BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Faktor Geografis Dalam Pemekaran

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Faktor Geografis Dalam Pemekaran Wilayah
Semua wilayah pada setiap Negara memiliki taraf kemajuan berbeda-beda,
tergantung kondisi fisis dan kondisi sosial dari wilayah masing-masing. Begitupun
wilayah-wilayah di Negara kesatuan Republik Indonesia, pulau-pulau yang
tersebar memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik secara fisis geografis
maupun sosial geografisnya. Diantaranya adalah faktor geografis yang
menyangkut aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik seperti luas tanah. Aspek non
fisik (sosial) seperti jumlah penduduk, sosial budaya, sosial politik, kondisi sarana
ekonomi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana transportasi, dan sarana
pariwisata.
1. Dimensi Geografi dalam Pemekaran Wilayah
Menurut Smith (1985:15) dimensi geografi pembentukan daerah otonom
adalah variabel yang terkait dengan pembentukan daerah otonom sebagai akibat
munculnya ikatan-ikatan yang bermotif politik pada masyarakat yang tinggal di
suatu daerah. Ikatan-ikatan bermotif politik tersebut, latar belakang kesatuan
geografis itu dihubungkan oleh suatu ikatan secara politis. Kuat lemahnya ikatan
tersebut sangat tergantung kepada seberapa besar daya tarik politik terhadap
hadirnya kesatuan masyarakat tersebut sebagai suatu kesatuan politis.
Pandangan ini menjadi pembenaran terbentuknya suatu daerah otonom.
Daerah otonom tidaklah mungkin terbentuk jika tidak terdapat jalinan ikatan
9
10
politis antara masyarakat dengan wilayah tinggalnya. Sebagai bentuk dan
aktualisasi politik, pembentukan daerah otonom harus memiliki landasan dasar
yang kuat secara politis, sehingga daerah otonom mampu memberi identitas baru
yang merepresentasikan perasaan-perasaan masyarakat dalam bentuk yang sangat
khas.
Aspek geografis, mengasumsikan bahwa kondisi geografis suatu daerah
akan berpengaruh terhadap pembentukan identitas suatu kelompok masyarakat
yang akhirnya akan berkembang menjadi satu kesatuan politik. Misalnya
masyarakat daerah pantai, gunung atau pulau. Masyarakat yang terpisah secara
geografis, cenderung membentuk komunitas tersendiri dan akan menjadi dasar
pembentukan kelompok masyarakat.
2. Dimensi Sosial Budaya dalam Pemekaran Wilayah
Menurut Urwin (1982:17) budaya dan etnik selalu membentuk bagian
sosial dari suatu daerah yang khusus berdasarkan sejarah yang dibentuk dari
elemen-elemen yang saling berbeda dari suatu kelompok etnik ke kelompok etnik
yang lain. Aspek Sosial Budaya mengasumsikan, jika suatu masyarakat terikat
dengan suatu sistem budaya tersendiri yang memberi perbedaan identitas budaya
dengan masyarakat lain, maka secara politis ikatan kesatuan masyarakat tersebut
akan lebih kuat. Aspek ini secara langsung terkait dengan persoalan etnisitas dan
mungkin saja keagamaan. Faktor ini sebetulnya terkait pula dengan faktor
geografi, karena faktor etnisitas tidak mungkin muncul dengan sendirinya.
Pembentukan sebuah identitas etnis merupakan proses yang sangat panjang terkait
dengan faktor-faktor geografis dan demografis secara langsung.
11
3. Dimensi Demografi dalam Pemekaran Wilayah
Menurut Mutalib (1987:18) dimensi demografi yaitu faktor yang
mengasumsikan bahwa homogenitas penduduk akan mendorong lahirnya kesatuan
penduduk secara politis. Suatu masyarakat dengan penduduk yang homogen, akan
memiliki tingkat kesatuan politik yang lebih tinggi dibanding masyarakat
heterogen. Jika faktor heterogenitas ini dikolaborasikan dengan kesatuan secara
geografis, maka secara politis pembentukan kesatuan masyarakat tersebut akan
lebih kuat dan secara langsung akan semakin mendorong tuntunan terbentuknya
daerah otonom. Menurut Smith (1985:18) fakta dimana suatu wilayah dibagi-bagi
ke dalam bentuk pemerintahan yang otonom, selalu dihubungkan dengan wilayah
yang dapat dikenali dan penduduk yang ada di dalamnya terbentuk menjadi suatu
unit sosial ekonomi yang alami. Umumnya mereka membentuk perasaan bersama
dan memiliki identitas.
4. Dimensi Administrasi dalam Pemekaran Wilayah
Mutalib (1987:10) pengorganisasian wilayah didasarkan pada setiap
aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu wilayah sehingga memerlukan area kerja
sendiri. Wilayah-wilayah yang diberi status otonom atau yang didesentralisasikan
diyakini akan meningkatkan pelaksanaan administrasi dan pelayanan kepada
masyarakat, karena desentralisasi dapat memberikan peluang pada penyesuaian
administrasi dan pelayanan terhadap karakteristik wilayah-wilayah yang
bervariasi sebagai konsekuensi dan perbedaan-perbedaan yang dibentuk geografi.
12
Geografi dalam pengertian fisik menjadi dasar penentuan batas-batas
administrasi. Suatu wilayah geografis dengan wilayah yang relatif kecil adalah
areal yang tepat untuk :
1) Pelayanan lebih optimal, karena wilayah pelayanan relatif sempit.
2) Pemerintahan lebih responsif karena lebih dekat dengan komunitas yang
dilayani.
3) Partisipasi masyarakat lebih meluas karena akses masyarakat yang relatif
terbuka.
4) Konsolidasi masyarakat menjadi lebih mudah karena kedekatan institusi
dengan masyarakat.
5) Pengawasan menjadi lebih mudah karena wilayah pengawasan yang relatif
sempit.
Smith (1985:10) dimensi lain mendasarkan pada prinsip teknis, yaitu suatu
daerah atau wilayah bagi suatu fungsi pemerintahan ditentukan oleh lingkungan
kerja (alam) ataupun ekonomi : air, iklim, kondisi pantai, topografi dan lokasi
sumber daya alam serta distribusi industri. Sumber-sumber alam yang ada di
daerah mungkin memiliki persamaan secara administratif serta menyediakan suatu
pola daerah berdasarkan ciri-ciri fisiknya. Walaupun daerah-daerah memiliki
perbedaan secara geografis dan administratif akan tetapi administrasi daerah
dibuat selalu berdasarkan pada letak geografisnya yaitu karakteristik-karakteristik
serta hal-hal lain yang berada di daerah. Bagi para geografer hal-hal lain yang
dimaksudkan diatas termasuk di dalamnya sosial dan ekonomi, lahan batubara
atau daerah-daerah pertanian.
13
5. Dimensi Politik dalam Pemekaran Wilayah
Smith (1985:13) keanekaragaman budaya, pembangunan ekonomi yang
tidak merata, perbedaan etnik serta loyalitas primordial yang keras selalu
menghasilkan tekanan-tekanan yang tidak dapat ditahan oleh desentralisasi.
Dimensi politik dalam pembentukan daerah atau desentralisasi
adalah
pemerintahan yang dilokalisir sebagai bagian dan suatu landasan pengakuan suatu
kelompok masyarakat sebagai entitas politik. Dengan demikian desentralisasi
idealnya berbasis komunitas masyarakat.
Pemerintahan daerah atau daerah otonom dalam perspektif teori adalah
entitas yang memberi wujud khas pada kelompok masyarakat tertentu menjadi
bagian integral dari organisasi negara yang berada di bawah hukum pemerintahan
daerah dengan batas-batas geografis tertentu. Pengelompokan tidak hanya terletak
pada batas geografis semata tetapi pada kehidupan kelompok yang hidup bersama
sebagai suatu kesatuan. Dalam pengertian sebagai kelompok mereka berbeda
secara abstrak karena adanya perbedaan aspek sosial dan demografi. Dimensi
politik desentralisasi mencakup aspek-aspek geografis, sosial, dan demografi yang
membedakan suatu komunitas secara kongkrit atau abstrak yang membentuk
identitas dan landasan bersama sebagai suatu kesatuan atau entitas politik.
B. Peraturan Pemerintah Dalam Pemekaran Wilayah
Otonomi daerah yang dilaksanakan dalam Negara republik Indonesia telah
diatur kerangka landasanya dalam UUD 1945 antaralain:
Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi:
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
14
Pasal 18 yang menyatakan :
Pembangunan daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan kecil dengan
bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang
dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan system
pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang
bersifat istimewa.
Pemekaran wilayah sama halnya dengan pemekaran daerah dalam PP RI
No 129 tahun 2000 pasal 1: 4 disebutkan bahwa pemekaran daerah adalah
pemecahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota menjadi lebih dari
satu daerah. Pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah
menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan
mempercepat pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat
menciptakan kemandirian daerah. Pemekaran wilayah adalah pemecahan
Kotamadya atau Kabupaten Administrasi, Kecamatan dan Kelurahan menjadi
lebih dari satu dari Kotamadya atau Kabupaten Administrasi, Kecamatan dan
Kelurahan.
Selanjutnya PP No. 129 Tahun 2000 pasal 2 menegaskan, bahwa tujuan
dari pembentukan atau pemekaran wilayah, yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui:
a.
b.
c.
d.
e.
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi
Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah
Percepatan pengelolaan potensi daerah
Peningkatan keamanan dan ketertiban
1. Syarat-syarat dan Indikator Pembentukan suatu Daerah Baru
Pembentukan suatu daerah baru tidak terlepas dari persyaratan dan
indikator yang harus dicapai, maka dari itu syarat dan indikator dalam Bab III
PPRI No 129 Tahun 2000 terdiri dari:
15
a. Kemampuan ekonomi hal ini merupakan cerminan hasil kegiatan usaha
perekonomian yang berlangsung di suatu daerah Propinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan.
b. Potensi daerah merupakan cerminan tersedianya sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah
dan kesejahteraan msyarakat yang diukur dari:
1) Sarana ekonomi
2) Sarana pendidikan
3) Sarana kesehatan
4) Sarana transportasi
5) Sarana pariwisata
c. Sosial budaya merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial
dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat yang dapat
diukur dari tempat peribadatan dan sarana olah raga.
d. Jumlah penduduk yaitu jumlah tertentu penduduk dalam suatu daerah.
e. Luas daerah yaitu nilai luas keseluruhan suatu daerah tertentu.
f. Pertimbangan lain bagi terselenggaranya otonomi daerah dengan berpatok
pada: kemanan/ketertiban, ketersediaan sarana prasarana, rentang kendali
dan lain-lain.
Tabel 2.1
Faktor dan Indikator Pembentukan Kecamatan
Faktor
1. Penduduk
2. Luas daerah
3. Rentang kendali
4. Aktivitas
perekonomian
5. Ketersediaan
sarana
prasarana
dan
Indikator
Jumlah penduduk
Luas wilayah keseluruhan
Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan
Rata-rata jarak desa ke pusat pemerintahan Kecamatan
Rata-rata waktu perjalanan ke pusat pemerintahan
kecamatan
6. Jumlah bank
7. Lembaga keuangan non bank
8. Kelompok pertokoan
9. Jumlah Pasar
10. Rasio Sekolah Dasar per penduduk usia Sekolah Dasar
11. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama per penduduk
usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
12. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Atas per penduduk usia
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
13. Rasio tenaga medis per penduduk
14. Rasio fasilitas kesehatan per penduduk
15. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan
bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal
motor
16. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
rumah tangga
16. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan
bermotor
16
Lanjutan Tabel 2.1
Faktor
Indikator
17. Rasio sarana peribadatan per penduduk
18. Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk
19. Jumlah balai pertemuan
Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008.
2. Cara Penghitungan Indikator dalam Pembentukan Kecamatan
Adapun cara untuk mengetahui perhitungan dari indikator dalam
pembentukan kecamatan yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2
Cara Perhitungan Indikator
No
1.
Faktor dan Idikator
Penduduk :
a. Jumlah penduduk
2.
Luas Daerah:
a. Luas wilayah keseluruhan
b. Luas wilayah efektif yang dapat
dimanfaatkan
3.
4.
Rentang kendali:
a. Rata-rata jarak desa ke pusat
pemerintahan kecamatan (ibu kota
kecamatan)
b. Rata-rata waktu perjalanan dari desa
ke pusat pemerintahan (ibu kota
kecamatan)
Aktifitas ekonomi:
a. Jumlah bank
b. Jumlah lembaga keuangan
c. Jumlah kelompok pertokoan
Perhitungan
- semua penduduk yang berdomisisli
selama 6 bulan
- semua penduduk yang berdomisisli
> 6 bulan tujuan menetap
jumlah luas daratan + luas lautan
wilayah yang dapat dimanfaatkan
untuk kawasan budi daya di luar
kawasan lindung.
jumlah jarak dari desa/kelurahan ke
pusat pemerintahan kecamatan :
jumlah desa/kelurahan.
jumlah
waktu
perjalanan
dari
desa/kelurahan ke pusat pemerintahan
kecamatan :
jumlah 1 / 4
desa/kelurahan
jumlah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan,
menyalurkannya dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya.
jumlah badan usaha selain bank,
meliputi asuransi, pegadaian, dan
koperasi.
sejumlah toko yang terdiri atas paling
sedikit 10 toko dan mengelompok.
Dalam satu kelompok pertokoan
bangunan fisiknya dapat lebih dari
satu.
17
Lanjutan Tabel 2.2
No
Faktor dan Idikator
d. Jumlah pasar
Perhitungan
prasarana fisik dibangun untuk tempat
pertemuan antara penjual dan pembeli
barang dan jasa, yang aktivitasnya
rutin dilakukan setiap hari.
e. Rasio sarana peribadatan per
peduduk
Jumlah lapangan bulu tangkis, sepak
bola, bola volly, dan kolam renang :
jumlah penduduk.
f. Rasio fasilitas lapangan olahraga per Tempat (gedung) yang digunakan
penduduk
untuk
pertemuan
masyarakat
melakukan berbagai kegiatan interaksi
sosial.
Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008
3.
Metode penilaian dalam Pembentukan Kecamatan
Metode untuk menentukan penilaian dari indikator pembentuk Kecamatan
dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3
Metode Penilaian dari Indikator Pembentuk Kecamatan
Penilaian
Sistem
skoring
Metode
1. Metode Rata-rata
adalah metode yang membandingkan
besaran/nilai tiap calon kecamatan
dan kecamatan induk terhadap
besaran/nilai rata-rata keseluruhan
kecamatan di kabupaten/kota.
• kecamatan yang memiliki
besaran/nilai indikator yang sangat
berbeda (di atas 5 kali dari
besaran/nilai terendah),
• maka besaran/nilai tersebut tidak
diperhitungkan
2. Metode Kuota
adalah metode yang menggunakan
angka tertentu sebagai kuota
penentuan scoring baik terhadap
calon kecamatan maupun kecamatan
induk.
Indikator Skor
• skala 1-5
(sangat
mampu)
• skor 4
(mampu)
• skor 3 (kurang
mampu)
• skor 2 (tidak
mampu)
• skor 1 (sangat
tidak mampu)
Pemberian Skor
• skor 5: nilai
indikator
lebih besar /
sama dengan
80%
• skor 4: nilai
indicator
lebih besar/
sama dengan
60%
• skor 3: nilai
indicator
lebih besar /
sama dengan
40 %
• skor 2: nilai
indicator
lebih
besar/sama
dengan 20%
18
Lanjutan Tabel 2.3
Penilaian
Sistem
skoring
•
•
•
Metode
Untuk pembentukan kecamatan di
kabupaten adalah 10 (sepuluh)
kali rata-rata jumlah penduduk
desa/kelurahan seluruh kecamatan
di kabupaten yang bersangkutan.
Untuk pembentukan kecamatan di
kota adalah 5
(lima) kali rata-rata jumlah
penduduk desa/kelurahan seluruh
kecamatan
di
kota
yang
bersangkutan.
2/4 Semakin besar perolehan
besaran/nilai calon kecamatan dan
kecamatan
induk
(apabila
dimekarkan)
terhadap
kuota
pembentukan kecamatan, maka
semakin besar skornya.
Indikator Skor
Pemberian Skor
• skor 1: nilai
indicator
kurang dari
20%nilai
rata-rata
Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008
4.
Pembobotan dalam Pembentukan Kecamatan
Setiap faktor dan indikator mempunyai bobot yang berbeda-beda sesuai
dengan perannya dalam pembentukan Kecamatan.
a. Bobot untuk masing-masing faktor dan indikator:
Tabel 2.4
Pembobotan untuk Masing-masing Faktor dan Indikator
No
1.
2.
3.
4.
Faktor dan Idikator
Penduduk
1. Jumlah penduduk
Luas Daerah
1. Luas wilayah keseluruhan
2. Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan
Rentang kendali
1. Rata-rata jarak desa ke pusat pemerintahan kecamatan (ibu kota
kecamatan)
2. Rata-rata waktu perjalanan dari desa ke pusat pemerintahan
(ibu kota kecamatan)
Aktifitas ekonomi
1. Jumlah bank
2. Jumlah lembaga keuangan
Bobot
20
20
10
5
5
20
10
10
10
2
2
19
Lanjutan Tabel 2.4
No
Faktor dan Idikator
3. Jumlah kelompok pertokoan
4. Jumlah pasar
5.
Ketersediaan sarana dan prasarana
1. Rasio sekolah dasar per penduduk usia sekolah dasar
2. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat pertama per penduduk usia
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
3. Rasio Sekolah lanjutan tingkat atas per penduduk usia sekolah
lanjutan tingkat atas
4. Rasio fasilitas kesehatan per penduduk
5. Rasio tenaga medis per penduduk
6. Peresntase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor
atau kapal motor
7. Presentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga
8. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor
9. Rasio sarana peribadatan per peduduk
10. Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk
Total
100
Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008
Bobot
2
4
40
4
4
4
4
4
3
3
3
4
3
b. Nilai indikator adalah hasil perkalian skor dan bobot masing-masing
indikator. Kelulusan ditentukan oleh total nilai seluruh indikator dengan
kategori dalam tabel 2.5
Tabel 2.5
Total Nilai Keseluruhan Indikator
Kategori
Total Nilai Seluruh Indikator
Sangat Mampu
420
s/d
500
Mampu
340
s/d
419
Kurang Mampu
260
s/d
339
Tidak mampu
180
s/d
259
Sangat Tidak Mampu
100
s/d
179
Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008
Keterangan
Rekomendasi
Rekomendasi
Ditolak
Ditolak
Ditolak
c. Suatu calon kecamatan direkomendasikan menjadi kecamatan baru
apabila calon kecamatan dan kecamatan induknya (setelah pemekaran)
mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori sangat mampu
(420-500) atau mampu (340-419).
20
d. Usulan pembentukan kecamatan ditolak apabila calon kecamatan atau
kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh
indikator dengan kategori kurang mampu (260 339), tidak mampu (180259) dan sangat tidak mampu (100-179).
C. Pengaruh Perkembangan Wilayah Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat
1. Pengembangan Wilayah dalam Pemekaran Wilayah
Menurut Francis (dalam Djakapermana, 2005:10) pengembangan wilayah
pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat
perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksankan melalui
optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan
terpadu melalui pendekatan yang bersifat komperhensif mencakup aspek fisik,
ekonomi, sosoial, budaya dan lingkungan hidup utnuk
pembangunan
berkelanjutan. Prinsip ini juga sering disebut dengan pembangunan berkelanjutan
dengan basis pendekatan penataan ruang wilayah. Pembangunan berkelanjutan
dengan prinsi seperti ini harus dijadikan tujuan utama bagi pembuat keputusan
kebijakan publi untuk setiap tingkatan pemerintahan yang memang berbeda
tipenya.
Tujuan penataan ruang antara lain adalah tercapainya pemanfaatan ruang
yang berkualitas untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas berbudi luhur
dan sejahtera, mewujudkan keterpaduan pemanfaatan sumberdaya, meningkatkan
sumberdaya alam secara efisien dan efektif bagi manusia, dan mewujudkan bagi
perlindungan fungsi ruang dan mencegah kerusakan lingkungan. Hal yang sama
21
dinyatakan oleh Sitorus (2004:10), bahwa pembangunan wilayah berkelanjutan
erat kaitannya dengan rencana pemanfaatan lahan (ruang) dan dapat diwujudkan
melalui keterkaitan pengelolaan yang tepat antara sumberdaya alam, dengan aspek
social-ekonomi, dan budaya (kultur).
Dalam pengembangan wilayah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan
penggunaan lahan yang strategis yang dapat memberikan keuntungan ekonomi
wilayah (strategic landuse development planning). Menurut Sitours (2004:12)
perencanaan penggunaan lahan yang strategis bagi pembangunan merupakan
salah satu kegiatan dari upaya pengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan.
Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan wilayah, daya dukung
dan manfaat ruang wilayh melalui proses inventarisais dan penilaian
keadaan/kondisi lahan, potensi, dan pembatasan-pembatasan suatu daerah
tertentu.
Ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan serta kegiatan pengolahan
hasil ekstraksi sumberdaya alam tersebut juga akan berinteraksi dengan penduduk
setempat, permukiman atau lokasi-lokasi pasar (outlet-kota/pelabuhan). Interaksi
yang baik, aman, lancar, murah dan tidak mengganggu lingkungan alam yang
serasi merupakan kebutuhan untuk dapat memperlancar pemasaran hasil produksi
pemanfaatan sumberdaya alam, dan sekaligus akan memberikan dampak
timbulnya berbagai kegiatan pemanfaatan ruang lainnya yang berpotensi bagi
pengembangan wilayah dimasa yang akan datang. Konsepsi pengembangan
wilayah dapat dilihat pada gambar 2.1 (Djakapermana, 2005:14).
22
PERKEMBANGAN YANG
DIINGINKAN
PERKEMBANGAN
YANG ADA
PERKEMBANGAN TANPA
INTERVENSI
T
MASA LALU
SAAT INI
Tergantung kepada
kemampuan daerah,
wilayah, lokasi
MASA DEPAN
Optimasi sumberdaya alam (lahan), lingkungan, dan
prasaranatransportasi perlu penataan ruang (leverage)
Gambar 2.1 Konsepsi Pengembangan Wilayah
Berdasarkan beberapa pandangan tersbut, terlihat suatu keterkaitan antara
upaya pemanfaatan ruang wilayah dengan faktor optimasi pemnafaatan
sumberdaya alam, lingkungan dan pengembangan prasarana transportasi wilayah.
Upaya untuk mengembangkan wilayah harus sesuai dengan tujuan pokok
pengembangan wilayah yang ada dalam rencana tata ruang yang telah disepakati
sebelumnya. Tujuan ini selanjutnya dituangkan dalam rencana struktur dan pola
ruang serta berbagai indikasi program. Perwujudan rencana tata ruang dan
indikasi program tersebut masih memerlukan alat penjabarannya dalam bentuk
arahan kebijakan strategis.
Dalam proses pengembangan wilayah ada beberapa pengertian wilayah
yang terkait aspek keruangan yang harus dipahami terlebih dahulu. Konsep
wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang
wilayah ekonomi, ruang wilayah sosial budaya, ruang wilayah ekologi, dan ruang
wilayah politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis (deliniasi yang
23
dibatasi oleh koordiant geografis) yang mempunyai pengertian atau maksud
tertentu atau sesuai fungsi pengamatan tertentu.
Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
pengertian wilayah adalah “ruang” yang merupakan satu kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Sementara itu, pengertian ruang
menurut undang-undang yang sama adalah wadah yang meliputi ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lain, melakukan kegiatan dan
memelihara kelangsungan hidupnya. Dengan pengertian ruang tersebut, maka ada
ruang untuk kegiatan manusia melakukan kegiatannya (budidaya) dan ada ruang
untuk kelangsungan mahluk hidup lainnya yang harus dipelihara, dijaga, dan
bahkan dlindungi agar kehidupannya bisa tetap berlangsung (ruang yang harus
dilindungi).
Berdasarkan pengertian undang-undang tersebut, ada dua aspek yang harus
diperhatikan dalam konsep wilayah yaitu:
a. Didalam wilayah ada unsur-unsur yang saling terkait yaitu ruang yang
berfungsi lindung yang harus selalu dijaga keberadaannya dan ruang yang
berfungsi budidaya sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya untuk
kelangsungan hidupnnya, yang pada dasarnya, keduanya tidak biasa hidup
dan berkembang serta survive (berkelanjutan) secara sendiri-sendiri.
24
b. Adanya pengertian deliniasi fungsi berdasarkan kooridnasi geografis
(batas berdasarkan titik-titik kooridnat) yang deliniasinya bisa wilayah
admnisitrasi (pemerintahan) dan wilayah fungsi tertentu lainnya.
Pengertian wilayah ini menurut Rustiadi et al (dalam Djakapermana,
2005:28). akan selalu terkait aspek kepentingan sosial, ekonomi, budaya, politik,
keamanan maupun pertahanan. Secara umum pengertian wilayah ini dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1) Ruang wilayah ekologis adalah deliniasi fungsi kesatuan ekosistem
berbagai kehidupan alam dan buatan yang membentuk pola ruang ekotipe
dan struktur hubungan yang hierarkis antara ekotipe, misalnya daerah
aliran sungai (DAS) dengan sub DAS-nya, wilayah hutan tropis dengan
struktur bagian hutan tropisnnya.
2) Ruang wilayah ekonomi adalah deliniasi wilayah yang berorientasi
menggambarkan maksud fungsi (manfaat-manfaat) ekonomi, seperti
wilayah produksi, konsusmi, perdagangan, aliran barang dan jasa.
3) Ruang wilayah sosial budaya adalah deliniasi wilayah yang tekait dengan
budaya adat dan berbagai prilaku masyarakat, misalnya wilayah
adat/marga, suku maupun wilayah pengaruh kerajaan.
4) Menurut Rustiadi et al (dalam Djakapermana, 2005:29) wilayah politik
yaitu dimensi wilayah yang terkait dengan batas administrasi, yaitu
batasan ruang kewenangan kepala pemerintahan yang mengatur dan
mengelola berbagai sumber daya alam dan manffatnya untuk kepentingan
25
pengembangan wilayah yang akan diatur dan yang menjadi kewenangan
politiknya selaku penguasa wilayah.
2. Jenis-jenis Perwilayahan dalam Pemekaran
Menurut Tarigan (2005:115) perwilayahan mengelompokan
wilayah kecil dalam satu kesatuan. Suatu perwilayahan
beberapa
dapat diklasifiasikan
berdasarkan tujuan pembentukan wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan
dapat dibedakan sebagai berikut :
a.
Berdasarkan wilayah administratif pemerintah,
di Indonesia dikenal
wilayah kekuasaan pemerintahan, seperti Provinsi, Kabupaten atau Kota,
Kecamatan, Desa atau Kelurahan dan Dusun atau lingkungan.
b.
Berdasarkan kesamaan kondisi (homogenity), yang paling umum adalah
kesamaan kondisi fisik dan kondisi kesamaan sosial budaya.
c.
Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih
dahulu beberapa pusat pertumbuhan (growth pole atau growth centre)
yang kira-kira sama besarnya atau rangkingnya, kemudian ditetapkan batsbatas-batas pengaruh dari setiap pusat pertumbuhan.
d.
Berdasarkan wilayah perencanaan atau program. Dalam hal ini ditetapkan
bats-batas wilayah ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program
atau proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan
untuk tujuan khusus.
26
3. Kebaikan dan Keburukan Masing-masing Jenis Perwilayahan
Menurut Tarigan (2005:115) perwilayahan mempunyai kebaikan ataupun
keburukan. Cara perwilayahan yang paling cocok digunakan, tergantung pada
tujuan studi atau perencanaan itu sendiri.
a. Perwilayahan berdasarkan administrasi pemerintahan, biasanya terikat
pada sejarah masa lalu dan telah ditetapkan berdasarkan undang-undang
sehingga tidak mudah diubah. Pembentukannya biasanya berdasarkan
sejarah, tuntutan masyarakat, atau keputusan pemerintah. Berdasarkan
sejarah terbentuknya, wilayah administrasi yang setingkat di Indonesia
adalah beragam. Ada yang luas dan ada yang sempit, ada yang memiliki
potensi ekonomi yang kuat dan ada yang potensi ekonominya rendah.
Batas wilayah atas dasar administrasi pemerintahan ini tidak mungkin
diabaikan dalam perencanaan pembangunan karena memiliki batas yang
jelas sehingga penyediaan data umumnya didasarkan atas wilayah
administrasi.
Demikian
pula
kebijakan
yang
disarankan
harus
memperhatikan aspek wilayah pemerintahan karena kewenangan dalam
pelaksanaan dibagi berdasrkan wilayah pemerintahan.
b. Perwilayahan berdasarkan homogenitas terutma berguna bagi perencanaan
sektoral. Daerah-daerah yang memiliki kesamaan dalam sektor misalnya,
pertanian rakyat, perikanan, perkebunan, agama, atau beberapa sektor
sekaligus dapat dijadikan satu wilayah.
c. Perwilayahan berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi mengenal
adanya pusat-pusat pertumbuhan yang masing-masing memiliki daerah
27
belakangnya. Wilayah belakang (hinterland) diakatakan sebagai wilayah
pengaruh sebuah kota apabila alam memenuhi kebutuhannya atau menjual
hasil produksinya cenderung bergantung pada kota tersebut, termasuk
kebutuhan hidup, pendidikan, kesehtan, atau rekreasi.
d. Perwilayahan berdasarkan program atau perencanaan khusus sering
bersifat insidential dan sementara. Perwilayahan ini dibuat karena ada
program khusus.
4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyrakat
Kondisi sosial ekonomi merupakan suatu keadaan atau tingkat sosial dan
ekonomi masyarakat. Untuk melihat suatu keadaan tersebut, dapat dilihat dari
beberapa indikator seperti dibawah ini :
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia suatu bangsa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 02
Tahun 2003, pendidikan adalah sebagai berikut :
“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyrakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu pendidikan
formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak swasta dengan kurikulum yang sudah
berlaku. Pendidikan ini dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
28
Sedangkan pendidikan nonformal, kurikulumnya dibuat sesuai dengan kebutuhan
misalnya balai kursus, balai pelatihan dan sebagainya.
b. Kesehatan
Kesehatan
merupakan
hal
penting
dalam
Peningkatan sumber daya kualitas manusia serta
menjalani
kehidupan.
kesejahteraan keluarga dan
masyarakat akan tercapai bila derajat kesehatan masyarakat meningkat. Pada
umumnya tingkat kesehatan pada masyarakat perkotaan lebih baik dibandingkan
dengan masyarakat pedesaan. Hal ini terjadi karena fasilitas kesehatan di daerah
perkotaan lebih memadai dibandingkan dengan didaerah pedesaan.
c. Transportasi
Transportasi merupkan salah satu faktor pendorong perkembangan Kota.
Untuk memudahkan dalam berkomunikasi dan kelancaraan aktivitas masyarakat
maka diperlukan sarana transportasi yang memadai. Dengan memadainya sektor
transportasi dalam suatu wilayah, maka perekonomian wilayah tersebut akan
cepat meningkat.
Masyarakat di daerah perkotaan dikenal sebagai masyarakat yang setiap
saat sibuk dengan aktivitasnya, yang selalu berinteraksi dengan orang-orang di
berbagai tempat. Tanpa adanya sarana transportasi yang memadai, maka secara
tidak langsung aktivitasnya pun akan terhambat.
d. Mata pencaharian
Mata pencaharian merupakan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan bekerja pada berbagai sektor. Mata pencharian merupakan hal
yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat karena dapat
29
menggambarkan tingkat pendapatan penduduk dan dapat mengetahui tingakt taraf
kesejahteraan hidupnnya.
Mata pencharian penduduk pada suatu wilayah merupakan salah satu
aspek
yang paling penting dalam
mendukung laju
pertumbuhan
dan
perkembangan wilayah tersebut. Usaha ini erat kaitannya dengan leingkungan
sekitarnya. Daerah yang berada di lingkungan agraris maka sebagian besar
penduduk disekitar bekerja sebagai petani. Begitu pula dengan daerah yang
berbeda di lingkungan industri maka sebagian besar penduduk di sekitarnya
bekerja pada sektor industri.
e. Tingkat pendapatan
Tinggi rendahnya tingkat pendapatan dapat menunjukan tinggi rendahnya
keadaan sosial ekonomi msayarakat pada suatu wilayah. Besar kecilnya tingkat
pendapatan tergantung beberapa faktor diantaranya tingkat pendidikan, modal,
serta jenis pekerjaan.
Pada umumnya tingkat pendapatan masyarakat pada derah perkotaan lebih
besar dibandingkan dengan masyarakat daerah pedesaan. Hal ini disebabkan
karena tingkat pendidikan masyarakat pada derah perkotaan lebih tinggi sehingga
memiliki kedudukan yang lebih tinggi pula dalam pekerjaan.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Hasan (2004:31) adalah “pernyataan atau dugaan yang
bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih
lemah sehingga harus diuji secara empiris”. Dalam pnelitian ini terdapat pengaruh
30
perkembangan wilayah Kecamatan Malausma terhadap peningkatan sosial
ekonomi diantaranya pendidikan, kesehatan, peribadatan, tingkat pendapatan,
kondisi mata pencaharian, kondisi sarana jalan, dan perdagangan. Adapun
hipotesis dari kondis sosial ekonomi masyarakat adalah sebagai berikut:
Ha :
a. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh
secara signifikan terhadap fasilitas pendidikan.
b. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh
secara signifikan terhadap fasilitas kesehatan.
c. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh
secara signifikan terhadap fasilitas peribadatan.
d. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh
secara signifikan terhadap kondisi sarana jalan dan transportasi.
e. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh
secara signifikan terhadap mata pencaharian.
f. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh
secara signifikan terhadap tingkat pendapatan.
g. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh
secara signifikan terhadap fasilitas perdagangan.
Ho :
a. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas pendidikan
b. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas kesehatan.
31
c. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak
berpengaruh
secara signifikan terhadap fasilitas peribadatan.
d. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi sarana jalan dan
transportasi.
e. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap mata pencaharian.
f. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pendapatan.
g. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas perdagangan.
Download