1.4 Jumlah kolo labil Kategori substrat 1.2 1 0.8 0.6 0.4 2 1.5 1 0.5 0.2 0 0 keras labil keras campuran labil campuran Kategori substrat Kategori substrat St. NIAL 5 St. NIAL 6 15 7 Jumlah kolon Jumlah kolo 6 10 5 5 4 3 2 1 0 0 keras labil Kategori substrat campuran keras labil campuran Kategori substrat Gambar 31. Diagram jumlah koloni karang rekrutmen dengan tipe substrat Namun untuk kategori substrat yang labil umumnya rekrutmennya rendah. Menurut hasil beberapa studi, juvenile karang tidak memilih tempat untuk menempel (preferensi) sebab substrat bukan merupakan makanan bagi planula, melainkan hanya tempat untuk melekat menempel dan selanjutnya berkembang menjadi koloni karang dewasa, namun tingkat kelulusan hidup dari planula karang setelah menempel, sangat ditentukan oleh substrat.. Lebih lanjut penelitian (Edi Rudi, 2006) mengatakan bahwa keberhasilan larva karang yang menempel pada substrat dan menjadi dewasa sangat dipengaruhi oleh biota competitor dan kwalitas perairan. Selanjutnya dari pengamatan rekruitmen yang dilakukan dengan menggunakan substrat batu kapur, kelimpahan karang yang diperoleh berbeda-beda untuk tiap waktu pengamatan. Substrat karang yang telah dilapisi oleh lapisan biologis cocok untuk penempelan larva karang. Selanjutnya menurut Baird dan Morse (2004), larva planula karang bereaksi dengan lapisan biologis terutama organisme komunitas Crustose Red Algae (CRA) yang mendiami permukaan substrat. Hasil pengamatan Harrington et al (2004) yang memperlihatkan peranan spesies tertentu dari mikroalga kelompok crustose coralline alga (CCA) bertindak sebagai perangsang penting dalam penempelan larva karang Acropora tenuis dan Acropora millepora. Rekruitmen karang merupakan suatu proses kolonisasi yang mulai menempati suatu habitat baru. Hal ini yang sangat penting adalah ketersediaan larva karang dan substrat yang baik untu menempel. Selanjutnya, sejumlah kelompok organisme yang berasosiasi akan berperan dalam pembentukan komunitas karang yang stabil. Komunitas karang yang berada disekitar lokasi ataupun komunitas karang yang jauh serta sifat-sifat reproduksi karang akan berpengaruh terhadap rekrutmen karang dan kemampuannya untuk membentuk komunitas karang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Peristiwa gempa dan tsunami yang terjadi di Pulau Nias telah mengakibatkan penurunan persentase tutupan karang dan juga penurunan terhadap jumlah dan jenis karang. Namun, dari pengamatan pada waktu t2 (tahun 2007) persentase tutupan karang sebesar 17,2% dan t3 (tahun 2008) sebesar 19,82%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan persentase sebesar 2,62%. 2. Pemulihan karang terlihat dari meningkatnya jumlah jenis dan jumlah taksa karang batu. Kondisi semula sebesar 62 jenis, t1 sebesar 33, t2 sebesar 33, dan pada waktu t3 meningkat menjadi 57 jenis. 3. Indeks keragaman semakin meningkat pada waktu t3 (tahun 2008) melebihi dari kondisi semula. Hal ini terjadi karena adanya penambahan individu-individu yang seimbang antar jenis. Gempa dan tsunami telah memberikan suatu tempat (space) yang baru sehingga karang batu dapat dengan bebas menempati substrat tanpa adanya kompetisi dalam perebutan ruang. Namun karang mempunyai strategi pada tiap-tiap jenis untuk dapat berkompetisi untuk membangun komunitas karang yang stabil. 4. Kelimpahan karang pada waktu t0 didominasi oleh jenis Porites cylindrica dengan jumlah koloni sebesar 59, kemudian pada t1 menurun menjadi 30, namun pada waktu t2 menjadi 33 dan pada waktu t3 nilainya meningkat menjadi 57. 5. Dari hasil pengamatan terhadap rekruitmen, menunjukkan hasil yang berbeda antar lokasi disebabkan oleh kondisi geografis wilayah tersebut. Kisaran rekruitmen karang mulai dari 3,44 koloni/m2 – 13,78 koloni/ m2 dengan rerata sebesar 8,25 koloni/ m2. 6. Kondisi substrat yang stabil akan mempengaruhi jumlah penempelan larva karang. Pada substrat keras seperti pada stasiun Nial 5 merupakan rekruit yang paling banyak yaitu sebesar 124 koloni/ m2. Saran : 1. Kondisi karang yang mengalami kerusakan akibat gempa berbeda-beda tergantung pada letak geografisnya, untuk itu pengamatan pada daerah karang yang tidak mengalami kerusakan seperti pada sisi bagian utara (gosong) perlu dilakukan untuk mengetahui sumber larva karang. 2. Studi suksesi perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan karang hingga menjadi dewasa kemudian dapat membangun komunitas terumbu karang. 3. Adanya potensi karang untuk pulih secara alami membutuhkan perhatian dari pemerintah setempat untuk mengelola daerah terebut dengan cara membuat kawasan konservasi atau kebijakan daerah lainnya. 4. Jika ingin melakukan kegiatan transplantasi karang sebaiknya mengetahui potensi karang dengan melihat data dasar seperti data-rekruitmen pada daerah ini agar dapat diketahui teknologi dengan metoda apa yang paling sesuai. DAFTAR PUSTAKA Allen G.R. and Erdmann M.V., 2005 Post Tsunami Coral Reefs Assessment Survey, Pulau Weh, Aceh Province, Sumatera. Report for Indonesian – International Conservation Bappenas and the International Donor Agency (2005). Indonesia : Preliminary Damage and Loss Assessment, the December 26, 2004 Natural Disaster. Consultative Group on Indonesia, 99 pp. Baird, A.H., and Morse ANC. 2004. Introduction of metamorphosis in larvae of brooding coral Acropora palifera and Stylophora pistillata. Marine and Fresh water Research (55): 469-472 Barnes, R. and R. Huges, 1999. An Introduction to marine Ecology: Third edition, MA: Black Well. Science, Inc. pp. 117 - 141 Brown B.E. and Suharsono, 1990. Damage and recovery of coral reefs affected by ElNino related seawater warming in the Thousand Island, Indonesia. Coral Reefs (8): 163 – 170 _________, 1997. Disturbances to Reefs in Recent Times. Di dalam : Birkeland (ed) Life and death of coral reefs. New York: Chapman and Hall. 536 pp. Clive wilkinson, David souter dan Jeremy Goldberg, 2006. Status Terumbu Karang di Negara-Negara yang Terkena Tsunami 2005, Townsville, Queensland. 164 hal. COREMAP-LIPI 2006. Laporan Monitoring Terumbu karang Pasca Gempa dan Tsunami di Aceh, Nias dan sibolga, Pusat penelitian Oseanografi LIPI Jakarta, 157 hal. Dietriech GB. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, FPIK-IPB. Edmunds P.J., Aronson R.B., Swanson D.W, Levitan D.R., Precht W.F., 1998. Photographic versus visual census technique for the quantification of juvenile corals. Bull. Mar. Sci. 62(3): 937-946 Engelhardt. U. 2000. Monitoring protocol for assessing the status and recovery potential of sleractinian cora communities on reefs affected by major ecological disturbance. www.mcss/sc/coral. ( 20 April 2004) _________., Hartcher, M., Taylor, N., Cruise, J., Engelhardt, D., Russel, M., teven, I., Thomas, G., Williamson, D. and D. Wiseman. 2001. Crown-of-thorns starfish (Acanthaster planci) in the central Great Barrier Reef region – Result of fine – scale surveys conducted in 1999-2000. CRC Reef Research Centre, Townsville, Australia, Technical Report No. 32, 100 pp. Heyward, A. Edward, P. and Luke S. 1996. An environmental resources atlas, http://www.aims.gov.au. 2007. (21 Oktober 2007) http://www.wikipedia.org 2008 visited on February 21, 2007 English, S.; C. Wilkinson and V. Baker 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Second edition. Australian Institute of Marine Science. Townsville : 390 pp. Grigg, R.W. and J.E. Maragos 1974. Recolonization of hermatypic corals on submerged lava flow in Hawaii. Ecology 55: 387 – 389. Gomez, E.D. and Yap H.Y. 1988. Monitoring Reef Condition. In : Kenchington R.A, Hudson BET, editor. Coral Reef Management handbook. Jakarta: UNESCO Regional office science and technology for Southeast Asia. Pp187 – 195. Guzman H.M. and Cortes J. 1992. Coral reef community structure at Cano Island, Pacific Costa Rica. Mar. Ecol.Prog. Ser. (10): 23 - 41 Harriot V.J. and Bank S.A. 1995, Rekruitmen of scleractinian corals in the Splitary Island Marine Reserve, a high latitude coral-dominated community in eastern Australia. Mar. Ecol. Prog. Ser. (123): 155 – 161 Hubbard, D.K. 1992. Hurricane – induced sediment transport in open-shelf tropical system-an example from St. Croix, U.S. Virgin Island. J. Sedimentary Petrology 62: 946 – 960. Krebs C.J. 1989. Ecological methodology. New York: Harper Collins. Levinton, J.S. 1995 Marine Biology: Function, Biodiversity, Ecology, Newyork: Oxford university Press, pp. 306 – 319. Long, B.G., G. Andrew: Y.G. Wang and Suharsono, 2004. Sampling accuracy of reef resource inventory technique. Coral Reefs: 1-17 Liaw. W.K. 1969. Chemical and Biological Studies and Fish Ponds and Resevoirs in Taiwan. Fisheries Series No. 7 Mc Cook, L.J. 2001. Competition between coral and algal turfs along a gradient of terrestrial influence in the near shore central Great Barrier Reefs. Coral Reefs (19): 419-425 Nybaken, J.W., 1992, Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis, Jakarta, Indonesia: PT. Gramedia Pustaka Utama. Pielou, E.C. 1975. Ecological diversity. A willey – Inter science Publication : 165 pp. Richmond, R.H. and Hunter, C.L., 1990. Reproduction and recruitment in corals: comparison among the Caribbean, the Tropical Pacific, and the Red Sea. Mar. Ecol. Prog. Ser. (60): 185 – 203 _________. 1997. Reproduction and recruitment in corals: critical links in the persestance of reef. Di dalam : Birkeland (ed.) Life and death of coral reefs. New York : Chapman and Hall pp.536 Rudi, E. 2006. Rekrutmen karang (skleractinia) di ekosistem terumbu karang Kepulauan seribu DKI Jakarta. Disertasi(tidak dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ruiz-Zarate M.A. and J.E. Arias-Gonzales 2004. Spatial study of juvenile corals in the Northern region of Mesoamerican Barrier Reef System (MBRS). Coral Reef (23): 584 – 594. Shannon, C.E. 1948. A mathematical theory of communication. Bell System Tech. J., 27 : 379-423. Strickland, J.D.H. and T.R. Parsons. 1968. A Practical Handbook of Seawater Analysis. Fish. Res. Board Canada (167): 311p Sorokin YI. 1993. Coral reef ecology. New York: Springer – Verlag. Stafford-Smith, M.G. 1993. Sediment rejection efficiency of 22 species of Australian Scleractinian corals. Mar. Ecol. Prog. Ser. (115): 229-243 Suharsono, 1984. Kematian Alami Karang di Laut Jawa, Majalah Ilmiah Semi Populer Oseana, Lembaga Oseanologi Nasional Jakarta, vol. IX : 1 : 31 – 40 ________ 1984. Pertumbuhan karang. Majalah Ilmiah semi popular, Lembaga Oseanologi asional Jakarta, Vol IX: 41 – 48 ________. 1995. Kondisi komunitas karang pada muntahan lahar tujuh tahun setelah meletusnya Gunung api, Banda. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 28 : 15 – 24. ________. 2004. Jenis-jenis karang di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI-COREMAP Program. Hal. 372 ________. 2007. Pengelolaan terumbu karang di Indonesia, Orasi pengukuhan Profesor riset bidang ilmu oseanografi, Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI, Jakarta. 112 hal. Supranto. 1991. Statistik, teori dan aplikasi edisi kelima jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta. Szmant, A.M. 2002. Nutrient enrichment on coral reefs : is it a major cause of coral reef decline? Estuaries (25): 743 – 766. Thacker, R.W., Ginsburg DW, Paul VJ 2001. Effect of herbivore exclusion and nutriwn enrichment on coral reef macroalgae and cyanobacteria. Coral Reefs (19) 318-329 University of the Virgin Islands (UVI). 2001. Threats to Coral Reefs. UVI Web site. http://www.uvi.edu/coral.reefer/threats.htm.( Januari 2009) Van Moorsel, M.N. W.G., 1998, Juvenile Ecology and Reproductive Strategy of Reef Coral, Caribia: Caribbean Marine Biology, 167 p. Veron JEN. 1995 Coral in space and time: The biogeography and evolution of scleractinian . Cornell, Univ. Press. Ithaca. 321pp. _______. and M. PICHON 1976. Scleractinia of Eastern Australia. Australian Institute of Marine Science. Monograph Series Vol.1 : 86 pp. _______. 2000a. Corals of the world. Australian Institute of Marine Science, PMB3, Townsville MC, Qld4810, Australia Vol.1 : 463 pp. _______. 2000b. Corals of the world. Australian Institute of Marine Science, PMB3, Townsville MC, Qld4810, Australia Vol.2 : 429 pp. _______. 2000c. Corals of the world. Australian Institute of Marine Science, PMB3, Townsville MC, Qld4810, Australia Vol.3 : 490 pp. Warwick, R.M. and K.R. Clarke, 2001. Change in marine communities: an approach to stasistical analysis and interpretation, 2 n d edition. PRIMER-E:Plymouth. Wilkinson, C. David, S. Jeremy, G. 2006. Status Terumbu Karang di Negara-Negara Yang Terkena Tsunami 2005 (Terjemahan). stitute of Marine Science. Townsville Australia. Wallace, C.C. 1985. Reproduction, Recruitment, dan Fragmentation in Nine Sympatric Species of the Coral Genus Acropora. Marine Biology: 88. pp 217 – 233. Wallace D. 1998. Coral reefs and their management. www.cep.unep.org. (maret 2003) Yeemin T. 2000. Pattern of coral recruitment in the Gulf of Thailand. Di dalam: Proc. of the Ninth int. Coral Reef Symp., Bali, 23 – 27 Oktober. Jakarta, Kementrian Lingkungan hidup, LIPI dan ISRS. Zar, J.H. 1996. Biostatistical Analysis. Second edition. Prentice-Hall Int. New Jersey : 622 pp. LAMPIRAN Lampiran 1. Posisi pengamatan di Nias, Sumatra Utara NO. 1 2 3 4 5 6 STASIUN NIAL 01 NIAL 02 NIAL 03 NIAL 04 NIAL 05 NIAL 06 LONG. 97.3621 97.386 97.4255 97.2429 97.2116 97.1774 LAT. 1.5374 1.5172 1.51135 1.45737 1.42407 1.41063 Keterangan: Stasiun NIAL 01, NIAL 02, NIAL 03 berada pada sisi sebelah timur (Desa Sawo) Stasiun NIAL 03, NIAL 04, NIAL 06 berada pada ssi sebelah barat ( Lahewa) Lampiran 2. Pengambilan data karang dan parameter fisik Lampiran 3. Data parameter temperatur dan salinitas depth 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 depth 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 St. 1 29.7757 29.7128 29.7019 29.6986 29.6905 29.6806 29.6785 29.678 29.675 29.665 29.66 29.659 29.6585 29.6575 29.657 St. 1 33.2803 33.3327 33.3996 33.4073 33.4111 33.4261 33.4294 33.4309 33.4325 33.4507 33.4722 33.4769 33.4764 33.4855 33.4929 St. 2 29.8521 29.762 29.7509 29.75075 29.7504 29.75 29.749 29.725 29.715 29.6995 29.688 29.6779 29.6775 29.677 29.6708 Temperatur St. 3 29.8079 29.773 29.736 29.7246 29.7257 29.7363 29.7395 29.737 29.7365 29.7291 29.7117 29.7055 29.7017 29.6952 29.6951 St. 2 32.0716 32.282 32.6776 32.8515 33.0794 33.3095 33.3443 33.3613 33.3747 33.3825 33.3851 33.3864 33.3883 33.3895 33.3931 St. 4 29.783 29.7527 29.7357 29.7347 29.7317 29.7219 29.7094 29.7051 29.699 29.68 29.6702 29.6555 29.6464 29.646 29.645 Salinitas St. 3 st. 4 33.05 32.8336 33.17 32.8788 33.29 33.1727 33.36 33.3259 33.37 33.3785 33.37 33.3737 33.38 33.3754 33.39 33.402 33.39 33.4127 33.39 33.427 33.40 33.4462 33.40 33.4761 33.41 33.4824 33.44 33.4829 33.46 33.4825 St. 5 29.7864 29.7478 29.7368 29.7266 29.6899 29.685 29.6848 29.6795 29.677 29.6765 29.6575 29.6495 29.6485 29.6455 29.6435 St. 6 29.7984 29.7686 29.7557 29.7251 29.721 29.7218 29.7169 29.7063 29.7017 29.6951 29.6894 29.6861 29.6837 29.6811 29.679 St. 5 33.2395 33.2471 33.2404 33.2158 33.2357 33.3348 33.4265 33.4912 33.5498 33.6081 33.6131 33.6041 33.7032 33.781 33.7872 St. 6 33.0875 33.1845 33.1894 33.2899 33.2904 33.2921 33.2967 33.3001 33.3017 33.3218 33.3226 33.3329 33.3403 33.3544 33.4051 Lampiran 4. Presentase tutupan karang dan kategori bentik lanilla Lokas penelitian tahun 2004 Kategori Bentik Live coral Acropora Non Acropora Fleshy seaweed Dead coral Dead coral algae Others Rubble Sand Soft coral Silt Sponge NIAL-01 NIAL-02 NIAL-03 NIAL-04 NIAL-05 NIAL-06 rata 51.33 0.50 50.83 4.13 0.00 39.53 0.00 2.33 1.00 0.27 0.00 3.20 45.30 0.73 44.57 0.10 0.17 53.13 0.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.23 62.03 0.00 62.03 0.00 0.00 23.60 0.00 4.50 0.00 3.33 0.00 4.93 48.67 0.00 48.67 0.00 0.00 26.17 2.80 0.00 8.57 0.97 2.47 9.73 47.64 1.17 46.47 0.00 0.00 43.47 1.63 1.37 2.07 0.00 0.00 2.87 34.90 0.73 34.17 0.33 0.00 28.13 1.23 2.20 20.97 0.00 3.27 8.23 48.31 rata 0.52 47.79 0.76 0.03 35.67 0.97 1.73 5.44 0.76 0.96 4.87 Lokas penelitian tahun 2005 Kategori Bentik Live coral Acropora Non Acropora Fleshy seaweed Dead coral Dead coral algae Others Rubble Sand Soft coral Silt Sponge NIAL-01 NIAL-02 NIAL-03 NIAL-04 NIAL-05 NIAL-06 14.37 0.00 14.37 0.00 0.00 51.70 0.00 24.73 8.37 0.00 0.00 0.83 5.07 1.60 3.47 0.00 0.00 58.60 0.00 32.40 3.80 0.00 0.00 0.13 26.23 0.37 25.87 5.50 0.00 50.10 1.53 10.37 0.00 0.00 0.00 6.27 27.10 0.00 27.10 0.00 0.00 38.10 1.30 10.43 19.23 0.00 2.37 1.47 26.70 0.00 26.70 0.00 0.00 50.60 5.67 15.47 0.00 0.00 0.00 1.57 23.20 0.00 23.20 0.43 0.00 54.23 0.00 0.00 21.23 0.00 0.00 0.90 20.45 0.33 20.12 0.99 0.00 50.56 1.42 15.57 8.77 0.00 0.39 1.86 Lanjutan lampiran 4… Lokas penelitian tahun 2007 Kategori Bentik Live coral Acropora Non Acropora Fleshy seaweed Dead coral Dead coral algae Others Rubble Sand Soft coral Silt Sponge NIAL-01 NIAL-02 NIAL-03 NIAL-04 NIAL-05 NIAL-06 rata 33.60 0.00 33.60 4.13 0.00 48.67 0.00 6.60 0.00 0.00 1.17 5.83 2.93 0.20 2.73 0.10 0.00 70.03 0.00 26.17 0.00 0.77 0.00 0.00 15.74 0.27 15.47 0.00 0.00 34.43 1.27 41.60 2.40 0.00 4.57 0.00 19.13 0.00 19.13 0.00 0.00 56.07 0.97 8.67 5.93 0.00 8.17 1.07 9.83 0.70 9.13 0.00 0.00 39.67 0.00 7.90 40.20 0.27 0.00 2.13 21.97 0.07 21.90 0.33 0.00 52.53 0.93 2.33 13.40 0.00 2.00 6.50 17.20 0.21 16.99 0.76 0.00 50.23 0.53 15.55 10.32 0.17 2.65 2.59 Lokas penelitian tahun 2008 Kategori Bentik NIAL-01 NIAL-02 NIAL-03 NIAL-04 NIAL-05 NIAL-06 Live coral 9.10 2.23 43.30 23.57 19.83 20.90 Acropora 0.50 0.13 0.00 0.00 4.40 0.17 Non-Acropora 8.60 2.10 43.30 23.57 15.43 20.73 Fleshy Seaweed 0.00 0.00 23.67 1.67 0.00 0.00 DC 0.00 0.50 0.00 0.00 0.00 0.00 DCA 47.23 65.37 25.97 41.33 64.40 52.40 Other Fauna 0.00 0.00 0.17 0.50 0.23 0.00 Rock 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Rubble 34.17 28.70 4.90 22.43 12.17 0.33 Sand 9.50 2.83 0.17 9.60 1.17 25.20 Soft Coral 0.00 0.37 0.90 0.00 0.00 0.00 Silt 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Sponge 0.00 0.00 0.93 0.90 2.20 1.17 rata 19.82 0.87 18.96 4.22 0.08 49.45 0.15 0.00 17.12 8.08 0.21 0.00 0.87 Lampiran 5. Nilai Indeks Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2007 Tahun 2008 STASIUN NIAL 1 NIAL 2 NIAL 3 NIAL 4 NIAL 5 NIAL 6 STASIUN NIAL 1 NIAL 2 NIAL 3 NIAL 4 NIAL 5 NIAL 6 STASIUN NIAL 1 NIAL 2 NIAL 3 NIAL 4 NIAL 5 NIAL 6 STASIUN NIAL 1 NIAL 2 NIAL 3 NIAL 4 NIAL 5 NIAL 6 S 13 19 5 28 29 27 S N 46 69 49 79 79 76 N H' 1.785 2.561 1.186 2.799 2.869 2.671 H' J' 0.696 0.87 0.737 0.84 0.582 0.811 J' 4 8 7 13 11 9 19 10 29 39 40 34 0.734 1,973 1,203 1,807 1,902 1,348 0.529 0.949 0.618 0.705 0.793 0.613 S 10 7 11 14 11 11 S 15 9 6 15 30 14 N 46 11 20 38 20 35 N 29 12 67 49 73 50 H' 1.462 1.767 1.844 2.225 2.121 1.679 H' 2,312 2,138 0,922 2,268 3,025 1,966 J' 0.634 0.908 0.769 0.843 0.884 0.700 J' 0,853 0,973 0,514 0,837 0,889 0,745 C' 0.3 0.111 0.346 0.095 0.084 0.123 C' 0.639 0.16 0.434 0.292 0.195 0.437 C' 0.346 0.208 0.28 0.161 0.17 0.365 C' 0.148 0.125 0.505 0.134 0.068 0.236 Lampiran 6. Distribusi jenis karang batu pada masng-masing lokasi dan waktu. 2004 No. I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Family Species ACROPORIDAE Acropora cerealis Acropora divaricata Acropora gemmifera Acropora humilis Acropora palivera Acropora valida Acropora yongei Acropora sp 1 Acropora sp 2 Acropora sp 3 Acropora sp 4 Acropora sp 5 Acropora sp 6 Acropora sp 7 Montipora aequituberculata Montipora danae Montipora digitata Montipora hispida Montipora informis Montipora incrassata Montipora millepora Montipora monasteriata 1 2 3 4 2005 5 6 1 2 3 4 2007 5 6 1 2 3 4 2008 5 6 1 2 3 4 5 6 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 23 24 25 26 27 28 29 30 Montipora orientalis Montipora spumosa Montipora turgescens Montipora undata Montipora verrucosa Montipora venosa Montipora sp1 Montipora sp2 31 32 33 34 35 36 POCILLOPORIDAE Pocillopora damicornis Pocillopora verrucosa Pocillopora woodjonesi Pocillopora sp. Seriatopora caliendrum Seriatopora hystrix II III 37 38 39 OCULINIDAE Galaxea astreata Galaxea fascicularis Galaxea sp IV SIDERASTREIDAE 40 Pseudosiderastrea tayami 41 Psammocora contigua V AGARICIIDAE 42 Pavona cactus 43 Pavona explanulata 44 Pavona varians x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x 45 46 47 48 Pavona venosa Pavona sp. Coeloseris mayeri Pachyseris rugosa VI 49 50 51 52 FUNGIIDAE Fungia repanda Fungia scruposa Fungia pungites Fungia sp. VII 53 54 55 56 PECTINIIDAE Oxypora lacera Oxypora sp Pectinia alcicornis Pectinia sp VIII 57 58 59 60 MERULINIDAE Hydnophora exesa Hydnopora sp Merulina ampliata Merulina scabricula IX 61 62 63 DENDROPHYLLIIDAE Turbinaria peltata Turbinaria frondens Turbinaria mesenterina X MUSSIDAE 64 Symphillia sp. x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x XI 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 FAVIIDAE Caulastrea sp 1 x Favia favus Favia matthai Favia palida Favia rotundata Favia speciosa Favia veroni Favia stelligera Favia sp Favites pentagona Favites flexuosa Favites sp1 Favites sp 2 Goniastrea retiformis Goniastrea edwardsi Goniastrea sp Platygyra pini Montastrea curta Montastrea valenciennesi Montastrea sp Leptastrea transversa Leptastrea purpurea Leptastrea sp Cyphastrea chalcidicum Cyphasttrea micropthalma cyphastrea seraillia Cyphastrea sp x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x XII 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 PORITIDAE porites annae Porites cylindrica Porites lobata Porites lutea Porites lichen porites murrayensis Porites nigrescens Porites rus Porites sp1 Porites sp2 Porites sp3 x x x x x x x x x XIII HELIOPORIDAE 103 Heliopora coerulea x XIV MILLEPORIDAE 104 Millepora platyphyllia 105 Millepora tenella x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Keterangan: Yang diberi tanda x menunjukkan kehadiran jenis pada lokasi tersebut. 1 = Stasiun Nial 1 4 = Stasiun Nial 4 2 = Stasiun Nial 2 5 = Stasiun Nial 5 3 = Stasiun Nial 3 6 = Stasiun Nial 6 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Lampiran 7. Distribusi jenis rekruitmen pada masing-masing stasiun I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 II 18 III 19 20 21 22 23 24 25 26 27 IV 28 29 30 31 32 33 34 35 36 FAMILY Jenis ACROPORIDAE Montipora danae Montipora incrasata Montipora informis Montipora sp Montipora spumosa Montipora undata Montipora venosa Montipora verrucosa Acropora donei A. loripes A. nasuta A. humilis Acropora sp. Acropora sp.1 Acropora sp.2 Acropora sp.3 Astreopora sp. ASTROCOENIIDAE Stylocoeniella guantheri AGARICIIDAE Pavona cactus Pavona sp Pavona sp.1 Pavona sp.2 Pavona varians Pavona venosa Leptoseris sp Coeloseris mayeri Pachyseris rugosa FAVIIDAE Favia matthai Favia pallida Favia sp Favia speciosa Favites abdita Favites pentagona Favites flexuosa Favites halicora Favites sp STASIUN NIAL01 NIAL02 NIAL03 NIAL04 NIAL05 NIAL06 5 1 10 2 6 3 1 10 1 4 5 12 1 1 1 4 2 10 2 3 2 7 1 3 2 1 1 4 2 3 1 1 28 1 4 2 3 3 3 1 6 1 2 1 15 6 2 1 1 2 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 21 2 1 3 1 3 1 2 1 1 8 1 3 1 1 2 4 1 1 1 1 37 38 39 40 41 42 V 43 44 45 VI 46 47 VII 48 49 50 51 52 VIII 53 54 55 IX 56 57 X 58 XI 59 XI 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 Goniastrea sp Leptoseri scabra Leptastrea transversa Cyphastrea serailia Echinopora lamellosa Echinopora sp POCILLOPORIDAE Pocillopora damicornis Pocillopora sp Pocillopora verrucosa OCULINIDAE Galaxea astreata Galaxea fascicularis FUNGIIDAE Fungia horrida Fungia repanda Fungia sp Litophylon undulatum Podabacea crustacea PECTINIIDAE Oxypora lacera Oxypora sp Pectinia sp. MERULINIDAE Hydnopora exesa Hyndopora microconos DENDROPHYLIIDAE Turbinaria peltata HELIOPORIDAE Heliopora coerulea PORITIDAE Porites cylindrica Porites lichen Porites lobata Porites lutea Porites nigrescens Porites rus Porites solida Porites sp Porites sp.1 Porites sp.2 Jlh individu Jlh Jenis 1 3 3 2 4 1 1 2 1 1 5 1 2 1 4 1 1 1 17 3 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 6 1 2 2 5 112 41 2 2 1 3 1 3 4 1 1 52 30 5 1 1 6 1 1 4 2 3 6 15 3 1 3 8 3 31 11 52 17 124 38 82 22 Lampiran 8. Beberapa jenis dan ukuran juvenile karang Lampiran 9. Analisis ragam kelimpaha rekrut karang pada masing-masing lokasi Descriptives N JMLJN S SIZE nial1 Std. Deviation Mean Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Upper Lower Bound Bound 4.8889 1.83333 .61111 3.4797 6.2981 2.00 7.00 nial2 9 5.1111 2.14735 .71578 3.4605 6.7617 2.00 9.00 nial3 9 2.1111 1.05409 .35136 1.3009 2.9214 1.00 4.00 nial4 9 3.6667 1.93649 .64550 2.1781 5.1552 2.00 7.00 nial5 9 8.3333 3.67423 1.22474 5.5091 11.1576 3.00 14.00 nial6 9 4.8889 1.83333 .61111 3.4797 6.2981 2.00 7.00 Total 54 4.8333 2.84008 .38649 4.0581 5.6085 1.00 14.00 nial1 9 22.2222 15.15435 5.05145 10.5736 33.8709 5.20 45.40 nial2 9 15.3111 7.01257 2.33752 9.9208 20.7014 5.00 26.70 nial3 9 11.5333 8.48808 2.82936 5.0088 18.0578 4.00 29.50 nial4 9 18.8000 12.76979 8.9843 28.6157 5.40 43.00 9 47.2556 39.53818 16.8638 77.6473 3.60 108.70 nial6 9 22.2222 15.15435 4.25660 13.1793 9 5.05145 10.5736 33.8709 5.20 45.40 Total 54 22.8907 21.99244 2.99279 16.8880 28.8935 3.60 108.70 Test of Homogeneity of Variances SIZE Levene Statistic 3.312 11.878 df1 5 df2 48 Sig. .012 5 48 .000 ANOVA Sum of Squares JMLJNS SIZE Maximum 9 nial5 JMLJNS Minimum Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total df Mean Square 189.944 5 37.989 237.556 48 4.949 427.500 53 7179.423 5 1435.885 18454.942 48 384.478 25634.365 53 F Sig. 7.676 .000 3.735 .006 Lanjutan lampiran 7. JMLJNS Tukey HSD Subset for alpha = .05 STASIUN nial3 N 9 1 2.1111 nial4 9 3.6667 nial1 9 4.8889 nial6 9 4.8889 nial2 9 5.1111 nial5 9 Sig. 2 8.3333 .065 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. SIZE Tukey HSD Subset for alpha = .05 STASIUN nial3 9 1 11.5333 nial2 9 15.3111 nial4 9 18.8000 nial1 9 22.2222 22.2222 nial6 9 22.2222 22.2222 nial5 9 Sig. N 2 47.2556 .855 .092 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000.