1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar beriklim tropis yang memiliki keanekaragaman ekosistem (48 ekosistem) dan dikenal sebagai negara megabiodiversitas terbesar kedua setelah Brazilia (Taslim, 2005). Setiap spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang terdapat di darat maupun di laut mempunyai nilai-nilai kimiawi, dalam arti menghasilkan bahan-bahan kimia yang banyak jumlahnya. Oleh karenanya keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tersedia di Indonesia dapat diartikan sebagai sumber bagi beranekaragam bahan kimia (chemodiversity) (Achmad, 1999). Tumbuhan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Selain sebagai bahan makanan, tumbuhan juga dapat digunakan sebagai bahan bangunan, obat-obatan tradisional, kosmetika, dan lain-lain. Di Indonesia diperkirakan terdapat 125.000 spesies tumbuhan, dan 40% diantaranya merupakan spesies yang hanya ada di Indonesia (Resosoedarmo, 1993). Moraceae merupakan suatu famili tumbuhan yang cukup besar, terdiri dari 60 genus dengan 1600 spesies (Hegnauer, 1969) dan tumbuh di daerah tropis dan subtropis di Asia, Amerika, Afrika, dan Australia (Venkataraman, 1972, Nomura, 1988). Indonesia memiliki sekitar 80 spesies dari 17 genus tumbuhan Moraceae (Heyne, 1987). Pohon dari famili Moraceae umumnya merupakan tanaman berkayu yang bervariasi dengan tinggi pohon sekitar 30 meter. Tumbuhan dari famili Moraceae kaya akan senyawa fenolik seperti flavonoid, santon, stilben, dan 2arilbenzofuran. Tiga genus utama dari famili Moraceae ini adalah Artocarpus, Ficus, dan Morus. Artocarpus merupakan salah satu genus penting dari famili Moraceae, terdiri dari sekitar 50 spesies yang tersebar dari Srilanka, India, Pakistan, dan Indo Cina, tetapi keanekaragaman yang terbesar terdapat di Indonesia (Venkataraman, 1972). Di Indonesia, tumbuhan Artocarpus banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk atiinflamasi, demam, malaria, sirosis hati, hipertensi dan bersifat detoksifikasi (Heyne, 1987). 1 Beberapa senyawa dari genus Artocarpus ini menunjukkan pula aktifitas fisiologis yang menarik yaitu antiulserogenik, antihipertensif, antialergi, antitumor, antibakteri, sitotoksik, dan lain-lain (Nomura, 1998). Kelewih, atau untuk yang tidak berbiji disebut dengan Sukun, merupakan tumbuhan yang termasuk jenis nangka-nangkaan (genus Artocarpus) yang berupa pohon besar dengan tinggi sekitar 30 meter. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia (Jawa Barat khususnya) karena banyak manfaatnya. Selain buahnya dapat dimakan, tumbuhan ini juga banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional. Nama botani dari Kelewih ini adalah Artocarpus communis. Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap tumbuhan Artocarpus communis, 50 senyawa turunan fenol telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi, yang meliputi jenis calkon, flavanon, turunan 3-prenilflavon, dan stilben. Senyawa-senyawa jenis calkon dan flavanon umumnya tergeranilasi, sedangkan dari jenis stilben telah ditemukan senyawa yang terprenilasi maupun tergeranilasi. Sebagian dari senyawa-senyawa tersebut telah dievaluasi sifat biologisnya terhadap berbagai sistem uji, yang meliputi sifat sitotoksik, antiinflamasi, antimalaria, antimikroba, sebagai inhibitor enzim 5α-reduktase, tirosinase, dan protease sistein chaptesin K. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa sebagian dari senyawa-senyawa tersebut sangat potensial, terutama sebagai senyawa antitumor, antiinflamasi, inhibitor enzim 5α-reduktase, enzim tironase, dan chaptesin K (Syah. 2005). Penelitian terhadap Artocarpus communis ini terus dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut kandungan kimia dalam spesies ini. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji aspek fitokimia dari kayu akar tumbuhan kelewih (Artocarpus communis) yang terdapat di Jawa Barat. 1.3 Metodologi Penelitian Pemilihan tumbuhan dilakukan dengan pendekatan taksonomi, yaitu berdasarkan hubungan kekerabatan dengan tumbuhan lain yang telah diketahui mengandung senyawa-senyawa kimia yang berguna. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tahapan ekstraksi, 2 pemisahan dan pemurnian dengan berbagai teknik kromatografi. Pengujian kemurnian senyawa diuji dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Penentuan struktur dilakukan dengan beberapa metoda spektroskopi, yaitu spektroskopi ultraviolet untuk mengetahui jenis kromofor, spektroskopi infra merah untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung di dalamnya, dan spektroskopi 1H dan 13C untuk mengetahui jumlah dan jenis atom H dan C dalam senyawa hasil isolasi. 3