II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mioyak Kelapa Minyak kelapa disebut

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mioyak Kelapa
Minyak kelapa disebut juga dengan minyak laurat, karena kandungan asam
lemak lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan dengan asam lemak
lainnya (Ketaren, 1986). Komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat pada
Tabel2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa
Asam lemak
Asam lemakjenuh:
Asam kaproat
Asam kaprilat
Asam kaprat
Asam laurat
Asam miristat
Asam palmitat
Asam stearat
Asam arachidat
Asam lemak tidakjenuh:
Asam palmitoleat
Asam oleat
Asam linoleat
Sumber: Ketaren, 1986
Rumus kimia
Jumlah (%)
CsHuCOOH
0,0 - 0,8
5,5 - 8,5
4,5-9,5
44,0 - 52,0
13,0-19,0
7,5 - 10,5
1,0-3,0
0,0-0,4
C7H15COOH
C9H19COOH
C,iH23COOH
C,3H27COOH
CsHsiCOOH
C17H35COOH
C19H39COOH
C15H29COOH
C17H33COOH
CnHaiCOOH
0,0-1,3
5,0-8,0
1,5-2,5
Dari Tabel 2.1 diatas, terlihat bahwa asam lemak jenuh minyak kelapa ±
90%. Menurut Diaz dan Galindo (2007), bahan bakar mesin diesel yang ideal
adalah bahan bakar yang merupakan rantai hidrokarbon jenuh seluruhnya. Hal ini
karena bahan bakar dengan rantai hidrokarbon jenuh lebih stabil dan tidak mudah
teroksidasi. Oleh sebab itu, menurut Diaz dan Galindo (2007) biodiesel dari
minyak kelapa merupakan bahan bakar yang perfect.
2.2 Cocodiesel
Cocodiesel adalah biodiesel yang dibuat dengan mereaksikan minyak
kelapa (gugus trigliserida) dengan metanol (alkohol) yang merupakan reaksi
metanolisis dan menggunakan katalis pada suhu dan waktu tertentu (Balai Besar
Kimia dan Kemasan, 2006). Reaksi metanolisis untuk menghasilkan cocodiesel
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
4
o
C H j - O - CII- R ,
„„
^
?
^ " ~ 0 - C - R j
o
CHj—o-<!:-R,
+ 3CH3OH
Katalis
*•
C H j _ OH
o
J
CHj-O-^-R;
+
?
CHj—O—C—R3
CHj — O—C—R3
Trigliserida
IMetanol
CH -
OH
CHj
OH
—
Gliseroi
Cocodisel
Gambar 2.1 Reaksi Metanolisis
Jika minyak kelapa mengandung ALB yang tinggi, maka reaksi dilakukan
dalam dua tahap, tahap pertama adalah reaksi esterifikasi dimana ALB diubah
menjadi metil ester dan kedua adalah reaksi transesterifikasi dimana trigliserida
diubah menjadi metil ester (Prihandana et.al., 2006). Untuk minyak nabati,
dikatakan kadar ALB rendah jika kecil dari 1%, sedangkan jika lebih dari 1 %
maka perlu perlakuan pendahuluan karena berakibat pada rendahnya kinerja
efisiensi (Rahayu, 2005).
Dalam reaksi metanolisis trigliserida tidak diinginkan keberadaan air. Hal
ini disebabkan karena akan terjadi reaksi hidrolisis terhadap trigliserida menjadi
digliserida dan asam lemak. Dengan demikian jumlah asam lemak akan semakin
bertambah dan semakin meningkatkan jumlah sabun yang terbentuk (Gerpen
et.al., 2004). Reaksi hidrolisis trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.2.
O
I ?
CH2-O-C-R,
CH,-OH
O
C H - O - C - R 2 + H2O
o
CH2-o-(:-R3
rH-0-(:-R2
O
Trigliserida
o
+
HO-C-R,
CH2-0-C-R3
Air
Digliserida
Asam Lemak
Gambar 2.2 Reaksi Hidrolisis Trigliserida untuk Membentuk Asam Lemak
Bebas
5
2.3 Alkohol
Alkohol merupakan bahan baku penunjang dalam pembuatan biodiesel.
Alkohol digunakan sebagai pereaksi trigliserida dengan bantuan katalis untuk
menghasilkan biodiesel. Alkohol yang sering digunakan dalam proses pembuatan
biodiesel adalah metanol, namun dapat pula digunakan etanol, isopropanol dan
alkohol lainnya (Rahayu, 2005). Metanol lebih dipilih karena merupakan turunan
alkohol yang memiliki berat molarekul paling rendah sehingga kebutuhannya
untuk proses alkoholisis relatif sedikit dan lebih murah. Selain itu, daya reaksinya
lebih tinggi jika dibandingkan dengan etanol.
Reaksi metanolisis merupakan reaksi kesetimbangan. Oleh karena itu
berlaku hukum kesetimbangan kimia, jika reaktan yang berada di sebelah kiri
panah reaksi ditambah jumlahnya, maka reaksi akan bergeser kearah kanan
(produk)
begitu
juga
sebaliknya.
Secara
stoikiometri
dalam
reaksi
transesterifikasi, 3 molar alkohol bereaksi dengan 1 molar trigliserida. Namun
untuk menggeser reaksi kearah produk, digunakan pereaksi yang berlebih, dalam
hal ini alkohol (metanol) dibuat berlebih (Gerpen et. al, 2004).
2.4 Katalis
Katalis adalah suatu bahan kimia yang dapat meningkatkan laju suatu
reaksi tanpa bahan tersebut menjadi ikut terkonsumsi oleh keseluruhan reaksi dan
setelah reaksi berakhir, bahan tersebut akan kembali kebentuk awal tanpa terjadi
perubahan kimia. Penggunaan katalis dapat menurunkan tingkat energi aktivasi
yang dibutuhkan, membuat reaksi terjadi lebih cepat atau pada suhu yang lebih
rendah (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2006). Energi aktivasi adalah
energi yang diperlukan untuk menghasilkan tumbukan yang efektif atau untuk
menghasilkan suatu reaksi (SMK Negeri 3 Kimia Madiun, 2008).
Katalis dapat dibedakan dalam dua golongan utama, yaitu katalis
heterogen dan homogen. Dalam katalis heterogen, katalis memiliki fasa yang
berbeda dengan reaktan (bahan yang bereaksi). Sedangkan pada katalis homogen,
katalis memiliki fasa yang sama dengan reaktannya, biasanya proses terjadi dalam
fasa gas atau dalam satu fasa cair tunggal. Mekanisme reaksi transesterifikasi
trigliserida menggunakan katalis asam dan basa homogen dapat dilihat pada
6
Gambar 2.3 dan 2.4. Sedangkan mekanisme reaksi transesterifikasi trigliserida
menggunakan katalis basa heterogen (CaO) dapat dilihat pada Gambar 2.5.
WOH
•
ROH
J
»•
nO"
-
H,0
•
M"
a)
T
R - A.IKV1 g r w j p err. m s E K o n n l
M = Na.K
Gambar 2.3 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Trigliserida menggunakan
Katalis Basa Homogen (Sumber: Lotero et.al., 2006).
Pada Gambar 2.3, terlihat bahwa tahap (1) katalis basa bereaksi dengan
alkohol membentuk species katalitik aktif (RO"). Tahap (2), pembentukan
tetrahedral intermediet akibat adanya penyerangan RO" terhadap gugus karbonil
pada trigliserida. Tahap (3), tetrahedral intermediet pecah menjadi satu ester asam
lemak dan digliserida anion. Tahap (4), proton (tf") ditransfer menuju digliserida
anion dan terjadi regenerasi RO' menjadi species aktif katalitik dari molarekul
alkohol berikutnya. Mekanisme yang sama terjadi dua kali lagi sehingga
dihasilkan biodiesel dan gliseroi.
7
>
J
A H - Acid =a;alya
R,. Mj. Hj -
a c i d K k y i gTMJps
Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Trigliserida menggunakan
Katalis Asam(Sumber: Lotero et.al., 2006).
Pada Gambar
2.4, mekanisme
reaksi
transesterifikasi trigliserida
menggunakan katalis asam diawali dengan oksigen pada gugus karbonil
trigliserida diprotonisasi oleh katalis asam. Tahap (2), penyerangan gugus
karbonil oleh satu molarekul alkohol untuk membentuk satu tetrahedral
intermediet. Tahap (3), proton (H"^ berimigrasi meninggalkan group awalnya.
Tahap (4), tetrahedral intermediet pecah sehingga terbentuk satu alkil monoester
yang diprotonisasi dan satu molarekul digliserida. Tahap (5), proton pada alkil
monoester meregenerasi katalis asam. Mekanisme ini
terjadi dua kali lagi
sehingga dihasilkan tiga alkil monoester (biodiesel) dan gliseroi.
8
Step-1:
R-O t
Ca
R-OH
Alcohol
R = CH3- or
C2H5-
R,-COOR
O-R
Step-2:
CH,-0-C-Rl
^
II
OR-O
H+
CH-O-C- R l
It
Ca
O
O
II
CH-O-C- R l
II
O
CH-O-C- R l
CHj-O-C- R l
O
CH,-0-C- R l
o
II
^ II
O
O
Step-3:
CH-O-C- R l
II
CH-O-C- R l
II
O
CH,-0-C- R l
o
Ca
^ II
CH,-0-C- R l
^ II
O
Ca
O
o
Gambar 2,5 Mekanisme Reaksi Transesterifikasi Trigliserida menggunakan
Katalis Basa Heterogen (CaO) (Sumber: Mar, 2008).
Pada Gambar
2.5, mekanisme
reaksi
transesterifikasi
trigliserida
menggunakan katalis basa heterogen (CaO) diawali dengan penjerapan alkohol
(R-OH) pada permukaan aktif katalis (molecular adsorption). Selanjutnya terjadi
interaksi (surface diffusion) dan mengakibatkan pelemahan ikatan dari alkohol
yang terjerap. Species aktif (RO) terjerap pada permukaan Ca. Tahap (2), RO"
menyerang atom karbon (C) pada gugus karbonil sehingga berikatan pada atom C
tersebut. Setelah berikatan, terjadi pemutusan ikatan sehingga dihasilkan satu alkil
ester asam lemak dan digliserida anion. Tahap (3), proton (H"^) berimigrasi
menuju digliserida anion dan berikatan dengan oksigen. Mekanisme ini terjadi
dua kali lagi sehingga dihasilkan tiga alkil monoester (biodiesel) dan gliseroi.
Katalis yang
menghasilkan
sering
biodiesel
digunakan
biasanya jenis
dalam
katalis
reaksi
metanolisis
homogen.
Namun
untuk
telah
dikemukakan sebelumnya katalis ini memiliki beberapa keterbatasan, maka pada
penelitian ini akan digunakan katalis heterogen yaitu CaCOs. Alasan pemilihan
katalis ini didasarkan pada hasil penelitian Husin et.al (2006), yang menunjukkan
penggunaan katalis CaCOa dapat menghasilkan yield biodiesel tertinggi
dibandingkan katalis heterogen lainnya. Dari hasil penelitiannya, CaCOs yang
telah dipijarkan dapat meningkatkan>^jeW biodiesel.
9
Proses pemijaran disebut juga dengan kalsinasi. Kalsinasi merupakan
suatu thermal treatment terhadap material padatan agar mengalami dekomposisi
serta menghilangkan fraksi yang bersifat volatil
(www.wikipedia.org, 2008).
Kalsinasi biasanya dilakukan di dalam furnace. Senyawa CaCOs jika dikalsinasi
akan terdekompisisi menjadi senyawa kalsium oksida (CaO) dan karbondioksida
(CO2). Dimana CaO merupakan senyawa yang bersifat basa kuat, sehingga dapat
digunakan sebagai katalis dalam reaksi metanolisis (Huaping et.al, 2006 dalam
Wahyuni, 2008).
Pada penelitian ini, CaCOa dipijarkan pada suhu 900''C selama 1,5 jam di
dalam furnace. Alasan pemilihan suhu pemijaran ini didasarkan pada hasil
penelitian Wahyuni (2008) yang menunjukkan bahwa CaCOa yang dipijarkan
pada suhu 900°C dapat menghasilkan yield biodiesel tertinggi. Difraktogram CaO
komersial dan CaCOs yang telah dipijarkan pada beberapa suhu tertentu dapat
dilihat pada Gambar 2.6.
1
\n,.
i
t»
1
i
I
in
I
tJK
1
'
11
— «
4
-JL-
.1
1
—
K
. A l l
•m
Gambar 2.6 Difraktogram (1) CaO komersial dan CaCOs yang telah dipijarkan
pada suhu (2) 600°C, (3) 850°C, (4) 900°C, (5) 1000°C dan (6)
IIOO^C.
Dari Gambar 2.6, terlihat bahwa pada suhu 600*0 katalis CaCOs yang
terdekomposisi menjadi CaO masih sangat sedikit. Sedangkan pada suhu SSO^C
dan 900°C sudah terbentuk CaO namun belum murni karena masih ada yang
menyerupai difraktogram CaCOs. CaO murni dihasilkan pada suhu pemijaran
10
lOOCC dan 1100°C. Namun penggunaan CaCOs yang dipijarkan pada suhu
1000°C dan 1100°C menghasilkan ^'/eW biodiesel yang semakin rendah (Wahyuni,
2008). Hal ini disebabkan karena semakin tinggi temperatur pemijaran, maka
kadar kalsium pada CaCOs semakin berkurang. Zahrina (2000), telah melakukan
pemijaran katalis abu tandan sawit pada suhu 600°C, 800°C, 900T dan 1000°C.
Dari hasil penelitiannya, kadar ion Ca^^ terbesar terdapat pada suhu 900°C yaitu
2,31% dan semakin menurun pada suhu kalsinasi 1000°C yaitu 1,89%.
2.5 Temperatur
Laju reaksi kimia bertambah
dengan naiknya temperatur
(suhu).
Meningkatkan suhu reaksi berarti menambahkan energi. Energi diserap oleh
molarekul-molarekul sehingga energi kinetik molarekul menjadi lebih besar.
Akibatnya, molarekul-molarekul bergerak lebih cepat dan tabrakan dengan
dampak benturan yang lebih besar makin sering terjadi. Dengan demikian,
benturan antar molarekul yang mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi itu
menyebabkan reaksi kimia juga makin banyak terjadi. Hal ini berarti bahwa laju
reaksi makin tinggi. Umumnya kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan
kenaikan laju reaksi sebesar dua sampai tiga kali (SMK Negeri 3 Kimia Madiun,
2008).
Metanolisis trigliserida yang dikatalisis oleh alkali biasanya dilakukan
pada temperatur mendekati titik didih metanol (Lotero, et.al, 2006). Namun
beberapa peneliti melaporkan bahwa metanolisis dapat dilakukan pada temperatur
kamar (Zahrina, 2000).
2.6 Karakteristik Cocodiesel
Karakteristik cocodiesel standar mengacu pada spesifikasi biodiesel yang
telah ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional melalui Standar Nasional
Indonesia. Spesifikasi Nasional Indonesia untuk Biodiesel dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
11
Tabel 2.2 Spesifikasi Nasional Indonesia untuk Biodiesel Berdasarkan SNI 047182-2006
Parameter
Satuan
Nilai
Metoda Uji
No
1 Massa jenis pada 40°C
kg/m'
850 - 890 ASTM D 1298
2,3-6,0
ASTM D 445
2 Viskositas
kinematik
pada40°C
ASTM D 613
Min51
3 Angka setana
ASTM D 93
4 Titik nyala
Min 100
Max 18
ASTM D 2500
5 Titik kabut
"C
%.volume
Max 0,05 ASTM D 2709
6 Air dan sediment
ASTMD 1266
ASTM D 1266
7 Belerang
mg/kg
Max 100
AQCS Ca 12-55
8 Fosfor
mg/kg
Max 10
mg KOH/g Max 0,8
AQCS Ca 12-55
9 Angka asam
Max 0,02 AQCS Ca 30-63
10 Gliseroi bebas
%.massa
ASTM D 6584
Max 0,24 AQCS Ca 30-63
11 Gliseroi total
%.massa
ASTM D 6584
12 Angka iodium
%.massa
Max 115
AQCS Cd 1-25
Sumber: Prihandana et.al., 2006
2.6.1 Massa Jenis
Massa jenis menunjukkan perbandingan berat per satuan volume.
Karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin
diesel per satuan volume bahan bakar. Massa jenis terkait dengan viskositas. Jika
biodiesel mempunyai massa jenis melebihi ketentuan, akan terjadi reaksi
pembakaran tidak sempuma pada biodiesel tersebut. Biodiesel dengan mutu
seperti ini seharusnya tidak digunakan untuk mesin diesel karena akan
meningkatkan keausan mesin, emisi dan menyebabkan kerusakan pada mesin
(Prihandana et. al, 2006).
2.7.2 Viskositas
Viskositas merupakan sifat intrinsik fluida yang menunjukkan resistensi
fluida terhadap aliran. Fluida dengan viskositas tinggi lebih sulit untuk dialirkan
dibandingkan dengan fluida dengan viskositas rendah. Karakteristik ini sangat
penting, karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel. Kecepatan alir
bahan bakar melalui injektor akan mempengaruhi derajat atomisasi bahan bakar di
dalam ruang bakar. Sclain itu, viskositas bahan bakar juga berpengaruh secara
12
langsung terhadap kemampuan bahan bakar tersebut bercampur dengan udara
(Indartono, 2008).
2.6.3 Titik Nyala (Flash Point)
Titik nyala atau titik kilat (flash point) adalah titik temperatur terendah
yang menyebabkan bahan bakar menyala. Penentuan titik nyala ini berkaitan
dengan keamanan dalam penyimpangan dan penanganan bahan bakar. SNI
menetapkan titik nyala biodiesel lebih tinggi (min.lOO^C) daripada solar
(min.66°C) sehingga biodiesel lebih aman (Yusandra, 2008).
2.6.4 Angka Asam
Angka asam adalah banyaknya mill gram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam - asam lemak bebas di dalam satu gram contoh biodiesel.
Angka asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel masih mengandung asam
lemak bebas, berarti biodiesel bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau
kerak di injektor mesin diesel (Yusandra, 2008).
2.6.5 Angka Iodium
Angka ini menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dua di dalam asam
lemak penyusun biodiesel. Rantai rangkap merupakan indikator asam lemak tidak
jenuh. Semakin tinggi ketidakjenuhan, maka titik awan dan titik tuang akan
semakin rendah. Namun, ada dampak negatifnya yaitu kemungkinan terjadinya
asam lemak bebas. Ketika mesin diesel dioperasikan dengan menggunakan
biodesel yang memiliki angka iodium diatas ketentuan (max. 115), maka akan
terbentuk deposit di lubang saluran injeksi. Hal ini disebabkan karena asam lemak
tidak jenuh tersebut mengalami ketidakstabilan akibat temperatur panas sehingga
terjadi reaksi polimerisasi dan terakumulasi dalam bentuk karbonasi atau deposit
(Prihandana et. al, 2006).
2.6.6 Angka Setana
Angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang
diinjeksikan ke ruang bakar bisa terbakar secara spontan (setelah bercampur
dengan udara). Angka setana pada bahan bakar mesin diesel memiliki pengertian
yang berkebalikan dengan angka oktan pada bahan bakar mesin bensin, karena
13
angka oktan menunjukkan kemampuan campuran bensin-udara menunggu
rambatan api dari busi {spark ignition). Semakin cepat suatu bahan bakar mesin
diesel terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin baik (tinggi)
angka setana bahan bakar tersebut (Indartono, 2008).
Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala
pada temperatur yang relatif rendah dan sebaliknya. Penggunaan bahan bakar
mesin diesel yang mempunyai angka setana tinggi dapat mencegah terjadinya
akumulasi bahan bakar, karena ketika bahan bakar tersebut diinjeksikan ke dalam
silinder pembakaran maka akan langsung terbakar (Prihandana et. al, 2008).
Secara umum, biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi dibandingkan
dengan solar. Biodiesel pada umumnya memiliki rentang angka setana dari 46 70. Azam et. al (2005) dalam Indartono (2008) membuat persamaan untuk
menghitung angka setana biodiesel sebagai fimgsi dari angka iodium dan
penyabunan sebagai berikut:
Angka setana = 46,3 + (5458/Angka Penyabunan) - (0,225 x Angka Iodium)
2.6.7 Kadar Air
Kadar air {water content) yang nilainya diatas ketentuan akan
menyebabkan proses hidrolisis pada biodiesel sehingga akan meningkatkan
bilangan asam, menurunkan PH dan meningkatkan sifat korosif Di negara yang
mempunyai musim dingin, kandungan air yang terkandung dalam bahan bakar
dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar. Keberadaan
air juga dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme yang juga dapat menyumbat
aliran bahan bakar (Yusandra, 2008).
2.6.8 Analisis Metode Kromatografi Gas
Analisis metode kromatografi gas digunakan untuk mengidentifikasi ester
alkil dari asam-asam lemak (biodiesel) yang dihasilkan dari reaksi metanolisis
minyak kelapa. Dasar pemisahan secara kromatografi gas adalah penyebaran
sampel di antara dua fase. Salah satu fase adalah fase diam yang permukaannya
lebih luas dan fase yang lain ialah fase gas yang menelusi fase diam. Bila fase
diam berupa zat cair, maka disebut dengan kromatografi gas-cair (KGC). Fase cair
14
(pelarut) disaputkan pada zat padat yang bersifat lembam (inert) di dalam kolom
(Bonelli dan McNair, 1988). Dalam KGC fase gerak adalah gas yang bersifat
lembam, seperti helium hidrogen dan nitrogen. Sedangkan fase diam adalah cairan
yang mempunyai titik didih yang tinggi diserap pada padatan. Syarat gas yang
digunakan adalah lembam, murni dan cocok untuk detektor yang digunakan.
Sedangkan fase diam yang digunakan harus dapat melarutkan sampel yang akan
dianalisa dengan baik.
Rekaman tertulis yang diperoleh dari hasil analisis kromatografi disebut
kromatogram. Kromatogram direkam sebagai urutan puncak-puncak dan setiap
puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor. Area di
bawah puncak sebanding dengan jumlah setiap senyawa yang telah melewati
detektor (Situs Web Kimia Indonesia, 2008).
15
Download