1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Agama Buddha tidak

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Agama Buddha tidak pernah bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah
bangsa Indonesia. Agama ini pernah berkembang pesat dan menjadi bagian
kehidupan masyarakat Indonesia terutama pada masa kejayaan Sriwijaya.
Pemikiran-pemikiran dalam agama Buddha banyak berpengaruh pada banyak hal
dalam kehidupan masyarakat Indonesia seperti seni patung, sastra, filsafat, dan
kerohanian. Termasuk peninggalan-peninggalan arsitektural yang masih dapat
dilihat sebagai bukti masa keemasan agama Buddha yaitu candi, seperti candi
Borobudur, candi Mendut, candi Pawon, dan lain-lain.
Perkembangan agama Buddha di Indonesia secara umum dipengaruhi oleh
dua “kiblat” agama Buddha yaitu agama Buddha “awal” yang masuk pada masa
kerajaan dan “chinese buddhisme” sebagai gelombang akhir, yang dibawa oleh
imigran dari Cina masuk ke Indonesia.
India
‘Asimilasi'
China
Gelombang akhir
Gelombang
awal
Indonesia
Candi
Kelenteng
Gambar 1.1 skema proeses masuknya agama Buddha ke Indonesia
1
1. Buddhisme yang berasal dari India∗∗
Aliran ini masuk ke Indonesia pada masa kerajaan kurang lebih pada abad
VII. Kemungkinan pada masa ini, pangeran-pangeran yang berkuasa di kerajaankerajaan kecil di indonesia dipengaruhi oleh ara pendeta dan brahmana dari India.
Pendeta-pendeta ini bertanggung jawab atas pengenalan suatu agama yang
memungkinkan raja mengidentifikasi dirinya dengan dewa atau bodhisatva
sehingga memperkuat kekuasaannya.
Secara awam dapa dikatakan bahwa agama Buddha yang pertama kali
masuk ke Indonesia ini adalah ajaran yang lebih ‘murni’ sebab tidak ada proses
pencampuran faham apapun dalam ajaran, dari peninggalan Buddha terus
dipertahankan oleh para Bhikkhu, hingga masuk ke Indonesia.
Kebudayaan masa ini meninggalkan karya-karya yaitu berupa seni pahat,
seni patung dan candi. Pada jaman kerajaan Sriwijaya agama Buddha berkembang
pusat. Kerajaan ini merupakan pusat ilmu dan kebudayaan agama Buddha
khususnya di kawasan Asia Tenggara. Banyak vihara di sana bahkan terdapat juga
perguruan agama Buddha. Kebudayaan ini terus bertahan sampai akhirnya
tergeser oleh masuknya agama Islam pasca runtuhnya Majapahit kurang lebih
pada tahun 1478.
Peninggalan yang terus bertahan adalah candi sebagai maha karya dari masa
kejayaan agama Buddha di Nusantara. Inilah yang menjadi bukti kejayaan agama
∗∗
bukan untuk mengkotak-kotakan agama Buddha, namun hanya sebagai petunjuk sebagai agama
Buddha yang pada masanya telah berkembang di India, dan menyebar pertamakali ke Indonesia.
2
Buddha dari masa kerajaan Nusantara yang kebudayaannya banyak dipengaruhi
kebudayaan Buddhisme India.
2. Chinese Buddhisme∗∗
Masuk Indonesia melalui
para imigran yang berasal dari negeri Cina.
Sebenarnya awal dari Chinese Buddhisme ini juga berasal dari India. Kemudian
setelah masuk ke Cina agama ini berasimilasi dengan budaya setempat serta
agama yang ada sebelumnya yaitu agama Tao dan Kong Hu Cu. Akibatnya
adanya hubungan dan rasa toleransi antara agama-agama tersebut kemudian
terjadi peleburan antara ketiganya. Hal ini dapat dilihat dari landasan ritual
ataupun tata cara upacaranya. Di dalam sebuah kelenteng ∗, walaupun tata
upacaranya secara confucianistis juga umumnya disediakan pula ruangan-ruangan
penghormatan kepada para suci Buddhist dan Taoist. Hal ini berlangsung secara
terus menerus hingga diwariskan turun temurun sehingga fungsi tempat
peribadatan yang demikian bahkan hingga kepercayaan tersebut terbawa ke
Indonesia. Dan setelah masuk ke Indonesia bangunan ini lebih dikenal dengan
tempat peribadatan “Tri Dharma” yang maknanya secara murni tidak terlepas dari
hakekat tempat untuk menghormati para nabi dan para suci tiga agama 3.
∗∗
juga bukan untuk mengkotak-kotakkan agama Buddha, melainkan untuk menunjukkan
penyebaran agama Buddha yang bersamaan dengan migrasi masyarakat Tiongkok ke Indonesia
∗
dalam buku “Riwayat klenteng, vihara, linthang tempat ibadat Tridharma SeJawa ” dikemukakan
bahwa kelenteng adalah istilah asli dan hanya dikenal Indonesia. Konon berasal dari bunyi atau
suara klinting-klinting atau klonteng dari “kelenteng”. Istilah aslinya sebenarnya adalah “BIO”
yang berarti kompleks bangunan ibadah kepada Tuhan YME, kepada malaikat bumi dan para suci
lainnya.
3
dalam buku riwayat kelenteng, vihara, lithang, tempat peribadatan Tridarma SeJawa, hal 99 para
suci dan nabi yang dimaksud adalah JL. TOO, SIK (Kong Hu Cu, Taois dan Buddhis)
3
Pada perkembangannya khususnya tahun 1965, akibat perkembangan
kebijakan politik, banyak kelenteng yang “berganti baju” sebagai vihara. Akibat
kedepannya adalah semakin kaburnya batas fungsi antara kelenteng dan vihara.
Melihat kedua hal di atas, bangunan buddhis di Indonesia yang ada hingga
sekarang
dipengaruhi
oleh
dua
jenis
bangunan
yaitu
CANDI
dan
KELENTENG.
Candi yang merupakan peninggalan jaman kerajaan Indonesia adalah
sebagai bukti bahwa agama ini pernah jaya dan juga bukti pengaruh kebudayaan
luar terhadap kebudayaan Nusantara. Namun sayangnya tidak dapat diketahui
bagaimana rupa sebuah vihara buddist pada masa perkembangan candi tersebut.
Konsistensi agama Buddha di Indonesia juga dipengaruhi keberadaan kelentengkelenteng dimana banyak kelenteng yang dijadikan sebagai tempat peribadatan
agama Buddha. Chinese buddhisme yang juga berperan dalam perkembangan
agama Buddha di Indonesia adalah juga sebagai pengaruh kebudayaan luar.
Chinese Buddhisme
Buddhisme India
-
Vihara
Perguruan tinggi buddhist
Candi-candi
-
kelenteng
Vihara Indonesia ?
-
Bahan
Iklim
Style
Modern
Gambar 1.2 Skema posisi vihara dan yang mempengaruhi
4
Melihat hal diatas maka penulis membuat proyek vihara ini adalah
bertujuan untuk:
1. Mempertegas citra vihara sebagai tempat ibadah agama Buddha.
Banyak yang menggangap klenteng dan candi sebagai tempat ibadah. Hal
ini tidak terlepas dari sejarah perkembangan agama Buddha itu sendiri. Dari segi
arsitektur bangunan vihara sangat berbeda dengan klenteng dan candi, sehingga
penulis merancang vihara ini dengan memasukkan unsur-unsur lokal agar semakin
dipahami citra bangunan sebagai vihara.
2. Mengembangkan beberapa fungsi untuk lebih terbuka bagi umum
Dalam proyek tugas akhir (TGA) ini, penulis mencoba menawarkan untuk
menambah fungsi pada vihara dengan sebuah konsep fungsi sosial. Dikatakan
menambah karena selama ini fungsi-fungsi tersebut sudah ada sebelumnya tetapi
terbatas hanya untuk kalangan umat Buddha saja. Misalnya perpustakaan, hampir
setiap hari vihara memiliki fasilitas perpustakaan, namun hanya untuk umat
Buddha saja. Dari sini muncul pemikiran kalau perpustakaan dapat mendukung
masyarakat secara lebih luas dan umum kenapa tidak untuk membuka potensipotensi tersebut untuk dapat melayani masyarakat secara lebih luas. Sehingga
diharapkan pada akhirnya vihara tersebut dapat melayani umat secara internal dan
eksternal.
Eksternal
Internal
Vihara
Buddhis
Umum
5
Internal maksudnya adalah untuk umat Buddha, dimana selain vihara
sebagai tempat kebaktian atau sembahyang keagamaan (fungsi spiritual), juga
vihara dapat berfungsi sosial di mana di sini umat bertemu, berkumpul dan
bergaul membentuk komunitas kecil. Khusus di Yogyakarta dari vihara yang ada,
anggota pengurus dan umatnya berasal dari banyak daerah dari luar Jawa dengan
pengaruh dari daerah asalnya, membuat vihara memiliki arti sosial yang cukup
penting.
Sedangkan eksternal maksudnya adalah beberapa fungsi pada vihara dapat
dimanfaatkan juga oleh umat non Budhis. Artinya bahwa fungsi sosial dari vihara
melayani masyarakat sekitar, tanpa membawa simbol-simbol agama sehingga
muncul suatu nilai yang universal sehingga diharapkan untuk membuka sebuah
“komunikasi” atau kontak antar individu dengan individu yang berbeda secara
agama dalam sebuah tempat ibadah.
Hal ini juga didasari pemikiran bahwa pada perkembangannya masa
sekarang, agama Buddha merupakan agama dengan penganut sedikit (minoritas).
Maka jika vihara dibangun, keberadaannya berada di tengah himpitan masyarakat
lain yang lebih mayoritas sehingga fungsi sosial ini diharapkan dapat juga
menjadi sebuah aimbol ke-universal-an agar vihara tidak menjadi eksklusif
terhadap lingkungannya (site).
Fungsi-fungsi yang ditekankan pada pelayanan umum pada proyek vihara
untuk TGA tersebut adalah:
6
1. Perpustakaan
Dari umat yang datang ke vihara-vihara di Yogyakarta, penulis dapat
melihat bahwa mayoritas mereka adalah mahasiswa. Untuk itu penulis
berpikiran untuk menyediakan sebuah perpustakaan yang cukup lengkap
sehingga dapat menunjang studi dari mahasiswa Buddhis tersebut.
Perpustakaan selain buku-buku agama Buddha juga berisi buku-buku
umum sehingga masyarakat umum juga dapat menggunakan perpustakaan.
2. Tempat meditasi
Merupakan fasilitas utama pada vihara. Dibuka untuk dapat diakses untuk
umum adalah karena meditasi pada masa sekarang adalah hal yang umum
dilakukan pada setiap agama. Perbedaan hanya terletak pada istilah saja
namun maksudnya sama. Bahkan pada perkembangannya masa sekarang
meditasi juga dipakai untuk maksud kesehatan.
3. Klinik kesehatan
Dalam proyek ini, fungsi klinik kesehatan merupakan hal yang masih baru,
sebab dari studi literatur dan studi banding penulis belum menemukan
contoh vihara yang memiliki fasilitas tersebut.
Namun penulis memasukkan fasilitas tersebut karena secara fungsional,
selain dapat bermanfaat bagi umat buddha itu sendiri juga dapat berfungsi
melayani kesehatan masyarakat sekitar site untuk pemeriksaan kesehatan,
pengobatan, pertolongan pertama, dan lain-lain.
Melalui fasilitas-fasilitas yang dapat diakses untuk umum ini, penulis
juga ingin menunjukkan konsep universal dari agama Buddha. Penulis
7
menginterpretasikan kata universal sebagai suatu bentuk yang tidak mengikat
pada agama Buddha saja tetapi lebih luas mencakup kepada masyarakat lain
yang lebih umum
Pengembangan
fungsi
vihara
ini
sekaligus
sebagai
usaha
memoderenisasi penampilan bangunan dan fungsi vihara.
I.2 Rumusan Masalah
1. Perlunya merancang vihara
sebagai wadah peribadatan umat budhist di
Yogyakarta.
2. Bagaimana merancang vihara yang berpenampilan modern namun tetap
memasukkan karakter-karakter local, serta beberapa fugsinya dapat diakses
untuk umum
I.3 Tujuan dan Sasaran
I.3.1 Tujuan
Adapun tujuan dari proyek ini adalah mendesain bangunan vihara yang
terlepas dari pengaruh langgam candi dan kelenteng memasukkan konsep-konsep
fungsi vihara yang lebih modern sehingga tercipta sebagai sebuah wujud
arsitektural sebuah bangunan vihara yang lebih bercitra selera masa kini namun
tetap menyerap beberapa karakter lokal.
I.3.2 Sasaran
Sasaran dari proyek ini adalah:
8
1. Mempelajari falsafah dan simbol agama Buddha yang dapat diterapkan dalam
desain vihara.
2. Mempelajari vihara secara arsitektural (sifat ruang, hierarki, fungsi, dan
lainnya).
3. Melakukan studi banding terhadap beberapa desain vihara.
4. Mempelajari fungsi yang dapat juga melayani masyarakat non Buddhis.
5. Mempelajari fungsi-fungsi baru yang dapat diterapkan sehingga mendukung
fasilitas vihara yang modern.
I.4 Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan dari proyek ini adalah:
1. Falsafah yang diterapkan adalah yang berkaitan dengan bentuk, simbol dan
warna dan diterapkan pada detail bangunan.
2. Fokus desain dan Vihara yang dipelajari sebagai pembanding adalah vihara
yang bukan bekas kelenteng.
3. Penerapan karakter local tidak semata terbatas hanya pada “pencaplokan”
langsung bentuk arsitektur tradisional, tetapi dengan penerapan yang lebih
luas, seperti aspek iklim, bahan, teknologi.
I.5 Metode Pengumpulan Data
Untuk
mendukung
sebuah
penulisan
yang
baik,
maka
penulis
mengumpulkan data yang diperlukan melalui:
9
1. Wawancara,
terhadap
pengurus
vihara
ataupun
anggota
sangha
(bhikku/bhikkuni) mengenai kegiatan keagamaan yang dilakukan di vihara,
jumlah pengunjung, waktu pemakaian, persyaratan-persyaratan untuk ruang,
dan lain-lain.
2. Studi
literatur,
khususnya
mengenai
standar-standar
arsitektur
serta
pembahasan yang berkaitan dengan vihara.
I.5.1 Metoda Analisis
Setelah data, baik data primer maupun data sekunder diperoleh, maka data
tersebut diolah secara:
1. Kuantitatif, yaitu dengan melakukan perbandingan angka-angka meliputi
angka pada jumlah pemeluk agama Buddha, jumlah pengunjung.
2. Kualitatif, yaitu dengan menguraikan apa yang diperoleh dari wawancara,
studi leteratur dan studi banding.
I.5.2 Metode Penulisan
Untuk mendukung didapatnya hasil penulisan yang baik, maka isi dari
penulisan tugas akhir ini dituangkan dalam beberapa bab, yaitu:
BAB I
:
Pendahuluan
Mengungkapkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan,
sasaran, lingkup pembahasan, metoda dan sistematika penulisan
proyek
BAB II :
Tinjauan: Candi dan Kelenteng
10
Mengungkapkan pembahasan mengenai candi dan klenteng guna
mendapat gambaran yang jelas untuk dibedakan dengan vihara
BAB III :
Tinjauan Umum
Berisi penjelasan singkat mengenai agama Buddha dan juga tentang
vihara, fungsi serta kegiatan dan kelengkapan dalam vihara.
Termasuk juga beberapa contoh desain vihara.
BAB IV :
Pendekatan Konsep Perencanaan dan Perancangan
Mengungkapkan sumber-sumber pemikiran yang dapat menjadi
pendekatan desain
BAB V :
Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan
Merupakan tahap di mana dasar pemikiran sebagai awal
perencanaan ditransformasikan ke dalam desain proyek
11
Download