Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi Anne Ratnasari ABSTRAK Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat dewasa ini, di satu sisi memberikan peluang bagi kemajuan masyarakat, tetapi di sisi lain juga telah menimbulkan kesenjangan informasi, baik pada tingkat makro maupun mikro. Pada tingkat makro, kesenjangan ini sangat tampak dalam hal ketidakseimbangna arus informasi dan penguasaan teknologi di kalangan negara-negara maju (core nations) dan negara-negara sedang berkembang (peripheral nations). Melalui penguasaan teknologi yang luas, dan dengan misi penguasaan pasar dunia, arus informasi dari negara-negara maju ke negara-negara sedang berkembang jauh lebih banyak ketimbang sebaliknya. Hal ini terjadi akibat sejarah panjang sejak masa kolonial. Pada tingkat mikro, kesenjangan informasi terjadi akibat perbedaan tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi lebih tinggi cenderung memiliki peluang lebih tinggi pula dalam mengakses informasi dibandingkan mereka yang tingkat pendidikan dan tingkat ekonominya lebih rendah. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi komunikasi dan informasi berkembang sangat pesat, baik pada teknologi pengolahan, penyimpanan, pengiriman, maupun penerimaan informasi. Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh manusia dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi berjalan sedemikian cepat sehingga sejumlah ahli menyatakan bahwa kini sedang terjadi revolusi komunikasi dan informasi. Kemajuan-kemajuan yang dicapai manusia dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi meningkatkan kemampuan manusia dalam menerima, mengolah, menyimpan, dan mengirim informasi. Dengan teknologi baru, manusia mengirim pesan secara lebih efisien dan efektif, menerima informasi secara lebih cepat dan akurat, mengolah dengan cepat, rapi, dalam kapasitas yang sangat besar. Namun demikian, terdapat kondisi-kondisi di masyarakat yang menyebabkan mereka berbeda dalam kemampuan untuk menguasai, atau menggunakan teknologi komunikasi dan informasi. Karena faktor-faktor tertentu itu, teknologi komunikasi menyebar secara tidak merata di masyarakat. Terdapat kalangan yang memiliki kesempatan dan kemampuan lebih besar untuk menguasai, atau menggunakan teknologi komunikasi dan informasi, akan tetapi banyak juga kalangan yang kurang bahkan mungkin tidak memiliki kesempatan dan kemampuan untuk menggunakan hal itu. Kesempatan dan kemampuan dalam menguasai dan menggunakan teknologi komunikasi ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam menerima, mengolah, menyimpan, dan mengirim informasi. Perbedaan kemampuan masyarakat dalam menyerap teknologi komunikasi dan informasi dapat menciptakan kondisi masyarakat yang menguasai informasi lebih banyak (information-rich) pada satu pihak, dan Anne Ratnasari. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi 327 masyarakat yang kekurangan informasi, atau menguasai informasi hanya sedikit (informationpoor) di lain pihak, sehingga terjadi kesenjangan informasi di dalam masyarakat. Jika dilihat secara ekonomis, informasi dapat dikelompokkan ke dalam sumber daya, seperti dikatakan Severind dan Tankard (1997:277): Information is a resource. It has value, and it lets people do things that they could not do otherwise. An old aphorism states that knowledge is power, and this mean simply that knowledge gives people the capability to do things, to take advantage of opportunities. Selanjutnya mereka menegaskan bahwa pengetahuan, sebagaimana wujud kekayaan yang lain, tidak terdistribusikan secara merata di masyarakat. Orang-orang yang masih berkutat dalam kemiskinan mereka juga biasanya miskin dalam informasi. Dengan latar belakang demikian, maka akan timbul pertanyaan: Apakah kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi itu akan mendatangkan banyak manfaat kepada manusia atau malah mendatangkan sejumlah masalah? Apakah faktor-faktor yang menyebabkan teknologi komunikasi menyebar secara tidak merata yang pada gilirannya akan menciptakan kesenjangan informasi di tengah masyarakat? 1.2 Tujuan Penulisan Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan kaitan antara perkembangan teknologi komunikasi dan informasi pada satu sisi, dengan kesenjangan informasi yang terjadi di masyarakat pada sisi yang lain. 1.3 Batasan Konsep Terdapat dua konsep yang akan diberikan batasan dalam tulisan ini, yaitu teknologi komunikasi dan informasi, serta kesenjangan informasi. Teknologi Komunikaksi dan Informasi. Yang dimaksud dengan teknologi komunikasi dan informasi adalah berbagai piranti baru/mutakhir, baik piranti keras maupun lunak, yang digunakan 328 manusia dalam menerima, mengolah, menyimpan, dan mengirim informasi; seperti komputer, satelit, televisi, dan lain-lain. Sebagaimana didefinisikan Rogers (1986:2) teknologi komunikasi adalah, “the hardware equipment, organizational structures, and social values by which individuals collect, process, and exchange information with other individuals”. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah perangkat komunikasi dan informasi tradisional, seperti kentongan dan sejenisnya. Kesenjangan Informasi. Adapun kesenjangan informasi diartikan sebagai perbedaan pemilikan informasi oleh masyarakat, baik pada tingkat makro (sebuah negara, atau masyarakat), maupun pada tingkat mikro (individu). Dalam literatur ilmu komunikasi, kesenjangan informasi ini ada yang menyebut sebagai knowledge-gap (kesenjangan pengetahuan, yang lebih merujuk kepada kesenjangan informasi di tingkat mikro/individu. Lihat, misalnya, ringkasan penelitian Tichenor dan kawan-kawan (dalam Severind dan Tankard, 1997:277-289), ada juga yang menamakannya sebagai information imbalance (ketidakseimbangan informasi, yang menekankan kesenjangan informasi pada tingkat yang lebih makro, masyarakat atau bangsa. Lihat Hamelink dalam Downing, et al. , 1991:219). 2. Perkembangan Teknologi Komunikasi 2.1 Perkembangan Peradaban Manusia Alvin Toffler menganalisis gejala-gejala perubahan dan pembaharuan peradaban manusia. Sejarah dunia atau peradaban manusia dibaginya ke dalam tiga gelombang peradaban, yaitu gelombang pertama (8000 SM-1700 M), gelombang kedua (1700-1970 M), dan gelombang ketiga (19702000 M). Gelombang peradaban pertama berlangsung ketika manusia menemukan teknologi pertanian, yang membuat mereka cenderung menetap di suatu tempat. Pada masa ini, mereka menggunakan energi yang telah disimpan oleh alam berupa energi matahari, angin, air, dan lainlain. M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004 Gelombang kedua ditandai dengan ditemukannya mesin uap pada 1712, yang disusul penemuan berbagai mesin yang dapat bergerak cepat. Pada masa ini, berkembang industri batu bara, tekstil batu bara, besi baja, dan lain-lain. Gelombang kedua ditandai oleh pemilahan yang tegas antara konsumen dan produsen yang mengarah kepada adanya spesialisasi di masyarakat. Gejala lain yang muncul adalah ekspansi dan integrasi pasar dunia. Karena keperluan untuk penyedian bahan baku, pada masa ini banyak pola perdagangan berubah menjadi penjajahan. Peradaban gelombang kedua segera digantikan peradaban gelombang ketiga karena terjadinya kerusakan alam yang hebat, cadangan energi yang tidak dapat diperbaharui, dan berakhirnya penjajahan yang menghilangkan subsidi tersembunyi bagi harga bahan baku. Munculnya gelombang ketiga ditandai oleh kemajuan teknologi pada bidang-bidang komunikasi dan pemrosesan, penerbangan dan aplikasi angkasa luar, energi alternatif yang dapat diperbaharui, genetik dan bio teknologi, dengan elektronik mikro serta komputer sebagai teknologi intinya (lihat Alisjahbana, 1985:15-18). 2.2 Perkembangan Teknologi Komunikasi Sebagaimana dijelaskan Toffler, gelombang peradaban terakhir ditandai oleh berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi. Menurut Grant (1995:1), teknologi komunikasi adalah sistem saraf dari masyarakat kontemporer, mengirimkan, mendistribusikan, dan mengendalikan informasi, dan menghubungan sedemikian banyak berbagai hal yang terpisah. Oleh sebab itu, teknologi komunikasi sangat penting bagi kegiatan perdagangan, pengendalian, dan hubungan antarpribadi. Bahkan, menurut Cheryl Currid (1993:1), kita sekarang sedang diinvasi oleh alatalat elektronik. Menurut Currid, kita tidak dapat melaksanakan urusan kita tanpa menggunakan peralatan elektronik, entah itu komputer, telepon seluler, faks, atau yang lainnya. Apa pun yang kita lakukan tidak dapat menghentikan invasi itu. Rogers, dalam bukunya Communication Technology, membagi perkembangan teknologi komunikasi ke dalam empat zaman (four eras), yaitu zaman tulisan, cetakan, telekomunikasi, dan komunikasi interaktif. Zaman tulisan dimulai pada 4000 tahun sebelum Masehi, ketika bangsa Sumeria menulis di tanah liat. Selama ribuan tahun, tulisan memiliki peran yang penting dalam berkomunikasi, sekurangnya sampai abad ke-15 ketika ditemukan mesin cetak. Zaman cetakan dimulai saat mesin cetak ditemukan oleh Gutenberg pada tahun 1456, sekalipun teknologi pencetakan di Cina sudah dikenal sejak tahun 1000. Salah satu dampak ditemukannya mesin cetak adalah membuat buku menjadi tersebar luas. Sebelum zaman Gutenberg, seorang ‘penulis’ buku yang terampil hanya mampu menggandakan buku sebanyak 2 buah dalam satu tahun. Dengan mesin cetak yang baru ditemukan Gutenberg, orang mampu memproduksi satu buku dalam satu hari. Begitu pentingnya temuan mesin cetak ini sehingga tahap ini dianggap sebagai awal dari terjadinya renaissance. Zaman telekomunikasi ditandai oleh ditemukannya telegraf oleh Samuel Morse, yang mengirim pesan telegraf untuk pertama kalinya dari Baltimore ke Washington D.C. Sampai sebelum Morse mengirim pesan telegraf pertamanya, informasi dapat bergerak secepat kendaraan yang membawanya. Lalu lintas informasi sama saja dengan lalu lintas orang dan barang. Akan tetapi, ketika telegraf ditemukan, segalanya berubah. Perjalanan informasi menjadi berkali-kali lebih cepat dari perjalanan kereta api tercepat yang mana pun. Rogers mengelompokkan radio, televisi, dan film ke dalam bentuk-bentuk telekomunikasi yang utama. Datangnya era komunikasi interaktif ditandai oleh kehadiran komputer. Komputer membuat perubahan pada telekomunikasi yang umumnya berlangsung satu arah. Dengan adanya komputer, komunikasi dapat dilakukan secara interaktif. Menurut Rogers, terdapat berbagai media komunikasi baru, antara lain: komputer mikro, konferensi jarak jauh, teleteks, videoteks, televisi kabel interaktif, satelit komunikasi (Rogers, 1986:27-33). Anne Ratnasari. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi 329 Menurut Naisbitt, kemajuan-kemajuan yang dicapai manusia dalam telekomunikasi dan ekonomi, meletakkan fondasi untuk suatu sistem jalan raya informasi internasional, di mana kita dapat dipersatukan dalam satu jaringan tunggal dunia. Selanjutnya Naisbitt mengatakan, “Kita bergerak menuju kemampuan untuk mengkomunikasikan apa pun, kepada siapa saja, di mana saja, dengan bentuk apa saja – suara, data, teks atau citra (image) – dengan kecepatan cahaya.” (1990:13). Dikatakannya pula bahwa perdagangan, perjalanan, dan televisi, meletakkan landasan bagi terciptanya gaya hidup global (1990:108). Kemajuan-kemajuan yang dicapai manusia di bidang teknologi komunikasi dan informasi mengantar manusia ke dalam proses globalisasi. Salah satu sarana yang mengantar ke proses itu adalah adanya jalan raya informasi (information superhighway), sebagaimana dijelaskan Dahlan (2000:3) bahwa pembangunan jalan raya informasi didukung oleh seperangkat teknologi komunikasi berupa perangkat pengolah informasi (komputer), pengiriman dan penyaluran (serat optik, satelit), penghantaran pesan (broadband ISDN, pemampatan digital), penyimpanan dan perekaman, hingga ke perangkat penampilan informasi. Penggunaan perangkat-perangkat itu bertujuan untuk mencapai komunikasi yang lebih efektif dan efisien. Menurut catatan Straubhar dan LaRose (2000:5), transisi untuk memasuki masyarakat informasi dipercepat oleh perubahan yang cepat dalam teknologi. Tidak dapat lagi dikatakan bahwa berbagai media komunikasi seperti media cetak, radio, televisi, film, telepon, dan komputer, sepenuhnya terpisah. Perkembangan dalam komputer dan jaringan telekomunikasi telah mengarah kepada penyatuan atau konvergensi dengan media massa konvensional. Salah satu bukti konvergensi itu adalah jaringan internet. Internet merupakan jaringan yang menghubungkan komputer secara global. Para pengguna komputer melalui internet dapat saling bertukar data. Banyak dari halaman-halaman Web menyediakan audio dan video juga grafik. Menurut 330 Straubhar dan LaRose, internet adalah model media komunikasi masa depan: sebuah jaringan kumputer yang cepat, yang dapat digunakan untuk membaca berita, menonton video, mendengarkan musik, dan sebagainya. Internet, sebagai salah satu simpul perkembangan teknologi informasi paling akhir memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat, baik untuk kebutuhan politik, bisnis maupun pendidikan. Purbo (1999:105-127) menjelaskan berbagai contoh kegunaan internet untuk dunia pendidikan. Internet antara lain dapat digunakan untuk universitas virtual, perpustakaan on-line, ensiklopedia, jurnal ilmiah elektronik, majalah sekolah, penawaran beasiswa, seminar jarak jauh, dan sebagainya. 3. Kesenjangan Informasi Namun demikian, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi yang pesat, salah satu hal yang tidak akan mudah untuk diatasi adalah kenyataan bahwa penyebaran teknologi komunikasi memerlukan dana yang besar. Dengan demikian, tanpa campur tangan pemerintah atau lembaga tertentu di masyarakat, teknologi komunikasi mutakhir akan sulit terjangkau oleh masyarakat dari status sosial ekonomi bawah. Sebagaimana pernah dicatat oleh satu komisi khusus tentang tata informasi dan komunikasi dunia baru dari lembaga PBB Unesco, yang menyatakan bahwa perkembangan fasilitas komunikasi terjadi terus-menerus, namun ciri yang nyata adalah adanya perbedaan dan kesenjangan. Perbedaan-perbedaan itu dapat terjadi di dalam negara, secara regional, antara negara maju dan negara berkembang, bahkan juga antara individu di masyarakat. Kesenjangan informasi dapat terjadi pada tingkat mikro (individu), ataupun pada tingkat makro (masyarakat, atau negara/bangsa). Kesenjangan informasi di tingkat mikro ditunjukkan dengan kesenjangan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing pribadi. Sedangkan kesenjangan informasi pada tingkat makro ditandai oleh aliran informasi ke dalam sistem sosial dan M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004 negara. Analisis mengenai kesenjangan informasi ini didasarkan kepada pandangan Hamelink untuk tingkat makro dan Tichenor untuk tingkat mikro. 3.1 Kesenjangan Informasi di Tingkat Makro Dalam tulisannya yang berjudul Information Imbalance, Hamelink (dalam Downing, et al., 1990:217-228), mengawali tulisannya dengan menyatakan bahwa kajian komunikasi internasional memberikan perhatian yang cukup besar kepada ketidakseimbangan aliran produk media seperti berita, film-televisi, dan film. Namun demikian, perhatian kurang diberikan kepada ketidakseimbangan informasi dalam bidang ekonomi antara negara-negara inti (core nations, yaitu negara-negara industri yang kaya seperti Amerika Serikat, Kanada, Eropa Barat, Jepang, dan Australia) dengan negara-negara pinggiran (peripheral nations, yaitu negara-negara miskin yang didominasi oleh negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin). Yang dimaksud negara pinggiran oleh Hamelink tidak berarti bahwa negara-negara tersebut terbelakang dalam budaya dan nilai-nilai kemanusiaan, hal itu hanyalah menunjukkan bahwa negara-negara tersebut lemah dalam perimbangan kekuasaan global yang ada saat ini. Dalam tulisannya, Hamelink menguraikan tiga hal pokok, yang terdiri dari penjelasan mengenai pengertian ketidakseimbangan informasi, mengapa terjadi ketidakseimbangan informasi di antara negara-negara inti dan pinggiran, serta menjelaskan bagaimana ketidakseimbangan ini mempengaruhi prospek pembangunan di negara-negara pinggiran. Sebagaimana telah dikemukakan, ketidakseimbangan informasi berkenaan dengan: 1. Pemilikan informasi yang berguna dalam jumlah banyak oleh negara-negara maju. 2. Sejumlah negara memiliki kapasitas yang lebih baik, yaitu kemampuan dalam memproduksi, merekam, dan menyebarkan informasi, dibandingkan negara lain. 3. Kapasitas ini berkaitan dengan perangkat keras informasi, perangkat lunak informasi, dan berbagai jenis informasi seperti informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknik, keuangan dan perdagangan, sumber daya, militer, dan informasi yang berkenaan dengan perkembangan mutakhir. Mengenai perangkat keras informasi, kebanyakan dari perangkat keras untuk mengolah dan mengirimkan informasi berada di negaranegara inti. Berbagai gambaran ketidakseimbangan yang dicatat Unesco mengenai keadaan dunia pada tahun 1984 antara lain sebagai berikut: (1) Negara-negara pingggiran secara bersamasama hanya menguasai 4 persen perangkat lunak komputer. (2) Dari 700 juta telepon, 75 persen berada di 9 negara kaya, negara-negara miskin menguasai kurang dari 10 persen, dan di daerah pedesaannya kurang dari 1 telepon untuk setiap 1000 penduduk. Sejalan dengan apa yang diuraikan Hamelink, Biagi (1996:363-365) mencatat keprihatinan negaranegara berkembang mengenai arus informasi yang tidak seimbang antara negara maju dan negara berkembang. Dijelaskannya bahwa kantor-kantor berita tingkat dunia serta jaringan televisi yang memiliki siaran internasional umumnya berada di negara maju. Dalam rangka mencari keadilan, negara-negara berkembang menuntut agar dibuat tata informasi dunia baru (New World Information and Communication Order). Menurut Robert G. Picard, ilmuwan yang setuju akan hal itu, setiap bangsa harus percaya diri dalam kapabilitas komunikasi, maka dengan demikian mereka akan terbebas dari kekuasaan bangsa yang lain. Tata informasi dan Komunikasi Dunia Baru juga menegaskan hak untuk menentukan sistem komunikasi apa yang akan digunakan, apa yang harus dikomunikasikan, dan untuk tujuan apa. Dimulai pada tahun 1970-an sejumlah organisasi komunikasi dan jurnalistik telah mendiskusikan masalah ini, termasuk Unesco. Pada tahun 1978, Unesco mengadopsi satu deklarasi yang mendukung prinsip-prinsip kemandirian bagi bangsa-bangsa untuk menentukan sistem komunikasinya sendiri. Empat tahun kemudian Unesco membentuk satu komisi beranggotakan 16 Anne Ratnasari. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi 331 orang yang hasil kerjanya terkenal dengan nama McBride Report. Laporan ini mendaftarkan sebanyak 82 cara untuk mencapai tata informasi dan komunikasi dunia yang baru. Laporan ini mendapat kritik dari negara-negara maju. Amerika Serikat, di bawah pemerintahan Reagen, menghentikan kontribusinya sebesar $ 50 juta dollar karena keberatan atas prinsip-prinsip yang terdapat dalam laporan McBride. Mengenai perangkat lunak informasi, kesenjangan dapat dilihat pada volume dan arah arus informasi. Arus informasi internasional tidak seimbang, karena informasi bergerak di antara negara-negara inti, dan sedikit yang bergerak antara negara inti dan negara pinggiran, dan sangat sedikit yang bergerak di antara negara-negara pinggiran. Hubungan telepon, teleks, dan telegraf yang berlangsung di antara negara pinggiran hanya kurang dari 10 persen. Arus informasi dari negara inti ke negara pinggiran cenderung berjalan satu arah. Diperkirakan arus informasi dari negara inti ke negara pinggiran 100 kali lebih banyak dibandingkan dengan yang mengalir dari negara pinggiran ke negara inti. Informasi yang mengalir dari negara pinggiran ke negara inti berupa informasi mentah yang nilainya rendah, sebaliknya dari negara inti ke pinggiran berupa informasi yang telah dikemas dengan harga tinggi. Demikian pula informasi di bidang ilmu pengetahuan. Ketidakseimbangan terjadi karena riset dan pengembangan yang dilakukan oleh negara pinggiran hanya kurang dari tiga persen. Akses yang leluasa terhadap informasi keuangan dan perdagangan menjadi hak istimewa sejumlah perusahaan-perusahaan swasta di negara-negara inti, yang didukung oleh perangkat komputer serta jaringan komunikasi lembaga keuangan seperti perbankan besar, kantor berita, dan surat kabar. Begitu pula halnya dalam informasi sumberdaya. Dengan menggunakaan sistem penginderaan jarak jauh, negara-negara inti dapat memanfaatkan informasi yang dihasilkannya untuk mengetahui, misalnya, kapan musim panen akan tiba di berbagai belahan dunia, atau untuk 332 mengetahui kandungan mineral di bumi. Semua informasi itu dapat digunakan untuk memenangkan persaingan dengan negara lain. Demikian juga dalam bidang militer, penggunaan alat informasi yang canggih membuat militer di negara inti menjadi lebih maju dan kuat. Singkatnya, arus informasi dunia berlangsung secara tidak seimbang (senjang) baik dilihat dari segi arahnya, volumenya, maupun kualitasnya. Kapasitas untuk memproduksi, menyebarluaskan, serta mengakses informasi terdistribusi secara tidak merata di antara negara-negara di dunia. Mengapa kesenjangan informasi secara makro ini terjadi? Menurut penjelasan Hamelink, faktor utama terjadinya ketidakseimbangan global disebabkan oleh sejarah penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa terhadap negara-negara lainnya. Sebelum abad ke15, ketika penjajahan oleh bangsa Eropa dimulai, negara-negara pinggiran telah memiliki perdagangan dan jaringan informasi yang luas yang dilakukan oleh berbagai kerajaan di Mesir, Cina, India Mesopotamia, yang menghubungkan Asia, Afrika, Mediterania, dan Pasifik. Pada pertengahan abad ke-18, ekonomi penjajahan secara internasional telah menjadi nyata. Secara bertahap, kesibukan perdagangan dan jaringan informasi telah beralih yang tadinya antara negaranegara pinggiran ke negara-negara inti, seperti Inggeris, Perancis, Spanyol, Belanda, Portugal, dan lain-lain. Hamelink memberikan contoh ketidakseimbangan terjadi dalam arus informasi bidang teknologi. Alih teknologi (the transfer of technology) diperkenalkan bukan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar yang ada di negara pinggiran, melainkan (sebagaimana misi perdagangan dalam penjajahan) untuk mendukung perluasan bisnis transnasional. Pasar informasi internasional didominasi oleh perusahaan transnasional yang jumlahnya tidak lebih dari 100 yang mengendalikan tiga perempat dari perdagangan perangkat keras dan lunak informasi dunia. Perusahaan-perusahaan ini memiliki saling hubungan (interlocked) satu dengan lainnya. Dengan demikian, kekuatan M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004 perusahaan-perusahaan transnasional di bidang informasi itu menyisakan sedikit bahkan mungkin tidak ada ruang untuk negara-negara pinggiran memiliki peran di pasar. Hamelink menyimpulkan, selain kemerdekaan formal yang mereka miliki, kebanyakan negara-negara pinggiran pada dasarnya masih mengalami hubungan penjajahan baru. Ketidakseimbangan informasi merupakan masalah untuk sejumlah hal krusial bagi negaranegara pinggiran, dan juga untuk sistem informasi internasional secara keseluruhan. Pertama, kapasitas informasi yang terbatas dari kebanyakan negara-negara pinggiran merupakan hambatan yang serius dalam upaya mereka memerangi kemiskinan dan masalah lainnya. Kedua, kedaulatan nasional negara-negara pinggiran mengalami hambatan ketika demikian banyak informasi mengenai mereka justru berada di pusat data yang dimiliki negara-negara lain. Ketiga, ketidakseimbangan informasi mengarahkan kepada integrasi kultural negara-negara pinggiran dalam kultur yang dipromosikan oleh negara inti. Kesenjangan internal berkembang karena elit perkotaan menjadi menjadi bagian dari ekonomi internasional, sedangkan kaum miskin di perdesaan berada tertinggal di belakang. 3.2 Kesenjangan Informasi di Tingkat Mikro (Individu) Kesenjangan informasi di tingkat mikro atau individu ditunjukkan oleh pemilikan informasi yang berbeda-beda di antara individu karena sebabsebab tertentu di masyarakat atau pada individu itu sendiri. Berkaitan dengan kesenjangan informasi pada tingkat individu ini, terdapat teori yang sudah direplikasi berkali-kali berkenaan dengan hal itu. Teori mengenai hal ini disebut dengan Knowledge Gap Hypothesis atau teori mengenai kesenjangan pengetahuan yang dikemukakan oleh Tichenor, Donohoe, dan Olien (ringkasan teori ini serta replikasi dan pengembangannya dapat dibaca pada Severind dan Tankard, 1997:277-292). Upaya untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dengan meningkatkan jumlah informasi melalui media massa (dan media komunikasi lainnya), menurut Severin dan Tankard, tidak akan selalu berjalan dengan semestinya. Media-media komunikasi itu dapat memberikan pengaruh yang tidak diharapkan berupa peningkatan perbedaan atau kesenjangan pengetahuan di antara anggota masyarakat yang kelasnya berbeda. Mereka merujuk kepada Tichenor, Donohoe, dan Olien yang menyatakan pendapat mereka mengenai hal tersebut sebagai berikut: As the infusion of mass media information into a social system increases, segments of the population with higher socioeconomic status tend to acquire this information at a faster rate than the lower status segment, so that the gap in knowledge between these segments tends to increase rather than decrease (dikutip dari Severind dan Tankard, 1997:279). Tichenor dan kawan-kawan menjelaskan bahwa fenomena kesenjangan informasi ini akan terjadi terutama pada masalah yang menjadi perhatian umum seperti masalah-masalah publik dan berita mengenai ilmu pengetahuan. Kemungkinan untuk terjadinya menjadi berkurang pada masalah-masalah khusus seperti olah raga, dan sebagainya. Selain karena faktor kelas sosial yang berbeda, kesenjangan pengetahuan juga dapat diakibatkan oleh tingkat pendidikan. Tichenor dan kawan-kawan menguji hipotesis yang mengaitkan kedua hal itu. Hasilnya menunjukkan bahwa perolehan informasi untuk topik yang sering dipublikasikan akan lebih cepat diproses di antara mereka yang lebih tinggi pendidikannya dibandingkan dengan yang lebih rendah pendidikannya. Dan terdapat korelasi yang tinggi antara perolehan pengetahuan dengan tingkat pendidikan, khususnya mengenai topik yang mendapat publikasi tinggi pada media. Tichenor dan kawan-kawan mengemukan penjelasan mengapa fenomena kesenjangan pengetahuan di antara individu itu terjadi. Menurut mereka, pertama, terdapat perbedaan keterampilan berkomunikasi di antara mereka yang tingkat sosial-ekonominya tinggi dan rendah. Kedua, Anne Ratnasari. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi 333 terdapat perbedaan jumlah informasi yang dimiliki, atau karena latar belakang informasi yang telah dimiliki. Dengan demikian mereka yang tingkat sosial eknominya tinggi mungkin telah mengetahui sebelumnya melalui pendidikan atau terpaan berbagai media. Ketiga, mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi mungkin memiliki kontak sosial yang relevan. Keempat, karena mekanisme terpaan selektif. Mereka yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah mungkin merasakan bahwa isu-isu publik bagi mereka tidak relevan. Teori yang dikemukakan oleh Tichenor dan kawan-kawan ini telah mendapatkan dukungan dari peneliti-peneliti lain yang menguji teori mereka. Seperti penelitian terhadap debat calon presiden Amerika Serikat pada tahun 1992, penelitian film pendidikan “Sesame Street”, dan lain-lain. Teori ini telah juga mendapat tanggapan dan kritik. Misalnya saja, Rogers menyatakan bahwa kesenjangan harus diterapkan bukan saja pada efek pengetahuan melainkan juga pada sikap dan perilaku. Peneliti lainnya, Genova dan Greenberg, malah mengemukakan hasil yang agak berbeda. Menurut mereka, kesenjangan pengetahuan lebih berhubungan dengan minat audiens daripada status sosial ekonomi atau pendidikan. Bagaimana relevansi teori Tichenor dan kawan-kawan mengenai kesenjangan pengetahuan dengan teknologi komunikasi yang berkembang pesat? Beberapa ahli telah mencoba mengaitkan kedua hal tersebut. Teknologi berkembang cepat sehingga wajar jika para ahli memperkirakan dampaknya yang besar terhadap masyarakat. Parker dan Dunn, yang dikutip Severind dan Tankard, menyatakan bahwa dampak positif dari kehadiran teknologi komunikasi itu adalah terbukanya peluang untuk mengurangi biaya pendidikan karena masyarakat dapat menyediakan akses yang terbuka dan setara untuk kesempatan belajar untuk anggota masyarakat dalam seluruh hidupnya. Namun demikian, kedua ahli ini juga mencatat bahwa jika akses terhadap pelayanan informasi tidak tersedia secara universal bagi seluruh masyarakat, mereka yang telah kaya informasi akan mendapat keuntungan, sementara 334 yang miskin informasi akan relatif tetap miskin. Meluasnya kesenjangan informasi ini akan mengarah kepada terjadinya ketegangan sosial. Berkenaan dengan dampak teknologi komunikasi, Natan Kazman (lihat Rogers, 1986:169170) menyatakan bahwa teknologi komunikasi itu akan memiliki dampak sebagai berikut: (1) Adanya peningkatan jumlah informasi yang dikomunikasikan kepada semua individu dalam satu masyarakat. (2) Peningkatan yang lebih besar jumlah informasi bagi mereka yang kaya informasi (informationrich), dibandingkan dengan mereka yang miskin informasi. Teknologi komunikasi akan meningkatkan informasi yang dimiliki setiap individu, tetapi khususnya menguntungkan orang yang kaya informasi. Hal ini memperlebar kesenjangan informasi. (3) Akan terjadi banjir informasi terutama pada mereka yang kaya informasi, yang mungkin tidak dapat menangani informasi berjumlah besar yang mereka terima. (4) Teknologi komunikasi mutakhir akan menciptakan kesenjangan informasi baru sebelum kesenjangan informasi lama teratasi. Ketika akses terhadap teknologi komunikasi tidak setara, kesenjangan akan semakin besar. Straubar dan LaRose (2000: 423-424) mencontohkan mereka yang berasal dari kelas atas memiliki akses terhadap media cetak karena mereka dapat menyediakannya secara lebih mudah dan mereka memiliki waktu luang yang lebih banyak. Kesenjangan dalam akses terhadap komputer dan pelayanan jaringan akan semakin meluas antara kelompok penghasilan dan tingkat pendidikan (fenomena ini disebut oleh beberapa ahli sebagai digital divide). 3.4 Menanggulangi Kesenjangan Informasi Bagaimana mengatasi ketidakseimbangan informasi di antara negara inti dan negara pinggiran? Terdapat tiga pendekatan utama untuk mengatasi hal itu. Pendekatan pertama menekankan kesalingtergantungan bangsa-bangsa di dunia dan M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004 menyarankan agar negara-negara pinggiran lebih menyatukan diri ke dalam ekonomi internasional. Dengan demikian mereka akan memiliki akses terhadap keuangan, pengetahuan, dan teknologi melalui transfer internasional. Masalah yang dihadapi adalah pendekatan ini malah seringkali meningkatkan ketergantungan negara-negara miskin serta tidak menolong mereka untuk memecahkan masalah dasar untuk mengatasi kemiskinan. Pendekatan kedua menyarankan agar negaranegara pinggiran memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Mereka dapat menekan negara-negara inti untuk mendapatkan skema perdagangan yang lebih adil, transfer teknologi yang lebih murah, dan jalan keluar bagi penyelesaian utang. Posisi tawar dapat dikembangkan melalui kerjasama negara pinggiran dalam mengelola sumberdaya dan energi. Masalah yang dihadapi dengan cara seperti ini adalah negara inti dapat saja melakukan perubahan seperti mengganti tenaga manusia dengan robot serta memproduksi bahan-bahan sintetis untuk mengganti bahan mentah. Pendekatan yang ketiga menyarankan untuk menggantungkan kepada kemampuan diri sendiri secara radikal. Langkah ini menyarankan agar negara-negara miskin memisahkan diri dari jaringan internasional. Karena langkah-langkah individual dari negara pinggiran tampaknya mengalami kegagalan, maka pendekatan ini harus dilakukan secara bersama-sama oleh negara pinggiran, yang memerlukan kepemimpinan yang visioner serta mereka sanggup mengatasi konflik-konflik di antara mereka sendiri. Di akhir tulisannya, Hamelink menyatakan keyakinannya bahwa ketidakseimbangan informasi di antara negara inti dan negara pinggiran merupakan bagian krusial dari hubungan internasional setelah negara-negara lepas dari penjajahan. Karena banyak kepentingan terlibat dalam hal ini, maka pemecahannya masih memerlukan waktu yang panjang. Menurut Dahlan, untuk menanggulangi kesenjangan informasi, baik untuk konteks global maupun nasional, dalam kerangka pemerataan pembangunan, memerlukan upaya yang mencakup: 1. Pemerataan akses. Yaitu, pemerataan akses bagi seluruh masyarakat terhadap semua pelayanan dan jaringan dengan memperhatikan prinsip equitable, affordable, dan obiquotous. 2. Pemerataan teknologi. Yaitu, pemerataan penguasaan teknologi informasi bukan saja bagi yang bergerak dalam komunikasi, melainkan di semua bidang melalui program pendidikan sejak sekolah dasar. 3. Pemerataan prasarana komunikasi dan informasi. Yaitu, membangun prasarana komunikasi secara merata karena prasarana komunikasi menentukan struktur sosial ekonomi masyarakat. 4. Pemerataan kesempatan berkomunikasi. Yaitu, peran serta aktif dari masyarakat dalam proses komunikasi, termasuk menata keberadaan media seperti televisi sehingga terpencar ke daerah yang akan memberikan kesempatan berkomunikasi yang lebih luas untuk masyarakat setempat (1997:16-19). Adapun komisi khusus Unesco yang ditugaskan untuk merumuskan tata informasi dan komunikasi dunia baru, memberikan berbagai saran untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi di antara negara maju dan negara berkembang. Saran-saran itu, antara lain, perlunya bantuan teknik untuk mengembangkan infrastruktur komunikasi, bantuan material, dan dana, serta alih teknologi (McBride, 1980:205). 4. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang telah, sedang, dan akan terjadi di masa yang akan datang merupakan ikhtiar manusia yang sangat berguna untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Pada dasarnya, teknologi komunikasi dan informasi yang ditemukan oleh manusia bersifat netral. Artinya, penemuan-penemuan itu tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. 2. Namun demikian, teknologi komunikasi menyebar secara tidak merata di masyarakat, Anne Ratnasari. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Kesenjangan Informasi 335 3. yang bias terhadap tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Mereka yang telah memiliki informasi ternyata lebih siap untuk menggunakan teknologi informasi baru dibandingkan dengan mereka yang miskin informasi. Hal ini menimbulkan kesenjangan informasi, baik pada tingkat makro (seperti kesenjangan antar negara, kesenjangan antar masyarakat dalam negara,), maupun pada tingkat mikro (individu). Terdapat berbagai cara untuk mengatasi kesenjangan informasi. Pada tingkat hubungan internasional sekurangnya dikemukakan tiga model penyelesaian dari yang bersifat akomodatif, sampai model yang konfrontatif. Sejauh ini model-model untuk mengatasi ketimpangan informasi antarnegara belum terlihat efektif. Adapun untuk menanggulangi kesenjangan informasi di tingkat mikro, salah satunya adalah dengan pemerataan akses informasi baik berbentuk penyediaan perangkat keras dan lunak maupun melalui berbagai kekbijaksanaan untuk membantu kaum yang lemah dan miskin. M Currid, Cheyl. 1993. Electronic Invasion. New York: Brady Publishing. Dahlan, Alwi. 1997. “Pemerataan Informasi, Komunikasi dan Pembangunan.” Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Komunikasi, Fisip, UI, Jakarta. ______. 2000. “Globalisasi Informasi dan Komunikasi.” Program Pascasarjana Fisip, UI Jakarta. Downing, John.,et al. 1990. Questioning The Media: A Critical Introduction. Newbury Park, California: Sage Publication, Inc. Grant, August E., dan Jennifer Harman Meados. 1995. Communication Technology. Update, 4th Edition. Boston: Focal Press. McBride, Sean., ed. 1983. Aneka Suara Satu Dunia. Terj. Anonim. Jakarta: PN Balai Pustaka UNESCO. Naisbitt, John., dan Patricia Aburdene.1990. Megatrend 2000. Penerjemah F.X Budiyanto. Jakarta: Binarupa Aksara. Purbo, Onno W. 1999. Teknologi Warung Internet. Jakarta: Elex Media Komputindo. Daftar Pustaka Alisjahbana, Iskandar. 1985. “Beberapa Pemikiran Mengenai Dampak dan Kecenderungan Revolusi Komunikasi/Revolusi Industri II di Dunia dan di Indonesia,” dalam As Ahmad dan S.S. Ecip. (Ed). Komuikasi Pembangunan. Jakarta: Sinar Harapan. Biagi, Shirley. 1996. Media Impact: An Introduction to Mass Media. Belmont: Wadworth Publishing Company. Rogers, Everett M. 1986. Communication Technology: The New Media In Society. New York: The Free Press. Severin, Werner J., James W. Tankard, Jr. 1997. Communication Theories: Origins, Methods, and Uses in the Mass Media. Fourth Edition. New York: Longman. Straubhar, Joseph., Robert LaRose. 2000. Media Now, Communication Media in the Informatin Age. Second Edition. Belmont: Wadworth. M M M 336 M EDIATOR, Vol. 5 No.2 2004