DIABETES MILITUS Diabetes melitus, DM (bahasa Yunani

advertisement
DIABETES MILITUS
Diabetes melitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air)
(bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit
kencing manis adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor,
dengan simtoma berupa hiperglikemia kronis dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:
•
defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau
keduanya.[2]
•
defisiensi transporter glukosa.
•
atau keduanya.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes melitus, antara
lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington,
kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom
Werner, sindrom Wolfram,[3] leukoaraiosis, demensia,
[4]
hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[5] dan lain-lain.
Pada tahun 2013, Indonesia memiliki sekitar 8,5 juta penderita Diabetes yang merupakan jumlah
ke-empat terbanyak di Asia dan nomor-7 di dunia.[6] Dan pada tahun 2020, diperkirakan
Indonesia akan memiliki 12 Juta penderita diabetes, karena yang mulai terkena diabetes semakin
muda.
Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes melitus berdasarkan
perawatan dan simtoma:[2]
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga
rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau
menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes
melitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau
defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan
ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi
insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin
3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired
glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus,
GDM.
dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis,
dibuat menjadi:
4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus
defisiensi peptida-C.
5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap
ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai
gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan
hormon dari luar tubuh.
6. Not insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulindependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi
NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM
merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseasespada tahun
1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena,
walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum
ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe
MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih
dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes melitus dan memerlukan
penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD,
diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous
pancreatopathy yang menginduksi diabetes melitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi
glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi
dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula
darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio
yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.
Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile
diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin
pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan
dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan
berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons
tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap
awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat
dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan
yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan
dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin.
Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan
olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin
melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada
tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin
yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin
melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitasaktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1
harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[rujukan?] Beberapa dokter
menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan
angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[rujukan?] Angka di atas 200 mg/dl
(10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering
sehingga menyebabkan dehidrasi.[rujukan?] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya
membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[rujukan?] Tingkat glukosa
darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.
Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, noninsulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi
bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan
metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[7] termasuk yang mengekspresikan
disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[8] yang
disebabkan oleh disfungsi GLUT10[9] dengan kofaktor hormon resistinyang menyebabkan sel
jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[10] serta RBP4 yang menekan
penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.[10] Mutasi
gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang
ditemukan pada manusia.[11]
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[12] rasio RBP4 dan hormon resistin yang
tinggi,[10] peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis padahati,
[10]
penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[13]
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia[14], lipodistrofi,[10] dan sindrom resistansi
insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[rujukan?] Hiperglisemia dapat diatasi
dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi
produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin
berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[rujukan?] Ada beberapa teori yang
menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas
sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan
dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi
glukosa.[rujukan?] Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis
dengan jenis 2 kencing manis.[rujukan?]Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga,
walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja
dan anak-anak.[rujukan?]
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya,
awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan
asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan
hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di
sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang
gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs.
[Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang,
lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan
produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai
tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu
( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g.,
thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan
untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang
tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali
dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini
diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2.[15] Seperti zat
penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi
perkembangan sel tumor maupun kanker.[16][17]
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah
defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria[18] pada otot lurik.[19]
[20]
Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan
meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c
oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,
[21]
sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta
meningkatkan aktivitasrespiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[22] Bersama
dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi
oksidatif mitokondria di dalam otot lurik.[23] Di sisi lain, metalotionein yang menghambat
aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.[24][25]
[26]
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan
pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat
dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah
metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahanhomeostasis glukosa.
[27]
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui
menyebabkan:[28]
•
peningkatan mRNA glukokinase,
•
peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan
•
peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom
•
peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin[29]
•
penurunan ekspresi GLUT2 pada hati
•
penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada
hati
•
penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara
lain dengan menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme
reductase, asil-KoA, kolesterol asiltransferase
•
penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan
aktivitas karnitina palmitoil, antara lain dengan mengurangi
sintesis glukosa-6 fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat
fosfohidrolase
•
meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju
lintasan glukoneogenesis
sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat
karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang
naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.
Diabetes melitus tipe 2 dapat dicegah atau diperlambat munculnya dengan mengembangkan Pola
Hidup Sehat:[30]
•
Pola makan sehat dengan memperbanyak konsumsi sayur dan
buah
•
Olahraga 3 kali dalam seminggu, masing-masing setidaknya 20
menit
•
Jaga berat badan ideal
•
Menghindari rokok
•
Mengurangi asupan alkohol
Pria dengan berat badan normal resikonya 70 persen lebih rendah daripada yang obes, sedangkan
wanita dengan berat badan normal resikonya 78 persen lebih rendah daripada yang obes.
Lakukanlah selalu Tes Gula Darah, karena seseorang yang terdiagnosis mulai Prediabetes, tetapi
segera melakukan Perubahan Gaya Hidupnya, maka ia akan terhindar dari Diabetes melitus tipe
2 atau setidaknya memperlambat munculnya Dibetes melitus tipe 2.
Diabetes melitus tipe 3
Diabetes melitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1
diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin,
latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes
melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan
keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[31] GDM mungkin
dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM
bertahan hidup.[rujukan?]
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat
temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat
disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan
kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia
(berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat,
dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat
produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia
dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum
kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk
karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi
plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau
peningkatan resiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.
Patofisiologi
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti
hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang
laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes melitus sering disebut terkait
oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi
insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia danhiperglisemia, yang
berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[32]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan
menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam
lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin,
terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak
dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi
karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi
pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi
penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan
turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin,
stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan
kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa triiodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh
hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada
pasien bedah pankreas,feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon
berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyalapoptosis bagi sel
beta, baik in vitro maupun in vivo.[33] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,
[34][35]
dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzimdan perforin; selain
hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.[35]\
Komplikasi
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis
ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi.
Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Ketoasidosis diabetikum
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan
cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam
darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin,
maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam
(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing,
mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan
cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium
seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,
kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin,
penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali
penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan
insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang
terjadi ketoasidosis.[rujukan?] Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL,
biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan
yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.[rujukan?]
Hipoglikemi
Retinopathy diabetes
Retinopathy diabetes adalah terganggunya Retina Mata, karena kaku dan rapuhnya pembuluh
darah retina, karena adanya diabetes. Akibatnya pembuluh darah dapat pecah atau sebaliknya
menjadi tersumbat dan membentuk pembuluh darah baru. Retinopathy diabetes biasanya tanpa
gejala apapun, oleh karenanya penderita diabetes seharusnya memeriksakan matanya sedikitnya
sekali setahun. Jika melihat seolah-olah ada benda terbang melayang-layang atau pandangan
kabur atau malah hilang sama sekali (1 mata), segeralah berobat, karena dipastikan terjadi robek
atau bahkan lepasnya sebagian/seluruh retina. Hampir semua Klinik Mata dan Rumah Sakit Mata
yang memiliki bagian Retina atau lebih khusus lagi bagian Retinopathy Diabetes memiliki alat
Photo Fundus (Funduscopy) atau yang lebih canggih lagi yang dapat mengetahui adanya
gangguan pada Retina dan bila ditemukan gangguan yang significant, maka akan diadakan Laser
terhadap Retina tersebut selama kurang lebih 20 menit. Biaya Funduscopy relatif murah, tetapi
biaya Laser agak tinggi. 8 persen dari penderita diabetes type apapun akan mengalami resiko
kebutaan pada masa tuanya.[36][37]
Diagnosis
Penyaringan penyakit diabetes
Jika salah satu butir dari Faktor Resiko Diabetes di bawah ini terpenuhi, maka harus dilakukan
Penyaringan penyakit dibetes dengan melakukan Tes Gula Darah Puasa dan Tes Gula Darah 2
jam setelah makan. Mengingat melakukan 2 Tes di atas di Laboratorium Klinik biayanya sama
besar dengan Tes Toleransi Glukosa, maka sebaiknya langsung saja melakukan Tes Toleransi
Glukosa.
Faktor Resiko Diabetes:[38]
•
Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
•
Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27
(kg/m2)} IMT atau Indeks Masa Tubuh = Berat Badan (Kg)
dibagi Tinggi Badan (meter) dibagi lagi dengan Tinggi Badan
(cm), misalnya Berat Badan 86kg dan Tinggi Badan 1,75meter,
maka IMT = 86/1,75/1,75 = 28 > 27, berarti memiliki Faktor
Resiko Dibetes
•
Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg)
•
Riwayat keluarga DM, ayah atau ibu atau saudara kandung ada
yang terkena penyakit diabetes
•
Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
•
Riwayat DM pada kehamilan
•
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl
•
Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu)
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan
metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM (mg/dl).[39]
Bukan
DM
Belum
pasti DM
DM
Plasma vena
<110
110 - 199
>200
Darah kapiler
<90
90 - 199
>200
Plasma vena
<110
110 - 125
>126
Darah kapiler
<90
90 - 109
>110
Kadar glukosa darah sewaktu:
Kadar glukosa darah puasa:
Simtoma klinis[sunting | sunting sumber]
Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
•
poliuria - sering buang air kecil
•
polidipsia - selalu merasa haus
•
polifagia - selalu merasa lapar
•
penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes melitus
tipe 1
dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi
kronis, seperti:
•
gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan,
•
gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal
•
gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang
dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop
elektron,[39]
•
gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot
ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual,
dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang
dapat berakibat pada stupor dan koma.
•
rentan terhadap infeksi.
Kata diabetes melitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing
manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.
Pengendalian penyakit diabetes
Ada 4 pilar Pengendalian penyakit diabetes.[38]
•
Edukasi, pasien harus tahu bahwa penyakit dibetes tidak dapat
disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dan pengendalian harus
dilakukan seumur hidup
•
Makanan, jika input/masukan buruk, maka output/hasil akan
buruk, demikian pula bila makan melebihi diet yang ditentukan,
maka kadar gula darah akan meningkat
•
Olahraga, diperlukan untuk membakar kadar gula berlebih yang
ada dalam darah
•
Obat, hanya jika diperlukan, tetapi bila kadar gula darah telah
turun dengan meminum obat, bukan berarti telah sembuh, tetapi
harus konsultasi dengan dokter apakah tetap meminum obat
dengan kadar yang tetap atau meminum obat yang sama dengan
kadar yang diturunkan atau minum obat yang lain
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau
berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami
kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan
obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih
besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang
diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis
ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[39]
Hereditas dan Gaya hidup
Diabetes melitus diturunkan, terutama bila kedua orang tuanya penderita diabetes berat, tetapi
mulai munculnya Diabetes melitus tipe 2 lebih dipengaruhi oleh Gaya Hidup yang buruk, bahkan
pada pasangan yang salah satunya adalah penderita Diabetes Melitus tipe 2, maka pasangannya
yang sebelumnya tidak menderita Diabetes melitus tipe 2 pada akhirnya 26 persen dapat juga
mengidapnya, karena mengikuti atau terpengaruh oleh Gaya Hidup pasangannya. Lelaki
seringkali telat terdeteksi menderita penyakit ini, karena setelah Tahap Anal lelaki jarang
mendapatkan Pemeriksaan Laboratorum Klinik, sedangkan wanita setidak-tidaknya pada saat
hamil sering memeriksakan dirinya ke Dokter dan juga Laboratorium Klinik.
Download