penentuan posisi hiposenter gempabumi

advertisement
ISSN 1411-3082
PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN
MENGGUNAKAN METODA GUIDED GRID SEARCH DAN
MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI
Hendro Nugroho1, Sri Widiyantoro2, dan Gunawan Ibrahim2
Program Magister Sains Kebumian, Institut Teknologi Bandung
2
Kelompok Keahlian Ilmu dan Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung
1
ABSTRAK
Salah satu penelitian ilmu kebumian yang perlu dilakukan untuk membantu upaya
mitigasi bencana gempabumi adalah menentukan pusat gempa dengan presisi tinggi.
Dalam hal ini ketelitian sangat diperlukan oleh karena adanya heterogenitas materi bumi
yang dilewati gelombang gempa dari hiposenter ke stasiun pencatat. Oleh karena itu
dengan bantuan model geotomografi (model struktur 3D kecepatan rambat gelombang
gempa) diharapkan akan dapat diperoleh posisi sumber gempa yang lebih baik.
Untuk studi ini daerah penelitian yang diambil adalah Jawa dan sekitarnya, yaitu : 7° LS
- 11° LS dan 105° BT - 114° BT. Data yang digunakan adalah waktu tiba gelombang P
dari seismogram yang direkam pada seismograf broadband di Indonesia. Penentuan
hiposenter menggunakan metoda guided grid search dengan model kecepatan 3D untuk
busur Sunda. Hasil penentuan hiposenter gempa dengan pendekatan ini memberikan
tingkat kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan jika digunakan model kecepatan
1D.
PENDAHULUAN
Kepulauan Indonesia terletak pada
tenggara Lempeng Eurasia dan dibatasi
disebelah selatan dan barat dengan
Lempeng
Indo-Australia
(Samudera
Indonesia) dan disebelah timur dengan
Lempeng Laut Filipina dan Lempeng
Pasifik. Batas lempeng-lempeng ini
merupakan sebuah zona subduksi
sehingga terbentuk busur pegunungan dan
struktur-struktur kompresi.
Zona subduksi adalah zona aktif
gempabumi sehingga lajur gempabumi
di Indonesia membentang sepanjang
tidak kurang dari 5.600 km mulai dari
Andaman sampai ke Busur Banda
Timur. Lajur kemudian menerus ke
wilayah Maluku hingga Sulawesi Utara.
Daerah-daerah sepanjang pantai barat
Sumatera, pantai selatan Jawa, NTB dan
NTT serta Maluku merupakan wilayah
rawan gempabumi dan tsunami. Data
yang diperoleh dari Badan Meteorologi
dan Geofisika menunjukkan dalam satu
bulan rata-rata terjadi tidak kurang dari
20 gempa.
Dampak
kondisi
geografis
diatas
mengakibatkan Indonesia menjadi daerah
sangat rawan bencana alam kebumian
khususnya
gempabumi.
Untuk
meminimalisasi dampak bencana tentunya
upaya mitigasi perlu dilakukan secara dini
dan optimal. Upaya mitigasi dapat
dilakukan
dengan
penelitian
ilmu
kebumian yang makin intens, pemasangan
jaringan pemantau yang representatif dan
mutakhir serta diseminasi informasi.
Salah satu penelitian ilmu kebumian yang
perlu dilakukan adalah merelokasi
episenter gempabumi dengan model
48 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 48 - 60
struktur kecepatan 3D. Hal ini perlu
dilakukan dikarenakan heterogenitas
batuan yang dilewati gelombang gempa
dari hiposenter ke stasiun pencatat. Oleh
karena itu dengan bantuan tomografi, hasil
relokasi ini akan memberikan parameter
gempa yang lebih representatif terhadap
geologi wilayahnya.
GEOLOGI UMUM
Daerah penelitian terbentang sepanjang
Pulau Jawa dan Samudera Indonesia.
Perkembangan tektonik Pulau Jawa tidak
berbeda jauh dengan perkembangan
tektonik Pulau Sumatera. Hal ini
disebabkan keduanya masih bagian dari
lempeng Mikro Sunda dan dalam sistem
konvergensi yang sama antara lempeng
Indo-Australia dan lempeng Eurasia.
Perbedaan utama dalam pola interaksi ini
terletak pada gejala geologi yang
berlainan antara Jawa dan Sumatera :
1. Batuan dasar di Pulau Jawa terdiri
dari kelompok melange berumur
kapur-tersier awal.
2. Di Pulau Jawa tidak ditemui tandatanda unsur kerak benua.
Unsur-unsur tektonik yang membentuk
Pulau Jawa :
1. Jalur subduksi kapur-paleosen yang
memotong Jawa Barat, Jawa Tengah
dan terus ke timur laut menuju
Kalimantan Tenggara.
2. Jalur magma kapur di utara Jawa.
3. Jalur magma tersier sepanjang selatan
Jawa.
4. Jalur subduksi tersier yang menempati
punggungan bawah laut di selatan
Jawa.
5. Palung laut disebelah selatan Jawa.
GAMBAR 1: Lokasi penelitian.
METODOLOGI
Guided Grid Search
Metoda yang digunakan dalam relokasi
episenter ini adalah guided grid search.
Metoda ini dikembangkan dari metoda
solusi inversi non-linear menggunakan
pendekatan global (grid search). Pada
metoda grid search ruang model
didefinisikan terlebih dahulu dengan
menentukan secara “a priori” interval
(batas minimum dan maksimum) harga
setiap parameter model yang mungkin.
Kemudian dilakukan diskretisasi pada
interval tersebut sehingga diperoleh grid
yang dapat saja tidak homogen namun
meliputi seluruh ruang model yang telah
didefinisikan. Informasi mengenai harga
fungsi obyektif untuk semua grid pada
ruang model dapat digunakan untuk
menetukan solusi, yaitu model dengan
harga fungsi obyektif minimum.
Pada metode guided grid search ruang
model dibagi menjadi delapan blok dan
setiap titik tengah blok dijadikan model
awal untuk dilakukan perhitungan forward
modelling (gambar 2). Solusi awal
dilakukan dengan memperhatikan harga
fungsi obyektif minimum delapan titik
model tersebut. Titik tengah blok (model)
yang memiliki fungsi obyektif minimum
tersebut yang kita pilih. Selanjutnya blok
yang terpilih dibagi lagi menjadi delapan
blok dengan ukuran yang lebih kecil. Hal
itu terus diulang hingga mendapatkan
fungsi obyektif paling minumum. Dalam
penentuan parameter gempa bumi fungsi
obyektif tersebut adalah selisih waktu tiba
49
PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN
MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI
Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim
ISSN 1411-3082
observasi dengan waktu tiba perhitungan
(tobs-tcal)
Pada metoda ini hal yang sangat
diperhatikan adalah bentuk volume balok
yang akan kita bagi. Semakin simetris
bentuk balok akan diperoleh keakuratan
dan kecepatan waktu yang sangat baik
Bila dibandingkan dengan metoda grid
search, metoda guided grid search
memiliki keakuratan hasil dan kecepatan
waktu dalam penentuan sumber gempa
lebih cepat
Dengan n adalah jumlah titik pada
lintasan, XK adalah vektor posisi pada titik
ke-k, Vk adalah kecepatan pada titik ke-k.
Jika travel time diminimumkan secara
bersamaan pada setiap segmen dari
lintasan ray, maka akan menghasilkan
solusi dari persamaan non-linear.
Selanjutnya diasumsikan dua titik akhir
Xk-1 dan Xk+1 merupakan titik-titik lintasan
sebelum pertubarsi, titik baru Xk yang
merupakan
pengganti
dari
titik
sebelumnya ditentukan dengan
cara
meminimumkan travel time sepanjang
segmen ray dar Xk-1 ke Xk+1. Dua variabel
yang dihitung untuk menentukan titik baru
Xk adalah menentukan vektor gradien
kecepatan normal (n) dan panjangnya (R)
dari titik tengah (Xmid).
Xmid
gradV
GAMBAR 2: Pembagian blok untuk
pemodelan kedepan.
Xk+1
n
Xk-1
Xk
Ray Tracing dengan Pseudo Bending
Ray tracing dengan pseudo bending
menggunakan prinsip Fermat di mana
gelombang gempa menjalar dari suatu
titik sumber ke titik penerima dengan
waktu
tercepat
dengan
cara
meminimumkan travel time secara intensif
(Koketsu dan Sekine, 1998).
Travel time T sepanjang lintasannya
diekspresikan sebagai integral garis antara
2 titik ujung.
T =1/V ∫ ds
GAMBAR 3: Ilustrasi skema perturbasi 3
titik dalam metode pseudo bending (Um
dan Thurber, 1987).
Penentuan Waktu Gempa (OT)
Dalam menentukan waktu gempa atau
origin time (OT), dengan menggunakan
data tp dan ts-tp dari sejumlah n stasiun
seperti pada gambar 4. (Nugraha, 2005)
(1)
tp
Dengan ds adalah panjang lintasan dan V
kecepatan seismik. Perhitungan travel
time dilakukan menggunakan somasi
numerik sepanjang segmen lintasan
gelombang, dan persamaan travel time
dapat dituliskan dalam persamaan :
T= ∑|Xk – Xk-1| {1/Vk + 1/Vk-1}/2
(2)
to
ts-tp
Gambar 4: Kurva tp vs ts-tp metode
Wadati (Lay dan Wallace, 1995).
50 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 48 - 60
DATA DAN PENGOLAHAN
Data
Data yang digunakan dalam penulisan ini
terdiri dari data sumber gempa sintetik
dan data sumber gempa sesungguhnya
yang dicatat oleh BMG. Untuk gempa
sintetik dilakukan dengan membuat suatu
sumber gempa baik didalam maupun
diluar jaringan stasiun pencatat untuk
kepentingan verifikasi program yang
digunakan. Sedangkan sumber gempa
sesungguhnya
digunakan
beberapa
kejadian gempabumi baik yang sangat
merusak maupun kejadian gempa yang
masih menjadi perdebatan lokasinya.
Struktur kecepatan yang digunakan
adalah stuktur kecepatan 3D hasil
penelitian tomografi busur sunda dan
struktur kecepatan 1D AK-135.
Pengolahan Data
Alur pengolahan data dalam paper ini
adalah
1. Menentukan
tobs
episenter
hipotetik dari stasiun pengamatan
2. Mencari
hiposenter
gempa
hipotetik dengan metoda guided
grid search di mana travel time
dihitung dari ray tracing 3D
pseudo
bending
(Um
dan
Thurber).
3. Melakukan
verivikasi
hasil
dengan episenter hipotetik.
4. Melakukan relokasi beberapa
kejadian gempabumi yang dicatat
oleh BMG.
Koordinat geografi yang digunakan
sudah mempertimbangkan bentuk
spheris bumi (spherical coordinate
system).
Metode guided grid search yang
digunakan
penulis
adalah
dengan
membuat blok forward model :
Xmax = 114; Xmin = 100; Ymax = -2;
Ymin = -14; Zmax = 0; Zmin = -1500.
Koordinat tersebut kemudian dibagi
menjadi delapan blok untuk diperoleh
fungsi obyektif minimumnya.
HASIL DAN ANALISIS
Sumber Gempa Sintetik
Data
episenter
hipotetik
yang
digunakan sebanyak lima buah
tersebar di daerah penelitian. Hasil
pengolahan data episenter hipotetik
dapat dilihat pada tabel I.
Dari tabel tersebut pada umumnya
hasil penentuan episenter hipotetik
memberikan hasil yang cukup
memuaskan dilihat dari ERMS yang
ditimbulkannya.
Pergeseran
kedalaman yang cukup besar terjadi
pada episenter hipotetik no 1. Hal ini
diduga diakibatkan episenter hipotetik
berada diluar sebagian besar jaringan
stasiun pengamatan. Hanya satu
stasiun yang mengikat sumber gempa
diluar jaringan pengamatan milik
Indonesia yaitu stasiun milik Australia
di kepulauan Christmas. Sebaran
stasiun pengamatan dapat dilihat pada
daftar lampiran A.
Perkembangan kurva error terhadap
waktu bersifat konvergen, hal ini
ditunjukkan kurva iterasi semua
kejadian gempa baik episenter
hipotetik maupun hasil penentuan
sumber untuk gempabumi hasil
pengamatan BMG (daftar lampiran).
Hasil penentuan sumber gempa sangat
baik ditunjukkan episenter hipotetik
no2. ERMS yang dihasilkannya sebesar
0.061. Hasil yang baik ini dikarenakan
episenter sintetik tepat berada di dalam
jaringan stasiun pengamatan dan
stasiun pencatatnya pun sangat
banyak.
Secara keseluruhan episenter hipotetik
ini tidak mengalami pergeseran
51
PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN
MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI
Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim
ISSN 1411-3082
koordinat posisi horisontal baik bujur
maupun lintangnya yang cukup
signifikan.
Meskipun
episenter
hipotetik ini berada di luar jaringan
pengamatan stasiun seperti di selatan
Jawa. Sehingga program relokasi ini
dapat digunakan untuk merelokasi
episenter gempa bumi sesungguhnya.
Hiposenter BMG
Hasil relokasi episenter BMG yang
dilakukan penulis dapat dilihat pada
tabel .2 . Pada tabel tersebut dapat
dilihat hasil penentuan sumber gempa
memberikan posisi hiposenter yang
lebih baik. Kedalaman sumber gempa
0 km (33 km) dapat direlokasi menjadi
kedalaman gempa yang dapat lebih
dipercaya.
Pada kasus gempa Yogyakarta 26 Mei
2006, di mana masih menjadi silang
pendapat atau perbedaan antara BMG
dan USGS tentang posisi hiposenter
saat gempa utama (main shock),
penulis berhasil menentukan posisi
hiposenter yang lebih baik (lampiran
B). Posisi sumber gempa hasil relokasi
lebih
bergeser
kearah
pantai
(mendekati hasil USGS) sedangkan
kedalaman bergeser menjadi 5 km.
Dalam paper ini penulis juga
melakukan relokasi kejadian gempa
dengan struktur kecepatan 1D (AK135). Tujuannya adalah untuk dapat
membuktikan relokasi gempa dengan
struktur
kecepatan
3D
dapat
menghasilkan hasil yang lebih baik
atau tidak.
Hasil relokasi dengan struktur
kecepatan 3D ternyata memiliki hasil
yang lebih baik daripada struktur
kecepatan 1D. Hal ini dapat dilihat
dari nilai ERMS yang lebih kecil (lebih
baik) pada struktur kecepatan 3D
daripada struktur kecepatan 1D.
Hasil
relokasi
diatas
semakin
mempertajam
tercapainya
tujuan
semula penulisan yaitu mendapatkan
parameter gempa (hiposenter) yang
lebih baik. Hal ini dikarenakan model
struktur kecepatan 3D yang digunakan
dapat mewakili kondisi geologi
setempat.
Waktu yang diperlukan untuk melakukan
relokasi cukup cepat kurang lebih 1-2
menit. Sehingga metoda ini cukup efisien
untuk
diterapkan
pada
penentuan
parameter gempa sesunggunya.
KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian diantaranya :
1. Penentuan hiposenter gempa
dengan metoda guded grid
search dan model struktur
kecepatan 3D menghasilkan
posisi hiposenter yang lebih baik.
2. Metoda guided grid search
sensitif
terhadap
pemilihan
model blok awal. Model blok
harus lebih simetris (kubus).
3. Relokasi
hiposenter
gempa
sangat perlu dilakukan untuk
memperoleh hiposenter yang
lebih baik, sehingga BMG
memiliki historis data gempa
yang baik.
4. Metoda guided grid search dapat
dikembangkan dalam skala lebih
regional dengan membuat model
stuktur kecepatan 3D pada
wilayah tersebut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih penulis sampaikan kepada
BMG yang telah mendanai penelitian ini
melalui Program Riset Prediktabilitas
Gempa Bumi 2007.
52 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 48 - 60
DAFTAR PUSTAKA
1.
Chao-ying, B. and Greenhalgh, S.,
2006. 3D Local Earthquake
Hypocenter Determination with an
Irregular Shortest-Path Method,
BSSA, 99,6, 2257-2268.
2.
Stamps, D.S. and Smalley, R. Jr.,
2006. Strings and Things for
Locating Erathquake, Seismological
Research Letters, 77,6, 677-683.
3.
Grandis, H., 2000. Buku Ajar
Inversi Geofisika, Institut Teknologi
Bandung.
4.
Hamilton, W., 1979, Tectonics of
The Indonesian Region, USGS Prof.
Paper, 1078.
5.
Koketsu, K. and Sekine, S., 1998.
Pseudo-Bending Method for ThreeDimensional Seismic Ray Tracing in
a
Spherical
Earth
with
Discontinuities, Geophysics Journal
International, 132, 339-346.
6.
Lay, T. and Wallace, T.C., 1995.
Modern
Global
Seismology,
Academic Press.
7.
Nugraha, A.D., 2005. Studi
Tomografi 3-D Non Linar untuk
Gunung
Guntur
dengan
Menggunakan
Waktu
Tiba
Gelombang P dan S. Tesis
Magister, Departemen Geofisika
dan Meteorologi, Institut Teknologi
Bandung.
8.
Um, J. and Thurber, C., 1987. A
Fast Algorithm for Two Points
Seismic Ray Tracing, BSSA, 77,3,
972-986.
9.
Widiyantoro, S., and van der Hilst,
R.D., 1996, Stucture and Evolution
of Lithospheric Slab Beneath the
Sunda arc, Indonesia, Science, 271,
1566-1570.
53
PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN
MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI
Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim
ISSN 1411-3082
LAMPIRAN
Lampiran A. Sumber Gempa Sintetik
Episenter Hipotetik
No
Hasil Penentuan Episenter (penulis)
Bujur
(BT)
108.13
Kedalaman
(km)
-123
nSta
1.
Lintang
(LS)
-9.71
Bujur
(BT)
108.1553
Kedalaman
(km)
-99
RMS
13
Lintang
(LS)
-9.739
2.
-6.25
104.4
-41
27
-6.2466
104.397
-40.9180
0.0661
3.
-4.45
111.0
-635
7
-4.4565
111.0337
-624.8779
0.478
4.
-3.31
100.49
-49
20
-3.2051
100.5723
-30.8838
0.6326
5.
-9.440
107.21
-56
25
-9.4287
107.2217
-50.7202
0.4457
TABEL 1: Perbandingan episenter hipotetik dengan hasil penentuan episenter (penulis).
GAMBAR 5A: Sebaran stasiun pengamatan dan episenter hipotetik serta episenter hasil
relokasi (Tabel 1. no.1).
54 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 48 - 60
0.379
GAMBAR 5B: Sebaran stasiun pengamatan dan hiposenter hipotetik serta hiposenter
hasil relokasi (Tabel 1. no.1).
KURVA ITERASI
15
rms
10
5
0
0
1
2
3
4
jumlah iterasi
5
6
7
8
GAMBAR 5C: Kurva iterasi (Tabel 1. no.1).
55
PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN
MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI
Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim
ISSN 1411-3082
GAMBAR 6A: Sebaran stasiun pengamatan dan episenter hipotetik serta episenter
hasil relokasi (Tabel 1. no.2).
GAMBAR 6B: Sebaran stasiun pengamatan dan hiposenter hipotetik serta hiposenter
hasil relokasi (Tabel 1. no.2).
KURVA ITERASI
18
16
14
12
rms
10
8
6
4
2
0
0
2
4
6
jumlah iterasi
8
10
12
GAMBAR 6C: Kurva iterasi (Tabel 1. no.2).
56 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 48 - 60
Lampiran B. Hiposenter BMG
Tanggal
60526
60717
70415
70511
70515
70518
Waktu
jam
22
8
4
18
0
2
menit
53
19
3
1
39
2
Episenter BMG
detik
57
23
35
25
56
0
bujur
110.31
107.21
111
106.91
109.23
104.4
lintang
-8.26
-9.44
-4.45
-6.92
-7.02
-6.25
ked
10
0
635
0
198
0
Episenter relokasi
Episenter relokasi
(Struktur kecepatan 3D)
bujur
lintang
ked
ERMS
110.40 -8.13
2.15
1.55
107.18 -9.44
15.84
0.76
110.90 -4.50
629.69 2.05
106.89 -6.90
0.39
2.44
109.26 -7.01
199.61 0.65
104.14 -6.38
50.24
3.45
(Struktur kecepatan 1D)
bujur
lintang
ked
ERMS
110.29 -8.55
-101.56 3.06
107.20 -9.44
-16.82
0.77
110.86 -4.54
-628.13 2.05
106.88 -6.92
-0.98
2.45
109.27 -6.99
-199.61 0.66
104.14 -6.42
-32.23
3.59
nSta
13
9
7
9
10
19
TABEL 2: Perbandingan episenter BMG dengan episenter hasil relokasi serta USGS.
57
PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI
Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim
ISSN 1411-3082
GAMBAR 7A: Sebaran stasiun pengamatan dan episenter BMG serta episenter
hasil relokasi (gempa Yogyakarta dan Sukabumi).
GAMBAR 7B: Sebaran stasiun pengamatan dan episenter BMG serta episenter
hasil relokasi (close up); gempa Yogyakarta dan Sukabumi.
58 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 48 - 60
GAMBAR 7C: Sebaran stasiun pengamatan dan hiposenter hipotetik
serta hiposenter relokasi.
GAMBAR 7D: Kurva iterasi gempa Jogja 26 Mei 2006
59
PENENTUAN POSISI HIPOSENTER GEMPABUMI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIDED GRID SEARCH DAN
MODEL STRUKTUR KECEPATAN TIGA DIMENSI
Hendro Nugroho, Sri Widiyantoro, dan Gunawan Ibrahim
ISSN 1411-3082
GAMBAR 7E: Kurva iterasi gempa Sukabumi 17 Juli 2006
60 |
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.1 Juli 2007 : 48 - 60
Download