Tidak seperti musik pada umumnya, yang menjadi

advertisement
PERKEMBANGAN MUSIK DANGDUT INDONESIA 1960AN-1990AN
Fathin Luaylik
Johny A. Khusyairi
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai relevansi keadaan sosial-politik
dan kultural terhadap keberadaan Musik Dangdut. Penulisan artikel ini dilakukan
dengan menggunakan metode Sejarah yang selain menggunakan sumber-sumber
sekunder, juga menggunakan sumber-sumber primer seperti koran dan menggunakan
metode Sejarah Lisan. Penamaan jenis musik ini adalah hasil dari penjulukan
merendahkan, dang duut, yang merupakan nama sindiran atas penilaian terhadap
eksistensi Dangdut yang semula dianggap sebagai musik kalangan Bawah. Dalam
perkembangannya, ternyata musik Dangdut mampu masuk ke dalam ruang dengar
kalangan Menengah ke Atas lewat beragam kesempatan. Berbeda dari kehadiran
awalnya di tahun 1960an hingga awal 1970an yang dianggap kampungan, pada
dekade-dekade sesudahnya musik Dangdut menyebar secara lebih modern sesuai
dengan perkembangan teknologi rekaman. Disamping itu, oleh karena besarnya
khalayak penggemarnya, musik Dangdut kerap menjadi alat politik untuk
mendapatkan dukungan massa. Era tahun 1990an menjadi titik balik dari musik
Dangdut karena citra yang kian membaik dan peningkatan kesejahteraan
penyanyinya.
Kata kunci: Sejarah Dangdut, kelas Bawah, Musik.
Abstract
This article aim to explicate the relevance of social and political circumstances to the
presence of Dangdut Music. The article was written based on historical methods in
which, besides employing primary resources, employing secondary resources such as
newspapers and oral history. The naming of this music was actually a derogatory
identification, dang and duut, such an insinuation to the presence of Dangdut which
initially was considered as a lower class music. Later, this music was successfully
penetrated to the middle and upper classes in diversed events. Unlike its initial
presence in 1960s and 1970s which was considered as kampungan (tacky
embarrassing), in the next decades the music was dispersed moderner in accordance to
the progress of recording technology. In addition, as a consequence of the huge number
of its fans, Dangdut music was recurrently used as political t ool to snatch political
mass.The 1990s era was the turning point of Dangdut music as its improved images
and improved prosperity of its singers.
Keywords: The History of Dangdut, Lower Class, Music.
Tidak seperti musik pada umumnya, yang
menjadi media hiburan semata, musik
Dangdut juga berfungsi sebagai media
komunikasi sosial. Musik yang memang
memiliki bahasa universal, berhasil
mengantarkan musik dangdut sebagai
media komunikasi massa, seperti dakwah,
menyampaikan pesan dan protes. Musik
dangdut dengan segala kekuatan sosial
yang dimilikinya mampu menyampaikan,
terlepas dari keberhasilannya, bahasa
cinta, pesan dan protes sosial, serta pesan
agama (dakwah) pada khalayak yang luas.
Wajah musik dangdut yang ada
1) Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
Email: [email protected].
2) Staf pengajar pada Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya.
Email: [email protected].
26
yang hadir hingga pada tahun 1990an,
tidak lepas dari perjalanan panjang musik
ini dalam mengukuhkan nama dan
statusnya dalam dunia musik di Indonesia.
Musik yang salah satunya berakar pada
irama (musik) Melayu ini pada tahuntahun 1950an hingga 1960an liriknya
bertema percintaan. Baris-baris syairnya
pun berupa cenderung puitis dan terdapat
gaya bahasa metaforis. Kondisi ini
berubah ketika pada awal tahun 1970an
ketika aliran musik Rock diadaptasi dalam
irama Melayu dalam bentuk kostum, alat
musik serta gaya panggung (Kompas, 15
Mei 1985). Pengaruh musik Rock ini
mengubah karakter irama Melayu menjadi
lebih atraktif, variatif dan agres if,
terutama dalam baris-baris syairnya.
Perubahan ini seakan tidak terlepas dari
unsur sifat agresif dari seni musik yang
berbahasa universal ini, yaitu kemampuan
musik tatkala datang walaupun tidak
dime negerti , dan tidak i ngin
mendengarkan, namun musik datang
menembus dinding sehingga sampai pada
telinga kita (Kompas, 10 September
1979).
Sifat seni yang agresif ini lantas
dimanfaatkan oleh Rhoma Irama bersama
Soneta Grupnya untuk menyampaikan
dakwah kebangsaan. Rhoma melakukan
perubahan karakter lirik pada lagu-lagu
gubahannya agar dapat menyejajarkan diri
dengan aliran musik lainnya yang pada
masanya merasa diri lebih “gedongan”,
ketimbang dangdut. Lirik lagu dangdut
yang semula diwarnai tema cinta mulai
diw arnai dengan tema-tema s osial,
ketakwaan dan sebagainya. Seorang
cendekiawan Muslim pada masa itu,
Dawam Rahardjo, menyatakan bahwa
lagu-lagu Rhoma Irama mengandung
kritik sos ial yang vulgar sehingga
dianggap komunikatif. Lebih dari itu,
yang paling menarik perhatian Dawam
adalah keberanian dan kemampuan
Rhoma Irama dalam memadukan irama
Melayu dengan Rock sekalipun dengan
lirik-lirik yang bernafaskan Islam (Fokus,
8 Desember 1983).
Terdapat asumsi bahwa faktor
pendorong utama adanya perubahan
karakter syair irama Melayu, yaitu adanya
pemberian julukan atas musik ini dengan
musik Dangdut, sebuah nama yang
merendahkan karena menjuluki dari
peniruan atau onomatopi atas bunyi
instrumen utama musik ini, ketipung, yang
di telinga terdengar 'dang' dan 'duut'.
Dengan kata lain, musik ini dianggap
sebagai musik rendahan dan kurang
bermutu seperti tercermin dari olok-olok
yang muncul dalam pemberian julukan
pada jenis musik ini. Realistasnya,
memang ada syair lagu dangdut yang
seakan ditulis apa adanya dengan syairsyair yang lugas dan sangat mudah
dicerna.
Bagi Rhoma Irama yang juga
anggota PAMMI (Persatuan Artis Musik
Melayu Indonesia), yang juga disebut
sebagai Raja Dangdut, adanya syair yang
terlalu lugas tidak menjadi masalah
selama syair tidak bersifat destruktif dan
memuat selera rendah akan dibiarkan
karena seni memiliki otonomi sendiri
(Tempo, 25 Mei 1991). Konsekuensi dari
kelugasan syair lagu Dangdut, maka
khalayak penggemarnya menjadi sangat
luas terutama di kalangan menengah ke
bawah. Dalam pelbagai pementasan
musik Dangdut, jumlah penonton dari
kelas bawah yang menjadi mayoritas.
Sebagai akibat kedekatan Dangdut dengan
kalangan bawah, tidak jarang musik ini
digunakan sebagai media mengumpulkan
ma s s a ket i ka ka mp any e. M as s a
berdatangan ketika kampanye suatu partai
m e ng g un a k a n d a n gd u t s e b a ga i
hiburannya. Bahkan tidak jarang massa
yang datang hanya ingin menyaksikan
ketika penyanyi dangdut beraksi di atas
pentas (Tempo, 9 April 1977).
Berbic ara tent ang D angdut
memang tidak bisa lepas dari peran
penting dari grup mus ik D angdut
melegenda di Indonesia, Soneta Group.
Sebagai sebuah grup musisi Dangdut
(OM, Orkes Melayu) yang terdepan,
So n et a G r o u p mem an g te la h
27
Verleden, Vol. 1, No.1
Desember 2012: 1 - 109
menunjukkan kelasnya sendiri. Jika ditilik
dari segi aransemen musik, lagu-lagu yang
dihasilkan oleh Soneta Group berhasil
memasukkan beberapa aliran musik baik
dari Barat maupun Timur, seperti Rock,
Kuracha, dan tentunya dari Melayu
sendiri. Sedangkan dari sisi syair, grup
yang dipimpin oleh Raja Dangdut ini
sangat bervariasi dari lirik-lirik cinta,
kritik sosial, pesan moral (keagamaan),
nasionalisme dan sebagainya. Pendek
kata, Soneta Group telah memberi warna
dominan dalam perkembangan musik
Dangdut di Indonesia. Pada titik inilah,
tulisan ini melihat lebih jauh kelahiran dan
perkembangan musik Dangdut antara
tahun 1971-1997, termasuk juga pengaruh
yang diberikan oleh Soneta Group dalam
genre musi ini.
Dari “Melayu” ke Dangdut
Banyak munculnya kelompok
musik pada masanya memberikan warna
pada sejarah musik Indonesia. Termasuk
popularitas yang diperoleh tidak lepas dari
turunnya pamor jenis musik yang telah ada
sebelumnya. Awal tahun 1938 terdapat
sebuah kebebasan pemakaian istilah
“Musik Melayu” dimana dr. A.K Gani,
salah satu tokoh Partai Serikat Islam
Indonesia (P SII) merupakan orang
pertama yang menggunakan istilah Musik
Melayu. Pada pertunjukan keronconng
dalam rangka memperingati hari Sumpah
Pemuda lahirlah anggapan bahwa irama
keroncong identik dengan irama Melayu
yakni bentuk perlawanan terhadap
karakter Barat dan Cina (Frederick 1982;
Khusyairi 2003).
Perjalanan berlanjut pada tahun
1955, Musik Melayu akhirnya identik
de ngan ”M el ayu De li ”.
Me la lu i
penelusuran asal daerah perkembangan
Musik Melayu yang kemudian dikenal
sebagai dangdut dikenal sebagai musik
ban gsa Indone si a ka rena te mpa t
kelahirannya, Deli, dan proses perubahan
selanjutnya terjadi di lingkup wilayah
Indonesia. Namun sesungguhnya musik
Melayu sudah lama akrab di telinga
28
bangsa Indonesia, hanya sebelumnya
belum disebut Dangdut (Frederick &
Kesumah 1995: 27).
Asal Dangdut sendiri sebenarnya
sudah terlihat pada awal tahun 1940-an
dengan adanya perpaduan berbagai unsur
Parsi, Arab dan Musik Melayu. Keadaan
bangsa yang pada saat itu berjuang meraih
kemerdekaan, maka M usik M elayu
banyak bertema tentang nasionalisme
seperti Halo-halo Bandung (Piper dan
Jabo 1987).
Lambat laun identitas Musik
Melayu identik dengan orkes Dangdut,
merupakan awal mula puncak pamor yang
dicapai Dangdut sampai saat ini. Hal inilah
yang menyebabkan dangdut dianggap
sebagai kesenian rakyat yang juga
memiliki perpaduan unsur musik Rock.
Perpaduan i ni t erl iha t pada gaya
panggung, pakaian serta pemakaian
perlatan musik untuk menghasilkan irama
Melayu (Frederick & Kesumah 1995: 30).
Ke a d a a n p o l i t i k ya n g
mempengaruhi
perkembangan Musik
Melayu yaitu masa Demokrasi Terpimpin.
Dimana pada masa ini film-film india
membanjiri Indonesia sedangkan film
barat dilarang peredarannya. Sehingga
nuans a India mendominasi dengan
menyampaikan maslaah kehidupa n
kalangan bawah melalui film (Tempo, 30
Juni 1984).
Nuansa India terlihat dalam film
musikal Serodja (1959) dibintangi oleh
Said Effendi, Djuwita (1952), sedangkan
lagu India terlihat pada lagu Boneka dari
India (1956) dibawakan Ellya Khadam
bersama Om. Kelana Ria pimpinan Munif
Bahasuan. Karakter India semakin gencar,
sedangkan musik keroncong yang mulai
menggunakan alat-alat modern sehingga
dianggap bersifat borjuis popularitasnya
semakin menurun. Sehingga melalui filmfilm india inilah banyak penyanyi
“mempromosikan” berbentuk soundtract
film India seperti yang dilakukan Said
Effendi.
Penyebaran Musik Melayu Tahun 1960
sampai 1980-an
Penyebaran Musik Melayu dapat
dipilah dalam tiga generasi, dari generasi
pertunjukan keliling hingga era panggung
pertunjukan dan kaset rekaman. Cakupan
ketiga periode penyebaran musik Dangdut
diterangkan pada sub bagian berikut.
1.
Periode Tahun 1960-an
Tahun 1960-an pertunjukan keliling
sangat mendominasi dari satu daerah ke
daerah lainnya. Baik lagu maupun
penyanyi berisfat menjadi milik grup.
Media pendukung penyebaran pada masa
ini yaitu radio dan sesekalai melihat
pertunjukan. Melalui pertunjukan keliling
masaal berakibat, banyak bermunculan
kelompok musik daerah yang berskala
kecil.
Radio trans istor merupakan media
penyebaran satu-satunya yang hanya
dimiliki oleh kalangan tertentu saja,
karena harganya belum terjangkau.
Pendengar radio
transistor memiliki
selera tesrendiri dalam hal musik yang
disiarkan oleh Radio Republik Indonesia
(RRI) dinggap kurang bergairah karena
melodi dan syair musik sulit dipahami.
Pendengar memilih lagu Barat dari radio
amatir terkendala bahasa, sehingga
pengguna radio transistor ini lebih
memilih Musik Melayu sebagai hiburan
sehari-hari.
Generasi pertama ini merupakan
penerus dari tradisi Musik Tanjidor atau
Tabel 1.1
Orkes Melayu Periode 1950-1960
No.
N am a O rk es M ela y u
Pi mp in a n
J u d u l L a gu
P en y a n y i
P en d u k u n g
H a s n a h T h a ha r,
E m ma G a ng ga ,
A . Ra ch m an ,
A . H a rr is .
P en a m p ila n
m er u p ak an
p er p a d u a n mu s i k
M e lay u d e ng an
o r k es tra
C ik S u h a n a ,
J u h a n a S a tta r,
M . Sa u g y
H a s n a h T h a ha r,
S u h a em i,E m ma
G a n g g a , N u r ’a in ,
C ik A s ma n i,
M . M as ha b i
C ik R u b ia h ,
E m ma G a ng ga ,
C ik S u h a n a ,
M . Sa u g y , A u lad y
d an Z a k a r ya
1
O M . Sin a r M e da n
U m a r F a u zy
A s s e ra n
K u d ak u L ar i
2
O rk es R R I M e d a n
L ili S u ha eri
S ela ya n g P a n d an g,
A ra s K ab u
3
O M . K e n an g a n
H u s ein A id it
P ilu
4
5
O M . Bu kit Sig u n ta n g
O M . B ar in da n g
A , C h alik
M . Yus
S ed etik L ag i
6
I ra m a A gu n g
S a id E f f en d i
7
K ela n a R ia
A d i K a r s o da n
M u ni f Ba h a s oa n
(G ab u n g a n k ed u a n
n a m a in i “A d i
M u ni f)
S em a lam d i
M a la y s ia d an
d iam b an g S o r e
(C ip ta an .I s ma il
M Z ), T im a n g T im a n g A n a k k u
S ay an g , Bim b a n g
da n R a gu, H a nya
N y a n y ia n , F a twa
P u jan g g a( C ip ta an
S aid E f en d i, S er o ja
(C ip ta an H u s ein
B aw a fi e)
E lly a A gu s ( B o n ek a d a ri In d ia , B eb an
A s m a ra ) , D ju h an a S a tta r ( K ece w a ,
K e lu h a n A n a k Y a tim ), M . M a s h a b i
(R e n u n g ka n la h , R a tap a n A n a k T ir i),
M u n if b ah a s u a n ( Bu n g a N irw a n a ,
K h a lif a h )
Sumber : Fokus, 8 Desember 1983, hlm.13-16.
29
Verleden, Vol. 1, No.1
Desember 2012: 1 - 109
Keroncong yang dipertunjukkan dari
kampung ke kampung. Selain itu
pertunjukan juga dilakukan di ruang
jamuan pada acara tertentu karena
diundang pelaksana acara. Walaupun
d e m i ki a n , t i d a k ad a s e m a n g a t
berkompetisi atau komersial antar ke
penyanyi dan kelompok Musik Melayu.
Seperti yang dialami OM. Kahw a
diundang pada acara penjaman atau
perhelatan (Eriyanto).
mendapatkan pengakuan dari masyarakat.
Hal ini disebabkan larena terbukanya
kebijakan ekonomi terhadap modal asing,
sehingga Dangdut mendapatkan pengaruh
Pop dan Rock. Adopsi terhadap unsur
Barat ini terlihat pada aransemen musik
Rhoma Irama yang sebelumnya hanya
menggunakan alat-alat musik akustik
namun selanjutnya mulai memadukan
Saxophone, Tenor, satu set Drum, Timpani
dan Terompet. Dari sinilah pertunjukan
dangdut menjadi lebih atrakrif dan megah.
Dangdut kerap menjadi bahan ejekan serta
diidentikkan sebagai musik rendahan dan
tidak modern. Berkembangnya anggapan
bahwa apa yang berasal dari Barat
mnerupakan hal “modern dan maju”
sedangkan, yang berasal dari wilayah
lokal dianggap “kuno dan kampungan”
(Lohanda 1991: 139).
1.
Periode Tahun 1970-an
Tahun 1970- an me rupaka n ma s a
pertunjukan panggung yang banyak
didatangi penonton dan menggunakan
perlaatan canggih. Pertunjukan tidak
dilakukan secara berkeliling melainkan
industri panggung bersifat massal. Tahun
1970-an inilah Dangdut mulai terbiasa
didengar, namun masih tengah berjuang
Tabel 1.2
Orkes Melayu Periode tahun 1960-1970
No
Nama Orkes Melayu
Pemimpin
Judul Lagu
1
Pancanada (1962)
Z akarya
2
Cha ndralela (1966)
Husein Bawa fie
3
Pancaran Muda
Z akarya
Rahasia Sukma(
Ciptaan
Illin
Sumantri),
Curahan
Hati
(Ciptaan
M.Haris)
Kau Pergi Tanpa
PesanEllya
Khadam, Djuhana
Sattar
-Bulan Purnama
(Ciptaan: Syafii
Glimboh
dan
Zakarya)
dinyanyika n oleh
Lilis Surjani
-Boleh-boleh
Jangan,
Jangan
Sembarangan
Colek
(
dinyanyika n oleh
Titik Sandhora )
Sumber :
30
Penyanyi
Pendukung
Elvy Sukaesih,
Kartini, Rosadi,
Achmad Ba hasil,
Hartono
dan
Zakarya
Ellya
Khadam,
Djuhana Sattar
-Titik Sandhora
(ma sa bergabung
(1968-1973)
-Lilis Surjani
Fokus, Dangdut Sebuah “Flashback”, 8 Desember 1983.
Tahun 1960 sampai 1970-an, melalui OM.
Chandralela lagu-lagu Melayu bernuansa
In di a b e rha s i l m e re bu t s i m pa t i
pendengarnya. Hal ini berbeda dengan apa
yang dilakukan Zakarya bersama OM.
Pancaran Muda-nya yang mencoba
mendekatkan dangdut dengan pop. Tahun
1 96 0 -a n Z a ka r y a me n d a pa t k a n
kepercayaan untuk menciptakan lagu pop
melayu seperti Tety Kadi (Kasih Diambil
Orang) dan Emilia Contesa (Wak Mina
Lata).
se ring dihubungkan dengan s ifat
egalitarian-nya (Frederick & Kesumah
1995: 21).
Kedekatan Dangdut terhadap
sele ra masyarakat yang merakyat
dikarenakan syair-syair lagu dangdut
diciptakan berdasarkan lingkungan sekitar
yang menjadi tema utama lagu. Shingga
wajar jika lirik lagunya lebih banyak
m e ng un g ka p k an r e a l i ta s hi d u p
ma s y a ra ka t ke l a s ba w a h u nt u k
melampiaskan berbagai perasaan yang
tertekan (Frederick & Kesumah 1995: 27).
Periode Tahun 1980-an
Generasi ketiga, penyebaran
Dangdut lebih didukung oleh meluasnya
kaset rekaman. Pada tahun 1980-an, mulai
masuk pemilik modal industri rekaman.
Melalui rekaman kaset inilah, dangdut
mulai dikenal kalangan atas. Jika
sebelumnya produser rekaman “tidak
mau” me nyentuh Dangdut karena
Dangdut memilki peluang pasar yang
kurang menguntungkan. Jika pada masa
sebelumnya untuk menikmati dangdut
harus datang ke pertunjukan, namun saat
adanya kaset rekaman penggemar bisa
berkenalan dengan idolanya melalui hasil
r e k a m a n . K a d a n g ka l a s e o r a n g
penggemar, dapat menirukan idolanya
sekalipun tak pernah bertatap muka,
seperti Nano Romanza yang tidak pernah
bertemu dengan Rhoma, namun dengan
mempelajari dari kaset rekaman maupun
film berhasil menirukan suara dan gaya
penampilan Rhoma Irama (Tempo, 30 Juni
1984).
Penggunaan istilah mulai dari
Irama Melayu, Melayu Deli , Orkes
M e l ay u s a m pa i O rke s D a ng du t
membuktikan bahwa dangdut memiliki
sejarahnya tersendri. Dangdut memiliki
perbedaan dengan budaya populer dan
modern di Indonesia. Secara sederhana
dangdut memiliki keterkaitan sangat luas
dengan budaya populer. Seperti yang
dinyatakan Mus Mualim bahwa Dangdut
adalah apa yang diinginkan masyarakat.
Tidak jarang perkembangan dangdut
Identitas Musik Melayu
Pada tahun 1970-an merupakan
masa Dangdut benar-benar merupakan
musik rakyat. Hal ini dapat dilihat dari
perbandingan antara Dangdut sebelumnya
yang mencari bentuk, namun sampai saat
ini mengukuhkan bentuknya. Jika
sebelumnya syair bersifat hiperbola
menjadi lebih sederhana dan menyentuh
kehidupan masyarakat sehari-hari. Syair
tidak harus indah dan melambung dan
tidak menggunakan kata pilihan. Melalui
sifat lirik sederhana permaslahan seharihari dipotret secara lugas sehingga tidak
jarang terkesan anarkis (Eriyanto: 8).
Ada beberapa karakteristik untuk
menganalisa musik sebagai identitas
nasional ataupun lokal. Beberapa kriteria
mengenai musik sebagai identitas nasional
atau lokal antara lain (a) dinyanyikan
dalam bahasa daerah, (b) unsur musikan
(instrumen, organisasi formal, ritmik, (c)
direkam di Jakarta oleh produser utama
group dan diditribusikan melalui jaringan
media nasional (Weintraub 2010: 19).
Ba ny ak ny a hi po te s a ya n g
be rus a ha m e nje l as ka n m en gen ai
perubahan bentuk (struktur lagu, tatanan
lirik) dan gaya (penyajian, peralatan) dari
orkes harmonium ke orkes Melayu
menunjukkan banyaknya sumber awal
mula Musik melayu. Menurut B.Y.
Supardi menganggap lagu Melayu atau
Musik Melayu berasal dari kesenian
daerah suku Melayu di daerah Sumatera
bagian Timur dan Kepulauan Riau.
31
Verleden, Vol. 1, No.1
Desember 2012: 1 - 109
Kesenian Melayu bisa dilhat dari tradisi
pesta panen. Prosesi membawa hasil padi
lalu bersama menginjak tumpukan padi
yang kemudian menyerukan “ahoi-ahoi”
unt uk me muj i ke bes a ran Tuha n.
Kebiasaan saling berbalas pantun inilah
merupakan awal mula senandung ata
dendang Melayu (Fokus, 8 Desember
1983 :14).
Indikasi musik Dangdut terhadap
karakter musik rakyat dapat ditinjau dari
beberapa aspek seperti yang disampaikan
William H. Frederick yaitu dari segi syair
dan ideologi. Dari segi syair, dapat dilihat
adanya kemampuan Rhoma Irama melihat
dinamika masyarakat dan menuangkan ke
dalam syair. Seperti pada lagu Begadang
(dalam album OM. Soneta Volume I,
Yukawi, 1973) melalui lagu inilah Rhoma
berusaha menyampaikan pesan moral
serta kritik sosial. Sedangkan pada
soundtrack film Perjuangan dan Doa,
Soneta mampu membawa ekspres i
nasionalisme.
Perubahan karakter syair Musik
Melayu tahun 1950 sampai 1960-an,
mulai bentuk syair terdiri dari susunan
pantun serta sulit untuk dipahami
maknanya menjadi lebih sederhana seperti
Fatwa Pujangga (ciptaan Said Effendi)
dan Begadang (ciptaan Rhoma Irama).
Fatwa Pujangga
Tlah ku terima suratmu yang lalu
Penuh sanjungan kata merayu
Syair dan pantun tersusun indah...sayang
Bagaikan sabda fatwa pujangga
Kanku simpan suuratmu yang itu
Bak pusaka ayang sangat bermutu
Walau kita tak lagi bersua..sayang
Cukup sudah tandamu setia
Begadang
Begadang jangan begadang
Kalau tiada gunanya
Begadang boleh saja
Kalau ada perlunya
Kalau terlalu banyak begadang
Muka Pucat karena darah berkurang
32
Sedangkan apabila ditinjau dari sisi
ideologi, selera penikmat dangdut sangat
memepengaruhi tingkat pembelian kaset
rekaman. Melalui selera inilah yang
menentukan bahwa dangdut dengan tema
syair mengungkap permaslahan kalangan
bawah yang akan memiliki tingkat
pembelian tertinggi. Sebagai contoh lagu
Pangeran Dangdut dari Abiem Ngesti
laku terjual 300 ribu keping dalam waktu
enam bulan.
Eskalasi Dangdut
Tahun 1990-an dimana Musik
Melayu telah melewati mas a-masa
perjuangan untuk menyejajarkan diri
dengan musik-musik lainnya. Dari sisi
pe nyanyi ba ik dari kostum, gaya
penampilan, kemasan dalam pementasan
dan rekaman, kesejahteraan dan prestise
telah mengalami peningkatan. Lebih dari
itu, pada periode ini beberapa stasiun
televisi mulai berlomba untuk menjadikan
musik Dangdut sebagai salah satu mata
acaranya. Bahkan, beberapa artis musik
Pop berusaha menyanyikan lagu dangdut
demi memetik buah-buah rupiah yang
dihasilkan oleh “pohon” Dangdut.
Menariknya, penggemar Dandut memang
meningkat pula, bahkan dari kalangan
menengah ke atas. Namun, sebagian besar
dari penggemar ini adalah penggemar
Dangdut yang dahulu berada di lapisan
baw ah mas ya raka t, nam un te la h
mengalami peningkatan kemakmuran
ekonomi sehingga mengalami eskalasi
sosial dari kelas bawah menuju kelas
menengah. Alhasil, para penggemar dari
kalangan menengah ke atas tersebut
rupanya sebagian besar merupakan
jelmaan dari penggemar tulen yang
memang sejak awal telah menggemari
Dangdut (Khusyairi 1997).
Celakanya terdapat upaya campur
tangan pemerintah yang menggunakan
Dangdut dalam beberapa peristiwa politik
seperti kampanye. Kiprah politik Rhoma
Irama sudah terlihat sejak tahun 1977 dan
1982 di bawah naungan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Kampanye tanggal
25 Maret 1977 lagu Begadang diubah
syairnya oleh Rhoma Irama menjadi:
Menusuk boleh menusuk, asal yang ada
artinya, menusuk boleh menusuk, asal
Ka'bah yang ditusuk (Tempo, 9 April
1977: 54).
Kampanye PPP berbeda dengan
Golkar pada tahun 1971, 1977 dan 1982.
Pada kampanye 1971 Golkar banyak
mengerahkan artis-artis Safari wilayah
Jakarta untuk kampanye di beberapa
daerah. Namun pada tahun 1977 tidak lagi
menggunakan artis Safari ke daerahdaerah karena adanya kesulitan keuangan
dana kampanye seperti yang dinyatakan
ketua Umum Golkar, Amir Murtono
(Tempo, 9 April 1977: 55). Keterlibatan
artis Safari pada kampanye Golkar tahun
1971 menghasilkan kemenangan Golkar
dan sekaligus tercipta generasi-enerasi
baru kesenian daerah.
Ma sa-masa gemil ang M us ik
Dangdut pada tahun 1990-an dipengaruhi
semakin kuatnya pada dunia politik.
Pemerintah memberikan porsi besar
terhadap pementasan dangdut. Ditambah
lagi pernyataan menteri sekretarsi negara,
Moerdiono yang mengangap bahasa
musik adalah suatu hal yang sederhana
yaitu kesenangannya terhadap musik
tertentu lahir dengan sendirinya tanpa
adanya paksaan dari. Moerdiono juga
menyatakan bahwa suatu saat dirinya akan
lahir sebagai “Raja Dangdut”.
Rea ksi pun be rlanjut yang
mengantarkan Merdiono pada tahun 1995
sebagai “Bapak Musik Dangdut” dan
dikukuhkan kembali pada acara AD TPI
tahun 1997. Sebagai timbal balik kepada
musik Dangdut, Moerdiono memberikan
nama Sekar Langit kepada elompok
penyanyi
yang beranggotakan Evie
Tamala, Camelia Malik dan Iis Dahlia.
Melalui pemberian nama ini terlihat
bahwa Dangdut dapat dianggap tidak
semata musik kalangan bawah namun
khalayak yang lebih luas, melalui campur
tangan pemerintah.
Kiprah Dangdut dalam dunia
birokrasi Indonesia terjadi pada tahun
1992 tatkala Basofi Sudirman, yang pada
waktu itu menjadi wakil gubernur DKI
Jakarta menyanyikan Tidak semua Lakilaki. Selanjutnya, pada tahun 1997 Basofi
mengeluarkan album keduanya. Basofi
menggunakan dangdut sebagai media
promosi Gerakan Kembali ke Desa (GKD)
dan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh
(GN-OTA) serta pengentasan kemiskinan.
Berbagai langkah yang ditempuh
tokoh politik terhadap dangdut, semakin
memperjelas perjalanan dangdut yang
awalnya dicemooh, dipinggirkan akhirnya
digunakan sebagai bahasa politik (Tempo,
25 Mei 1991: 50).
Film Soneta Group 1971-1997
Pembahasan mengenai syair lagu
Soneta Group tidak bisa dilepaskan dari
peran serta film musikal. Film, bagi
Soneta Group pada dekade-dekade
1970an dan 1980an, merupakan satusatunya cara untuk mempertahankan
eksistensi Dangdut di dunia hiburan. Tetap
berkarya walaupun ada pencekalan
terhadap aksi pertunjukan di televisi
maupun pertunjukan langsung. Alasan
pen ce kal an m em an g bel um bis a
dipastikan,apabila dihubungkan dengan
persaingan partai politik maka, pada
pemilu tahun 1971, 1977 dan 1982 terlihat
lebih banyak dominasi persaingan antara
PPP dengan Golkar.
Pelarangan terhadap penampilan
Rhoma bersama Soneta Group telah
berjalan sejak tahun 1983, ketika Rhoma
Irama masih aktif di PPP. Pelarangan terus
berlanjut hingga sebelas tahun lamanya.
Keadaan ini s empat menimbulkan
pertanyaan pada diri Rhoma, padahal ia
selalu memenuhi kewajiban membayar
pajak penghasilan dan perusahaan kepada
pemerintah. Terbukti dengan
setiap
produser mengajukan namanya selalu
ditolak. (Forum Keadilan, 31 Maret 1994).
Memang secara pertunjukan panggung
dilarang, namun film musikal menjadi
media bagi Rhoma untuk kembali ke dunia
hiburan. Seperti pemutaran kembali film
33
Verleden, Vol. 1, No.1
Desember 2012: 1 - 109
Nada-nada Rindu bersama Camelia Malik
pada 21 Mei 1988 dalam acara Apresiasi
Film Nasional ke-38. Budhi Sutrisno,
direktur utama PT. Mercu Alam Abadi
yang menangani peredaran Film Rhoma
menyatakan bahwa tampilnya kembali
Rhoma di TVRI untuk memenuhi
keinginan penggemar setelah lama tidak
Tabel 1.4
Daftar Film-film Musikal Rhoma Irama Tahun 1970-1990-an
No
T ahu n
Su t rad ar a
Pr od u ksi
1 976
A. Ha r is
2
O ma Iram a P enasaran
I d an II
G itar T ua Om a Irama
3
D arah Mu da
1 977
4
5
O ma Iram a R aja
D angdut
B erke lana I
1 978
6
B erke lana II
1 978
7
B egad ang
1 978
8
C inta Segi tiga
1 979
9
K am elia
P T. S jam S tu dio F ilm P ro duc tion
( Jac kson )
P T S ja m S tudio F ilm Pr oduct ion s
( S ja m suddin)
P T S ja m S tudio F ilm Pr oduct ion s
( S ja m suddin)
P T C ipta Per m ai I nda h F ilm (Luc y
S u ka r di)
P T. C ipta P erm a i I nd ah Film ( Luc y
S u ka r di)
N aviri Film Pr od uctions (Dha rm a wan
S u sa nto)
P T. H anna Inter na tiona l Fi lm (Zai na l
A bid in )
P T. N aviri Film P r od uction
( Dha r maw an S us a nto)
P T.Na vir i F il m P roducti on s
( Dha r maw an S us a nto)
P T. R hom a I ra ma Film (R hom a I ram a )
1
Ju du l Fi lm M usik al
M a man
F irm ans ya h
1 979
1 980
Pe rjuanga n dan doa
11
M e lod i C inta Rho ma
I rama
1 980
12
B adai di Aw al B ah agia
1 981
13
Pe ngorban an
1 982
14
S atri a Ber gi ta r
1 983
15
16
C inta Ke mba r
Pe ngabdian
1 984
18
19
20
K emilau Cinta di L angit
J ingga
M e ngg apai M atahari I
d an II
N ada -nada Rindu
M a man
F ir m ansja h
Yung
Indr aja ya
10
17
Yung
Indr aja ya
M a man
F ir m ansja h
P T R hom a Ira ma F il m ( R hom a Ir a ma)
M uchlis
R aya
B enny
M u har ra m
Nurha die
Ira wa m
0 27/ S IP/F C N/DP F- II/198 2 ( P er usah aa n
F ilm T ida k dike ta hui)
P T. R hom a F ilm Pr oduc tion
1 987
1 988
M a man
F ir m ansja h
M uc hlis
R aya
Nurha die
Ir awa n
M uchlis
R aya
Asr ul S a ni
P T Na vir i F il m P roducti on s
( Dha r maw an S us a nto)
P T F ir ma n Aba di Fi lm ( Bud hi
S u trisno)
P T F ir ma n Aba di Fi lm (B udhi S u trisno)
ta hun 1986
F irm a n M er cu Al am Fil m (B udh i
S u trisno)
1 989
A . R a chm an
P T F ir ma n M er cu Ala ma (Lukma n
S u sa nto)
P T F ir ma n M er cu Ala m Fi lm (Bu dhi
S u trisno)
P T B ola D unia F il m ( Ha sra t D jo eir )
1 984
1 985
1 986
21
H any a T uhan Ya ng
T a hu
B unga De sa
22
J aka Sw ara
1 990
Lilik S udjio
23
N ada da n Dak wa h
1 991
Cha er ul
Um a mt
24
T a bir Biru
1 993
M uchlis
R aya
Sumber:
P T B ola D unia F il m ( Ha sra t D jo eir )
http://tonyvanjava.blogspot.com/2008/05/investasi-dinar-iqd.html diakses pada tanggal 23
Maret 2011, pk.11.30 WIB.
34
P T.Na vir i F il m P roducti on s
( Dha r maw an S us a nto)
tampil di televisi. Untuk film Nada-Nada
Rindu mendapat pengharagaan sebaga
film terbaik versi FFI tahun 1988 (Jawa
Pos, 21 Mei 1988 : I)
Kesimpulan
Musik Da ngdut berkembang
seiring dengan perkembangan elektronik
yang menyentuh dunia musik Indonesia.
Pertunjukan yang semula bersifat fisikal
secara langsung dengan pementasan
berkeliling, akhirnya jauh lebih mudah
masuk ke dalam ruang hati penggemarnya
melalui media audio-visual. Rekaman
musik serta film-film yang dihasilkan
dengan atmosfer Dangdut menjadi media
ampuh untuk memperluas penggemarnya.
Sebagai konsekuensi dari perluasan
jumlah penggemar ini, musik Dangdut tak
jarang me nj adi medium i nfi ltras i
pemerintah
sekaligus magnet untuk
mendapatkan pendukung.
Syair-syair lagu Soneta Group
baik yang bertemakan dakwah maupun
nasionalisme, merupakan salah satu
la ngka h Rhom a Ir ama unt uk
menyam paikan pes an dalam lagulagunya. Karakteristik lagu dakwah
diselingi pesan nasionalisme, menjadi
bukti mengurangi kesan mendayu-dayu
pada Musik Melayu. Keadaan sosio
kultural ikut mempengaruhi karakteristik
syair awal tahun 1971 dimana Musik
Melayu belum diterima sepenuhnya oleh
kalangan penikmat Pop maupun Rock.
Keadaan inilah membuat syair Soneta
Group didominasi oleh pernyataan sikap
“mengalah” terhadap semua pendapat
menyudutkan Musik Melayu. Barulah
pada tahun 1990-an mengalami perubahan
yaitu menjelaskan keberadaan Musik
Melayu yang mengalami peningkatan
eksistensi dalam berbagai bidang.
Proses perjalanan historis mulai
tahun 1970-an membuktikan tidak mudah
bagi Musik Melayu diterima menjadi
selera masyarakat menengah ke atas.
Berbagai pendapat merendahkan terlontar,
Musik Melayu dianggap sebagai musik
ident itas kal angan baw ah, mus ik
l i n gk u n ga n k u m u h da n m u s i k
kampungan. Anggapan ini lebih banyak
didominasi karena penggemarnya yang
mayoritas kalangan menengah ke bawah.
Awal tahun 1970-an Rhoma Irama
be rs a ma S one t a G o up m e nc oba
melakukan revolusi Musik Melayu yakni
menggabungkan dengan unsur Rock.
Langkah Rhoma Irama semakin menuai
pendapat merendahkan, namun Rhoma
Irama menjawab anggapan tersebut
dengan sebuah lagu berjudul Musik.
Selanjutnya Musik Melayu lebih
dikenal dengan sebutan Dangdut. Istilah
Dangdut sebenarnya digunakan untuk
merendahkan Musik Melayu yang berasal
dari dominasi gendang. S ekarang,
Dangdut merupakan salah satu jenis musik
yang terus bergema di dunia hiburan. Dari
segi intensitas pertunjukan baik di televisi,
panggung pertunjukan langsung, dan
acara keseharian, dangdut memiliki porsi
sama besar dengan jenis musik lainnya
seperti Pop dan Rock .
DAFTAR PUSTAKA
Aka, H.Surya. Ketua Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah Jawa Timur
(KP ID ) dan Waki l K etua
Persatuan Artis Musik Melayu
Indonesia Propinsi Jawa Timur
(PAMMI). Koleksi Lagu Soneta
Fans Club Surabaya, (tidak
diterbitkan).
Bouvier, Helene. 2002. Lebur ! Seni
Musik dan Pertunjukan dalam
Masyarakat Madura. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Eriyanto. Indonesia Bergoyang Dunia
Kita Goyang Dangdut dan
Politik Mus ik Kotem porer
Indonesia. Penelitian Tidak
Diterbitkan.
Frederick, William H. “Rhoma Irama and
The Dangdut Style: Aspect Of
Cont em porar y Indone s ia n
35
Verleden, Vol. 1, No.1
Desember 2012: 1 - 109
Popular Culture”, dalam Jurnal
Indonesia, No.34, Oktober 1982,
Cornell Southeast Asia Program.
Cornell University. Indonesia
Monogtap Politics.
Frederick, William H. dalam Dloyana
Kesumah dkk. 1995. Pesanpesan Budaya Lagu-lagu Pop
dangdut
dan Pengaruhnya
te rh adap Pe r ilak u Sos ia l
R e m aj a Ko t a . J a ka r t a :
Departemen Pendidikan dan
K e bu da y aa n Re pu bl i k
Indonesia.
_____________. “Mengapa Dangdut
Rhoma Jadi Penting”, dalam majalah
Tempo
30 Juni 1984.
Jabo, Sawung dan Suzan Piper, “Musik
Indonesia, dari 1950- an hingga
1980-an”, dalam Prisma, 5 Mei
1987.
Khusyairi, Johny Alfian. Popularitas
Sebuah Mus ik: Studi Tentang
P ertumbuhan P em inat M us ik
Dangdut di Kalangan Menengah
Indonesia, (Skripsi pada Jurusan
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta). 1997.
Histories: A Social and Musical
History of Indonesia's Most
Popular Music. New York:
Oxford University Press.
Sedyawati, Edi dan Supardi Djoko
Damono (ed.). 1991. Seni dalam
Masyarakat Indonesia.
Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Simatupang, Lono.L. Seni & Antropologi.
1996. “D angdut Is Very...Very
Indonesia” The Search of Cultural
Nationalism in Indonesia Modern
Popular Music, dalam. Buletin
Antropologi, tahun. xi/1996. No.20,
Yogyakarta : Jurusan Antropologi
Fakultas Sastra Universitas Gadjah
Mada.
Soedarsono, R.M. 1999. Seni Pertunjukan
Indonesia di Era Globalisas i .
Ja ka rta : D ire kto rat Je nde ral
Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Yampolsky, Philip, ”Hati yang Luka”, An
indonesian Hit. Jurnal Indonesia No.
47 April 1989.
Yasmin. Penerimaan Khalayak Remaja
Terhadap Musik Dangdut Melalui
Film Mendadak Dangdut, (Skripsi
pada Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Airlangga).
_____________. “Genealogi Dangdut :
S e bu a h U pa y a Me l a c a k
Keaslian Dangdut, dalam Jurnal
Mozaik, Vol.I, No.1, JanuariJuni 2003 Surabaya: Komunitas
K a j i a n K e b ud a ya a n d a n
Masyarakat (K3M) Fakultas
Sastra Universitas Airlangga.
Koran
Kompas, Senin, 10 September 1979. Sato,
Mira, “Dangdut: Jangan Jadi
Ca ndu Bil a P os is inya
Kebanyakan, Sudah Waktunya
Kita Mengambil Jarak”.
Kuntowijoyo. 2007. Penjelasan Sejarah
(H i st or i cal Ex pl anat ion ) .
Yogyakarta: Tiara Wacana.
_____, Minggu, 31 Oktober 1982. "Kisah
“Industri” Dua Super Group
Dangdut”.
N. Weintraub, Andrew. 2010. Dangdut
______,
36
Sabtu, 20 Juli 1985. Sitohang,
Rona ld, “Mus ik D angdut
Identik dengan M us ik
Melayu?”
______ ,
20 Juli 1985. “Perjalanan
Seorang Bintang (I) Saya
Samarkan dengan Rhoma...“.
______,
21 Juli 1985. “Perjalanan
Seorang Bintang (II- Habis)
Rhoma Sebuah Dinasti.
______,
Kamis, 17 Oktober 1985.
“Dangdut sebagai Wahana
penyampaian Protes”.
______, Senin, 24 Desember 1985.
“Soneta Vs God Bless, Musik
yang Membebaskan”.
Kompas, Senin, 29 April 1997
Surabaya Post, 14 Juli 1976. “Surabaya
Pelabuhan Empuk Bagi Rhoma
Irama”.
___________, 23 September 1976. ”Lagu
Rupiah Dilarang di TV”.
___________, 11 Oktober 1979. “Semua
Musik Sama Derajatnya”.
___________, 17 November 1979. “K.H
Idham Cholid, Tidak Benar
R h o m a
I r a m a
Me n gk o m e r s i l k a n
Agama”.
______, Minggu, 1 Mei 1988. “Nama dan
Peristiwa”.
___________, 21 D esember 1979.
“Peredaran Film Nasional
Makin Baik, Unggul atas
Film Impor”.
______, Minggu, 29 Mei 1988. “Rhoma
Irama, Pembuat Singkong”.
___________, 26 Oktober 1979. “Iklan
Film “Cinta Segitiga”.
__ __ __ , Ming gu, 29 Mei
1988.Pertunjukan Rhoma dan
Soneta, Antara Perjuangan Dan
Goyang, , “
___________, Senin,1 Agustus 1988.
“Su a tu Sa at M u si k
Bercorak Keindonesiaan
Akan Lahir”
______, Minggu 2 April 1989. “Rhoma
Irama dan Dakwah Kebangsaan”.
___________, Sabtu, 27 Agustus 1988.
“Disesalkan, Artis Safari
Penganut Lagu Cengeng”.
______, Kamis 4 Oktober 1990. “Penjual
Foto, Pencopet dan Guru SD Ikut
Berdangdut”.
______, Senin, 31 Desember 1991.
”Dangdut dengan Kemasan Internasional'.
______, Minggu, 6 September 1992.
”Rhoma Irama Akhirnya Tampil di
Jepang”.
______, Minggu, 6 Agus tus 1995.
“Semarak Dangdut di Ancol
kemasan “Wah” Buat Dangdut”.
______,Rhoma Irama, Masuk Golkar
karena “L illahi Ta' al a” ,
___________, Minggu, 28 Agustus 1988.
“Stop Lagu Cengeng ! Lantas ?”.
___________, Selasa, 30 Agustus
1988.Hati yang Luka”Malah
Dicari,
___________, Jumat, 14 September 1990.
“Safari Malam Ini, mulai
Mina H ingga
Cowok
Banyak Duwit”
___________, Selasa, 2 Oktober 1990.
”U l a m a Be l um S i a p
menghadapi Televisi untuk
37
Verleden, Vol. 1, No.1
Desember 2012: 1 - 109
Dakwah”.
Jawa Pos, 21 Mei 1988. “Bersama
Camelia Malik Rhoma Tampil
Lagi di TV”.
_______, 28 Mei 1988. “Ujian” di TIM,
Rhoma Lulus,
_______, 30 Mei 1988. “Bila Rhoma
Menyinggahi 50 kota di Seluruh
Indonesia”.
19 Juni 1988. “Rhoma
_______,
Menyiapkan Hanya Tuhan Yang
Tahu
_______, 20 Juni 1988. “Menjelang Show
Warga Banjarmasin Sudah
Mulai Demam Rhoma Irama”
_______, 7 Agustus 1988. “Dengan 25
Truk Rhoma Goyang Kota
Kaltim
_______, 25 Agustus 1988. “Surya Rock
Dangdut 88 Sukses Jelajah 22
Kota
_______, 26 Agustus 1988. “Film Terbaru
Rhoma Irama Mulai Syuting 29
Agustus”.
_______,2 Mei 1988. “Kamar Rhoma
I ra m a Be r ub a h M e nj a d i
Gudang”.
_______,16 Juni 1988. “Setahun Rhoma
Irama Keliling Indonesia”.
_______,10 Mei 1989. “Rhoma Irama
La nj utkan S urya Da ngdut
Show”89”.
_______, 25 April 1990. “Zainuddin dan
Rhoma di Senayan”.
Majalah
Tempo, 28 Februari 1976.“Bersaing
38
Jangan Bersaing, Kalau Tidak
Ada Gunanya.,”
_______, 9 April 1977. “Dan Oma Serta
Upit Ikut Kampanye”.
_______,22 Maret 1979.Agar Bibir Tidak
Keseleo,
_______,5 Mei 1979. “Dangdut Setelah
Halal Di TV-RI”.
_______,5 Mei 1979. “Soalnya Sih
Komersiil Saja”.
_______,5 Mei 1979. 'Sampai Dangdut
Berlistrik”.
_______, 2 Juni 1979. “Dangdut yang
Lain”.
_______, 30 J uni 1984. “S at ria
Berdakwah, Raja dari Bawah”.
_______, 25 Mei 1991. “G oya ng
Dangdut”.
_______, 25 Mei 1991. “Gemerincing
Dunia Dangdut”
_______, 16 Mei 1992. “Dangdut Goyang
Terus Pop Kok Loyo”.
F ok u s,
8 De se m b e r 1 98 3 .
“A lhamdulilla
h, Rh oma
Masih Bol eh
Menyanyi”.
_______, 8 Desember 1983. “Dangdut
Sebuah “Flashback”.
_______, Aribowo, 8 Desember 1983.
“Proklamasi Identitas”.
Forum Keadilan, 31 Maret 1994. “Politik
I s la m Ti d a k
Menghalalkan Segala
Cara”,
D & R, Rhoma rama: “ Masa Transisi
Sa ya Ad a
S e p u l u h
Tahun”,
21
Se pt e m b e r
1996.
Panji Masyarakat No. 355. “Raja Dangdut
Bermahkota Ka'bah”.
______________ N o. 388. “Rhoma
Irama: Roh dan Dukungan Aransemen”
Internet :
http://tonyvanjava.blogspot.com/2008/05
/investasi-dinar-iqd.html , Daftar
Film-film Musikal Rhoma Irama, 23
Maret 2011, Pukul.12.30 WIB.
http://www.rajadangdut.com/film.php?ha
l= 3, Daftar F ilm-film Musikal
Rhoma Irama, 23 Maret 2011,
Pukul.12.30 WIB.
______________________, “Ragam
Pendapat tentang Rhoma dan Dangdut”
39
Download