BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, pendidikan telah menjadi sorotan pada satu negara, karenanya pendidikan menjadi barometer dalam kemajuan suatu bangsa. Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang membuka kesempatan luas untuk memperkaya diri dalam hal berkebudayaan. Karena manusia mampu belajar maka ia mampu berkembang, mulai dari lahir hingga pada saat tiba kematiannya. Belajar seyognyanya dapat memfasilitasi manusia untuk dapat menyalurkan ide-ide kreatifnya dengan berbagai latar belakang kemapuan otak yang dimiliki dan pengalaman-pengalaman yang sedemikian rupa. Ada beberapa ahli yang berpendapat, bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh “reward” dan “reinforcement”. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitif. Didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memeperoleh “insight”untuk pemecahan masalah. Jadi para tokoh teori kognitif berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi secara keseluruhan bukan sekedar bagian-bagian. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan. Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapantanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya. Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 1 B. Rumusan Masalah Pemabahasan makalah, mengacu pada rumusan masalah berikut : 1. Konsep dasar teori perkembangan kognitif 2. Tahahapan belajar menurut teori Piaget 3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif 4. Impilikasi teori belajar perkembangan kognitif terhadap pembelajaran dan bimbingan dan konseling 5. Masalah-masalah yang mungkin dihadapi peserta didik 6. Pemberian bantuan dalam mengatasi masalah kesulitan belajar C. Tujuan Tujuan dari dibahasnya teori belajar perkembangan kognitif (Piaget) adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kebutuhan siswa dilihat dari teori belajar perkembangan kognitif (Piaget) 2. Mengetahui impilikasi teori belajar perkembangan kognitif terhadap pembelajaran dan bimbingan dan konseling 3. Mampu menerapkan konsep teori belajar perkembangan kognitif dalam aplikasi belajar 4. Mampu menerapkan konsep teori konseling dalam menangani masalah kesulitan belajar D. Metode Metode yang digunakan dalam pembahasan teori belajar perkembangan kognitif (Piaget) adalah dengan metode kepustakaan. Metode kepustakaan adalah dimana pembahasan dilakukan dengan mencari literatur yang relevan dengan pembahasan tentang teori belajar perkembangan kognitif (Piaget) dan penangan masalah dengan teknik konseling. Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 2 BAB II PEMBAHASAN TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF (JEAN PIAGET) A. Konsep Dasar Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuan dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi. Teori Jean Piaget menitikberatkan pada aspek perkembangan pikiran secara alami dari lahir hingga dewasa. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yang diteliti oleh Jean Piaget, diantaranya: 1. Struktur, yaitu ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan berpikir logis anak. Struktur merupakan perkembangan dari operasi-operasi, operasi merupakan perkembangan dari tindakan-tindakan (actions). Operasi-operasi memiliki empat ciri, yaitu merupakan tindakan yang terinternalisasi, baik tindakan mental maupun tindakan fisik tanpa ada garis pemisah diantara keduanya. Ciri kedua, bersifat revesibel (dapat dibalik), misalnya menambah dan mengurangi merupakan operasi yang sama yang dilakukan dengan arah yang berlawanan. Selanjutnya, selalu tetap, walaupun selalu terjadi transformasi atau perubahan. Ciri terakhir adalah tidak ada operasi yang berdiri sendiri, suatu operasi selalu berhubungan dengan struktur atau sekumpulan operasi, misalnya operasi pengurangan berhubungan dengan operasi klasifikasi, pengurutan, dan konservasi bilangan yang mana operasi-operasi itu saling membutuhkan. Jadi, struktur merupakan organisasi mental tingkat tinggi, satu tingkat lebih tinggi dari operasi-operasi. Struktur intelektual terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Struktur yang terbentuk lebih memudahkan individu untuk menghadapi tuntutan yang makin meningkat dari lingkungannya yang berarti telah terjadi suatu perubahan dalam perkembangan intelektual anak. 2. Isi, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 3 3. Fungsi, yaitu cara yang digunakan individu untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada individu kemampuan untuk mensistematikkan atau mengorganisasikan proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-steruktur. Adaptasi sebagai fungsi kedua yang melandasi perkembangan intelektual. Semua organisme lahir dengan kecenderungan beradaptasi dengan lingkungannya, adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respons terhadap tantangan lingkungannya. Bagi Piaget, adaptasi merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Andaikata pada proses asimilasi, seseorang tidak dapat mengadakan penyesuaian pada lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan. Akibat ketidakseimbangan ini, maka terjadilah akomodasi dan stuktur yang ada mengalami perubahan. Perkembangan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibirium-equilibirium). Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi dari sebelumnya. Teori perkembangan kognitif memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya-dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Interaksi dengan lingkungan yang dilakukan oleh individu secara terus menerus akan membentuk pengetahuan. Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 4 B. Tahapan Perkembangan Kognitif Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget interaksi dengan lingkungan akan semakin mengembangkan fungsi intelek dilihat dari perkembangan usia melalui tahap-tahap berikut: 1. sensory motor (Sensori-motor) Tingkat sensori-motor menempati dua tahun pertama dalam kehidupan. Selama periode ini anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan menggerak-gerakkannya. Anak mengatur alamnya dengan indera-inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Pada tahapan sensori motor, anak tidak memiliki konsepsi “object permanence” bila suatu benda disembunyikan ia gagal untuk menemukannya, seiring dengan bertambahnya pengalaman, mendekati akhir dari tahapan ini anak mulai menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu masih ada, dan ia mulai mencarinya setelah ia melihat benda tersebut disembunyikan. Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Sensori-motor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan: 1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. 2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. 3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. 4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 5 5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. 6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas. 2. pre operational (Pra-oprasional) Tingkat ini ialah antara umur 2 hingga 7 tahun. Anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas, ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Periode ini disebut praoperasioanal, karena pada umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental, seperti menjumlahkan dan mengurangi. Tingkat pra-operasional terdiri dari dua sub-tingkat. Sub-tingkat pertama antara 2-4 tahun yang disebut tingkat pra-logis, sub-tingkat kedua ialah antara 4 hingga 7 tahun yang disebut tingkat berfikir intuitif. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran Praoperasional dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensor-imotor dan muncul antara usia dua sampai tujuh tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 6 3. Concrete operational (Operasional Konkret) Periode operasional konkret adalah antara umur 7-11 tahun. Anak dapat mengembangkan pikiran logis, dapat mengikuti penalaran logis walaupun kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional, ini berarti anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah: a. pengurutan-kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. b. klasifikasi-kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan) c. decentering-anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. d. reversibility-anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya e. konservasi-memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Penghilangan sifat Egosentrisme-kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 7 akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang. 4. Formal operational (Operasional Formal) Pada umur kira-kira 11 tahun, timbul periode operasi baru, dimana anak dapat berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini anak dapat menggunakan operasioperasi konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode ini adalah bahwa ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa konkret; ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. . Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 8 BAB III PERENCANAAN PEMBERIAN BANTUAN A. Implikasi dalam Proses Belajar Mengajar Implikasi teori perkembangan kognitif dalam proses belajar mengajar (Surya,2004), diantaranya: 1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. 2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. 3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. 4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. 5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan hal dari berbagai lingkungan. Piaget dan para konstruktivis pada umumnya berpendapat bahwa dalam mengajar, seharusnya diperhatikan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan demikian mengajar dianggap bukan sebagai proses di mana gagasan-gagasan guru dipindahkan kepada siswa, melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan si anak yang sudah ada yang mungkin salah. Pada proses pembelajaran terdapat tiga prinsip utama yang diungkapkan oleh Piaget supaya peserta didik dapat membentuk pengetahuan secara optimal dan berkembang secara optimal sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif peserta didik. 1. Belajar aktif; proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu dikembangkan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya melakukan percobaan, manipulasi symbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban tersendiri, membandingkan penemuan sendiri dangan penemuan temannya. Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 9 2. Belajar lewat interaksi sosial; dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar baik diantara sesama, anak-anak maupun orang dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Tanpa interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan tetap bersifat “egosentris”. Sebaliknya lewat interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah ke banyak pandangan, artinya khasanah kognitif anak akan diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alterrnatif tindakan. 3. Belajar lewat pengalaman sendiri; perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari bahasa yang digunakan berkomunikasi. Bahasa memang memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif, namun bila bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tanpa melalui pengalaman sendiri, maka perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme. Pembelajaran di sekolah hendaknya dimulai dengan memberikan pengalaman-pengalaman nyata daripada dengan pemberitehuanpemberitahuan, atau pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya harus persis sama dengan yang diinginkan oleh guru. Disamping akan membelenggu anak, dan tidak adanya interaksi sosial, belajar verbal tidak menunjang perkembangan kognitif anak yang lebih bermakna. Oleh kerena itu Piaget sependapat dengan prinsip pendidikan dari konkrit ke abstrak dari khusus ke umum. Piaget menjabarkan implikasi teori perkembanga kognitif terhadap pendidikan, diantaranya: 1. Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud 2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan. Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 10 3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal. 4. Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi. B. Masalah yang Mungkin Dihadapi Peserta Didik Teori perkembangan kognitif memandang bahwa dalam belajar, individu selalu berkembang yang dirumuskan kedalam beberapa tahapan perkembangan kognitif, sehingga apabila ada masalah pada salah satu tahapan perkembangan maka akan mempengaruhi perkembangan pada tahap selanjutnya. Menurut perspektif teori perkembangan kognitif, masalah yang mungkin muncul dalam belajar berhubungan dengan kurang optimalnya fungsi organisasi dan adaptasi juga berhubungan dengan tingkat kematangan pada setiap tahap perkembangan kognitif. Secara terperinci masalah tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Fungsi organisasi kurang optimal; secara sederhana fungsi organisasi digambarkan sebagai proses penataan segala sesuatu yang ada di lingkungan, sehingga menjadi dikenal oleh individu. Hambatan dapat muncul ketika individu tidak mampu melakukan penataan lingkungan, sehingga interaksi yang dilakukan individu dengan lingkungan kurang dan pengetahuan tidak dapat dibentuk oleh individu. Guru tidak mampu membantu individu dalam menata lingkungan yang dikenal sehingga pengetahuan tidak terbentuk secara optimal, karena interaksi yang kurang dengan lingkungan. Fungsi organisasi yang kurang optimal dapat menghambat individu dalam pembentukan pengetahuan. 2. Fungsi adaptasi kurang seimbang; Piaget mengemukakan bahwa adaptasi akan optimal apabila proses asimilasi dan proses akomodasi seimbang. Ketidak seimbangan antara proses asimilasi dan proses akomodasi merupakan hal yang wajar karena individu dalam proses belajar, namun dapat menjadi hambatan dalam peningkatan kemampuan intelektual apabila terlalu sering terjadi ketidak seimbangan antara proses asimilasi dan proses adaptasi. Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 11 Misalnya dalam interaksinya dengan lingkungan individu gagal melakukan adaptasi dengan proses akomodasi dalam menerima informasi baru, maka individu mengubah lingkungan agar sesuai dengan dirinya. Apabila proses asimilasi tersebut diulangi terus menerus, maka tingkat intelektual individu tidak akan berkembang. 3. Tingkat Pencapaian satu tahap perkembangan kognitif tidak optimal; telah dikemukakan di awal bahwa ada empat tahapan perkembangan kognitif, yaitu; (1) sensori-motor, (2) praoperasional, (3) operasional-konkret, dan (4) operasi formal. Di mana satu tahapan yang lebih rendah menjadi dasar untuk perkembangan pada tahapan selanjutnya. Permasalahan dapat muncul ketika pencapaian satu tahapan belum optimal. Misalnya tahapan sensorimotor menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial (ruang), apabila individu mengalami kesulitan dalam mempersepsi ruang atau lingkungan sekitar, maka pada tahapan pra-oprasional individu akan mengalami hambatan dalam memahami simbol-simbol yang ada di lingkungannya, atau hambatan dalam penggunaan bahasa, atau hambatan dalam operasi sederhana lainnya. Begitupun pada tahapan berikutnya C. Peran bimbingan dan konseling Untuk Menangani Masalah Belajar Peran bimbingan dan konseling yang akan difokuskan adalah bimbingan dan konseling belajar. Bimbingan dan konseling belajar membantu siswa dalam menghadapi masalah akademik atau belajar, dalam hal ini mengacu pada teori perkembangan kognitif (Jean Piaget). Beragam teknik bimbingan dan konseling dapat digunakan dalam menangani masalah akademik, diantaranya bimbingan kelompok, peer guidance (bimbingan teman sebaya), belajar bernuansa bimbingan, konseling individual, dan konseling kelompok. Intervensi bimbingan dan konseling belajar kali ini hanya akan difokuskan pada konseling individual dan konseling kelompok. Pada individu sering terjadi adaptasi yang kurang seimbang khususnya masalah belajar. Individu terkadang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru misalnya siswa pada kelas IPA yang tidak terlalu dituntut untuk menyampaikan gagasan atau berbicara didepan umum harus beradaptasi dengan mata pelajaran B. Indonesia. Dalam mata pelejaran B. Indonesia, guru sering meminta siswa orang untuk mempresentasikan materi didepan umum, dan bagi sebagian siswa IPA hal ini cukup sulit bahkan tidak menutup kemungkinan mempengaruhi terhadap proses dan hasil belajar siswa. Siswa yang memahami isi materi yang akan dipresentasikan Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 12 tetapi sangat sulit untuk berbicara didepan obanyak orang (lingkungan baru), cenderung tidak akan menyampaikan dengan baik isi materinya. Permasalahan seperti diatas perlu pelayananan konseling, dalam hal ini bimbingan konseling yang harus berperan membantu siswa untuk dapat beradaptasi dengan kondisi (lingkungan) yang baru sehingga siswa yang masalah memiliki kesulitan dapat terbantu. Sebelumnya, guru pembimbing (konselor) harus mengidentifikasi sesungguhnya dalam kesulitan belajar yang disebut dengan istilah diagnostik kesulitan belajar yakni suatu cara untuk membantu siswa menghadapi kesulitan belajar yang dihadapinya. Dengan metode diagnostik iniakan diketahui sebab-sebab kesulitan, setelah diketahui permasalahan, maka konselor dapat memilih teknik konseling tertentu cocok digunakan untuk menangani masalah tersebut. Jika masalah itu berasal dari fikiran irasional, maka teori dan teknik konseling yang dapat digunakan yakni Rational Emotive Therapy. Apabila permasalahan itu dilatarbelakangi olah masalah kognitif maka maka dapat menggunakan Cognitive Behaviorl Therapy. Apabila permasalahan disebabkan oleh kecemasan yang berlebih maka dapat menggunakan teori psikoanalisis. Pelayanan konseling dalam menghadapi permasalahan belajar dalam hal ini mengatasi permasalahan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dapat diberikan dengan beberapa strategi yakni: 1. Layanan konseling individual, yakni bantuan yang diberikan oleh konselor kepada seorang siswa dengan tujuan siswa, mampu mengatasai masalah sendiri, dan dapat menyesuaikan diri secara positif. Permasalahan belajar seperti sulitnya beradaptasi dengan mata pelajaran dapat menggunakan layanan konseling individual. Yakni konseling yang dilaksanakan bersifat individual atau hanya terdapat seorang konselor dan seorang konseli berdasarkan prosedur yang sudah baku. 2. Konseling Kelompok,yakni layanan bimbingan yang diberikan kepada sekelompok siswa untuk memecahkan bersama masalah-masalah yang menghambat perkembangan siswa. Meskipun dalam setting kelompok, penyelesaian masalah tetap individual. Konseling kelompok perlu dilakukan jika terdapat beberapa siswa yang mengalami permasalahan yang sama yakni tiap orang dapat memberi masukan terhadap orang lain berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang akan membantu tercapainya tujuan konseling. Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 13 BAB IV PENUTUP Kesimpulan Teori belajar atau teori perkembangan mental Piaget biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar yang dikemukakan oleh Piaget tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual tersebut dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi pengetahuan. Misalnya pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerak atau perbuatan (Ruseffendi, 1988). Dalam kaitannya dengan teori belajar konstruktivisme, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989) menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak. Selanjutnya, timbul pertanyaan bagaimanakah cara anak membangun pengetahuan tersebut? Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, akan tetapi melalui tindakan. Perkembangan kognitif anak bahkan bergantung kepada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi (Nur, 1998; Poedjiadi, 1999). Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sementara akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga dengan demikian informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988). Akomodasi dapat juga diartikan sebagai proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut (Suparno, 1996).Pandangan dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir, yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran seseorang dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Dalam hal ini, belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis. Belajar merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman sesuai dengan kemampuan yang dimiliki seseorang (Hudoyo, 1998). Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor extern atau lingkungan sehingga melahirkan suatu perubahan tingkah laku (Hamzah, 2003). Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget) 14